2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiasi Radiasi adalah pemancaran atau pengeluaran dan perambatan energi menembus ruang atau sebuah substansi dalam gelombang atau partikel. Partikel radiasi terdiri dari atom atau sub-atom yang mempunyai massa dan bergerak, menyebar dengan kecepatan tinggi menggunakan energi kinetik (Anonimous 2011). Berdasarkan kemampuan dalam ionisasi, radiasi terbagi dalam dua jenis yaitu radiasi ionisasi dan radiasi non-ionisasi. Radiasi ionisasi didefinisikan sebagai suatu radiasi yang memiliki energi yang cukup untuk memindahkan elektron dari molekulnya serta mampu merusak ikatan kimia. Radiasi ionisasi merupakan radiasi elektromagnetik berupa sinar-x dan sinar-ɤ atau partikel sub-atom berupa proton, neutron, dan partikel-α dan β (NCR 2006) (Gambar 1). Menurut Fajardo et al. (2001), radiasi ionisasi dapat merusak keutuhan ikatan molekul dan perubahan partikel atau ion. Konsekuensi proses ini pada tubuh meliputi perubahan kimiawi sel berupa inisiasi kematian sel dan potensi berbahaya lainnya. Gambar 1 Daya tembus radiasi ionisasi (partikel radiasi alpha, beta, gamma, x- ray, dan neutron) (Anonimous 2012). 2.1.1 Sinar- X Radiasi ionisasi sinar-X termasuk dalam golongan radiasi elektromagnetik. Panjang sinar-X 10-0.01 nanometer, frekuensi 30 petahertz–30 exahertz (30 x 10 15 Hz sampai 30 x 10 18 Hz) dan memiliki energi 120 elektron Volt –120 Kiloelektron
20
Embed
2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filemerusak keutuhan ikatan molekul dan perubahan partikel atau ion. Konsekuensi proses ini pada tubuh meliputi perubahan kimiawi sel berupa
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radiasi
Radiasi adalah pemancaran atau pengeluaran dan perambatan energi
menembus ruang atau sebuah substansi dalam gelombang atau partikel. Partikel
radiasi terdiri dari atom atau sub-atom yang mempunyai massa dan bergerak,
menyebar dengan kecepatan tinggi menggunakan energi kinetik (Anonimous
2011). Berdasarkan kemampuan dalam ionisasi, radiasi terbagi dalam dua jenis
yaitu radiasi ionisasi dan radiasi non-ionisasi.
Radiasi ionisasi didefinisikan sebagai suatu radiasi yang memiliki energi
yang cukup untuk memindahkan elektron dari molekulnya serta mampu merusak
ikatan kimia. Radiasi ionisasi merupakan radiasi elektromagnetik berupa sinar-x
dan sinar-ɤ atau partikel sub-atom berupa proton, neutron, dan partikel-α dan β
(NCR 2006) (Gambar 1). Menurut Fajardo et al. (2001), radiasi ionisasi dapat
merusak keutuhan ikatan molekul dan perubahan partikel atau ion. Konsekuensi
proses ini pada tubuh meliputi perubahan kimiawi sel berupa inisiasi kematian sel
dan potensi berbahaya lainnya.
Gambar 1 Daya tembus radiasi ionisasi (partikel radiasi alpha, beta, gamma, x-
ray, dan neutron) (Anonimous 2012).
2.1.1 Sinar- X
Radiasi ionisasi sinar-X termasuk dalam golongan radiasi elektromagnetik.
Panjang sinar-X 10-0.01 nanometer, frekuensi 30 petahertz–30 exahertz (30 x 1015
Hz sampai 30 x 1018
Hz) dan memiliki energi 120 elektron Volt–120 Kiloelektron
5
Volt. Gelombang ini lebih pendek dari panjang gelombang sinar ultra violet
(Thrall 2002).
