BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Good Corporate Governance (GCG)II.1.1 Sejarah GCGSejarah
lahirnya GCG muncul atas reaksi para pemegang saham di Amerika
Serikat pada tahun 1980-an yang terancam kepentingannya (Budiati,
2012). Dimana pada saat itu di Amerika terjadi gejolak ekonomi yang
luar biasa yang mengakibatkan banyak perusahaan yang melakukan
restrukturisasi dengan menjalankan segala cara untuk merebut
kendali atas perusahaan lain. Tindakan ini menimbulkan protes keras
dari masyarakat atau publik. Publik menilai bahwa manajemen dalam
mengelola perusahaan mengabaikan kepentingan-kepentingan para
pemegang saham sebagai pemilik modal perusahaan. Merger dan akuisi
pada saat itu banyak merugikan para pemegang saham akibat kesalahan
manajemen dalam pengambilan keputusan. Untuk menjamin dan
mengamankan hak-hak para pemegang saham, muncul konsep pemberdayaan
Komisaris sebagai salah satu wacana penegakan GCG. Komisaris
Independen adalah Anggota Dewan Komisaris yang tidak memiliki
hubungan dengan Direksi, Anggota Dewan Komisaris lainnya dan
Pemegang Saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau
hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan
perusahaan.Di Indonesia, konsep GCG mulai dikenal sejak krisis
ekonomi tahun 1997 krisis yang berkepanjangan yang dinilai karena
tidak dikelolanya perusahaanperusahaan secara bertanggungjawab,
serta mengabaikan regulasi dan sarat dengan praktek (korupsi,
kolusi, nepotisme) KKN (Budiati, 2012). Bermula dari usulan
penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa Efek Jakarta
(sekarang Bursa Efek Indonesia/BEI) yang mengatur mengenai
peraturan bagi emiten yang tercatat di BEI yang mewajibkan untuk
mengangkat Komisaris Independen dan membentuk Komite Audit pada
tahun 1998, GCG mulai di kenalkan pada seluruh perusahaan publik di
Indonesia.
Setelah itu pemerintah Indonesia menandatangani Nota Kesepakatan
(Letter of Intent) dengan International Monetary Fund (IMF) yang
mendorong terciptanya iklim yang lebih kondusif bagi penerapan GCG.
Pemerintah Indonesia mendirikan lembaga khusus, yaitu Komite
Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang memiliki tugas
pokok dalam merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan nasional
mengenai GCG, serta memprakarsai dan memantau perbaikan di bidang
corporate governance di Indonesia.Sejauh ini penegakan aturan untuk
penerapan CGG belum ada sanksi bagi perusahaan yang belum
menerapkan maupun yang sudah menerapkan tetapi tidak sesuai standar
pelaksanaan GCG. Namun pelaksanaan penerapan GCG memberi nilai
tambah bagi perusahaan. Perusahaan yang melakukan peningkatan pada
kualitas GCG menunjukan peningkatan penilaian pasar, sedangkan
perusahaan yang mengalami penurunan kualitas GCG, cenderung
menunjukan penurunan pada penilaian pasar (Cheung, 2011).II.1.2
Definisi GCGIstilah tata kelola perusahaan di Indonesia merupakan
terjemahan dari corporate governance. Kata governance berasal dari
bahasa Prancis kuno yaitu gouvernance yang berarti pengendalian
(control) atau regulated dan dapat dikatakan sebagai suatu keadaan
yang berada dalam kondisi yang terkendali (Subroto, 2005).
GCG merupakan masalah yang tidak akan berakhir dan terus akan
menjadi bahan pembahasan bagi pelaku bisnis, akademis, pembuatan
kebijakan dan lain sebagainya. Perhatian terhadap GCG kian
meningkat seiring banyak bermunculan masalah skandal keuangan di
lingkungan bisnis. Konsep GCG telah banyak dikemukakan oleh banyak
ahli dan badan sebagai alat control dan pengawasan terhadap kinerja
manajemen.
Definisi GCG menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara
Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 adalah suatu proses atau struktur yang
digunakan oleh BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam
jangka waktu panjang dan tetap memperhatikan kepentingan
stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan
nilai-nilai etika. Sehubungan dengan tidak berlakunya Keputusan
Menteri Negara BUMN tersebut yang selama ini digunakan sebagai
dasar penerapan GCG, yaitu Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor:
Kep117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang Penerapan Praktik
GCG pada Badan Usaha Milik Negara karena digantikan dengan
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01
/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good
Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara (tanggal 1
Agustus 2011), maka definisi GCG berubah menjadi prinsip-prinsip
yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan
berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha.
Menurut Muh. Arief Effendi (2009) dalam bukunya The Power of
Good Corporate Governance, pengertian GCG adalah suatu sistem
pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama
mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya
melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi
pemegang saham dalam jangka panjang.
Definisi GCG yang dikemukakan diatas berbeda namun memiliki
maksud yang sama. Dari definisi diatas dapat disimpulkan GCG adalah
sistem atau seperangkat peraturan yang mengatur, mengelola dan
mengawasi hubungan antara para pengelola perusahaan dengan
stakeholders disuatu perusahaan. GCG tidak hanya sebagai alat
pengatur dan pengendali saja namun juga sebagai nilai tambah bagi
suatu perusahaan.II.1.3 Teori GCG
II.1.3.1 Teori Agensi (Agency Theory)Konsep GCG timbul berkaitan
dengan principal-agency theory, yaitu untuk menghindari konflik
antara principal dan agent-nya (www.bpkp.go.id, 2012). Konflik
muncul karena perbedaan kepentingan tersebut haruslah dikelola
dengan baik sehingga tidak menimbulkan kerugian pada para pihak.
Teori agensi menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang
saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga ahli
(agent) yang lebih mengerti dalam menjalankan pengelolaan
perusahaan (Sutedi, 2011). Pemisahan dalam pengelolaan perusahaan
dari pemiliknya ditujukan agar pemilik perusahaan memperoleh
keuntungan yang maksimal dengan biaya yang seefisien mungkin. Tugas
para agent adalah menjaga kepentingan perusahaan dan menjalankan
manajemen perusahaan sesuai fungsi yang telah ditetapkan. Dengan
kata lain agent adalah perantara para pemegang saham dalam
menjalankan pengelolaan perusahaan, sementara para pemegang saham
hanya mengawasi kinerja para agent-nya dan memastikan bahwa para
agent bekerja sesuai dengan fungsi, tugasnya, dan menjunjung tinggi
kepentingan perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.
