Page 1
i
TINJAUAN RIBĀ DAN QARḌ
TERHADAPTAMBAHANPENGEMBALIANPINJAMAN UANG KAS
PERKUMPULANWARGA RT 010 DUSUNJENGGLONG SOKO
(Studi Kasus Dusun Jengglong Soko Desa Watugede Kecamatan Kemusu
Kabupaten Boyolali)
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Fakultas Syariah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
Diah Ayu Fatimah
NIM. 162111182
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SURAKARTA
2020
Oleh:
Page 2
ii
TINJAUAN RIBĀDAN QARḌ TERHADAP TAMBAHANPENGEMBALIAN
PINJAMAN UANG KAS PERKUMPULAN WARGA RT 010 DUSUN
JENGGLONG SOKO
(Studi Kasus Dusun Jengglong Soko Desa Watugede Kecamatan
KemusuKabupaten Boyolali)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Dalam Bidang Ilmu Hukum Ekonomi Syariah
Disusun Oleh:
Diah Ayu Fatimah
NIM. 162111182
Surakarta, 28 September 2020
Disetujui dan disahkan Oleh:
Dosen Pembimbing Skripsi
Evi Ariyani, SH., M.H.
NIP : 19731117 200003 2 002
Page 3
iii
SURAT PERNYATAAN BUKAN PLAGIASI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
NAMA : DIAH AYU FATIMAH
NIM : 162111182
JURUSAN :HUKUM EKONOMI SYARIAH (MU’AMALAH)
Menyatakan bahwa penelitian skripsi berjudul “TINJAUAN RIBĀDAN QARḌ
TERHADAP TAMBAHAN PENGEMBALIANPINJAMAN UANG KAS
PERKUMPULAN WARGA RT 010 DUSUN JENGGLONG SOKO(Studi
Kasus Dusun Jengglong Soko Desa Watugede Kecamatan Kemusu Kabupaten
Boyolali)”
Benar-benar bukan merupakan plagiasi dan belum pernah diteliti sebelumnya.
Apabila dikemudian hari diketahui bahwa skripsi ini merupakan plagiasi, saya
bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Demikian surat ini dibuat dengan sesungguhnya untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Surakarta, 28 September 2020
Diah Ayu Fatimah
Page 4
iv
Evi Ariyani, SH., M.H.
Dosen Fakultas Syariah
Instutut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta
NOTA DINAS Kepada Yang Terhormat
Hal : Skripsi Dekan Fakultas Syariah
Sdr : Diah Ayu Fatimah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Di Surakarta
Asalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan hormat, bersama ini kami sampaikan bahwa setelah menelaah dan
mengadakan perbaikan seperlunya, kami memutuskan bahwa skripsi saudari Diah
Ayu Fatimah NIM. 162111182 yang berjudul:
TINJAUAN RIBĀDAN QARḌ TERHADAP TAMBAHAN
PENGEMBALIAN PINJAMAN UANG KAS PERKUMPULAN WARGA RT
010 DUSUN JENGGLONG SOKO (Studi Kasus Dusun Jengglong Soko Desa
Watugede Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali)
Sudah dapat dimunaqasahkan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
SarjanaHukum dalam bidang Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah).
Oleh karena itu kami mohon agar skripsi tersebut segera dimunaqasahkan
dalam waktu dekat.
Demikian, atas dikabulkannya permohonan ini disampaikan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, 28 September
2020
NIP : 19731117 200003 2 002
Dosen Pembimbing
Evi Ariyani, SH., M.H.
Page 6
vi
MOTTO
ثم والعدوان ى وت عاونوا على البر والت قو ۰۰۰ ه شديدالعقاب ان الل ه واتق الل ول ت عاونوا على ال
﴾٢دة:ئالما﴿
Artinya:
...Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
(Al-Maidah: 2)
Page 7
vii
PERSEMBAHAN
Puji syukur atas kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat, nikmat,
karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah karya
sederhana yangmembutuhkan perjuangan dalam menyelesaikannya. Dengan
bangga penulis mempersembahkan skripsi ini kepada:
1. Ibunda Umi Laswatiningsih dan Ayahanda Dwi Mulyono tercinta yang
dengan sabar, tulus, ikhlas dan yang selalu memberikan dorongan serta
motivasi dan tak lupa pula doa restu yang selalu dipanjatkan untuk
keberhasilanku dalam segala hal apapun terutama dalam peyelesaian skripsi
ini.
2. Adikku tercinta Muhammad Abi Mahatir yang selalu memberikan semangat
dan doa selama ini.
3. Semua keluarga besar ku yang selalu memberikan doa, semangat dan
nasehat.
Page 8
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi yang digunakan dalam penulisan skripsi di Fakultas
Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta didasarkan pada Keputusan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor
158/1987 dan 0543 b/U/1987 tanggal 22 Januari 1988. Pedoman transliterasi
tersebut adalah:
1. Konsonan
Fenom konsonan Bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan huruf, sedangkan dalam transliterasi ini sebagian
dilambangkan dengan tanda dan sebagian lagi dilambangkan dengan huruf
serta tanda sekaligus. Daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan huruf latin
adalah sebagai berikut:
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
Alif اTidak
dilambangkan Tidak dilambangkan
Ba B Be ب
Ta T Te ت
ṡa ṡ Es (dengan titik di atas) ث
Jim J Je ج
ḥa ḥ Ha (dengan titik di bawah) ح
Kha Kh Ka dan ha خ
Dal D De د
Żal Ż Zet (dengan titik di atas) ذ
Ra R Er ر
Zai Z Zet ز
Sin S Es س
Syin Sy Es dan ye ش
Page 9
ix
ṣad ṣ Es (dengan titik di bawah) ص
ḍad ḍ De (dengan titik di bawah) ض
ṭa ṭ Te (dengan titik di bawah) ط
ẓa ẓ Zet (dengan titik di bawah) ظ
ain …‘… Koma terbalik di atas‘ ع
Gain G Ge غ
Fa F Ef ف
Qaf Q Ki ق
Kaf K Ka ك
Lam L El ل
Mim M Em م
Nun N En ن
Wau W We و
Ha H Ha ه
Hamza ء
h ...’… Apostrop
Ya Y Ye ي
2. Vokal
Vokal bahasa Arab seperti vokal bahasa Indonesia terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
a. Vokal Tunggal
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau
harakat, transliterasinya sebagai berikut:
Page 10
x
Tanda Nama Huruf Latin Nama
Fathah A A
Kasrah I I
Dammah U U
Contoh:
No Kata Bahasa Arab Transiterasi
Kataba كتب .1
Żukira ذكر .2
Yażhabu يذهب .3
b. Vokal Rangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan
antara harakat dan huruf maka transliterasinya gabungan huruf, yaitu:
Tanda dan
Huruf
Nama Gabungan Huruf Nama
Fathah dan ya Ai a dan i أ...ى
Fathah dan wau Au a dan u أ...و
Contoh:
No Kata Bahasa Arab Transliterasi
Kaifa كيف .1
Ḥaula حول .2
3. Vokal Panjang (Maddah)
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan
huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda sebagai berikut:
Page 11
xi
Harakat dan
Huruf
Nama Huruf dan
Tanda
Nama
Fathah dan alif أ...ي
atau ya Ā a dan garis di atas
Kasrah dan ya Ī i dan garis di atas أ...ي
Dammah dan أ...و
wau Ū u dan garis di atas
Contoh:
No Kata Bahasa Arab Transliterasi
Qāla قال .1
Qīla قيل .2
Yaqūlu يقول .3
Ramā رمي .4
4. Ta Marbutah
Transliterasi untuk Ta Marbutah ada dua (2), yaitu:
a. Ta Marbutah hidup atau yang mendapatkan harakat fathah, kasrah, atau
dhamah transliterasinya adalah /t/.
b. Ta Marbutah mati atau mendapat harakat sukun transliterasinya adalah /h/.
c. Apabila pada suatu kata yang di akhir katanya Ta Marbutah diikuti oleh
kata yang menggunakan kata sandang /al/ serta bacaan kedua kata itu
terpisah maka Ta Marbutah itu ditransliterasikan dengan /h/.
Contoh:
No Kata Bahasa Arab Transliterasi
Rauḍah al-aṭfāl / rauḍatul atfāl روضة األطفال .1
Ṭalhah طلحة .2
Page 12
xii
5. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau Tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda yaitu tanda Syaddah atau Tasydid. Dalam transliterasi ini
tanda Syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama
dengan huruf yang diberi tanda Syaddah itu.
Contoh:
No Kata Bahasa Arab Transliterasi
Rabbana رب نا .1
Nazzala نز ل .2
6. Kata Sandang
Kata sandang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf yaitu .
Namun dalam transliterasinya kata sandang itu dibedakan antara kata sandang
yang diikuti oleh huruf Syamsiyyah dengan kata sandang yang diikuti oleh
huruf Qamariyyah.
Kata sandang yang diikuti oleh huruf Syamsiyyah ditransliterasikan
sesuai dengan bunyinya yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan
huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu. Sedangkan kata sandang yang
diikuti oleh Huruf Qamariyyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang
digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. Baik diikuti dengan huruf
Syamsiyyah atau Qamariyyah, kata sandang ditulis dari kata yang mengikuti
dan dihubungkan dengan kata sambung.
Contoh:
No Kata Bahasa Arab Transliterasi
Ar-rajulu الر جل .1
Al-Jalālu الجالل .2
Page 13
xiii
7. Hamzah
Sebagaimana yang telah disebutkan di depan bahwa Hamzah
ditransliterasikan dengan apostrof, namun itu hanya terletak di tengah dan di
akhirat kata. Apabila terletak diawal kata maka tidak dilambangkan karena
dalam tulisan Arab berupa huruf alif. Perhatikan contoh berikut ini:
No Kata Bahasa Arab Transliterasi
Akala أكل .1
Taꞌkhużuna تأخذون .2
An-Nauꞌu النؤ .3
8. Huruf Kapital
Walaupun dalam sistem bahasa Arab tidak mengenal huruf kapital,
tetapi dalam translitersinya huruf kapital itu digunakan seperti yang berlaku
dalam EYD yaitu digunakan untuk menuliskan huruf awal, nama diri dan
permulaan kalimat. Bila nama diri itu didahului oleh kata sandangan maka
yang ditulis dengan huruf kapital adalah nama diri tersebut, bukan huruf awal
atau kata sandangnya.
Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam
tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan tersebut
disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan,
maka huruf kapital tidak digunakan.
Contoh:
No Kata Bahasa Arab Transliterasi
Wa mā Muhammadun illā rasūl و مامحم دإلرسول
Al-ḥamdu lillahi rabbil ꞌālamīna الحمدلله رب العالمين
Page 14
xiv
9. Penulisan Kata
Pada dasarnya setiap kata baik fi’il, isim, maupun huruf ditulis
terpisah. Bagi kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab yang
sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang
dihilangkan maka penulisan kata tersebut dalam transliterasinya bisa dilakukan
dengan cara yaitu bisa dipisahkan pada kata atau bisa dirangkai.
Contoh:
No Kata Bahasa Arab Transliterasi
/ Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn وإن الله لهو خيرالرازقين
Wa innallāha lahuwa khairur-rāziqīn
Fa aufū al-Kaila wa al-mīzāna / Fa فأوفوا الكيل والميزان
auful-kaila wal mīzāna
Page 15
xv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
TINJAUAN RIBĀDANQARḌ TERHADAP TAMBAHAN
PENGEMBALIAN PINJAMAN UANG KAS PERKUMPULAN WARGA RT
010 DUSUN JENGGLONG SOKO (Studi KasusDusun Jengglong Soko Desa
Watugede Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali)
Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan Studi Jenjang Strata 1 (S1)
Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (Mu’amalah), Fakultas Syari’ah IAIN Surakarta.
Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis banyak mendapatkan dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak yang telah menyumbangkan pikiran, waktu, tenaga
dan sebagainya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan setulus hati penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Mudofir, S.Ag., M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Surakarta.
2. Bapak Dr. Ismail Yahya, S.Ag., M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta.
3. Bapak Masjupri, S.Ag., M.Hum. Selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi
Syariah (Mu’amalah) Fakultas Syariah.
4. Bapak Drs. Abdul Aziz, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing Akademik Jurusan
Hukum Ekonomi Syariah (Mu’amalah) Fakultas Syariah.
5. Ibu Evi Aryani, SH,.M.H. selaku Pembimbing Skripsi yang telah memberikan
banyak perhatian dan bimbingan selama penulis menyelesaikan skripsi.
6. Dewan Penguji yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk menguji
skripsi ini guna membawa kualitas penulisan ke arah yang lebih baik.
7. Seluruh Dosen Fakultas Syariah yang telah memberikan ilmunya, semoga
segala ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat di kehidupan yang akan
datang.
Page 16
xvi
8. Bapak Dwi Mulyono dan Ibu Umi Laswatiningsih serta keluarga besar, terima
kasih atas doa, curahan kasih sayang, dukungan dan pengorbanan yang tak
pernah ada habisnya, kasih sayangmu tidak akan pernah kulupanan.
9. Teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah khususnya Hukum Ekonomi
Syariah (HES) E 2016 yang telah memberikan keceriaan, inspirasi, semangat
dan berbagai pengalaman yang tidak terlupakan selama menempuh studi di
Fakultas Syariah.
10. Anggota dalam perkumpulan warga RT 010 dusun Jengglong Soko telah
memberi izin dan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan oleh penulis satu persatu yang telah
berjasa dan membantuku baik moril maupun spiritnya dalam penyusunan
skripsi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu penyusun mengharap kritik
dan saran yang membangun untuk tercapainya kesempurnaan skripsi ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, 28 September 2020
Penulis
Diah Ayu Fatimah
NIM. 162111182
Page 17
xvii
ABSTRAK
Diah Ayu Fatimah, NIM: 162111182 “Tinjauan RibādanQarḍ Terhadap
Tambahan Pengembalian Pinjaman Uang Kas Perkumpulan Warga RT 010
Dusun Jengglong Soko (Studi KasusDusun Jengglong Soko Desa Watugede
Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali)”. Hukum Islam sangat menganjurkan
orang bermuamalah sesuai dengan syariat Islam dan berkewajiban mentaati
aturannya dengan baik, misalnyaal-qarḍ atau pinjam meminjam yaitu memberi
manfaat atas suatu barang dari seseorang kepada orang lain. Pada dasarnya al-
qarḍbertujuan untuk tolong menolong atau tabarru’. Sehingga syarat adanya
tambahan yang diterapkan baik secara pribadi ataupun kesepakatan kedua belah
pihak yang melakukan transaksi dalam akad qarḍitu merupakan ribā. Namun,
praktik pinjam meminjan uang kas perkumpulan warga RT 010 dusun Jengglong
Soko ini terdapat unsur tambahan dalam pengembalian pinjaman, yang disepakati
oleh kedua belah pihak. Besarnya tambahan dibayarkan tiap bulan sebesar 3% dan
jika tidak dibayar akan bercampur dengan pokok pinjaman.
Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah bagaimana praktik penambahan
pengembalian pinjaman uang kas, bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap
praktik penambahan pengembalian pinjaman uang kas, dan bagaimana tinjaun
hukum Islam terhadap pemanfaatanbiaya tambahan pengembalian pinjaman uang
kas perkumpulan warga RT 010 di Dusun Jengglong Soko Desa Watugede Kec.
Kemusu Kab. Boyolali.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research). Data dalam
penelitian ini menggunakan data primer dengan sumber data primer dan sumber
data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan wawancara dan observasi.
Teknilanalisis datanya menggunakan model Miles and Huberman, yaitu aktivitas
dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara
terus menerus sampai tuntas.
Praktik penambahan biaya pengembalian pinjaman uang kas perkumpulan
setiap bulannya sebesar 3% dan jika tidak dibayar akan bercampur dengan pokok
pinjaman. Praktik penamabahan biaya pengembalian pinjaman uang kas
perkumpulan warga RT 010 di dusun Jengglong Soko tidak mengandung ribā dan
pemanfaatannya diperbolehkan karena mengandung manfaat dan tidak ada yang
didholimi.
Kata Kunci: Pinjaman, Qard, Riba
Page 18
xviii
ABSTRACT
Diah Ayu Fatimah, NIM: 162111182 "Review of Ribāand Qarḍ on Additional
Cash Loan Repayments for Community Association RT 010 Dusun Jengglong
Soko (Case Study of Jengglong Soko Hamlet, Watugede Village, Kemusu
District, Boyolali Regency)". Islamic law strongly recommends that people have
faith in accordance with Islamic law and are obliged to comply with the rules
properly, for example al-qarḍ or borrow and borrow, which is to benefit an item
from one person to another. Basically al-qarḍ aims to help or tabarru '. So that the
additional conditions that are applied either personally or by the agreement of the
two parties making transactions in the qarḍ contract are usury. However, the
practice of borrowing and lending cash from the association of residents of RT 010,
Jengglong Soko hamlet, has an additional element in loan repayment, which is
agreed by both parties. The additional amount is paid every month at 3% and if not
paid will be mixed with the principal of the loan.
The formulation of the problem in this thesis is how the practice of adding
cash loan repayments, how Islamic law reviews the practice of adding cash loan
repayments, and how to review Islamic law on the use of additional fees for cash
repayment loans for the community association RT 010 in Jengglong Soko Hamlet,
Watugede Village District Then Boyolali Regency.
This research is a field research. The data in this study use primary data with
primary data sources and secondary data sources. Data collection techniques by
interview and observation. The data analysis technique used the Miles and
Huberman model, in which activities in qualitative data analysis were carried out
interactively and continued to completion.
The practice of adding an additional 3% monthly repayment fee for cash
money loans and if not paid, it will be mixed with the principal of the loan. The
practice of adding to the cost of repaying cash loans for the community association
of RT 010 residents in Jengglong Soko hamlet does not contain usury and its use is
allowed because it contains benefits and nothing is sanctioned.
Keywords: Loans, Qard, Riba
Page 19
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN BUKAN PLAGIASI ....................................... iii
HALAMAN NOTA DINAS ............................................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN MUNAQOSAH ............................................... v
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vii
HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................. viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... xv
ABSTRAK ....................................................................................................... xvii
DAFTAR ISI .................................................................................................... xix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xxiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xxiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xxv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
E. Kerangka Teori..................................................................................... 8
F. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 12
G. Metodologi Penelitian .......................................................................... 15
Page 20
vii
H. Sistematika Penulisan .......................................................................... 21
BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAI RIBĀ DAN QARḌ
A. Ribā ...................................................................................................... 23
1. Pengertian Ribā .............................................................................. 23
2. Dasar Hukum Ribā ......................................................................... 24
3. Macam-Macam Ribā ...................................................................... 27
4. Sebab-sebab Haramnya Ribā ......................................................... 37
5. Dampak Ribā .................................................................................. 38
6. Teori Hukum Riba dan Pemanfaatan Ribā..................................... 41
B. Qarḍ ..................................................................................................... 46
1. Pengertian Qarḍ ............................................................................. 46
2. Dasar Hukum Qarḍ ........................................................................ 48
3. Syarat dan Rukun Qarḍ .................................................................. 54
4. Hukum (Ketetapan) Qarḍ .............................................................. 56
5. Sifat, Penambahan, dan Penangguhan Pada Qarḍ ......................... 58
6. Resiko dan Berakhrinya Qarḍ ........................................................ 61
C. Fatwa Nahḍatul Ulama (NU) Mengenai Pinjam Meminjam ............... 63
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................... 67
1. Kondisi Geografis .......................................................................... 67
2. Kondisi Kependudukan .................................................................. 68
3. Kondisi Sosial Budaya ................................................................... 71
4. Kondisi Ekonomi, Keadaan Pendidikan, dan Ekonomi ................. 72
Page 21
viii
B. Struktur Organisasi Desa Watugede .................................................... 75
C. Gambaran Pelaksanaan Praktik Pinjam Meminjam Uang Kas
Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko Desa Watugede
Kec. Kemusu Kab. Boyolali ................................................................. 76
1. Mekanisme Peminjaman Uang Kas Perkumpulan Warga RT 010
Dusun Jengglong Soko ................................................................... 78
2. Mekanisme Pengembalian Pinjaman Uang Kas Perkumpulan Warga
RT 010 Dusun Jengglong Soko ..................................................... 80
3. Pendapat Masyarakat Terhadap Praktik Praktik Pinjaman Uang Kas
Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko ................... 86
BAB IV ANALISIS PRAKTIK PEMINJAMAN UANG KAS PERKUMPULAN
WARGA RT 010 DUSUN JENGGLONG SOKO DALAM PERSPEKTIF RIBA
DAN QARḌ
A. Analisis Praktik Peminjaman Uang Kas Perkumpulan Warga RT 010
Dusun Jengglong Soko Ditinjau dari Riba dan Qarḍ ........................... 92
B. Analisis Pemanfaatan Biaya Tambahan dalam Praktik Peminjaman Uang
Kas Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko Ditinjau dari
Riba dan Qarḍ.............................................................................. 106
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 111
B. Saran ..................................................................................................... 113
Agus Jiyanto
Page 22
ix
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 114
LAMPIRAN .................................................................................................... 118
Page 23
xxiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1: Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Watugede Tahun 2014-210669
Tabel 3.2: Data Peminjam Uang Kas Perkumpulan Warga RT 010 Dusun
Jengglong Soko ................................................................................................ 80
Page 24
xxiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1: Piramida Penduduk Watugede Tahun 2016 ................................ 69
Gambar 3.2: Struktur Organisasi Desa Watugede ........................................... 76
Page 25
xxv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Pedoman Wawancara ............................................................. 118
Lampiran 2 : Hasil Wawancara .................................................................. 121
Lampiran 3 : Dokumentasi Wawancara ..................................................... 136
Lampiran 4 : Daftar Riwayat Hidup ......................................................... 138
Page 26
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Islam adalah seperangkat aturan yang ditetapkan secara
langsung dan tegas oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokoknya untuk
mengatur hubungan antara manusia dan Tuhannya, manusia dengan
sesamanya, dan manusia dengan alam semesta. Hukum Islam dapat
berkembang sesuai dengan dalam menghadapi persoalan dunia Islam masa
kini. Oleh sebab itulah Islam memberikan prioritas yang tinggi kepada
akal untuk menganalisa hukum-hukum syara’, meneliti perkembangan
dengan berpedoman kepada nash-nash yang telah ada supaya hukum Islam
itu bersifat elastis. Hukum Islam memberikan tuntutan pada setiap orang
yang bermuamalah dan berkewajiban mentaati peraturan dengan baik.1
Muamalah adalah segala peraturan atau hukum dari Allah untuk
mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam
pergaulan sosial.2 Fungsi hukum muamalah atau lebih dikenal dengan fiqh
muamalah adalah sebagai sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan
memperlancar proses interaksi sosial sehingga terwujudlah masyarakat
yang harmonis aman dan sejahtera. Salah satu aspek yang paling menonjol
1 T.M Hasbi Ash Shidiqi, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hlm. 94
2 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), hlm. 2
Page 27
2
dilakukan oleh umat Islam dalam aspek muamalah adalah pinjam
meminjam uang (al-qarḍ).3
Al-qarḍ atau utang piutang atau pinjam meminjam adalah
penyerahan harta berbentuk uang untuk dikembalikan pada waktunya
dengan nilai yang sama. Maksud utang piutang dalam terminologi fiqh
digunakan dua istilah yaitu qarḍu dan dayn. Kedua lafaz ini terdapat
dalam Al-Qur’an dan hadis dengan maksud yang sama yaitu utang
piutang. Utang piutang merupakan perbuatan kebajikan yang telah
disyariatkan dalam Islam. Adapun landasan hukumnya dari Al-Qur’an
adalah:4
ثم وت عا االآ ون وا على البر والت قوى ولت عا ون وا على ال وا ﴾٢ة:ئ والع
Artinya: Dan tolong menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan
taqwa dan janganlah kamu tolong-menolong untuk berbuat dosa dan
permusuhan.5
Allah mensyari’atkan utang piutang atau pinjam meminjam dalam
mu’amalah adalah untuk kemudahan bagi manusia dalam usaha mencari
rezeki guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Di samping itu Allah
mensyari’atkan peraturan mu’amalah untuk keamanan dan kenyamanan
manusia dalam berusaha dan agar terhindar dari rasa takut dan saling
3 Nunung Wirdyaningsih, “Hukum Islam dan Pelaksanaannya Di Indonesia”, Hukum dan
Pembangunan, Nomor 4, 2001, hlm. 373
4 Amir Syarifudin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), hlm.
222
5 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Kudus: Memara Kudus, 2006), hlm.
142
Page 28
3
menyakiti. Semua bertujuan untuk kemaslahatan umat manusia itu
sendiri.6
Sedangkan pinjaman yang dipraktikan dalam masyarakat ini
terdapat suatu tambahan dalam pengembaliannya. Dalam pinjaman yang
pengembaliannya dengan adanya suatu tambahan di dalam Islam biasa
disebut sebagai ribā. Islam sangat mendorong praktik jual beli dan bahkan
Allah lebih menyukai orang yang bersedekah dibandingkan dengan
perbuatan riba yang memang jelas keharamannya. Firman Allah SWT
dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275:7
﴾٢٧٢...واحل الله الب يع وحرم الر بوا...االبقرة:
Artinya:
...dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...8
Karena ribā menghendaki pengambilan harta orang lain dengan
tidak ada imbangnya. Ribā menyebabkan putusnya perbuatan baik
terhadap sesama manusia dengan cara pinjam-meminjam maupun utang-
piutang atau menghilangkan faedah pinjam-meminjam sehingga riba lebih
cenderung memeras orang miskin daripada menolong orang miskin.9
Islam beserta semua syariat melarang ribā karena menimbulkan
bahaya sosial dan ekonomi. Dari segi ekonomi sendiri riba merupakan
6 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), hlm. 59
7 Ibid..., hlm. 60
8 Departemen Agama RI, Al-Qur’an..., hlm. 58
9 Hendi Suhendi, Fiqh..., hlm. 61
Page 29
4
cara yang sangat tidak sehat, keuntungan yang diperoleh ini bukan
merupakan keuntungan dari hal yang produktif tetapi melainkan
keuntungan yang di dapat dari sejumlah harta si peminjam, yang
sebenarnya tidak menambah harta orang yang melakukan transaksi ribā.
Sedangkan, dari segi sosial, masyarakat tidak mendapatkan keuntungan
sedikitpun dari praktek riba, melainkan hanya akan membawa bencana
sosial yang besar sebab akan menambah besarnya beban bagi orang yang
tidak berkecukupan, serta menyebabkan rusaknya nilai-nilai luhur yang
dibawa oleh agama Islam yang menganjurkan persaudaraan serta tolong-
menolong antar sesama umat.10
Dari uraian di atas penulis mengetahui bahwa hal-hal yang menarik
dikaji. Khususnya bentuk pinjam meminjam yang terdapat di kalangan
masyarakat masa kini, dengan berbagai macam dan wujud dalam
pelaksanaan. Seperti yang terjadi pada perkumpulan warga di Dusun
Jengglong Soko Desa Watugede Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali.
