-
7 Universitas Kristen Petra
2. LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.2.1 Teori Agensi
Jensen & Meckling (1976) menyatakan, teori keagenan
merupakan teori
yang menjelaskan mengenai hubungan antara pemegang saham selaku
pemilik atau
principal dan pihak manajemen selaku agent. Pemegang saham
selaku pemilik atau
principal merupakan pihak yang mempekerjakan manajer atau agent.
Dalam
mempekerjakannya, principal tentu akan mendelegasikan sejumlah
otoritas seperti
otoritas untuk membuat keputusan kepada agent. Sedangkan agent
merupakan
pihak yang bertindak sebagai pembuat keputusan di dalam
perusahaan demi
menambah kesejahteraan dari principal (Bamberg & Spremann,
1987).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kouba & Jarboui (2017)
pihak
principal merupakan otoritas pajak yang selalu mengawasi setiap
perusahaan yang
ada, sedangkan pihak manajemen berperan sebagai agent. Pihak
Manajemen selalu
diharapkan untuk membuat dan menjalankan kebijakan sesuai dengan
principal,
yang dalam penelitian ini adalah pihak otoritas pajak (Abdullah
& Valentine, 2009).
Namun pada kenyataannya, manajer tidak selalu membuat keputusan
yang sejalan
dengan kepentingan otoritas pajak (Padilla, 2002). Pihak manajer
akan selalu
berusaha meminimalisasikan pengeluaran pajak, yang berbanding
terbalik dengan
otoritas pajak yang selalu berusaha untuk meningkatkan
pengeluaran pajak dari
suatu perusahaan. Hal ini akan membuat manajer memberikan
informasi yang tidak
sesuai dengan ekspetasi otoritas pajak.
Perbedaan informasi yang diterima antara principal dengan agent
menjadi
salah satu penyebab timbulnya moral hazard. Moral hazard adalah
upaya
memaksimalkan kepentingan pribadi dengan mengorbankan
kepentingan pihak
lain. Dalam hal ini manajer sebagai pihak yang menjalankan
kegiatan operasional
perusahaan dan pengambil keputusan memiliki informasi yang lebih
lengkap
mengenai kondisi perusahaan dibandingkan dengan otoritas pajak.
Perbedaan
informasi yang dimiliki oleh manajer dengan otoritas pajak
tersebut lebih dikenal
dengan istilah asimetri informasi. Asimetri informasi tersebut
berpotensi
memunculkan biaya-biaya yang ditanggung oleh kedua pihak, biaya
tersebut
petra.ac.idhttp://dewey.petra.ac.id/dgt_directory.php?display=classificationhttp://digilib.petra.ac.id/help.html
-
8 Universitas Kristen Petra
dikenal sebagai biaya agensi. Jensen dan Meckling (1976)
menyebutkan bahwa
biaya agensi merupakan akumulasi dari:
1. Monitoring Cost
Biaya yang dikeluarkan oleh principal untuk mengawasi tindakan
yang
dilakukan agent dengan tujuan untuk mengurangi perilaku agent
dalam mencari
keuntungan pribadi.
2. Bonding Cost
Biaya yang ditanggung agent sebagai jaminan bahwa mereka tidak
akan
melakukan tindakan yang merugikan principal. Biaya tersebut
berupa ganti rugi
yang dibayarkan manajer apabila terbukti melakukan tindakan yang
merugikan
principal.
3. The Residual Loss
Merupakan kerugian berupa uang atau lainnya yang akan
mengurangi
kesejahteraan principal karena adanya perbedaan keputusan yang
dimiliki oleh
principal dengan agent.
Dalam penelitian ini monitoring cost dikeluarkan oleh otoritas
pajak, yaitu
disaat otoritas pajak menerapkan alat kontrol untuk memastikan
reabilitas laporan
keuangan dan membatasi perilaku peghindaran pajak yang dilakukan
oleh manajer
(Koubaa & Jarboui, 2017). Bonding cost yang dikeluarkan oleh
pihak manajer juga
untuk memastikan kualitas laporan keuangan.
Penetapan eksternal auditor sebagai “trusted guardian” merupakan
hal yang
sangat penting, khususnya untuk menurunkan agency cost yang
dikeluarkan oleh
principal. Ekternal auditor juga berperan untuk meningkatkan
reabilitas dari
laporan keuangan perusahaan. Eksternal auditor akan berperan
untuk
mengidentifikasi kejanggalan informasi dan mengungkapkannya pada
otoritas
pajak.
