-
MIKOSIS SUPERFISIALIS
1.1 Latar Belakang
Mikosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur. Mikosis
kutan
disebabkan oleh jamur yang hanya menginvasi jaringan
superfisialis yang terkeratinisasi
(kulit, rambut dan kuku) dan tidak ke jaringan yang lebih
dalam.
Bentuk yang paling penting adalah dermatofita, suatu kelompok
jamur serumpun
yang diklasifikasikan menjadi 3 genus Epidermophyton,
Microsporum danTrychopyton.
Pada jaringan keratin yang tidak hidup, bentuk-bentuk ini adalah
bila dan artrokonidia.
Ada dua golongan jamur yang menyebabkan mikosis superfisialis
yaitu non dermatofita
dan dermatofita. Perbedaan antara dermatofitosis dan
nondermatofitosis adalah
disebabkan karena letak infeksinya pada kulit.
Golongan dermatofitosis menyerang atau menimbulkan kelainan di
dalam
epidermidis mulai dari stratum komeum sampai stratum basalis,
sedangkan golongan
non-dermatofitosis hanya bagian superfisialis dari epidermidis.
Hal ini disebabkan karena
dermatofitosis mempunyai afinitas tehadap keratin yang terdapat
pada epidermidis,
rambut, kuku, sehingga infeksinya lebih dalam.
Insiden mikosis superfisialis cukup tinggi di Indonesia karena
menyerang
masyarakat luas. Oleh karena itu akan dibicarakan lebih
luas.
1
-
Mikosis Superfisialis terbagi atas 2, yaitu Dermatofitosis dan
Non-Dermatofitosis
I. DERMATOFITOSIS
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat
tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang
disebabkan golongan jamur
dermatofita.1
Etiologi 1
Dermatofita ialah golongan jamur yang menyebabkan
dermatofitosis, memiliki sifat
mencernakan keratin. Dermatofitas terbagi atas 3 genus, yaitu
Mikrosporum,
Trichophyton, dan Epidermophyton. Yang paling terbanyak
ditemukan di Indonesia
adalah T. rubrum. dermatofita lain adalah: E. floccosum, T.
mentagrophytes, M. canis, M.
gypseum, T. concentricum, T. schoeleini dan T. tonsurans.
1. Microsporum
Kelompok dermatofita yang bersifat keratofilik, hidup pada tubuh
manusia
(antropofilik) atau pada hewan (zoofilik). Merupakan bentuk
aseksual dari jamur.
Terdiri dari 17 spesies, dan yang terbanyak adalah:2,4,8
SPECIES CLASSIFICATION(NATURAL RESERVOIR
Microsporum audouinii Anthropophilic
Microsporum canis Zoophilic (Cat and Dog)
Microsporum cooeki Geophilic (also isolated from furs of
cats,dogs,and rodents)
Microsporum
ferrugineum
Anthropophilic
Microsporum gallinae Zoophilic (fowl)
Microsporum gypseum Geophilic (also isolated from fur of
rodents)
Microsporum nanum Geophilic and zoophilic (swine)
Microsporum versicolor Zoophilic (vole and field mouse)
Tabel Spesies Microsporum
Koloni mikrosporum adalah glabrous, serbuk halus, seperti wool
atau powder.
Pertumbuhan pada agar Saburoud dextrose pada 25C mungkin
melambat atau sedikit
cepat dan diameter dari koloni bervariasi 1-9 cm setelah 7 hari
pengeraman. Warna
2
-
dari koloni bervariasi tergantung pada jenis itu. Mungkin saja
putih seperti wol halus
yang masih putih atau menguning sampai cinnamon.6
2. Epidermophyton
Jenis Epidermophyton terdiri dari dua jenis: Epidermophyton
floccosum dan
Epidermophyton stockdaleae. E. stockdaleae dikenal sebagai
non-patogenik,
sedangkan E. floccosum satu-satunya jenis yang menyebabkan
infeksi pada manusia.
E. floccosum adalah satu penyebab tersering dermatofitosis pada
individu tidak sehat.
Menginfeksi kulit (tinea corporis, tinea cruris, tinea pedis)
dan kuku (onycomycosis).
Infeksi terbatas pada lapisan korneum kulit luar. Koloni
E.floccosum tumbuh cepat
dan matur dalam 10 hari diikuti inkubasi pada suhu 25C pada agar
potato-dextrose,
koloni kuning kecoklatan4,14
3. Tricophyton
Trichophyton adalah suatu dermatofita yang hidup di tanah,
binatang atau manusia.
Berdasarkan tempat tinggal terdiri atas anthoropophilic,
zoophilic dan geophilic.
Trichophyton concentricum adalah endemic pulau pasifik, bagian
tenggara Asia, dan
Amerika Pusat. Trichophyton adalah suatu penyebab infeksi pada
rambut, kulit, kuku,
pada manusia.4,8,14
NATURAL HABITAT OF TRICHOPHYTON SPESIES
Species Natural reservoir
Ajelloi Geophilic
Concentricum Anthropophilic
Equinum Zoophilic (horse)
Erinacei Zoophilic (hedgehog)
Flavescens Geophilic (feathers)
Gloriae Geophilic
Interdigitale Anthropophilic
Megnini Anthropophilic
Mentagrophytes Zoophilic (rodenrs,rabbit) /
Antropophilic
3
-
Phaseoliforme Geophilic
Rubrum Anthropophilic
Schoenleinii Anthropophilic
Simii Zoophilic (monkey, fowl)
Soundanense Anthropophilic
Terrestre Geophilic
Tonsurans Anthropophilic
Vanbreuseghemii Geophilic
Verrucosum Zoophilic (cattle, horse)
Yaoundei Anthropophilic
Insidensi
Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur,
sehingga dapat
ditemukan hampir disemua tempat/Menurut Adiguna MS, insidensi
penyakit jamur yang
terjadi di berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia
bervariasi antara 2,93% - 27,6%.
