Top Banner
i  PENGARUH KOMPOSISI SUBSTRAT TERHADAP PERTUMBUHAN, KANDUNGAN KAROTENOID, SERAT, DAN ABU ANGGUR LAUT (Caulerpa lentillifera J.Agardh, 1873) PADA WADAH TERKONTROL SKRIPSI DINDA KUSUMA PUTRI L221 13 307 PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
55

SKRIPSIdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 6. · i pengaruh komposisi substrat terhadap pertumbuhan, kandungan karotenoid, serat, dan abu anggur laut

Jan 25, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • i  

    PENGARUH KOMPOSISI SUBSTRAT TERHADAP PERTUMBUHAN, KANDUNGAN KAROTENOID, SERAT, DAN ABU ANGGUR LAUT

    (Caulerpa lentillifera J.Agardh, 1873) PADA WADAH TERKONTROL

    SKRIPSI

    DINDA KUSUMA PUTRI L221 13 307

    PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN JURUSAN PERIKANAN

    FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR 2017

  • ii  

    PENGARUH KOMPOSISI SUBSTRAT TERHADAP PERTUMBUHAN, KANDUNGAN KAROTENOID, SERAT, DAN ABU ANGGUR LAUT

    (Caulerpa lentillifera J.Agardh, 1873) PADA WADAH TERKONTROL

    Oleh: DINDA KUSUMA PUTRI

    Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada

    Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

    JURUSAN PERIKANAN

    FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR 2017

  • iii  

  • iv  

    Riwayat hidup

    Penulis lahir di Kabupaten Sidoarjo pada tanggal 22 Mei

    1995 dari pasangan Agus Harianto dan Dwi Yani Lestari

    sebagai anak kedua dari empat bersaudara. Pertama kali

    mengenyam pendidikan formal di SDN 444 Bulu Datu’ dan

    lulus pada tahun 2007. Selanjutnya, penulis melanjutkan

    pendidikan di SMPN 5 Palopo dan pada tahun 2010 melanjutkan pendidikan di

    SMAN 2 Palopo.

    Pada tahun 2013 penulis berhasil diterima dengan jalur SBMPTN di

    program studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu kelautan dan

    Perikanan, Universitas Hasanuddin. Dalam menjalani aktivitas sebagai

    mahasiswa, penulis pernah menjadi Asisten mata kuliah Mikrobiologi Perikanan.

    Penulis juga aktif dalam organisasi Aquatic Study Club of Makassar (ASCM) di

    bidang divisi Hubungan Masyarakat.

    Penulis menyelesaikan tugas akhir di fakultas ilmu kelautan dan perikanan

    departemen perikanan program studi budidaya perairan dengan judul penelitian :

    Pengaruh Komposisi Substrat Terhadap Pertumbuhan, kandungan

    Karotenoid, Kandungan Serat, Kandungan Abu Anggur Laut (Caulerpa

    lentillifera) Pada Wadah Terkontrol.

  • v  

    ABSTRAK

    DINDA KUSUMA PUTRI. L22113307. Pengaruh Komposisi Substrat Terhadap Pertumbuhan, Kandungan Karotenoid, Kandungan Serat, Kandungan Abu Anggur Laut (Caulerpa lentillifera) Pada Wadah Terkontrol. Dibawah bimbingan Rajuddin Syamsuddin sebagai Pembimbing Utama dan Hasni Yulianti Azis sebagai Pembimbing Anggota.

    Penelitian ini bertujuan untuk menemukan komposisi substrat (pasir +

    pecahan karang) yang baik untuk menghasilkan pertumbuhan bibit, kandungan karotenoid, kandungan serat, dan kandungan mineral (abu) dari Caulerpa lentillifera yang maksimal. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2017 di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar Desa Mappakalompo Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Wadah penelitian yang digunakan yaitu sterofoam berukuran 38 cm x 25 cm dan diisi air 10 L dengan salinitas 30 ppt. Rumput laut uji yang di gunakan adalah jenis C.lentillifera yang berasal dari Desa Puntondo Kecamatan Manggara’ Bombang Kabupaten Takalar. Penelitian didesain dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 3 perlakuan dan masing-masing mempunyai 4 ulangan. Perlakuan yang diujikan yaitu komposisi substrat 75% pasir + 25% pecahan karang, 25% pasir + 75% pecahan karang, dan 50% pasir + 50% pecahan karang. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa bahan uji pada suatu perlakuan yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan C.lentillifera. Pertumbuhan C.lentillifera tertinggi diperoleh pada perlakuan komposisi substrat 25% pasir + 75% pecahan karang yaitu sebesar 80,12 gr, sedangkan perlakuan terendah di peroleh pada perlakuan komposisi substrat 50% pasir + 50% pecahan karang yang di pelihara selama 30 hari. Data kandungan karotenoid, kandungan serat, dan kandungan abu yang di peroleh di analisis secara deskriptif berdasarkan kelayakan hidup C.lentillifera. Perlakuan komposisi substrat 50% pasir + 50% pecahan karang memiliki kandungan karotenoid tertinggi senilai 1,545 ppm dan yang terendah terdapat pada perlakuan komposisi substrat 75% pasir + 25% pecahan karang yaitu sebesar 1,485 ppm, kandungan serat tertinggi berada pada perlakuan komposisi substrat 25% pasir + 75% pecahan karang sebesar 5,7% dan yang terendah terdapat pada perlakuan komposisi substrat 50% pasir + 50% pecahan karang sebesar 5,03%, dan kandungan abu yang tertinggi di peroleh pada perlakuan komposisi substrat 25% pasir + 75% pecahan karang sebesar 52,79% dan yang terendah berada pada perlakuan komposisi substrat 25% pasir + 75% pecahan karang. Kata kunci : Caulerpa lentillifera, Kandungan abu, Kandungan karotenoid,

    Kandungan serat, Pertumbuhan.

  • vi  

    ABSTRACT

    DINDA KUSUMA PUTRI. L22113307.The Influence of Substrate Composition on Growth, Carotenoid, Fiber, Ash Content of Sea Grape (Caulerpa lentillifera J.Agardh, 1873) in Controlled Container. Under the Guidance of Rajuddin Syamsuddin as the Main Guide and Hasni Yulianti Azis as Member Guide.

    This study aims to find composition of the good substrate (sand+coral fragments) to produce seed growth, carotenoid content, fiber content, and mineral content (ash) from maximal Caulerpa lentillifera. This research was conducted in July - August 2017 at Brackish Water Aquaculture Center of Takalar, Mappakalompo Village of Galesong District of Takalar Regency, South Sulawesi Province. The research container used was styrofoam measuring 38 x 25 cm and filled with water 10 L with salinity 30 ppt. The test seaweedused was type C.lentillifera derived from Puntondo Village of Manggara' Bombang District of Takalar Regency. The study was designed using a completely randomized design (RAL) consisting of 3 treatments and each having 4 replications. The tested treatments were substrate composition 75% sand + 25% coral fragments, 25% sand + 75% coral fragments, and 50% sand + 50% coral fragments. The result of variance analysis (ANOVA) showed that the test material at a different treatment gave a significant effect on the growth of C.lentillifera. The highest growth of C.lentillifera was obtained in the treatment of substrate composition 25% sand + 75% coral fragments that is inthe amount of80,12 g, whereas the lowest treatment was obtained at treatment of substrate composition 50% sand + 50% of coral fragments which maintained for 30 days. Carotenoid content data, fiber content, and ash content obtained were analysed descriptively on the viability of C.lentillifera. Treatment of substrate composition 50% sand + 50% coral fragments had the highest carotenoid content of 1,545 ppm and the lowest was in the treatment of substrate composition 75% sand + 25% coral fragments inthe amount of 1.485 ppm, the highest fiber content was in the treatment of substrate composition 25% sand + 75% coral fragmentsinthe amount of5.7% and the lowest was in the treatment of substrate composition 50% sand + 50% coral fragmentsinthe amount of5.03%, and the highest ash content obtained was in the treatment of substrate composition 25% sand + 75% coral fragments in the amount of 52.79% and the lowest was in the treatment of substrate composition 25% sand + 75% of coral fragments.

    Keywords:Caulerpa lentillifera, Ash content, Carotenoid content, Fiber content, Growth.

  • vii  

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum wr.wb. Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Allah

    S.W.T yang telah memberikan nikmat-Nya, Shalawat dan salam juga

    tercurahkan kepada Nabiullah Muhammad SAW. Alhamdulillah atas izin dan

    petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan berhasil

    menulis skripsi yang berjudul “Pengaruh Komposisi Substrat Terhadap

    Pertumbuhan, Kandungan Karotenoid, Kandungan Serat, dan Kandungan abu

    Anggur Laut (Caulerpa lentillifera) Pada Wadah Terkontrol.

    Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian penulis lakukan di Balai

    Perikanan Budidaya Air Payau Takalar dari bulan juli sampai Agustus 2017.

    Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak menemukan berbagai rintangan

    dan kesulitan, namun berkat pertolongan Allah swt, kerja keras dan dorongan

    dari berbagai pihak menjadikan semua kesulitan itu menjadi anugerah yang

    harus penulis syukuri. Untuk itu melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan

    terima kasih yang sebesar-besarnya:

    1. Kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Alm Agus Harianto dan

    Ibunda Dwi Yani Lestari yang selalu memberikan dukungan sekaligus

    penyemangat serta Doanya kepada penulis.

    2. Kepala Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar

    Bapak Ir. Nono Hartanto, M.Aq yang telah memberikan fasilitas yang baik

    selama dalam pelaksanaan penelitian.

  • viii  

    3. Pembimbing Lapangan Bapak Imam Sudrajat yang telah memberikan

    fasilitas yang baik dan membimbing saya selama dalam pelaksanaan

    penelitian.

    4. Bapak Prof. Dr. Ir. Alexander Rantetondok selaku Pembimbing Akademik

    dan sebagai penguji yang telah banyak memberi nasehat serta masukan

    kepada penulis.

    5. Bapak Prof. Dr. Ir. Rajuddin Syamsuddin, M.Sc selaku Pembimbing

    Utama dan Ibu Dr.Ir. Hasni Yulianti Azis, MP selaku pembimbing anggota

    yang selama ini dengan sabar mendukung, memberikan petunjuk serta

    membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    6. Bapak Ir. Muhlis Syamsuddin, MP dan Ibu Ir. Badraeni, MP selaku

    Penguji yang telah banyak memberikan saran serta masukan pada skripsi

    ini.

    7. Seluruh Staf Akademik Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas

    Hasanuddin yang telah banyak membantu

    8. Kepada Saudara saya Ika Diani Oktarina, Ananda Nadila Septilia, dan

    Dicky Riski Febrian yang telah memberikan semangat dan dukungan

    kepada saya.

    9. Kepada teman seperjuangan saya Nirmala dan Nurhana sekaligus sahabat

    yang selalu menemani dalam suka maupun duka.

    10. Terimah kasih yang tak terhingga buat teman yang sudah seperti saudara

    saya Windasari,Sitti Rahma, Nengsi Karmila, dan Yunita Baharuddin.