2.2 Kualitas Audit
Kualitas audit adalah tingkat kemungkinan dimana seorang
auditor
menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam
system
akuntansi yang diaudit oleh auditor tersebut (DeAngelo, 1981).
Penelitian
sebelumnya mengukur kualitas audit berdasarkan kriteria-kriteria
yang
menggambarkan kualitas audit tersebut, seperti ukuran perusahaan
audit, biaya
-
9 Universitas Kristen Petra
audit, reputasi, spesialisasi dan adjustment audit (Chadegani,
2011). Penelitian ini
mengadopsi metode yang digunakan oleh Lajmi & Gana (2011),
yang kemudian
dikembangkan oleh Koubaa & Jarboui (2017). Lajmi & Gana
(2011)
menggunakan 4 (empat) pendekatan untuk mengukur kualitas audit
dan
menghitung indeks yang ada, yang dinamakan indeks kualitas
audit. Pendekatan
yang dimaksud adalah big 4, co-statutory auditor, big
4/co-statutory auditor, dan
biaya audit. Kouba & Jarboui (2017) mengembangkan menjadi 6
pendekatan
yaitu, ukuran auditor; opini audit; audit lag; spesialisasi
audit; audit tenure; dan
pengalaman. Untuk menggunakan pendekatan tersebut sangatlah
mudah, peneliti
hanya perlu membagi jumlah pendekatan yang terpenuhi dengan
seluruh
pendekatan yang ada.
2.2.1 Ukuran Auditor
Ukuran auditor digunakan sebagai pendekatan atas kualitas audit
karena
semakin besar auditor tersebut, maka diharapkan semakin tinggi
pula kompetensi
yang dimiliki auditor tersebut sehingga auditor dapat memberikan
kualitas audit
yang baik (DeAngelo, 1981). Di dunia secara tidak langsung telah
ada
kesepakatan mengenai Big 4, yaitu 4 (empat) kantor audit
terbesar di dunia pada
saat ini. Perusahaan tersebut adalah Deloitte; Pricewaterhouse
Coopers; Ernst &
Young; dan KPMG. Variabel ini mengukur apakah perusahaan
tersebut di audit
oleh Big4 atau tidak.
Menurut Koubaa & Jarboui (2017) Auditor yang besar juga
diperkirakan
lebih independen dibandingkan auditor yang lebih kecil
karena:
1. Menghadapi resiko yang menyangkut nama baik, sehingga mereka
harus
memberikan kualitas audit yang terbaik
2. Tidak bergantung pada penghasilan atas 1 (satu) klien,
sehingga tidak
mudah terpengaruh oleh klien.
3. Semakin besar biaya audit mereka, maka semakin besar resiko
mereka
dituntut jika ada sengketa.
2.2.2 Opini Auditor
Opini audit merupakan bagian terpenting dari proses audit,
yang
merangkum segala temuan atas laporan keuangan perusahaan. Jika
auditor
menemukan kesalahan yang material dan tidak sesuai dengan PSAK,
maka
-
10 Universitas Kristen Petra
auditor harus memberikan opini yang sesuai dengan kesalahan
tersebut.
Kemungkinan auditor akan memberikan modified akan lebih rendah
jika
independensi auditor terganggu (DeAngelo, 1981). Dalam standar
profesional
akuntan publik yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
pendapat auditor
dibagi ke dalam lima kategori yaitu:
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
Bukti audit telah terkumpul dengan cukup; ketiga standar umum
telah
terpenuhi (Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih
yang
mempunyai keahlian dan pelatihan teknis yang memadai sebagai
auditor;
dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi
dalam
sikap mental harus dipertahankan oleh auditor; dalam pelaksanaan
audit
dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan
kemahiran
professional dengan cermat dan seksama); laporan keuangan
lengkap;
laporan keuangan sesuai dengan PSAK
2. Pendapat wajar dengan bahasa penjelas (unqualified opinion
with language
disclosure)
Kurang konsisten dalam menerapkan PSAK; keraguan akan konsep
going
concern; auditor ingin menekankan suatu hal
3. Pendapat wajar dengan Pengecualian (qualified opinion)
Terdapat suatu penyimpangan atau kekurangan pada pos tertentu;
bukti
kurang cukup; adanya pembatasan ruang lingkup
4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)
Mengandung salah saji yang material; laporan keuangan tidak
wajar; tidak
sesuai dengan PSAK
5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion)
Auditor merasa tidak independen; pembatasan ruang lingkup
2.2.3 Audit Lag
Variabel ini dapat diartikan sebagai berapa hari yang dibutuhkan
untuk
menyelesaikan audit, dari tahun fiskal berakhir. Audit lag
secara tidak langsung
digunakan untuk mengukur kualitas audit (Knechel & Sharma,
2012). Jangka
waktu auditor memberikan opini dan laporan keuangan diungkapkan
ke publik
merupakan hal yang penting pada pasar modal.
