10 BAB II KONSELING MULTIKULTURAL DAN SOCIAL JUSTICE 2.1 Konseling Multikultural Ekonomi global, kebijakan luar negeri dan dalam negeri, dan teknologi kemajuan telah memberikan kontribusi terhadap munculnya sistem di seluruh dunia. Menurut Friedman, akibat dari dampak ini, negara dan budaya semua saling mempengaruhi satu sama lain. Negara-negara yang kuat memiliki pengaruh yang signifikan pada kehidupan sehari-hari warga yang lebih kecil, negara yang kurang kuat memiliki potensi pengaruh global melalui komunikasi canggih dan teknologi komputer. 1 Hal ini agak jelas, karena itu, bahwa model berbasis psikologi dan konseling telah sangat dipengaruhi baik secara positif maupun negatif. Seluruh bidang konseling, bagaimanapun perlu merespon terhadap peradaban manusia memasuki abad ke-21. Bagaimana perilaku manusia, lingkungan dengan kesadaran tertentu, sensitivitas, dan rasa saling menghormati tergantung konteks darimana konteks budaya muncul. Dan hal ini harus sesuai Dengan etika kepedulian, kasih sayang, tanggung jawab. profesi konseling bergantung pada strategi budaya yang tepat dan efektif untuk membantu memandu untuk memenuhi tantangan tersebut. 2 Konseling multikultural diperkenalkan di Amerika Serikat pada abad ke 20. Amerika Asosiasi Konseling ( ACA ) terbentuk pada tahun 1955 dibawah naungan Amerika Personil dan Bimbingan Konseling ( APGA ). Pada masa proses pembentukan tersebut adapun pemaparan yang disampaikan oleh Copeland mengenai tujuan dari konseling multikultural bagi masyarakat minoritas di Amerika Utara selama hampir lima puluh tahun terakhir ini 1 Friedman dalam Lawrence H. Gerstein, P. Paul heppner, dkk, Essentials of Cross- Cultural Counseling, (London: Sage Publications, 2012), 1. 2 Gerstein, P. Paul heppner, dkk, Essentials....., 2.
32
Embed
21 Konseling Multikultural - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13331/2/T2_752015006_BAB II...KONSELING . MULTIKULTURAL DAN . SOCIAL JUSTICE . 2. 1 Konseling
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
10
BAB II
KONSELING MULTIKULTURAL DAN SOCIAL JUSTICE
2.1 Konseling Multikultural
Ekonomi global, kebijakan luar negeri dan dalam negeri, dan teknologi kemajuan
telah memberikan kontribusi terhadap munculnya sistem di seluruh dunia. Menurut
Friedman, akibat dari dampak ini, negara dan budaya semua saling mempengaruhi satu sama
lain. Negara-negara yang kuat memiliki pengaruh yang signifikan pada kehidupan sehari-hari
warga yang lebih kecil, negara yang kurang kuat memiliki potensi pengaruh global melalui
komunikasi canggih dan teknologi komputer.1
Hal ini agak jelas, karena itu, bahwa model berbasis psikologi dan konseling telah
sangat dipengaruhi baik secara positif maupun negatif. Seluruh bidang konseling,
bagaimanapun perlu merespon terhadap peradaban manusia memasuki abad ke-21.
Bagaimana perilaku manusia, lingkungan dengan kesadaran tertentu, sensitivitas, dan rasa
saling menghormati tergantung konteks darimana konteks budaya muncul. Dan hal ini harus
sesuai Dengan etika kepedulian, kasih sayang, tanggung jawab. profesi konseling bergantung
pada strategi budaya yang tepat dan efektif untuk membantu memandu untuk memenuhi
tantangan tersebut.2
Konseling multikultural diperkenalkan di Amerika Serikat pada abad ke 20. Amerika
Asosiasi Konseling ( ACA ) terbentuk pada tahun 1955 dibawah naungan Amerika Personil
dan Bimbingan Konseling ( APGA ). Pada masa proses pembentukan tersebut adapun
pemaparan yang disampaikan oleh Copeland mengenai tujuan dari konseling multikultural
bagi masyarakat minoritas di Amerika Utara selama hampir lima puluh tahun terakhir ini
1 Friedman dalam Lawrence H. Gerstein, P. Paul heppner, dkk, Essentials of Cross- Cultural
Counseling, (London: Sage Publications, 2012), 1.
