Top Banner

of 34

2 Makalah Siap Edit 221109

Jul 20, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

A. Pendahuluan1. Latar Belakang Masalah Ratu Baka adalah situs purbakala yang merupakan komplek sejumlah sisa bangunan yang berada kira-kira 3 km di sebelah selatan komplek Candi Prambanan. Adapun letak situs Ratu Baka terletak 18 km sebelah timur kota Yogyakarta atau 50 km di sebelah barat daya Kota Surakarta. Luas keseluruhan kompleks situs Ratu Baka sekitar 25 ha. Situs ini diperkirakan berasal dari abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkaran) di Kerajaan Medang (Mataram Hindu). Dilihat dari pola peletakan sisa-sisa bangunan, diduga kuat situs ini merupakan bekas keraton (istana raja). Nama "Ratu Baka" sendiri di dasarkan dari legenda masyarakat setempat. Ratu Baka (secara harafiah berarti "raja bangau") adalah ayah dari Roro Jonggrang (yang diberikan menjadi nama candi utama pada komplek Candi Prambanan). Secara administratif, candi ini berada di wilayah Kecamatan Bokoharjo, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Terletak pada ketinggian hampir 200 m di atas permukaan laut. Di kawasan situs Ratu Baka, Prambanan, dapat ditemukan berbagai bentuk seni pertunjukan dan tradisi, baik yang berupa tari, musik, teater rakyat, maupun resitasi yang berpijak pada tradisi lokal. Patut diduga bahwa sebagian di antaranya diposisikan sebagai bagian dari pelaksanaan ritual, sebagian yang lain merupakan tontonan atau hiburan. Penyajiannya bermuatan norma dan nilai-nilai kearifan lokal, sehingga masyarakat setempat dapat melabuhkan harapan dan kepenatan batinnya. Seperti lazimnya seni pertunjukan dan tradisi Nusantara yang lain, penampilan berbagai jenis seni pertunjukan tersebut tidak lepas dari kepentingan tradisi yang ada, misalnya rangkaian peristiwa pernikahan, khitan, menunaikan nadar, dan bersih desa. Di samping itu, penampilan sejumlah seni pertunjukan juga sering terkait dengan pelaksanaan perhelatan khusus yang lain. Hal serupa pernah dikemukakan oleh Kusmayati (2007), bahwa tujuan seni pertunjukan sering dikedepankan lebih daripada aspek-aspek yang lain, termasuk di dalamnya aspek bentuk. Oleh karenanya, bentuk sajian yang diselenggarakan berkaitan dengan perhelatan pernikahan dapat serupa dengan rangkaian yang diketengahkan ketika pelaksanaan khitan atau menunaikan nadar. Dalam perjalanannya, di masa kini pelaku dan penonton seni pertunjukan tertentu terutama pertunjukan tradisional tampak sedikit demi sedikit mulai menyurut dan bahkan menghilang. Gejala lain yang layak dicatat ialah bahwa mayoritas

1

pelakunya sudah berusia relatif tua dan kalangan generasi muda tidak banyak lagi yang bersedia menjalankannya. Seiring dengannya, jumlah dan kesetiaan penonton juga menyusut dan mulai meluntur. Akibatnya, proses regenerasinya tidak dapat berjalan dengan mulus, bahkan dapat dikatakan mengkhawatirkan. Dipilihnya kawasan situs Ratu Baka sebagai wilayah penelitian, karena kawasan situs Ratu Baka ini termasuk kawasan yang dikembangkan pemerintah untuk pengembangan pariwisata daerah. Hal itu di sebabkan di seputar wilayah tersebut merupakansitus yang pada masa lalu merupakan pusat kebudayaan, atau keraton. Sebagai suatu wilayah yang dahulu adalah keraton maka dipastikan bahwa wilayah tersebut adalah wilayah yang mempunyai kesuburan kultur. Kesuburan kultur di sekitar kawasan situs Ratu Baka yang pada perkembangannya mulai menampakkan adanya gejala melemahnya keinginan untuk berkesenian dan meninggalkan tradisi lokalnya sehingga kearifan lokal dan hasil-hasil budaya yang ada menjadi mati perlu diteliti. Penelitian tidak hanya sebatas pada mencari sebab musabab melemahnya kultur, namun perlu pula dicari solusi untuk mengembangkan harta kultural yang dapat berterima bagi masyarakat pemilik harta kultural tersebut maupun masyarakat luas. Pengembangan harta kultural ke arah industri kreatif akan menjadi salah satu tujuan penelitian, hal itu didukung oleh adanya fasilitas yang sudah dibangun oleh pemerintah berupa pendopo dan fasilitas pertunjukan kesenian dan pengembangan kawasan Ratu Baka menjadi salah satu tempat wisata unggulan Yogyakarta. 2. Rumusan Masalah

a. b.

Mengapa seni pertunjukan dan tradisi lisan ada yang mulai ditinggalkan pelaku dan penontonnya, dan bagaimana menganti-sipasinya? Mengapa seni pertunjukan dan tradisi lisan kurang bernilai ekonomi dan strategi apakah yang harus ditempuh agar seni pertunjukan dapat turut meningkatkan kualitas kehidupan ekonomi masyarakat?

c. d.

Seperti apakah pemetaan seni pertunjukan dan tradisi lisan di kawasan geokultural situs Ratu Baka Prambanan? Bentuk industri kreatif seperti apakah yang dapat dikembangkan di kawasan geokultural situs Ratu Baka Prambanan?

2

3. Manfaat Penelitian Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai:

a. b. c.

Alternatif model pembelajaran seni budaya melalui pendidikan formal maupun nonformal. Alternatif model pemberdayaan masyarakat. Meningkatkan produktivitas tepat guna dalam bidang seni dan sastra melalui upaya penyiapan industri kreatif. Sementara itu secara praktis hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai:

a. b. c. d.

Data acuan pemetaan seni pertunjukan dan tradisi lisan di wilayah situs candi Baka Prambanan Data acuan pengembangan kesenian dan kesastraan dalam bentuk industru kreatif Secara tidak langsung upaya yang dilakukan dalam penelitian tersebut akan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat Pelestarian harta kultural di wilayah situs candi Baka Prambanan.

B. Tinjauan Pustaka 1. Tradisi Lisan Tradisi lisan sering disebut pula sebagai folklore, yaitu sebagian kebudayaan yang penyebarannya pada umumnya melalui tutur kata atau lisan (Dananjaya, 1986: 5). Tradisi lisan atau folklore lisan tampak pada bentuk bahasa rakyat, ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, sajak dan puisi rakyat, cerita prosa rakyat dan nyanyian rakyat ( Dananjaya, 1986: 22). Sementara itu bentuk bahasa rakyat tampak pada logat, atau dialek, slang atau kosa kata atau idiom dari kolektif khusus, cant atau slang dalam arti khusus atau sering disebut bahasa rahasia. Shop talk atau bahasa para pedagang, colloquial atau bahasa sehari-hari yang menyimpang dari bahasa konvensional, seperti misalnya bahasa para mahasiswa di Jakarta yang pada dasarnya adalah bahasa Betawi yang dibubuhi kata-kata khusus atau istilah khusus. sirkomlokusi atau ungkapan tidak langsung, contoh sirkomlokusi di Jawa Tengah. Jika seseorang berjalan di hutan maka ia tidak berani menyebut harimau dengan nama harimau namun akan diganti namanya menjadi mbah atau kakek, hal itu untuk melindungi orang yang sedang berjalan di hutan tersebut dari terkaman harimau karena dengan logika seorang kakek tentu tidak akan menerkam cucunya. Bentuk bahasa rakyat yang lain adalah cara pemberian nama seseorang. Gelar kebangsawanan, bahasa bertingkat atau dalam

3

bahasa Jawa disebut sebagai undha unsuk basa. Selanjutnya bentuk bahasa rakyat yang lain adalah onomatopoetic atau onomastis adalah kata-kata yang dibentuk dengan mencontoh suara alamiah. Menurut Dananjaya (1986: 28) salah satu bentuk folklore lisan yang lain adalah ungkapan atau kata-kata yang dibentuk dengan mencontoh bunyi-bunyi alamiah. Ungkapan tradisional merupakan kebijaksanaan orang banyak yang merupakan kecerdasan seseorang, atau kalimat pendek yang disarikan dari pengalaman panjang. Cerita prosa rakyat adalah termasuk salah satu bentuk folklore lisan. Menurut Bascom cerita prosa rakyat dapat dibagi menjadi mite, legenda, dan dongeng. Bentuk lain dari folklore lisan adalah nyanyian rakyat. 2. Seni Pertunjukan Kesenian adalah perwujudan dari bentuk-bentuk yang ekspresif atau penampilan bentuk-bentuk ekspresif dari seseorang. Sebagai bagian kebudayaan kesenian dapat digolongkan menjadi tiga golongan utama, yaitu seni rupa, misalnya seni patung, kria, seni geafik, seni reklame, seni arsitektur dan seni dekorasi. Seni pertunjukan misalnya seni tari, karawitan, seni musik, deklamasi, dan seni drama. Seni audio visual misalnya seni video dan seni film (Bandem, 1985: 303). Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam kesenian tersebut meliputi ide, perilaku, dan wujud (Havland, 1975: 11). Sementara itu seni pertunjukan dapat dipilah menjadi kesenian tradisi, kesenian modern dan kesenian massa. Kesenian tradisi merupakan kesenian yang berasal dari tradisi masyarakat lokal yang berkembang turun-temurun minimal dua generasi. Kesenian modern adalah kesenian yang dikembangkan dari tradisi yang disesuaikan dengan kebutuhan dunia modern. Kesenian massa adalah kesenian yang diubah perannya sebagai tontonan yang dapat menarik massa sebanyak-banyaknya. Kesenian tradisi masih dibedakan menjadi kesenian kraton dan kesenian rakyat. Kesenian kraton adalah kesenian yang lahir di kraton, berkembang dan dipertunjukkan di keraton. Kesenian rakyat adalah kesenian yang muncul, dipertunjukkan, dan dimainkan oleh rakyat. Seni pertunjukan Jawa yang awalnya sebagai milik masyarakat agraris diarahkan oleh seperangkat gagasan dan nilai kultural yang berbeda dengan tema kultural masyarakat industrial-global. Perbedaan di antara masyarakat agraris dan industrial-global tersebut dapat juga dideskripsikan dalam pengertian perbedaan di antara masing-masing gagasan dan nilai kulturalnya, yang selanjutnya diorganisasikan dalam pola yang terpahami. Pola yang perlu diteliti.