-
11 Universitas Kristen Petra
2.2.4 Spesialisasi Audit
Krishnan (2003) mempertimbangkan bahwa auditor spesialis
sebagai
pengukuran terhadap kualitas audit. Kemampuan auditor memiliki
peran penting
terhadap peningkatan kualitas audit (Hussein & Hanefah,
2013). Auditor spesialis
memiliki ekspektasi untuk menghasilkan audit yang berkualitas
tinggi. Krishnan
(2003) juga menemukan bahwa auditor yang memiliki keahlian
khusus memiliki
hubungan dengan manajemen laba yang semakin berkurang.
Spesialisasi audit
merupakan pengukuran yang baik terhadap kualitas audit, karena
kedua hal tersebut
saling berhubungan. (Lowensohn, Johnson, Elder, & Davies,
2007). Untung
mengukur auditor spesialis, digunakan pengukuran pangsa pasar
atau Industry
Market Share (Krishnan, 2003). Jika hasil dari pengukuran dari
pangsa pasar
melebih 15%, maka dapat dikatakan bahwa auditor tersebut
spesialis dalam
industry tersebut (Krishnan, 2003).
2.2.5 Audit Tenure
Audit tenure dapat diartikan jangka waktu penugasan audit.
Variabel ini
melihat apakah terdapat rotasi auditor eksternal setelah tiga
tahun. Beberapa
penelitian terdahulu telah menemukan adanya hubungan antara
audit tenure
dengan kualitas audit. (Chi, Douthett, & Lisic, 2012).
Cameran et al. (2016)
menyatakan bahwa hubungan kerja antara auditor dengan perasahaan
yang
semakin lama, akan membuat independensi dan objektifitas auditor
menjadi
berkurang. Hasil yang ditemukan oleh Myers et al. (2003)
menunjukan hasil yang
berlawanan, hasil tersebut menyatakan rotasi audit akan membuat
kualitas audit
berkurang, karena auditor yang baru tidak memahami informasi
yang spesifik
mengenai klien yang ada.
Berdasarkan PMK Nomor 17 tahun 2008 pasal 3, bahwa batas
maksimal
KAP memberikan jasa audit pada suatu perusahaan adalah selama 6
(enam) tahun
buku berturut-turut, sedangkan oleh seorang Akuntan Publik
paling lama untuk 3
(tiga) tahun buku berturut-turut.
2.2.6 Experience
Variabel ini mengukur kualitas audit dengan menggunakan
pengalaman
yang dimiliki oleh auditor. Variabel ini mengukur apakah auditor
telah menangani
klien tersebut selama minimal 3 tahun atau tidak. Jika auditor
tersebut telah
-
12 Universitas Kristen Petra
menangani klien sama dalam jangka waktu yang cukup lama, maka
diharapkan
auditor tersebut telah paham dengan informasi-informasi yang
dimiliki oleh klien
yang ada, sehingga menghasilkan audit yang berkualitas.
2.3 Penghindaran Pajak
Penelitian ini menggunakan pengukuran BTDs untuk mengukur
penghindaran pajak. BTDs mengacu pada perbedaan antara laba
sebelum pajak
dengan pendapatan kena pajak dalam suatu perusahaan. Perbedaan
tujuan antara
akuntansi dan pajak yang menyebabkan berbedanya peraturan antara
kedua hal
tersebut yang menimbulkan BTDs (Beresford, Best, Craig, Weber,
& Whinney,
1983). Graham et al. (2012) menemukan bahwa hal yang
mempengaruhi BTDs
adalah perencanaan pajak, manajemen laba, kondisi bisnis,
perubahan peraturan
akuntansi, perubahan pada Uji penjualan dan Uji properti, pabrik
dan peralatan
pada perusahaan tersebut.
