Page 1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Diabetes Melitus
1.1. Defenisi
Diabetes mellitus didefenisikan oleh WHO (2012) sebagai suatu penyakit kronis
yang terjadi ketika pankreas tidak cukup lagi memproduksi insulin atau ketika
tubuh tidak mampu lagi menggunakan secara efektif insulin yang telah
diproduksi. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa
dalam darah. Sedangkan defenisi lain dari diabetes mellitus, menurut American
Diabetes Association (ADA) 2003, adalah suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik adanya hiperglikemia yang disebabkan gangguan sekresi
insulin, kerja insulin ataupun keduanya. Keadaan hiperglikemia kronik inilah
yang berhubungan dengan terjadinya disfungsi dan kerusakan berbagai organ
terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan juga pembuluh darah.
1.2 Klasifikasi
American Diabetes Association (ADA) tahun 2009 telah mengklasifikasikan
pembagian Diabetes Melitus adalah sbb:
a. Diabetes Melitus tipe 1
DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin
dependent”. Istilah “juvenile onset” sendiri diberikan karena onset DM tipe 1
dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain
itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40. Karakteristik dari DM
tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon
plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap stimulus
yang semestinya meningkatkan sekresi insulin. DM tipe 1 sekarang banyak
Page 2
2
dianggap sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan histopatologi pankreas
menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel Langerhans. Pada 85%
pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang glutamic-acid decarboxylase
(GAD) di sel beta pankreas tersebut.
2. Diabetes Melitus tipe 2
Berbeda dengan DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan
aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta
yang masih berfungsi (walau terkadang memerlukan insulin eksogen tetapi tidak
bergantung seumur hidup). DM tipe 2 ini bervariasi mulai dari yang predominan
resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan
gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi
insulin terjadi pada otot, lemak dan hati serta terdapat respons yang inadekuat
pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas di plasma,
penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan produksi glukosa hati dan
peningkatan lipolisis. Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya
hidup yang diabetogenik (asupan kalori yang berlebihan, aktivitas fisik yang
rendah, obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik. Nilai BMI yang dapat
memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap ras.
3. Diabetes Melitus tipe lain
Diabetes Melitus tipe lain :
A. Defek genetik fungsi sel beta :
* Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3.
* DNA mitokondria
B. Defek genetik kerja insulin
C. Penyakit endokrin pankreas :
* pankreatitis
* tumor pankreas /pankreatektomi
* pankreatopati fibrokalkulus
Page 3
3
D. Endokrinopati :
* akromegali
* sindrom Cushing
* feokromositoma
* hipertiroidisme
E. Karena obat/zat kimia :
* vacor, pentamidin, asam nikotinat
* glukokortikoid, hormon tiroid
* tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain
F. Infeksi :
* Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)
G. Sebab imunologi yang jarang :
* antibodi anti insulin
H. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM :
* sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom Turner,
dan lain-lain.
4. Diabetes Kehamilan/gestasional
Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan onset pada
waktu kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada sekitar 1-14%
kehamilan. Biasanya toleransi glukosa akan kembali normal pada trimester ketiga.
1.3 Epidemiologi Diabetes Melitus (DM) Tipe 2
Faktor lingkungan sangat berperan pada lebih dari 90% semua populasi
diabetes. Prevalensi pada bangsa kulit putih sekitar 3-6%dari orang dewasanya.
Angka ini merupakan baku emas untuk membandingkan prevalensi diabetes antar
berbagai kelompok etnik di seluruh dunia. Dengan demikian kita dapat
membandingkan prevalensi di suatu negara atau suatu kelompok etnis tertentu
dengan kelompok etnis kulit putih pada umumnya. Pada negara berkembang yang
Page 4
4
laju pertumbuhan ekonominya sangat menonjol, misalnya Singapura prevalensi
diabetes sangat meningkat dibandingkan 10 tahun lalu. Demikian pada negara
yang mengalami perubahan gaya hidup yang sangat berbeda dari sebelumnya
karena lebih makmur, prevalensi diabetes dapat mencapai 35%.
Data terakhir dari International Diabetes Federation tahun 2006, prevalensi
di negara timur tengah paling tinggi ( di atas 20%) dan disusul oleh Mexico. Saat
itu, Indonesia termasuk dalam kelompok dengan prevalensi paling rendah. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena Indonesia belum punya angka nasional resmi.
Yang lebih memprihatinkan adalah komposisi umur pasien diabetes di negara
maju kebanyakan berumur 65 tahun, sedangkan di negara berkembang
kebanyakan pasien diabetes berumur 45-64 tahun, yang merupakan golongan
umur yang masih produktif. Penelitian terakhir oleh Litbang Depkes menunjukkan
bahwa prevalensi nasional untuk Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) 10,25%
dan diabetes 5,7% (1,5% pasien diabetes yang sudah terdiagnosis sebelumnya,
4,2% baru ketahuan diabetes saat penelitian.
1.4 Etiologi Diabetes Melitus (DM) Tipe 2
Etiologi DM tipe 2 adalah penurunan fungsi sel beta yang disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu: glukotoksisitas, lipotoksisitas asam lemak bebas, deposit
amiloid, resistensi insulin, dan efek inkretin. Kadar glukosa darah yang tinggi dan
berlangsung lama akan meningkatkan stres oksidatif, IL-1β, dan NF-κB sehingga
terjadi peningkatan apoptosis sel beta. Peningkatan asam lemak bebas yang
berasal dari jaringan adiposa dalam proses lipolisis akan mengalami metabolisme
non-oksidatif menjadi ceramide yang toksik terhadap sel beta sehingga terjadi
apoptosis. Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga kadar
glukosa darah akan meningkat, oleh karena itu sel beta mengkompensasinya
dengan meningkatkan sekresi insulin sehingga terjadi hiperinsulinemia.
Hiperinsulinemia juga diikuti dengan sekresi amylin dari sel beta yang akan
ditumpuk di sekitar sel beta hingga menjadi jaringan amiloid dan akan mendesak
sel beta sehingga akhirnya jumlah sel beta berkurang 50-60% dari normal.