Kinerja manajemen dapat dilihat dari keberhasilannya dalam
memaksimalkan laba perusahaan yang berpengaruh terhadap
keberlangsungan hidup perusahaan.
Keleluasaan manajemen dalam mengelola dana guna mencapai hasil
yang maksimal bagi perusahaan bisa mengarah pada memaksimalkan
tambahan ekonomis bagi kepentingan pribadi (kepentingan para agent
) dengan beban dan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan,
sehingga dalam menyajikan laporan atas penggunaan dan pengelolaan
dana oleh para agent tidak melaporkan informasi keuangan perusahaan
sesuai dengan yang sebenarnya (Ernawan, 2011). Dengan kata lain,
para agent merekayasa laporan keuangan perusahaan guna menghindari
resiko ditemukannya fraud yang dilakukan. Disamping itu, kinerja
manajemen yang diukur dari keberhasilannya dalam memaksimalkan laba
perusahaan, mendorong para agent untuk melakukan earnings
management dalam penyusunan laporan keuangan, dimana agent
merekayasa laba perusahaan agar kinerja dalam mengelola perusahaan
dinilai baik oleh para pemegang saham.
Teori agensi tersebut mendorong munculnya konsep GCG dalam
pengelola bisnis perusahaan, dimana GCG diharapkan dapat
meminimumkan hal-hal tersebut melalui pengawasan terhadap kinerja
para agent. GCG memberikan jaminan kepada para pemegang saham bahwa
dana yang diinvestasikan dikelola dengan baik dan para agent
bekerja sesuai dengan fungsi, tanggung jawab dan untuk kepentingan
perusahaan.II.1.3.2 Teori Stakeholders
Pengertian stakeholders atau para pemangku kepentingan menurut
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01
/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good
Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik adalah pihak-pihak
yang berkepentingan dengan perusahaan (BUMN) karena mempunyai
hubungan hukum dengan perusahaan (BUMN). Perusahaan tidak hanya
memandang bahwa stakeholders adalah investor dan kreditor saja,
melainkan antara lain pemerintah, pelanggan, pemasok, karyawan
(tenaga kerja), masyarakat dan lingkungan.
Pemerintah dapat dikatakan sebagai stakeholders bagi perusahaan
karena pemerintah mempunyai kepentingan atas aktivitas perusahaan
dan keberadaan perusahaan sebagai salah satu elemen sistem sosial
dalam sebuah negara. Oleh kerena itu perusahaan tidak bisa
mengabaikan peran pemerintah dalam menjalankan pengelolaan bisnis
(Sarwako, 2003). Terdapatnya birokrasi yang mengatur jalannya
perusahaan dalam sebuah negara yang harus ditaati oleh perusahaan
melalui kepatuhan terhadap peraturan pemerintah menjadikan
terciptanya sebuah hubungan yang baik antara perusahaan dengan
pemerintah.
Pelanggan dianggap sebagai salah satu stakeholders dari suatu
perusahaan karena pelanggan memberikan kontribusi pendapatan dari
pemakaian produk atau jasa perusahaan. Secara umum pelanggan
menuntut agar produk atau jasa tersebut dapat dipercaya dengan
tingkat harga yang seminimal mungkin, serta menuntut pula adanya
pelayanan yang diberikan oleh produk, garansi yang cocok, riset dan
pengembangan perbaikan produk dan jasa.
Pemasok merupakan salah satu stakeholders dengan tuntutan adanya
sumber usaha yang berkelanjutan, pelaksanaan dari perjanjian kredit
yang tepat waktu, hubungan yang profesional dalam pengontrakan
untuk pembelian dan penerimaan barang dan jasa. Karyawan dianggap
pula sebagai pihak yang mempunyai pengaruh bagi kegiatan
operasional perusahaan. Karyawan mengharapkan perusahaan
menyediakan lingkungan kerja yang dinamis yang memberikan imbalan
yang memuaskan dan yang mendorong untuk pengembangan keahlian,
pengetahuan dan karir. Pihak yang paling penting dalam menjalankan
pengelolaan perusahaan adalah masyarakat dan lingkungan, dimana
perusahaan dituntut dapat memberi pekerjaan yang produktif dan
sehat dalam masyarakat dan tanggungjawab sosial perusahaan terhadap
masyarakat dan lingkungan hidup.Dalam teori ini menunjukkan adanya
peran penting stakeholders dalam perusahaan. Untuk itu perusahaan
harus mampu memberikan kepuasan terhadap stakeholders, dimana
perusahaan dituntut untuk dapat memenuhi semua tuntutan
stakeholders agar dapat mendukung pencapai tujuan perusahaan. Dalam
tesisnya, Sarwako (2003) menyimpulkan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengelola tuntutan stakeholders adalah dengan
menerapkan GCG secara efektif.
II.1.3.3 Stewardship theoryStewardship theory dibangun di atas
asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada
hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung
jawab memiliki, integritas, dan kejujuran terhadap pihak lain.
Inilah yang tersirat dalam tuntutan yang dikehendaki para pemegang
saham. Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen
sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi
kepentingan publik pada umumnya maupun shareholders pada
khususnya.II.1.4 Prinsip-Prinsip GCG
Menurut KNKG, Prinsip-prinsip GCG adalah sebagai berikut:1.