    11. Terimah kasih yang tak terhingga buat sahabat-sahabat saya Hardiati

    Marding, Agustina, Sarnita, Anggun Canrika, Julianti, Fitri, Sri Kuspiati

    dan Wisnu wardhana, serta teman-teman Pengurus Aquatic Study Club

    Makassar, BDP #13, KKN 93 Desa papanloe, Penghuni Kos 3 Pintu, dan

  • ix  

    Penghuni Villa Bojo, yang senantiasa memberi dukungan, semangat,

    nasehat dan doanya selama penulis melaksanakan penelitian.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih terdapat kesalahan

    baik dari segi penyusunan dan tata bahasa. Oleh karena itu, penulis mohon

    saran dan kritik yang membangun guna melengkapi dan menyempurnakan

    skripsi ini. Atas semua perhatian dari segala pihak, penulis ucapkan terima kasih.

    Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.

    Makassar, November 2017

    Dinda Kusuma Putri

  • x  

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

    HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii

    RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... iv

    ABSTRAK ....................................................................................................... v

    ABSTRACT .................................................................................................... vi

    KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii

    DAFTAR ISI .................................................................................................... x

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi

    DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii

    DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv

    I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

    A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

    B. Tujuan dan Kegunaan ............................................................................. 4

    II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5

    A. Klasifikasi, Morfologi dan Karakteristik Biologi ....................................... 5

    B. Sistem Reproduksi ............................................................................... 8

    C. Cahaya dan Pigmen Fotosintesis ......................................................... 8

    D. Karotenoid, Serat, dan Abu .................................................................. 10

    E. Kualitas Air ............................................................................................ 12

    III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 16

    A. Waktu dan Tempat ................................................................................ 16

    B. Alat dan Bahan ...................................................................................... 16

    C. Persiapan Bibit ...................................................................................... 16

    D. Wadah dan Media ................................................................................. 17

    E. Penanaman Bibit ................................................................................... 18

    F. Pemeliharaan ....................................................................................... 18

    G. Perlakuan, Tata Letak, dan Rancangan Percobaan ............................. 19

    H. Pengukuran Peubah ............................................................................. 20

    I. Analisis Data ........................................................................................... 23

  • xi  

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 24

    A. Pertumbuhan Mutlak ............................................................................ 24

    B. Laju Pertumbuhan Spesifik Harian ....................................................... 26

    B. Kandungan Karotenoid .......................................................................... 27

    C. Kandungan serat ................................................................................... 29

    D. Kandungan abu ..................................................................................... 30

    E. Parameter Kualitas Air .......................................................................... 31

    V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 34

    A. Kesimpulan ............................................................................................ 34

    B. Saran ..................................................................................................... 34

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • xii  

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Teks Halaman

    1. Rumput laut Caulerpa lentillifera yang digunakan dalam penelitian........... 17

    2. Wadah Penelitian ....................................................................................... 18

    3. Tata Letak Wadah Penelitian ..................................................................... 19

    4. Histogram Rata-Rata Pertumbuhan Mutlak C.lentillifera ............................ 24

    5. Histogram Rata-Rata Pertumbuhan Spesifik Harian C.lentillifera .............. 26

    6. Histogram Kandungan Karotenoid C.lentillifera .......................................... 27

    7. Histogram Kandungan Serat C.lentillifera .................................................. 29

    8. Histogram Kandungan Abu C.lentillifera..................................................... 30

  • xiii  

    DAFTAR TABEL

    Nomor Teks Halaman

    1. Alat yang digunakan dalam penelitian ...................................................... 16

    2. Bahan yang digunakan dalam penelitian.................................................. 16

    8. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air C. lentillifera ........................... 31

  • xiv  

    DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Teks Halaman

    1. Pertumbuhan Mutlak C. lentillifera ............................................................. 38

    2. Analisis ragam pertumbuhan bobot mutlak C. lentillifera ........................... 38

    3. Uji lanjut w-Tuckey Pertumbuhan Mutlak C.lentillifera .............................. 39

    4. Laju pertumbuhan spesifik harian C. lentillifera ......................................... 40 5. Analisis ragam pertumbuhan spesifik C. lentillifera .................................. 40 6. Data Kualitas Air C. lentillifera .................................................................. 41

  • 1  

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Rumput laut (Seaweed) merupakan nama dalam dunia perdagangan

    internasional untuk jenis-jenis makro alga. Rumput laut merupakan makro alga

    yang termasuk dalam divisi Thallophyta, yaitu tumbuhan yang mempunyai

    struktur kerangka tubuh yang terdiri dari batang/thallus dan tidak memiliki daun

    serta akar. Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara dan

    sumber pendapatan bagi masyarakat pesisir dan merupakan salah satu komoditi

    laut yang sangat populer dalam perdagangan dunia, karena pemanfaatannya

    yang demikian luas dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai sumber pangan,

    obat-obatan dan bahan baku industri (Indriani dan Sumiarsih, 1991).

    Menurut Yatimah (2007, dalam Pong-Masak et al, 2007), Caulerpa

    merupakan salah satu jenis rumput laut yang cukup potensial untuk di

    budidayakan karena telah dikenal dan digemari oleh sebagian masyarakat.

    Dinegara Jepang dan Filiphina Caulerpa dijadikan sebagai salah satu komoditas

    perikanan budidaya. Maslukah et al. (2004) menyatakan bahwa Caulerpa

    mengandung iodium 480,665 µg dalam 100 gr berat basah. Kandungan iodium

    ini lebih tinggi di bandingkan jenis yang lain yaitu: Glacilaria gigs, G.verrucosa,

    Sargassum sp. dan Eucheuma cottoni. Unsur ini di perlukan oleh manusia untuk

    perkembangannya. Selanjutnya di Jepang dan Filiphina, Caulerpa dimanfaatkan

    sebagai substansi yang memberikan efek anastesik dan sebagai bahan

    campuran untuk obat anti jamur (Sengkey, 2000 dalam Pong-Masak et. al.,

    2007).

    Faktor-faktor yang berhubungan dengan atau yang mempengaruhi

    pertumbuhan dan kualitas Caulerpa lentillifera salah satunya adalah cahaya

  • 2  

    karena Caulerpa lentillifera merupakan alga hijau yang melakukan proses

    fotosintesis untuk tumbuh. Lobban dkk., (1985 dalam Winarno, 1991), setiap

    spesies rumput laut, masing-masing memiliki jenis pigmen fotosintesa yang

    berbeda-beda, sehingga jenis warna cahaya yang diserap juga berbeda-beda

    untuk tercapainya prosese fotosintesa yang optimal. Proses fotosintesa yang

    optimal, pada akhirnya akan berpengaruh langsung terhadap seluruh proses

    biologis dari rumput laut tersebut, seperti pertumbuhan, kandungan serat,

    kandungan abu, maupun kandungan karotenoidnya.

    Karotenoid utama pada alga hijau diantaranya β karoten, lutein,

    violaxanthin, antheraxanthin, zeaxanthin, dan neoxanthin (Burtin, 2003). β

    karoten merupakan salah satu dari 600 komponen karotenoid yang banyak

    ditemukan pada rumput laut. Karotenoid merupakan senyawa isoprenoid C40dan

    tetraternoid yang terdapat dalam plastisida jaringan rumput laut yang melakukan

    fotosintesis. Dalam kloropas karotenoid berfungsi sebagai pigmen asesoris

    dalam pengambilan cahaya (Winarsi, 2007). Fungsi karotenoid adalah

    melindungi klorofil dari reaksi foto-oksidasi dengan mengikat molekul oksigen

    bebas yang dihasilkan dalam proses hidrolisis (Kabinawa, 2006).

    Rumput laut hijau secara umum mengandung senyawa klorofil a dan b

    serta senyawa karoten yang dapat berfungsi sebagai antioksidan (Tamat

    dkk.,2007). Antioksidan adalah senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi

    radikal bebas.Dengan fungsi tersebut karotenoid bermanfaat bagi kesehatan

    manusia, dapat membantu mengurangi terbentuknya radikal bebas yang dapat

    merugikan kesehatan, mempengaruhi regulasi pertumbuhan sel dan memodulasi

    ekspresi gen dan respon kekebalan tubuh.Dengan potensi ini rumput laut dapat

    dijadikan sebagai bahan pangan fungsional yang bermanfaat untuk kesehatan

    manusia.

  • 3  

    Kandungan serat pada Caulerpa terdapat pada sel lawi-lawi yang

    memiliki kandungan polisakarida. Jumlah serat kasar merupakan jumlah dietary

    fiber dan fungsional fiber. Kebiasaan mengkonsumsi fiber (serat kasar) sangat

    bermanfaat bagi manusia yang menderita obesitas dan diabetes melitus. Sifat

    fisikokimia tersedia pada makanan komersial yang kaya akan serat (Venugophal,

    2010).

    Menurut Winarno (1996) rumput laut kaya akan mineral dimana unsur

    mineral dikenal sebagai kadar abu, sehingga bila kadar abu tepung rumput laut

    tinggi maka kadar mineral yang terkandung didalamnya juga tinggi. Unsur-unsur

    itu membentuk oksida atau bergantung dengan radikal negatif seperti fosfat,

    sulfat, nitrat dan klorida.

    Prospek budidaya Caulerpa lentillifera yang dikaji oleh BPBAP Takalar

    dan FIKP Universitas Hasanuddin saat ini cukup menjanjikan. Dengan serapan

    pasar lokal saat ini, dampak spesies rumput laut Caulerpa lentillifera telah

    memberikan keuntungan bagi para pembudidaya tambak di Sulawesi Selatan

    dan di harapkan bahwa Caulerpa lentillifera di masa mendatang dapat menjadi

    komoditas unggulan di mancanegara.

    Metode budidaya Caulerpa lentillifera masih banyak menghadapi

    kendala apabila dibudidayakan di tambak seperti cuaca buruk,hama dan

    penyakit. Tetapi apabila di budidayakan pada wadah terkontrol kendala utama

    yaitu tidak adanya arus air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan C.lentillifera dan

    pengontrolan kualitas air yang harus di lakukan secara rutin serta di dukung

    dengan adanya substrat yang baik yaitu pasir + pecahan karang yang

    dikemukakan oleh Supriadi (2010) yang telah melakukan penelitian sebelumnya.

    Melihat hasil penelitian dari peneliti sebelumnya substrat yang baik

    untuk budidaya lawi-lawi yaitu pasir + pecahan karang maka perlu di lakukan

  • 4  

    penelitian berlanjut dan percobaan tentang budidaya rumput laut jenis Caulerpa

    menggunakan substrat yang telah ditentukan dengan beberapa komposisi

    substrat budidaya yang berbeda untuk menentukan komposisi substrat yang

    dapat memberikan pertumbuhan dan produksi yang terbaik serta dapat

    mengetahui kandungan serat, kandungan abu, dan kandungan karotenoidnya

    yang bermanfaat bagi manusia.

    B. Tujuan dan Kegunaan

    Penelitian ini bertujuan untuk menemukan komposisi substrat

    (pasir+pecahan karang) yang baik untuk menghasilkan pertumbuhan bibit,

    kandungan karotenoid, kandungan serat, dan kandungan mineral(abu) dari

    Caulerpa lentillifera yang maksimal.

    Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat melanjutkan penelitian

    sebelumnya mengenai kandungan substrat yang baik yaitu pasir+pecahan

    karang dengan menentukan komposisinya sehingga dapat menjadi sebagai

    sumber informasi yang lebih tentang teknologi budidaya Caulerpa lentillifera

    untuk menjadi lapangan kerja baru bagi masyarakat pesisir.

  • 5  

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Klasifikasi, Morfologi dan Karakteristik Biologi

    1. Klasifikasi dan Morfologi

    Klasifikasi dari rumput laut C.lentillifera menurut Dawson (1946) diacu

    dalam Soegiarto et.al.(1978) adalah sebagai berikut:

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Chlorophyta

    Kelas : Chlorophyceae

    Ordo : Caulerpales

    Family : Caulerpaceae

    Genus : Caulerpa

    Spesies : Caulerpa lentillifera J.Agardh (1873)

    C.lentillifera adalah salah satu spesies dari golongan alga hijau yang

    pada umumnya memiliki talus yang menyerupai buah anggur, berwarna hijau

    cerah, sedikit mengkilap, dan berstektur lembut (Direktorat Jenderal Perikanan

    Budidaya, 2009).

    Ciri secara umum dari Caulerpa adalah keseluruhan tubuhnya terdiri

    dari satu sel dengan bagian bawah yang menjalar menyerupai stolon yang

    mempunyai rhizoid sebagai alat pelekat pada substrat serta bagian yang tegak.

    Bagian yang tegak di sebut asimilator karena mempunyai klorofil. Stolon dan

    rhizoid bentuknya hampir sama dari jenis ke jenis, sedangkan asimilator

    mempunyai bentuk bermacam-macam tergantung jenisnya (Saptasari,2010).

    Marga Caulerpa banyak dijumpai pada daerah pantai yang mempunyai

    rataan terumbu karang. Tumbuh pada substrat karang mati, pecahan karang

    mati, pasir – lumpur dan lumpur. Kebanyakan jenis ini tidak tahan terhadap

  • 6  

    kekeringan, tumbuh pada kedalaman perairan yang pada saat pasang surut

    terendah dan masih tergenang oleh air (Kadi dan Atmaja,1988).

    C.lentillfera umumnya tumbuh pada daerah terumbuh karang,

    menempel pada substrat karang atau pasir-rubble pada kedalaman lebih dari 50

    meter dan terkadang juga dapat ditemukan di perairan dangkal yaitu di daerah

    laguna berlumpur. Dalam kaitannya dengan toleransi terhadap salinitas,

    C.lentillifera merupakan tumbuhan laut yang bersifat stenohaline dan tidak

    berkembang di daerah yang memiliki salinitas kurang dari 25 ppt artinya bahwa

    C.lentillifera tidak dapat bertahan hidup di air tawar. Umumnya, rumput laut ini

    dapat mentolerir salinitas berkisar 25-35 ppt pada suhu air dapat berkisar antara

    25o-30o(Seaweed Industry Association,2014).

    Alga ini merupakan komoditas asli yang berasal dari daerah tropis di

    Samudra Hindia dan Pasifik, meskipun juga ditemukan sebagai spesies invasif di

    bagian lain dari Pasifik seperti pantai California dan Hawai. C. Lentillifera

    mayoritas ditemukan di Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam, Jepang, dan

    Papua Nugini. Selain itu juga terdistribusi di sepanjang Pantai Timur Afrika

    (Afrika Selatan, Mozambik, Madagascar, Tanzania, Kenya, Mauritius, Somalia)

    (Seaweed Industry Association,2014).

    2. Karakteristik Biologi

    Substrat

    Substrat perairan merupakan dasar perairan dimana alga laut

    C.lentillifera dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Penyebaran alga

    C.lentillefera laut kepadatannya di suatu perairan tergantung pada tipe substrat,

    musim dan komposisi jenis. Menurut Mubarak dan Wahyuni (1961) jenis-jenis

    substrat yang dapat ditumbuhi oleh alga laut adalah pasir, lumpur dan pecahan

    karang. Tipe substrat yang paling baik bagi pertumbuhan alga laut adalah

    campuran pasir,karang, dan pecahan karang.

  • 7  

    Nontji (1993) menyatakan bahwa sedikitnya alga laut yang terdapat

    pada perairan dengan dasar pasir atau berlumpur, disebabkan karena

    terbatasnya benda keras yang cukup kokoh untuk tempat melekatnya. Susunan

    kimia dari substrat tidak mempengaruhi kehidupan alga laut, hanya sebagai

    tempat melekatnya alga laut, pada dasar perairan.

    Kemampuan membelah diri

    Implikasi ekologi dari reproduksi membelah diri adalah adanya

    gangguan seperti badai atau pemangsaan oleh hewan herbivora dapat

    menghasilkan fragmen-fragmen yang dapat menyebar dan menjadi Caulerpa

    yang baru. Kesuksesan penyebaran melalui fragmentasi tampaknya menjadi

    faktor kritis bagi spesies Caulerpa untuk mengkolonisasi area yang baru (Smith

    1999 dalam Supriadi 2010).

    Kemampuan mengambil nutrien dan sedimen

    Tidak seperti kebanyakan makroalga, yang menempel pada sedimen

    dan mengambil nutrient dari kolom air,spesies dari genus Caulerpa memiliki

    rhizoid yang dapat masuk ke dalam sedimen dan mengambil nutrient dari

    sedimen. Rhizoid dari Caulerpa yang menyerupai akar dari tanaman

    berpembuluh dapat secara langsung mengikat karbon, nitrogen, dan fosfor dari

    substrat (Chisholm dkk, 1996 dalam Supriadi,2010). Kemampuan mengakses

    nutrient dari substrat membuat Caulerpa menjadi kompetitor unggulan di

    lingkungan yang miskin nutrient (Williams,1984 dalam Supriadi,2010).

    Kemampuan mentolerir temperatur air yang rendah

    Spesies Caulerpa adalah salah satu alga yang dapat menyebar luas

    baik di perairan tropis ataupun subtropis. Kemampuan spesies Caulerpa untuk

  • 8  

    bertahan pada temperatur yang relatif rendah menyebabkan spesies ini dapat

    mengeksploitasi tempat hidup yang baru jika mereka diintroduksi (Silva,2003).

    Sedikitnya predator

    Vetebrata dan invertebrata di daerah subtropis ditemukan mudah sekali

    terkena senyawa toksik dari Caulerpa sehingga predator tidak dapat memangsa

    Caulerpa (Paul,1986).

    B. Sistem Reproduksi

    Caulerpa lentillifera merupakan jenis alga yang berkembang biak secara

    aseksual (vegetatif). Sedangkan untuk pertumbuhannya, Caulerpa sp. akan

    menunjukkan peningkatan ketika kepadatan meningkat (Piazzi, dkk., 2002).

    Reproduksi secara vegetasi menurut Meiyana dkk, (2001) proses

    perbanyakan secara vegetatif berlangsung tanpa melalui perkawinan, setiap

    bagian cabang rumput laut yang dipotong akan tumbuh menjadi tanaman

    rumput laut yang mempunyai sifat seperti induknya, atau perkembangbiakannya

    bisa dilakukan dengan cara menstek cabang tanaman dengan syarat, potongan

    cabang-cabang rumput laut tersebut merupakan thallus yang muda, masih

    segar, berwarna cerah dan mempunyai percabangan yang banyak, tidak

    tercampur lumut atau kotoran, serta bebas atau terhindar dari penyakit.

    C. Cahaya dan Pigmen Fotosintesis

    Cahaya merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh

    terhadap laju fotosintesis. Rumput laut melakukan fotosintesis untuk

    mendapatkan energi, sehingga cahaya merupakan syarat mutlak bagi

    pertumbuhan (Dawes, 1981). Keberhasilan tanaman menyerap cahaya

    tergantung pada intensitasnya. Cahaya yang masuk ke dalam perairan, akan

    ditangkap oleh klorofil yang terdapat pada kloroplas tumbuhan. Sintesis klorofil

  • 9  

    sangat di pengaruhi oleh cahaya. Apabila tanaman disinari dengan cahaya yang

    cukup maka pembentukan klorofil akan lebih sempurna (Carter, 1996).

    Dawes (1981) mengemukakan bahwa tingkat pertumbuhan alga secara

    langsung dikontrol oleh cahaya. Cahaya memegang peranan yang sangat

    penting bagi alga dalam menyediakan energi untuk proses fotosintesis. Alga

    tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa adanya cahaya yang cukup, sehingga

    pertumbuhan alga di suatu perairan dibatasi oleh daerah dimana cahaya

    matahari masih dapat di jumpai.

    Selain itu, penurunan intensitas cahaya dapat mengakibatkan

    peningkatan aktifitas respirasi pada organisme berklorofil yang lebih besar dari

    pada fotosintesis, sehingga dapat mengurangi bobotnya (Gardner, 1995).

    Namun, peningkatan intensitas cahaya melebihi batas optimum diduga dapat

    mempengaruhi suhu lingkungan, sehingga mempengaruhi fungsi fisiologis

    rumput laut seperti respirasi, metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi

    (Dawes,1981).

    Rumput laut jenis Caulerpa lentillifera mensitesa bahan anorganik

    menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis dengan bantuan cahaya

    matahari, sehingga cahaya dianggap merupakan syarat mutlak dalam proses

    sintesa makanannya. Lobban dkk., (1985 dalam Winarno, 1991), setiap spesies

    rumput laut, masing-masing memiliki jenis pigmen fotosintesa yang berbeda-

    beda, sehingga jenis warna cahaya yang diserap juga berbeda-beda untuk

    tercapainya prosese fotosintesa yang optimal.

    Fotosintesis adalah proses sintesis karbohidrat menggunakan energi

    matahari yang ditangkap melalui reaksi kompleks dan melibatkan banyak

    molekul makro dan mikro. Fotosintesis pada Caulerpa terjadi pada organel

    khusus yaitu pada kloroplas (Toha, 2001). Dimana terdapat grana yang melebar

  • 10  

    menjadi membran tilakoid. Pada membran tilakoid mengandung banyak lipid,

    protein dan molekul zat warna atau pigmen fotosintetik. Pigmen fotositetik

    berfungsi dalam penyerapan cahaya yang kemudian mengubahnya menjadi

    bentukan-bentukan yang berguna dalam proses fotosintesis (Ackerman, dkk.,

    1988). Hal ini didukung oleh pernyataan Aslan (1998) bahwa pigmen fotosintetik

    yang menentukan warna pada alga antara lain klorofil (a,b, dan c), karoten,

    phycoerythrin dan pycocyanin.

    Semua ganggang memiliki klorofil A yang terdapat disemua organisme

    fotosintetik selain bakteri fotosintetik. Klorofil B,C,D dan E yang dibedakan

    sesamanya oleh perbedaan yang kecil dalam struktur molekulnya, dan pada

    gilirannya hal-hal tersebut menentukan panjang gelombang cahaya yang dapat

    di serap oleh setiap tipe klorofil sebagai energi, ada dua macam karotenoid,

    yaitu karoten dan santofil (Aslan, 1998).