Page 5
5
Beberapa faktor yang berperan sebagai penyebab resistensi insulin pada DM tipe
2 adalah obesitas (terutama sentral), diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat,
kurang gerak bedab, dan faktor keturunan. Keadaan resistensi insulin yang
sebenarnya menyebabkan glukotoksisitas, lipotoksisitas asam lemak bebas, dan
deposit amiloid.
1.5 Faktor Resiko Diabetes Melitus (DM) Tipe 2
Beberapa faktor resiko pada diabetes melitus tipe 2 antara lain:
1. Riwayat keluarga (orang tua atau saudara kandung)
2. Obesitas
3. Kurang beraktivitas
4. Ras atau etnik tertentu ( Amerika-Afrika, Amerika, Amerika-Asia)
5. Memiliki gangguan toleransi glukosa
6. Riwayat diabetes gestasional atau pernah melahirkan bayi dengan berat
badan > 4 kg
7. Hipertensi (≥140/90)
8. Kadar HDL < 35 mg/dl dan/atau trigliserida >250 mg/dl
9. Sindrom polikista ovarium atau acanthosis nigricans
10. Riwayat penyakit vascular
1.6 Patogenesis Diabetes Melitus (DM) Tipe 2
Resistensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal merupakan inti dari
patogenesis diabetes mellitus tipe 2 (fauci et al, 2008).
Perkembangan resistensi insulin dan metabolisme glukosa yang terganggu
merupakan proses bertahap yang diawali peningkatan berat badan yang berlebihan
dan obesitas (Guyton dan Jhon, 2006). Obesitas disebabkan oleh disposisi genetik,
asupan makanan yang terlalu banyak, dan aktivitas fisik yang terlalu sedikit.
Page 6
6
Gangguan keseimbangan antara suplai energi dan energi yang digunakan
meningkatkan konsentrasi asam lemak di darah. Hal ini menyebabkan penurunan
utilisasi glukosa di otot dan jaringan lemak. Kemudian terjadi resistensi insulin,
down-regulation dari reseptor insulin semakin meningkatkan resistensi insulin.
Selain obesitas , adanya disposisi faktor genetik menyebabkan insensitivitas
insulin (Gilbernagi dan Lang, 2000). Insensitivitas insulin mengganggu utilisasi
dan penyimpanan karbohidrat, meningkatkan kadar gula darah, dan meningkatkan
sekresi insulin.
Adanya resistensi insulin dan insensitivitas insulin akan memicu pankreas
bekerja lebih keras untuk meningkatkan sekresi insulin sehingga terjadi keadaan
hiperinsulinemia. Namun kemudian kompensasi ini gagal dan menimbulkan
hiperglikemia. Selain itu sel beta pada pankreas mulai ‘lelah’ dan tidak dapat
memproduksi insulin yang cukup untuk mengatasi hiperglikemia.
1.7 Patofisiologi Diabetes Melitus (DM) Tipe 2
Kadar gula darah yang meningkat akan menyebabkan hiperosmolaritas
pada cairan ekstraseluler. Gula darah yang terbawa di ginjal tidak dapat tersaring
seluruhnya sehingga akan terdapat glukosa pada urine, selain itu keadaan yang
hiperosmolaritas akan menyebabkan cairan tubuh tertarik dan keluar bersama gula
di urin dan termanifestasikan sebagi poliuri. Kehilangan cairan akan mengaktifkan
thirst-center sehingga penderita diabetes akan merasa haus dan banyak minum
(Gilbernagi dan Lang, 2000).
Gangguan utilisasi glukosa akan menyebabkan cellular starvation dan
berkurangnya simpanan karbohidrat, lemak, dan protein di sel. Hal ini akan
menyebabkan pasien merasa lapar dan banyak makan. Penurunan berat badan
disebabkan oleh dua hal, yang pertama adalah kehilangan cairan (poliuri) dan
kedua adalah kerja insulin yang memaksa tubuh untuk menggunakan simpanan
lemak dan protein selular sebagai sumber energi (Marfin, 2005).
Page 7
7
1.8 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus (DM) Tipe 2
1.8.1 Keluhan Klasik
a. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan biasanya relatif singkat dan terjadi rasa lemah yang
hebat. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel,
sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Oleh karena
itu, sumber tenaga diambil dari cadangan lain, yaitu sel lemak dan otot,
akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi
kurus.
b. Poliuri
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan
banyak urin. Urin yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat
mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.
c. Polidipsi
Rasa haus sering dialami penderita karena banyaknya cairan yang keluar
dari urin. Penderita menyangka rasa haus ini disebabkan karena udara yang
panas atau beban kerja yang berat sehingga penderita minum banyak.
d. Polifagia
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi
glukosa di dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan sehingga
penderita selalu merasa lapar.
1.8.2 Keluhan Lain
a. Gangguan Saraf Tepi (Kesemutan)
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu
malam, sehingga mengganggu tidur.
b. Gangguan Penglihatan
Gangguan ini sering terjadi pada fase awal penyakit diabetes.
c. Gatal/ Bisul
Page 8
8
Kelainan kulit berupa gatal biasanya terjadi di daerah kemaluan atau
lipatan kulit, seperti ketika dan di bawah payudara. Sering pula dikeluhkan
timbulnya bisul dan luka yang lama sembuh. Luka ini dapat timbul akibat hal
yang sepele, seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.
d. Gangguan Ereksi
Gangguan ini menjadi masalah tersembunyi karena pasien sering tidak
terus terang mengemukakannya. Hal ini terkait budaya masyarakat yang masih
merasa tabu membicarakan masalah seks.
e. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.
1.9 Diagnosis Diabetes Melitus (DM) Tipe 2
Berdasarkan American Diabetes Association (ADA) tahun 2007, diagnosa
diabetes melitus dapat ditegakkan dengan beberapa kriteria yaitu:
1. Gejala diabetes klasik ( poliuri, polidipsi, dan penurunan berat badan)
ditambah dengan kadar gula darah random >200mg/dl
2. Kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dl
3. Kadar glukosa OGTT ≥ 200 mg/dl
Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985)
- 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa
- kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
- puasa semalam, selama 10-12 jam
- kadar glukosa darah puasa diperiksa
- diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam
air 250 ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit
- diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa;
selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Page 9
9
Pemeriksaan kadar gula darah puasa merupakan pemeriksaan yang paling
terpercaya dan convinient pada pasien yang asimptomatik.
