Top Banner
5 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Exchanger Heat exchanger adalah suatu alat penukar panas yang digunakan untuk mentransfer energi termal internal antara dua atau lebih fluida yang tersedia pada temperatur yang berbeda. Dalam heat exchanger pada umumnya, fluida dipisahkan oleh permukaan pemindah panas, dan idealnya fluida tersebut tidak bercampur. Heat exchanger biasanya digunakan pada industri proses, tenaga, minyak bumi, transportasi, pengondisi udara, pendinginan, pemulih panas, bahan bakar alternatif, dan industri-industri lainnya. Contoh umum penggunaan heat exchanger yang cukup akrab pada kehidupan sehari-hari adalah radiator, kondensator, evaporator, pemanas udara, dan sebagainya (Thulukkanam, 2013). Pembakaran dan reaksi kimia dapat terjadi di dalam heat exchanger, sebagai contoh di ketel uap (boiler). Perpindahan panas pada dinding pemisah dari recuperator umumnya melalui proses konduksi, namun dalam pipa tube heat exchanger, tube tersebut tidak hanya berperan sebagai dinding pemisah, melainkan juga membantu terjadinya perpindahan panas melalui kondensasi, evaporasi, dan konduksi dari fluida yang mengalir di dalam tube (Shah dan Sekulić, 2003). 2.2 Klasifikasi Heat Exchanger Heat exchanger pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan arah aliran dan juga bentuk konstruksinya. Adapun klasifikasi heat exchanger secara umum adalah sebagai berikut: 2.2.1 Tubular Heat Exchanger Heat exchanger ini pada umumnya terdiri dari tube berbentuk lingkaran, walaupun tube berbentuk elips, segi empat, ataupun datar tetap dapat digunakan pada beberapa kondisi di lapangan. Faktor yang dipertimbangkan dalam melakukan pendesainan cukup fleksibel dikarenakan geometri utama dari heat exchanger dapat divariasikan secara mudah dengan mengubah diameter, panjang, maupun bentuk instalasi tube. Heat exchanger tipe tubular dapat digunakan untuk tekanan tinggi
20

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

May 08, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

5

2. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Heat Exchanger

Heat exchanger adalah suatu alat penukar panas yang digunakan untuk

mentransfer energi termal internal antara dua atau lebih fluida yang tersedia pada

temperatur yang berbeda. Dalam heat exchanger pada umumnya, fluida dipisahkan

oleh permukaan pemindah panas, dan idealnya fluida tersebut tidak bercampur.

Heat exchanger biasanya digunakan pada industri proses, tenaga, minyak bumi,

transportasi, pengondisi udara, pendinginan, pemulih panas, bahan bakar alternatif,

dan industri-industri lainnya. Contoh umum penggunaan heat exchanger yang

cukup akrab pada kehidupan sehari-hari adalah radiator, kondensator, evaporator,

pemanas udara, dan sebagainya (Thulukkanam, 2013).

Pembakaran dan reaksi kimia dapat terjadi di dalam heat exchanger, sebagai

contoh di ketel uap (boiler). Perpindahan panas pada dinding pemisah dari

recuperator umumnya melalui proses konduksi, namun dalam pipa tube heat

exchanger, tube tersebut tidak hanya berperan sebagai dinding pemisah, melainkan

juga membantu terjadinya perpindahan panas melalui kondensasi, evaporasi, dan

konduksi dari fluida yang mengalir di dalam tube (Shah dan Sekulić, 2003).

2.2 Klasifikasi Heat Exchanger

Heat exchanger pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan arah aliran

dan juga bentuk konstruksinya. Adapun klasifikasi heat exchanger secara umum

adalah sebagai berikut:

2.2.1 Tubular Heat Exchanger

Heat exchanger ini pada umumnya terdiri dari tube berbentuk lingkaran,

walaupun tube berbentuk elips, segi empat, ataupun datar tetap dapat digunakan

pada beberapa kondisi di lapangan. Faktor yang dipertimbangkan dalam melakukan

pendesainan cukup fleksibel dikarenakan geometri utama dari heat exchanger dapat

divariasikan secara mudah dengan mengubah diameter, panjang, maupun bentuk

instalasi tube. Heat exchanger tipe tubular dapat digunakan untuk tekanan tinggi

Page 2: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

6

Gambar 2.1 Shell and Tube Heat Exchanger dengan satu jalur shell dan tube

(Bergman dkk, 2011)

relatif terhadap lingkungan, dan juga perbedaan tekanan tinggi antara fluida kerja

di dalam heat exchanger. Tubular heat exchanger digunakan terutama untuk

aplikasi perpindahan panas antara cairan ke cairan ataupun cairan ke cairan yang

mengalami perubahan fase (kondensasi atau evaporasi). Heat exchanger jenis ini

digunakan untuk aplikasi perpindahan panas antara gas ke cairan maupun gas ke

gas pada saat temperatur dan/atau tekanan operasi sangat tinggi atau tidak ada heat

exchanger jenis lain yang dapat digunakan. Heat exchanger jenis ini dapat dibagi

lagi menjadi: shell and tube heat exchangers, double pipe, dan spiral tube

exchangers.

A. Shell and Tube Heat Exchangers

Heat exchanger jenis ini pada umumnya terdiri dari kumpulan tube

berbentuk lingkaran yang dipasang pada shell berbentuk lingkaran dimana arah

penempatan tube searah dengan bentuk shell. Fluida pertama mengalir di dalam

tube, sementara fluida lainnya mengalir di bagian shell di sepanjang tube.

Komponen utama dari heat exchanger jenis ini adalah tube, shell, front-end head,

rear-end head, baffle, dan tubesheets. Konstruksi shell and tube heat exchanger

dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini:

Bentuk konstruksi internal dari shell and tube heat exchanger dapat

divariasikan tergantung dari perpindahan panas maupun pressure drop yang

diinginkan, pengurangan efek tegangan termal, pencegahan kebocoran, mengontrol

korosi, kemudahan pembersihan, kemudahan menjaga tekanan dan temperatur

operasi, dan sebagainya. Konstruksi shell and tube heat exchanger dapat dibentuk

berdasarkan standar TEMA (Tubular Exchanger Manufacturers Association),

Page 3: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

7

Gambar 2.2 Shell and Tube Heat Exchanger dengan satu jalur shell dan

dua jalur tube (Shah dan Sekulić, 2003)

maupun ASME (American Society of Mechanical Engineers) bagian VIII Boiler

and Pressure Vessel Codes.