Perkumpulan warga tersebut dilaksanakan setiap satu bulan sekali, yaitu
pada Minggu malam tepatnya malam Senin Pon dan terdapat aktivitas
arisan warga. Di tengah arisan tersebut terdapat penarikan uang kas kepada
semua anggota arisan. Uang kas tersebut dikembangkan dengan cara
dipinjamkan kepada anggota, selain itu uang kas ditujukan untuk
kepentingan bersama hingga untuk kegiatan sosial. Hal yang menarik di
10Cindi Meilani, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Praktek Peminjaman Uang Kas Majlis
Ta’lim Untuk Pemberdayaan Masyarakat (Studi Di Majlis Ta’lim Masjid Al-Hilal Desa Bumirejo
Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu)”, Skripsi, Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung, 2019, hlm. 11-12
Page 30
5
sini adalah uang yang dipinjamkan atau diutang piutangkan bersumber
dari anggota, besarnya biaya tambahan ditentukan oleh anggota, dan uang
yang dihasilkan dari utang piutang dikembalikan lagi kepada semua
anggota itu sendiri.11
Dalam peminjaman, biasanya masyarakat meminjam uang sebesar
Rp. 100.000 sampai Rp. 2.000.000, dan di dalamnya terdapat biaya
tambahan yang besarnya dan segala keguanaanya berdasarkan kesepakatan
bersama. Biaya tambahan dibayarkan setiap perkumpulan berlangsung
sebesar 3% dari besarnya pokok pinjaman. Apabila tidak dapat memberi
tambahan yang bersifat wajib tersebut, maka akan ditambahkan ke
pinjaman pokok yaitu 3% dari pinjaman pokok. Hal itu menyebabkan
secara otomatis pinjaman akan bertambah 3% dan akan terus bertambah
selama tidak dapat membayar biaya tambahannya itu. Pinjaman dalam hal
cicilan tidak diwajibkan, tetapi dibebaskan akan menyicil kapan saja dan
tidak ditentukan besar nominal cicilannya. Pada akhir tutup buku, anggota
yang meminjam diwajibkan untuk mengembalikan pinjaman sebesar 50%
dan pada saat itu juga dibebaskan membayar uang tambahan (3%).
Penambahan yang ditentukan tersebut dianggap sebagai pemasukan dari
kas dan digunakan untuk keperluan bersama dalam masyarakat. Seperti
untuk perbaikan jalan desa, untuk membeli meja kursi dan lain sebagainya
guna untuk hajatan, untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan amal seperti
khitan masal, dan kegiatan sosial lainnya. Apabila meminjam uang sebesar
11 Susilo, Pengelola Uang Kas Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko,
Wawancara Pribadi, 10 Agustus 2020, jam 20.00 WIB
Page 31
6
Rp 1.000.000 maka pengembaliannya bertambah Rp 30.000. Jika tidak
dapat mengembalikan sebesar Rp 1.030.000 maka bulan berikutnya
pengembaliannya bertambah lagi menjadi Rp 30.900.12
Berdasarkan dari uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui dan menganalisa apakah penambahan pengembalian
pinjaman uang kas di Dusun Jengglong Soko Desa Watugede Kec.
Kemusu Kab. Boyolali adalah masuk kategori riba dan mengetahui
bagaimana pandangan riba dan qarḍ terhadap pemanfaatan uang tambahan
pengembalian tersebut jika digunakan untuk kemaslahatan warga.
Penelitian ini berjudul “Tinjauan Ribā dan Qarḍ Terhadap Bunga Dalam
Pengembalian Uang Kas Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong
Soko (Studi Kasus Dusun Jengglongsoko Desa Watugede Kecamatan
Kemusu Kabupaten Boyolali).”
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana praktik pinjam meminjam uang kas yang berlaku dalam
perkumpulan warga RT 010 di Dusun Jengglong Soko Desa Watugede
Kec. Kemusu Kab. Boyolali ?
2. Bagaimana tinjauan ribā dan qarḍ terhadap praktik penambahan
pengembalian uang kas perkumpulan warga RT 010 di Dusun
Jengglong Soko Desa Watugede Kec. Kemusu Kab. Boyolali ?
12 Susilo, Pengelola Uang Kas Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko,
Wawancara Pribadi, 10 Agustus 2020, jam 20.00 WIB
Page 32
7
3. Bagaimana tinjaun ribā dan qarḍ terhadap pemanfaatan biaya
tambahan pengembalian pinjaman kas perkumpulan warga RT 010 di
Dusun Jengglong Soko Desa Watugede Kec. Kemusu Kab. Boyolali ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk memaparkan praktik pinjam meminjam uang kas perkumpulan
warga RT 010 Dusun Jengglong Soko Desa Watugede Kec. Kemusu
Kab. Boyolali.
2. Untuk mengetahuai tinjauan ribā dan qarḍ terhadap praktik tambahan
pengembalian uang kas perkumpulan warga RT 010 di Dusun
Jengglong Soko Desa Watugede Kec. Kemusu Kab. Boyolali
3. Untuk mengetahui pemanfaatan uang tambahan pengembalian
pinjaman kas perkumpulan warga RT 010 di Dusun Jengglong Soko
Desa Watugede Kec. Kemusu Kab. Boyolali ditinjau dari hukum
Islam.
D. Manfaaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis:
a. Untuk memperkaya keilmuan Hukum Ekonomi Syariah khususnya
di bidang pinjam meminjam uang dan praktik riba.
b. Untuk memberikan sumbangan pemikiran serta pemahaman lebih
lanjut terkait studi hukum Islam bagi mahasiswa khusunya
mahasiswa Fakultas Syariah jurusan Hukum Ekonomi Syariah.
Page 33
8
c. Untuk dijadikan sebagai bahan bacaan dan referensi bagi peneliti-
peneliti selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan masalah
pengelolaan uang kas sebagai pemberdayaan masyrakat.
2. Manfaat Praktis:
Diharapkan dapat memberi penjelasan kepada masyarakat untuk lebih
berhati-hati dalam bermuamalah khususnya mengenai pinjam
meminjam.
E. Kerangka Teori
1. Ribā
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bunga adalah imbalan
jasa penggunaan uang atau modal yang dibayar pada waktu tertentu
berdasarkan ketentuan atau kesepakatan, umumnya dinyatakan sebagai
persentase modal pokok. Bunga berarti tanggungan pinjaman uang
atau persentase dari uang yang dipinjamkan.13
Ribā pada hakekatnya adalah pemaksaaan suatu tambahan atas
debitur yang melarat, yang seharusnya ditolong bukan dieksploitasi
dan memaksa hasil usaha agar selalu positif.14
Menurut bahasa, ribā memiliki beberapa pengertian, yaitu:
a. Bertambah, karena salah satu perbuatan ribā adalah meminta
tambahan dari sesuatu yang dihutangkan.
13 Ummi Kalsum, “Riba dan Bunga Bank dalam Islam: Analisis Hukum dan Dampaknya
Terhadap Perekonomian Islam”, Jurnal Al-‘Adl, Vol. 7 No 2, 2014, hlm. 68
14 Ibid..., hlm. 69
Page 34
9
b. Berkembang, karena salah satu perbuatan ribā adalah
membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan
kepada orang lain.
c. Berlebihan atau menggelembung.15
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan ribā menurut
Al-Mali adalah “Akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu
yang tidak diketahui penimbangannya menurut ukuran syara’, ketika
berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau
salah satu keduanya.” Menurut Abdurrahman al-Jaiziri, ribā adalah
akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau
tidak menurut aturan syara’ atau terlambat salah satunya. Dan menurut
Syaikh Muhammad Abduh berpendapat bahwa dimaksudkan dengan
ribā adalah penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang
yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya
(uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari
waktu yang ditentukan. Riba didalam Al-Qur’an hukumnya haram
seperti ditegaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi:16
﴾٢٧٢...واحل الله الب يع وحرم الر بوا...االبقرة:
...dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...17
15 Hendi Suhendi, Fiqh..., hlm. 57
16 Ibid..., hlm. 58
17 Departemen Agama RI, Al-Qur’an..., hlm. 58
Page 35
10
Tentang alasan dilarangnya bunga, terdapat beberapa pandangan
yang saling berbeda. Namun paling tidak para ulama sepakat mengenai
satu hal, yakni bahwa pelarangan tersebut adalah karena alasan adanya
bahaya moral, sosial, dan ekonomi di dalam bunga. Berikut alasan bunga
dilarang:18
Pertama, ribā atau bunga menanamkan rasa kikir, mementingkan
diri sendiri, tak berperasaan, tak peduli, kejam, rakus, dan penyembahan
kepada harta. Kedua, bunga mengembangbiakkan kemalasan dan
menimbulkan pendapatan tanpa bekerja. Ketiga, bunga juga menyebabkan
timbulnya kejahatan ekonom. Keempat, investasi modal terhalang dari
perusahaan-perusahaan yang tidak mampu menghasilkan laba yang sama
atau lebih tinggi dari suku bunga yang sedang berjalan, sekalipun proyek
yang ditangani oleh perusahaan itu amat penting bagi negara dan bangsa.
Kelima, bunga yang dipungut pada utang internasional malah lebih buruk
lagi karena memperparah DSR (debt-service ratio) negara-negara
debitur.19
2. Qarḍ
Menurut Hanafiah, qarḍ merupakan akad khusus pemberian harta
miṡli kepada orang lain dengan adanya kewajiban pengembalian
semisalnya. Al- qarḍ adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
18 Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar, (Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2012), hlm. 235
19 Ibid..., hlm. 236
Page 36
11
antara peminjam dan pihak yang memberikan pinjaman yang
mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tertentu.20 Al- qarḍ juga merupakan pemberian harta kepada orang
lain yang dapat ditagih atau diminta kembali sesuai dengan jumlah
uang yang dipinjamkan, tanpa adanya tambahan atau imbalan yang
diminta oleh pemberi pinjaman.21
Ketika akad qarḍ telah dilakukan, orang yang meminjam
berkewajiban untuk mengembalikan pinjaman semisal pada saat
pemberi pinjaman menginginkannya. Jumhur ulama membolehkan
orang yang meminjam untuk mengembalikan barang yang
dipinjamnya dengan yang lebih baik, sebagaimana terdapat dalam
Hadis Nabi22
ت و عن أبى رافع قال استسلف رسول الله صل الله ع ا راا ف ه إبل ليه وسلم ب
ف ره ف قلت لم أج أقضي الرجل ب قة فأمرني أ ياراا ربا ع الص بل إل جآلا ياا ي ال
ف قال الن ا بي صلى الله عليه وسلم أعطه إياه فإ م قضا أحسن يار النا
Artinya “Dari Abu Rafi’: Seorang lelaki memberi hutang seekor unta
kepada Nabi. Maka beberapa saat kemudian dia datang untuk
menagih kembali untanya. Nabi berkata: berikanlah kepadanya . Para
sahabat mencarikan seekor unta yang seumur yang dipinjam Nabi,
namun para sahabat tak menemukan unta seumur kecuali unta yang
20 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015),
hlm. 254
21 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 212
22 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar..., hlm. 256
Page 37
12
lebih tua. Nabi berkata: Berikanlah unta yang lebih tua itu. Orang itu
berkata: Anda telah membayar penuh kepadaku, mudah-mudahan
anda dibayar penuh oleh Allah. Mendengar itu Nabipun bersabda:
Sesungguhnya orang yang paling baik diantara kamu, adalah orang
yang paling baik pembayarannya” (H.R Al-Bukhari, Muslim).23
Menurut Hanafiyah, setiap pinjaman yang memberikan nilai
manfaat bagi pemberi pinjaman, maka hukumnya haram sepanjang
dipersyaratkan dalam akad, jika tidak disyaratkan, maka
diperbolehkan. Begitu juga dengan hadiah atau bonus yang
dipersyaratkan.24
F. Tinjauan Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi singkat tentang kajian atau
penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan
diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak
merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang
telah ada.25
Penelitian atau karya ilmiyah yang membahas tentang pinjam
meminjam dalam Islam sudah pernah dilakukan. Namun masalah yang
diambil berbeda. Di antara penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, Skripsi UIN Sultan Syarid Kasim Riau oleh Laila Fitriani
Tahun 2010 dengan judul “Pelaksanaan Pinjam Meminjam Uang Menurut
23 Ahmad Ibnu Ali Syafi’i, Bulugul Marom, (Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2002),
hlm. 158
24 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar..., hlm. 256
25 Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2006), hlm. 124
Page 38
13
Perspektif Ekonomi Islam (Studi Kasus Pada Masyarakat Petani
Pembibitan di Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar).” Dari penelitian
tersebut permasalahan yang dikaji mengenai peminjaman uang kepada
pedagang bibit oleh masyarakat di Kecamatan Tambang Kabupaten
Kampar. Masyarakat Kecamatan Tambang kebanyakan mata
pencahariannya sebagai petani pembibitan dan juga sawah. Mereka
melakukan kegiatan hutang piutang dengan memanfaatkan atau
mengambil manfaat dari usaha pembibitan petani yang berhutang.26
Perbedaannya adalah skripsi ini fokus kepada pengembaliannya
pinjamannya dengan cara petani yang meminjam harus menjual semua
hasil bibitnya pada setiap kali panen kepada pedagang yang memberikan
pinjaman dan dalam penjualan itu harga bibit ditentukan sendiri oleh
pedagang tersebut dengan harga tidak sama antara orang yang berhutang
dengan orang yang tidak berhutang., sedangkan peneliti fokus kepada
pemanfaatan dari biaya tambahan yang dibebankan kepada peminjam.
Kedua, Skripsi UIN Raden Intan Lampung oleh Cindi Meilani
Tahun 2019 dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Tentang Praktek
Peminjaman Uang Kas Majlis Ta’Lim Untuk Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Di Majlis Ta’lim Masjid Al-Hilal Desa Bumirejo Kecamatan
Pagelaran Kabupaten Pringsewu).” Dari penelitian tersebut permasalahan
yang dikaji menganai uang kas yang di dapat dari sedekah dan uang
26 Laila Fitriani, “Pelaksanaan Pinjam Meminjam Uang Menurut Perspektif Ekonomi Islam
(Studi Kasus Pada Masyarakat Petani Pembibitan di Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar)”,
Skripsi, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2010.
Page 39
14
tersebut bukan merupakan uang kas masjid Majlis Ta’lim Masjid Al-Hilal
Desa Bumirejo Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu. Uang yang
didapat dari sedekah tersebut kemudian dipinjamkan dan dalam
pengembaliannya terdapat tambahan.27 Perbedaannya adalah skripsi ini
fokus kepada keterbukaan pengelolaan uang dalam praktik pinjam
meminjam uang kas majlis ta’lim, sedangkan peneliti fokus kepada
pemanfaatan dari biaya tambahan yang dibebankan kepada peminjam.
Ketiga, Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta oleh Adi Wibowo
Tahun 2013 dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik
Pinjam Meminjam Uang Di Desa Nglorog Kecamatan Sragen Kabupaten
Sragen.” Dari penelitian tersebut permasalahan yang dikaji mengenai
pinjam meminjam uang dalam masyarakat di Desa Nglorog Kecamatan
Sragen Kabupaten Sragen. Dalam hutang piutang atau pinjam meminjam
yang berlaku di sini debitur (penerima pinjaman) tidak mendapatkan uang
yang dipinjamnya secara utuh atau tidak sesuai dengan pinjaman,
melainkan debitur mendapatkan potongan uang terlebih dahulu untuk
biaya administrasi dari uang yang dipinjamnya.28 Sedangkan peneliti fokus
kepada pemanfaatan dari biaya tambahan yang dibebankan kepada
peminjam.
27 Cindi Meilani, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Praktek Peminjaman Uang Kas Majlis
Ta’lim Untuk Pemberdayaan Masyarakat (Studi Di Majlis Ta’lim Masjid Al-Hilal Desa Bumirejo
Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu)”, Skripsi, Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung, 2019.
28 Adi Wibowo, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Pinjam Meminjam Uang Di Desa
Nglorog Kecamatan Sragen Kabupaten Sragen”, Skripsi, Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2013.
Page 40
15
Keempat, Jurnal Qawanin yang berjudul “Konsekuensi Akad Al-
‘Ariyah dalam Fiqh Muamalah Maliyah Perspektif Ulama Madzab Al-
Arba’ah” oleh Jamaluddin Dosen Tribakti Lirboyo Kediri pada tahun
2018. Persamaannya adalah sama-sama membahas tentang pinjam
meminjam dan perbedaannya dalam jurnal ini adalah tentang Konsekuensi
Akad al-‘Ariyah dalam Fiqh Muamalah Maliyah Perspektif Ulama
Madzahibul Arba’ah yang penulis kaji dari berbagai aspeknya, pengertian,
hukum, konsekuensi, dan lainnya tentang pinjam meminjam agar tidak ada
kesalah-pahaman dan paham yang salah mengenai akad pinjam
meminjam,29 sedangkan peneliti fokus kepada pemanfaatan dari biaya
tambahan yang dibebankan kepada peminjam.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan, yaitu metode
penelitian yang dilakukan secara intensif dan mendetail terhadap suatu
kasus, yang bisa berupa peristiwa, lingkungan, dan situasi tertentu
yang memungkinkan untuk mengungkapkan atau memahami suatu
hal.30 Tujuan atau penelitian lapangan adalah untuk mempelajari
secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi
lingkungan sesuatu unit sosial, individu, kelompok, lembaga atau
29 Jamaluddin, “Konsekuensi Akad Al-‘Ariyah dalam Fiqh Muamalah Maliyah Perspektif
Ulama Madzab Al-Arba’ah”, Jurnal Qawanin, Vol. 02 No. 2, 2018.
30 Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2011), hlm. 129
Page 41
16
masyarakat.31 Dalam kaitannya dengan penelitian, ingin
menggambarkan dan melakukan analisis dengan apa adanya tentang
biaya tambahan dalam pengembalian pinjaman uang kas perkumpulan
warga RT 010 dusun Jengglong Soko.
2. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
karena bersifat deskriptif dan bukan angka. Data dapat berupa gejala-
gejala, kejadian dan peristiwa yang kemudian dianalisis dalam
kategori-kategori.32
Sumber data adalah subyek dari mana data dapat diperoleh guna
memperoleh hasil yang maksimal dalam penelitia.33 Sumber data
penelitian itu ada dua sumber data yang digunakan antara lain:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu data yang diperoleh dari
wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang terkait serta
melakukan observasi untuk membahas objek yang diteliti dari
permasalahan yang terjadi di lapangan.34 Dalam hal ini saya akan
mewancarai dua orang anggota yang menjadi peminjam dan dua
31 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2016), hlm. 46
32 Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2006), hlm. 209
33 Suharsini Arikunta, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), hlm 129
34 Winarno Surakhman, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar Metode Teknik, (Bandung:
Tarsito, 1994), hlm. 134
Page 42
17
orang anggota yang bukan peminjam, pengelola uang, dan salah
satu tokoh agama di Dusun Jengglong Soko.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data penelitian
yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melainkan melalaui
perantara. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu berupa
sumber pustaka yang dapat mendukung penulisan penelitian serta
diperoleh dari literatur yang relevan dari permasalahan, sebagai
dasar pemahaman terhadap objek penelitian dan untuk
menganalisis secara tepat.35 Data sekunder bermanfaat untuk lebih
memperjelas permasalahan yang diteliti karena berdasarkan pada
data-data sekunder yang telah tersedia. Data ini juga dapat
digunakan sebagai sarana pendukung untuk memahami masalah
yang akan diteliti. Dengan menggunakan dua sumber data tersebut
diharapkan penulis dapat melakukan proses penelitian yang dapat
memberikan informasi yang jelas terkait dengan objek
permasalahan yang diteliti. Di penelitian ini menggunakan buku,
kitab, jurnal maupun dokumen yang berkaitan permasalahan
penelitian.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Jengglong Soko Desa
Watugede Kec. Kemusu Kab. Boyolali. Lokasi ini dipilih untuk
35 Ibid..., hlm. 134
Page 43
18
memudahkan penulis dalam mencari data-data di lapangan, karena
penulis mengenal lokasi tersebut, sehingga diharapkan data-data yang
didapatkan dari lapangan merupakan data yang dapat dipertanggung
jawabkan.
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2020 sampai dengan
bulan Agustus 2020.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data
yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian36 Untuk
mengumpulkan informasi dan data yang dibutuhkan, maka peneliti
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yang terdiri dari:
a. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian
yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih
bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi
atau keterangan-keterangan. Tujuan wawancara ialah untuk
mengumpulkan informasi dan bukannya untuk merubah ataupun
mempengaruhi pendapat responden. Teknik wawancara yang akan
digunakan oleh peneliti adalah teknik wawancara bebas terpimpin,
yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan terpimpin, jadi
pewawancara hanya membuat pokok-pokok masalah yang akan
diteliti, selanjutnya dalam proses wawancara berlangsung
36 Juliansyah Noor, Metode Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 138
Page 44
19
mengikuti situasi pewawancara harus pandai mengarahkan yang
diwawancari apabila ternyata ia menyimpang. Pedoman interview
berfungsi sebagai pengendali jangan sampai proses wawancara
kehilangan arah.37 Teknik yang digunakan untuk memilih
responden yaitu teknik purposive sampling. Purposive sampling
adalah salah satu teknik sampling non random sampling dimana
peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan
ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga
diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian. Purposive
sampling yang digunakan secara non random sampling dan
kemudian menetapkan ciri khusus sesuai tujuan penelitian. Non
random sampling adalah teknik sampling yang tidak memberikan
kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk
dijadikan sampel penelitian. Sedangkan ciri khusus sengaja dibuat
oleh peneliti agar sampel yang diambil nantinya dapat memenuhi
kriteria-kriteria yang mendukung atau sesuai dengan penelitian.38
Jumlah anggota dalam perkumpulan adalah 50 orang, 30
diantaranya adalah anggota peminjam. Dalam hal ini peneliti akan
mewawancarai secara langsung pihak yang memimpin atau
mengelola kas perkumpulan warga, ketua RT 010 Dusun
Jengglong Soko, dua orang anggota peminjam, dua orang anggota
37 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi, ..., hlm. 85
38 Nina Nurdiani, ”Teknik Sampling Dalam Penelitian Lapangan”, Jurnal ComTech, Vol. 5
No. 2, 2014, hlm. 1114
Page 45
20
bukan peminjam, dan satu orang tokoh agama (Kyai) yang ada di
Dusun Jengglong Soko.
b. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan sarana pembantu peneliti dalam
mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-
surat, pengumuman, iktisar rapat, pernyataan tertulis kebijakan
tertentu dan bahan-bahan tulisan lainnya. Cara menganalisis isi
dokumen adalah dengan memeriksa dokumen secara sistematik
bentuk-bentuk komunikasi yang dituangkan secara tertulis dalam
bentuk dokumen secara obyektif.39 Dalam hal ini peneliti mengkaji
dokumen-dokumen data peminjaman yang ada pada perkumpulan
warga RT 010 Dusun Jengglong Soko.
5. Teknik Analisis Data
Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode analisis model Miles and Huberman. Metode analisis Miles
and Huberman adalah aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas.
Aktivitas dalam analisis datanya meliputi redukti data, penyajian data
dan verifikasi atau penarikan kesimpulan.40 Dalam penelitian ini
peneliti akan meredukti data, merangkum data, memilih hal-hal pokok
39 Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, (Yoyakarta: Graha Ilmu,
2006), hlm. 226
40 Sugiyono, Metodologi Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Kombinasi
dan R&D, (Bandung: Alvabeta, 2017), hlm. 476
Page 46
21
yang berkaitan dengan tema penelitian. Kemudian penulis menyajikan
data dalam bentuk narasi dan akan mengambil kesimpulan.
H. Sistematika Pembahasan
Bab I adalah bagian pendahuluan, dalam bab ini menjelaskan
tentang: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
kerangka teori, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika
penelitian.
Bab II adalah landasan teori, bab ini menjelaskan mengenai
tinjauan umum tentang riba, yang terdiri dari pengertian riba; sebab-sebab
haramnya riba; macam-macam riba; dan dampak riba pada ekonomi.
Tinjauan umum tentang qarḍ, yang terdiri dari pengertian qarḍ; dasar
hukum qarḍ; syarat dan rukun qarḍ; hukum (ketetapan) qarḍ; sifat,
penambahan, dan penambahan pada akad qarḍ; resiko dan berakhrinya
akad qarḍ.
Bab III adalah Deskripsi data penelitian, bab ini memaparkan
tentang gambaran umum Dusun Jengglong Soko Desa Watugede
Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali, kondisi geografis, kondisi
kependudukan, kondisi sosial budaya, dan kondisi ekonomi. Memaparkan
data praktik penambahan bunga dalam pinjam meminjam uang kas
perkumpulan warga yang berlaku di Dusun Jengglong Soko Desa
Watugede Kec. Kemusu Kab. Boyolali.
Bab IV adalah analisis penelitian tentang praktik biaya
penambahan pengembalian pada pinjam meminjam uang kas perkumpulan
Page 47
22
warga Dusun Jengglong Soko Desa Watugede Kec. Kemusu Kab.
Boyolali ditinjau dari riba dan qarḍ.
Bab V adalah penutup yang mengutarakan dari seluruh hasil
penelitian yang berbentuk kesimpulan dan saran.
Page 48
23
BAB II
GAMBARAN UMUM MENGENAI RIBĀ DAN QARḌ
A. RIBĀ
1. Pengertian Ribā
Menurut etimologi, ribā berarti الزيادة yaitu tambahan1, tambahan
yang diminta atas utang pokok. Menurut terminologi, ribā merupakan
tambahan yang diambil atas adanya suatu utang piutang antara dua
pihak atau lebih yang telah diperjanjikan pada saat awal dimulainya
perjanjian. Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, ribā adalah kelebihan
baik itu berupa kelebihan dalam bentuk barang maupun uang, seperti
dua rupiah sebagai penukaran dengan satu rupiah.
Unsur ribā terdapat dalam utang yang diberikan dengan perjanjian
bahwa peminjam akan membayar utangnya ditambah dengan jumlah
tertentu. Pihak pemberi pinjaman dan peminjam telah mensyaratkan
adanya tambahan yang harus dibayar oleh peminjam. Ribā adalah
kelebihan pembayaran yang dibebankan terhadap pinjaman pokok
sebagai imbalan terkait jangka waktu pengembalian atas pinjaman itu.