1.10 Skrining Diabetes Melitus (DM) Tipe 2
ADA merekomendasikan dilakukan skrining pada individu dengan umur
≥45 tahun setiap tiga tahun sekali atau individu yang lebih muda jika overweight
dan memiliki faktor resiko diabetes mellitus.
Pemeriksaan kadar gula darah saat puasa merupakan skrining yang
direkomendasikan karena:
a. Kebanyakan individu dengan kriteria DM tipe 2 asimptomatik dan tidak
menyadari mereka telah terkena penyakit tersebut
b. DM tipe 2 timbul 10 tahun sebelum terdiagnosa oleh dokter
c. Lima puluh persen pasien dengan DM tipe 2 memiliki satu atau lebih
komplikasi pada saat diagnosa DM ditegakkan
1.11 Penatalaksanaan Diabetes Melitus (DM) Tipe 2
Pilar utama dalam pengelolaan DM ada 4 :
1. Edukasi
2. Perencanaan makan
3. Latihan jasmani
4. Obat-obatan
1. Edukasi
Diabetes Tipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa, suatu periode dimana telah
terbentuk kokoh pola gaya hidup dan perilaku. Pengelolaan mandiri diabetes
secara optimal membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam merubah perilaku
yang tidak sehat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam perubahan
perilaku tersebut, yang berlangsung seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai
perubahan perilaku, membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill),
dan motivasi yang berkenaan dengan:
Page 10
10
makan makanan sehat.
kegiatan jasmani secara teratur.
Menggunakan obat diabetes secara aman, teratur, dan pada waktu-waktu yang spesifik.
melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai informasi
yang ada.
melakukan perawatan kaki secara berkala.
mengelola diabetes dengan tepat.
mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan.
2. Perencanaan Makan
Standar yang dianjurkan adalah makana dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak sesuai kecukupan gizi baik sebagai
berikut:
Karbohidrat 45-60 %
Protein 10-20 %
Lemak 20-25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut
dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.
Untuk kepentingan klinik praktis, dan menghitung jumlah kalori, penentuan status
gizi memanfaatkan rumus Broca, yaitu:
Berat Badan Idaman (BBI) = (TB-100) - 10%
Status gizi:
BB kurang bila BB < 90% BBI
BB normal bila BB 90-110% BBI
BB lebih bila BB 110-120% BBI
Gemuk bila BB >120% BBI
Jumlah kalori yang dibutuhkan dihitung dari berat badan idaman dikali
kebutuhan kalori basal (30 Kkal/Kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal KG BB untuk
Page 11
11
perempuan). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas sebesar
10-30 %.
3. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) dengan
durasi 30 menit, yang sifatnya CRIPE (continous, rhytmical, interval,
progressive, endurance training) misalnya jalan kaki, jalan cepat atau jogging.
Dan diharapakan dapat mencapai sasaran denyut nadi maksimal dan
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
4. Obat-obatan penurun kadar gula darah
Terapi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai
dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologik tersebutdapat
berupa Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan insulin.
A. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dapat dibagi menjadi 4 golongan:
1. Golongan pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue), contoh sulfonylurea
dan glinid.
2. Golongan penambah sensitivitas terhadap insulin, contoh tiazolidindion dan
metformin.
3. Golongan penghambat glukosidase alfa contohnya Acarbose
4. Insulin
Disamping pemberian insulin secara konvensional 3 kali sehari dengan
memakai insulin kerja cepat, insulin juga dapat diberikan dalam dosis terbagi,
insulin kerja menengah dua kali sehari dan kemudian diberikan campuran insulin
kerja cepat dimana perlu sesuai dengan respon kadar glukosa darahnya.
1.12 Komplikasi Diabetes Melitus (DM) Tipe 2
Komplikasi akut diabetes melitus
1. Hipoglikemia
Page 12
12
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebaakan
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah, sampai dengan
berat berupa koma disertai kejang.Penyebab terseing hipoglikemia pada pasien
DM adalah obat golongan sulfonilurea. Tanda hipoglikemia muncul bila glukosa
darah <50 mg/dl.
2. Ketoasidosis diabetik
KAD merupakan defisisnsi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan
penyakit diabetes mellitus. Timbulnya KAD merupakan ancaman bagi penderita
DM. Pada DKA tubuh tidak dapat menggunakan sumber glukosa maka lemak pun
dipecah dalam lipolisis untuk menghasilkan energi dan menghasilkan ketone.
Tanda- tanda dari DKA adalah :
Hyperglikemia > 300 mg/dl
Bicarbonat < 15 mEq/L
Asidosis (pH < 7,3) dengan ketonemia dan ketonuria.
3. Hyperglycemic hyperosmolar state
Hyperglycemic hyperosmolar state adalah suatu sindrome yang ditandai
denagn hiperglikemik berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoacidosis
disertai penurunan kesadaran.
Berikut merupakan skema terjadinya KAD dan HHS :
Page 13
13
Komplikasi Kronis DM
1. Komplikasi Mikrovaskular
Retinopati diabetika
Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala
berkurangnya ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat
mengarah pada kebutaan.Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu
Retinopati non proliferatif dan Proliferatif. Retinopati non proliferatif merupkan
stadium awal dengan ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan
retinoproliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler,
jaringan ikat dan adanya hipoksia retina.
Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah
yang baik, sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki
hanya dengan kontrol gula darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila
dilakukan penurunan kadar gula darah yang terlalu singkat.
Nefropati diabetika
Diabetes mellitus tipe 2, merupakan penyebab nefropati paling banyak,
sebagai penyebab terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik
pada DM mengaikibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul
besar seperti protein dapat lolos ke dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat
nefropati diabetika dapat timbul kegagalan ginjal yang progresif.
Nefropati diabetic ditandai dengan adanya proteinuri persisten ( > 0.5 gr/24
jam), terdapat retino pati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada
nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah.