4

3. Pengembangan Seni Pertunjukan Seni pertunjukan Jawa hakikatnya merupakan ekspresi gagasan atau nilai-nilai kultural. Penerimaan salah satu gagasan mengarahkan penolakan terhadap yang lain, dan realisasi penolakan tersebut bisa saja menuntut penerimaan yang berikutnya. Gagasan atau nilai kultural yang berbeda bisa saling melengkapi, tetapi bisa juga saling berlawanan. Dalam berbagai bentuk yang berbeda, gagasan atau nilai kultural tertentu mampu memainkan dirinya melawan yang lain. Apa yang dikemukakan di atas merupakan pendirian gagasan atau nilai yang saling mempengaruhi yang cenderung dilupakan dalam morfologi kultural, utamanya dalam pemetaan seni tradisi. Padahal, tanpa pendirian ini, pendekatan morfologis tidak dapat mencakup dimensi-dimensi dinamik sistem kultural, dan paling banter hanya mampu menghasilkan taksonomi yang statis. Di era global, sudah saatnya pendirian bentuk-bentuk kultural dinyatakan kembali dalam pengertian gagasan atau nilai kultural yang fisibel untuk menyuarakan dinamika bentuk-bentuk kultural tersebut sebagai gagasan atau nilai kultural yang saling mempengaruhi. Pada saat ini seni pertunjukkan tradisional yang terkenal sebagai seni yang adi luhung mendapat saingan berat yaitu seni pertunjukkan modern dan seni pertunjukkan massa sebagai akibatnya seni pertunjukkan tradisional mengalami pemerosotan apresiasi masyarakat. Di samping itu kemorosotan apresiasi masyarakat tu juga sebagai akibat adanya proses modernisasi dan industrialisasi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut seni pertunjukkan tradisional akan dapat mempertahankan eksistensinya dengan memperhatikan atau meningkatkan para pecinta, dan penggemar termasuk di dalamnya para wisatawan asing (Soedarsono, 1985:262). Lebih lanjut dicontohkan peranan wisatawan asing dalam usaha pelestarian pertunjukkan seni tradisional telah terjadi di daerah-daerah wisata, Di daerah itu seni pertunjukkan tradisional dikemas untuk para wisatawan (tourist art) yang sebagian besar penontonnya adalah wisatawan asing. 4. Hakikat Pemetaan Geokultural Apapun bentuk fenomena budaya, termasuk seni pertunjukan dan tradisi lisan Jawa, posisinya selalu bersifat tidak stabil. Fenomena tersebut secara dinamis selalu dalam posisi berubah dan berubah terus, sejalan dengan dinamika budaya yang terjadi di kalangan masyarakat penyangganya. Hal itu akan menjadi semakin jelas tatkala

5

diletakkan dalam perspektif globalisasi, yang menyediakan ruang

begitu luas bagi

siapapun untuk melakukan apa yang disebut konstruksi identitas. Dikatakan demikian karena lewat proses itu peristiwa pertukaran benda dan atau simbol menjadi amat mudah. Demikian juga halnya dengan perpindahan dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Belum lagi dengan pencanggihan teknologi komunikasi yang membuat fertilisasi silang antarbudaya juga semakin mudah. Itulah sebabnya, dalam globalisasi sifat translokal menjadi sifat kebudayaan dan identitas. Seni pertunjukan dan tradisi lisan Jawa juga berada dalam konstelasi perubahan semacam itu, apalagi ketika ia juga dijadikan sebagai identitas masyarakat daerah tertentu. Melalui seni pertunjukan Jawa akan diketahui bagaimana sistem kepercayaan, nilai-nilai, adat-istiadat, tradisi, dan berbagai macam hal lain yang secara tradisional telah lama diyakini dan dilaksanakan oleh masyarakat penyangganya. Dalam transformasi budaya yang prosesnya diupayakan secara strategis, berbagai hal yang terkandung dalam sastra daerah tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya sepanjang proses reaktualiasi dan revitalisasinya juga dilakukan. Berdasarkan penjelasan di atas, pemetaan suatu fenomena budaya dapat dimaknai sebagai upaya mendeskripsikan dan memposisikan fenomena yang dimaksud pada wilayah geokultural tertentu. C. Metodologi Penelitian Penelitian ini bersifat analitis-kualitatif melalui etnografi untuk mengetahui dan mendeskripsikan budaya masyarakat di sekitar situs Ratu Baka, Prambanan. Hal itu sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Malinowski (1922: 25) yang menyatakan bahwa tujuan etnografi adalah memahami sudut pandang penduduk asli, hubungannya dengan kehidupan untuk mendapatkan pandangan mengenai dunianya. Penelitian etnografi melibatjkan aktivitas belajar mengenai dunia orang yang telah belajar melihat, mendengar, berbicara, berpikir dan bertindak dengan cara yang berbeda. Jadi etnografi tidak hanya mempelajari masyarakat namun lebih dari itu, etnografi belajar dari masyarakat (Spradley, 2007:4). Pada aktivitas penelitian ini dilakukan pemahaman melalui observasi langsung suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk

terhadap kegiatan masyarakat dalam konteks sosial dan budaya sehari-hari, sehingga dapat diketahui alasan masyarakat di sekitar situs Ratu Baka menjalani kearifan lokalnya yang tercermin dalam tradisi lisan, dan seni pertunjukannya. Penggunaan metode etnografi digunakan pula untuk merancang pengembangan budaya melalui

6

industri kreatif yang dapat meningkatkan taraf ekonomi dan ketahanan budaya sesuai dengan karakteristik masyarakatnya. Lebih lanjut dalam rangka mengembangkan seni pertunjukan tradisional dan tradisi lisan yang berkembang di kawasan geokultural Situs Ratu Baka ke arah industri kreatif temuan dari puncak analisis etnografis ini dilakukan analisis pasar. Analisis pasar dipergunakan tradisional. Dari temuan yang didapat, mengindikasikan adanya dua perlakuan yang dapat diaplikasikan pada seni pertunjukan tradisional tersebut. Perlakuan itu adalah pertama untuk konsumsi yang memanfaatkan seni pertunjukan tradisional sebagai sarana upacara atau hiburan suatu perhelatan seni pertunjukan ditampilkan sebagimana adanya yang berkembang dalam masyarakat pendukungnya. Selanjutnya untuk meningkatkan peranan seni pertunjukan dalam peningkatan nilai ekonomi (mengemas seni pertunjukan sebagai sajian bagi para wisatawan yang memiliki keterbatasan waktu kunjung) dan sebagai sarana penerusan nilai-nilai budaya perlu dikemas agar dapat berterima di era global kini. Alternatif pengembangan tersebut dapat berupa pengembangan pertunjukan. Berikut langkah-langkah pengembangan yang dilakukan terhadap seni pertunjukan tradisional di kawasan geokultural Situs Ratu Baka. Identifikasi elemen-elemen (gerak, tata rias dan busana, pola lantai, properti, iringan, dan tempat pertunjukan) dalam pertujukan seni tradisional yang ditemukan saat pengumpulan data awal. Menentukan elemen-elemen dalam seni pertunjukan tersebut yang dapat dan Menentukan alternatif pengembangan elemen dalam seni pertunjukan seni Berkolaborasi dengan kelompok seni pertunjukan tradisional terkait dengan Mengadakan pelatihan pengembangan pada elemen-elemen seni pertunjukan akan dikembangkan dalam rangkan mewujudakan industri kreatif. tradisional keberterimaan alternatif pengembangan yang diusulkan penelilti tradisional elemen-elemen yang terkandung dalam seni pertunjukan tradisional yang meliputi unsur gerak, tata rias dan busana, pola lantai, properti, iringan, dan tempat untuk mencari alternatif pengembangan, pada kegiatan yang dimungkinkan untuk dilakukan pengembangan terkait dengan seni pertunjukan