Heat exchanger dibuat berdasarkan tiga standar mekanikal yang

menspesifikkan desain, fabrikasi, dan material dari shell and tube heat exchanger.

Kelas R pada umumnya digunakan untuk kebutuhan pengaplikasian bahan bakar

dan sejenisnya. Kelas C digunakan untuk kebutuhan komersial dan pengaplikasian

dunia proses secara umum. Kelas B digunakan untuk servis proses kimia. Standar

TEMA mengatur tentang toleransi manufaktur untuk beberapa kelas heat

exchanger ̧ukuran tube dan pitch, plat dan baffle, klasifikasi tekanan, perumusan

ketebalan tubesheet, dan sebagainya. Untuk jenis-jenis shell dan head dari heat

exchanger dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Tubular exchanger digunakan secara luas di dunia industri dikarenakan

dapat didesain dengan kapasitas maupun kondisi operasi yang beragam, seperti dari

vakum tinggi ke tekanan yang sangat tinggi lebih dari 100 MPa (15000 psig), dari

cryogenics ke temperatur tinggi sekitar 1100°C (2000°F) dan beragam perbedaan

temperatur serta tekanan antara fluida kerja, terbatas hanya pada material dari heat

exchanger itu sendiri. Exchanger ini dapat didesain untuk kondisi operasi yang

khusus, seperti: vibrasi, penyumbatan, fluida dengan viskositas tinggi, erosi, korosi,

toxicity, radioaktif, campuran beberapa komponen, dan lain sebagainya (Shah dan

Sekulić, 2003).

Page 4: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

8

Gambar 2.3 Standar TEMA untuk shell dan head types

(TEMA, 2007)

B. Double-Pipe Heat Exchanger

Heat exchanger ini pada umumnya terdiri dari dua pipa concentric dimana

bagian permukaan dalamnya datar atau juga bersirip. Fluida pertama mengalir di

dalam pipa, dan fluida lainnya mengalir di dalam annulus di antara pipa pada arah

yang berlawanan untuk performa ideal tertinggi di daerah permukaan kontak panas.

Konfigurasi dari double-pipe heat exchanger ini dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Heat exchanger tipe double-pipe ini merupakan heat exchanger paling sederhana,

dimana distribusi alirannya bukan merupakan suatu masalah yang besar dan

Page 5: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

9

Gambar 2.4 Double-pipe Heat Exchanger (Shah dan Sekulić, 2003)

pembersihannya dapat dilakukan dengan mudah dengan melakukan pembongkaran.

Bentuk dari heat exchanger ini juga dapat digunakan pada saat fluida yang satu atau

lainnya memiliki tekanan yang sangat tinggi. Double pipe heat exchanger pada

umumnya digunakan untuk pengaplikasian dengan kapasitas kecil, dimana total

heat transfer dari permukaan kontak yang dibutuhkan adalah 50 m2 atau lebih kecil

karena mahalnya biaya per unitnya.

C. Spiral Tube Heat Exchanger

Heat exchanger tipe ini terdiri dari satu atau lebih coil wound spiral yang

dipasang pada bagian shell. Transfer panas yang terjadi pada tube spiral lebih tinggi

dibandingkan tube yang berbentuk lurus. Pada heat exchanger ini, luas permukaan

exchanger dapat berkurang dikarenakan bentuk spiral itu sendiri. Pada heat

exchanger jenis ini, efek ekspansi termal bukan merupakan masalah yang besar,

namun yang menjadi kendala adalah pembersihan dari heat exchanger ini yang

dapat dikatakan sulit untuk dilakukan (Shah dan Sekulić, 2003).

2.2.2 Plate-Type Heat Exchanger

Plate-type heat exchanger pada umumnya terdiri dari pelat tipis. Heat

exchanger jenis ini tidak dapat mengakomodasi tekanan yang sangat tinggi,

temperatur, atau perbedaan tekanan dan temperatur. Plate heat exchanger dapat

diklasifikasikan menjadi gasketed, welded, atau brazed, tergantung pada

kemampuan yang dibutuhkan untuk menahan kebocoran.

A. Gasketed Plate Heat Exchanger

Heat exchanger jenis ini terdiri dari sejumlah pelat metal berbentuk segi

empat yang direkatkan pada bagian sisinya dengan menggunakan gasket yang

kemudian direkatkan bersama-sama seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5

berikut ini:

Page 6: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

10

Gambar 2.5 Gasketed Plate Heat Exchanger (Shah dan Sekulić, 2003)

Arah aliran pada heat exchanger jenis ini dapat diatur dengan berbagai

macam kemungkinan tergantung pada jumlah transfer panas yang dibutuhkan,

pressure drop yang tersedia, kecepatan aliran minimum maupun maksimum yang

diperbolehkan, dan juga rasio aliran dari kedua fluida yang mengalir di dalam

exchanger. Kelebihan dari heat exchanger jenis ini adalah dapat dengan mudah

dipisahkan, sehingga dapat mempermudah dalam melakukan pembersihan,

inspeksi, maupun perawatan terhadap komponen-komponen heat exchange dan

juga koefisien transfer panas dari heat exchanger jenis ini sangat tinggi,

kemungkinan penyumbatan sangat kecil, bahkan surface area untuk transfer panas

sangat kecil jika dibandingkan dengan jenis shell and tube dapat mencapai setengah

bahkan sepertiganya, yang mana hal tersebut berarti dapat mengurangi biaya,

volume total, dan kebutuhan ruang dari heat exchanger itu sendiri. Adapun yang

menjadi kelemahan dari heat exchanger jenis ini adalah hanya umum dioperasikan

pada tekanan 1 MPa, walaupun tekanan maksimum yang dapat ditangani heat

exchanger ini adalah 3 sebesar MPa dan heat exchanger ini pada umumnya

dioperasikan pada temperatur di bawah 150°C untuk menghindari mahalnya biaya

material gasket yang digunakan (Shah dan Sekulić, 2003).