Neuropati
Umumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi
pada penderita DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. MAnifestasi klinis
dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses kejadian
neuropatibiasanya progresif di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf
Page 14
14
dengan gejala-gejala nyeri atau bahkan baal. Yang terserang biasanya adalah
serabut saraf tungkai atau lengan.
Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada struktur syaraf
akibat adanya peningkatan jalur polyol, penurunan pembentukan myoinositol,
penurunan Na/K ATP ase, sehingga menimbulkan kerusakan struktur syaraf,
demyelinisasi segmental, atau atrofi axonal.
2. Komplikasi Makrovaskular
Stroke
Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada
penderita diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga menderita
diabetes.Stroke lebih sering timbul dan dengan prognosis yang lebih serius untuk
penderita diabetes. Akibat berkurangnya aliran atrteri karotis interna dan arteri
vertebralis timbul gangguan neurologis akibat iskemia, berupa:
- Pusing, sinkop
- Hemiplegia: parsial atau total
- Afasia sensorik dan motorik
- Keadaan pseudo-dementia
Penyakit Jantung Koroner
Ateroskierosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita diabetes. Akibat
gangguan pada koroner timbul insufisiensi koroner atau angina pektoris (nyeri
dada paroksismal serti tertindih benda berat dirasakan didaerah rahang bawah,
bahu, lengan hingga pergelangan tangan) yang timbul saat beraktifiras atau emosi
dan akan mereda seetlah beristirahat atau mendapat nitrat sublingual. Akibat yang
paling serius adalah infark miokardium, di mana nyeri menetap dan lebih hebat
dan tidak mereda dengan pembenian nitrat. Namun gejala-gejala MI dapat tidak
timbul pada pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti.
Page 15
15
Kriteria Pengendalian DM
Baik Sedang Buruk
GD puasa 9mg/dL) 80-109 110-125 ≥126
GD 2 jam pp (mg/dL) 80-144 145-179 ≥180
A1C (%) <6,5 6,5-8 >8
Kolesterol total (mg/dL) <200 200-239 ≥240
Kolesterol LDL (mg/dL) <100 100-129 ≥130
Kolesterol HDL (mg/dL) >45
Trigliserida (mg/dL) <150 150-199 ≥200
IMT (Kg/m2) 18,5-22,9 23-25 >25
Tekanan darah (mmHg) <130/80 130-140/80-90 >140/90
2. Ulkus Diabetikum
2. 1. Defenisi
Ulkus diabetikum merupakan tukak yang timbul pada penderita diabetes
melitus yang disebabkan karena angiopati diabetik, neuropati diabetik atau akibat
trauma.
2. 2. Etiologi
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi
menjadi factor endogen dan ekstrogen.
a. Faktor endogen
1) Angiopati diabetik
2) Neuropati diabetik
Page 16
16
b. Faktor ekstrogen
1) Trauma
2) Infeksi
3) Obat
Penyebab kaki diabetik biasanya melibatkan banyak komponen. Penelitian
terbaru menyatakan bahwa 63% kaki diabetik disebabkan oleh neuropati perifer
yang menimbulkan gangguan sensorik, motorik dan autonom yang masing-
masing memegang peranan penting pada terjadinya luka kaki. Faktor lain yang
berperan adalah iskemia, pembentukan kalus dan edema.
Paralisis otot kaki menyebabkan perubahan keseimbangan di sendi kaki,
perubahan cara berjalan, dan akan menimbulkan titik tekan baru pada telapak kaki
sehingga terjadi kalus ditempat itu.
Neuropati sensorik menyebabkan hilangnya sinyal terhadap rasa sakit
(mati rasa) setempat dan hilangnya perlindungan terhadap trauma, sehingga
penderita mengalami cedera tanpa disadari, akibatnya kalus yang sudah terbentuk
berubah menjadi ulkus yang bila disertai infeksi berkembang menjadi selulitis dan
berakhir dengan gangren. Neuropati motorik mengawali terjadinya kelemahan
otot dan atrofi otot di ekstremitas. Hilangnya mekanisme vaskuler yang normal
akibat angiopati diabetik dan gangguan regulasi termal menyebabkan vena
membengkak dan selanjutnya menyebabkan terjadinya ulkus. Bila ulkus disertai
infeksi akan mempermudah terjadinya disfungsi outonom (neuropati outonom)
yang selanjutnya akan mengakibatkan hilangnya sekresi kulit sehingga kulit akan
kering dan mudah mengalami luka yang sukar sembuh yang selanjutnya mudah
mengalami nekrosis.
2. 3. Patofisiologi
Penyakit diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
Page 17
17
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Bila pada kaki timbul luka yang sukar
sembuh sampai menjadi busuk (gangren). Selain itu bila saraf yang terkena timbul
neuropati diabetik, sehingga ada bagian yang tidak berasa apa-apa/mati rasa,
sekalipun tertusuk jarum / paku atau terkena benda panas.
Penderita yang beresiko tinggi mengalami gangren diabetik adalah :
Riwayat merokok
Penurunan denyut nadi perifer
Penurunan sensibilitas
Deformitas anatomis atau bagian yang menonjol (seperti bunion atau
kalus)
Riwayat ulkus kaki atau amputasi
Pengendalian kadar gula darah yang buruk
Rangkaian yang khas dalam proses timbulnya gangren diabetik pada kaki
dimulai dari cedera pada jaringan lunak kaki, pembentukan fisura antara jari-jari
kaki atau di daerah kulit kering, atau pembentukan sebuah kalus. Jaringan yang
terkena mula-mula menjadi kebiruan dan terasa dingin bila disentuh. Kemudian,
jaringan yang mati, menghitam dan berbau busuk.Cedera tidak dirasakan oleh
pasien yang kepekaannya sudah menghilang dan bisa berupa cedera termal,
cedera kimia atau cedera traumatik. Pengeluaran nanah, pembengkakan,
kemerahan (akibat selulitis) atau akibat gangren biasanya merupakan tanda
pertama masalah kaki yang menjadi perhatian penderita.
2. 4. Gambaran Klinis.