7

Hasil pelatihan ini adalah terwujudnya seni pertunjukan yang siap dikelola

sebagai industri kreatif. 1. Penentuan Sampel Penentuan sampel menggunakan seleksi komprehensif. Sampel ditentukan berdasarkan kasus, tahap dan unsur yang relevan. Setelah diketahui konteks masyarakat yang diteliti tanpa membawa prakonsep teori, maka perlu dilakukan pertimbangan dengan skala prioritas, artinya bila terdapat kasus yang perlu digali lebih dahulu maka hal itulah yang dikemukakan terlebih dahulu. Pada penelitian ini sampel ditentukan setelah dilakukan observasi terhadap keadaan tradisi lisan dan seni pertunjukan yang hidup dan dijalani oleh masyarakat sekitar situs Ratu Baka. Wilayah sekitar situs Ratu Baka terdiri dari desa dan kecamatan, maka peneliti akan memulai dari wilayah yang mempunyai tingkat perkembangan yang tinggi terhadap tradisi lisan dan seni pertunjukannya. Peneliti akan akan melakukan pelibatan partisipasi dengan tinggal di wilayah teliti. Selanjutnya sampel akan mengalir ke wilayah lain yang menganut sistem snow ball, dimana informasi akan dicari dari wilayah yang telah ditunjukkan pada sampel sebelumnya sampai terjadi kejenuhan data. Demikian pula penyimpangan-penyimpangan fenomena budaya di seputar situs Ratu Baka akan menjadi fenomena yang juga akan menambah sampel penelitian. 2. Pengumpulan Data Data penelitian berupa tulisan, rekaman, ujaran secara lisan, gambar, pertunjukan kesenian yang ditransposisikan ke dalam teks. Pengumpulan data dilakukan secara sistematik dengan cara survey, observasi dengan cara pengamatan langsung, wawancara mendalam, pengambilan data dari dokumen, dan rekaman. 3. Analisis Data Analisis merupakan kegiatan (1) Pengurutan data sesuai dengan rentang permasalahan atau urutan pemahaman yang akan diperoleh, (2) pengorganisasian data dalam formasi, kategori ataupun unit perian tertentu sesuai dengan antisipasi peneliti, (3) interperpretasi peneliti berkenaan dengan signifikansi butir-butir ataupun satuan data sejalan dengan pemahaman yang akan diperoleh, (4) penilaian atas butir satuan data sehingga diperoleh kesimpulan.

8

4.

Langkah-Langkah Penelitian Penelitian ini menggunaan langkah-langkah penelitian yang merupakan langkah

pengumpulan data yang mengacu pada Spradley (1997) a. Menetapkan informan. Informan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan lima syarat minimal untuk memilih informan, yaitu: 1) Enkulturasi penuh, artinya mengetahui budaya miliknya dengan baik, informan yang baik akan mengetahui budayanya dengan begitu baik tanpa harus memikirkannya. Informan tersebut telah melakukan kebiasaan hidupnya dari tahun ke tahun. Hal itu dapat disebut informan yang telah terenkulturasi. 2) Keterlibatan langsung, artinya informan tersebut memang terlibat langsung dengan fenomena budaya yang sedang diteliti. Peneliti akan melihat secara cermat keterlibatan langsung yang dialami oleh calon informan. 3) Suasana budaya yang tidak dikenal. Ketika peneliti mempelajari budaya yang tidak dikenalnya, maka ketidakkenalan itu menahan peneliti untuk menerima antara 4) informan yang terenkulturasi penuh dengan peneliti berbagai tidak hal apa adanya. Hal ini menyebabkan terjadinya hubungan yang sangat produktif yang terenkulturasi penuh. Memiliki waktu yang cukup. Dalam mempertimbangkan calon informan, maka prioritas tertinggi harus diberikan kepada orang yang mempunyai cukup eaktu untuk menjadi informan dalam penelitian ini. Kriteria ini boleh diabaikan bila ada orang yang bersedia meluangkan waktunya karena perhatiannya terhadap penelitian ini. 5) Non-analitis. Informan dapat menggunakan bahasa mereka untuk menggambarkan berbagai kejadian dan tindakan dengan cara yang hamper tanpa analisis mengenai arti atau signifikansi dari kejadian dan tindakan . Namun demikian tidak tertutup kemungkinan adanya informan yang memberikan analisis dan interpretasi dengan penuh pengertian mengenai berbagai kejadian dengan perspektif teori penduduk asli (folk theory). Kedua informan ini bisa menjadi informan yang baik.

9

b. 1) 2) c. d. e.

Wawancara kepada informan yang dilakukan dengan : Percakapan persahabatan.

Wawancara etnografis,

Membuat catatan etnografi Mengajukan pertanyaan deskriptif. Melakukan analisis wawancara etnografis. Adapun analisis etnografis yang dilakukan adalah dengan menggunakan 1) Analisis domain 2) Analisis taksonomi 3) Analisis tema

f. g. h. i. j. k.

Mengajukan pertanyaan struktural.. Membuat analisis taksonomik. Mengajukan pertanyaan kontras. Membuat analisis komponen. menemukan tema-tema budaya. Penulisan laporan etnografi

10

BAGAN LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN

Menetapkan Informan

Wawancara

Membuat Catatan Etnografis

Mengajukan Pertanyaan Deskriptif

Melakukan Analisis Wawancara Etnografis

Membuat Analisis Domain

Mengajukan Pertanyaan Struktural

Membuat Analisis Taksonorik

Mengajukan Pertanyaan Kontras

Membuat Analisis Komponen

Menentukan Tema-tema Budaya

Penulisan Laporan Etnografi

11

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. wilayahnya merupakan Deskripsi Kawasan Geokultural Situs Ratu Boko Kawasan Geokultural Ratu Boko merupakan kawasan yang sebagian besar kawasan perbukitan yang sebagaian lahannya merupakan lahan pettanian, sebagain lagi merupakan lahan yang tanahnya ditumbuhi aneka pepohonan yang biasanya kayunya dimanfaatkan untuk kayu bakar. Pada kawasan agraris tersebut terdapat tradisi-tradisi lisan dan seni pertunjukan. Sebelum dideskripsikan hasil identifikasi tradisi lisan dan seni pertunjukan serta tradisi lisan yang berada di kawasan Geokultural Situs Ratu Boko akan dipaparkan terlebih dahulu data monografi Kelurahan Bokoharjo, yang merupakan wilayah pemerintahan tempat keberadaan Situs Ratu Boko.

2. pemerintahan Desa

Data Monografi Desa Bokoharjo Kawasan Geokultural Situs Ratu Baka Prambanan terletak di wilayah Bokoharjo. Bokoharjo adalah sebuah kelurahan dengan dasar

hukum: INMENDAGRI Nomor: 23 Tahun 1989. Kelurahan Bokoharjo merupakan suatu pemerintah dengan nomor kode: 3404092006 yangterletak di wilayah Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Tingkat II Daerah Istimewa Yogyakarta. Kelurahan Bokoharja memiliki luas wilayah 550 Ha dengan batas-batas wilayah berikut ini: a. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Tamanmartani, Kalasan, Sleman b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Madurejo, Prambanan, Sleman c. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Tirtimartani, Tamanmartani, Kalasan Sleman d. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Pereng, Prambanan, Klaten Sementara kondisi geografis Kelurahan Bokoharjo dapat diuraikan berikut: a. b. c. d. Ketinggian tanah dari permukaan laut Banyaknya curah hujan Tofografi (dataran rendah, tinggi, pantai) Suhu udara rata-rata : 200 M : 200 3000 mm/th :: 32 36 C

12

Jarak pusat Pemerintahan Kerurahan dengan pusat pemerintahan di atasnya berikut ini: a. b. c. Jarak pusat Pemerintahan Desa Bokoharjo dengan Pusat Pemerintahan Kecamatan 0,5 KM Jarak pusat Pemerintahan Desa Bokoharjo dengan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II: 30 Km Jarak pusat Pemerintahan Desa Bokoharjo dengan Ibukota Pro[pinsi Daerah Tingkat I Daerah Istimewa Yogyakarta: 20 Km

Kelurahan Bokoharjo ini terdiri atas 13 pedukuhan, pedukuhan-pedukuhan yang ada di Kelurahan Bokoharjo nampak pada tabel berikut. Tabel 1 : Pedukuhan di Kelurahan Bokoharjo No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Pedukuhan Pulerejo Klurak Baru Kranggan Gatak Ringinsari Dawung Cepit Marangan Majasem Jobohan Pelemsari Jirak Jamusan Jumlah Jumlah KK 64 27 68 34 33 25 33 47 23 21 32 10 45 453 Jumlah RT 8 6 8 5 5 4 4 8 4 10 5 4 5 76