2.1.2 Pemanfaatan Sinar-X dalam Dunia Medis
Sejak pertama kali sinar-X ditemukan sudah berkembang sangat pesat
sebagai sarana radiodiagnostik untuk menghasilkan gambaran medis. Dunia
kedokteran hewan memanfaatkan sinar-X sejak tahun 1970 di Eropa. Ilmu yang
mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan pemanfaatan energi radiasi
disebut dengan radiologi. Pemanfaatan energi radiasi ini dapat dimanfaatkan
sebagai sarana radiodiagnostik dan radioterapi. Radiografer memanfaatkan sinar-
X untuk menghasilkan gambaran diagnostik yang dapat membantu mendeteksi
berbagai kelainan baik pada jaringan lunak maupun jaringan keras seperti tulang
(Thrall 2002; McCurnin dan Bassert 2006).
RÖntgen merupakan sarana radiodiagnostik yang sudah berkembang
dengan pesat dalam menunjang diagnosa. RÖntgen atau sinar-X menghasilkan
energi radiasi ionisasi yang berbahaya bagi kesehatan. Sejak tahun 2005
pemerintah Amerika Serikat memasukan sinar-X dalam daftar penyebab
terjadinya kanker. Penggunaan sarana radiodiagnostik sinar-X di Indonesia
diawasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) (Ulum dan Noviana
2008).
Menurut Nicholas dan Robert (2007) radioterapi ialah pemanfaatan radiasi
sinar-X atau sinar-Gamma yang dipajankan terhadap sel-sel malignan. Pada
masing-masing penyakit malignan digunakan dosis dan frekuensi paparan yang
berbeda. Menurut Tjokronagoro (2001) dalam Riyatun (2011), radioterapi
didefinisikan sebagai pemanfaatan sinar-X untuk memberikan efek terapi terhadap
sel-sel yang mengalami mitosis berlebihan atau sel kanker. Radiasi akan merusak
sel-sel kanker sehingga proses multiplikasi atau pembelahan sel-sel kanker akan
terhambat.
2.1.3 Efek Radiasi Ionisasi
Sinar-X merupakan bentuk radiasi ionisasi yang sangat berbahaya bagi
kesehatan. Disamping memiliki nilai positif sebagai sarana radiodiagnostik,
6
radiasi ionisasi sinar-X dapat menyebabkan kerusakan luar biasa pada jaringan
tubuh yang terpapar. Jumlah radiasi ionisasi terendah yang mampu menginisiasi
terbentuknya kanker adalah 50 mSv. Badan pengawas Nuklir Amerika Serikat
atau disebut NCR (Nuclear Regulatory Commision) membatasi jumlah dosis
okupasional pada orang dewasa tidak boleh melebihi 0.05 Sv (5 rem/tahun)
(Thrall 2002).
BAPETEN sebagai badan pengawas tenaga nuklir nasional di Indonesia
mengatur bahwa dosis maksimum pekerja radiasi adalah 20 mSv rata-rata dalam 5
tahun (Ulum dan Noviana 2008). Dosis 50 mSv/tahun yang diterima dari radiasi
alam di berbagai bagian bumi tidak berbahaya bagi penduduk setempat. Akan
tetapi pada dosis 100 mSv/tahun memacu terjadinya kanker dengan semakin
meningkatnya dosis yang diterima. Kejadian kanker terjadi pada 5 dari 100 orang
atau sekitar 5% dengan dosis 1000 mSv. Kejadian umum berupa kanker pada
dosis tersebut sekitar 25% dan mampu meningkat menjadi 30%.
Semua jaringan baik hewan maupun manusia sangat sensitif terhadap
radiasi. Penyerapan radiasi dosis rendah dari sinar RÖntgen oleh jaringan akan
mengakibatkan perubahan dan kerusakan pada sel (McCurnin dan Bassert 2006).
Sinar-X membentuk radikal bebas yang berakibat kerusakan atau hilangnya
elektron atom dari jaringan yang terpapar. Tubuh sebagian besar terdiri atas
komponen air sekitar 70% sehingga radiasi ionisasi akan mengubah susunan
molekul air membentuk radikal bebas secara aktif. Jumlah radikal bebas yang
terbentuk akan merusak jaringan. Daya sensitifitas dan regenerasi tiap jaringan
berbeda-beda sehingga efek yang ditimbulkan akan berbeda sesuai dengan jenis
jaringan dan dosis radiasi yang diterima. Efek yang ditimbulkan berupa
abnormalitas jaringan hingga kematian. Jaringan yang sangat aktif membelah
seperti usus dan sumsum tulang akan memperlihatkan efek yang sangat besar.
