Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) lazim disebut penyakit kencing manis merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,
saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO)
sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat
dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari
sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin. (1,2)
Laporan statistik International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan
bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Setiap tahun angka
kejadiannya naik 3% atau bertambah 7 juta orang. Pada 2025, diperkirakan akan
meningkat menjadi 350 juta dan lebih dari separuhnya berada di Asia, terutama di
India, Cina, Pakistan, dan Indonesia. (3)
Penyakit ini telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia.
Setiap tahun terjadi 3,2 juta kematian yang disebabkan langsung oleh diabetes.
Page 2
Jadi, ada 1 orang per 10 detik atau 6 orang per 1 menit yang meninggal akibat
penyakit yang berkaitan dengan diabetes. (3)
Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Litbang Depkes yang hasilnya
dikeluarkan bulan Desember 2008 menunjukkan bahwa prevalensi nasional untuk
diabetes 5,7% (1,5% terdiri dari pasien diabetes yang sudah terdiagnosis,
sedangkan sisanya 4,2% baru ketahuan diabetas saat penelitian) dan 10,25% TGT
(gula darah terganggu). (4)
Peningkatan prevalensi penyakit DM erat hubungannya dengan berat
badan, misalnya DM tipe 2 umumnya terjadi pada pasien yang gemuk atau
mengalami obesitas. Ini akibat dari perubahan pola makan yang telah bergeser
dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan serat dari
sayuran, ke pola makan ke barat-baratan, dengan komposisi makanan yang terlalu
banyak mengandung protein, lemak, gula, garam dan mengandung sedikit serat.
Komposisi makanan seperti ini terutama terdapat pada makanan siap santap yang
akhir-akhir ini sangat digemari terutama oleh anak-anak muda. (1,3)
Rumah Sakit Umum Daerah Pangkep merupakan pusat rujukan medis dari
beberapa puskesmas di Kabupaten Pangkep. Penyakit diabetes mellitus
merupakan salah satu penyakit dengan angka kejadian terbanyak di Kabupaten
Pangkep. Hal inilah yang melatarbelakangi sehingga peneliti mengadakan survei
mengenai hubungan berat badan dengan diabetes mellitus di Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Pangkep tahun 2012, serta saat ini belum ada data tentang
hubungan berat badan dengan DM di Rumah Sakit tersebut.
Page 3
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan berat badan dengan diabetes mellitus di Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Pangkep tahun 2012.
1.3 Hipotesis
Adanya hubungan berat badan dengan diabetes mellitus di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Pangkep tahun 2012.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan berat badan dengan diabetes mellitus di Rumah
Sakit Umum Kabupaten Pangkep tahun 2012.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya hubungan berat badan terhadap kejadian diabetes mellitus
tipe 1 di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pangkep tahun 2012.
2. Diketahuinya hubungan berat badan terhadap kejadian diabetes mellitus
tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pangkep tahun 2012.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat bagi masyarakat
Sebagai pengetahuan untuk membuka wawasan masyarakat bahwa adanya
hubungan berat badan dengan diabetes mellitus sehingga dapat dilakukan
pencegahan sejak dini guna menekan peningkatan angka kejadian diabetes
mellitus.
Page 4
2. Manfaat dalam dunia kedokteran
Sebagai sumbangsih dalam turut serta membangun sumber daya manusia yang
berkualitas.
3. Manfaat ilmiah
Sebagai bahan referensi yang sangat berharga dalam menambah literatur studi
tentang hubungan berat badan dengan diabetes mellitus.
4. Manfaat individu
Sebagai ilmu dan penambah wawasan untuk menumbuhkan dan mengembangkan
kemampuan meneliti dalam rangka menunjang proses pembelajaran.
Page 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Diabetes Mellitus
2.1.1 Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit endokrin yang paling lazim.
