BAB I PENDAHULUAN Skizofrenia merupakan suatu deskirpsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. 1 Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran composmentis dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat terjadi dikemudian hari. 1 Skizofrenia adalah sama-sama prevalensinya antara laki-laki dan wanita. Tetapi, dua jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun; untuk wanitausia puncak adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang. 3
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Skizofrenia merupakan suatu deskirpsi sindrom dengan variasi penyebab
(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis) yang
luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik,
fisik, dan sosial budaya.1
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta afek yang tidak wajar (inappropriate)
atau tumpul (blunted). Kesadaran composmentis dan kemampuan intelektual biasanya
tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat terjadi dikemudian
hari.1
Skizofrenia adalah sama-sama prevalensinya antara laki-laki dan wanita.
Tetapi, dua jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan
perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset lebih awal daripada wanita. Usia
puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun; untuk wanitausia puncak
adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50
tahun adalah sangat jarang.3
Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun,
berbagai teori telah berkembang seperti model diastasis-stes dan hipotesis dopamine.
Model diastasis stress merupakan satu model yang mengintegrasikan faktor biologis,
psikososial, dan lingkungan.4
Gangguan skizofrenia berdasarkan PPDGJ III yaitu skizofrenia paranoid,
skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci, depresi pasca
skizofrenia, skizofrenia residual, skizofrenia simpleks, skizofrenia lainnya,
skizofrenia ytt. Beberapa kriteria diagnostic untuk subtype skizofrenia menurut DSM-
IV yaitu tipe paranoid, tipe terdisorganisasi, tipe katatonik, tipe tak tergolongkan, dan
tipe residual.3,4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut PPDGJ-III, Skizofrenia adalah suatu sindrom dengan variasi
penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung
pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya.1 Ciri gejala skizofrenia
adalah psikosis, seperti halusinasi auditorik (suara) dan delusi (keyakinan yang
salah). Gangguan kognisi atau gangguan dalam pengolahan informasi adalah gejala
yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Orang dengan skizofrenia memiliki
penurunan fungsi dalam pekerjaan, pernikahan, dan hidup mandiri dibandingkan
dengan orang normal lainnya.2
Klasifikasi skizofrenia menurut DSM-IV, ada 5 yakni subtipe paranoid,
terdisorganisasi (hebefrenik), katatonik, tidak tergolongkan dan residual. Untuk
istilah skizofrenia simpleks dalam DSM-IV adalah gangguan deteriorative sederhana.
Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)
di Indonesia yang ke-III skizofrenia dibagi ke dalam 6 subtipe yaitu katatonik,
paranoid, hebefrenik, tak terinci (undifferentiated), simpleks, residual dan depresi
pasca skizofrenia. 3,4
2.2 Epidemiologi
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mencari penyebab skizofrenia
dan diketahui bahwa faktor genetik memegang peranan penting dalam terjadinya
skizofrenia. Bukti adanya peran genetik tersebut dapat dilihat dari beberapa penelitian
seperti studi keluarga, studi anak kembar, dan anak angkat. Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa resiko menderita skizofrenia pada saudara kandung (full siblings)
14,2%; saudara sepupu (half siblings) 7,1%; orang tua 9,2%; anak-anak 16,4%;
kembar dizigot 14,5%; kembar monozigot 46,1%; dan pada anak-anak yang kedua
orang tuanya menderita skizofrenia, risiko sebesar 39,2%.4
Skizofrenia adalah sama prevalensinya antara laki-laki dan wanita. Tetapi, dua
jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit.