Menurut Tang & Firth (2011) BTDs dibagi menjadi 2 (dua)
yaitu NBTD
yang bersumber dari perbedaan regulasi antara peraturan
akuntansi dengan
peraturan perpajakan dan ABTDs yang tercipta karena manajer
melakukan insentif
untuk mendistorsi kinerja perusahaan, mereka dapat secara
oportunistik
menggunakan standar akuntansi dan peraturan pajak sesuai
kebutuhan mereka
(Tang & Firth, 2011). Mendistorsi dalam kalimat di atas
berarti perusahaan
melakukan manajemen tertentu pada perusahaan, sehingga
perusahaan tidak
beroperasi dengan seharusnya. Secara oportunistik yang dimaksud
adalah
perusahaan dalam mengaku beban, perusahaan mencatat beban
terbesar dari
beberapa kemungkinan beban yang akan terjadi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yang dikembangkan oleh
Tang &
Firth (2011), persamaan tersebut memisahkan perbedaan yang
disebakan oleh
regulasi dan meregresi total BTDs terhadap non-discretionary
item, yang
diketahui mempengaruhi NBTDs, tetapi tidak terlalu merefleksikan
manipulasi
pajak ataupun laba. Item tersebut adalah perubahan pada
penjualan, gross
property, pabrik dan peralatan, profitability dan lagged
BTDs.
2.4 Kualitas Laba
Kualitas laba merupakan variabel yang tidak dapat diteliti
secara langsung
sehingga penelitian ini mengukur kualitas laba, dengan
menggunakan pendekatan
-
13 Universitas Kristen Petra
C-Score. Penelitian ini lebih memfokukan pengukuran kualitas
laba dengan proxy
konservatisme akuntansi. Menurut Lo (2005) prinsip konservatisme
akuntansi
didefinisikan sebagai akuntansi koservatif yang umunya
menyatakan bahwa
akuntan harus melaporkan informasi akuntansi tertinggi dari
beberapa
kemungkinan Uji kewajiban dan beban, serta yang terendah dari
beberapa
kemungkinan Uji aset dan pendapatan.
Variabel independen kualitas laba diukur dengan menggunakan
C-Score
dari penelitian Khan dan Watts (2009), yang didasarkan pada
pengukuran Basu
(1997) atas metode asymmetric timeliness. Dengan menambahkan
karakteristik
khusus perusahaan-tahun seperti size, market to book, dan
leverage pada regresi
cross-section Basu (1997), C-Score mampu memperhitungkan antara
variasi
perusahaan dan tahun dalam konservatisme. Terdapat 2 (dua) tahap
untuk
menentukan skor konservatisme tersebut. Pertama kita harus
meregresikan rumus
yang diasarkan pada penelitian Basu (1997) dan dikembangkan oleh
Khan dan
Watts (2009). Kemudian langkah keduanya adalah memasukan hasil
regresi
tersebut pada persamaan C-score. Perusahaan yang mendapatkan Uji
C-score
yang rendah mengindikasikan kualitas laba yang baik, karena
C-score
menunjukan tingkat konservatis yang dilakukan oleh perusahaan
tersebut. Dalam
C-score terdapat tiga indikator, yaitu market-to-book ratio
(MTB), leverage
(LEV), dan ukuran perusahaan (SIZE). MTB menunjukan seberapa
besar tingkat
penggunaan nilai pasar dibandingkan nilai buku pada perusahaan
tersebut, jika
nilai MTB semakin tinggi, maka tingkat konservatisme perusahaan
juga semakin
tinggi. Hal tersebut disebabkan bahwa nilai pasar cenderung
memiliki nilai yang
lebih besar dibandingkan nilai buku, hal tersebut dapat
dimanfaatkan untuk
peningkatan beban perusahaan. LEV menunjukan sumber modal usaha
perusahaan
tersebut, apakah berasal dari hutang ataupun modal pemegang
saham. Jika nilai
LEV semakin tinggi, berarti perusahaan tersebut memiliki sumber
modal yang
lebih banyak yang berasal dari hutang. Hutang yang ada akan
menciptakan bunga,
yang dapat mempengaruhi laba sebelum pajak perusahaan. SIZE
menunjukan nilai
log natural dari kapitalisasi pasar perusahaan. Perusahaan yang
memiliki nilai
SIZE yang besar, cenderung untuk melakukan tindakan konservatis
yang besar
juga.
