Top Banner
LAPORAN KEGIATAN PROMOSI KESEHATAN PENYULUHAN KESEHATAN MENGENAI TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JEULINGKE – BANDA ACEH I.Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB Paru) sampai saat ini masih masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukan bahwa tuberculosis merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan. TB Paru juga menempati nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan dengan cara penemuan dini diikuti dengan pengobatan tepat dan cukup masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat menghilangkan sumber penularan secepatnya (Depkes RI, 2002). Pengobatan tuberkulosis paru yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini tuberkulosis paru masih tetap menjadi masalah kesehatan dunia yang utama. Pada bulan maret 1993 WHO mendeklarasikan tuberkulosis paru sebagai Global Health Emergency. Tuberkulosis paru dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mikobacterium tuberkulosis. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus tuberkulosis yang tecatat dieluruh dunia (Zulkifli Amin, 2006).
21

2 Lampiran 1 Penyuluhan Outdoor TB Paru Jeulingke

Oct 01, 2015

Download

Documents

l
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

LAPORAN KEGIATAN PROMOSI KESEHATAN

PENYULUHAN KESEHATAN MENGENAI TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JEULINGKE BANDA ACEH

I. Latar Belakang

Penyakit tuberkulosis (TB Paru) sampai saat ini masih masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukan bahwa tuberculosis merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan. TB Paru juga menempati nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan dengan cara penemuan dini diikuti dengan pengobatan tepat dan cukup masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat menghilangkan sumber penularan secepatnya (Depkes RI, 2002).

Pengobatan tuberkulosis paru yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini tuberkulosis paru masih tetap menjadi masalah kesehatan dunia yang utama. Pada bulan maret 1993 WHO mendeklarasikan tuberkulosis paru sebagai Global Health Emergency. Tuberkulosis paru dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mikobacterium tuberkulosis. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus tuberkulosis yang tecatat dieluruh dunia (Zulkifli Amin, 2006).

TB Paru merupakan penyakit infeksi kronik dan menular yang erat kaitannya dengan keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat. Penyakit TB Paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini di tularkan melalui udara yaitu percikan ludah, bersin dan batuk. Penyakit TB Paru biasanya menyerang paru akan tetapi dapat pula menyerang organ tubuh lain (Aditama, 2002).

TB Paru masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit TB Paru banyak menyerang kelompok usia produktif. Kebanyakan berasal dari kelompok sosial ekonomi rendah dan tingkat pendidikan rendah (Aditama, 1994). TB Paru menyerang sepertiga dari 1,9 miliar penduduk di dunia dewasa ini. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi TB Paru di dunia. Setiap tahun terdapat 8 juta penderita TB Paru baru, dan akan ada 3 juta penderita TB Paru yang meninggal setiap tahunnya. 1% dari penduduk dunia akan terinfeksi TB Paru setiap tahun. Satu orang akan memiliki potensi menularkan 10 hingga 15 orang dalam waktu satu tahun (Achmadi, 2005).

Indonesia menempati urutan ketiga di dunia dalam hal jumlah penderita TB Paru, setelah India dan Cina. Setiap tahun angka perkiraan kasus baru berkisar antara 500 sampai 600 orang (Achmadi, 2005). Pada survei yang sama angka kesakitan TB Paru di Indonesia ketika itu sebesar 800 orang diantara 10.000 penduduk. Namun, pemeriksaan ini memiliki kelemahan, yaitu hanya berdasarkan gejala tanpa pemeriksaan laboratorium. Estimasi Incidence Rate TB Paru di Indonesia berdasarkan pemeriksaan sputum (Bakteri Tahan Asam Positif) adalah 128 diantara 100.000 pendudukuntuk tahun 2003, sedangkan untuk tahun yang sama estimasi TB Paru semua kasus adalah 675 diantara 100.000 penduduk (Achmadi, 2005).

Angka nasional TB Paru SP (Survei Prevalensi) SKRT TB Paru tahun 2005 menunjukan angka prevalensi, ini berarti ada peningkatan yang signifikan terbukti dengan data sebesar 119 kasus diantara 100.000 penduduk, sedangkan angka insidensi sebesar 110 kasus diantara 100.000 penduduk. Bila dirinci secara regional, maka prevalensi untuk Jawa Bali sebesar 67 kasus diantara 100.000 penduduk dan angka insidensi sebesar 62 kasus diantara 100.000 penduduk, sedangkan untuk daerah luar Jawa Bali masing-masing 198 kasus diantara 100.000 penduduk untuk angka prevalensi dan 172 kasus diantara 100.000 penduduk untuk angka insidensi. Pada tahun 1999 WHO Global Surveilance memperkirakan bahwa setiap tahun di Indonesia akan terjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian karena tuberkulosis diperkirakan menimpa 140.000 penduduk. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita barutuberkulosis BTA positif (Depkes RI, 2002).Sejak tahun 1995, program pemberantasan tuberkulosis paru telah dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherafy) yang direkomendasikan oleh WHO dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98 % dari populasi penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Startegi ini diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan setiap hari. Pengobatan yang tidak teratur atau putus berobat dan kombinasi obat yang tidak lengkap dimasa lalu, diduga telah menimbulkan kekebalan ganda kuman tuberkulosis terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT) atau Multi Drug Resistence (MDR). Di dalam penanggulangan penyakit TB Paru tidak hanya cukup dengan menurunkan angka kesakitan, kematian, dan penularannya. Akan tetapi tindakan yang paling efektif ini adalah dengan memutuskan mata rantai penularannya, sehingga penyakit TB Paru tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat, khususnya di Indonesia (Depkes RI, 2002).

Kasus TB Paru semata-mata tidak hanya disebabkan oleh bakteri akan tetapi ada faktor perilaku yang menjadi penyebab TB Paru, faktor resiko yang sangat berfengaruh adalah tingkat pengetahuan mereka terhadap TB Paru dan perilaku kepatuhan minum obat. Hingga saat ini belum pernah dilakukan penelitian yang berhubungan dengan pengetahuan penderita tentang TB Paru dengan perilaku kepatuhan minum obat (Notoatmodjo, 2003).II. Tempat/waktu kegiatan/peserta

a. Tempat : Warung Kopi Gampoeng Jeulingke, Banda Aceh

b. Waktu : Rabu, 1 April 2015. Pukul 10.00c. Peserta : 10 Orangd. Pelaksana: Dokter Muda Fakultas Kedokteran Unsyiah.III. Metode Penyuluhan

Metode penyuluhan dilakukan 2 arah dengan melakukan diskusi tanya jawab.

Kegiatan penyuluhan :NoWaktuKegiatan PenyuluhanResponMedia

1.Pembukaan

(3 menit) Memberi salam

Memperkenalkan diri

Menyampaikan tujuan penyuluhan Warga menjawab salam

Warga memahami maksud dan tujuan

2. Pelaksanaan

(10 menit) Menyampaikan materi

Sesi tanya jawab

Mendengarkan materi penyuluhan yang di sampaikan

Warga memperhatikan jalannya penyuluhan.

Warga bertanya Leaflet

3.Penutup Menyimpulkan dan rencana tindak lanjut, evaluasi dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB paru dan pencegahannya

Menutup dengan salam Warga mampu menjawab pertanyaan yang diajukan.

Menjawab salam.

IV. Penjelasan Masalah Kesehatan

Materi Penyuluhan Penyakit TB Paru1. Pengertian Penyakit TB ParuTuberkulosis Paru (TB Paru) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Bagian tubuh yang paling umum diserang adalah paru-paru.

2. Penyebab TB ParuDisebabkan oleh kuman yang dinamakan Mycobacterium tuberculosis. Disebabkan oleh kuman yang dinamakan Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk kedalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru. Kemudian, kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limpe, melalui saluran nafas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur baik di paru maupun di luar paru.3. Tanda dan Gejala Penyakit TB ParuGejala umum penyakit TB paru adalah batuk terus-menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih, sedangkan gejala lain yang sering dijumpai diantaranya:

a. dahak bercampur darah

b. batuk darah

c. sesak nafas dan rasa nyeri dada

d. badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam lebih dari sebulan

Gejala-gejala tersebut di atas dijumpai pula pada penyakit paru selain tuberkulosis. Oleh karena itu, setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut di atas harus dianggap sebagai suspek tuberkulosis atau tersangka penderita TB paru dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.3. Cara Penularan Penyakit TB ParuInfeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB paru. Droplet yang terhirup ukurannya sangat kecil, hingga dapat melewati bronkus dan terus berjalan sampai alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman TB paru berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru yang mengakibatkan peradangan pada paru dan ini disebut kompleks primer.

Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah 4-6 minggu. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB paru. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur), kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita TB paru. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.4. Cara Pencegahan Penyakit TB Parua. Menutup mulut saat batuk dan bersin dengan sapu tangan atau tissue.

b. Tidak meludah disembarang tempat, tetapi di wadah yang berisi air sabun atau lysol, kemudian dibuang pada lubang dan ditimbun dengan tanah.

c. Menjemur alat tidur secara teratur pada pagi hari.

d. Membuka jendela pada pagi hari agar rumah dapat udara bersih dan cahaya matahari yang cukup.

Dan diberikan imunisasi BCG.5. Cara Pengobatan Penyakit TB ParuPaduan OAT di Indonesia yang disediakan oleh program ada 3 macam yaitu Kategori-1, Kategori-2, Sisipan (HRZE) dan Kategori Anak yang diberikan kepada penderita secara gratis. Untuk memudahkan pemberian dan menjamin kelangsungan pengobatan, obat ini disediakan dalam bentuk blister kombipak, 1 paket untuk 1 penderita dalam 1 masa pengobatan (Depkes, 1999).

Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3) adalah paduan OAT yang diberikan untuk pasien baru TB paru BTA positif, pasien TB paru BTA negatif dengan foto toraks positif dan pasien TB ekstra paru. Kategori-2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya (pasien kambuh, pasien gagal, pasien default). Sisipan adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori-1 yang diberikan selama sebulan (28 hari). Kategori anak merupakan paduan OAT berdasarkan scoring system yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pasien dengan jumlah skor lebih atau sama dengan 6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT. Obat yang diberikan minimal 3 macam dan diminum selama 6 bulan serta disesuaikan dengan berat badan anak (Depkes, 2004).

Tujuan pengobatan penderita TB adalah menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, mencegah resistensi terhadap OAT dan memutuskan rantai penularan. Saat ini pengobatan dalam program pemberantasan TB, menggunakan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek selama 6 bulan yang terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Steptomicyn (S) dan Ethambutol (E) (Depkes, 1999).Tabel 2.1. Jenis, Sifat dan Dosis OATJenis OATSifatDosis yang direkomendasikan (mg/kg)

Harian3x seminggu

Isoniazid (H)Bakterisid5 (4-6)10 (8-12)

Rifampicin (R)Bakterisid10 (8-12)10 (8-12)

Pyrazinamide (Z)Bakterisid25 (20-30) 35 (30-40)

Streptomycin (S)Bakterisid15 (12-18)15 (12-18)

Ethambutol (E)Bakteriostatik15 (15-20)30 (20-35)

Sumber: Depkes 2004

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu:

a. Tahap awal (intensif)

Pada tahap intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)

b. Tahap lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit yang diminum 3x seminggu, namun dalam jangka waktu yang lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Depkes, 2004).

Pelaksanaan pengobatan terhadap penderita harus memenuhi prinsip berikut (Depkes, 2001):

a. Tempat pelayanan pengobatan harus mudah dicapai oleh penderita serta

diberikan secara cuma-cuma. Tidak diperkenankan memungut biaya pengobatan dari penderita tubekulosis.

b. Pelayanan pengobatan harus dapat diterima dan digunakan oleh masyarakat. Petugas kesehatan harus dapat berkomunikasi dengan penderita secara baik dalam bahasa mereka, serta mampu mengatasi permasalahan mereka.

c. Paduan obat harus tersedia sesuai dengan yang telah direncanakan dan diterima dalam jumlah cukup dan baik untuk menjamin keteraturan pengobatan dengan cadangan obat yang cukup.

d. Pengobatan harus berada dalam penyawasan, baik dosis maupun waktu pelaksanaannya sehingga keteraturan berobat dapat dilakukan dengan baik agar dapat dicapai angka kesembuhan yang tinggi.6. Pengobatan Klien TB Paru di Rumah

Siapkan tempat dahak dalam keadaan terbuka (tempat dahak harus tertutup). Klien menarik nafas melalui hidung dan tahan selama kurang lebih 3 detik kemudian dihembuskan melalui mulut (lakukan 3x). Segera batukan keluar dari dada bukan dari tenggorokan. Tampung dahak pada wadah yang telah diberikan larutan sabun, lysol atau bayclin kemudian ditutup.V. Sesi Tanya-Jawab

1. Pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan untuk seseorang mengetahui dia menderita penyakit TB paru?Proses diagnosa dilakukan setelah dirasakannya gejala yang terjadi dan sebagian besar mengarah pada penyakit tuberkulosis. Proses diagnosa penyakit TBC dapat dilakukan dengan menggunakan tiga tahapan yaitu pemeriksaan klinik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologik.