Gangren diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga gangren panas karena
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal. Biasanya terdapat
ulkus diabetik pada telapak kaki.
Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan
secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu:
Page 18
18
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan).
c. Paresthesia (parestesia dan kesemutan).
d. Pulselessness (denyut nadi hilang).
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
Fontaine, yaitu 4 :
a. Stadium I ; asimptomatis atau gejala tidak khas (semutan atau geringgingan).
b. Stadium II ; terjadi klaudikasio intermiten.
c. Stadium III ; timbul nyeri saat istirahat.
d. Stadium IV ; berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
2. 5. Klasifikasi.
Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi dalam enam derajat
menurut Wagner, yaitu ;
Sistem Klasifikasi Kaki Diabetik, Wagner. 8
DERAJAT LESI
0 Kulit utuh; ada kelainan bentuk kaki akibat neuropati
1 Tukak superfisial
2 Tukak lebih dalam
3Tukak dalam disertai abses dengan kemungkinan selulitis dan
atau osteomielitis
4 Gangren jari
5 Gangren kaki
2. 6. Penatalaksanaan.
Pengobatan kelainan kaki diabetik terdiri dari pengendalian diabetes dan
penanganan terhadap kelainan kaki.
Page 19
19
A. Pengendalian Diabetes.
Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah dengan
melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik
karena kebanyakan pasien dengan kaki diabetik juga menderita malnutrisi,
penyakit ginjal kronik, dan infeksi kronis. Diabetes melitus jika tidak
dikelola dengan baik akan dapat menyebabkan terjadinya berbagai
komplikasi kronik diabetes, salah satunya adalah terjadinya gangren
diabetik. Jika kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan baik,
diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi dapat dicegah, paling
sedikit dihambat.
B. Penanganan Kelainan Kaki.
1) Strategi Pencegahan.
Fokus utama penanganan kaki diabetik adalah pencegahan terhadap
terjadinya luka. Strategi pencegahan meliputi edukasi kepada pasien,
perawatan kulit, kuku dan kaki dan penggunaan alas kaki yang dapat
melindungi. Pada penderita dengan risiko rendah diperbolehkan
menggunakan sepatu, hanya saja sepatu yang digunakan tidak sempit atau
sesak. Sepatu atau sandal dengan bantalan yang lembut dapat mengurangi
resiko terjadinya kerusakan jaringan akibat tekanan langsung yang dapat
memberi beban pada telapak kaki.
Pada penderita diabetes melitus dengan gangguan penglihatan sebaiknya
memilih kaos kaki yang putih karena diharapkan kaos kaki putih dapat
memperlihatkan adanya luka dengan mudah.
Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita diabetes melitus adalah
kuku-kuku harus dipotong secara transversal untuk mengurangi risiko
terjadinya kuku yang tumbuh kedalam dan menusuk jaringan sekitar.
Kaidah pencegahan kaki diabetik, yaitu:
- Setiap infeksi meskipun kecil merupakan masalah penting sehingga
menuntut perhatian penuh.
- Kaki harus dibersihkan secara teliti dan dikeringkan dengan handuk
kering setiap kali mandi.
Page 20
20
- Kaki harus diinspeksi setiap hari termasuk telapaknya, dapat dengan
menggunakan cermin.
- Kaki harus dilindungi dari kedinginan.
- Kaki harus dilindungi dari kepanasan,batu atau pasir panas dan api.
- Sepatu harus cukup lebar dan pas.
- Dianjurkan memakai kaus kaki setiap saat.
- Kaus kaki harus cocok dan dikenakan secara teliti tanpa lipatan.
- Alas kaki tanpa pegangan, pita atau tali antara jari.
- Kuku dipotong secara lurus.
- Berhenti merokok.
2) Penanganan Ulkus.
Ulkus pada kaki neuropati biasanya terjadi pada kalus yang tidak terawat
dengan baik. Kalus ini terbentuk karena rangsangan dari luar pada ujung
jari atau penekanan oleh ujung tulang.Nekrosis terjadi dibawah kalus yang
kemudian membentuk rongga berisi cairan serous dan bila pecah akan
terjadi luka yang sering diikuti oleh infeksi sekunder.
Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan,
yaitu ;
a) Tingkat 0.
Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus dan
pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang dibuat
secara khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada kaki
terdapat tulang yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak
dapat hanya diatasi dengan penggunaan alas kaki buatan umumnya
memerlukan tindakan pemotongan tulang yang menonjol (exostectomy)
atau dengan pembenahan deformitas.
b) Tingkat I.
Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius,
perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
Page 21
21
c) Tingkat II.
Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur,
perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti.
d) Tingkat III.
Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren, amputasi
sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik parenteral
yang sesuai dengan kultur.
e) Tingkat IV.
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian atau
amputasi seluruh kaki.
2. 7. Prognosis.
Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia
karena semakin tua usia penderita diabetes melitus semakin mudah untuk
mendapatkan masalah yang serius pada kaki dan tungkainya, lamanya
menderita diabetes melitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas
sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis.
Page 22
22
BAB III
CATATAN MEDIK
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Heleni Marlina
Umur : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Batak
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Cengkeh 8 No. 80 Simalingkar Medan
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Borok pada kaki kiri
Telaah : Borok pada kaki kiri dialami ± 2 minggu ini, awalnya luka
berlubang, pada telpak kaki diikuti dengan telapak kaki
menghitam dan jari kaki bernanah. Demam (+) 2 minggu
ini, demam naik turun dengan obat penurun panas. Batuk
(-), muka pucat tidak disadari oleh os. Riwayat BAB hitam
(-), muntah darah (-). Os masuk di IGD RSHAM dengan
penurunan kesadaran setelah os hanya makan 3 sendok
nasi, mual (+) 1 minggu ini, muntah (+) 1 minggu ini 1-2x
sehari berisi apa yang dimakan langsung di muntahkan
Page 23
23
kembali. Riwayat DM (+) 5 tahun ini dengan KGD
tertinggi 500mg/dl dan tidak turun dengan obat. Kebas –
kebas (-) di kaki dan di tangan, mata kabur (+), riwayat
merokok (+) 20 tahun sebanyak 1 kotak/hari, riwayat
alkohol tidak dijumpai, buang air kecil normal dan buang
air besar normal.