Jumlah penduduk Kelurahan Bokoharjo keseluruhan ada 5.345 jiwa orang terdiri atas 4.945 orang laki-laki dan 400 orang perempuan berasal dari 3.436 kepala keluarga. Jika dilihjat dari jenis kewarganegaraannya, penduduk kelurahan Bokoharjo ada berkewarnegaraan asing. Jenis kewarganegaraan kelurahan Bokoharjo nampak pada tabel berikut: Tabel 2: Kewarganegaraan penduduk Kelurahan Bokoharjo No 1. 2. Kewarganegaraan Warga negara Indonesia Warga negara asing Laki-laki 2.983 orang 52 orang Perempuan 453 orang 38 orang Jumlah 3.436 orang 90 orang

13

Jumlah

3.235 orang

491 orang 3.526 orang

1)

Keadaan Seni Pertunjukan dan Tradisi Lisan di Seni Pertunjukan dan tradisi lisan di kawasan Bokoharjo dewasa ini mengalami

Keluarahan Bokoharjo Masa Kini berbagai perubahan. Peubahan yang terjadi adalah punahnya berbagai tradisi yang ada baik seni pertunjukan maupun tradisi lisan yang pernah ada. Disamping itu terdapat berbagai pengambangan seni pertunjukan dan tradisi lisan yang ada. Keadaan tersebut disebabkan oleh berbagai hal, yaitu: a) Pengaruh industrialisasi bagi masyarakat Bokoharjo Industrialisasi yang dimaksud adalah berubahnya perilaku masyarakat berdasarkan pandangan dunia yang memandang semua hal yang dihasilkan berkaitan dengan kemajuan ekonomi. Terdapat penghitungan laba dan rugi untuk setiap hal yang dilakukan oleh masyarakat. Semula kesenian ada untuk pemenuhan kebutuhan naluri manusia, dimana salah satu naluri manusia adanya adanya kebutuyhan tentang keindahan. Berkaitan dengan hal tersebut semula masyarakat secara alami memperlakukan kesenian untuk pemenuhan rasa estetis mereka. Pada jaman wilayan nusantara merupakan kerajaan-kerajaan, dengan Hindu dan Budha sebagai agamanya, maka kesenian menjadi salah satu pemenuhan kebutuhan kehidupan estetis dan religi. Untuk itu maka masyarakat rela menyisihkan uang untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Adapun konteks masyarakat pada zaman seperti yang telah disebutkan di atas, adalah konteks masyarakat agraris. Hal itu disebabkan oleh latar belakang masyarakat pada waktu itu masih dalam masa agraris. Pandangan masyarakat agraris bersifat komunal. Hubungan antar anggota masyarakat sangat dekat. Gotong royong dan saling membantu antar anggota masyarakat sangat tinggi. Pada waktu itu banyak muncul kearifan local yang dalam istilah masyarakat modern sebagian besar disebut sebagai folklore. Seni pertunjukan merupakan kegiatan yang muncul sebagai pemenuhan kebutuhan estetis. Masyarakat sebagai pelaku dan penonton sangat menantikan setiap pertinjukan yang diadakan. Oleh karena itu pertunjukan tradisional dan pertunjukan rakyat mempunyai masa penonton yang sangat banyak. Masyarakat sudah tidak memikirkan keuntungan dan kerugian atas biaya, waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk mengadakan pertunjukan seni.

14

Pada era pasca penjajahan maka masyarakat telah berubah pandangan hidupnya. Pola-pola kehidupan masyarakat industry telah mulai merebak, seiring dengan berbagai pembangunan yang dilakukan. Masyarakat berlomba-lomba unutk menata kehidupan ekonomi keluarganya. Hal itu berdampak pada mulai tumbuhnya jiwa individual di kalangan masyarakat. Namun demikian di satu sisi seni pertunjukan dan tradisi lisan juga mengalami perubahan perlakuan. Orang berpikir untuk berkreasi merubah seni pertunjukan tradisional menjadi kesenian massa. Demikian pula tradisi ilmiah mulai digalakkan untuk penelitan-penelitian trasdisi lisan dan seni pertunjukkan. Sementara itu dari wawancara yang dilakukan terhadap narasumber didapatkan kesimpulan bahwa pola masyarakat industri menjadi penyebab berkurangnya dukungan terhadap seni pertunjukan dan tradisi lisan. Indikator yang ditunjukkan oleh narasumber adalah sudah banyaknya fasilitas TV dengan aneka program dengan jam tayang semalam suntuk. Banyaknya kegiatan terkait dengan upaya untuk mencari nafkah maupun organisasi dari masyarakat sehingga mereka kekurangan waktu untuk bertemu dan berkumpul untuk bereksplorasi melalui seni pertunjukan dan tradisi lisan. b) Meningkatnya kesempatan berorganisasi dan kebutuhan hidup Berdasarkan wawancara menunjukkan bahwa banyaknya organisasi yang mengadakan pertemuan, arisan, dan rapat cukup menyibukkan warga. Hal itu ditambah dengan banyaknya masyarakat yang sudah tidak menjadi petani. Masyarakat banyak menjalani profesi sebagai karyawan pabrik, perusahaan, pegawai negeri, pedagang,dan buruh. Hal itu mempengaruhi pola hidup masyarakat. Padatnya waktu yang dipunyai mayarakat sehingga untuk mengalokasikan waktu untuk berkumpul latihan seni pertunjukan secara rutin sangat sulit. Demikian pula semakin sulitnya waktu berkumpul untuk berbincang-bincang bersama, bersenda gurau sambil memainkan kata-kata sehingga terbentuk tradisi lisan sudah sulit dilakukan. Tradisi lisan tidak lagi tumbuh namun, untuk kehidupannya sebgain besar masuk pada kesenian tradisional yang masih hidup dan sebagian lagi masuk pada tradisi masyarakat. c) Pengaruh Tradisi Islam Kuatnya tradisi Islam di masyarakat sangat mempengaruhi pola pandang masyarakat terhadap seni pertunjukan dan tradsi lisan yang ada. Pemahaman yang menafikan seni pertunjukan dan tradisi lisan disebabkan oleh pandangan bahwa kearifan lokal tersebut tidak mendukung keagamaan masyarakat menjadikan

15

masyarakat memandang keberadaan seni pertunjukan dan tradisi lisan yang ada tidak diperlukan lagi. Keadaan tersebut terutama pada seni pertunjukan yang menggunakan ritualritual seperti sesaji untuk pelaksanaannya. Hal itu dipaparkan oleh narasumber sebagai salah satu hal yang mempengaruhi keberadaan seni pertunjukan dan tradisi lisan. 2) Peranan Seni Pertunjukan dan Tradisi Lisan bagi

Masyarakat Pendukungnya Seni pertunjukan dan tradisi lisan merupakan bagian budaya yang muncul dalam masyarakat agraris sehingga seni pertunjukan dan tradisi lisan tersebut merupakan resitasi yang berpijak dari tradisi lokal masyarakat agraris. Penyajian seni pertunjukan dan tradisi lisan sebagian merupakan bagian dari pelaksanaan ritual, meskipun ada juga penyajian seni pertunujkan dan tradisi lisan tersebut sebagai tontonan atau hiburan pada acara-acara suatu perhelatan. Karena merupakan bagian dari pelaksanaan ritual maka dalam penyajian seni pertunjukan dan tradisi lisan bermuatan norma dan nilai-nilai kearifan lokal yang berlaku dalam masyarakat pendukungnya dan amat dijunjung tinggi oleh pelaku seni dan amat dipahami oleh masyarakat pendukungnya. Kenyataan semacam itu juga dapat ditemukan di kawasan geokultural situs Ratu Baka. Sebagai bagian dari kegiatan ritual maka pementasan seni pertunjukan dan tradisi lisan lebih mengutamakan aspek kemayarakatan atau kegotongroyongan antar warga. Hal itu disebabkan kegiatan ritual yang melibatkan pementasan seni pertunjukan dan tradisi lisan tersebut merupakan hajat bersama masrarakat setempat. Sebagai misal adanya kegiatan bersih desa yaitu kegiatan ritual yang dilaksanakan oleh sekelomok masyarakat untuk memohon keselamatan seluruh warga. Sebagai bentuk hajat bersama masyarakat secara suka rela merancang wujud kegiatan, waktu bahkan sampai masalah pembiayaan tanpa memikirkan untung dan rugi bagi diri masing-masing warga yang diutamakan adalah lancaranya kegiatan bersama tersebut. Karena fungsi seni pertunjukan dan tradisi lisan yang demikian tersebut berpengaruh pada saat seni pertunjukan dipergelarkan sebagai tontonan/ hiburan dalam suatu perhelatan yang diselenggarakan oleh seseorang. Kelompokkelompok seni pertunjukan yang berpola hidup sederhana dan belum tersentuh oleh pola hidup yang rela mengeluarkan dana untuk suatu modern kalau diberi kesempatan untuk pentas merasa senang, meskipun tidak diberi imbalan, bahkan ada kelompok seni pementasan. Para anggota kelompok seni tersebut merelakan sebagian kehidupannya