Peminjam akan membayar sejumlah lebih tinggi dari pinjaman yang
telah diterima, karena adanya perbedaan antara waktu pada saat
1 A.W Munawwir Muhammad Fairuz, Al-Munawwir Kamus Indonesia-Arab, (Surabaya:
Pustaka Progresif, 2007), hlm. 854
Page 49
24
pinjaman diberikan dan waktu pada saat pinjaman dibayar.
Perbedaan waktu akan berdampak pada perbedaan jumlah yang
dikembalikan.2
2. Dasar Hukum Ribā
Hukum riba diatur dalam Al-Qur’an, sunah, dan ijma’:
a. Al-Qur’an
AL-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 2753
ه الب يع وحرم الربوا... ﴿البقرة: ...و أح ﴾٥٧٢ل الل
Artinya: ...Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba...4
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 278-2795
ه وذروا مابقي من نين. فالم ت ف الربو يآاي ها الذين امن وا ات قوا الل تم مؤم علوا ا ان كن
تم ف لكم رء ه ورسولهۦ وان ت ب ون و فأذن وا بحرب من الل ل أموالكم ت و
ون ﴿البقرة: ﴾۹٥٧-٥٧٢تظل
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari
2 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 11-12
3 Ibid.., hlm. 13
4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Kudus: Memara Kudus, 2006), hlm.
47
5 Ismail, Perbankan.., hlm. 13
Page 50
25
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak
menganiaya dan tidak pula dianiaya.6
Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 1617
بالب م أموال النا م الربوا وقدن هوا عنه وأكله ن طل وأعتدنا وأخذه فرين م هم للك
ا ﴿النسآء: ﴾١٦١عذابا ألي
Artinya: Dan disebabnkan mereka memakan riba, padahal mereka
sesungguhnya telah dilarang daripadanya, dan karena mereka
memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu
siksa yang pedih.8
b. Sunah
Hadis riwayat Muslim9
اا له وااهد وكاتبه و عن جا بر ر.ع.قال: لعن رسل الله صلعم.ا كل الربا وموك
هديه, وقال: هم سواء ﴿روا مسلم﴾
Artinya: Dari Jabir r.a bahwa Rasulullah SAW telah melaknat
pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya, dan dua orang
saksinya.” Beliau bersabda, “Mereka itu sama.”10
6 Departemen Agama RI, Al-Qur’an..., hlm. 47
7 Ismail, Perbankan.., hlm. 13
8 Departemen Agama RI, Al-Qur’an..., hlm. 103
9 Ismail, Perbankan.., hlm. 13
10 Muslich Shabir, Terjemah Riyadlus Shalihin II, (Semarang: CV. Toha Putra, 2001), hlm.
472
Page 51
26
Al-Bukhari juga meriwayatkan hadis semisal dari Abu Juhaifah11
عون باب ود ر.ع. عن النبي ص.م. قال: الر وعن عبد الله بن مسع ا با ثل ثة وسب
ثل أن ي نكح الرجل أمه وإن أربى الربا عر سلم ﴿روا ابن أيسرها م ض الرجل ال
ه وصححه﴾ ام ماجه مختصرا والحاكم بت
Artinya: Dari Abdullah bin Mas’ud r.a bahwa Nabi SAW
bersabda, “Riba mempunyai 73 pintu, yang paling ringan ialah
seperti seorang laki-laki menikahi ibunya dan riba yang paling
berat ialah merusak kehormatan seoarang muslim.” Diriwayatkan
oleh Ibnu Majah dengan ringkas dan Al-Hakim dengan lengkap,
dan menurutnya hadits itu shahih).12
c. Ijma’
Seluruh ulama sepakat bahwa ribā diharamkan dalam
Islam.13 Riba dilarang dalam Islam secara bertahap, sejalan dengan
kesiapan masyarakat pada masa itu, seperti juga tentang pelarangan
yang lain, seperti judi dan minuman keras. Tahap pertama
disebutkan bahwa ribā akan menjauhkan kekayaan dari
keberkahan Allah, sedangkan sedekah akan meningkatkan
keberkahan berlipat ganda (QA Al-Rum [30]: 39). Tahap kedua,
pada awal periode Madinah, praktik ribā dikutuk dengan keras (QS
Al-Nisa [4]: 161), sejalan dengan larangan pada kitab-kitab
terdahulu. Ribā dipersamakan dengan mereka yang mengambil
11 Ismail, Perbankan.., hlm. 13
12 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Panduan Lengkap Masalah Fikih, Muamalah
dan Akhlak, (Sukoharjo: Insan Kamil, 2018), hlm. 326
13 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), hlm. 261
Page 52
27
kekayaan orang lain secara tidak benar, dan mengancam kedua
belah pihak dengan siksa Allah yang amat pedih. Tahap ketiga,
sekitar tahun kedua atau ketiga Hijrah, Allah menyerukan agar
kaum Muslimin menjauhi ribā jika mereka menghendaki
kesejahteraan yang sebenarnya sesuai Islam (QS Al-Imran [3]:
130-132). Tahap terakhir, menjelang selesainya misi Rasulullah
SAW, Allah mengutuk keras mereka yang mengambil ribā,
menegaskan perbedaan yang jelas antara perniagaan dan ribā, dan
menuntut kaum Muslimin agar menghapuskan seluruh utang
piutang yang mengandung ribā, menyerukan mereka agar
mengambil pokoknya saja, dan mengikhlaskan kepada peminjam
yang mengalami kesulitan (QS Al-Baqarag [2]: 275-279). Dalam
bebrapa hadis, Rasulullah SAW mengutuk semua yang terlibat
dalam riba, termasuk yang mengambil, memberi, dan mencatatnya.
Rasulullah SAW menyamakan dosa ribā sama dengan dosa zina 36
kali lipat atau setara dengan orang yang menzinahi ibunya
sendiri.14
3. Macam-macam Ribā
Jumhur ulama membagi ribā dalam dua bagian, yaitu ribā -al
nasī’ah dan ribā al-faḍl.
14 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), hlm.
13-14
Page 53
28
a. Ribā al-Nasī’ah
Kata Nasī’ah berasal dari kata dasar (fi’il maḍi) nasa’a
yang bermakna menunda, menangguhkan, menunggu, atau
merujuk pada tambahan waktu yang diberikan kepada peminja
untuk membayar kembali pinjamannya dengan memberikan
tambahan atau nilai lebih. Dengan demikian, bisa dikatakan
bahwa ribā nasī’ah itu sama atau identik dengan bunga atas
pinjaman.15
Ribā nasī’ah merupakan pertukaran antara jenis barang
ribawi yang satu dan yang lainnya. Pihak satu akan
mendapatkan barang yang jumlahnya lebih besar disebabkan
adanya perbedaan waktu dalam penyerahan barang tersebut.
Penerima barang akan mengembalikan dengan kuantitas yang
lebih tinggi penerima barang akan mengembalikan barang
tersebut dalam waktu yang akan datang.16
Esensi dari pelanggaran ribā nasī’ah memberikan implikasi
pemahaman, bahwa setiap penentuan tingkat return positif atas
pinjaman diawal transaksi sebagai kompensasi atas jangka
waktu, adalah tidak diperbolehkan menurut syara’. Tidak ada
perbedaan, apakah nilai tambah tersebut besar ataupun kecil,
ditentukan secara tetap (fixed) ataupun bersifat variabel dalam
15 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),
hlm. 195
16 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 15
Page 54
29
besaran persentase atas pinjaman pokok (10% fixed per tahun
atau mengikuti fluktuasi tingkat suku bunga yang berubah-
ubah), atau jumlah yang absolut sebagai tambahan
(Rp.100.000,- atas pinjaman sebesar Rp. 1.000.000,- dalam
jangka waktu tiga bulan), baik dibayarkan di muka atau di
akhir masa pinjaman, atau berupa hadiah atau nilai manfaat
lainnya atas pinjaman yang diberikan.17
Tidak ada ruang untuk berargumen bahwa larangan ribā
tersebut hanya berlaku bagi pinjaman untuk kegiatan
konsumtif, dan bukan untuk kegiatan produktif atau untuk
menjalankan bisnis (yang dilarang hanyalah bunga yang
dibebankan atas pinjaman untuk kegiatan konsumsi, sementara
pinjaman digunakan untuk modal kerja dalam kegiatan bisnis,
tidak dilarang). Hal ini diperkuat dengan fakta sejarah, bahwa
transaksi pinjam meminjam pada zaman Rasulullah SAW
tidaklah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi,
namun digunakan untuk membiayai perniagaan yang dilakukan
di berbagai penjuru kota.18
Perlu dipahami bahwa return yang akan didapatkan atas
modal kerja yang diinvestasikan, bisa bersifat positif atau
negatif, bergantung pada hasil akhir dari bisnis yang
17 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar..., hlm. 195
18 Ibid..., hlm. 196
Page 55
30
dijalankan, dan hal ini tidak bisa diketahui di muka. Penentuan
jumlah atau persentase tertentu di muka, sangat bertentangan
dengan prinsip keadilan, karena return seharusnya dibagikan
berdasarkan hasil akhir dari bisnis, dan konsep inilah yang
lebih sesuai dengan prinsip keadilan yang diinginkan oleh
syariah.19
b. Ribā al-Faḍl
Ribā al-faḍl adalah tambahan yang diberikan atas
pertukaran barang yang sejenis dengan kadar atau takaran yang
berbeda. Barang yang menjadi objek pertukaran adalah
termasuk barang ribāwi. Dua pihak melakukan transaksi
pertukaran barang yang sejenis, namun satu pihak akan
memberikan barang ini dengan jumlah, kadar, atau takaran
yang lebih tinggi. Maka kelebihan atas kadar atau takaran
barang ribawi yang dipertukarkan merupakan riba.20
19 Ibid...,hlm. 197
20 Ismail, Perbankan..., hlm. 14
Page 56
31
Hadis riwayat Abu Bakar, bahwa Nabi Muhammad SAW
bersabda:
ة والب ر بالب الذهب بالذهب ة بالف ر بالعير والوالف ر ر والعي ت
ن ثل يدابيد ف ثل ب لح م لح بال ر وال ربى زاد أواست زاد أواست زاد ف قد أ بالت
عطى فيه سواء رروا ا ذ وال مسلم( خ
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri ia berkata,
Rasulullah Saw berkata (tukar menukar) emas dengan emas,
perak dengan perak, gandum dengan gandum, sejenis gandum
dengan sejenis gandum , kurma dengan kurma, garam dengan
garam harus sama dan tunai. siapa yang menambah atau
minta tambahan maka sesungguhnya dia memungut riba, orang
yang mengambil dan memberikannya sama dosanya” (HR.
Muslim)21
Islam melarang pertukaran barang yang sejenis dengan
takaran yang berbeda, namun diperbolehkan melakukan
pertukaran antar barang ribāwi yang berbeda jenis dengan
takaran yang berbeda, asal kedua pihak yang melakukan
pertukaran ikhlas, tanpa adanya paksaan.22
Walaupun Islam telah melarang ribā atas pinjaman dan
memperbolehkan praktik perniagaan (jual beli), bukan berarti
semua praktik perniagaan diperbolehkan. Dengan alasan,
bahwa Islam tidak hanya ingin menghilangkan unsur
21 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Diterjemahkan oleh Salim Bahreisy, Al-Lu’Lu’ Wal
Marjan, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1996), hlm. 573., Hadis no. 1584
22 Ismail, Perbankan..., hlm. 14-15
Page 57
32
ketidakadilan secara intrinsik melekat dalam lembaga keuangan
ribāwi, namun juga segala bentuk ketidakjujuran ataupun
ketidakadilan yang melekat pada transaksi bisnis. Nilai tambah
yang diterima oleh salah satu pihak dalam perniagaan tanpa
adanya nilai pembenar, dinamakan dengan ribā al-faḍl.23
Pelarangan ribā al-faḍl dimaksudkan untuk memastikan
prinsip keadilan, menghilangkan segala bentuk eksploitasi yang
timbul melalui pertukaran yang tidak fair, dan menutup segala
kemungkinan munculnya ribā. Berdasarkan atas konsepsi
tujuan syariah, segala sesuatu yang berpotensi untuk
menimbulkan keharaman, maka sesuatu itu haram adanya.
Manusia mempunyai kecenderungan untuk dieksploitasi dan
ditipu melalui berbagai macam cara, untuk itulah Rasulullah
SAW telah memberikan peringatan bahwasanya kaum
muslimin bisa terjerumus dalam jurang ribā melalui tujuh
puluh (banyak) cara.24
Rasulullah SAW telah mengindikasikan bahwa ribā al-faḍl
bisa terjadi setidaknya melalui empat cara. Pertama, ribā al-
faḍl muncul karena adanya eksploitasi dalam perniagaan,
dimana perniagaan itu sendiri sebenarnya diperbolehkan.
Beliau juga menyamakan ribā dengan praktik penipuan yang
dilakukan terhadap orang yang memasuki pasar tanpa memiliki
23 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar..., hlm. 198
24 Ibid..., hlm. 199
Page 58
33
informasi yang utuh tentang kondisi atau proses untuk
menaikkan harga dengan menciptakan permintaan palsu (false
demand) atas bantuan agen atau pihak ketiga (an-najsy).
Analoginya, pihak tertentu mungkin akan mendapatkan nilai
tambah (extra money) melalui eksploitasi ataupun penipuan,
dan nilai tambah ini merupakan ribā al-faḍl.25
Kedua, ribā al-faḍl muncul karena menerima reward
(imbalan dalam nominal tertentu) atas rekomendasi yang kita
berikan kepada orang yang kita sukai. Hal ini memberikan
implikasi, bahwa kegiatan sosial yang dimaksudkan untuk
mendapatkan uang sebagai imbalan pun dilarang dalam Islam.
Alasannya adalah bahwa uang yang kita berikan kepada
seseorang atas rekomendasi yang ia berikan, mungkin dapat
mendatangkan manfaat baginya, namun disisi lain, hal ini dapat
menghalangi kesempatan orang yang seharusnya lebih berhak
(dengan memberikan uang kepada yang tidak berhak, maka
akan mencabut hak orang lain yang lebih berhak atas uang
tersebut).26
Ketiga, ribā al-faḍl timbul dari transaksi barter, karena
adanya kesulitan untuk mengukur nilai dari barang yang
dipertukarkan (counter-values) secara tepat. Rasulullah SAW
tidak menganjurkan pertukaran (barter) dalam kegiatan
25 Ibid..., hlm. 200
26 Ibid.
Page 59
34
ekonomi, dan mempersyaratkan bahwa komoditas yang
dipertukarkan secara barter, harus dijual terlebih dahulu secara
tunai, baru kemudian dipergunakan untuk membeli komoditas
yang dibutuhkan.27
Penyebab terakhir terjadinya ribā al-faḍl adalah yang
paling mendapatkan perhatian dari para ulama fiqh. Jika
komoditas sejenis dipertukarkan satu sama lainnya, maka
keduanya harus memiliki persamaan kualitas dan kuantitas, dan
dilakukan secara tunai. Jika komoditas yang berbeda, baik
dalam ukuran maupun kuantitasnya, maka hal itu boleh saja
dilakukan, asalkan secara tunai.28
Larangan ribā al-faḍl memberikan makna untuk
meninggalkan praktik penipuan, ketidakjelasan, ataupun
spekulasi. Selain itu, juga mensyaratkan adanya kejelasan
dalam harga dan kualitas barang yang akan diperjualbelikan,
baik bagi penjual maupun pembeli. Dengan demikian, segala
unsur penipuan baik dalam hal harga atau kualitas, dalam
ukuran ataupun kuantitas barang, serta segala bentuk transaksi
bisnis yang dapat memicu eksploitasi baik bagi penjual maupun
pembeli, secara efektif harus dihilangkan.29
27 Ibid..., hlm. 201
28 Ibid.
29 Ibid..., hlm. 202
Page 60
35
Jenis ribā menurut Ibnu Qayyim ada dua, yaitu:
a. Ribā jelas, yang diharamkan karena keadaannya sendiri yaitu
ribā nasī’ah (riba yang terjadi) karena adanya penundaan
pembayaran utang. Ribā nasī’ah ini diperbolehkan dalam
keadaan darurat (terpaksa).
b. Ribā yang samar, yang disamarkan karena sebab lain, yaitu
ribā faḍl. Riba yang terjadi karena adanya tambahan pada jual
beli benda yang sejenis. Ribā faḍl ini diharamkan karena
mencegah timbulnya ribā nasī’ah,jadi bersifat preventif.30
Muhammad Rasyid Ridha membagi dua macam yang diharamkan
dalam agama yaitu:
a. Diharamkan karena zatnya suatu itu oleh sebab ada bahannya.
Ia tidak diharamkan hanya karena darurat contohnya ribā
nasī’ah.
b. Diharamkan karena keadaan lainnya seperti ribā faḍl yang
diharamkan supaya jangn jalan atau sebab bagi terjadinya ribā
nasī’ah. Ribā nasī’ah data dibolehkan karena darurat atau
karena ada keperluan.31
30 Fatkhul Wahab, “Riba: Transaksi Kotor Dalam Ekonomi”, Iqtishodia Jurnal Ekonomi
Syariah, vol. 2 no. 2, 2017, hlm. 30
31 Ibid.., hlm. 31
Page 61
36
Jenis ribā yang terjadi karena adanya transaksi utang piutang
dibagi menjadi dua, yaitu ribā qarḍ dan ribā jāhīliyah.
a. Ribā Qarḍ
Ribā qarḍ adalah suatu tambahan atau kelebihan yang telah
disyaratkan dalam perjanjian antara pihak pemberi pinjaman
dan meminjam. Dalam perjanjian disebutkan bahwa pihak
pemberi pinjaman meminta adanya tambahan sejumlah tertentu
kepada pihak peminjam pada saat peminjam mengembalikan
pinjamannya.32
Misalnya, Adinda meminjam uang kepada Anton sebesar
Rp 10.000.000,- dalam waktu satu tahun. Dalam perjanjian,
Adinda harus mengembalikan sebesar Rp 11.000.000,- kepada
Anton. Uang sebesar Rp 1.000.000,- yaitu selisih antara Rp
11.000.000,- dan Rp 10.000.000,- adalah ribā.33
b. Ribā Jāhīliyah
Ribā jāhīliyah merupakan ribā yang timbul karena adanya
keterlambatan pembayaran dari si peminjam sesuai dengan
waktu pengembalian yang telah diperjanjikan. Peminjam akan
membayar dengan jumlah tertentu yang jumlahnya melebihi
jumlah uang yang telah dipinjamnya apabila peminjam tidak
mampu membayar pinjamannya sesuai dengan jangka waktu
32 Ismail, Perbankan..., hlm. 12
33 Ibid.
Page 62
37
yang telah diperjanjikan. Kelebihan atas pokok pinjaman ini
ditulis dalam perjanjian, sehingga mengikat pada pihak
peminjam.34
Misalnya, Adinda meminjam uang sebesar Rp 10.000.000,-
kepada Anton dengan jangka waktu pengembalian satu bulan.
Dalam perjanjian disebutkan apabila Adinda tidak dapat
mengembalikan pinjamannya dalam satu bulan, maka setiap
bulan keterlambatan pembayarannya akan dikenakan tambahan
2% dari pokok pinjamannya. Dalam contoh ini, misal Adinda
melunasi pinjamannya pada bulan kedua, maka Adinda akan
membayar sebesar Rp 10.200.000,- (2% x Rp 10.000.000,-).
Kelebihan pembayaran dari pokok pinjaman sebesar Rp
200.000,- adalah ribā.35
4. Sebab-sebab Haramnya Ribā
Pelangan ribā dalam Islam secara tegas dinyatakan baik halnya
pengharaman khamar. Pengharaman ribā disebabkan empat faktor,
berdasarkan perspektif ekonomi, yaitu:
a. Sistem ekonomi ribāwi menimbulkan ketidakadilan. Karena
pemilik modal secara pasti akan dapat keuntungan tanpa
mempertimbangkan hasil usaha yang dijalankan oleh peminjam.
Jika peminjam dana tidak memperoleh keuntungan atau bangkrut
usahanya, dia tetap membayar kembali modal yang dipinjamnya
34 Ibid..., hlm. 13
35 Ibid.
Page 63
38
sekaligus bunganya. Dalam kondisi seperti ini, peminjam sudah
bangkrut ibarat sudah jatuh tertimpa tangga lagidan tidak jarang
penerapan bunga bukannya membantu usaha kreditur, justru
menambah persoalan baginya. Disinilah muncul ketidakadilan.36
b. Sistem ekonomi ribāwi merupakan penyebab utama berlakunya
ketidakseimbangan antara pemodal dengan peminjam. Keuntungan
besar yang diperoleh para peminjam yang biasanya terdiri dari
golpngan industri raksasa hanya diharuskan membayar pinjaman
modal ditambah dengan bunganya dalam jumlah yang relatif kecil
dibandingkan dengan keuntungan yang mereka peroleh. Sementara
bagi penabung di bank-bank umum terdiri dari rakyat golongan
menengah ke bawah tidak memperoleh keuntungan yang seimbang
dari dana yang mereka simpan di bank.
c. Sistem ekonomi ribāwi akan menghambat investasi karena
semakin tinggi tingkat bunga maka semakin kecil kecenderungan
masyarakat untuk berinvestasi disektor riil. Masyarakat lebih
cenderung untuk menyimpan uangnya di bank karena keuntungan
yang lebih besar disebabkan tingginya tingkat suku bunga.
d. Bunga dianggap sebagai tambahan biaya produksi. Biaya produksi
yang tinggi akan menyebabkan naiknya harga barang-barang
(produk). Naiknya tingkat harga, pada gilirannya akan
36 Ummi Kalsum, “Riba dan Bunga Bank Dalam Islam: Analisis Hukum dan Dampaknya
Terhadap Perekonomian Umat”, Jurnal Al-‘Adl, Vol. 7 No. 2, 2014, hlm. 70
Page 64
39
mengandung terjadinya inflasi sebagai akiobat lemahnya daya beli
masyarakat.37
5. Dampak Ribā
Dampak yang ditimbulkan dalam praktek ribā sangat besar
meskipun sepintas ribā bernuansa kemanusiaan akan tetapi sebenarnya
merupakan kedhaliman dan menyengsarakan umat manusia. Dampak
yang ditimbulkan antara lain:
a. Menyebabkan eksploitasi (pemerasan) oleh si kaya terhadap si
miskin.
b. Uang modal besar yang dikuasai oleh si kaya tidak disalurkan
ke dalam usaha-usaha produktif misalnya pertanian atau
membuka lapangan pekerjaan yang benar-benar bermanfaat
bagi masyarakat dan pemilik modal itu sendiri. Tetapi modal
besar itu justru disalurkan dalam perkrditan berbunga yang
belum produktif.
c. Bisa menyebabkan kebangkrutan usaha dan pada gilirannya
bisa mengakibatkan keretakan rumah tangga.
d. Ribā menyebabkan hilangnya rasa solidaritas antar sesama
manusia dan sifat tolong menolong diantara manusia.38
37Ibid..., hlm. 70
38 Fatkhul Wahab, “Riba..., hlm. 34
Page 65
40
Selain itu, praktik ribā juga berdampak luas seperti secara sosial
kemasyarakatan dan secara ekonomi, yaitu sebagai berikut:
a. Sosial kemasyarakatan
Ribā merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil.
Para pengambil ribā menggunakan uangnya untuk memrintah
orang lain agar berusaha dan mengembalikan, misalnya dua
puluh lima persen dari jumlah yang dipinjamnya. Persoalannya
adalah siapa yang bisa menjamin bahwa usaha yang dijalankan
oleh orang itu nantinya mendapatkan keuntungan lebih dari dua
puluh lima persen. Siapapun tahu bahwa berusaha memiliki
dua kemungkinan: berhasil dan gagal. Dengan menetapkan
ribā, orang sudah memastikan bahwa usaha yang dikelola pasti
untung.39
b. Dampak ekonomi
Di antara dampak ekonomi, ribā adalah dampak infutoir
yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut
disebabkan karena salah satu elemen dari penentuan harga
adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi
pula harga yang ditetpakan pada suatu barang. Dampak lainnya
adalah bahwa utang, dengan rendahnya tingkat penerimaan
peminjaman dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan
peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan terlebih lagi
39 Ibid..., hlm. 35
Page 66
41
bunga atas utang tersebut dibungakan. Contoh paling nyata
adalah utan negara-negara berkembang kepada neagara-negara
maju. Meskipun disebut pinjaman lunak dengan suku bunga
rendah. Pada akhrinya negara-negara pengutang akan
menghutang kembali untuk membayar bunga dan pokoknya
akibattnya terjadi utang terus-menerus. Inilah yang
menyebabkan terjadinya kemiskinan struktural di negara-
negara berkembang.40
6. Teori Hukum Riba dan Pemanfaatan Harta Ribā
Bunga merupakan tanggungan pada pinjaman uang, yang biasanya
dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan. Kemudian
apakah bunga termasuk ribā, ada dua pendapat; pertama, menurut ijma
ulama di kalangan semua mazhab fiqh bahwa bunga dengan segala
bentuknya termasuk kategori ribā; dan kedua, pendapat yang
menyatakan bahwa bunga tidak termasuk kategori ribā.41
Argumen terhadap pembenaran konsep bunga dikemas dalam
bentuk bersifat ilmiah dan argumen sebagai bantahan dan kritikan
terhadap teori-teori yang dikemukan kalangan yang membenarkan
adanya bunga, sebagai berikut:
a. Pada persoalan tingkat bunga, pada tingkat yang wajar maka bunga
dibolehkan. Namun tingkat bunga wajar sangat subjektif
tergantung pada waktu, tempat, jangka waktu, jenis usaha dan
40Ibid.
41 Ummi Kalsum, “Riba..., hlm. 71
Page 67
42
skala usaha. Aspek ini juga terdapat pada ayat pelarangan ribā
tahap ketiga yang terdapat pada Q.S. Ali Imran [3]: 130 merupakan
ayat pertama yang menyatakan secara tegas terhadap pengharaman
ribā bagi orang Islam. Larangan ini merujuk kepada apa yang
dipraktekkan oleh orang-orang Arab pada masa itu, dengan cara
menambah bayaran jika hutang tidak bisa dibayar ketika jatuh
tempo. Perkataan berlipat ganda dalam ayat ini merupakan ciri
hutang zaman jahiliah yang senantiasa bertambah sehingga
menjadi berlipat ganda. Beberapa tokoh berbeda pendapat tentang
riba yang diharamkan adalah riba yang bersifat berlipat ganda.