Transparansi (Transparency)Dalam prinsip ini, perusahaan dituntut
mampu menyediakan informasi yang penting atau materiil dan relevan
secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, comparable dan mudah
diakses dan dipahami oleh stakeholders karena keyakinan dan
kepercayaan stakeholders terhadap perusahaan tergantung pada
pengungkapan informasi tersebut. Untuk itu, perusahaan hendaknya
menggunakan prinsip-prinsip akuntansi dan audit yang lazim
digunakan dan dapat diterima secara luas dalam pengungkapan laporan
keuangan. Disamping itu, perusahaan diharapkan mempublikasikan
laporan keuangan dan informasi agar investor mudah dalam mengakses
informasi yang dibutuhkan, sehingga dapat menghindari benturan
kepentingan (conflict of interest). Selain laporan keuangan,
perusahaan harus menyediakan informasi-informasi penting lainnya
dan kebijakan-kebijakan perusahaan kepada stakeholders, khususnya
para pemegang saham. Informasi yang disajikan oleh perusahaan harus
mencerminkan keadaan yang sesungguhnya (transparency), tanpa
rekayasa oleh pihak manapun.2. Akuntabilitas (Accountability)Dalam
prinsip ini, perusahaan diharapkan dapat mempertanggungjawabkan
kinerjanya secara transparan dan wajar. Prinsip ini ditujukan untuk
menghindari agency problem yang muncul karena adanya perbedaan
kepentingan antara Pemegang Saham dan Direksi. Usaha yang dilakukan
perusahaan untuk menjalankan prinsip ini antara lain dengan
memisahkan secara jelas fungsi, hak, wewenang dan tanggungjawab
masing-masing organ perusahaan, dan memastikan setiap organ
perusahaan mampu melaksanakan fungsinya sesuai dengan anggaran
dasar, etika bisnis dan pedoman perilaku perusahaan.
Untuk meyakinkan bahwa tidak adanya penyimpangan fungsi, hak dan
wewenang, maka dibentuk suatu sistem pengendalian internal (SPI)
yang efektif dalam pelaksanaan pengelolaan perusahaan. Disamping
itu perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran
perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta
memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment
system) untuk mendorong semua organ perusahaan melaksanakan tugas
dan kewajiban dengan penuh tanggungjawab.3. Responsibilitas
(responsibility)Dalam prinsip ini, perusahaan diharapkan patuh
terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, termasuk yang berkaitan
dengan pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup,
kesehatan dan keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan
yang sehat. Mengingat dalam menjalankan operasinya perusahaan
seringkali menghasilkan dampak yang negatif yang harus ditanggung
masyarakat, untuk ini tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat
sangat diperlukan. Perusahaan juga diharapkan membantu peran
pemerintah dalam mengurangi terjadinya kesenjangan pendapatan dan
kesempatan kerja yang terjadi pada segmen masyarakat yang belum
mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar. Dengan perusahaan
mematuhi hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan menjalankan
tanggung jawab kepada lingkungan dan masyarakat maka kesinambungan
usaha dalam jangka panjang akan terwujud dan perusahaan mendapatkan
penghargaan sebagai Good Corporate Citizen.4. Independensi
(Independency)Dalam hal ini perusahaan dikelola secara independent,
dimana perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak
manapun, tidak dipengaruhi oleh kepentingan tertentu, bebas dari
conflict of interest dan dari segala pengaruh dan tekanan pihak
manapun, sehingga dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan
secara objektif. Dalam hal ini pula, setiap organ perusahaan
dituntut untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan
yang telah ditentukan, tidak mendominasi atau melempar tanggung
jawab satu sama lain sehingga kejelasan tugas dan tanggung jawab
dapat terlihat. Untuk mewujudkan prinsip ini dapat ditempuh dengan
penetapan job description secara jelas dan memastikan setiap organ
telah melakukan tanggung jawabnya dengan baik sesuai apa yang telah
ditentukan.5. Kewajaran dan Kesetaraan (fairness)Dapat dipastikan
semua investor pasti membutuhkan jaminan bahwa setiap asset atau
capital yang mereka tanamkan dikelola secara aman. Untuk itu
perusahaan dituntut untuk memberikan perlindungan terhadap seluruh
kepentingan pemegang saham secara fair, termasuk kepada pemegang
saham minoritas. Perlindungan tersebut termasuk perlindungan
terhadap kemungkinan terjadinya praktek korporasi yang merugikan
seperti fraud, insider trading dan lain sebagainya. Untuk
mewujudkan prinsip ini, dapat ditempuh dengan cara sebagai
berikut:
a. Dalam pengambilan keputusan, perusahaan melibatkan para
pemangku kepentingan untuk memberikan kesempatan menyampaikan
saran, masukan serta pendapat.
b. Membuat peraturan untuk melindungi kepentingan saham
minoritas dalam perusahaan.
c. Menetapkan secara jelas peran, fungsi dan tanggung jawab
semua organ perusahaan.
d. Menyampaikan informasi penting secara terbuka dan secara
wajar.
e. Memberikan perlakuan yang sama dalam penerimaan karyawan,
berkarir dan melaksanakan tugasnya secara professional.II.1.5
Faktor Keberhasilan Penerapan GCGMenurut KNKG (2009), keberhasilan
pelaksanaan GCG pada perusahaan ditentukan oleh beberapa faktor,
antara lain:1. Komitmen dari organ perusahaan yang dilandasi oleh
itikad baik untuk menerapkan GCG secara sistematis, konsisten dan
berkelanjutan.2. Penciptaan sistem pelaksanaan GCG di semua lapisan
serta melakukan deseminasi dan sosialisasi secara sistematis,
konsisten dan berkelanjutan dengan mengikutsertakan semua pihak
yang ada dalam perusahaan dan pemangku kepentingan lainnya.3.
Penyesuaian peraturan dan kebijakan perusahaan dengan sistem
pelaksanaan GCG.4. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab seluruh
jajaran perusahaan yang mengacu pada pedoman perilaku (code of
conduct).5. Dukungan dari pihak stakeholders.6. Evaluasi
pelaksanaan GCG yang dilakukan berkala oleh perusahaan sendiri
maupun dengan menunjuk pihak lain yang kompeten dan
independen.II.1.6 Tujuan dan Manfaat Penerapan Prinsip-Prinsip
GCGMengacu pada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
Nomor : PER-01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan
yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik
Negara, maka dapat diketahui tujuan dari penerapan prinsip-prinsip
GCG antara lain:1. Penerapan prinsip-prinsip GCG untuk
memaksimalkan nilai BUMN agar BUMN memiliki daya saing yang kuat
baik secara nasional maupun internasional, sehingga tujuan BUMN
dapat dicapai.2. Agar BUMN dalam menjalankan usahanya dapat
dijalankan secara professional, transparant, efisien, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ-organ
perusahaan.3. Agar setiap keputusan yang diambil dilandasi oleh
nilai moral dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta
memperhatikan kepentingan-kepentingan para stakeholder (melindungi
hak stakeholders).4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam
perekonomian nasional.5. Meningkatkan iklim investasi
nasional.II.1.7 Organ PerseroMenurut Peraturan Menteri Negara Badan
Usaha Milik Negara Nomor: PER-01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata
Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan
Usaha Milik Negara, organ persero terdiri dari Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS), Dewan Pengawas, dan Direksi.II.1.7.1 Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UUPT) pasal 75 sampai dengan pasal 91,
RUPS merupakan sebuah forum dimana para Pemegang Saham memiliki
kewenangan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai
perusahaan, baik dari Direksi maupun Dewan Komisaris.
