Page 1
RAGAMINTERVENSITERAPIPSIKOLOGI
DIKTAT AJARDr. Rilla Sovitriana, Psi, M.Si, Psikologi
EDITOR: Sofiyah, S.Psi, Anissa Nurfajriah, S.PsiFAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA YAI
DIGUNAKAN TERBATAS UNTUK KALANGAN SENDIRIDILARANG MEMPERBANYAK/FOTOCOPY
Page 2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................................i
HALAMAN DAFTAR ISI........................................................................................……...…….ii
I. Terapi Perilaku dengan Teknik Pelatihan Asertif………………………........................…...…1
II. Terapi Realitas dengan Teknik WDEP……………………………………………..…19
III. Terapi REBT (Rational Emotive Behavior theraphy)………………………………....35
IV. Terapi Perilaku dengan Teknik Program Mengendalikan Diri Sendiri……….……56
V. Terapi Okupasi dengan Teknik Pemanfaatan Waktu Luang (Leisure)……………..70
VI. Terapi Psikoanalisa…………………………………………………………………..…83
VII. Terapi Kognitif Perilaku (TPK)………………………………………………………..94
VIII. Terapi Perilaku (Behavior Theraphy) dengan teknikDialectical Behavior Therapy
(DBT)…………………………………………………………………………………...121
IX. Terapi Gestalt Teknik Terapi Kursi Kosong (empty chair)…………………………142
X. Terapi Eksistensial Humanistik……………………………………………………...159
XI. Konseling Keterampilan Hidup DAISE………………………………………….….171
XII. Terapi Client Centered…………………………………………………………...….…181
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….191
Page 3
1
PENERAPAN TERAPI PERILAKU DENGAN TEKNIK PELATIHAN
ASERTIF
A. Terapi Perilaku dengan Teknik Pelatihan Asertif
1. Pengertian Perilaku dengan Teknik Pelatihan Asertif
Terapi perilaku di rumuskan oleh Masters sebagai Teknik khusus yang
mempergunakan dasar psikologi (khususnya proses belajar) untuk mengubah perilaku
seseorang secara kuantitatif. Perlunya suatu perilaku di ubah, karena ketidaksesuaian
yang menyebabkan terganggunya kestabilan pribadi atau yang mengganggu tumbuh
kembangnya. Tujuan terapi perilaku menurut Corey adalah untuk menghilangkan
perilaku maladaptive dan belajar berperilaku yang lebih efektif. Memusatkan perhatian
dalam factor yang mempengaruhi perilaku dan memahami apa yang bisa dilakukan
terhadap perilaku yang menjadi masalah (Gunarsa, 2011).
Menurut Davison, Neale & Kring (2014), perilaku adalah hasil dari
pembelajaran. Kita (manusia) adalah produk sekaligus produsen dari lingkungan
(pengalaman, pendidikan dan latihan). Tidak ada satu asumsi tunggal mengenai
perilaku yang dapat menggabungkan semua prosedur yang ada dalam bidang
behavioral, kecuali hasil belajar. Berperilaku baik berarti belajar yang benar,
berperilaku tidak baik dan menyimpang berarti belajar yang salah.
Dijelaskan juga bahwa memusatkan perhatian pada perilaku overt (yang dapat
dilihat), ketepatan dalam menentukan tujuan spesifik dari terapi, dan tujuan objektif
dari evaluasi hasil terapi. Terapi ini didasarkan pada prinsip-prinsip teori belajar.
Perilaku normal dipelajari melalui penguatan dan peniruan (reinforcement and
imitation). Perilaku abnormal merupakan hasil dari belajar yang salah. Untuk
Page 4
2
menghilangkan perilaku maladaptif dan mempelajari perilaku yang lebih efektif. Untuk
fokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan menemukan apa yang dapat
dilakukan tentang perilaku bermasalah.
Klien atau pasien memiliki peran aktif dalam menetapkan tujuan terapi dan
mengevaluasi seberapa baik tujuan tersebut terpenuhi. Arah perubahan perilaku secara
khusus di tentukan oleh pasien dan klien. Tujuan terapi perilaku dengan orientasi ke
arah konseling, menurut George & Cristiani (dalam Gunarsa, 2011) adalah:
a. Mengubah perilaku maladaptive pada klien.
b. Membantu klien belajar dalam proses pengambilan keputusan secara lebih
efisien.
c. Mencegah munculnya masalah dikemudian hari.
d. Memecahkan masalah perilaku khusus yang di minta oleh klien.
e. Mencapai perubahan perilaku yang dapat di pakai dalam kegiatan di
kehidupannya.
Terapi perilaku memiliki beberapa teknik, diantaranya adalah desensitisasi
sistematis, metode relaksasi, pembanjiran (flooding), pemprosesan ulang gerakan mata
dan desensitisasi (eye movement and desensitization), meniru (modelling), pelatihan
asertif, kondisioning aktif (operant), pengendalian diri (self control), kejenuhan,
kondisioning melalui penolakan (aversion). Untuk mengatasi gejala yang muncul maka
di berikan terapi perilaku dengan teknik pelatihan asertif.
2. Teknik Pelatihan Asertif dalam Terapi Perilaku
Menurut Alberti, pelatihan asertif (terapi perilaku asertif / pelatihan
keterampilan sosial) adalah prosedur pelatihan yang diberikan kepada klien untuk
Page 5
3
melatih perilaku penyesuaian sosial melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap, harapan,
pendapat dan haknya. Prosedurnya adalah:
a. Pelatihan keterampilan, dimana perilaku verbal maupun non-verbal diajarkan,
dilatih dan diintegrasikan ke dalam rangkaian perilakunya. Teknik untuk
melakukan hal ini adalah peniruan dengan contoh (modelling), umpan balik
secara sistematik, tugas pekerjaan rumah, Latihan-latihan khusus antara lain
melalui permainan.
b. Mengurangi kecemasan, yang diperoleh secara langsung (misalnya, pengebalan)
atau tidak langsung, sebagai hasil tambahan dari latihan keterampilan. Teknik
untuk melakukan hal ini antara lain dengan pendekatan tradisional untuk
pengebalan, baik melalui imajiniasi maupun keadaan aktual.
c. Menstruktur kembali aspek kognitif, dimana nilai-nilai, kepercayaan, sikap yang
membatasi ekspresi diri pada klien, di ubah oleh pemahaman dan hal-hal yang
tercapai dari perilakunya. Teknik untuk melakukan hal ini meliputi penyajian
didaktik tentang hak-hak manusia, kondisioning sosial, uraian nilai-nilai dan
pengambilan keputusan.
Tujuan dari pelatihan berperilaku asertif adalah agar seseorang belajar
bagaimana mengganti suatu respon yang tidak sesuai, dengan respon yang baru yang
sesuai. Masters mengemukakan bahwa teknik yang banyak digunakan untuk pelatihan
asertif adalah pelatihan berperilaku, yaitu melakukan atau melatih suatu Tindakan yang
cocok dan efektif untuk menghadapi kehidupan nyata yang menimbulkan persoalan
pada pasien atau klien (Gunarsa, 2011).
Page 6
4
Pelatihan asertif menurut Corey, bisa bermanfaat untuk dipergunakan dalam
menghadapi mereka yang:
a. Tidak bisa mengekspresikan kemarahan atau perasaannya yang tersinggung
b. Mengalami kesulitan untuk mengatakan “tidak”
c. Terlalu halus (sopan) yang membiarkan orang lain mengambil keuntungan dari
keadaannya.
d. Mengalami kesulitan untuk mengekspresikan afektif (perasaan yang kuat) dan
respon-respon lain yang positif.
3. Langkah-langkah dalam Teknik Pelatihan Asertif
Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam melakukan intervensi dengan
menggunakan teknik pelatihan asertif, yaitu:
a. Melakukan presedur wawancara komunikasi adalah suatu kunci utama
pertukaran informasi antara klien dan terapis.
b. Membangun hubungan yang baik antara klien dan terapis
Sistem yang efektif harus mempertahankan ini sebagai tujuan utama selama
bagian pertama dari terapi. Teknik dalam mencapai hubungan antara klien dan
terapis jarang di formalkan, biasanya mereka melibatkan kepercayaan klien,
membangkitkan harapan bantuan, menekankan keyakinan bahwa terapis ingin
bekerja dengan pasien dan mampu melakukannya, memotivasi klien untuk
menerima kondisi terapi, dan mengklarifikasi kesalahpahaman.
c. Menentukan sumber daya dan dinamika masalah klien
Page 7
5
Hal ini umumnya dianggap penting dalam resolusi masalah terhadap perubahan
rekonstruksi bagi individu untuk menjadi sadar akan fakta bahwa seseorang
menjadi korban pola berulang yang memaksa seseorang untuk tndakan
menentang kehidupan yang produktif.
d. Pemanfaatan insight dan pemahaman dalam arah untuk berubah
Untuk menciptakan dorongan untuk perubahan, dalam menghadapi tekanan yang
menghalangi tindakan, untuk mendapatkan pemecahan masalah, dan pengujian
realitas, untuk membantu klien memperbaiki distorsi, dan menerima keterbatasan
diri.
e. Terminasi terapi
1) Klien dipersiapkan untuk kemungkinan terjadinya relapse dan
mengingatkan gejala timbul kembali, pemahaman yang diperoleh pada
proses terapi harus dapat membantu klien mendapatkan keseimbangan
kembali.
Page 8
6
B. Rancangan Intervensi
Intervensi dilaksanakan menggunakan Terapi Perilaku dengan Teknik
Pelatihan Asertif, dengan sasaran intervensi gejala utama dalam “mengatasi cemas,
kurang percaya diri, mudah emosi dan sulit tidur”. Intervensi ini dilakukan
sebanyak 5 kali (jangka pendek), dengan rancangan intervensi seperti di bawah ini.
C. Proses Intervensi
1. Sesi pertama : Pengenalan Terapi Perilaku
Hari/tanggal :Jumat, 19 Oktober 2018
Waktu : 09.00-11.00
Tempat : Ruang pertemuan
Observasi Umum
Memakai kaos hitam lengan pendek di masukkan ke dalam celana panjang
nya. Penampilan rapih dan bersih, selama sesi ini kebanyakan hanya tersenyum tipis
dan mengangguk tanda menyetujui apa yang CP sampaikan. Ia cukup kooperatif dalam
mengikuti sesi.
Proses Intervensi
a. Perkenalan Terapi perilaku dan teknik Pelatihan Asertif
CP menjelaskan tentang proses intervensi mulai dari tujuan, pertemuan, goals
yang ingin dicapai dan menjelaskan tentang hal yang akan dilakukan selama 5 sesi
intervensi. Kemudian menanyakan kembali kesanggupan S untuk mengikuti proses
intervensi sampai selesai. Selanjutnya menjelaskan tentang terapi perilaku, teknik
pelatihan asertif yang digunakan, tujuan dari terapi ini dan apa yang diharapkan dari
intervensi ini. Setelah ia memahami penjelasan yang diberikan. Kemudian ia diberikan
Page 9
7
waktu untuk bertanya seputar terapi (sesi tanya-jawab). Selanjutnya meminta
kesediannya untuk terbuka dan menjaga komitmen selama sesi berlangsung.
b. Identifikasi Masalah
CP memaparkan kesimpulan dan poin penting yang menjadi permasalahan S
berdasarkan hasil anamnesa. S membenarkan setiap poin yang disampaikan sehingga
didapatkan permasalahan yang dialaminya untuk diatasi pada intervensi kali ini yaitu
perasaan kurang percaya diri, cemas sehingga sulit tidur dimalam hari, dan mudah
emosi sehingga mudah konflik dengan WBP lain. Setelah mengidentifikasi
permasalahannya, ia diminta menjelaskan mengenai perasaannya dalam menyikapi
masalah tersebut apa pengaruh pada dirinya sekarang dan usaha apa yang sudah ia
lakukan untuk mengatasinya. Ia menjelaskan bahwa ia sering merasa malu atas apa
yang terjadi pada dirinya, merasa bersalah, kesal pada diri sendiri sehingga
membuatnya gelisah dan menjadi kurang percaya diri, ia juga menambahkan bahwa
tidak melakukan apapun untuk mengatasi masalah tersebut.
“saya menyesal dengan apa yang sudah saya lakukan sehingga saya sampai pada
keadaan seperti ini, saya harus di penjara terbatas tidak bebas dan saya harus jauh
dari anak saya mba, anak saya melihat waktu saya di tangkap, saya di penjara istri
saya malah nikah lagi jadi saya suka kesal pada diri sendiri campur aduk tapi ya
saya bisa berbuat apa, saya cuma bisa pasrah aja”
c. Pengenalan komunikasi Non verbal
CP menjelaskan apa yang dimaksud dengan komunikasi non-verbal serta
contoh dan pengaruhnya ketika kita berkomunikasi dengan orang lain. Kemudian
Page 10
8
meminta S untuk menceritakan tentang dirinya, baik hal positif atau negatif, ia juga
diminta menceritakan suatu opininya pada topik tertentu dalam hal ini dipilih
kehidupan lapas. Dengan tujuan ia mampu untuk berbicara dalam percakapan sosial.
d. Memberi dan Menerima Pujian
Setelah S menceritakan tentang dirinya dan memberikan opininya tentang
kehidupan di lapas CP memberikan apresiasi atas apa yang ia lakukan. Selanjutnya
menanyakan bagaimana perasaannya setelah bercerita tentang dirinya dan
menceritakan pandangannya tentang kehidupan di lapas. S secara perlahan dan yakin
menceritakan kehidupannya di lapas, ia mengatakan bahwa ada perasaan legah/ plong,
ia lebih merasa senang ketika bisa berbagi cerita tentang dirinya dan mengungkapkan
pikirannya serta merasa dihargai ketika ceritanya didengarkan. Kemudian ia diberi
penjelasan mengenai memberi dan menerima pujian, apa saja manfaat bagi dirinya dan
lawan bicaranya.
“saya sebenarnya tidak terbiasa untuk menceritakan apa yang sedang saya alami
dan rasakan kepada orang lain, apa lagi disini malah jadi bahan ejekan orang tapi
karena sama mba jadi nya saya berani cerita dan saya merasa lebih legah setelah
berbagi cerita”
e. Mengatur tingkat kematangan suara
Selanjutnya S diminta menceritakan tentang teman-temannya di lapas dan
diluar lapas. Cerita dibagi menjadi dua, bagian yang pertama ia bercerita seperti
biasanya, pada cerita kedua ia diminta untuk memberikan intonasi, dan penekanan pada
hal-hal yang dianggap penting, seperti marah, sedih, senang dan sebagainya sesuai
Page 11
9
dengan keadaan cerita. Sebelumnya ia diberikan contoh, setelah ia mengerti kemudian
ia dipersilahkan bercerita. Setelah ia menceritakan hal tersebut ia kembali diminta
menjelaskan bagaimana perasaannya dan apakah ada perbedaan yang ia rasakan ketika
bercerita cerita pertama dan kedua. Ia merasa seperti merasakan kembali peristiwa
tersebut dengan temannya. Setelah latihan tadi kemudian ia dijelaskan tentang
mengatur tingkat kematangan suara, apa saja manfaat bagi dirinya dan lawan
bicaranya.
Kesimpulan dan Tugas rumah
Pada sesi ini S cukup mampu memahami tentang terapi perilaku dan teknik
pelatihan asertif yang dijelaskan oleh CP. Ia juga sudah cukup mampu mengidentifikasi
masalah yang sedang ia alami. Selain itu, ia mendapatkan pengetahuan baru tentang
komunikasi non-verbal, menerima dan memberi pujian, serta mengatur tingkat suara
dalam bercerita. Ia juga mampu menerapkan sesuai contoh yang diberikan. Selanjutnya
ia diminta untuk berlatih aktivitas yang tadi telah diberikan dan menuliskan
perasaaanya pada lembaran yang telah diberikan untuk dibahas pada pertemuan
berikutnya.
2. Sesi kedua : Perilaku dan hak Respon
Hari/tanggal : Selasa, 23 Oktober 2018
Waktu : 09.00-11.00
Tempat : Ruang pertemuan
Page 12
10
Observasi Umum
S masih tetap menggunakan kaos hitam lengan pendek dengan celana
berwarna biru dan berpenapilan rapih. Pada sesi ini S kooperatif dalam mengikuti
setiap instruksi dari CP.
Prose intervensi
a. Pembukaan
CP menanyakan tentang tugas rumah yang diberikan pada sesi sebelumnya,
bagaimana perasaan yang ia rasakan, apakah ada kendala dalam pelaksanaannya dan
apa saja kendalanya jika ada. Secara keseluruhan ia hanya berlatih memberi dan
menerima pujian, dikarenakan ia merasa malu untuk mempraktekkan di ruangan
dengan teman lainnya, takut nantinya di anggap aneh dan di ejek oleh teman yang lain.
Tetapi ia mengatakan akan mencoba mengatasi perasaan malu nya tersebut.
b. Membedakan respon/tingkah laku, non asertif dan agresif
Selanjutnya CP menjelaskan tentang perbedaan respon/tingkah laku asertif,
non asertif dan agresif serta contoh dari perilaku tersebut. Tujuannya agar ia mampu
memahami dan membedakan antara respon asertif, non asertif, dan agresif dan dapat
memperbaiki kesalahpahaman perilakunya selama ini. Selanjutnya ia diminta
mendengarkan respon yang diberikan dan diminta menentukan respon tersebut dan
kesalahan dari respon yang diungkapkan. Selanjutnya ia diminta menceritakan
perasaannya setelah diberikan materi tadi. Ia mengatakan mendapat insight baru yang
selama ini tidak ia sadari.
“jadi saya salah selama ini ya mba, saya biasanya tidak menyaring dan gak mikir
lebih dulu apa yang akan saya katakan, dan berujung sering berantem”
Page 13
11
c. Mengidentifikasi hak-hak pribadi dan menerima hak-hak pribadi
CP menjelaskan bahwa setiap individu memiliki hak-hak pribadi dan belajar
untuk merasa bebas dalam menerima hak-hak pribadi tersebut secara asertif.
Selanjutnya S diminta menyebutkan apa saja hak yang kita miliki dalam berkomunikasi
dengan orang lain. Setelah ia menyebutkan kemudian mengidentifikasi bersama
seperti, hak untuk menyampaikan pendapat, hak untuk menolak jika tidak
setuju/sesuai, hak untuk bertanya dan sebagainya.
d. Self-esteem
CP menjelaskan tentang self-esteem kepada S. kemudian memberikan contoh
bagaimana membuat pernyataan yang dikemukakan pada dirinya sendiri mengenai hak
apa yang ingin ia pertahankan dalam berinteraksi dengan temannya. Setelah ia
mengerti dengan penjelasan tersebut, ia diminta membuat pernyataan mengenai hak
yang diinginkan dalam berinteraksi. Ia mengatakan ia ingin saling menghargai dan di
hargai tanpa adanya intimidasi atau mengungkit masa lalu menjadi bahan olokan.
“Tentunya saya ingin WBP di lapas saling menghargai masa lalu masing-masing gak
dijadikan bahan ejekan, gak saling intimidasi kekurangan masing-masing”
Kesimpulan dan Tugas Rumah
Pada sesi ini S dapat mengikuti dan memahami materi dengan cukup baik serta
mampu mengidentifikasi hak-hak pribadi dan menerimanya. Selain itu ia juga
mendapatkan insight tentang self-esteem dan hak apa yang ia ingingkan dalam
berkomunikasi. Selanjutnya ia diminta untuk mempraktekkan dan berlatih aktifitas
Page 14
12
yang telah di berikan dan menuliskan perasaan pada lembaran yang telah diberikan
untuk dibahas pada sesi selanjutnya.
3. Sesi ketiga : Analisis Rasional diri
Hari/tanggal : Kamis, 25 Oktober 2018
Waktu : 13.00-15.00
Tempat : Ruang pertemuan
Observasi Umum
S datang tepat waktu dengan waktu yang telah dijanjikan pada sesi
sebelumnya. Ia datang memakai kaos putih dengan dimasukkan ke dalam celana
pramuka panjang nya.
Proses Intervensi
a. Pembuka
CP menanyakan tentang tugas rumah yang diberikan pada sesi sebelumnya,
bagaimana perasaan yang ia rasakan, apakah ada kendala dalam pelaksanaannya dan
apa saja kendalanya jika ada. S mengatakan, pada awalnya merasa ragu dan malu takut
di remehkan. Tetapi ia mengatakan akhirnya mampu mengatasi perasaan malu nya
tersebut namun hanya mencoba pada teman dekatnya saja. CP memberikan pujian atas
usaha yang telah S lakukan dan memotivasinya untuk terus berusaha dan berkomitmen
dalam menjalankan tugas rumah dan pelaksanaan proses intervensi sampai selesai.
b. Analisis Rasional diri
CP memberikan penjelasan mengenai pemikiran irasional yang ada dan
mengembangkan cara berfikir yang rasional (mengenali dan menentang pemikiran
Page 15
13
yang tidak rasional yang mengarah pada rasa cemas, marah atau perasaan bersalah,
menyesali keadaan, menyebabkan kurang percaya diri yang pada akhirnya menuntun
seseorang agresif dan tidak bertindak secara asertif). Serta memberikan contoh pikiran
yang rasional dan irasional yang dapat mempengaruhi perasaan dan tingkah laku.
c. Imajinasi emosi dan self talk
CP memberikan penjelasan mengenai imajinasi emosi, belajar bagaimana
menggunakan imajinasi emosi untuk mengurangi kurangnya kepercayaan diri dan
menciptakan perasaan positif serta memberikan contoh. Setelah S memahami
penjelasan, S diminta mengidentifikasi dialog internal yang membuat tidak nyaman
(negative stetment) dari pernyataan yang diberikan. Selanjutnya ia diminta
mengembangkan dan berlatih keahlian dalam mengatasi situasi tersebut (membuat
positive statment).
Kesimpulan dan Tugas Rumah
Pada sesi ini S dapat mengikuti dan memahami materi secara cukup baik serta
mampu mengidentifikasi self-talk dan mampu membedakan pemikiran irasional dan
rasional serta memberikan contoh. Selanjutnya ia diminta untuk mempraktekkan dan
berlatih aktifitas yang telah di berikan dengan mempraktekkan memunculkan
pemikiran rasional dan menuliskan perasaan pada lembaran yang telah diberikan untuk
dibahas pada sesi selanjutnya.
4. Sesi keempat : Latihan Membuat dan mengutarakan pendapat secara Asertif
Hari/tanggal : Senin, 29 Oktober 2018
Waktu : 09.00-12.00
Page 16
14
Tempat : Ruang pertemuan
Observasi Umum
Pada sesi ini ia memakai baju yang sama yaitu kaos putih lengan pendek dan
celana panjang berwarna biru. Ia tampak antusias dan mengawali menyapa CP dan
tersenyum.
Proses Intervensi
a. Pembuka
CP menanyakan tentang tugas rumah yang diberikan pada sesi sebelumnya,
bagaimana perasaan yang ia rasakan, apakah ada kendala dalam pelaksanaannya dan
apa saja kendalanya jika ada. S mengatakan ia tidak mengalami kendala dan ia telah
memperaktekkan nya semalam dan tadi ketika bangun tidur dengan memuncukan
pemikiran rasional dan mengatakan kepada diri sendiri. S mengatakan ia merasa lebih
baik dan merasakan efek dari berfikir rasional lebih membuat dirinya positif dan sedikit
percaya diri bahwa dirinya mampu berubah lebih baik dan menjadi ayah yang baik
untuk anak nya serta dapat diterima oleh lingkungan. CP memberikan pujian atas usaha
yang telah S lakukan dan memotivasinya untuk terus berusaha dan berkomitmen dalam
menjalankan tugas rumah dan pelaksanaan proses intervensi sampai selesai.
b. Latihan membuat dan mengutarakan pendapat secara asertif
CP menjelaskan bahwa kita setiap individu harus :
1) Menyadari bahwa individu memiliki hak untuk membuat atau mengutarakan
pendapat
2) Mampu membuat permintaan yang logis kepada orang lain dengan asertif
Page 17
15
Selanjutnya CP memberikan contoh terlebih dahulu, kemudian mengajaknya
untuk role play atau bermain peran. CP berperan sebagai temannya (dalam hal ini
mengenai menerima olokan tentang keluarga) yang dimana teman nya menjadikan
masalah keluarganya menjadi bahan olokan atau bercandaan. Ketika CP mulai
mengarahkan pembicaraan seolah sedang mengolok subyek tentang nasib dirinya,
subyek dapat mengalihkan pembicaraan dan dapat mengutarakan pendapatnya secara
asertif, sopan dan tidak emosi. Kemudian setelah selesai melakukan role play. CP
menyarankan agar hal ini ia terapkan ketika nanti nya ketika berada dalam situasi
dimana temannya mengolok-ngoloknya mengenai kehidupan pribadinya.
c. Membuat pernyataan tanpa penjelasan
CP menjelaskan bahwa seseorang memiliki hak untuk membuat pernyatan
tanpa harus menjelaskan serta membedakan antara keinginan untuk menjelaskan
tingkah laku dengan keharusan untuk menjelaskan tingkah laku. Setelah CP
memberikan contoh, selanjutnya CP mengajaknya untuk role playing kembali dan S
dapat memberikan respon pernyataan tanpa penjelasan seperti yang dicontohkan.
d. Mengatasi Orang yang Memicu emosional
CP menjelaskan hak-hak yang pernah dibahas pada sesi sebelumnya dan
menambahkan bahwa kita semestinya mempertahankan diri untuk bersikap asertif
ketika seseorang memicu emosi. Selanjutnya memberikan contoh penegasan
pernyataan yang memperlihatkan empati, sederhana dan tepat ketika berhadapan
dengan orang yang emosi. Selanjutnya ia kembali diminta untuk melakukan role
playing. S dapat melakukan dan memberikan respon seperti yang dicontohkan.
Page 18
16
Kesimpulan dan Tugas Rumah
Pada sesi ini S tidak mengalami kesulitan ketika melakukan aktifitas role play.
ia mampu melakukannya dengan cukup baik walaupun membutuhkan beberapa kali
pengulangan sampai pada akhirnya ia berhasil memberikan respon yang sesuai.
Selanjutanya ia diminta untuk berlatih sendiri dan akan jadi bahan evaluasi untuk sesi
selanjutnya.
5. Sesi kelima : Kritikan dan Mengatasi Orang yang Salah Menilai Perilaku
Hari/tanggal :Rabu, 31 Oktober 2018
Waktu : 13.00-15.00
Tempat :Ruang pertemuan
Observasi Umum
Suyjek memakai kaos hitam pendek dan celana berwarna biru. Ia terlihat
senyum tipis saat bertemu CP. Pada sesi ini subyek kooperatif dan dapat mengikuti sesi
hingga akhir dengan antusias.
Proses Intervensi
a. Pembuka
CP menanyakan tentang tugas rumah yang diberikan pada sesi sebelumnya,
bagaimana perasaan yang ia rasakan, apakah ada kendala dalam pelaksanaannya dan
apa saja kendalanya jika ada. Secara keseluruhan ia tidak mengalami kendala dan
kesulitan bahkan ia mampu menunjukkan selembar tugas yang diberikan dan
mengatakan bahwa semalam ia menemukan insight baru bagaimana cara ia merespon
penolakan dengan cara yang baik.
Page 19
17
b. Memberi dan menerima kritikan
CP memberikan penjelasan untuk menerima kritikan, masukan atau komentar
yang negatif, serta asertif (jujur, tegas, namun dengan cara yang empatik dan sesuai
serta tidak mengandung emosi). Kemudian memberikan contoh bagaimana
menyampaikan kritikan dengan cara yang tepat dan merespon kritikan yang diterima
dari orang lain. Setelah S dapat memahami atas penyampaian yang diberikan.
Selanjutnya mengajaknya untuk melakukan role playing seperti sesi sebelumnya
dengan topik yang berbeda (topik yang dipilih S adalah perceraian dan di tinggal
menikah). Dalam role play ini CP dan S masing-masing berganti peran sebagai pemberi
kritik dan penerima kritik.
c. Mengatasi Orang yang Salah Mengartikan Tingkah Laku Kita
CP memberikan penjelasan bahwa tingkah laku kita mungkin saja dapat
disalah artikan oleh orang lain dan menjelaskan bagaimana cara menangani
kesalahpahaman orang lain dengan respon yang asertif. Setelah memberikan contoh
bagaimana kesalahpahaman orang lain dengan perilaku kita dengan cara yang tepat. S
kembali diminta untuk melakukan role play dengan topik yang sama. Dalam topik ini
CP menjadi orang yang salah paham dengan perilaku S, sedangkan S menerapkan
contoh yang telah diberikan.
Kesimpulan dan Penutup
Pada sesi ini subyek cukup mampu memahami materi dengan baik dan dapat
menerapkan contohnya. Ia juga mampu menangani kesalahpahaman orang lain dengan
respon yang asertif. Kemudian CP menanyakan bagaimana perasaan subyek setelah
melakukan role play, ia mengatakan ia jauh merasa lebih baik dan merasa yakin akan
Page 20
18
dirinya karena mendapatkan insight selama sesi intervensi sehingga perasaannya lebih
baik. ia juga semakin yakin dan menguatkan diri akan bisa kembali ke masyarakat dan
diterima lingkungan, akan memulai hidupnya dari nol lagi.
Selanjutnya CP meminta subyek agar berkomitmen dan menjalankan apa yang
sudah ia pelajari selama proses intervensi. Kemudian meminta menuliskan perasaanya
selama proses intervensi pada selembar kertas serta memberikan masukan/ kritik
kepada CP.
Page 21
19
PENERAPAN TERAPI REALITAS DENGAN TEKNIK WDEP
A. Terapi Realitas dengan Teknik WDEP
1. Pengertian Terapi Realitas
Terapi Realitas adalah sebuah pendekatan yang awalnya dikembangkan pada
tahun 1950-an dan 1960-an oleh William Glasser, seorang psikiater berbasis-
California. Menurut Glasser, terapi realitas adalah untuk membantu para klien dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar prikologisnya yang mencakup kebutuhan untuk
mencintai dan dicinta serta kebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna bagi diri
kita sendiri maupun bagi orang lain. Terapi Realitas adalah suatu sistem yang
difokuskan pada tingkah laku sekarang atau saat ini. (Nelson & Jones, 2006).
Terapi realitas dibangun atas asumsi bahwa manusia adalah agen yang
menenukan dirinya sendiri, dimana orang akan memikul tanggung jawab untuk
menerima konsekuensi-konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri.
Tujuan utama terapi realitas adalah untuk membantu klien menghadapi
kenyataan dan memiliki hubungan-hubungan yang sehat serta meningkatkan kualitas
hidup yang lebih baik. Lebih spesifiknya, Terapi realitas memiliki tujuan-tujuan:
a. Terapi realitas berusaha menyampaikan kepada klien untuk lebih memahami
perilakunya.
b. Pendekatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran klien tentang
perilaku memilihnya dan bagaimana klien mencoba mengontrol dunianya
melalui perilaku tersebut.
c. Terapi realitas meningkatkan pemahaman klien tentang tanggung jawabnya
untuk membuat pilihan-pilihan yang bekerja bagi mereka. Klien diajari bahwa
Page 22
20
ia tidak perlu menjadi korban pilihan self-defeating-nya di masa lalu maupun
sekarang.
d. Klien dibantu untuk mengidentifikasi dan memahami kebutuhan dasar akan
kelangsungan hidup, rasa ingin memiliki, kekuasaan, kebebasan, dan
kesenangan.
e. Terapi realitas membantu klien untuk mempunyai gambar-gambar yang baik
dalam dunia kualitasnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya.
f. Terapi realitas mengajari klien untuk mengevaluasi efektivitas perilaku totalnya
mengingat apa yang diinginkannya dan memilih perilaku-perilaku yang
berbeda yang dibutuhkan.
g. Terapis realitas membantu klien mengembangkan dan mengimplementasikan
perilaku-perilaku tertentu yang akan membantunya memenuhi kebutuhannya
sekarang dan di masa mendatang tanpa menggagalkan kebutuhan-kebutuhan
lainnya.
h. Terapi realitas mengajari klien tentang cara menghindari dirinya dikontrol oleh
perilaku orang lain yang bersifat mengontrol secara negatif.
2. Teknik WDEP
Terapi realitas merupakan terapi yang aktif secara verbal. Prosedur-
prosedurnya difokuskan pada kekuatan dan potensi klien yang dihubungkan dengan
tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam hidup.
Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, terapis bisa
menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
a. Terlibat dalan permainan peran dengan klien
b. Menggunakan humor
Page 23
21
c. Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun
d. Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik sebagai
Tindakan
e. Bertindak sebagai model atau guru
f. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi
g. Menggunakanterapi kejutan verbal atau sarkasme yang layak untuk
mengonfrontasikan klien dengan tingkah laku yang tidak realistis
h. Melibatkan diri dengan klien dalam upaya mencari kehidupan yang lebih
efektif
Glasser dan Wubbolding (1995) telah memformulasikan proses terapi realitas
menjadi system WDEP dimana setiap hurufnya merepresentasikan sebuah klister
keterampilan dan Teknik untuk membantu klien membuat pilihan-pilihan yang lebih
baik dalam hidupnya.
1. W : Tanyakan kepada klien What they want (apa yang kamu inginkan)
2. D : Tanyakan kepada klien what they are doing and their overall direction
(apa yang sedang dilakukan dan arah kedepannya apa yang akan dilakukan)
3. E : Perintahkan klien untuk conduct a searching self-evaluation
(melaksanakan evaluasi diri dengan cermat)
4. P : Perintahkan pada klien untuk make plans (membuat rencana) untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan lebih efektif.
3. Langkah-langkah Terapi Realitas dengan Teknik WDEP
Dalam kasus ini diberikan Terapi Realitas dengan Langkah-langkah antara lain:
a. Menanyakan apa yang diinginkan sekarang dan di masa yang akan datang.
Page 24
22
b. Menanyakan apa yang akan di lakukan saat ini dan di masa yang akan datang.
c. Menyuruh klien untuk mengevaluasi diri dengan cermat.
d. Menyuruh klien untuk membuat rencana untuk masa yang akan datang dengan
mempertimbangkan baik dan buruk yang akan ditimbulkan.
B. Rancangan Intervensi
Untuk melakukan intervensi dilaksanakan dengan terapi Realitas dengan teknik WDEP
dengan sasaran intervensi gejala utama dalam “mengatasi cemas, menyendiri,
mudah terpengaruh dan pasif ”. Intervensi ini dilakukan sebanyak 5 kali (jangka
pendek).
C. Proses Intervensi
1.1. Tahap Awal
Intervensi pertama hari dilakukan pada hari Senin, 22 Oktober 2018
Tujuan : Membangun hubungan Terapeutik
Tempat : Ruang pertemuan
Observasi : Subyek berpenampilan cukup rapi dengan memakai baju kaos biru
tua dan celana bahan pramuka. Saat datang tersenyum tipis menyapa
CP. Selama mengikuti sesi subyek cukup kooperatif dan dapat
mengikuti kegiatan hingga sesi berakhir walaupun membutuhkan
waktu dan pengulangan intruksi atau penjelasan ketika di beri
Page 25
23
pertanyaan atau tugas karena sulitnya memahami informasi yang
diberikan namun ia menunjukkan usaha yang baik.
Pelaksanaan : :
a. Memperkenalkan diri dan membina rapport
Tahap ini diawali dengan menciptakan suasana nyaman untuk konsultasi
dengan membina rapport guna membuka peluang untuk encounter.
“Selamat pagi, apakabar hari ini? Bagaimana perasaan nya hari ini?”
“Baiklah kita akan bersama-sama berdiskusi tentang masalah yang B alami dan
yang akan kita lakukan adalah berusaha untuk mengatasi masalah tersebut”
Pada sesi ini CP meminta subyek untuk menceritakan riwayat subyek
menjadi tahanan di dalam Lapas Cipinang 1 Jakarta Timur. “saya masuk sini
karena kesalahan saya di masa lalu mbak, saya terlibat pemakaian narkoba”.
Terjadi tanya jawab antara CP dan subyek dimana jawaban dari subyek
cenderung menyesal dan memiliki perasaan bersalah karena telah terjerumus
dalam dunia narkotika. “saya sangat menyesali perbuatan saya yang
menyebabkan saya berujung kesini, saya harus terpisah dari anak dan istri saya.
Saya mencemaskan bagaimana keadaan mereka, siapa yang memberi nafkah.
Sudah beberapa bulan ini mereka tidak datang menjenguk. Saya memang
menikmati menggunakan narkoba dan tidak bisa dipungkiri bahwa narkoba lah
yang membuat ekonomi saya membaik. Namun saya sudah sempat bertaubat
untuk tidak menjadi pengedar dan bandar. Saya hanya menggunakan sabu untuk
menjaga stamina tubuh saya tetapi ternyata saya dijebak dan masuk penjara.
Page 26
24
Saya harus hidup terpisah dari keluarga dan tidak bisa menafkahi mereka.”. Ia
mengatakan bahwasannya narkoba memang sempat membuat ekonomi nya
berada di atas namun narkoba juga membuat hidup nya hancur dan berakhir di
penjara.
b. Mendefinisikan dan memperjelas masalah yang muncul
Pada tahap ini terapis mulai membuka dialog mengenai masalah yang
dihadapi pasien. Tugas terapis adalah membantu memperjelas dan
mendefinisikan masalah yang timbul, mengidentifikasi kegagalan dan
identifikasi keberhasilan kemudian merumuskan tindakan-tindakan apa saja yang
dilakukan untuk mencapai identifikasi keberhasilan. Kemudian terapis berusaha
merancang suatu rencana realistik dalam mencapai identifikasi keberhasilan dan
melakukan evaluasi terhadap rencana tersebut.
“Bila kita lihat dari cerita singkatnya, kamu menyadari bahwa semua ini adalah
kesalahan kamu dan kamu sangat menyesali nya. Baikalah sekarang kita coba
identifikasi apa yang membuat kamu merasa cemas dan khawatir, saat ini adalah
kamu harus berada di dalam penjara, kamu harus terpisah dari anak dan istri
kamu. Kamu selalu mencemaskan keberadaan mereka di luar bagaimana, siapa
yang memberi nafkah mereka dan saat ini kamu sedang ingin mengurus remisi
serta merasa cemas jika tidak mendapatkan remisi hukumuan“
c. Menjelaskan definisi, tujuan, manfaat serta proses terapi realitas
Terapis menjelaskan tentang definisi, tujuan, manfaat serta proses terapi
realitas terutama tentang teknik dan metode yang akan dilaksanakan.