B. Spiral Plate Heat Exchanger

Spiral plate heat exchanger memiliki diameter yang besar dikarenakan

gerakan memutarnya. Exchanger terbesar untuk tipe ini dapat memiliki surface

area untuk transfer panas sebesar 500 m2 dengan diameter maksimumnya

Page 7: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

11

Gambar 2.6 Spiral Plate Heat Exchanger (Shah dan Sekulić, 2003)

mencapai 1,8 m. Bentuk dari spiral plate heat exchanger ini dapat dilihat pada

Gambar 2.6 berikut ini:

Kelebihan dari exchanger jenis ini adalah dapat melakukan pembersihan

secara mekanikal, sehingga perawatannya lebih mudah dibandingkan jenis shell

and tube, tidak membutuhkan insulasi pada bagian luar exchanger, dan juga dapat

mengurangi terjadinya penyumbatan dengan adanya kecepatan aliran dari dari

fluida kerja, sehingga jika dibandingkan dengan heat exchanger jenis shell and

tube, nilai penyumbatan dari exchanger jenis spiral plate dapat dikatakan sangat

rendah. Kekurangan dari spiral tube heat exchanger adalah ukuran maksimumnya

yang dibatasi dan tekanan operasi maksimum hanya berkisar dari 0,6 hingga 2,5

MPa untuk unit yang berukuran besar. Temperatur operasi maksimum dibatasi

hanya pada temperatur 500°C, namun pada umumnya hanya dioperasikan pada

temperatur 200°C. Untuk perbaikan exchanger di lapangan pun sulit untuk

dilakukan dikarenakan bentuk konstruksinya yang cukup rumit (Shah dan Sekulić,

2003).

2.3 Koefisien Transfer Panas

Heat exchanger pada umumnya terdiri dari dua fluida yang mengalir yang

dibatasi oleh dinding solid. Panas pada mulanya ditransfer dari fluida panas menuju

dinding secara konveksi, kemudian di sepanjang dinding secara konduksi, dan dari

dinding menuju fluida dingin secara konveksi kembali. Umumnya efek radiasi

sudah termasuk di koefisien transfer panas secara konveksi.

Page 8: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

12

Hal yang penting dalam melakukan analisis heat exchanger adalah dengan

mengombinasikan seluruh hambatan termal pada jalur transfer panas antara fluida

dingin dengan panas dalam sebuah hambatan R, dan untuk mengetahui besarnya

transfer panas antara dua fluida di dalam heat exchanger dapat menggunakan

Persamaan 2.1 sebagai berikut:

𝑞 =∆𝑇

𝑅= 𝑈. 𝐴. ∆𝑇 = 𝑈𝑖. 𝐴𝑖 . ∆𝑇 = 𝑈𝑜 . 𝐴𝑜 . ∆𝑇 (2.1)

dimana 𝑞 adalah nilai transfer panas, 𝑈 adalah koefisien transfer panas

keseluruhan, 𝐴 adalah surface area, dan ∆𝑇 adalah perbedaan temperatur antara

fluida dingin dengan fluida panas. Subscript i menggambarkan bagian inner atau

masukan, dan o menggambarkan bagian outer atau keluaran. Persamaan 2.1 dapat

diubah dengan mengabaikan temperatur menjadi Persamaan 2.2 berikut:

1

𝑈𝐴𝑠=

1

𝑈𝑖𝐴𝑖=

1

𝑈𝑜𝐴𝑜= 𝑅 =

1

ℎ𝑖𝐴𝑖+ 𝑅𝑤𝑎𝑙𝑙 +

1

ℎ𝑜𝐴𝑜 (2.2)

Ketika ketebalan dinding dari tube sangat kecil dan konduktivitas termal

dari material tube sangat tinggi, seperti pada umumnya yang sering terjadi,

hambatan termal pada tube dapat diabaikan (𝑅𝑤𝑎𝑙𝑙 ≈ 0) dan pada bagian

permukaan luar dan dalam dari tube hampir identik (𝐴𝑖 ≈ 𝐴𝑜 ≈ 𝐴𝑠) , sehingga

Persamaan 2.2 dapat disederhanakan menjadi Persamaan 2.3 berikut ini:

1

𝑈≈1

ℎ𝑖+1

ℎ𝑜 (2.3)

dimana 𝑈 ≈ 𝑈𝑖 ≈ 𝑈𝑜. Masing-masing koevisien transfer panas konveksi di bagian

dalam dan luar tube ditentukan berdasarkan hubungan konveksi. Nilai koefisien

transfer panas U secara umum, dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Koefisien Transfer Panas Keseluruhan (Cengel, 2002)

Tipe Heat Exchanger U, 𝑊 𝑚2⁄ . °𝐶

Water-to-water 850 – 1700

Water-to-oil 100 – 350

Water-to-gasoline or kerosene 300 – 1000

Feedwater heaters 1000 – 8500

Steam-to-light fuel oil 200 – 400

Steam-to-heavy fuel oil 50 – 200

Steam condenser 1000 – 6000

Freon condenser (water cooled) 300 – 1000

Ammonia condenser (water cooled) 800 – 1400

Page 9: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

13

Tipe Heat Exchanger U, 𝑊 𝑚2⁄ . °𝐶

Alcohol condenser (water cooled) 250 – 700

Gas-to-gas 10 – 40

Water-to-air in finned tubes (water in tubes) 30 – 60 (a)

400 – 850 (b)

Steam-to-air in finned tubes (steam in tubes) 30 – 300 (a)

400 – 4000 (b)

dimana (a) merupakan nilai pada kondisi surface area berada pada sisi udara, dan

(b) merupakan nilai pada kondisi surface area berada pada sisi uap ataupun sisi air

(Cengel, 2002).

2.4 Metode Log Mean Temperature Difference (LMTD)

Untuk mendesain atau memperkirakan performa dari heat exchanger,

adalah hal yang penting untuk mengetahui hubungan antara total transfer panas

yang terjadi dengan jumlah kuantitas seperti temperatur inlet dan outlet fluida,

koefisien transfer panas keseluruhan, dan total surface area yang dibutuhkan untuk

melakukan transfer panas. Secara khusus, jika q adalah total laju transfer panas

antara fluida panas menuju dingin, transfer panas antara heat exchanger dengan

lingkungannya dapat diabaikan, serta dapat diabaikannya perubahan energi kinetik

dan potensial, maka persamaan transfer panas q dapat dituliskan dalam Persamaan

2.4 sebagai berikut:

𝑞 = �̇�ℎ(𝑖ℎ,𝑖 − 𝑖ℎ,𝑜) , �̇�𝑐(𝑖𝑐,𝑜 − 𝑖𝑐,𝑖) (2.4)

dimana �̇� adalah mass flow, i adalah entalpi, subscript h merujuk pada fluida panas

dan c untuk fluida dingin, subscript i menunjukkan kondisi inlet dan o menunjukkan

kondisi outlet. Jika fluida yang mengalir di dalam heat exchanger tidak mengalami

perubahan fase, dan nilai specific heat diasumsikan konstan, maka Persamaan 2.4

dapat diubah menjadi Persamaan 2.5 berikut:

𝑞 = �̇�ℎ 𝑐𝑝,ℎ (𝑇ℎ,𝑖 − 𝑇ℎ,𝑜) , �̇�𝑐 𝑐𝑝,𝑐 (𝑇𝑐,𝑜 − 𝑇𝑐,𝑖) (2.5)

dimana T pada Persamaan 2.4 dan Persamaan 2.5 merujuk pada temperatur rata-

rata pada lokasi desain. Hubungan keseimbangan energi yang terjadi antara fluida

panas dengan fluida dingin dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut ini:

Page 10: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

14

Gambar 2.7 Keseimbangan Energi antara Fluida di Heat Exchanger

(Bergman dkk, 2011)

Persamaan lain yang dapat digunakan dengan merelasikan hubungan antara

total laju transfer panas dengan perbedaan temperatur ∆𝑇 antara fluida dingin dan

panas dapat dituliskan dalam Persamaan 2.6 berikut ini:

∆𝑇 ≡ 𝑇ℎ − 𝑇𝑐 (2.6)

Persamaan 2.6 dapat dilihat dengan meninjau Newton’s law of cooling, dengan

koevisien transfer panas keseluruhan U digunakan untuk menggantikan koefisien

konveksi. Dikarenakan ∆𝑇 dapat berubah-ubah, maka persamaan heat rate dari

heat exchanger dapat ditinjau menggunakan Persamaan 2.7 berikut ini:

𝑞 ≡ 𝑈𝐴∆𝑇𝑚 (2.7)

dimana ∆𝑇𝑚 merupakan perbedaan temperatur rata-rata. Persamaan 2.7 dapat

digunakan bersamaan dengan Persamaan 2.4 dan Persamaan 2.5 untuk melakukan

analisis terkait heat exchanger, namun, dalam melakukan analisis heat rate, nilai

∆𝑇𝑚 pada Persamaan 2.7 harus ditentukan terlebih dahulu.

2.4.1 Heat Exchanger dengan Aliran Paralel

Nilai panas spesifik (specific heat) pada heat exchanger dapat berubah-ubah

dikarenakan efek variasi perubahan temperatur dan juga koefisien transfer panas

juga dapat berubah dikarenakan perbedaan karakteristik fluida maupun kondisi

aliran. Dalam beberapa pengaplikasian, perubahan tersebut memberikan pengaruh

yang tidak signifikan, sehingga dalam melakukan analisis heat exchanger dapat

menggunakan nilai rata-rata dari 𝑐𝑝,𝑐, 𝑐𝑝,ℎ, dan U.

Persamaan 2.5 dapat dituliskan dengan mengaplikasikan keseimbangan

energi pada elemen diferensial menjadi Persamaan 2.8 berikut ini:

𝑞 = −�̇�ℎ 𝑐𝑝,ℎ 𝑑𝑇ℎ ≡ −𝐶ℎ𝑑𝑇ℎ �̇�𝑐 𝑐𝑝,𝑐 𝑑𝑇𝑐 ≡ 𝐶𝑐𝑑𝑇𝑐 (2.8)

dimana 𝐶ℎ adalah kapasitas panas dari fluida panas, dan 𝐶𝑐 adalah kapasitas panas

dari fluida dingin. Persamaan 2.8 dapat diintegrasikan di sepanjang heat exchanger

untuk memperoleh keseimbangan energi keseluruhan yang tertera pada Persamaan

Page 11: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

15

2.5. Transfer panas yang terjadi di sepanjang surface area dA dapat ditulis sebagai

Persamaan 2.9 berikut ini:

𝑑𝑞 = 𝑈∆𝑇𝑑𝐴 (2.9)

Persamaan 2.9 dapat dijabarkan dengan melakukan pengubahan bentuk diferensial

terhadap Persamaan 2.6 menjadi Persamaan 2.10 berikut ini:

𝑑(∆𝑇) = 𝑑𝑇ℎ − 𝑑𝑇𝑐 (2.10)

sehingga, dengan melakukan substitusi Persamaan 2.8 terhadap Persamaan 2.10,

didapatkan persamaan berikut:

𝑑(∆𝑇) = −𝑑𝑞 (1

𝐶ℎ+1

𝐶𝑐) (2.11)

dengan melakukan substitusi dan pengintegralan terhadap Persamaan 2.9 dan

Persamaan 2.11, didapatkan persamaan baru sebagai berikut:

𝑙𝑛 (∆𝑇2∆𝑇1

) = −𝑈𝐴 (1

𝐶ℎ+1

𝐶𝑐) (2.12)

nilai 𝐶ℎ dan 𝐶𝑐 disubstitusikan terhadap Persamaan 2.5 sehingga Persamaan 2.12

dapat dituliskan sebagai berikut:

𝑙𝑛 (∆𝑇2∆𝑇1

) = −𝑈𝐴

𝑞 (𝑇ℎ,𝑖 − 𝑇ℎ,𝑜 + 𝑇𝑐,𝑜 − 𝑇𝑐,𝑖) (2.13)

Khusus untuk aliran paralel, nilai perbedaan temperatur ∆𝑇 adalah sebagai berikut:

∆𝑇1 = 𝑇ℎ,𝑖 − 𝑇𝑐,𝑖

∆𝑇2 = 𝑇ℎ,𝑜 − 𝑇𝑐,𝑜 (2.14)

Dari Persamaan 2.13 dan Persamaan 2.14, didapatkan persamaan transfer panas

sebagai berikut:

𝑞 = 𝑈𝐴 ∆𝑇2 − ∆𝑇1ln(∆𝑇2 ∆𝑇1)⁄

(2.15)

Jika dibandingkan kembali dengan Persamaan 2.7, maka dapat disimpulkan bahwa

temperatur rata-rata yang sesuai untuk digunakan adalah log mean temperature

difference, ∆𝑇𝑙𝑚. Berdasarakan hal tersebut, Persamaan 2.7 dapat dituliskan sebagai

persamaan berikut ini:

𝑞 = 𝑈𝐴∆𝑇𝑙𝑚 (2.16)

dengan membandingkan Persamaan 2.15 dan Persamaan 2.16 terhadap Persamaan

2.5, dapat diketahui nilai ∆𝑇𝑙𝑚 adalah sebagai berikut:

Page 12: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

16

∆𝑇𝑙𝑚 =∆𝑇2 − ∆𝑇1ln(∆𝑇2 ∆𝑇1)⁄

=∆𝑇1 − ∆𝑇2ln(∆𝑇1 ∆𝑇2)⁄

(2.17)

2.4.2 Heat Exchanger dengan Aliran Berlawanan

Persamaan 2.8 dapat digunakan untuk semua jenis heat exchanger, oleh

karena itu, persamaan tersebut dapat digunakan juga untuk heat exchanger dengan

arah aliran yang berlawanan. Persamaan 2.16 dan Persamaan 2.17 juga dapat

digunakan untuk menghitung nilai heat rate untuk arah aliran yang berlawanan.

Nilai perbedaan panas pada aliran yang berlawanan ini dapat dibedakan seperti

Persamaan 2.18 berikut ini:

∆𝑇1 = 𝑇ℎ,𝑖 − 𝑇𝑐,𝑜

∆𝑇2 = 𝑇ℎ,𝑜 − 𝑇𝑐,𝑖 (2.18)

Sebagai catatan, untuk temperatur inlet dan outlet yang sama, nilai log mean

temperature difference untuk aliran yang berlawanan lebih tinggi dibandingkan

untuk arah aliran paralel, ∆𝑇𝑙𝑚,𝐶𝐹 > ∆𝑇𝑙𝑚,𝑃𝐹 , oleh karena itu, surface area yang

dibutuhkan untuk heat exchanger dengan arah aliran yang berlawanan untuk dapat

berpengaruh terhadap heat rate q tentunya lebih kecil dibandingkan dengan arah

aliran paralel, dengan mengasumsikan nilai total koefisien transfer panas adalah

sama. Sebagai catatan juga, dalam aliran yang berlawanan, 𝑇𝑐,𝑜 dapat melebihi 𝑇ℎ,𝑜,

tetapi tidak pada aliran paralel (Bergman dkk, 2011).

2.5 Efektivitas Heat Exchanger dengan Metode NTU (National

Thermal Unit)

Untuk mengetahui efektivitas dari heat exchanger, hal pertama yang perlu

ditentukan adalah kemungkinan laju transfer panas maksimum 𝑞𝑚𝑎𝑥 pada heat

exchanger. Berdasarkan Persamaan 2.5, nilai 𝑞𝑚𝑎𝑥 dapat dituliskan menjadi

Persamaan 2.19 berikut ini:

𝑞𝑚𝑎𝑥 = 𝐶𝑚𝑖𝑛(𝑇ℎ,𝑖 − 𝑇𝑐,𝑖) (2.19)

dimana nilai 𝐶𝑚𝑖𝑛 dapat ditentukan berdasarkan Persamaan 2.20 berikut:

𝐶𝑚𝑖𝑛 {𝐶𝑐, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝐶𝑐 < 𝐶ℎ 𝐶ℎ, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝐶ℎ < 𝐶𝑐

(2.20)

Untuk mendapatkan nilai efektivitas heat exchanger, dapat diketahui dengan

menggunakan Persamaan 2.21 sebagai berikut:

Page 13: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

17

휀 =𝑞

𝑞𝑚𝑎𝑥 (2.21)

Dimana nilai efektivitas 휀 merupakan rasio perbandingan antara laju transfer panas

aktual dengan laju transfer panas maksimum yang dapat dicapai (Bergman dkk,

2011).

2.6 Standar ASME Sec. VIII (Rules for Construction of Pressure

Vessels)

ASME merupakan suatu standar yang dikembangkan di bawah prosedur

yang terakreditasi berdasarkan kriteria standar nasional Amerika. Adapun tujuan

dari dibentuknya standar ini adalah sebagai rujukan bagi berbagai kalangan,

terutama sebagai masukan bagi kalangan industri, akademisi, pekerja regulasi, dan

tentunya untuk masyarakat umum dalam skala besar.

Pada ASME Sec. VIII (Rules for Construction of Pressure Vessels), terdapat

beberapa subsection yang terbagi lagi kedalam bagian-bagian khusus. Secara

umum, pada subsection A, ASME Sec. VIII berisi tentang detail kebutuhan umum,

dimana di dalamnya terdapat bagian UG berisi tentang penjelasan mengenai metode

konstruksi dan pemilihan material. Subsection B berisi tentang detail mengenai

fabrikasi pressure vessels, dimana di dalamnya terbagi menjadi bagian-bagian UW

(fabrikasi dengan pengelasan, UF (fabrikasi dengan penempaan), dan UB (fabrikasi

dengan brazing). Subsection C berisi tentang detail mengenai kelas material,

dimana salah satu bagiannya adalah bagian UHX yang berisi tentang detail dari heat

exchanger jenis shell and tube.

2.6.1 Perhitungan Heat Exchanger berdasarkan Bagian UHX-14

(Rules for The Design of Floating Tubesheets)

Perhitungan desain heat exchanger terbagi menjadi beberapa langkah yang

disesuaikan berdasarkan konfigurasi heat exchanger seperti pada Lampiran F.1 dan

Lampiran F.2 dengan detail perhitungan seperti pada Persamaan 2.22 hingga

Persamaan 2.26 berikut:

A. Perhitungan 𝑎𝑜 , 𝜌𝑠, 𝜌𝑐 , 𝑥𝑠, 𝑥𝑡

𝑎𝑜 =𝐷𝑜2

(2.22)

Page 14: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

18

𝜌𝑠 =𝑎𝑠𝑎𝑜

(2.23)

𝜌𝑐 =𝑎𝑐𝑎𝑜

(2.24)

𝑥𝑠 = 1 − 𝑁𝑡 (𝑑𝑡2𝑎𝑜

)2

(2.25)

𝑥𝑡 = 1 − 𝑁𝑡 (𝑑𝑡 − 2𝑡𝑡2𝑎𝑜

)2

(2.26)

