KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyertai dan membantu saya, sehingga referat yang berjudul “Skizofrenia Paranoid” dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Referat yang berjudul “Skizofrenia Paranoid” disusun untuk melengkapi tugas dan merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian akhir di kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Jiwa di RS Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing saya di bagian Ilmu Kesehatan Jiwa di RS Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta, yaitu dr. Gerald Mario Semen, Sp.KJ, dr. Imelda Wijaya, Sp.KJ dan dr.Herny Taruli Tambunan, M.Ked(KJ), Sp.KJ, yang telah membimbing saya dalam melaksanakan kepaniteraan ini dan dalam penyusunan referat ini, dan rekan- rekan Co-Ass yang turut membantu, memberikan semangat dan dukungan moral selama kepaniteraan klinik ini. Ucapan terima kasih juuga saya ucapkan kepada kedua orang tua saya dan kedua adik saya yang telah memberikan saya dukungan moral dan materi dalam menyusun referat ini. Saya pun menyadari, di dalam referat ini tentu masih memiliki kekurangan, oleh karena itu, saya sebagai penyusun referat ini memohon saran dan kritikannya. Semoga referat ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Terima kasih. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyertai dan
membantu saya, sehingga referat yang berjudul “Skizofrenia Paranoid” dapat terselesaikan
tepat pada waktunya.
Referat yang berjudul “Skizofrenia Paranoid” disusun untuk melengkapi tugas dan
merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian akhir di kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Jiwa di RS Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing saya
di bagian Ilmu Kesehatan Jiwa di RS Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta, yaitu dr. Gerald
Mario Semen, Sp.KJ, dr. Imelda Wijaya, Sp.KJ dan dr.Herny Taruli Tambunan, M.Ked(KJ),
Sp.KJ, yang telah membimbing saya dalam melaksanakan kepaniteraan ini dan dalam
penyusunan referat ini, dan rekan-rekan Co-Ass yang turut membantu, memberikan semangat
dan dukungan moral selama kepaniteraan klinik ini. Ucapan terima kasih juuga saya ucapkan
kepada kedua orang tua saya dan kedua adik saya yang telah memberikan saya dukungan moral
dan materi dalam menyusun referat ini.
Saya pun menyadari, di dalam referat ini tentu masih memiliki kekurangan, oleh karena
itu, saya sebagai penyusun referat ini memohon saran dan kritikannya. Semoga referat ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Terima kasih.
Jakarta, Oktober 2015
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………….... 1
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………...………… 2
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………………………...... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………...…….. 5
BAB III. KESIMPULAN ……………………………………………………………………. 27
3.1 KESIMPULAN …………………………………………………………………. 27
DAFTAR RUJUKAN ………………………………………………………………………... 28
2
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai suatu gangguan psikotik, banyak
tokoh psikiatri dan neurologi yang berperan. Pada awalnya, Benedict Morel (1809-1926),
seorang dokter psikiatrik dari Perancis, menggunakan istilah dẻmence prẻcoce untuk pasien
dengan penyakit yang dimulai pada masa remaja yang mengalami perburukan. Kemudian,
Emil Kreaplin (1856-1926) yang menerjemahkan istilah dẻmence prẻcoce menjadi
demensia prekoks yaitu suatu istilah yang menekankan proses kognitif (demensia) dan
awitan dini (prekoks) yang nyata. Istilah skizofrenia itu sendiri mulai dicetuskan oleh
Eugen Bleuler (1857-1939) sebagai pengganti demensia prekoks. Bleuler mengidentifikasi
symptom dasar dari skizofrenia yang dikenal dengan 4A, antara lain : Asosiasi, Afek,
Autisme dan Ambivalensi.
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan psikotik yang paling sering terjadi.
Gangguan ini dapat terjadi baik pada wanita (usia awitan 25 - 35 tahun) maupun pria (usia
awitan 15 - 25 tahun). Skizofrenia sendiri adalah istilah psikosis yang menggambarkan
mispersepsi pikiran dan persepsi yang timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai
kenyataan, dan mencakup waham dan halusinasi. Seorang pasien dapat dikatakan pasien
skizofrenia bila manifestasi klinis yang terjadi sudah selama 1 (satu) bulan (berdasarkan
PPDJI-III).
Gejala yang ditimbulkan pada pasien skizofrenia mencangkup beberapa fungsi,
seperti pada gangguan persepsi (halusinasi), keyakinan yang salah (waham), penurunan
dari proses berpikir dan berbicara (alogia), gangguan aktivitas motorik (katatonik atau
hyperactive behavior), gangguan dari pengungkapan emosi (afek tumpul), tidak mampu
merasakan kesenangan (anhedonia sehingga menyebabkan afek datar). Akan tetapi,
kesadaran dan kemampuan intelektual pada pasien masih dapat dipertahankan, meskipun
terjadi defisit kognitif.