Laki-laki mempunyai onset skizofrenia yang lebih awal dibandingkan wanita. Usia
puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, untuk wanita usia puncak
adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50
tahun adalah sangat jarang. Kira-kira 90 persen pasien dalam pengobatan skizofrenia
adalah antara usia 15 dan 55 tahun. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa
laki-laki adalah lebih mungkin dari pada wanita untuk terganggu oleh gejala negatif
dan bahwa wanita lebih mungkin memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada
laki-laki. Pada umumnya, hasil akhir untuk pasien skizofrenia wanita lebih baik
daripada hasil akhir untuk skizofrenia laki-laki.3
Skizofrenia tidak terdistribusi rata secara geografis di seluruh dunia. Secara
historis, prevalensi skizofrenia di Timur Laut dan Barat Amerika Serikat lebih tinggi
dibandingkan daerah lainnya.3
Penelitian insiden pada gangguan yang relative jarang terjadi, seperti
skizofrenia, sulit dilakukan. Survei telah dilakukan diberbagai Negara, namun dan
hampir semua hasil menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia pada orang
dewasa dalam rentang yang sempit berkisar antara 0,1 dan 0,4 per 1000 penduduk. Ini
merupakan temuan utama dari penelitian di 10 negara yang dilakukan oleh WHO.
Untuk prevalensi atau insiden skizofrenia di Indonesia belum ditentukan sampai
sekarang, begitu juga untuk setiap subtipe skizofrenia.3
2.3 Etiologi
2.3.1 Stress – Diathesis Model
Merupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan.
Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik
(diathesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan
stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia. Semakin besar kerentanan
seseorang, maka stressor kecilpun dapat menyebabkan menjadi skizofrenia. Semakin
kecil kerentanan, maka butuh stressor yang besar untuk membuatnya menjadi
penderita skizofrenia. Sehingga secara teoritis, seseorang tanpa diathesis tidak akan
berkembang menjadi skizofrenia, walaupun sebesar apapun stressornya.
2.3.2 Neurobiologi
Penelitian menunjukan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya
kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun, sampai kini belum diketahui bagaimana
hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu dengan munculnya symptomp
skizofrenia.
Terdapat beberapa area tertentu dalam otak, yang berperan dalam membuat
seseorang menjadi patologis, yaitu: sistem limbik, korteks frontal, cerebellum, dan
ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada
satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. 2 hal yang
menjadi sasaran penelitian, waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul pada
otak, dan interaksi pada kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial.
2.3.3 Dopamin – Hypothesis
Menurut hipotesa ini, Schizophrenia terjadi akibat dari peningkatan aktifitas
neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari
meningkatnya pelepasan dopamin, terlalu banyaknya reseptor dopamin, turunnya
nilai ambang, atau hipersensitifitas reseptor dopamin, atau kombinasi dari faktor-
faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa :
- Ada korelasi antara efektivitaas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan
kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamin D2.
- Obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik seperti amfetamin dapat
menimbulkan gejala psikotik pada siapapun.4
Jalur-Jalur Dopamin
a. Nigrostriatal pathway
Jalur nigrostriatal adalah jalur saraf yang menghubungkan substansia nigra
dengan striatum. Jalur ini merupakan salah satu dari empat jalur dopamin yang
utama didalam otak.Kehilangan neuron-neuron dopamin dalam substansia nigra
adalah salah satu dari penyebab penyakit Parkinson. Gejala penyakit biasa belum
muncul sampai terjadi kehilangan 70-80% fungsi dopamin.
Jalur ini juga terlibat dalam terjadi diskinesia Tardif, yng merupakan salah satu
efek samping obat-obat antipsikotik. Obat-obat ini (terutama obat-obat antipsikotik
lama) menghalangi reseptor dopamin D2 pada banyak jalur di otak.
b. Mesocortical pathway
Jalur mesokortikal adalah suatu jalur saraf yang menghubungkan tegmentum
ventra ke korteks, terutama lobus frontalis.
Fungsi kognif normal dari korteks prefrontal dorsolateral (bagian dari lobus
frontalis) dan diperkirakan terlibat dalam respon motivasi dan emosional. Jalur ini
diperkirakan berhubungan dengan gejala-gejala negatif dari skizofrenia
c. Tuberoinfundibular pathway
Jalur tuberoinfundibular mengarah kepada neurodopamin pada nukleus
arquatus dari hipotalamus dari mediobasal yang menghubungkan eminensia
media. Kerja antipsikotik bekerja dengan cara menghalangi dopamin di jalur ini
sehingga menyebabkan hormon prolaktin meningkat di dalam darah
(hiperprolaktinemia).
d. Mesolimbic pathway
Jalur mesolimbik menghubungkan tegmentum sentral di otak tengah dengan
nukleus arquatus. Jalur ini diduga terlibat di dalam terbentuknya perasaan-
perasaan yang berhubungan dengan kenikmatan dan nafsu. Jalur ini merupakan
salah satu target utama dari pengobatan antipsikotik.