Meskipun angka ini tidak menggambarkan populasi umum.
Dermatomikosis atau mikosis
superfisialis cukup banyak diderita penduduk Negara tropis. Di
Indonesia angka yang tepat,
berapa sesungguhnya insiden dermatomikosis belum ada.
Onset usia terjadi pada anak kecil yang baru belajar berjalan
(toodlers) dan anak usia sekolah.
Paling sering menyerang anak berusia 6-10 tahun dan juga pada
usia dewasa. Frekuensi
infeksi pada spesies tertentu antara lain:
58% dermatofita yang terisolasi adalah Trichophyton rubrum
27 % Trichophyton mentagrophytes
7 % Trichophyton verrucosum
3 % Trichophyton tonsurans
-
Klasifikasi 2
Dermatofitosis dibagi menjadi dermatimikosis, trikomikosis, dan
onikomikosis
berdasarkan bagian tubuh manusia yang terserang. Pembagian
berdasarkan lokasi
dikenal dengan bentuk-bentuk :
- Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala
- Tinea barbae, dermatofitosis pada dagu dan jenggot
- Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar
anus, bokong, dan kadang-
kadang sampai perut bagian bawah
- Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan
- Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan
kaki
- Tinea korporis, dermatofitosis pada bagianlain yang tidak
termasuk bentuk 5 tinea di
atas
Keenam istilah tersebut dapat dianggap sebagai sinonim tinea
korporis. Selain 6
bentuk tinea masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus,
yaitu :
- Tinea imbrikata, dermatofitosis dengan susunan skuama yang
konsentris dan
disebabkan Trichophyton concentricum
- Tinea favosa atau favus, dermatofitosis yang terutama
disebabkan Trichophyton
schoenlini, yang secara klinis antara lain terbentuk skutula dan
berbau seperti tikus
(mousy odor)
- Tinea fasialis, tinea aksilaris, yang juga menunjukkan daerah
morfologis.
Pada akhir-akhir ini dikenal nama tinea inkognito, yang berarti
dermatofitosis
dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati dengan
steroid topikal kuat.
Gejala klinis
Tinea glabrosa atau dermatofisosis pada kulit tidak berambut
mempunyai morfologi
khas. Penderita merasa gatal dan kelainan berbatas tegas. Bagian
tepi lesi lebih aktif (lebih
jelas tanda-tanda peradangan) daripada bagian yang tengah.
Eczema marginatum adalah
istilah yang tepat untuk lesi dermatomikosis secara
deskriptif.
Bergantung pada berat-ringannya reaksi radang dapat dilihat
berbagai macam lesi kulit.
Wujud lesi yang beraneka ragam ini dapat berupa sedikit
hiperpigmentasi dan skuamasi,
menahun oleh Trichophyton rubrum sampai kerion Celsi yang
disebabkan Microsporum
canis. Di antara 2 bentuk ekstrim ini, dapat dilihat macam-macam
kelainan kulit dengan
5
-
tingkat peradangan yang berbeda. Beberapa penulis berdasarkan
berat ringannya perdangan
lesi, menggunakan istilah dermatofitosis superfisialis, media,
dan profunda.
1. Tinea kapitis (ringworm of the scalp)
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang
disebabkan oleh
spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi
bersisik, kemerah-merahan,
alopesia, dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang lebih
berat, yang disebut
dengan kerion.1
Di dalam klinik tinea kapitis dapat dilihat sebagai 3 bentuk
yang jelas, yakni :
a) Gray patch ringworm
Bentuk sering ditemukan pada anak-anak dan disebabkan oleh genus
Microsporum.
Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil-kecil di sekitar
rambut. Papul ini
melebar dan membentuk bercak, yang menjadi pucat dan bersisik.
Keluhan penderita
adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak
berkilat lagi. Rambut
mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut
dengan pinset tanpa
rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh
jamur, sehingga dapat
terbentuk alopesia setempat. Tempat-tempat ini terlihat sebagai
grey patch. Grey
patch yang dilihat di dalam klinik tidak menunjukkan batas-batas
daerah sakit dengan
pasti, Pada pemeriksaan lampu Wood dapat dilihat fluoresensi
hijau kekuningan pada
rambut yang sakit melampaui batas grey patch tersebut. Pada
kasus tanpa kelihan,
pemeriksaan dengan lampu Wood banyak membantu diagnosis. 1,2
b) Kerion
Pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel
radang yang padat
di sekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum canis dan
Microsporum gypseum,
pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, agak kurang bila
penyebabnya
6
-
Trichophyton tonsurans, dan sedikit bila penyebabnya
Trichophyton violaceum.
Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat
alopesia yang menetap.
Jaringan parut yang menonjol kadang dapat terbentuk. 1
c) Black dot ringworm
Terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Trichophyton
violaceum. Pada
permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan yang
disebabkan oleh
genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada
muara folikel, dan
yang tertinggi asalah ujung rambut yang penuh spora. Ujung
rambut yang hitam di
dalam folikel rambut ini memberi gambaran black dot. Ujung
rambut yang patah,
kalau tumbuh kadang-kadang masuk ke bawah permukaan kulit. Dalam
hal ini perlu
dilakukan irisan kulit untuk mendapat bahan biakan jamur. 1
2. Tinea Korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, Scherende
Flechte, kurap, herpes
sircine trichopytique)
Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak
berambut (glabrous skin).
a) Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau
lonjong, berbatas tegas
terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan
papul di tepi. Daerah
tengahnya biasanya lebih tenang. Kadang-kadang terlihat erosi
dan krusta akibat
garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah
satu dengan
yang lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi
dengan pinggir polikistik,
karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Bentuk dengan
tanda radang yang lebih
7
-
sering dilihat pada anak-anak daripada orang dewasa karena
umumnya mereka
mendapat infeksi baru pertama kali. 1
b) Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak
biasanya tidak terlihat
lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan
bersama-sama dengan
kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et
cruris atau sebaliknya
tinea cruris et corporis. Bentuk menahun yang disebabkan oleh
trichophyton rubrum
biasanya dilihat bersama-sama dengan tinea unguium. 1
c) Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh trichophyton
concentricum disebut
tinea ombrikata. Penyakit ini terdapat di berbagai daerah
tertentu, misalnya
Kalimantan, Sulawesi, Irian Barat, Kepulauan Aru dan Kei dan
pulau Jawa. Tinea
imbrikata mulai dengan bentuk papul berwarna cokelat, yang
perlahan-lahan menjadi
besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya
dan melebat. Proses
ini, setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah,
sehingga membentuk
lingkaran-lingkaran konsentris. Bila dengan jari tangan kita
meraba dari bagian
tengah keluar, akan terasa jelas skuama yang menghadap ke dalam.