Page 27
25
“Terapi yang kita lakukan bertujuan mengubah perilaku dalam mencapai
pemenuhan kebutuhan dasar secara bertanggung jawab. Terapi ini membantu
untuk mengidentifikasi kegagalan dan mengidentifikasi keberhasilan serta
melakukan evaluasi terhadap rencana tersebut”.
d. Membuat kontak terapi
Setelah membina raport dan mengetahui permasalahan klien, serta merancang bantuan
yang bisa diberikan pada subyek. Terapis menjelaskan peraturan dalam pelaksanaan
terapi realitas kepada klien, meliputi :
1) Terapi dilaksanakan selama 5 pertemuan/sesi.
2) Tugas terapis sebagai rekan untuk membantu memperjelas dan
mengidentifikasi masalah yang timbul, mengidentifikasi kegagalan dan
identifikasi keberhasilan kemudian merumuskan tindakan-tindakan apa saja
yang dilakukan untuk mencapai identifikasi keberhasilan.
3) Jika klien berhasil melewati masing-masing sesi sesuai tujuan maka klien
dapat melanjutkan ke sesi berikutnya.
4) Perlu kerjasama yang baik antara terapis dan klien dalam seluruh proses
psikoterapi.
“Baiklah B, kita telah sepakat akan melakukan terapi ini untuk masalah
yang sekarang sedang kamu hadapi dengan kesepakatan kita, saya dan
petugas”.
Page 28
26
1.2. Tahap pertengahan
1. Intervensi kedua dilakukan pada hari Rabu 24 Oktober 2018
Tujuan : Mengidentifikasi masalah yang dialami oleh klien seperti cemas,
menyendiri, mudah terpengaruh dan pasif
Tempat : Ruang pertemuan
Observasi : B menggunakan kaos hitam lengan pendek dengan celana berwarna
biru dan berpenapilan sukup rapihrapih. Pada sesi ini B kooperatif
dalam mengikuti setiap instruksi dari CP.
Pelaksanaan :
a. Mengeksplorasi masalah-masalah yang di alami subyek hingga menjadi tahanan
di Lapas Cipinang 1 Jakarta Timur. Pada sesi ini diharapkan subyek dapat
mengidentifikasi perubahan dan masalah yang dihadapinya.
“pada pertemuan kita sebelumnya, kamu sudah mengungkapkan beberapa
masalah yang kamu alami secara garis besar. Sekarang apakah kamu bisa
menjelaskan kembali hal tersebut secara terperinci”.
b. Memberi kesempatan pada subyek untuk mengungkapkan perasaannya akibat
dari masalah yang muncul setelah ia berada di Lapas Cipinang 1 Jakarta Timur
Subjek :
“Seharusnya dulu saya lebih berhati-hati saat menjadi bandar dan pengguna
sabu, sehingga saya tidak berada disini. Saya sangat menyesali perbuatan saya
karena kesalahan saya anak dan istri saya menderita di luar sana tidak ada yang
menafkahi mereka. Harusnya jika dulu saya berhati-hati, saat ini saya masih
Page 29
27
bisa bersama mereka dan bahagia. Hidup disini juga tidak mudah, semuanya
serba terbatas, sulit karena tidak punya uang, disini juga masih banyak yang
tetap menggunakan narkoba jadi terkadang saya masih sulit untuk menolak jika
ada yang menawarkan. Saya ingin sekali mendapatkan remisi sehingga bisa
secepatnya kembali dengan keluarga, bekerja kembali dan lepas dari narkoba
kalua bisa secara permanen, disini saya lebih sering melamun dan merenung,
tidak terlalu suka nimbrung dengan yang lain, lebih banyak menyendiri dan
memikirkan nasib keluarga saya”. (problem)
CP bersama subyek menentukan identitas keberhasilan atau hal-hal lain yang
ingin dicapai yaitu dapat kembali seperti ke kehidupan yang lalu, dapat
berkumpul kembali dengan keluarga dan jauh dari narkoba, bisa kembali bahagia
bersama anak dan istri.
CP :
“Baiklah, kita bisa simpulkan bahwa yang kamu inginkan adalah dapat segera
keluar dari sini, dan dapat bekerja kembali dan tidak kembali ke dunia narkoba
sehingga dapat berkumpul kembali dengan keluarga dan membahagiakan
mereka. (what)
c. Berikan pujian atas partisipasi subyek dalam mengidentifikasikan perubahan dan
masalah yang dialaminya akibat dari perubahan yang terkait permasalahannya
saat ini.
d. CP memberikan kesimpulan tentang topik yang telah dibahas pada sesi ini. CP
mencoba menyadarkan subyek bahwa yang dialaminya saat ini dijadikan sebagai
intropeksi diri untuk menjadi sosok ayah dan suami yang lebih baik dan
bertanggung jawabnya setelah bebas nanti dan bahwa semua manusia pasti
Page 30
28
pernah melakukan kesalahan dalam hidup nya tetapi masih ada harapan untuk
merubahnya menjadi lebih baik. Masih banyak hal yang bisa ia lakukan sembari
menunggu masa hukumannya dan jika ia berusaha menunjukkan usaha yang baik
dan perilaku yang baik insyaallah bisa mendapatkan remisi tahanan.
Mengeksplorasi klien apa yang saat ini menjadi keinginannya, mengarahkan
untuk melakukan sesuatu yang menjadi keinginannya, merumuskan rencana
yang realistis untuk mendapatkan apa yang diinginkan subyek dan mengevaluasi
rencanana tersebut. Berikan pujian pada subyek bahwa selama ini sudah cukup
berhasil mengatasi masalahnya, salah satunya dengan ia sudah cukup
menujukkan usaha yang baik untuk mengurus remisi nya dengan rajin mengikuti
kegiatan pramuka yang ada di dalam lapas.
e. Menutupi sesi
“Untuk sesi hari ini saya rasa sudah cukup. Semoga saat ini kamu sudah bisa
memahami apa yang kamu inginkan dan yakin bahwa kamu bisa mencapai hal
tersebut. Pada sesi selanjutnya akan membahas strategi atau cara untuk
mengatasi masalah tersebut. Terimakasih perhatiannya, tetap semangat, sehat
selalu”.
2. Intervensi ketiga dilakukan pada hari Jumat 26 Oktober 2018
Tujuan : Mengidentifikasi masalah dan mengidentifikasi alternative
pemecahan masalah (tahap doing dan planning)
Tempat : Ruang pertemuan
Page 31
29
Observasi : B datang tepat waktu dengan waktu yang telah dijanjikan pada sesi
sebelumnya. Ia datang memakai kaos putih dengan topi berwarna
hitam dan celana pramuka panjang nya.
Pelaksanaan :
a. Memberikan kesempatan kepada subyek untuk mengungkapkan masalah yang
dialami, cara-cara mengatasi dan hasil dari cara yang dilakukan untuk mengatasi
masalah yang dirasakan saat ini.
“Harusnya saya bisa lebih berpikir positif bahwa di penjara sebagai intropeksi
diri dan istri saya serta anak saya disana baik-baik saja, sehingga saya tidak
selalu merasa cemas karena perasaan bersalah saya, harusnya saya bisa
mencari kegiatan yang dapat membuat saya tidak fokus kepada masa lalu.
Keluar dari sini saya harus bisa mendapatkan pekerjaan yang jauh dari narkoba,
saya akan memulai mencari penghasilan dan lingkungan yang berbeda”
b. Mendiskusikan bersama klien apa dan bagaimanaa masalah yang dihadapi saat
ini terkait dengan kondisi yang menyebabkan dirinya selalu merasa cemas dan
khawatir, sering menyendiri, mudah terpengaruh, dan pasif. CP membantu
subyek menyusun daftar alterlative pemecahan masalah. (doing)
“Baiklah B, permasalahan kamu bisa berada disini adalah karena kasus
penggunaan narkoba dari perbuatan tersebut yang membuat kehidupan kamu
jauh berbeda dari sebelumnya, kamu jauh dari anak dan istrimu dan keluarga
lainnya, dan saat ini kamu sering mencemaskan keberadaan mereka namun
kamu juga saat ini masih sering terpengaru ajakan untuk menggunakan sabu
Page 32
30
karna sulit untuk menolak. Sehingga sesuai yang kita rencanakan bahwa kamu
harus bisa mengendalikan diri agar tidak terpengaru lagi dan menetapkan
tujuan kamu untuk medapatkan remisi agar bisa segera berkumpul dengan
keluarga, kamu juga bisa menambah kegiatan yang bisa kamu lakukan selain
pramuka sehingga tidak banyak waktu luang yang di habiskan untuk menyendiri
dan melamun yang berujung memikirkan keadaan keluarga di luar sana. Hal ini
menyebabkan kembalimunculnya cemas. Bagaimana menurut kamu?
c. Subyek bebas memilih alternative yang ada (planning)
“Iya mbak, saya mengerti, kedepannya saya harus menjaga perilaku saya lebih
baik dan menjauh dari sabu, dan saya akan mencoba berbaur dengan lingkungan
disini lebih baik dan mencari kegiatan tambahan, sehingga saya bisa secepatnya
keluar dan mencari penghasilan yang halal agar bisa cepat berkumpul dengan
keluarga saya kembali”.
d. Memberikan pujian atas partisipasi subjek selama mengikuti kegiatan terapi
e. CP memberikan kesimpulan tentang topik yang telah dilalui
f. Menutup sesi
“Oke, untuk sesi hari ini kita sudah membahas mengenai identitas kegagalan
dan keberhasilan, merumuskan alternative pemecahan dari rumusan
masalah, terakhir menyusun daftar pemecahan masalah. Kita akan bertemu
di sesi berikutnya, untuk pelaksanaan rencana yang sudah kita buat tersebut.
Terimakasih untuk hari ini, sampai bertemu di sesi berikutnya.”
Page 33
31
3. Intervensi ke empat dilakukan pada hari selasa 12 Oktober 2018
Tujuan : Menilai pelaksanaan operasionalisasi rencanana
Tempat : Ruang pertemuan
Observasi : Pada sesi ini ia memakai baju yang sama yaitu kaos putih lengan
pendek dan celana panjang berwarna biru. Ia tampak antusias dan
mengawali menyapa CP dan tersenyum.
Pelaksanaan :
Pembahasan operasionalisasi rencanana
“Seperti sebelumnya yang sudah kita bicarakan, apa yang akan kamu lakukan
agar kamu merasa lebih baik disini, dan bisa keluar dari sini secepatnya agar bisa
berkumpul dengan keluarga dan bisa kembali mencari penghasilan serta tidak kembali
menjadi pengguna narkoba yaitu sabu. Dimana yang bisa kamu lakukan adalah
mengendalikan cemasmu dengan tetap berpikir positif bahwa kamu bisa menjadi sosok
ayah dan suami yang lebih baik nantinya dan keluarga di luar pasti baik-baik saja,
kamu bisa memastikannya dengan rutin menelfon istri, serta tunjukan sikap kooperatif
taat aturan yang ada di dalam tahanan, mencoba membuka diri dengan teman lain
agar bisa sharing masalah satu sama lain dan tidak merasa cemas serta khawatiri.
Apakah sudah dilakukan? Apakah ada hal yang belum kamu pahami terkait dengan
pemecahan masalah yang sudah kita buat kemarin?”
a. Menanyakan perasaan subyek setelah mengikuti terapi realitas
b. Memberikan reinforcement positif kepada subyek
Page 34
32
c. Menganjurkan kepada subyek untuk selalu melakukan apa yang sudah di
rencananakan
d. Melakukan jadwal ulang jika gagal melakukan rencanana
1.3. Tahap akhir
Intervensi ke lima dilakukan pada hari Kamis 1 November 2018
Tujuan : Evaluasi
Tempat : Ruang pertemuan
Observasi : Pada sesi ini subyek memakai baju kaosberwarna biru dongker
lengan pendek dan celana panjang berwarna putih. Ia tampak
antusias dan tersenyum kepada CP.
Pelaksanaan :
a. Membahas dan mengevaluasi proses terapi realitas yang sudah dilaksanakan. CP
mengajak subyek untuk mengevaluasi jalannya sesi terapi.
“Kita sudah masuk sesi terakhir. Sekarang kita evaluasi apa yang sudah kita
lakukan selama ini. Kita mulai dengan jalannya terapi, bagaimana menurut
kamu, tentang terapi yang dilakukan, adakah masukan agar terapi kita lebih
lengkap mungkin?”
Selanjutnya kita evaluasi tentang kemampuan saya sebagai terapis.
Bagaimana kemampuan saya sebagai terapis? Apakah sudah cukup memadai?
Bagaimana menurut kamu?
Page 35
33
b. Mengkonfirmasi kepada subyek tentang semua yang sudah dipelajari dan hasil
yang sudah di capai.
1) Mengatasi cemas dan khawatir
Dari cemas dan khawatir memiliki penurunan. Seperti, ia sudah bisa
menangani nya dengan menyibukkan diri dengan berkegiatan yang positif,
serta akan rutin menelfon istri nya untuk mengurangi perasaan khawatir
tentang mereka.
2) Menyendiri
Menyendiri lebih kepada ia suka melamun dan mengurangi berinteraksi
dengan WBP lain, subyek sudah cukup mengalami kemajuan dengan ia
mencari kegiatan lain dan ikut kumpul dengan WBP lain agar tidak banyak
waktu menyendiri.
3) Pasif
Pasif disini lebih kepada ia masih belum bisa memunculkan minat lebih
untuk menonjolkan diri di lingkungan sosial dan menerima perlakuan
apapun dari lingkungan sosialnya tidak melakukan perlawanan ataupun
penolakan.
4) Mudah terpengaruh
Saat ini ia menyadari kesalahannya di masa lalu yang menyebabkan dirinya
di penjara dan ingin menjadi pribadi yang lebih baik dan tidak kembali ke
dunia narkoba namun sampai saat ini ia masih sering ragu karena masih
sering mudah terpengaruh untuk kembali menggunakan sabu karena sering
tidak bisa menahan diri untuk menolak ajakan temannya menggunakan
sabu.
Page 36
34
c. Penguatan terhadap komitmen dan tindakan subyek
“Oke B, Alhamdulillah menurut saya kamu saat ini sudah mulai melakukan
rencana apa saja yang bisa membantumu, sehingga kamu sudah jauh terlihat
ceria dan sudah mulai memiliki beberapa kegiatan disini. Kamu harus tetap
mempertahankan rencana yang sudah kamu targetkan agar kamu lebih bisa
memantapkan diri menjadi ayah dan suami yang bertanggung jawab nantinya
dengan memantapkan diri dan menjaga komitmen untuk menjauhi narkoba.”
d. Menutup sesi
“Baiklah B, kita sudah selesaikan kelima sesi kita yang sudah di sepakati
sebelumnya, semoga kedepannya kamu bisa terus menerapkan apa yang sudah
kamu pelajari untuk menghadapi permasalahanmu. Mohon maaf jika ada
perkataan dan sikap saya yang salah. Terima kasih atas perhatiannya dan
sampai bertemu dalam suasana yang lebih baik”.
Page 37
35
PENERAPAN TERAPI REBT (RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR
THERAPHY)
A. Terapi REBT (Rational Emotive Behavior theraphy)
1. Pengertian REBT
REBT ditemukan pada 1995 oleh Albert Ellis, psikolog klinis berkebangsaan
Amerika. Ellis percaya seperti halnya beberapa filusuf zaman dulu, bahwa orang-orang
banak terganggu oleh peristiwa-peristiwa dengan kata lain gangguan emosional seperti
rasa bersalah, rasa malu, depresi atau kecemasan merupakan hasil dari bagaimana
seseorang melihat dan menilai peristiwa dalam kehidupannya.
REBT adalah system psikologi terapi yang mengajari individu bagaimana
sistem keyakinan menentukan yang dirasakan dan dilakukannya pada berbagai
peristiwa dalam kehidupan. Penekanan REBT pada cara pikiran mempengaruhi
perrasaan menempatkan pendekatan ini pada aliran terapi perilaku kognitif di mana
REBT ini menjadi salah satu pendiri aliran tersebut.
REBT menegaskan bahwa keyakinan yang kaku dan absolut dalam bentuk
“mesti”, “seharusnya”, “harus’, dan sejenisnya, biasanya ditemukan pada inti gangguan
emosional. REBT menyatakan bahwa dua tipe gangguan emosi mendasari banyak, atau
semua problem neurotic, yaitu masalah-masalah seperti perasaan bersalah yang tidak
melibatkan kehilangan kontak dengan realitas atau tidak disebabkan oleh penyakit
fisik. (Palmer, 2011).
Tujuan REBT adalah membantu individu menanggulangi masalah perilaku
dan emosi mereka untuki membawa mereka ke kehidupan yang lebih bahagia, sehat,
dan lebih terpenuhi. Hal tersebut dicapai dengan cara setiap individu berpikir lebih
Page 38
36
rasional, berperasaan tidak terganggu, dan bertindak dengan cara-cara yang dapat
mencapai tujuan akhir. Diharapkan klien dapat memecahkan masalah di masa sekarang
dan di masa yang akan datang.
Dalam (Daryen & Branch, 2008) pada pelaksanaannya Rational Emotive
Behavior Therapy (REBT) memformulasikan masalah dalam model ABCD dan
mengajarkan model ini untuk mengubah keyakinan irasional mereka. Berikut adalah
model ABCD, yaitu
A: (activating event in a person’s life) atau kejadian yang mengaktifkan atau
mengakibatkan individu (peristiwa yang memicu)
B: (belief) keyakinan yang mendasari pandangan seseorang tentang peristiwa
tersebut
C: (emosional and behavior consequences) konsekunsi baik emosional
maupun tingkah laku terutama di tentukan oleh kepercayaan seseorang
tentang peristiwa tersebut
D: (disputing irasional belief) mendebatkan keyakinan yang menyebbakan
gangguan
E: (Effective) adalah pandangan rasional baru yang diikuti perubahan dan
emosional dan perilaku
(Nelson-Jones. 1995)
Untuk melawan (D) keyakinan irasional tersebut, CP menggunakan teknik
kognitif, dimana teknik ini membantu klien berpikir mengenai pemikirannya dengan
Page 39
37
cara konstruktif klien diberikan pembelajaran untuk memeriksa bukti-bukti yang
mendukung dan menentang keyakinan-keyakinan irasional nya dengan menggunakan
tiga kriteria utama yaitu logika , relism dan kemanfaatan. Dari proses perlawanan
tersebut diharapkan D belajar mengembangkan sebuah cara berpikir rasional yang baru
dan efektif (E).
2. Teknik kognitif dan Perilaku Dalam Terapi REBT
Menurut Ellis (dalam Ellis & Dryen, 1997) ada tiga teknik utama yang
biasanya dilakukan dalam treatmen Rational Behavior Therapy (REBT), yaitu teknik
kognitif, emotive, dan perilaku. Ketiga teknik tersebut tidak terpisah satu sama lain
karena setiap teknik yang dipakai selalu melibatkan unsur kognisi, emosi dan perilaku
yang berperan dalam proses disputing yang menjadi elemen penting dari REBT.
Berikut penjelasan teknik tersebut :
a. Teknik kognisi
Teknik kognisi merupakan teknik yang dipakai dalam kegiatan disputing untuk
menentang pikiran irasional dan mengubahnya menjadi rasional. Teknik ini
melibatkan identifikasi keyakinan disfunsional yang merefleksikan pemikiran
irasional, melakukan debat terkait keyakinan yang dimiliki dan
mendiskriminasikannya dengan keyakinan yang lebih rasional. Debat dilakukan
dengan menanyakan beberapa pertanyaan yang didesain sedemikian rupa agar
klien meninggalkan keyakinan irasionalnya. Pertanyaan tersebut berisi argument-
argument empiris, logis dan pragmatis.
Untuk mempermudah pelaksanaan tek nik kognitif, klien diberikan materi
untuk dibaca, mendengarkan rekaman dan melakukan intervensi dengan orang
Page 40
38
lain. Bila klien tidak memiliki kapasitas intelektual yang diperlukan untuk
melakukan disputing, maka ia dapat dibantu untuk mengulang pernyataan
rasioanal terkait dengan dirinya secara terus menerus.
b. Teknik emotive
Teknik emotive yang utama dalam REBT adalah menunjukkan penerimaan tak
bersyarat (unconditional acceptance) dimana terapis berusaha menerima klien
sebagai manusia yang dapat melakukan kesalahan umum tidak menyetujui
perilaku buruknya. Teknik emotive lainnya mencakup penggunaan metode humor
untuk mendorong klien berpikir rasional, self disclouser dimana terapis mengaku
memiliki masalah yang hamper sama dan dapat menanganinya dengan
menggunakan REBT serta pengguna cerita, moto puisi dan lainnya, sebagai
tambahan yang dapat mendukung kegiatan disputing.
Selain itu terapis REBT dapat menyarankan klien untuk menentang
pemikirannya secara kuat dengan beberapa cara. Role reversal adalah teknik
dimana klien dipaksa mencoba berperan sebagai orang yang rasional. Dalam
shame-attacking exercise, klien diminta bertindak “memalukan” didepan umum
untuk menerima kondisi dan ketidak nyamanan yang mereka rasakan. Risk-taking
exercise memaksa klien untuk mengambil resiko melakukan sesuatu terkait
perubahan yang ingin dicapai. shame-attacking exercise dan Risk-taking exercise
memberikan bukti bahwa tidak ada hal buruk yang terjadi dari pengalaman
tersebut.
c. Teknik perilaku
REBT menawarkan penggunaan teknik perilaku karena perubahan kognitif sering
kali difasilitasi oleh perubahan perilaku. Inti dari teknik perilaku adalah
Page 41
39
mendorong klien mengambil suatu kegiatan yang menentang terkait dengan
kondisi mereka sendiri. Bentuk teknik perilaku yang paling umum adalah
pemberian tugas rumah dengan bentuk apapun. Beberapa teknik lain yang dipakai
adalah stay in there actrivitie, antiprocastination exercise, penggunaan reward dan
pinalti, serta role play. Stay in there adalah salah satu teknik dimana klien
diberikan kesempatan untuk merasakan dan menahan ketidaknyamanan didalam
situasi yang tidak nyaman dalam waktu lama. Antiprocastination exercise
mendorong klien untuk melakukan suatu tugas sesegera mungkin untuk mengubah
siklus kebiasaannya. Penggunaan reward dan pinalti juga dapat dilibatkan untuk
mencapai tujuan. Role play merupakan teknik tambahan dimana klien diminta
untuk memerankan dirinya yang rasional. Selain itu skill training methods juga
dapat digunakan untuk melengkapi klien dengan keterampilan baru.
Dengan mempertimbangkan karakteristik dari masalah dan kondisi subjek, CP
berupaya untuk menggunakan teknik dalam terapi REBT, teknik yang digunakan
lebih berfokus pada teknik kognitif dan perilaku yang tetap disertai dengan
komponen teknik emotive berupa unconditional acceptance.
3. Langkah-langkah Dalam Melakukan Intervensi
Langkah-langkah yang dilakukan pada terapi ini yaitu
a. Melakukan prosedur wawancara
Wawancara adalah suatu kunci utama pertukaran informasi antara klien dan
terapis
b. Membangun hubungan yang baik antara klien dan terapis \
Sistem yang efektif harus mempertahankan ini sebagai tujuan utama selama
bagian pertama terapi. Teknik dalam mencapai hubungan antara klien dan
Page 42
40
terapis jarang di formalkan, biasanya mereka melibatkan kepercayaan klien,
membangkitkan harapan, menekankan keyakinan bahwa terapis ingin
bersama dengan pasien dan mampu melakukannya, memotivasi memotivasi
pasien untuk menerima kondisi terapi, dan mengklarifikasi kesalapahaman.
c. Menentukan sumber daya dan dinamika masalah klien
Hal ini umumnya dianggap penting dalam resolusi masalah terhadap
perubahan rekontruksi bagi individu untuk menjadi sadar akan fakta bahwa
seseorang menjadi korban pola berulang yang memaksa seseorang untuk
tindakan menentang kehidupan yang poduktif.
d. Pemanfaatan insight dan pemahaman dalam arah untuk berubah
Untuk menciptakan dorongan dalam menghadapi tekanan yang menghalangi
tindakan, untuk mendapatkan pemecahan masalah, dan pengujian realitas,
untuk membantu pasien agar sumber memperbaiki distorsi, dan menerima
keterbatasan diri.
e. Terminasi terapi
Klien dipersiapkan untuk kemungkinan terjadinya relapse dan mengingatkan
gejala timbul kembali, pemahaman yang diperoleh pada proses terapi harus
dapat membantu klien mendapatkan keseimbangan kembali.
Page 43
41
B. Rancangan Intervensi
Untuk melakukan intervensi dilaksanakan menggunakan terapi REBT
(Rational Emotion Behavior Teraphy) dengan teknik kognitif dan relaksasi dengan
sasaran gejala utama S dalam mengatasi cemas dan gelisah, sulit tidur, menutup
diri, pikiran negative Intervensi ini dilakukan sebanyak 5 kali (jangka pendek),
dengan rancangan intervensi seperti di bawah ini.
C. Proses Intervensi
1. Intervensi Sesi Pertama : Identifikasi masalah dan teknik activity scheduling
Hari/tangga :Selasa, 21 Agustus 2018
Waktu : WIB
Tempat : Di rumah subyek
Sasaran
a. Subjek dapat mengemukakan dan memahami masalah yang dialami
b. Mendapat pemahaman baru mengenai teknik activity scheduling
c. Pengenalan konsep REBT (Rational Emotive Behavior Therapy)
Obervasi umum
Saat CP datang subyek berada dirumahnya seorang diri sudah berpakaian rapi
dengan menggunakan baju long dress bewarna hijau dipadupadakan dengan jilbab
bergo warna hitam, menyapa CP dan mempersilahkan masuk sambil mengatakan
bahwa penghuni rumah nya yaitu suami dan anak-anaknya sedang tidak ada dirumah.
Sambil tersenyum tipis mempersilahkan CP masuk dan mengobrol di ruang tamu.
Page 44
42
Proses intervensi
Sesi pertama memiliki lima kegiatan utama yaitu pengenalan, pembahasan tujuan,
gambaran sesi, identifikasi dan pengalihan masalah serta penjelasan konsep activity
scheduling.
a. Pengenalan
CP membuka sesi dengan melakukan pengenalan dan menanyakan masalah yang
dialami S yaitu rasa cemas yang berlebihan, gelisah sehingga mempengaruhi nya
dalam berfikir negatif dan membuatnya sulit tidur. Kemudian menanyakan apakah
ia pernah melakukan terapi atau konseling sebelumnya dengan psikolog atau calon
psikolog lain. Selanjutnya meminta kesediaan subjek untuk melakukan intervensi
dengan teknik yang telah di tentukan. Atas persetujuan subjek selanjutnya CP
mengulang kembali hal yang ada di informed concent yaitu tentang kerahasiaan
data, komitmen, waktu dan sebagainya.
b. Pembahasan tujuan dan gambaran sesi
CP memberikan pemahaman tentang pengenalan konsep REBT (Rational Emotive
Behavior Therapy) gambaran umum tersebut mencakup waktu, durasi dan
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan serta teknik dan konsep dalam REBT.
Selanjutnya diberitahukan tujuan intervensi yaitu untuk mengatasi masalah
kecemasan subjek. Setelah itu menanyakan harapan-harapan yang ingin dicapai
oleh subjek yaitu bisa menjalin hubungan baik dengan keluarga dan suami tanpa
ada rasa cemas dan gelisah lagi, pikiran negative hilang serta kembali bisa tidur.
Page 45
43
c. Activity scheduling
CP memberikan gambaran singkat mengenai activity scheduling, sambil
menjelaskan bahwa pentingnya berpikiran positif dan beraktifitas yang positif
dalam keseharian. Hal ini di respon baik oleh subjek, ia menyetujui penjelasan
yang diberikan, ia juga menjelaskan bahwa ia selalu berfikir negative tentang Ibu
mertuanya sehingga membuatnya gelisah dan khawatir serta takut jika ada Ibu
mertuanya. Hal itu di respon dengan mengingatkan kembali dampak dari
pikirannya akan mempengaruhi kesehatan fisiknya. Kemudian dijelaskan activity
scheduling merupakan metode yang fleksibel karena pelaksanaannya sesuai
dengan kemampuan dan kemauan subjek. Selanjutnya mengajaknya untuk
berdiskusi mengenai aktivitas yang dapat membantunya untuk lebih berpikir
positif sehingga mengurangi perasaan cemas, gelisah yang selalu ia rasakan.
Aktivitas yang akan dilakukan sesuai yang subjek sukai dan subjek pilih yang
menurut subjek akan membantu dirinya mengurangi pikiran-pikiran negative,
subjek diminta menceritakan aktivitas yang ia lakukan dan menuliskannya di
kertas, lalu menyebutkan aktivitas yang ingin ia lakukan dan menuliskannya di
kertas aktifitas. Selanjutnya menanyakan kemungkinan aktifitas yang ia inginkan.
Di akhir kegiatan ini CP meyakinkan dan mendorongnya untuk melakukan activity
scheduling semampunya.
d. Kesimpulan
S dapat mengingat secara keseluruhan apa yang dilakukan dalam sesi ini dan
mendapatkan pemahaman baru berupa pemahaman teknik REBT dan gambaran
pelaksanaan dan latihan activity scheduling
Page 46
44
Evaluasi pelaksanaan sesi
Secara umum S dapat mengemukakan masalah yang ia alami dan terlibat aktif dalam
pembuatan activity scheduling.
2. Intervensi sesi kedua : pengenalan konsep Concequences dan Activiting event
Hari/tanggal : Sabtu, 25 Agustus 2018
Waktu : WIB
Tempat : Di rumah subjek
Sasaran
a. S dapatkan pengenalan mengenai konsep consequence dan Activating event
b. Dapat menerapkan konsep consequence dan activating event
Observasi umum
Pada sesi ini subyek cukup kooperatif dalam mengikuti sesi intervensi dan dapat
mengikuti sampai akhir sesi. Subyek menggunakan baju lengan panjang setengan
badan dipadukan dengan rok panjang berbahan dasar kain serta jilbab bergo warna
ungu.
Page 47
45
Proses intervensi
Sesi ini memiliki dua kegiatan utama yaitu pendalaman konsep REBT (Consequence
dan activating event) berikut adalah gambarannya :
a. Review dan Overeview
CP membuka sesi dengan review sesi sebelumnya, pada tahap ini CP menanyakan
S mengenai kegiatan sebelumnya. S dapat mengingat topik pembicaraan
sebelumnya mengenai melakukan aktifitas yang membantunya untuk lebih
berpikir ke hal-hal yang positif dan pembuatan activity scheduling. Dari topik
tersebut CP mengevaluasi jadwal dan pelaksanaan activity scheduling yang telah
dilakukan oleh S. Ia mengaku sudah mulai mengikuti pengajian kembali di daerah
rumahnya setelah sebelumnya ia jarang hadir dan semalam ia mengajak suaminya
untuk solat malam berjama’ah. Ia mengatakan merasa lebih baik setelah mengadu
kepada Allah, biasanya ketika tidak bisa tidur karena gelisah ia hanya menangis
sendiri. CP mengajak S mendiskusikan mengenai hambatan yang ia alami dan
manfaat yang ia dapatkan dengan melakukan activity scheduling. Dari situ
keluarlah ide membaca buku saat ia memiliki waktu senggang yang bertujuan
untuk mengalihkan pikiran-pikiran irrasional atau negative yang sering muncul. Ia
mengaku manfaat yang ia dapatkan ia merasa lebih legah dan sedikit tenang
walaupun ketika teringat tentang Ibu mertuanya, ia masih keringat dingin dan
gelisah tapi ia sedikit merasa bebannya berkurang setelah mengadu dan
mendekatkan diri kepada Tuhan.
Page 48
46
b. Pendalaman REBT (Rational Emotive Behavior Therapy)
CP mengungkapkan adanya beberapa poin penting dalam intervensi dengan
menggunakan pendekatan REBT diantaranya adalah penting adanya keterkaitan
antara perasaan, pemikiran dan perilaku seseorang. CP menekankan bahwa
intervensi ini juga menitik beratkan pada keterkaitan tersebut.
c. Pendalaman konsep Concequences
CP memperkenalkan konsep consequnses yaitu perasaan dan perilaku yang
muncul pada setiap individu ketika mengalami suatu peristiwa. Bentuk perasaan
dan perilaku tersebut dapat tergolong positif dan negative. CP menggunakan
contoh dengan kondisinya saat ini. Kemudian menanyakan apa yang S rasakan saat
ini, ia menjawab bahwa dirinya merasa tidak nyaman, ia selalu merasa cemas dan
gelisah setiap kali bertemu atau mengingat Ibu mertuanya yang selalu ikut campur
urusannya dan keluarganya. Selanjutnya merujuk perasaan gelisah, cemas sebagai
concequences atau konsekuensi yang muncul saat memikirkan Ibu mertuanya.
d. Pendalaman Activating event
CP selanjutnya memperkenalkan konsep activating event dengan menggunakan
istilah “situasi”, pengenalan dan pendalaman konsep ini dikaitkan dengan
konsekuensi yang dialami S saat ini yaitu selalu cemas dan gelisah. CP
mengistilahkan “situasi” sebagai suatu peristiwa yang dialami individu yang
menimbulkan suatu perasaan dan perilaku tertentu contohnya ketika teringat Ibu
mertuanya membuatnya cemas dan gelisah.
Setelah menjelaskan kedua konsep tersebut CP meminta S menyebutkan
situasi dan konsekuensi seperti peristiwa tadi untuk di tuliskan pada lembar
kosong. Kemudian menuliskan contoh situasi bermasalah, perasaan dan perilaku
Page 49
47
yang muncul sebagai konsekuensi yang telah dibahas sebelumnya. Pengisian
konsep ini dilakukan secara bersama-sama. Setelah itu ia diminta menulis situasi
dan konsekuensi pada peristiwa tersebut sebagai pekerjaan rumah yang akan di
bahas pada pertemuan berikutnya.
e. Kesimpulan
Sesi ini ditutup dengan menanyakan perasaan S setelah melakukan sesi ini. Ia
merasa dirinya lebih tenang dan nyaman.
Evaluasi pelaksanaan sesi
Secara umum S mendapatkan pemahaman baru berupa konsep REBT dan mampu
memahaminya dengan cukup baik. Ia juga sempat menceritakan kemajuan dirinya
yaitu ia merasa lebih lega dan perasaan nya sedikit lebih tenang dan ia tidak lagi gelisah
tetapi ia ganti dengan sholat malam dan mengadu pada Allah. Hal ini didukung dengan
penampilan subjek terlihat lebih cerah dan lebih banyak senyum.
3. Intervensi sesi ketiga : Pengenalan model ABC
Hari/tanggal :Selasa, 28 Agustus 2018
Waktu : WIB
Tempat : Di rumah subjek
Sasaran
a. S mendapatkan pemahaman mengenai konsep beliefe
b. Memahami model ABC yang merupakan keterkaitan antara activating event,
beliefe, dan concequences yang telah dipelajari sebelumnya.
Page 50
48
Observasi Umum
Saat CP datang subyek berada di dapur sedang menyelesaikan pekerjaan rumah yang
belum selesai, mempersilahkan masuk dan meminta CP untuk menunggunya sebentar.
Subyek menggunakan baju long dress berwarna kuning dengan kerudung coklat.
Proses intervensi
Sesi ini memiliki dua kegiatan utama yaitu pemahaman konsep beliefe dan
psikoedukasi model ABC. Berikut adalah penjelasannya.
a. Review and Overeview
CP memulai sesi dengan menanyakan keadaan S hari ini. Ia mengatakan hari ini
ia bersemangat untuk melakukan intervensi dan bertemu CP bahkan ia sudah
menunggu sejak pagi. CP melakukan review dengan menanyakan kegiatan pada
sesi sebelumnya. Tanpa ragu ia memberikan kertas yang telah ia tulis beberapa
peristiwa yang ia jabarkan dengan cukup detail. CP memberikan umpan balik dan
apresiasi terhadap nya yang telah berusaha mengerjakan pekerjaan rumah.
CP mengevaluasi kembali activity scheduling yang dilakukan oleh S.
ternyata kegiatan yang belum bisa ia lakukan sampai saat ini adalah melakukan
pillow talk dengan suami agar lebih terbuka tentang perasaannya selama ini
tentang Ibu mertuanya. CP mengajak subjek untuk mendiskusikan hambatan-
hambatan dan langkah yang dapat diambil agar esensi dari kegiatan tersebut dapat
terpenuhi, yaitu melakukan pillow talk.
Page 51
49
b. Pendalaman konsep beliefe
Setelah menjelaskan konsep belief pada subjek. CP meminta ia menyebutkan satu
peristiwa yang membuatnya merasa sangat cemas, gelisah sehingga membuatnya
berfikir negative dan sulit tidur. Ia mengatakan bahwa dari dulu mertuanya tidak
menyukainya dan ada perkataan mertuanya yang memuatnya trauma dan
membekas hingga saat ini. CP kemudian menjelaskan mengenai beliefe yaitu
pemikiran yang muncul ketika mengalami sesuatu.
c. Psikoedukasi model ABC dari REBT
Dari contoh peristiwa sebelumnya CP mengaitkan dengan penjelasan model ABC.
Kemudian dijelaskan bahwa umumnya seseorang akan memiliki perasaan dan
menunjukkan perilaku tertentu jika mengalami suatu situasi tertentu. Selain itu ada
faktor lain yang berpengaruh dalam kemunculan suatu perasaan dan perilaku,
bukan situasi yang menyebabkan hal tersebut, melainkan pandangan terhadap
situasi yang dialami. Ia meminta CP untuk menjelaskan ulang dan memberikan
contohnya kembali. Setelah di jelaskan ulang dan di berikan contoh kembali ia
merespon “jadi situasi yang sama pun respon kitanya bisa berbeda-beda ya”
setelah ia paham tentang konsep ABC, CP menanyakan kepada S lalu apa yang
perlu di ubah dari kita jika ingin mengubah perasaan dan perilaku kita, ia
menjawab “berarti cara pandang kita yang perlu diubah ya” hal ini menunjukkan
bahwa ia sudah memahami inti model ABC.
d. Kesimpulan
CP meminta S untuk menceritakan kembali apa yang ia dapatkan dari sesi ini.
Subjek menceritakan bahwa ada keterkaitan antara pemikiran dan perasaan serta
Page 52
50
perilaku yang ditunjukkan. Dan perbedaan respon individu ketika mengalami
suatu hal.