16

untuk mengabdi pada seni pertunjukan tradisi. Mereka merasa senang apabila seni pertunjukan tradisi tersebut masih tetap hidup di masyarakat. Seni pertunjukan dan tradisi lisan bagi kelompok-kelompok seni yang demikian tidak menjadikan seni pertunjukan sebagai sumber penghidupan bagi keluarga, mereka tidak menjadikan seni pertunjukan sebagai mata pencahariannya. Mereka memposisikan seni pertunjukan sebagai sarana untuk melabuhkan harapan untuk bisa menjaga/melestarikan budaya di samping itu seni pertunjukan tradisi dipergunakan sebagai sarana untuk menghilangkan kepenatan batinnya. Sementara itu, jika ditinjau dari masyarakat penikmat seni pertunjukan tradisi kurang menarik sehingga bila ada masyarakat yang ingin menanggap menghargai seni pertunjukan tradisi dengan nilai/ harga yang rendah . Kekurangmenarikan tersebut disebabkan berbagai hal terkait dengan elemen-elemen yang terkandung dalam seni pertunjukan tradisi tersebut. 3) Upaya Peningkatan Nilai Ekonomi Seni Pertunjukan Tradisi Seni pertunjukan dan tradisi lisan merupakan harta kultural belum secara optimal memberikan manfaat secara ekonomi bagi warganya. Pengembangan harta kultural ke arah industri kreatif akan menjadi salah satu tujuan penelitian, hal itu didukung oleh adanya fasilitas yang sudah dibangun oleh pemerintah berupa pendopo dan fasilitas pertunjukan kesenian dan pengembangan kawasan Ratu Baka menjadi salah satu tempat wisata unggulan Yogyakarta. Hal itu didasarkan adanya fenomena bahwa pembangunan fasilitas di kawasan situs Ratu Baka belum mampu menggunggah minat masyarakat sekitar untuk mengembangkan harta kulturalnya. Pengembangan harta kultural tersebut dengan mengembangkan elemen-elemen yang terkandung dalam seni pertunjukan tradisi tersebut yang meliputi aspek gerak, tata rias dan busana, pola lantai, properti, iringan, dan tempat pertunjukan. 4) No. 1. 3. 4. 5. 6. Pemetaan Tradisi Lisan dan Seni Pertunjukan Tabel 3: Tradisi Lisan yang ditemukan di Desa Bokoharjo Jenis Tradisi Lisan Paraban Sirkomlokusi Penggantian Nama Lagu Rakyat Cerita Rakyat Dusun Pulerejo, Kranggan, Ringinsari, Dawung, Cepit Gatak Gatak, Cepit, Jamusan Gatak, Klurak Baru Dawung, Cepit, Marangan,

17

Jobohan, Pelemsari, Jirak Tabel 4. Seni Pertunjukan yang ditemukan di Desa Bokoharjo No. 1. 2. 3. 4. Jenis Seni Pertunjukan Srandhul Jathilan Kethoprak Campursari Dusun Gatak Jamusan, Majasem Gatak, Pelemsari Marangan

Sementara di beberapa wilayah di desa bokoharjo ditemukan tradisi setengah lisan yang pada penggunaannya diiringi dengan mantra-mantra yang merupakan bagian dari tradisi lisan diantaranya. Tabel 5. Tradisi setengah lisan yang ditemukan di Desa Bokoharjo No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Tradisi Setengah Lisan Mitoni Ruwahan Labuh Wiwitan Merti Dusun Suran Manten Mitung Dina Mendhak Nyewu Dusun Pulerejo, Klurak Baru, Kranggan, Gatak, Ringinsari, Dawung, Cepit, Marangan, Majasem, Jobohan, Pelemsari, Jirak, Jamusan Gathak, Jamusan, Jirak, Kobohan, Majasem, Cepit Gatak, Jamusan, Cepit, Kranggan Pelemsari, Jamusan Gatak Pulerejo, Klurak Baru, Kranggan, Gatak, Ringinsari, Dawung, Cepit, Marangan, Majasem, Jobohan, Pelemsari, Jirak, Jamusan Pulerejo, Klurak Baru, Kranggan, Gatak, Ringinsari, Dawung, Cepit, Marangan, Majasem, Jobohan, Pelemsari, Jirak, Jamusan Pulerejo, Klurak Baru, Kranggan, Gatak, Ringinsari, Dawung, Cepit, Marangan, Majasem, Jobohan, Pelemsari, Jirak, Jamusan Pulerejo, Klurak Baru, Kranggan, Gatak, Ringinsari, Dawung, Cepit, Marangan, Majasem, Jobohan, Pelemsari, Jirak, Jamusan

Berdasarkan

analisis yang telah dilakukan maka diperoleh pemetaan seni 13 dusun yaitu

pertunjukan dan tradisi lisan di wilayah Bokoharjo yang meliputi

Jamusan, Gathak, Ringinsari, Dawung, Cepit, Kranggan, Marangan, Klurak Baru, Majasem, Jobohan, Pelemsari, Jirak, dan Pulerejo. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menghsilkan pemetaan data tradisi lisan dan kesenian sebagai berikut:

18

1. a. Sirkomlokusi

Tradisi Lisan

Tradisi Lisan pada masyarakat terbagi atas: Penamaan benda atau hewan menggunakan nama lain ditemukan di wilayah Gathak, yaitu: b. Paraban Di wilayah Dawung ditemukan sirkomlokusi yang ditujukan untuk menyebut seserang, yaitu kata lurah. Penyebutan lurah tidak untuk seorang kepala desa, namun untuk orang yang kaya. Seperti contoh E.Lurahe sapi wis teka! E.lurahnya sapi sudah datang. Dari kalimat di atas diperoleh bahwa kata lurah diperuntukkan orang yang punya banyak sapi. Adapun paraban yang ditemukan di desa Dawung, Pulerejo, Ringinsari, kranggan dan Cepit menggambarkan bentuk seseorang ditemukan sbb: menyan putih untuk menyebut garam banyu untuk menyebut minyak tanah

c. pergantian nama

pesek untuk menyebut anak yang berhidung pesek manyul untuk menyebut anak berdahi lebar gundhul untuk menyebut anak yang tidak berambut santer cenung untuk menyebutkan anak yang berdahi nonong cempluk untuk menyebutkan nama anak cebol untuk menyebutkan anak yang bertubuh pendek Pergantian nama pada jaman dahulu ada dua sebab yaitu karena si anak sakit

keras (panas yang tak kunjung sembuh) dan setelah menikah (nama tua). Anak yang sakit diganti namanya dengan harapan supaya tidak sakit lagi. Nama tua diberikan karena anak laki-lakinya menikah, nama yang diberikan dari nama orang tua atau mertuanya. Adapun data nama-nama tua yang diperoleh dari dusun Gathak dan Jamusan yaitu: Suyadi menjadi Yadi Atmojo

19

Gimin menjadi Dato Sutrisna Welas menjadi Yoso Sudarmo Pergantian nama akibat anak sakit keras di temukan di dusun Cepit yaitu anak

yang bernama Ardi, karena sakit-sakitan nama belakangnya ditambah menjadi Ardi Slamet. Kepercayaan agar sang anak segera sembuh inilah yang menyebabkan nama anak ditambah atau diganti. d. penyebutan nama Penyebutan nama untuk seseorang pada jaman dahulu didasarkan pada strata atau tingkaan kelas ekonomi. Nama seperti den, kang mas, ndara, raden ayu dahulu masih dipergunakan. Untuk jaman sekarang ini sudah mulai ditinggalkan masyarakat di wilayah Bokoharjo karena bagi si pemakai nama tersebut sudah tidak diperlukan lagi. e. bahasa bertingkat Pemakaian bahasa bertingkat seperti tingkat tutur bahasa Jawa, masih digunakan oleh masyarakat setempat. Di dusun ini masih ada tingkatan bahasa Jawa krama, madya, dan ngoko. Bahasa Jawa krama untuk orang yang lebih tua atau tinggi jabantannya. Bahasa Jawa madya digunakan untuk orang sebaya. Bahasa Jawa ngoko untuk orang yang lebih muda atau rendah jabatannya. 1) Ungkapan Ungkapan yang berkembang di daerah tersebut sudah jarang ditemukan. Masyarakat di desa Bokoharjo tidak menggunakan ungkapan dalam kehidupan seharihari, dengan alasan untuk saat ini belum dapat diterima oleh anak cucu mereka. Orang tua pada jaman dahulu memang menggunakan ungkapan ketika menasehati anak cucunya namun lain halnya dengan sekarang ungkapan-ungkapan Jawa sudah tidak banyak dimengerti masyarakat. 2) Lagu rakyat Lagu rakyat seperti macapatan dan lagu dolanan saat ini pemakaiannya sudah jarang sekali. Lagu dolanan dahulu digunakan untuk bermain anak-anak ketika padhang bulan. Dolanan yang masih ada di dusun Gathak antara lain engklek dan gobhag sodhor. Macapatan difungsikan dalam berbagai aspek, selain untuk hiburan juga untuk peringatan-peringatan upacara adat Jawa seperti selapanan, mantenan, dsb. Tradisi macapatan, dahulu berkembang pesat di tahun 1980an. Kegiatan ini diselenggarakan

20

oleh pihak kecamatan Prambanan. Banyak warga dari desa Bokoharjo yang ikut dalam kegiatan ini. Kini macapatan sudah tidak dilaksanakan lagi akibat perkembangan jaman. Hanya saja untuk dukuh Klurak baru mulai mengembangkan tradisi macapatan. 3) Cerita rakyat Di dusun Gathak tidak ditemukan dongeng atau mitos, yang masih ada di kawasan sekitar candi Ratu Boko. Menurut informan, ada mitos bila sepasang muda mudi mengunjungi kompleks wisata candi akan renggang hubungannya. Di dalam kompleks terdapat air suci yang dikeramatkan untuk penyembuhan, alab berkah, awet muda. Dahulu candi ini merupakan pusat pemerintahan Kraton Ratu Boko.Cerita rakyat yang berkembang di sana yaitu candi Ratu Boko merupakan peninggalan sejarah pada abad 8 di masa Syailendra pada dinasti Rakai Panangkaran. Candi ini dibangun di atas bukit agar jauh dari mara bahaya. Tradisi lisan mendongeng juga masih diadakan meskipun tidak sebanyak dahulu. Bahan dongengan diambil dari cerita masyarakat yang ada di daerah setempat. Posisi dongeng tergantikan dengan yang lain karena adanya perkembangan jaman. Dusun Cepit memiliki cerita rakyat tentang Dewi Sri sebagai penjaga tanah dan dianggap sebagai Dewi Kesuburan. Oleh karena itu di dusun Cepit mempercayai sebelum dan sesudah panen dilaksanakan ritual untuk menghormati Dewi Sri. Dusun Dawung memiliki cerita rakyat tentang Ratu Boko, karena Dawung merupakan daerah di mana candi Ratu Boko berada. Cerita Ratu Boko beredar luas di wilayah ini. Di dusun Pelemsari berkembang cerita rakyat tentang asal mula desa Pelem Sari. Diceritakan bahwa dahulu kala Karta Irana (leluhur) berkata bahwa desa tersebut akan dinamai desa Pelemsari karena banyak tumbuh pohon pelem (mangga). Oleh karena itu di setiap upacara adat nama Karta Irana selalau disebut. Dusun Jirak memiliki cerita rakyat bila ada seseorang mencuci pakaian di sungai dan mengomel atau berkomentar maka akan jatuh sakit. Penyembuhan dari sakit itu dengan mengambil air sungai dan membasuhkannya di muka. Di dusun Jobohan beredar kabar,konon katanya penuggu dusun Jobohan berda di pojok desa. Oleh karena itu untuk menjaga agar desa tersebut tidak diganggu oleh penunggu desa tersebut maka diberikanlah sesaji di pojok dusun Jobohan. Dusun Marangan memiliki cerita rakyat tentang candi Ijo yang terdapat di sekitar candi Ratu Boko.

21

2.

Upacara Adat Upacara adat sebagai bentuk implementasi masyarakat terhadap rasa

kepercayaan dan syukurnya kepada Tuhan diwujudkan dalam bentuk: a) Tradisi mitoni, mitoni dilaksanakan

oleh wanita hamil 7 bulan yang mengandung anak pertamanya. Di desa Bokoharjo (13 dukuh) masih terdapat upacara adat mitoni atau tingkeban, meskipun pemakainya sudah tidak terlalu banyak. Alasan tidak mengadakan upacara mitoni antara lain masalah ekonomi. Perlengkapan yang dibutuhkan tidak murah, sehingga dari segi ekonomi dianggap pemborosan. Selain itu masyarakat sudah tidak menganggapnya sebagai upacara yang sakral akibat pengaruh ajaran agama. b) Ruwahan atau Nyadran yaitu kegiatan yang dilakukan pada tanggal 20 Ruwah untuk mengucapkan rasa syukur terhadap Tuhan. Kini upacara ini masih dilaksanakan di dusun Gathak dan Jamusan tiap tanggal 20 Ruwah dengan cara kenduren di makam dengan membawa besekan. Di dukuh Jirak, Jobohan , Majasem, Ringin Sari dan Kranggan masih mengadakan upacara adat ruwahan tiap bulan Ruwah dengan membuat besekan yang dibawa ke sesepuh dukuh. c) Upacara labuh yaitu upacara yang dilakukan pada saat akan menanam padi. Bibit yang akan ditanam disiapkan di sawa dengan membawa sesaji. Orang-orang di dukuh Cepit masih percaya bahwa sesaji labuh akan mendatangkan rejeki bagi petani agar panennya melimpah. Sesaji yang digunakan adalah: jenang blowok (jenang dari tepung beras) dimasukkan ke dalam takir yang di atasnya diberi gula merah. Takir sebagai simbol sawah

22

yang sudut.

mempunyai

empat

Bunga setaman Ambon-ambon (kemenyan)

Upacara adat ini sebagai wujud syukur dan pengahrapan bagi yang mbaureksa bumi menjaga bumi. . d) Upacara wiwitan, yaitu membuat

sesaji yang terdiri dari katul, nasi, jajan pasar untuk mengawali panen padi. Kegiatan ini masih dilaksanakan di dusun Gathak, Jamusan, Cepit, dan Kranggan namun dilakukan hanya orang-orang tertentu saja. Upacara ini dilakukan dengan cara membuat sesaji untuk mengawali panen. Sesaji yang dibutuhkan adalah nasi liwet, sambel gepeng (kedelai goreng), telur ayam rebus, sayur gudhangan, kemenyan, bunga setaman, ambon-ambon (jamu ramuan), kulupan (daun dadap srep dan turi), dan sambel kacang. Sesaji di atas dibawa ke sawah dengan membakar kemenyan diberikan ke pada yang mbaureksa sawah karena sudah nuntu mencari rejeki. Rapalnya mbok Sri iki ngupahi sing mbaureksa sawah iki. Sewaktu dipanen petani memotong 7 jodho (7 pasang) padi dengan disisakan beberapa daunnya. Padi 7 jodho itu di keringkan dan disimpan di dalam gedhong peteng. Padi 7 jodho tersebut dimasukkan di dalam gedhong peteng dengan bacaan mantranya Mbok Sri kaki menthek, nini menthek iki rejeki Gusti Allah kowe tak boyong ning gedhong peteng. Aja nganti lungo saka gedhong peteng , Tak jikuk bali meneh aja nganti entek-entek. Setelah dimasukkan ke dalam gedhong peteng sesaji disiapkan lagi antara lain daun dhadhap srep 5 lebar hanya pucuknya saja dimasukkan dalam wadah diberi air kendi. Bacaan mantranya yaitu ayem-ayem tentrem Mbok Sri, kowe tunggua gedhong peteng kene, yaiki papanmu turonmu aja pati-pati lungo, aja kelong-kelong, iki pakanku saben dinane.

23

e)

Sukuran/merti dusun yaitu upacara

yang dilakukan setelah musim panen, ada yang menyebutnya merti desa yaitu mengucapkan rasa syukur terhadap Tuhan atas hasil panen di dusun tersebut. Acara ini biasanya dimeriahkan dengan wayangan. Untuk saat ini upacara ini sudah tidak lagi diadakan mengingat banyak yang sudah meninggalkannya. Hanya di dukuh Pelemsari dan Jamusan saja yang masih mengadakan upacara merti dusun dengan menanggap wayang pada malam harinya. Ritual merti desa dengan cara membersihkan desa di tempat-tempat keramat, makam, jembatan, dan balai desa yang dilanjutkan dengan tanggapan wayang di malam harinya. f) Upacara suran yaitu memperingati 1 Sura setiap tahunnya dengan cara membuat slametan yang nantinya didoakan oleh warga setempat. Untuk jaman sekarang sudah tidak ada lagi tradisi suran, hanya di dusun Gathak tepatnya di dusun Pleret yang masih diadakan. g) Upacara manten masih dilaksanakan oleh warga yang memang menggunakan adat Jawa pada pernikahan. Hingga saat ini prosesi upacara manten adat Jawa masih diadakan di seluruh wilayah di desa Bokoharjo. h) Mitung dina, yaitu membuat slametan pada hari ke tujuh meninggalnya seseorang. Hingga kini masyarakat di desa Bokoharjo masih banyak menjalankan meskipun sudah ada perubahan pada acaranya yaitu dengan membaca Yassin dan Tahlil di rumah keluarga almarhum/almarhumah. Banyaknya masyarakat yang mulai meninggalkan dengan alas an ekonomi dan kepercayaan tertentu. i) warganya. j) Nyewu yaitu upacara mengenang tiga tahun kematian seseorang. Di desa Bokoharjo masih dilaksanakan upacara nyewu (seribu hari) dengan membuat slametan yang diibagikan ke tetangga dan sanak saudara. 3. Kesenian Tradisional Mendhak yaitu mengenang satu tahun meninggalnya seseorang. Di desa Bokoharjo masih dilaksanakan oleh