Pendapat ini dikemukakan oleh Abdullah Yusuf Ali dan
Muhammad Asad, yang menafsirkan ribā sebagai usury yang
berarti suku bunga yang lebih dari biasanya atau suku bunga yang
tinggi dan bukan interest (bunga yang rendah). Jika merujuk
kepada pendapat tafsiran Abdullah Yusuf Ali dan Muhammad
Asad maka bunga bank tidak termasuk riba yang diharamkan.42
Senada dengan pendapat ini dikemukakan oleh Muhammad
Abduh, Muhammad Rashid Rida, Abd al-Wahab Khallaf, Mahmud
Shaltut. Mereka berpendapat bahwa ribā yang diharamkan adalah
ribā yang berlipat ganda dan tidak termasuk ribā yang kadarnya
rendah. Mereka memahami sesuai dengan konteks ayat ribā yang
mengharamkan ribā yang berlipat ganda. Sanhuri juga
42 Ibid..., hlm. 72
Page 68
43
menganggap sebagaimana yang dikutip oleh Abdullah Saeed,
bahwa bunga yang rendah atas modal adalah halal atas dasar
kebutuhan. Ia menambahkan bahwa hukum harus menentukan
batas-batas suku bunga, metode pembayaran dan total bunga yang
harus dibayar. Namun pendapat terakhir ini mempunyai beberapa
kelemahan, karena sepanjang sejarah tingkat (kadar) suku bunga
berbeda-beda (fluktuatif) mengikuti keadaan, baik dari segi waktu
dan tempat. Oleh karena itu sukar untuk menentukan tingkat suku
bunga yang tinggi atau yang rendah berdasarkan waktu dan
tempat.43
b. Konsep marginal utility yaitu konsumsi menurun menurut waktu.
Artinya unit konsumsi di masa yang akan datang memiliki nilai
guna yang lebih kecil dibanding dengan nilai guna saat ini. Konsep
ini muncul sebagai akibat dari proses perbandingan antara nilai
guna pada masa sekarang dengan masa yang akan datang.
c. Pembenaran bunga atas dasar ḍarurah (dire necessity). Salah satu
unsur penting dalam perekonomian adalah bank, yang di dalamnya
terkandung sistem bunga. Bunga bank (interest) yang dianggap
sama dengan riba akan sulit untuk dihentikan, karena jika bank
dilarang akan menimbulkan kemacetan ekonomi. Oleh karena itu,
dapat dikatakan kondisi semacam ini adalah darurat, yaitu
43 Ibid..., hlm. 73
Page 69
44
membolehkan yang dilarang atas dasar darurat sehingga tercipta
suatu sistem yang tidak menimbulkan kemacetan ekonomi.44
Kalangan modernis seperti Fazlur Rahman, Muhammad Asad, Said
an-Najjar dan Abd al-Mun'im an-Namir lebih menekankan pada aspek
moral dalam memahami pelarangan ribā dan mengesampingkan legal
formal riba itu sendiri. Pemahaman rasional terhadap larangan ribā
terletak pada ketidakadilan sebagai alasan diharamkan ribā sesuai
dengan statemen al-Qur'an jangan mendholimi dan jangan sampai
didholimi, maka dari itu riba dibedakan dengan bunga bank.
Kelompok ini juga mendasarkan pendapatnya para ulama klasik,
seperti ar-Razi, Ibn al-Qayyim dan Ibn Taimiyah bahwa larangan ribā
berkaitan dengan aspek moral mengacu pada praktek ribā pada masa
pra-Islam. Berdasarkan Beberapa pandangan modernis tentang bunga
bank adalah dibolehkan menurut Muslim disebabkan antara lain:
a. Ada perbedaan antara pinjaman konsumtif dengan pinjaman
produktif, Jika pinjaman produktif maka dibolehkan tetapi jika
pinjaman konsumtif, maka tidak dibolehkan, sebagaimana
dikatakan Doulibi.
b. Ada perbedaan antara ribā (usury) dengan bunga (interest).
Dalam pandangan ini yang diharamkan adalah ribā, bukan
bunga bank (interest), sebagaimana pandangan Hafni Nasif dan
Abdul Aziz Jawish.
44Ibid..., hlm. 74
Page 70
45
c. Adanya inflationary economic dalam mekanisme
perekonomian, sehingga naiknya suku bunga akan mengoreksi
kerugian yang diderita kreditur yang disebabkan oleh adanya
inflasi, sebagaimana dikatakan Syauqi Dunya.45
Hukum pemanfaatan uang ribā ulama berbeda pendapat ada yang
mengharamkan dan ada yang memperbolehkan, berikut ini
penjelasannya:
a. Fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin
Harta yang dihasilkan dari ribāwi maupun bank ribāwi lalu
disalurkan untuk amalan kebaikan seperti pembangunan masjid
dan fasilitas untuk masyarakat maupun membantu kerabat
kaum muslimin yang sedang membutuhkan maka beliau
menjelaskan bahwa jika harta ribā tersebut belum diambil,
maka harta tersebut haram untuk diambil dan harta ribā harus
dibiarkan begitu saja. Siapa saja yang telah melakukan amalan
ribāwi, lalu dia tidak mengambil ribā tersebut, maka dia wajib
meninggalkan ribā tersebut kemudian bertaubat pada Allah.46
b. Fatwa Syaikh Abdullah bin Abdurahman Al-Jibrin
Harta adalah milik Allah yang dianugahkan kepada orang
yang dia kehendaki akan tetapi ia (harta tersebut) menjadi
45 Dudi Badruzman, “Riba Dalam Presfekif Keuangan Islam”, Jurnal Al Amwal, Vol. 1, No.
2, 2019, hlm. 61
46 Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 2, Jakarta : Gema Insani Press, 2010,
hlm 48
Page 71
46
haram manakala sudah dimiliki oleh seseorang, dengan begitu
ia menjadi kotor bagi orang yang mendapatkannya dengan cara
mencuri, menipu, ribā, risywah (suap), hasil dari khamr atau
semisalnya. Selain daripada itu sesungguhnya pengharaman
tersebut khusus pada tindakan melakukan hal itu, yakni (haram
terhadap) orang yang melakukan ribā, semisalnya. Maka
berdasarkan hal ini, kapan saja harta-harta tersebut
dialokasikan (disalurkan) kepada lahan-lahan alokasi yang
disyari’atkan maka ia menjadi halal dan dibolehkan. Oleh
karena itu, kaum muslimin mengambil upeti (jizyah) dari hasil
khamr dan sebaginya. Dalam hal ini, Umar bin Khathab R.a.
berkata: “Biarkan mereka menjualnya dan ambilah hasil
penjualannya sebagai jizyah dan kharaj sebab Allah telah
membolehkan mengambil harta rampasan dari orang-orang
kafir sekalipun dari hasil-hasil khamr, pajak. Berdasarkan hal
ini pula, bunga-bunga yang diambil oleh pemilik modal, tidak
halal akan dia tidak memboleh membiarkanya diambil oleh
orang-orang kafir yang memanfaatkannya untuk membangun
gereja-gereja dan memerangi kaum muslimin bahkan dia harus
mengalokasikannya untuk orang-orang miskin, masjid-masjid
dan berbagai bentuk amal yang kiranya bermanfaat bagi kaum
muslimin.47
47 Ibid.., hlm. 49
Page 72
47
B. QARḌ
1. Pengertian Qarḍ
Secara etimologi, qarḍ berarti القطع (potongan)48. Harta yang
dibayarkan kepada peminjam dinamakan qarḍ, sebab merupakan
potongan dari harta pemilik barang. Pengertian qarḍ menurut istilah,
dikemukakan oleh ulama Hanafiyah qarḍ adalah “sesuatu yang
diberikan seseorang dari harta miṡil (yang memiliki perumpamaan)
untuk memenuhi kebutuhannya,” dan juga berarti “akad tertentu
dengan membayarkan harta miṡil kepada orang lain supaya
membayar harta yang sama kepadanya”.49
Definisi al-qarḍ atau utang piutang atau pinjam meminjam yang
lebih mendekat kepada pengertian yang mudah dipahami ialah,
penyerahan harta berbentuk uang untuk dikembalikan pada waktunya
dengan nilai yang sama. Kata penyerahan harta disini mengandung arti
pelepasan pemilikan dari yang punya. Kata pelepasan pemilikan hanya
berlaku untuk sementara, dalam arti yang diserahkan itu hanyalah
manfaat.50
48 A.W Munawwir Muhammad Fairuz, Al-Munawwir Kamus Indonesia-Arab, (Surabaya:
Pustaka Progresif, 2007), hlm. 693
49 Rachmat Syafe’i, Fiqih..., hlm. 151
50 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), hlm.
222
Page 73
48
Menurut pengikut mażhab Hanafi, Ibn Abidin menyatakan bahwa
suatu pinjaman adalah apa yang dimiliki satu orang lalu diberikan
kepada yagn lain kemudian dikembalikan dalam kepunyaannya dalam
baik hati. Menurut mażhab Maliki, qarḍ adalah pembayaran dari
sesuatu yang berharga untuk pembayaran kembali tidak berbeda atau
setimpal. Menurut mażhab Hanbali, qarḍ adalah pembayaran uang ke
seseorang siapa yang akan memperoleh manfaat dengan itu dan
dikembalikan sesuai dengan padanannya. Menurut mażhab Syafi’i,
qarḍ adalah memindahkan kepemilikan sesuatu kepada seseorang,
disajikan ia perlu membayar kembali kepadanya. Menurut Bank
Indonesia, qarḍ adalah akan pinjaman dari bank kepada pihak tertentu
yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman.51
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan
bahwa qarḍ adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat
ditagih atau diminta kembali sesuai dengan jumlah uang yang
dipinjamkan setelah jangka waktu tertentu, tanpa adanya tambahan
atau imbalan yang diminta oleh pemilik harta.52
2. Dasar Hukum Qarḍ
Qarḍ dibolehkan dalam Islam yang didasarkan pada Al-Qur’an,
sunnah, dan ijma’.53
51 Masjupri, Buku Daras Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Asnalitera, 2013), hlm. 281
52 Ibid..., hlm. 281
53 Salim dan Muhaimin, Teknik Pembuatan Akta Akad Pembiayaan Syariah, (Depok: Raja
Garfindo Persada, 2018), hlm. 37
Page 74
49
a. Al-Qur’an
Al-Qu’an surat Al-Baqarah ayat 24554
ا عفهۥ لهۥ ه ق رضا حسنا ف ي ه ي قب اض من ذاالذى ي قرض الل والل رة ض عافا كثي
واليه ت رجعون ﴿البقرة: ط ﴾٥٤٢ي بص
Artinya: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah,
pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya dijalan Allah), maka
Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat
ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan
(rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.55
Al-Qur’an surat Al-Hadid ayat 1156
ا عفهۥلهۥوله ه ق رضا حسناف ي ﴾١١الحديد: ۥ اجركريم ﴿من ذاالذى ي قرض الل
Artinya:Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman
yang baik maka Allah akan melipatgandakan pinjaman itu
untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.57
Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 258
ث وت عاونوا على البر ۰۰۰ ه ان اوالت قوى و ت عاونوا على ا الل واته م والعدوان لل
﴾٥دة:ئاديدالعقاب ﴿الا
54 Ibid..., hlm. 37
55 Departemen Agama RI, Al-Qur’an..., hlm. 39
56 Salim dan Muhaimin, Teknik Pembuatan..., hlm. 37
57 Departemen Agama RI, Al-Qur’an..., hlm. 538
58 Salim dan Muhaimin, Teknik Pembuatan..., hlm. 37
Page 75
50
Artinya: ...Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.59
b. Sunnah
Hadis Munttafaqun ‘Alaihi menurut Al-Bukhari,
“Barangsiapa meminjamkan sesuatu.”60
دي نت ر.ع. قال: قدم النبي ص.م. ال ار وهم عن ابن عبا يسلفون في الث
ر ف ليسل ف في كيل معلوم ووزن السنة والسن ت ين ف قال: من أسلف في ت
: م عليه. وللبخاري ن أسلف في ايء﴾معلوم إلى أجل معلوم ﴿مت ف
Artinya: Ibnu Abbas r.a berkata, “Nabi SAW datang ke Madinah
dan penduduknya biasa meminjamkan buahnya untuk masa
setahun dan dua tahun. Lalu beliau bersabda, ‘Barangsiapa
meminjamkan buah maka hendaknya ia meminjamkannya dalam
takaran, timbangan, dan masa tertentu’”.61
Hadis riwayat Al-Bukhari62
يريد أداءها وعن أبي هري رة ر.ع. عن النبي ص.م. قال: من أخذ أموال ا لنا
ه ﴿روا البخاري﴾ ه عنه ومن أخذها أت لفه الل أدى الل
Artimya: Dari Abu Hurairah r.a bahwa Nabi SAW bersabda,
“Barangsiapa mengambil harta orang dengan maksud
59 Departemen Agama RI, Al-Qur’an..., hlm. 106
60 Salim dan Muhaimin, Teknik Pembuatan..., hlm. 37
61 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul..., hlm. 335
62 Salim dan Muhaimin, Teknik Pembuatan..., hlm. 37
Page 76
51
mengembalikannya, maka Allah akan menolongnya untuk dapat
mengembalikannya; dan barangsiapa mengambilnya dengan
maksud menghabiskannya, maka Allah akan merusaknya.”63
Hadis riwayat Bukhari dan Muslim64
ن يا ن فس الل يامة نه كربة من كرب ي وم الق ه ع من ن فس عن مسلم كربة من كرب الد
ن يا يسر الل ر في الد ن يا وا ه عليه فيومن يسر على معس رة والل الد ون ه في ع خ
يه رروا البخاري ومسلم(ال عبد ما كان العبدفي عون أخ
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a, Nabi Saw bersabda, “Barang
siapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang
Mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan dihari
kiamat. Barang siapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan
(dalam masalah hutang), maka Allah Swt memudahkan baginya
(dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Barang siapa menutupi (aib)
seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan
akhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba
tersebut menolong saudaranya. ” (HR. Bukhari dan Muslim)65
ا ءت و عن أبى رافع قال استسلف رسول الله صل الله ع ه إبل ليه وسلم بكرا ف
د ف ي الرجل بكر ف قلت لم أج يارا ربا ع الصدقة فأمرني أن أق ل خ بل إ ج يا ي ا
اء بي صلى الله عليه وسلم أعطه إيا فإن خ ف قال الن أحسن هم ق يار النا
63 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul..., hlm. 336
64 Salim dan Muhaimin, Teknik Pembuatan..., hlm. 37
65 Kitab Al-Mahzalim, no. 2310 (Riwayat Bukhari)., Kitab Al-Birr wa Al-Adab, no. 2580
(Riwayat Muslim)
Page 77
52
Artinya “Dari Abu Rafi’: Seorang lelaki memberi hutang seekor
unta kepada Nabi. Maka beberapa saat kemudian dia datang untuk
menagih kembali untanya. Nabi berkata: berikanlah kepadanya .
Para sahabat mencarikan seekor unta yang seumur yang dipinjam
Nabi, namun para sahabat tak menemukan unta seumur kecuali
unta yang lebih tua. Nabi berkata: Berikanlah unta yang lebih tua
itu. Orang itu berkata: Anda telah membayar penuh kepadaku,
mudah-mudahan anda dibayar penuh oleh Allah. Mendengar itu
Nabipun bersabda: Sesungguhnya orang yang paling baik diantara
kamu, adalah orang yang paling baik pembayarannya” (H.R Al-
Bukhari, Muslim).66
Dari Anas r.a dia berkata, Rasulullah SAW bersabda yang
artinya:67
نة مكت وبا: الصدق لة أسري بي على باب ال ة بعر أمثلها والقرض رأيت لي
ل بريل, مابال القرض أف انية عر, ف قلت: ياج ن بث ن الصدقة قال: م
ست قرض يست قرض إم إ ال يسأل وعند , وال من حاجة رروا ابن سا
ماجة(
Artinya: “Pada malam peristiwa Isra’ aku melihat Di Pintu Surga
tertulis shodaqoh (akan diganti) dengan 10 kali lipat, sedangkan
utang dengan 18 kali lipat, aku berkata: “wahai Jibril, mengapa
menghutangi lebih utama dari shodaqoh?” ia menjawab “karena
ketika meminta minta tersebut memiliki sesuatu, sementara ketika
berhutang, orang tersebut tidak berhutang kecuali karena
kebutuhan.” (HR. Ibnu Majah).68
66 Ahmad Ibnu Ali Syafi’i, Bulugul Marom, (Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2002),
hlm. 158
67 Salim dan Muhaimin, Teknik Pembuatan..., hlm. 37
68 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah Juz Tsani, (Beriut Libanon: Darul Fikr), hlm.15
Page 78
53
c. Ijma’
Secara ijma’ juga para ulama menyatakan bahwa qarḍ
diperbolehkan. Qarḍ bersifat manḍub (dianjurkan) muqriḍ (orang
yang mengurangi) dan mubah bagi muqtariḍ (orang yang
berhutang) dan kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang
tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak
ada seorangpun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan.
Oleh karena itu, pinjam meminjam sudah menjadi satu bagian dari
kehidupan di dunia ini. Islam adalah agama yang sangan
memperhatikan segenap kebutuhan umatnya. Seperti yang
dikemukakan Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Muslim
berikut:69
ن مسلم كربة من ن أبى هري رة ر.ع.قال: قال رسول الله ص.م.: من ن فس ع ع
ه عنه كربة من ن يا ن فس الل ريس كرب ي وم القي كرب الد ر ا مة ومن يسرعلى معس
ه فى عون العبد رة والل خ ن يا وا ه عليه فى الد يه الل ماكان العبد فى عون أخ
﴿اخرجه مسلم﴾
69 Salim dan Muhaimin, Teknik Pembuatan Akta Akad Pembiayaan Syariah, (Depok: Raja
Garfindo Persada, 2018), hlm. 370
Page 79
54
Artinya: Abu Hurairah berkata, “Rasulullah SAW telah bersabda,
‘Barang siapa melepaskan dari seorang muslim satu kesusahan
dari kesusahan-kesusahan dunia, niscaya Allah melepaskan dia
dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barang siapa memberi
kelonggaran kepada seorang yang kesusahan, niscaya Allah akan
memberi kelonggaran baginya di dunia dan akhirat, dan barang
siapa menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah menutupi
(aib)nya di dunia dan di akhirat. Dan Allah selamanya menolong
hamba-Nya, selama hamba-Nya mau menolong saudaranya.”70
3. Syarat dan Rukun Qarḍ
Syarat-syarat qarḍ adalah sebagai berikut:
a. Besarnya pinjaman (al-qarḍu) harus diketahui dengan takaran,
timbangan, atau jumlahnya.
b. Sifat pinjaman (al-qarḍu) dan usianya harus diketahui jika dalam
bentuk hewan.
c. Pinjaman (al-qarḍu) tidak sah dari orang yang tidak memiliki
sesuatu yang bisa dipinjam atau orang yang tidak normal akalnya.71
d. Kerelaan kedua belah pihak.
e. Barang digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat dan halal.72
f. Pinjaman itu tidak memberikan nilai manfaat (bonus atau hadiah
yang dipersyaratkan), bagi muqriḍ, karena ada larangan dalam
hadits Nabi (Sesungguhnya Nabi SAW melarang pinjaman yang
mengandung unsur manfaat, atau setiap pinjaman yang
mengandung manfaat, maka itu merupakan riba).
70 Kitab Bulugul Maram, no. 1495
71 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2012), hlm. 178
72 Ascarya, Akad...,hlm. 48
Page 80
55
g. Akad al-qarḍ tidak digabungkan dengan akad lain, seperti akad
jual beli. Terkait dengan bonus atau hadiah, mayoritas ulama
membolehkan sepanjang tidak dipersyaratkan.73
Sementara rukun qarḍ adalah sebagai berikut:
a. Pemilik barang (muqriḍ).
b. Yang mendapat barang atau pinjaman (muqtariḍ).
c. Serah terima (ijab qabul).
d. Barang yang dipinjamkan (qarḍ).74
Menurut hukum Islam kontemporer, rukun yang membentuk akad
ada empat, yaitu para pihak yang membuat akad, pernyataan kehendak
para pihak, objek akad, dan tujuan akad.75
Mażhab Hanafi berpendapat, qarḍ dibenarkan pada harta yang
memiliki kesepadanan yaitu harta yang perbedaan nilainya tidak
menyolok, seperti barang-barang yang ditakar, ditimbang, biji-bijian
yang memiliki ukuran serupa seperti kelapa, telur tidak dibolehkan
melakukan qarḍ atas harta yang tidak memiliki kesepadanan baik yang
bernilai seperti binatang, kayu dan agrarian, dan harta biji-bijian ayng
memiliki perbedaan menyolok karena tidak mungkin mengembalikan
dengan semisalnya. Mażhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali berpendapat,
diperbolehkan melakukan qarḍ atas nama semua harta yang bisa
73 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar..., hlm. 257
74 Ismail Nawawi, Fikih..., hlm. 179
75 Wangsawidjajaj Z, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: Kompas Gramedia Building,
2002), hlm. 398
Page 81
56
diperjualbelikan objek salam, baik ditakar, atau ditimbang. Seperti
emas, perak dan makanan atau dari harta yang bernilai, seperti barang-
barang dagangan, binatang dan sebagainya, seperti harta biji-bijian.76
4. Hukum (Ketetapan) Qarḍ
Hukum qarḍ dapat berbeda-beda sesuai dengan kondisi pelaku
akad terutama si peminjam (muqtariḍ).
a. Wajib, hukum wajib dalam qarḍ terjadi manakala orang yang
berhutang mempunyai kebutuhan yang mendesak,terpaksa
dalam rangka menghindari dari bahaya, sedang orang yang
dihutangi adalah orang yang kaya.
b. Makruh atau haram, hukum qarḍ makruh manakala pihak
pemberi hutang mengetahui pihak yang hutang akan
menggunkan uangnya untuk berbuat maksiat.
c. Mubah, hukum qarḍ mubah manakala orang yang berhutang
bukan karena kebutuhan yang mendesak, tetapi berhutang
untuk mengembangkan usahanya dan mencari profit yang lebih
besar.77
Menurut Imam Abu Hanifah dan Muhammad, qarḍ menjadi tetap
setelah pemegangan atau penyerahan. Dengan demikian, jika
seseorang menukarkan satu kilogram gandum misalnya, ia harus
menjaga gandum tersebut dan harus memberikan benda sejenis
(gandum) kepada muqriḍ jika meminta zatnya. Jika miqriḍ tidak
76 Masjupri, Buku..., hlm. 283
77 Ibid.., hlm. 284
Page 82
57
memintanya, muqtariḍ tetap mejaga sejenisnya, walaupun qarḍ
(barang yang ditukarkan) masih ada. Akan tetapi, manurut Abu Yusuf,
muqtariḍ tidak memiliki qarḍ selama qarḍ masih ada.78
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa ketetapan qarḍ sebagaimana
terjadi pada akad-akad lainnya, yaitu dengan adanya akad walaupun
belum ada penyerahan dan pemegangan. Muqtariḍ dibolehkan
mengembangkan barang sejenis dengan qarḍ, jika qarḍ muqriḍ
meminta zatnya, baik yang serupa maupun asli. Akan tetapi, jika qarad
telah berubah, muqtariḍ wajib memberikan benda-benda sejenis.79
Pendapat ulama Hanabilah dan Syafi’iyah senada dengan pendapat
Abu Hanifah bahwa ketetpan qarḍ dilakukan setelah penyerahan atau
pemegangan. Muqtariḍ harus menyerahkan benda sejenis jika
pertukaran terjadi pada harta miṡil sebab lebih mendekati hak muqriḍ.
Adapun pertukaran pada harta bernilai didasarkan pada gambarannya.
Ulama Hanabilah berpendapat bahwa pengembalian qarḍ pada harta
yang ditakar atau ditimbang harus dengan benda sejenisnya. Adapun
pada benda-benda lainnya, yang tidak dihitung dan ditakar, dikalangan
mereka ada dua pendapat, pertama, sebagaimana jumhur ulama, yaitu
membayar nilainya pada hari akad qarḍ. Kedua, mengembalikan benda
sejenis yang mendekati qarḍ pada sifatnya.80
78 Rachmat Syafe’i, Fiqih..., hlm. 155
79 Ibid.., hlm. 156
80 Ibid.
Page 83
58
Menurut Al-Jazairi mengemukakan beberapa hukum pinjaman (al-
qarḍu) adalah sebagai berikut:
a. Pinjaman (al-qarḍu) dimiliki dengan diterima. Jadi, jika
mustaqriḍ (debitur/peminjam) telah menerimanya, ia
memilikinya dan menjadi tanggungannya.
b. Pinjaman boleh sampai batas waktu tertentu, tapi jika tidak
sampai batas waktu tertentu, lebih baik karena itu meringankan
mustaqriḍ (peminjam).
c. Jika barang yang dipinjamkan itu tetap utuh, seperti ketika saat
dipinjamkan maka dikembalikan utuh seperti itu.
d. Jika pengembalian al-qarḍu tidak membutuhkan biaya
transportasi maka boleh dibayar ditempat manapun yang
diinginkan muqriḍ. Jika merepotkan maka muqtariḍ tidak harus
mengembalikannya ditempat lain.
e. Muqriḍ haram mengambil manfaat dari al-qarḍu dengan
penambahan jumlah pinjaman atau meminta pengembalian
pinjaman yang lebih baik, atau manfaat lain yang keluar dari
kesepakatan.81
5. Sifat, Penambahan, dan Penangguhan Pada Akad
Sifat akad qarḍ merupakan akad atau transaksi yang berkekuatan
hukum mengikat kedua belah pihak. Artinya, si pemberi hutang ketika
sudah melakukan kesepakatan dengan pihak yang hutang, maka pihak
81 Ismail Nawawi, Fikih..., hlm. 179
Page 84
59
yang memberi hutang tidak boleh serta merta atau seenaknya sendiri
menarik kembali hutang tersebut dari pihak penghutang. Sebaliknya, si
penghutang ada kewajiban untuk mengembalikan hutang tersebut
kapan saja (maksimal pada saat jatuh tempo) yang disepakati jika telah
mampu untu membayarnya.82
Sedangkan penambahan pada akad qarḍ yang disyaratkan pada
akad qarḍ adalah agar tolong menolong (tabarru’), sehingga setiap
tambahan pada akad ini adalah termasuk riba. Sebaliknya, penambahan
yang diberikan pada saat membayar hutang (tanpa adanya syarat
tambahan dari pihak yang menghutangi), maka hal seperti ini
diperbolehkan dan termasuk pembayaran yang baik.83
Menurut pendapat ulama Hanafiyah, setiap qarḍ pada benda yang
mendatangkan manfaat diharamkan jika memakai syarat. Akan tetapi,
dibolehkan jika tidak disyaratkan kemanfaatan atau tidak diketahui
adanya manfaat pada qarḍ. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa
muqriḍ tidak boleh memanfaatkan harta muqtariḍ, jika dimaksudkan
untuk membayar utang muqriḍ, bukan sebagai penghormatan. Begitu
pula dilarang memberikan hadiah kepada mudriḍ, jika dimaksudkan
untuk menyicil utang. Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah melarang qarḍ
terhadap sesuatu yang mendatangkan kemanfaaatan, seperti
memberikan qarḍ agar mendapat sesuatu yang lebih baik atau lebih
82 Masjupri, Buku..., hlm. 286
83 Rachmat Syafe’i, Fiqih..., hlm. 156
Page 85
60
banyak sebab qarḍ dimaksudkan sebagai akad kasih sayang,
kemanfaatan, atau mendekatkan hubungan kekeluargaan. Selain itu
Rasulullah SAW pun melarangnya. Namun demikian, jika tidak
disyaratkan atau tidak dimaksudkan untuk mengambil yang lebih baik,
qarḍ dibolehkan. Tidak dimakruhkan bagi muqriḍ untuk
mengambilnya, sebab Rasulullah SAW pernah memberikan anak unta
yang lebih baik kepada seorang laki-laki daripada unta yang diambil
beliau.84
Jumhur ulama melarang penangguhan pembayaran pembayaran
qarḍ sampai waktu tertentu sebab dikhawatirkan akan menjadi riba
nasī’ah. dengan demikian, berdasarkan pertimbangan bahwa qarḍ
adalah derma, muqriḍ berhak meminta penggantinya pada waktu itu.
Selain itu, qarḍ pun termasuk akad yang wajib diganti dengan harta
miṡil, sehingga wajib membayarnya pada waktu itu, seperti harta yang
rusak.85 Namun demikian, ulama Hanafiyah menetapkan keharusan
untuk menangguhkan qarḍ pada empat keadaan:
a. Wasiat, seperti mewasiatkan untuk menangguhkan sejumlah
harta dan ditangguhkan pembayarannya selama setahun, maka
ahli waris tidak boleh mengambil penggantinya dari muqtariḍ
sebelum habis waktu setahun.
84 Ibid.., hlm. 156
85 Ibid.., hlm. 153
Page 86
61
b. Diasingkan, qarḍ diasingkan kemudian pemiliknya
menangguhkannya sebab penagguhan pada waktu itu
diaruskan.
c. Berdasarkan keputusan hakim.
d. Hiwalah, yaitu pemindahan hutang.86
6. Resiko dan Berakhrinya Akad
Masalah yang sering muncul dalam akad qarḍ yaitu sebagai berikut:
a. Keterlambatan atau penangguhan membayar, pada prinsipnya
dalam segala bentuk agar kedua belah pihak harus konsisten
dengan setiap ketentuan-ketentuan yang telah disepakati. Termasuk
dalam hutang piutang pihak berhutang harus senantiasa menepati
janjianya untuk membayar hutang setelah jatuh tempo atau waktu
yang telah disepakati. Namun manakala pada waktu itu yang
disepakati pihak yang berhutang belum mampu membayar, maka
pemberi tenggang waktu dangat dianjurkan.
b. Manakala benar-benar tidak mampu untuk membayarnya maka
Islam menbganjurkan untuk membebaskan sebagian atau
keseluruhan (menshodaqohkan) sebagaimana firman Allah SWT
dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 280:87
86 Ibid.., hlm. 154
87 Daeng Naja, Akad Bank Syariah, hlm. 38
Page 87
62
رلكم إن وإن كان ذو عسرة قوا خي لون ﴿البقرة: إلى ميسرة وأن تصد تم ت ع كن
٥٢٢﴾
Artinya: Dan jika (orang-orang yang berhutang itu) dalam
kesukaran maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu
jika kamu mengetahui.88
Dalam konteks hukum Islam, akad atau perjanjian yang dibuat oleh
para pihak akan berakhir jikadipenuhi tiga hal sebagai berikut:
a. Berakhirnya masa berlakua akad
Biasanya dalam suatu akad atau perjanjian telah ditentukan
saat kapan suatu akad atau perjanjian akan berakhir sehingga
dengan lampaunya waktu maka secara otomatis perjanjian akan
berakhir, kecuali kemudian ditentukan lain oleh para pihak.
b. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad
Hal ini biasanya terjadi jika ada salah satu pihak yang
melanggar ketentuan akad atau perjanjian, atau salah satu pihak
mengetahui jika dalam perbuatan akad atau perjanjian terdapat
unsur kekhilafan atau penipuan. Kekhilafan bisa menyangkut
objek perjanjian maupun mengenai orangnya.
c. Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia
Hal ini berlaku pada perikatan untuk membuat sesuatu,
yang membutuhkan adanya kompetensi khas. Sedangkan jika
88 Departemen Agama RI, Al-Qur’an..., hlm. 47
Page 88
63
akad atau perjanjian dibuat dalam hal memberikan sesuatu,
katakanlah dalam bentuk uang atau barang maka akad atau
perjanjian tetap berlaku pada ahli warinya. Sebagai contoh,
ketika orang yang membuat akad atau perjanjian pinjam uang
kemudian meninggal dunia maka kewajiban untuk
mengembalikan utang tersebut menjadi kewajiban ahli waris.89
Berakhirnya akad qarḍ apabila terjadinya pembayaran hutang dan
pembebasan hutang.90
C. FATWA NAHḌATUL ULAMA (NU) MENGENAI PINJAM
MEMINJAM
NU mengeluarkan fatwa pada materi yang sama melalui Muktamar
NU ke-14 di Magelang 1 Juli 1939 M mengenai permasalahan praktik
peminjaman uang dari Koperasi.91 Isi utama dari keputusan fatwa ini
adalah sebagai berikut:
“Bahwa pinjam dari koperasi atau lainnya, apabila dijanjikan memberi
bunga (rente) dan janjinya itu di dalam akad atau sesudah akad tetapi
sebelum ada ketetapan pinjam, maka hukumnya haram dengan
kesepakatan (mufakat) para ulama. Karena itu termasuk pinjaman dengan
menarik keuntungan, tetapi kalau tidak dengan perjanjian bicara atau
tulisan, maka hukumnya boleh dengan tidak ada perselisihan di antara para
89 Daeng Naja, Akad..., hlm. 39
90 Salim dan Muhaimin, Teknik..., hlm. 373
91Tim Lajnah Ta’līf wa al-Nashr (LTN) PBNU, Ahkamul Fuqoha; Solusi Problematika
Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahḍatul Ulama (1926-2010),
(Surabaya: Khalista, 2011), hlm. 242
Page 89
64
ulama. Kalau dengan perjanjian dengan tulisan zonder dibaca, atau tentang
bunga itu telah menjadi kebiasaan, walaupun tidak dijanjikan, mka
hukumnya ada 2 pendapat yaitu haram, dan yang kedua boleh.”
Fatwa tersebut diperjelas dengan berlandaskan kitab-kitab dibawah
ini:92
1. I’ānah al-Thālibīn
ل ربا القرض وهو كل ق رض جر ن فعا لل ومن ربا الف ير نحو رهن لكن قرض
إذا ااترط في عقد يحرم عندنا إ
Dan di antara riba al faḍ adalah riba al qarḍ, yakni semua pinjaman
yang memberikan manfaat kepada si peminjam, kecuali seperti gadai.
Menurut kita, yang demikian itu tidak haram kecuali disyaratkan
dalam akad menghutangi.93
2. Tuhfah al-Muhtaj
ى العقد إن قت ل أن كل ارط مناف ل و إن وقع في صلب العقد أ ا ي بطل والحاص
ه لس م عليه ولو في م إن ت قد .ب عد وق بل لزومه
Dan kesimpulannya adalah, semua syarat yang menafikan
konsekuensi akad akan membatalkannya jika terjadi dalam akad atau
sesudahnya dan sebelum luzum (tetap)nya. Bukan bila mendahului
akad, walaupun di majlisnya.94
92 Al-Bakri Muhammad Shatā al-Dimyati, I’ānat al-Tālibīn Jilid III, (Beirut: Dār al-Fikr,
1418H/1997M), hlm. 64-66
93 Ibid..., hlm. 26
94 Ibn Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj bi Syarah Minhaj al- Tālibīn pada Hasyiyah al-
Syirwani, (Mesir: at-Tijariyah al-Kubra), Jilid IV, hlm. 296
Page 90
65
2. Faṭhul Mu’īn dan I’ānah al-Thālibīn
ن مقترض كرد الزائد قدر ل له م قرض ن فع يص وجاز ل جود في الرد فة وا ا أو ص
قترض لقولهبل : ارط في العقد بل يسن ذلك ل ياركم أحسنكم ق اء إن خ وأما .
د لخبر قرض ف فاس فعة كل ق رض القرض برط جر ن فع ل نه جر من ف هو ربا وم
ن يستأج ته القرض ل ن قي لكه أي مثل بأكث ر م جل القرض إن وقع ذلك ر م
كر عندنا وحرم عن اعا وإ نئذ حرام اج ي د كثير من العلآء. رق وله ارطا إذ هو ح
د( قال ع ش ومعلوم أن رط في صلب العقد. أما محل الفساد حيث وقع ال ف فاس
د في العقد فل فسا لى ذلك ولم ي قع ارطلو ت واف قا ع
Diperkenankan bagi kreditur untuk memperoleh manfaat yang
diberikan debitur seperti pengembalian pinjaman yang lebih baik
ukuran atau sifatnya, yang lebih bagus dari barang yang dipinjamkan
yang tidak disyaratkan dalam akad, bahkan yang demikian itu
disunatkan bagi debitur karena sabda Rasul Saw.: “Sebaik-baiknya
kalian adalah yang paling baik dalam
membayar hutangnya.” Sedangkan pinjaman yang disertai syarat
keuntungan bagi pihak yang meminjami, maka merupakan
akad fasid (rusak) karena hadis: “Semua utang yang menarik
keuntungan adalah riba.” Termasuk kategori ini adalah misalnya
menghutangi orang yang menyewa hartanya dengan harga lebih
karena hutang tersebut, jika persewaan itu menjadi syarat
menghutangi, karena dalam kondisi seperti tersebut penghutangan itu
haram secara ijma’. Bila tidak menjadi syarat, maka menurut kita
hukumnya makruh dan menurut ulama banyak hukumnya haram.
(Ungkapan Syaikh Zainuddin al-Malibari: “Maka merupakan
akad fasid.”) Ali Syibramallisi berkata: “Dan telah maklum, fasidnya
Page 91
66
akad tersebut bila penyaratan menyewa dengan harga lebih itu terjadi
dalam pelaksanaan akad menghutangi. Bila kedua pihak menyepakati
sewa dengan harga lebih itu dan tidak menjadi syarat dalam akad
penghutangan, maka akad hutang tidak rusak.” 95
4. Bugyah al-Mustarsyidin
رد الكتابة في سآئر خبارات رمسألة ب( مذهب الافعي أن م العقود وا
ة ارعية ناءآت ليس بح .واإل
Menurut madzhab Syafi’i, bahwa sekedar tulisan di semua transaksi,
beberapa pemberitahuan dan pengajuan bukan dalil syara’.96
5. Al-Asybah wa al-Naza’ir
طردة في زل عادت هم منزلة ال العادة ال ية هل ت ن ها لو جر ناح ن ت رط فيه صور ... وم
زل منزلة ا اق ت رض ف هل ي ن قترض برد أزيد م ان الرط ف يحرم إق راضه وجه عادة ال
ا أصحه
Adat yang berlaku di suatu daerah, apakah adat mereka diposisikan
sebagaimana syarat, dalam kaidah ini ada beberapa kasus. Di
antaranya, seandainya berlaku adat yang mengharuskan peminjam
mengembalikan barang yang lebih baik dari yang dipinjamnya. Maka
apakah adat itu diposisikan sebagaimana syarat, sehingga hukum
menghutanginya haram? Dalam kasus ini ada dua pendapat, yang
lebih sahih adalah tidak diposisikan sebagaimana syarat.97
95 Zainuddin al-Malibari dan al-Bakri Muhammad Syatha al-Dimyathi, Faṭ al-Mu’īn dan
I’ānah al-Thālibīn, (Beirut: Dar al-Fikr, 1418 H/1997 M), Jilid III, hlm. 64-66
96 Abdurrahman Ba’alawi, Bugyah al-Mustarsyidin, (Pekalongan: Syirkah Nur Asia), hlm.
186
97 Jalaluddin al-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Naza’ir, (Beirut: Dar al-Fikr), hlm. 67
Page 92
67
BAB III
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Kondisi Geografis
Desa Watugede merupakan salah satu desa bagian dari Kecamatan
Kemusu yang terletak di bagian paling selatan. Desa Watugede
berbatasan langsung dengan Desa Kedungrejo di sebelah utara, Desa
Sarimulyo di bagian Barat, Kecamatan Andhong di sebelah selatan,
serta Desa Gilirejo di sebelah timur. Luas wilayah daratan Desa
Watugede sebesar 527,96 hektare dengan 18,2 hektare merupakan
lahan desa yang tergenang Waduk Kedung Ombo.1
Wilayah Desa Watugede berada pada relief daratan yang cukup
beragam tingkat kelerengannya dari kontur berbukit hingga melandai
disekitar Waduk Kedung Ombo sekitar 0% - 45%. Jenis tanah yang
terdapat di Desa Watugede merupakan jenis tanah Asosiasi Litosol dan
Grumosol Kelabu tua serta Kompleks Regosol Kelabu dan Grumusol
Kelabu Tua yang dapat dilihat persebarannya pada peta 3.2 Peta Jenis
Tanah. Kondisi tanah Desa Watugede berada pada tingkat kerentanan
gerakan tanah rendah di bagian selatan dan kerentanan menengah di
bagian utara, yang perlu di antisipasi karena dapat menimbulkan
berbagai kerugian fisik dan ekonomi seperti rusaknya bangunan dan
1 Dokumen Masterplan Desa Watugede 2018-2019, Pemerintahan Desa Watugede
Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali, 2017, bab III, hlm. 3
Page 93
68
infrastruktur, terhambatnya kegiatan ekonomi akibat terganggunya
mobilitas transportasi, dan lain-lain. Persebarannya dapat dilihat pada
peta 3.3 Peta Kerentanan Gerakan Tanah Desa Watugede. Desa
Watugede memiliki curah hujan sangat rendah yaitu sekitar 13.6
mm/hari yang tersebar merata di wilayahnya. Persebaran curah hujan
dapat dilihat pada peta 3.4 Peta Curah Hujan Desa Watugede. Melihat
keadaan alam Desa Watugede yang sebagian besar adalah lahan
pertanian dengan jenis tanah dan faktor-faktor pembatas, maka
sebagian besar wilayah Desa Watugede merupakan daerah pertanian
lahan kering potensial.2
2. Kondisi Kependudukan
Secara administratif, Desa Watugede terdiri atas 9 Dusun, 4 Rukun
Warga (RW) dan 15 Rukun Tetangga (RT). Luas wilayah Desa
Watugede sebesar 5,27 km2 dihuni oleh 2.375 jiwa yang terdiri dari
1.164 penduduk laki-laki dan 1.228 penduduk perempuan (Kecamatan
Kemusu Dalam Angka 2016). Berdasarkan data tersebut dapat
diketahui kepadatan penduduk Desa Watugede sebesar 451 jiwa/km2.3
2 Ibid..., hlm. 3
3 Ibid..., hlm. 9
Page 94
69
Tabel 3.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Watugede tahun
2014-20164
Tahun
Jumlah Penduduk
Kepadatan Penduduk
(jiwa/km2) Laki-laki
(jiwa)
Perempuan
(jiwa)
2014 1151 1215 449
2015 1163 1212 454
2016 1164 1228 451
Sumber: BPS, Kecamatan Kemusu Dalam Angka
G
a
m
b
a
r
3
.
1
Piramida Penduduk Watugede tahun 20165
Sumber: Team Masterplan Desa Watugede 2017
4 Ibid.
5 Ibid..., hlm. 9
-12,00 -8,00 -4,00 0,00 4,00 8,00 12,00
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
>65
Piramida Penduduk Desa Watugede Tahun 2016
Laki-Laki Perempuan
Page 95
70
Penduduk di wilayah Desa Watugede didominasi oleh penduduk
Perempuan dan penduduk berusia 10 hingga 14 tahun yaitu sebanyak
556 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk usia produktif dengan rentang
usia 15 tahun hingga 55 tahun yaitu sebanyak 1.705 jiwa. Sebagian
besar masyarakat Desa Watugede mengenyam tingkat pendidikan
hingga sekolah dasar yaitu sebanyak 1.128 jiwa dan penduduk yang
berhasil meneruskan pendidikan hingga SLTP sebanyak 208 jiwa serta
SLTA sebanyak 187 jiwa. Sedangkan yang berhasil meneruskan
hingga jenjang perguruan tinggi sebanyak 12 orang.6
Mata pencaharian masyarakat Desa Watugede sebagian besar
adalah petani tanaman pangan yaitu sebanyak 1.026 jiwa dan yang
bekerja di bidang industri pengolahan sebanyak 288 jiwa, sedangkan
lainnya bekerja di bidang perkebunan (13 orang), peternakan (19
orang), perdagangan (222 orang), jasa (21 orang), serta angkutan (17
orang). Desa Watugede juga memiliki penduduk yang bekerja sebagai
nelayan tangkap dan keramba di sekitar Waduk Kedung Ombo.
Berdasarkan data kependudukan Desa Watugede, dapat
disimpulkan bahwa Desa Watugede memiliki sumber daya potensial
usia produktif yang dapat dimanfaatkan untuk mengelola sumber daya
pertanian dan perikanan, namun kualitasnya masih rendah.7
6 Ibid..., hlm. 10
7 Ibid.
Page 96
71
3. Kondisi Sosial Budaya
Desa Watugede masih menjalankan beberapa tradisi budaya
setempat seperti kegiatan bersih dusun dan nyadran. Kegiatan bersih
dusun dilakukan satu kali dalam setahun yaitu pada waktu penduduk
tani selesai melaksanakan panen padi raya secara serentak. Tradisi ini
dimaksudkan untuk mengungkapkan rasa terimakasih kepada Dewi Sri
sebagai penjaga keamanan para tani, sehingga tanaman yang ditanam
berhasil panen, selain itu juga sebagai ungkapan rasa syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen yang diberikan. Beberapa
kegiatan dalam rangka bersih desa diantaranya penyimpanan padi ke
lumbung padi, kegiatan membersihkan halaman serta lingkungan desa,
kenduri atau makan bersama, dan hiburan seperti pergelaran wayang
kulit, ketoprak, maupun uyon-uyon sebagai hiburan masyarakat agar
para penduduk gembira setelah kerja membanting tulang di sawah. Ini
juga sebagai tanda telah menikmati keberhasilan para tani dalam
menggarap sawah.8
Nyadran merupakan tradisi pembersihan makam, suatu rangkaian
budaya yang berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan
puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur. Nyadran
merupakan salah satu tradisi dalam menyambur datangnya bulan
Ramadhan, biasanya dilaksanakan pada setiap hari ke-10 bulan Rajab
atau saat datangnya bulan Sya'ban. masyarakat yang mengikuti
8 Ibid..., hlm. 10
Page 97
72
Nyadran biasnya berdoa untuk kakek-nenek, bapak-ibu, serta saudara-
saudari mereka yang telah meninggal. Seusai berdoa, masyarakat
menggelar kenduri atau makan bersama di sepanjang jalan yang telah
digelari tikar dan daun pisang. Tiap keluarga yang mengikuti kenduri
harus membawa makanan sendiri. Makanan yang dibawa harus berupa
makanan tradisional, seperti ayam ingkung, sambal goreng ati, urap
sayur dengan lauk rempah, prekedel, tempe dan tahu bacem, dan lain
sebagainya.9
Selain itu, ciri khas budaya yang masih dapat dilihat di lingkungan
Desa Watugede antara lain rumah-rumah desa yang masih
mempertahankan gaya arsitektur khas daerah jawa yang terbuat dari
kayu dengan atap berbentuk limasan dengan ragam hias atap berupa
rumah-rumahan, ayam, hingga wayang.10
4. Kondisi Ekonomi Keadaan Pendidikan dan Ekonomi
Kegiatan ekonomi utama penduduk Desa Watugede adalah
pertanian dan perikanan, yang ditunjang dengan keberadaan beberapa
industri pengolahannya. Selain itu, terdapat kegiatan ekonomi di
bidang perdagangan dan jasa, pengangkutan, serta peternakan skala
rumahan. Jika dilihat melalui penggunaan lahannya, sebagian besar
lahan desa merupakan lahan perkebunan jati (1,69 km2) yang juga
dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian oleh masyarakat. Luas sawah
yang terdiri dari sawah tadah hujan (57,68 km2), tegalan (55,91 km2),
9 Ibid..., hlm. 10
10 Ibid..., hlm. 11
Page 98
73
dan serta wilayah perairan waduk (18,2 km2) yang sebagian
dimanfaatkan untuk perikanan keramba. Hasil produksi pertanian di
Desa Watugede antara lain padi sawah dengan luas panen rata-rata
45,5 Kw/Ha, padi ladang dengan luas panen rata-rata 37 Kw/Ha,
jagung 52 Kw/Ha, ubi kayu 152 Kw/Ha, dan kedelai 12,5Kw/Ha
sedangkan tanaman buah yang dihasilkan dari Desa Watugede adalah
buah pisang yaitu sebanyak 620 kwintal. Hasil produksi pertanian
tersebut banyak dijual dalam bentuk mentah kepada tengkulak yang
datang ke desa.11
Salah satu hasil perkebunan yaitu kayu jati, dimanfaatkan oleh
sebagian warga untuk diolah menjadi barang bernilai guna seperti
mebel. Namun, kerajinan mebel hasil dari Desa Watugede hanya
dibuat ketika ada pesanan, biasanya pemesan berasal dari daerah
Jakarta. Selain itu, terdapat juga industry pembuatan batako yang
belum banyak dikembangkan oleh masyarakat setempat.12
Kegiatan ekonomi peternakan di Desa Watugede masih dilakukan
secara individu. Beberapa jenis hewan yang diternakkan yaitu sapi
potong sebanyak 604 ekor dari 318 pemilik ternak, 1.016 ekor
kambing dari 231 peternak, 305 ekor domba dari 102 pemilik ternak
serta 1.030 ekor ayam dari 278 pemilik ternak. Kebanyakan pemilik
ternak menjadikan hewan ternaknya sebagai tabungan, yang dijual
ketika dibutuhkan. Produktivitas perikanan Desa Watugede
11 Ibid..., hlm. 11
12 Ibid..., hlm. 12
Page 99
74
mengandalkan perikanan tangkap dan keramba yang berada di sekitar
Waduk Kedung Ombo. Hasil produksi perikanan tidak menentu karena
dipengaruhi oleh cuaca serta pasang surut air waduk. Belum
terdapatnya Balai Benih Ikan juga menjadi kendala pengembangan
kegiatan perikanan karena peternak kesulitan menjangkau balai benih
terdekat. Hasil perikanan tersebut dijual langsung ke tengkulak dan
sebagian dijual melalui pengolahan ikan asap. Terdapat beberapa
nelayan ikan yang menjual hasil ikannya ke rumah makan di sekitar
waduk.13
Sebagian besar hasil kegiatan ekonomi pertanian, peternakan, serta
perikanan Desa Watugede masih dijual dalam bentuk mentah. Hal
tersebut menyebabkan penghasilan yang didapat tidak terlalu tinggi.
Pengolahan hasil pertanian yang sudah ada masih terkendala
pemasaran. Selain itu, belum terdapat sarana pemasaran seperti pasar
dan tempat pelelangan ikan yang secara langsung mempertemukan
petani/nelayan dengan pembeli. Sektor pertanian di Desa Watugede
sebagai penyumbang PDRB terbesar memiliki potensi yang besar dan
layak untuk dikembangkan meliputi jenis pertanian tanaman bahan
pangan, perkebunan, peternakan, dan pengembangan perikanan
keramba.14
13 Ibid..., hlm. 13
14 Ibid..., hlm. 14
Page 100
75
B. Struktur Organisasi Desa Watugede
Struktur organsasi Desa Watugede Kecamatan Kemusu, dengan
Kepala Desa Watugede adalah Bapak Sriyanto, untuk sekretaris Desa
Watugede adalah Bapak Dwi Seotyono, sedangkan Kepala Urusan (Kaur)
terdiri dari beberapa
bagian, yaitu :
1. Bapak Kaur Umum dan Perencanaan yaitu Bapak Muh. Imam Prayitno
2. Bapak Kaur Keuangan yaitu Ibu Rina Rifani
3. Bapak Kaur Pemerintahan yaitu Ibu Sri Lestari
4. Bapak Kaur Pelayanan dan Kesra yaitu Bapak Lasmo
Selanjutnya yaitu Bapak-Bapak Kepala Dusun Watugede, yaitu Bapak
Anis Sartono yang memimpin Dusun 1 dan Bapak Tohari yang memimpin
Dusun 2.15
15 Pemerintahan Desa Watugede Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali, 2020
Page 101
76
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Desa Watugede16
C. Gambaran Pelaksanaan Praktik Pinjam Meminjam Uang Kas
Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko Desa Watugede
Kec. Kemusu Kab. Boyolali
Dusun Jengglong Soko adalah dusun yang bisa dikatakan
masyarakatnya masih minim perekonomiannya, sehingga masyarakat
dusun itu sendiri dengan sengaja mengadakan pinjaman uang kas yang
dimiliki dalam perkumpulan RT. Praktik pinjaman yang dilakukan sejak
16 Pemerintahan Desa Watugede Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali, 2020
Sekretaris Desa
Dwi Septyono
Kaur Umum dan
Perencanaan
Muh. Imam
Prayitno
Kaur Keuangan
Rina Rifani
Staff Desa
Kaur Pemerintahan
Sri Lestari
Kaur Pelayanan &
Kesra
a
Kepala Dusun I
Anis Sartono
Kepala Desa
Sriyanto
Kepala Dusun II
Tohari
Agus Jiyanto
Lasmo
Agus
Page 102
77
tahun 198717 sampai sekarang bisa dikatakan masyarakatnya sangat
antusias dalam meminjam.
Praktik pinjaman uang kas dusun Jengglong Soko RT 010 adalah
praktik yang dilakukan oleh masyarakat setempat yang membutuhkan
uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sumber dana pinjaman uang kas
berasal dari masyarakat itu sendiri yaitu dengan adanya pembayaran iuran
wajib dari setiap anggota, dan kemudian berkembang dari tahun ketahun
yang dipinjamkan kepada masyarakat. Awal mula iuran wajib diadakan
karena masyarakat perlu uang kas guna kepentingan bersama seperti untuk
kegiatan sosial hingga untuk pembangunan. Tetapi iuran wajib itu hanya
sampai sekitar tahun 1995 karena melihat perkembangan uang kas yang
cukup pesat dari hasil praktik peminjaman yang telah diberlakukan. Semua
anggota yang membayar iuran diperbolehkan meminjam uang kas,
sedangkan anggota baru supaya dapat menggunakan uang kas dan bisa
dianggap sebagai anggota dalam perkumpulan wajib membayar sebesar
Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupaih).