Evaluasi pelaksanaan sesi
Secara umum sesi ini berjalan dengan cukup lancar, subjek mampu
memahami materi yang diberikan setelah dijelaskan secara bertahap. Dengan demikian
sasaran intervensi ketiga cukup terpenuhi.
4. Intervensi sesi keempat : pengenalan konsep pikiran irasional dan dispute
Hari/tanggal : Rabu, 29 Agustus 2018
Waktu : WIB
Tempat : Di rumah subjek
Sasaran
a. S mendapatkan pengetahuan baru dan pemahaman mengenai irasional belief
b. Dapat mengaitkan antara irrasional belief yang dimiliki dengan consequences
yang dialami
c. Penerapan dan pendalaman dispute
Observasi Umum
Pada sesi ini subyek dapat mengikuti dengan baik sampai sesi berakhir, subyek
sempat memperkenalkan anaknya pada CP dengan tersenyum bangga. Subyek
menggunakan baju setengah badan bewarna merah dipadukan dengan rok hitam
berbahan dasar kain dan jilbab bergo warna merah. Subyek meminta kepada CP untuk
Page 53
51
mengobrol di dalam kamarnya saja karena merasa kurang nyaman nanti anaknya
mendengar.
Proses intervensi
Sesi ini memiliki dua kegiatan utama yaitu pendalaman konsep pemikiran irasional dan
penerapan dan pendalaman dispute. Berikut adalah penjabarannya :
a. Review and Overview
Sesi dimulai dengan menanyakan kabar dan kegiatan subjek yang dilakukan
kemarin yang termasuk ke dalam activity scheduling. Ia kemudian menceritakan
yang dialaminya ia membaca buku pada malam hari. Membuatnya memiliki
aktivitas yang berarti sehingga muncul dara lelah dan bisa tidur sebelum jam 12
malam. Kemudian memintanya untuk menceritakan hambatan saat melakuan
activity scheduling lainnya. Kemudian melakukan review intervensi sebelumnya. Ia
sempat terdiam seperti berpikir dan CP mengingatkan tentang pemikiran irasional
yang kemudian ia tersenyum tipis. Setelah melakukan review kemudian diberikan
gambaran apa yang dilakukan pada sesi ini.
b. Pengenalan dan pendalaman konsep keyakinan irasional
CP memulai dengan menanyakan situasi yang paling menimbulkan perasaan yang
tidak menyenangkan atau menimbulkan perasaan gelisah, cemas dan dijawab “saat
mertua memarahinya”. Kemudian menggali pemikiran yang ia yakini “saya tuh
sedih, rasanya selalu kurang di depan mertua membuat saya selalu takut membuat
kesalahan didepannya dan berfikir apakah saya bukan menantu yang baik”. Setelah
mendengarkan pemikirannya kemudian menjelaskan tentang pemikiran dan
Page 54
52
keyakinan irrasional. Lalu menjelaskan bahwa kita sangat mudah berpikir irrasional
terhadap suatu hal dan dan memberikan beberapa contoh nya. Selanjutnya
menjelaskan bahwa pemikiran negative dapat menimbulkan perasaan dan perilaku
negative.
CP mengaitkan pemikiran yang subjek miliki dan perilaku yang dilakukannya.
Setelah mendiskusikannya bersama ia menarik kesimpulan bahwa pemikiran
irasional yang membuatnya menjadi cemas, gelisah selalu merasa ketakutan,
menutup diri, bahkan menjadi sulit tidur. Di akhir kegiatan ini ia diingatkan kembali
dengan model ABC mengenai perubahan pemikiran yang mendahului perubahan
konsekuensi.
c. Pengenalan dan pendalaman disputing
CP memulai kegiatan disputing dengan melanjutkan penjelasan mengenai pemikiran
irasional. Walaupun setiap individu cenderung berpikir irasional, kita tetap dapat
mengubahnya. CP menggunakan pemikiran irasional yang dimiliki subjek sebelumnya
yaitu “selalu kurang dan selalu salah di mata Ibu mertua”. Kemudian ia diajak
menceritakan pemikiran rasionalnya. Hal ini direspon dengan mendetail sehingga
menghasilkan pemikiran rasional lainnya yaitu “saya harus terbuka tentang perasaan
saya agar hidup saya lebih tenang”
Kesimpulan
CP menutup sesi ini dengan menanyakan apa yang telah didapatkan sejauh ini. Ia
menjawab dari sesi ini ia mengetahui bagaiman pikiran negative yang menumpuk akan
Page 55
53
menghasilkan perasaan dan perilaku yang negative dan sebaliknya pikiran positif akan
menghasilkan perasaan dan perilaku yang positif.
Evaluasi pelaksanaan sesi
Secara umum sesi ini berjalan cukup baik, subjek mampu memahami materi yang
diberikan dan sempat di tengah sesi berhenti karena dirinya menangis sehingga CP
memberikan subjek waktu untuk lebih tenang dan mengatasi emosi yang sedang dialami
sehingga sesi lain berjalan lebih lama
5. Intervensi sesi kelima : Pengenalan teknik pemecahan masalah
Hari/tanggal : Jumat, 31 Agustus 2018
Waktu : WIB
Tempat : Di rumah subjek
Sasaran
a. S memahami teknik pemecahan masalah
b. Dapat melakukan teknik pemecahan masalah secara sendiri
Observasi Umum
Saat CP datang subyek menyapa dengan senyuman lepas dan mempersilahkan CP
untuk masuk serta duduk di ruang tamu. Pada sesi ini subyek mulai terlihat lebih baik.
menggunakan baju longdress berwarna hitam dan jilbab bergo bewarna cream.
Page 56
54
Proses intervensi
Sesi ini terdiri dari dua kegiatan utama yaitu pengenalan dan pendalaman teknik
pemecahan masalah
a. Review and overview
CP melakukan review sesi sebelumnya untuk menggali pengetahuan dan
pemahaman tentang konsep keyakinan irasional dan dispute. Subjek dapat
mengingat dengan baik selanjutnya membahas latihan kemarin dengan diberikan
contoh baru terkait permasalahan nya sekarang. Ia menerangkan dengan cukup
detail kemudian menanyakan apa yang ia pikirkan terkait dengan
ketidakberdayaan. Ia menjawab “meskipun nanti ia melakukan kesalahan di depan
mertuanya diluar ketidak sengajaannya, ia akan berusaha memperbaikinya dengan
terbukan agar mendapat solusi yang terbaik dari dirinya ataupun Ibu mertuanya”.
Ia mengalami perubahan pemikiran karena memikirkan apa yang dapat ia lakukan
dengan kondisi nya saat ini, dan lebih fokus pada kemampuan dirinya.
b. Pengenalan dan pendalaman teknik pemecahan masalah
CP menjelaskan setiap orang pasti memiliki masalah dan perlu menyelesaikannya.
Kemudian menanyakan subjek masalah apa yang ia alami saat ini dan apa yang ia
lakukan untuk menyelesaikannya. Kemudian mengaitkan dengan penjelasan
mengenai teknik pemecahan masalah, yang mencakup definisi, kegunaan dan
langkah-langkah yang dilakukan. Kemudian membantunya mendifinisikan
beberapa penyelesaian masalah satu persatu sehingga menghasilkan solusi
penyelesaian terbaik.
Page 57
55
c. Kesimpulan
Sesi ini berjalan lancar, meskipun memakan waktu cukup lama dari sesi
sebelumnya. Subjek terlihat lebih bersemangat dan tidak memasang muka sedih
lagi. Ia mendapatkan pemahaman baru mengenai teknik pemecahan masalah yang
ia jelaskan akan ia peraktekkan jika nantinya mengalami masalah baru atau serupa
agar ia bisa memilih solusi terbaik dari permasalahannya.
Evaluasi pelaksanaan sesi
Secara umum tujuan dalam sesi ini tercapai dengan baik. CP kemudian mengajak
subjek untuk review penjelasan dan contoh yang diberikan tadi dan menanyakan
apakah masih ada penjelasan yang sekiranya kurang dimengerti. Setelah semuanya
dapat dipahami dan di peraktekkan, ia disarankan mengaplikasikan teknik dan latihan
yang sudah diberikan selama pertemuan sebelumnya.
Page 58
56
PENERAPAN TERAPI PERILAKU DENGAN TEKNIK PROGRAM
MENGENDALIKAN DIRI SENDIRI
A. Terapi Perilaku dengan Teknik Program Mengendalikan Diri Sendiri
1. Pengertian Terapi Perilaku
Perilaku yang ditampilkan manusia merupakan hasil pembelajaran yang
didapatkan dari lingkungannya. Perilaku yang baik merupakan hasil belajar yang benar
sementara perilaku yang tidak baik merupakan hasil belajar yang salah. Terapi perilaku
didasarkan pada prinsip belajar yang bersumber pada eksperimen sistematis untuk
menolong orang lain mengubah perilaku maladaptif-nya. Fokus dari terapi ini adalah
permasalahan yang dihadapi klien saat ini serta faktor yang mempengaruhi
permasalahan tersebut. Davison, Neale, dan Kring (2004) menyebutkan terapi perilaku
sebagai suatu cabang psikoterapi yang secara sempit digambarkan sebagai penerapan
pengkondisian klasik dan operant untuk mengatasi berbagai masalah klinis, namun
secara luas digambarkan sebagai psikologi eksperimental terapan dalam konsep klinis.
Terapi ini mengerucutkan perilaku yang konkrit dan objektif agar dapat diikuti secara
jelas oleh individu. Terapi perilaku bersifat mendidik yang menekankan agar klien
dapat mempelajari suatu keterampilan untuk menangani dirinya sendiri dengan harapan
mereka dapat bertanggung jawab untuk mengaplikasikan apa yang mereka pelajari
dalam kehidupan sehari-hari.
Terapi perilaku menawarkan berbagai metoda yang berorientasi pada perbuatan
untuk menolong orang mengambil langkah melakukan perubahan terhadap apa yang
sedang mereka lakukan dan pikirkan. Teknik yang menekankan pada proses kognitif
pada metode ini banyak mengalami perkembangan pada beberapa tahun terakhir.
Page 59
57
Dalam bukunya Corey (1991) mengartikan terapi perilaku sebagai penggunaan
perangkat prosedur klinis yang terdefinisikan secara longgar yang rasional serta
perinciannya seringkali menggantungkan diri pada hasil temuan eksperimental dari
suatu penelitian psikologi. Terapi perilaku diartikan juga sebagai suatu pendekatan
analitik eksperimental dan fungsional pada data klinis yang menggantungkan diri pada
hasil akhir yang objektif dan bisa diukur. Martin dan Pear (2003) mendefinisikan terapi
perilaku sebagai aplikasi sistematis yang mempelajari dasar dan teknik untuk menilai
dan meningkatkan perilaku covert dan overt individu yang bersangkutan.
Karakter penting dari terapi perilaku adalah penekanan kuat pada definisi
masalah klien yang termanifestasi dari perilaku yang ditampilkan dan dapat diukur
perubahannya, terapi ini melakukan pengukuran terhadap perubahan perilaku sebagai
indikator terbaik untuk mengetahui apakah masalah yang timbul berhasil dihadapi.
Karakteristik lain pada terapi ini adalah prosedur treatmen dan teknik yang digunakan
adalah jalan yang digunakan lingkungan untuk membantu individu berfungsi secara
normal secara sosial.
Tujuan dari terapi perilaku ini sendiri adalah untuk menghilangkan perilaku
maladaptif dan mempelajari perilaku yang efektif serta normatif. Aplikasi terapi
perilaku dapat digunakan untuk golongan individu, kelompok, pasangan, maupun
keluarga. Beberapa kasus yang juga dapat ditangani dengan terapi perilaku adalah
fobia, depresi, kelainan seksual, gangguan perilaku pada anak, gagap, dan pencegahan
penyakit kardiovaskular.
Kontribusi terapi perilaku ada pada tingkah laku yang dihasilkan bukan pada
perasaan individu tersebut. Terapi ini juga mampu membantu klien dalam mempelajari
Page 60
58
keterampilan yang praktis, fokus pada pendidikan, dan penekanan dalam strategi
manajemen diri. Terapi ini juga melatih individu untuk berani menolak dan memiliki
rasa tanggung jawab. Kritik yang diberikan pada terapi perilaku adalah bahwa
kurangnya perhatian pada teknik ini pada perasaan yang dimiliki individu dan hanya
terfokus pada goal yang didapat oleh klien sepanjang terapi berlangsung.
2. Teknik Terapi Perilaku Program Mengolah Diri
Sebagai metode intervensi, terapi perilaku memiliki beberapa teknik yang dapat
digunakan untuk mengatasi berbagai jenis kasus yang dihadapi, diantaranya
desensitisasi sistemati, relaksasi, flooding, eye movement and desensitization,
reinforcement, modeling, rektrukturisasi kognitif, pelatihan asertif, kemampuan sosial,
program manajemen diri, pengulangan perilaku, pembinaan, latihan menegaskan apa
yang diinginkan (LMAD), terapi multimodal, dan program mengelola diri sendiri dan
perilaku yang diarahkan sendiri. Sementara teknik yang digunakan untuk menangani
kasus ini adalah “Program Mengelola Diri Sendiri dan Perilaku yang Diarahkan
Sendiri”.
Teknik Mengelola Diri Sendiri dan Perilaku yang Diarahkan Sendiri adalah
fenomena yang relatif baru dalam konseling dan terapi. Strategi mengelola diri sendiri
mencakup memantau diri sendiri, memberi imbalan sendiri, mengadakan kontrak
sendiri, dan pengendalian stimulus. Teknik ini banyak digunakan untuk menangani
kasus kecemasan, kepedihan, dan depresi. Asumsi dasar dari intervensi ini adalah
bahwa perubahan dapat dihadirkan dengan mengajar orang menggunakan keterampilan
menangani situasi bermasalah. Strategi yang digunakan untuk mempertahankan hasil
Page 61
59
akhir dari teknik ini adalah dengan mendorong klien untuk menerima tanggung jawab
menjalankan program yang telah diberikan dalam aplikasi hidup sehari-hari.
Teknik mengelola diri sendiri dan perilaku yang diarahkan sendiri membuat
program agar klien dapat mengambil keputusan tentang hal yang berhubungan dengan
perilaku khusus yang ingin dikendalikan atau diubah. Hal yang sering kali ditemukan
adalah alasan klien yang tidak mampu mencapai sasaran target karena tidak memiliki
keterampilan, sehingga terapis perlu mengarahkan agar klien dapat mengarahkan diri
sendiri untuk memberikan garis besar bagaimana bisa didapat perubahan dan rencana
yang akan membawa ke perubahan. Tujuan dari teknik ini adalah klien mampu
menjalani hidup yang diarahkan sendiri dan tidak bergantung lagi pada pakar untuk
berurusan dengan masalah mereka. Hasil akhir dari teknik ini adalah mendorong klien
untuk menerima tanggung jawab menjalankan strategi yang telah ditetapkan dalam
kehidupannya sehari-hari.
Cormier dan Cormier (1985) merinci lima ciri teknik mengelola diri sendiri secara
efektif sebagai berikut:
a) Melakukan kombinasi dan alternatif strategi yang akan digunakan dan tidak hanya
menggunakan strategi tunggal;
b) Melakukan strategi yang telah diterapkan secara konsisten;
c) Menerapkan perangkat sasaran yang realistis dan evaluasi seberapa efektif sasaran
tersebut;
d) Menggunakan penguatan pada diri sendiri;
Page 62
60
e) Reinforcement dari lingkungan merupakan hal penting.
3. Langkah-langkah Melakukan Intrevensi
Tahapan langkah yang dilakukan untuk menggunakan terapi perilaku dengan
teknik program mengelola diri sendiri dan perilaku yang diarahkan sendiri dalam
menangani kasus yang dihadapi adalah:
1) Penyaringan sasaran: Pada tahap ini dilakukan identifikasi dan perincian mengenai
perubahan apa saja yang diinginkan dengan menetapkan sasaran yang dapat diukur,
terjangkau, positif, dan signifikan bagi klien;
2) Menerjemahkan sasaran menjadi perilaku yang diinginkan;
3) Memantau perkembangan diri sendiri: Mencakup pada perilaku yang dapat diamati
dengan menggunakan buku harian perilaku untuk mengukur sejauh mana perubahan
terjadi;
4) Menyelesaikan rencana perubahan;
5) Penguatan diri sendiri: Seperti berperan serta dalam kegiatan yang menyenangkan
dan memuji diri sendiri atas pencapaian yang didapat.
6) Mengontrak diri sendiri: Klien diarahkan untuk tetap memiliki komitmen dalam
melakukan rencana perbuatan secara konsisten;
7) Mengevaluasi rencana untuk melakukan perubahan.
Pada proses terapi perilaku juga perlu ditemukan asset serta kekuatan yang
dimiliki klien untuk menguatkan perubahan perilaku yang diinginkan. Identifikasi
Page 63
61
antecedent, belief, serta konsekuensi yang klien tunjukkan juga perlu diidentifikasi
dengan tepat agar strategi yang dirancang efektif dan memberikan dampak signifikan.
B. Rancangan Intervensi
Intervensi yang diberikan menggunakan terapi perilaku dan teknik program
mengelola diri dengan tujuan membantu mengatasi kesulitan atau ketergantungan
dengan target intervensi ragu-ragu, enggan merawat diri, malas beraktivitas,
keinginan menggunakan kembali dan menjadi pengedar kembali kuat. Intervensi
dilaksakan dalam jangka pendek dengan 5 kali pertemuan.
C. Proses Intervensi
1. Intervensi sesi pertama :
Hari/tanggal : Kamis, 04 Oktober 2018
Waktu : 09.00-13.00
Tempat : Aula pertemuan
Observasi umum
E menggunakan baju kaos biru lengan pendek dan celana jeans dengan robek-
robek dibagian lutut, memakai sendal jepit, rambut berantakan dan berkeringat
basah, terlihat bersemangat saat menemui CP
Proses intervensi
1. PerkenalanTerapi perilaku dan teknik program mengelola diri
CP menjelaskan tentang proses intervensi mulai dari tujuan, pertemuan, goals
yang ingin dicapai dan menjelaskan tentang hal yang akan dilakukan selama 5
sesi intervensi. Kemudian menanyakan kembali kesanggupan E untuk mengikuti
proses intervensi sampai selesai. Selanjutnya menjelaskan tentang terapi
Page 64
62
perilaku, dan teknik program mengelola diri yang digunakan, tujuan dari terapi
ini dan apa yang diharapkan dari intervensi ini. Setelah ia memahami penjelasan
yang diberikan. Kemudian ia diberikan waktu untuk bertanya seputar terapi (sesi
tanya-jawab). Selanjutnya meminta kesediannya untuk terbuka dan menjaga
komitmen selama sesi berlangsung.
2. Identifikasi Masalah
CP memaparkan kesimpulan dan poin penting yang menjadi permasalahan E
berdasarkan hasil anamnesa. E membenarkan setiap poin yang disampaikan
sehingga didapatkan permasalahan yang dialaminya untuk diatasi pada intervensi
kali ini yaitu ia yang enggan merawat diri, malas beraktivitas, ragu-ragu, mudah
marah, mudah terpengaruh dengan kembali menggunakan ganja dan pengedar
masih kuat. Setelah mengidentifikasi permasalahannya, ia diminta menjelaskan
mengenai perasaannya dalam menyikapi masalah tersebut apa pengaruh pada
dirinya sekarang dan usaha apa yang sudah ia lakukan untuk mengatasinya. Ia
menjelaskan bahwa dirinya kesulitan mengontrol emosi dan mudah tersinggung.
Ia mudah marah dan kegiatannya sehari-hari tidak jauh dari perkelahian dengan
WBP lain karena kejadian tidak menyenangkan.subyek juga menceritakan
karena ia sering dipukuli karena tidak membayar hutang sehingga ia dalam
sehari-hari sering waswas untuk melakukan perlawanan diri, ia juga
menambahkan bahwa tidak melakukan apapun untuk mengatasi masalah
tersebut.
D. Tindakan
Menggali masa lalu subyek dan menemukan pertama kali kejadian yang
membuat E merasa khawatir bahwa musuhnya berada di mana-mana, mudah
Page 65
63
marah, dan mudah tersinggung muncul dalam hidup subyek. Meminta subyek
menyebutkan keuntungan dan kerugian yang diperoleh dari perkelahian yang
dilakukan saat ia menuruti emosi tidak menyenangkannya tersebut. Memberikan
solusi alternatif yang dapat subyek lakukan apabila merasa khawatir diserang
lagi, saat tersinggung oleh orang lain, atau saat merasa emosinya labil dengan
orang lain atau kejadian yang ada di sekitarnya dan meminta subyek menerapkan
solusi yang ia pilih segera setelah sesi pertemuan.
Kesimpulan proses intervensi
Subyek menyadari perilakunya yang selalu terlibat bentrok fisik dengan orang lain
tidak baik dan menentukan pilihan solusi bahwa bila ia mengalami kejadian tidak
menyenangkan lagi, ia akan pergi meninggalkan tempat dan orang yang membuatnya
kesal. Ia akan mengalihkannya dengan kegiatan lain seperti paskibra atau pramuka
yang banyak membantu orang lain. Subyek terlihat mendapatkan insight dan lebih
sumringah saat menemukan jalan keluarnya dan berjanji mencobanya hingga
pertemuan berikutnya.
2. Intervensi sesi kedua : Identifikasi masalah
Hari/tanggal : Jumat, 05 Oktober 2018
Waktu : 09.00-12.00
Tempat : Aula pertemuan
Page 66
64
Observasi umum
E terlihat kurang bersemangat hari ini, ia datang terlabat dan cukup lama datang, saat
datang ia mengatakan bahwasannya ia baru bangun tidur dan hanya mencuci muka
saja.
Proses intervensi
a. Menerjemahkan sasaran menjadi perilaku yang diinginkan
CP dan subyek mendiskusikan bersama sasaran yang harus ia lakukan untuk
menunjang sesuai perilaku yang dinginkan. CP kembali menegaskan point kondisi
subyek saat ini yang menghambat nya dalam menciptakan perilaku yang adaptif yaitu
adanya perubahan kearah yang baik. selanjutnya setelah memaparkan hambatan yang
ia miliki seperi enggan menurus diri, malas beraktifitas, ragu-ragu, mudah emosi dan
lainnya dan subyek sudah mengerti dan memahami dampak dari perilaku tersebut.
Selanjutnya CP meminta subyek mebuat rencana sasaran perilaku seperi apa yang
seharusnya ia miliki agar bisa menngani hambatan tersebut. Subyek dan CP membuat
beberapa rencana sasaran seperti :
1. Melakukan aktivitas yang positif sehingga membantu fikiran menjadi
sehat dan positif seperti olahrga di pagi hari
2. Bergabung bersama WBP yang sudah tidak mengkonsumsi narkoba
3. Menghindari konflik dengan lebih banyak melakukan aktivitas kegiatan
yang di sediakan di lapas
4. Merawat diri dengan mandi setiap pagi
Page 67
65
Kesimpulan dan tugas rumah
Secara keseluruhan subyek dapat memahami target intervensi pada sesi ini, dan subyek
sudah mampu mengenali perilaku maladaptive yang ia miliki serta sudah mampu
membuar rencana sasaran perilaku yang ia inginkan untuk menangangi perilaku
maladaptive nya. di tunjukkan dengan subyek mengatakan akan mencoba mendekati
teman satu sel yang menurut nya sudah tidak menggunakan ganja dan menjalin
komunikasi. E juga mengatakan mulai hari selanjutnya ia akan bangun lebih pagi dan
mandi sebelum bertemu CP. Selanjutnya CP mempertegas tugas rumah yang harus ia
kerjakan yaitu memperaktekkan yang ia pelajari pada sesi ini yaitu rencana sasaran
perilaku yang ia buat dan akan di evaluasi pada sesi selanjutnya
3. Intervensi sesi ketiga :
Hari/tanggal : Senin, 08 Oktober 2018
Waktu : 08.00- 15.00
Tempat : Aula pertemuan
Observasi umum
E datang menghampiri CP tepat jam 09.00 dengan rambut yang rapi, baju yang bersih
dan lebih wangi dari biasnaya dan menunjukkan ekspresi wajah yang ceria, lalu
bertanya pada CP bagaimana penampilannya hari ini, ia juga mengatakan bahwa ia
sudah bangun sejak pagi dan mandi.
Proses intervensi
a. Memantau perkembangan diri sendiri
CP menanyakan tentang tugas rumah yang diberikan pada sesi sebelumnya, bagaimana
perasaan yang ia rasakan, apakah ada kendala dalam pelaksanaannya dan apa saja
kendalanya jika ada. Secara keseluruhan ia sudah bisa bangun pagi dan mandi namun
Page 68
66
ia masih enggan untuk memulai aktivitas pagi dengan berolahraga, namun ia berjanji
mulai besok akan mencobanya. Subyek juga belum bisa mengendalikan kemauan
dirinya untuk lepas dari ganja. Subyek diminta untuk membayangkan kenikmatan yang
dirasakan setelah memakai narkoba, setelah itu subyek diminta membayangkan
bagaimana reaksi neneknya dan pacarnya saat mengetahui subyek terjerumus kembali
ke dalam kasus narkoba. Ekspresi subyek tampak serius dan menyerah karena tidak
mau membayangkan perasaan yang menyedihkan. Subyek diminta untuk menarik
nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan selama beberapa kali hingga
kembali rileks. Setelah itu subyek berusaha fokus membayangkan kekecewaan orang
yang ia sayangi apabila ia terlibat kasus narkoba kembali. Subyek juga diminta untuk
memikirkan hal pertama yang terpikir agar dapat mengalihkan perasaan khawatirnya
akan kekecewaan orang yang ia sayangi kepada dirinya.
Kesimpulan dan tugas rumah
Subyek terlihat tegang saat membayangkan tangisan nenek dan pacarnya apabila ia
kembali terlibat dalam kasus yang sama. Subyek menyatakan akan berusaha
mengalihkan pikirannya untuk kembali mengkonsumsi ganja dan akan berusaha
berteman dengan WBS yang tidak terlibat narkoba. Selanjutnya, CP memotivasi
subyek bahwa pasti bisa memfokuskan diri untuk lebih baik dan menjalankan rencana
sasaran target yang ia tetapkan, selanjutnya CP mengingatkan bahwa sesi selanjutnya
akan di evaluasi mengenai target yang harus ia lakukan.
Page 69
67
4. Intervensi sesi keempat
Hari/tanggal : Selasa, 09 Oktober 2018
Waktu : 09.00-13.00
Tempat : Aula pertemuan
Observasi umum
E datang dengan wajah ceria dan bersemangat dengan pakaian rapi dan bersih dengan
rambut di kuncir rapi, saat datang ia mengatakan pagi ini ia mengikuti senam pagi
bersama tahanan yang lain.
Proses intervensi
a. Penguatan diri sendiri
CP menanyakan tentang tugas rumah yang diberikan pada sesi sebelumnya, bagaimana
perasaan yang ia rasakan, apakah ada kendala dalam pelaksanaannya dan apa saja
kendalanya jika ada. Secara keseluruhan ia sudah sudah cukup mampu memfokuskan
diri pada rencana sasaran perilaku yang ia buat namun ia masih ragu-ragu mampu
melakakannya secara maksimal. Ia mengatakan takutnya setelah keluar dari sini tetap
terjerumus kembali ke dunia narkoba dan tetap mencari nafkah di bidang tersebut
disebabkan pastinya ia akan ketemu teman-teman lamanya dan kalau dirinya berubah
ia takut dan khawatir jadi di remehkan dan hilang kendali dominan nya, ia khawatir
nanti kalo di berubah ia malah tidak bisa mendapatkan uang dan tidak bisa segera
menikahi pacarnya. Ia masih berencana untuk kembali ke narkoba sampai ia punya
modal untuk menikah. Subyek diminta untuk memfokuskan diri terlebih dahulu saat
ini pada target sasaran yang telah ia rencanakan di awal sesi, CP menguatkan dan
memotivasi jika ia telah terbiasa dengan perilaku adaptif maka nanti nya secara tidak
Page 70
68
langsung pola pikirnya juga akan berubah. Subyek diminta untuk memikirkan hal yang
menyenangkan setelah bebas yang akan dilakukannya bersama kekasihnya dan
neneknya karena dengan mengingat nenek nya dan pacar nya bagaimanapun ia akan
fokus memperbaiki diri dengan mengingatkan bahwa tujuan hidupnya adalah
membahagiakan nenek nya dan menikahi pacarnya. Selanjutnya CP meminta subyek
membuat daftar kira kira setelah bebas pekerjaan seperti apa yang bisa ia lakukan.
Subyek membuat daftar apa yanag bisa ia lakukan seperti
1. Fokus meneruskan usaha pacarnya yang ia modali sebagai tujuan
penghasilan nantinya setelah bebas atau,
2. Mengikuti saran pamannya untuk bekerja dengan pamannya di luar kota
Kesimpulan
Sampai pada tahap sesi ini subyek hanya mampu menjalan kan sasaran rancangan
perilaku adaptif nya seperti bangun pagi, berolahraga dan mandi. Subyek masih ragu
untuk tidak lagi terlibat ke narkoba setelah bebas, karena takut kehilangan teman teman
lama nya dan tidak yakin bisa mendapatkan pekerjaan selain menjadi pengedar.
Selanjutnya CP meminta subyek untuk memikirkan lagi dan menguatkan sasarantujuan
yang telah ia pilih
5. Intervensi kelima :
Hari/tanggal : Rabu, 10 Oktober 2018
Waktu : 09.00-12.00
Tempat : Aula pertemuan
Page 71
69
Observasi umum
E datang menghampiri CP dengan wajah yang ceria dan tampak bersemangat, ia
menggunakan pakaian yang rapi dan bersih, E juga terlihat menyapa petugas tamping
dan petugas tahanan serta tahanan lainnya yang sedaang berada didekatnya saat ia
lewat.
Proses intervensi
a. Mengontrak diri sendiri dan mengevaluasi rencana untuk melakukan
perubahan
CP membimbing subyek untuk mengenal minat dan skill-nya yang dapat ia gunakan
setelah bebas nanti. Subyek diminta mengukur kembali intensitas perasaan emosional
dan perkelahiannya dengan temannya. Subyek diminta membuat penolakan terhadap
teman-temannya yang dulu dengan membayangkan teman-temannya tersebut ada di
hadapannya dan menawarkannya kembali untuk memakai dan mengedarkan narkoba.
Serta subyek di minta untuk berkomitment menjalankan apa yang telah ia rencanakan
dengan motivasi utama kepada tujuan nya yaitu lebih berperilaku adaptif agar bisa
membahagiakan neneknya dan segera bisa menikahi pacarnya.
Kesimpulan dan penutup
Secara keseluruhan subyek sudah mampu merencanakan tujuan namun masih ragu bisa
menjalani nya dan konsisten dengan apa yang telah ia rencanakan. Selanjutnya CP
kembali memotivasi subyek bahwa dirinya yakin bisa menciptakan dan
mempertahankan perilaku adaptif nya agar tujuan yang ia rencanakan setelah bebas
tercapai dengan cara fokus memikirkan perasaan sedih nenek dan kekasih nya jika ia
kembali terjerumus pada dunia narkoba
Page 72
70
PENERAPAN TERAPI OKUPASI DENGAN TEKNIK PEMANFAATAN
WAKTU LUANG (LEISURE)
A. Terapi Okupasi dengan Teknik Pemanfaatan Waktu Luang (Leisure)
1. Pengertian Terapi Okupasi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014) mendefiniskan terapi
okupasi sebagai bentuk pelayanan kesehatan kepada klien dengan kelainan/kecacatan
fisik dan/atau mental yang mempunyai gangguan pada kinerja okupasional, dengan
menggunakan aktivitas bermakna (okupasi) untuk mengoptimalkan kemandirian
individu pada area aktivitas kehidupan sehari-hari, produktivtas, dan pemanfaatan
waktu luang. Pelayanan terapi okupasi merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan dimana kebutuhan akan pelayanan terapi okupasi pada fasilitas kesehatan
akan cenderung meningkat sehubungan dengan meningkatnya prevalensi penyakit
dan/atau kecacatan yang diakibatkannya. Terapi okupasi adalah suatu bentuk terapi
non-farmakologis yang dilakukan untuk memperbaiki dan menjaga kondisi kejiwaan
pasien agar mampu bertahan dan bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat baik
dengan keluarga, teman, dan sistem pendukung yang ada ketika menjalani terapi (Nasir
dan Muhith, 2011).
Tujuan utama okupasi terapi adalah mengembalikan kemampuan seseorang
untuk melakukan sebuah aktivitas kerja dalam kehidupan sehari-hari. Terapi okupasi
bertujuan untuk memenuhi target terapi yang direncanakan untuk dicapai sesuai
dengan kondisi yang dialami oleh pasien/klien. Tujuan terapi okupasi sendiri dari
Page 73
71
tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang yang perlu dituliskan pada lembar
rekam medis terintegrasi dan/atau pada lembar kajian khusus terapi okupasi. Selain itu,
terapi okupasi juga berfungsi untuk meningkatkan kemampuan dan mencegah
kecacatan dalam aktivitas perawatan diri, produktivitas, dan pemanfaatan waktu luang
untuk mencapai kemandirian maksimum dan kualitas hidup (Hidayati, Pratiwi, dan
Aliya, 2017). Sukmana dan Wulandari (2014) memaparkan bahwa terapi okupasi dapat
digunakan sebagai salah satu jenis psikoterapi untuk menangani pasien karena
mencakup aktivitas latihan fisik untuk meningkatkan kesehatan jiwa, aktivitas dengan
pendekatan kognitif, aktivitas untuk memacu kreativitas, training keterampilan dan
terapi bermain.
Sukmana dan Wulandari (2014) menyatakan sebagai metoda intervensi, terapi
okupasi memiliki beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai
jenis kasus, diantaranya adalah occupational daily living (perawatan diri), productivity
(kerja), dan leisure (pemanfaatan waktu luang). Ketiga teknik ini masing-masing
merupakan komponen yang perlu dikuasai oleh pasien/klien untuk melanjutkan
kehidupanya. Pasien/klien perlu melakukan perawatan diri seperti aktivitas makan,
mandi, berpakaian, dan berhias tanpa bantuan orang lain. Pasien/klien juga perlu
bekerja untuk bisa mempertahankan hidup dan mendapat kepuasan atau makna dalam
hidupnya. Selain itu, pasien/klien juga perlu melakukan refreshing dan penyaluran hobi
untuk memanfaatkan waktu luang dengan aktivitas yang bermakna disela-sela
kepenatan kerja. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan kondisi klien yang
mampu melakukan activity daily living (ADL) secara mandiri dan memiliki motivasi
untuk beraktivitas namun terkendala dengan kemampuan fisik yang terus merasa lelah,
Page 74
72
maka teknik terapi yang digunakan pada intervensi ini adalah pemanfaatan waktu luang
(leisure).
2. Teknik Pemanfaatan Waktu Luang (Leisure).
Pasien/klien yang mengalami perubahan lingkungan hidup termasuk orang-
orang dan tuntutan baru di dalamnya akan memerlukan waktu untuk menyesuaikan
diri. Apabila dalam waktu tersebut tidak diisi oleh kegiatan yang menyenangkan yang
membuat klien dapat memanfaatkan fungsi dirinya secara maksimal terutama pada
orang lanjut usia yang sudah tidak lagi berproduksi, maka dapat menjadi simtom awal
dalam gangguan penyesuaian diri. Untuk itu, perlu dijalankan okupasi terapi secara
sistematik dengan mendampingi kegiatan klien untuk beberapa waktu sehingga
akhirnya klien dapat diajak berdiskusi mengenai ketertarikan dan kesenangannya pada
aktivitas tertentu. Terapis/Psikolog juga perlu mendiskusikan dengan klien mengenai
kegiatan yang dianggapnya terampil dan apakah program yang tengah dilakukan akan
dilanjutkan. Dalam diskusi inilah timbul proses fungsi mental dengan adanya
perhatian, antusias, kesungguhan, dan adanya kecekatan untuk melakukan aktivitas
sehingga fungsi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik klien dapat dinilai oleh
terapisnya.
3. Langkah Terapi Okupasi dengan Pemanfaatan Waktu Luang (Leisure)
Tahapan langkah yang dilakukan untuk menggunakan terapi okupasi dengan teknik
pemanfaatan waktu luang (leisure) adalah sebagai berikut:
1) Mengobservasi dan mengumpulkan data terkait:
Page 75
73
CP melakukan observasi terhadap klien dan mengumpulkan data melalui allo-
anamnesa mengenai perilaku klien yang membutuhkan perhatian khusus untuk
perubahan;
2) Menentukan target perilaku yang ingin diubah:
Berdasarkan informasi yang telah terkumpul, CP menentukan target perilaku
klien yang ingin diubah;
3) Mengidentifikasi prioritas target perilaku:
Menentukan target perilaku jangka panjang dan jangka pendek yang ingin
dicapai, serta perilaku paling mudah yang mampu diubah terlebih dahulu;
4) Membuat jadwal harian untuk dilakukan selama proses intervensi:
Mendiskusikan proses dan hal yang perlu dilakukan oleh klien serta
kesanggupan klien untuk melakukan rangkaian aktivitas yang telah disepakati;
5) Memantau perkembangan aktivitas yang dilakukan klien:
CP memantau respon klien selama terapi berlangsung dan mengobservasi
keaktifan klien.
6) Mengevaluasi hasil.
Mengevaluasi efektivitas dari teknik tersebut dengan melakukan diskusi
mengenai perasaan klien, kesulitan yang ditemui, serta hasil dari program yang
telah dijalankan. CP juga memberikan apresiasi kepada klien karena telah
berusaha melakukan hal yang telah disepakati sejak awal.
Page 76
74
B. Rancangan Intervensi
Intervensi yang diberikan menggunakan terapi okupasi teknik leisure (pemanfaatan
waktu luang) dengan target intervensi malas, sangat emosional, mudah tersinggung,
menyendiri . Intervensi dilaksakan dalam jangka pendek dengan 5 kali pertemuan.
C. Proses Intervensi
1. Sesi pertama : Pengenalan teknik leisure (pemanfaatan waktu luang).
Hari/tanggal : Kamis, 29 November 2018
Waktu : 14.30-16.00
Tempat : Wisma WBS
Tujuan : Mengatasi gejala malas pada subjek
Observasi Umum
T menggunakan daster batik dengan rambut yang terkuncit satu kebelakang, tampak
duduk sambil memegang gelas berisi teh dan disebelahnya ada roti biskuit bersama 2
orang temannya, namun tidak saling mengobrol.