Informasi-informasi itu merupakan landasan bagi RUPS untuk
menentukan kebijakan dan langkah strategis perusahaan dalam
mengambil keputusan sebagai sebuah badan hukum. Dalam forum RUPS,
mekanisme penyampaian keterangan dan keputusan itu disusun secara
teratur dan sistematis sesuai agendanya. Dalam forum RUPS, para
peserta tidak dapat memberikan keterangan dan keputusan diluar
agenda rapat, kecuali RUPS itu dihadiri oleh semua Pemegang Saham
dan mereka menyetujui penambahan agenda rapat itu dengan suara
bulat.
RUPS menetapkan Indikator Pencapaian Kinerja (Key Performance
Indicators) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas berdasarkan usulan dari
Dewan Komisaris/Dewan Pengawas yang bersangkutan. Selanjutnya Dewan
Komisaris/ Dewan Pengawas wajib menyampaikan laporan triwulanan
perkembangan realisasi Indikator Pencapaian Kinerja kepada para
Pemegang Saham/Menteri.
Sebagai sebuah forum, pada prinsipnya RUPS harus diselenggarakan
di Indonesia. Penyelenggaraan itu dilakukan di tempat kedudukan
perusahaan atau di tempat perusahaan melakukan kegiatan
operasional. Selain di tempat perusahaan, RUPS juga dapat
diselenggarakan melalui media elektronik, misalnya media
telekonferensi atau video konferensi. Semua peserta RUPS yang
diselenggarakan dengan media elektronik harus bisa saling melihat
dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi di dalam rapat.
Meskipun sifatnya telekonferensi, RUPS itu juga harus dibuatkan
risalah rapatnya dan ditandatangani oleh semua peserta rapat.Jenis
RUPS dapat terdiri dari :
a. RUPS Tahunan adalah RUPS yang wajib diselenggarakan Direksi
minimal 6 bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir. Dalam RUPS
Tahunan, Direksi mengajukan semua dokumen dari Laporan Tahunan
Perseroan.
b. RUPS Lainnya adalah RUPS yang dapat diadakan setiap waktu
berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan Perusahaan.
Pemegang Saham dapat mengambil keputusan di luar RUPS, dengan
syarat semua Pemegang Saham dengan hak suara menyetujui secara
tertulis dengan menandatangani keputusan yang dimaksud. Keputusan
Pemegang Saham ini mempunyai kekuatan hukum mengikat yang sama
dengan keputusan RUPS secara fisik. Keputusan Pemegang Saham di
luar RUPS dapat dilakukan dalam bentuk surat keputusan atau surat
biasa, yang keduanya mempunyai kekuatan mengikat sebagai Keputusan
RUPS/Menteri.
Menurut Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor
: PER-01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang
Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara,
hak-hak Pemegang Saham antara lain:
1. Mendapatkan perlakuan yang sama (setara) antar Pemegang
Saham.
2. Menghadiri dan mempunyai hak mengemukakan pendapat dalam
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
3. Mendapatkan informasi-informasi yang penting berkaitan dengan
BUMN secara tepat waktu, terukur dan teratur. Informasi tersebut
antara lain :
a. Panggilan untuk RUPS.
b. Informasi laporan metode perhitungan, penentuan serta rincian
atas gaji, honorarium, fasilitas, tunjangan.
c. Informasi mengenai Rencana Kerja Perusahaan dan Anggaran
Perusahaan.
d. Informasi keuangan perusahaan.
e. Informasi yang berkaitan dengan agenda RUPS yang diberikan
sebelum dan atau pada saat RUPS berlangsung.
4. Menerima deviden sesuai dengan komposisi modal yang
ditanamkan.
5. Menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.II.1.7.2 Dewan
Komisaris ( Dewan Pengawas)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UUPT) Pasal 1, definisi Dewan Komisaris
(Dewan Pengawas) adalah organ perusahaan yang menjalankan tugas
pengawasan secara umum dan/ atau khusus sesuai dengan anggaran
dasar yang telah ditetapkan perusahaan serta memberikan nasihat
kepada Direksi.
Dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor:
PER-01 /MBU/2011 pasal 12, diatur mengenai fungsi Dewan Komisaris,
antara lain:
1. Mengawasi kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada BUMN
dan memberikan nasihat kepada Direksi.
2. Menjalankan tugasnya dengan menjunjung tinggi kepentingan
BUMN.
3. Membuat pembagian tugas yang diatur oleh mereka sendiri.
4. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan Dewan Komisaris
yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari RKAP.
5. Memantau dan memastikan implementasi GCG dilakukan secara
efektif dan berkelanjutan.6. Memastikan bahwa dalam Laporan Tahunan
BUMN telah memuat informasi mengenai identitas, pekerjaan-pekerjaan
utamanya, jabatan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas di perusahaan
lain, termasuk rapat-rapat yang dilakukan dalam satu tahun buku
(rapat internal maupun rapat gabungan dengan Direksi), serta
honorarium, fasilitas, dan/atau tunjangan lain yang diterima dari
BUMN yang bersangkutan.II.1.7.3Dewan Direksi (Board Of
Director/BOD)
Tugas dan fungsi utama Dewan Direksi menjalankan dan
melaksanakan pengurusan Perseroan. Jadi Perseroan diurus, dikelola
dan di-manage oleh Direksi (Harahap, 2009). Dari penjelasan
tersebut dapat disimpulkan tugas pokok Dewan Direksi adalah:1.