Lingkaran-
lingkaran sukama konsentris bila menjadi besar dapat bertemu
dengan lingkaran-
lingkaran sebelahnya sehingga membentuk pinggir yang polikistik.
Pada permulaan
infeksi penderita dapat merasa sangat gatal, dakan tetapi
kelainan yang menahun tidak
menimbulkan keluhan pada penderita. Pada kasus menahun, lesi
kulit kadang-kadang
dapat menyerupai iktiosis. Kulit kepala penderita dapat
terserang, akan tetapi rambut
biasanya tidak. Tinea unguium sering menyertai penyakit ini.
1
d) Bentuk tinea favosa atau favus, adalah bentuk lain tinea
korporis yang disertai
kelainan pada rambut. Penyakit ini biasanya dimulai di kepala
sebagai titik kecil di
bawah kulit yang berwarna merah kuning dan berkembang menjadi
krusta berbentuk
cawan (skutula) dengan berbagai ukuran. Krusta tersebut biasanya
ditembus oleh satu
atau dua rambut dan bila krusta diangkat terlihat dasar yang
cekung merah dan
membasah. Rambut kemudian tidak berkilat lagi dan akhirnya
terlepas. Bila tidak
diobati, penyakit ini meluas ke seluruh kepala dan meninggalkan
part dan botak.
Berlainan dengan tinea korporis, yang disebabkan oleh jamur
lain, favus tidak
menyembuh pada usia akil balik. Biasanya dapat tercium bau tikus
(mousy odor) pada
para penderita favus. Kadang-kadang penyakit ini menyerupai
dermatitis seboroika.
Tinea favosa pada kulit dapat terlihat sebagai kelainan kulit
papulovesikel dan
papuloskuamosa, disertai kelainan kulit berbentuk cawan yang
khas, yang kemudian
menjadi jaringan parut. Favus pada kuku tidak dapat dibedakan
dengan tinea unguium
8
-
pada umumnya, yang disebabkan oleh spesies dermatofita yang
lain. Tiga spesies
dermatofita dapat menyebabkan favus, yaitu Trichophyton
violaceum, Trichophyton
schoenleini, dan Microsporum gypseum. Berat ringan bentuk klinis
yang tampak tidak
bergantung pada spesies jamur penyebab, akan tetapi lebih banyak
dipengaruhi oleh
tingkat kebersihan, umur, dan ketahanan penderita sendiri. 1
3. Tinea kruris (eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch,
ringworm of the groin)
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah
perineum, dan sekitar anus.
Kelainan ini dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur
hidup. Lesi kulit dapat
terbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas ke daerah
sekitar anus, daerah gluteus
dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain.
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi
terbatas tegas. Peradangan
pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi
terdiri dari macam-macam
bentuk yang primer dan sekumder (polimorfi). Bila penyakit ini
menjadi menahun, dapat
berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan kelarnya
cairan biasanya akibat
garukan.
9
-
4. Tinea pedis (athletes foot, ringworm of the foot, kutu air)
1
Tinea pedis ialah dermatofitosis pada kaki, terutama pada
sela-sela jari dan telapak.
a.) Bentuk interdigitalis adalah bentuk tinea pedis yang
tersering terlihat. Di antara jari
IV dan V terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis.
Kelainan ini dapat
meluas ke bawah jari (subdigital) dan juga ke sela jari yang
lain. Oleh karena daerah
ini lembab, maka sering dilihat maserasi. Aspek klinis maserasi
berupa kulit putih dan
rapuh. Bila bagian kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan
terlihat kulit baru, yang
umumnya juga terserang oleh jamur. Bentuk klinis ini dapat
berlangsung bertahun-
tahun dengan menimbulkan sedikit keluhan sama sekali. Pada suatu
ketika kelainan
ini dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga
terjadi selulitis, limfangitis,
limfadenitis, dan dapat pula terjadi erisipelas, yang disertai
gejala-gejala umum.
b.) Bentuk moccasin foot. Pada seluruh kaki, dari telapak, tepi
sampai punggung kaki
terlihat kulit menebal dan bersisik; eritema biasanya ringan dan
terutama terlihat pada
bagian tepi lesi. Di bagian tepi lesi dapat pula dilihat papul
dan kadang-kadang
vesikel.
c.) Bentuk subakut terlihat vesikel, vesiko-pustul dan
kadang-kadang bula. Kelainan ini
dapat mulai pada daerah sela jari, kemudian meluas ke punggung
kaki atau telapak
kaki. Isi vesikel berupa cairan jernih yang kental. Setelah
pecah, vesikel tersebut
meninggalkan sisik yang berbantuk lingkaran yang disebut
koleret. Infeksi sekunder
dapat terjadi juga pada bentuk ini, sehingga dapat menyebabkan
selulitis, limfangitis,
dan kadang-kadang menyerupai erisipelas. Jamur terdapat pada
bagian atap vesikel.
Untuk menemkannya, sebaiknya diambil atap vesikel atau bula
untuk diperiksa secara
sediaan langsung atau untuk dibiak. Tinea pedis banyak terlihat
pada orang yang
dalam kehidupan sehari-hari banyak bersepatu tertutup disertai
perawatan kaki yang
buruk dan para pekerja dengan kaki yang selalu atau sering
basah. Penderita biasanya
10
-
orang dewasa. Tinea manum adalah dermatofitosis pada tangan.