Sebaliknya pada jaringan yang tidak aktif membelah seperti otot dan tulang akan
menimbulkan sedikit efek (Thrall 2002).
7
2.2 Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)
2.2.1 Karakteristik Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)
Tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan tanaman dari genus
hibiscus yang banyak ditemukan di wilayah tropis. Rosela termasuk ke dalam
anggota famili Malvaceae yang dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dan
subtropis. Habitat asli rosela terbentang dari India hingga Malaysia (Maryani dan
Kristiana 2005). Gambar 2 dapat dilihat gambar rosela yang tumbuh di Indonesia.
Gambar 2 Tanaman rosela (Maryani dan Kristiana 2005).
Klasifikasi ilmiah rosela (Hibiscus sabdariffa L.) menurut Widyanto dan
Nelistya 2009:
kelas : Plantae
ordo : Malvales
famili : Malvaceae
genus : Hibiscus
spesies : H. sabdariffa L.
Tanaman rosela berbentuk semak yang berdiri tegak dengan tinggi 3-5 m.
Ketika masih muda, batang dan daunnya berwarna hijau. Ketika beranjak dewasa
dan masih berbunga, batangnya berwarna cokelat kemerahan. Batang berbentuk
silindris dan berkayu, serta memiliki banyak percabangan. Batang terdapat daun-
daun yang tersusun berseling, berwarna hijau, berbentuk bulat telur dengan
pertulangan menjari dan tepi meringgit. Ujung daun ada yang runcing atau
menguncup. Tulang daunnya berwarna merah. Panjang daun dapat mencapai 6-15
8
cm dan lebar 5-8 cm. Akar yang menopang batangnya berupa akar tunggang
(Widyanto dan Nelistya 2009).
2.2.2 Pemanfaatan Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dalam Masyarakat
Penelitian tentang rosela sebagai tanaman obat tradisional dalam bentuk
sediaan teh merah untuk pengobatan berbagai jenis penyakit sudah dilaporkan
oleh Khosravi et al. (2009). Sedangkan efek rosela dalam melawan tetra-butyl
hydroperoxide yang memiliki toksisitas pada hati juga sudah dilaporkan
sebelumnya oleh Wang et al. (2000).
Tanaman Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dimanfaatkan sebagai bahan
obat tradisional untuk mengobati berbagai kasus penyakit seperti hipertensi,
infeksi saluran perkemihan, dan kardioprotektif (Wang et al. 2000; Odigie et al.
2003; Olaleye 2007), sebagai antioksidan dan memiliki efek hepatoprotektif pada
berbagai hewan (Amin dan Hamza 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Rostinawati (2008), ekstrak etanol rosela mempunyai aktivitas terhadap
Mycobacterium tuberculosis galur H37Rv dan Mycobacterium tuberculosis galur
Labkes-026 (multi-drug resisten).
Rosela masih belum banyak dimanfaatkan di bidang kedokteran Indonesia.
Minuman berbahan rosela beberapa tahun terakhir mulai banyak dikenal sebagai
minuman kesehatan. Bahan minuman dari rosela seperti sirup dan teh juga sudah
dapat diperoleh di pasar swalayan. Pemanfaatan dan khasiat rosela dalam dunia
pengobatan sudah tidak asing lagi di negara-negara lain (Maryani dan Kristiana
2005). Penduduk di Meksiko termasuk juga Afrika dan Asia, telah memanfaatkan
tanaman ini untuk berbagai keperluan pengobatan herbal dengan memanfaatkan
berbagai bagian dari tanaman ini (Khosravi et al. 2009).
2.2.3 Komposisi Kimia Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)
Tanaman Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) banyak mengandung
anthocyanin dan vitamin C. Sediaan kering dari ekstrak bunga rosela mengandung
flavonoid seperti gesypetin, hibiscetine, dan sabdaretine. Pigmen dari bunga
sebagian besar terdiri atas hibiscin yang telah diidentifikasi sebagai