Pada penyakit parkinson kehilanagan neuron-neuron dopamin terjadi lebih
cepat di jalur nigrostriatal dan karena defisit neuron belum menimbulkan gejala
sampai terjadi kehilangan 80-90%, angka kehilangan neuron pada jalur ini bersifat
asimptomatik.5
2.3.4 Neurotransmiter
a. Serotonin
Serotonin telah banyak perhatian dalam penelitian skizofrenia sejak penelitian
yang membuat bahwa serotonin-dopamin antagonists (SDA) contohnya: clozopine,
risperidone, sertindole mempunyai hubungan aktivitas serotonin yang poten.
Secara khusus antagonis dari serotonin 5-HT2 reseptor telah dianggap penting
dalam mengurangi gejalah-gejala psikotik dan mengurangi pertumbuhan kelainan-
kelainan yang berhubungan dengan D2 antagonis.
b. Norepinephrine
Peningkatan jumlah data mengatakan bahwa sistem noradrenegic memodulasi
sistem dopaminegik dengan cara sistem noradrenegic yang abnormal
mempredisposisikan pasien untuk relaps lebih sering.
c. GABA
Beberapa data secara konsisten dengan hipotesis bahwa beberapa pasien
dengan skizofrenia mempunyai kekurangan neuron GABA pada hipokampus.
d. Glutamate
Memproduksi sindrom akut yang mirip dengan skizofrenia.
e. Neuropeptida
Dua neuropeptida, cholecystokinin dan neurotensin ditemukan didaerah otak
yang berimplikasi pada skizofrenia.5,6
2.3.5Neuropathologi
a. Sistem Limbik
Karena perannya dalam mengontrol emosi, sistem limbik telah dihipotesiskan
terlibat dalam dasar patologi terjadinya skizofrenia.
b. Ganglia basalis dan serebelum
Penelitian neuropatologis pada ganglia basalis telah menghasilkan berbagai
laporan yang tidak meyakinkan tentang hilangnya sel atau penurunan volume
globus palidus dan substansia nigra. Sebaliknya banyak penelitian telah
menunjukkan suatu peningkatan jumlah reseptor D2 di dalam kaudatus putamen,
dan nukleus accumbens, tetapi pertanyaan adalah apakah peningkatan tersebut
sekunder karena pasien telah mendapatkan medikasi antipsikotik.4,7
2.3.6 Psikoneuroimunologi
Sejumlah kelainan imunologis telah dihubungkan pada pasien skizofrenik.
Kelainan tersebut adalah penurunan produksi Interleukin-2 sel T, penurunan jumlah
dan responsivitas limfosit perifer, kelainan pada reaktivitas seluler dan humoral
terhadap neuron, dan adanya antibody yang diarahkan ke otak (antibrain antibodies).
Data dapat diinterpretasikan secara bervariasi mewakili suatu virus neurotoksik atau
suatu gangguan autoimun endogen. Penelitian yang dilakukan dengan sangat cermat
yang mencari adanya bukti – bukti infeksi neurotoksik pada skizofrenia telah
menghasilkan hasil yang negative, walaupun data epidemiologis menunjukkan
tingginya insidensi skizofrenia setelah pemaparan prenatal dengan influenza selama
beberapa episode penyakit. Data lain yang mendukung suatu hipotesis viral adalah
peningkatan jumlah anomali fisik saat lahir, peningkatan angka kehamilan dan
komplikasi kelahiran, musiman kelahiran yang konsisten dengan infeksi viral,
kumpulan geografis kasus dewasa, dan musiman perawatan dirumah sakit. Namun
demikian, ketidakmampuan untuk mendeteksi bukti – bukti genetik infeksi virus
menurunkan kepentingan dari semua data secara tidak langsung tersebut.