-
14 Universitas Kristen Petra
2.5 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah suatu perbandingan yang digunakan
untuk
menetukan besar kecilnya suatu perusahaan dengan berbagai
metode, seperti: total
aset, log size, Uji pasar saham, dan lain-lain (Azlina, 2010).
Berdasarkan konteks
terhadap penelitian ini, ukuran perusahaan memiliki pengaruh
terhadap pemilihan
ukuran auditor (Defond, 1992). Koubaa & Jarboui (2017)
menunjukan hubungan
positif dan signifikan antara ukuran perusahaan dengan biaya
audit. Perusahaan
yang menyimpan banyak aset, peralatan dan piutang akan
membutuhkan audit
yang lebih komprehensif.
2.6 Leverage
Sumber hutang membentuk hubungan antara pemegang saham
dengan
kreditor. Kreditor memerlukan informasi-informasi yang
terpercaya atas
perusahaan yang memerlukan hutang. Auditorlah yang berperan
untuk melakukan
verifikasi atas informasi-informasi yang akan diterbitkan oleh
perusahaan
tersebut. Hay & Davis (2004) mendukung atas pemikiran agensi
teori, bahwa
perusahaan yang memiliki hutang yang besar akan meningkatkan
kemungkinan
akan kebutuhan kualitas audit yang baik.
2.7 Kinerja Perusahaan
Kinerja Perusahan dalam penelitian ini diukur menggunakan
ROA.
Perusahaan yang memiliki kinerja yang baik, akan membutuhkan
kualitas audit
yang tidak terlalui tinggi (Skinner & Srinivasan, 2012).
Lajmi & Gana (2011) juga
menemukan hubungan yang signifikan antara kinerja perusahaan
dengan kualitas
audit.
2.8 Growth Opportunities
Growth opportunities diukur menggunakan pertumbuhan
penjualan.
Pertumbuhan penjualan memiliki hubungan dengan kualitas laba,
yang dalam
penelitiain ini diukur dengan konservatisme akuntansi.
Berdarsarkan Ahmed et al.
(2002) pertumbuhan penjualan memiliki pengaruh positif terhadap
accruals dan
berhubungan negatif dengan konservatime akuntansi. Pertumbuhan
penjualan
yang meningkat, dapat mempengaruhi kualitas audit pula, karena
dapat
meningkatkan kesalahan dalam pelaporan keuangan.
-
15 Universitas Kristen Petra
2.9 Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh book-tax differences
terhadap
earning quality dan audit quality telah dilakukan beberapa kali
sebelumnya, yaitu:
No Nama
Pengarang
Tahun
Terbit
Judul Tujuan
Penelitian
Hasil
Penelitian
1 Rakia
Riguen
Koubaa dan
Anis
Jarboui
2017 Direct and
Mediated
Associations
Among
Earnings
Quality, Book-
tax Differences
and the Audit
Quality
Mengetahui
hubungan
antara
penghindaran
pajak dengan
kualitas audit,
dengan
variabel
intervensi
kualitas laba
1. Terdapat
hubungan
positif antara
BTDs dengan
kualitas audit.
2. Terdapat
hubungan
antara BTDs
dengan
kualitas laba.
3. Kualitas
laba
mengintervensi
hubungan
antara BTDs
dengan
kualitas audit
2 Michelle
Hanlon,
Gopal V.
Khrisnan,
dan Lillian
F. Mills
2012 Audit Fees and
Book-Tax
Differences
Meneliti
apakah BTDs
berhubungan
dengan biaya
audit yang
meningkat
1. Terdapat
Hubungan
signifikan
antara biaya
audit dengan
BTDs
3 Tanya Tang
dan Michael
Firth
2011 Can book–tax
differences
capture
earnings
management
and tax
Management?
