Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) lazim disebut penyakit kencing manis merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. (1,2)
41

2 Isi Kti Uchy

Jul 24, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 2 Isi Kti Uchy

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) lazim disebut penyakit kencing manis merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka

panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,

saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO)

sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat

dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat

dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari

sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan

gangguan fungsi insulin. (1,2)

Laporan statistik International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan

bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Setiap tahun angka

kejadiannya naik 3% atau bertambah 7 juta orang. Pada 2025, diperkirakan akan

meningkat menjadi 350 juta dan lebih dari separuhnya berada di Asia, terutama di

India, Cina, Pakistan, dan Indonesia. (3)

Penyakit ini telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia.

Setiap tahun terjadi 3,2 juta kematian yang disebabkan langsung oleh diabetes.

Page 2: 2 Isi Kti Uchy

Jadi, ada 1 orang per 10 detik atau 6 orang per 1 menit yang meninggal akibat

penyakit yang berkaitan dengan diabetes. (3)

Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Litbang Depkes yang hasilnya

dikeluarkan bulan Desember 2008 menunjukkan bahwa prevalensi nasional untuk

diabetes 5,7% (1,5% terdiri dari pasien diabetes yang sudah terdiagnosis,

sedangkan sisanya 4,2% baru ketahuan diabetas saat penelitian) dan 10,25% TGT

(gula darah terganggu). (4)

Peningkatan prevalensi penyakit DM erat hubungannya dengan berat

badan, misalnya DM tipe 2 umumnya terjadi pada pasien yang gemuk atau

mengalami obesitas. Ini akibat dari perubahan pola makan yang telah bergeser

dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan serat dari

sayuran, ke pola makan ke barat-baratan, dengan komposisi makanan yang terlalu

banyak mengandung protein, lemak, gula, garam dan mengandung sedikit serat.

Komposisi makanan seperti ini terutama terdapat pada makanan siap santap yang

akhir-akhir ini sangat digemari terutama oleh anak-anak muda. (1,3)

Rumah Sakit Umum Daerah Pangkep merupakan pusat rujukan medis dari

beberapa puskesmas di Kabupaten Pangkep. Penyakit diabetes mellitus

merupakan salah satu penyakit dengan angka kejadian terbanyak di Kabupaten

Pangkep. Hal inilah yang melatarbelakangi sehingga peneliti mengadakan survei

mengenai hubungan berat badan dengan diabetes mellitus di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Pangkep tahun 2012, serta saat ini belum ada data tentang

hubungan berat badan dengan DM di Rumah Sakit tersebut.

Page 3: 2 Isi Kti Uchy

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan berat badan dengan diabetes mellitus di Rumah

Sakit Umum Daerah Kabupaten Pangkep tahun 2012.

1.3 Hipotesis

Adanya hubungan berat badan dengan diabetes mellitus di Rumah Sakit

Umum Daerah Kabupaten Pangkep tahun 2012.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan berat badan dengan diabetes mellitus di Rumah

Sakit Umum Kabupaten Pangkep tahun 2012.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya hubungan berat badan terhadap kejadian diabetes mellitus

tipe 1 di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pangkep tahun 2012.

2. Diketahuinya hubungan berat badan terhadap kejadian diabetes mellitus

tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pangkep tahun 2012.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Manfaat bagi masyarakat

Sebagai pengetahuan untuk membuka wawasan masyarakat bahwa adanya

hubungan berat badan dengan diabetes mellitus sehingga dapat dilakukan

pencegahan sejak dini guna menekan peningkatan angka kejadian diabetes

mellitus.

Page 4: 2 Isi Kti Uchy

2. Manfaat dalam dunia kedokteran

Sebagai sumbangsih dalam turut serta membangun sumber daya manusia yang

berkualitas.

3. Manfaat ilmiah

Sebagai bahan referensi yang sangat berharga dalam menambah literatur studi

tentang hubungan berat badan dengan diabetes mellitus.

4. Manfaat individu

Sebagai ilmu dan penambah wawasan untuk menumbuhkan dan mengembangkan

kemampuan meneliti dalam rangka menunjang proses pembelajaran.

Page 5: 2 Isi Kti Uchy

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Diabetes Mellitus

2.1.1 Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit endokrin yang paling lazim.

Dalam hal ini, kadar gula darah seseorang melebihi normal karena tubuh tidak lagi

memiliki insulin atau insulin tidak dapat bekerja dengan baik. (3) Dimana terjadi

gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein akibat berkurang nya

sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin. (5)

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes mellitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan

kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,

terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Tampaknya terdapat

dalam keluarga tertentu, berhubungan dengan aterosklerosis yang dipercepat, dan

merupakan predisposisi untuk terjadinya kelainan mikrovaskular seperti

retinopati, nefropati dan neuropati. (2)

Secara epidemiologis diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan

onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan,

sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi

ini. Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi

Page 6: 2 Isi Kti Uchy

diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku

rural-tradisional menjadi urban. Faktor risiko yang berubah secara epidemiologis

diperkirakan adalah: bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas,

distribusi lemak tubuh, kurangnya aktifitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua

faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan

terjadinya DM tipe 2. (4)

2.1.2 Penapisan dan Diagnosis Diabetes Mellitus

PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) membagi alur

diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas

DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan

menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya

lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi

(pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM,

pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk

menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka

diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga

dapat ditegakkan melalui cara pada Tabel 2.1. (1)

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis DM (1)

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis DM

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL

(11,1 mmol/L)

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat

pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir

Page 7: 2 Isi Kti Uchy

2. Atau

Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0

mmol/L)

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan

sedikitnya 8 jam

3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1

mmol/L)

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban

glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang

dilarutkan ke dalam air

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi

3 yaitu (1):

< 140 mg/dL normal

140 - < 200 mg/dL toleransi glukosa terganggu

≥ 200 mg/dL diabetes

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa dengan

Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥ 25 kg/m² dengan faktor resiko lain sebagai berikut:

1) aktifitas fisik kurang, 2) riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama

(first degree relative), 3) masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American,

Latino, Native Amercan, Asian American, Pacific Islander), 4) wanita dengan

riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥ 4000 gram atau riwayat Diabetes Melitus

Gestasioal (DMG), 5) hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau sedang

Page 8: 2 Isi Kti Uchy

dalam terapi obat anti hipertensi), 6) kolestrol HDL < 35 mg/dL dan atau

trigliserida ≥ 250 mg/dL, 7) wanita dengan sindrom polikistik ovarium, 8) riwayat

Toleransi glukosa terganggu (TGT) atau Glukosa darah puasa terganggu (GDPT),

9) keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (obesitas, akantosis

nigrikans) dan 10) riwayat penyakit kardiovaskular. (1,6)

Pada penapisan dapat dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa atau

sewaktu atau TTGO. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan

penyaringan negatif, pemeriksaan penyaringan ulang dilakukan tiap tahun;

sedangkan bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan

penyaringan dapat dilakukan setiap 3 tahun atau lebih cepat tergantung klinis

masing-masing pasien. (1)

Pemeriksaan penyaringan bergantung untuk menjaring pasien DM,

toleransi glukos terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT),

sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT

dan GDPT merupakn tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun

kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembng menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan

1/3 lainnya kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi

insulin. Pada kelompok TGT ini risiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi

dibandingkan kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit

kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia. Peran aktif para pengelola kesehatan

sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkin dan

pencegahan primer dan sekunder dapat segera diterapkan. (1,2)

Page 9: 2 Isi Kti Uchy

Pemeriksaan penyaringan dapat dilakukan melalui pemeriksaan

konsentrasi glukosa darah sewaktu atau konsentrasi glukosa darah puasa,

kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. (1,2)

Tabel 2.2 Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan

Penyaringan dan Diagnosis DM (1,2)

Tabel 2.2 Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai

Patokan Penyaringan dan Diagnosis DM

Bukan

DM

Belum

Pasti DM

DM

Konsentrasi glukosa

darah sewaktu (mg/dL)

Plasma vena < 100 100-199 ≥ 200

Darah kapiler < 90 90-199 ≥ 200

Konsentrasi glukosa

darah puasa (mg/dL)

Plasma vena < 100 100-125 ≥ 126

Darah kapiler < 90 90-99 ≥ 100

2.1.3 Klasifikasi DM

Sesuai dengan konsep mutakhir, kedua kelompok besar diabetes dapat

dibagi lagi atas kelompok kecil. Pada satu kelompok besar “IDDM” atau daibetes

tipe 1, terdapat hubungan dengan HLA tertentu pada kromosom 6 dan beberapa

auto-imunitas serologik dan cell-mediated. Infeksi virus pada atau dekat sebelum

onset juga disebut-sebut berhubungan dengan patogenesis diabetes. Pada

percobaan binatang, virus dan toksin diduga berpengaruh pada kerentangan proses

auto-imunitas ini. (1)