Setelah uang dipinjamkan kepada masyarakat selama kurang lebih
33 tahun uang tersebut berkembang menjadi kurang lebih Rp. 30.000.000
(tiga puluh juta rupiah). Uang kas dikembangkan dengan cara dipinjamkan
kepada anggota yang di dalamnya terdapat biaya tambahan. Adanya biaya
tambahan dan besarnya biaya tambahan adalah berdasarkan kesepakatan
bersama. Biaya tambahan dibayarkan setiap sebulan sekali sebesar 3% saat
17 Djasman, Anggota Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko, Wawancara
Pribadi, 14 Agustus 2020, Jam 18.30 WIB
Page 103
78
perkumpulan berlangsung. Setelah keuntungan dari biaya tambahan
tersebut masuk ke dalam kas digunakan untuk kepentingan bersama
seperti dipinjamkan lagi kepada anggota yang membutuhkan, kegiatan
sosial dan hingga pembangunan dusun. Dalam praktik pinjaman uang kas
perkumpulan warga RT 010 dusun Jengglong Soko yang menjadi bagian
komisi adalah Sugiman (ketua RT) dan Susilo (Pengelola Uang). Terdapat
kurang lebih 30 orang yang meminjam uang kas dari 50 anggota untuk
memenuhi kebutuhan. 18
1. Mekanisme Peminjaman Uang Kas Perkumpulan Warga RT 010 Dusun
Jengglobng Soko
Praktik peminjaman uang kas perkumpulan warga RT 010 dusun
Jengglong Soko merupakan praktik yang proses peminjamannya sangat
mudah. Mekanisme peminjaman dilakukan dengan cara masyarakat yang
membutuhkan harus hadir dalam acara perkumpulan rutinan, peminjaman
diajukan kepada pengelola keuangan kemudian akan dipertimbangan oleh
ketua RT. Praktik peminjaman dalam perkumpulan ini tidak dengan
jaminan, tidak adanya administrasi, tanpa adanya survei lokasi kerumah,
tidak ada jangka waktu dalam pencairan uang, dan tidak ada pula batasan
waktu dalam pengembalian. Hal ini dikarenakan dalam praktik
peminjaman disini berdasarkan akad tabarru’, yaitu tolong menolong,
sehingga hanya dengan didasari rasa saling percaya. Hanya saja praktik
peminjaman ini hanya diperuntukkan kepada anggota perkumpulan, dan
18 Susilo, pengelola uang kas perkumpulan RT 010 Dusun Jengglong Soko, Wawancara
Pribadi, 10 Agustus 2020, jam 20.00 WIB
Page 104
79
masyarakat yang sudah berkartu keluarga di dusun ini wajib menjadi
anggota perkumpulan.
Dalam perkumpulan ini orang lain atau bukan anggota yang ingin
mengajukan pinjaman perbolehkan dengan alasan darurat atau mendesak,
dan syaratnya ada anggota atau masyarakat setempat yang turut
bertanggung jawab hingga masa pinjamannya selesai, dalam kata lain
termasuk kerabat atau sanak sodara dari salah satu anggota. Meskipun
tidak ada jaminan dalam pengajuan tetapi ada batasan waktu dalam
pengembaliannya, yaitu paling lambat satu tahun. Ketentuan berlaku sama
untuknya, yaitu adanya biaya tambahan disetiap bulannya.19
Praktik pinjaman di sini terdapat biaya tambahan yang wajib
dibayarkan setiap bulannya atau setiap pertemuan rutinan dalam
perkumpulan. Apabila tidak bisa membayar biaya tambahan pada saat
pertemuan masih diberi kelonggaran waktu selama satu bulan sampai
pertemuan berikutnya. Pada pertemuan berikutnya tidak bisa membayar
biaya tambahan maka akan dimasukkan kedalam pokok pinjaman. Biaya
tambahannya sebesar 3% dari pokok pinjaman dan apabila tidak dibayar
akan bercampur ke pokok pinjaman. Misalnya, meminjam uang sebesar
1.000.000, biaya tambahan setiap bulannya sebesar 30.000, jika dapat
membayar biaya tambahan maka pokok pinjaman menjadi 1.030.000.20
19 Susilo, pengelola uang kas perkumpulan RT 010 Dusun Jengglong Soko, Wawancara
Pribadi, 10 Agustus 2020, jam 20.00 WIB
20 Ibid.
Page 105
80
2. Mekanisme Pengembalian Pinjaman Uang Kas Perkumpulan Warga RT
010 Dusun Jengglong Soko
Praktik pinjaman uang kas perkumpulan warga RT 010 dusun
Jengglong Soko memberikan kemudahan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Masyarakat yang sudah meminjam uang diperkumpulan
memiliki kewajiban untuk mengembalikan uang yang telah dipinjam.
Proses atau cara mengembalikan uang yang sudah dipinjam oleh
masyarakat dengan cara dicicil setiap bulan, setiap tengah periode ataupun
saat akhir periode (10 bulan tepatnya sebelum lebaran Idul Fitri).
Dalam pengembalian pinjaman tidak ada batasan waktu, bisa
dikembalikan bahkan bisa dicicil semampunya. Tidak ada batas miniminal
dalam cicilan, hanya saja setiap akhir periode (10 bulan) diwajibkan
membayar cicilan sebesar 50% dari pokok pinjaman.21
Tabel 3.2 Data Peminjam Uang Kas Perkumpulan RT 010 dusun
Jengglong Soko22
No. Nama Peminjam Jumlah Uang
Dipinjam
Pengembalian/10 bulan
1. Wardoyo Rp. 1.000.000 Pokok Rp. 500.000 +
tambahan Rp. 30.000 = Rp.
530.000
21 Susilo, pengelola uang kas perkumpulan RT 010 Dusun Jengglong Soko, Wawancara
Pribadi, 10 Agustus 2020, jam 20.00 WIB
22 Dokumen Pinjam Meminjam Uang Kas Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong
Soko
Page 106
81
2. Ngatmin Rp. 300.000 Pokok Rp. 150.000 +
tambahan Rp. 9.000 = Rp.
159.0000
3. Sugiman Rp. 600.000 Pokok Rp. 300.000 +
tambahan Rp. 18.000 = Rp.
318.000
4. Narti Rp. 200.000 Pokok Rp. 100.000 +
tambahan Rp. 6.000 = Rp.
106.000
5. Mulyono Rp. 1.500.000 Pokok Rp. 750.000 +
tambahan Rp. 45.000 = Rp.
795.000
6. Dasiman Rp. 3.135.000 Pokok Rp. 1.567.500 +
tambahan Rp. 93.000 = Rp.
1.660.500
7. Sisusilo Rp. 100.000 Pokok Rp. 50.000 +
tambahan Rp. 3000 = Rp.
53.000
8. Sukiman Rp. 480.000 Pokok Rp. 240.000 +
Page 107
82
tambahan Rp. 12.000 = Rp.
252.000
9. Supartono Rp. 700.000 Pokok Rp. 350.000 +
tambahan Rp. 21.000 = Rp.
371.000
10. Nardi Rp. 200.000 Pokok Rp. 100.000 +
tambahan Rp. 6.000 = Rp.
106.000
11. Wasiyem Rp. 1.300.000 Pokok Rp. 650.000 +
tambahan Rp. 39.000 = Rp.
689.000
12. Ida Royani Rp. 515.000 Pokok Rp. 257.500 +
tambahan Rp. 15.000 = Rp.
272.500
13. Tukimin Rp. 150.000 Pokok Rp. 75.000 +
tambahan Rp. 4.000 = Rp.
79.000
14. Wagiman Rp. 967.000 Pokok Rp. 483.500 +
tambahan Rp. 27.000 = Rp.
Page 108
83
510.500
15. Rozikin Rp. 1.700.000 Pokok Rp. 850.000 +
tambahan Rp. 50.000 = Rp.
900.000
16. Jasmuri Rp. 206.000 Pokok Rp. 103.000 +
tambahan Rp. 6.000 = Rp.
109.000
17. Tukino Rp. 515.000 Pokok Rp. 257.500 +
tambahan Rp. 15.000 = Rp.
272.500
18. Jumani Rp. 200.000 Pokok Rp. 100.000 +
tambahan Rp. 6.000 = Rp.
106.000
19. Sriyanto Rp. 380.000 Pokok Rp. 190.000 +
tambahan Rp. 10.000 = Rp.
200.000
20. Amin Rp. 300.000 Pokok Rp. 150.000 +
tambahan Rp. 9.000 = Rp.
159.000
Page 109
84
21. Titik Rp. 858.000 Pokok Rp. 429.000 +
tambahan Rp. 26.000 = Rp.
455.000
22. Andi Rp. 850.000 Pokok Rp. 425.000 +
tambahan Rp. 24.000 = Rp.
449.000
23. Suyamto Rp. 1.312.000 Pokok Rp. 656.000 +
tambahan Rp. 40.000 = Rp.
696.000
26. Ngadimin Rp. 350.000 Pokok Rp. 175.000 +
tambahan Rp. 10.000 = Rp.
185.000
27. Tarmo Rp. 700.000 Pokok Rp. 350.000 +
tambahan Rp. 21.000 = Rp.
371.000
28. Paryati Rp. 100.000 Pokok Rp. 50.000 +
tambahan Rp. 3000 = Rp.
53.000
29. Samijo Rp. 200.000 Pokok Rp. 100.000 +
Page 110
85
tambahan Rp. 6.000 = Rp.
106.000
30. Suroto Rp. 400.000 Pokok Rp. 200.000 +
tambahan Rp. 9.000 = Rp.
209.000
Sumber Data: Pengelola Uang Kas Perkumpulan Warga RT
Data di atas merupakan data dari peminjam uang kas perkumpulan
warga RT 010 dusun Jengglong Soko yang kebanyakan para peminjam
merupakan warga yang memiliki kebutuhan ekonomi. Wajib cicilan disini
tidak bersifat memaksa, dapat dicicil sesuai kemampuannya (kurang dari
50%), bahkan apabila sama sekali tidak bisa mencicil masih diberi
toleransi, mengingat masyarakat/anggota sebagian besar pekerjaannya
sebagai petani yang penghasilannya tidak menentu.
Apabila dapat melunasi semua pokok pinjaman nasabah akan
diberikan uang bonus. Uang bonus yang diberikan besarnya relatif sesuai
lamanya pinjaman dan besarnya pokok pinjaman. Besarnya mencapai 10%
dari pokok pinjaman terakhir, sesuai kebijakan pengelola uang kas.23
23 Susilo, pengelola uang kas perkumpulan RT 010 Dusun Jengglong Soko, Wawancara
Pribadi, 10 Agustus 2020, jam 20.00 WIB
Page 111
86
3. Pendapat Masyarakat Terhadap Praktik Pinjaman Kas Perkumpulan
Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko
Pada bagian ini peneliti akan menuliskan hasil wawancara dengan
masyarakat yang berkaitan dengan praktik peminjaman uang kas
perkumpulan RT 010 dusun Jengglong Soko.
Menurut Bapak Sugiman (ketua RT) praktik pinjaman ini ditujukan
untuk membantu perekonomian masyarakat yang membutuhkan, guna
untuk memenuhi kebutuhan umum, dan juga untuk kegiatan sosial. Biaya
tambahan dari praktik pinjaman ini dianggap sangat efektif dalam hal
untuk meningkatkan uang kas dan juga untuk masyarakat. Mengenai
ketentuan dalam praktik peminjamannya tidak bisa memberikan peraturan
yang memaksa, karena masyarakatnya sebagian besar petani yang
pendapatannya hanya pada saat masa panen. Sebisa mungkin praktik
peminjaman ini tidak memberatkan meskipun adanya wajib tambahan.
Karena memang tujuan utaman adanya praktik peminjaman ini adalah
untuk menolong masyarakat yang membutuhkan.24
Menurut Ibu Wartini selaku peminjam uang kas, meminjam uang
kas dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.
Praktik peminjaman yang berlaku ini sangat membantu perekonomiannya,
apalagi untuk hal yang darurat. Mengenai adanya biaya tambahan tidak
merasa keberatan karena itu sudah kesepakatan bersama dan bertujuan
untuk kemaslahatan masyarakat ditambah lagi tidak adanya jaminan yang
24 Sugiman, Ketua RT 010 Dusun Jengglong Soko, Wawancara Pribadi, 14 Agustus 2020,
Jam 16.30 WIB
Page 112
87
harus diberikan kepada pemegang uang kas. Ibu Wartini menganggap
biaya tambahan 3% tidak besar dan tentu tidak memberatkan sama sekali
dibandingkan meminjam dengan bank.25
Ada juga Bapak Dasiman selaku peminjam, menurutnya uang kas
yang dipinjamkan ini yang bermanfaat sekali. Karena untuk Bapak
Dasiman sendiri sering mengalami kebutuhan yang mendesak atau yang
darurat yang menjadikan beliau harus mendapatkan dana atau uang yang
cepat dan yang tidak menyulitkan, dengan adanya praktik peminjaman ini
bapak Dasiman merasa sangat terbantu sekali. Apalagi praktik
peminjaman uang kas dalam perkumpulan ini tidak harus dengan adanya
jaminan dan juga tidak ada batas waktu untuk pengembaliannya. Bapak
Dasiman menjadi peminjam sudah puluhan tahun, hingga beliau pernah
mengalami keberatan atas besarnya biaya tambahan, karena pernah praktik
peminjaman uang kas perkumpulan warga RT 010 dusun Jengglong Soko
biaya tambahan yang dibebankan sebesar 5% dari pokok pinjaman.
Meskipun begitu beliau tetap menerima karena memahami adanya krisis
keuangan dalam perkumpulan.26
Hasil wawancara dari anggota yang bukan peminjam, yaitu Bapak
Djasman. Beliau merupakan orang pertama sebagai pengelola uang kas
perkumpulan warga RT 010 dusun Jengglong Soko dan sekarang menjadi
anggota. Sebelum adanya praktik peminjaman ini perkumpulan warga RT
25 Wartini, Anggota Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko, Wawancara
Pribadi, 14 Agustus 2020, Jam 17.00 WIB
26 Dasiman, Anggota Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko, Wawancara
Pribadi, 19 Agustus 2020, Jam 18.30 WIB
Page 113
88
010 dusun Jengglong Soko hanya untuk rutinan arisan saja, mengingat
adanya keperluan umum seperti barang gerabah untuk hajatan karena tidak
memungkinkan untuk setiap masyarakat memiliki sendiri. Awal mula kas
ada karena iuran wajib yang berupa barang hasil panen seperti padi,
jagung, atau pun kacang tanah, lalu kemudian dijual oleh pengelola
keuangan.27
Menurut beliau tujuan utama adanya praktik peminjaman ini
memang untuk membantu perekonomian masyarakat yang membutuhkan,
supaya uang kas tidak habis ditangan peminjam semua, maka diadakan
biaya tambahan tetapi yang tidak memberatkan. Mengenai tidak adanya
jaminan juga menurut beliau itu tidak perlu karena praktik peminjaman ini
bersifat tolong menolong jadi saling percaya saja, dan juga mengenai batas
akhir peminjaman tidak perlu karena sama saja nantinya akan berakhir
memberatkan.28
Pendapat anggota yang bukan peminjam lainnya yaitu Bapak
Qosim, beliau merupakan anggota baru dalam perkumpulan. Praktik
peminjaman ini menurutnya sangat baik dan menggunakan sifat
kekeluargaan, tidak menggunakan banyak persyaratan kemudian sangat
memudahkan. Meskipun adanya biaya tambahan tetapi difungsikan untuk
kepentingan umum dan kemaslahatan bersama, jadi bukan semata-mata
untuk mengembangkan uang kas saja. Mengenai adanya peminjam diluar
27 Djasman, Anggota Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko, Wawancara
Pribadi, 14 Agustus 2020, Jam 18.30 WIB
28 Ibid.
Page 114
89
anggota, menurut beliau harus ada barang jaminan dan batasan waktu
peminjaman supaya dapat dipertanggung-jawabkan juga dikhawatirkan
dengan adanya wanprestasi.29
Kemudian hasil wawancara dari pengelola uang yaitu Bapak
Susilo, beliau menjadi pemegang buku sekitar tahun 2001 hingga
sekarang. Bapak Susilo menjadi pengelola uang atas usulan dari anggota,
mengingat beliau adalah anak dari pengelola uang sebelumnya yaitu bapak
Djasman dan masyarakat mempercayai bapak Susilo sebagai pengelola
uang berikutnya. Metode pengelolaan uangnya beliau tinggal melanjutkan
sama seperti yang sebelumnya atau dari pengelola sebelumnya.30
Hasil wawancara salah satu tokoh agama di dusun Jengglong Soko
yaitu Bapak Parimin. Beliau merupakan anggota dalam perkumpulan dan
pernah menjadi pelaku peminjam. Praktik peminjaman yang berlaku disini
sesuai kesepakatan yang saling menguntungkan dan tidak saling
membebani masyarakat atau anggotanya. Menurutnya dengan adanya
biaya tambahan yang hanya sebesar 3% dari pokok pinjaman sudah
termasuk kecil dari pada bank. Pendapat beliau mengenai hukum biaya
tambahan yang berlaku dalam praktik peminjaman ini adalah sah sah saja
atau diperbolehkan karena uang itu merupakan milik anggota dan
diperuntukkan anggota maka bukan suatu hal yang dikomersilkan
(diperdagangkan/untuk keuntungan sendiri). Karena praktik peminjaman
29 Qasim, Anggota Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko, Wawancara
Pribadi, 14 Agustus 2020, Jam 19.00 WIB
30 Susilo, Pengelola Uang Kas Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko,
Wawancara Pribadi, 10 Agustus 2020, jam 20.00 WIB
Page 115
90
ini bertujuan untuk saling tolong menolong jadi tidak ada syarat yang
memberatkan, dengan tidak adanya jaminan yang bermodalkan saling
percaya dan selama ini tidak ada permasalahan yang timbul diakibatkan
praktik peminjaman ini.31
Dari beberapa pendapat para anggota peminjam, persepsi dari
praktik peminjaman seperti ini sebenarnya sah-sah saja selama tidak
menyalahi aturan dalam Islam dan tidak merugikan kedua belah pihak dan
memang sudah sesuai kesepakatan bersama kedua belah pihak. Apalagi
jika tujuannya dari praktik peminjaman ini untuk menumbuhkan
perekonomian masyarakat dan membantu masyarakat yang memang
membutuhkan sesuai dengan tujuan kemaslahatan bersama serta untuk
kesejahteraan bersama, maka praktik tersebut diperbolehkan dan bisa
diterapkan selama konsepnya tidak untuk kepentingan individu melainkan
untuk kepentingan masyarakat, dan dalam tambahannya pun tidak
memberatkan para pihak peminjam. Karena pada dasarnya perkumpulan
warga RT 010 dusun Jengglong Soko mempunyai suatu kebutuhan untuk
kemaslahatan masyarakat itu sendiri.32
Dari hasil wawancara dari beberapa anggota, mengenai jaminan
dalam pengajuan peminjaman harusnya diperlukan, demi memperkuat
kepercayaan sesama anggota karena ditakutkan ada penerima pinjaman
yang kurang bertanggungjawab, misalnya ada penerima pinjaman yang
31 Parimin, Tokoh Masyarakat Dusun Jengglong Soko, Wawancara Pribadi, 19 Agustus
2020, Jam 19.00 WIB
32 Hasil Wawancara Kepada Anggota Perkumpulan
Page 116
91
keluar sebagai anggota (keluar atau pindah tempat tinggal) tetapi belum
dapat melunasi pinjamannya. Mengingat uang yang dipinjamkan adalah
uang kas, uangnya semua anggota, tentunya akan berdampak rugi
meskipun tidak besar (banyak).
Mengenai adanya penerima pinjaman yang bukan anggota atau
diluar penduduk dusun Jengglong Soko, terdapat anggota yang tidak
menyetujuinya, kecuali diberikan syarat-syarat tertentu mengenai
pengajuannya. Bukan hanya diberikan batasan waktu dalam
pengembalian, tetapi juga adanya barang jaminan sebagai tanda
kepercayaan terutama bagi semua anggota, karena uang kas adalah milik
semua anggota.33
33 Hasil Wawancara Kepada Anggota Perkumpulan
Page 117
92
BAB IV
ANALISIS PRAKTIK PEMINJAMAN UANG KAS PERKUMPULAN
WARGA RT 010 DUSUN JENGGLONG SOKO DALAM PERSPEKTIF
QARḌ
Islam mengemukakan prinsip pedoman dan serangkaian aturan bagi semua
aspek kehidupan manusia, termasuk aspek ekonomi.1 Islam telah menetapkan
pokok pemikiran ekonomi sejak disyariatkan Islam atau sejak Rasulullah SAW
ditunjuk sebagai rasul. Rasulullah SAW mengeluarkan sejumlah kebijakan yang
menyangkut sebagai hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, seperti
hukum (fikih), politik (siyasah), perkawinan (munakahat), dan perniagaan atau
ekonomi (muamalah).2
A. Analisis Praktik Peminjaman Uang Kas Perkumpulan Warga RT 010
Dusun Jengglong Soko
Dalam Islam (fiqh muamalah) telah ditemukan suatu akad yang
berkaitan dengan pinjam-meminjam, yaitu akad qarḍ. Ulama secara umum
mendefinisikan qarḍ adalah harta yang diberikan atau dipinjamkan oleh
seorang kepada orang lain, pinjaman tersebut dimaksudkan untuk
membantu pihak peminjam dan harus dikembalikan dengan nilai utuh.3
1 Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam: teori dan praktik, (Jakarta:
Kecana Media Group, 2008), hlm. 1
2 Yuni Puspita Sari, Pandangan Fikih Muamalah Terhadap Praktek Jual Beli Dengan Alat
Tukar Koin Kereweng (Studi Kasus di Pasar Minggon Jatinan Batang), Skripsi, Fakultas Syariah,
IAIN Surakarta, 2019, hlm. 106
3 Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kotemporer, (Jakarta: Rajawali Press, 2015), hlm. 168
Page 118
93
Pinjam meminjam merupakan salah satu bentuk muamalah yang
sangat dianjurkan dalam Islam. Terutama dalam akad pinjaman sendiri
yaitu tabarru’ (akad kebaikan atau tolong menolong). Adanya praktik
peminjaman ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang membutuhkan
dana untuk kebutuhan ekonominya, maka dalam praktek ini bisa dikatakan
sebagai bentuk pinjaman untuk kemaslahatan masyarakat, yaitu selain
untuk kebutuhan umum masyarakat terpenuhi dan perekonomian
masyarakat pun dapat terbantu.4
Berdasarkan uraian diatas, praktik peminjaman uang kas perkumpulan
warga RT 010 dusun Jengglong Soko dilakukan sesuai dengan teori akad
qarḍ. Muqriḍ memberikan pinjaman kepada muqtariḍ untuk saling
membantu memenuhi kebutuhan hidup. Dalam proses pengembaliannya
berbeda, dalam pengembalian peminjam terdapat biaya tamban yang
dianggap sebagai pemasukan uang kas. Dalam akad qarḍ untuk
menjadikan akad ini menjadi sah atau tidak yaitu apabila memenuhi rukun
dan syarat, yang merupakan rukunnya yaitu:
1. Orang yang melakukan transaksi peminjaman uang
Para pihak yang melakukan transaksi peminjaman uang kas
perkumpulan warga RT terdiri dari dua pihak, yaitu pihak pemberi
pinjaman adalah orang yang memberikan uang untuk dipinjamkan,
yaitu pihak pengelola uang kas dalam perkumpulan warga RT 010
dusun Jengglong Soko, dan penerima pinjaman yaitu masyarakat yang
4 Hasil Wawancara Kepada Anggota Perkumpulan
Page 119
94
meminjam uang kas perkumpulan warga RT 010 dusun Jengglong
Soko.5
Pada dasarnya qarḍ itu sah dilakukan apabila pihak pemberi
pinjaman adalah ahli tabarru’ yaitu orang yang secara hukum
mempunyai hak untuk berderma, yaitu orang tersebut merdeka, baligh,
berakal sehat dan mumayiz.6 Dalam praktik peminjaman uang kas
perkumpulan warga RT ini yang menjadi pihak bertransaksi ialah
mereka yang telah baligh dan berakal seperti:
a. Pihak pemberi pinjaman dalam praktik peminjaman uang kas
perkumpulan warga RT 010 dusun Jengglong Soko disini adalah
Bapak Mulyono, beliau adalah pihak pengelola uang kas yang
berusia 49 tahun bekerja sebagai buruh tani. Beliau mengelola
uang kas selama 19 tahun.
b. Pihak penerima pinjaman dalam praktik peminjaman uang kas
perkumpulan warga RT 010 dusun Jengglong Soko disini salah
satunya yaitu ibu Wartini yang berusia 44 tahun, beliau meminjam
uang karena untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Selain itu
juga bapak Dasiman sebagai penerima pinjaman yang berusia 55
tahun dengan alasan yang sama dengan ibu Wartini. Pihak
penerima pinjaman dalam praktik peminjaman disini adalah
5 Hasil Wawancara Kepada Anggota Perkumpulan
6 Masjupri, Hukum Perikatan Islam di Indonesia Teori dan Praktek pada LKS, (Sleman:
Asnalitera, 2013), hlm. 175
Page 120
95
masyarakat dusun Jengglong Soko yang berkenan dan dibebaskan
meminjam uang diperkumpulan.7
Berdasarkan data di atas dapat dikatakan bahwa pihak yang
melakukan transaksi pinjaman uang kas perkumpulan warga RT
010 dusun Jengglong Soko telah memenuhi syarat dan ketentuan
untuk melakukan pinjaman, hal ini berdasarkan dengan teori akad
qard.
2. Objek yang dijadikan transaksi
Dalam praktik pinjaman uang kas perkumpulan warga RT 010
dusun Jengglong Soko yang menjadi objek transaksi adalah uang.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa ada beberapa syarat yang harus
diperhatikan mengenai harta yang dihutangkan, yaitu pertama harta
yang ada padanya dipasaran yang tidak terdapat perbedaan yang
mengakibatkan perbedaan nilai, seperti uang barang yang bisa ditukar,
ditimbang dan, dihitung.8
Objek dalam praktik pinjaman uang kas desa adalah uang yang
memiliki nilai tukar sehingga bisa disebut objek yang ada padanya,
karena uang tersebut bisa dihitung jumlahnya. Kedua harta yang
diutangkan berupa benda. Uang merupakan benda yang dapat
ditukarkan sehingga boleh untuk dipinjamkan. Ketiga harta yang
diutangkan diketahui kadarnya dan sifatnya. Dalam praktiknya uang
memang sudah diketahui kadarnya yaitu dilihat dari jumlah
7 Hasil Wawancara Kepada Anggota Perkumpulan
8 Ibid...., hlm. 174
Page 121
96
nominalnya dan sifatnya itu benda mati yang bisa dihitung nilainya,
sehingga sah untuk dijadikan objek pinjaman.