Bertanggungjawab penuh atas kepengurusan perusahaan.
2. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan maksud, tujuan perusahaan
dan demi kepentingan perusahaan.
3. Mewakili perusahaan baik didalam maupun diluar pengadilan
sesuai dengan ketentuan anggara dasar perusahaan.II.1.8 Komite
Penunjang Dewan KomisarisUntuk membantu Komisaris dalam menjalankan
tugasnya sesuai dengan anggaran dasar yang telah ditetapkan, maka
Komisaris dapat meminta saran, nasihat, pendapat pihak ketiga atau
membentuk komite khusus. Komite tersebut antara lain:1. Komite
audit
Komite Audit dibentuk untuk membantu dewan komisaris dalam
melaksanakan tugasnya. Ketua Komite Audit bertanggungjawab penuh
kepada Dewan Komisaris dalam bentuk laporan berkala .Menurut KNKG
(2006), komite audit membantu dewan komisaris untuk memastikan:a.
Laporan keuangan perusahaan telah disajikan secara wajar dan
transparan.b. Dalam melaksanakan audit (eksternal maupun internal)
telah dilaksanakan sesuai standar audit yang berlaku.c.
Pengendalian perusahaan telah dilaksanakan dengan maksimal.d.
Memastikan bahwa perusahaan telah melaksanakan tata kelola
perusahaan sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang
berlaku.e. Menindaklanjuti temuan audit yang dilakukan oleh
manajemen.2. Komite Nominasi
Komite Nominasi bertugas menyusun kriteria pemilihan dan
penilaian kinerja Komisaris dan Direksi (Effendi, 2009). Tanggung
jawab Komite Nominasi mencakup :a. Pengkajian kompetensi calon
Anggota Direksi dan Komisaris untuk posisi yang dimaksud.b.
Pengkajian rencana suksesi.c. Evaluasi kinerja Komisaris dan
Direksi.d. Pengusulan, menilai, dan memberikan rekomendasi atas
calon-calon Direksi dan komisaris BUMN.3. Komite Remunerasi
Komite ini bertugas membantu Komisaris dalam menentukan jumlah
kompensasi bagi Direksi dan dalam mengevaluasi mekanisme dalam
pelaksanaannya (Effendi, 2009). Tanggung jawab Komite Remunerasi
antara lain:
a. Menyusun kebijakan penggajian, insentif Direksi dan
Komisaris.b. Memastikan jumlah dan komposisi yang layak dan wajar
dari remunerasi di perusahaan.4. Komite Manajemen Risiko
Menurut Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor
:PER-01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik
(Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, dalam
setiap mengambil tindakan dan keputusan, direksi harus
mempertimbangkan risiko yang akan dihadapi. Atas hal tersebut
Direksi wajib melaksanakan program manajemen risiko korporasi
secara terpadu yang merupakan bagian dari pelaksanaan program GCG.
Pelaksanaan program manajemen risiko dapat dilakukan dengan
membentuk unit kerja tersendiri yang ada di bawah Direksi atau
memberi penugasan kepada unit kerja yang ada dan relevan untuk
menjalankan fungsi manajemen risiko.
Kewenangan dan tanggung jawab Komite Manajeman Risiko antara
lain :
1. Memberikan saran, masukan dalam penyusunan kebijakan,
strategi, dan pedoman manajeman risiko dan menerapkannya.2.
Mensosialisasikan kebijakan, strategi, dan pedoman manajeman risiko
keseluruh stakeholders.3. Melakukan evaluasi atas kebijakan,
strategi dan pedoman manajemen risiko.
II.1.9 Sekretaris PerusahaanSekretaris Perusahaan merupakan
elemen penting dalam perusahaan yang mendukung keberhasilan
implementasi GCG. hal tersebut disebabkan Sekretaris Perusahaan
merupakan pihak penting bagi perusahaan dalam berhadapan dengan
pihak ketiga (Effendi, 2009). Dalam hal ini, Sekretaris Perusahaan
mempunyai kewajiban untuk menyampaikan informasi secara terbuka
yang berkaitan dengan perusahaan kepada stakeholders. Sekretaris
Perusahaan diangkat dengan kualifikasi profesionalisme yang
memadahi dan diberhentikan oleh Direktur Utama berdasarkan
mekanisme internal perusahaan dengan persetujuan Dewan Komisaris.
Kinerja Sekretaris Perusahaan diawasi dan dievaluasi oleh Dewan
Direksi.
Mengacu pada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
Nomor : PER-01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan
yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik
Negara, fungsi sekretaris perusahaan adalah:
1. Memastikan BUMN dalam menjalankan usahanya sesuai dengan
prinsip-prinsip GCG.
2. Memberikan informasi kepada Dewan Komisaris dan Dewan Direksi
apabila dibutuhkan.
3. Sebagai penghubung antara perusahaan dan pemangku
kepentingan
4. Menatausahakan serta menyimpan dokumen perusahaan.II.1.10
Sistem Pengendalian Internal (SPI)Direksi wajib menyelenggarakan
pengawasan intern yang salah satu caranya dilakukan dengan
membentuk Satuan Pengawas Internal (SPI) yang dipimpin oleh seorang
kepala yang diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama
berdasarkan mekanisme internal perusahaan dengan persetujuan Dewan
Komisaris. Fungsi pengawas internal antara lain:a. Evaluasi atas
efektifitas pelaksanaan pengendalian intern, manajemen risiko, dan
proses tata kelola perusahaan, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan kebijakan perusahaan.
b. Pemeriksaan dan penilaian atas efisiensi dan efektifitas di
bidang keuangan, operasional, sumber daya manusia, teknologi
informasi, dan kegiatan lainnya;
Sistem pengendalian internal (internal control) merupakan salah
satu bentuk implementasi pelaksanaan GCG (Effendi, 2009).
Implementasi sistem pengendalian dalam perusahaan dapat menghindari
timbulnya fraud di lingkungan perusahaan. Pengendalian intern yang
efektif berguna untuk menjaga asset perusahaan dari tindakan
pencurian, penyalahgunaan, maupun KKN.