Empirical
evidence from
China
Meneliti
hubungan
antara BTDs
dengan
manajemen
laba dan
manajemen
pajak
1. BTDs tidak
hanya
berhubungan
dengan
manajeman
laba, tetapi
juga
manajemen
pajak
4 Der-Fen
Huang dan
Chao-Lan
Wang
2013 Book-tax
differences and
earnings quality
for the banking
industry:
evidence from
Taiwan
Meneliti
hubungan
antara BTDs
dengan
kualitas laba
pada usaha
Bank
1. Bank
dengan BTDs
yang tinggi
memiliki
discretionary
loan loss yang
tinggi.
-
16 Universitas Kristen Petra
2. Bank
dengan BTDs
yang tinggi,
memiliki
kestabilan laba
yang rendah.
3. Bank
dengan BTDs
yang tinggi
memiliki
kestabilan
accrual yang
rendah.
5 Diana Sari
dan Ina
Desna Dwi
Lyana
2015 Book Tax
Differences dan
Kualitas Laba
Meneliti
hubungan
antara BTDs
dengan
kualitas laba
1. BTDs
memiliki
pengaruh
signifikan
terhadap
kualitas laba
6 Antonio
Lopo
Martinez
dan Rubem
Cardoso
Lessa
2014 The Effect of
Tax
Aggressiveness
and Corporate
Governance on
Audit Fees.
Evidences from
Brazil
Meneliti
hubungan
penghindaran
pajak (diukur
dengan BTD)
terhadap biaya
audit
1. Tindakan
penghindaran
pajak (diukur
dengan BTD)
berhubungan
positif dengan
biaya audit
2.10 Perumusan Hipotes
2.10.1 Pengaruh Penghindaran Pajak terhadap Kualitas Audit
Dalam beberapa tahun ini telah banyak penelitian mengenai
hubungan
antara penghindaran pajak yang pengukurannya menggunakan BTDs
dengan
kualitas audit. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hanlon
et al. (2006)
menyelidiki suatu hal yang menarik antara penelitian dalam
bidang audit dan pajak,
yang memeriksa hubungan antara BTD, biaya audit, opini audit
yang dimodifikasi
dan rotasi auditor. Mereka menyatakan bahwa BTDs mencerminkan
informasi yang
menunjukan manajemen laba, yang menyebabkan meningkatnya upaya
audtor dan
waktu yang diluangkan oleh auditor. Hanlon et al. (2012) juga
menemukan bahwa
penghindaran pajak berhubungan dengan modifikasi opini dan
rotasi auditor yang
lebih besar. BTDs yang besar menunjukan kualitas laba yang
buruk, dan hal ini
harus diketahui oleh auditor, karena:
-
17 Universitas Kristen Petra
1. Auditor akan mengeluarkan usaha dan meluangkan waktu yang
lebih
banyak terhadap perusahaan dengan BTDs yang besar.
2. Auditor akan mengubah opini mereka terhadap perusahaan yang
memiliki
BTDs yang besar.
3. Auditor akan lebih sering mengundurkan diri terhadap
perusahaan yang
memiliki BTDs yang besar.
Kualitas laba yang buruk pada akhirnya pasti akan mempengaruhi
resiko audit yang
ada. Auditor akan melakukan upaya yang lebih untuk menurunkan
resiko audit
yang ada, dan pada akirnya akan menghasilkan laporan keuangan
yang terpercaya.
H1: Penghindaran pajak mempengaruhi terhadap audit quality.
2.10.2 Pengaruh Penghindaran Pajak terhadap Kualitas Laba
Hubungan antara penghindaran pajak yang diukur dengan BTDs,
dengan
kualitas laba sudah diteliti oleh beberapa penelitian
sebelumnya. Baylock et al.
(2012) telah meneliti apakah investor menggunakan BTDs untuk
membantu
menginterpretasi kestabilan laba dan accruals. Mereka menemukan
bahwa
peningkatan BTDs disebabkan terutama karena manajemen laba,
kestabilan laba
dan accruals akan lebih rendah jika BTDs yang ada disebabkan
oleh penghindaran
pajak. Manajemen laba yang tinggi menunjukan adanya kualitas
laba yang rendah.