Proses Intervensi
a. Perkenalan teknik leisure (pemanfaatan waktu luang)
CP menjelaskan tentang proses intervensi mulai dari tujuan, pertemuan, hasil yang
ingin dicapai dan menjelaskan tentang hal yang akan dilakukan selama lima sesi
intervensi. Kemudian menanyakan kembali kesanggupan T untuk mengikuti proses
intervensi sampai selesai. Selanjutnya menjelaskan tentang terapi okupasi teknik
Page 77
75
leisure (pemanfaatan waktu luang) yang digunakan, tujuan dari terapi ini dan apa
yang diharapkan dari intervensi ini. Setelah ia memahami penjelasan yang diberikan.
Kemudian ia diberikan waktu untuk bertanya seputar terapi (sesi tanya-jawab.
Selanjutnya meminta kesediaannya untuk terbuka dan menjaga komitmen selama
sesi berlangsung.
b. Identifikasi Masalah
CP memaparkan kesimpulan dan poin penting yang menjadi permasalahan T
berdasarkan hasil anamnesa. T membenarkan setiap poin yang disampaikan sehingga
didapatkan permasalahan yang dialaminya untuk diatasi pada intervensi kali ini yaitu
ia lebih suka menyendiri dan malas melakukan aktivitas lebih banyak berdiam diri
di atas kasur, mudah terpancing emosi dan berkata kasar baik pada teman sesama
WBS atau petugas, sehingga ia tidak memiliki teman. Subjek juga tidak mau
bergabung bersama teman WBS karena merasa percuma. Setelah mengidentifikasi
permasalahannya, ia diminta menjelaskan mengenai perasaannya dalam menyikapi
masalah tersebut apa pengaruh pada dirinya sekarang dan usaha apa yang sudah ia
lakukan untuk mengatasinya. Ia menjelaskan bahwa ia sering merasa kesal dengan
teman atau penghuni panti yang lain yang suka membicarakan dirinya, membuatnya
kesal, dan petugas yang mengabaikannya. Sehingga ia lebih memilih untuk
membatasi diri dari interaksi sosial yaitu lebih memilih menjauh dan menyendiri, ia
juga menambahkan bahwa tidak melakukan apapun untuk mengatasi masalah
tersebut.
Page 78
76
“orang-orang disini sering membuat saya kesal mba, mereka itu banyak yang gak
bisa ngurus diri nya sendiri jorok, tapi kalau saya ingetin malah gak terima ya saya
emosi lah, saya tau kok mereka sering ngomongin saya makanya saya males sama
mereka jadi lebih baik sendiri aja saya bisa kok hidup, terus petugas disini tuh pelit-
pelit mba”
c. Tindakan
Subjek diajak membuat target perilaku yang dikeluhkan dan ingin diubah. Hal
pertama adalah mengatasi gejala malas. Pada pagi hari disepakati, subjek
menjalankan aktivitas semaksimal mungkin seperti memulai ikut senam kebugaran
bersama WBS lain agar fisiknya lebih tersa bugar dan hanya boleh istirahat sejenak
atau tidur siang sekali selama maksimal dua jam.
Kesimpulan
Pada sesi ini T cukup mampu memahami tentang terapi okupasi teknik leisure
(pemanfaatan waktu luang) yang dijelaskan oleh CP. Ia juga sudah cukup mampu
mengidentifikasi masalah yang sedang ia alami. Selain itu ia juga mendapatkan
tentang target perilaku yang akan diubah yaitu mencoba melakukan aktivitas di pagi
hari dengan senam kebugaran bersama WBS lain dan rutin memeriksakan kesehatan
pada petugas kesehatan. Walaupun T membutuhkan waktu lebih untuk berpikir
apakah dirinya mampu namun setelah beberapa kali CP membantu meyakinkan
bahwa subjek mampu melakukannya sampai pada akhirnya ia bersedia untuk
mencoba.
Page 79
77
2. Sesi kedua : Menerapkan teknik leisure (pemanfaatan waktu luang)
Hari/tanggal : Senin, 03 Desember 2018
Waktu :13.00-15.00
Tempat :Wisma WBS
Observasi Umum
Ketika CP datang, ia sedang tiduran di atas ranjang di kamar teman nya yang letaknya
di sebelah kamar miliknya dan menghadap ke jendela, memakai pakaian daster. Ketika
CP mendekati dan menyapa ia hanya tersenyum dan mengatakan jika ia sedang malas
berada didalam kamar.
Tujuan : Mengatasi mudah emosi sehingga cenderung berbuat kasar
Prose intervensi
a. Pembukaan
CP menanyakan tentang tugas rumah yang diberikan pada sesi sebelumnya,
bagaimana perasaan yang ia rasakan, apakah tadi pagi ia sudah mulai melakukan
kegiatan senam kebugaran. Subjek mengeluhkan ia masih merasa malas untuk
bergabung bersama WBS lain dalam kegiatan pagi karna tadi pagi ia bangun nya
kesiangan. Tetapi ia berjanji akan mencobanya besok pagi.
b. Tindakan
Setelah melakukan evaluasi mengenai aktivitas pagi yaitu melakukan senam
kebugaran dan mendampingi subjek melakukan aktivitas yang disediakan oleh panti.
Page 80
78
Intervensi dilanjutkan dengan bercerita dan bertukar pikiran dengan subjek hingga
waktu makan siang dan sholat tiba. Subjek juga diingatkan untuk menahan emosinya
dan tidak mudah meluapkan kepada orang lain apalagi sampai memukul orang
tersebut. Subjek diingatkan bahwa konsekuensi dari perilakunya tersebut adalah tidak
ada teman ataupun petugas yang suka menemaninya. Setelah selesai, subjek
ditawarkan untuk tidur siang.
Kesimpulan
3. Sesi ketiga : Menerapkan teknik leisure (pemanfaatan waktu luang)
Hari/tanggal : Selasa, 04 Desember 2018
Waktu : 13.30-15.30
Tempat : Halaman panti
Observasi Umum
Ketika CP datang ia sedang duduk di kursi bawah pohon seorang diri. Menggunakan
daster dan rambut di kuncir ke belakang
Tujuan : Mengatasi mudah emosi sehingga cenderung berbuat kasar
Proses Intervensi
a. Pembuka
CP mengevaluasi terhadap perubahan rutinitas kegiatan di pagi hari yang subjek
lakukan apa ada perubahan pada kesehatan yang ia rasakan. Dan mengevaluasi
kesanggupan subjek untuk melakukan aktivitas kegiatan yang ada di panti sehingga
Page 81
79
waktu nya lebih produktif tidak banyak berada di dalam kamar dan menimbulkan
konflik dengan teman sekamarnya karena ketidak cocokan dengan dirinya.
b. Tindakan
Subjek mengeluhkan ia merasa sedih bahwa teman satu kamarnya suka menjauhi
dirinya dan petugas suka mengabaikan dirinya. CP kembali mengingatkan konsekuensi
yang akan di terima nya jika ia kembali terlibat konflik dengan teman sesama WBS
bahwa dirinya akan semakin di jauhi teman yang lain. CP mengingatkan tidak apa
mengeluarkan emosi nya jika ada suatu hal yang tidak cocok dengan dirinya namun
harus tetap mengingat kembali perasaan orang lain dengan mengurangi kata kasar dan
tidak dengan memukul lawan nya. Serta CP mengajak subjek untuk berkeliling panti
sambil mengobrol menyudahi ketika subjek terilihat sudah lelah dan memintanya untuk
istrirahat. CP menanyakan apakah ada lagi kegiatan di panti yang membuatnya menarik
sehingga ia akan lebih banyak waktu di luar kamar sehingga lebih produktif dan tidak
banyak terlibat konflik di kamar dengan teman yang lain karena ketidak sesuaian
dengan kemauan dirinya.
Kesimpulan dan reaksi
Subjek merasa senang karena dengan mencoba berolahraga pagi badan nya lebih terasa
bugar dan ia berjanji akan lebih rutin memeriksa kesehatannya agar merasa lebih sehat.
Subjek merasa senang di ajak berkeliling panti sambil mengobrol menceritakan keluh
kesahnya. Ia masih belum menemukan minat nya untuk mengisi waktu luang nya
dengan berkegiatan namun ia akan mencoba kembali rutin mengikuti kegiatan di
masjid supaya ibadahnya juga menjadi lebih baik.
Page 82
80
4. Sesi keempat : Mengevaluasi perubahan
Hari/tanggal :Rabu, 05 Desember 2018
Waktu : 13.30-15.30
Tempat :Aula pertemuan/ ruang keterampilan
Observasi Umum
T sedang duduk di halaman aula menggunakan pakaian daster dan rambut yang diikat
sambil sedang membuat keset bersama dengan teman lainnya dan sedang mengobrol
dengan salah satu WBS.
Tujuan : Mengatasi mudah tersinggung
Proses Intervensi
a. Pembuka
CP mengevaluasi bagaimana perasaanya setelah berani mengikuti kegiatan
keterampilan membuat keset dengan WBS lain apakah ada perubahan perasaan atau
adakah kendala yang ia alami. Subjek mengatakan ia merasa senang dan ternyata
membuat keset tidak susah dan melelahkan seperti yang ia bayangkan.
b. Tindakan
Subjek mengatakan ia tadi pagi sempat merasa kesal dengan teman sekamarnya karena
merasa di sindir dan tertuju kepada dirinya ia sempat emosi namun ia mengingat
perkataan CP sebelumnya dan memilih untuk pergi ke aula dan membuat keset. CP
memuji subjek bahwa keputusannya untuk melakukan kegiatan ke aula sudah baik dan
mengajak berdiskusi subjek bahwa bisa saja teman sekamar nya tadi tidak bermaksud
Page 83
81
menyindir dan memojokkan subjek mungkin nanti atau lain kali ia bisa menanyakan
dengan baik agar tidak mudah tersinggung dan menjadi marah.
Kesimpulan
Subjek antusias mengikuti rangkaian kegiatan di panti. Setelah waktu makan siang,
subjek juga masih bersemangat untuk melanjutkan proses belajar membaca iqra’ di
kamarnya dan setelah lelah ia memutuskan untuk beristirahat. Subjek juga sudah bisa
mengalihkan emosi nya dengan menahan emosi nya tidak seperti sebelumnya.
5. Sesi kelima : Mengevaluasi akhir keefektifan teknik dengan subjek
Hari/tanggal : Jumat, 06 Desember 2018
Waktu : 10.00-12.00
Tempat : Taman halaman panti
Observasi Umum
Proses Intervensi
Ketika CP datang ia sedang duduk di taman bawah pohon seorang diri dengan
menggunakan baju daster dan rambut diikat satu kebelakang.
Tujuan : Mengatasi aktivitas yang tidak maksimal dan suka menyendiri
Tindakan : Mengevaluasi akhir keefektifan teknik terhadap subjek dan meminta
subjek agar konsisten menjalani apa yang telah dilakukan selama sesi intervensi. Pada
hari terakhir, CP mendampingi subjek pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh
perawat, serta mengikuti games ringan dan panggung seni yang diberikan oleh
Page 84
82
mahasiswa magang peksos bersama WBS lain. Subjek berusaha keras melakukan
kegiatannya dengan sebaik mungkin agar hidupnya terasa lebih berharga.
Kesimpulan dan Penutup
Subjek merasa puas dengan pencapaiannya saat ini. Ia merasa usaha yang dilakukan
selama sesi intervensi memberikan hasil dan dampak positif yang terasa bagi tubuhnya
dan perasaannya. Subjek juga sudah cukup mampu mengeluarkan emosi nya dengan
tidak berbuat kasar dan mengalihkan emosi nya dengan pergi berkegiatan dengan
begitu ia sudah tidak banyak menyendiri di dalam kamar.
Page 85
83
PENERAPAN TERAPI PSIKOANALISA
A. Terapi Psikoanalisa
1. Pengertian
Psikoanalisa merupakan salah satu aliran utama dalam sejarah psikologi yang
dipelopori oleh Sigmund Freud. Psikoanalisa adalah sebuah model perkembangan
kepribadian, filsafat tentang sifat manusia dan metode psikoterapi.
Konsep dari psikoanalisa sendiri terdiri dari tiga system struktur kepribadian
yaitu: (1) id adalah system kepribadian yang orisinil dimana ini lebih kepada insting
dan naluri pada manusia; (2) ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah,
mengendalikan dan mangatur sebagai “polisi lalu lintas” bagi id, superego dan dunia
eksternal; (3) superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian.
Hal-hal yang sudah diberikan dari terapi ini adalah antara lain: (1) Kehidupan
mental individu menjadi bisa dipahami dan pemahaman terhadap sifat manusia bisa
diterapkan pada perbedaan penderitaan manusia; (2) Tingkah laku diketahui sering
ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar; (3) Perkembangan pada masa dini dan kanak-
kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepribadian di masa dewasa; (4) Teori
psikoanalitik menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk memahami cara-cara
yang digunakan oleh individu dalam mengatasi kecemasan dengan mengandaikan
adanya mekanisme yang bekerja untuk menghindari luapan kecemasan; (5) Pendekatan
psikoanalitik telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketaksadaran
melalui analisis atas mimpi-mimpi, resistensi-resistensi dan transferensi-transferensi
(Corey, 2009).
Page 86
84
2. Teknik Terapi Psikoanalisa
Ciri dari tehnik Terapi Freud lebih berpengaruh bila dibandingkan teknik terapi
yang dikembangkan oleh ahli lainnya. Teknik terapi Freud memiliki karakteristik
tertentu yaitu (Alwisol, 2015).
b. Dilaksanakan dalam suasana santai
Terapi dilakukan Freud dalam suasana santai. Suasana seperti itu diciptakan
Freud melalui penataan ruang, warna dinding, pencahayaan, dst yang dibuat
sedemikian rupa sehingga pasien betul-betul merasa nyaman dan betah berada di ruang
tersebut. Dengan suasana santai Freud berharap konflik-konflik yang telah ada di alam
tidak sadar akan mudah muncul ke alam sadar.
c. Klien diberi kebebasan
Dalam terapi Freud, klien dibebaskan untuk bicara apa saja, termasuk
menangis, menjerit, mengumpat, dst Jika klien mengalami bloking atau kebuntuan
Freud berusaha membantu sehingga terjadilah asosiasi antara apa yang ada dalam alam
tak sadar dengan apa yang berikan oleh terapis.
d. Waktu pelaksanaan
Pertemuan terapeutik, pertemuan antara klien dan terapis dalam psikoterapi,
biasanya dilakukan 4 atau 5 kali seminggu (1 sampai 2 jam pertemuan), selama 2
sampai 3 tahun.
Ada beberapa teknik yang dipakai Freud dalam psikoterapinya, yaitu asosiasi
bebas, analisis mimpi, parapraxies atau Freudian slips, interpretasi, alasisis tesisten,
tranferensi dan pengulangan (Alwisol, 2015). Dalam terapi ini tehnik yang akan
dilakukan adalah asosiasi bebas.
Page 87
85
Dalam asosiasi bebas klien dipersilakan mengemukakan apa saja yang terlintas
dalam isi jiwanya, tidak peduli apakah hal itu remeh, memalukan, tidak logis, ataupun
kabur. Dari ungkapan kesadaran tanpa sensor ini terapis memahami masalah kliennya.
Asosiasi bebas dikembangkan Freud dan diterapkan dalam psikoterapi berdasarkan tiga
asumsi (Alwisol, 2015), yaitu :
2) apa saja yang dikatakan dan dilakukan seseorang sekarang, mempunyai makna dan
berhubungan dengan perkataan dan perbuatannya dimasa lalu;
3) materi yang ada dalam ketidak sadaran berpengaruh penting terhadap tingkah laku;
4) materi yang ada dalam ketidak sadaran dapat dibawa ke kesadaran dengan
mendorong ekspresi bebas setiap kali hal itu muncul ke dalam pikiran.
Menurut Freud, meskipun klien menghalangi topic tertentu dan berusaha
menyembunyikannya, suatu saat terbentuk rantai aso-siasi yang membuat terapis dapat
memahami konflik yang telah terjadi pada klien.
1) Langkah-langkah Terapi Psikoanalisa
Menurut Freud (2001), Psikoanalisa memiliki tiga bagian penting, yaitu:
a. Merangsang kelemahan ego subjek untuk berpartisipasi dalam proses intelektual
untuk mengisis kekosongan dari sumber mental mereka dan berpindah ke analisis
super ego mereka yang otoritas.
b. Menstimulus ego subjek untuk kuat melawan masing-masing tuntutan id mereka
dan untuk mengalahkan resistensi yang timbul dalam hubungan mereka.
c. Memulihkan ego subjek dengan mendeteksi material dan impuls yang ditekan
dalam ketidaksadarannya.
Page 88
86
B. Rancangan Intervensi
Dalam menangani kasus M intervensi yang digunakan Terapi Psikoanalisa yang
akan dilakukan sebanyak lima (5) sesi dengan sasarannya adalah perubahan dan
kemajuan dalam mudah menangis, gelisah, mudah lelah dan gangguan tidur.
C. Proses Intervensi
1) Terapi Psikoanalisa
a. Tahap Inducing (menginduksi)
1) Intervensi pertama dilakukan pada hari Senin, 3 Juli 2017
Tujuan :
a) M dapat mengemukakan dan memahami masalah yang dialaminya.
b) Mengurangi intensitas menangisnya
c) Mengenalkan konsep terapi psikoanalisa
Tempat : Rumah Subjek
Observasi :
M memang bukan orang yang mudah tersenyum sehingga setiap diawal perjumpaan
wajah M selalu terlihat tidak bersemangat.
Pelaksanaan:
a) Memperkenalkan diri dan membina rapport
Tahap ini diawali dengan menciptakan suasana nyaman untuk konsultasi
dengan membina rapport
” Bagaimana kabar ibu hari ini?”
Page 89
87
“ Baiklah, kita akan bersama-sama berdiskusi tentang masalah yang dialami dan yang
akan kita lakukan adalah berusaha untuk mengatasi masalah tersebut.”
b) Menjelaskan tujuan serta proses terapi psikoanalisa
“ Terapi yang akan kita lakukan saat ini bertujuan untuk membebaskan atau
mengurangi dari perilaku yang dirasa negative yang sering muncul tanpa ibu sadari,
menguatkan fungsi ego ataupun kesadaran diri akan apa dari dampak perilaku yang
kita lakukan untuk kemudian sesuai dengan standart norma yang ada. Hal itu akan
kita lakukan dengan menginduksi, menstimulus dan akhirnya merekonstruksi kembali
apa yang bisa kita benahi agar kecemasan ibu bisa lebih berkurang.”
c) Membuat kontak terapi
Idealnya terapi psikoanalisa ini bisa terlaksana minimal 45 menit dalam sekali
sesi dan bisa setidaknya empat kali dalam seminggu.
d) Diperlukan kerjasama yang baik antara terapis dan pasien dalam seluruh proses
psikoterapi.
“Baiklah bu, kita telah sepakat akan melakukan terapi ini untuk masalah yang
sekarang sedang kamu hadapi sesuai dengan kesepakatan kita, ya.”
2) Intervensi kedua dilakukan pada hari Rabu, 5 Juli 2017
Tujuan :
a) Mengetahui permasalahannya di masa lalu.
Tempat :Rumah subjek
Page 90
88
Observasi : Seperti biasa M menyambut CP dengan wajah yang biasa saja namun
kali ini sudah sedikit tersenyum sambil menggendong cucunya.
Pelaksanaan :
a) CP mempersilahkan subjek untuk duduk secara rileks dan mempersilahkan subjek
untuk menceritakan apa yang ingin diceritakan (tehnik asosiasi bebas).
“ Baik ibu, pertemuan hari ini kita akan mulai dengan cerita dari ibu. Apa yang
menjadi pikiran ibu selama ini hingga ibu selalu bersedih tanpa ibu tahu
sebabnya.”
Subjek menjawab bahwa tidak tahu harus mulai dari mana dan apa yang harus
diceritakan, sehingga M meminta bantuan CP untuk memberinya pertanyaan.
“ Baiklah ibu, saya akan membantu, bagaimana kalau kita mulai dari ibunya ibu.
Apa yang ibu pikirkan tentang ibu buat ibu.?”
Respon yang diberikan adalah menangis, sehingga dalam sesi pertama ini hampir
selama 30 menit pertama dalam sesi ini subjek menangis tersedu-sedu saat mulai
mengatakan “ibu saya”. Dan akhirnya karena subjek sudah mulai sesak nafas
akibat menangis. Terapi dihentikan.
b) Memberikan rileksasi
Setelah melakukan sesi terapi CP melakukan rileksasi pernafasan agar
meredakan ketegangan otot dan juga menetralisisr pernafasan agar asmanya tidak
semakin parah.
c) Menutup sesi
Page 91
89
“Untuk sesi hari ini saya rasa sudah cukup, semoga kondisi ibu bisa jauh lebih baik
setelah ini. Dan kita akan bertemu disesi selanjutnya sesuai dengan waktu yang
disepakati. Terima kasih atas kesedediaan ibu untuk mengikuti sesi ini.”
3) Intervensi ketiga dilakukan pada hari Jumat, 7 Juli 2017
Tujuan :
a) Mengulang sesi sebelumnya untuk bisa diinterpretasi
Tempat :Rumah Subjek
Observasi : Seperti biasa M menyambut CP sambil menggendong cucunya dan
langsung mempersilhkan masuk dengan antusias walaupun tidak
tersenyum.
Pelaksanaan :
a) Melakukan tehnik pengulangan
CP melakukan pengulangan tentang sesi sebelumnya dimana subjek masih
merasakan sedih yang luar biasa. Sehingga bisa disimpulkan bahwa memang subjek
memiliki permasalahan yang belum selesai dengan ibunya di masa lalu. Sehingga
untuk sesi ini CP meminta M untuk mencoba menceritakan kembali apa yang ingin
diceritakan mengenai ibunya.
“ Ibu, dilihat dari sesi sebelumnya ibu masih belum mampu untuk menceritakan
permasalahan ibu di masa lalu. Apakah untuk kali ini ibu sudah siap untuk kembali
menceritakan tentang ibunya ibu?”
Subjek sudah siap bercerita walaupun air matanya sudah mulai mengalir kembali.
Page 92
90
“ Ibu saya itu tidak sayang sama saya. Dari saya lahir saya langsung tinggal dengan
nenek saya. Setelah saya lahir bapak ibu saya cerai. Saya pernah berpikir apa karena
saya mereka cerai. Saya dari tidak tahu rasanya disayang ibu saya. Saya dimanja oleh
nenek saya, makanya saya sudah menganggap nenek saya sama seperti ibu kandung
saya sendiri. Saetelah nenek saya meninggal pada saat usia saya 5 tahun. Saya benar-
benar sedih. Walaupun ada rasa senang karena saya bisa kembali tinggal dengan ibu
saya. Namun ternyata tidak seperti bayangan saya. Bahwa saya seperti anak yang
tidak dianggap. Saya disuruh untuk membantu pekerjaan rumah dan mengurus adik-
adik tiri saya. Ada kalanya saya dimarahi oleh ibu karena melakukan kesalahan.
Padahal saat SD saya termasuk pintar terutama saya suka sekali pelajaran
matematika. Tapi tiba-tiba pada saat usia 12 tahun ia terpaksa harus berhenti sekolah
dengan alasan ekonomi. Sedih sekali saya rasanya. Kenapa harus saya, padahal saya
berprestasi di sekolah. Sampai guru sekolah saya datang ke rumah untuk menanyakan
nasib saya selanjutnya dari ibu saya dengan tegas mengatakan kepad aguru saya bila
saya sudha tidak bisa kembali lagi bersekolah karena harus membantu perekonomian
keluar. Setelah itu saya disuruh untuk bekerja apa saja termasuk menjadi pembantu
rumah tangga dan gaji saya diambil oleh bapak tiri saya jadi saya ga bisa menikmati
hasil kerja saya. Setiap saya melihat anak yang berseragam sekolah saya pasti
menangis. Karena saya masih berpikir kalau saya seharusnya mampu dna bisa untuk
berprestasi dan bisa jauh lebih dari ini nasib saya. Saya benci sekali dengan ibu saya.
Kenapa dia memperlakukan saya seperti ini. Tapi saya sadar kalau saya berdosa tapi
kenapa dia memperlakukan saya seperti bukan anak kandungnya. Kalaupun tidak cinta
dengan bapak tetapi saya juga tidak minta untuk dilahirkan. Kenapa….?”
Page 93
91
b) Melakukan relaksasi
Melihat kondisi subjek yang sangat emosional, menangis dan terlihat lelah,
akhirnya CP merileksasi agar subjek tidak mengalami sesak nafas.
c) Menutup sesi
“Saya rasa untuk sesi kali ini kita sudahi dulu. Bagaimana perasaan ibu setelah
meluapkan perasaannya.? Kita akan kembali pada sesi selanjutnya. Semoga ibu selalu
dalam kondisi yang baik dan sehat ya.”
b. Tahap Stimulating (stimulasi) dan Restoring (Pemulihan)
1) Intervensi keempat dilakukan pada hari Senin, 10 Juli 2017
Tujuan :
a) Menguatkan ego untuk melawan id dan memulihkannya kembali.
b) Bisa mengurangi gejala yang muncul seperti mudah menangis, gelisah, mudah
lelah, temperamental dan gangguan tidur.
Tempat :Rumah subjek
Observasi : M sedang menggendong cucunya dan menyambut CP dengan wajah
yang biasa saja namun sudah bisa tersenyum.
Pelaksanaan :
a) Melakukan tehnik interpretasi
CP menngulas kembali cerita subjek disesi sebelumnya untuk diinterpretasi dan
membahas mengenai apa yang diinginkan untuk bisa membuat pikirannya jauh lebih
tenang.
Page 94
92
“ Bagaimana kabar ibu hari ini? Hari ini kita akan membahas mengenai cerita ibu
tempo hari mengenai kesedihan yang mendalam perihal hubungan ibu dengan ibu
kandung ibu dan ayah. Karena memang rasa penolakan yang ibu terima tersebut
ternyata tidak mudah untuk bisa ibu jalankan hingga kini. Dimana keinginan seorang
anak adalah pada dasarnya membahagiakan orang tuanya. Apakah setelah menjalani
pertemuan sebelum ini ada perubahan dengan suasana hati ibu ataupun ada hal lain
yang mungkin berkurang ibu?”
Subjek menjawab dengan kondisi yang juah lebih tenang walaupun masih tetap
meneteskan air mata.
“saya senang akhirnya saya bisa menumpahkan cerita kesedihan saya secara utuh ke
mbak, walaupun memang belum sepenuhnya menutup kepedihan hati saya, tetapi
sudah jauh berkurang dari sebelumnya. Setidaknya saya sudah bisa dur nyenyak dan
tidak terbangun tiba-tiba lagi. Dan mungkin memang saya harus mengikhlaskan apa
yang sudah Allah berikan kepada saya bahwa memang saya memiliki orang tua yang
seperti itu.”
b) Relakasasi
Sama seperti sesi sebelumnya CP melakukan relaksasi agar M merasa jauh lebih
rileks sehingga bisa mengurangi gejala yang muncul seperti sering menangis tiba-tiba,
gelisah, mudah lelah, temperamental dan sulit tidur.
c) Menutup sesi
“Saya rasa untuk sesi kali ini kita sudahi dulu. Bagaimana perasaan ibu setelah
merasa harus mengikhlaskan kondisi ibu? Kita akan kembali pada sesi selanjutnya.
Semoga ibu selalu dalam kondisi yang baik dan sehat ya.”
Page 95
93
c. Tahap Evaluasi dan Terminasi
1) Intervensi kelima dilakukan pada hari Rabu, 12 Juli 2017
Tujuan :
a) Mengevaluasi intervensi dan terminasi
Tempat :Rumash subjek
Observasi : Subjek jauh lebih segar dan ceria. Ia sedang menggendong cucunya
dan sedang membereskan rumah.
Pelaksanaan :
a) Mengevaluasi hasil intervasi
CP mengevaluasi hasil intervensi yang sudah dilakukan.
“ Bagaimana kabar ibu pagi ini? Sejauh ini apa yang sudah kit alakukan apakah ada
yang ibu rasakan seperti mengurangi kecemasan ibu ataupun gejala yang lain?”
Subjek merasa ada perubahan.
“Saya merasa bisa tidur lebih nyenyak, sehingga badan saya merasa lelah seperti
biasanya, mungkin karena tidurnya lebih lama dan juga jadinya tidak terlalu mudah
tersulut marah. Tapi kalau sendirian saya masih suka melamun walaupun tidak terlalu
mudah menangis lagi.”
b) Menutup sesi dan terminasi
“Untuk sesi kita akhiri disini ibu, apabila ada kekurngan dari saya, saya mohon maaf
dan semoga apa yang sudah kita lakukan bersama selama ini bisa membantu ibu
mengurangi hal-hal yang ibu anggap negative. Untuk itu mungkin ibu akan saya
Page 96
94
rekomendasikan kepada psikolog apabila memang ibu masih ingin melanjutkan dan
merasa butuh akan terapi selanjutnya, untuk bisa mengurangi lagi gejala yang muncul
sesuai dengan yang ibu keluhkan. Terima kasih banyak atas perhatiannya, semoga ibu
selalu sehat dan diberkati Tuhan.”
Page 97
95
PENERAPAN TERAPI KOGNITIF PERILAKU (TPK)
A. Tinjauan Teoritis dan Metode Intervensi
1. Terapi Kognitif Perilaku (TPK)
a) Pengertian Terapi Kognitif Perilaku (TPK)
Terapi Kognitif-Perilaku (TPK) merupakan intervensi psikologis yang
mengkombinasikan terapi kognitif serta terapi perilaku untuk menangani
masalah psikologis. Terapi Kognitif-Perilaku menurut Rosenvald, Oei &
Schmidt,Westbrook, Kennerley & Kirk (dalam Retha, 2012) mengajarkan
individu untuk mengenali pengaruh pola pikir tertentu dalam memunculkan
penilaian yang salah mengenai pengalaman-pengalaman yang ia temui, hingga
memunculkan masalah pada perasaan dan tingkah laku yang tidak adaptif
Menurut Epigee (2009) Terapi Kognitif Perilaku (TPK) merupakan terapi
yang didasari dari gabungan beberapa intervensi yang dirancang untuk
merubah cara berpikir dan memahami situasi dan perilaku sehingga mengurangi
frekuensi reaksi negatif dan emosi yang mengganggu. Menurut Fakutas Ilmu
Kedokteran Universitas Indonesia(2009) Terapi Kognitif Perilaku (TPK)
merupakan psikoterapi jangka pendek, yang menjadi dasar bagaimana seseorang
berfikir dan bertingkah laku positif dalam setiap interaksi Terapi-Kognitif-
Perilaku (TPK) berfokus pada masalah, berorientasi pada tujuan dan kesuksesan
dengan masalah disini dan sekarang
Prinsip dasar dari Terapi Kognitif-Perilaku antara lain (Westbrook,
Kennerley & Kirk, 2007):
1) Prinsip kognitif: masalah psikologis merupakan hasil interpretasi
Page 98
96
dari sebuah kejadian, bukan kejadian itu sendiri.
2) Prinsip perilaku: perilaku individu dapat sangat mempengaruhi
pikiran dan emosinya.
3) Prinsip kontinum: gangguan bukanlah suatu proses mental yang
berbeda dengan proses mental normal, melainkan proses mental
normal yang berlebihan hingga menjadi masalah.
4) Prinsip here-and-now : lebih baik berfokus pada proses masa kini
daripada masa lalu.
5) Prinsip sistem yang saling berinteraksi: melihat masalah sebagai
interaksi dari pikiran, emosi, perilaku, fisiologi, dan lingkungan
yang dimiliki individu.
6) Prinsip empiris: penting untuk mengevaluasi teori dan terapi
secara empiris.
Tujuan dari Terapi Kognitif-Perilaku (TPK) adalah untuk memodifikasi
fungsi berpikir, perasaan, bertindak, dengan menekankan fungsi otak dalam
menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat, dan mengambil keputusan
kembali. Dengan merubah status pikiran dan perasaannya, klien diharapkan
dapat merubah perilaku negatif menjadi positif (Oemarjoedi, dalam Retha, 2012)
dengan putusnya hubungan antara pikiran dan perilaku yang negatif, maka secara
keseluruhan cara berpikir dan berperilaku individu tersebut tidak mengarah pada
maladaptif. Terapi Kognitif-Perilaku (TPK) juga bertujuan agar klien memiliki
pola pikir yang positif sehingga perilaku yang terlihat juga positif atau adaptif.
Dengan pemberian Terapi Kognitif- Perilaku (TPK) klien diharapkan mampu
Page 99
97
mengatasi masalah yang timbul dengan cara yang konstruktif. Terapi Kognitif-
Perilaku (TPK) yang digunakan CP dalam pemeriksaan psikologis ini adalah
teknik restrukturisasi Kognitif atau Pikiran.
2. Teknik restrukturisasi Kognitif atau Pikiran
Teknik restrukturisasi Kognitif atau Pikiran (Yulle, dalam Retha 2012)
membantu individu mengatasi masalah kenangan yang jelek akibat trauma yang
dirasakan. Konsep kognitif menekankan pada pentingnya proses berpikir yang
akan mempengaruhi sebagian atau seluruh psikopatologi dari reaksi abnormal
dari post- trauma. Sehingga intervensi diperlukan untuk mengidentifikasi
pikiran dan kepercayaan yang tidak tepat dan membantu klien dalam
memunculkan kembali pikiran dan kepercayaan yang lebih membantu dalam
melihat kejadian traumatis, diri sendiri dan lingkungan.
Burns (1988 dalam Retha, 2012) mengungkapkan bahwa perasaan
individu sering dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan individu mengenai dirinya
sendiri. Pikiran individu tersebut belum tentu merupakan suatu pemikiran yang
objektif mengenai keadaan yang dialami sebenarnya. Penyimpangan proses
kognitif juga disebut dengan distorsi kognitif. Reaksi emosional tidak
menyenangkan yang dialami individu dapat digunakan sebagai tanda bahwa apa
yang dipikirkan mengenai dirinya sendiri mungkin tidak rasional, untuk
selanjutnya individu belajar membangun pikiran yang objektif dan rasional
terhadap peristiwa yang dialami.
Distorsi kognitif berikut (dalam Bradley.T, 2016) yang dapat
dialami oleh individu terdiri dari penyimpangan pemikiran-pemikiran
Page 100
98
dapat dipaparkan sebagai berikut :
1) Pemikiran ― Segalanya atau Tidak Sama Sekali (All or nothing thinking)
2) Terlalu Menggeneralisasi (overgeneralization)
3) Mendiskualifikasikan yang Positif (disqualifiying the positive)
4) Loncatan ke Kesimpulan (jumping to conclusions)
5) Pembesaran dan Pengecilan (magnification and minimization)
6) Penalaran Emosional (emotional reasoning)
7) Pernyataan ―Harus (should statements)
8) Memberi Cap dan Salah Memberi Cap (labeling and mis labeling)
9) Personalisasi (personalization)
3. Langkah-langkah
Menurut Beck (dalam Oei, 2011; Laidlaw, Thompson, Gallagher-
Thompson & Dick-Siskin, 2003) restrukturisasi kognitif atau pikiran
biasanya dilakukan dengan strategi A-B-C-D-E, yaitu :
1) A (Antecedent) merupakan peristiwa aktual yang mendasari munculnya
perasaan dan atau pikiran tertentu.
2) B (Beliefs) merupakan keyakinan yang muncul sebagai hasil dari pikiran,
biasanya berupa pikiran negatif.
3) C (Consequences) merupakan konsekuensi berupa perasaan yang muncul
dari suatu pikiran tertentu.
4) D (Dispute) merupakan usaha menantang pikiran yang sudah muncul
sebelumnya dengan menggunakan pikiran alternatif tertentu.
5) E (Evaluation) merupakan evaluasi yang dilakukan terhadap perasaan
Page 101
99
setelah menantang pikiran negatif.
Dalam penulisan laporan kasus ini CP menggunakan Terapi Kognitif-
Perilaku (TPK) dengan teknik restrukturisasi Kognitif atau Pikiran yang langkah
– langkahnya dalam memberikan intervensi disusun oleh Doyle (1998, dalam
Bradley.T) yaitu sebagai berikut :
1) Mengumpulkan informasi latarbelakang klien
2) Membantu klien menjadi sadar akan proses pikirannya.
3) Memeriksa proses berpikir rasional klien yang memfokuskan bagaimana
pikiran klien mempengaruhi kesejahteraannya.
4) Membantu klien mengevaluasi keyakinan klien tentang pola – pola
pikiran logis klien sendiri dan orang lain.
5) Membantu klien merubah keyakinan dan asumsi interlnya.
6) Mengulangi kembali proses pikiran rasional sekali lagi dengan
mengajaarkan tentang aspek – aspek penting kepada klien dengan contoh
kehiduan nyata.
7) Kombinasi thought stopping dan relaksasi sampai pola – pola logis
terbentuk.
B. Rancangan Intervensi
Untuk melakukan intervensi dilaksanakan dengan Terapi Kognitif-
Perilaku dengan teknik restrukturisasi Kognitif -Pikiran yang sasaran
intervensi meliputi “tidak mampu mengontrol emosi, sulit tidur, masih ada
keinginan konsumsi amphetamine, cemas akan masa depan setelah keluar dari
Page 102
100
Lapas”. Intervensi ini dilakukan sebanyak 5 kali (jangka pendek). Pada bagian
ini, akan dijabarkan tujuan dan bentuk kegiatan pada setiap isi sesi intervensi :
1. Sesi pertama : Psikoedukasi mengenai Terapi Kognitif-Perilaku dengan
teknik restrukturisasi Kognitif -Pikiran dan pengantar materi “Pikiran
Negatif”
Tujuan
a) Membuat subjek memahami teknik Kognitif-Perilaku dengan teknik
restrukturisasi Kognitif atau Pikiran
b) Membuat subjek memahami penyebab dan dampak perilaku
ketergantungan amphetamine
c) Membuat subjek semakin terbiasa melakukan relaksasi dalam
kesehariannya.
d) Mengantarkan partisipan menuju pembahasan materi sesi 2 lebih
lanjut, mengenai “Pikiran Negatif
Kegiatan yang dilakukan pada sesi 1
a) CP menjelaskan prinsip-prinsip Terapi Kognitif-Perilaku
dengan teknik restrukturisasi Kognitif atau Pikiran kepada
subjek dan mempersilahkan subjek bertanya apabila ada yang
belum dimengerti
b) CP mengajak subjek berdiskusi mengenai penyebab dan
dampak perilaku ketergantungan yang ia alami, dalam hal ini
ciri-ciri yang muncul dalam diri subjek.
c) CP menjelaskan dan mengajarkan teknik “Relaksasi
Pernapasan”
Page 103
101
d) Subjek meminta subjek mencoba menjalankan latihan
“Relaksasi Pernapasan”
e) CP menjelaskan pengantar materi “Pikiran Negatif” untuk
subjek dan memberikan tugas rumah “Pikiran Negatif” untuk
dibahas pada sesi 2
2. Sesi kedua : Pikiran negatif dan pengantar teknik
restrukturisasi kognitif atau pikiran
Tujuan
a) Membuat subjek dapat menyadari adanya pikiran-pikiran negatif
yang berkontribusi terhadap kemunculan ketergantungan
amphetamine dalam dirinya
b) Membuat subjek memahami cara melawan pikiran negatifnya agar
menjadi lebih adaptif dan melawan ketergantungan
c) Mengantarkan subjek menuju pembahasan materi sesi 3 lebih lanjut
mengenai restrukturisasi kognitif atau pikiran.