Pemeriksaan Klinik

Pada proses pemeriksaan klinik, gejala yang timbul diantaranya yaitu sering mengalami batuk berdahak, batuk darah, nyeri dada, badan lemah dan juga hal yang sangat mempengaruhi pada diagnosa klinik ini yaitu gejala yang sering timbul tersamarkan dengan penyakit lainnya. Pemeriksaan Radiologik

Sedangkan pemeriksaan radiologik dilakukan untuk menunjang pemeriksaan klinik, pada pemeriksaan radiologik ini hal yang sangat berpengaruh yaitu kualitas gambar yang dihasilkan. Kualitas gambar yang semakin baik akan dapat mempermudah proses identifikasi penyakit TBC, selain itu kualitas diagnosa juga akan semakin baik.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk melakukan identifikasi terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis dalam dahak penderita. Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan memeriksa dahak penderita yang dengan kehendak sendiri datang memeriksakan, terdorong oleh gejala batuk terus-menerus dengan mengeluarkan dahak selama sedikitnya dua minggu atau pernah batuk darah. Pemeriksaan dahak dilakukan untuk mendiagnosis tuberkulosis dengan memeriksa 3 spesimen dahak. Ketiga spesimen dahak tersebut sebaiknya sudah dapat dikumpulkan dalam dua hari kunjungan berurutan. Dahak yang dikumpulkan adalah dahak sewaktu, pagi, sewaktu. Pada hari pertama saat penderita tersangka TB datang, penderita diminta mengumpulkan dahak dalam pot. Ini adalah spesimen pertama berupa dahak sewaktu (S). Kemudian kepada penderita sebelum pulang diberikan pot dahak untuk diisi dahak pada esok paginya (P). Dimintakan supaya penderita sendiri yang harus datang membawa spesimen kedua tersebut ke Puskesmas atau unit pelayanan kesehatan lain. Setelah penderita menyerahkan spesimen kedua, penderita akan diberi lagi pot dahak untuk mengumpulkan dahaknya yang ketiga. Spesimen ini merupakan dahak sewaktu (S). Dengan demikian terkumpul tiga dahak SPS.2. Faktor resiko apa saja yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terserang penyakit TB paru?

Umur

Sebagian besar penderita TB paru di negara berkembang berumur di bawah 50 tahun sedangkan di negara maju prevalensi TB sangat rendah pada kelompok umur di bawah 50 tahun tetapi masih tinggi pada kelompok yang lebih tua. Kepekaan tertinggi terhadap penyakit TB terjadi pada anak kurang dari tiga tahun dan terendah pada anak akhir usia 12-13 tahun dan dapat meningkat lagi pada umur remaja dan awal tua. Risiko untuk mengalami sakit TB paru paling tinggi pada usia di bawah 3 tahun dan paling rendah pada usia akhir masa kanak-kanak dan risiko meningkat lagi pada usia remaja dan dewasa muda, usia tua dan pada penderita dengan kelainan sistem imunitas. Reaktivasi dari infeksi laten yang berlangsung lama sebagian besar terjadi pada penderita TB usia lebih tua. Jenis Kelamin

Penyakit TB menyerang orang dewasa dan anak-anak, laki-laki dan perempuan. TBC menyerang sebagian besar wanita pada usianya yang paling produktif. Beberapa alasan para wanita tidak didiagnosis sebagaimana mestinya atau tidak mendapat pengobatan yang adekuat yaitu:

a. tidak ada waktu, karena kesibukannya mengurus keluarga

b. masalah biaya dan transportasi

c. perlunya teman pria yang mendampingi untuk pergi ke fasilitas kesehatan

d. stigma atau cacat, karena beberapa bentuk tuberkulosis dapat mengakibatkan kemandulan

e. tingkat pendidikan yang relatif rendah, sehingga keterbatasan informasi tentang gejala dan pengobatan tuberkulosis dan

f. faktor sosiobudaya, yang menghambat wanita untuk kontak dengan petugas kesehatan pria.

Status Gizi

Status nutrisi merupakan salah satu faktor yang menentukan fungsi seluruh

sistem tubuh termasuk sistem imuniti. Sistem kekebalan dibutuhkan manusia untuk memproteksi tubuh terutama mencegah terjadinya infeksi yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan lainnya. Pada manusia terdapat dua bagian sistem imun yaitu yang di bawa sejak lahir dan imun yang terjadi setelah dipicu oleh pajanan penyakit.