Semua bentuk yang
dilihat di kaki dapat terjadi pula pada tangan.
5. Tinea unguium (dermatophytic onycomycosis, ringworm of the
nail)
Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh jamur
dermatofita.
a) Bentuk subungual distalis
Bentuk ini mulai dari tepi distal atau distolateral kuku. Proses
ini menjalar ke
proksimal kuku dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh.
Kalau proses
berjalan terus, maka permukaan kuku bagian distal akan hancur
dan yang terlihat
hanya kuku rapuh yang menyerupai kapur.
b) Leukonikia trikofita atau leukonikia mikotika
Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan leukonikia atau
keputihan di permukaan
kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan adanya elemen jamur.
Kelainan ini
dsebabkan oleh trichophyton mentagrophytes.
c) Bentuk subungual proksimalis
Bentuk ini mulai dari pangkal kuku bagian proksimal terutama
menerang kuku dan
membentuk gambaran klinis yang khas, yaitu terlihat kuku di
bagian disal yang masih
utuh, sedangkan bagian proksimal rusak. Biasanya penderita tinea
unguium
mempunyai dermatofitosis di tempat lain yang sudah sembuh atau
yang belum. Kuku
11
-
kaki lebih sering diserang daripada kuku tangan Tinea unguium
adalah dermatofitosis
yang paling sukar disembuhkan daripada kuku tangan.
Pemeriksaan Penunjang 1
Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis
terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan untuk
mendapatkan jamur
diperlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan kulit,
rambut, dan kuku. Bahan untuk
pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan sebagai berikut
:
Terlebih dahulu tempat kelainan diberihkan dengan spiritus 70 %
kemudian untuk :
A. Kulit tidak berambut (glabrous skin) dari bagian tepi
kelainan sampai dengan bagian
sedikit dari luar kelainan sisik kulit dan kulit dikerok dengan
pisau tumpul steril.
B. Kulit berambut dicabut pada bagian klit yang mengalami
kelainan; kulit di daerah
tersebut dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit; pemeriksaan
dengan lampu Wood
dilakukan sebelum pengumpulan bahan untuk mengetahui lebih jelas
daerah yang
terkena infeksi dengan kemungkinan adanya fluoresensi pada kasus
tinea kapitis
tertentu.
C. Kuku diambil dari permukaan kuku yang sakit dan dipotong
sedalam-dalamnya
sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan di bawah kuku
diambil pula.
12
-
Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop,
mula-mula
dengan pembesaran 10 x 10, kemudian dengan pembesaran 10 x 45.
Pemeriksaan
dengan pembesaran 10 x 100 biasanya tidak diperlukan.
Sediaan basah dibuat dengan meleteakan bahan di atas gelas alas,
kemudian
ditambah 1 2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk
sediaan rambut
adalah 10 % dan untuk kulitdan kuku 20 %. Setelah sediaan
dicampur dengan KOH,
ditunggu 15 20 menit untuk melarutkan jaringan. Untuk
mempercepat proses
pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah di atas api
kecil. Pada saat mulai
keluar uap dari sediaan tersebut, pemanasan sudah cukup. Bila
terjadi penguapan,
maka akan terbentuk kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan
tidak tercapai.
Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat
warna pada sediaan
KOH, misalnya tinta Parker superchroom bule dark.
Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai 2
garis sejajar,
terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet
(artrospora) pada kelainan
kulit lama dan atau sudah diobati. Pada sediaan rambut yang
dilihat adalah spora kecil
(mikrospora). Spora dapat tersusun di luar rambut (ektotriks)
atau di dalam rambut
(endotriks). Kadang dapat terlihat jiga hifa pada sediaan
rambut.
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong
pemeriksaan
langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur.
Pemeriksaan ini
dilakukan dengan menanamlan bahan klinis pada media buatan. Yang
dianggap
paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa
Saboraud. Pada agar
Saboraud dapat ditambahkan antibiotik saja (kloramfenikol) atau
ditambahkan
kloheksimid. Kedua zat tersebut diperlukan untuk menghindari
kontaminasi bakterial
maupun jamur kontaminan.
Diagnosis Banding 1
Tinea pedis et manum harus dibedakan dengan dermatitis, yang
batasnya tidak jelas,
bagian tepi tidak lebih aktif daripada bagian tengah. Adanya
vesikel-vesikel steril pada jari-
jari kaki dan tangan (pomfoliks) dapat merupakan reaksi id,
yaitu akibat setempat hasil reaksi
antigen dengan zat anti pada tempat tersebut. Efek samping obat
juga dapat memberi
gambaran serupa yang menyerupai ekzem atau dermatitis,
pertama-tama harus dipikirkan
adanya dermatitis kontak.
13
-
Pada hiperhidrosis terlihat kulit yang mengelupas (maserasi).
Kalau hanya terlihat
vesikel-vesikel, biasanya terletak sangat dalam, dan terbatas
pada telapak tangan dan kaki.
Kelainan tidak meluas sampai sela-sela jari.
Penyakit lain yang harus mendapat perhatian adalah Kandidosis
(erosio interdigitalis
blastomisetika) membedakannya dengan tinea pedis murni
kadang-kadang agak sulit.
Pemeriksaan sediaan langsung dengan larutan KOH dan pembiakan
dapat menolong. Infeksi
sekunder dengan spesies Candida atau bakteri lain sering
menyertai tinea pedis, sehingga
pada kasus-kasus demikian diperlukan interpretasi yang bijaksana
terhadap hasil-hasil
pemeriksaan labratorium.
Sifilis II dapat berupa kelainan kulit di telapak tangan dan
kaki. Lesi yang merah dan
basah dapat merupakan petunjuk. Dalam hal ini tanda-tanda lain
sifilis akan terdapat. Tinea
unguium yang disebabkan macam-macam dermatofita memberikan
gambaran akhir yang
sama.