Dalam hal ini, kadar gula darah seseorang melebihi normal karena tubuh tidak lagi
memiliki insulin atau insulin tidak dapat bekerja dengan baik. (3) Dimana terjadi
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein akibat berkurang nya
sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin. (5)
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Tampaknya terdapat
dalam keluarga tertentu, berhubungan dengan aterosklerosis yang dipercepat, dan
merupakan predisposisi untuk terjadinya kelainan mikrovaskular seperti
retinopati, nefropati dan neuropati. (2)
Secara epidemiologis diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan
onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan,
sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi
ini. Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi
Page 6
diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku
rural-tradisional menjadi urban. Faktor risiko yang berubah secara epidemiologis
diperkirakan adalah: bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas,
distribusi lemak tubuh, kurangnya aktifitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua
faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan
terjadinya DM tipe 2. (4)
2.1.2 Penapisan dan Diagnosis Diabetes Mellitus
PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) membagi alur
diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas
DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan
menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya
lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
(pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM,
pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka
diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga
dapat ditegakkan melalui cara pada Tabel 2.1. (1)
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis DM (1)
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL
(11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Page 7
2. Atau
Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0
mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1
mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi
3 yaitu (1):
< 140 mg/dL normal
140 - < 200 mg/dL toleransi glukosa terganggu
≥ 200 mg/dL diabetes
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥ 25 kg/m² dengan faktor resiko lain sebagai berikut:
1) aktifitas fisik kurang, 2) riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama
(first degree relative), 3) masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American,
Latino, Native Amercan, Asian American, Pacific Islander), 4) wanita dengan
riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥ 4000 gram atau riwayat Diabetes Melitus
Gestasioal (DMG), 5) hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau sedang
Page 8
dalam terapi obat anti hipertensi), 6) kolestrol HDL < 35 mg/dL dan atau
trigliserida ≥ 250 mg/dL, 7) wanita dengan sindrom polikistik ovarium, 8) riwayat
Toleransi glukosa terganggu (TGT) atau Glukosa darah puasa terganggu (GDPT),
9) keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (obesitas, akantosis
nigrikans) dan 10) riwayat penyakit kardiovaskular. (1,6)
Pada penapisan dapat dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa atau
sewaktu atau TTGO. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan
penyaringan negatif, pemeriksaan penyaringan ulang dilakukan tiap tahun;
sedangkan bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan
penyaringan dapat dilakukan setiap 3 tahun atau lebih cepat tergantung klinis
masing-masing pasien. (1)
Pemeriksaan penyaringan bergantung untuk menjaring pasien DM,
toleransi glukos terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT),
sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT
dan GDPT merupakn tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun
kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembng menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan
1/3 lainnya kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi
insulin. Pada kelompok TGT ini risiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi
dibandingkan kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit
kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia. Peran aktif para pengelola kesehatan
sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkin dan
pencegahan primer dan sekunder dapat segera diterapkan. (1,2)
Page 9
Pemeriksaan penyaringan dapat dilakukan melalui pemeriksaan
konsentrasi glukosa darah sewaktu atau konsentrasi glukosa darah puasa,
kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. (1,2)
Tabel 2.2 Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan
Penyaringan dan Diagnosis DM (1,2)
Tabel 2.2 Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai
Patokan Penyaringan dan Diagnosis DM
Bukan
DM
Belum
Pasti DM
DM
Konsentrasi glukosa
darah sewaktu (mg/dL)