II.1.11 Pengukuran Terhadap Pelaksanaan GCG
Dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor:
PER-01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik
(Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara,
mewajibkan BUMN melakukan pengukuran terhadap penerapan GCG.
Pengukuran tersebut dapat dilakukan dengan:1. Penilaian
(assessment)Penilaian (assessment) adalah program untuk
mengidentifikasikan implementasi GCG pada BUMN melalui pengukuran
pelaksanaan dan penerapan GCG di BUMN yang dilaksanakan secara
berkala setiap 2 (dua) tahun. Sebelum melakukan penilaian didahului
dengan mensosialisasikan GCG pada semua lapisan BUMN. Penilaian
dilakukan oleh penilai (assessor) independen yang ditunjuk oleh
Dewan Komisaris melalui proses dan ketentuaan yang berlaku.
Penilaian juga dapat dilakukan dengan menggunakan jasa Instansi
Pemerintah yang berkompenten di bidang GCG, yang ditunjuk oleh
Direksi secara langsung. Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan
menggunakan indikator yang ditetapkan oleh Sekretaris Kementerian
BUMN.Sebelum melaksanakan penelitian, penilai menandatangani
perjanjian kerja dengan Direksi BUMN yang terkait. Perjanjian
tersebut mengatur tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing
pihak, termasuk jangka waktu dan biaya pelaksanaan. Hasil penilaian
dilaporkan kepada RUPS/ Menteri bersamaan dengan penyampaian
Laporan Tahunan.2. Evaluasi (review)Evaluasi (review) adalah
program untuk menggambarkan tindak lanjut pelaksanaan dan penerapan
GCG di BUMN yang dilakukan pada tahun berikutnya setelah penilaian,
yang mencakup evaluasi terhadap hasil penilaian dan tindak lanjut
atas perbaikan. Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh BUMN itu
sendiri (self assessment). Dalam pelaksanaan evaluasi dapat dibantu
oleh penilai independen atau Jasa Instansi Pemerintah yang
berkompeten, tetapi penilai independen atau Jasa Instansi
Pemerintah tidak dapat menjadi penilai pada tahun berikutnya.
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan indikator yang ditetapkan
Sekretaris Kementerian BUMN. Hasil evaluasi dilaporkan kepada RUPS/
Menteri bersamaan dengan penyampaian Laporan Tahunan.II.1.12
Peraturan Nasional Yang Terkait Dengan Implementasi GCG di
Indonesia
II.1.12.1 Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UUPT)Pemerintah mengesahkan peraturan yang mengatur
mengenai Perseroan Terbatas yaitu Undang-undang No. 40 Tahun 2007
untuk menggantikan UU Perseroan Terbatas No. 1 Tahun 1995. Tujuan
pembaruan undang-undang tersebut adalah untuk mendukung
implementasi GCG. Prinsip GCG mengacu pada Undang-Undang No. 40
Tahun 2007. Dalam Undang-undang No 40 Tahun 2007 prinsip-prinsip
GCG harus mencerminkan pada hal-hal sebagai berikut :1.
Transparansi
Yaitu keterbukaan yang diwajibkan oleh undang-undang seperti
dilakukan oleh perusahaan menyangkut masalah keterbukaan informasi
ataupun dalam hal penerapan manajemen keterbukaan, informasi
kepemilikan Perseroan yang akurat, jelas dan tepat waktu baik
kepada para pemangku kepentingan.
2. Akuntabilitas
Adanya keterbukaan informasi dalam bidang finansial dalam hal
ini ada dua pengendalian yang dilakukan oleh Direksi dan Komisaris.
Direksi menjalankan operasional perusahaan, sedangkan Komisaris
melakukan pengawasan terhadap jalannya perusahaan oleh Direksi,
termasuk pengawasan keuangan. Sehingga adanya jaminan tersedianya
mekanisme, peran dan tanggung jawab jajaran manajemen yang
profesional atas semua keputusan dan kebijakan yang diambil
sehubungan dengan aktivitas operasional Perseroan.
3. Responsibilitas
Pertanggung jawaban perseroan kepada stakeholders dengan tidak
merugikan kepentingan stakeholders. Yang ditekankan dalam
undang-undang ini Perseroan haruslah berpegang pada hukum yang
berlaku.4. Keadilan
Prinsip keadilan menjamin bahwa setiap keputusan dan kebijakan
yang diambil adalah demi kepentingan seluruh pihak yang
berkepetingan. Selain itu prinsip keadilan ini tercermin dalam
Pasal 53 ayat 2 Setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan
kepada pemegangnya hak yang sama. Pasal ini menunjukkan unsur
fairness (non diskriminatif) antar Pemegang Saham dalam klasifikasi
yang sama untuk memperoleh hak-haknya, seperti hak untuk
mengusulkan dilaksanakannya RUPS, hak untuk mengusulkan agenda
tertentu dalam RUPS dan lain-lain.II.1.12.2 Peraturan Menteri
Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01 /MBU/2011.Penerapan
tata kelola perusahaan pada BUMN di Indonesia terus ditingkatkan
mengingat adanya pembaruan hukum di bidang perseroan terbatas dan
BUMN, serta memperhatikan perkembangan dunia usaha yang semakin
dinamis dan kompetitif. Peningkatan itu dapat dilihat dari adanya
pembaruan Peraturan Menteri BUMN mengenai tata kelola perusahaan,
dimana dikeluarkannya Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik
Negara Nomor:PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) menggantikan Keputusan Menteri BUMN
Nomor:KEP-117/M-MBU/2002 tentang penerapan praktek Good Corporate
Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam pembaruan
peraturan menteri tersebut ada beberapa hal yang mengalami
perubahan materi secara keseluruhan maupun penyempurnaan materi,
Penambahan materi yang sebelumnya tidak tercantum dalam
Kep-117/M-MBU/2002, dan Penghapusan materi yang sebelumnya
tercantum dalam Kep-117/M-MBU/2002. (Selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran II )II.1.12.3 Pedoman Umum GCG di Indonesia oleh
KNKG
Pedoman Umum GCG di Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite
Nasional Kebijakan Governance (KNKG), merupakan acuan bagi semua
perusahaan di Indonesia dalam melaksanakan penerapan implementasi
GCG dalam menjalankan pengelolaan perusahaan. Pedoman KNKG tersebut
adalah :1. Penciptaan situasi kondusif untuk melaksanakan GCG
Dalam bagian ini memaparkan bahwa penerapan GCG perlu didukung
oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan
perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar,
dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha.