Kemungkinan adanya antibody otak autoimun memiliki beberapa data yang
menunjangnya; tetapi, proses patofisiologisnya, jika ada, kemungkinan menjelaskan
hanya sekumpulan kecil populasi skizofrenik.4,8
2.3.7 Psikoneuroendokrinologi
Banyak laporan menggambarkan perbedaan neuroendokrin antara kelompok
pasien dan kelompok subjek kontrol normal. Sebagai contohnya, tes supresi
deksametason telah dilaporkan abnormal pada berbagai subkelompok pasien
skizofrenik, walaupun nilai praktis atau nilai prediktif dari tes ini pada skizofrenik
telah dipertanyakan. Tetapi, satu laporan yang dilakukan secara cermat telah
menghubungkan nonsupresi persisten pada tes supresi deksametason pada skizofrenia
dengan hasil jangka panjang yang buruk.
Beberapa data menunjukkan penurunan konsentrasi leutinizing hormone-
follicle stimulating hormone (LH/FSH), kemungkinan dihubungkan dengan onset
usia dan lamanya penyakit. Dua kelainan tambahan yang dilaporkan adalah
penumpulan pelepasan prolaktin dan hormone pertumbuhan terhadap stimulasi
gonadotropin-relasing hormone (GnRH) atau thyrotropin-releasing hormone (TRH)
dan suatu penumpulan pelepasan hormone pertumbuhan terhadap stimulasi
apomorfin yang mungkin dikorelasikan dengan adanya gejala negatif. 4,5
2.3.8 Faktor Genetika
Berbagai macam penelitian telah dengan kuat menyatakan suatu komponen
genetik terhadap penurunan skizofrenia. Penelitian klasik awal tentang genetika dari
skizofrenia, dilakukan pada tahun 1930-an, menemukan bahwa seseorang
kemungkinan menderita skizofrenia jika anggota keluarga lainnya juga menderita
skizofrenia dan kemungkinan seseorang menderita skizofrenia adalah berhubungan
dengan dekatnya hubungan persaudaraan tersebut (sebagai contohnya, sanak saudara
derajat pertama atau derajat kedua). Kembar monozigot memiliki angka kesesuaian
yang tertinggi. Penelitian pada kembar monozigot yang diadopsi menunjukkan bahwa
kembar yang diasuh oleh orangtua angkat mempunyai skizofrenia dengan
kemungkinan yang sama besarnya seperti saudara kembarnya yang dibesarkan oleh
orangtua kandungnya. Temuan tersebut menyatakan bahwa pengaruh genetik
melebihi pengaruh lingkungan. Untuk mendukung lebih lanjut dasar genetika adalah
pengamatan bahwa semakin parah skizofrenia, semakin mungkin kembar adalah
sama – sama menderita gangguan. satu penelitian yang mendukung stress-diathesis
model menunjukkan bahwa kembar monozigot yang diadopsi yang kemudian
menderita skizofrenia kemungkinan telah diadopsi oleh keluarga yang telah
mengalami gangguan psikis.4
Banyak hubungan antara tempat kromosom tertentu dan skizofrenia telah
dilaporkan didalam literatur sejak penerapan luas teknik biologi molekuler. Lebih dari
setengah kromosom telah dihubungkan dengan skizofrenia dalam berbagai laporan
tersebut, tetapi lengan panjang kromosom 5,11, dan 18; lengan pendek kromosom 19;
dan kromosom X adalah yang paling banyak dilibatkan. Kromosom 6,8, dan 22 juga
telah dilibatkan. Literatur adalah pedoman terbaik sebagai dasar genetic heterogen
yang potensial untuk skizofrenia.4
Populasi Prevalensi (%)
Populasi umum 1,0
Bukan saudara kembar pasien skizofrenik 8,0
Anak dengan satu orang tua skizofrenik 12,0
Kembar dizigot pasien skizofrenik 12,0
Anak dari kedua orang tua skizofrenik 40,0
Kembar monozigot pasien skizofrenik 47,0
2.3.9 Faktor Psikososial
Jika skizofrenia merupakan penyakit otak maka kemungkinan penyakit ini
sejalan dengan penyakit dari organ lain (misalnya infark miokard dan diabetes) yang
perjalanannya dipengaruhi oleh stress psikososial. Juga sejalan dengan penyakit
kronis lain (misal PPOK), terapi obat saja jarang mendapat perbaikan klinis yang
maksimal.