Plasma vena < 100 100-199 ≥ 200
Darah kapiler < 90 90-199 ≥ 200
Konsentrasi glukosa
darah puasa (mg/dL)
Plasma vena < 100 100-125 ≥ 126
Darah kapiler < 90 90-99 ≥ 100
2.1.3 Klasifikasi DM
Sesuai dengan konsep mutakhir, kedua kelompok besar diabetes dapat
dibagi lagi atas kelompok kecil. Pada satu kelompok besar “IDDM” atau daibetes
tipe 1, terdapat hubungan dengan HLA tertentu pada kromosom 6 dan beberapa
auto-imunitas serologik dan cell-mediated. Infeksi virus pada atau dekat sebelum
onset juga disebut-sebut berhubungan dengan patogenesis diabetes. Pada
percobaan binatang, virus dan toksin diduga berpengaruh pada kerentangan proses
auto-imunitas ini. (1)
Page 10
Kelompok besar lainnya (NIDDM atau diabetes tipe 2) tidak mempunyai
hubungan dengan HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya mempunyai sel beta
yang masih berfungsi, sering memerlukan insulin tetapi tidak bergantung kepada
insulin seumur hidup. (1)
Dalam terminologi juga terdapat perubahan dimana pada klasifikasi WHO
1985 tidak lagi terdapat istilah tipe 1 dan tipe 2. Tetapi karena istilah ini sudah
mulai dikenal umum maka untuk tidak membingungkan maka kedua istilah ini
masih dapat dipakai tetapi tanpa mempunyai arti khusus seperti implikasi
etiopatogenik. Istilah ini pun kembali digunakan oleh ADA pada tahun 1997
sampai 2005, sehingga DM tipe 1dan tipe 2 merupakan istilah yang saat ini
dipakai ketimbang NIDDM (DMTTI) dan IDDM (DMTI). (1)
Tabel 2.3 Klasifikasi Diabetes Melitus (ADA 2009) (1)
Tabel 2.3 Klasifikasi Diabetes Melitus (ADA 2009)
I. Diabetes Melitus Tipe 1
(destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut)
A. Melalui proses imunologik
B. Idiopatik
II. Diabetes Melitus Tipe 2
(bervariasi mulai yang pedominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relative sampai yang predominan gangguan
sekresi insulin bersama resistensi insulin)
III. Diabetes Melitus Tipe Lain
Page 11
A. Defek genetik fungsi sel beta
Kromosom 12, HNF-α (dahulu MODY 3)
Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
Kromosom 20, HNF-α (dahulu MODY 1)
Kromosom 13, insulin promoter factor (IPF dahulu
MODY 4)
Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)
Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6) DNA
Mitokondria
lainnya
B. Defek genetik kerja insulin: resistensi insulin tipe A, I
eprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall diabetes
lipoatrofik, lainnya
C. Penyakit Eksokrin Pankreas: pankreatitis, trauma /
pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik
hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya
D. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing,
feokromositoma, hipertiroidisme somatoststinoma,
aldosteronoma, lainnya
E. Karena obat / zat kimia: vacor, pentamidin, asam
nikotinad, glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid,
aldosteronoma, lainnya
F. Infeksi: rubella congenital, CMV, lainnya
Page 12
G. Imunologi (jarang): sindrom “Stiffman”, antibodi anti
reseptor insulin, lainnya
H. Sindroma genetik lain: sindrom Down, sindrom
Klinefelter, sindrom Turner, sindrom Wolfram’s, ataksia
Friedreich’s, chorea Huntington, sindrom Laurence
Moon Biedl distrofi miotonik, porfiria, sindrom Prader
Willi, lainnya
IV. Diabetes Kehamilan
2.1.4 Patogenesis
DM tipe 1
Mengapa insulin pada DM tipe 1 tidak ada ? Ini disebabkan oleh kerena
pada jenis ini ada reaksi otoimun. Pada individu yang rentan (susceptible)
terhadap diabetes tipe 1, tedapat adanya ICA (Islet Cell Antibody) yang
meningkat kadarnya oleh karena beberapa faktor pencetus seperti infeksi virus
diantaranya virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain hingga timbul
peradangan pada sel beta (insulitis) yang akhirnya menyebabkan kerusakan
permanen sel beta. Yang diserang pada insulitis itu hanya sel beta, biasanya sel
alfa dan delta tetap utuh. (7)
DM tipe 2
Adalah kelainan yang heterogen dengan prevalensi yang sangat bervariasi
diantara kelompok etnis. Di AS populasi yang sangat tinggi prevalensinya adalah
suku bangsa India Pima, keturunan Spanyol dan Asia. (7)
Page 13
Patogenesis diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi
insulin perifer, gangguan “hepatic glucose production (HGP)”, dan penurunan
fungsi cell β, yang akhirnya akan menuju ke kerusakan total sel β. (7)
Pada stadium prediabetes (IFG dan IGT) mula-mula timbul resistensi
insulin (disingkat RI) yang kemudian disusul oleh peningkatan sekeresi insulin
untuk mengkompensasi RI itu agar kadar glukosa darah tetap normal. Lama
kelamaan sel beta akan tidak sanggup lagi mengkompensasi RI hingga kadar
glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta makin menurun saat itulah diagnosis
diabetes ditegakkan. Ternyata penurunan fungsi sel beta itu berlangsung secara
progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mengsekresi insulin,
suatu keadaan menyerupai diabetes tipe 1. Kadar glukosa darah makin meningkat.
(7)
Dengan diketahuinya mekanisme seperti itu, ADA (American Diabetes
Association) pada tahun 2008 menyebut bahwa “Type 2 diabetes results from a
progressive insulin secretory defect on the background of insulin resistance (ADA
2008)”. (7)
2.1.5 Gambaran Klinis
Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Diabetes tergantung insulin biasanya mulai sebelum umur 40; di Amerika
Serikat insidensi puncak sekitar umur 14 tahun. Sebagian pasien mengalami
diabetes tipe 1 pada usia lanjut, dengan kejadian ketoasidosis pertama pada umur
50 atau bahkan lebih lanjut pada keadaan yang jarang. Pasien ini yang
berdasarkan umur seharusnya menderita NIDDM tipe 2, biasanya tidak obes.
Page 14
Awitan gejala dapat mendadak berupa haus, sering kencing, peningkatn nafsu
makan dan penurunan berat badan selama beberapa hari. Pada sebagian kasus,
penyakit ditunjukkan oleh adanya ketoasidosis selama sakit yang baru di derita
atau setelah pembedahan. Seperti digambarkan dalam Tabel 2.4, pasien tipe 1
bervariasi dari berat normal hingga kurus tergantung panjangnya waktu antara
awitan gejala dan mulai terapi. Khas, kadar insulin plasma rendah atau tidak
terukur. Kadar glukagon meningkat tetapi dapat ditekan oleh insulin. Begitu
timbul gejala, diperlukan insulin. Kadang-kadang, kejadian awal ketoasidosis
diikuti oleh interval bebas gejala (periode “honeymoon”) yang tidak memerlukan
terapi. (8)
Tabel 2.4 Ciri-ciri umum IDDM dan NIDDM (8)
Tabel 2.4 Ciri-ciri umum IDDM dan NIDDM
IDDM NIDDM
Lokus genetik
Umur awitan
Bentuk tubuh
Insulin plasma
Glukagon plasma
Penyulit akut
Terapi insulin
Terapi sulfonilurea
Kromosom 6
< 40
Normal hingga kurus
Rendah hingga tidak ada
Tinggi, dapat ditekan
Ketoasidosis
Responsif
Tidak responsif
Tidak diketahui
> 40
Obes
Normal hingga tinggi
Tinggi, resisten
Koma hiperosmolar
Responsif hingga resisten
Responsif
Page 15
Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Kelainan ini biasanya mulai pada pertengahan umur atau lebih. Pasien
khas biasanya gemuk. Gejala mulai lebih bertahap dibandingkan pada IDDM, dan
diagnosis sering dibuat jika individu tanpa gejalah ditemukan mempunyai
peningkatan glukosa plasma pada pemeriksaan laboratorium rutin. Berlawanan
dengan penyakit diabetes tegantung insulin, kadar insulin plasma normal hingga
tinggi dalam istilah absolut, meskipun lebih rendah dari yang diperkirakan untuk
kadar glukosa plasma; jadi terdapat dedefisiensi insulin relatif. Dengan kata lain,
jika kadar glukosa plasma pada penderita nondiabetik meningkat hingga kadar
serupa yang ditemukan pada pasien diabetik, nilai insulin lebih tinggi pada
kelompok normal. Keadaan ini mencerminkan defek sekresi insulin yang
disebutkan sebelumnya pada NIDDM. Metabolisme glukagon pada diabetes tidak
tergantung insulin adalah kompleks. Sementara konsentrasi plasma puasa dapat
diturunkan oleh sejumlah besar insulin, respons glukagon yang berlebihan akibat
makanan yang masuk tidak dapat ditekan; fungsi sel alfa tetap abnormal. Untuk
alasan yang tidak diketahui, pasien NIDDM tidak mengalami ketoasidosis. Pada
keadaan dekompensata mereka rentan terhadap sindom hiperosmolar, nonketotik.
Satu hipotesis yang menjelaskan tidak adanya ketoasidosis selama sters adalah
bahwa hati resisten terdapat glukagon sehingga kadar malonil-CoA tetap tinggi,
menghambat oksidasi asam lemak-jalur ketogenik. Jika penurunan berat badan
dapat dipicu, pasien dapat diatasi dengan diit saja. Sebagian besar pasien yang
gagal dengan terapi diet memberi respon terhadap sulfonilurea, tetapi perbaikan
Page 16
hiperglikemia pada kebanyakan penderita tidak cukup untuk mengendalikan
diabetes. Karena itu sejumlah besar pasien NIDDM diterapi dengan insulin. (8)
2.1.6 Komplikasi DM
Komplikasi Akut
Komplikasi yang akut pada diabetes terjadi secara mendadak. Keluhan dan
gejalah terjadi dengan cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut dapat timbul
akibat glukosa darah yang terlalu rendah (hipoglikemia) atau terlalu tinggi
(hiperglikemia). Penanganannya harus cepat karena merupakan kasus gawat
darurat medis. (3)
Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita diabetes yang diobati dengan
suntikan insulin atau pun minum tablet antidiabetes, kemudian mereka tidak
makan sedangkan mereka melakukan aktivitas fisik melebihi biasanya. (3)
Keluhan dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung pada berapa
banyak kadar glukosa darah turun. Keluhan ini pada dasarnya dapat dibagi dalam
dua kategori besar, yaitu: (3)
1. Keluhan akibat otak tidak mendapat cukup kalori sehingga mengganggu
fungsi intelektual, antara lain sakit kepala, kurang konsentrasi, mata kabur,
capek, bingung, kejang atau koma.
2. Keluhan akibat efek samping hormon lain (adrelanin) yang berusaha untuk
menaikkan kadar glukosa darah, yaitu pucat, berkeringat, nadi cepat,
berdebar, cemas, serta rasa lapar.
Hiperglikemia adalah keadaan di mana kadar glukosa darah di atas
normal, biasanya lebih dari 200 mg/dl. Komplikasi akut yang biasa terjadi akibat
Page 17
hiperglikemia adalah ketoasidosis diabetik dan diabetic hyperosmolar syndrome.
(3)
Ketoasidosis diabetik atau KAD adalah keadaan gawat darurat dimana
banyak asam terbentuk dalam darah. Keluhan dan gejala KAD timbul akibat
adanya keton yang meningkat dalam darah, antara lain napas yang cepat dan
dalam (napas Kussmaul), napas bau keton atau aseton, nafsu makan turun, mual,
muntah, demam, nyeri perut, berat badan turun, capek, lemah, bingung,
mengantuk, kesadaran menurun sampai koma. (3)
Bila glukosa darah sedemikian tinggi sehingga darah menjadi “kental”,
komplikasi akut ini dinamakan Hiperosmolar Non-Ketotik (HONK) atau Diabetic
Hyperosmolar Syndrome (DHS) merupakan keadaan gawat darurat bagi pasien.
Kadar glukosa darah penderita DHS bisa sampai diatas 600 mg/dl. Glukosa ini
akan menarik air ke luar sel, selanjutnya ke luar tubuh melalui kencing yang kan
mengakibatkan kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi. (3)
Gejalanya mirip dengan ketoasidosis. Bedanya pada DHS tidak dijumpai
napas yang cepat dan dalam (napas Kussmaul) serta berbau keton. Penderita
diabetes yang terkena komplikasi DHS akan tampak sangat haus, banyak kencing,
lemah, kaki dan tungkainya kram, bingung, nadi berdenyut cepat, kejang, sampai
koma. (3)
Komplikasi Kronis
Kerusakan Saraf (Neuropati)
Dalam jangka lama, kadar glukosa darah yang tinggi akan melemahkan
dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf
Page 18
sehingga terjadi kerusakan yang disebut Neuropati Diabetik (Diabetic
Neuropathy). Akibatnya, saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan
rangsangan impuls saraf, bisa salah kirim atau terlambat mengirim. Keluhan yang
timbul bisa bervariasi, mungkin nyeri pada tangan dan kaki, atau gangguan
pencernaan, masalah kontrol buang air besar atau kencing, dan sebagainya. (3)
Ketika terjadi kerusakan saraf sehingga menyebabkan hilangnya sensasi
nyeri pada kaki, pasien mungkin tidak menyadari terjadinya luka pada kaki.
Cedera kaki kecil dapat menyebabkan infeksi serius, borok, bahkan gangrene. (9)
Kerusakan Ginjal (Nefropati)
Kerusakan ginjal pada diabetes atau nefropati diabetik pada awalnya sama
sekali tidak menimbulkan keluhan atau sangat minimal. Namun, bila banyak
kapiler atau nefron yang rusak, mulai timbul keluhan atau gejala antara lain
bengkak pada kaki, sendi kaki dan tangan, sesak napas, tekanan darah meningkat,
bingung atau sulit berkonsentrasi, nafsu makan turun, kulit kering dan gatal, serta
tersasa capek. (3)
Kerusakan Mata
Kelainan mata yang bisa timbul akibat diabetes adalah retinopati
(kerusakan pembuluh darah retina), katarak (kekeruhan lensa mata), dan
glaukoma (tekanan dalam bola mata meningkat). (3,9)
Retinopati diabetik dapat terjadi pada pasien yang telah menderita diabetes
sedikitnya 5 tahun. (9)
Gangguan mata ringan biasanya tanpa keluhan. Semakin berat kerusakan
akan menimbulkan keluhan, antara lain tampak bayangan jaring atau sarang laba-
Page 19
laba pada penglihatan mata, bayangan abu-abu, mata kabur, sulit membaca, ada
titik gelap atau kosong pada tengah lapangan pandang, seperti ada selaput merah
pada penglihatan, mata terasa nyeri, objek yang dilihat seperti dikelilingi
lingkarang terang, ada garis lurus yang dilihat menjadi berubah, sampai pada
kebutaan. (3)
Penyakit Jantung
Diabetes dapat menyebabkan berbagai penyakit jantung, antara lain nyeri
dada (angina), serangan jantung (acute myocardial infarction), dan penyakit
jantung koroner. (3)
Keluhan sakit jantung sangat bervariasi. Pada fase dini, biasanya tidak ada
keluhan, tetapi selanjutnya akan timbul gejala akibat penyumbatan atau gangguan
aliran darah pada jantung, seperti sesak nafas, nyeri dada, rasa capek, sakit kepala,
detak jantung cepat dan tidak teratur, serta berkeringat banyak. (3)
Hipertensi
WHO, American Diabetes Association (ADA), dan The Seventh Report of
the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (JNC7) pada 2003 merekomendasikan bahwa
tekanan darah penderita diabetes harus dibawah 130/85 mmHg. Bila ada
gangguan ginjal, tekanan darah dianjurkan untuk lebih rendah lagi. (3)
Stroke
Diabetes sering disertai dengan hipertensi, kolesterol terutama LDL yang
tinggi, obesitas, merokok, kurang olah raga, hidup santai, dan lain-lain. Hal ini
akan memicu terbentuknya radikal bebas (free radicals) yang mendorong atau
Page 20
mempercepat proses aterosklerosis. Proses ini bisa menimbulkan penyumbatan
darah otak yang menyebabkan stroke. Diabetes juga mempermudah komplikasi
perdarahan pada pembuluh darah otak. Stroke akibat perdarahan umumnya lebih
berbahaya daripad stroke akibat penyumbatan. (3)
Penyakit Pembuluh Darah Perifer
Penyakit pembuluh darah perifer adalah kerusakan dinding pembuluh
darah di tangan dan kaki akibat pengapuran atau penyumbatan. Keadaan ini
banyak terjadi pada penderita diabetes. Akibatnya adalah kerusakan saraf
setempat, rasa nyeri karena gangguan aliran darah, serta infeksi yang sulit
disembuhkan. (3)
Gangguan Pada Hati
Proses glukoneogenesis dan glikogenesis terjadi di hati, yaitu
pembentukan glukosa dari cadangan didalam sel hati. Oleh sebab itu, pada
penyakit hati yang berlangsung lama, misalnya hepatitis kronis dan sirosis hati
(pengerutan jaringan hati), mudah terjadi hipoglikemia. (3)
Infeksi Paru
Penderita diabetes yang daya tahan tubuhnya rendah bisa terkena TBC
paru sekalipun mereka adalah orang berada. Dinegara kita, angka TBC paru pada
diabetes mencapai 10%. (3)
Gangguan Saluran Makan
Diare yang terjadi pada penderita diabetes bisa disebabkan oleh beberapa
hal. Mungkin karena obat metformin atau infeksi saluran makan. Namun, jangan
Page 21
lupa bahwa kerusakan saraf otonom yang mengatur gerakan usus akibat diabetes
bisa menimbulkan keluhan mual, sebah, atau diare. (3)
Infeksi
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa mengganggu fungsi kekebalan tubuh
dalam menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita diabetes
mudah terkena infeksi. Keadaan ini juga bisa merusak sistem saraf sehingga
mengurangi kepekaan pasien terhadap infeksi. (3)
2.1.7 Penanganan Diabetes Mellitus
Penatalaksanaan DM didasarkan pada (1) rencana diet, (2) latihan fisik dan
pengaturan aktivitas fisik, (3) agen-agen hipoglikemik oral, (4) terapi insulin, (5)
pengawasan glukosa di rumah, dan (6) pengetahuan tentang diabetes dan
perawatan diri. (10)
Rencana diet pada pasien diabetes dimaksudkan untuk megatur jumlah
kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah kalori yang
disarankan bervariasi, bergantung pada kebutuhan apakah untuk mempertahankan,
menurunkan atau meningkatkan berat tubuh. (10)
Latihan fisik mempermudah transpor glukosa ke dalam sel-sel dan
meningkatkan kepekaan terhadap insulin. Pada individu sehat, pelepasan insulin
menurun selama latihan fisik, sehingga hipoglikemi dapat dihindarkan. Namun,
pasien yang mendapat suntikan insulin, tidak mampu untuk memakai cara ini, dan
peningkatan ambilan glukosa selama latihan fisik dapat menimbulkan
hipoglikemi. Faktor ini penting khususnya ketika pasien melakukan latihan fisik
saat insulin telah mencapai kadar maksimal atau puncaknya. Dengan
Page 22
menyesuaikan waktu pasien dalam melakukan latihan fisik, pasien mungkin dapat
meningkatkan pengontrolan kadar glukosa mereka. (10)
Pasien-pasien dengan gejala DM tipe 2 dini dapat mempertahankan kadar
glukosa darah normal hanya dengan menjalankan rencana diet dan latihan fisik
saja. Tetapi, sebagai penyakit yang progresif, obat-obat oral hipoglikemi juga
dianjurkan. Obat-obat yang digunakan adalah pensensitif insulin dan sulfonilurea.
Dua tipe pensensitif yang tersedia adalah metformin dan tiazolidinedion. (10)
2.1.8 Pencegahan Diabetes Mellitus
Risiko terjadinya DM tipe 2 dapat dikurangi dengan mengambil langkah-
langkah kecil untuk mengubah diet, meningkatkan aktifitas fisik dan menjaga
berat badan sehat. Dengan langkah-langkah positif, kita dapat sehat lebih lama
dan mengurangi risiko diabetes. (11)
2.2 Tinjauan Umum Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran
massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap
perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi
makanan yang menurun.
Berat badan normal bisa terwujud bila seseorang mengkonsumsi energi
sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan tubuh, sehingga tidak terjadi penimbunan
energi dalam bentuk lemak, maupun penggunaan lemak sebagai sumber energi.
Berat badan kurang jika IMT < 18,5 , jika IMT < 16 menandakan kurus
tingkat berat, IMT 16-16,9 menandakan kurus tingkat sedang, IMT 17-18,49
menandakan kurus tingkat ringan. (12)
Page 23
Tabel 2.5 Klasifikasi BB serta risiko komorbid
berdasarkan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) (WHO 2002) (12)
Tabel 2.5 Klasifikasi BB serta risiko komorbid
berdasarkan nilai IMT
Klasifikasi IMT (kg/m²) Risiko komorbid
BB kurang
BB normal
BB berlebih
Pra-obes
Obes derajat I
Obes derajat II
Obes derajat III
< 18,5
18,5 – 24,9
≥ 25
25 – 29,9
30 – 34,9
35 – 39,9
≥ 40
Rendah, tetapi risiko klinis lain tinggi
-
Rata-rata
Meningkat
Sedang
Berat
Sangat berat
Obesitas adalah peningkatan lemak tubuh (body fat). Overweight adalah
peningkatan berat badan relatif apabila dibandingkan terhadap standar.
Overweight kemudian menjadi istilah yang mewakili obesitas baik secara klinis
ataupun epidemiologis. Sedangkan obesitas sentral adalah peningkatan lemak
tubuh yang lokasinya lebih banyak di daerah abdominal dari pada di daerah
pinggul, paha atau lengan. Penentuan adanya obesitas sentral ini penting karena
berhubungan dengan adanya resistensi insulin yang merupakan dasar terjadinya
sindroma metabolik. (13)
Page 24
Obesitas telah menjadi pandemi global diseluruh dunia dan dinyatakan
oleh World Health Organization (WHO) sebagai masalah kesehatan kronis
terbesar pada orang dewasa. (13)
Himpunan Studi Obesitas Indonesia memeriksa lebih dari 6000 orang dari
hampir seluruh provinsi dan didapatkan angka obesitas dengan Indeks Massa
Tubuh (IMT) > 30 kg/m² pada laki-laki sebesar 9,16% dan pada perempuan
11,02%. (13)
Konsekuensi obesitas terhadap kesehatan sangat bervariasi mulai dari
kematian prematur sampai kualitas hidup yang rendah. Umumnya obesitas
dikaitkan dengan “Non Communicable Diseases” seperti NIDDM, CVD, kanker,
dan berbagai gangguan psikososial. (13)
Penelitian yang dilakukan The Nurse’s Health Study menunjukkan
peningkatan risiko sampai lima kali lipat untuk terjadinya DM tipe 2 pada wanita
dan IMT 24,0-24,9 kg/m², dan risiko tersebut meningkat menjadi 40 kali lipat bila
IMT > 31 kg/m². Hasil yang sama diperoleh The Professional’s Health Study,
risiko relatif terjadinya DM tipe 2 pada laki-laki dengan IMT ≥ 31 kg/m² 42 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang mempunyai IMT < 23 kg/m². (13)
Page 25
2.3 Kerangka Konsep
Keterangan :
: Variabel independen atau variabel bebas
: Variabel dependen atau variabel terikat
Berat Badan
Diabetes MellitusTipe 1
Tipe 2
Page 26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain studi Cross –
Sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan berat badan dengan
diabetes mellitus di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pangkep tahun 2012.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Adapun waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada tenggang waktu
Januari hingga April tahun 2012. Sedangkan untuk tempat dilakukannya
penelitian ini adalah di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pangkep.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi yang dianggap sebagai subjek penelitian ini adalah semua pasien
yang di diagnosis diabetes mellitus di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Pangkep pada periode bulan Januari hingga Mei tahun 2012.
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian ini adalah pasien DM yang diambil dengan
menggunakan metode Total Sampling.
3.4 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Status Gizi
Status gizi yang dimaksud adalah pasien yang termasuk diabetes mellitus
yang diklasifikasikan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT).
Page 27
IMT = BB (kg) / TB (m²)
Kriteria :
BB kurang : < 18,5 kg/m²
BB normal : 18,5 – 24,9 kg/m²
BB berlebih : ≥ 25 kg/m²
Pra-obes : 25 – 29,9 kg/m²
Obes derajat I : 30 – 34,9 kg/m²
Obes derajat II : 35 – 39,9 kg/m²
Obes derajat III : ≥ 40 kg/m²
2. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus yang dimaksud adalah pasien yang di diagnosis DM
berdasarkan kriteria :
a. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
b. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
c. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang
diperoleh dari bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Pangkep.
3.6 Metode Pengolahan Data
Data yang terkumpul diolah secara manual dengan menggunakan bantuan
Microsoft Excel dan program SPSS 18 disajikan dalam bentuk tabel, diagram dan
narasi.