Terdapat beberapa klasifikasi atau subtipe skizofrenia yang diklasifikasikan oleh Emil
Kraepelin (1856-1926), salah satunya adalah skizofrenia paranoid. Skizofrenia paranoid
3
merupakan subtipe pada skizofrenia yang paling umum, dimana waham dan halusinasi
auditorik jelas terlihat. Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama
untuk menghilangkan gejala. Sekitar 90% dengan episode psikotik pertama, sehat dalam
waktu satu tahun, 80% mengalami episode selanjutnya dalam lima tahun, dan 10%
meninggal karena bunuh diri.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizen” yang berarti “terpisah” atau
“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Skizofrenia merupakan suatu sindrom
psikotik kronis yang ditandai oleh gangguan pikiran dan persepsi, afek tumpul, anhedonia,
deteriorasi, serta dapat ditemukan uji kognitif yang buruk.1
Skizofrenia adalah istilah psikosis yang menggambarkan mispersepsi pikiran dan
persepsi yang timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai kenyataan, dan mencakup
waham dan halusinasi.2 Emil Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis,
menurut gejala utama yang terdapat pada pasien, salah satunya adalah skizofrenia
paranoid.9 Skizofrenia paranoid merupakan subtipe yang paling umum (sering ditemui) dan
paling stabil, dimana waham dan halusinasi auditorik jelas terlihat.1,2,7 Pada pasien
skizofrenia paranoid, pasien mungkin tidak tampak sakit jiwa sampai muncul gejala-gejala
paranoid.6
2.2 SEJARAH
Besarnya masalah klinis skizofrenia, secara terus-menerus telah menarik perhatian
tokoh-tokoh utama psikiatri dan neurologi sepanjang sejarah gangguan ini. Tokoh-tokoh
tersebut, yaitu:3,4
Benedict Morel (1809-1926), seorang dokter psikiatrik dari Perancis, menggunakan
istilah dẻmence prẻcoce untuk pasien dengan penyakit yang dimulai pada masa remaja
yang mengalami perburukan.
Karl Ludwig Kahlbaum (1828-1899) menggambarkan gejala katatonia
Ewold Hacker (1843-1909) menulis mengenai perilaku aneh atau kacau (bizzzare) pada
pasien dengan hebefrenia.
Emil Kraepelin (1856-1926)
5
Emil Kraepelin merupakan seorang ahli kedokteran jiwa di kota Munich (Jerman)
dan ia mengumpulkan gejala-gejala serta sindrom, menggolongkannya ke dalam satu
kesatuan dan menerjemahkan istilah dẻmence prẻcoce dari Morel menjadi demensia
prekoks, suatu istilah yang menekankan proses kognitif atau kemunduran inteligensi
(demensia) dan awitan dini atau sebelum waktunya (prekoks) yang nyata dari gangguan
ini.3,4,9 Pasien dengan demesia prekoks digambarkan memiliki perjalanan penyakit yang
memburuk dalam jangka waktu lama dan gejala klinis umum berupa halusinasi dan
waham. Dimana, demensia prekoks terkait dengan konsep saat ini tentang skizofrenia.2
Emil Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis. Penderita digolongkan ke
dalam salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya.9
Gambar 1. Emil Kraepelin (1856-1926).4
Sumber : 4Skizofrenia. Kaplan - Sadock : Sinopsis Psikiatri - Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Hal 700.
Eugen Bleuler (1857-1939)
Pada tahun 1911, Eugen Bleuler seorang psikiatri dari swiss mengajukan istilah
“skizofrenia” dan istilah tersebut menggantikan “demensia prekoks” di dalam literatur,
karena nama ini dengan tepat sekali menonjolkan gejala utama penyakit ini, yaitu jiwa
yang terpecah-belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berpikir,
perasaan, dan perbuatan (schizos = pecah belah atau bercabang, phren = jiwa).9
Bleuler menggambarkan gejala fundamental (atau primer) spesifik untuk
skizofrenia, termasuk suatu gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala
fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi. Jadi terdapat
empat A dari Bleuler yang terdiri dari asosiasi, afek, autisme dan ambivalensi. Bleuler
6
juga menggambarkan gejala pelengkap (sekunder), yang termasuk halusinasi dan
waham, gejala yang telah menjadi bagian penting dari pengertian Kraepelin tentang
gangguan.