Manajemen laba yang tinggi akan menunjukan BTDs yang tinggi,
sedangkan
kulitas laba yang rendah juga akan menunjukan BTDs yang tinggi
(Mills &
Newberry, 2001)
Lev & Nissim (2004) menemukan bahwa perusahaan yang
melakukan
penghindaran pajak, akan memiliki penghasilan setelah pajak yang
lebih rendah
pada tahun berikutnya, dibandingkan perusahaan dengan
penghindarn pajak yang
rendah. BTDs yang tinggi akan berhubungan dengan rendahnya
kestabilan
penghasilan sebelum pajak (Guenther, Hu, & Wiiliams, 2013).
Hal ini disebabkan
karena:
1. Laba sebelum pajak akan lebih sering untuk meningkat ataupun
menurun
secara tidak konsisten bagi perusahaan yang menjalankan
manajemen laba,
terlepas tingkat BTDs perusahaan tersebut.
2. BTD yang tinggi berhubungan dengan kestabilan yang buruk,
walaupun
sudah melakukan kontrol pada manajeman laba.
-
18 Universitas Kristen Petra
BTDs juga berisi informasi mengenai tingkat konservatisme yang
dilakukan
oleh perusahaan (Heltzer, 2009). Hubungan antara penghindaran
pajak dengan
tingkat konservatisme disebabkan oleh beberapa hal, tergantung
apakah BTDs
perusahaan tersebut tinggi ataupun rendah. Perusahaan yang
melakukan
penghindaran pajak dengan BTDs yang tinggi memiliki tingkat
konservatisme yang
tinggi pula dalam kaitan penghasilan kena pajak, yang berarti
perusahaan tersebut
mengaku beban yang tertinggi dari beberapa pilihan beban yang
ada ataupun
mengaku penghasilan yang terendah dari beberapa pilihan yang
ada. Seharusnya
perusahaan dapat memilih beban yang memiliki kemungkinan paling
besar untuk
terjadi, bukan sekedar hanya memilih beban dengan jumlah yang
terbesar.
Perusahaan dengan BTDs yang rendah berarti memiliki tingkat
konservatisme yang
lebih rendah (Heltzer, 2009).
H2: Penghindaran pajak berpengaruh terhadap Kualitas Laba
2.10.3 Efek Mediasi Kualitas Laba terhadap Penghindaran Pajak
dengan
Kualitas Audit
Beberapa penelitian fokus terhadap informasi yang dihasilkan
oleh BTDs,
seperti manajemen pajak yang dilakukan oleh perusahaan (Desai
& Dharmapala,
2006). Penelitian lainnya menemukan bahwa manajemen labalah
yang
menyebabkan perbedaan antara penghasilan akuntansi dan fiskal
(Phillips, Pincus,
& Rego, 2003).
Perusahaan yang melakukan penghindaran pajak yang agresif
akan
membuat Uji BTDs semakin tinggi. Uji BTDs yang tinggi
mengindikasikan bahwa
perusahaan melakukan tindakan konservatisme yang tinggi, yang
juga
mengindikasikan kualitas laba yang buruk. Hal ini akan membuat
auditor harus
mengeluarkan usaha yang lebih untuk mengaudit perusahaan dengan
BTD yang
tinggi. Semakin tingginya BTDs menunjukan potensi bahaya, karena
hal tersebut
mengindikasikan kualitas laba yang buruk (Revsine, Collins,
Johnson , &
Mittelstaedt, 2005). Ini menunjukkan betapa pentingnya informasi
yang diberikan
oleh BTDs. Jika perusahaan memiliki kualitas laba yang buruk,
akan membuat
auditor lebih sulit dalam mengaudit. Auditor perlu melakukan
banyak penyesuaian
atas laporan keuangan yang ada. Resiko audit yang sebelumnya
tinggi karena
manajemen laba, harus diturunkan sehingga laporan keuangan yang
dihasilkan
-
19 Universitas Kristen Petra
dapat dipercaya oleh setiap pembaca laporan keuangan. Auditor
dapat
menggunakan informasi yang diberikan BTD, BTD yang tinggi
menunjukan
kualitas laba yang buruk, yang pada akhirnya dapat membuat
auditor semakin
waspada dan meningkatkan kualitas audit atas perusahaan tersebut
(Koubaa &
Jarboui, 2017).
H3: Kualitas Laba memediasi hubungan antara penghindaran
pajak dengan Kualitas audit
master index: back to toc: help: ukp: