9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Agensi 1. Pengertian Teori Agensi (Agency Theory) Menurut Jensen dan Mackling (1976) dalam Masdupi (2005) mendefinisikan teori agensi (agency theory) sebagai hubungan antar agen (manajemen suatu usaha) dan prinsipal (pemilik usaha). Teori agensi diasumsikan kepada tiap-tiap individu sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen (Anthory dan Govindrajan, 2005). Prinsipal adalah pihak yang melakukan evaluasi terhadap informasi sedangkan agen adalah sebagai pihak yang menjalankan kegiatan manajemen dan mengambil keputusan (Jansen dan Mecling, 1976 dalam Agusta L, 2017). Agen berkewajiban unuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan prinsipal kepadanya. Serta memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada prinsipal. Aplikasi teori agensi dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masik pihak dengan tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak kerja merupakan seperangkat aturan yang mengatur tentang mekanisme bagi hasil, baik yang
41
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Agensi 1. Pengertian Teori …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4837/3/BAB II.pdf · 2019-02-21 · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Agensi 1. Pengertian
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Agensi
1. Pengertian Teori Agensi (Agency Theory)
Menurut Jensen dan Mackling (1976) dalam Masdupi (2005)
mendefinisikan teori agensi (agency theory) sebagai hubungan antar agen
(manajemen suatu usaha) dan prinsipal (pemilik usaha). Teori agensi
diasumsikan kepada tiap-tiap individu sehingga menimbulkan konflik
kepentingan antara prinsipal dan agen (Anthory dan Govindrajan, 2005).
Prinsipal adalah pihak yang melakukan evaluasi terhadap informasi
sedangkan agen adalah sebagai pihak yang menjalankan kegiatan manajemen
dan mengambil keputusan (Jansen dan Mecling, 1976 dalam Agusta L, 2017).
Agen berkewajiban unuk mempertanggungjawabkan apa yang telah
diamanahkan prinsipal kepadanya. Serta memberikan sinyal mengenai kondisi
perusahaan kepada prinsipal.
Aplikasi teori agensi dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan
mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masik pihak dengan tetap
memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak kerja merupakan
seperangkat aturan yang mengatur tentang mekanisme bagi hasil, baik yang
10
berupa keuntungan, return dan resiko-resiko yang disetujui oleh prinsipal dan
agen.
Teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis
perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori
ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori
ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang
dengan pihak yang menerima wewenang dalam bentuk kerja sama.
Teori keagenan mangasumsikan bahwa semua individu bertindak atas
kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai prinsipal diasumsikan
hanya tertarik pada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di
dalam perusahaan. Sedangkan para agen diasumsikan menerima kepuasan
berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam
hubungan tersebut.
Prinsipal menilai prestasi agen berdasarkan kemampuan memperbesar
laba untuk dialokasikan pada pembagian deviden. Makin tinggi laba, harga
saham dan makin besar deviden maka agen dianggap berhasil dan berkinerja
baik sehingga layak mendapatkan insentif yang tinggi.
Menurut Eisenhard (1989) dalam Mardiyah (2002), teori keagenan
dilandasi oleh tiga buah asumsi yaitu:
a. Asumsi tentang sifat manusia
Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki
sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki kebatasan
11
rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai resiko (risk
aversion).
b. Asumsi tentang keorganisasian
Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota
organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya asimetri
informasi antara prinsipal dan agen.
c. Asumsi tentang informasi
Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai
barang komoditi yang bisa diperjual belikan.
2. Asimetri Informasi
Dalam teori keagenan (agency theory) dijelaskan mengenai adanya
asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (pemegang
saham) sebagai prinsipal, yaitu suatu kondisi di mana prinsipal tidak memiliki
informasi yang mencukupi mengenai kinerja agen dan tidak pernah dapat
merasa pasti tentang bagaimana usaha agen memberikan konstribusi pada
hasil aktual perusahaan (Sanjaya dan Wirawati, 2016). Hubungan keagenan
merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah
orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta
memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi
prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk
12
memaksimumkan nilai perusaaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan
cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Adanya posisi, fungsi, kepentingan dan latar belakang prinsipal dan
agen yang berbeda saling bertolak belakang namun saling membutuhkan, mau
tidak mau dalam praktiknya akan menimbulkan pertentangan dengan saling
tarik menarik pengaruh dan kepentingan antara satu sama lain. Apabila agen
(yang berperan sebagai penyedia informasi bagi prinsipal dalam pengambilan
keputusan) melakukan upaya sistematis yang dapat menghambat prinsipal
dalam pengambilan keputusan strategis melalui penyediaan informasi yang
tidak transparan, sedang di lain pihak prinsipal selaku pemilik modal
bertindak semaunya atau sewenang-wenang karena ia merasa sebagai pihak
yang paling berkuasa dan penentu keputusan dengan wewenang yang tak
terbatas, maka kemudian yang terjadi adalah pertentangan yang semakin
tajam yang akan menyebabkan konflik yang berkepanjangan yang pada
akhirnya merugikan semua pihak.
Dengan proporsi kepemilikan yang hanya sebagaian dari perusahaan
membuat manager cenderung bertindak untuk kepentingan sendiri dan bukan
untuk memaksimumkan perusahaan. Bahkan untuk mencapai kepentingan
sendiri, manager bisa bertindak menggunakan akutansi sebagai alat untuk
melakukan rekayasa. Perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen inilah
13
disebut dengan agency problem yang salah satunya disebabkan oleh adanya
asimetri informasi.
Menurut Scott (2000) dalam Lisa, O (2012) terdapat dua macam
asimetri informasi yaitu:
a. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer seta orang-orang dalam
lainya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaam dan prospek
perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang mungkin
dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham
tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.
b. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
manager tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun
pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar
pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya
secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
Adanya agency problem menimbulkan biaya keagenan (agency cost),
yang menurut Jensen dan Meckling(1976) dalam Endrianto, W (2010) terdiri
dari:
a. The monitoring expenditures by the principle, yaitu biaya monitoring
dikeluarkan oleh prinsipal untuk memonitori perilaku agen, termasuk juga
usaha untuk mengendalikan (control) perilaku agen melalui budget
restriction, compensation policies.
14
b. The bonding expeditures by the agent, yaitu biaya dikeluarkan oleh agen
untuk menjamin bahwa agen tidak akan menggunakan tindakan tertentu
yang akan merugikan prinsipal atau untuk menjamin bahwa prinsipal akan
diberi kompensasi jika ia tidak mengambil banyak tindakan.
c. The residual loss, yaitu penurunan tingkat kesejahteraan prinsipal maupun
agen setelah adanya agency relationship.
Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat
dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen.
Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership) dapat
digunakan untuk mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena
dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung
manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan dengan
bonding menchanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan
manajemen melalui program mengikat manajemen dalam modal perusahaan.
Menurut Bathala et al, (1994) dalam Masdupi, E (2012) terdapat
beberapa cara yang digunakan untuk mengurangi konflik kepentingan, yaitu:
a. Meningkatkan kepentingan saham oleh manajemen (insider ownership).
b. Meningkatkan rasio deviden terhadap laba bersih (earning after tax).
c. Meningkatkan sumber pendanaan melalui utang.
d. Kepemilikan saham oleh institusi (institutional holdings).
15
Sedangkan dalam penelitian Masdupi (2005) dikemukakan beberapa
cara yang dapat dilakukan dalam mengurangi masalah keagenan. Diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan insider ownership. Perusahan meningkatkan bagian
kepemilikan manajemen untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan
pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang
saham. Dengan meningkatkan persentase kepemilikan, manajer menjadi
termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab
meningkatkan kemakmuran pemegang saham.
b. Pendekatan pengawasan eksternal yang dilakukan melalui penggunaan
hutang. Penambahan hutang penambahan hutang dalam struktur modal
dapat mengurangi penggunaan saham sehingga meminimalisasi biaya
keagenan ekuitas. Akan tetapi, perusahaan memiliki kewajiban untuk
mengembalikan pinjaman dan membayarkan beban bunga secara periodik.
Selain itu penggunaan hutang yang terlalu besar juga akan menimbulkan
konflik keagenan antara shareholders dengan debtholders sehingga
memunculkan biaya keagenan hutang.
c. Institutional investor sebagai monitoring agent. Moh’d et al, (1998)
menyatakan bahwa bentuk distribusi saham dari luar (outside
shareholders) yaitu institutional investor dan shareholders dispersion
dapat mengurangi biaya keagenan ekuitas (agency cost). Hal ini
16
disebabkan karena kepemilikan merupakan sumber kekuasaan yang dapat
digunakan untuk mendukung atau menantang keberadaan manajemen,
maka kosentrasi atau penyebaran power menjadi suatu hal yang relevan
dalam perusahaan.
B. Laporan Keuangan
1. Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan,
serta merupakan ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang disusun
dengan maksud untuk menyediakan informasi keuangan suatu perusahaan.
Manurut IAI, 2015 laporan keuangan merupakan bagian dari proses
pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi
neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang disajikan
dalam berbagai cara misalnya laporan arus kas atau laporan arus dana),
catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian
interal dari laporan keuangan.
Pihak-pihak yang berkepentingan atas perkembangan perusahaan
sangat perlu mengetahui kondisi keuangan suatu perusahaan tersebut. Kondisi
keuangan suatu perusahaan dapat diketahui dari laporan keuangan, yang
terdiri dari Neraca, Laporan perhitungan Rugi Laba serta laporan-laporan
keuangan lainnya.
17
Laporan keuangan menurut Munawir (2010:5), merupakan dua daftar
yang disusun Akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan. Kedua
daftar itu adalah daftar neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar
pendapatan atau daftar laba rugi. Akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan
bagi perseroan-perseroan untuk menambahkan daftar ketiga yaitu daftar
surplus atau daftar laba yang tak dibagikan (laba yang ditahan). Dalam
laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggung jawaban manajemen
atas penggunakan sumber daya suatu perusahaan. Dalam laporan keuangan
menyajikan informasi tentang suatu perusahaan yang meliputi (IAI, 2015):
a. Aset
b. Liabilitas
c. Ekuitas
d. Penghasilan dan Beban (termasuk keuntungan dan kerugian)
e. Kontribusi dan dari distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai
pemilik
f. Arus kas
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa laporan
keuangan merupakan hasil dari proses pencatatan yang ringkas berupa data
keuangan dan aktivitas dari suatu perusahaan yang memberi gambaran
mengenai kondisi keuangan, hasil kerja, serta kinerja perusahaan pada waktu
saat tertentu atau jangka waktu tertentu (Harahap, 2009).
18
2. Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan menurut PSAK No. 1 (IAI, 2015)
memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja sarta perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan
pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta
menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-
sumber daya yang dipercaya kepada mereka. Laporan keuangan juga
menampung catatan dan skedul tambahan serta informasi lain. Dengan
banyaknya informasi yang ada didalam laporan keuangan membuat laporan
keuangan sering disebut language of business.
Tujuan laporan keuangan juga disebutkan oleh American Acconting
Association (AAA) “a Statement of Basic Accounting Theory” dalam Yadiati
W (2012) yang menyebutkan bahwa laporan keuangan memiliki tujuan
sebagai berikut:
a. Menggunakan keputusan tentang penggunaaan sumber daya yang terbatas,
termasuk identifikasi bidang keputusan penting, dan menentukan tujuan
dan saran.
b. Mengarahkan dan mengendalikan secara efektif sumber daya manusia dan
sumber daya perusahaan lainnya.
c. Memelihara dan melaporkan penjagaan sumber daya.
d. Memfasilitasi dalam fungsi sosial dan pengendalian.
19
ABP Statement No. 4 dalam Yadiati, W (2012) menjelaskan tentang tujuan
laporan keuangan dengan membagi menjadi tujuan khusus, dan tujuan umum.
a. Tujuan khusus
Tujuan laporan keuangan secara khusus adalah menyajikan secara wajar
posisi keuangan, kinerja dan perubahan di dalam posisi keuangan lainnya
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau GAAP.
b. Tujuan umum
Tujuan laporan keuangan secara umum, yaitu:
1) Untuk memberikan informasi yang dapat diandalkan mengenai
kekayaan ekonomi dan liabilitas bisnis perusahaan dangan maksud
untuk:
a) Mengevaluasi kekuatan dan kelemahan.
b) Menunjukkan pembiayaan dan investasi.
c) Mengevaluasi kemampuan untuk memenuhi komitmen.
d) Menunjukkan kekayaan untuk pertumbuhan.
2) Untuk memberikan informasi yang dapat diandalkan mngenai
perubahan kekayaan yang dihasilkan dari keuntungan bisnis dan
diarahkan untuk:
a) Menggambarkan deviden yang diharapkan diterima oleh investor.
b) Menggambarkan kemampuan perusahaan untuk membayar
kreditur dan pemasok, peyediaan lapangan pekerjaan bagi
20
karyawan, membayar pajak, dan menghasilkan dana guna ekspansi
usaha.
c) Memberikan informasi kepada manajemen untuk perencanaan dan
pengendalian.
d) Menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan jangka panjang.
3) Untuk memberiakan informasi keuangan yang berguna dalam
memperkirakan potensi pendapatan perusahaan.
4) Untuk memberikan informasi yang diperlukan lainnya mengenai
perubahan kekayaan dan liabilitas ekonomi perusahaan.
5) Untuk mengungkapkan informasi relevan lainnya sesuai kebutuhan
para pengguna.
3. Karateristik Kualitatif Laporan Keuangan
Menurut IAI (2015) terdapat empat karateristik kualitatif dalam
laporan keuangan, yaitu:
a. Dapat dipahami
Laporan keuangan harus memiliki informasi yang berkualitas yang mudah
dipahami oleh pemakai laporan keuangan, dimana pemakai laporan
keuangan diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang
aktivitas ekonomi dan bisnis.
21
b. Relevan
Suatu laporan keuangan dikatakan relevan apabila informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan tersebut memiliki manfaat, sesuai
dengan tindakan yang akan dilakukan oleh pemakai laporan keuangan.
c. Keandalan
Informasi yang dihasilkan oleh laporan keuangan harus bisa memiliki
keandalan. Karena informasi yang andal bebas dari pengertian yang dapat
menyesatkan pemakai laporan keuangan.
d. Dapat dibandingkan
Laporan keuangan harus bia dibandingkan antar periode untuk dapat
mengidentifikasi trend posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus
dapat membendingkan laporan keuangan antar perusahan untuk
mengevaluasi posisi keuangan , kinerja serta perubahan posisi keuangan
secara relatif.
4. Pengguna Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan komoditi yang bermanfaat dan
dibutuhkan masyarakat, karena laporan keuangan dapat memberikan
informasi yang dibutuhkan penggunanya dalam dunia bisnis yang dapat
menghasilkan keuntungan. Manurut IAI (2015) pengguna laporan keuangan
meliputi investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha
lainnya, pemerintah serta lembaga-lembaganya dan masyarakat. Para
22
pengguna laporan keuangan menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi
kebutuhan informasi yang berbeda. Kebutuhan tersebut meliputi:
a. Investor
Investor membutuhkan informasi dalam laporan keuangan untuk
membantu menemtukan apakah harus membeli, menahan atau menjual
investasi. Laporan digunakan juga untuk menilai perusahaan dan
kemampuan perusahaan membayar deviden dimasa mendatang.
b. Karyawan
Karyawan menggunakan informasi dalam laporan keuangan untuk
menilai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Informasi dalam laporan
keuangan juga digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam
memberikan balas jasa, manfaat pensiun, dan kesempatan kerja.
c. Pemberi pinjaman
Pemberi pinjaman menggunakan informasi dalam laporan keuangan
untuk mengetahui apakah pinjaman serta bunganya akan dapat dibayar
pada saat jatuh tempo.
d. Pemasok dan kreditur usaha lainnya
Pemasok dan kreditur usaha lainnya menggunakan informasi dalam
laporan keuangan untuk mengetahui apakah jumlah yang terhutang akan
dapat dibayar pada saat jatuh tempo
23
5. Komponen Laporan Keuangan
Menurut PSAK No. 1 tentang penyajian laporan keuangan
menyatakan bahwa laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-
komponen sebagai berikut:
a. Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Laporan posisi keuangan (neraca) merupakan laporan keuangan
yang menunjukkan keadaan keuangan suatu perusahaan pada periode
tertentu meliputi aset, liabilitas dan ekuitas.
b. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi menunjukkan aktivitas transaksi perusahaan yang
berkaitan dengan biaya dan pendapatan untuk suatu periode tertentu.
c. Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan perubahan ekuitas merupakan laporan yang berisi jumlah
dan jenis ekuitas yang dimiliki perusahaan pada suatu periode. Laporan ini
dibuat jika terjadi perubahan ekuitas.
d. Laporan Arus Kas
Dalam laporan arus kas dikelompokan dalam tiga aktivitas, yaitu
penerimaan dan pengeluaran yang berasal dari aktivitas operasi, aktivitas
investasi dan aktivitas pembiayaan.