24

Di dusun Gathak ditemukan kesenian Srandhul yang dahulu berjaya di ahun 1980an. Tukidjo adalah pendiri kesenian Srandhul di desa Gathak. Beliau merupakan kepala dukuh Gathak dari taun 1974 hingga tahun 1997. Sedangkan di dusun Jamusan masih ada kesenian Jathilan yang saat ini masih tetap dilestarikan. Jathilan yang berjumlah sekitar 25 orang ini masih terus diadakan dan tetap eksis di desa Jamusan. Kethoprak masih ada di desa Gathak dengan pimpinan Ibu Jengki Sutarti. Banyak muda mudi yang ikut rombongan di kethoprak ini. Hanya saja tidak ada yang membina dan memberikan sponsor sehingga kethoprak tidak berjaya seperti jaman dahulu. Jathilan dari dukuh Majasem telah ada sejak dulu, namun tidak terkenal seperti dari dukuh Jamusan. Jathilan dari Majasem masih tetap eksis meskipun kini tidak setenar pada jaman dahulu. Kethoprak di daerah Pelemsari sudah ada dari dulu hingga sekarang, hanya saja kegiatan pentas kethoprak sudah banyak berkurang. Kethoprak Pelemsari biasa pentas di dukuh Pelemsari pada saat memperingati hari Kemerdekaan RI. Campursari di dukuh Marangan memiliki kekhasan karena isi lagunya telah tercampur dengan unsur agama. Campursari ini diberi nama campur santri yang berarti kumpulan dari beberapa santri. Ketua campur santri ialah Bapak Haji Kasyadi seorang sesepuh di dukuh Marangan. Beliau memprakarsai adanya campur santri yang beraliran religius. 3. Pengembangan Seni Pertunjukan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan tampak terdapat dua kesenian yang mempunyai potensi untuk dikembangkan ke arah industri kreatif. Kedua kesenian tersebut adalah Srandhul dan Jathilan. Srandhul dan Jathilan termasuk seni tradisional kerakyatan merupakan bentuk seni yang bersumber dan berakar serta telah dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat di lingkungannya. Pada mulanya, seni ini tidak hadir semata-mata sebagai karya baru yang tiba-tiba muncul begitu saja, akan tetapi seni ini tumbuh dan berkembang dalam rentang waktu yang begitu panjang. Kesenian rakyat merupakan cermin ekspresi masyarakat, yang memiliki ciri sederhana dan biasanya ditarikan dalam bentuk tari berkelompok.

25

Sebagai seni tradisi kerakyatan, kesenian ini tampaknya mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat yang berujud pesan moral. Untuk itu, agar pesan moral yang disampaikan dapat diterima oleh masyarakat, maka perlu diadakannya berbagai elemen-elemen pertunjukan. Elemen-elemen yang mendukung suatu suatu pertunjukan. Bentuk pertunjukan berarti wujud dan susunan pertunjukan yang meliputi pertunjukan dapat berupa gerak tari, tata rias dan tata busana, iringan, tempat pertunjukan dan perlengkapan yang lain seperti properti. Perlu disadari bahwa hadirnya elemen-elemen dalam suatu pertunjukan merupakan faktor yang sangat penting serta menentukan suksesnya sebuah pertunjukan. Elemen-elemen tersebut merupakan aspek pendukung visual yang dapat dilihat dalam suatu pertunjukan.

a. Bentuk Penyajian Kesenian Jathilan di Dusun Jamusan Bokoharjo Kesenian Jathilan merupakan kesenian tradisional kerakyatan yang bentuk garapannya masih sederhana dan masih berpijak pada warisan seni tradisional yang hidup dan berkembang di kalangan masyarakat. Kesenian rakyat merupakan cermin ekspresi masyarakat, yang memiliki ciri sederhana dan biasanya ditarikan dalam bentuk tari berkelompok. Tari kerakyatan biasanya tidak diketahui penciptanya atau penata tarinya, karena pada umumnya secara turun temurun dianggap sebagai karya kolektif dan milik bersama masyarakat setempat. Dalam pertunjukannya masih ada sifat magis, untuk mencapai klimaks biasanya ada yang ndadi atau kesurupan/trance. Sebagai kesenian rakyat, kesenian Jathilan ini memiliki elemen-elemen penyajian yang membentuk satu penyajian yang harmonis, elemen-elemen tersebut adalah gerak tari, tata rias dan busana, iringan, desain lantai, tempat pertunjukan, dan properti. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, salah satu di antara kesenian Jathilan yang ada di Dusun Jamusan, Bokoharjo, Prambanan, Sleman adalah kesenian Jathilan Guntur Geni. Kehadiran kesenian tersebut mampu memberikan identitas budaya pada masyarakat di Dusun Jamusan, Bokoharjo, Prambanan, Sleman, dan merupakan salah satu potensi yang sedang dikembangkan. Fenomena yang terjadi pada pertunjukan Jathilan , tampaknya perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak, baik pemerintah, seniman maupun kalangan akademisi. Oleh karena itu, masalah tersebut sangat menarik untuk ditindaklanjuti bahkan lebih dikembangkan lagi agar kesenian Jathilan Guntur Geni ini mendapat nilai tambah dan daya saing tinggi. Untuk itulah, kami tim peneliti mencoba untuk memberikan masukan pada elemen-elemen tari agar

26

pertunjukan kesenian Jathilan Guntur Geni ini dalam pertunjukkannya semakin lebih menarik. Berikut ini adalah bentuk pertunjukan kesenian Jathilan Guntur Geni di Dusun Jamusan, Bokoharjo, Prambanan, Sleman dan elemen-elemennya. 1) Gerak Tari Gerak merupakan proses perpindahan dari gerak anggota tubuh yang satu ke anggota tubuh yang lain. Ragam gerak yang dilakukan pada kesenian Jathilan Guntur Geni ini adalah: a) Berjalan berurutan dengan berbaris dua-dua masuk ke arena pertunjukan tanpa membawa kuda lumping, diikuti oleh peran Bancak dan Doyok dengan gerak improvisasi. b) Gerak trecetan c) Jalan di tempat dengan bentuk tangan ngepal (seperti kuda-kuda) di depan dada d) Gerak sembah dengan loncatan di tempat sambil berputar-putar e) Gerak jengkeng disertai manggut-manggut, bentuk tangan bapangan f) Gerak permainan pedhang g) g . Gerak permainan kuda lumping h) Jogedan kuda lumping i) Perangan

j) Jathilan ndadi/tranceGerakan dilakukan secara serempak dengan jumlah penari 6 orang laki-laki remaja. Sedangkan pada peran Bancak dan Doyok gerak dilakukan secara improvisasi. 2) Tata rias dan busana Tata Rias adalah seni menggunakan bahan-bahan kosmetik untuk mewujudkan wajah para penari sesuai dengan karakter. Tata rias yang digunakan pada kesenian Jathilan Guntur Geni ini, dengan menggunakan rias korektif, artinya untuk mempertebal garis-garis pada wajah.Adapun peran Bancak dan Doyok menggunakan topeng. Busana tari adalah busana yang dipakai untuk kebutuhan tarian yang ditarikan di atas pentas. Busana tari yang ditampilkan dalam sebuah karya seni tari bertujuan untuk menunjukkan peran yang dibawakan pemain. Pada kesenian Jathilan Guntur Geni, busana yang digunakan adalah sebagai gambaran seorang prajurit yang akan berperang. Adapun rinciannya adalah:

27

a) Baju lengan panjang berwarna merah dengan baju rompi berwarna hitam b) Celana panji c) Kain lereng dengan pemakaian supit urang d) Sabuk dan epek timang e) Tutup kepala iket f) Sampur

3) Iringan Iringan berfungsi untuk menghidupkan suasana. Iringan yang digunakan pada kesenian Jathilan Guntur Geni menggunakan gamelan yang berlaras slendro tetapi tidak banyak menggunakan peralatan. Alat yang digunakan sebagai iringan adalah kendhang, kempul, kecreng, ditambah dengan instrumen drum, disertai dengan vokal. Dalam iringan akan ditambah dengan syair-syair yang dirasa masih kurang, seperti iringan pembukaan. 4) Desain Lantai Desain lantai adalah garis-garis di lantai yang dibuat oleh formasi penari kelompok. Seperti halnya kesenian tradisional kerakyatan yang lain yang selalu menggunakan desain lantai lurus dan lengkung, kesenian Jathilan Guntur Geni ini juga menggunakan desain lantai lurus dan lengkung. Namun demikian desain lantai yang digunakan masih statis sehingga terasa membosankan. 5) Tempat Pertunjukan Tempat pertunjukan merupakan penataan tempat untuk mendukung pergelaran sebuah karya tari. Tempat pertunjukan terdiri dari tempat pertunjukan tertutup seperti bentuk proscenium, dan tempat pertunjukan terbuka seperti di lapangan. Tempat pertunjukan Jathilan Guntur Geni biasanya dipentaskan di lapangan, atau di tempat terbuka. 6) Properti Ada berbagai macam properti yang digunakan di dalam pertunjukan. Pada pertunjukan kesenian Jathilan Guntur Geni ini menggunakan properti kuda lumping, keris, pedang , serta pecut yang dibawa oleh seorang pawang.