Bila daya tahan tubuh sedang rendah, kuman TB mudah masuk ke dalam tubuh. Kuman ini lantas terkumpul dalam paru-paru, berkembang biak, lalu menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Tapi, orang yang terinfeksi kuman TB, belum tentu menderita TB, tergantung daya tahan tubuh. Bila daya tahan tubuh kuat, maka kuman TB akan terus tertidur di dalam tubuh (dormant) dan tidak berkembang menjadi penyakit. Bila daya tahan tubuh lemah, kuman TB akan berkembang menjadi penyakit TB.

Pada orang-orang yang memiliki tubuh sehat karena daya tahan yang tinggi dan gizi yang baik, penyakit TB paru tidak akan muncul dan kuman TB akan tertidur. Namun, pada mereka yang mengalami kekurangan gizi, daya tahan tubuh menurun atau buruk, terus-menerus menghirup udara yang mengandung kuman TB akibat lingkungan yang buruk, akan lebih mudah terinfeksi TB paru (menjadi TB aktif) atau dapat juga mengakibatkan kuman TB yang tertidur di dalam tubuh dapat aktif kembali.Hampir tidak ada perbedaan daya tahan tubuh antara laki-laki dan perempuan sampai pada umur pubertas. Bayi hingga anak-anak pada kedua jenis kelamin memiliki daya tahan tubuh yang lemah. Eropa dan Amerika Utara pada waktu TBC sering ditemukan, insiden tertinggi TB paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Angka pada pria selalu cukup tinggi pada semua usia tetapi angka wanita cenderung menurun tajam sesudah melampaui usia subur.

Banyak kasus gizi kurang atau buruk menyertai penyakit TB paru. Pada tahun 2008, Sumatra Barat memiliki 14.960 balita gizi buruk di dalamnya terdapat

balita dengan TB paru. Kabupaten Bantul memiliki 300 penderita gizi buruk dan hampir separuhnya (52%) menderita TBC. Lingkungan

TB paru merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang ditularkan melalui udara. Keadaan berbagai lingkungan yang dapat mempengaruhi

penyebaran TBC salah satunya dapat berawal dari lingkungan keluarga. Tempat tinggal identik dengan lingkungan keluarga yang meliputi:

a. sumber air

b. pembuangan kotoran manusia

c. bangunan yang meliputi ventilasi, jenis bahan bangunan, luas per penghuni

d. kandang ternak (kalau ada)

e. pembuangan limbah atau sampah rumah tangga

Kelima hal diatas sukar dipisahkan karena, biasanya pada suatu tempat tinggal yang mempunyai sumber air yang buruk akan mempunyai pula pembuangan kotoran, ventilasi dan kepadatan penghuni yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

Faktor risiko lingkungan yang dapat meningkatkan probabilitas kontak dengan udara yang terinfeksi adalah ventilasi yang buruk, peningkatan durasi dan intimasi antara kontak dengan kasus, penurunan jumlah sinar ultraviolet dan kepadatan, dapat meningkatkan risiko perolehan infeksi. Risiko infeksi dapat meningkat secara dramatis pada kondisi yang padat seperti penjara, kapal selam, rumah/ panti jompo dan sebagainya. PENUTUP

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkat izin dan ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan penyuluhan outdoor yang bertemakan Penyakit TB Paru. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para sahabat, yang berkat perjuangan mereka kita dapat merasakan nikmatnya iman dan Islam.

Penyuluhan kesehatan mengenai Penyakit TB Paru di lakukan di Warung Kopi Gampoeng Jeulingke, Banda Aceh pada tanggal 1 April 2015, peserta merupakan warga Gampong Jeulingke.Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kepala Puskesmas Jaya Baru dan dokter pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penyusun sehingga penyuluhan kesehatan ini dapat terselesaikan. Semoga tugas ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penulisan laporan ini, namun penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu sumbangan gagasan, kritikan, saran dan masukan yang membangun akan penulis terima dengan senang hati demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata penulis berharap semoga laporan penyuluhan ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi pihak yang membutuhkan.

Dokter pembimbing I

dr. Astimarningsih

NIP. 19831005 201412 2 001Dokter pembimbing II

dr. Ariefa evildha rahim

Nip. 19840906 201103 2 001Mengetahui

Banda Aceh, 2 April 2015

Kepala UPTD Puskesmas Jeulingke

drg. Juwairiyah Nst, M.Kes

Nip. 19670729 199803 2 007

Dokumentasi