Teori tentang pasien individual
1. Teori psikoanalitis
Sigmund Freud mendalilkan bahwa skizofrenia disebabkan karena
fiksasi dalam perkembangan yang terjadi lebih awal yang menyebabkan
perkembangan neurosis. Freud juga mendalilkan bahwa adanya defek ego
juga berperan dalam gejala skizofrenia. Disintegrasi ego merupakan suatu
pengembalian ke waktu dimana ego masih belum ditegakkan atau baru mulai
ditegakkan. Jadi, konflik intrapsikis yang disebabkan yang disebabkan dari
fiksasi awal dan defek ego, yang mungkin telah disebabkan oleh hubungan
objek awal yang buruk, merupakan bahan bakar gejala psikotik.
Pusat teori Freud adalah suatu “decanthexis” objek dan suatu regresi
dalam respon terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain. Banyak
gagasan Freud tentang skizofrenia diwarnai oleh tidak adanya keterlibatan
dirinya secara intensif dengan pasien skizofrenik.
Pandangan psikoanalisis umum tentang skizofrenia menghipotesiskan
bahwa defek ego mempengaruhi interpretasi kenyataan dan pengendalian
dorongan – dorongan dari dalam (inner drives), seperti seks dan agresi.
Gangguan terjadi akibat penyimpangan hubungan timbal balik antara bayi dan
ibunya. Seperti yang dijelaskan oleh Margaret Mahler, anak – anak tidak
mampu untuk berpisah dan berkembang melebihi kedekatan dan
ketergantungan lengkap yang menandai hubungan ibu-anak dalam fase oral
perkembangan.
Orang skizofrenik tidak pernah mencapai ketetapan objek, yang
ditandai oleh suatu perasaan identitas yang pasti dan yang disebabkan
perlekatan erat dengan ibunya selama masa bayi. Paul Fedem menyimpulkan
bahwa gangguan mendasar pada skizofrenia adalah ketidakmampuan awal
pasien untuk mencapai perbedaan diri dan objek. Beberapa ahli psikoanalisis
menghipotesiskan bahwa defek dalam fungsi ego yang belum sempurna
memungkinkan permusuhan dan agresi yang hebat sehingga menganggu
hubungan ibu-bayi, yang menyebabkan suatu organisasi kepribadian menjadi
rentan terhadap stress. Onset gejala selama masa remaja terjadi pada suatu
saat jika orang memerlukan suatu ego yang kuat untuk berfungsi secara
mandiri, untuk berpisah dari orang tua, untuk mengidentifikasi kewajiban,
untuk mengendalikan dorongan intermal yang meningkat dan untuk mengatasi
stimulasi eksternal yang kuat.
Teori psioanalitik juga mendalilkan bahwa berbagai gejala skizofrenia
mempunyai arti simbolik bagi pasien individual. Sebagai contohnya, fantasi
tentang dunia yang akan berakhir mungkin menyatakan suatu perasaan bahwa
dunia internal seseorang telah mengalami kerusakan. Perasaan kebesaran dapat
mencerminkan narsisme yang direaktivasi, dimana orang percaya bahwa
mereka adalah maha kuasa. Halusinasi mungkin menggantikan
ketidakmampuan pasien untuk menghadap kenyataan objektif dan mungkin
mencerminkan harapan atau ketakutan dari dalam diri manusia. Waham,
serupa dengan halusinasi adalah usaha regresi dan pengganti untuk
menciptakan suatu kenyataan baru atau untuk mengekspresikan rasa takut atau
dorongan yang tersembunyi.