RPT : DM
RPO : Glucopac
ANAMNESE ORGAN
Jantung Sesak nafas : (-) Edema : (-)
Angina Pektoris : (-) Palpilasi : (-)
lain-lain : (-)
Saluran Pernafasan Batuk-batuk : (+) Asma, bronkitis : (-)
Dahak : (-) Lain-lain : (-)
Saluran Pencernaan Nafsu makan : () Penurunan Berat
badan : (+)
Keluhan menelan : (+) Keluhan Defekasi
: (-)
Keluhan perut : (-) Lain-lain
: (-)
Page 24
24
Saluran Urogenital Sakit BAK : (-) BAK tersendat : (-)
Mengandung batu : (-) Keadaan Urin :
cukup
Haid : (-) Lain-lain : (-)
Sendi dan Tulang Sakit Pinggang : (-) Keterbasan gerak : (+)
Kel. Persendian : (-) Lain-lain : (-)
Endokrin Haus/polidipsi : (-)
Poliuri : (-)
Polifagi : (-)
Gugup : (-)
Perubahan suara : (-)
Lain-lain : (-)
Syaraf Pusat Sakit kepala : (+) Hoyong : (-)
Lain-lain : (-)
Darah dan P. darah Pucat : (-)
Petechie : (-)
Perdarahan : (-)
Purpura : (-)
Lain-lain : (-)
Sirkulasi Claudicatio intermitten : (-) Lain-lain : (-)
ANAMNESE FAMILI : Tidak dijumpai
PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
STATUS PRESENS :
Page 25
25
Keadaan Umum Keadaan Penyakit
Sensorium : Apatis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84 x/i reg t/v : cukup
Pernafasan : 22 x/i
Temperatur : 36.7oC
Pancaran Wajah : normal
Sikap paksa : -
Refleks fisiologis : normal
Refleks patologis : -
Keadaan Gizi :
=
Anemia (-). Ikterus (-). Dispnoe (-).
Sianosis (-). Udem (-). Purpura (-).
Turgor kulit : baik
TB :
BB :
BMI :
KEPALA
Mata : konjunktiva palpebra pucat (-/-), ikterus (-/-), pupil : isokor, ukuran Ø
3mm.
Refleks cahaya direk (+/+) / indirek (+/+), kesan : normal
Lain-lain : -
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan
Mulut : Lidah : tidak ada kelainan
Gigi/geligi : tidak ada kelainan
Tonsil/faring : tidak ada kelainan
LEHER
Struma : tidak membesar, tingkat : (-)
Pembesaran kelenjar limfe : (-)
Posisi trakea : medial. TVJ : R-2cmH2O
Kaku kuduk (+), lain-lain : trismus (+) ±3cm
Page 26
26
TORAKS DEPAN
Inspeksi
Bentuk : simetris fusiformis
Pergerakan : simetris kesan: normal
Palpasi
Nyeri tekan : (-)
Fremitus suara : SF kiri = kanan kesan : normal
Iktus : (-)
Perkusi
Paru
Batas Paru – Hati R/A: : ICR V/VI linea midklavikularis dekstra
Peranjakan : -
Jantung
Batas atas jantung : ICR III sinistra
Batas kiri jantung : ICR V Linea Mid Clavicularis Sinistra
Batas kanan jantung : Linea parasternal dextra
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan : -
Jantung
M1 > M2, P2 >P1, A2 > A1, desah sistolik (-), tingkat : -
desah diastolik (-), lain-lain : -
HR : 84 x/i, reguler, intensitas : cukup.
TORAKS BELAKANG
Inspeksi : simetris fusiformis
Page 27
27
Palpasi : Stem Fremitus kiri = kanan , kesan : normal
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP = vesikuler
ST = (-)
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : simetris
Gerakan lambung/usus : peristaltic (+) normal
Vena kolateral : (-)
Caput medusae :
Palpasi
Dinding abdomen : soepel
Hati
Pembesaran : -
Permukaan : rata
Pinggir : tumpul
Nyeri tekan : (-)
Limpa
Pembesaran : (-), Schuffner 2, Haecket 4
Ginjal
Ballotement : (-) Lain-lain : (-)
Uterus / Ovarium : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tumor : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi
Pekak Hati : (+) timpani
Pekak beralih : (-)
Auskultasi
Peristaltik usus : peristaltik (+), kesan : normal
Page 28
28
Lain-lain : (-)
Pinggang
Nyeri ketok sudut kostovertebra : (-)
INGUINAL : tidak dilakukan pemeriksaan
GENITALIA LUAR : tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT) : tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN
Darah Kemih Tinja
Hb : 13,50 g/dl
Lekosit : 13,29 x103/mm3
LED : tidak diperiksa
Eritrosit : 4,43 x106/mm3
Ht : 39.50 %
Hitung Jenis :
Warna : kuning jernih
Reduksi : -
Protein : -
Bilirubin : -
Urobilinogen : +
Warna : tdp
Konsistensi : tdp
Eritrosit : tdp
Lekosit : tdp
Amuba/kista : tdp
ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH
Deformitas sendi : -
Lokasi : -
Jari tabuh : -
Tremor ujung jari : -
Telapak tangan sembab : -
Sianosis : -
Eritema palmaris : -
Lain-lain : luka pada
kaki kanan
Udem
A. femoralis
A. tibialis posterior
A. dorsalis pedis
Refleks APR
Refleks KPR
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Lain-lain : gangren
Kiri
tdp
tdp
tdp
tdp
tdp
tdp
tdp
tdp
tdp
Kanan
tdp
tdp
tdp
tdp
tdp
tdp
tdp
tdp
tdp
Page 29
29
Neutrofil 76,90 %
Limfosit 17,80 %
Monosit 5,00%
Eosinofil 0,10 %
Basofil 0.200 %
Sedimen
Eritrosit :0-1 /lpb
Lekosit : >30 /lpb
Silinder : -
Epitel : 0-2 /lpb
Telur cacing : tdp
Askaris : tdp
Ankilostoma : tdp
Trichuris : tdp
Kremi : tdp
RESUME
ANAMNESIS KU: kejang
Telaah: Hal ini dialami OS ± 5 hari sebelum masuk
rumah sakit, kejang bersifat hilang timbul.
Frewenksi kejang ± 8 kali sehari. Kejang
dipicu oleh cahaya dan suara. kaku kuduk (+)
sejak ± 5 hari dan trismus (+) ±3cm. Riwayat
luka pada telapak kaki kanan (+), dialami os ±
1 bulan ini, dengan os mengetahui awal luka
pada telapak kakinya tertusuk bamboo.
Demam (-) Riwayat demam (+).Os
mengalami batuk (+) pada saat ini. BAK (+)
BAB (+) Normal. Sebelumnya os dirawat di
rumah bidan, namun kejangnya tidak berhenti,
lalu dirujuk ke RSUPHAM.
STATUS PRESENS Keadaan Umum: Baik/Sedang/Buruk
Keadaan Penyakit : Ringan/Sedang/Berat
Keadaan Gizi: Kurang/Normal/Berlebih
PEMERIKSAAN FISIK Mata : Anemis (-/-)
Ikterik (-/-)
T/H/M/L : tidak ada kelainan
Thoraks : I: Simetris fusiformis
P: SF kiri = kanan kesan :normal
Page 30
30
P: sonor pada kedua lapangan paru
A: vesikuler
Abdomen : I : Simetris
P: Soepel
P: Timpani
A: Peristaltik usus (+)
Ekstremitas superior : tidak ada kelainan
Ekstremitas inferior : lupa pada tengah kaki kanan (+)
Laboratorium Rutin Darah:
Kemih: normal
Tinja: tdp
Diagnosa Banding 1)Tetanus
2) Meningitis
3) Encephalitis
Diagnosa Sementara Tetanus
Penatalaksanaan Aktivitas: tirah baring
Diet: Diet sonde via Ngt 1800 kalori
Tindakan suportif:
IVFD Dextrose 0.5% + 5 ampul diazepam 20 gtt/I
Medikamentosa:
Inj Diazepam1 ampul extra jika kejang
ATS inj terapeutik 10 000 unit
Metrnidazole drips 500mg/6 jam
GV luka –konsul bedah
Rencana Penjajakan Diagnostik/Tindakan Lanjut
1. Darah lengkap/ darah rutin 6.
2. PL, RFT, LFT, Elektrolit 7.
3. Konsul bedah vascular 8.
Page 31
31
4. Albumin 9.
Hasil Laboratorium Tanggal 31-12-2013
Darah lengkap :
Hb : 13,60 g% (N : 11-15,5)
Eritrosit : 4,43 x 106/mm3 ((N : 4,20-4,57)
Leukosit : 13,20 x 103/mm3 ((N : 4,5-11)
Trombosit : 205 x 103/mm3 ((N : 150-450)
MCV : 89,20 fL (85-95)
MCH : 30,50 pg (28-32)
MCHC : 34,20 g% (33-35)
RDW : 14,30 % (11,6-14,8)
Hitung jenis :
Neutrofil : 76,90 % (37-80)
Limfosit : 17,80 % (20-40)
Monosit : 5,00% (2-8)
Eosinofil : 0,10 % (1-6)
Basofil : 0,200 % (0-1)
Neutrofil Absolut : 10,22 10 6 μL / (2,7-6.5)
Limfosit Absolut : 2,36 10 6 μL (1,5-3,5)
Monosit Absolut : 0,67 10 6 μL (0,2-0,5)
Page 32
32
Eosinofil Absolut : 0,01. 10 6 μL (0-0.16)
Basofil Absolut : 0,03 10 6 μL (0-1
Ginjal
Ureum : 69.70 mg/dl (<50)
Kreatinin : 1.37 mg/dl (0.7–1.20)
Elektrolit
Natrium :143 mEq/L (135-155)
Kalium : 4.0 mEq/L (3.6-5.5)
Klorida :116 mEq/L (96-106)
Page 33
33
Kejang (+) Sens: apatis ,
TD: 110/80mmHg,
HR: 80x/i,
RR: 22 x/i
T : 37.2 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
ATS inj Terapeutik
10.000 unit (-)
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
01-01-14 Kejang
(+)
Sens: apatis ,
TD: 120/80mmHg,
HR: 82x/i,
RR: 18 x/i
T : 37.0 °C
PD : kepala mata
anemis (+) ikterik (+)
Thorax sp – vesikuler
st – (-)
abdomen:soepel
H/L/R ttb peristaltic
(+) normal
eks sup :tidak ada
kelainan
eks inf : luka pada
telapak kaki kanan
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul diazepam
20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p bila
kejang
ATS inj Terapeutik 10.000 unit
(-)
Drip Metronidazole 500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Anjuran : GV bedah
02/01/14 Kejang
(+)
Sens: apatis ,
TD: 120/80mmHg,
HR: 82x/i,
RR: 18 x/i
T : 37.0 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul diazepam
20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p bila
kejang
ATS inj Terapeutik 10.000 unit
(-)
Drip Metronidazole 500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Anjuran : GV bedah, inj
ceftriaxone 1gr/12jam, kultur
pus, foto pedis dextra, konsul
bedah vaskular
Page 35
35
04/01/2014
Kejang (+) Sens: apatis,
TD: 100/80mmHg,
HR: 88x/i,
RR: 22 x/i
T : 37.5 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
ATS inj Terapeutik
10.000 unit (-)
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
Rencana : penyuntikan
ATS hari ini 7 ampul.