2 Gerstein, P. Paul heppner, dkk, Essentials....., 2.
11
masyarakat minoritas diwajibkan untuk mengikuti tradisi yang ada dalam kebudayaan di
Amerika Utara, dari hal inilah yang membuat Copeland dalam pandangannya terhadap
masyarakat mayoritas di Amerika Utara untuk menekankan pada perbedaan-perbedan yang
terjadi pada konteks masyarakat dalam kaitannya terhadap konseling multikultural.3 Hal
ysng sama seperti multikulturalisme telah digambarkan oleh Pedersen (1991) sebagai
"kekuatan keempat" atau dimensi keempat, namun kedua istilah ini sepenuhnya tidak
memadai. Dengan menyebutnya sebagai kekuatan keempat, secara implisit dibingkai dalam
persaingan dengan humanisme, behaviorisme, dan psikodinamik, yang bukan maksudnya.
Multikulturalisme adalah sarana untuk mengatasi permasalahan budaya dan keragaman sosial
di masyarakat.4 Penulis berpendapat bahwa konseling multikultural muncul sebagai bagian
dalam menangani masalah-masalah berkaitan dengan keragaman budaya sebagai bentuk
pemahaman tentang budaya sebagai identitas kehidupan masyarakat yang kolektif.
2.1.1 Pemahaman Budaya
Dalam kehidupan sehari-hari, tiap individu akan menunjukan siapa sebenarnya
dirinya. Hal ini ditunjukan dengan memberikan pendapat dan perilaku tertentu, bagaimana
bersikap dan mungkin menunjukan beberapa keanehan tertentu. Aktualisasi ini berbeda
dengan apa yang selama ini dianut masyarakat pada umumnya. Individu dalam berperilaku
mengacu pada sesuatu yang diyakini baik dan dianggap benar oleh masyarakat yang ada
disekitarnya. Keyakinan ini menjadi panutan bagi masyarakat secara umum keyakinan ini
bisa bersumber dari agama dan kesepakatan umum. Keyakinan yang muncul di dalam
3 Copeland, E. J, “Cross-Cultural Counseling and Psychoterapy: A Historial Perspective. Implications
for Research and Training,” Counseling and Development.(1983), 10-15.
4 Manivong J. Ratts and Paul B Pedersen, Counseling for Multiculturalism and Social Justice :
Integration, Theory, and Application. ( United States: American Counseling Association, 2014), 25.
12
masyarakat ini diwujudkan dalam bentuk pemikiran atau ide.5 Ide ini yang selalu diterapkan
dari generasi ke generasi yang membentuk sebuah tatanan kehidupan masyarakat.
Budaya-budaya memiliki fitur-fitur atau dan makna-makna yang spesifik dan
mungkin unik, misalnya, bahasa, mitos, makna, simbol. Menurut Shweder, melalui budaya
kita berpikir, merasakan, berperilaku dan mengelola realitas kita.6 Budaya memegang
peranan penting dalam kehidupan berelasi membentuk satu komunitas hidup bahkan
mengelola lingkungan. budaya yang telah dibangun orang bagi dirinya bisa memiliki makna
yang berbeda bagi anak-anak mereka. Jika budaya yang telah diciptakan orang dewasa tidak
sesuai dengan aspirasi anak-anak mereka, maka anak-anak mereka mungkin akan
memodifikasi budaya itu. Konflik-konflik generasional muncul karena orang dewasa
menggunakan masa lalu untuk memahami masa kini dan menggunakan masa lalu untuk
membentuk masa depan.7 Menurut penulis budaya merupakan tata cara masyarakat
membangun relasi dengan yang lain yang berdampak pada kehidupan yang akan datang
dalam pengertian budaya bersifat jangka panjang.