    D. Karotenoid, Serat, dan Abu

    Karotenoid dikategorikan sebagai senyawa alami yang larut lemak yang

    tersebar luas diseluruh bagian tanaman. Karotenoid umumnya berlokasi di dalam

    sistem membran dari sel dimana salah satu fungsi utama dari senyawa tersebut

    bersangkutan dengan fotosintesis dan bertanggung jawab terhadap warna

    merah,orange dan kuning pada daun, buah dan bunga ( Delgado-Vargas dkk

    2000 dalam Yuan 2006). Dalam kloropas karotenoid berfungsi sebagai pigmen

    asesoris dalam pengambilan cahaya (Winarsi, 2007). Fungsi karotenoid adalah

    melindungi klorofil dari reaksi foto-oksidasi dengan mengikat molekul oksigen

    bebas yang dihasilkan dalam proses hidrolisis (Kabinawa, 2006).

    Rumput laut hijau secara umum mengandung senyawa klorofil a dan b

    serta senyawa karoten yang dapat berfungsi sebagai antioksidan (Tamat

    dkk.,2007). Antioksidan adalah senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi

  • 11  

    radikal bebas.Dengan fungsi tersebut karotenoid bermanfaat bagi kesehatan

    manusia, dapat membantu mengurangi terbentuknya radikal bebas yang dapat

    merugikan kesehatan, mempengaruhi regulasi pertumbuhan sel dan

    memodulasi ekspresi gen dan respon kekebalan tubuh.Dengan potensi ini

    rumput laut dapat dijadikan sebagai bahan pangan fungsional yang bermanfaat

    untuk kesehatan manusia. Salah satu jenis rumput laut hijau yang sangat

    potensial adalah Caulerpa sp, yang memiliki banyak manfaat bagi kebutuhan

    manusia khususnya sebagai bahan makanan (kandungan gizi yang cukup tinggi

    yakni sebagai sumber protein nabati, karbohidrat, mineral maupun vitamin

    (Kepel, 2001; Turangan, 2001; BBRP2BKP, 2010).

    Kandungan serat pada Caulerpa terdapat pada sel lawi-lawi yang

    memiliki kandungan polisakarida. Jumlah serat kasar merupakan jumlah dietary

    fiber dan fungsional fiber. Kebiasaan mengkonsumsi fiber sangat bermanfaat

    bagi manusia yang menderita obesitas dan diabetes melitus. Sifat fisikokimia

    tersedia pada makanan komersial yang kaya akan serat (Venugophal, 2010).

    Salah satu bahan makanan yang merupakan sumber serat adalah rumput laut.

    Menurut Chaidir (2007) kandungan serat rumput laut adalah 9,62% dari 100

    gram berat kering.

    Menurut Venugophal (2010), mayoritas nilai nutrisi yang ada di rumput

    laut adalah kadar abu dengan jumlah (antara 8,4-43,6% DW). Kadar abu pada

    rumput laut jauh lebih besar bila dibandingkan dengan kadar abu pada tumbuhan

    darat. Kadar abu pada rumput laut terdiri dari makro-mineral dantrace element

    (Mayer et al.,2011).

    Kadar abu pada rumput laut jauh lebih besar bila dibandingkan dengan

    kadar abu pada tumbuhan darat. Kadar abu pada rumput laut terdiri dari makro-

    mineral dantrace element (Mayer et al.,2011). Abu adalah zat anorganik sisa

    pembakaran suatu bahan organik. Sebenarnya sisa pembakaran yang tertinggi

  • 12  

    merupakan unsur mineral yang terdapat dalam suatu bahan makanan yang

    dalam proses pengabuan, unsur-unsur itu membentuk oksida atau bergantung

    dengan radikal negatif seperti fosfat ,sulfat, nitrat dan klorida, sedangkan bahan

    organik lain dalam proses ini akan habis terbakar (Pearson, 1970). Menurut

    Winarno (1996) rumput laut kaya akan mineral dimana unsur mineral dikenal

    sebagai kadar abu, sehingga bila kadar abu tepung rumput laut tinggi maka

    kadar mineral yang terkandung didalamnya juga tinggi.

    E. Kualitas Air

    Kualitas air yang baik sebagai media tumbuh harus memenuhi syarat

    yang layak huni atau sesuai dengan kebutuhan organisme, dimana air yang

    digunakan dapat membuat tumbuhan alga dapat bertahan hidup dan melakukan

    pertumbuhan di dalamnya. Dalam pemeliharaan Caulerpa, faktor lingkungan

    yang baik dapat menentukan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Agar

    pertumbuhannya optimal, maka diperlukan kondisi lingkungan yang optimal

    untuk proses pertumbuhan diantaranya faktor lingkungan yang berpengaruh

    yaitu suhu,salinitas,pH,Nitrat (NO3), Posfat (PO4), amoniak (NH3), dan

    karbondioksida (CO2).

    1. Suhu

    Rumput laut laut memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis,

    karena itu rumput laut hanya dapat tumbuh pada perairan dengan kedalaman

    tertentu di mana sinar matahari dapat sampai kedasar perairan. Puncak laju

    fotosistesis terjadi pada intensitas cahaya yang tinggi dengan temperatur antara

    20-28 oC, namun masih ditemukan tumbuh pada temperatur 31 oC (Ismail dkk.,

    2002).

    Menurut Luning (1990) secara fisiologis, suhu rendah mengakibatkan

    aktifitas biokimia dalam tubuh thallus berhenti, sedangkan suhu yang terlalu

  • 13  

    tinggi akan mengakibatkan rusaknya enzim dan hancurnya mekanisme

    biokimiawi dalam thallus makroalga.

    Temperatur lingkungan berperan penting dalam proses fotosintesis,

    dimana semakin tinggi intensitas matahari dan semakin optimum kondisi

    temperatur, maka akan semakin sistematik hasil fotosintesisnya (Lee, dkk.,

    1999). Temperatur air juga mempengaruhi beberapa fungsi fisiologis rumput laut

    seperti fotosintesis, respirasi, metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi

    (Dawes, 1981). Lebih jauh di jelaskan oleh Dawes (1981) bahwa rumput laut

    mempunyai kisaran temperatur yang spesifik karena adanya enzim pada rumput

    laut yang tidak dapat berfungsi pada temperatur yang terlalu dingin maupun

    terlalu panas.

    2. Salinitas

    Salinitas menggambarkan kandungan garam-garam yang terlarut dalam

    air, yang membedakan jenis air menjadi tawar, asin dan payau dan merupakan

    konsentrasi total dari semua ion yang larut dalam air, dan dinyatakan dalam

    bagian perseribu (ppt) yang setara dengan gram per liter. Salinitas merupakan

    salah satu parameter kualitas air yang memegang peranan penting dalam

    memacu laju pertumbuhan biota yang dipelihara (Soetomo, 1988).

    Lunning (1990) menyatakan bahwa salinitas yang terlalu tinggi atau

    terlalu rendah akan menyebabkan gangguan pada proses fisiologis. Kenaikan

    salinitas menyebabkan stress dan percepatan plasmolisis sel rumput laut yaitu

    rumput laut kehilangan air karena tekanan terus berkurang sampai disuatu titik

    dimana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, menyebabkan adanya jarak

    antara dinding sel dan membran sel sehingga rumput laut menjadi layu.

    3. Derajat Keasaman (pH)

    Derajat keasaman atau pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap

    tumbuhan air sehingga digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik atau

  • 14  

    buruknya suatu perairan (Asnawi, 1996). Derajat keasaman (pH) merupakan

    faktor kimia yang menentukan pertumbuhan Caulerpa.

    Aslan (1998) menyatakan bahwa derajat keasaman (pH) merupakan

    salah satu faktor penting dalam kehidupan alga laut, sama halnya dengan faktor-

    faktor lainnya. pH adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dan

    menunjukkan sifat asam atau basa suatu perairan. pH mempengaruhi tingkat

    pemisahan ion organik dan anorganik sehingga mempengaruhi ketersediaan

    nutrien dan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut yang di

    budidayakan.

    Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktifitas biologi

    seperti fotosintesis dan respirasi organisme, temperatur, dan keberadaan in-ion

    dalam perairan tersebut (Pescod,1973). Kondisi pH yang dapat di toleransi oleh

    alga adalah berkisar antara 7,3-8,2 (Susanto dkk.,2001).

    4. Nitrat

    Nitrat merupakan salah satu bentuk nitrogen di perairan alami dan

    merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman. Kadar nitrat yang dapat di

    toleransi oleh alga adalah berkisar antara 0,09 -3,5 ppm (Atmadja, 1996).

    5. Fosfat

    Dapat dikatakan bahwa kekurangan fofat akan lebih kritis bagi tanaman

    akuatik termasuk tanaman alga, dibandingkan dengan bila kekurangan nitrat di

    perairan. Dilain pihak fosfat walaupun ketersediaannya dalam perairan sering

    melimpah dalam bentuk berbagai senyawa fosfat namun hanya dalam bentuk

    ortofosfat (PO42-) yang dapat di manfaatkan langsung oleh tanaman akuatik

    (Fritz, 1986).

    Kebutuhan fosfat untuk pertumbuhan optimum bagi alga dipengaruhi

    oleh senyawa nitrogen. Batas tertinggi konsentrasi fosfat akan lebih rendah jika

    nitrogen berada dalam bentuk garam amonium. Sebaliknya jika nitrogen dalam

  • 15  

    bentuk nitrat, konsentrasi tertinggi fosfat yang diperlukan akan lebih tinggi. Batas

    terendah konsentrasi untuk pertumbuhan optimum alga laut berkisar antara

    0,018-0,090 ppm P-PO4 apabila nitrogen dalam bentuk nitrat, sedangkan bila

    nitrogen dalam bentuk amonium batas tertinggi berkisar pada 1,78 ppm P-PO4

    (Fritz, 1986)

    6. Amonium

    Pasokan unsur hara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

    pertumbuhan rumput laut. Unsur hara dapat diserap seperti nitrogen dapat

    diserap oleh rumput laut dalam bentuk amonium dan nitrat, dimana amonium

    lebih disukai dari pada nitrat. Sumber amonium dalam perairan berasal dari

    pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang

    terdapat dalam tanah dan air, berasal dari dekomposisi organik (Effendi,200).

    Menurut Andaris (1992), bahwa kadar amonium yang baik untuk untuk

    kelangsungan hidup alga laut adalah berkisar 0,01 – 0,56 ppm.

    7. CO2

    Karbon dioksida CO2 yang di hasilkan oleh tanaman melalui proses

    fotosintesis juga segera dapat terikat dengan unsur hidrogen membentuk asam

    bikarbonat (H2CO3) yang merupakan senyawa yang berperan pada sifat buffer air

    laut dalam mencegah perubahan atau fluktuasi pH diperairan (Rusliani, 2011).

  • 16  

    III. METODE PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilaksanakan pada 01 Juli 2017 - 05 Agustus 2017 di Balai

    Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar Kec. Galesong Selatan Kab.