Kegiatan yang dilakukan pada sesi 2
a) CP membahas hasil pengerjaan tugas rumah “Pikiran Negatif”
yang sudah dikerjakan oleh subjek
b) CP menjelaskan lebih lanjut mengenai materi “Pikiran Negatif”
c) CP memberikan pengantar materi “Restrukturisasi Pikiran”
kepada subjek, lalu mengajarkan subjek menggunakan teknik
ABCDE dengan bimbingan CP
Page 104
102
d) CP memberi tugas rumah “Restrukturisasi Pikiran” untuk
dibahas lebih lanjut pada sesi 3
3. Sesi ketiga : Restrukturisasi pikiran dan pengantar teknik
memecahkan masalah.
Tujuan
a) Membuat subjek mampu mengembangkan pikiran-pikiran yang
adaptif dan melawan keinginan konsumsi amphetamine.
b) Membuat subjek kembali mengingat materi-materi yang telah
diberikan dari sesi 1 sampai sesi 3
c) Mengantarkan subjek menuju pembahasan materi sesi 4 lebih lanjut,
mengenai teknik memecahkan masalah.
Kegiatan yang dilakukan pada sesi 3
a) CP membahas hasil pengerjaan tugas rumah “Restrukturisasi
Pikiran” yang sudah dikerjakan oleh subjek
b) CP memberi penjelasan secara lengkap mengenai materi
“Restrukturisasi Pikiran” dan manfaatnya untuk memerangi
ketergantungan , mendiskusikannya bersama subjek dengan
membuat contoh kembali, serta mempersilakan subjek bertanya
apabila masih ada yang belum dimengerti
c) CP memberi pengantar materi “Teknik Memecahkan Masalah”
d) CP memberikan tugas rumah “Teknik Memecahkan Masalah”
untuk dibahas pada sesi 4
Page 105
103
4. Sesi 4 : Teknik memecahkan masalah ; Evaluasi Seluruh sesi
Tujuan
a) Membuat subjek semakin memahami dan terbiasa memecahkan
masalah dengan efektif dalam kesehariannya
b) Membuat subjek menyadari adanya pikiran-pikiran negatif di dalam
dirinya
c) Mengantarkan subjek menuju pembahasan materi sesi 4 lebih lanjut,
mengenai pikiran negatif
Kegiatan yang dilakukan pada Sesi 4
a) CP membahas hasil pengerjaan tugas rumah “Teknik
Memecahkan Masalah” yang dikerjakan oleh subjek
b) CP menjelaskan lebih lanjut mengenai materi “Teknik
Memecahkan Masalah”, dan kaitannya untuk menangani
ketergantungan amphetamnine.
c) CP mengajak subjek berlatih mengerjakan “Teknik
Memecahkan Masalah” kembali bersama dengan CP sebagai
pendamping
d) CP meminta subjek mencobakan pemecahan masalah yang
sudah dibuat, dan mengevaluasi hasilnya sendiri jika sudah
dilakukan
e) CP mengulang isi sesi 1 sampai 3 secara garis besar untuk
mengingatkan subjek akan teknik-teknik yang sudah diberikan
Page 106
104
lalu CP meminta subjek menjalankan kembali seluruh tugas dari
sesi 1 sampai sesi 4 untuk dibahas pada sesi 5
5. Sesi 5 : Evaluasi seluruh sesi
Tujuan
a) Membuat subjek menyadari kesulitan-kesulitan yang
menghambatnya memerangi ketergantungan
b) Membuat subjek menyadari bahwa kegagalan di tengah usaha
memerangi ketergantungan amphetamnine tidak dijadikan alasan
untuk berputus asa
c) Membuat subjek semakin termotivasi untuk mengatasi
ketergantungan amphetamnine dengan teknik-teknik yang sudah
diajarkan.
Kegiatan yang dilakukan pada sesi 5
a) CP membahas hasil pengerjaan tugas - tugas integrasi dari sesi
1 sampai sesi 4 yang sudah dikerjakan oleh subjek , dan
menanyakan pengalaman subjek terkait hal tersebut
b) CP mengajak subjek berdiskusi mengenai hambatan-hambatan
atau kesulitan-kesulitan yang ia alami saat mencoba
menjalankan teknik- teknik dari terapi, termasuk mendiskusikan
cara-cara mengatasi hambatan tersebut
c) CP meminta menjalankan kembali seluruh tugas dari sesi 1
sampai sesi 4 sebagai persiapan terminasi yang akan dilakukan
Page 107
105
pada pertemuan pasca-intervensi.
C. Proses Intervensi
Keluhan subjek saat ini : Selama subjek menjadi WBP di Lapas Salemba belum
pernah dibesuk keluarganya, walaupun ia memahami kondisi jarak yang jauh
namun tetap saja tersebut membuatnya merasa tidak mampu mengontrol emosi,
sulit tidur karena rindu ibu, dan cemas akan masa depan saat ia keluar dari
Lapas, kesemua hal tersebut membuatnya mempunyai keinginan kembali
konsumsi amphetamine untuk membantunya melupakan masalah.
Berikut ini rincian pelaksanaan intervensi :
Proses Intervensi pertama
Sesi 1 : Psikoedukasi mengenai Terapi Kognitif-Perilaku
dengan teknik restrukturisasi Kognitif atau Pikiran,
teknik relaksasi dan pengantar materi Pikiran Negatif
(sulit kontrol emosi)
Waktu : Selasa, 16 Juli 2019
Tempat : Ruang konseling Lapas Salemba
Observasi : Terlihat matanya masih terlihat sembab dan sedikit
malas, secara keseluruhan wajahnya terlihat tidak terlalu baik. Memakai kaos
biru seragam
WBP lapas Salemba dengan celana panjang hitam serta mengenakan sendal jepit
dan ditangannya terlihat satu batang rokok yang sudah terbakar. Melihat CP,
rokok di matikan mengusap tangannya ke baju dan bersalaman dengan CP.
Page 108
106
Sepanjang menjalani sesi hari ini, secara umum suasana perasaan subjek tampak
agak murung, tetapi ia dapat menjalani sesi dengan konsentrasi yang baik.
Gambaran Hasil Sesi 1:
Pada saat CP menjelaskan prinsip-prinsip dari Terapi Kognitif-
Perilaku,R menyimak dengan seksama. Ia mengaku dapat memahami dasar
terapi yang melibatkan pikiran, perasaan, dan tingkah laku serta keterkaitan tiga
aspek tersebut. Ketika diminta, R juga mampu memberikan contoh pengalaman
yang melibatkan hubungan pikiran, perasaan, dan tingkah laku. Misalnya, ia
mengaku sulit mengontrol emosi diakuinya ia seringkali marah dengan
mendiamkan ibu, kakaknya atau siapapun apabila ia sedang kesal atau banyak
pikiran.
Lebih lanjut, ketika membahas prinsip-prinsip Terapi Kognitif-Perilaku,
R dapat memahami prinsip edukatif, masa sekarang, terstruktur dan bertujuan.
Sementara itu, R banyak bertanya mengenai prinsip kolaboratif dan
“meningkatkan keterampilan”. Pada prinsip kolaboratif, CP menjelaskan
pentingnya peran R sebagai klien di dalam terapi ini. Terapi tidak akan dapat
berjalan dengan baik apabila ia tidak mau berperan aktif bersama dengan CP
selama proses terapi.
Di sisi lain, untuk prinsip “meningkatkan keterampilan”, CP juga
menjelaskan bahwa dalam terapi ini, CP akan mengajarkan keterampilan-
keterampilan psikologis untuk subjek, yang dapat digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Nantinya, efek terapeutik akan diperoleh subjek saat sudah
mempraktekkan keterampilan-keterampilan tersebut.
Page 109
107
CP juga memberi analogi bahwa jika dokter memberikan obat saat ia
sakit, maka CP akan memberikan keterampilan yang dapat membantunya
apabila ia terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Memasuki materi selanjutnya,
yaitu “Relaksasi”. Pertama-tama, CP menjelaskan mengenai relaksasi, saat
mendengar penjelasan mengenai materi relaksasi, subjek bisa memahaminya
dengan cukup mudah. Ia memiliki kebingungan pada penjelasan prinsip
relaksasi yang berbunyi “Belajar relaksasi adalah belajar untuk „melepaskan‟
ketegangan, bukan „berjuang‟ untuk menjadi rileks”.
Untuk menjawab kebingungan ini, CP menjelaskan dengan contoh
apabila sedang mengalami susah tidur, biasanya orang berusaha menyuruh atau
memaksa dirinya untuk tidur, tetapi cara tersebut justru tidak akan membuatnya
jatuh tertidur. Begitu pula dengan relaksasi, jika dipaksakan, justru malah
menjadi tidak bisa rileks. Setelah dijelaskan demikian, subjek mengaku sudah
mengerti dan setuju dengan prinsip tersebut.
Setelah itu, CP membacakan materi berupa instruksi relaksasi
pernapasan dan mengajarkan latihan relaksasi pernapasan kepada subjek dengan
menunjukkannya di hadapan R. Subjek sempat kesulitan saat mempraktekkan
pernapasan perut. Ia terus- menerus memegang dada dan perutnya untuk
mempertahankan dadanya tidak mengembang saat menarik napas. Setelah
mencoba berkali-kali, subjek akhirnya bisa melakukannya.
CP kemudian memandunya melakukan latihan relaksasi pernapasan
sebanyak 10 kali menarik dan membuang napas. Setelah selesai latihan relaksasi
pernapasan, subjek mengatakan adanya kelegaan di bagian dada. Ia
Page 110
108
menyebutnya sebagai “plong”. Setelah menjalani sesi latihan relaksasi
pernapasan.
Setelah itu, CP masuk ke bagian selanjutnya, yaitu membahas materi
pikiran negatif yaitu mengenai jenis-jenis pikiran yang tidak berguna serta tidak
adaptif.
Kesimpulan Sesi 1:
1) Subjek mampu memahami prinsip-prinsip Terapi Kognitif-Perilaku yang
akan dijalaninya
2) Subjek mampu mengenali ciri-ciri ketergantungan amphetamine yang ada di
dalam dirinya.
3) Subjek memahami manfaat dan prinsip-prinsip relaksasi secara teoritis, serta
mampu mempraktekkan relaksasi pernapasan
Tugas untuk Sesi selanjutnya (sesi 2):
Subjek diminta terus memperhatikan ciri-ciri dan pikiran negatif yang muncul
dalam dirinya untuk mengetahui hal-hal atau kegiatan-kegiatan yang membuat
perasaan menjadi positif dan negatif.
Proses IntervEnsi Kedua
Sesi 2 : Pikiran negatif dan pengantar teknik restrukturisasi
pikiran
Waktu : Rabu, 17 Juli 2019
Tempat : Ruang konseling Lapas Salemba
Observasi :Ketika CP datang, subjek sudah menunggu dengan
Page 111
109
mengenakan baju kaos biru berkerah seragam warga binaan yang telah
disediakan Lapas Salemba, dipadukan dengan celana panjang dan memakai
sendal jepit. Subjek sedang berada dalam kondisi kurang sehat hari teringat dan
rindu pada ibunya membuatnya mengalami kesulitan tidur, entah mengapa jika
sudah larut malam menjadi tidak mengantuk, begitu juga dipagi dan siang hari.
Terkadang sanggup untuk tidak tidur berhari-hari, lebih suka mengenang
kampung halaman bersama ibunya sambil menghabiskan rokok berbatang-
batang. Hal ini menyebabkan konsentrasinya agak menurun. Kendati demikian,
ia tetap dapat menjalani sesi dengan baik. Suasana hatinya pun tampak positif.
Gambaran Hasil Sesi 2:
Sesi 2 dibuka dengan membahas pengerjaan tugas mengenai “Pikiran
Negatif” yang sudah dilakukan oleh subjek. R tampak tidak mengalami kesulitan
mengidentifikasi pikiran-pikiran negatif yang ia miliki. Contoh pikiran negatif
yang ia kenali antara lain berprasangka buruk dan keharusan. Berprasangka
buruk misalnya ia berpikir ayahnya atau kakaknya sengaja memukulnya jika ia
melakukan kesalahan untuk menyakiti perasaan hatinya atau ia pernah berpikir
temannya membencinya karena ia pernah tidak diundang saat teman satu selnya
tersebut membagi makanan setelah dibesuk keluarganya. Pada keharusan subjek
menyebutkan harus memakai sabu-sabu untuk membantu focus, juga membuat
perasaan nyaman. Setelah membahas pengerjaan tugas pikiran negatif, CP
kemudian membahas materi pikiran negatif lebih lanjut, yang terkait dengan
ketergantungan
CP membahas satu per satu jenis pikiran negatif yang ada di dalam
Page 112
110
materi, yaitu berprasangka buruk, pikiran selektif, berpikir hitam putih,
overgeneralisasi, dan keharusan / selalu. Subjek dapat memahami seluruh jenis
tersebut, dan menurutnya pikiran-pikiran tersebut memang biasanya muncul,
tetapi ia tidak menyadarinya sebagai sesuatu yang buruk. Subjek dapat
memahami bahwa pikiran negatif muncul secara otomatis. Setelah selesai
membahas pikiran negatif.
Kemudian CP beralih pada materi selanjutnya, yaitu melakukan
restrukturisasi terhadap pikiran negatif. CP menjelaskan bahwa restrukturisasi
pikiran dapat diartikan sebagai menata kembali pikiran menjadi lebih sehat. CP
menekankan pentingnya melakukan restrukturisasi pikiran untuk pikiran negatif
karena pikiran negatif muncul secara otomatis, sehingga tidak dapat dicegah.
Oleh karena itu, setelah muncul, pikiran otomatis ini bisa dilawan atau ditata
ulang.
Lebih lanjut, CP menjelaskan teknik ABCDE untuk melakukan
restrukturisasi pikiran tersebut dengan cara CP meminta subjek mengulangi
pertanyaan lalu menjawabnya beberapa pertanyaan berikut ini, A(pencetus) :
apa yang memicu reaksi saya? E(emosi) : apa yang waktu itu saya rasakan?
Pikiran : apa yang waktu itu saya pikirkan? B(perilaku) : apa yang waktu itu
benar – benar saya lakukan? Pengalaman kehidupan awal apa yang terkait
dengannya? Apa yang saya lakukan hingga menyebabkan atau memperburuk
situasi tersebut? Mengatasi masalah : bagaimana saya mengatasi masalah
dengan lebih baik di masa akan datang?. Pembelajaran : apa yang dapat saya
pelajari dari situasi ini yang dapat saya terapkan dimasa depan?. Subjek agak
Page 113
111
kebingungan saat dijelaskan mengenai konsep D, yaitu mencari pikiran
alternatif untuk melawan pikiran negatif. Menurutnya, jika sedang tidak fokus,
pasti sulit sekali
mencari pikiran alternatif itu. CP mengiyakan bahwa pikiran negatif biasanya
akan lebih mendominasi ketika individu sedang tertekan, tetapi pikiran alternatif
tetap dapat dicari apabila ia mau berusaha. Subjek sepakat dengan hal tersebut.
Setelah menjabarkan materi dan cukup dimengerti oleh subjek, CP
melanjutkan dengan latihan melakukan restrukturisasi pikiran. Awalnya, CP
memberi contoh di luar pengalaman subjek, dan memintanya mencoba
mengerjakannya bersama-sama dengan CP. Kemudian CP meminta subjek
menyebutkan pikiran negatif yang benar-benar ia miliki. Contoh yang ia pilih
adalah pikiran negatif bahwa ia berpikir keluarga sengaja menyakiti hatinya
dengan tidak membesuknya di Lapas. Melalui latihan ini, subjek diajak untuk
mengenali pikiran negatif yang muncul dari situasi tertentu, perasaan yang
muncul, dan cara untuk melawannya menggunakan pikiran alternatif. Pikiran
alternatif yang dipilih oleh subjek adalah berpikir bahwa keluarganya mungkin
juga tidak punya biaya untuk transportasi juga akomodasi dari Lampung ke
Jakarta. Apalagi usia ibunya memasuki 60 tahun akan kelelahan bila menempuh
perjalanan jauh. Dengan berpikir demikian, ia mengaku tetap merasakan sakit
hati, dan menanyakan hal tersebut kepada CP.
Kemudian menanyakan kadar / skala 0 paling rendah dan 10 paling
tinggi tentang rasa sedih dan sakit hati yang ia rasakan sebelum di angka 10 dan
sesudah latihan diangka 6. Menurut subjek, kadar sakit hati dan sedihnya
Page 114
112
berubah, tetapi tidak mernghilang. CP kemudian menjelaskan bahwa tidak
mudah untuk menghilangkan sakit hati, tetapi pikiran tersebut sudah membuat
subjek lebih sehat karena rasa sedih dan sakit hatinya sudah berkurang. Lama
kelamaan, subjek akan mampu mengendalikannya lebih baik lagi, sehingga
dapat mengatasi emosi-emosi negatif yang ia rasakan.
Kesimpulan Sesi 2:
1) Subjek memahami materi dan jenis-jenis pikiran negatif, serta mampu
mengenai pikiran negatif yang ada di dalam dirinya, yaitu terutama berupa
berprasangka buruk dan berpikir mengenai keharusan.
2) Subjek memahami materi dan pentingnya melakukan restrukturisasi pikiran
untuk menghasilkan emosi yang lebih sehat.
Tugas untuk Sesi selajutnya (sesi 3):
1) Subjek diminta untuk terus memperhatikan pikiran-pikiran negatif yang
seringkali muncul dalam dirinya, walaupun tidak mencatatnya.
2) Subjek ditugaskan untuk memilih 2 pikiran negatif lagi. Kalaupun memiliki
lebih dari 2 pikiran negatif, maka subjek dapat mencoba melakukan
restrukturisasi pikiran juga walaupun tidak mencatatnya.
Proses Intervensi Ketiga
Sesi 3 : Teknik restrukturisasi pikiran dan pengantar teknik
memecahkan masalah keinginan konsumsi
amphetamine
Waktu : Kamis, 18 Juli 2019
Tempat : Ruang konseling Lapas Salemba
Page 115
113
Observasi : Subjek menerima kedatangan CP dengan baik. Ia
menemui CP mengenakan baju kaos berlengan pendek dilapisi kaos biru
berkerah seragam warga binaan yang telah disediakan Lapas Salemba,
dipadukan dengan celana panjang danb memakai sendal jepit. Subjek dapat
berkonsentrasi sepanjang pertemuan. Ia juga terlihat sudah lebih banyak
tersenyum dari pertemuan sebelumnya.
Gambaran Hasil Sesi:
Sesi 3 dibuka dengan membahas pengerjaan tugas mengenai
“restrukturisasi pikiran” yang sudah dilakukan oleh subjek. Subjek tampak
sudah tidak memiliki kesulitan yang berarti saat mengerjakan dua restrukturisasi
pikiran. Hanya saja, CP melihat adanya kecenderungan subjek hanya menjawab
kemungkinan sebagai pikiran alternatif. Untuk itu, CP menjelaskan kepada
subjek bahwa ada cara lain untuk membuat pikiran alternatif, misalnya mencari
fakta yang terkait, bukan hanya mencari kemungkinan. Misalnya saja, pada
pikiran negatif yang muncul terkait keinginan konsumsi amphetamine juga
kondisi di Lapas, subjek mengatakan merasa sedih karena tidak dibesuk
keluarganya sekaligus menyesal karena mengkonsumsi amphetamine dan
mengikuti ajakan teman melakukan penipuan.
Kemudian, CP bertanya mengenai usaha yang pernah subjek lakukan
untuk mengatasi hal tersebut tersebut. Subjek kemudian terlihat berpikir,
kemudian menjawab bahwa ia menyibukan diri dengan mengikuti semua
kegiatan di Lapas termasuk mendaftar agar dapat ikut sesi konseling ini. Setelah
menjelaskan hal tersebut, subjek langsung mengatakan, “Iya ya, saya udah
Page 116
114
pernah usaha sih ya, tapi ya tetap aja sudah terlanjur konsumsi amphetamine
malah dan masuk penjara juga?”. Walaupun masih ada kata “tapi” yang
dilontarkan oleh subjek, tetapi CP melihat bahwa subjek sudah dapat melawan
pikiran negatifnya dengan lebih kreatif berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Sementara itu, untuk restrukturisasi pikiran yang kedua, Subjek
melakukan restrukturisasi pada pikiran negatifnya terhadap teman yang tidak
mengundang dirinya ketika teman satu sel nya membagi makanan setelah
mendapat kunjungan dari keluarganya. Di sini, awalnya ia berpikir bahwa ia
dibenci oleh temannya tersebut, lalu ia berpikir ulang bahwa mungkin temannya
tersebut lupa sehingga tidak sengaja tidak mengajak dirinya. Untuk memuaskan
rasa penasarannya, subjek kemudian menanyakan langsung hal ini kepada
temannya, dan temannya meminta maaf karena benar-benar lupa. Kejadian ini
menurut subjek sudah berlalu cukup lama, sekitar satu bulan yang lalu. Akan
tetapi, ia sangat lega karena akhirnya bisa memikirkan ulang dan bahkan
mengkonfirmasi hal tersebut secara langsung sehingga tidak lagi berpikir negatif
mengenai temannya.
Setelah selesai membahas restrukturisasi pikiran, CP menutup sesi dan
mengajak subjek untuk membahas semua materi yang sudah diberikan sejak
awal. CP tidak menemukan kesulitan saat membahas ulang semua materi.
Subjek masih mengingat semua materi yang diberikan dengan baik. Ketika
membahas satu per satu materi dan tugas rumah” yang sudah ia kerjakan, Subjek
mengaku tidak memiliki pertanyaan apapun lagi.
CP hanya berusaha mendorongnya untuk terus berlatih dan
Page 117
115
mempraktekkan semua materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. CP
meminta subjek mempraktekan kembali tugas-tugas yang perlu dipraktekkan
setiap hari, yaitu latihan relaksasi pernapasan. Sementara, untuk mengatasi
keinginan konsumsi amphetamine ada teknik memecahkan masalah, mengenali
pikiran negatif, dan restrukturisasi pikiran. Subjek memahami instruksinya
dengan mudah karena sifatnya mengulang
Kesimpulan Sesi 3:
1) Subjek mampu melakukan restrukturisasi pikiran terhadap pikiran-pikiran
negatif yang ia miliki menggunakan kemungkinan berpikir yang lebih sehat
dan fakta-fakta yang ada.
2) Subjek dapat memahami seluruh materi yang diberikan pada setiap sesi, dan
akan melakukannya kembali sampai bertemu dengan peneliti di sesi4.
Tugas untuk Sesi 4:
Subjek diminta untuk mengulang mengerjakan semua tugas dari seluruh sesi
selama dua hari sampai pertemuan sesi 4. Tugas yang perlu dikerjakan per hari
adalah teknik memecahkan masalah, mengenali pikiran negatif dan melakukan
restrukturisasi pikiran.
Proses Intervensi Keempat
Sesi 4 : Teknik memecahkan masalah dan evaluasi seluruh sesi
Waktu : Jumat, 19 Juli 2019
Tempat : Ruang konseling Lapas Salemba
Observasi : Saat CP datang, subjek sedang membersihkan ruangan
perpustakaan. Setelah menyapa CP, subjek meminta izin untuk mencuci
Page 118
116
tangannya dan menyusul CP ke ruang konseling. Suasana perasaan subjek
tampak cukup stabil dan walau tampak sedikit murung namun ia dapat menjalani
sesi dengan konsentrasi yang baik.
Gambaran Hasil Sesi 4:
Sesi 4 dibuka dengan membahas tugas rumah dari sesi sebelumnya, yaitu
mengenai teknik memecahkan masalah, subjek membahas masalah
kekhawatirannya serta kecemasannya saat keluar dari Lapas. Subjek
mengaku tidak tenang memikirkan kondisi tersebut, karena ia ingin keluar dari
Lapas bersih dari narkoba dan mempunyai penghasilan yang halal tetapi ia
merasa berat untuk mencapainya. Inti dari masalahnya adalah rasa khawatir
ditolak untuk mendapat pekerjaan atau usaha untuk mendapat penghasilan.
Padahal subjek ingin sekali mandiri dan membahagiakan ibunya, sehingga ia
ingin sekali dapat menuntaskan masalah ini.
Dari mencoba mencari pemecahan atas masalah ini, subjek mengaku
mendapatkan beberapa alternatif yang sebelumnya tidak terpikir olehnya, seperti
membuat usaha tambel ban, meneruskan memelihara ayam milik teman
ayahnya. Subjek mengaku baru mulai mencobakan solusi tersebut hari ini,
sehingga belum tahu hasilnya. Dari pengerjaan tugas itu, CP dan subjek
membahas bahwa teknik memecahkan masalah yang diajarkan oleh CP dapat
diterapkan subjek karena membuat ia berpikir lebih rapi dan terarah, berbeda
dengan cara memecahkan masalah yang biasa ia lakukan. Subjek mengaku
merasakan manfaat dari teknik tersebut.
Page 119
117
Untuk memperdalam pemahaman mengenai teknik ini, CP mengajak
subjek untuk berusaha memecahkan masalahnya yang lain. Subjek memilih
memecahkan masalah keinginan konsumsi amphetamine dan keinginan
membahagiakan ibu yang berharap dirinya bebas dari narkoba serta mandiri
sehingga ini menjadi masalah. Subjek mampu menjabarkan alternatif solusi
walaupun hanya ada dua solusi yang ia temukan, yaitu pindah dari Lampung
atau tinggal di Lampung bersama kakak perempuannya membantunya berjualan
(menjaga warung).
Dari proses pembicaraan, subjek menganggap alternatif kedua lebih
cocok dilakukan karena ia sudah tinggal dengan kakak perempuannya tersebut
tetapi saat itu kakaknya masih berdagang keliling dan ia belum pernah
membantu kakaknya. Subjek pernah mengurangi konsumsi amphetamine saat di
melanjutkan sekolah tinggi di Jogja namun saat kembali ke Lampung bertemu
temannya ia kembali mengkonsumsi amphetamine, sehingga subjek merasa
tidak pernah berhasil. Dari sini terlihat bahwa subjek sudah berusaha melihat
pengalaman kegagalan solusi terdahulu untuk mengatasi masalah yang sama. Ia
berniat mencoba solusi yang lain. CP melihat bahwa subjek dapat melakukan
langkah-langkah dalam teknik memecahkan masalah ini dengan baik.
Kesimpulan Sesi 4:
Subjek memahami manfaat dari teknik memecahkan masalah yang sudah
diajarkan. 2. Ia dapat memahami langkah-langkah yang diperlukan untuk
memecahkan masalah, serta mencoba mempraktekkannya untuk masalahnya
sendiri.
Page 120
118
Tugas untuk Sesi 5:
Subjek diminta mencoba mempraktekkan solusi yang sudah ia pilih dari teknik
memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari.
Proses Intervensi Kelima
Sesi 5 : Evaluasi seluruh sesi
Waktu : Senin, 22 Juli 2019
Tempat : Ruang konseling Lapas Salemba
Observasi : Sujek sudah menunggu kedatangan CP dengan
mengenakan baju yang disediakan Lapas Salemba bagi warga binaan
pemasyarakatan dipadukan dengan celana panjang berbahan jeans. Suasana
perasaannya terlihat positif, kemurungannya tidak lagi tampak. Ia dapat
berkonsentrasi sepanjang berjalannya sesi hari ini.
Gambaran Hasil Sesi 5:
CP membuka pertemuan dengan menanyakan kesulitan yang dialami
subjek saat mencoba menjalankan kembali tugas-tugas yang sudah diberikan.
Subjek mengaku tidak mengalami kesulitan. Kemudian, CP membahas satu per
satu pengalaman subjek. Untuk tugas mengenali ketergantungan pada
amphetamine, subjek mengaku terkadang masih mengalami ciri-ciri yang
pernah didiskusikan sebelumnya, kecuali masalah susah tidur.
Menurutnya, ia sangat terbantu dengan relaksasi sebelum tidur yang
membuatnya mudah tidur. Ciri-ciri yang lain masih muncul, tetapi sudah tidak
separah dulu. Sementara itu, untuk tugas mengenali perasaan - perasaannya
Page 121
119
setiap hari yang ia monitor sangat dipengaruhi oleh rencana kegiatannya setelah
keluar dari Lapas. Untuk tugas relaksasi pernapasan subjek melakukan
latihannya secara rutin. Selain saat latihan, subjek biasanya melakukan relaksasi
menjelang tidur dan saat sedang menahan keinginan konsumsi amphetamine
untuk mengatasi rasa tidak nyaman.
Untuk tugas teknik memecahkan masalah, subjek mencoba
memecahkan masalah yang ia temui sebagai WBP di Lapas. Menurutnya,
masalah yang terkait dengan tugas rutin juga sebagai ketua kamar (sel) cukup
berat, tetapi bisa coba diselesaikan menggunakan teknik ini. Untuk tugas
mengenali pikiran negatif dan restrukturisasi pikiran, Subjek mencoba
mengenali pikiran-pikiran negatifnya, dan melakukan restrukturisasi. Ia
menceritakannya kepada CP, dan CP menangkap tidak ada kesalahan dalam
cara yang dilakukannya.
Topik yang ia jadikan bahan masih seputar ke khawatiran penolakan
keluarga dan lingkungan sekitar saat keluar dari Lapas. Dari hasil pertemuan
ini, CP melihat bahwa subjek sudah mampu menemukan manfaat dari teknik-
teknik yang diajarkan kepadanya untuk mengatasi ketergantungan pada
amphetamine.
Kesimpulan Sesi 5:
Subjek mampu mempraktekkan seluruh tugas yang sudah diajarkan oleh CP
secara mandiri, serta dapat mempraktekkannya sesuai kebutuhan dalam
kehidupan sehari-hari. Tugas untuk Penutup Rangkaian Sesi:
CP menekankan pentingnya subjek menjalankan teknik-teknik terapi yang
Page 122
120
sudah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari dan mendorongnya terus
menjalankan teknik- teknik tersebut untuk seterusnya.
Page 123
121
PENERPAN TERAPI PERILAKU (BEHAVIOR THERAPHY)
A. Tinjauan Teoritis dan Metode Intervensi
Untuk mengatasi Ketergantungan Cannabis dengan gejala diatas akan
dilakukan intervensi Terapi Perilaku (Behavior Theraphy) dengan teknik
perilaku dialektis atau Dialectical Behavior Therapy (DBT).
1. Terapi Perilaku (Behavior Theraphy)
Terapi perilaku (behavior theraphy) dan pengubahan perilaku (behavior
modification) atau pendekatan behavioristik dalam psikoterapi, adalah salah satu
dari beberapa “revolusi” dalam dunia pengetahuan psikologi, khususnya
psikoterapi. Pendekatan behavioristim dipergunakan dalam rangka melakukan
kegiatan psikoterapi dalam arti luas atau konseling dalam arti sempitnya,
bersumber pada aliran behaviorisme.
Aliran ini memandang perkembangan seseorang sebagai seseorang
tumbuh menjadi seperti apa yang terbentuk oleh lingkungan. Sebagai salah satu
teknik psikoterapi, terapi perilaku relatif masih sangat muda, baru dipergunakan
sejak sekitar 30 tahun lalu. Berlandaskan teori belajar, modifikasi tingkah laku
dan terapi tingkah laku dalam psikoterapi berurusan dengan pengubahan tingkah
laku.
Salah satu tokoh teori Perilaku Belajar adalah Albert Bandura.
Page 124
122
yang terkenal dengan teorinya Social Learning. Menurut Bandura,
manusia mempelajari sesuatu dengan cara meniru perilaku orang lain (2000).
Behavioral Learning (belajar perilaku) berarti lingkungan menyebabkan
seseorang melakukan perilaku tertentu. Belajar kognitif berarti bahwa faktor
psikologis pun punya andil dalam mempengaruhi bagaimana seseorang
berperilaku. Manusia dapat meniru perilaku, namun ia juga punya kemampuan
memilih dan memilah inilah aspek kognitif.
Teori belajar sosial adalah kombinasi dari lingkungan dan faktor
kognitif. Perilaku adalah hasil dari pembelajaran, manusia adalah produk
sekaligus produsen dari lingkungan (pengalaman, pendidikan dan latihan.
Tidak ada satu asumsi tunggal mengenai perilaku yang dapat menggabungkan
semua prosedur yang ada dalam bidang behavioral, kecuali hasil belajar.
Berperilaku baik berarti belajar yang benar, berperilaku tidak
baik/menyimpang berarti belajar yang salah. Konsep dasar dari terapi perilaku
memusatkan pada perilaku overt (yang dapat dilihat), ketepatan dalam
menentukan tujuan spesifik dari pengobatan/terapi, dan tujuan objektif dari
evluasi hasil terapi. Perilaku sekarang diberikan perhatian. Terapi ini
didasarkan pada prinsip-prinsip teori belajar. Perilaku normal dipelajri melalui
pengutan dan peniruan (reinforcement and imitation). Perilaku abnormal
merupakan hasil dari belajar yang salah.
Tujuan terapi perilaku untuk menghilangkan maldaptif dan
mempelajari perilaku yang lebih efektif. Untuk fokus pada faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku dan menemukan apa yang dapat dilakukan tentang
perilaku bermasalah. Klien/pasien memiliki peran aktif dalam menetapkan
tujuan pengobatan (treatmen) dan mengevaluasi seberapa baik tujuan tersebut
Page 125
123
terpenuhi. Terapis aktifdan direktif serta berfungsi sebagai seorang guru atas
pelatihan dalam membantu klien mempelajari perilaku yang lebih efektif.
Klien harus aktif dalam proses dan bereksperimen dengan perilaku baru.
Walaupun kualitas hubungan pasien/klien-terapis/konselor tidak dipandang
cukup untuk membawa perubahan, maka dianggap penting untuk
melaksanakan prosedur perilaku. Dalam banyak
bidang fungsi manusia. Peran terapis adalah memperkuat (inforcer), model,
guru dan konsultan yang eksplisit.
Penekanan terapi perilaku adalah pada penilaian dan evaluasi teknik,
sehingga memberikan dasar untuk latihan akuntabilitas/rasa tanggung jawab.
Masalah spesifik diidentifikasikan dan klien harus terus diberi informasi
tentang kemajuan ke arah tujuan mereka. Pendekatan telah menunjukkan
efektivitas
Terapi behavioral diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah
laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan
mempertahankan tingkah laku yang diinginkan. Tujuan terapi behavioral juga
berorientasi pada pengubahan atau modifikasi perilaku konseli, yang
diantaranya untuk :
a. Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar
b. Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif
c. Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari
d. Membantu konseli membuang respon-respon yang lama yang
merusak diri atau maladaptif dan mempelajari respon-respon yang baru
yang lebih sehat dan sesuai
e. Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang
Page 126
124
maladaptif, memperkuat serta mempertahankan perilaku yang
diinginkan.
f. Penentapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran
dilakukan bersama antara konseli dan konselor.
Pada dasarnya terapi behavioral diarahkan pada tujuan-tujuan
memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif,
serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan. Terapi
perilaku membantu individu mengenal sikap dan perilaku yang tidak sehat,
kepercayaan dan pikiran negatif dan mengembalikannya secara positif.
Kelebihan dari terapi perilaku, yaitu: 1) ada hasil konkrit / nyata yang
didapat (yaitu perubahan perilaku). Pembuatan tujuan terapi antara terapis dan
klien di awal sesi terapi dan hal itu dijadikan acuan keberhasilan proses terapi.
2)memiliki berbagai macam teknik konseling yang teruji dan selalu
diperbaharui. 3)waktu konseling relatif singkat. 4)kolaborasi yang baik antara
konselor dan konseli dalam penetapan tujuan dan pemilihan teknik.
Adapun kelemahan dari terapi perilaku, yaitu: 1) behavior therapy dapat
mengubah perilaku, tetapi tidak mengubah perasaan, 2)mengabaikan faktor-
faktor penting dalam hubungan terapi, 3)tidak menimbulkan insight, 3)lebih
mementingkan memperlakukan simtom-simtomya dari pada penyebab,4)
meliputi kontrol dan manipulasi oleh terapis.
2. Teknik Dialectic Behavior Therapy (DBT)
Terapi perilaku dialektis (Dialectical Behavior Therapy / DBT)
adalah intervensi dengan pendekatan perilaku yang menekankan aspek
psikososial. Teori di balik pendekatan ini adalah bahwa beberapa orang
cenderung untuk bereaksi dengan cara yang lebih intens dan luar biasa
Page 127
125
terhadap situasi emosional tertentu terutama yang terkait yang terkait dengan
keluarga dan hubungan teman. DBT menunjukkan bahwa tingkat passionate
beberapa orang dalam situasi seperti ini dapat meningkatkan jauh lebih cepat
daripada rata-rata orang, mencapai tingkat yang lebih tinggi rangsangan
emosional, dan memerlukan banyak waktu untuk kembali ke tingkat
passionate awal.
Teori DBT menurut Marsha Linehan, Ph.D, Dialectical Behaviour
Therapy (Linda Dimeff,2001, dalam Retno,2018) membantu seseorang
mengidentifikasi kekuatan mereka dan membangun diri mereka sehingga
mereka dapat merasa lebih baik tentang dia atau dirinya dan kehidupan
mereka. Dialectic Behavior Therapy memandang manusia sebagai individu
yang dominasi oleh sistem berpikir dan sistem perasaan yang berkaitan dalam
sistem psikis individu, Keberfungsian individu secara psikologis ditentukan
oleh pikiran, perasaan dan tingkah laku. Behaviour terapi melekat pada
epistemology atau theory of knowledge, dialektik atau sistem berpikir, secara
dialektik behaviour terapi bahwa berpikir logis itu tidak mudah.