Psoriasis yang menyerang kuku pun dapat berakhir dengan kelainan
sama. Lekukan pada
kuku (nail pits), yang terlihat pada psoriasis tidak didapat
pada tinea unguium. Lesi-lesi
psoriasis pada bagian lain badan dapat menolong membedakannya
dengan tinea unguium.
Banyak penyakit kulit yang menyerang bagian dorsal jari-jari
tangan dan kaki dapat
menyebabkan kelainan yang berakhir dengan distrofi kuku.
Tidak begitu sulit untuk menentukan diagnosis tinea korporis
pada umumnya, namun ada
beberapa penyakit yang dapat mericuhkan diagnosis, itu misalnya
dermatitis seboroika,
psoriasis, dan pitiriasis rosea. Kelainan kulit pada dermatti
seboroik selain dapat menyerupai
tinea korporis, biasanya selain dapat terlihat pada
tempat-tempat predileksi, misalnya di kulit
kepala, lipatan kulit, misalnya belakang telinga, daerah
nasolabial, dsb.
Psoriasis dapat dikenali dari kelainan kulit pada tempat
predileksi, yaitu daerah ekstensor,
misalnya lutut, siku, dan punggung. Kulit kepala berambut juga
sering terkena pada penyakit
ini. Adanya lekukan pada kuku dapat pula menolong untuk
menentukan diagnosis.
Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan
terbatas pada tubuh dan
bagian promksimal anggota bada, sukar dibedakan dengan tinea
korporis tanpa herald patch
yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis.
Pemeriksaan laboratoriumlah
yang dapat memastikan diagnosisnya. Tinea korporis kadang-kadang
sukar dibedakan dengan
dermatitis seboroik pada sela paha. Lesi di tempat predileksi
sangat menolong menentukan
diagnosis. Psoriasis pada sela paha dapat menyerupai tinea
kruris. Lesi pada psoriasis
biasanya lebi merah, skuama lebih banyak dan lamelar. Adanya
lesi psoriasis pada tempat
lain dapat membantu menentukan diagnosis. Kandidosis pada lipat
paha mempunyai
14
-
konfigurasi hen and chicken. Kelaianan ini biasanya basah dan
berkusta. Pada wanita ada
tidaknya fluor albus dapat membantu pengarahan diagnosis. Pada
penderita-penderita diabete
melitus, kandidosis merupakan penyakit yang sering dijumpai.
Eritrasma merupakan penyakit yang tersering berlokalisasi di
sela paha. Efloresensi yang
sama, yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi merupakan
tanda-tanda khas penyakit ini.
Pemeriksaan dengan lampu Wood dapat menolong dengan adanya
fluoresensi merah (coral
red).
Tinea barbae kadang-kadang sukar dibedakan dengan sikosis barbe,
yang disebabkan oleh
piokokus. Pemeriksaan sediaan langsung dapat membedakan kedua
penyakit ini.
Berbagai kelainan pada kulit kepala bermbut harus dibedakan
dengan tinea kapitis. Pada
umunya pemeriksaan dengan lampu Wood pada kasus tertentu dan
pemeriksaan langsung
bahan klinis dapat menentukan diagnosis.
Pada alopesia areata rambut di bagian pinggir kelainan mula-mula
mudah dicabut dari
folikel akan tetapi pangkal yang patah tidak pernah tampak. Pada
kelainan ini juga tidak
terdapat skuama. Bercak-bercak seboroik pada kulit kepala yang
berambut kadang-kadang
membingungkan. Biasanya lesi dermatitis seboroik pada kulit
kepala lebih merata. Adanya
lesi seboroik pada tempat-tempat predileksi lain dan blefaritis
dapat membantu menentukan
diagnosis. Dermatitis seboroik biasanya mempunyai lesi-lesi kuit
yang simetris distribusinya.
Psoriasis pada kulit kepala berambut biasanya disertai kelainan
di tempat lain yang memberi
pengarahan diagnosis yang baik.
Impetigo yang menyertai pedikulosis kapitis menimbulkan kelainan
yang kotor dan
berkrusta, tanpa rambut yang putus. Kerion kadang-kadang sukar
dibedakan dengan
karbunkel, walaupun tidak begitu nyeri.
Pengobatan dan Prognosis
Pada masa sekarang, dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi
dengan pemberian
griseofulvin yang bersifat fungistatik. Secara umum,
griseofulvin dalam bentuk fine particle
dapat diberikan dengan dosis 0.5 1 g untuk dewasa dan 0.25 0.5 g
untuk anak-anak
sehari atau 10 -25 mg/kg BB. Lama pengobatan tergantung lokasi
penyakit, penyebab, dan
keadaan imunitas. Setelah sembuh, dilanjutkan 2 pekan agar tidak
terjadi residif. 1
Pada pengobatan kerion stadium dini diberikan kortikosteroid
sistemik sebagai anti-
inflamasi, yakni prednison 3 x 5 mg atau prednisolon 3 x 4 mg
sehari selama 2 pekan. Obat
15
-
tersebut diberikan bersama-sama dengan griseofulvin.
Griseofulvin diteruskan selama 2
pekan setelah sembuh klinis. 1
Obat per oral, yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu
ketokonazol yang bersifat
fungistatik. Pada kasus-kasus resisten terhadap griseofulvin
dapat diberikan obat tersebut
sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari 2 minggu pada pagi hari
setelah makan.
Ketokonazol merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan
hepar.
Sebagai pengganti ketokonazol yang mempunyai sifat hepatotoksik
terutama bila
diberikan lebih dari 10 hari, dapat diberikan suatu obat tiazol
yaitu itrakonazol yang
merupakan pilihan yang baik. Pemberian obat tersebut untuk
penyakit kulit dan selaput
lendir oleh penyakit jamur biasanya cukup 2 x 100-200 mg sehari
dalam kapsul selama 3
hari.