    Takalar sebagai lokasi pemeliharaan Caulerpa lentillifera.

    B. Alat dan Bahan

    Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    Tabel 1. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian No Nama Alat Kegunaan 1. Styrofoam Sebagai wadah penelitian Caulerpa lentillifera 2. Mistar Pengukur panjang serta lebar styrofoam 3. Selang aerasi Sebagai saluran oksigen 4. Sambungan selang Sebagai penyambung selang 5. Batu aerasi Sebagai penyuplai oksigen 6. Timbangan elektrik Untuk menimbang Caulerpa lentillifera 7. Thermometer Untuk mengukur suhu 8. pH meter Untuk mengukur pH air 9. Refractometer Untuk mengukur kadar garam/ salinitas air

    10. Baskom/ember Untuk pergantian air 11. Bak fiber Untuk penampungan air laut 12. Kamera Untuk pengambilan dokumentasi

    Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    Tabel 2. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian No Nama Bahan Kegunaan 1. Tisu Sebagai pembersih alat/meresapkan air 2. Kertas label Penanda perlakuan 3. Air laut Sebagai media 4. Pecahan karang Sebagai substrat 5. Pasir Sebagai substrat 6. Caulerpa lentillifera Sebagai bahan penelitian

    C. Persiapan Bibit

    Rumput laut yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis lawi-lawi

    Caulerpa lentillifera yang diambil langsung dari tambak pembudidaya di Laikkang

  • 17  

    Kabupaten Takalar. Untuk menjaga kesegaran, bibit dimasukkan kedalam bak

    pemeliharaan lawi-lawi di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar demi

    untuk memperbaiki kualitas dan mutu bibit. C.lentillifera yang digunakan memiliki

    umur yang sama serta memiliki massa basah dan kondisi yang sama seperti

    pada (Gambar 1).

    Gambar 1. Rumput laut Caulerpa lentillifera yang digunakan dalam penelitian

    D. Wadah dan Media

    Wadah yang digunakan pada metode percobaan ini adalah styrofoam

    yang berukuran 38 cm x 25 cm (Gambar 2). Sebelum pengisian substrat terlebih

    dahulu stirofoam dicuci menggunakan air laut kemudian diisi dengan masing-

    masing komposisi substrat dasar (pasir dan pecahan karang) yang berbeda dan

    telah di cuci terlebih dahulu serta direndam beberapa saat menggunakan larutan

    klorin kemudian di cuci kembali menggunakan air laut lalu di rendam

    menggunakan air laut yang di beri aerasi selama 24 jam agar sisa klorin dalam

    pasir menguap kemudian pasir di cuci kembali dan di jemur menggunakan panas

    sinar matahari.

  • 18  

    Gambar 2. Wadah penelitian

    Air yang digunakan dalam penelitian ini yaitu air yang dipompa langsung

    dari laut melalui sistem sumur baru dimasukkan pipa ke dalam galian tersebut

    yang sudah di bungkus dengan saringan ijuk pada ujung pipa, terus dialirkan

    melewati filter fisik dan kemudian di tampung ke tandon.

    E. Penanaman Bibit

    Penanaman bibit dilakukan pada waktu pagi hari, untuk menjaga

    kestabilan suhu didalam wadah. Sebelum ditebar terlebih dahulu dipilah-pilah

    lalu ditimbang hingga mencapai bobot 81 gram dengan menggunakan alat

    timbangan elektrik. Sebagaimana pada metode pembibitan Glacillaria atau

    cottoni, bibit bisa diperoleh juga dari tanaman lawi-lawi yang berumur minimal 20

    hari dari petambak.

    F. Pemeliharaan

    Lawi-lawi yang sudah ditebar di dalam suatu wadah secara rutin dikontrol

    untuk mengetahui kondisi perkembangannya, begitu juga kondisi kualitas air

    dicek secara rutin dan perlu diketahui bahwa pada salinitas dibawah 20 ppt

    warna akan berubah menjadi kuning dan lama kelamaan akan menyebabkan

    kematian massal. Sehingga harus dijaga serta dipastikan salinitas/kadar

  • 19  

    garamnya dipastikan diatas 25 ppt, pergantian airnya dilakukan satu kali dalam

    dua hari terlebih dahulu air di dalam sterefoam dikeluarkan sebanyak 80%

    dengan cara di siffon menggunakan selang yang berukuran kecil lalu kemudian

    air yang baru dimasukkan ke dalam styrofoam menggunakan selang kecil.

    G. Perlakuan, Tata letak dan Rancangan Percobaan

    Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah

    Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan setiap perlakuan

    masing-masing 4 ulangan. Dengan demikian penelitian ini terdiri atas 12 satuan

    percobaan.

    Perlakuan yang digunakan ini yaitu komposisi substrat yang terdiri dari

    pasir + pecahan karang yang yang berbeda yang diambil dari lokasi 3 Balai

    Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar. Total komposisi substrat yang

    digunakan yaitu sebanyak 1000 gram dan terlebih dahulu di timbang

    menggunakan timbangan sebelum di masukkan ke dalam wadah sterofoam.

    Komposisi substrat yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah sebagai

    berikut:

    A. Pasir + Pecahan karang = 75%+25% (750 gr + 250 gr) B. Pasir + Pecahan karang = 25%+75% (250 gr + 750 gr) C. Pasir + Pecahan karang = 50%+50% (500 gr + 500 gr) Berikut tata letak perlakuan selama penelitian pada (Gambar 3).

    Gambar 3. Tata letak wadah perlakuan

    CA  A3 B3

    C1B1C3 

    B2  B4 A2

    A4C2A1 

  • 20  

    H. Pengukuran Peubah

    Pengukuran Pertumbuhan

    Pengukuran pertumbuhan thallus lawi-lawi Caulerpa lentillifera dilakukan

    setiap dua minggu sekali dengan cara thallus diangkat dari wadah lalu ditiriskan

    di atas tisu selama kurang lebih 1 menit agar air yang ada pada lawi-lawi

    meresap pada tisu. Setelah itu lawi-lawi Caulerpa lentillifera ditimbang dengan

    menggunakan timbangan elektrik dan di ukur panjang tallusnya menggunakan

    mistar.

    Pertumbuhan Mutlak

    Pertumbuhan mutlak Caulerpa lentillifera ini di hitung dengan

    menggunakan rumus Effendi (1997), yaitu:

    W = Wt – Wo

    Keterangan:

    W = pertumbuhan mutlak (g) Wt = bobot akhir pengukuran (g) Wo = bobot awal lawi-lawi (g)

    Laju Pertumbuhan Spesifik Mingguan

    Laju pertumbuhan spesifik mingguan lawi-lawi dihitung dengan, rumus

    yang di kemukakan oleh fortes (1999).

    SGR = ×100

    Keterangan:

    SGR = laju pertumbuhan mingguan lawi-lawi (%hari) Wt = bobot awal lawi-lawi (g) Wo = bobot akhir lawi-lawi (g) t = lama pemeliharaan lawi-lawi (hari)

    Pengukuran Karotenoid, Serat dan Abu

    Pengukuran Karotenoid, Serat dan Abu dilakukan satu kali yakni pada

    akhir penelitian dengan cara mengambil sampel lawi-lawi Caulerpa lentillifera

  • 21  

    tersebut kemudian dimasukkan kedalam wadah yang telah disediakan kemudian

    dibawah ke laboratorium untuk dilakukan pengukuran.

    Kadar Karotenoid Pada Caulerpa

    Pengukuran kadar karotenoid pada caulerpa dilakukan dengan cara

    mengambil sampel kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel untuk

    dilarutkan dengan larutan aseton sebanyak 10 mL. Selanjutnya di shaker

    selama 20 menit dengan kecepatan 200 rpm, kemudian sampel tersebut

    dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu dilakukan proses centrifuge

    selama 10 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Nilai absorbansi ekstrak

    karotenoid diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 460 nm.

    Pengukuran kadar Karotenoid dilakukan sebelum dan sesudah pengkayaan.

    Konsentrasi karotenoid dihitung dengan menggunakan formula menurut

    Shahidi dkk., (1997) sebagai berikut :

    %

    Keterangan :

    C = Konsentrasi pigmen karotenoid total (ppm) V = Volume ekstrak (ml) E = Koefisien exstension (absorbansi) dari 1% standart dalam aseton dan dalam 1 cm tabung kuvet = 2200 B = Berat sampel yang diekstrak (g berat basah) Kadar Serat pada Caulerpa

    Pengukuran Serat pada Caulerpa dilakukan dengan cara mengambil

    sampel kemudian ditimbang kurang lebih 0,5 gram ke dalam gelas piala setelah

    itu tambahkan 30 ml H2SO4 0,3 N refluks selama 30 menit. Tambahkan 15 mi

    NaOH 1,5 N refluks selama 30 menit kemudian saring ke dalam sintered glas no.

    1 sambil diisap dengan pompa vacuum setelah itu cuci berturut-turut dengan 50

  • 22  

    cc air panas, 50 cc H2SO4 o,3 N, 50 cc air panas dan 50 cc alkohol setelah itu

    keringkan dalam oven selama 8 jam atau dibiarkan bermalam dan di dinginkan

    dalam desikator selama ½ jam kemudian timbang (a’ gram). Abukan dalam tanur

    listrik selama 3 jam pada suhu 500 0C biarkan agak dingin kemudian masukkan

    dalam desikator selama ½ jam kemudian timbang (b gram).

    Perhitungan :

    %

    Keterangan:

    a = sintered glass setelah di oven dan desikator b = sintered glass dari tanur + desikator

    Pengukuran Serat Abu

    Cawan perselin bersama contoh dalam penetapan kadar air dimasukkan

    ke dalam tanur listrik dengan suhu 600 0C kemudian dibiarkan selama 3 jam

    sampai menjadi abu betul (untuk mempercepat proses pengabuan sekali-kali

    tanur dibuka) dibiarkan agak dingin selama 30 menit setelah itu masukkan ke

    dalam eksikator selama ½ jam kemudian timbang (d gram). Kadar abu di hitung

    menggunakan rumus,

    % %

    Keterangan:

    a = berat cawan kosong pada penetapan kadar air b = berat cawan + contoh pada penetapan kadar air d = cawan + sampel setelah tanur

    Pengukuran Kualitas Air

    Dilakukan pengukuran parameter kualitas air sebagai data penunjang

    seperti salinitas yang diukur menggunakan alat Refractometer, pH diukur dengan

  • 23  

    menggunakan alat pH meter, Suhu air diukur dengan alat termometer.

    Pengukuran ini akan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi 06.00 dan

    pada waktu siang 14.00 terutama pada saat akan dilakukan pergantian air.

    Sedangkan CO2, NH3, NO3, dan PO4 diukur pada awal dan akhir penelitian dan

    dilakukan di Laboratorium Kualitas Air, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu

    Kelautan dan Perikanan Unhas.

    I. Analisis Data

    Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA),

    dilanjutkan dengan uji lanjut W-Tukey. Hasil yang diperlihatkan menunjukkan

    pengaruh yang nyata, sehingga dilanjutkan dengan menggunakan uji W-Tukey.