2. Asaz GCG
Dalam bagian ini menegaskan bahwa setiap perusahaan harus
memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan
di semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan
kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha
(sustainability) perusahaan dengan memperhatikan para pemangku
kepentingan (stakeholders).
3. Etika bisnis dan pedoman perilaku.
Dalam bagian ini menjelaskan bahwa pedoman perilaku yang dapat
menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam
menerapkan nilai-nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi
bagian dari budaya perusahaan.4. Organ perusahaan
Dalam bagian ini menjelaskan bahwa organ perusahaan harus
menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atas
dasar prinsip bahwa masing-masing organ mempunyai independensi
dalam melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya semata-mata
untuk kepentingan perusahaan.5. Pemegang SahamDalam bagian ini
memaparkan tentang hak dan kewajiban pemegang saham serta tanggung
jawab perusahaan terhadap hak dan tanggung jawab pemegang
saham.
6. Pemangku kepentinganDalam bagian ini dijelaskan bahwa
pemangku kepentingan (selain pemegang saham) adalah mereka yang
memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan mereka yang
terpengaruh secara langsung oleh keputusan strategis dan
operasional perusahaan, yang antara lain terdiri dari karyawan,
mitra bisnis, dan masyarakat terutama sekitar tempat usaha
perusahaan. Antara perusahaan dengan pemangku kepentingan harus
terjalin hubungan yang sesuai dengan asas kewajaran dan kesetaraan
(fairness) berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi masing-masing
pihak.
7. Pernyataan tentang pedoman penerapan GCG.
Setiap perusahaan harus membuat pernyataan tentang kesesuaian
penerapan GCG dengan pedoman GCG ini dalam Laporan Tahunannya.
Pernyataan tersebut harus disertai laporan tentang struktur dan
mekanisme kerja organ perusahaan serta informasi penting lain yang
berkaitan dengan penerapan GCG. Dengan demikian, Pemegang Saham dan
pemangku kepentingan lainnya, termasuk regulator, dapat menilai
sejauh mana Pedoman GCG pada perusahaan tersebut telah
diterapkan.
8. Pedoman praktis penerapan GCG
Dalam bagian ini menyatakan bahwa perusahaan wajib membuat
pedoman pelaksanaan GCGII.1.13 Penelitian TerdahuluII.1.13.1
Penelitian Fenny Wijaya berjudul (2007) EVALUASI PENERAPAN
PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PT ASTRA
INTERNASIONAL TBK
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran seberapa jauh
penerapan GCG dan kualitas tata kelola perusahaan pada PT Astra
Internasional Tbk. Penelitian ini menggunakan teknik evaluasi GCG
berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas (UUPT), Lampiran Keputusan Badan Pengawas Pasar Modal, dan
Code for Good Corporate Governance yang disusun oleh Komite
Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Pembahasan dalam skripsi ini
merupakan evaluasi penerapan prinsip-prinsip GCG yang dicerminkan
melalui 5 aspek yaitu: hak-hak pemegang saham, kebijakan corporate
governance, praktik corporate governance, pengungkapan
(disclosure), dan audit. Hasil evaluasi penerapan GCG yang
dilakukan perusahaan, kemudian akan digunakan untuk mengetahui dan
menilai kualitas tata kelola perusahaan yang menjadi objek
penelitian. Metode penelitian yang dilakukan adalah studi
kepustakaan dan studi lapangan melalui kuesioner. Melalui kuesioner
tersebut, penulis memperoleh gambaran seberapa jauh penerapan GCG
di PT Astra Internasional Tbk .Hasil dari penelitian adalah
penerapan GCG pada PT Astra Internasional Tbk telah
disosialisasikan, dilaksanakan, di-review pelaksanaannya, dan
secara konsisten terus ditingkatkan implementasinya. Pada dasarnya
penerapan GCG yang dilakukan PT Astra Internasional Tbk sudah baik,
tetapi masih ada kekurangan yang perlu diperbaiki dalam hal isi
dari website, kurangnya pengungkapan atas resiko, dan tidak adanya
komite GCG. Saran atas kekurangan dalam penerapan GCG diperbaiki
dengan menambah isi dan memaksimalkan fungsi dari website
perusahaan, membuat pengungkapan resiko usaha perusahaan,
meningkatkan penerapan prinsip-prinsip GCG, dan membentuk komite
GCG.II.1.13.2Penelitian Cheesy Sundae Fluff (2007) berjudul
EVALUASI PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA
PT KRAKATAU STEEL (PERSERO)
Penelitian yang dilakukan pada PT Krakatau Steel (Persero) yaitu
mengevaluasi penerapan prinsip-prinsip GCG apakah telah sesuai
dengan peraturan dan atau pedoman yang berlaku atau belum. Metode
penelitian yang dilakukan meliputi penelitian lapangan dan
penelitian kepustakaan. Penelitian lapangan dilakukan dengan
meminta data yang berhubungan dengan corporate governance,
melakukan wawancara serta membagikan kuesioner. Sedangkan
penelitian kepustakaan dilakukan dengan membandingkan implementasi
prinsip corporate governance pada perusahaan dengan teori dan
peraturan yang berlaku.Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT
Krakatau Steel (Persero) sudah memiliki divisi khusus yang
menangani masalah GCG. Tetapi dalam prakteknya, PT Krakatau Steel
(Persero) belum sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip tersebut ke
dalam tubuh perusahaan. Belum optimalnya kinerja para Direksi dan
Komisaris dalam mendukung terciptanya GCG menjadi salah satu
penyebabnya. Sosialisasi yang kurang tentang penerapan GCG juga
dapat mengakibatkan kurang pedulinya karyawan terhadap praktek GCG.
Pemilihan dan pengangkatan Komite Audit telah dilakukan sesuai
dengan Komite Audit charter yang ada. Dalam pelaksanaan tugasnya,
Komite Audit berhubungan dengan SPI, sedangkan SPI harus
bertanggung jawab serta patuh terhadap Direksi. Hal tersebut dapat
menyebabkan ketidakbebasan SPI dalam melakukan pengawasan.