DBT secara khusus fokus dalam menyediakan keterampilan
penyembuhan di empat daerah kunci. Pertama, mindfulness dalam hal ini
melatih fokus meningkatkan kemampuan individu untuk menerima dan hadir
di momen saat ini. Kedua, distress tolerance adalah meningkatan toleransi
emosi negatif seseorang, dari pada mencoba melarikan diri darinya. Ketiga,
emotion regulation mencakup strategi untuk mengelola dan mengubah intens
emosi yang menyebabkan masalah dalam kehidupan seseorang. Keempat,
interpersona effectivness terdiri dari teknik yang memungkinkan seseorang
untuk berkomunikasi dengan orang lain dengan cara tegas, mempertahankan
Page 128
126
harga diri, dan memperkuat hubungan
Keterampilan DBT dianggap memiliki kemampuan membantu mereka
yang ingin meningkatkan kemampuan mereka untuk mengatur semosi,
mentoleransi tekanan dan emosi negatif, menjadi sadar dan hadir pada saat
tertentu, dan berkomunikasi serta berinteraksi secara efektif dengan orang lain.
Dengan Dialectic Behavior Therapy dapat memberi dukungan dengan
pola pikir mereka yang kecanduan (ketergantungan) seperti membantu
mengidentifikasikan kekuatan diri mereka dan membangunkan diri mereka
sehingga mereka dapat merasakan diri mereka lebih baik tentang diri atau
dirinya dan kehidupan kesehariannya.
3. Langkah-langkah Dalam Melakukan Intervensi
Linehan (Robins, Schmidt III & Linehan, 2004) menyebutkan
“dialektis‟ kepada pendekatannya bagi behavioural karena hubungan
terapeutik sering melibatkan pandangan-pandangan berlawanan antara terapis
dan klien yang akhirnya dipadukan bersama dan sebagian kerana konflik logis
antara penerimaan dan perubahan. Klien awalnya memiliki pandangan sangat
negatif tentang dirinya sendiri dan orang lain, yang penting baginya sehingga
harus memulai memandang dan menerima dengan penuh penyadaran agar
dapat belajar melakukan tindakan konstruktif mengubah hal-hal tersebut.
Dalam kasus ini dilakukan intervensi Terapi Perilaku (Behavior
Theraphy) dengan teknik perilaku dialektis atau Dialectical Behavior Therapy
(DBT) meliputi tiga tahapan utama, yaitu :
a) Validasi dan strategi penerimaan (mindfulness)
Terapis harus berkomunikasi empati terhadap klien, Terapis
dapat menunjukkan kepada klien bahwa perilaku itu memiliki
Page 129
127
fungsi yang untuk mengurangi tekanan stres. Sebagai contoh jika
klien minum alkohol sampai-sampai dia sakit dan tidak bisa
berjalan, terapis mungkin mengatakan padanya: "Ketika Anda
sangat marah, minum tampaknya membantu Anda bersantai, dan
itu akan membantu untuk mengurangi stres Anda, yang Anda
lakukan dengan minum.
b) Toleransi Distress - belajar untuk menerima diri sendiri dan
situasi saat ini. Lebih khusus lagi, orang belajar bagaimana
mentoleransi atau bertahan dari krisis, pemecahan masalah dan
strategi perubahan, dapat mengubah perilaku yang telah
mengganggu tujuan hidup mereka.
c) Dialectical persuasion, dialektis dijelaskan sebagai berusaha
untuk menemukan sebuah resolusi antara dua ekstrem.
Menggunakan persuasi dialektis, yaitu terapis menerima klien
tapi mencoba untuk membujuk klien untuk menggunakan
metode yang lebih efektif untuk membawa perubahan. Hal ini
dilakukan dengan menunjukkan inkonsistensi dalam tindakan,
keyakinan, dan nilai nilai. Klien dibantu untuk mengubah
perilaku agar sesuai dengan nilai-nilai dan keyakinan.
B. Rancangan Intervensi
Untuk melakukan intervensi dilaksanakan dengan Terapi
Perilaku (behaviour therapy) dengan tehnik Dialektical
Behaviour Therapy (DBT) yang sasaran intervensi gejala
utamanya dalam mengatasi “marah (karena merasa dijebak),
semangat rendah, pesimis pada masa depan, sulit tidur dan
Page 130
128
kesulitan melepaskan ketergantungan cannabis”. Intervensi
ini dilakukan sebanyak 5 kali (jangka pendek). Secara umum
proses terapi di bagi atas tiga tahapan :
1. Tahap pertama : mengidentifikasikan masalah yang dialami subjek,
pengenalan, pembahasan tujuan, gambaran sesi, identifikasi dan
penggalian masalah serta penjelasan konsep Dialectical Behaviour
Therapy (DBT).
2. Tahap kedua : attending dan personal konseling, proses dilakukan bagi
menggali data dan menyepakati tugas pada sesi-sesi konseling untuk
membantu subjek dalam menghadapi permasalahan.
3. Tahap ketiga : analisis fokus pada pemecahan permasalahan yang dihadapi
subjek, juga mengembalikan keyakinan subjek agar bisa bersemangat
menjalani hidup.
4. Tahap keempat : respon dan tantangan, melihat upaya sebagai jalan
menghadapi tantagan, bertahan dalam menghadapi kemunduran,
mengambil pelajaran dan inspirasi dalam keberhasilan orang lain.
5. Tahap akhir (sesi 5): tahap ini merupakan tahap evaluasi pada diri subjek
untuk mengetahui apakah terjadi perubahan positif pada dirinya sehingga
subjek mampu mengatasi ataupun mengurangi permasalahan yang
dialaminya.
C. Pelaksanaan Intervensi
1. Intervensi Sesi Satu : Identifikasi dan penjelasan teknik terapi DBT
a. Hari/ Tanggal : Kamis 01 Agustus 2019
b. Waktu : 09.00 – 12.00 WIB
c. Tempat : Ruang konseling Lapas Salemba
Page 131
129
d. Sasaran :Subjek dapat menyampaikan dan memahami
masalah yang dialaminya dan mengenalkan Terapi Perilaku dengan teknik
Dialectical Behaviour Therapy (DBT)
e. Observasi : Terlihat matanya terlihat sembab, secara keseluruhan
wajahnya terlihat tidak terlalu baik. Memakai kaos biru seragam lapas dan
celana panjang serta mengenakan sendal jepit, saat melihat CP ia
mengusap tangannya ke baju dan bersalaman. Subjek menceritakan
masalah dengan nada tidak terlalu tinggi namun terlihat tatapan mata
tajam dan wajah memerah terkesan emosi yang meluap – luap.
f. Proses Intervensi : Sesi pertama memiliki kegiatan utama yaitu,
pengenalan, pembahasan tujuan, gambaran sesi, identifikasi dan
penggalian masalah serta penjelasan konsep Dialectical Behaviour
Therapy (DBT). Pada sesi ini subjek menyampaikan perasaan marah dan
dendam pada teman yang menjebaknya sehingga ia masuk penjara.
1) Pengenalan :
CP mengawali sesi pertama dengan memperkenalkan tujuan dari sesi
konseling / terapi DBT yaitu untuk membantu subjek menangani masalah
yang dihadapi dan menyepakati lima kali sesi konseling. Dilanjutkan
mempersilahkan subjek untuk berganti mengenalkan diri dan
menyampaikan masalahnya.
2) Pembahasan tujuan dan Gambaran sesi :
Subjek menyampaikan msalah yang dialaminya belakangan ini adalah
perasaan marah dan ingin balas dendam pada temannya karena merasa
dijebak. CP merespon cerita R dengan mengajaknya mengatur napas lebih
baik kemudian menggunakan CP mengulang kembali kata-kata R,
Page 132
130
“merasa marah dan dikhinati” subjek terlihat menganguk kemudian CP
menanyakan sudah berapa lama ia menyimpan marah? Ia menjawab
spontan sejak di tangkap 2018 sekitar setahun. Kemudian CP bertanya apa
ada keuntungannya menyimpan perasan marahnya? Ia menunduk dan
terdiam beberapa saat, perlahan menjawab supaya ada temannya juga bisa
merasakan yang ia rasakan, CP melanjutkan, yaitu? Apa yang ia rasakan
lebih tepatnya? Ia menjawab tidak bisa hidup tenang, kemudian CP
bertanya hal – hal apa yang dapat membantunya tenang? Ia menjawab
istiqfar (mengucap kalimat memohon ampunan pada ALLAH) dan ingat
masih ada ibu serta adik perempuannya. CP mengajak subjek untuk deep
breathing sambil beristiqfar mengulangi beberapakali, kemudian
menanyakan bagaimana perasaan subjek, Ia menjawab lebih tenang walau
masih ada sisa marah. CP bertanya apakah boleh memberinya tugas atau
PR? Ia menjawab boleh, lalu CP meminta mengingat 3 hal yang
membuatnya bersyukur saat ini (berada di Lapas). Sesi di tutup dengan
mengajak subjek kembali melakukan deep breathing untuk membantu
mengurangi sisa marah dan perasaan ketidak nyamannya.
3) Evaluasi – follow up :
Pada tahap ini, CP mengevaluasi proses dialektikal behavior therapy
diantaranya deep breathing. Subjek mengatakan perubahan pada kondisi
perasaannya sedikit lebih tenang daripada sebelumnya. Setelah selesai sesi
diberikan tugas sesuai dengan yang telah ditetapkan berdasarkan dari
permasalahan yang dihadapi. CP menyampaikan tugas atau PR yaitu
menemukan tiga rasa syukur dalam sehari dan subjek ditantang untuk
dapat mempraktekkan deep breathing jika datang rasa tidak nyaman.
Page 133
131
2. Intervensi Sesi Kedua: attending dan personal konseling
a. Hari/ Tanggal : Jumat 02 Agustus 2019
b. Waktu : 09.00 – 12.00 WIB
c. Tempat : Ruang konseling Lapas Salemba
d. Sasaran :Menggali data untuk membantu subjek dalam
menghadapi permasalahan dalam hal ini semangatnya mudah menurun
(rendah ) dan tidak percaya diri.
e. Observasi : CP sudah berada di ruangan konseling lantai dua, tak lama
subjek masuk memakai kaos biru seragam Lapas dan celana panjang serta
mengenakan sendal jepit. saat subjek melihat CP ia mengusap tangannya
ke baju dan bersalaman dengan CP, wajahnya terlihat lebih cerah.
f. Proses Intervensi : Sesi kedua, analisis permasalahan, fokus pada
permasalahan yang dihadapi subjek, juga mengembalikan keyakinan diri
subjek agar bisa bersemangat menjalani hidup.
1) Pengenalan :
Saat subjek melihat CP subjek mengusap tangannya ke baju kaosnya dan
mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan CP, wajahnya terlihat lebih
cerah. Subjek menceritakan bahwa akhir-akhir ini ia merasa semangat
yang dirasakan cepat sekali menurun, ia juga mengatakan tidak terlalu
percaya diri karena banyak bekas luka gatal di lengan dan kakinya. Subjek
bercerita dengan menunduk walau sesekali ada melihat ke CP dan
kemudian berusaha menutup lengannya yang disebutkan banyak bekas
luka garuk karena gatal. Kemudian CP menanyakan apakah masih ingat
PR kemarin? Dijawab subjek ingat hal yang paling ia syukuri saat ini
adalah dapat kesempatan ikut sesi konseling ini dan menyadari mungkin
Page 134
132
masih ada kesempatan menjadi lebih baik dari sebelumnya.
2) Pembahasan tujuan dan Gambaran sesi :
Menceritakan bahwa akhir-akhir ini ia merasa semangat yang dirasakan
cepat sekali menurun, ia juga mengatakan tidak terlalu percaya diri
karena banyak bekas luka gatal di lengan dan kakinya. Sebelum
menanggapi apa yang di sampaikan, CP menyampaikan terimakasih
karena telah menyelesaikan tugas, lalu CP menjelaskan sebelum
membahas permasalahan yang tadi subjek sampaikan, CP akan bertanya
beberapa hal, subjek terlihat menganguk, CP melanjutkan dengan
bertanya apa yang membuat ia mau mengerjakan PR? Bukankah ada
pilihan lain? Ia menjawab, “awalnya berat terpikir mana ada hal yang
disyukuri menjadi WBP di Lapas namun ia terus menerus terpikir
menemukan rasa syukur akhirnya ketemu juga jawaban seperti yang
disampaikan di awal”, lalu CP bertanya adakah hal yang dapat dipelajari
atau dilakukan saat ini di Lapas? Subjek menjawab lapas ada beberapa
kegiatan yang pernah ia lihat atau ada teman yang menyampaikan
padanya, diantara program santri, perpustakaan dan bengkel, atau sholat
berjamaah di masjid tapi saya tidak mau ikut sholat berjamaah karena
khawatir diejek Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) lainnya, lalu
subjek terdiam menunduk, CP mengajaknya melakukan lagi deep
breathing diulang tiga kali, lalu subjek melanjutkan sebenarnya ia
tertarik belajar modifikasi motor, sebelumnya pernah ada teman satu
selnya yang sama – sama hobi modifikasi kemudian teman tersebut
ditransfer ke Lapas lain, kemudian CP melanjutkan apakah ada
hubungannya semangat yang dirasakan subjek menurun akhir-akhir ini
Page 135
133
dengan apa yang baru saja di sampaikan? Ia mengangguk,sambil berkata
lirih “karena saya tidak punya teman ngobrol” kemudian CP melanjutkan
andai temannya tersebut bertanya kepadanya bagaimana cara untuk
membantu lebih percaya diri? Apa jawaban temannya tersebut? Subjek
menjawab “jalanin aja, segala yang awal pasti berat namun akan terbiasa
bila terus dilakukan”. Dan CP melanjutkan bertanya apakah subjek
bersedia melakukan saran temannya tersebut? Subjek terlihat tersenyum
dan mengangguk – angguk.
3) Evaluasi – follow up : Subjek telah mengenali menurunnya semangat
diantaranya karena ia merasa tidak adalagi teman mengobrol yang punya
hobi sama yaitu modifikasi motor. Setelah mengikuti sesi kedua subjek
dapat menyampaikan bahwa ia menyadari berat menghadapi situasi saat
ini namun ia sekarang telah punya cara membantumya lebih baik yaitu
berpikir dan perilaku positif serta melakukan deep breathing. Setelah
selesai sesi diberikan tugas sesuai dengan yang telah ditetapkan
berdasarkan dari permasalahan yang dihadapi diantaranya tidak mau ikut
sholat berjamaah karena khawatir diejek Warga Binaan Pemasyarakatan
(WBP) lainnya, maka subjek ditantang untuk dapat mempraktekkan deep
breathing jika datang rasa tidak nyaman agar dapat sholat CP
menyampaikan tugas atau PR subjek masih sama yaitu mencari tiga rasa
syukur dan subjek ditantang untuk dapat mempraktekkan deep breathing
jika datang rasa tidak nyaman agar dapat sholat bersama WBP lainnya.
3. Intervensi Sesi Ketiga: analisis dan fokus pemecahan masalah
a. Hari/ Tanggal : Senin, 05 Agustus 2019
b. Waktu : 09.00 – 12.00 WIB
Page 136
134
c. Tempat : Ruang konseling Lapas Salemba
d. Sasaran : Analisis pemecahan masalah dan fokus pada permasalahan yang
dihadapi subjek, juga mengembalikan keyakinan subjek agar bisa
bersemangat menjalani hidup.
e. Observasi : Secara keseluruhan wajahnya terlihat cerah.
Memakai kaos biru seragam lapas Salemba dan celana panjang hitam serta
mengenakan sendal jepit, saat subjek melihat CP ia mengusap tangannya
ke baju dan mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan CP.
g. Proses Intervensi: Sesi ketiga memiliki kegiatan utama yaitu, analisis dan
fokus pemecahan masalah dalam hal ini subjek menyampaikan bahwa
kondisinya merasa lebih baik dua hari ini namun terlintas tidak yakin,
pesimis akan masa depannya juga teringat kepada ibu dan adik
perempuannya sehingga membuatnya kesulitan untuk tidur
1) Pengenalan
CP mengawali sesi ketiga dengan meminta subjek melakukan deep
breathing. Dilanjutkan mempersilahkan subjek untuk menyampaikan
masalahnya.
2) Pembahasan tujuan dan Gambaran sesi
Subjek menyampaikan bahwa ia pesimis akan masa depan setelah keluar
lapas juga teringat akan bagaimana nasib ibu dan adiknya. Apalagi saat
ada teman satu sel yang memberikan makanan setelah temannya
dikunjungi oleh keluarganya, membuatnya ingat makin teringat pada
keluarganya. Ia merasa bersalah kepada ayah almarhum, ibu dan adik
perempuannya. Hal ini sering mengganggu dirinya dan membuat dia
tidak dapat tidur juga merasa bersalah, karena mengecewakan ibunya,
Page 137
135
mencari nafkah yang tidak halal(sebagai kurir narkoba) ia sangat
menyayangi ibu dan adiknya. CP merespon cerita R dengan
mengajaknya deep breathing mengatur napas lebih baik, terilhat subjek
berusaha menahan airmatanya jatuh dengan melihat keatas dan
memalingkan wajah kesamping, kemudian CP menyampaikan bahwa
menangis adalah hal manusiawi, sambil menyodorkan tisue. Subjek
mengambil tisue kemudian mengusap wajah dan mata yang memerah.
Lalu menyampaikan bahwa dengan adanya perasaan bersalah terhadap
diri sendiri dapat menjadi modal bagi subyek untuk memperbaiki diri
kedepannya. Dilanjutkan CP menanyakan apa yang sudah dilakukannya
terhadap rasa bersalah kepada ibunya? Ia menjawab sempat
mengungkapkan pemintaan maaf karena telah mencoreng nama
keluarga terutama orangtua. CP menanyakan lagi apakah menurutnya
cukupkah dengan meminta maaf? Ia menjawab tentu saja tidak,
kemudian CP menyampaikan setuju bahwa dengan meminta maaf saja
belum cukup untuk kembali memperbaiki hubungan dengan keluarga
dan menebus rasa bersalah akan tetapi harus diiringi dengan
menunjukkan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik dari
sebelumnya. Kemudian CP menanyakan lagi apa yang subjek lakukan
besok atau dalam waktu dekat ini agar menjadi lebih baik? Ia menjawab
“berusaha untuk berubah berpikiran dan perilaku positif” dilanjutkan
dengan konsekuensi atau akibat perilaku maka CP menanyakan lagi
bagaimana cara atau aplikasinya agar berpikiran dan berperilaku positif?
Ia menjawab dengan lebih selektif memilih teman, ikut program santri
di Lapas dan banyak beristiqfar. CP menanyakan kembali apakah ia
Page 138
136
mampu melakukannya? Subjek menjawab akan berusaha semampunya.
CP melanjutkan dari angka 0 terendah dan 10 tertinggi seberapa yakin
subjek dapat ikut program santri dan banyak beristigfar. Subjek
menjawab 7, CP melanjutkan dan apakah ada hal yang dapat membuat
subjek tidak dapat melakukan program santri dan banyak beristigfar?
Subjek menjawab sudah tidak adalagi karena sekarang ia akan mengatur
napas dan ingat melakukan ini sebagai bukti permintaan maaf pada ibu
dan adiknya. CP meminta subjek untuk melihat kedepan dan
membayangkan ia telah melakukan program santri dan banyak
beristiqfar perubahan apa yang akan terjadi pada diri subjek? Subjek
menjawab perasaan lebih nyama karena rasa bersalah pada ibu dan adik
hilang.
3) Evaluasi – follow up : Subjek mulai memahami konsekuensi setiap
perilaku, dan bagaimana subjek dapat menghadapi saat ada masalah
yaitu dengan berpikiran dan perilaku positif, lebih selektif memilih
teman, mengikuti program santri di Lapas dan banyak beristiqfar.
Setelah mengikuti sesi ketiga tesenyum dan mengucapkan terimakasih
serta pamit kembali ke sel, setelah sesi berakhir sambil bertanya apakah
ada PR lagi? CP menyampaikan PR yang sama yaitu rasa syukur dan
sholat berjamaah di masjid bersama WBP lainnya.
4. Intervensi Sesi Keempat : respond dan tantangan
a. Hari/ Tanggal : Selasa, 06 Agustus 2019
b. Waktu : 09.00 – 12.00 WIB
c. Tempat : Ruang konseling Lapas Salemba
d. Sasaran : Subjek dapat mengenali respon dan tantangan,
Page 139
137
melihat upaya sebagai jalan menghadapi tantagan, bertahan dalam
menghadapi kemunduran, mengambil pelajaran dan inspirasi dalam
keberhasilan orang lain. Subjek menyampaikan kesulitan melepas
ketergantungan pada cannabis (ganja).
e. Observasi : Memakai kaos biru seragam lapas dan celana panjang serta
mengenakan sendal jepit, mengusap tangan ke kaos atasannya sebelum
bersalaman dengan CP.
f. Proses Intervensi: Sesi keempat, tentang respon dan tantangan, subjek dapat
melihat upaya yang dilakukan sebagai jalan menghadapi tantagan, bertahan
dalam menghadapi kemunduran, mengambil pelajaran dan inspirasi dalam
keberhasilan orang lain.
1) Pengenalan :
Saat subjek melihat CP ia mengusap tangannya ke baju dan bersalaman
dengan CP. Kali ini CP mengikuti gerakan subjek yaitu mengusap tangan
ke jaket praktek sebelum bersalaman, subjek tampak tersenyum dan
bertanya kenapa CP mengusap tangannya bukankah tanggan CP selalu”
bersih? CP menjawab
apakah tangan subjek SELALU kotor? Di jawab dengan anggukan kepala.
2) Pembahasan tujuan dan Gambaran sesi :
Dengan suara perahan subjek mengatakan saat merasa ada masalah bahwa
ia masih ada keinginan mengkonsumsi cannabis (ganja) agar menjadi lebih
bahagia, semangat dalam melakukan aktifitas. CP merespond dengan
bertanya apakah ia mengetahui dampak apa yang akan dirasakan bila terus
menggunakan narkoba? Ia menjawab tubuhnya meriang, demam dan gatal-
gatal, kemudian CP memberitahukannya dampak negatif setelah pemakaian
Page 140
138
cannabis (ganja) yang dapat merusak dirinya secara perlahan selain
menurunkan fungsi pikir juga melemahkan fisik. Jika ingin bahagia dan
semangat dalam menjalani kehidupan sehari-hari, maka dapat melakukan
dengan cara lain yang lebih baik, tidak harus dengan menggunakan
cannabis (ganja) seperti fokus pada cita-cita subjek. Lalu bertanya apa cita
– citanya? Ia menjawab dulu pernah ingin menjadi pemain bola namun
pernah jatuh dan kaki terkilir menyebabkan ia berhenti. CP kembali
bertanya harapan dan keinginannya setelah selesai menjalani masa
hukuman? Ia menjawab tertarik untuk mengembangkan hobinya
memodifikasi motor, punya bengkel, konsekuensi atau akibat perilaku
tersebut (dalam hal ini berpikir untuk memodifikasi motor) CP melanjutkan
bertanya apakah ia sudah pernah terpikir sebelumnya ingin punya bengkel
seperti bentuknya? Ia menjawab belum terbayang, CP bertanya apakah
pernah ke bengkel motor sebelumnya? Ia menjawab iya pastilah karena ia
menggunakan mootor sebelumnya, CP mengajak subjek membayangkan
bengkel yang pernah di datanginya kemudian memintanya menggambar
diatas kertas, nama bengkel, servis apa saja dan apa semboyan/moto/kata-
kata yang akan menyemangatinya ketika sedang sedih. Subjek menjawab
tidak dapat menggambar, lalu CP memintanya sebisanya saja untuk
membantunya mengingat.CP melanjutkan ketika subjek menggambar atau
membayangkan punya bengkel motor bagaimana perasaan subjek? Dijawab
sedikit senang dan semangat, CP melanjutkan dan apakah keinginan
konsumsi narkoba tadi dapat di respond dan ditantang oleh diri subjek untuk
dialihkan dengan hal sama seperti saat ini? Subjek menjawab untuk saat ini,
hilang tapi tidak yakin saat ia sendiri atau ada perasaan sedih lagi.
Page 141
139
3) Evaluasi follow up : Subjek mengenali perubahan atau reaksi tubuh saat
memakai dan tidak memakai cannabis, kemudian CP menyampaikan
dampak negatif setelah pemakaian cannabis (ganja) yang dapat merusak
dirinya secara perlahan. Menetapkan fokus pada cita-cita subjek untuk
mengembangkan hobinya memodifikasi motor, punya bengkel. CP,
meminta subjek menyiapkan bahan untuk sesi selanjutnya yaitu apa saja
yang perlu dipersiapkan untuk mempunyai bengkel modifikasi motor.
5. Intervensi Sesi Kelima : evaluasi seluruh sesi pertemuan
a. Hari/ Tanggal : Rabu, 07 Agustus 2019
b. Waktu :09.00 – 12.00 WIB
c. Tempat : Ruang konseling Lapas Salemba
d. Sasaran : Subjek dapat mengulangi kembali apa yang
telah dipelajarinya dari sesi satu sampai dengan sesi terakhir.
e. Observasi : Terlihat cukup baik, namun malu-malu. Sedang memakai baju
kaos berlengan pendek dilapisi kaos biru berkerah seragam warga binaan
yang telah disediakan, dipadukan dengan celana panjang dan memakai
sendal jepit, kali langsung bersalaman tanpa mengusap tangan ke bajunya
lebih dahulu.
f. Proses Intervensi: Sesi terakhir memiliki kegiatan utama yaitu, mengulang
kembali apa yang telah dilakukan sejak sesi pertama sampai dengan sesi
terakhir.
1) Pengenalan :
CP mengawali sesi terakhir dengan meminta subjek melakukan deep
breathing, dilanjutkan mempersilahkan subjek untuk menyampaikan
tugas / PR sesi sebelumnya.
Page 142
140
2) Pembahasan tujuan dan Gambaran sesi :
Setelah beberapa hari ini subjek merasa lebih baik namun agak pesimis
bagaimana nanti ke depannya karena ia masih menjalani 4,5 tahun lagi di
Lapas. CP bertanya tentang tugas persiapan apa saja untuk membuka
bengkel, subjek menjawab ia akan menyesuaikan dengan budget yang
ada, misalnya awalnya ia akan membuka tambal ban dan mengisi angin
yang diperkirakan subjek tidak memerlukan banyak modal. Dilanjutkan
CP bertanya beberapa kali mengikuti sesi konseling ini apakah ada hal
yang bermanfaat? Ia menjawab banyak, CP memintanya menyebutkan 3
diantaranya, emosi marah pada temanya perlahan hilang karena kini ia
berpikir bahwa senang susah hidupnya adalah ia yang menentukan, ia
dapat menemukan rasa syukur dari hal – hal yang sebelumnya tidak
pernah terpikir, ia merasa saat ini lebih hati – hati dalam bertindak ketika
emosi, dan ia merasa lebih lega karena apa yang menganjal berat di dada
sudah lebih ringan. CP mengucapkan terimakasih atas kesedianya
melakukan sesi bersama CP selama sebelasa kali bertemu diantaranya
lima kali sesi DBT dan hari ini adalah hari terakhir, lalu CP meminta
subjek apa saja yang telah dipelajari subjek, dijawab subjek pernapasan
dalam diakui subjek dapat membantunya lebih tenang dapat berpikir baik,
kemudia CP menanyakanapakah subjek bersedia membuat janji untuk
dirinya sendiri? Di lanjutkan menggambarkan dirinya yang telah membuat
janji lebih baik dan menjelaskan pada CP tentang gambarannya tersebut.
3) Evaluasi semua sesi :
Tahap kelima CP, mengevaluasi proses DBT diantaranya deep
breathing yang dilakukan selama sesi terapi dan diluar sesi subjek
menyatakan awalnya tidak yakin menarik napas dalam dapat
Page 143
141
membuatnya tenang namun setelah melakukan beberapakali ia
merasakan perubahan pada kondisinya sekarang dapat lebih menerima
keadaannya saat ini sebagai WBP di Lapas, lebih bersemangat menjalani
sisa hukuman dengan berpikir dan berperilaku yang baik, serta mulai
nyaman berinteraksi dengan WBP lainnya sehingga ia mengikuti sholat
jamaah di masjid dan mendaftar untuk ikut program santri.
Page 144
142
PENERAPAN TERAPI GESTALT (EMPTY CHAIR)
A. Tinjauan Teoritis dan Metode Intervensi
1. Pengertian Terapi Gestalt
Menurut Frizt Perls (1970, dalam Bradley.T.Efford) individu itu selalu aktif
sebagai keseluruhan. Individu bukanlah jumlah dari bagian-bagian atau organ-
organ semata. Individu yang sehat adalah yang seimbang antara ikatan organisme
dengan lingkungan. Karena itu pertentangan antara keberadaan sosial dengan
biologis merupakan konsep dasar terapi gestalt.
Terapi Gestalt (Corey, 2016) menekankan pada “apa” dan “bagaimana” dari
pengalaman masa kini untuk membantu klien menerima perbedaan-perbedaan
mereka. Konsep pentingnya adalah holisme, proses pembentukan figur, kesadaran,
unfinished business dan penolakan, kontak dan energi. Area yang paling penting
yang harus diperhatikan dalam konseling menurut pendekatan ini adalah pemikiran
dan perasaan yang individu alami pada saat sekarang. Perilaku yang normal dan
sehat terjadi bila individu bertindak dan bereaksi sebagai organisme yang total,
yaitu memiliki kesadaran pada pemikiran, perasaan dan tindakan pada masa
sekarang.Banyak orang yang memisahkan kehidupannya dan berkonsentrasi serta
memfokuskan perhatiannya pada poin-poin dan kejadian-kejadian tertentu dalam
kehidupannya. Hal ini menyebabkan fragmentasi dalam diri yang dapat terlihat dari
gaya hidup yang tidak efektif yang berakibat pada produktifitas yang rendah bahkan
membuat masalah kehidupan yang lebih serius. Pendekatan Gestalt (Corey, 2016)
berpendapat bahwa individu yang sehat secara mental adalah:
1) Individu yang dapat mempertahankan kesadaran tanpa dipecah oleh berbagai
stimulasi dari lingkungan yang dapat mengganggu perhatian individu. Orang
tersebut dapat secara penuh dan jelas mengalami dan mengenali kebutuhannya dan
Page 145
143
alternatif potensi lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya.
2) Individu yang dapat merasakan dan berbagi konflik pribadi dan frustasi tapi dengan
kesadaran dan konsentrasi yang tinggi tanpa ada pencampuran dengan fantasi-
fantasi.
3) Individu yang dapat membedakan konflik dan masalah yang dapat diselesaikan dan
tidak dapat diselesaikan.
4) Individu yang dapat mengambil tanggung jawab atas hidupnya.
5) Individu yang dapat berfokus pada satu kebutuhan (the figure) pada satu waktu
sambil menghubungkannya dengan kebutuhan yang lain (the ground), sehingga
ketika kebutuhan itu terpenuhi disebut juga Gestalt yang sudah lengkap.
Dijelaskan lagi oleh Corey (2005) bahwa terapi gestalt dapat membantu klien untuk
mengonstruksikan makna dan maksud melalui mempertinggi kesadaran dan
persepsi mereka tentang apa yang sedang terjadi saat ini. Kemudian oleh Erford
(2017) diperjelas lagi bahwa perubahan dianggap sebagai suatu keadaan yang
kekal, dan konselor yang menggunakan pendekatan gestalt dan psikodrama sering
kali berusaha untuk mendeteksi tantangan-tantangan lingkungan, interpersonal,
dan intrapersonal, serta penghalang-penghalang untuk perubahan, sehingga
membantu klien untuk beradaptasi dan mengakomodasi lingkungan internal dan
eksternal. Corey (2016) menyebutkan kekuatan dan kelemahan dari pendekatan
Terapi Gestalt adalah sebagai berikut :
1) Kekuatan
a. Menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan
ke saat sekarang.
b. Memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan- pesan tubuh.
c. Menolak mengakui ketidak berdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah.
Page 146
144
d. Meletakkan penekanan pada konseli untuk menemukan makna dan penafsiran-
penafsiran sendiri
e. Menggairahkan hubungan dan mengungkapkan perasaan langsung menghindari
intelektualisasi abstrak tentang masalah konseli.
2) Kelemahan
a. Kurang memperhitungkan faktor-faktor kognitif. Baik fungsi perasaan maupun
fungsi pemikiran, sangatlah penting dalam terapi
b. Menekankan tanggungjawab atas diri kita sendiri,tetapi mengabaikan tanggung
jawab kita kepada orang lain
c. Para konseli sering bereaksi negatif terhadap sejumlah teknik Gestalt karena merasa
dianggap tidak cakap.
Dalam prakteknya terapi gestalt terdapat beberapa teknik antara lain:
a. Kursi kosong (empty chair)
b. Gestur tubuh yang dilebih-lebihkan (body movement and exaggeration)
c. Membalik peran (role reversal)
d. Konfrontasi (confrontation)
2. Teknik Terapi Kursi Kosong (empty chair)
Menurut Joyce & Sill (dalam Safaria, 2005), teknik ini dapat digunakan
sebagai suatu cara untuk memperkuat apa yang ada di pinggir kesadaran klien,
untuk mengeksplorasi polaritas, proyeksi-proyeksi, serta introyeksi dalam diri
klien. Teknik ini diperuntukan untuk mengatasi Klien yang mengalami masalah
atau konflik yang tidak otentik. Teknik kursi kosong awalnya dikembangkan oleh
Perls sebagai teknik bermain peran yang melibatkan klien dan imajiner. Klien
duduk disebrang kursi kosong (imajiner) dan memainkan peran tertentu. Sekarang
Teknik ini digunakan secara luas, termasuk sebagai sarana bermain dialog.
Page 147
145
Penggunaan teknik kursi kosong untuk bermain peranan atau pun bermain
dialog yang dilakukan dengan tahap sebagai berikut : konselor mengkondisikan
klien untuk memainkan peran tertentu (dirinya atau Imajiner) sesuai dengan
masalah klien yang hendak dientaskan. Klien diminta untuk mendialogkan atau
berbicara sesuai dengan peran dirinya secara utuh dan lengkap . Sumber masalah
atau peran lawan bisa dilakukan oleh konselor. Memainkan peran lawan, peran
imajiner yang semula dimainkan konselor sekarng dapat dimainkan klien secara
bergantian. Diskusi, pengalaman dalam permainan kursi kosong atau dialog
tersebut dikaitkan dengan persoalan yang dihadapi klien dan konselor memperkuat
setiap kemajuan yang didapat Klien.
Konselor sejak awal konseling sudah mengarahkan tujuan agar klien
menjadi matang dan mampu menyingkirkan hambatan-hambatan yang
menyebabkan klien tidak dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini, fungsi konselor
adalah membantu klien untuk melakukan transisi dari ketergantungannya terhadap
faktor luar menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan dengan
menemukan dan membuka ketersesatan atau kebuntuan klien. Teknik kursi kosong
merupakan teknik permainan peran dimana klien memerankan dirinya sendiri dan
peran orang lain atau beberapa aspek kepribadiannya sendiri yang dibayangkan
duduk/berada dikursi kosong.
Pada teknik ini terapis menyediakan dua kursi dan konseli diminta duduk di
kursi yang satu yang memainkan peran sebagai top dog (yang seharusnya),
kemudian pindah ke kursi lain yang menjadi under dog (yang diinginkan) dan
semua perannya dimainkan oleh konseli. Konseli diarahkan untuk berbicara dengan
orang lain yang dibayangkan sedang duduk di kursi kosong yang ada di samping
atau di depan konseli.
Page 148
146
Setelah itu konseli diminta untuk berganti tempat duduk dan menjawab
pertanyaan seolah-olah sebelumnya konseli adalah orang lain tersebut. Tugas
konselor adalah mengarahkan pembicaraan dan menentukan kapan konseli harus
berganti tempat duduk
3. Langkah-langkah Dalam Memberikan Intervensi
Adapun tahap-tahap dalam kursi kosong adalah sebagai berikut:
a) Tahap pertama : membentuk pola pertemuan terapeutik agar tercapai situasi yang
memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien. Hal-hal yang
perlu dilakukan dalam tahap ini adalah:
1) Menciptakan tempat yang aman/nyaman untuk proses konseling
2) Mengembangkan hubungan kolaboratif
3) Meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab pribadi
4) Meningkatkan self-support, khususnya dengan klien yang memiliki proses
diri yang rentan
5) Mengidentifikasikan dan mengklarifikasikan kebutuhankebutuhan klien dan tema-
tema/masalah yang muncul
6) Membuat prioritas dari kesimpulan diagnosis terhadap klien
b) Tahap kedua : melaksanakan pengawasan (control) yaitu konselor berusaha
meyakinkan atu memaksa klien untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
sesuai dengan kondisi klien. Dalam fase ini yang dilakukan adalah: memotivasi
pada klien, dalam hal ini klien diberi kesempatan untuk menyadari
ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya
c) Tahap ketiga : klien didorong untuk mengatakan perasaan- perasaannya. Klien
diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada
Page 149
147
masa lalu, dalam situasi disini, saat ini. Kadang-kadang klien boleh
memproyeksikan dirinya pada konselor. Melalui fase ini konselor berusaha
menemukan celah-celah kepribadian atu aspek-aspek kepribadian yang hilang, dari
sini dapat ditentukan penyebutan apa yang harus dilakukan.
d) Tahap keempat: setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang
dirinya, tindakannya, dan perasaannya, maka terapi sampai pada fase akhir. Pada
fase ini klien harus memiliki ciri-ciri yang menunjukkan integritas kepribadiannya
sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien harus sudah mempunyai
kepercayaan pada potensinya, selalu menyadari dirinya, sadar dan bertanggung
jawab atas sifat otonominya, perbuatannya, perasaan- perasaannya,pikiran-
pikirannya.
e) Tahap kelima : pada tahapan ini konselor dan klien merayakan hal- hal yang
berhasil dicapai serta menerima hal-hal yang tidak tercapai secara baik. Adapun
hal-hal yang dilakukan adalah:
1) Memberikan proses pembahasan kembali isu-isu yang ada
2) Merayakan apa yang telah dicapai, menerima apa yang belum tercapai
3) Melakukan antisipasi dan perencanaan terhadap krisis dimasa depan.