Page 10: 2 Isi Kti Uchy

Kelompok besar lainnya (NIDDM atau diabetes tipe 2) tidak mempunyai

hubungan dengan HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya mempunyai sel beta

yang masih berfungsi, sering memerlukan insulin tetapi tidak bergantung kepada

insulin seumur hidup. (1)

Dalam terminologi juga terdapat perubahan dimana pada klasifikasi WHO

1985 tidak lagi terdapat istilah tipe 1 dan tipe 2. Tetapi karena istilah ini sudah

mulai dikenal umum maka untuk tidak membingungkan maka kedua istilah ini

masih dapat dipakai tetapi tanpa mempunyai arti khusus seperti implikasi

etiopatogenik. Istilah ini pun kembali digunakan oleh ADA pada tahun 1997

sampai 2005, sehingga DM tipe 1dan tipe 2 merupakan istilah yang saat ini

dipakai ketimbang NIDDM (DMTTI) dan IDDM (DMTI). (1)

Tabel 2.3 Klasifikasi Diabetes Melitus (ADA 2009) (1)

Tabel 2.3 Klasifikasi Diabetes Melitus (ADA 2009)

I. Diabetes Melitus Tipe 1

(destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin

absolut)

A. Melalui proses imunologik

B. Idiopatik

II. Diabetes Melitus Tipe 2

(bervariasi mulai yang pedominan resistensi insulin disertai

defisiensi insulin relative sampai yang predominan gangguan

sekresi insulin bersama resistensi insulin)

III. Diabetes Melitus Tipe Lain

Page 11: 2 Isi Kti Uchy

A. Defek genetik fungsi sel beta

Kromosom 12, HNF-α (dahulu MODY 3)

Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)

Kromosom 20, HNF-α (dahulu MODY 1)

Kromosom 13, insulin promoter factor (IPF dahulu

MODY 4)

Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)

Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6) DNA

Mitokondria

lainnya

B. Defek genetik kerja insulin: resistensi insulin tipe A, I

eprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall diabetes

lipoatrofik, lainnya

C. Penyakit Eksokrin Pankreas: pankreatitis, trauma /

pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik

hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya

D. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing,

feokromositoma, hipertiroidisme somatoststinoma,

aldosteronoma, lainnya

E. Karena obat / zat kimia: vacor, pentamidin, asam

nikotinad, glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid,

aldosteronoma, lainnya

F. Infeksi: rubella congenital, CMV, lainnya

Page 12: 2 Isi Kti Uchy

G. Imunologi (jarang): sindrom “Stiffman”, antibodi anti

reseptor insulin, lainnya

H. Sindroma genetik lain: sindrom Down, sindrom

Klinefelter, sindrom Turner, sindrom Wolfram’s, ataksia

Friedreich’s, chorea Huntington, sindrom Laurence

Moon Biedl distrofi miotonik, porfiria, sindrom Prader

Willi, lainnya

IV. Diabetes Kehamilan

2.1.4 Patogenesis

DM tipe 1

Mengapa insulin pada DM tipe 1 tidak ada ? Ini disebabkan oleh kerena

pada jenis ini ada reaksi otoimun. Pada individu yang rentan (susceptible)

terhadap diabetes tipe 1, tedapat adanya ICA (Islet Cell Antibody) yang

meningkat kadarnya oleh karena beberapa faktor pencetus seperti infeksi virus

diantaranya virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain hingga timbul

peradangan pada sel beta (insulitis) yang akhirnya menyebabkan kerusakan

permanen sel beta. Yang diserang pada insulitis itu hanya sel beta, biasanya sel

alfa dan delta tetap utuh. (7)

DM tipe 2

Adalah kelainan yang heterogen dengan prevalensi yang sangat bervariasi

diantara kelompok etnis. Di AS populasi yang sangat tinggi prevalensinya adalah

suku bangsa India Pima, keturunan Spanyol dan Asia. (7)

Page 13: 2 Isi Kti Uchy

Patogenesis diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi

insulin perifer, gangguan “hepatic glucose production (HGP)”, dan penurunan

fungsi cell β, yang akhirnya akan menuju ke kerusakan total sel β. (7)

Pada stadium prediabetes (IFG dan IGT) mula-mula timbul resistensi

insulin (disingkat RI) yang kemudian disusul oleh peningkatan sekeresi insulin

untuk mengkompensasi RI itu agar kadar glukosa darah tetap normal. Lama

kelamaan sel beta akan tidak sanggup lagi mengkompensasi RI hingga kadar

glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta makin menurun saat itulah diagnosis

diabetes ditegakkan. Ternyata penurunan fungsi sel beta itu berlangsung secara

progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mengsekresi insulin,

suatu keadaan menyerupai diabetes tipe 1. Kadar glukosa darah makin meningkat.

(7)

Dengan diketahuinya mekanisme seperti itu, ADA (American Diabetes

Association) pada tahun 2008 menyebut bahwa “Type 2 diabetes results from a

progressive insulin secretory defect on the background of insulin resistance (ADA

2008)”. (7)

2.1.5 Gambaran Klinis

Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)

Diabetes tergantung insulin biasanya mulai sebelum umur 40; di Amerika

Serikat insidensi puncak sekitar umur 14 tahun. Sebagian pasien mengalami

diabetes tipe 1 pada usia lanjut, dengan kejadian ketoasidosis pertama pada umur

50 atau bahkan lebih lanjut pada keadaan yang jarang. Pasien ini yang

berdasarkan umur seharusnya menderita NIDDM tipe 2, biasanya tidak obes.

Page 14: 2 Isi Kti Uchy

Awitan gejala dapat mendadak berupa haus, sering kencing, peningkatn nafsu

makan dan penurunan berat badan selama beberapa hari. Pada sebagian kasus,

penyakit ditunjukkan oleh adanya ketoasidosis selama sakit yang baru di derita

atau setelah pembedahan. Seperti digambarkan dalam Tabel 2.4, pasien tipe 1

bervariasi dari berat normal hingga kurus tergantung panjangnya waktu antara

awitan gejala dan mulai terapi. Khas, kadar insulin plasma rendah atau tidak

terukur. Kadar glukagon meningkat tetapi dapat ditekan oleh insulin. Begitu

timbul gejala, diperlukan insulin. Kadang-kadang, kejadian awal ketoasidosis

diikuti oleh interval bebas gejala (periode “honeymoon”) yang tidak memerlukan

terapi. (8)

Tabel 2.4 Ciri-ciri umum IDDM dan NIDDM (8)

Tabel 2.4 Ciri-ciri umum IDDM dan NIDDM

IDDM NIDDM

Lokus genetik

Umur awitan

Bentuk tubuh

Insulin plasma

Glukagon plasma

Penyulit akut

Terapi insulin

Terapi sulfonilurea

Kromosom 6

< 40

Normal hingga kurus

Rendah hingga tidak ada

Tinggi, dapat ditekan

Ketoasidosis

Responsif

Tidak responsif

Tidak diketahui

> 40

Obes

Normal hingga tinggi

Tinggi, resisten

Koma hiperosmolar

Responsif hingga resisten

Responsif

Page 15: 2 Isi Kti Uchy

Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)

Kelainan ini biasanya mulai pada pertengahan umur atau lebih. Pasien

khas biasanya gemuk. Gejala mulai lebih bertahap dibandingkan pada IDDM, dan

diagnosis sering dibuat jika individu tanpa gejalah ditemukan mempunyai

peningkatan glukosa plasma pada pemeriksaan laboratorium rutin. Berlawanan

dengan penyakit diabetes tegantung insulin, kadar insulin plasma normal hingga

tinggi dalam istilah absolut, meskipun lebih rendah dari yang diperkirakan untuk

kadar glukosa plasma; jadi terdapat dedefisiensi insulin relatif. Dengan kata lain,

jika kadar glukosa plasma pada penderita nondiabetik meningkat hingga kadar

serupa yang ditemukan pada pasien diabetik, nilai insulin lebih tinggi pada

kelompok normal. Keadaan ini mencerminkan defek sekresi insulin yang

disebutkan sebelumnya pada NIDDM. Metabolisme glukagon pada diabetes tidak

tergantung insulin adalah kompleks. Sementara konsentrasi plasma puasa dapat

diturunkan oleh sejumlah besar insulin, respons glukagon yang berlebihan akibat

makanan yang masuk tidak dapat ditekan; fungsi sel alfa tetap abnormal. Untuk

alasan yang tidak diketahui, pasien NIDDM tidak mengalami ketoasidosis. Pada

keadaan dekompensata mereka rentan terhadap sindom hiperosmolar, nonketotik.

Satu hipotesis yang menjelaskan tidak adanya ketoasidosis selama sters adalah

bahwa hati resisten terdapat glukagon sehingga kadar malonil-CoA tetap tinggi,

menghambat oksidasi asam lemak-jalur ketogenik. Jika penurunan berat badan

dapat dipicu, pasien dapat diatasi dengan diit saja. Sebagian besar pasien yang

gagal dengan terapi diet memberi respon terhadap sulfonilurea, tetapi perbaikan

Page 16: 2 Isi Kti Uchy

hiperglikemia pada kebanyakan penderita tidak cukup untuk mengendalikan

diabetes. Karena itu sejumlah besar pasien NIDDM diterapi dengan insulin. (8)

2.1.6 Komplikasi DM

Komplikasi Akut

Komplikasi yang akut pada diabetes terjadi secara mendadak. Keluhan dan

gejalah terjadi dengan cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut dapat timbul

akibat glukosa darah yang terlalu rendah (hipoglikemia) atau terlalu tinggi

(hiperglikemia). Penanganannya harus cepat karena merupakan kasus gawat

darurat medis. (3)

Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita diabetes yang diobati dengan

suntikan insulin atau pun minum tablet antidiabetes, kemudian mereka tidak

makan sedangkan mereka melakukan aktivitas fisik melebihi biasanya. (3)

Keluhan dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung pada berapa

banyak kadar glukosa darah turun. Keluhan ini pada dasarnya dapat dibagi dalam

dua kategori besar, yaitu: (3)

1. Keluhan akibat otak tidak mendapat cukup kalori sehingga mengganggu

fungsi intelektual, antara lain sakit kepala, kurang konsentrasi, mata kabur,

capek, bingung, kejang atau koma.

2. Keluhan akibat efek samping hormon lain (adrelanin) yang berusaha untuk

menaikkan kadar glukosa darah, yaitu pucat, berkeringat, nadi cepat,

berdebar, cemas, serta rasa lapar.

Hiperglikemia adalah keadaan di mana kadar glukosa darah di atas

normal, biasanya lebih dari 200 mg/dl. Komplikasi akut yang biasa terjadi akibat

Page 17: 2 Isi Kti Uchy

hiperglikemia adalah ketoasidosis diabetik dan diabetic hyperosmolar syndrome.

(3)

Ketoasidosis diabetik atau KAD adalah keadaan gawat darurat dimana

banyak asam terbentuk dalam darah. Keluhan dan gejala KAD timbul akibat

adanya keton yang meningkat dalam darah, antara lain napas yang cepat dan

dalam (napas Kussmaul), napas bau keton atau aseton, nafsu makan turun, mual,

muntah, demam, nyeri perut, berat badan turun, capek, lemah, bingung,

mengantuk, kesadaran menurun sampai koma. (3)

Bila glukosa darah sedemikian tinggi sehingga darah menjadi “kental”,

komplikasi akut ini dinamakan Hiperosmolar Non-Ketotik (HONK) atau Diabetic

Hyperosmolar Syndrome (DHS) merupakan keadaan gawat darurat bagi pasien.

Kadar glukosa darah penderita DHS bisa sampai diatas 600 mg/dl. Glukosa ini

akan menarik air ke luar sel, selanjutnya ke luar tubuh melalui kencing yang kan

mengakibatkan kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi. (3)

Gejalanya mirip dengan ketoasidosis. Bedanya pada DHS tidak dijumpai

napas yang cepat dan dalam (napas Kussmaul) serta berbau keton. Penderita

diabetes yang terkena komplikasi DHS akan tampak sangat haus, banyak kencing,

lemah, kaki dan tungkainya kram, bingung, nadi berdenyut cepat, kejang, sampai

koma. (3)

Komplikasi Kronis

Kerusakan Saraf (Neuropati)

Dalam jangka lama, kadar glukosa darah yang tinggi akan melemahkan

dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf

Page 18: 2 Isi Kti Uchy

sehingga terjadi kerusakan yang disebut Neuropati Diabetik (Diabetic

Neuropathy). Akibatnya, saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan

rangsangan impuls saraf, bisa salah kirim atau terlambat mengirim. Keluhan yang

timbul bisa bervariasi, mungkin nyeri pada tangan dan kaki, atau gangguan

pencernaan, masalah kontrol buang air besar atau kencing, dan sebagainya. (3)

Ketika terjadi kerusakan saraf sehingga menyebabkan hilangnya sensasi

nyeri pada kaki, pasien mungkin tidak menyadari terjadinya luka pada kaki.

Cedera kaki kecil dapat menyebabkan infeksi serius, borok, bahkan gangrene. (9)

Kerusakan Ginjal (Nefropati)

Kerusakan ginjal pada diabetes atau nefropati diabetik pada awalnya sama

sekali tidak menimbulkan keluhan atau sangat minimal. Namun, bila banyak

kapiler atau nefron yang rusak, mulai timbul keluhan atau gejala antara lain

bengkak pada kaki, sendi kaki dan tangan, sesak napas, tekanan darah meningkat,

bingung atau sulit berkonsentrasi, nafsu makan turun, kulit kering dan gatal, serta

tersasa capek. (3)

Kerusakan Mata

Kelainan mata yang bisa timbul akibat diabetes adalah retinopati

(kerusakan pembuluh darah retina), katarak (kekeruhan lensa mata), dan

glaukoma (tekanan dalam bola mata meningkat). (3,9)

Retinopati diabetik dapat terjadi pada pasien yang telah menderita diabetes

sedikitnya 5 tahun. (9)

Gangguan mata ringan biasanya tanpa keluhan. Semakin berat kerusakan

akan menimbulkan keluhan, antara lain tampak bayangan jaring atau sarang laba-

Page 19: 2 Isi Kti Uchy

laba pada penglihatan mata, bayangan abu-abu, mata kabur, sulit membaca, ada

titik gelap atau kosong pada tengah lapangan pandang, seperti ada selaput merah

pada penglihatan, mata terasa nyeri, objek yang dilihat seperti dikelilingi

lingkarang terang, ada garis lurus yang dilihat menjadi berubah, sampai pada

kebutaan. (3)

Penyakit Jantung

Diabetes dapat menyebabkan berbagai penyakit jantung, antara lain nyeri

dada (angina), serangan jantung (acute myocardial infarction), dan penyakit

jantung koroner. (3)

Keluhan sakit jantung sangat bervariasi. Pada fase dini, biasanya tidak ada

keluhan, tetapi selanjutnya akan timbul gejala akibat penyumbatan atau gangguan

aliran darah pada jantung, seperti sesak nafas, nyeri dada, rasa capek, sakit kepala,

detak jantung cepat dan tidak teratur, serta berkeringat banyak. (3)

Hipertensi

WHO, American Diabetes Association (ADA), dan The Seventh Report of

the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and

Treatment of High Blood Pressure (JNC7) pada 2003 merekomendasikan bahwa

tekanan darah penderita diabetes harus dibawah 130/85 mmHg. Bila ada

gangguan ginjal, tekanan darah dianjurkan untuk lebih rendah lagi. (3)

Stroke

Diabetes sering disertai dengan hipertensi, kolesterol terutama LDL yang

tinggi, obesitas, merokok, kurang olah raga, hidup santai, dan lain-lain. Hal ini

akan memicu terbentuknya radikal bebas (free radicals) yang mendorong atau

Page 20: 2 Isi Kti Uchy

mempercepat proses aterosklerosis. Proses ini bisa menimbulkan penyumbatan

darah otak yang menyebabkan stroke. Diabetes juga mempermudah komplikasi

perdarahan pada pembuluh darah otak. Stroke akibat perdarahan umumnya lebih

berbahaya daripad stroke akibat penyumbatan. (3)

Penyakit Pembuluh Darah Perifer

Penyakit pembuluh darah perifer adalah kerusakan dinding pembuluh

darah di tangan dan kaki akibat pengapuran atau penyumbatan. Keadaan ini

banyak terjadi pada penderita diabetes. Akibatnya adalah kerusakan saraf

setempat, rasa nyeri karena gangguan aliran darah, serta infeksi yang sulit

disembuhkan. (3)

Gangguan Pada Hati

Proses glukoneogenesis dan glikogenesis terjadi di hati, yaitu

pembentukan glukosa dari cadangan didalam sel hati. Oleh sebab itu, pada

penyakit hati yang berlangsung lama, misalnya hepatitis kronis dan sirosis hati

(pengerutan jaringan hati), mudah terjadi hipoglikemia. (3)

Infeksi Paru

Penderita diabetes yang daya tahan tubuhnya rendah bisa terkena TBC

paru sekalipun mereka adalah orang berada. Dinegara kita, angka TBC paru pada

diabetes mencapai 10%. (3)

Gangguan Saluran Makan

Diare yang terjadi pada penderita diabetes bisa disebabkan oleh beberapa

hal. Mungkin karena obat metformin atau infeksi saluran makan. Namun, jangan

Page 21: 2 Isi Kti Uchy

lupa bahwa kerusakan saraf otonom yang mengatur gerakan usus akibat diabetes

bisa menimbulkan keluhan mual, sebah, atau diare. (3)

Infeksi

Kadar glukosa darah yang tinggi bisa mengganggu fungsi kekebalan tubuh

dalam menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita diabetes

mudah terkena infeksi. Keadaan ini juga bisa merusak sistem saraf sehingga

mengurangi kepekaan pasien terhadap infeksi. (3)

2.1.7 Penanganan Diabetes Mellitus

Penatalaksanaan DM didasarkan pada (1) rencana diet, (2) latihan fisik dan

pengaturan aktivitas fisik, (3) agen-agen hipoglikemik oral, (4) terapi insulin, (5)

pengawasan glukosa di rumah, dan (6) pengetahuan tentang diabetes dan

perawatan diri. (10)

Rencana diet pada pasien diabetes dimaksudkan untuk megatur jumlah

kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah kalori yang

disarankan bervariasi, bergantung pada kebutuhan apakah untuk mempertahankan,

menurunkan atau meningkatkan berat tubuh. (10)

Latihan fisik mempermudah transpor glukosa ke dalam sel-sel dan

meningkatkan kepekaan terhadap insulin. Pada individu sehat, pelepasan insulin

menurun selama latihan fisik, sehingga hipoglikemi dapat dihindarkan. Namun,

pasien yang mendapat suntikan insulin, tidak mampu untuk memakai cara ini, dan

peningkatan ambilan glukosa selama latihan fisik dapat menimbulkan

hipoglikemi. Faktor ini penting khususnya ketika pasien melakukan latihan fisik

saat insulin telah mencapai kadar maksimal atau puncaknya. Dengan

Page 22: 2 Isi Kti Uchy

menyesuaikan waktu pasien dalam melakukan latihan fisik, pasien mungkin dapat

meningkatkan pengontrolan kadar glukosa mereka. (10)

Pasien-pasien dengan gejala DM tipe 2 dini dapat mempertahankan kadar

glukosa darah normal hanya dengan menjalankan rencana diet dan latihan fisik

saja. Tetapi, sebagai penyakit yang progresif, obat-obat oral hipoglikemi juga

dianjurkan. Obat-obat yang digunakan adalah pensensitif insulin dan sulfonilurea.

Dua tipe pensensitif yang tersedia adalah metformin dan tiazolidinedion. (10)

2.1.8 Pencegahan Diabetes Mellitus

Risiko terjadinya DM tipe 2 dapat dikurangi dengan mengambil langkah-

langkah kecil untuk mengubah diet, meningkatkan aktifitas fisik dan menjaga

berat badan sehat. Dengan langkah-langkah positif, kita dapat sehat lebih lama

dan mengurangi risiko diabetes. (11)

2.2 Tinjauan Umum Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran

massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap

perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi

makanan yang menurun.

Berat badan normal bisa terwujud bila seseorang mengkonsumsi energi

sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan tubuh, sehingga tidak terjadi penimbunan

energi dalam bentuk lemak, maupun penggunaan lemak sebagai sumber energi.

Berat badan kurang jika IMT < 18,5 , jika IMT < 16 menandakan kurus

tingkat berat, IMT 16-16,9 menandakan kurus tingkat sedang, IMT 17-18,49

menandakan kurus tingkat ringan. (12)

Page 23: 2 Isi Kti Uchy

Tabel 2.5 Klasifikasi BB serta risiko komorbid

berdasarkan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) (WHO 2002) (12)

Tabel 2.5 Klasifikasi BB serta risiko komorbid

berdasarkan nilai IMT

Klasifikasi IMT (kg/m²) Risiko komorbid

BB kurang

BB normal

BB berlebih

Pra-obes

Obes derajat I

Obes derajat II

Obes derajat III

< 18,5

18,5 – 24,9

≥ 25

25 – 29,9

30 – 34,9

35 – 39,9

≥ 40

Rendah, tetapi risiko klinis lain tinggi

-

Rata-rata

Meningkat

Sedang

Berat

Sangat berat

Obesitas adalah peningkatan lemak tubuh (body fat). Overweight adalah

peningkatan berat badan relatif apabila dibandingkan terhadap standar.

Overweight kemudian menjadi istilah yang mewakili obesitas baik secara klinis

ataupun epidemiologis. Sedangkan obesitas sentral adalah peningkatan lemak

tubuh yang lokasinya lebih banyak di daerah abdominal dari pada di daerah

pinggul, paha atau lengan. Penentuan adanya obesitas sentral ini penting karena

berhubungan dengan adanya resistensi insulin yang merupakan dasar terjadinya

sindroma metabolik. (13)

Page 24: 2 Isi Kti Uchy

Obesitas telah menjadi pandemi global diseluruh dunia dan dinyatakan

oleh World Health Organization (WHO) sebagai masalah kesehatan kronis

terbesar pada orang dewasa. (13)

Himpunan Studi Obesitas Indonesia memeriksa lebih dari 6000 orang dari

hampir seluruh provinsi dan didapatkan angka obesitas dengan Indeks Massa

Tubuh (IMT) > 30 kg/m² pada laki-laki sebesar 9,16% dan pada perempuan

11,02%. (13)

Konsekuensi obesitas terhadap kesehatan sangat bervariasi mulai dari

kematian prematur sampai kualitas hidup yang rendah. Umumnya obesitas

dikaitkan dengan “Non Communicable Diseases” seperti NIDDM, CVD, kanker,

dan berbagai gangguan psikososial. (13)

Penelitian yang dilakukan The Nurse’s Health Study menunjukkan

peningkatan risiko sampai lima kali lipat untuk terjadinya DM tipe 2 pada wanita

dan IMT 24,0-24,9 kg/m², dan risiko tersebut meningkat menjadi 40 kali lipat bila

IMT > 31 kg/m². Hasil yang sama diperoleh The Professional’s Health Study,

risiko relatif terjadinya DM tipe 2 pada laki-laki dengan IMT ≥ 31 kg/m² 42 kali

lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang mempunyai IMT < 23 kg/m². (13)

Page 25: 2 Isi Kti Uchy

2.3 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel independen atau variabel bebas

: Variabel dependen atau variabel terikat

Berat Badan

Diabetes MellitusTipe 1

Tipe 2

Page 26: 2 Isi Kti Uchy

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain studi Cross –

Sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan berat badan dengan

diabetes mellitus di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pangkep tahun 2012.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Adapun waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada tenggang waktu

Januari hingga April tahun 2012. Sedangkan untuk tempat dilakukannya

penelitian ini adalah di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pangkep.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi yang dianggap sebagai subjek penelitian ini adalah semua pasien

yang di diagnosis diabetes mellitus di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Pangkep pada periode bulan Januari hingga Mei tahun 2012.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah pasien DM yang diambil dengan

menggunakan metode Total Sampling.

3.4 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Status Gizi

Status gizi yang dimaksud adalah pasien yang termasuk diabetes mellitus

yang diklasifikasikan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT).

Page 27: 2 Isi Kti Uchy

IMT = BB (kg) / TB (m²)

Kriteria :

BB kurang : < 18,5 kg/m²

BB normal : 18,5 – 24,9 kg/m²

BB berlebih : ≥ 25 kg/m²

Pra-obes : 25 – 29,9 kg/m²

Obes derajat I : 30 – 34,9 kg/m²

Obes derajat II : 35 – 39,9 kg/m²

Obes derajat III : ≥ 40 kg/m²

2. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus yang dimaksud adalah pasien yang di diagnosis DM

berdasarkan kriteria :

a. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

b. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)

c. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang

diperoleh dari bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Pangkep.

3.6 Metode Pengolahan Data

Data yang terkumpul diolah secara manual dengan menggunakan bantuan

Microsoft Excel dan program SPSS 18 disajikan dalam bentuk tabel, diagram dan

narasi.