Pemilihan dan penunjukan KAP (Kantor Akuntan Publik) diusulkan oleh
Dewan Komisaris dan diputuskan serta disetujui melalui RUPS.
Berdasarkan hasil penelitian, PT Krakatau Steel (Persero) belum
optimal dalam menerapkan prinsip GCG. Langkah yang dapat dilakukan
yaitu, sebaiknya dilakukan koordinasi yang baik antara Direksi dan
Komisaris dalam mendukung terciptanya good corporate governance
yang baik. Sosialisasi mengenai pedoman dan pelaksanaan GCG
seharusnya dilakukan sampai ke level bawah. Terkait dengan
kemandirian fungsi SPI, Komite Audit akan meningkatkan dan
memperbaiki kerja sama yang saling menguntungkan dengan SPI dan
manajemen eksekutif.II.1.13.3Penelitian Haris Sarwako (2003)
berjudul EVALUASI PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE
GOVERNANCE PADA PT ANEKA TAMBANG Tbk.Penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan, mengevaluasi, serta menganalisis kendala-kendala
penerapan prinsip-prinsip GCG pada PT Aneka Tambang Tbk. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode penelitian diskriptif
kualitatif, dengan metode pengumpulan data menggunakan kuesioner
dan wawancara. Responden dari penelitian tersebut adalah pemegang
saham dan manajemen PT Aneka Tambang Tbk yang memahami tentang
GCG.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa prinsip-prinsip GCG dalam
PT Aneka Tambang Tbk belum berjalan dengan semestinya. Hal tersebut
tercermin dengan belum adanya pedoman corporate governance, code of
conduct secara tertulis, komisaris independen hanya terdiri dari
satu orang dan ditunjuk oleh Mentri Negara BUMN, belum ada Komite
nominasi, Komite kompensasi, kepatuhan dan manajemen resiko,
mekanisme market of corporate control belum berjalan.
Kendala-kendala yang dihadapi PT Aneka Tambang Tbk adalah penentuan
keputusan perusahaan yang masih ada di tangan para pemegang saham
mayoritas yaitu Pemerintah RI, sehingga proses GCG belum berjalan
dengan maksimal.
Dalam penelitian ini, penulis menyarankan agar perusahaan dapat
menerapkan prinsip-prinsip GCG dengan baik, dengan menyusun pedoman
GCG secara tertulis, Code of Conduct, membentuk komisaris
independen yang dipilih oleh bukan pemilik saham pengendali agar
terciptanya kesamaan hak bagi para pemegang saham.Tabel II.1
Penelitian Terdahulu
Nama peneliti
(tahun penelitian)Pertanyaan risetMetode PenelitianHasil
penelitian
Fenny Wijaya (2007)1. Bagaimana gambaran penerapan GCG pada PT
Astra Internasional Tbk ?
2. Bagaimana kualitas tata kelola perusahaan PT Astra Tbk ?1.
Penelitian explanatory dengan pendekatan case study.2. Data
diperoleh dengan: Studi kepustakaan dan studi lapangan.1. Penerapan
GCG pada PT Astra Internasional Tbk telah disosialisasikan,
dilaksanakan, di-review pelaksanaannya, dan secara konsisten terus
ditingkatkan implementasinya.
2. Kekurangan dalam penerapan GCG yang perlu diperbaiki dalam
hal isi dari website.
3. Kurangnya pengungkapan atas risiko oleh perusahaan
4. Tidak adanya komite GCG dalam perusahaan
Cheesy Sundae Fluff (2007)1. Apakah penerapan GCG pada PT
Krakatau Steel (Persero) sesuai dengan kebijakan pemerintah serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan
pengelolaan perusahaan yang baik ?
2. Apakah ada kelemahan dalam penerapan prinsip-prinsip GCG ?1.
Penelitian: explanatory.
2. Metode pengumpulan data: studi lapangan dan studi
kepustakaan.1. PT Krakatau Steel (Persero) belum sepenuhnya
menerapkan prinsip-prinsip GCG ke dalam tubuh perusahaan. 2. Belum
optimalnya kinerja para Direksi dan Komisaris dalam mendukung
terciptanya GCG menjadi salah satu penyebabnya. 3. Sosialisasi yang
kurang tentang penerapan GCG juga dapat mengakibatkan kurang
pedulinya karyawan terhadap praktek GCG. 4. Pemilihan dan
pengangkatan Komite Audit telah dilakukan sesuai dengan Komite
Audit charter yang ada. 5. Dalam pelaksanaan tugasnya, Komite Audit
berhubungan dengan SPI, sedangkan SPI harus bertanggung jawab serta
patuh terhadap direksi. Hal tersebut dapat menyebabkan
ketidakbebasan SPI dalam melakukan pengawasan. 6. Pemilihan dan
penunjukan KAP (Kantor Akuntan Publik) diusulkan oleh Dewan
Komisaris dan diputuskan serta disetujui melalui RUPS.
Haris Sarwako (2003)1. Apakah PT Aneka Tambang (Persero) sudah
menerapkan prinsip-prinsip GCG?
2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi PT Aneka Tambang
(Persero) dalam menerapkan prinsip-prinsip GCG?1. Penelitian
deskriptif analitis.
2. Metode penelitian: studi kepustakaan dan kuesioner 1.
Penerapan prinsip-prinsip GCG dalam PT Aneka Tambang Tbk belum
berjalan dengan semestinya.
2. Belum adanya pedoman corporate governance, code of conduct
secara tertulis.
3. Komisaris independen hanya terdiri dari satu orang dan
ditunjuk oleh Meneg BUMN.
4. Belum ada komite nominasi, komite kompensasi, kepatuhan dan
menejemen resiko.
5. Mekanisme market of corporate control belum berjalan.
6. Kendala-kendala yang dihadapi PT Aneka Tambang Tbk adalah
penentuan keputusan perusahaan yang masih ada di tangan para
pemegang saham mayoritas yaitu Pemerintah RI, sehingga proses GCG
belum berjalan dengan maksimal.
(Disarikan dari berbagai sumber)12
12