    Sebagai alat bantu untuk uji statistik tersebut di gunakan piranti lunak program

    SPSS versi 16.0. Adapun parameter karotenoid, serat, abu, dan kualitas air

    dianalisis secara deskriptif berdasarkan kelayakan pertumbuhan Caulerpa

    lentillifera.

  • 24  

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Pertumbuhan Mutlak

    Berdasarkan hasil penelitian, pertumbuhan mutlak (Lampiran 1) rumput

    laut C.lentillifera pada setiap perlakuan selama penelitian, sedangkan rata-rata

    pertumbuhan mutlak C.lentillifera yang di pelihara selama 30 hari pemeliharaan

    dapat dilihat pada Gambar 4.

    Gambar 4. Histogram rata-rata pertumbuhan mutlak Caulerpa lentillifera pada setiap perlakuan selama penelitian.

    Hasil analisis ragam (ANOVA) (Lampiran 2), terlihat bahwa rata-rata

    pertumbuhan yang di hasilkan berbeda nyata untuk perlakuan pada taraf 5 %

    (P

  • 25  

    perlakuan Pasir 75% + Pecahan karang 25% yaitu 63,42gr, dan relatif yang

    terendah terdapat pada perlakuan Pasir 50% + Pacahan Karang 50% yaitu

    48,52gr. Menurut Mubarak dan Wahyuni (1961) tipe substrat yang paling baik

    bagi pertumbuhan alga laut adalah campuran pasir,karang, dan pecahan karang.

    Besarnya pertumbuhan bobot mutlak pada perlakuan Pasir 25% +

    Pecahan Karang 75% diduga karena C.lentillifera memperoleh suplay nutrien

    yang banyak sehingga mempercepat pertumbuhannya. Komposisi substrat pada

    perlakuan Pasir 25% + Pecahan Karang 75% tidak menyebabkan kekeruhan

    dan tidak menghambat penetrasi cahaya yang di butuhkan untuk fotosintesis.

    Sediadi (2002) mengemukakan bahwa proses pertumbuhan C.lentillifera sangat

    bergantung pada sinar matahari untuk melakukan fotosintesis. Geider dan

    Osbome (1992) juga menyatakan bahwa proses fotosintesis dapat memacu

    aktivitas pembelahan sel, sehingga terjadi pelebaran dan perpanjangan sel,

    dimana pada akhirnya Caulerpa cenderung bertumbuh dan berkembang.

    Menurut Dawson (2004) bahwa pantai terumbu karang merupakan

    tempat hidup yang baik bagi sejumlah besar spesies Caulerpa dan hanya sedikit

    hidup di pantai yang dominan berpasir dan berlumpur. Dawes (1981) juga

    menyatakan bahwa tipe substrat yang paling baik bagi pertumbuhan Caulerpa

    adalah campuran pasir dan pecahan karang, karena substrat tersebut dapat di

    lalui oleh arus yang sesuai bagi pertumbuhan Caulerpa.

    Hal ini sesuai dengan pernyataan Nontji (1993) bahwa sedikitnya alga

    laut yang terdapat pada perairan dengan dasar pasir atau berlumpur, disebabkan

    karena terbatasnya benda keras yang cukup kokoh untuk tempat melekatnya.

    Susunan kimia dari substrat tidak mempengaruhi kehidupan alga laut, hanya

    sebagai tempat melekatnya alga laut, pada dasar perairan.

  • 26  

    Alga melekatkan dirinya pada substrat dengan perantaran organnya

    yang disebut dengan tingkat kecerahan perairan. Perairan dengan dasar karang

    atau karang mati biasanya memiliki kejernihan air yang relatif baik. Hal ini cukup

    penting bagi berlangsungnya fotosintesis alga. Dasar perairan yang keras,kokoh

    dan kuat tidak dapat di pindahkan oleh gelombang atau pengaruh lain, seperti

    batu-batuan dan batu karang yang baik bagi kehidupan alga yang merupakan

    bagian terbesar dari vegetasi laut (Atmajaya, 1999).

    B. Laju Pertumbuhan Spesifik Harian

    Laju pertumbuhan spesifik harian C.lentillifera yang di pelihara dengan

    komposisi substrat yang berbeda-beda dan dengan lama pemeliharaan selama

    30 hari dapat di lihat pada Lampiran 4. Sedangkan rata-rata pertumbuhan

    spesifik harian C.lentillifera dapat dilihat pada Gambar 5.

    Gambar 5. Histogram rata-rata pertumbuhan spesifik harian Caulerpa lentillifera pada setiap perlakuan selama penelitian.

    Hasil analisis ragam (ANOVA) pada (Lampiran 5), berbeda dengan

    pertumbuhan mutlak komposisi substrat yang berbeda, dimana hasil analisis

    ragam pada pertumbuhan spesifik harian tidak memberikan pengaruh yang

    nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan komposisi substrat

    12

    12,5

    13

    13,5

    14

    14,5

    Pasir 75% +Pecahan Karang

    25%

    Pasir 25% +Pecahan Karang

    75%

    Pasir 50% +Pecahan Karang

    50%

    13,91 ± 0,72

    14,44 ± 0,91

    12,86 ± 0,78

    Rata‐Rata Pe

    rtum

    buha

    n Spesifik ha

    rian 

    (%)

    Perlakuan Caulerpa lentillifera

    Laju Pertumbuhan Spesifik Harian

  • 27  

    berbeda yang di cobakan memberi pengaruh yang sama terhadap tingkat

    pertumbuhan spesifik harian C.lentillifera.

    Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai hasil rata-rata

    pertumbuhan spesifik harian C.lentillifera memiliki nilai yang yang berbeda-beda

    pada setiap perlakuan, pada perlakuan Pasir 25% + Pecahan Karang 75%

    memiliki nilai yang tertinggi yaitu 14,44%, kemudian disusul oleh perlakuan Pasir

    75% + Pecahan Karang 25% dengan nilai 13,91%, sedangkan nilai

    pertumbuhan spesifik harian terendah yaitu terdapat pada perlakuan Pasir 50%

    + Pecahan karang 50% dengan nilai 12,86%.

    C. Karotenoid

    Data hasil analisis kandungan karotenoid Caulerpa lentillifera pada

    setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.

    Gambar 6. Histogram kandungan karotenoid Caulerpa lentillifera pada setiap perlakuan.

    Kandungan karotenoid tertinggi pada perlakuan Pasir 50% + Pecahan

    Karang 50% yaitu sebesar 1,545 ppm, kemudian disusul oleh perlakuan Pasir

    25% + Pecahan Karang 75% yaitu sebesar 1,529 ppm, dan yang terendah yaitu

    pada perlakuan Pasir 75% + Pecahan Karang 25% yaitu sebesar 1,485 ppm.

    1,441,461,481,5

    1,521,541,56

    Pasir 75% +Pecahan Karang

    25%

    Pasir 25% +Pecahan Karang

    75%

    Pasir 50% +Pecahan Karang

    50%

    1,485

    1,5291,545

    Kand

    ungan Ka

    roteno

    id (p

    pm)

    Perlakuan Caulerpa lentillifera

    Karotenoid

  • 28  

    Perbedaan - perbedaan kandungan karotenoid setiap perlakuan disebabkan

    adanya perbedaan respon komposisi substrat yang digunakan pada media

    pemeliharaan C. lentillifera. Tingginya kandungan karotenoid yang terdapat

    dalam tubuh C. lentillifera, yakni sebesar 1,545 ppm, hal tersebut dapat

    menggangu pertumbuhan C. racemosa. Hal ini dipertegas oleh Meyers dan

    Latscha (1997 dalam Dasep dkk, 2014), bahwa meskipun karotenoid dikonversi

    menjadi vitamin A dalam tubuh, namun jika dosisnya melebihi kebutuhannya

    dapat menyebabkan per-tumbuhan lambat. Selain itu, karotenoid yang berlebih

    dalam tubuh C. lentillifera dapat berakibat pada menurunnya pertumbuhan.

    Selanjutnya dikatakan bahwa karotenoid merupakan substansi penting yang

    harus terdapat dalam tubuh, namun ketersediaan-nya tetap dalam kondisi

    optimal. Fungsi karotenoid adalah melindungi klorofil dari reaksi foto-oksidasi

    dengan mengikat molekul oksigen bebas yang di hasilkan dalam proses

    hidrolisis (Kabinawa, 2006).

    Karotenoid tersusun atas β-karoten, likopen, lutein, zeaxanthin dan

    cryptoxanthin. β-karoten merupakan salah satu dari 600 komponen karotenoid

    yang banyak ditemukan pada rumput laut. Karotenoid merupakan senyawa C40

    dan tetrapenoid yang terdapat dalam plastisida jaringan rumput laut yang

    melakukan fotosintesis. Dalam kloroplas, karotenoid berfungsi sebagai pigmen

    asesoris dalam pengambilan cahaya (Winarsi,2007).

    Rumput laut hijau secara umum mengandung senyawa klorofil a dan b

    serta senyawa karoten yang dapat berfungsi sebagai antioksidan (Tamat

    dkk.,2007). Antioksidan adalah senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi

    radikal bebas.Dengan fungsi tersebut karotenoid bermanfaat bagi kesehatan

    manusia, dapat membantu mengurangi terbentuknya radikal bebas yang dapat

    merugikan kesehatan, mempengaruhi regulasi pertumbuhan sel dan

    memodulasi ekspresi gen dan respon kekebalan tubuh.Dengan potensi ini

  • 29  

    rumput laut dapat dijadikan sebagai bahan pangan fungsional yang bermanfaat

    untuk kesehatan manusia. Salah satu jenis rumput laut hijau yang sangat

    potensial adalah Caulerpa sp, yang memiliki banyak manfaat bagi kebutuhan

    manusia khususnya sebagai bahan makanan (kandungan gizi yang cukup tinggi

    yakni sebagai sumber protein nabati, karbohidrat, mineral maupun vitamin

    (Kepel, 2001; Turangan, 2001; BBRP2BKP, 2010).

    D. Serat

    Data hasil analisis kandungan serat Caulerpa lentillifera pada setiap

    perlakuan dapat di lihat pada Gambar 7.

    ‘Gambar 7. Histogram kandungan serat Caulerpa lentillifera pada setiap perlakuan (% berat kering).

    Kandungan serat tertinggi terdapat pada perlakuan Pasir 25% +

    Pecahan Karang 75% yaitu sebesar 5,70%, kemudian disusul dengan perlakuan

    Pasir 75% + Pecahan Karang 25% yaitu sebesar 5,48%, dan yang terendah

    terdapat pada perlakuan Pasir 50% + Pecahan Karang 50% yaitu sebesar

    5,03%. Menurut Chaidir (2007), kandungan serat rumput laut adalah 9,62% dari

    100 gram berat kering. Komponen dari serat kasar ini tidak mempunyai nilai gizi

    4,64,85

    5,25,45,65,8

    Pasir 75% +Pecahan Karang

    25%

    Pasir 25% +Pecahan Karang

    75%

    Pasir 50% +Pecahan Karang

    50%

    5,485,7

    5,03

    Kand

    ungan Serat (%)

    Perlakuan Caulerpa lentillifera

    Serat

  • 30  

    akan tetapi serat ini sangat penting untuk proses pencernaan agar dapat

    memudahkan proses pencernaan di dalam tubuh tersebut lancar (peristaltic)

    (Hermayati dkk, 2006). Jumlah serat kasar merupakan jumlah dietary fiber dan

    fungsional fiber. Kebiasaan mengkonsumsi fiber sangat bermanfaat bagi

    manusia yang menderita obesitas dan diabetes melitus. Sifat fisikokimia dari

    serat alga sama dengan serat yang tersedia pada makanan komersial yang kaya

    akan serat (Venugophal, 2010).