Kebanyakan ahli antropologi juga mengklaim bahwa ada empat dasar komponen
budaya: (1) interaksi sosial ditularkan melalui enkulturalisasi; (2) pengetahuan (orang-orang
berbagi pengetahuan yang cukup bahwa mereka dapat berperilaku cara-cara yang dapat
diterima dan berarti bagi orang lain, sehingga mereka tidak terus salah paham satu sama lain);
(3) ada perilaku bersama atau pola keteraturan; dan (4) ada pengalaman kolektif dari
kelompok tertentu.8 Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
budaya merupakan sikap atau pengetahuan yang berfungsi untuk membentuk sebuah
Awarenes, ( New Jersey: Pearson Education, 2010), 37
23
karena itu, untuk dapat terus bertahan kita berperilaku dengan cara yang dapat diprediksi,
untuk mempertahankan dan mengabadikannya dalam kehidupan perasaan bagaimana rasanya
mencintai, menjadi tempat berlindung, merasa terancam, atau mengalami kesedihan. Kedua,
orang yang tinggal di wilayah geografis yang sama memahami bagaimana rasanya menghuni
daerah-daerah yang ada di dunia ini. Ketiga, setiap masyarakat yang mendiami suatu
lingkungan tertentu beradaptasi dengan peraturan, nilai, dan sikap yang meluas. Mereka juga
mengerti dan berempati dengan sukacita dan kesusahan dari kelompok masyarakat yang lain.
Keempat, di negara-negara besar, orang menyesuaikan diri dengan spesifik wilayah tempat
mereka tinggal. Mereka sering secara naluriah mengerti dan merasakan apa yang orang lain
rasakan dari daerah yang sama. Kelima, anggota komunitas ras dan etnis biasanya berbagi
ikatan yang dimiliki orang di luar. Komunitas mereka tentu tidak mengerti dengan kebudyaan
yang lain, tapi dengan berempati dengan mudah orang –orang dapat mengidentifikasi “ dari
mana asalnya.32
Berkaitan dengan pemahaman tersebut, menurut Cavanagh konseling harus bisa
menjadi pemahaman baru yang memberi kesempatan bagi masyarakat untuk melihat diri dan
hidup secara berbeda, mengalami dan mengekspresikan perasaan yang berbeda, serta perilaku
dan cara baru bagi mereka.33
Tiga kunci yang ditawarkan Cavanagh34
mengenai konseling
dapat memberi pengalaman baru dalam hubungannya dengan konseling yaitu:
a) Mengenai konflik Internal
Konseling membantu setiap individu menyadari bahwa sebagian besar masalah
mereka berasal dari konflik internal yang belum terpecahkan bukan dari situasi
eksternal. Sumber dari sebagain besar masalah yang membawa orang ke dalam proses
32 Vontress dalam Paul B. Pedersen, Hugh C. Crethar, Jon Carlson, Cultural Empathy : Making
Relationships Central in Counseling and Psychotherapy (United States: American Psychological Association),
44.
33
Cavanagh dalam J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-Isu Kontemporer, … 25.
34
Cavanagh dalam J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-Isu Kontemporer, … 26-27.
24
konseling adalah dalam pemahaman tentang dirinya bukan dari luar diri mereka.
Langkah awal yang harus dilakukan konselor adalah membantu konseling menyadari
bahwa permasalahan ada pada diri mereka secara pribadi dan bukan pada orang lain
dalam lingkungan hidupnya.
b) Menghadapi Kenyataan
Konseling adalah kesempatan untuk menangani realitas secara lebih efektif. Konseli
yang masuk dalam proses konseling tidak hanya bersembunyi dari realitas dan
memanipulasi realitas untuk mengurangi kecemasan tetapi mereka seringkali bisa
membutuhkan dukungan orang lain untuk membantu mereka menghadapi kenyataan.
c) Mengembang Tilikan
Konseling adalah pengalaman mengundang orang untuk menemukan siapa dirinya.
Ketika dia tahu siapa dirinya, ia menyadari kebutuhan khusus, nilai-nilai, sikap, motif,
kekuatan dan kelemahan mereka. Orang tidak seharusnya tahu tentang dirinya, tetapi
juga dapat berhubungan dengan orang lain.
Dalam membangun suatu hubungan konseling membutuhkan empati dasar. Kata
empati berasal dari bahasa Yunani yakni em dan pathos yang berarti perasaan yang
mendalam untuk memahami dunia orang lain. Seseorang harus memasuki dunia perasaan
orang lain tanpa harus meninggalkan perasaannya. Dalam hal ini seseorang harus masuk ke
dalam perasaan orang lain untuk memberikan penilaian dan memahaminya dalam persepsi
orang tersebut. Empati memungkinkan orang bukan hanya dapat mengenal, memahami, dan
merasakan orang lain dalam masalahnya, serta seperasaan dengan mereka.35
Dalam membangun suatu hubungan konseling membutuhkan empati dasar. Kata
empati berasal dari bahasa Yunani yakni em dan pathos yang berarti perasaan yang
mendalam untuk memahami dunia orang lain. Seseorang harus memasuki dunia perasaan
35 Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, … 49-60.