24
e. Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan merupaka laporan yang memberikan
informasi apabila ada laporan keuangan yang memerlukan penjelasan
tertentu.
C. Ketetapan Waktu Penyampaian Laporan Keuangan
Tepat waktu didefinisi sebagai suatu pemanfaatan informasi oleh pengambil
keputusan sebelum informasi tersebut kehilangan kapasitas atau kemampuan
untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu suatu informasi dikatakan tidak
relevan jika tidak disampaikan tepat waktu. Informasi terus tersedia untuk
pengambilan keputusan sebelum informasi tersebut kehilangan kesempatan untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan (Chariri dan Ghozali, 2001).
Ketetapan waktu mengimpklikasikan bahwa laporan keuangan seharusnya
disajikan pada suatu interval waktu untuk menjelaskan perubahan dalam
perusahaan yang akan mempengaruhi pemakaian informasi dan membuat prediksi
dan keputusan. Selanjutnya ketetapan waktu menunjukan rentang waktu antara
penyajian informasi yang diinginkan serta frekuensi pelaporan informasi.
Informasi tepat waktu akan mempengaruhi kemampuan manajemen dalam
merespon setiap kejadian dan permasalahan. Apabila informasi itu tidak
disampaikan dengan tepat waktu akan menyebabkan informasi tersebut
kehilangan nilai didalam mempengaruhi kualitas keputusan.Informasi yang tepat
waktu juga akan mendukung manajer menghadapi ketidakpastian yang terjadi
dalam lingkungan kerja mereka (Ukago, Ghozali, dan Sugiyono, 2005).
25
Menurut Rachmawati (2008) tepat waktu diartikan bahwa informasi harus
disampaikan sendini mungkin untuk dapat digunakan sebagai dasar untuk
membantu dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi dan untuk
menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut.
Pentingnya ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan juga diatur dalam
UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan selanjutnya diatur dalam
Keputusan Ketua Bapepam NO.80/PM/1996. Dalam peraturan ini disebutkan
bahwa emiten dan perusahaan publik wajib menyampaikan laporan keuangan
tahunan yang telah diaudit oleh akuntan indenpenden, selambat-lambatnya pada
akhir bulan keempat (120 hari) setelah tanggal laporan keunangan perusahaan.
Namun kemudian Bapepam memperketat peraturan dengan dikeluarkannya
Keputusan Ketua Badan Pengawa Pasar Modal Nomor 36/Pm/2003 tentang
kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala. Dalam lampirannya, yaitu
peraturan Bapepam Nomor X.K.2 disebut bahwa laporan keuangan tahunan harus
disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat yang lazim dan disampaikan
kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah
tanggal laporan keuangan.
Menurut Chambers dan Penman (984:21) dalam Kadarsih Mareta L (2014)
mendefinisikan ketepatan waktu dalan dua cara, yaitu:
26
a. Ketepatan waktu didefinisikan sebagai keterlambatan waktu penyampaian
dari tanggal laporan keuangan sampai tanggal penyampaian laporan
keuangan.
b. Ketepatan waktu didefinisikan dengan ketepatan waktu penyampaian
relatif dengan ketepatan waktu penyampaian yang diharapkan.
Menurut Dyer dan McHugh (1975) dalam Astuti (2007) menggunakan tiga
kriteria keterlambatan:
a. Preliminary lag, yaitu interval jumlah hari antara tanggal laporan
keuangan sampai penerimaan laporan akhir preliminary oleh bursa.
b. Auditor’s report lag, yaitu interval jumlah hari antara laporan keuangan
sampai tanggal laporan auditor ditandatangani.
c. Total lag, yaitu interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan
sampai tanggal penerimaan laporan dipublikasikan oleh bursa.
D. Good Corporate Governance (GCG)
1. Pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Good Corporate Governance (GCG) merupakan suatu proses dan struktur
yang digunakan oleh organ perusahaan (pemegang saham/pemilik modal,
komisaris/dewan pengawas, dan direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha
dan akuntabilitas perusahaan guna tetap memperhatikan kepentingan stakeholder
27
lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika (Sutedi:
2011:1).