Khusus untuk onikomikosis dikenal dosis denyut selama 3 bulan.
Cara pemberiannya,
diberikan 3 tahap dengan interval 1 bulan. Setiap tahap selama 1
pekan dengan dosis 2 x
200 mg sehari dalam kapsul.
Hasil pemberian itrakonazol dengan dosis denyut untuk
onikomikosis hampir sama
dengan pemberian terbinafin 250 mg sehari selama 3 bulan.
Kelebihan itrakonazol terhadap
terbinafin adalah efektif terhadap onikomikosis.
Terbinafin bersifat fungisidal juga dapat diberikan sebagai
pengganti griseofulvin
selama 2-3 pekan, dosisnya 62.5 mg 250 mg sehari bergantung pada
berat badan.
Topikal : (merusak dinding sel. menganggu respiratori
jamur)2
Prinsip : R/ peny. kulit
* Akut + basah kompres
* Subakut antifungi cr.
* Hiperkeratosis keratolitik
UW
AAV I (akut, meradang)
AAV II (kronik.)
Tolsiklat 1% lotion, krim
Haloprogin
Gol. imidazole mikonazole krim, clotrimazol 1%, ketokonazole,
sertakonazole
Gol. allilamin terbinafine, butenafine
II. NON-DERMATOFITOSIS
16
-
Infeksi non-dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada
kulit yang paling luar. Hal
ini disebabkan jenis jamur ini tidak dapat mengeluarkan zat yang
dapat mencerna keratin
kulit dan tetap hanya menyerang lapisan kulit yang paling
luar.
Yang masuk ke dalam golongan ini adalah
1. Pityriasis Versicolor
2. Piedra
3. Otomikosis
4. Tinea Nigra
1. Tinea versikolor (Pityriasis versikolor )
Tinea versikolor (Pityriasis versikolor) adalah infeksi ringan
yang disebabkan
oleh Malasezia furfur. Penyakit jamur kulit ini adalah penyakit
yang kronik dan
asimtomatik ditandai oleh bercak putih sampai coklat yang
bersisik. Kelainan ini
umumnya menyerang badan dan kadang- kadang terlihat di ketiak,
sela paha,tungkai atas,
leher, muka dan kulit kepala.
a. Morfologi 2
Pertumbuhannya pada kulit (stratum korneum) berupa kelompok
sel-sel bulat,
bertunas, berdinding tebal dan memiliki hifa yang berbatang
pendek dan bengkok,
biasanya tidak menyebabkan tanda-tanda patologik selain sisik
halus sampai kasar.
Bentuk lesi tidak teratur, berbatas tegas sampai difus dan
ukuran lesi dapat
milier,lentikuler, numuler sampai plakat.
Ada dua bentuk yang sering dijumpai 2 :
1. Bentuk makuler :
berupa bercak-bercak yang agak lebar, dengan sguama halus
diatasnya dan tepi tidak
meninggi.
2. Bentuk folikuler :
seperti tetesan air, sering timbul disekitar rambut
b. Patogenesis
Mallasezia furfur, merupakan organisme saprofit pada kulit
normal. Bagaimana
perubahan dari saprofit menjadi patogen belum diketahui.
Organisme ini merupakan
"lipid dependent yeast". Timbulnya penyakit ini juga dipengaruhi
oleh faktor hormonal,
ras, matahari,peradangan kulit dan efek primerpytorosporum
terhadap melanosit. 3
c. Gambaran Klinis
17
-
Timbul bercak putih atau kecoklatan yang kadang-kadang gatal
bila berkeringat. Bisa
pula tanpa keluhan gatal sama sekali, tetapi penderita mengeluh
karena malu oleh adanya
bercak tersebut. Pada orang kulit berwarna, lesi yang terjadi
tampak sebagai bercak
hipopigmentasi, tetapi pada orang yang berkulit pucat maka lesi
bisa berwarna
kecoklatan ataupun kemerahan. Di atas lesi terdapat sisik
halus.1,2, 3
d. Diagnosa Banding 2
Penyakit ini harus dibedakan dari dermatitis seboroik, sifilis
stadium tua, pitiriasis
rosea vitiligo, morbus hansen dan hipopigmentasi pasca
peradangan.
e. Diagnosis 1, 2
Selain mengenal kelainan-kelainan yang khas yang disebabkan oleh
Melasezi fulfur
diagnosa pitiriasis versikolor harus dibantu dengan
pemeriksaan-pemeriksaan sebagai
berikut :
- Pemeriksaan langsung dengan KOH 10%.
Bahan-bahan kerokan kulit di ambil dengan cara mengerok bagian
kulit yang
mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas
alkohol 70%, lalu
dikerok dengan skalpel steril dan jatuhannya ditampung dalam
lempeng-lempeng
steril pula. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung
dengan KOH% yang
diberi tinta Parker Biru Hitam, Dipanaskan sebentar, ditutup
dengan gelas penutup
dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur,
maka kelihatan
garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan
jarakjarak tertentu
dipisahkan oleh sekat-sekat atau seperti butir-butiir yang
bersambung seperti kalung
Pada pitiriasis versikolor hifa tampak pendek - pendek, lurus
atau bengkok dengan
disana sini banyak butiran-butiran kecil bergerombol.
- Pembiakan.
Organisme penyebab Tinea versikolor belum dapat dibiakkan pada
media buatan.
- Pemeriksaan dengan sinar wood,
18
-
Dapat memberikan perubahan warna pada seluruh daerah lesi
sehingga batas lesi
lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan
memperlihatkan fluoresensi
warna emas sampai orange.
f. Pengobatan 1,2
Tinea versikolor dapat diobati dengan berbagai obat yang manjur
pakaian,
kainsprei, handuk harus dicuci dengan air panas. Kebanyakan
pengobatan akan
menghilangkan bukti infeksi aktif (skuama) dalam waktu beberapa
hari, tetapi untuk
menjamin pengobatan yang tuntas pengobatan ketat ini harus
dilanjutkan beberapa
minggu. Perubahan pigmen lebih lambat hilangnya. Daerah
hipopigmentasi belum
akan tampak normal sampai daerah itu menjadi coklat kembali.