B. Perhitungan 𝛽𝑠, 𝑘𝑠, 𝜆𝑠, 𝛿𝑠, 𝛽𝑐, 𝑘𝑐, 𝜆𝑐, 𝛿𝑐

Untuk konfigurasi a, b, dan c, perhitungan koefisien shell dapat dilakukan

dengan cara seperti pada Persamaan 2.27 hingga Persamaan 2.30 berikut:

𝛽𝑠 =√12(1 − 𝑣𝑠2)4

√(𝐷𝑠 + 𝑡𝑠)𝑡𝑠 (2.27)

𝑘𝑠 = 𝛽𝑠𝐸𝑠𝑡𝑠

3

6(1 − 𝑣𝑠2) (2.28)

𝜆𝑠 =6𝐷𝑠ℎ3

𝑘𝑠 (1 + ℎ𝛽𝑠 +ℎ2𝛽𝑠

2

2) (2.29)

𝛿𝑠 =𝐷𝑠

2

4𝐸𝑠𝑡𝑠(1 −

𝑣𝑠2) (2.30)

sementara itu, untuk nilai koefisien shell pada konfigurasi d, e, f, A, B, C,

dan D, nilai 𝛽𝑠 = 𝑘𝑠 = 𝜆𝑠 = 𝛿𝑠 = 0.

Perhitungan koefisien channel pada konfigurasi a, e, f, dan A, dapat

dilakukan dengan cara seperti pada Persamaan 2.31 hingga Persamaan 2.33 sebagai

berikut:

𝛽𝑐 =√12(1 − 𝑣𝑐2)4

√(𝐷𝑐 + 𝑡𝑐)𝑡𝑐 (2.31)

𝑘𝑐 = 𝛽𝑐𝐸𝑐𝑡𝑐

3

6(1 − 𝑣𝑐2) (2.32)

𝜆𝑐 =6𝐷𝑐ℎ3

𝑘𝑐 (1 + ℎ𝛽𝑐 +ℎ2𝛽𝑐

2

2) (2.33)

untuk mencari nilai 𝛿𝑐 , dapat dibagi sesuai dengan bentuk head dari heat

exchanger, dengan pembagian seperti pada Persamaan 2.34 hingga Persamaan 2.35

sebagai berikut:

Page 15: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

19

𝛿𝑐 =𝐷𝑐

2

4𝐸𝑐𝑡𝑐(1 −

𝑣𝑐2) (2.34)

𝛿𝑐 =𝐷𝑐

2

4𝐸𝑐𝑡𝑐(1 − 𝑣𝑐2

) (2.35)

dimana Persamaan 2.34 digunakan untuk head berbentuk silinder, sementara

Persamaan 2.35 digunakan untuk head berbentuk setengah bola. Konfigurasi b, c,

d, B, C, dan D, nilai 𝛽𝑐 = 𝑘𝑐 = 𝜆𝑐 = 𝛿𝑐 = 0.

C. Perhitungan 𝑋𝑎

Perhitungan 𝑋𝑎 dapat dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu nilai

dari 𝐸∗/𝐸 dan 𝑣∗ relatif terhadap h/p dengan melihat pada Lampiran G, dimana

perhitungan 𝑋𝑎 dapat dilakukan dengan menggunakan Persamaan 2.36 berikut:

𝑋𝑎 = [24(1 − 𝑣∗2)𝑁𝑡

𝐸𝑡𝑡𝑡(𝑑𝑡 − 𝑡𝑡)𝑎𝑜2

𝐸∗𝐿ℎ3]

14

(2.36)

berdasarkan nilai perhitungan 𝑋𝑎 , nilai 𝑍𝑑 , 𝑍𝑣, 𝑍𝑤, 𝑍𝑚 dapat diketahui dengan

memasukkan nilai 𝑋𝑎 pada Lampiran H.1 dan Lampiran H.2.

D. Perhitungan 𝐾, 𝐹, 𝜙, 𝑄1

𝐾 =𝐴

𝐷𝑜 (2.37)

𝐹 =1 − 𝑣∗

𝐸∗(𝜆𝑠 + 𝜆𝑐 + 𝐸 ln𝐾) (2.38)

𝜙 = (1 + 𝑣∗)𝐹 (2.39)

𝑄1 =𝜌𝑠 − 1 − 𝜙𝑍𝑣1 + 𝜙𝑍𝑚

(2.40)

E. Perhitungan 𝜔𝑠, 𝜔𝑠∗, 𝜔𝑐, 𝜔𝑐

∗, 𝛾𝑏

𝜔𝑠 = 𝜌𝑠𝑘𝑠𝛽𝑠𝛿𝑠(1 + ℎ𝛽𝑠) (2.41)

𝜔𝑠∗ = 𝑎𝑜

2(𝜌𝑠

2 − 1)(𝜌𝑠 − 1)

4− 𝜔𝑠 (2.42)

𝜔𝑐 = 𝜌𝑐𝑘𝑐𝛽𝑐𝛿𝑐(1 + ℎ𝛽𝑐) (2.43)

𝜔𝑐∗ = 𝑎𝑜

2 [(𝜌𝑐

2 + 1)(𝜌𝑐 − 1)

4− (

𝜌𝑠 − 1

2)] − 𝜔𝑐 (2.44)

Perhitungan 𝛾𝑏 dilakukan dengan mengacu pada konfigurasi tubesheet,

dimana untuk konfigurasi a, A, dan D, nilai 𝛾𝑏 adalah:

𝛾𝑏 = 0 (2.45)

Page 16: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

20

untuk konfigurasi b dan B:

𝛾𝑏 =𝐺𝑐 − 𝐶

𝐷𝑜 (2.46)

untuk konfigurasi c dan C:

𝛾𝑏 =𝐺𝑐 − 𝐺1𝐷𝑜

(2.47)

untuk konfigurasi d:

𝛾𝑏 =𝐺𝑐 − 𝐺𝑠𝐷𝑜

(2.48)

untuk konfigurasi e:

𝛾𝑏 =𝐶 − 𝐺𝑠𝐷𝑜

(2.49)

untuk konfigurasi f:

𝛾𝑏 =𝐺1 − 𝐺𝑠𝐷𝑜

(2.50)

F. Perhitungan 𝑃𝑒

Perhitungan effective pressure 𝑃𝑒 didasarkan pada jenis shell and tube heat

exchanger yang dapat dilihat pada Lampiran F.3. Nilai 𝑃𝑒 untuk heat exchanger

dengan immersed floating head adalah sebagai berikut:

𝑃𝑒 = 𝑃𝑠 − 𝑃𝑡 (2.51)

untuk heat exchanger dengan externally sealed floating head:

𝑃𝑒 = 𝑃𝑠(1 − 𝜌𝑠2) − 𝑃𝑡 (2.52)

untuk heat exchanger dengan internally sealed floating tubesheet:

𝑃𝑒 = (𝑃𝑠 − 𝑃𝑡)(1 − 𝜌𝑠2) (2.53)

G. Perhitungan 𝑄2, 𝑄3, 𝜎

𝑄2 =(𝜔𝑠

∗𝑃𝑠 − 𝜔𝑐∗𝑃𝑡) +

𝛾𝑏2𝜋𝑊

1 + 𝜙𝑍𝑚 (2.54)

Setelah dilakukan perhitungan terhadap 𝑄2, dilakukan perhitungan terhadap

bending stress maksimum pada tubesheet dengan kondisi yang dibedakan, dimana

pada saat 𝑃𝑒 ≠ 0, maka dilakukan perhitungan sebagai berikut:

𝑄3 = 𝑄1 +2𝑄2𝑃𝑒𝑎𝑜2

(2.55)

Page 17: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

21

Nilai tegangan bending maksimum dapat dihitung dengan mengetahui nilai

koefisien 𝐹𝑚 yang dapat ditentukan melalui Lampiran H.1, sehingga perhitungan

tegangan bending dapat dilakukan dengan cara seperti Persamaan 2.56 berikut:

𝜎 = (1,5 𝐹𝑚𝜇∗

) (2𝑎𝑜

ℎ − ℎ′𝑔)

2

𝑃𝑒 (2.56)

Perhitungan tegangan bending maksimum pada saat kondisi nilai 𝑃𝑒 = 0,

dapat dilakukan seperti Persamaan 2.57 berikut:

𝜎 =6𝑄2

𝜇∗(ℎ − ℎ′𝑔)2 (2.57)

Berdasarkan acuan analisis data desain, jika |𝜎| ≤ 1,5𝑆, dan untuk analisis

data operasi, jika |𝜎| ≤ 𝑆𝑃𝑆 , nilai ketebalan tubesheet dapat digunakan untuk

menahan tegangan bending. Jika tidak, ketebalan tubesheet perlu ditingkatkan dan

proses perhitungan perlu diulangi dari proses pada sub-bab 2.6.1.A, untuk

konfigurasi a, b, c, d, e, f, proses perhitungan dilanjutkan ke sub-bab 2.6.1.H, untuk

konfigurasi A, proses perhitungan dilanjutkan ke sub-bab 2.6.1.J, dan untuk

konfigurasi B, C, D, prosedur perhitungan telah selesai.

H. Perhitungan Shear Stress

Analisis tegangan geser yang terjadi pada heat exchanger, dapat dilakukan

dengan acuan jika |𝑃𝑒| ≤1,6 𝑆𝜇ℎ

𝑎𝑜 maka tidak perlu dilakukan perhitungan terhadap

tegangan geser dan proses dilanjutkan ke sub-bab 2.6.1.I, jika |𝑃𝑒| >1,6 𝑆𝜇ℎ

𝑎𝑜 maka

nilai tegangan gesernya dapat diketahui menggunakan Persamaan 2.58 berikut:

𝜏 = (1

4𝜇) (1

ℎ{4𝐴𝑝

𝐶𝑝})𝑃𝑒 (2.58)

Berdasarkan acuan tersebut, jika nilai |𝜏| ≤ 0,8 𝑆 maka ketebalan tubesheet

dapat menahan tegangan geser yang terjadi di dalam heat exchanger, jika tidak,

perlu dilakukan penambahan ketebalan tubesheet dan proses perhitungan perlu

diulangi mulai dari sub-bab 2.6.1.A.

I. Perhitungan Axial Tube Stress

Analisis terkait perhitungan axial tube stress dapat dilakukan dengan

mengetahui nilai 𝐹𝑡,𝑚𝑖𝑛 , 𝐹𝑡,𝑚𝑎𝑥 dari Lampiran H.3. Perhitungan terkait axial tube

stress dapat dibedakan berdasarkan nilai tekanan efektif 𝑃𝑒, dimana jika nilai 𝑃𝑒 ≠

Page 18: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

22

0 , nilai tube stress 𝜎𝑡,1 dan 𝜎𝑡,2 dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.59

berikut ini:

𝜎𝑡,1 =1

𝑥𝑡 − 𝑥𝑠[(𝑃𝑠𝑥𝑠 − 𝑃𝑡𝑥𝑡)𝑃𝑒𝐹𝑡,𝑚𝑖𝑛]

𝜎𝑡,2 =1

𝑥𝑡 − 𝑥𝑠[(𝑃𝑠𝑥𝑠 − 𝑃𝑡𝑥𝑡)𝑃𝑒𝐹𝑡,𝑚𝑎𝑥]

(2.59)

Pada saat nilai 𝑃 = 0 , nilai tube stress dapat dihitung menggunakan

Persamaan 2.60 sebagai berikut:

𝜎𝑡,1 =1

𝑥𝑡 − 𝑥𝑠[(𝑃𝑠𝑥𝑠 − 𝑃𝑡𝑥𝑡)

2𝑄2𝑎𝑜2

𝑃𝑒𝐹𝑡,𝑚𝑖𝑛]

𝜎𝑡,2 =1

𝑥𝑡 − 𝑥𝑠[(𝑃𝑠𝑥𝑠 − 𝑃𝑡𝑥𝑡)

2𝑄2𝑎𝑜2

𝑃𝑒𝐹𝑡,𝑚𝑎𝑥]

(2.60)

Setelah didapat nilai tube stress, perlu diketahui nilai maksimum dari kedua

nilai tersebut, sehingga:

𝜎𝑡,𝑚𝑎𝑥 = 𝑀𝐴𝑋 (|𝜎𝑡,1|, |𝜎𝑡,2|) (2.61)

Jika pada data desain 𝜎𝑡,𝑚𝑎𝑥 > 𝑆𝑡 atau pada data operasi 𝜎𝑡,𝑚𝑎𝑥 > 2𝑆𝑡 ,

desain tube perlu dipertimbangkan ulang dan perhitungan dilakukan kembali ke

sub-bab 2.6.1.A. Kekuatan pembebanan sambungan tube dengan tubesheet dapat

dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

𝑊𝑡 = 𝜎𝑡,𝑚𝑎𝑥𝜋(𝑑𝑡 − 𝑡𝑡)𝑡𝑡 (2.62)