    E. Kadar Abu

    Data hasil analisis kandungan kadar abu Caulerpa lentillifera pada

    setiap perlakuan dapat di lihat pada Gambar 8.

    Gambar 8. Kandungan kadar abu C.lentillifera pada setiap perlakuan (% berat kering).

    Kandungan kadar abu tertinggi yang di peroleh terdapat pada perlakuan

    Pasir 75% + Pecahan Karang 25% yaitu sebesar 52,79%, kemudian disusul oleh

    perlakuan Pasir 50% + Pecahan Karang 50% yaitu sebesar 52,24%, dan yang

    terendah terdapat pada perlakuan Pasir 25% + Pecahan Karang 75% yaitu

    sebesar 51,03%. Kadar abu pada rumput laut jauh lebih besar bila dibandingkan

    5050,551

    51,552

    52,553

    Pasir 75% +Pecahan Karang

    25%

    Pasir 25% +Pecahan Karang

    75%

    Pasir 50% +Pecahan Karang

    50%

    52,79

    51,03

    52,24

    Kand

    ungan Ab

    u (%

    )

    Perlakuan Caulerpa lentillifera

    Kadar Abu

  • 31  

    dengan kadar abu pada tumbuhan darat. Kadar abu pada rumput laut terdiri dari

    makro-mineral dantrace element (Mayer et al.,2011).

    Abu adalah zat anorganik sisa pembakaran suatu bahan organik.

    Sebenarnya sisa pembakaran yang tertinggi merupakan unsur mineral yang

    terdapat dalam suatu bahan makanan yang dalam proses pengabuan, unsur-

    unsur itu membentuk oksida atau bergantung dengan radikal negatif seperti

    fosfat ,sulfat, nitrat dan klorida, sedangkan bahan organik lain dalam proses ini

    akan habis terbakar (Pearson, 1970). Menurut Winarno (1996) rumput laut kaya

    akan mineral dimana unsur mineral dikenal sebagai kadar abu, sehingga bila

    kadar abu tepung rumput laut tinggi maka kadar mineral yang terkandung

    didalamnya juga tinggi.

    F. Parameter Kualitas Air

    Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada

    (Tabel 3).

    Tabel 3. Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air sebelum dan sesudah penelitian.

    NO Parameter Satuan Hasil Pengukuran Awal Akhir

    1 Suhu 26o – 31o 2 Salinitas ppt 30 - 35 3 pH 7-8,1 4 Nitrat (NO3) ppm 0.114 0.054 5 Fosfat ppm 0.05 tt 6 Ammonium ppm 0.003 0.009 7 CO2 ppm tt tt

    1. Suhu

    Berdasarkan data yang di peroleh, suhu air media selama penelitian

    berlangsung berkisar antara 26oC – 31oC, kisaran tersebut masih dianggap layak

    untuk mendukung kehidupan C.lentillifera. Hal ini sesuai dengan pendapat

    Monoarfa (2002), yang menyatakan bahwa C.lentillifera dapat mencapai

  • 32  

    pertumbuhan yang optimal pada suhu 20oC – 31oC dan laju pertumbuhan mulai

    menurun pada suhu di bawah 20oC – 32oC.

    2. Salinitas

    Kisaran salinitas yang di peroleh selama penelitian berkisar 30-35 ppt,

    nilai kisaran ini masih layak untuk pertumbuhan C.lentillifera, hal ini sesuai yang

    dikemukakan oleh Carruters dkk., (1993), bahwa C.lentillifera dapat tumbuh

    dengan baik pada perairan yang tenang dengan kisaran salinitas 25-35 ppt.

    3. pH

    Derajat keasaman (pH) air merupakan indikator yang di gunakan untuk

    menentukan keasaman dan kebasaan air. pH air media yang terukur selama

    penelitian berkisar antara 7,0 – 8,1, kisaran ini masih berada dalam batas normal

    untuk mendukung pertumbuhan C.lentillifera. Hal ini dipertegas oleh Setiaji dkk.,

    (2012), bahwa pH air laut dengan kisaran sekitar 8,0-8,7 sangat layak untuk

    pertumbuhan C.lentillifera.

    4. Nitrat

    Berdasarkan data nitrat yang di peroleh pada penelitian ini yaitu berkisar

    0.114-0.054. Nitrat merupakan salah satu bentuk nitrogen diperairan alami dan

    merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman. Kisaran data nitrat yang

    di dapat pada penilitian ini sudah cukup optimal untuk pertumbuhan alga laut

    yang membutuhkan kisaran nitrat sebesar 0.9 – 3.5 ppm (Atmadja,1996).

    5. Fosfat

    Fosfat sangat di butuhkan oleh C.lentillifera untuk tumbuh, berkembang

    dan bereproduksi. Kisaran fosfat yang optimal untuk menunjang pertumbuhan

    alga adalah berkisar antara 0.1 – 3.5 ppm (Kapraun 1987). Namun setelah

    dilakukan pengukuran kualitas air selama penelitian adapun fosfat yang

  • 33  

    terdeteksi nilainya sangat rendah hingga tidak terdeteksi atau di bawah rata-rata,

    setelah sampel air diuji di laboratorium kualitas air. Hal ini bisa terjadi karena

    tingkat ketelitian alat yang di gunakan cukup rendah sehingga sulit untuk

    mendeteksi kandungan fosfat dalam sampel air.

    6. Ammonium

    Ammonium merupakan senyawa produk utama nitrogen dalam perairan

    yang berasal dari organisme akuatik. Berdasarkan data amoniak yang di peroleh

    pada penelitian ini yaitu berkisar 0.003 – 0.009. kisaran tersebut termasuk dalam

    kategori yang rendah. Menuru Andarias (1992), bahwa kadar amoniak yang baik

    untuk kelangsungan hidup alga laut adalah berkisar 0.01-0.03 ppm. Hal ini

    dikemukakan oleh Setiaji (2012), bahwa kandungan amoniak yang baik untuk

    pertumbuhan C.lentillifera yaitu sekitar 0.5 ppm.

    7. CO2

    Karbon dioksida CO2 selama penelitian ini tidak terdeteksi atau di bawah

    rata-rata, setelah diuji di laboratorium kualitas air. Salah satu sebab kandungan

    karbon dioksida (CO2) di perairan sulit terdeteksi karena karbon dioksida segera

    di pakai atau di serap oleh rumput laut untuk melakukan proses fotosintesis.

  • 34  

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh komposisi substrat

    terhadap pertumbuhan, kandungan karotenoid, kandungan serat, kandungan

    abu anggur laut pada wadah terkontrol dapat disimpulkan bahwa:

    Pertumbuhan mutlak relatif yang tertinggi yaitu terdapat pada

    perlakuan 25% pasir + 75% pecahan karang dan terendah terdapat

    pada perlakuan 50% pasir + 50% pecahan karang.

    Kandungan karotenoid yang tertinggi terdapat pada perlakuan 50%

    pasir + 50% pecahan karang yaitu sebesar 1,545 mg/l dan yang

    terendah terdapat pada perlakuan 75% pasir + 25% pecahan

    karang yaitu sebesar 1,485 mg/l.

    Kandungan serat yang tertinggi terdapat pada perlakuan 25% pasir

    + 75% pecahan karang yaitu sebesar 5,70% dan yang terendah

    terdapat pada perlakuan 50% pasir + 50% pecahan karang yaitu

    sebesar 5,03%.

    Kandungan kadar abu yang tertinggi terdapat pada perlakuan 75%

    pasir + 25% pecahan karang yaitu sebesar 52,79% dan yang

    terendah terdapat pada perlakuan 25% pasir + 75% pecahan

    karang yaitu sebesar 51,03%.

    B. Saran

    Pada pemeliharaan anggur laut agar mendapatkan hasill

    pertumbuhan yang optimal di sarankan menggunakan komposisi substrat

    25% pasir + 75% pecahan karang.

  • 35  

    DAFTAR PUSTAKA

    Ackerman, E., L. B. M. Ellis dan L. E. Williams, 1988. Ilmu Biofisika. Penerbit

    Airlangga Uniersity Press. Surabaya. Halaman 454-477.

    Alamsjah, M.A., O. N. Ayuningtiaz, dan Sri Subekti. 2010. Pengaruh Lama Penyinaran Terhadap Pertumbuhan dan Klorofil a Graciliria verrucosa Pada Sistem Budidaya Indoor. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 2(1)

    Andarias, I. 1992. Pengaruh Takaran Urea dan TSP Terhadap Produksi Bobot Kering Klekap. Ilmu Perikanan dan Peternakan.

    Aslan, L.M, 1998. Budidaya Rumput Laut. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal 20-43.

    Asnawi, S. 1996. Pemeliharaan Ikan Dalam Karamba. PT. Gramedia.

    Atmadja, W. S., A. Kadi, Sulistijo dan R. Satari. 1996. Pengenalan Jenis Algae Merah (Rhodophyta). Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta. Desember 1996. Hal 191.

    Atmajaya, W.S., 1999. Sebaran dan Beberapa Aspek Vegetasi Rumput Laut (Makro Alga) Di Perairan Terumbu Karang Indonesia. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta

    Balai Besar Riset Pengolahan Produkdan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRP2BKP), 2010. Manfaat dan Kandungan Kimia Caulerpa.

    Britton G. SL Jensen, H Pfander. 1995. Carotenoids (IA): Isolation and Analysis. Birkhauser Verlag, switserland.

    Carruthers TJB, Walker DI and Huisman JM. 1993. Culture studies on two morphological types of Caulerpa (Chlorophyta) from Perth, Western Australia, with a description of a new species. Botanica Marina 36:589-596

    Dasep Hasbullah, dkk. 2014. Implementasi Berbagai Jenis Substrat Dasar Sebagai Media Produksi Lawi-Lawi Caulerpa sp. Jurnal Octopus. Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar.

    Dawes, C.J. 1981. Marine Botany. John Wiley and Sons. Universitas of South Florida. New York.

    Dawson, E.Y. 2004. How to Know The Sweed. W.M.C. Brown Dubuque, Lowa. 270 p.

    Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2009. Profil Rumput Laut Indonesia

    Fritz, G.J. 1986. The Structure and Reproduction of The Algae Volume 2. Vicas Publisher House.

    Ismail, W. Dan E. Pratiwi. 2002. Budidaya Laut Menurut Tipe Perairan. Warta Penelitian perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta. 8(2) : 8-12.

