Pikiran Rakyat OSelasa • Rabl1 o Karnis o Jumat o SabtuO Minggu 4 5 67 89 10 11 20 21 .22 23 . 2425 ..26 12 13 14 15 16 27 28 29 30 31. o Mar OAprOMel0Jun OJul OAgs OSep .OktQNov 0 Des Tawuran dan Kel~erasan S EMUA orang mathum bahwa tawuran dan kekerasan merupakan perbuatan buruk yang dicela oleh masyarakat karena sangat mengganggu keamanan, keter- tiban, dan tidak sesuai dengan perikemanusian. Barangkali pula sebagian orang paham perilaku tersebut juga meru- pakan perbuatan melanggar hukum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Perbuatan tersebut diberi sanksi oleh ne- gara. Sanksi yang dikenakan selain merupakan hukuman yang harus dijalani oleh pelaku --agar pelaku jera dan tidak mengulangi perbuatannya-- juga dimaksudkan agar tidak ditiru oleh orang lain. Harapan kita, sebagai warga negara yang baik, alangkah eloknya bila ada sesuatu yang kurang sesuai dengan keingin- an, hendaknya diupayakan un- tuk diselesaikan melalui jalan dam ai, musyawarah, dan hu- kum. Karena kekerasan, penga- niayaan dan tawuran tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Bahkan sebaliknya, akan menambah masalah. Namun, mengapa hal itu justru marak pada saat ini. Apa yang salah. Tampaknya masya- rakat tidak lagi peduli pada hukum, tidak lagi takut pada sanksi hukum. Untuk mem- bongkar latar belakang tawur- an dan berbagai kekerasan di negeri ini barangkali dibu- tuhkan pemahaman yang men- dalam tentang fenomena ini. Kekerasan aparat Jika dirunut ke belakang, tawuran merupakan bentuk ekspresi kekerasan yang sudah lama secara laten terjadi dalam masyarakat kita maupun di- lakukan oleh penguasa dalam hal ini aparat penegak hukum. Hal ini terbukti bahwa keke- rasan demi kekerasan yang di- lakukan penguasa mewarnai perjalanan negeri ini. Dari mu- lai peristiwa berdarah G30S PKI dan tumbangnya rezim Orde Lama, oleh mahasiswa dengan Tritura (1966), kemudi- an peristiwa Malari (1974), ke- mudian runtuhnya kekuasaan Presiden Soeharto di era Orde Baru (1998). Semuanya mener- bitkan per- Yesmil Anwar #? IDosenfakultas Hukum Unpad tanyaan, mengapa dapat terja- di misteri yang tak terpecahkan mengapa sebuah perjuangan bagi kesejaterahan harus berlu- muran darah dan air mata. Dahulu di era Orde Lama dan Orde Baru tentara dan mahA~ siswa berhadapan. Sekarang di era reformasi, saat masyarakat madani (civil society) menjadi harapan dengan tulang pung- gung demokrasi, perlindungan HAM, dan supremasi hukum, malah terjadi polisi berhada- pan dengan mahasiswa dan masyarakat yang melakukan unjuk rasa. Dalam tatanan suatu negara, keamanan dan kenyamanan tentunya ada kaitan dengan ke- bijakan yang tujuannya untuk memberikan rasa keadilan bagi semua pihak. Dibutuhkan pe- mahaman yang mendalam ten- tang makna hidup berbangsa dan bernegara, yang bertujuan menyejaterahkan masyarakat- nya. Berupa kemampuan ke- pemimpinan yang mampu mengintegrasikan keadilan yang dirasakan oleh masyara- kat melalui kebijakan yang pro- rakyat. Kekerasan demi kekerasan dan destruktivitas ini, oleh para pakar disebut sebagai agresivi- tas. Bila dirunut ke belakang tentu harus dicari akarnya, me- ngapa dapat terjadi kekerasan tersebut. Jauh hari sebelum ki- ta menyadari, William James (1890) dan para pakar lainnya sudah menyatakan bahwa seti- ap insting individu akan me- motivasi jenis-jenis perilaku. 'Sementara pakar psikoanalisis Sigmund Freud mendalilkan dikotomi baru yaitu insting ke- hidupan (eras) dan insting ke- matian (death instinct). Insting kematian bisa tertuju pada or- ganisme itu sendiri dan dengan demikian merupakan dorongan perusakan diri, atau tertuju keluar, yang berarti kecen- derungan merusak pihak lain. Dalam kaitannya dengan ta- wuran dan kekerasan yang ter- jadi tentunya ada causa prima yang melatarbelakanginya. Hal ini sesuai dengan konsep BF Skinner seorang filsuf era pencerahan yang melahirkan rumusan brilian Neobehavio- risme menyatakan mengenai kata "penguasaan". Budak dan pemilik budak berada dalam hubungan timbal balik. Dalam makna sehari-hari si tuanlah yang menguasai budaknya, bahwa tidak ada penguasaan balik dari yang lemah misal dengan ancaman pemogokan dari yang lemah. Skinner percaya bahwa ma- nusia ditempa oleh dan rentan terhadap pengaruh sosial. Di era sibernatika, individu men- jadi semakin rentan terhadap manipulasi. Profesinya, kon- sumsinya, dan waktu luangnya dimanipulasi oleh iklan, ideolo- gi, dan apa yang oleh Skinner dinamakan "pembiasaan posi- tif'. Individu kehilangan peran tanggung jawab aktifnya di- dalam proses sosial. Ketika tanggung jawab individual ke- hilangan makna, individu akan berlindung dalam kelompok. Pada saat kondisi anonimi- tas ini muncul, individu akan leluasa melakukan perbuatan apa saja tanpa rasa tanggung jawab. Karena, tanggungjawab dipikul oleh kelompoknya. Di sinilah brutalisme massa men- dapatkan peluang untuk meng- ekspresikan dirinya dalam ber- bagai bentuk kekerasan, peru- sakan, dan pembunuhan. Apa- lagi jika ada yang menggerak- kan sebagai provokator yang memiliki motivasi terrtentu. Narsisisme pejabat Konsep narsisme diru- muskan oleh Freud berda- sarkan teori libido. Libido yang tidak berhasil diarahkan ke dunia keluar telah di arahkan balik kepada ego dan karena itu muncullah sikap yang dina- makan narsisisme. Orang nar- sistik sering kali mendapatkan 1(lIplng Humas Un pad 2012