B. Rancangan Intervensi
Untuk melakukan intervensi dilaksanakan dengan terapi Gestalt dengan teknik
kursi kosong (empty chair) yang sasaran intervensinya gejala utama adalah mengatasi
perilaku : “sulit tidur, mudah tersinggung, tidak bersemangat, merasa takut karena
ditagih debtcollector hutang online”. Intervensi ini dilakukan sebanyak 5 (lima) kali
(jangka pendek).
Pada bagian ini akan dijabarkan tujuan dan bentuk kegiatan pada
setiap sesi intervensi, yaitu :
Page 150
148
1. Sesi Pertama : psikoedukasi terapi Gestalt yaitu, membentuk pola pertemuan
terapeutik agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang
diharapkan pada klien. Pada pertemuan pertama, membahas tentang konseling
gestalt. Kemudian konselor menjelaskan pengertian dari teknik kursi kosong,
bagaimana prosedur pelaksanaan dari teknik kursi kosong, dan pentingnya teknik
kursi kosong untuk membantu subjek mengatasi permasalahannya.
Sesi kedua : mengenali dan menyadari perasaaan untuk memilih sisi polaritas,
yaitu klien didorong untuk mengatakan perasaan- perasaannya. Klien diberi
kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa
lalu, dalam situasi disini, saat ini. Kadang-kadang klien boleh memproyeksikan
dirinya pada konselor. Melalui fase ini konselor berusaha menemukan celah-celah
kepribadian atu aspek-aspek kepribadian yang hilang, dari sini dapat ditentukan
penyebutan apa yang harus dilakukan.
2. Sesi ketiga : : mengenali kontra ekspresi dilanjutkan melaksanakan pengawasan
(control) yaitu konselor berusaha meyakinkan klien untuk mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Dalam fase ini yang dilakukan
adalah: memotivasi pada klien, mengenali masalah dan perasaan dalam hal ini
klien diberi kesempatan untuk menyadari ketidaksenangannya atau
ketidakpuasannya.
3. Sesi keempat : menyadari kedua sisi polaritas yaitu setelah klien memperoleh
pemahaman dan penyadaran tentang dirinya, tindakannya, dan perasaannya,
maka terapi sampai pada fase akhir. Pada fase ini klien harus memiliki ciri-ciri
yang menunjukkan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan
manusiawi. Klien harus sudah mempunyai kepercayaan pada potensinya, selalu
menyadari dirinya, sadar dan bertanggung jawab atas sifat otonominya,
Page 151
149
perbuatannya, perasaan-perasaannya,pikiran- pikirannya.
4. Sesi kelima : evaluasi dan follow up, pada tahapan ini konselor dan klien
merayakan hal-hal yang berhasil dicapai serta menerima hal- hal yang tidak
tercapai secara baik.
C. Proses Intervensi
1. Intervensi Sesi 1: Psikoedukasi mengenai Terapi Gestalt dengan
teknik kursi kosong (empty chair), teknik relaksasi
Waktu : Selasa, 17 September 2019
Tempat : Ruang konseling PSBLHS II
Observasi : Terlihat matanya masih terlihat sembab dan sedikit malas, secara
keseluruhan wajahnya terlihat tidak terlalu baik,. Memakai seragam PJLP, serta
mengenakan sepatu flat berwarna hitam. Ketika CP datang, sedang melakukan
pekerjaan sebagai PJLP di ruangan dekat poliklinik panti. Setelah melihat CP, ia
mengajak CP ke ruang konseling.
Gambaran kasus : subjek mengatakan bahwa ia sudah beberapa hari ini mengalami
kesulitan tidur, entah mengapa jika sudah larut malam menjadi tidak mengantuk,
begitu juga dipagi dan siang hari. Terkadang sanggup untuk tidak tidur berhari-hari,
lebih suka mengenang saat masih kuliah.
Proses Intervensi : CP menjelaskan kembali mengenai prosedur intervensi serta
tujuan pelaksanaan masing – masing sesi, bahwa CP nanti akan bertanya atau
mengulang pertanyaan yang tujuannya agar agar subjek dan CP mempunyai
kesamaan persespi dari apa yang disampaikan. CP juga menjelaskan tentang
bagaimana proses terapi gestalt dengan teknik kursi kosong yaitu akan meminta
subjek memainkan peran sebagai top dog (yang seharusnya), kemudian pindah ke
Page 152
150
kursi lain yang menjadi under dog (yang diinginkan). CP merespon cerita dengan
mengajak subjek menarik napas dalam dan perlahan 3x perlahan lalu
mengingatkan untuk bersabar serta berdoa dan memotivasi agar dapat terbuka
untuk menceritakan masalah yang dihadapinya. CP bertanya apa yang membuat
subjek memutuskan untuk mengikuti sesi ini? Dijawab subjek bahwa awal diakuinya
karena mendapat instruksi dari atasan namun setelah beberapa kali bertemu CP saat
sesi relaksasi bersama para sejawat kerja lain, subjek merasa perlu mengikuti sesi
dengan CP agar ia dapat keluar dari masalah. CP berterimakasih atas jawab subjek
kemudian CP melanjutkan pertanyaan, sejak kapan subjek mulai menyadari ini
adalah sebuah masalah? Subjek menundukkan wajahnya, lalu menggelengkan kepala
sambil berkata tidak tahu kapan pastinya. CP bertanya apa saja usaha yang sudah
dlakukan mengatasi masalah tersebut? Subjek menjawab tidak ada kecuali jika saat
ia terkena diare atau menstruasi yang terlalu banyak ia pergi ke puskesmas.
Dilanjutkan CP menanyakan apakah subjek bersedia mengatasi masalahnya?
Dijawab subjek dengan menganggukkan kepala, lalu CP mengatakan kepada subjek
bahwa dirinya tidak sendiri, tetapi masih banyak orang yang peduli terhadapnya.
Selain itu CP juga mengingatkan agar subjek dapat mengalihkan emosinya yang tidak
stabil dengan banyak berbicara dengan orang yang membuatnya nyaman. CP
mengajak subjek berpikir positif dan memperbanyak ibadah dan melakukan aktivitas
yang lebih bermanfaat. Mulai belajar untuk melakukan kebiasaan baik akan
menghasilkan hal baik pula. Kemudian CP mengajak subjek mempraktekan teknik
kursi kosong, dengan tema “masalahku dan perasaanku”. CP meminta subjek
mengimajinasikan masalahnya ada di kursi kosong yang ada di hadapannya dan
kemudian apabila sudah siap subjek silahkan bertukar tempat duduk dan kapanpun
subjek siap dapat berganti lagi setelah itu subjek menyampaikan pada CP bahwa ia
Page 153
151
lebih dapat lebih mengerti membedakan masalah dan perasaan nya sekarang, yaitu
masalahnya adalah karena beberapa hal yang awalnya ia tidak ingat lagi atau sudah
diusahakan untuk ia lupakan dan perasaannya adalah efek dari masalah yang tidak
terselesaikan tersebut diantaranya ingatannya tentang masa kecilnya pernah
dimasukan kedalam bak mandi saat ia menangis. CP bertanya apakah subjek pernah
menanyakan kepada orangtuanya tentang ingatannya tersebut? Dijawab belum, maka
CP meminta subjek mencari waktu yang tepat menanyakan hal tersebut kemudian
menemukan apa manfaat mengetahui hal tesebut.
Gambaran Hasil Sesi 1: Subjek memahami tujuan sesi intervensi yang sedang dan
akan di jalani beberapa waktu kedepan. Terdapat kesepakatan diantara CP dank
subjek mengenai keseluruhan proses intervensi. Sesi pertama untuk membantu
mengatasi kesulitan tidur
2. Intervensi Sesi 2 : Mengenali,menyadari perasaaan dan memilih
sisi polaritas
Waktu : Rabu 18 September 2019
Tempat : Ruang penyimpanan stock barang
Observasi : Terlihat mata tidak lagi sembab, secara
keseluruhan terlihat lebih baik dari kemarin. Masih memakai pakaian yang sama
yang telah disediakan bagi PJLP. Ketika CP datang, sedang menulis dibuku besar
diantara teman – teman sesama PJLP yang lain berada di ruang istirahat pegawai.
Melihat CP datang, ia menutup buku dan mengajak CP ke ruang konseling namun
karena masih dipakai oleh psikolog panti maka subjek mengajak CP menggunakan
ruangan stock barang yang letaknya bersebelahan dengan ruang konseling.
Gambaran kasus : subjek menyampaikan bahwa ia merasa mudah tersinggung, dan
itu membuatnya kesal menyebabkan ia sulit untuk mengontrol emosi kadang ingin
Page 154
152
marah, kadang ingin menangis, saat teman bicara dengan nada keras, atau justru tidak
mengacuhkannya.
Proses Intervensi : CP memulai sesi dengan meminta subjek mengulangi hasil
sesi sebelumnya, subjek menjawab bahwa ia sudah menanyakan tentang ingatannya
dan dijawab orangtuanya bahwa saat itu subjek tidak berhenti menangis dan
memasukan subjek kedalam air adalah meruqyah atau cara yang diajarkan orangtua
mereka untuk mengatasi hal tersebut. CP merespon cerita dengan mengajak subjek
menarik napas 3x perlahan serta mengingatkan untuk bersabar serta berdoa dan
memotivasi agar dapat terbuka untuk menceritakan masalah yang dihadapinya. CP
kemudian bertanya bagaimana perasaan subjek setelah mengetahui hal tersebut?
Subjek menjawab sedikit lega setelah saling meminta maaf. CP menyampaikan
kepada subjek bahwa dirinya tidak sendiri, tetapi masih banyak orang yang peduli
terhadapnya. CP juga menyampaikan bahwa setiap emosi perlu disadari kegunaan
atau maksudnya dan subjek belum melakukannya oleh karena itu membuat subjek
tidak nyaman, apakah subjek setuju? Subjek mengangguk. Kemudian CP bertanya
apa label emosi yang saling berlawan dari dirinya? Dijawab subjek mudah tersingung
atau marah dan takut salah. Lalu CP mengajak subjek mempraktekan terapi Gestalt
dengan teknik kursi kosong, dengan tema “masalahku dan perasaanku”. CP meminta
subjek mengimajinasikan masalahnya ada di kursi kosong yang ada di hadapannya
dan kemudian apabila sudah siap subjek silahkan bertukar tempat duduk dan
kapanpun subjek siap dapat berganti lagi. CP meminta subjek mengawali kursi
pertama dengan perasaan yang dirasakan saat ini, lalu subjek menyebutkan ia saat ini
merasa tersinggung karena salah seorang temannya tidak menyapanya, kemudian CP
bertanya emosi mudah tersinggung dan emosi takut salah tampak berbeda? Subjek
menjawab emosi mudah tersinggung matanya tajam dan emosi marah matanya tajam.
Page 155
153
Kemudian CP menyampaikan bahwa subjeklah satu-satunya yang dapat memberi
mereka suara, dan hanya subjek yang tahu apa yang diucapkan satu sama lain. Lalu
CP meminta subjek berkonsentrasi menjadi subjek yang mudah tersinggung.
Kemudian subjek melakukannya diawali dengan mengambil napas dalam lalu
menatap kursi dihadapannya. Subjek tidak bicara namun terihat perubahan ekspresi
wajah, lalu CP bertanya bagaimana? Subjek menjawab ia siap pindah ke kursi
didepan (emosi takut salah). Subjek memandang kursi didepan (emosi mudah
tersinggung atau marah), sambil bicara lirih saya merasa selalu takut salah, tidak
berdaya, tetapi saya juga merasa baik, CP memperhatikan perubahan wajah subjek
lalu CP bertanya bagaimana saat ini? Subjek menjawab mudah tersinggung dan
marah itu membuat ia merasa kuat tapi juga sangat lelah. Lalu CP mengembalikan
kursi keasal berhadapan dengan subjek menunjukkan sudah selesai dan meminta
subjek mempersilahkan subjek bicara, terapi ini membantunya mengenali label
emosi yang berlawan dan keduanya adalah bagian dari dirinya. CP meminta subjek
mengenali emosi yang muncul mengajak subjek untuk berpikir positif dan
memperbanyak ibadah dan melakukan aktivitas yang lebih bermanfaat. Mulai belajar
untuk melakukan kebiasaan baik akan menghasilkan hal baik pula.
Gambaran Hasil Sesi 2: Pembahasan dimana subjek diminta untuk menganalisa
masalahnya, emosi yang ia rasakan terkait masalah itu dan penilaiannya akan
kemungkinan masalah tersebut dapat diatasi dikemudian hari, subjek dapat
mengatasi emosi labil yaitu mudah tersinggung, marah, menangis dengan mengenali
emosi tersebut untuk kemudian mendapatkan ide tentang kekuatan dan kegunaan dari
masing – masing yang dapat digunakan dengan tepat. CP memberi tugas pada subjek
mendapatkan 3 hal yang ia syukuri dalam hidup lalu disampaikan pada sesi
selanjutnya.
Page 156
154
3. Intervensi Sesi 3 : Mengenali kontra ekspresi
Waktu : Kamis 19 September 2019
Tempat : Ruang konseling
Observasi : Terlihat cukup baik, namun malu-malu. Memakai seragam PJLP
dipadukan dengan celana panjang dan memakai sepatu flat. Subjek berada di ruang
istirahat pegawai, duduk bersama teman-teman namun tidak mau mengajak teman-
teman mengobrol, ia hanya focus melihat HP. Setelah melihat CP datang ia berdiri
dan mengajak CP ke ruang konseling.
Gambaran kasus : Menceritakan bahwa akhir-akhir ini ia kurang memiliki
semangat dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Semangat yang dirasakan cepat
sekali menurun, terlebih selama berada di Panti, lebih banyak tidak semangatnya, ia
juga mengatakan bosan.
Proses Intervensi : CP merespon cerita lalu meminta subjek mengulang hasil sesi
sebelumnya mengenali label emosi dan mendapat ide kekuatan dan kegunaannya.
Subjek menyebutkan kembali pembahasan sesi sebelumnya yaitu emosi mudah
tersinggung dan marah berguna membuatnya merasa kuat sekaligus lelah, dan emosi
takut salah membantunya bersikap baik. Kemudian CP bertanya apakah subjek dapat
menyebutkan apa manfaat dari kurang bersemangatnya hari ini? Subjek terlihat
menunduk, CP memintanya menarik napas dalam 3x baru menjawab, kurang
semangat memberinya waktu untuk lebih pelan tidak tergesa – gesa, kemudian CP
menyampaikan agar subjek dapat sebisa mungkin berpikir secara positif dalam
hidupnya, dan berusaha meyakinkannya untuk memulai perubahan dari diri sendiri,
yakni dengan menumbuhkan semangat mulai dari hal terkecil dan mulai
menumbuhkan motivasi secara internal. Mulailah mengingat keinginan dan harapan
yang belum dan akan raih, agar sedikit demi sedikit semangat yang ada dapat
Page 157
155
tumbuh. Jika sudah bersemangat lawan sifat malas-malasan dan berusaha
mempertahankan semangat tersebut. Jika tidak dapat melakukannya sendiri, ia bisa
meminta bantuan orang lain untuk menjadi penyemangat secara eksternal,.dengan
cara berdiskusi hal – hal diminatinya. CP bertanya hal apa yang subjek sukai? Subjek
menjawab mendengarkan music atau kadang ia saat ia sangat sedih ia melakukan
sholat sambil menangis, seperti hal yang ia lakukan kemarin setelah pulang ke rumah.
Kemudian CP memintanya menyiapkan 3 hal apa yang dapat disyukurinya dan di
setorkan saat besok bertemu.
Gambaran Hasil Sesi 3: Pembahasan dimana subjek diminta untuk menganalisa
masalahnya, emosi yang ia rasakan terkait masalah itu dan mendapatkan ide tentang
kekuatan dan kegunaan dari masing – masing yang dapat digunakan dengan tepat.
Subjek mulai terbiasa mengenali 3 hal yang di syukuri, aktifitas yang membuat mood
menjadi senang, melakukan hal ringan disukai subjek seperti mendengarkan music
atau mendekatkan diri pada Allah dengan ibadah.
4. Intervensi Sesi 4 : Menyadari kedua sisi polaritas
Waktu : Jumat 20 September 2019
Tempat : Ruang konseling
Observasi : Pakaiannya juga cukup rapi, memakai seragaman PJLP kombinasi
celana panjang dan sepatu flat berwarna hitam. Subjek berada di ruang istirahat
pegawai, terlihat melamun menatap HP, terlihat layar HP tidak aktif, ketika HP
bergetar terlihat subjek menggemgam erat
HP, menutupi dan menyembunyikannya dibawah buku panjangnya, sampai HP
berhenti bergetar baru kemudian subjek ambil kembali dan memasukkan ke dalam
saku bajunya, subjek tidak menyadari kehadiran CP. Setelah CP menyapanya ia
mengangguk dan mengajak CP ke ruang konseling.
Page 158
156
Gambaran kasus : Dengan suara perlahan subjek mengatakan cemas dan takut
bila menerima telepon dari penagih hutang, subjek bicara terlihat serius sambil
terlihat meremas – remas ujung jilbabnya.
Proses Intervensi : CP merespon cerita lalu meminta subjek mengulang hasil sesi
sebelumnya, kemudian subjek mengulang pembahasan sesi sebelumnya yaitu
tentang mengenali manfaat kurang bersemangat supaya ia dapat melakukan sesuatu
perlahan dan tidak tergesa – gesa. Dan ia mendapatkan cara meningkatkan semangat
dengan mendengarkan music, dan diskusi dengan teman. Kemudian CP melanjutkan
dengan apa yang awal sesi tentang label takut salah dan adakah perberdaan dengan
takut akan terror telepon dari hutang online. Subjek tampak terdiam lalu menggeleng,
CP mengajak subjek kembali melakukan teknik kursi kosong, dan disetujui oleh
subjek. CP meminta subjek mengimajinasikan masalahnya ada di kursi kosong yang
ada di hadapannya dan kemudian apabila sudah siap subjek silahkan bertukar tempat
duduk dan kapanpun subjek siap dapat berganti lagi. CP meminta subjek mengawali
kursi pertama dengan perasaan yang dirasakan saat ini, lalu subjek menyebutkan ia
saat ini merasa takut ditelepon oleh penangih hutang. Kemudian subjek
melakukannya diawali dengan mengambil napas dalam lalu menatap kursi
dihadapannya. Subjek tidak bicara namun terihat perubahan ekspresi wajah, lalu CP
bertanya bagaimana? Subjek menjawab ia siap pindah ke kursi didepan (merasa
benar meminjam uang karena kebutuhan). Subjek memandang kursi didepan (takut
terror hutang), sambil bicara lirih saya merasa selalu takut salah, tidak berdaya, tetapi
saya juga merasa terpaksa, CP memperhatikan perubahan wajah subjek lalu CP
bertanya bagaimana? Subjek menjawab tidak menemukan jalan lain selain meminta
uang dari online karena mudah dan cepat saat ia butuh memenuhi kebutuhan
ekonominya, saat itu uang gaji sudah habis dan suami tidak memberi nafkah. CP
Page 159
157
bertanya, hal apa yang saat ini dapat subjek ambil manfaatnya, subjek terlihat
menunduk kemudian CP mengajak subjek melakukan pernapasan yang dalam 3x
dilanjutkan mempersilahkan subjek bicara, subjek mengatakan ia merasa sendirian
tidak berdaya karena jauh dari orangtua dan suami jarang pulang sehingga tidak ada
tempat bertanya ketika ada masalah, dan cara yang ia dapat saat itu adalah dengan
ikut teman pergi ke kedai kopi yang harganya cukup mahal dan hal tersebutlah yang
membuat ia berhutang. CP meminta subjek mengenali apa kelebihan dan kekurang
dari diri subjek untuk disampaikan pada sesi selanjutnya.
Gambaran Hasil Sesi 4: CP terus memberi motivasi untuknya dalam menjalani apa
yang telah terjadi saat ini. Memintanya untuk tetap semangat dan tidak berhenti
berdoa agar permasalahan hutangnya dapat segera selesai juga perselisihan
rumahtangganya. CP meyakinkan subjek jika ia dapat berubah menjadi lebih baik
maka saat bertemu anak, suami dan orangtua dapat bahagia dan membahagiakan
dengan cara yang baik pula sehingga menjadi lebih berkah.
5. Intervensi Sesi 5 : Evaluasi dan follow up
Waktu : Sabtu, 21 September 2019
Tempat : Ruang konseling
Observasi : Penampilannya cukup rapi, dengan menggunakan baju batik dan sandal.
berada di aula tengah sedang mengawasi WBS menonton film edukatif, melihat CP
datang subjek menganguk dan memberi isyarat agar CP lebih dahulu masuk ke ruang
konseling.
Gambaran kasus : Subjek menceritakan bahwa ia merasa perasaannya sudah lebih
baik, dapat tidur, namun masih ada takut tidak dapat melunasi hutang
Proses Intervensi : CP merespon cerita lalu meminta subjek mengulang hasil sesi
sebelumnya, kemudian subjek mengulang pembahasan sesi sebelumnya yaitu, pada
Page 160
158
sesi 1, mengenal terapi gestalt dan teknik kursi kosong dan ia dapat mempraktekknya
sendiri saat merasa tidak menemukan jawaban dari masalahnya, ia juga menyadari
keadaannya adalah sebuah masalah dan ia belum melakukan hal yang tepat untuk
mengatasi masalah.
Sesi 2 berani bertanya dan konfirmasi ingatan masa kecil dan hasilnya membuat lega
setelah saling meminta maaf atas masa lalu tersebut.
Sesi 3 hasil sesi sebelumnya mengenali label emosi dan mendapat ide kekuatan dan
kegunaannya. Subjek menyebutkan kembali pembahasan sesi sebelumnya yaitu
emosi mudah tersinggung dan marah berguna membuatnya merasa kuat sekaligus
lelah, dan emosi takut salah membantunya bersikap baik.
Sesi 4 yaitu tentang mengenali manfaat kurang bersemangat supaya ia dapat
melakukan sesuatu perlahan dan tidak tergesa – gesa. Dan ia mendapatkan cara
meningkatkan semangat dengan mendengarkan music, dan diskusi dengan teman.
CP, memuji subjek telah mampu mengingat setiap sesi kemudian CP melanjutkan
bertanya bagaimana keoptimisan subjek bahwa masalahnya mampu diatasi, dari
rentang 1 -10 dimana paling buruk dan 10 skor terbaik, lalu dijawab subjek diangka
6, lalu CP melanjutkan bertanya apa saja yang dapat dilakukan subjek yang apabila
hal tersebut dilakukan apa yang akan terjadi di diri subjek? Subjek terlihat focus lalu
menjawab ia akan mulai merubah cara mengatasi masalah bukan dengan minum kopi
mahal bersama teman tapi memisahkan masalah dan perasaan, hal yang akan terjadi
pada diri subjek mengatakan akan lebih ringan menghadapi hidup dan lebih bahagia.
Gambaran Hasil Sesi 5: Subjek dapat mengikuti CP meminta subjek untuk tetap
semangat dan tidak berhenti berdoa agar semua masalah dapat segera diatasi. CP
meminta subjek menuliskan rencana kegiatan yang akan dilakukan untuk membantu
dirinya sendiri agar lebih baik.
Page 161
159
PENERAPAN TERAPI EKSISTENSIAL HUMANISTIK
A. Tinjauan Teoritis dan Metode Intervensi
Untuk mengatasi gangguan penyesuaian diri dengan gejala diatas akan
dilakukan pendekatan intervensi dengan menggunakan Terapi Eksistensial
Humanistik.
1. Pengertian Terapi Eksistensial Humanistik
Menurut Nevid, J.S dkk (2003), terapi humanistik berfokus pada pengalaman
klien dan disadari, lebih berfokus pada apa yang dialami klien saat ini disini dan
sekarang dari pada masa lalu (dengan catatan masa lalu ini dapat berperan hanya
untuk memperluas insight klien). Sedangkan terapi humanistik eksistensial
merupakan bentuk pendekatan dari terapi humanistik yang memiliki tiga point
pandangan terhadap hakekat manusia, diantaranya: Pertama, perilaku manusia
ditentukan oleh kebermaknaan dan persepsi individu terhadap suatu pengalaman.
Kedua, manusia itu adalah individu yang memiliki pilihan tujuan dan determinasi
diri (bertanggung jawab terhadap kehidupan yang kita pilih). Ketiga, manusia
memiliki kemampuan untuk memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya.
Dalam (Corey, 2013) pendekatan eksistensial humanistik menekankan
renungan-renungan filosofis tentang apa artinya menjadi manusia yang utuh.
Sehingga kebanyakan terapi pada dasarnya adalah membantu inividu agar mampu
bertindak, menerima kebebasan dan tanggung jawab untuk tindakan-tindakannya.
Dalam terapi eksistensial humanistic ini berpijak pada premis bahwa manusia tidak
bisa melarikan diri dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung
jawab itu saling berkaitan. Dalam penerapannya pendekatan ini memusatkan
perhatian pada asumsi-asumsi filosofis yang melandasi terapi.
Terapi eksistensial merupakan pendekatan dinamis pada terapi yang berfokus
Page 162
160
pada pentingnya seseorang itu memiliki eksistensi. Inti dari realitas adalah
penerimaan tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan mental.
Menurut Glasser (dalam Corey 2013) basis dari terapi realitas adalah membantu para
klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya yang mencakup
“kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk merasakan bahwa
kita berguna bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain.
Psikologi eksistensial humanistik berfokus pada kondisi manusia dimana
konsep-konsepnya adalah kesadaran diri; kebebasan, tangung jawab dan kecemasan;
dan penciptaan makna akan manusia itu sendiri pada saat ini dan bukan pada masa
lampau. Karena masa lampau tidak bisa diubah dan masa depanlah yang bisa
berubah.
Tujuan dari terapi ini agar klien mengalami keberadaannya secara otentik
dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat
membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.
2. Teknik Terapi Eksistensial Humanistik
Dalam hal ini tugas utama dari terapis sendiri adalah berusaha memahami
klien sebagai ada dalam-dunia. Teknik yang digunakan mengikuti alih-alih
mendahului pemahaman. Karena menekankan pada pengalaman klien sekarang.
Meskipun terapi eksistensial bukan merupakan metode tunggal namun ada
kesepakatan yang menyangkut tugas-tugas dan tanggung jawab terapis. Menurut
Buhler dan Allen (Corey, 2013) sepakat bahwa psikoterapi difokuskan pada
pendekatan terhadap hubungan manusia alih-alih system teknik, dimana para ahli
psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut:
a. Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
b. Menyadari peran dari tanggung jawab terapis.
Page 163
161
c. Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
d. Berorientasi pada pertumbuhan.
e. Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebgai suatu pribadi yang
menyeluruh.
f. Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
g. Memandang terapis sebagai model, dalm arti bahwa terapis dengan gaya hidup dan
padangan humanistiknya tentang manusia bisa secara implicit menunjukkan kepada
klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
h. Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk
mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
Bekerja kearah mengurangi ketergantungan klien serta meningkatkan
kebebasan klien.
3. Langkah-langkah dalam Melakukan Intervensi
Dalam melakukan langkah-langkah terapi eksistensial humanistic menutur
Corey (2009) apabila klien sudah mengungkapkan perasaannya maka yang harus
dilakukan terapis adalah:
a. Memberikan reaksi-reaksi pribadi dalam kaitan dengan apa yang dikatakan oleh
klien.
b. Terlibat dalam sejumlah penyataan pribadi yang relevan dan pantas tentang
pengalaman-pengalaman yang mirip dengan yang dialami oleh klien.
c. Meminta kepada klien untuk mengungkapkan ketakutannya terhadap keharusan
memilih dalam dunia yang tak pasti.
d. Menantang klien untuk melihat seluruh cara dia menghindari pembuatan putusan-
putusan dan memberikan penilaian terhadap penghindaran itu.
e. Mendorong klien untuk memeriksa jalan hidupnya pada periode sejak memulai terapi
Page 164
162
dengan pertanyaan: “jika Anda bisa secara ajaib kembali kepada cara Anda ingat
kepada diri Anda sendiri sebelum terapi, maukah Anda melakukannya sekarang?”
Beritahukan kepada klien bahwa ia sedang mempelajari apa yang dialaminya
sesungguhnya adalah suatu sifat yang khas sebagai manusia: bahwa dia pada
akhirnya sendirian, bahwa dia harus memutuskan untuk dirinya sendiri, bahwa dia
akan mengalami kecemasan atau ketidakpastian putusan-putusan yang dibuat dan
bahwa dia akan berjuang untuk menetapkan makna kehidupannya di dunia yang
sering tampak tak bermakna.
B. Rancangan Intervensi
Intervensi yang dilaksanakan menggunakan Terapi Eksistensial Humanistik
dengan sasaran intervensi gejala utama dalam “malas beraktifitas, hidup terasa
hampa, tidak suka bergaul, percaya diri rendah”. Intervensi ini dilakukan
sebanyak 5 kali (jangka pendek).
Pada bagian ini akan dijabarkan tujuan dan bentuk kegiatan pada setiap sesi
intervensi, yaitu :
1. Sesi Pertama : psikoedukasi terapi ekstensial humanistik yaitu, membentuk pola
pertemuan terapeutik agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-
perubahan yang diharapkan pada klien. Pada pertemuan pertama, konselor
menjelaskan pengertian dari terapi ekstensial humanistik bagaimana prosedur
pelaksanaan dan pentingnya untuk membantu klien mengatasi permasalahannya.
2. Sesi kedua : yaitu klien didorong untuk mengatakan perasaan- perasaannya.
Mengarahkan klien untuk mau mengenali makna dan tujuan hidup di usianya saat
ini.
3. Sesi ketiga : konselor berusaha meyakinkan klien untuk mengikuti prosedur yang
Page 165
163
telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Dalam fase ini yang dilakukan adalah
mengarahkan klien untuk mau bersosialisasi dan berinterkasi dengan lansia lainnya
Sesi keempat :setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang
dirinya, tindakannya, dan perasaannya, membantu klien mengatasi rasa rendah diri
karena belum menikah dan tidak bekerja lagi.
4. Sesi kelima : evaluasi dan follow up, pada tahapan ini konselor dan klien merayakan
hal-hal yang berhasil dicapai serta menerima hal- hal yang tidak tercapai secara baik.
C. Proses Intervensi
1. Intervensi Sesi 1 : Psikoedukasi Terapi Ekstensial Humanistik dan
membantu mengatasi malas beraktifitas.
Waktu : Selasa 01 Oktober 2019
Tempat : Ruang Ketrampilan
Observasi:
Menggunakan baju batik berbahan kain berwarna hijau kekuning-kuningan. Nampak
kurang bersemangat, namun saat bertemu dengan CP ia tersenyum dan membalas
sapaan CP.
Gambaran kasus :
S mengatakan bahwa ia merasa kelelahan sendiri sehingga hanya rebahan terus,
walaupun jika tertidur hanya sebentar dan jarang berkumpul dengan lansia lainnya.
Proses Intervensi :
Sesi pertama CP memberikan psikoedukasi terapi ekstesniala humanistik yaitu,
membentuk pola pertemuan terapeutik agar tercapai situasi yang memungkinkan
perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien. Pada pertemuan pertama,
konselor menjelaskan pengertian dari terapi ekstensial humanistik bagaimana
Page 166
164
prosedur pelaksanaan dan pentingnya untuk membantu klien mengatasi
permasalahannya. Dilanjutkan dengan mengarahkan klien untuk mau bersosialisasi
dan berinterkasi dengan lansia lainnya. CP mengatakan kepada subyek bahwa ia
tidak boleh hanya berada didalam ruang keterampilan saja, ia juga perlu keluar dan
berkumpul bersama lansia-lansia lainnya. Perlu olahraga ringan atau dengan
berjalan-jalan keliling halaman panti agar badan tetap segar dan tidak lemas, selain
itu CP juga menyarankan agar ia mengikuti kegiatan- kegiatan yang diadakan panti
sehingga aktivitas yang dilakukan menjad lebih beragam, jika ia banyak beraktivitas
maka saat kembali ke kamar ia sudah benar- benar lelah, sehingga tidurnya akan lebih
berkualitas dan tidak akan mimpi buruk lagi
Gambaran Hasil Sesi 1 :
Klien terlihat berfikir dan berjanji akan mulai mencobanya melakukansaran dari yang
diberikan dan mengucapkan terimakasih. Terdapat kesepakatan diantara CP dank
klien mengenai keseluruhan proses intervensi. Sesi pertama untuk mengarahkan
klien untuk mau bersosialisasi dan berinterkasi dengan lansia lainnya
2. Intervensi kedua : Menfasilitasi klien untuk mau mengenali makna
dan tujuan hidup di usianya saat ini.
Waktu : Rabu, 02 Oktober 2019
Tempat : Gazebo
Observasi:
Terlihat sedang tiduran di gazebo dan menyapa CP dengan tetap sambil mendekatkan
radio mini ke telinga CP dan sesekali mengikuti irama dengan tangan di tepuk – tepuk
ke pahanya.
Page 167
165
Gambaran kasus :
S merasa hidupnya sepi serta hampa, dan menurutnya semenjak orang yang
disayanginya meninggal serta keluarganya tidak ada yang dekat membuat dirinya
merasa sepi serta tidak ada semangat.
Proses Intervensi :
CP menfasilitasi klien untuk mengatakan perasaan-perasaannya.untuk mau
mengenali maknadan tujuan hidup di usianya saat ini. CP membantu klien
menemukan makna hidupnya, membantu membuka pandangan klien terhadap
berbagai nilai sumber makna hidup, dan tentang arti kehidupan yang sebenarnya.
Klien menyampaikan hidup nya selama ini selalu bekerja agar tidak menyusahkan
orang lain, tidak bergantung pada orang lain, bisa melakukan hal – hal yang disukai.
Tetapi belakangan setelah orang yang disayanginya meninggal sudah tidak ada
motivasi bekerja, hidup ditambah usia saat ini sudah tidak muda lagi. Tidak ada yang
menerimanya lagi sebagai penjahit. Pernah bekerja sebagai pengawas anak-anak
tetapi sangat melelahkan jadi minta berhenti. CP mendengarkan dengan empati
semua yang disampaikan klien lalu bertanya, apakah keahliaannya menjahit masih
dapat dilakukan disini? Klien mengangguk, masih lah.. itu ada beberapa lansia yang
minta dijahitin dasternya yang robek. Lalu CP melanjutkan setelah menjahitkan
daster robek bagaimana perasaannya, klien terdiam sebentar, lalu menjawab “biasa
aja tetapi senang juga merasa masih bisa bantu orang, apalagi lalu lansia itu
membelikannya kopi susu kesukaan saya.”
Gambaran Hasil Sesi 2 :
Subyek kooperatif dalam mengikuti sesi intervensi dan dapat menemukan makna
hidup dan tujuan hidupnya sehingga merasa hidupnya tidak hampa lagi. Akhir sesi
klien mengucapkan terimakasih pada CP.
Page 168
166
3. Intervensi Ketiga : Mengarahkan klien untuk mau bersosialisasi
Waktu : Kamis, 03 Oktober 2019
Tempat : Ruang Ketrampilan
Observasi:
Klien terlihat duduk di ruang ketrampilan sambil melihat – lihat tumpukan kain lalu
menatap CP langsung menyalami dan mengajak mengobrol lalu melakukan
intervensi.
Gambaran kasus :
S mengatakan bahwa ia malas sekali untuk bergaul dengan sesama lansia, lebih baik
diam dari pada banyak bicara tidak menentu.
Proses Intervensi :
Sesi ketiga ini CP berusaha meyakinkan klien untuk mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan sesuai dengan kondisi klien, dan mengarahkan klien untuk mau
bersosialisasi dan berinterkasi dengan lansia lainnya CP memberikan saran bahwa
bergaul lebih baik dari pada hanya didalam kamar saja, dengan bergaul kita menjadi
lebih semangat, ceria, dan bisa berbagi pengalaman dalam kehidupan ini sehinggadiri
kita tidak merasa kesepian salah satunya. Kemudian CP meminta bantuan sekaligus
menantang klien apakah ia bersedia untuk mengajarkan seorang lansia dari wisma
Bougenvile diajarkan ketrampilan membuat dompet atau bros berbahan batik. Klien,
melihat CP dan bertanya serius? Ada hadiahnya ga? CP menjawab hadiah
terbesarnya adalah bila klien dapat berhasil berbagi ilmunya, tapi nanti CP akan
membawakan kopi susu kesukaannya. Klien tersenyum dan menerima tantangan CP,
bersedia membantu lansia lain belajar keterampilan membuat bros berbahan kain.
Page 169
167
Gambaran Hasil Sesi 3 :
Klien terlihat dari ekspresi wajah diawal ragu, namun setelah dijelaskan kembali oleh
CP maka ia bersemangat dan bersedia melakukan tantangan CP untuk mengajarkan
lansia lain belajar keterampilan.
4. Intervensi keempat : klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang dirinya,
tindakannya, dan perasaannya.
Waktu : Jumat 04 Oktober 2019
Tempat : Gazebo
Observasi:
Klien terlihat duduk di ruang terbuka di depan wisma memakai baju atasan batik
bawah padanan celana kain warna biru.S terlihat duduk sendirian digazebo panti saat
CP datang langsung tersenyum dan mengajak CP duduk di sebelahnya
Gambaran kasus :
S mengatakan bahwa ia tidak bekerja atau tidak punya kerjaan lagi yang
menghasilkan uang juga belum menikah sehingga membuat dirinya menjadi rendah
diri
Proses Intervensi :
Sesi keempat CP memfasilitasi klien mempunyai kepercayaan pada potensinya, sadar
dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perbuatannya, perasaan-
perasaannya,pikiran-pikirannya Dilanjutkan dengan mengarahkan klien untuk
mempunyai harga diri yang lebih baik. CP mengajak subyek untuk tidak
merendahkan diri sendiri dan mengambil makna hidup dibalik cobaan ini semua,
tetap semangat dalam menghadapi kehidupan dan tetap berusaha serta berdoa dibalik
Page 170
168
ini semua terkandung hikmahnya. CP mengajak klien menyadari akan segala
kekurangan yang ada dalam dirinya, mampu menghadapi serta menyelesaikan
permasalahan pada dirinya serta tercapainya tujuan dan memaknai hidup dengan baik
akan membuat menjalani usia senjanya dengan perasaan optimis. Bahwa saat ini
klien tidak atau belum punya pasangan hidup juga atas izin yang Maha Kuasa, CP
bertanya apakah kelebihan dan kekurangannya dengan sikon tersebut? Klien terdiam
kemudia menjawab punya suami repot yah walau ada senangnya juga kali yah mba,
seperti ini juga enak juga ya mba, bebas mau ngapain aja. CP melanjutkan dengan
mengajak klien menyebutkan beberapa kelebihannya yang tidak ada di lansia lain,
seperti pandai menjahit, membuat kerajinan dan tubuh yang cukup sehat. Klien
menganggguk– angguk sambil berkata ia juga yah kan saya disini bisa tetap
menjahit, makan cukup, tidur cukup, kalau cerewet sedikit ga apa yah, mba. Klien
menambahkan bahwa ia sudah punya baru cara meningkatkan kepercayaan diri
dengan menerima apa adanya sambil mendengarkan music, dan diskusi dengan
teman lansia. CP tersenyum dan mengajak klien melakukan tos tangan. Lalu
menanyakan bagaimana perasaannya tentang pengalaman kemarin mengajarkan
lansia membuat kerajinan? Klien menjawab dengan semangat seru, ada kesalnya
juga karena ga bisa-bisa dibilangin karena sudah tua juga yah, terharu juga
akhirnya nenek itu bisa buat bros kain sendiri. CP memuji klien yang telah berhasil
bersosialisasi dengan sesama lansia dan mengajarkan ketrampilan.