Page 36
36
05/01/2014
Kejang (+)
berkurang,
cekukan (+)
Sens: apatis ,
TD: 110/80mmHg,
HR: 88x/i,
RR: 24 x/i
T : 37.4 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
ATS inj Terapeutik
10.000 unit
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
CPZ 1 ×25g (bila
cekukan)
GV luka
Page 37
37
06/01/2014
Kejang (+)
Berkurang,
cekukan (+)
Sens: apatis ,
TD: 110/80mmHg,
HR: 88x/i,
RR: 20 x/i
T : 36.8 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
ATS inj Terapeutik
10.000 unit
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
CPZ 1 ×25g (bila
cekukan)
Anjuran cek RFT,
elektrolit, LFT lengkap
Page 38
38
07/01/2014
Kejang (+) Sens: apatis ,
TD: 100/80mmHg,
HR: 84x/i,
RR: 22 x/i
T : 36.9 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
ATS inj Terapeutik
10.000 unit
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
Page 40
40
08/01/2014
Kejang (+)
Muntah (-)
batuk (+)
Sens: apatis ,
TD: 110/80mmHg,
HR: 88x/i,
RR: 20 x/i
T : 37.4 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
ATS inj Terapeutik
10.000 unit
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
GV luka
Page 41
41
09/01/2014
Kejang (+)
berkurang,
muntah (+)
batuk (+)
Sens: apatis ,
TD: 110/80mmHg,
HR: 84x/i,
RR: 20 x/i
T : 37.9 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
IVFD Aminofusin L600
Page 42
42
10/01/2014
Kejang (-)
Muntah(-)
batuk (+)
Sens: apatis ,
TD: 100/80mmHg,
HR: 88x/i,
RR: 22 x/i
T : 37.4 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
Page 43
43
11/01/2014
Kejang (-)
muntah (-)
batuk (+)
Sens: CM,
TD: 110/80mmHg,
HR: 88x/i,
RR: 20 x/i
T : 37.4 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
Page 44
44
12/01/2014
Kejang (-)
muntah (-)
batuk (-)
Sens: CM ,
TD: 100/80mmHg,
HR: 86x/i,
RR: 22 x/i
T : 37.8 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
Page 45
45
13/01/2014
Kejang (-)
muntah (-)
batuk (-)
Sens: CM,
TD: 110/80mmHg,
HR: 88x/i,
RR: 22 x/i
T : 37.5 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
Page 46
46
14/01/2014
Kejang (-)
muntah (-)
batuk (-)
Sens: CM,
TD: 110/80mmHg,
HR: 84x/i,
RR: 20 x/i
T : 37.8 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
Page 47
47
15/01/2014
Kejang (-)
muntah (-)
batuk (-)
Sens: CM,
TD: 110/80mmHg,
HR: 88x/i,
RR: 22 x/i
T : 37.5 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
Page 48
48
1. : Infections of Children, 2 nd ed, Philadelphia, 1982, 626-636.
ANAMNESA ORGAN
Jantung Sesak Napas :
Angina Pectoris :
Edema
Palpitasi
Lain – lain
Saluran Pernafasan Batuk-batuk
Dahak
Asma, bronchitis
Lain-lain
Saluran Pencernaan Nafsu makan
Penurunan berat badan
Keluhan menelan
Keluhan perut
Page 49
49
Saluran Urogenital Sakit BAK
Mengandung batu
Keadaan urin
Haid
Sendi dan Tulang Sakit Pinggang
Kel. Persendian
Keterbatasan gerak
Lain-lain
Endokrin Haus/polidipsi
Poliuri
Polifagi
Gugup
Perubahan suara
Lain-lain
Syaraf Pusat Sakit kepala
Hoyong
Lain-lain
Page 50
50
Darah & P. Darah Pucat
Petechie
Perdarahan
Purpura
Lain-lain
Sirkulasi Claudicatio intermitten
Lain – lain
ANAMNESA FAMILI : di keluarga tidak ada menderita hal yang sama
seperti os.
PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
KEADAAN UMUM KEADAAN PENYAKIT
Sensorium : Sikap paksa :
Tekanan Darah : Refleks fisiologis :
Nadi : Refleks patologis :
Pernapasan :
Temperatur :
Keadaan Gizi Anemia (). Ikterus (). Dispnoe ()
Sianosis (). Udem (). Purpura ()
Page 51
51
Turgor kulit :
TB :
BB :
BMI :
KEPALA
Mata : konjunktiva papebra pucat (/), ikterus (/), pupil :
Refleks cahaya direk (), indirek (), kesan :
Lain-lain :
Telinga :
Hidung :
Mulut : Lidah :
Gigi/geligi :
Tonsil/faring :
LEHER
Strauma : , tingkat :
Pembesaran kelenjar limfe :
Posisi trakea : TVJ :
Kaku kuduk : , lain-lain :
TORAKS DEPAN
Page 52
52
Inspeksi
Bentuk :
Pergerakan :
Palpasi
Nyeri tekan :
Fremitus suara :
Iktus :
Perkusi
Paru
Batas Paru-Hati R/A :
Peranjakan :
Batas atas jantung :
Batas kiri jantung :
Batas kanan jantung :
Auskultasi
Paru
Suara pernapasan :
Suara tambahan :
Jantung
Page 53
53
M1 > M2, P2 > P1, A2 > A1, desah sistolik (), tingkat : , desah diastolik
(), lain-lain : , HR : x/i, reguler/ireguler, intensitas :.
DAFTAR PUSTAKA
Page 54
54
Fauci,. Braunwald,. Kasper,. Et al. Diabetes Mellitus in : Principle of Internal
medicine. Mc Graw-Hill: Philadeiphia.
Guyton, A,. Hall, J,. 2006. Insulin, Glucagon, and Diabetes Mellitus in:
Medical Physiology. Elsevier Saunder: Philadelphia. 974-975.
Januarman,. 2011. Ulkus Diabetikum. ( diakses dari : medlinux.blogspot.com)
Maffin, G. 2005. Patophysiology Concept of Altered Health States.
Lippincott:Newyork. 569.
Permana, H. 2011. Komplikasi Kronik dan Penyakit Penyerta pada Diabetes.
( diakses dari : pustaka.unpad.ac.id)
Silbernagi,. Lang,. 2000. Causes of Diabetes Mellitus in: Color Atlas of
pathophysiology. Thieme: Newyork. 287.
Silbernagi,. Lang,. 2000. Acute Effect of Insulin Deficiency in: Color Atlas of
pathophysiology. Thieme: Newyork. 288.
Soegondo, Suwondo, Soebekti. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. FK UI press: Jakarta. 151-175.
http://care.diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5.full
http://www.staff.ncl.ac.uk/philip.home/who_dmc.htm