    Kabinawa, I. N. K., 2006.Sprirulina Ganggang Penggempur Aneka Penyakit. Agromedia Pustaka. Jakarta. Hal 10

  • 36  

    Kadi, A. Dan W.S. Atmaja. 1988. Rumput Laut (Algae) : Jenis, Reproduksi-Produksi, Budidaya dan Pasca Panen Poslitbang Oseanologi, Jakarta.

    Kapraung, D.F. 1987. Fieled and Culture Studients On Selected Nort California Polysiphonia, Botanica Marina11:143-153

    Kepel, R.C .2001 .Kandungan Nutrisi Alga Hijau Caulerpa racemosa (Forsskal) J. Agardh Yang Diambil Dari Perairan Tongkeina, Manado. Jurnal Perikanan. UNSRAT.

    Lee, F.A. 1999. Basic Food Chemistry. The Avi Publishing Company, Inc., New York.

    Lobban, C.S. dan P.J. Harrison. !994. Seaweed Ecology and Physiology. Cambridge University Press. Australia. 299 hal.

    Luning, K. 1990. Seweed. A Wiley-Interscience Publication. New York. USA.

    Maslukah, L., Rudiana, E., Pringgenies, D. 2004. Kajian tentang kandungan iodium pada ekstrak beberapa jenis rumput laut di perairan Jepara dan sekitarnya. Abstrak. Universitas Diponegoro. Semarang. 1 Hlm.

    Mayer, A.M.S., Rodriguez., A.D., Berlinck, R.G.S, Fusetani, N., 2011. Marine pharmacology Marine pharmacology in 2007-8: Comparative Biochemistry and Physiology. 191-222.

    Monoarfa, M. 2002. http://www.pascaunhas.net/jurnal pdf/sci 3 3/winarni.pdf.

    Mubarak, H. Dan I. Wahyuni. 1981. Percobaan Budidaya Rumput Laut di Perairan Lorok, Pacitan dan Kemungkinan Pengembangannya. Bull. Pen. Perikanan, I(2): 157-166.

    Mustofa.2013. Efek Spektrum Cahaya terhadap Pertumbuhan Gracilaria verrucosa. [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember, Jember, 53 hlm.

    Nontji, A. 1993. Fotosintesis Pada Fitoplankton Laut. Tinjauan Fisiologi dan Ekologi. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.

    Nontji, A. 1993.Laut Nusantara. Cetakan kedua. Djambatan, Jakarta.

    Paul VJ, Hay ME. 1986. Seawed susceptibility to herbivory chemical and correlates. Marine Ecology Press Series 33:255-264

    Pescod, M.B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Sream Standard for Tropical Countries. Intern Research Report. ATT. Bangkok.

    Piazzi, L., Balata, D., Cecchi, Enrico and Cinelli, F. 2002. ThreastMacroalgae Diversity: Effect of The Introduced Green Alga Caulerpa in the Mediterinean. Mar.Ecol.Prog. Ser. 210: 149-159

    Pong-Masak, P.A., Mansyur, A., Rachmansyah. 2007. Rumput Laut Jenis Caulerpa dan Peluang Budidayanya di Sulawesi Selatan. Media Akuakultur, 2 (2):80-85 Hlm.

    Rusliani. 2011. 4_Studi_Kondisi_Kualitas_Air_Budidaya_Rumput_Laut.

  • 37  

    Saptasari. 2010. Variasi Ciri Morfologi dan Potensi Makroalga Jenis Caulerpa di Pantai Kondang Merak Kabupaten Malang. El-Hayah. 1(2): 19-22.

    Seaweed Industry Association. 2014. Caulerpa lentillifera [Online]. https://en.wikipedia.org/wiki/Caulerpa_lentillifera [diakses pada 2 April 2017]

    Setiaji, K., G.W. Santosa dan Sunaryo. 2012. Pengaruh Penambahan Npk dan Urea Pada Media Air Pemeliharaan Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Caulerpa Racemosa var. Uvifera. Journal of Marine Research. 1(2): 45-50.

    Silva, Paul C. 2003. Historical overvie of the genus Caulerpa. CryptogamieAlgologie 24 (1):33-50

    Soegiarto, A. Sulistijo, W.S. Atmadja. H. Mubarak. 1987. Rumput Laut (Alga) Manfaat, Potensi dan Usaha Budidayanya. LON-LIPI, Jakarta.

    Sulistijo.1986. Penelitian Budidaya Rumput Laut (Algae Makro/Seaweed) di Indonesia. Pidato Pengukuhan Ahli Penelitian Utama Bidang Akuakultur, Pusat Penelitian Oseanografi. LIPI.

    Suniti, N dan I.K. Suada. 2012. Kultur In-Vitro Anggur Laut (Caulerpa lentillifera) dan Identifikasi Jenis Mikroba yang Berasosiasi. Jurnal Agrotrop. 2(1) : 85 – 89.

    Supriadi, 2010. Pertumbuhan dan kandungan karotenoid lawi-lawi (Caulerpa racemosa) dengan substrat dasar yang berbeda di dalam wadah terkontrol [Skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar.63 hal.

    Tamat, S.R., Wikanta, T., dan Maulina, L.S.,2007, Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Senyawa Bioaktif dari Ekstrak Rumput Laut Hijau Ulva reticulate Forsskal, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 5 (1):31-36.

    Toha, A. H. A., 2001. Biokimia: Metabolisme Biomolekul. Penerbit Alfabeta. Bandung. Hal 93-94

    Turangan, F.A.C. 2001. Pertumbuhan, Variasi Intraspesifik, Biomassa Total dan Kandungan Nutrisi Alga Hijau Caulerpa racemosa (Forsskal) J.Agardh di Perairan Tongkaine, Kota Manado Sulawesi Utara. Jurnal Perikanan–UNSRAT.

    Venugopal, S. 2010. Food and Nutrition Departement, Faculty of family and Community.

    Winarno, 1991.Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Sinar Harapan, Jakarta.

    Winarsi, H., 2007. Antioksidan dan Radikal Bebas.Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal 155-163

    Yuan X. 2006. Evaluation on Antioxidant ActivitesOf The Saybean Oils And Guns (Thesis) Losiana. DepartementOf Food Science Lousiana State University. Lousiana.

    Zipcodezoo.com. Klasifikasi Caulerpa lentillifera. Diakses pada 4 November 2017

  • 38  

    Lampiran

    Lampiran 1. Rata-rata pertumbuhan mutlak (gram) Caulerpa lentillifera

    Perlakuan Hari ke-0 (gram)

    Hari ke-15 (gram)

    Hari ke-30 (gram)

    W (pertumbuhan 

    mutlak) (gram) 

    A1 81 113,6 129,8 48,8  A2 81 121,3 146,0 65  A3 81 120,2 150,5 69,5  A4 81 120,4 151,4 70,4  

    Rata-rata 81 475,5 577,7 63,42 B1 81 142,9 185,3 104,3 B2 81 136 154,3 73,3 B3 81 125,5 170 89 B4 81 115,7 134,9 53,9 

    Rata-rata 81 520,1 644,5 80,12 C1 81 110,7 118,1 37,1 C2 81 105,8 125,3 44,3 C3 81 124,8 128,5 47,5 C4 81 104,6 146,2 65,2 

    Rata-rata 81 445,5 518,1 48,52 

    Lampiran 2. Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap pertumbuhan bobot mutlak Caulerpa lentillifera

    pertumbuhanMutlak

    Jumlah Kuadrat Df

    Rata-rata Kuadrat F hitung Signifikan

    Pertumbuhan 1999.280 2 999.640 4.230 .051

    Galat 2126.943 9 236.327

    Total 4126.222 11

  • 39  

    Lampiran 3. Uji lanjut w-Tuckey pertumbuhan mutlak Caulerpa lentillifera Tukey HSD

    (I) Substrat Perlakuan Lisih (I-J)

    Std. Kesalaha

    n Sig.

    95% Interval Kepercayaan

    Batas Terendah

    Batas Tertinggi

    75% dan 25% 25% dan 75% -16.70000 10.87030 .320 -47.0499 13.6499

    50%dan 50% 14.90000 10.87030 .395 -15.4499 45.2499

    25% dan 75% 75% dan 25% 16.70000 10.87030 .320 -13.6499 47.0499

    50%dan 50% 31.60000* 10.87030 .042 1.2501 61.9499

    50%dan 50% 75% dan 25% -14.90000 10.87030 .395 -45.2499 15.4499

    25% dan 75% -31.60000* 10.87030 .042 -61.9499 -1.2501

    *. Perbedaan signifikan rata-rata pada level 0.05

    Tukey HSD

    Substrat N

    Subset for alpha = 0.05

    1 2

    50%dan 50% 4 48.5250

    75% dan 25% 4 63.4250 63.4250

    25% dan 75% 4 80.1250

    Sig. .395 .320

    Tampilan rata-rata group dalam sabset homogen.

  • 40  

    Lampiran 4. Rata-rata pertumbuhan spesifik harian (%) Caulerpa lentillifera Perlakuan Hari ke-0

    (gram) Hari ke-15

    (gram) Hari ke-30

    (gram) SGR 

    (pertumbuhan spesifik 

    mingguan) (%) 

    A1 81 113,6 129,8 12,95  A2 81 121,3 146,0 13,91 A3 81 120,2 150,5 14,13 A4 81 120,4 151,4 14,18  

    Rata-rata 81 475,5 577,7 13,79 B1 81 142,9 185,3 15,49 B2 81 136 154,3 14,31  B3 81 125,5 170 14,69  B4 81 115,7 134,9 13,29  

    Rata-rata 81 520,1 644,5 14,44 C1 81 110,7 118,1 12,04  C2 81 105,8 125,3 12,63  C3 81 124,8 128,5 12,86  C4 81 104,6 146,2 13,92  

    Rata-rata 81 445,5 518,1 12,86 

    Lampiran 5. Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap pertumbuhan spesifik harian

    Caulerpa lentillifera

    LajuPertumbuhan

    Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

    Between Groups 5.194 2 2.597 3.951 .059

    Within Groups 5.916 9 .657

    Total 11.110 11

  • 41  

    Lampiran 6. Data kualitas air

    Parameter Nilai Kisaran Kisaran Optimal

    Sumber A B C

    Suhu (oC) 26o – 31o 27o – 31o 26o – 31o 20o – 31o Monoarfa (2002)

    Salinitas (ppt)

    30 - 34 30 - 35 30-35 25-35 Carruters dkk.,(1993)

    pH 7 - 8,1 7 - 8,1 7-8,1 8,7 Setiaji dkk.,(2012)

    Nitrat (ppm) 0,90 - 0,54 0,114 – 0,40 0,89 – 0,50 0,9-3,5 Atmadja (1996)

    Fosfat (ppm)

    tt 0,05 tt 0,1-3,5 Kapraun (1987)

    Amoniak (ppm)

    0,003-0,005 0,003-0,007 0,005-0,009 0,01-0,03 Andarias (1992)

    CO2 (ppm) tt tt tt - -

    2. bagian depandkp skripsi fikksssisi skripsi fiks