Sesudah terkena sinar
matahari lebih lama daerah-daerah yang hipopigmentasi akan
coklat kembali..
Topikal :
Imidazol mikonazol nitras 2%, klotrimazol, bifonazol,
ketokonazol
Tolsiklat cream / lotion
Selenium sulfida (Selsun) sebagai sampo 2-3x seminggu, obat
digosokkan
pada lesi dan didiamkan 15 30 menit sebelum mandi.
Sistemik :
Ketokonazol 200 mg/hr 10 hari.
Itrakonazole 100 mg, 2 x sehari 7 hari
g. Prognosis
Umumnya baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan
konsisten.
h. Epidemiologi
Penyakit ini ditemukan diseluruh dunia (kosmopolit) terutama di
daerah
beriklim panas. Di Indonesia frekuensinya tinggi. Penularan panu
terjadi bila ada
kontakdengan jamur penyebab oleh karena itu kebersihan pribadi
sangat penting.
19
-
2. Piedra
Merupakan infeksi jamur pada rambut sepanjang corong rambut yang
memberikan
benjolan-benjolan di luar permukaan rambut tersebut. Ada dua
macam :
Piedra putih : penyebabnya Trichosporon beigelii
Piedra hitam : penyebabnya Piedraia hortai
- Trichosporon beigelii
Merupakan penyebab piedra putih, terdapat pada rambut. Jamur ini
dapat ditemukan
ditanah, udara dan permukaan tubuh.
a. Etiologi 2,3
Piedra Beigeli (Trikosporon beigelii) terutama terdapat didaerah
subtropis, daerah
dingin (di Indonesia belum ditemukan).
b. Morfologi 2
Jamur ini mempunyai hifa yang tidak berwarna termasuk
moniliaceae. Secara
mikroskopis jamur ini menghasilkan arthrokonidia dan
blastoconidia.
c. Patogenesis
Biasanya penyakit ini dapat timbul karena adanya kontak langsung
dari orang yang
sudah terkena infeksi.
20
-
d. Gambaran Klinis 2,3
Adanya benjolan warna tengguli pada rambut, kumis, jenggot,
kepala, umumnya tidak
memberikan gejala-gejala keluhan.
e. Diagnosa Laboratorium 2
Pemeriksaan laboratorium dengan KOH dan kultur pada agar
Sabauroud.
f. Pengobatan 2,3
Rambut dicukur atau dikeramas dengan sublimat 1/2000 (5 %)
setiap hari.
21
-
- Piedra Hortal
Merupakan jamur penyebab piedra hitam (infeksi pada rambut
berupa benjolan yang
melekat erat pada rambut, berwarna hitam). Penyakit ini umumnya
terdapat di daerah-
daerah tropis dan subtropis. Terutama terdapat pada rambut
kepala, kumis atau jambang,
dan dagu.
a. Morfologi 3
Askospora berbentuk seperti pisang. Askospora tersebut dibentuk
dalam suatu
kantung yang disebut askus. Askus-askus bersama dengan anyaman
hifa yang padat
membentuk benjolan hitam yang keras dibagian luar rambut. Dari
rambut yang ada
benjolan, tampak hifa endotrik (dalam rambut) sampai ektotrik
(diluar rambut) yang
besarnya 4-8 um berwarna tengguli dan ditemukan spora yang
besarnya 1-2 um.
b. Gambaran Klinis 1,2,3
Pada rambut kepala, janggut, kumis akan tampak benjolan atau
penebalan yang keras
warna hitam. Penebalan ini sukar dilepaskan dari corong rambut
tersebut. Umumnya
rambut lebih suram, bila disisir sering memberikan bunyi seperti
logam. Biasanya
penyakit ini mengenai rambut dengan kontak langsung atau tidak
langsung.
c. Diagnosis 1,2,3
Diagnosis ditegakkan atas dasar :
- Gejala klinis
Objektif rambut lebih suram, benjolan bila disisir terasa
seperti logam kasar.
- Laboratorium
1. Langsung dengan KOH 10-20% dari rambut yang ada benjolan
tampak hifa
endotrik (dalam rambut pada lapisan kortek) sampai ektotrik (di
luar rambut) yang
besar 4-8 mu berwarna tengguli dan ditemukan spora yang besarnya
1-2 u
22
-
2. Kultur rambut dalam media Saboutound tampak koloni mula-mula
tumbuh
sebagai ragi yang berwarna kilning, kemudian dalam 2-4 hari akan
berubah
menjadi koloni filamen.
d. Pengobatan 2
Sebaiknya rambut dicukur, dapat juga dikeramas dalam larutan
sublimat : 1/2000
dalam alkohol dilutus (spiritus 70%) hasil pengobatan akan
tampak dalam 1 minggu
3. Otomikosis 2,3
Otomikosis adalah infeksi jamur pada liang telinga bagian luar.
Penderita akan mengeluh
merasa gatal atau sakit di dalam liang telinga. Pada liang
telinga akan tampak berwarna
merah, ditutupi oleh skuama, dan kelainan ini ke bagian luar
akan dapat meluas sampai
muara liang telinga dan daun telinga sebelah dalam. Tempat yang
terinfeksi menjadi
merah dan ditutupi skuama halus. Bila meluas sampai ke dalam,
sampai ke membrana
timpani, maka daerah ini menjadi merah, berskuama, mengeluarkan
cairan srousanguinos.
Penderita akan mengalami gangguan pendengaran. Bila ada infeksi
sekunder dapat terjadi
otitis ekstema. Penyebab biasanya jamur kontaminasi yaitu
Aspergillus, sp Mukor dan
Penisilium.
a. Diagnosa 2, didasarkan pada :
1. Gejala klinik
Yang khas, terasa gatal atau sakit diliang telinga dan daun
telinga menjadi merah,
skuamous dan dapat meluas ke dalam liang telinga sampai 2/3
bagian luar.