Gambar 2. Eugen Bleuler (1857 - 1939).4
Sumber : 4Skizofrenia. Kaplan - Sadock : Sinopsis Psikiatri - Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Hal 700.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan area geografis dan angka insidens
serta prevalensinya secara kasar merata di seluruh dunia. Menurut DSM-IV-TR, insidensi
tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5 sampai 5,0 per 10.000 dengan beberapa variasi
geografik.3 Skizofrenia yang menyerang kurang lebih 1 persen populasi, biasanya bermula
di bawah usia 25 tahun, berlangsung seumur hidup, dan mengenai orang dari semua kelas
sosial.3,7
Skizofrenia terjadi pada 15 - 20/100.000 individu per tahun, dengan risiko morbiditas
selama hidup 0,85% (pria/wanita) dan kejadian puncak pada akhir masa remaja atau awal
dewasa.2 Awitan skizofrenia di bawah usia 10 tahun atau di atas usia 60 tahun sangat
jarang. Laki-laki memiliki onset skizofrenia yang lebih awal daripada wanita. Usia puncak
onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, dan untuk wanita usia puncak onsetnya
adalah 25 sampai 35 tahun.4,7
Sejumlah studi mengindikasikan bahwa pria lebih cenderung mengalami hendaya
akibat gejala negatif daripada wanita dan bahwa wanita lebih cenderung memiliki
kemampuan fungsi sosial yang lebih baik daripada pria sebelum awitan penyakit. Secara
7
umum, hasil akhir pasin skizofrenia wanita lebih baik dibandingkan hasil akhir pasien
skizofrenia pria.3
2.4 ETIOLOGI
Sampai saat ini, belum ditemukan etiologi pasti penyebab skizofrenia.1,7 Namun,
skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh satu etiologi, melainkan gabungan antara berbagai
faktor yang dapat mendorong munculnya gejala mulai dari faktor neurobiologis maupun
faktor psikososial, diantaranya sebagai berikut:
2.4.1 Faktor Neurobiologis
2.4.1.1 Faktor Genetika
Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas), skizofrenia
adalah gangguan bersifat keluarga.7 Penelitian tentang adanya pengaruh
genetika atau keturunan terhadap terjadinya skizofrenia tersebut telah
membuktikan bahwa terjadinya peningkatan risiko terjadinya skizofrenia
bila terdapat anggota keluarga lainnya yang menderita skizofrenia, terutama
bila hubungan keluarga tersebut dekat (semakin dekat hubungan
kekerabatan, semakin tinggi risikonya).7
Diperkirakan bahwa sejumlah gen yang mempengaruhi perkembangan
otak memperbesar kerentanan menderita skizofrenia.2 Pada penelitian anak
kembar, terjadi peningkatan resiko seseorang menderita skizofrenia akan
lebih tinggi pada kembar identik atau monozigotik (mempunyai risiko 4-6
kali lebih sering dibandingkan kembar dizigotik).7
Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan
skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen resesif.9 Potensi ini
mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada
lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau
tidak. Angka presentasi terjadinya skizofrenia dapat dilihat dari tabel
dibawah ini.
Hubungan Presentasi Terjadinya Skizofrenia
8
Populasi umum 1 %
Kembar monozigotik 40 - 50 %
Kembar dizigotik 10 - 15 %
Saudara kandung skizofrenia 10 %
Orang tua 5 %
Anak dari salah satu orang tua
skizofrenia
10 - 15 %
Anak dari kedua orang tua
skizofrenia
30 - 40 %
Tabel 1. Risiko Terjadinya Skizofrenia Selama Kehidupan.2,7
Sumber : 2At A Glance Psikiatri. Edisi 4. Gangguan Jiwa : Skizofrenia. Hal 19.7Buku Ajar Psikiatri FK Universitas Indonesia. Edisi 2. Skizofrenia. Hal 180.
2.4.1.2 Faktor Neuroanatomi Struktural
Sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis merupakan tiga
daerah yang saling berhubungan, sehingga disfungsi pada salah satu daerah
mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya.4 Gangguan pada
sistem limbik akan mengakibatkan gangguan pengendalian emosi.
Gangguan pada ganglia basalis, akan mengakibatkan gangguan atau
keanehan pada pergerakan (motorik), termasuk gaya berjalan, ekspresi
wajah facial grimacing. Pada pasien skizofrenia dapat ditemukan gangguan
organik berupa pelebaran ventrikel tiga dan lateral, atrofi bilateral lobus
temporomedial dan girus parahipokampus, hipokampus, dan amigdala.1,7
2.4.1.3 Faktor Neurokimia
Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmitter juga
diidentifikasi sebagai etiologi pada pasien skizofrenia. Hipotesis yang paling
banyak yaitu gejala psikotik pada pasien skizofrenia timbul diperkirakan
karena adanya gangguan neurotransmitter sentral, yaitu terjadinya
peningkatan aktivitas dopaminergik atau dopamin sentral (hipotesis
dopamin).1,4 Peningkatan ini merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan
9
dopamin, terlalu banyak reseptor dopamin, atau hipersensitivitas reseptor
dopamin.
2.4.2 Faktor Psikososial
2.4.2.1 Faktor Keluarga dan Lingkungan
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam
menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi.7 Pasien skizofrenia
sering tidak “dibebaskan” oleh keluarganya. Beberapa peneliti
mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologi dan aneh pada
keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak
jelas dan sedikit tak logis.7 Penderita skizofrenia pada keluarga dengan
ekspresi emosi tinggi (expressed emotion [EE], keluarga yang berkomentar
kasar dan mengkritik secara berlebihan) memiliki peluang yang lebih besar
untuk kambuh.2,7
2.4.2.2 Faktor Stressor
Skizofrenia juga berhubungan dengan penurunan sosio-ekonomi dan
kejadian hidup yang berlebihan pada tiga minggu sebelum onset gejala
akut.2
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Pada DSM-IV (Diagnostic and statistical manual) menyebutkan bahwa tipe paranoid
ditandai oleh keasyikan (preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi dengar
yang sering, dan tidak ada perilaku spesifik lain yang mengarahkan pada tipe
terdisorganisasi atau katatonik.4 Skizofrenia paranoid secara klasik ditandai oleh adanya
waham persekutorik (waham kejar) atau waham kebesaran.
Pada pasien skizofrenia tipe paranoid, menunjukkan regresi kemampuan mental,
respons emosional, dan perilaku yang lebih ringan dibandingkan pasien skizofrenia tipe
lain.(4) Pasien skizofrenia paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka sendiri
secara adekuat di dalam situasi sosial. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh
kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.4
10
Pada ICD-10, gambaran klinis pada pasien skizofrenia paranoid (F20.0) didominasi
oleh adanya gejala-gejala paranoid, seperti:6
Waham kejar (presecution), seperti memercayai bahwa orang lain bersekutu melawan
dia
Waham rujukan (reference), seperti bahwa orang asing atau televisi, radio atau koran
terutama mengarah kepada pasien; bila tidak mencapai intensitas waham, isi pikiran
tersebut dikenal sebagai ideas of reference
Waham merasa dirinya tinggi/istimewa (exalted birth), atau mempunyai misi khusus;
misalnya, keyakinan bahwa dirinya dilahirkan sebagai Mesias
Waham perubahan tubuh
Waham cemburu
Suara-suara halusinasi yang bersifat mengancam atau memerintahkan pasien
Halusinasi pendengaran non-verbal, seperti tertawa, bersiul, dan bergumam
Halusinasi bentuk lainnya, seperti penghiduan, pengecapan, penglihatan, sensasi
somatik seksual atau sensasi somatik lainnya
2.6 PATOFISIOLOGI
Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmiter juga diidentifikasi sebagai
penyebab skizofrenia. Ketidakseimbangan terjadi antara lain pada dopamin yang
mengalami peningkatan dalam aktivitasnya. Selain itu, terjadi juga penurunan pada
serotonin, norepinefrin, dan asam amio gamma-aminobutyric acid (GABA) yang pada
akhirnya juga mengakibatkan peningkatkan dopaminergik. Neuroanatomi dari jalur
neuronal dopamin pada otak dapat menjelaskan gejala-gejala skizofrenia.
11
Gambar 3. Terdapat 5 (lima) jalur dopamin pada otak.12
Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 26.
Terdapat lima jalur dopamin dalam otak, yaitu:12
a. Jalur Mesolimbik: berproyeksi dari area midbrain ventral tegmental ke batang otak
menuju nucleus akumbens di ventral striatum. Jalur ini memiliki fungsi berhubungan
dengan memori, indera pembau, efek viseral automatis, dan perilaku emosional.
Hiperaktivitas pada jalur mesolimbik akan menyebabkan gangguan berupa gejala
positif seperti waham dan halusinasi;
12
Gambar 4. Jalur mesolimbik dopamin pada otak yang menyebabkan gejala positif.12
Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential
Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 27.
b. Jalur Mesokortikal: berproyeksi dari daerah tegmental ventral ke korteks prefrontal.
Berfungsi pada insight, penilaian, kesadaran sosial, menahan diri, dan aktifitas kognisi.
Hipofungsi pada jalur mesokortikal akan menyebabkan gangguan berupa gejala negatif
dan kognitif pada skizofrenia. Jalur mesokortikal terdiri dari mediasi gejala kognitif
12. Psychosis and Schizophrenia. Editor : Stahl, Stephen M. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. England : Cambridge University Press. 2008:26-34.
13. Psikotropik. Editor : Sulistia Gan Gunawan, Rianto Setiabudy, dkk. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007:161-9.