BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengelolaan Keuangan Daerah Mencermati perjalanan otonomi daerah satu dasawarsa terakhir ini, secara umum belumlah memperlihatkan hasil yang diharapkan, kendati ada juga beberapa daerah yang telah berhasil dengan baik, sesuai dengan filosofi dan semangat otonomi daerah itu sendiri. Jika diteliti dengan seksama, banyak faktor yang menyebabkan kurang berhasilnya pelaksanaan otonomi daerah selama ini. Salah satu faktor itu adalah kemampuan daerah untuk mengelola keuangan dan asset daerahnya secara efektif, efisien, akuntabel dan berkeadilan. Hal ini bias dilacak dari lemahnya perencanaan, pemprograman, penganggaran, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan serta pertanggungjawaban. Kenyataan membuktikan bahwa otonomi daerah belum sepenuhnya diterjemahkan dengan benar, hal ini terindikasi dengan masih banyaknya penyimpangan, seperti korupsi, pemborosan, salah alokasi serta banyaknya berbagai macam pungutan daerah yang kontra produktif dengan upaya-upaya peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah dan peningkatan pendapatan masyarakat. 2.1.1.1 Pengertian Pengelolaan Keuangan Daerah Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam peraturan menteri ini meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur APBD,penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD, penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD, pelaksanaan APBD,
39
Embed
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengelolaan Keuangan Daerah ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pengelolaan Keuangan Daerah
Mencermati perjalanan otonomi daerah satu dasawarsa terakhir ini, secara
umum belumlah memperlihatkan hasil yang diharapkan, kendati ada juga
beberapa daerah yang telah berhasil dengan baik, sesuai dengan filosofi dan
semangat otonomi daerah itu sendiri. Jika diteliti dengan seksama, banyak faktor
yang menyebabkan kurang berhasilnya pelaksanaan otonomi daerah selama ini.
Salah satu faktor itu adalah kemampuan daerah untuk mengelola keuangan dan
asset daerahnya secara efektif, efisien, akuntabel dan berkeadilan. Hal ini bias
dilacak dari lemahnya perencanaan, pemprograman, penganggaran, pelaksanaan,
pengendalian dan pengawasan serta pertanggungjawaban. Kenyataan
membuktikan bahwa otonomi daerah belum sepenuhnya diterjemahkan dengan
benar, hal ini terindikasi dengan masih banyaknya penyimpangan, seperti korupsi,
pemborosan, salah alokasi serta banyaknya berbagai macam pungutan daerah
yang kontra produktif dengan upaya-upaya peningkatan pertumbuhan
perekonomian daerah dan peningkatan pendapatan masyarakat.
2.1.1.1 Pengertian Pengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam peraturan menteri ini
meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur
APBD,penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD, penyusunan dan
penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD, pelaksanaan APBD,
perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah, akuntansi
keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan
pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan
keuangan BLUD. Menurut Permendagri 59 Tahun 2007 yang merupakan
perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa pengelolaan keuangan daerah
adalah sebagai berikut:
“Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah.”
2.1.1.2 Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah
Menurut Soleh dan Rohcmansjah (2010:10), prinsip-prinsip pengelolaan
keuangan yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah meliputi:
1. Akuntabilitas
Akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambil keputusan berprilaku sesuai
dengan mandat atau amanah yang diterimanya. Untuk itu, baik dalam proses
perumusan kebijakan, cara untuk mencapai keberhasilan atas kebijakan yang
telah dirumuskan berikut hasil kebijakan tersebut harus dapat diakses dan
dikomunikasikan secara vertikal maupun horizontal kepada masyarakat.
2. Value for Money
Indikasi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi adalah
terjadinya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin
baik, kehidupan demokrasi yang semakin maju, keadilan, pemerataan serta
adanya hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
Keadilan tersebut hanya akan tercapai apabila penyelenggaraan pemerintahan
daerah dikelola dengan memperhatikan konsep value for money.
Dalam konteks otonomi daerah, value for money merupakan jembatan untuk
menghantarkan pemerintah daerah mencapai good governance. Value for
money tersebut harus dioperasionalkan dalam pengelolaan keuangan daerah
dan anggaran daerah. Untuk mendukung dilakukannya pengelolaaan keuangan
dana publik (public money) yang mendasarkan konsep value for money, maka
diperlukan system pengelolaan keuangan daerah dan anggaran yang baik. Hal
tersebut dapat tercapai apabila pemerintah daerah memiliki sistem akuntansi
yang baik.
3. Kejujuran dalam Mengelola Keuangan Publik (Probity)
Pengelolaan keuangan daerah harus dipercayakan kepada staf yang memiliki
integritas dan kejujuran yang tinggi, sehingga kesempatan untuk korupsi dapat
diminimalkan.
4. Transparansi
Transparansi adalah keterbukaan pemerintah daerah dalam membuat kebijkan-
kebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD
dan masyarakat. Transparansi pengelolaan keuangan daerah pada akhirnya
akan menciptakan horizontal accountability antara pemerintah daerah dengan
masyarakatnya sehingga tercipta pemerintah daerah yang bersih, efektif,
efisien, akuntabel dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat.
5. Pengendalian
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus sering dievaluasi yaitu
dibandingkan antara yang dianggarkan dengan yang dicapai. Untuk itu perlu
dilakukan analisis varians (selisih) terhadap pendapatan dan belanja daerah
agar dapat sesegera mungkindicari penyebab timbulnya varians untuk
kemudian dilakukan tindakan antisipasi ke depan.
2.1.2 Sistem Pengendalian Intern
Pengendalian internal mencakup rencana organisasi dan seluruh metode
koordinasi dan ukuran yang diadopsi dalam suatu usaha atau bisnis untuk
melindungi aset-aset, memeriksa akurasi dan keandalan data akuntasi, mendorong
efisiensi kegiatan dan kepatuhan pada kebijakan manajerial yang telah ditetapkan.
Pemerhati pengorganisasian memandang pengendalian internal sebagai salah satu
fungsi manajemen yang penting. Pengendalian dipahami sabagai usaha untuk
mengarahkan dapat dicapainya tujuan organisasi. Konsep pengandalian internal
dikembangkan oleh berbagai organisasi profesi auditor baik sektor publik maupun
pemerintah. Mereka menerbitkan standar dan pedoman rancangan pengendalian
internal dan membuat definisi dengan cara berbeda-beda. Masing-masing definisi
menangkap konsep dasar pengendalian internal, tetapi menyatakannya dengan
menggunakan kata-kata yang berbeda (Indra Bastian, 2007).
2.1.2.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern
Pengawasan intern merupakan salah satu bagian dari kegiatan
pengendalian intern yang berfungsi melakukan penilaian independen atas
pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Lingkup pengaturan
pengawasan intern mencakup kelembagaan, lingkup tugas, kompetensi sumber
daya manusia, kode etik, audit, pelaporan dan telaah sejawat. Menurut I Gusti
Agung Rai (2008: 283) pengertian pengendalian intern adalah sebagai berikut:
“Sistem pengendalian intern adalah kebijakan dan prosedur yang
dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi manajemen
bahwa organisasi mencapai tujuan dan sasarannya.”
Menurut Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2008 pengertian Sistem
Pengendalian Intern adalah sebagai berikut:
“Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan
dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan
seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya
tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan asset negara dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan.”
Sedangkan pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut Permendagri No. 4
Tahun 2008 Pedoman Pelaksanaan Reviu Atas Laporan Keuangan Daerah Pasal
1(10) adalah:
“Sistem pengendalian intern adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh
manajeman yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai
dalam penciptaan efektivitas, efisiensi, ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan keandalan penyajian keuangan
daerah.”
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sistem
pengendalian intern merupakan suatu proses yang didesain untuk memberikan
keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yang terdiri
dari keandalan laporan keuangan, efektif dan efisien.
2.1.2.2 Unsur- unsur Sistem Pengendalian Intern
Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2008, bahwa unsur sistem
pengendalian intern dalam Peraturan Pemerintah ini mengacu pada unsur Sistem
Pengendalian Intern yang telah dipraktikan di lingkungan pemerintah di berbagai
Negara, yang meliputi:
1. Lingkungan Pengendalian
Tindakan, kebijakan, dan prosedur yang merefleksikan seluruh sikap top
manajemen, dewan komisaris, dan pemilik entitas tentang pentingnya
pengendalian dalam suatu entitas, yang mencakup:
a. Nilai intregritas dan etika
Memelihara suasana etika organisasi, menjadi teladan untuk tindakan-
tindakan yang benar. Menghilangkan godaan-godaan untuk melakukan
tindakan yang tidak etis dan menegakkan disiplin sebagaimana mestinya.
b. Komitmen terhadap kompetensi
Mengidentifikasi dan menetapkan kegiatan yang dibutuhkan untuk
menyelasaikan tugas dan fungsi pada masing-masing oisisi dalam instansi
pemerintah.
c. Memiliki stuktur organisasi
Kerangka kerja bagi manajemen dalam perencanaan,pengarahan,dan
pengendalian organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi.
d. Pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab
Satuan usaha membatasi garis tanggung jawab dan wewang yang ada.
e. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan SDM
Penetapan praktik-praktik yang layak dalam hal perolehan,
orientasi,pelatihan,evaluasi, pembinan, promosi, kompensasi dan tindakan
disiplin bagi sumber daya manusia.
2. Penilaian Risiko
Diawali dengan penetapan maksud dan tujuan instansi Pemerintah yang
jelas dan konsisten baik pada tingkat kegiatan. Selanjutnya Instansi Pemerintah
mengidentifikasi secara efisien dan efektif risiko yang dapat menghambat
pencapian tujuan tersebut, baik yang bersumber dari dalam maupun luar instansi.
Penaksiran risiko mencakup:
a. Identifikasi Risiko
Mengindentifikasi secara efisien dan efektif risiko yang dapat
menghambat pencapaian tujuan instansi, baik yang bersumber dari
dalam maupun luar instansi.
b. Analisis Resiko
Menentukan dampak dari resiko yang telah diidentifikasi terhadap
pencapaian tujuan instansi.
3. Kegiatan Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibangun oleh
manajemen untuk mencapai tujuan laporan keuangan yang obyektif, yang
mencakup:
a. Reviu atas kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan
Memantau pencapaian kinerja instansi pemerintah tersebut dibandingkan
dengan rencana sebagi tolak ukur kinerja.
b. Pembinaan SDM
c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi
d. Pengendalian fisik atas aset
Pimpinan instansi pemerintah menetapkan, mengimplementasikan, dan
mengkomunikasikan rencana identifikasi, kebijakan, dan prosedur
pengamanan fisik kepada seluruh pegawai.
e. Pemisahan fungsi
Pimpinan instansi pemerintah harus menjamin bahwa seluruh aspek
utama transaksi atau kejadian tidak dikendalikan oleh 1(satu) orang.
f. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting
Pimpinan instansi pemerintah menetapkan dan menkomunikasikan syarat
dan ketentuan otorisasi kepada pegawai.
g. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian
Pimpinan instansi pemerintah menetapkan dan mengkomunikasikan
syarat dan ketentuan otoisasi kepada pegawai.
h. Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya
Menetapkan akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatanya,
pemerintah wajib memberikan aksen hanya kepada yang berwenang dan
mealakukan reviu atas pemabtasan tersebut secara berkala.
4. Informasi dan komunikasi
Instansi pemerintah harus memiliki informasi yang relevan dan dapat
diandalkan baik informasi keuangan maupun non keuangan, yang berhubungan
dengan peristiwa-peristiwa eksternal dan internal, yang menyediakan dan
memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi serta mengelola,
mengembangkan dan memperbarui sistem informasi secara terusmenerus.
5. Pemantauan
Kegiatan pengelolaan rutin supervise, pembandingan rekonsiliasi dan
tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas, dimana evaluasi terpisah
dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau pihak eksternal
pemerintah serta menggunakan daftar uji intern.
2.1.3 Kapasitas Sumber Daya Manusia
Kapasitas sumber daya manusia adalah kemampuan seseorang atau
individu, suatu organisasi (kelembagaan), atau suatu sistem untuk melaksanakan
fungsi-fungsi atau kewenangannya untuk mencapai tujuannya secara efektif dan
efisien. Kapasitas harus dilihat sebagai kemampuan untuk mencapai kinerja, untuk
menghasilkan keluaran-keluaran (outputs) dan hasil-hasil (outcomes).
Menurut Susilo (2002:3) “sumber daya manusia adalah pilar penyangga
utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan
misi dan tujuannya”. Manusia merupakan bagian dari sumber daya yang
dibutuhkan oleh perusahaan/organisasi. Namun pelaksanaan kebijakan
manajemen masih banyak yang belum memperhatikan pentingnya peran sumber
daya manusia (SDM). Dalam hal ini, ada dua hal yang diperhatikan dalam sumber
daya manusia yaitu :
a. Persaingan dalam sumber daya manusia sebenarnya adalah persaingan
dalam kualitas sumber daya manusia dari setiap organisasi. Baik dalam
bentuk perusahaan ataupun lainnya. Kualitas SDM ini diukur dari
kemampuan pengetahuannya (knowledge). Pengetahuan disini
dimaksudkan dalam arti luas yaitu kemampuan SDM yang tercermin dari
kinerjanya dan terlihat dari prilaku kerjanya yang kompeten, cepat, dan
inovatif serta dorongan yang kuat untuk belajar.
b. Nilai sumber daya manusia adalah jumlah nilai dari sumber daya manusia
pada sebuah organisasi yang dapat juga disebut sebagai modal intelektual
yang terdiri dari orang – orang dalam organisasi, kemampuan yang mereka
miliki, dan menggunakannya dalam pekerjaan. Hal–hal yang harus
diperhatikan dalam peningkatan sumber daya manusia adalah dengan
menggunakan semua bakat yang dimiliki sumber daya manusia yang ada
dalam organisasi dan mengambil yang terbaik dari populasi yang
bervariasi diluar organisasi mereka.
SDM menurut Zeithaml dan Berry (1990) terdiri dari:
a. Competence
Menurut Hooghiemstra (1992) mengenai competence atau kompetensi
adalah:
“Suatu sifat dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan
pelaksanaan suatu pekerjaan. Secara ketidaksamaan dalam kompetensi-
kompetensi inilah yang membedakan seseorang perilaku unggul dan
perilaku yang berprestasi rata-rata, untuk mencapai kinerja sekedar cukup
atau rata-rata diperlukan kompetensi batas atau kompetensi esensial.
Kompetensi batas dan kompetensi esensial tertentu merupakan pola atau
pedoman dalam pemilihan karyawan, perencanaan dan pengalihan tugas
dan penilaian kerja”.
Sejalan dengan pendapat di atas, Zeithaml (1990) mengemukakan bahwa
kompetensi merupakan: “tuntutan yang harus dimiliki, pengetahuan dan
keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan pelayanan”. Berdasarkan
kedua pendapat di atas, bahwa kompetensi merupakan tuntutan yang harus
dimiliki oleh setiap aparatur penyelenggara pelayanan yaitu pengetahuan dan
keterampilan yang baik. Setiap aparatur berkompetensi agar mendapatkan prestasi
yang unggul dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
b. Credibility
Menurut Ratminto credibility atau kredibilitas merupakan suatu:
”kejujuran yang dimiliki oleh aparatur pelayanan dan kejujuran tersebut
sangat diperlukan karena akan mendorong aparatur pelayanan untuk
melaksanakan tugas sesuai dengan amanah yang diberikan. Sikap jujur
akan membentengi seseorang dari melakukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai yang dianutnya” (Ratminto, 2006:134).
Sejalan dengan pendapat di atas, Zeithaml (1990) mengemukakan bahwa
kredibilitas adalah ”sikap jujur para pegawai penyelenggara pelayanan dalam
setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat”. Kredibilitas merupakan
suatu sikap kejujuran yang harus dimiliki setiap aparatur penyelenggara
pelayanan, karena sikap jujur akan membentengi seseorang dari melakukan hal-
hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya.
c. Kesopanan dan Keramahan Aparatur Pelayanan Publik
Menurut Ratminto kesopanan dan keramahan aparatur pelayanan
merupakan: ”sikap dan perilaku aparatur dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati”
(Ratminto, 2006:227). Berdasarkan pendapat di atas bahwa kesopanan dan
keramahan aparatur pelayanan perlu diterapkan dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat karena aparatur pelayanan merupakan pelayan dari masyarakat
serta keduanya harus saling menghargai dan menghormati.
Kemampuan sumber daya manusia menurut Robbins (2006:52) diartikan
sebagai kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam pekerjaan
tertentu. Kemampuan keseluruhan seseorang pada hakikatnya terdiri dari dua
faktor, yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Dalam pekerjaan
terkait kegiatan administrasi pada suatu organisasi, kemampuan intelektual tentu
lebih dominan. Kemampuan intelektual seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan
tertentu bersumber dari latar belakang pendidikan dan pengalaman yang
dimilikinya.
Sumber daya manusia merupakan salah satu elemen organisasi yang
sangat penting, oleh karena itu harus dipastikan bahwa pengelolaan sumber daya
manusia dilakukan sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara
optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Dalam pengelolaan keuangan
daerah yang baik, SKPD harus memiliki sumber daya manusia yang kompeten,
yang didukung dengan latar belakang pendidikan akuntansi, sering mengikuti
pendidikan dan pelatihan, dan mempunyai pengalaman di bidang keuangan. Hal
tersebut diperlukan untuk menerapkan sistem akuntansi yang ada. Sumber daya
manusia (SDM) yang kompeten tersebut akan mampu memahami logika
akuntansi dengan baik.
Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, sebagai
sebuah implementasi kebijakan publik dalam praktik, memerlukan kapasitas
sumber daya manusia yang memadai dari segi jumlah dan keahlian (kompetensi,
pengalaman, serta informasi yang memadai), disamping pengembangan kapasitas
organisasi. Apabila sumber daya manusia yang melaksanakan sistem akuntansi
tidak memiliki kualitas yang disyaratkan, maka akan menimbulkan hambatan
dalam pelaksanaan fungsi akuntansi, dan akhirnya informasi akuntansi sebagai
produk dari sistem akuntansi, kualitasnya menjadi buruk. Informasi yang
dihasilkan menjadi informasi yang kurang atau tidak memiliki nilai, diantaranya
adalah keandalan. Selain itu, pegawai yang memiliki pemahaman yang rendah
terhadap tugas dan fungsinya, serta hambatan yang ditemukan dalam pengolahan
data juga akan berdampak pada penyajian laporan keuangan. Keterlambatan
penyajian laporan keuangan berarti bahwa laporan keuangan belum atau tidak
memenuhi salah satu nilai informasi yang disyaratkan, yaitu ketepatwaktuan.
2.1.4 Pemanfaatan Teknologi Informasi
Teknologi informasi adalah istilah umum yang menjelaskan teknologi
apapun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan,
mengkomunikasikan dan atau menyebarkan informasi (Williams dan Sawyer
2007:4). Menurut (Soetrisno dan Brisma, 2009:144) pengertian teknologi
informasi sebagai berikut :
“Teknologi Informasi adalah: “perolehan, pemprosesan, penyimpanan dan
penyebaran informasi baik yang berbentuk angka, huruf, gambar, maupun
suara dengan suatu alat electronics berdasarkan kombinasi antara
perhitungan (computing) dan komunikasi jarak jauh (telecomunications).”
Sedangkan Menurut Whitten (2004:11) pengertian Teknologi Informasi
sebagai berikut :
“Teknologi informasi adalah sebuah istilah yang menjelaskan kombinasi
dari teknologi komputer (hardware dan software) dengan teknologi
telekomunikasi (data, gambar, dan jaringan suara).”
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001 tentang
Pelaporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah mengartikan teknologi informasi
sebagai berikut :
“Teknologi informasi adalah suatu sarana/ piranti yang digunakan dalam
pengolahan laporan dengan mendayagunakan keahlian (brainware), piranti
lunak (software), dan piranti keras (hardware) yang dioperasikan dengan
prosedur tertentu.”
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa teknologi
informasi meliputi komputer (mainframe, mini, micro), perangkat lunak
(software), database, jaringan (internet, intranet), electronic commerce, dan jenis
lainnya yang berhubungan dengan teknologi. Teknologi informasi selain sebagai
teknologi komputer (hardware dan software) untuk pemrosesan dan penyimpanan
informasi, juga berfungsi sebagai teknologi komunikasi untuk penyebaran
informasi. Komputer sebagai salah satu komponen dari teknologi informasi
merupakan alat yang bisa melipatgandakan kemampuan yang dimiliki manusia
dan komputer juga bisa mengerjakan sesuatu yang manusia mungkin tidak mampu
melakukannya.
Teknologi informasi adalah gabungan dari teknologi komputer dan
teknologi komunikasi. Teknologi informasi tidak hanya terbatas pada teknologi
komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang digunakan untuk
memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup terknologi
komunikasi untuk mengirim informasi (Kadir 2005:2). Selanjutnya, Kadir
(2005:5) mengelompokkan teknologi informasi menjadi 6 kelompok, yaitu
teknologi masukan (input), teknologi keluaran (output), teknologi perangkat lunak
(software), teknologi penyimpan (storage), teknologi telekomunikasi
(telecomunication) dan teknologi mesin pemroses (process).
Penggunaan teknologi informasi dalam sektor publik menjadikan
organisasi sektor publik membentuk departemen sistem informasi. Para pengguna
teknologi informasi berharap departemen sistem informasi membantu mereka
dalam berbagai hal berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi, misalnya
pemilihan hardware dan software, instalasi sistem, pemecahan masalah,
sambungan jaringan, pengembangan sistem dan pelatihan. Perluasan
tanggungjawab ini terlihat pada berbagai bentuk fasilitas seperti pusat informasi
dan bantuan. Suatu departemen sistem informasi yang sukses harus mampu
memberikan keuntungan bagi para pengguna jasa melalui aktivitas-aktivitas
pelayanan yang dilakukannya dan membantu organisasi dalam mencapai tujuan.
Dengan kata lain departemen sistem informasi haruslah efektif bagi organisasi
yang terlihat dari kepuasaan para pengguna sistem informasi.
Pemanfaatan teknologi informasi adalah perilaku/sikap akuntan
menggunakan teknologi informasi untuk menyelesaikan tugas dan meningkatkan
kinerjanya. Pemanfaatan teknologi informasi merupakan manfaat yang diharapkan
oleh pengguna sistem informasi dalam melaksanakan tugasnya atau perilaku
dalam menggunakan teknologi pada saat melakukan pekerjaan. Pengukurannya
berdasarkan intensitas pemanfaatan, frekuensi pemanfaatan dan jumlah aplikasi
atau perangkat lunak yang digunakan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan
teknologi informasi adalah tingkat integrasi teknologi informasi pada pelaksanaan
tugas-tugas akuntansi. Pemanfaatan teknologi informasi yang tepat dan didukung
oleh keahlian personil yang mengoperasikannya dapat meningkatkan kinerja
perusahaan maupun kinerja individu yang bersangkutan. Kewajiban pemanfaatan
teknologi informasi oleh pemerintah dan pemerintah daerah diatur dalam PP No.
56 Tahun 2005 tentang sistem informasi keuangan daerah yang merupakan
pengganti dari PP No. 11 Tahun 2001 tentang keuangan daerah yang isinya
sebagai berikut :
“Untuk menindaklanjuti terselenggaranya proses pembangunan yang sejalan
dengan prinsip tata pemerintahan yang baik, Pemerintah dan Pemerintah
Daerah berkewajiban untuk mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi untuk meningkatkan kemampuan mengelola keuangan
daerah dan menyalurkan informasi keuangan daerah kepada pelayanan
publik.”
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa pemanfaatan teknologi informasi
sudah merupakan keharusan dan kebutuhan di jaman sekarang. Kewajiban
pemanfaatan teknologi informasi oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur
dalam Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi
Keuangan Daerah yang merupakan pengganti dari PP No. 11 Tahun 2001 tentang
Informasi Keuangan Daerah.
Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup adanya (a) pengolahan
data, pengolahan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronik
dan (b) pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat
diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah negeri ini.
Walaupun secara umum telah banyak diketahui manfaat yang ditawarkan oleh
suatu teknologi informasi antara lain kecepatan pemrosesan transaksi dan
penyiapan laporan, keakuratan perhitungan, penyimpanan data dalam jumlah
besar, biaya pemrosesan yang lebih rendah, kemampuan multiprocessing, namun
pengimplementasian teknologi informasi tidaklah murah, jika teknologi informasi
yang ada tidak atau belum mampu dimanfaatkan secara maksimal maka
implementasi teknologi informasi menjadi sia-sia dan semakin mahal. Kendala ini
yang mungkin menjadi faktor pemanfaatan teknologi informasi di instansi
pemerintah belum optimal.
2.1.5 Kualitas Laporan Keuangan Daerah
Salah satu pilar utama tegaknya perekonomian suatu Negara adalah
adanya akuntabilitas dari pemangku kekuasaan. Istilah lain dari akuntabilitas
tersebut adalah “amanah” yang berarti pemangku kekuasaan yang akuntabel atau
amanah adalah mereka yang percaya dan bertanggung jawab dalam mengelola
sumber daya publik yang dipercayakan kepadanya. Setiap Rupiah uang publik
harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat yang telah memberikan
uangnya untuk membiayai pembangunan dan berjalannya yang telah dicapai.
Dalam masyarakat yang maju peradabannya, pertanggung-jawaban tersebut tidak
cukup dengan laporan lisan saja, namun perlu didukung dengan laporan
pertanggungjawaban secara tertulis. Penyajian laporan keuangan merupakan salah
satu bentuk pertanggungjawaban tertulis atas kinerja keuangan yang telah dicapai.
Mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general
purpose financial statements) dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan
keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan
keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan. Untuk mencapai
tujuan tersebut, standar ini menetapkan seluruh pertimbangan dalam rangka
penyajian laporan keuangan.
2.1.5.1 Pengertian Kualitas Laporan Keuangan Daerah
Berdasarkan PP No 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) “Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur
mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu
entitas pelaporan.”
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 adalah:
“Laporan keuangan daerah disusun untuk menyediakan informasi yang
relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan
oleh pemerintah daerah selama satu periode pelaporan.”
Sedangkan menurut Mahmudi (2007:11) definisi laporan keuangan adalah:
“Laporan keuangan adalah informasi yang disajikan untuk membantu
stakeholders dalam membuat keputusan sosial, politik dan ekonomi
sehingga keputusan yang diambil bisa lebih berkualitas .”
Sehingga, dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa laporan
keuangan adalah laporan tertulis yang memberikan informasi kuantitatif tentang
posisi keuangan dari transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas
pelaporan.
2.1.5.2 Tujuan Laporan Kuangan Daerah
Menurut Indra Bastian (2006) tujuan umum pelaporan keuangan sektor
publik adalah menyajikan informasi untuk pengambilan keputusan, dan
mendemonstrasikan akuntabilitas entitas atas sumber daya yang dipercayakan
dengan :
a. Menyediakan informasi mengenai sumber-sumber, alokasi dan
penggunaan sumber daya finansial.
b. Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas mendanai
aktivitasnya dan memenuhi persyaratan kasnya.
c. Menyediakan informasi yang berguna dalam mengevaluasi kemampuan
entitas untuk mendanai aktivitasnya dan memenuhi kewajiban serta
komitmennya.
d. Menyediakan informasi tentang kondisi keuangan suatu entitas dan
perubahan didalamnya, dan
e. Menyediakan informasi menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi
kinerja entitas atas hal biaya jasa, efisiensi, dan pencapaian tujuan.
Berdasarkan PP No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) mengatakan bahwa :
“Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai
posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas, hasil
operasi dan perubahan ekuitas suatu entitas pelaporan yang bermanfaat
bagi pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai
alokasi sumber daya.”
Lebih lanjut PP No 71 Tahun 2010 mengatakan bahwa secara spesifik,
tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang
berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas
entitas pelaporam atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan :
a. Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi,
kewajiban, dan ekuitas pemerintah;
b. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi,
kewajiban, dan ekuitas pemerintah;
c. Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan
sumber daya ekonomi;
d. Menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap
anggarannya;
e. Menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai
aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;
f. Menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;
g. Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan
entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.
Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan prediktif
dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksikan
besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumber
daya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta resiko dan
ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi
pengguna mengenai:
1. Indikasinya apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan
anggaran.
2. Indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan
kententuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD.
Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan
informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal:
1. Asset
2. Kewajiban
3. Ekuitas Dana
4. Pendapatan
5. Belanja
6. Transfer
7. Pembiayaan, dan
8. Arus Kas
2.1.5.3 Komponen-Komponen Laporan Keuangan Daerah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) komponen laporan keuangan pemerintah terdiri dari:
1. Laporan Realisasi Anggaran
Menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakian sumber daya ekonomi
yang dikelola oleh pemerintah daerah, yang menggambarkan perbandingan antara
anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. Pelaporan mencerminkan
kegiatan keuangan pemerintah ]daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap
pelaksanaan APBD. Dengan demikian, laporan realisasi anggaran menyajikan
pendapatan pemerintah daerah dalam satu periode, belanja, surplus/defisit,
pembiayaan dan sisa lebih/kurang pembiayaan.
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LP-SAL) menyajikan pos-pos
berikut, yaitu: saldo anggaran lebih awal (saldo tahun sebelumnya), penggunaan