Mażhab Hanafi berpendapat bahwa, qarḍ dibenarkan pada harta
yang memiliki kesepadanan, yaitu harta yang perbedaan nilainya tidak
menyolok, seperti barang-barang yang ditakar, ditimbang, biji-bijian
yang memiliki ukuran sama seperti telur. Mażhab Maliki, Syafi’i, dan
Hanbali berpendapat bahwa diperbolehkan melakukan qarḍ atas semua
harta yang bisa diperjualbelikan objek salam, baik ditakar, atau
ditimbang atau dari harta yang bernilai.9
Dari beberapa analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa barang
yang dijadikan objek praktik peminjaman uang kas perkumpulan
warga RT ini sudah memenuhi syarat untuk melakukan transaksi qarḍ
sebagaimana terdapat dalam kaidah Islam. Dalam objek yang dijadikan
transaksi pinjaman uang telah memenuhi syarat diantaranya ada
padanannya dipasaran, harta yang dipinjamkan berupa benda dan harta
yang dipinjamkan diketahui kadar dan sifatnya dan objek tersebut bisa
diserahkan saat terjadi transaksi.
3. Sigat
Sigat adalah pernyataan kehendak para pihak (peminjam dan
pemberi pinjaman) dalam tercapainya kata sepakat dalam suatu
perjanjian. Dalam transaksi praktik peminjaman uang kas perkumpulan
9 Masjupri, Buku Daras Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Asnalitera, 2013). Hlm. 284
Page 122
97
warga RT 010 dusun Jengglong Soko ini pengucapan ijab dan kabul
sudah sangat jelas melalui tulisan dan kata-kata.
Untuk dapat dikatakan sah ijab dan kabul harus memenuhi syarat
sigat sebagaimana yang terdapat dalam perjanjian atau perikatan. Para
ulama fikih mensyaratkan tiga hal dalam melakukan ijab dan kabul
agar memiliki akibat hukum, yaitu sebagai berikut:
a. Orang yang mengucapkan telah baligh dan berakal. Bahwa para
pihak yang melakukan transaksi peminjaman di perkumpulan
warga RT 010 dusun Jengglong Soko umumnya sudah baligh,
ditandai dengan mereka yang meminjam sudah memiliki KTP,
maka usianya sudah diatas 17 tahun. Dikatakan berakal karena
yang memberi pinjaman dan menerima pinjaman sudah bisa
mengetahui jimlah nominal yang mereka pinjam.
b. Adanya kesesuaian antara ijab dan kabul. Dalam praktik
peminjaman uang kas perkumpulan RT 010 dusun Jengglong Soko
ijab dan kabul sudah sesuai. Sesuai dengan lafal ijab yang
dikatakan oleh pemberi pinjaman “saya memberi pinjaman uang
sekian dengan ketentuan yang telah berlaku”, dengan lafal kabul
yang diucapkan penerima pinjaman “saya menerima uang
pinjaman dengan ketentuan yang telah berlaku.”
c. Ijab dan kabul dilakukan dalam satu majelis. Ijab dan kabul yang
dilakukan dalam praktik peminjaman uang kas perkumpulan warga
RT 010 dusun Jengglong Soko sudah sesuai dengahn ketentuan
Page 123
98
hukum Islam sudah berada didalam satu majelis yaitu ditempat
perkumpulan (rutinan perkumpulan masyarakat dusun Jengglong
Soko RT 010).
Dari bebrapa analisis di atas bahwa syarat ijab dan kabul
yang dilakukan dalam praktik pinjaman uang kas peerkumpulan
warga RT 010 dusun Jengglong Soko tersebut sudah sesuai dengan
kaidah-kaidah hukukm Islam. Dimana orang yang mengucapkan
ijab dan kabul telah baligh dan berakal, serta adanya kesesuaian
ijab dan kabul, dan adanya ijab dan kabul dalam satu majelis.
4. Tujuan Akad
Dalam praktik pinjaman uang kas perkumpulan warga RT 010
dusun Jengglong Soko yang menjadi tujuan transaksi ini adalah bagi
pemberi pinjaman bahwa praktik ini untuk membantu perekonomian
masyarakat yang membutuhkan uang dan juga untuk perkembangan
uang kas, bagi penerima pinjaman tujuannya untuk memenuhi
kekurangan perekonomiannya.10
Selain penjelasan diatas, perlu diketahui bahwa qarḍ adalah
pinjaman uang atau modal yang diberikan seseorang kepada pihak
lainnya dimana pinjaman tersebut digunakan untuk memenuhi
kebutuhannya atau untuk usaha tertentu. Pihak peminjam berkewajiban
mengembalikan pinjaman tersebut sesuai dengan jumlah yang
10 Hasil Wawancara Kepada Anggota Perkumpulan
Page 124
99
dipinjamnya tanpa tergantung pada untung ruginya usaha yang
dijalankanya.11
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, berikut beberapa ketentuan
hukum akad qarḍ sebagai berikut:
1. Tidak boleh ada tambahan
Menurut pendapat ulama Hanafiyah, setiap qarḍ pada benda yang
mendatangkan manfaat diharamkan jika memakai syarat. Akan tetapi,
dibolehkan jika tidak disyaratkan kemanfaatan atau tidak diketahui
adanya manfaat pada qarḍ. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa
muqriḍ tidak boleh memanfaatkan harta muqtariḍ, jika dimaksudkan
untuk membayar utang muqriḍ, bukan sebagai penghormatan. Begitu
pula dilarang memberikan hadiah kepada mudriḍ, jika dimaksudkan
untuk menyicil utang. Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah melarang qarḍ
terhadap sesuatu yang mendatangkan kemanfaaatan, seperti
memberikan qarḍ agar mendapat sesuatu yang lebih baik atau lebih
banyak sebab qarḍ dimaksudkan sebagai akad kasih sayang,
kemanfaatan, atau mendekatkan hubungan kekeluargaan.12
Dalam praktik peminjaman uang kas perkumpulan warga RT 010
dusun Jengglong Soko ini setiap bulannya wajib membayar biaya
tambahan. Apabila tidak dapat memberi tambahan yang bersifat wajib
tersebut, maka akan ditambahkan ke pinjaman pokok. Hal itu
11 Imam Mustofa, Fiqih..., hlm. 168
12 Rachmat Syafe’i, Fiqih..., hlm. 156
Page 125
100
menyebabkan secara otomatis pokok pinjaman akan bertambah dan
akan terus bertambah selama tidak dapat membayar biaya
tambahannya itu.13 Tetapi, berdasarkan Fatwa NU dalam Ahkamul
Fuqaha no.249 Keputusan Muktamar Nahḍatul Ulama Ke-14 Di
Magelang Pada Tanggal 14 Jumadil Ulaa 1358 H. / 1 Juli 1939 M yang
berisi: “Bahwa pinjam dari koperasi atau lainnya, apabila dijanjikan
memberi bunga dan janjinya itu dalam akad atau sesudah akad tetapi
sebelum ada ketetapan pinjam, maka hukumnya haram dengan
kesepakatan (mufakat) para ulama; karena itu termasuk pinjaman
dengan menarik keuntungan, tetapi kalau tidak dengan perjanjian
bicara atau tulisan, maka hukumnya boleh dengan tidak selisih antara
para ulama, kalau dengan perjanjian dengan tulisan dibaca, atau
tentang bunga itu telah menjadi kebiasaan, walaupun tidak dijanjikan,
maka hukumnya ada dua pendapat yaitu haram, yang kedua boleh.”
Dengan keterangan dalam Kitab Faṭ al-Mu’īn dan I’ānah al-Thālibīn
Jilid III oleh Zainuddin al-Malibari dan al-Bakri Muhammad Syatha
al-Dimyathi “Diperkenankan bagi kreditur untuk memperoleh manfaat
yang diberikan debitur seperti pengembalian pinjaman yang lebih baik
ukuran atau sifatnya, yang lebih bagus dari barang yang dipinjamkan
yang tidak disyaratkan dalam akad, bahkan yang demikian itu
disunatkan bagi debitur karena sabda Rasul Saw.: “Sebaik-baiknya
kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutangnya.”
13 Susilo, pengelola uang kas perkumpulan RT 010 Dusun Jengglong Soko, Wawancara
Pribadi, 10 Agustus 2020, jam 20.00 WIB
Page 126
101
Sedangkan pinjaman yang disertai syarat keuntungan bagi pihak yang
meminjami, maka merupakan akad fasid (rusak) karena hadis: “Semua
utang yang menarik keuntungan adalah ribā.” Termasuk kategori ini
adalah misalnya menghutangi orang yang menyewa hartanya dengan
harga lebih karena hutang tersebut, jika persewaan itu menjadi syarat
menghutangi, karena dalam kondisi seperti tersebut penghutangan itu
haram secara ijma’. Bila tidak menjadi syarat, maka menurut kita
hukumnya makruh dan menurut ulama banyak hukumnya haram.
(Ungkapan Syaikh Zainuddin al-Malibari: “Maka merupakan akad
fasid.”) Ali Syibramallisi berkata: “Dan telah maklum, fasidnya akad
tersebut bila penyaratan menyewa dengan harga lebih itu terjadi dalam
pelaksanaan akad menghutangi. Bila kedua pihak menyepakati sewa
dengan harga lebih itu dan tidak menjadi syarat dalam akad
penghutangan, maka akad hutang tidak rusak.” 14
Dijelaskan juga dalam Kitab Al-Asybah wa al-Naza’ir oleh
Jalaluddin al-Suyuthi “Adat yang berlaku di suatu daerah, apakah adat
mereka diposisikan sebagaimana syarat, dalam kaidah ini ada beberapa
kasus. Di antaranya, seandainya berlaku adat yang mengharuskan
peminjam mengembalikan barang yang lebih baik dari yang
dipinjamnya. Maka apakah adat itu diposisikan sebagaimana syarat,
sehingga hukum menghutanginya haram? Dalam kasus ini ada dua
14 Tim Lajnah Ta’līf wa al-Nashr (LTN) PBNU, Ahkamul Fuqoha; Solusi Problematika
Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahḍatul Ulama (1926-2010),
(Surabaya: Khalista, 2011), hlm. 242
Page 127
102
pendapat, yang lebih sahih adalah tidak diposisikan sebagaimana
syarat.”15
Bahwa dalam praktik peminjaman uang kas perkumpulan warga
RT 010 dusun Jengglong Soko adanya tambahan uang saat selama
masa peminjaman, tetapi uang kas adalah uang anggota dan
diperuntukkan anggota, adanya biaya tambahan berasal dari
kesepakatan semua anggota itu sendiri. Sehingga biaya tambahan
dalam pinjam meminjam atau utang piutang yang berlaku di sini
merupakan diperbolehkan.
2. Tidak boleh ada denda keterlambatan pelunasan dan jaminan
Atas keterlambatan yang disebabkan ketidakmampuan peminjam,
ada dua sikap yang harus diputuskan oleh pihak pemberi pinjaman,
yaitu memperpanjang jangka waktu pengembalian, dan menghapuskan
sebagian atau seluruh kewajibannya. Keputusan pemberian sanksi
keterlambatan pelunasan hanya diberlakukan terhadap nasabah mampu
dan sengaja bersikap tidak amanah. Sanksi tersebut biasa berupa
penjualan barang jaminan dan bisa juga berupa denda.16
Menurut prinsip syariah tidak dilarang bagi pemberi pinjaman
untuk meminta jaminan dari penerima pinjaman, yaitu jaminan atas
pengembalian atau pelunasan pinjaman. sesuai syariah jaminan
15Tim Lajnah Ta’līf wa al-Nashr (LTN) PBNU, Ahkamul Fuqoha; Solusi
Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahḍatul
Ulama (1926-2010), (Surabaya: Khalista, 2011), hlm. 242 16 Sutan Remy Sjaheini, Perbankan Syariah: Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya,
(Jakarta: Kencana, Ed. Pertama, 2014), hlm. 374
Page 128
103
tersebut dapat berupa barang (agunan) marhun, baik milik penerima
pinjaman atau pihak ketiga. Dapat pula jaminan tersebut merupakan
penjaminan/penanggungan yang diberikan oleh penjamin/penanggung
baik penjamin orang perseoranganatau individu.17
Bahwa dalam praktik peminjaman uang kas perkumpulan warga
RT 010 dusun Jengglong Soko tidak adanya batasan waktu dalam
peminjaman dan dan tidak adanya jaminan dalam pengajuan pinjaman,
karena uang kas dalam perkumpulan adalah uang anggota dan untuk
anggota maka tidak ada ketentuan yang memberatkan didalamnya.18
Akad qarḍ memiliki beberapa hukum yaitu wajib, hukum wajib
dalam qarḍ terjadi manakala orang yang berhutang mempunyai
kebutuhan mendesak, terpaksa dalam rangka menghindaridari bahaya,
sedang orang yang dihutangi adalah orang kaya raya. Kedua,
makruh/haram, hukum makruh terjadi pada qarḍ manakala jika pihak
pemberi hutang mengetahui pihak yang hutang akan menggunakan
uangnya untuk berbuat maksiat. Dan ketiga, mubah, hukum qarḍ
mubah manakala orang yang berhutang bukan karena kebutuhan yang
mendesak, tetapi berhutang untuk mengembangkan usahanya dan
mencari profit yang lebih besar.19
17 Rizki Fajar Evananda, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Akad Qard Wal
Ijarah Pada Produk Dana Talangan Umrah Di KSPPS Arthamadina Banhyuputih Batang, Skripsi,
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo, Semarang, 2018, hlm. 26
18 Hasil Wawancara Kepada Anggota Perkumpulan
19 Masjupri, Hukum...., hlm. 175
Page 129
104
Dalam praktik pinjaman uang kas perkumpulan warga RT 010
dusun Jengglong Soko hukum akad qarḍ wajib itu ketika seseorang
meminjam dalam keadaan mendesak atau membutuhkan yang
dipinjamkan oleh orang yang lebih kaya. Dalam praktiknya hukumnya
adalah wajib ketika masyarakat atau anggota perkumpulan yang
membutuhkan uang untuk kebutuhan mendesak.
Praktik peminjaman uang kas di sini memanglah sangat
dipermudah tanpa adanya banyak persyaratan seperti tidak adanya jaminan
dan tidak ada batasan waktu dalam pengembalian pinjaman, bahkan cara
dan waktu pengembaliannya dibebaskan. Dalam pengajuan
peminjamannya pun hanya dengan muqtariḍ (penerima pinjaman)
menemui muqriḍ (pemberi pinjaman) tanpa membawa persyaratan
kemudian meminta pinjaman dengan alasan tertentu, kemudian dengan
pertimbangan muqriḍ (pemberi pinjaman) langsung diberikannya
pinjaman yang dibutuhkan. Setelah perkumpulan yang akan datang muqriḍ
(pemberi pinjaman) selaku pengelola uang akan menyampaikan atau
mengumumkan ke anggota lain bahwa ada muqtariḍ (penerima pinjaman)
yang mengajukan pinjaman kepadanya. Tetapi pengajuan pinjaman
dianjurkan disaat perkumpulan warga RT 010 dusun Jengglong Soko
berlangsung, sehingga dapat dipersaksikan oleh semua anggota, diluar
waktu perkumpulan diperbolehkan hanya dalam keadaan mendesak saja.
Hal ini demi keterbukaan pengelolaan kas dan untuk menjaga kepercayaan
antar anggota mengingat tidak ada barang yang dijaminkan.
Page 130
105
Pelunasan pinjaman tidak ada batasan waktu dan tidak ada cara
pengembalian secara pasti. Dapat dengan cara dicicil, dibebaskan sesuai
kemampuan muqtariḍ (penerima pinjaman). Adanya uang kas dalam
perkumpulan dianggap sangat membantu perekonomian mereka, karena
banyak dari mereka yang menganggap uang kas tersebut dari masyarakat
dan untuk masyarakat. Maka dari itu pinjaman tersebut sudah di anggap
biasa walaupun terdapat tambahan dalam pengembaliannya. Selain itu,
dalam pinjam meminjam uang kas tersebut tidak diperlukan jaminan dan
syarat yang memberatkan peminjam, dan hal ini menjadikan kemudahan
bagi para peminjam. Dalam praktik pinjaman ini juga tidak mengganggu
atau meresahkan masyarakat bahkan dengan adanya praktek ini sangat
membantu perekonomian warga.
Dari analisis diatas menurut penulis praktik peminjaman tersebut
tidak mengandung unsur ribā. Meskipun terdapat biaya tambahan di setiap
bulannya dan apabila tidak membayar akan bercampur atau dimasukkan
ke dalam pokok pinjaman, hal itu adalah hasil dari kesepakatan semua
anggota, dan tidak ada pihak yang merasa terberatkan atau terdholimi.
Dapat dilihat juga uang kas merupakan uang yang dihasilkan dari anggota
dan yang boleh meminjam hanya anggota itu sendiri sehingga semua
anggota memiliki hak atas uang kas tersebut, pemanfaatannya juga
diperuntukkan tidak lain kepada semua anggota perkumpulan. Maka,
praktik peminjamannya tidak mengandung unsur keharaman.
Page 131
106
B. Analisis Pemanfaatan Biaya Tambahan Dalam Praktik Peminjaman Uang
Kas Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko Ditinjau Dari
Hukum Islam
Al-qarḍ atau utang piutang atau pinjam meminjam yang lebih mendekat
kepada pengertian yang mudah dipahami ialah, penyerahan harta berbentuk
uang untuk dikembalikan pada waktunya dengan nilai yang sama. Kata
penyerahan harta disini mengandung arti pelepasan pemilikan dari yang punya.
Kata pelepasan pemilikan hanya berlaku untuk sementara, dalam arti yang
diserahkan itu hanyalah manfaat.20
Menurut pengikut mażhab Hanafi, Ibn Abidin menyatakan bahwa suatu
pinjaman adalah apa yang dimiliki satu orang lalu diberikan kepada yang lain
kemudian dikembalikan dalam kepunyaannya dalam baik hati. Menurut mazab
Maliki, qarḍ adalah pembayaran dari sesuatu yang berharga untuk pembayaran
kembali tidak berbeda atau setimpal. Menurut mażhab Hanbali, qarḍ adalah
pembayaran uang ke seseorang siapa yang akan memperoleh manfaat dengan
itu dan dikembalikan sesuai dengan padanannya. Menurut mażhab Syafi’i,
qarḍ adalah memindahkan kepemilikan sesuatu kepada seseorang, disajikan ia
perlu membayar kembali kepadanya. Menurut Bank Indonesia, qarḍ adalah
akan pinjaman dari bank kepada pihak tertentu yang wajib dikembalikan
dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman. 21
20 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), hlm.
222
21 Masjupri, Buku Daras Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Asnalitera, 2013), hlm. 281
Page 132
107
Ribā dalam Islam merupakan suatu tambahan, adapun menurut istilah ribā
berarti tambahan. Ribā sendiri merupakan suatu praktek ekonomi yang sudah
ada sejak jaman jahiliyyah dan hingga sekarang masih banyak pinjam
meminjam yang ada unsur ribā dan gharar di dalamnya. Karena dalam praktek
tersebut Rasulullah Saw sangat melarang bahkan melaknat ribā.
Selain pernyatan-pernyataan yang telah dijelaskan di atas, pendapat para
kalangan modernis seperti dikemukakan oleh Muhammad Abduh, Muhammad
Rashid Rida, Abd al-Wahab Khallaf, Mahmud Shaltut. Mereka berpendapat
bahwa ribā yang diharamkan adalah ribā yang berlipat ganda dan tidak
termasuk ribā yang kadarnya rendah. Mereka memahami sesuai dengan
konteks ayat ribā yang mengharamkan riba yang berlipat ganda. Sanhuri juga
menganggap sebagaimana yang dikutip oleh Abdullah Saeed, bahwa bunga
yang rendah atas modal adalah halal atas dasar kebutuhan. Ia menambahkan
bahwa hukum harus menentukan batas-batas suku bunga, metode pembayaran
dan total bunga yang harus dibayar.22
Mereka kalangan modernis lebih menekankan pada aspek moral dalam
memahami pelarangan ribā dan mengesampingkan legal formal ribā itu
sendiri. Pemahaman rasional terhadap larangan ribā terletak pada ketidakadilan
sebagai alasan diharamkan ribā sesuai dengan statemen al-Qur'an “Jangan
mendholimi dan jangan sampai didholimi”, maka dari itu ribā dibedakan
dengan bunga bank. Kelompok ini juga mendasarkan pendapatnya para ulama
klasik, seperti ar-razi, Ibn al-Qayyim dan Ibn Taimiyah bahwa larangan riba
22 Ummi Kalsum, “Riba dan Bunga Bank Dalam Islam: Analisis Hukum dan Dampaknya
Terhadap Perekonomian Umat”, Jurnal Al-‘Adl, Vol. 7 No. 2, 2014, hlm. 71
Page 133
108
berkaitan dengan aspek moral mengacu pada praktek riba pada masa pra-
Islam.23
Selain hal diatas, mengenai pemanfaatan barang hasil ribā terdapat dua
perbedaan pendapat yaitu pertama, fatwa yang mengharamkan pemanfaatan
barang hasil ribā adalah fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin,
harta yang dihasilkan dari ribawi maupun bank ribāwi lalu disalurkan untuk
amalan kebaikan seperti pembangunan masjid dan fasilitas untuk masyarakat
maupun membantu kerabat kaum muslimin yang sedang membutuhkan maka
beliau menjelaskan bahwa jika harta ribā tersebut belum diambil, maka harta
tersebut haram untuk diambil dan harta riba harus dibiarkan begitu saja. Siapa
saja yang telah melakukan amalan ribāwi, lalu dia tidak mengambil ribā
tersebut, maka dia wajib meninggalkan riba tersebut kemudian bertaubat pada
Allah.24
Kedua, fatwa yang memperbolehkan pemanfaatan barang hasil ribā yaitu
fatwa Syaikh Abdullah bin Abdurahman Al-Jibrin, harta adalah milik Allah
yang dianugahkan kepada orang yang dia kehendaki akan tetapi ia (harta
tersebut) menjadi haram manakala sudah dimiliki oleh seseorang, dengan
begitu ia menjadi khabits (kotor) bagi orang yang mendapatkannya dengan cara
mencuri, menipu, ribā, risywah (suap), hasil dari khamr atau semisalnya.
Selain daripada itu sesungguhnya pengharaman tersebut khusus pada tindakan
melakukan hal itu, yakni (haram terhadap) orang yang melakukan ribā
23 Dudi Badruzman, “Riba Dalam Presfekif Keuangan Islam”, Jurna Al Amwal, Vol. 1, No.
2, 2019, hlm. 61
24 Yusuf Qardhawi, “Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 2”, Jakarta : Gema Insani Press,
2010.hlm 48
Page 134
109
semisalnya. Maka berdasarkan hal ini, kapan saja harta-harta tersebut
dialokasikan (disalurkan) kepada lahan-lahan aolokasi yang disyari’atkan maka
ia menjadi halal dan dibolehkan. Oleh karena itu, kaum muslimin mengambil
upeti dari hasil khamr dan sebaginya. Dalam hal ini, Umar bin Khanththab
R.a. berkata : “ Biarkan mereka menjualnya dan ambilah hasil penjualannya
sebagai jizyah dan kharaj sebab Allah telah membolehkan mengambil harta
rampasan dari orang-orang kafir sekalipun dari hasil-hasil khamr, pajak.
Berdasarkan hal ini pula, bunga-bunga yang diambil oleh pemilik modal, tidak
halal akan dia tidak memboleh membiarkanya diambil oleh orang-orang kafir
yang memanfaatkannya untuk membangun gereja-gereja dan memerangi kaum
muslimin bahkan dia harus mengalokasikannya untuk orang-orang miskin,
masjid-masjid dan berbagai bentuk amal yang kiranya bermanfaat bagi kaum
muslimin.25
Dari pernyataan di atas, praktik peminjamannya biaya tambahan yang
dibebankan bukan merupakan ribā,, sehingga pemanfaatan uang tambahan
pengembalian pinjaman dalam perkumpulan warga RT 010 dusun Jengglong
Soko merupakan suatu hal yang diperbolehkan. Sama halnya yang
dikemukakan oleh fatwa Syaikh Abdullah bin Abdurahman Al-Jibrin, uang
tambahan tersebut bukan semata-mata untuk keuntungan pribadi atau
menguntungkan salah satu pihak saja, bukan dimanfaatkan untuk memerangi
kaum muslim, tetapi untuk kemaslahatan masyarakat, untuk kepentingan
umum dan hingga untuk kegiatan sosial.
25 Yusuf Qardhawi, “Fatwa-Fatwa..., hlm. 49
Page 135
110
Disisi lain adanya uang tambahan ini semua anggota mendapatkan
manfaat, merasa terbantu, baik untuk kepentingan bersama dan juga tidak ada
yang terdholimi. Tidak adanya rasa terdholimi dibuktikan bahwa adanya
praktik peminjaman ini anggota atau masyarakat merasa terbantu meskipun
dengan adanya biaya tambahan, menurut mereka ini suatu hal yang wajar,
karena kas adalah uangnya milik semua anggota, semua memiliki hak atas
uang kas, maka dengan adanya biaya tambahan dalam peminjaman suatu hal
yang sah saja dan pemanfaatannya diperbolehkan.
Page 136
111
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan kajian, analisis, dan pembahasan pada bab sebelumnya
atas permasalahan yang dirumuskan dan sesuai dengan tujuanpenelitian.
Dapat ditarik kesimpulan sebagai:
1. Praktik peminjaman uang kas perkumpulan warga RT 010 dusun
Jengglong Soko merupakan praktik yang proses peminjamannya
sangat mudah. Mekanisme peminjaman dilakukan dengan cara
masyarakat yang membutuhkan harus hadir dalam acara perkumpulan
rutinan, peminjaman diajukan kepada pengelola keuangan kemudian
akan dipertimbangan oleh ketua RT. Praktik peminjaman dalam
perkumpulan ini tidak dengan jaminan, tidak adanya administrasi,
tanpa adanya survei lokasi kerumah, tidak ada jangka waktu dalam
pencairan uang, dan tidak ada pula batasan waktu dalam
pengembalian. Hal ini dikarenakan dalam praktik peminjaman disini
berdasarkan akad tabarru’, yaitu tolong menolong, sehingga hanya
dengan didasari rasa saling percaya. Praktik pinjaman disini terdapat
biaya tambahan yang wajib dibayarkan setiap bulannya atau setiap
pertemuan rutinan dalam perkumpulan. Apabila tidak bisa membayar
biaya tambahan maka akan bercampur dengan pokok pinjaman.