Good Corporate Governance (GCG) menurut Turnbull Report (1999) dalam
Agusta L (2017) adalah sebagai berikut:
“Corportae Governance is a compony’s system of internal control has as its
principal aim the management of risks that are significant to the fullfilment of its
business objectives, with a view to safeguarding the company’s assets and
enhancing over time the value of the shareholders investment”.
Good Corporate Governance (GCG) mensyaratkan adanya struktur perangkat
untuk mencapai tujuan yang dan pengawasan atas kinerja. Good Corporate
Governance (GCG) dapat memberikan tujuan yang merupakan kepentingan
perusahaan dan pemegang saham yang harus memfasilitasi pengawasan sehingga
efektif mendorong sumber daya perusahaan yang lebih efisien (Hardiningsih,
2010). Banyak pihak yang mengatakan lamanya proses perbaikan di Indonesia
disebabkan oleh sangat lemahnya Good Corporate Governance (GCG) yang
diterapkan dalam perusahaan. Kini baik pemerintah maupun investor mulai
memberikan perhatian yang cukup signifikan dalam praktik Good Corporate
Governance (CGC) (Anggiani, 2011).
2. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG)
Sutedi (2011) menyatakan lima prinsip Good Corporate Governance
(GCG), yaitu:
28
a. Transparansi (Transparancy)
Transparansi yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi
materil dan relevan mengenai perusahaan.
Menurut Iman dan Amin (2002:16) kerangka kerja Good Corporate
Governance (GCG) harus memastikan pengungkapan yang tepat waktu
dan akurat dilakukan terhadap semua hal yang material berkaitan dengan
perusahaan mencangkup situasi keuangan, kinerja, kepemilikan dan tata
kelola perusahaan. Para investor juga harus dapat mengakses informasi
penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan. Hal-hal yang
harus dilaksanakan dalam prinsip transparansi, yaitu:
1) Pengungkapan mencangkup, akan tetapi tidak terbatas pada informasi
yang meterial:
a) Hasil keuangan dan operasi
b) Tujuan perusahaan
c) Kepemilikan saham utama dan hak-hak pemberi suara
d) Anggota dewan komisaris, eksekutif kunci dan remunisasi
mereka
e) Faktor-faktor resiko material yang dapat diperkirakan
f) Isu material yang berkaitan dengan pekerja dan stakeholder
yang lain
29
2) Informasi harus disiapkan diaudit dan diungkapkan sesuai dengan
standar akuntansi, pengungkapan keuangan dan non-keuangan, dan
audit yang bermutu tinggi.
3) Audit harus dilakukan oleh auditor independen agar memberikan
keyakinan pada pihak eksternal dan objektifitas atas cara laporan
keuangan disusun dan disajikan.
4) Seluruh penyebaran informasi harus memberikan akses yang wajar,
tepat waktu dan efisien biaya terhadap informasi yang relevan kepada
pemakai.
b. Kemandirian (Independecy)
Kemandirian yaitu suatu keadaan dimana perisahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku danprinsip-prinsip korporasi yang sehat (Imam dan Amin,
2002).
Menurut Zarkasyi (2008) untuk melancarkan pelaksanaan prinsip-
prinsip Good Corporate Governance (GCG) perusahaan harus dikelola
secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak bisa diintervensi oleh pihak lain. Prinsip ini
memastikan bahwa setiap masing-masing organ perusahaan melaksanakan
fungsi dan tugasnya sesuai anggaran dasar dan peraturan perundang-
undangan, tidak saling mendominasi dan melempar tanggung jawab antara
30
satu dengan yang lain, sehingga terwujud sistem pengendalian internal
yang efektif dan perusahaan dapat terhindar dari berbagai masalah dengan
begitu perusahaan dapat dijalankan dengan baik dan dinamis.
c. Akuntabilitas (Accountability)
Menurut Sutedi (2011) akuntabilitas adalah pengelolaan
perusahaan didasarkan berbagai kekuasaan diantara manajer perusahaan,
yang bertanggung jawab pada pengoperasian setiap harinya, dan
pemegang saham yang diwakili dewan direksi.