J. Perhitungan 𝜎𝑠,𝑚, 𝜎𝑠,𝑏 , 𝜎𝑠 pada Shell dan 𝜎𝑐,𝑚, 𝜎𝑠,𝑐, 𝜎𝑐 pada Channel

Nilai axial membrane stress 𝜎𝑠,𝑚, axial bending stress 𝜎𝑠,𝑏, dan total axial

stress 𝜎𝑠 pada shell, dapat diketahui dengan menggunakan Persamaan 2.63 hingga

Persamaan 2.65 berikut:

𝜎𝑠,𝑚 =𝑎𝑜

2

𝑡𝑠(𝐷𝑠 + 𝑡𝑠)[𝑃𝑒 + (𝜌𝑠

2 − 1)(𝑃𝑠 − 𝑃𝑡)] +𝑎𝑠2

𝑡𝑠(𝐷𝑠 + 𝑡𝑠)𝑃𝑡 (2.63)

𝜎𝑠,𝑏 =6

𝑡𝑠2 𝑘𝑠

{

𝛽𝑠𝛿𝑠𝑃𝑠 +

6(1 − 𝑣∗2)

𝐸∗(𝑎𝑜

3

ℎ3) (1 +

ℎ𝛽𝑠2) 𝑥

[𝑃𝑒(𝑍𝑣 + 𝑍𝑚𝑄1) +2

𝑎𝑜2𝑍𝑚𝑄2]

}

(2.64)

𝜎𝑠 = |𝜎𝑠,𝑚| + |𝜎𝑠,𝑏| (2.65)

Page 19: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

23

Nilai axial membrane stress 𝜎𝑐,𝑚, axial bending stress 𝜎𝑐,𝑏, dan total axial

tube stress 𝜎𝑐 pada channel, dapat diketahui dengan menggunakan Persamaan 2.66

hingga Persamaan 2.68 berikut:

𝜎𝑐,𝑚 =𝑎𝑐

2

𝑡𝑐(𝐷𝑐 + 𝑡𝑐)𝑃𝑡 (2.66)

𝜎𝑐,𝑏 =6

𝑡𝑐2 𝑘𝑐

{

𝛽𝑐𝛿𝑐𝑃𝑡 +

6(1 − 𝑣∗2)

𝐸∗(𝑎𝑜

3

ℎ3)(1 +

ℎ𝛽𝑐2) 𝑥

[𝑃𝑒(𝑍𝑣 + 𝑍𝑚𝑄1) +2

𝑎𝑜2𝑍𝑚𝑄2]

}

(2.67)

𝜎𝑐 = |𝜎𝑐,𝑚| + |𝜎𝑐,𝑏| (2.68)

Berdasarkan acuan untuk konfigurasi a, pada data desain, jika nilai 𝜎𝑠 <

1,5 𝑆𝑠 dan 𝜎𝑐 < 1,5 𝑆𝑐, dan pada data operasi jika nilai 𝜎𝑠 < 𝑆𝑃𝑆,𝑠 dan 𝜎𝑐 < 𝑆𝑃𝑆,𝑐,

maka prosedur perhitungan sudah selesai, untuk konfigurasi b dan c pada data

desain, jika nilai 𝜎𝑠 < 1,5 𝑆𝑠 , dan pada data operasi jika nilai 𝜎𝑠 < 𝑆𝑃𝑆,𝑠 , maka

prosedur perhitungan sudah selesai, dan untuk konfigurasi e, f, dan A, pada data

desain, jika nilai 𝜎𝑐 < 1,5 𝑆𝑐 , dan pada data operasi jika nilai 𝜎𝑐 < 𝑆𝑃𝑆,𝑐 , maka

prosedur perhitungan sudah selesai (ASME, 2013).

2.7 Penelitian Terdahulu

Berikut adalah rangkuman dari beberapa hasil penelitian terdahulu yang

memiliki keterkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

No. Nama dan

Tahun Publikasi Judul Referensi Hasil

1 Jajat Sudrajat,

2017

Analisis Kinerja Heat

Exchanger Shell &

Tube Pada Sistem

COG Booster di

Integrated Steel Mill

Krakatau

Fouling atau penyumbatan

mengakibatkan penurunan

kinerja dari heat exchanger,

terutama dalam hal laju

perpindahan panas dari heat

exchanger. Fouling tersebut

mengakibatkan turunnya laju

transfer panas hingga sekitar

19,45%, juga berpengaruh

pada turunnya efektivitas dari

heat exchanger sebesar 3,7%.

Page 20: 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository ITK

24

No. Nama dan

Tahun Publikasi Judul Referensi Hasil

2 Muchammad,

2017

Analisis Penurunan

Performa Heat

Exchanger Stabilizer

Reboiler 011E120 di

PT. Pertamina Refinery

Unit IV Cilacap

Penurunan performa terjadi

karena adanya penyumbatan

sehingga penyerapan panas

menjadi kurang maksimal.

Hal ini dapat dilihat dari nilai

fouling factor yang mencapai

0,02027 ft2hr°F/BTU, dimana

nilai tersebut jauh di atas

standar lembar spesifikasi

yaitu sebesar 0,0024 ft2hr°F/BTU.

3 Sutrisno dan

Moh. Ridwan

Effendi, 2018

Analisis Pengaruh

Temperatur Air Laut

Terhadap Efektivitas

Pendinginan pada

Cooling Water Heat

Exchanger di PLTU

Unit 1 PT. PJB UP

Gresik

Berdasarkan data spesifikasi,

diketahui bahwa beban kerja

dari heat exchanger yang

digunakan adalah 7,37 MW

dengan efektivitas sebesar

80,8%. Untuk menjaga

efektivitas tersebut,

temperatur air laut perlu

dibatasi antara 33°C – 35°C.

4 Ekadewi

Anggraini

Handoyo, 2000

Pengaruh Kecepatan

Aliran Terhadap

Efektivitas Shell and

Tube Heat Exchanger

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa efektivitas naik seiring

dengan kenaikan kecepatan

hingga suatu harga tertentu

dan kemudian akan turun.