28

7) Waktu Pertunjukan Waktu yang digunakan dalam pertunjukan Jathilan ini kurang lebih 60 menit/ 1 jam. b. Bentuk Penyajian Kesenian Srandhul di Dusun Nggathak Bokoharjo Kesenian Srandhul merupakan kesenian tradisional kerakyatan yang berupa drama tari. Ceritera yang disajikan pada kesenian Srandhul biasanya berupa ceritera rakyat, baik yang pernah terjadi maupun hanya karangan saja. Misalnya ceritera lahirnya Cakra Sudarmin, Demang Cakra Yudha, Prawan Sundi, dan lain-lain. Kesenian Srandhul memiliki nilai-nilai filsafat yang yang terkandung di dalamnya. Sebagai kesenian tradisionsl kerakyatan Srandhul juga memiliki elemen-elemen penyajian yang membentuk satu penyajian yang harmonis. Elemen-elemen tersebut adalah gerak tari, tata rias dan busana, iringan, desain lantai, tempat pertunjukan, properti, dan waktu pertunjukan. Adapun bentuk penyajian kesenian tradisional Srandhul dapat diuraikan sebagai berikut. 1) Gerak Tari Mencermati ragam gerak yang dilakukan pada kesenian Srandhul ini, semua gerak yang dilakukan oleh penari menggunakan gerak improvisasi. Belum ada penggarapan sedikitpun dalam gerak pada kesenian Srandhul ini. Gerak yang digunakan pada kesenian Srandul adalah: a) Gerak lumaksana lembehan untuk penari putri b) Gerak lumaksana gagahan untuk penari putra c) gerak kiprahan untuk peran Dhadung Awuk. d) Peran Demang Cakra Yudha sekalipun seorang laki-laki tetapi menggunakan gerak seperti perempuan .Hal ini dikarenakan Demang Cakra Yudha memiliki anggota tubuh yang cacat. 2) Tata rias dan busana Tata rias yang digunakan pada kesenian Srandhul ini, dengan menggunakan tata rias karakter, hal ini dimaksudkan untuk memperjelas karakter tari yang dibawakan. Sedangkan busana yang digunakan adalah sesuai dengan tokoh yang membentuk karakter dan peran yang dibawakan.

29

a) Tata rias untuk penari putri menggunakan rias cantik b) Tata rias Dhadung Awuk menggunakan tata rias karakter c) Tata rias Demang Cakra Yudha menggunakan rias tampan serta dengan menggunakan kaca mata hitam, hal ini dimaksudkan untk menutupi matanya yang cacat. d) Tata rias perampok menggunakan rias karakter. Sedang tata busana yang digunakan pada kesenian tradisional Srandhul ini adalah: a) Penari putri menggunakan kain panjang dan baju kebaya, seperti pada umumnya seorang perempuan Jawa.

b) Penari Dhadhung Awuk menggunakan kain sapit urang, celana panji, epektimang, boro samir, krincing/binggel, menggunakan iket kepala.

c) Demang Cakra Yudha menggunakan baju putih lengan panjang, kain bebedan,stagen, bara samir, epek timang, menggunakan saputangan. d) Peran perampok, menggunakan celana panji, kain sapit urang, rompi, iket kepala. 3) Iringan Iringan yang digunakan pada kesenian Srandhul menggunakan gamelan yang berlaras slendro. 4) Desain Lantai Desain lantai pada kesenian Srandul sama sekali belum digarap, masih banyak menggunakan desain lantai lurus, dan bahkan sama sekali tidak tertata dengan baik. 5) Tempat Pertunjukan Tempat pertunjukan kesenian Srandhul biasanya dipentaskan di teras rumah, atau di panggung. 6) Properti Pada pertunjukan kesenian Srandhul ada yang menggunakan keris seperti pemeran Dhadhung Awuk, Demang Cakra Yudha selain menggunakan keris juga menggunakan saputangan dan kacamata.

30

7) Waktu Pertunjukan Waktu yang digunakan pada kesenian Srandhul ini kurang lebih 2 jam. c. Pengembangan Bentuk Pertunjukan Kesenian Jathilan dan Srandhul ke Arah Industri Kreatif 1) Pengembangan Pertunjukan Kesenian Jathilan Kesenian Jathilan sebagai industri kreatif sedikit elemen pertunjukan tanpa meninggalkan nilai-nilai mengalami pengembangan. tradisi yang ada. Adapun Hal ini disebabkan karena adanya suatu proses kreativitas dalam pembaharuan elemenperkembangan kesenian Jathilan adalah: a) Gerak Tari Penari masuk dengan lumaksana disertai membawa kuda lumping dan pedhang. Gerak penghormatan awal sebagai penghormatan kepada para tamu Jogegan Bapang Gerak kuda-kuda Angkatan kaki dan tangan lebih dipertegas agar kelihatan lebih menarik Semua gerak disamakan dan kompak Tanpa ada penari Bancak dan Doyok Tidak ndadi/kesurupan b) Tata Rias dan Busana Tata rias dan tata busana tidak mengalami pengembangan c) Iringan d) Desain Lantai Sekalipun masih dilakukan secara sederhana tetapi lebih bervariasi e) Waktu Pertunjukan Durasi waktu pada pengembangan kesenian Jathilan ini menjadi 15 menit. Ada irama lamba ada irama sesegan

31

f) Tempat Pertunjukan Tempat pertunjukan bisa di lapangan terbuka juga bisa di ruangan tertutup. g) Properti Properti tidak mengalami pengembangan 2) Pengembangan pertunjukan Kesenian Srandhul Kesenian Srandhul sebagai industri kreatif sedikit mengalami pengembangan. Hal ini disebabkan karena adanya suatu proses kreativitas dalam pembaharuan elemenelemen pertunjukan tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisi yang ada. Adapun perkembangan kesenian Srandhul adalah: a) Gerak Tari Mencermati ragam gerak yang dilakukan pada kesenian Srandhul ini, semua gerak yang dilakukan oleh penari menggunakan gerak improvisasi. Gerak pada kesenian Srandhul ini mengalami pengembangan meskipun tidak dominan. b) Tata rias dan busana Tata rias yang digunakan pada kesenian Srandhul ini, tidak ada pengembangan.

c) Iringan Iringan yang digunakan pada kesenian Srandhul menggunakan gamelan yang berlaras slendro. d) Desain Lantai Desain lantai pada kesenian Srandul, di tata kembali supaya kelihatan lebih rapi. e) Tempat Pertunjukan Tempat pertunjukan kesenian Srandhul biasanya dipentaskan di teras rumah, atau di panggung. Dalam pengembangannya kesenian ini bisa dipentaskan dimana saja.

32

f) Properti Pada pertunjukan kesenian Srandhul properti tidak mengalami pengembangan. g) Waktu Pertunjukan Waktu yang digunakan pada kesenian Srandhul dahulu kurang lebih 2 jam, dalam pengembangannya menjadi 15 menit. Dari usaha pengembangan yang sudah dilakukan oleh kelompok Srandhul dari Dusun Gatak dan Jathilan yang ada di Dusun Jamusan Desa Bokoharjo, dimaksudkan sebagai upaya pengembangan ke arah pemuasan permintaan konsumsi penonton, dimana dari pengembangan tersebut memunculkan dua jenis model pertunjukan, baik pada kesenian Srandhul maupun Jathilan. Bentuk pengembangan yang dimaksud adalah, pengembangan jenis pertunjukan pakem ke pertunjukan massa. Pengembangan tersebut, akan sangat menguntungkan para pelaku kesenian, karena mereka (grup kesenian) memiliki kesempatan lebih untuk mempertunjukkan hasil karya seni tradisinya bagi konsumsi penonton. Adapun pengembangan yang terkait dengan waktu pementasan akan semakin diminati para pengunjung/penonton. Hal ini dikarenakan dengan waktu yang relatif lebih singkat, sehingga pertunjukan akan lebih luwes dipentaskan untuk pertunjukan panggung. Dari faktor gerak, pengembangan difokuskan pada gerak tari yang telah digarap. Hal itu akan lebih menarik perhatian penonton. Gerak yang monoton pada saat pertunjukan akan membuat penonton cepat merasa jenuh, sehingga dengan pengembangan gerak tersebut diharapkan akan menjadi lebih menarik dan mendatangkan banyak penonton. Dari sisi kostum pemain terjadi pengembangan, dengan mengikuti mode yang sedang trend saat ini, tanpa meninggalkan unsur dan makna tradisinya. Sebagai contohnya, dipakainya asesoris kostum yang akan menambah unsur estetika dalam penampilan para pemain. Alat musik (gamelan) juga mengalami perubahan ke arah pengembangan. Alat musik yang digunakan semula sangat tradisional. Dengan sentuhan warna musik yang dirubah dalam berbagai jenis warna musik yang disesuaikan dengan kebutuhan penonton pada saat ini. Dengan kata lain mengisi variasi di tengah kemonotonan, akan menjadikan pertunjukan lebih semarak. Salah satu contohnya dengan penambahan alat

33

musik drum pada kesenian Jathilan yang berpengaruh pada semangat para pemainnya dalam mementaskan seni tradisinya. Pengambangan pada tempat pementasan juga sangat berpengaruh dalam proses industrialisasi seni tradisi khususnya di Desa Bokoharjo. Semula pementasan di tempat yang seadanya. Salah satu contoh tempat pementasan Kesenian Srandhul, yang semula bertempat di depan (teras) rumah, pada saat ini sudah mulai dikembangkan dengan menggunakan setting panggung pertunjukan. Hal ini diharapkan kedepan mempunyai prospek industri keratif yang dapat dikonsumsi oleh penonton secara profesional.

34