2. Pemeriksaan Laboratorium
- Preparat langsung: Skuama dari kerokan kulit Jiang telinga
diperiksa dengan KOH
10% akan tampak hifa-hifa lebar, berseptum dan kadang-kadang
dapat ditemukan
spora-spora kecil dengan diameter 2-3 u.
23
-
- Pembiakan: Skuama dibiak pada media Sabauroud dekst ditemukan
dekstrosa
agar dan dikeram pada temperatur kamar. Koloni akan tumbuh dalam
satu minggu
berupa koloni filamen berwarna putih. Dengan mikroskop tampak
hifa-hifa lebar
dan pada ujung-ujung hifa dapat ditemukan sterigma dan spora
berjejer melekat
pada permukaannya.
b. Diferensial Diagnosa
Otitis eksterna atau kontak dermatitis pada liang telinga sering
memberi gejala yang
sama.
c. Prognosis
Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat.
d. Pengobatan 2
Pengobatan ditujukan menjaga agar liang telinga tetap kering
jangan lembab dan
jangan mengorek-ngorek telinga dengan barang-barang yang kotor
seperti korek api,
garukan telinga atau kapas. Kotoran- kotoran telinga harus
selalu dibersihkan. Larutan
timol 2% dalam spiritus dilutus (alkohol 70%) atau meneteskan
larutan burowi 5%
satu atau dua tetes dan selanjutnya dibersihkan dengan
desinfektan biasanya memberi
hasil pengobatan yang memuaskan. Neosporin dan larutan gentien
violet 1-2% jug
dapat menolong.
4. Tinea Nigra
Tinea nigra ialah infeksi jamur superfisialis yang biasanya
menyerang kulit telapak kaki
dan tangan dengan memberikan warna hitam sampai coklat pada
kulit yang terserang.
Makula yang terjadi tidak menonjol pada permukaan kulit, tidak
terasa sakit dan tidak ada
tanda-tanda radang. Kadang-kadang makula ini dapat meluas sampai
ke punggung, kaki
dan punggung tangan, bahkan dapat menyebar sampai dileher, dada
dan muka.Gambaran
efloresensi ini dapat berupa polosiklis, arsiner dengan warna
hitam atau coklat hampir
sama seperti setetes nitras argenti yang diteteskan pada kulit.
Penyebabnya adalah
Kladosporium wemeki dan jamur ini banyak menyerang anakanak
dengan higiene kurang
baik dan orang orang yang banyak berkeringat. 1,2,3
24
-
a. Diagnosis 3
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
- Gejala klinis
- Pemeriksaan laboratorium
Preparat langsung : kerokan kulit dengan KOH 10% akan
menunjukkan adanya hifa
dan spora yang tersebar di dalam gel-gel epitel, besar hifa
berkisar 3-5 u dan spora
berkisar 1-2u.
Pembiakan : Pembiakan skuama pada media Sabauroud glukosa agar
(SGA),
dikeram pada temperatur kamar. Dalam 1-2 minggu akan tumbuh
koloni
menyerupai ragi, berwarna hijau dan pada bagian tepinya tumbuh
daerah yang
filamentous berwarna coklat. Pada pemerikasaan mikroskopis
tampak hifa halus
bercabang, mengkilat dan spora-spora yang lonjong.
25
-
b. Diferensial Diagnosa
Lesi-lesi hitam pada kulit seperti pada sifilis stadium kedua
pada telapak tangan,
harus dipikirkan. Melanoma memberikan gambaran klinis yang
rnirip. Tinea
versikolorpun memberikan gambaran yang hampir sama.
c. Pengobatan
Pengobatan dengan obat-obat anti jamur banyak menolong. Salep
whitfield I dan II
atau salep sulfursalisil juga dapat menolong. Obat-obat anti
jamur, preparat- preparat
imidazol seperti isokotonasol, bifonasol, klotrirnasol juga
berkhasiat baik. 2
26
-
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mikosis supernsialis adalah jamur-jamur yang menyerang lapisan
luar ari pada kulit,
kuku, dan rambut. Dibagi dalam dua bentuk yakni:
a. Dermatofitosis; terdiri dari :
1. Tinea kapitis
2. Tinea kruris
3. Tinea Korporis
4. Tinea pedis atau manus
5. Tinea unguium (onikomikosis)
6. Tinea imbrikata
7. Tinea favosa
8. Tinea barbae
b. Non-Dermatosis; terdiri dari :
1. Tinea versikolor
2. Piedra hitam
3. Piedra putih
Perbedaan antara dermatofitosis dan nondermatofitosis disebabkan
karena letak
infeksinya pada kulit. Golongan dermatofitosis menyerang atau
menimbulkan kelainan di
dalam epidermidis mulai dari stratum komeum sampai stratum
basalis, sedangkan golongan
non-dermatofitosis hanya bagian superfisialis dari epidermidis.
Hal ini disebabkan karena
dermatofitosis mempunyai afinitas tehadap keratin yang terdapat
pada epidermidis, rambut,
kuku, sehingga infeksinya lebih dalam.
27
-
DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja, Unandar. Mikosis. Dalam : Djuanda A, Hamzah M,
Aisah S, editor . Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI. Jakarta , 2010, edisi ke- 6 :
89- 105.
2. Farida. Mikosis. Dalam : Bahan Kuliah Sistem Kedokteran
Tropis. FK. UNHAS.
Makasar . 2009.
3. Boel, Trelia. Mikosis Superfisialis. Dalam : USU digital
library. Fakultas
Kedokteran Sumatera Utara. 2010
4. Siregar, R, S. Penyakit Jamur. Dalam : Atlas Berwarna
Saripati Penyakit Kulit.
EGC. Jakarta. 2009, edisi ke-2 : 10-44.
www. abdelhamiddermatlas.com
-
28