2. Teori psikodinamika
Pandangan psikodinamika cenderung menganggap hipersensitivitas terhadap
stimulus persepsi yang didasarkan secara konstitusional sebagai suatu defisit.4
3. Teori belajar
Anak-anak yang menderita skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berfikir
yang irasional dengan meniru orang tuanya yang mungkin memiliki masalah
emosionalnya sendiri yang bermakna.4
Teori tentang keluarga
Perilaku keluarga yang patologis bermakna meningkatkan stress emosional
yang harus dihadapi pasien skizofrenik yang rentan.4
Jadi, klinisi harus mempertimbangkan faktor psikologis yang mempengaruhi
skizofrenia. Walaupun, secara historis, telah diperdebatkan bahwa faktor psikososial
secara langsung dan kausatif berhubungan dengan perkembangan skizofrenia,
pandangan awal tersebut tidak boleh menghalangi klinis modern untuk menggunakan
teori dan pedoman relevan dari pengamatan dan hipotesis masa lalu.7,8
2.4 Patogenesis
Pada skizofrenia terdapat penururnan aliran darah dan ambilan glukosa,
terutama di korteks prefrontalis (pada pasien dengan gejala positif) dan juga terdapat
penurunan jumlah neuron (penurunana jumlah substansi grisea). Selain itu, migrasi
neuron yang abnormal selama perkembangan otak secara patofisiologis sangat
bermakna. (A2).9
Atrofi penonjolan dendrit dari sel pyramidal telah ditemukan di korteks
prefrontalis dan girus singulata. Penonjolan dendrit mengandung sinaps
glutamatergik, sehingga transmisi glutamatergiknya terganggu (A1). Selain itu,
pada area yang terkena, pembentukan GABA dan/jumlah neuron GABAergik
tampaknya berkurang sehingga penghambatan sel pyramidal menjadi berkurang. 9
Makna patofisiologis yang khusus dikaitkan dengan dopamine, avaibilitas
dpamin atau agonis dopamine yang berlebihan dapat menimbulkan gejala
skizofrenia, dan penghambat reseptor dopamine-D2 telah sukses digunakan dalam
penatalaksanaan skizofrenia. Disisi lain, penurunan reseptor D2 yang ditemukan di
korteks prefrontalis (A1), dan penurunan reseptor D1 dan D2 berkaitan dengan
gejala negatif skizofrenia, seperti kurangnya emosi. Penurunan reseptor dopamine
mungkin terjadi akibat pelepasan dopamine meningkat dan hal ini tidak memiliki
efek patogenetik.9
Dopamin berperan sebagai transmitter melalui bebrapa jalur (B) :
1. Jalur nigrostriatal : dari substantia nigrake basal
gangliafungsigerakan, EPS.
2. Jalur mesolimbik : dari tegmentalarea menuju ke sistem limbik
memori, sikap, kesadaran, proses stimulus.
3. Jalur mesocortical : dari tegmentalarea menujuke frontal
cortexkognisi, fungsi.
sosial, komunikasi, respons terhadap stress
4. Jalurtuberoinfendibular: dari hipotalamus ke kelenjar pituitary
pelepasanprolaktin.
Serotonin mungkin juga berperan dalam menimbulkan gejala skizofrenia.
Kerja serotonin yang berlebihan dapat menyebabkan halusinasi, dan banyak obat
antipsikosik akan menghambat reseptor 5 HT2A (A1). 9
Gambar. Patogenesis Skizofrenia
Hipotesis/teori tentang patofisiologiskizofrenia :9
- Hiperdopaminergia pada sistem mesolimbikberkaitan dengan
gejalapositif
- Hipodopaminergia padasistemmesocortis dan nigrostriatal
bertanggungjawab terhadapgejalanegatif dan gejalaekstrapiramidal
- Reseptor dopamine yang terlibat adalah reseptor dopamine-2 (D2)
dijumpai peningkatan densitas reseptor D2 pada jaringan otak pasien
skizoprenia
- Peningkatan aktivitas sistem dopaminergik pada sistem mesolimbik