Manurut Imam dan Amin (2002) akuntabilitas merupakan
penciptaan sitem pengawasan yang efektif berdasarkan keseimbangan
berbagai kekuasaan.
d. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Pertanggungjawaban merupakan kesesuaian didalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
sesuai prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
e. Kewajaran (Fairness)
Kewajaran yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak
stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan perundang-undangan
yang berlaku (Daniri, 2005). Prinsip kewajaran harus menjamin adanya
perlakuan yang setara (adil) terhadap semua pihak yang terkait, terutama
pemegang saham minoritas maupun asing.
31
Good Corporate Governance (GCG) pada dasarnya marupakan suatu sistem
(input, proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar
berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama hubungan antar
pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi (Agusta L, 2017).
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang dikembangkan oleh
OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) meliputi
lima hal, antara lain sebagai berikut:
a. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (the right of
shareholder), diantaranya yaitu memperoleh informasi yang relevan
tentang perusahaan secara berkala dan teratur.
b. Perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham (the equitable
treatment of shareholder).
c. Peranan pemangku kepentingan yang terkait dengan perusahaan (the role
of stakeholder).
d. Pengungkapan dan transparansi (disclosure and transparency).
e. Akuntabilitas dewan komisaris/direksi (the responsibilities of the board).
3. Tujuan Good Corporate Governance (GCG)
Tujuan Good Corporate Governance (GCG) adalah meningkatkan nilai
tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder). Secara teoritis
praktik Good Corporate Governance (GCG) dapat meningkatkan nilai
32
perusahaan dengan meningkatkan kinerja keuangan mereka, mengurangi
resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan-keputusan
yang menguntungkan diri sendiri, dan umumnya Good Corporate
Governance (GCG) dapat meningkatkan kepercayaan investor (Emrinaldi,
2007).
Menurut Siwanto Sutojo (2008) tujuan Good Corporate Governance
(GCG) adalah sebagai berikut:
a. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham
b. Melindungi hak dan kepentingan non-pemegang saham
c. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham
d. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dewan pengurus dan
manajemen perusahaan
e. Meningkatkan mutu hubungan dewan pengurus dengan manajemen senior
perusahan
Tujuan lain penerapanGood Corporate Governance (GCG) adalah untuk
meningkatkan kinerja organisasi serta mencegah atau memperkecil peluang
praktik manipulasi dan kesalahan signifikan dalam pengelolaan kegiatan
organisasi. Tjager dkk (2003) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasan
mengapa penerapan GCG itu bermanfaaat, yaitu:
33
a. Berdasarkan survey yang dikeluarkan oleh McKinsey & Company
menunjukan bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan
terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.
b. Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi keterkaitan antara
terjadinya krisis finansial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan
lemahnya tata kelola perusahaan.
c. Internasionalisasi pasar termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar
modal menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
d. Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, sistem ini
dapat menjadi dasar bagi berkembangnya system nilai baru yang lebih
sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah.
e. Secara teoretis, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Menurut Effendy (2016), Good Corporate Governance (GCG) terdiri dari
beberapa fungsi yang dimaksudkan agar tujuan Good Corporate Governance
(GCG) tercapai. Fungsi-fungsi pokok tersebut diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Oversight (perhatian secara bertanggung jawab), fungsi ini dimaksudkan
agar penerapan Good Corporate Governance (GCG) selalu memperoleh
perhatian umum, dan jika terjadi kagagalan maka harus ada pertanggung
jawaban yang jelas.
34
b. Enforcement (penegakan), fungsi ini dimaksudkan agar penerapan Good
Corporate Governance (GCG) ditegakkan berdasarkan prinsip-prinsip.
c. Advisory (pemberi saran), fungsi ini dimaksudkan agar penerapan Good
Corporate Governance (GCG) dilakukan berdasarkan pertimbangan yang
hati-hati, terutama melalui keterlibatan pihak ekternal yang independen.
d. Assurance (penjaminan), fungsi ini dimaksudkan agar penerapan Good
Corporate Governance (GCG) dievaluasi dan diuji berdasarkan kriteria-
kriteria yang telah ditetapkan.
e. Mentoring (pemantauan), fungsi ini dimaksudkan agar penetapan Good
Corporate Governance (GCG) dipantau oleh pihak-pihak terkait yang
secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam operasi perusahaan.
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, dalam laporan ini yang menjadi
patokan keberhasilan Good Corporate Governance (GCG) adalah Komisaris