25
orang lain tanpa harus meninggalkan perasaannya. Dalam hal ini seseorang harus masuk ke
dalam perasaan orang lain untuk memberikan penilaian dan memahaminya dalam persepsi
orang tersebut. Empati memungkinkan orang bukan hanya dapat mengenal, memahami, dan
merasakan orang lain dalam masalahnya, serta seperasaan dengan mereka.36
Hal itu juga yang dipahami Kluckhon dan Murray. Di dalam memahami manusia,
tidak hanya dipahami dalam konteks ras atau budayanya saja tapi juga dari berbagai aspek
geografis, sejarah bahkan aspek sosial perlu ditelaah dengan baik. Keseimbangan prespektif
tersebut, pada akhirnya bermuara pada prinsip dasar tentang adanya kesamaan dan perbedaan
antar individu yang digambarkan Kluckhon dan Murray dengan tiga bentuk yaitu a). like all
other persons; menunjuk pada apa yang menjadi nilai keuniversalan manusia. b). like some
other persons; menunjuk pada apa yang dimiliki oleh sebagian manusia atau budaya tapi
tidak dimiliki manusia lain. c).like no other persons; menunjuk pada ciri-ciri yang unik pada
setiap individu yang tidak dimiliki orang lain.37
Agar konseling dapat berjalan efektif dan optimal, budaya harus didefinisikan secara
luas dan kompetensi bahasa harus termasuk faktor lain diluar etnisitas yang mempengaruhi
rasa identitas budaya seseorang. Kompetensi tambahan mungkin diperlukan saat bekerja
dengan kelompok budaya tertentu, dan sarana untuk mengintegrasikan kompetensi ini ke
dalam kerangka keseluruhan sangat penting. Ini kemudian menjadi tanggung jawab konselor
untuk menilai arti penting dari berbagai potensi budaya dan faktor identitas pribadi terhadap
keprihatinan klien.38
Tujuan konseling yang dijelaskan Mcleod antara lain: 39
a) Pemahaman. Mengarah kepada peningkatan kapasitas untuk memilih kontrol rasional
dari pada perasaan dan tindakan.
36 Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, … 49-60.
37 Dedi Supriadi, Konseling Lintas Budaya,… 16.
38
Sandra Colins & Nancy Arthur, “Culture-Infused Counselling: A Fresh Look at a Classic Framework
of Multicultural Counseling Competencies,” Counseling Psychology Quarterly 23, no 2. 206
39
Mcleod, Pengantar Konseling, … 13,14.
26
b) Berhubungan dengan orang lain. Menjadi lebih mampu membentuk dan
mempertahankan hubungan yang bermakna dan memuaskan dengan orang lain.
c) Kesadaran diri. Menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan perasaan yang selama ini
ditahan dan ditolak, atau mengembangkan perasaan yang lebih akurat berkenan dengan
bagaimana penerimaan orang lain terhadap diri.
d) Penerimaan diri. Pengembangan sikap positif terhadap diri yang ditandai dengan
kemapuan menjelaskan pengalaman yang menjadi kritik diri dan penolakan.
e) Aktualisasi diri atau individuasi. Pergerakan kearah pemenuhan potensi diri atau
penerimaan integrasi diri yang sebelumnya saling bertentangan.
f) Pencerahan. Membantu klien mencapai kesadaran spiritual yang lebih tinggi.
g) Pemecahan masalah. Menemukan pemecahan masalah tertentu yang tak bisa dipecahkan
oleh klien seorang diri.
h) Pendidikan psikologi. Membuat klien mampu menangkap ide dan teknik untuk
memahami dan mengontrol tingkah laku.
i) Memiliki ketrampilan sosial. Mempelajari dan menguasai ketrampilan sosial dan
interpersonal. Seperti mempertahankan kontak mata, tidak menyela pembicaraan, asertif
atau pengendalian kemarahan.
j) Perubahan kognitif. Modifikasi atau mengganti kepercayaan yang tak rasional atau
pemikiran yang tidak dapat diadaptasi.
k) Perubahan tingkah laku. Meodifikasi atau mengganti pola tingkah laku yang merusak.
l) Perubahan sistem. Memperkenalkan perubahan dengan cara beroperasinya sistem sosial.
m) Penguatan. Berkaitan dengan keterampilan, kesadaran, dan pengetahuan yang akan
membuat klien mengontrol kehidupannya.
n) Restitusi. Membantu klien membuat perubahan kecil terhadap perilaku yang merusak.
27
o) Reproduksi dan aksi sosial. Menginspirasi dalam diri seseorang hasrat dan kapasitas
untuk peduli terhadap orang lain, membagi pengetahuan, dan mengkontribusi kebaikan
bersama melalui kesepakatan politik dan kerja komunitas.
Sue menyikapi bahwa sikap atau keyakinan dinyatakan sebagai penyejuk sosial yang
diperlukan dalam pemeriksaan diri dari sikap dan perasaan yang terkait dengan perbedaan
budaya. Oleh karena itu pentingnya sikap atau keyakinan tidak bisa diremehkan dan hal ini
sangat relevan dalam mempertimbangkan dinamika hubungan konselor dan klien ketika
bekerja diseluruh aspek budaya. Ini juga dapat membantu konselor sadar akan diri sendiri dan
memeriksa sikap budaya orang lain. Keyakinan adalah atribut penting dalam
mengembangkan kompetensi budaya dan meningkatkan efektivitas konselor terhadap
keberagaman budaya klien.40
Berbicara mengenai nilai-nilai sama dengan berbicara tentang
dimensi spiritual yang dilakukan oleh manusia. Menurut Krauss, spiritual dilihat sebagai
energi yang menggerakan, energi kehidupan, yang membuat manusia dapat hidup, bernapas,
dan bergerak termasuk pikiran, perasaan, tindakan dan karakter kita pada tataran
konseptual.41
Menurut penulis ketika manusia mengadopsi nilai-nilai budaya, secara tidak
langsung dia sudah membentuk spiritualitas dalam dirinya berkaitan tentang pencarian jati
dirinya.
Menurut Thompson, kepribadian dan pengembangan identitas yang dipahami dengan
baik dari aspek kognitif, afektif, pengembangan moral, dan adaptasi dimaksudkan untuk
memberi informasi kesehatan mental. Konselor mengandalkan teori perilaku pengembangan
manusia untuk membimbing mereka dalam memfasilitasi kesehatan psikologis mereka. Klien
dengan "kesehatan psikologis" beragam didefinisikan sebagai penghapusan yang tidak
diinginkan, promosi aktualisasi diri, peningkatan Spiritualitas, dan sebagainya. Hal ini terkait
40 Sue, D. W and Sue, D. Counseling The Culturally Diverse: Theory and Practice (New York: John
Wiley, 2013).
41 Krauss dalam J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-Isu Kontemporer, … 11.
28
erat dengan budaya, yaitu, norma, peraturan, peran, dan pandangan dunia yang diadopsi
masyarakat untuk memahami dan berfungsi dalam hubungannya di dunia ini.42
2.1.5 Kompetensi dan peran Konselor dalam Konseling Multikultural
Sebagai seorang konselor, perlu ada kualitas yang harus dipenuhi dalam proses konseling.
Patterson43
menyebutkan lima kualitas dasar yang harus dimiliki oleh seorang konselor
konselor yaitu :
1. Respect. Menghargai klien merupakan hal yang paling penting bagi konselor. Hal ini
termasuk memiliki kepercayaan kepada klien dan memiliki asumsi bahwa klien memiliki
kemampuan untuk mengambil tanggung jawab untuk dirinya sendiri (termasuk selama proses
konseling berlangsung), klien memilki kemampuan untuk menentukan pilihan dan
memutuskan dan memecahkan masalah.
2. Genuinenes. Konseling merupakan hubungan yang nyata. Konselor perlu untuk
memiliki kesungguhan dalam memberikan konseling dan juga adalah sosok yang nyata.
Selain itu konselor harus sesuai dengan diri sesungguhnya (kongruensi) ini berarti bahwa
konselor betul-betul menjadi dirinya tanpa kepalsuan.
3. Emphathic understanding. Pemahaman yang empati lebih dari sekedar pengetahuan
tentang klien. Akan tetapi pemahaman yang melibatkan dunia dan budaya klien secara
mendalam. Patterson mengemukakan bahwa kemampuan untuk menunjukkan empati pada
budaya secara konsisten dalam hal-hal yang memiliki makna merupakan variabel penting
untuk melibatkan klien.
4. Communication of empathic, respect and genuiness to the client. Kondisi ini penting
untuk di persepsi, diakui, dan dirasakan oleh klien. Persepsi tersebut akan mengalami
42 Thompson dalam Robert.T Carter, Handbook of Racial-Cultural Pshycology and Counseling,
taining and Practice (New Jersey: Jhon Wiley & Son, 2005), 221. 43 Patterson, CH, “Do We Need Multicultural Counseling Competencies?”, Mental Health Counseling
26, no 1 (2004), 67-73.
29
kesulitan jika klien berbeda dengan konselor baik dari budaya, ras, sosial ekonomi, umur, dan
jender. Oleh karena itu penting bagi konselor untuk memahami perbedaan tersebut. Sue
(Patterson) menyatakan bahwa pemahaman terhadap perbedaan budaya baik secara verbal
maupun nonverbal akan sangat membantu dalam proses konseling.
5. Structuring. Salah satu elemen penting yang terkadang disadari oleh konselor adalah
struktur atau susunan dalam proses konseling. Vontress (Patterson) menyebutkan bahwa
hubungan dengan seorang professional yang menempatkan tanggung jawab utama kepada
individu untuk memecahkan masalahnya sangat sedikit. Pekerjaan konselor dalam proses
konseling sebaiknya menyatakan bahwa apa, bagaimana dan mengapa dia bermaksud
melakukan konseling.
Berdasarkan 5 kompetensi yang dipunyai konselor, Menurut penulis, seorang konselor
perlu untuk melihat konseling Multikultural sebagai hubungan yang tidak hanya bersifat
sementara tetapi sebagai hubungan yang memiliki dampak jangka panjang karena berkaitan
dengan bentuk pemecahan masalah sehingga proses konseling bagi seorang konselor
merupakan tanggung jawab dalam memaknai perbedaan antar individu dalam memaknai nilai
dalam kehidupannya.
Selain itu, Atkinson dkk. (1998) Mengidentifikasi ada enam peran tambahan bagi
konselor selain peran konseling konvensional atau konseling budaya yaitu :
a) Sebagai advokat (mewakili kepentingan klien atau kelompok, berbicara atas
nama mereka),
b) Sebagai agen perubahan (mengubah lingkungan sosial yang mungkin
menindas),
c) Sebagai konsultan (menyangkut masalah relasi),
d) Sebagai penasihat (memberi nasehat dan saran),
30
e) Sebagai fasilitator sistem pendukung masyarakat adat (merujuk klien atau
bekerja dengan layanan dukungan masyarakat: gereja etnis, organisasi
pelayanan,), dan
f) Sebagai fasilitator dalam hal metode penyembuhan pribumi (metode khusus
budaya dan proses penyembuhan).44
Menurut penulis, konseling akan berhasil apabila konselor mampu untuk
melepaskan diri dalam hubungannnya dengan proses memahami diri baru setelah itu konselor
bisa memahami diri klien. Disini konselor bisa untuk menyesuaikan diri dengan budaya yang
di punyai klien.
2.2 Konseling Social Justice
Ratts et al. mengklasifikasikan konseling social justice sebagai kekuatan kelima
setelah multikultural dalam paradigma Konseling yang dianggap sebagai bentuk revolusioner
dari pendekatan konseling. Pendekatan ini didasarkan pada keyakinan bahwa kondisi
lingkungan mempengaruhi perkembangan manusia.45
Menurut American Association of
Counseling ( ACA) Konseling social justice merupakan pendekatan konseling multifaset di
mana para praktisi berusaha untuk secara bersamaan mempromosikan pembangunan manusia
dan kebaikan bersama dengan mengatasi tantangan yang berkaitan dengan keadilan individu
Konseling keadilan sosial mencakup pemberdayaan individu serta menentang ketidakadilan
dan ketidaksetaraan di masyarakat karena berdampak pada klien dan juga masalah dalam
konteks sistemik mereka. Pekerjaan ini dilakukan dengan fokus pada kebutuhan budaya,
kontekstual, dan individual yang dilayani.46
.
44 Attkinson dalam Robert.T Carter, Handbook of Racial-Cultural Pshycology and Counseling,
Training and Practice (New Jersey: Jhon Wiley & Son, 2005), 13.
45
Ratts, Counseling for Multiculturalism and Social Justice, … 28.
46
https://counseling-csj.org/ di unduh pada tanggal 26 Mei 2017 pada pukul 08.00 WIB.