Gambaran Hasil Sesi 4 :
Klien terlihat lebih besemangat dan berkata akan terus mengusahakannya dan
bersemangat mendengarkan apa yang disarankan oleh CP .
Page 171
169
5. Intervensi Kelima : evaluasi, follow up dan terminasi
Waktu : Sabtu, 05 Oktober 2019
Tempat : Gazebo
Observasi:
S terlihat duduk santai dengan dua orang lansia lain digazebo panti saat CP datang
langsung tersenyum. Memakai baju atasan batik bawah padanan celana kain warna
biru..
Gambaran kasus :
S mengatakan bahwa ia merasa lebih baik dan sudah mulai ada beberapa lansia yang
bisa diajak bicara bersama – sama.
Proses Intervensi :
CP merespon cerita lalu meminta klien mengulang hasil sesi sebelumnya, kemudian
klien mengulang pembahasan sesi sebelumnya yaitu, pada sesi 1, untuk
meningkatkan kesadaran diri atas alternatif- alternatif, motivasi-motivasi, dan tujuan-
tujuan pribadi. Serta menunjukkan bahwa harus ada pengorbanan untuk mewujudkan
hal itu Seperti mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan panti sehingga aktivitas
yang dilakukan menjad lebih beragam, jika ia banyak beraktivitas maka saat kembali
ke kamar ia sudah benar-benar lelah, sehingga tidurnya akan lebih berkualitas. Sesi
2, untuk mengatakan perasaan-perasaannya dan mendorong klien belajar
menanggung resiko atas keputusan menolak atau untuk mau bersosialisasi dan
berinteraksi engan lansia lainnya.. Sesi 3, CP berusaha meyakinkan klien untuk
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Dalam fase
ini yang dilakukan adalah mengarahkan klien untuk mau bersosialisasi dan
Page 172
170
berinterkasi dengan lansia lainnya. Klien berhasil mengajarkan sesama lansia
membuat kerajinan bros berbahan kain. Sesi
4 hasil sesi sebelumnya memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang dirinya,
tindakannya, dan perasaannya, membantu klien mengatasi rasa rendah diri karena
belum menikah dan tidak bekerja lagi. Dan ia mendapatkan cara meningkatkan
semangat dengan mendengarkan music, dan diskusi dengan teman. CP, memuji klien
telah mampu mengingat setiap sesi kemudian CP melanjutkan bertanya bagaimana
keoptimisan klien bahwa masalahnya mampu diatasi, dari rentang 1 -10 dimana
paling buruk dan 10 skor terbaik, lalu dijawab klien diangka 6, lalu CP melanjutkan
bertanya apa saja yang dapat dilakukan klien yang apabila hal tersebut dilakukan
apa yang akan terjadi di diri klien? Klien menjawab santai saja menjalani dan
menikmati hidup disini.CP mengajak subyek untuk memikirkan tentang kehidupan,
dimana dengan bergaul bersama sesama lansia bisa mendapatkan keluarga, walaupun
keluarga sendiri sudah tidak ada lagi. Dengan adanya keakraban dengan sesama
panti beban yang terasa dihati menjadi berkurang karena saling berbagi dan
merasakan kehidupan dipanti.
Gambaran Hasil Sesi 5 :
Klien berkata akan terus mengusahakannya dan bersemangat mendengarkan apa
yang disarankan oleh CP serta berterimakasih atas semua sesi pertemuan yang sudah
dilaksanakan.
Page 173
171
PENERAPAN TERAPI KONSELING KETERAMPILAN HIDUP
A. Tinjauan Teoritis dan Metode Intervensi
1. Pengertian Konseling Keterampilan Hidup
Konseling keterampilan hidup dikembangkan oleh Richard Nelson Jonson
(dalam Palmer, 2011). Landasan filosofi konseling keterampilan hidup adalah
humanstik-eksisitensial. Konseling keterampilan hidup merupakan pendekatan
edukatif dengan berfokus pada perubahan pikiran dan tindakan, untuk mengasah
perasaan humanistik eksistensial dan member klien keterampilan yang dibutuhkan
agar lebih efektif sekarang dan di masa depan. Fokus utama konseling keterampilan
hidup lebih terkait dengan psikologis ketimbang biologis. Fokus utama kehidupan
psikologis adalah pikiran dan bukan jasmani. Oleh karena itu, tujuan utama
kehidupan psikologis adalah mencapai potensi manusia melampaui keberadaan
fisiknya dimana manusia mempunyai kapasitas unik karena memiliki kesadaran diri
dan pilihan.
Konseling keterampilan hidup juga membantu klien baik untuk mengelola
problem dan mengubah keterampilan prolematika yang mendasari problem yang
berkepanjangan. Pengelolaan problem atau model pemecahan problem itu
bermanfaat, Karen asering kali klien membutuhkan pertolongan untuk mengelola
atau memecahkan problem yang mendesak. Klien membutuhkan bantuan dalam
mengembangkan keterampilan hidup yang bias awet hingga masa depan dan tidak
hanya mengelola atau merencanakan problem-problem aktual yang spesifik.
Penerapan konseling keterampilan hidup yang elegan bertujuan untuk
mengembangkan pribadi yang terampil. Berikut ini, keterampilan hidup ilustratif
Page 174
172
yang dibutuhkan oleh orang yang terampil yang biasa disebut 5R, yaitu :
a. Responsif : keterampilan responsif mencakup kesadaran eksistensial, kesadaran
perasaan, kesadaran motivasi dari dalam, dan sensivitas pada kecemasan dan
perasaan bersalah.
b. Realisme : merujuk kepada keterampilan berpikir, self-talk yang meneguhkan dan
visualisasi.
c. Relasi : keterampilan berealisasi termasuk mengungkapkan, menyimak, merawat,
pertemanan, relasi seksual, penegasan, mengelola kemarahan dan memecahkan
problem relasi.
d. Aktivitas Rewarding : keterampilan aktivitas rewarding mencakup identifikasi
minat, keterampilan bekerja, keterampilan belajar, keterampilan emnggunkan
waktu luang, dan merawat keterampilan kesehatan fisik.
e. Righ-and-Wrong (benar dan salah) : keterampilan benar dan salah termasuk minat
sosial yang meliputi lingkungan terdekat seseorang dan kehidupannya.
2. Konseling Keterampilan Hidup DAISE
Teknik konseling kehidupan terstruktur menggunakan model lima tahap
DASIE. Tak hanya mengelola atau memecahkan problem namun juga untuk
memahami keterampilan problematik yang mendasari.
D = Develop (mengembangkan reaksi mengklarifkasi masalah)
A = Asses (menilai dan menyatakan kembali problem dalam istilah-istilah keterampilan)
S = State (menyatukan tujuan dan merencanakan intervensi)
I = Intervense (intervensi untuk mengembangkan keterampilan hidup) E =
Emphasize (menekankan tugas rumah dan akhir konseling)
Page 175
173
2. Langkah-langkah dalam Melakukan Intervensi
Dalam kasus ini langkah-langkah dalam memberikan intervensi dilakukan
dengan tapahan sebagai berikut :
a. Tahap 1
a. Membina hubungan baik sehingga dapat mengidentifikasi masalah yang dihadapi
klien, konselor banyak memberikan ucapan mendalami masalah, refleksi dan bila
perlu konfrontasi, agar klien mau mengungkapkan, mengklarifikasi serta
memahami masalahnya dengan benar dan mampu mengagendakan sebagian
masalah yang harus diselesaikan.
b. Tahap 2
Konselor bertugas menjembatani pengertian dan aktivitas terkait masalah
yang didasari kurangnya keterampilan yang dimiliki klien. Hal penting yang terkait
dengan keterampilan hidup dalam melakukan coping menghadapi masalah, untuk
memperoleh petunjuk, pemikiran,bagaimana menyampaikan pikirannya, dan
semua terkait keterampilan hidup klien yang perlu dibantu dikembangkan untuk
mengatasi masalah.
c. Tahap 3
Menentukan tujuan konseling yang sesuai keadaan yaitu mengatasi
masalah. Meningkatkan keterampilan hidup klien yang menghambat pemecahan
masalah yang dihadapi dengan latihan. Merencanakan intervensi yang komprensif,
mencakup masalahnya dan keterampilan hidupnya yang kurang sehingga dapat
diatasi secara terarah dan terpadu.
d. Tahap 4
Membantu klien mengatasi masalah agar lebih matang dan mandiri.
Mengembangkan keterampilan hidup agar lebih cekatan dalam menghadapi segala
Page 176
174
situasi kehidupan diri klien. Membantu klien agar lebih bebas dari masalah-
masalah well being dan terampil menghadapi kehidupannya
e. Tahap 5
Konselor terus menganjurkan agar klien dapat mengatasi sendiri segala
permasalahannya dan tidak tergantung pada konselor.
B. Rancangan Intervensi
Untuk melakukan intervensi dilaksanakan dengan Konseling Keterampilan
Hidup dengan sasaran intervensi gejala utama dalam “sulit tidur, tidak ingin
bersosialisasi, kekecewaan dengan keluarga dan kurang bersemangat menjalankan
aktifitas”. Terapi ini diberikan untuk mengembalikan fungsi mental. Intervensi ini
dilakukan sebanyak 5 kali (jangka pendek).
C. Proses Intervensi
1. Intervensi pertama dilakukan pada hari Selasa, 15 Oktober 2019 Observasi :
S menggunakan baju daster batik berwarna oranye, diawal perjumpaan wajah S
selalu terlihat tidak bersemangat dan terkesan muram. Masalah : Merasa sulit
tidur
Kesan : Terlihat lesu Intervensi
• Tujuan :
Subjek dapat menyampaiakan apa yang membuatnya sulit tidur
• Tindakan :
1) CP mempersilahkan subjek untuk duduk secara rileks dan mempersilahkan
subjek untuk menceritakan apa yang ingin diceritakan. Subjek menyampaikan
bahwa ia merasa sulit untuk tidur salah satunya karena gatal di punggung sudah
minta obat namun menurutnya petugas selalu lalai dalam memberikan pelayanan.
Page 177
175
Seperti misalnya ketika ia meminta obat untuk persiapan jika nanti mengalami
sakit kepala padA
malam hari, obat tersebut tidak akan langsung diberikan namun ditunda menjadi
keesokan harinya. CP mendengarkan cerita S dan menaruh empati serta
menjelaskan perawat lupa memberi obat dapat terjadi karena banyaknya WBS yang
perlu dilayani setiap hari. Hendaknya S memaklumi dan memaafkan kesalahan-
kesalahan kecil yang dilakukan oleh petugas. Ada baiknya ia meminta obat pada
saat petugas dalam keadaan tidak sibuk sehingga mereka tidak akan lupa untuk
segera memberikan obat tersebut. Lalu CP bertanya menurut subjek apakah ada
cara lain untuk bantu menghilangkan gatal tersebut? Sambil melihat ke TV ia
menjawab “mandi tapi aku malas karena capek kalau cuci baju setiap hari”. CP
bertanya kembali, apakah bajunya tidak di cuci dari panti? S menjawab tidak mau
dicucikan dari panti nanti bajunya hilang. Lalu CP kembali bertanya apakah baju
dapat dicuci 2 hari sekali? S menjawab dengan mengganguk.
Menutup sesi “Untuk sesi hari ini saya rasa sudah cukup, semoga kondisi nek S
bisa jauh lebih baik setelah ini. Dan kita akan bertemu disesi selanjutnya sesuai
dengan waktu yang disepakati. Terima kasih atas kesediaan nek S untuk mengikuti
sesi ini.”
2) Reaksi : Subjek terdiam sejenak terlihat menundukkan kepala merenungkan
seperti memikirkan apa yang disampaikan oleh CP kemudian melihat CP tersenyum
dan mengucapkan terima kasih kepada CP.
2. Intervensi kedua, Rabu 16 Oktober 2019
Observasi : Terlihat sedang menonton tv dengan baju rambut basah terurai seperti
habis keramas, masih menggunakan daster yang sama berwarna oranye, dengan
Page 178
176
sedikit robek dibawah bagian lengan. Seperti biasa subjek menyambut CP dengan
wajah yang biasa saja namun kali ini sudah sedikit tersenyum mempersilahkan CP
duduk disebelah sisi kirinya di tempat tidurnya.
Masalah : tidak ingin bersosialisasi
Kesan : Terlihat lesu
Intervensi
• Tujuan :
1) Dapat menyampaiakan apa yang membuat subjek tidak ingin bersosialisasi
• Tindakan :
3) 1) CP mempersilahkan subjek untuk duduk secara rileks dan
mempersilahkan subjek untuk menceritakan apa yang ingin diceritakan. Subjek
menceritakan tentang WBS lain terutama yang pernah terlibat konflik dengannya
selalu menceritakan keburukan dirinya. Oleh karena itu, ia tidak mau keluar dari
kamar karena hanya akan menimbulkan fitnah. Baginya lebih baik menghabiskan
waktu di kamar dari pada terlibat keributan dengan mereka. CP menaruh perhatian
terhadap cerita subyek dan menanyakan bagaimana ia tahu bahwa warga binaan
tersebut menceritakan keburukannya? Subyek menjawab bahwa ia juga yakin sekali
dengan hal itu.
CP mencoba memberikan pemahaman kepada subyek bahwa apa yang ada
dipikirannya belum tentu semua itu benar adanya. CP mengajak agar berpikir
positif terhadap orang lain, karena hal tersebut akan membantunya dalam menjalani
kehidupan di panti. CP berusaha memberikan pengertian tentang pentingnya
menjaga silaturahmi dengan Warga Binaan Sosial (WBS) yang ada di panti karena
mereka saat ini merupakan orang terdekat. Untuk itu perlu baginya keluar dari
kamar dan berinteraksi dengan Warga Binaan Sosial lainnya. CP mengajak subjek
Page 179
177
agar mau bergaul dengan teman- temannya di panti dengan ikut kegiatan
keterampilan.
Menutup sesi “Untuk sesi hari ini saya rasa sudah cukup, semoga kondisi nek S
bisa jauh lebih baik setelah ini. Dan kita akan bertemu disesi selanjutnya sesuai
dengan waktu yang disepakati. Terima kasih atas kesediaan nek S untuk mengikuti
sesi ini.”
4) Reaksi : Diawal terlihat tidak tertarik mendengarkan intervensi dari CP namun
perlahan subjek mulai memperhatikan dan terlihat menganggukkan kepala tertarik
dengan intervensi yang diberikan oleh CP. Subjek mengatakan akan mencoba
bersosialisasi dengan sesam WBS di wisma dan mengiyakan ajakan CP untuk
mengikuti kegiatan keterampilan. Subjek mengucapkan terima kasih kepada CP
sebelum intervensi diakhiri.
3. Intervensi Ketiga, Kamis, 17 Oktober 2019
Observasi : Terlihat sedang duduk dibangku panjang depan wisma Bougenville
dengan baju daster berwarna senada namun dominan warna kekuningan dan jilbab
berbahan kaos berwarna sama seperti sebelumnya. Kali ini tersenyum
mempersilahkan CP duduk disebelahnya. Kemudian CP mengajak untuk bersama
–sama ke ruang keterampilan sesuai apa yang telah disepakati kemarin.
Masalah : Kurang bersemangat menjalankan aktifitas
Kesan : Subjek terlihat mendengarkan intervensi CP dengan baik Intervensi
• Tujuan:
1) dapat menyampaiakan apa yang membuat subjek kurang bersemangat
menjalankan aktifitas
• Tindakan:
Page 180
178
CP dan subjek berada di ruang ketrampilan mengikuti acara pembuatan bros
berbahan kain, awalnya subjek hanya diam dan melihat tidak bergabung bersama
WBS lain yang membuat keterampilan. Kemudian CP duduk di sebelah subjek dan
bertanya mengapa subjek tidak bergabung, Ia menceritakan beberapa WBS punya
kebiasaan yang kurang sesuai dengannya. CP mengarahkan klien untuk menerima
keadaan rekan- rekannya. CP juga memberikan pengertian kepadanya jika setiap
orang memiliki perbedaan kebiasaan dan perilaku. CP mengajak subjek sambil
bicara juga membuat keterampilan dan disetujui olehnya kemudian CP bertanya
apa hobi dan harapannya” Subjek menjawab bahwa ia tidak punya hobi selain
ingin tetap berdagang dan tinggal sendiri di daerah sebelum ia masuk panti, Ia
menyebutkan sudah terimakasih ke panti karena membiayai operasi katarak tapi ia
tetap merasa tidak betah di panti dan ingin kembali ke rumah kontrakannya
melanjutkan berdagang. CP bertanya diman subjek berdagang dan menjual prodak
apa? Subjek menjawab berdagang keliling dan menjual batik, daster dan baju bekas.
CP menyemangati S dengan menyarankannya dengan cara mengisi kegiatan di
masa tuanya dengan kegiatan positif yang digemari.
Reaksi :Subjek menganggukkan kepala dan sesekali mengucapkan iya sebagai
persetujuan atas intervensi yang diberikan oleh CP. Subjek terlihat tersenyum
setelah proses intervensi selesai dilaksanakan.
4. Intervensi keempat, Jumat 18 Oktober 2019
Observasi :Terlihat sedang menonton tv dengan rambut terurai, ketika melihat CP
tersenyum dan menanyakan lebih dahulu apa kabar CP . Subjek menyampaikan ia
merasa bosan terus menerus berada di panti dan kurang bersemangat mengikuti
kegiatan yang tersedia di panti.
Masalah : Kecewaan dengan keluarga
Page 181
179
Kesan : Wajah subjek terlihat sedih ketika bercerita dengan CP
Intervensi
a. Tujuan :
1) dapat menyampaiakan apa yang membuat subjek kecewaan dengan
keluarga
b. Tindakan :
CP mendengarkan dengan empati, S merasa sedih karena di masa tua sering
dibayangi kesedihan jika mengingat dirinya yang hidup seorang diri, padahal ada
anak kandung dan ia juga membesarkan dua orang anak dari suami keduanya. CP
mendengarkan cerita S dan memberikan semangat kepadanya. CP menyampaikan
kepada S jika di panti saat ini tidak hidup seorang diri, ia juga memiliki teman-
teman yang senasib. CP menyemangati S dengan menyarankannya dengan cara
mengisi kegiatan di masa tuanya dengan kegiatan positif yang digemari seperti
kemarin membuat keterampilan dan apabila hasilnya baik dan banyak dapat di jual
kembali. Kemudian subjek dan CP kembali ke ruang keterampilan berrsama-sama
membuat kerajinan dompet kain. Di Akhir Intervensi, CP juga mengingatkan
kepada S agar selalu beribadah agar ia tidak merasa khawatir dengan masa tuanya
Reaksi : Pada awal intervensi terlihat tidak tertarik ketika CP menanyakan tentang
kegiatan sehari-hari di panti. Setelah diberikan intervensi, Ia terlihat menyetujui
dengan intervensi yang diberikan dan mengucapkan terima kasih kepada CP di
akhir intervensi
5. Intervensi Kelima, Sabtu, 19 Oktober 2019
Observasi : Terlihat sedang berdiri di depan pintu dan menyapa CP untuk
mengikuti senam pagi.
Kesan : terlihat bersemangat Intervensi
Page 182
180
• Tujuan :
1) Mengevaluasi terapi dan terminasi
• Tindakan :
“ Bagaimana kabar ibu pagi ini? Setelah beberapakali kita melakukan sesi
pertemuan apakah ada yang ibu rasakan” Subjek merasa ada perubahan. “Saya
merasa bisa tidur lebih nyenyak, sehingga badan saya merasa lelah seperti
biasanya, mungkin karena tidurnya lebih lama dan juga jadinya tidak terlalu
mudah tersulut marah. Tapi kalau sendirian saya masih suka melamun walaupun
tidak terlalu sering.” Kemudian melanjutkan dengan cerita bahwa tadi pagi petugas
menanyakan kondisi kesehatannya dan hal tersebut sangat membuatnya senang
karena merasa diperhatikan.Menjelaskan bahwa itu adalah bukti bahwa petugas
sangat memperhatikan dirinya. CP mengevaluasi hasil intervensi yang sudah
dilakukan.
2) Menutup sesi dan terminasi
“Untuk sesi kita akhiri disini ibu, apabila ada kekurngan dari saya, saya mohon
maaf dan semoga apa yang sudah kita lakukan bersama selama ini bisa membantu
ibu mengurangi hal-hal yang ibu anggap negative. Terima kasih banyak atas
perhatiannya, semoga ibu selalu sehat.”
Page 183
181
PENERAPAN TERAPI CLIENT CENTERED
B. Terapi Client Centered
1. Pengertian Client Centered
Menurut (Corey, 2013) terapi client centered berdasarkan suatu filsafat
manusia yang menekankan bahwa kita memiliki dorongan bawaan pada aktualisasi
diri. Selain itu Rogers (dalam Corey, 2013) memandang manusia secara
fenomenologis, yakni bahwa manusia menyusun dirinya sendiri menurut persepsi-
persepsinya tentang kenyataan. Orang termotivasi untuk mengaktualisasikan diri
dalam kenyataan yang dipersepsinya.
Teori Rogers (dalam Corey, 2013) mengatakan bahwa klien memiliki
kesanggupan untuk memahami faktor-faktor yang ada dalam hidupnya yang menjadi
penyebab ketidakbahagiaan. Klien juga memiliki kesanggupan untuk mengarahkan
diri dan melakukan perubahan pribadi yang konstruktif. Perubahan pribadi akan
timbul jika terapis yang selaras bisa membangun hubungan dengan kliennya, suatu
hubungan yang ditandai oleh kehangatan, penerimaan dan pengertian empatik yang
akurat.
Konseling terapeutik berlandaskan hubungan Aku-Kamu, atau hubungan
pribadi-ke-pribadi dalam keamanan dan penerimaan yang mendorong klien untuk
menanggalkan pertahanan-pertahanannya yang kaku serta menerima dan
mengintegrasikan aspek-aspek sistem dirinya yang sebelumnya diingkari atau
didistorsi.
Terapi client centered menitik beratkan hubungan pribadi antara klien dan
terapis; sikap-sikap terapis lebih penting daripada teknik-teknik, pengetahuan atau
teori. Jika terapis menunjukkan dan mengomunikasikan kepada kliennya bahwa
Page 184
182
terapis adalah pribadi yang selaras, secara hangat dan tak bersyarat menerima
perasaan-perasaan dan kepribadian klien dan mampu mempersepsi secara peka dan
tepat dunia internal klien sebagaimana klien mempersepsi dunia internalnya itu,
maka klien bisa menggunakan hubungan terapeutik untuk melancarkan pertumbuhan
dan menjadi pribadi yang dipilihnya.
2. Tujuan Terapeutik
Tujuan dasar terapi client centered adalah menciptakan iklim yang kondusif
bagi usaha membantu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh.
Rogers (dalam Corey, 2013) menguraikan ciri-ciri orang yang bergerak ke arah
menjadi bertambah teraktualkan sebagai berikut:
1) Keterbukaan pada pengalaman
Keterbukaan pada pengalaman perlu memandang kenyataan tanpa
mengubah bentuknya supaya sesuai dengan struktur diri yang tersusun lebih
dulu. Dengan kata lain adalah orang memiliki kesadaran atas diri sendiri pada
saat sekarang dan kesanggupan mengalami dirinya dengan cara-cara baru.
2) Kepercayaan terhadap organisme sendiri
Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa
percaya terhadap diri sendiri, dengan meningkatnya keterbukaan klien pada
pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan klien kepada dirinya
sendiri pun mulai timbul.
3) Tempat evaluasi internal
Tempat evaluasi internal yang berkaitan dengan kepercayaan diri, berarti
lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-
masalah keberadaannya. Dia menetapkan standar-standar tingkah laku dan
Page 185
183
melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan
pilihan-pilihan bagi hidupnya.
4) Kesediaan untuk menjadi suatu proses
Ketika klien menjalani terapi untuk mencari sejenis formula untuk
membangun keadaan berhasil dan berbahagia (hasil akhir), mereka menjadi
sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses pyang berkesinambungan.
Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi dan
kepercayaan serta membuka diri bagi pengalaman baru dan revisi alih-alih
menjadi wujud yang membeku.
3. Langkah-langkah dalam Melakukan Intervensi
Dalam proses konseling ada tiga tahapan, yaitu :
a. Tahap mendifinisikan masalah (tahap awal)
Tahap ini terjadi saat konseli menemui konselor hingga berjalan proses
konseli sampai konselor dan konseli menemukan definisi masalah konseli
atas dasar isu, kepedulian atau masalah konsel. Adapun proses konseli tahap
awal dilakukan konselor sebagai berikut :
1. Membangun hubungan konseli yang melibatkan konseli
2. Memperjelas dan mendifinisikan masalah
3. Membuat penaksiran dan penjajakan
4. Menegosiasikan kontrak (perjanjian).
b. Tahap dan fase kerja dengan definisi masalah (tahap pertengahan)
Berangkat dari definisi masalah konseli yang disepakati pada tahap awal,
kegiatan selanjutnya adalah memfokuskan pada penjajahan masalah konseli,
dan bantuan apa yang diberikan berdasarkan penilaian kembali apa yang
telah di jelajah tentang masalah konseli.
Page 186
184
c. Tahap keputusan untuk berbuat (action) disebut juga tahap akhir
Pada tahap akhir konseli ditantai dengan beberapa hal yaitu :
1. Menurunnya kecemasan konseli, hal ini diketahui setelah konselor
menanyakan keadaan kecemasannya
2. Adanya perubahan perilaku konseli kearah yang lebih positif, sehat dan
dinamik
3. Terjadinya perubahan pada sikap yang lebih positif
B. Rancangan Intervensi
Untuk melakukan intervensi dilaksanakan menggunakan Client Centered
Therapy dengan sasaran gejala utama S dalam mengatasi cemas dan gelisah, sulit
tidur, menutup diri, pikiran negative Intervensi ini dilakukan sebanyak 5 kali
(jangka pendek), dengan rancangan intervensi seperti di bawah ini.
C. Proses Intervensi
1.1.Tahap Awal
Intervensi pertama dilakukan pada hari Selasa, 21 agustus 2018
Tujuan : Membangun hubungan terepeutik
Tempat : Di rumah subyek
Observasi : Saat CP datang subyek berada dirumahnya seorang diri sudah
berpakaian rapi dengan menggunakan baju long dress bewarna
hijau dipadupadakan dengan jilbab bergo warna hitam, menyapa
CP dan mempersilahkan masuk sambil mengatakan bahwa
penghuni rumah nya yaitu suami dan anak-anaknya sedang tidak
Page 187
185
ada dirumah. Sambil tersenyum tipis mempersilahkan CP masuk
dan mengobrol di ruang tamu.
Pelaksanaan :
a. Tahap ini diawali dengan menciptakan suasana nyaman untuk konsultasi dengan
membina rapport guna membuka peluang untuk encounter.
b. Mendefinisikan dan memperjelas masalah yang muncul
Melalui teknik Client Centered, subyek diminta untuk menceritakan apa yang
sedang ia rasakan pada saat ini dan apakah ada kejadian yang sedang di
hadapinya, kemudian mendiskusikan mengapa kejadian tersebut membuatnya
cemas dan gelisah sehingga mempengaruhi nya dalam berfikir positif dan
membuatnya sulit tidur.
Subyek menceritakan apa yang sedang ia rasakan saat ini, ia pun
menceritakan bahwa ia sedang memikirkan kondisi ibu dan kakak yang sedang
berselisih paham. Kakaknya memilih untuk tidak lagi tinggal bersama ibunya,
hal ini membuatnya mengkhawatirkan kondisi ibunya yang sering sakit-sakitan
dan merasa bersalah tidak bisa mengurus ibunya sehingga keadaan tersebut
membuat subyek sering cemas dan gelisah.
c. Membuat kontak terapi
Setelah bina rapport dan mengetahui permasalahan klien, dan
merancang bantuan yang bisa diberikan pada subyek. Terapis menjelaskan
peraturan dalam pelaksanaan terapi realitas kepada klien, meliputi :
5) Waktu pertemuan yang akan dilaksanakan 5 sesi.
6) Tugas terapis sebagai rekan untuk membantu memperjelas dan
mengidentifikasi masalah yang timbul, mengidentifikasi kegagalan
Page 188
186
dan identifikasi keberhasilan kemudian merumuskan tindakan-
tindakan apa saja untuk mencapai identifikasi keberhasilan.
7) Jika klien berhasil melewati masing-masing sesi sesuai tujuan maka
klien dapat melanjutkan ke sesi berikutnya
8) Perlu kerjasama yang baik antara terapis dan klien dalam seluruh
proses psikoterapi.
“Baiklah S, kita telah sepakat akan melakukan terapi ini untuk
masalah yang sekarang sedang kamu hadapi dengan kesepakatan
yang sudah kita buat.
Kesimpulan
Subyek mulai memahami bahwa gejala fisik yang muncul pada dirinya adalah akibat
dari dirinya yang terlalu memikirkan permasalahan yang dihadapinya dan
mengkhawatirkannya.
1.2.Tahap Pertengahan
1. Intervensi kedua dilakukan pada hari Sabtu, 25 Agustus 2018
Tujuan : Melakukan keterbukaan pada pengalaman dan kepercayaan
terhadap organisme sendiri sebagai tujuan dari Client Centered
therapy
Tempat : Di rumah subyek
Observasi : Pada sesi ini subyek cukup kooperatif dalam mengikuti sesi
intervensi dan dapat mengikuti sampai akhir sesi. Subyek
menggunakan baju lengan panjang setengan badan dipadukan
Page 189
187
dengan rok panjang berbahan dasar kain serta jilbab bergo
warna ungu.
Pelaksanaan :
a. CP menjelaskan mengenai fungsi dari keterbukaan pada pengalaman
b. CP meminta subyek untuk bisa terbuka terhadap pengalaman yang telah
dilaluinya
c. CP membantu subyek dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri
CP menjelaskan kepada subyek agar dirinya melakukan keterbukaan pada
pengalaman agar ia lebih bisa menerima pemahaman-pemahaman yang baru agar ia
tidak menjadi individu yang terlalu kaku. Kemudian membantunya untuk yakin
dengan dirinya sendiri terhadap putusan-putusannya agar tidak selalu merasa cemas
dan gelisah karena terlalu mengkhawatirkan sesuatu hal negatif akan menimpa
dirinya.
Kesimpulan :
Subyek mulai menerima bahwa bahwa kenyataan yang akan dialaminya bisa
saja di luar pemikiran diri sendiri, ia pun mulai yakin dengan segala keputusan yang
akan ia ambil.
2. Intervensi ketiga dilakukan pada hari Selasa, 28 Agustus 2018
Tujuan :Menjadikan diri sebagai tempat evaluasi
Tempat : Di rumah subyek
Observasi : Saat CP datang subyek berada di dapur sedang menyelesaikan
pekerjaan rumah yang belum selesai, mempersilahkan masuk
Page 190
188
dan meminta CP untuk menunggunya sebentar. Subyek
menggunakan baju long dress berwarna kuning dengan
kerudung coklat.
Pelaksanaan :
a. CP menjelaskan bahwa segala keputusan dan tindakan yang dilakukan ada
pilihan dari diri sendiri
b. CP mengajak subyek berdiskusi untuk mengevaluasi apakah peristiwa-
peristiwa yang ada harus dihadapi dengan rasa khawatir yang berlebih yang
menyebabkan selalu cemas dan gelisah.
CP menjelaskan kepada subyek bahwa segala keputusan dan tindakan yang
dilakukannya atas dasar dirinya sendiri. Sehingga ia sudah mengetahui apa yang akan
terjadi tanpa ada rasa cemas dan gelisah yang berlebihan. Kemudian ia diminta untuk
menceritakan permasalahannya yang selama ini menjadi penyebab rasa cemasnya
lalu meminta ia untuk menyatakan apakah peristiwa tersebut harus dihadapi dengan
rasa khawatir yang berlebihan sehingga menyebabkan nya gelisah.
Kesimpulan :
Subyek mulai menemukan insight bahwa tidak semua permasalahan yang ada
harus dihadapi dengan stress dan cemas yang berlebihan.
3. Intervensi keempat dilakukan pada hari Kamis, 30 Agustus 2018
Tujuan : Membantu memahami siapa dirinya yang sebenarnya.
Tempat : Di rumah subyek
Page 191
189
Observasi : Pada sesi ini subyek dapat mengikuti dengan baik sampai sesi
berakhir, subyek sempat memperkenalkan anaknya pada CP
dengan tersenyum bangga. Subyek menggunakan baju
setengah badan bewarna merah dipadukan dengan rok hitam
berbahan dasar kain dan jilbab bergo warna merah. Subyek
meminta kepada CP untuk mengobrol di dalam kamarnya saja
karena merasa kurang nyaman nanti anaknya mendengar.
Pelaksanaan :
Berdiskusi untuk menyadari bahwa dirinya juga memiliki kelemahan
sehingga ia tidak bisa menangani semua permasalahan atau peristiwa sendiri. CP
berdiskusi dengan subyek untuk menyadari bahwa dirinya adalah seorang wanita
yang sudah menjadi istri dan ibu sehingga apa saja keputusannya dapat di diskusikan
terlebih dahulu.
Kesimpulan :
Subyek mulai menyadari bahwa dirinya juga memiliki kelemahan yang tidak bisa
selalu ia tutupi
4. Tahap Akhir
Intervensi kelima dilakukan pada hari Jumat 31 Agustus 2018
Tujuan : Melakukan follow up terhadap pelaksanaan intervensi yang
telah dilakukan serta merencanakan perilaku apa saja yang
akan dilakukan untuk mengalihkan rasa cemas yang
berlebihan.
Page 192
190
Tempat : Di rumah subyek
Observasi : Saat CP datang subyek menyapa dengan senyuman lepas dan
mempersilahkan CP untuk masuk serta duduk di ruang tamu.
Pada sesi ini subyek mulai terlihat lebih baik. menggunakan
baju longdress berwarna hitam dan jilbab bergo bewarna
cream.
Pelaksanaan :
CP menanyakan bagaimana perasaan yang ia rasakan setelah mengikuti proses
intervensi psikologi. Kemudian menanyakan kepada subyek apakah rencana yang
akan ia lakukan jika dihadapkan berbagai permasalahan.
Kesimpulan :
Subyek sudah bisa menentukan bahwa tidak semua permasalahan harus di
khawatirkan secara berlebihan yang menyebabkan selalu cemas dan gelisah dan sulit
untuk berpikir positif sehingga ia sering mengalami sulit tidur dan menutup diri. Ia
sudah menemukan bagaimana jika nanti dihadapkan pada situasi yang sama, dengan
menemukan insight bahwa dirinya juga mempunya kelemahan dan tidak bisa
memecahkan masalah seorang diri dan membutuhkan orang lain yaitu dengan
melakaukan keterbukaan pada keluarga untuk memecahkan permasalahan nya.
Page 193
191
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Assosiation. 2000, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder, Fourt edition, Washington DC
Chaplin, J.P. (1968). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Corey, G. 1991.Teori dan praktek dari konseling dan psikoterapi edisi ke empat.
Brooks/Cole Publishing Company Pacific Grove. California.
Erford, B. T. 2015. 40 Teknik yang harus diketahui setiap konselor edisi kedua edisi
kedua. Pustaka Belajar, Yogyakarta.
Garry Martin Joseph Pear, Modifikasi Perilaku Makna dan Penerapannya
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015) hal 766-767
Hall, C. S., Lindzey, G. L. 1993. Teori-teori sifat dan behavioristik. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Hidayati, E. R., Pratiwi, A., dan Aliya, R. 2017. Penatalaksanaan Okupasi Terapi
dalam Aktivitas Menggunakan Beha dengan Konsep Bobath pada Pasien
Stroke Hemiparesis Sinistra di Klinik Sasana Husada. Okupasi Terapi
Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia, Jawa Barat.
.
Ikatan Psikologi Klinis Himpunan Psikologi Indonesia. 2008. SPPK: Standar
pelayanan psikologi klinis. Jakarta. .
Martin, G., Pear, J. 2003. Behavior modification what is it and how to do it. Prentice
Hall. New Jersey.
Ni Ketut Suarni, Gede.A (2014) Efektivitas Konseling Gestalt Dengan Teknik
Kursi Kosong Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Dalam Menghadapi
Proses Pembelajaran Pada Siswa Kelas Viii Smp Laboratorium Undiksha
Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014, e-journal Undiksa Jurusan
Bimbingan Konseling Volume: 2 No 1, Tahun 2014
Retno, A, Astrini (2018) Efektivitas Brief Dialectical Behavior Therapy Untuk
Menurunkan Suicidal Ideation Pada Wanita Tunawisma Di Uptd
Lingkungan Pondok Sosial Keputih Surabaya Tesis Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga Surabaya, 2018 http://repository.unair.ac.id/id
Retha. A, (2012) Terapi Kognitif-Perilaku Untuk Menangani Depresi Pada Lanjut
Usia, Tesis - Fakultas Psikologi Program Magister Profesi Psikologi Klinis
Dewasa, Universitas Indonesia
Setiawan. H, (2016) Penerapan Terapi Kognitif-Perilaku Dan Terapi Asertif Terhadap
Klien Resiko Perilaku Kekerasan di Ruang Akut Rumah Sakit Jiwa Karya
Ilmiah Fakultas Ilmu Keperawatan Program Pendidikan Ners Spesialis
Keperawatan Jiwa, Universitas Indonesia