Page 137
112
2. Praktik peminjaman tersebut tidak mengandung unsur ribā. Meskipun
terdapat biaya tambahan di setiap bulannya dan apabila tidak
membayar akan bercampur atau dimasukkan ke dalam pokok
pinjaman, hal itu adalah hasil dari kesepakatan semua anggota, dan
tidak ada pihak yang merasa terberatkan atau terdholimi. Dapat dilihat
juga uang kas merupakan uang yang dihasilkan dari anggota dan yang
boleh meminjam hanya anggota itu sendiri sehingga semua anggota
memiliki hak atas uang kas tersebut, pemanfaatannya juga
diperuntukkan tidak lain kepada semua anggota perkumpulan. Maka,
praktik peminjamannya tidak mengandung unsur keharaman.
3. Praktik peminjamannya biaya tambahan yang dibebankan bukan
merupakan ribā, sehingga pemanfaatan uang tambahan pengembalian
pinjaman dalam perkumpulan warga RT 010 dusun Jengglong Soko
merupakan suatu hal yang diperbolehkan. Sama halnya yang
dikemukakan oleh fatwa Syaikh Abdullah bin Abdurahman Al-Jibrin,
uang tambahan tersebut bukan semata-mata untuk keuntungan pribadi
atau menguntungkan salah satu pihak saja, bukan dimanfaatkan untuk
memerangi kaum muslim, tetapi untuk kemaslahatan masyarakat,
untuk kepentingan umum dan hingga untuk kegiatan sosial. Di sisi lain
adanya uang tambahan ini semua anggota mendapatkan manfaat,
merasa terbantu, baik untuk kepentingan bersama dan juga tidak ada
yang terdholimi. Tidak adanya rasa terdholimi dibuktikan bahwa
adanya praktik peminjaman ini anggota atau masyarakat merasa
Page 138
113
terbantu meskipun dengan adanya biaya tambahan, menurut mereka ini
suatu hal yang wajar, karena kas adalah uangnya milik semua anggota,
semua memiliki hak atas uang kas, maka dengan adanya biaya
tambahan dalam peminjaman suatu hal yang sah saja dan
pemanfaatannya diperbolehkan.
B. Saran
Adapun saran-saran yang dianjurkan penyusun pada permasalahan yang
disajikan dalam penyusunan skripsi ini, antara lain:
1. Bagi pemberi pinjaman harus lebih jelas dalam pembagian uang
tambahan
2. Bagi penerima pinjaman sebaiknya meminjam uang dengan
memperhatikan syariat Islam
Page 139
114
DAFTAR PUSTAKA
Adi Rianta, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, 2004.
Ajib Gusfron, Fiqh Muamalah II Kontemporer-Indonesia, Semarang: CV Karya
Wi Jaya, 2015.
Al-Asqalani Ibnu Hajar, Bulughul Maram Panduan Lengkap Masalah Fikih,
Muamalah dan Akhlak, Sukoharjo: Insan Kamil, 2018.
Al-Dimyati Al-Bakri Muhammad Shatā, I’ānat al-Tālibīn Jilid III, (Beirut: Dār
al-Fikr, 1418H/1997M.
Al-Haitami Ibn Hajar, Tuhfah al-Muhtaj bi Syarah Minhaj al- Tālibīn pada
Hasyiyah al-Syirwani, Jilid IV, Mesir: at-Tijariyah al-Kubra.
Al-Malibari Zainuddin dan al-Bakri Muhammad Syatha al-Dimyathi, Faṭ al-
Mu’īn dan I’ānah al-Thālibīn, Jilid III, Beirut: Dar al-Fikr, 1418 H/1997 M.
Al-Suyuthi Jalaluddin, Al-Asybah wa al-Naza’ir, Beirut: Dar al-Fikr.
Arikunta Suharsini, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta, 2006.
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012.
Ash Shidiqi T.M Hasbi, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
Ba’alawi Abdurrahman, Bugyah al-Mustarsyidin, Pekalongan: Syirkah Nur Asia.
Badruzman Dudi, “Riba Dalam Presfekif Keuangan Islam”, Jurna Al Amwal, Vol.
1, No. 2, 2019.
Baqi Muhammad Fuad Abdul, Diterjemahkan oleh Salim Bahreisy, Al-Lu’Lu’
Wal Marjan, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1996, Hadis no. 1584.
Chaudhry Muhammad Sharif, Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar, Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2012.
Dasiman, Anggota Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko,
Wawancara Pribadi, 19 Agustus 2020, Jam 18.30 WIB.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Kudus: Memara Kudus,
2006.
Page 140
115
Djasman, Anggota Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko,
Wawancara Pribadi, 14 Agustus 2020, Jam 18.30 WIB.
Djuwaini Dimyauddin, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015.
Dokumen Masterplan Desa Watugede 2018-2019, Pemerintahan Desa Watugede
Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali, 2017.
Fairuz A.W Munawwir Muhammad, Al-Munawwir Kamus Indonesia-Arab,
Surabaya: Pustaka Progresif, 2007.
Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.
Iqbal Zamir dan Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam: teori dan praktik,
Jakarta: Kecana Media Group, 2008.
Jamaluddin, “Konsekuensi Akad Al-‘Ariyah dalam Fiqh Muamalah Maliyah
Perspektif Ulama Madzab Al-Arba’ah”, Jurnal Qawanin, Vol. 02 No. 2,
2018.
Kitab Al-Mahzalim, no. 2310 (Riwayat Bukhari)., Kitab Al-Birr wa Al-Adab, no.
2580 (Riwayat Muslim)
Kulsum Ummi, “Riba dan Bunga Bank dalam Islam: Analisis Hukum dan
Dampaknya Terhadap Perekonomian Islam”, Jurnal Al-‘Adl, Vol. 7 No 2,
2014.
Fitriani Laila, “Pelaksanaan Pinjam Meminjam Uang Menurut Perspektif
Ekonomi Islam (Studi Kasus Pada Masyarakat Petani Pembibitan di
Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar)”, Skripsi, Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2010.
Majah Ibnu, Sunan Ibnu Majah Juz Tsani, Beriut Libanon: Darul Fikr.
Masjupri, Buku Daras Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Asnalitera, 2013.
______, Hukum Perikatan Islam di Indonesia Teori dan Praktek pada LKS,
Sleman: Asnalitera, 2013.
Meilani Cindi, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Praktek Peminjaman Uang Kas
Majlis Ta’lim Untuk Pemberdayaan Masyarakat (Studi Di Majlis Ta’lim
Masjid Al-Hilal Desa Bumirejo Kecamatan Pagelaran Kabupaten
Pringsewu)”, Skripsi, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung,
2019.
Page 141
116
Mustofa Imam, Fiqih Muamalah Kotemporer, Jakarta: Rajawali Press, 2015.
Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2016.
Nawawi Ismail, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012.
Nurdiani Nina, ”Teknik Sampling Snowball Dalam Penelitian Lapangan”, Jurnal
ComTech, Vol. 5 No. 2, 2014.
Noor Juliansyah, Metode Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.
Parimin, Tokoh Masyarakat Dusun Jengglong Soko, Wawancara Pribadi, 19
Agustus 2020, Jam 19.00 WIB
Pemerintah Desa Watugede Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali, Masterplan
Desa Watugede Tahun 2018-2029, 2017.
Prastowo Andi, Memahami Metode-Metode Penelitian, Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011.
Qardhaw Yusuf, “Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 2”, Jakarta : Gema Insani
Press, 2010.
Qasim, Anggota Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko,
Wawancara Pribadi, 14 Agustus 2020, Jam 19.00 WIB.
Evananda Rizki Fajar, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Akad Qard
Wal Ijarah Pada Produk Dana Talangan Umrah Di KSPPS Arthamadina
Banhyuputih Batang, Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo,
Semarang, 2018.
Salim dan Muhaimin, Teknik Pembuatan Akta Akad Pembiayaan Syariah, Depok:
Raja Garfindo Persada, 2018.
Sari Yuni Puspita, Pandangan Fikih Muamalah Terhadap Praktek Jual Beli
Dengan Alat Tukar Koin Kereweng (Studi Kasus di Pasar Minggon Jatinan
Batang), Skripsi, Fakultas Syariah, IAIN Surakarta, 2019.
Sarwono Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2006.
Page 142
117
Sjaheini Sutan Remy, Perbankan Syariah: Produk-produk dan Aspek-aspek
Hukumnya, Jakarta: Kencana, Ed. Pertama, 2014.
Sugiman, Ketua RT 010 Dusun Jengglong Soko, Wawancara Pribadi, 14 Agustus
2020, Jam 16.30 WIB.
Sugiyono, Metodologi Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
Kombinasi dan R&D, Bandung: Alvabeta, 2017.
Suhendi Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016.
Surakhman Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar Metode Teknik,
Bandung: Tarsito, 1994.
Susilo, Pengelola Uang Kas Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko,
Wawancara Pribadi, 10 Agustus 2020, jam 20.00 WIB.
Syafe’i Rachmat, Fiqh Muamalah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2001.
Syafi’i Ahmad Ibnu Ali, Bulugul Marom, Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah,
2002.
Syarifuddin Amir, Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana Prenada Media,
2010.
Tim Lajnah Ta’līf wa al-Nashr (LTN) PBNU, Ahkamul Fuqoha; Solusi
Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan
Konbes Nahḍatul Ulama (1926-2010), Surabaya: Khalista, 2011.
Wahab Fatkhul, “Riba: Transaksi Kotor Dalam Ekonomi”, Iqtishodia Jurnal
Ekonomi Syariah, vol. 2 no. 2, 2017.
Wangsawidjaja Z, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: Kompas Gramedia
Building, 2002.
Wartini, Anggota Perkumpulan Warga RT 010 Dusun Jengglong Soko,
Wawancara Pribadi, 14 Agustus 2020, Jam 17.00 WIB.
Wibowo Adi, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Pinjam Meminjam Uang
Di Desa Nglorog Kecamatan Sragen Kabupaten Sragen”, Skripsi,
Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013.
Wirdyaningsih Nunung, “Hukum Islam dan Pelaksanaannya Di Indonesia”,
Hukum dan Pembangunan, Nomor 4, 2001.
Page 143
118
LAMPIRAN
Lampiran 1
Pedoman Wawancara 1: Pihak Muqtarid (Penerima Pinjaman/Anggota Yang
Meminjam)
1. Apa pekerjaan saudara ?
2. Bagaimana pendapat anda tentang praktik pinjaman uang diperkumpulan
warga RT ?
3. Sudah berapa lama saudara menjadi muqtarid ?
4. Apa tujuan saudara meminjam uang diperkumpulan ?
5. Berapa biasanya saudara melakukan pinjaman kepada muqrid ?
6. Apa saja yang menjadi syarat meminjam uang diperkumpulan warga RT ?
7. Bagaimana proses dalam mendapatkan uang pinjaman diperkumpulan
warga RT?
8. Bagaimana pendapat anda mengenai adanya biaya tambahan dalam
pengembalian pinjaman ?
9. Pernahkah saudara mengalami keterlambatan dalam pelunasan hutang ?
10. Apakah keuntungan yang saudara dapatkan dari praktik pinjaman uang
diperkumpulan warga RT ?
11. Apakah praktik pinjaman uang ini sangat membantu perekonomian
saudara?
Pedoman Wawancara 2: Pihak Muqrid (Pemberi Pinjaman)
1. Apakah pekerjaan saudara ?
2. Sudah berapa lama saudara menjadi muqrid ?
3. Apa syarat-syarat untuk memperoleh pinjaman dalam perkumpulan warga
RT ?
4. Dari mana asal usul uang tersebut ?
Page 144
119
5. Bagaimana cara muqtarid mengembalikan pinjaman ?
6. Apakah ada batasan waktu dalam pengembalian uang pinjamanan
perkumpulan warga RT ?
7. Untuk apa biaya tambahan tersebut ?
8. Bagaimana cara mengatasi jika muqtarid telat dalam mengembalikan
pinjaman ?
9. Apakah keuntungan dari praktik pinjaman uang kas dalam perkumpulan
ini?
Pedoman Wawancara 3: Anggota Yang Tidak Meminjam
1. Apakah pekerjaan saudara ?
2. Bagaimana pendapat saudara tentang praktik pinjaman uang
diperkumpulan warga RT ?
3. Pernahkan saudara menjadi muqrid dalam praktik pinjaman ini ? jika
belum, adakah keinginan saudara untuk menjadi muqrid ?
4. Bagaimana pendapat saudara tentang biaya tambahan pinjaman yang
berlaku dalam perkumpulan warga RT ?
Pedoman Wawancara 4: Pimpinan Masyarakat
1. Apakah pekerjaan saudara selain menjadi pimpinan masyarakat ?
2. Bagaimana pendapat saudara tentang praktik pinjaman uang
diperkumpulan warga RT ?
3. Apakah praktik pinjaman uang ini berasal dari kebijakan saudara atau
hasil dari musyawarah masyarakat ?
4. Apakah tujuan dari adanya praktik pinjaman ini ?
5. Apa syarat-syarat untuk memperoleh pinjaman dalam perkumpulan warga
RT ?
Page 145
120
6. Bagaimana cara muqtarid mengembalikan pinjaman ?
7. Apakah ada batasan waktu dalam pengembalian uang pinjamanan
perkumpulan warga RT ?
8. Untuk apa biaya tambahan tersebut ?
9. Bagaimana cara mengatasi jika muqtarid telat dalam mengembalikan
pinjaman ?
10. Apakah keuntungan dari praktik pinjaman uang kas dalam perkumpulan
ini?
Pedoman Wawancara 5: Tokoh Masyarakat
1. Apakah pekerjaan saudara ?
2. Bagaimana pendapat saudara tentang praktik pinjaman uang
diperkumpulan warga RT ?
3. Apakah saudara merupakan anggota dalam praktik pinjaman ini ?
4. Bagaimana menurut saudara mengenai hukum praktik pinjam meminjam
uang kas dalam perkumpulan warga RT ini ?
5. Bagaimana menurut saudara mengenai hukum biaya tambahan dalam
praktik pinjam meminjam uang kas perkumpulan warga RT ini ?
6. Bagaimana menurut saudara mengenai pemanfaatan hasil dari uang
tambahan dalam praktik pinjam meminjam uang kas perkumpulan warga
RT ini ?
Page 146
121
Lampiran 2
Hasil Wawancara
TRANSKIP WAWANCARA 1
Informan : Sugiman (Ketua RT 010 Dusun Jengglong Soko)
Hari/Tanggal : Jum’at, 14 Agustus 2020
Tempat : Rumah Bapak Sugiman
1. Peneliti : Bagaimana pendapat saudara tentang praktik
pinjaman uang kas perkumpulan warga RT 10
dusun Jengglong Soko ?
Informan : Praktik pinjaman ini baik untuk kemaslahatan
masyarakat. Biaya tambahan dari praktik
pinjaman ini dianggap sangat efektif dalam hal
untuk meningkatkan uang kas dan juga untuk
masyarakat
2. Peneliti : Apakah tujuan dari adanya praktik
peminjaman ini ?
Informan : Ditujukan untuk membantu perekonomian
masyarakat yang membutuhkan, guna untuk
memenuhi kebutuhan umum, dan juga untuk
kegiatan sosial.
3. Peneliti : Apa syarat-syarat untuk memperoleh pinjaman
dalam praktik ini ?
Page 147
122
Informan : Syarat utamanya adalah peminjam termasuk
anggota dalam perkumpulan, tidak syarat lain
selain itu. apabila ada peminjam diluar
anggota diperbolehkan dengan syarat harus
bertanggungjawab.
4. Peneliti : Bagaimana cara peminjam untuk
mengembalikan pinjamnnya ?
Informan : Tidak ada ketentuan yang mengikat mengenai
pengembalian pinjaman. hanya saja
diwajibkan membayar biaya tambahan
disetiap bulannya setiap 3%.
5. Peneliti : Apakah ada batasan dalam pengembalian
pinjaman ?
Informan : Tidak ada batasan waktu dan bisa
dikembalikan kapan saja.
6. Peneliti : Untuk apa biaya tambahan tersebut ?
Informan : Untuk kegiatan kemasyarakatan, dan juga
untuk kegiatan sosial.
7. Peneliti : Bagaimana cara mengatasi jika peminjam telat
dalam pengembalian pinjaman ?
Informan : Tidak ada peringatan atau sanksi dalam hal
Page 148
123
pengembalian, karena tidak ada batasan waktu
dan jika tidak biaya membayar biaya
tambahan maka akan dicampurkan ke pokok
pinjaman.
8. Peneliti : Apakah keuntungan dari praktik peminjaman
dalam perkumpulan ?
Informan : Bisa mengembangkan uang kas, dapat
membantu perekonomian masyarakat, dan
dapat memenuhi kebutuhan kemasyarakatan.
Page 149
124
TRANSKIP WAWANCARA 2
Informan : Wartini (Peminjam 1)
Hari/Tanggal : Jum’at, 14 Agustus 2020
Tempat : Rumah Ibu Wartini
1. Peneliti : Bagaimana pendapat anda tentang praktik
pinjaman uang kas perkumpulan RT 010 Dusun
Jengglong Soko ?
Informan : Praktik ini baik karena memberikan manfaat.
2. Peneliti : Apa tujuan saudara meminjam uang kas
diperkumpulan ?
Imforman : Untuk mencukupi perekonomian saya.
3. Peneliti : Berapa biasanya anda meminjam uang ?
Imforman : Kurang lebih 500.000
4. Peneliti : Apa saja yang menjadi syarat sebagai
peminjam?
Informan : Yang terpenting adalah sebagai anggota, dan
tidak ada syarat lain yang mengikat kecuali
diwajibkannya membayar biaya tambahan
sebesar 3% setiap bulannya.
5. Peneliti : Bagaimana proses dalam mengajukan
pinjaman?
Page 150
125
Informan : Pertama-tama menghadiri perkumpulan rutinan,
kemudian mengajukan permintaan pinjaman
kepada pengelola uang kas dihadapan semua
anggota lalu dengan pertimbangan ketua RT
bisa langsung diberikan uang pinjamannya.
6. Peneliti : Bagaimana pendapat anda mengenai adanya
biaya tambahan dalam praktik peminjaman ini ?
Apa saja syarat-syarat untuk mengajukan
pinjaman ?
Informan : Menurut saya ini sudah merupakan kesepakatan
dan bukan masalah karena tujuannya untuk
kemaslahatan masyarakat. Saya tidak keberatan
sama sekali.
Peneliti : Apakah keuntungan yang anda dapatkan dari
praktik pinjaman ini ?
7. Informan : Keuntungannya adalah dapat membantu
perekonomian saya, atau memenuhi kebutuhan
saya yang mendesak secara mudah.
8. Penelitian : Apakah praktik peminjaman ini sangat
membantu perekonomian anda ?
Informan : Sangat membantu sekali.
Page 151
126
TRANSKIP WAWANCARA 3
Informan : Dasiman (Peminjam 2)
Hari/Tanggal : Rabu, 19 Agustus 2020
Tempat : Rumah Bapak Dasiman
1. Peneliti : Bagaimana pendapat anda tentang praktik
pinjaman uang kas perkumpulan RT 010 Dusun
Jengglong Soko ?
Informan : Praktik ini sangat membantu sekali dan
bermanfaat bagi seluruh anggota.
2. Peneliti : Apa tujuan saudara meminjam uang kas
diperkumpulan ?
Imforman : Untuk mencukupi perekonomian saya.
3. Peneliti : Berapa biasanya anda meminjam uang ?
Imforman : Kurang lebih 500.000
4. Peneliti : Apa saja yang menjadi syarat sebagai
peminjam?
Informan : Yang terpenting adalah sebagai anggota, dan
tidak ada syarat lain yang mengikat kecuali
diwajibkannya membayar biaya tambahan
sebesar 3% setiap bulannya.
5. Peneliti : Bagaimana proses dalam mengajukan
Page 152
127
pinjaman?
Informan : Pertama-tama menghadiri perkumpulan rutinan,
kemudian mengajukan permintaan pinjaman
kepada pengelola uang kas dihadapan semua
anggota lalu dengan pertimbangan ketua RT
bisa langsung diberikan uang pinjamannya.
6. Peneliti : Bagaimana pendapat anda mengenai adanya
biaya tambahan dalam praktik peminjaman ini ?
Apakah anda merasa keberatan dengan adanya
biaya tambahan tersebut ?
Informan : Menurut saya ini sudah merupakan wajar,
karena uang kas adalah uang semua anggota.
Dan saya sama sekali tidak keberatan.
Peneliti : Apakah keuntungan yang anda dapatkan dari
praktik pinjaman ini ?
7. Informan : Keuntungannya adalah dapat membantu
perekonomian saya, atau memenuhi kebutuhan
saya yang mendesak secara cepat dan mudah.
8. Penelitian : Apakah praktik peminjaman ini sangat
membantu perekonomian anda ?
Informan : Sangat membantu sekali.
Page 153
128
TRANSKIP WAWANCARA 4
Informan : Djasman (Anggota Bukan Peminjam 1)
Hari/Tanggal : Jum’at, 14 Agustus 2020
Tempat : Rumah Bapak Djasman
1. Peneliti : Bagaimana pendapat anda tentang praktik
pinjaman uang kas perkumpulan RT 010
Dusun Jengglong Soko ?
Informan : Praktik ini bertujuan untuk membantu
masyarakat terutama dalam hal perekonomian,
dan harus dengan syarat yang mudah juga
tidak yang memberatkan
2. Peneliti : Pernahkan anda menjadi pelaku peminjam ?
Informan : Belum pernah
3. Peneliti : Adakah anda mempunyai keinginan untuk
meminjam ?
Informan : Tidak
4. Peneliti : Bagaimana pendapat anda mengenai biaya
tambahan yang berlaku dalam praktik
peminjaman ini ?
Informan : Hal ini memang harus dilakukan untuk
pengembangan uang kas dan karena uang
Page 154
129
tersebut milik bersama, jadi wajar apabila
dikenai biaya tambahan. Supaya uang kas
tidak habis ditangan peminjam mengingat
tidak adanya batasan waktu dalam
pengembaliannya.
Page 155
130
TRANSKIP WAWANCARA 5
Informan : Qosim (Anggota Bukan Peminjam 2)
Hari/Tanggal : Jum’at, 14 Agustus 2020
Tempat : Rumah Bapak Qosim
1. Peneliti : Bagaimana pendapat anda tentang praktik
pinjaman uang kas perkumpulan RT 010
Dusun Jengglong Soko ?
Informan : Praktik ini adalah baik karena bertujuan untuk
membantu masyarakat terutama dalam hal
perekonomian, dan harus dengan syarat yang
mudah juga tidak yang memberatkan
2. Peneliti : Pernahkan anda menjadi pelaku peminjam ?
Informan : Belum pernah
3. Peneliti : Adakah anda mempunyai keinginan untuk
meminjam ?
Informan : Ada
4. Peneliti : Bagaimana pendapat anda mengenai biaya
tambahan yang berlaku dalam praktik
peminjaman ini ?
Informan : Menurut saya ini adalah wajar, supaya uang
kas dapat berkembang, karena praktik
Page 156
131
peminjamannya tidak ada batasan waktunya
maka akan dikhawatirkan jika tidak ada biaya
tambahan maka uang kas akan habis.
Page 157
132
TRANKSIP WAWANCARA 6
Informan : Susilo (Pengelola Uang Kas)
Hari/Tanggal : Senin, 10 Agustus 2020
Tempat : Rumah Bapak Susilo
1. Peneliti : Dari mana asal usul uang kas tersebut ?
Informan : Awal mulanya terdapat iuran wajib oleh anggota
disetiap bulannya, tetapi sekarang sudah tidak,
dan saya meupakan penerus jadi semenjak saya
jadi pengelola sudah tidak diberlakukan lagi
iuran wajib sampai sekarang.
2. Peneliti : Apa saja syarat-syarat untuk mengajukan
pinjaman ?
Informan : Tidak ada syarat yang mengikat, semua anggota
boleh meminjam uang kas kapan saja, tetapi lebih
baik disaat perkumpulan berlangsung supaya
dapat dipersaksikan oleh semua anggota. Dan
juga adanya wajib membayar biaya tambahan
disetiap bulannya sebesar 3%, jika tidak bisa
membayar maka akan bercampur ke pokok
pinjaman.
3. Peneliti : Apakah ada batasan waktu dalam pengembalian
Page 158
133
pinajamannya?
Informan : Tidak ada batasan waktu pengembalian.
4. Peneliti : Bagaimana cara peminjam mengembalikan
pinjamannya ?
Informan : Pinjaman boleh dikembalikan sewaktu-waktu,
tidak harus saat perkumpulan berlangsung.
5. Peneliti : Untuk apa biaya tambahan tersebut ?
Informan : Biaya tambahan tersebut digunakan kembali
kepada anggota, untuk kepentingan
kemasyarakata, dan juga untuk kegiatan sosial,
seperti pembangunan masjid atau sekolah.
6. Peneliti : Selama ini apakah ada masalah kesepakatan
dalam praktik peminjaman ini ?
Imforman : Tidak ada sama sekali.
Page 159
134
TRANKSIP WAWANCARA 7
Informan : Parimin (Tokoh Masyarakat)
Hari/Tanggal : Rabu, 19 Agustus 2020
Tempat : Rumah Bapak Parimin
1. Peneliti : Bagaimana pendapat anda tentang praktik
pinjaman uang kas perkumpulan RT 010
Dusun Jengglong Soko ?
Informan : Praktik ini adalah baik karena berdasarkan
dengan tolong menolong yang bertujuan untuk
membantu masyarakat terutama dalam hal
perekonomian, dan harus dengan syarat yang
mudah juga tidak yang memberatkan
2. Peneliti : Bagaimana pendapat anda tentang hukum
praktik pinjaman uang kas perkumpulan RT
010 Dusun Jengglong Soko ?
Informan : Menurut saya praktik peminjaman ini adalah
diperbolehkan, karena ini sifatknya tolong
menolong, untuk pengembalian pinjamannya
hukumnya wajib.
3. Peneliti : Bagaimana pendapat anda tentang biaya
tambahan yang berlaku dalam praktik
Page 160
135
pinjaman uang kas perkumpulan RT 010
Dusun Jengglong Soko ?
Informan : Menurutnya dengan adanya biaya tambahan
yang hanya sebesar 3% dari pokok pinjaman
sudah termasuk kecil dari pada bank. Pendapat
beliau mengenai hukum biaya tambahan yang
berlaku dalam praktik peminjaman ini adalah
sah sah saja atau diperbolehkan karena uang
itu merupakan milik anggota dan
diperuntukkan anggota maka bukan suatu hal
yang dikomersilkan (diperdagangkan/untuk
keuntungan sendiri).
4. Peneliti : Bagaimana pendapat anda mengenai
pemanfaatan hasil dari uang tambahan yang
dalam praktik peminjaman ini ?
Informan : Menurut saya dalam pemanfaatannya sah sah
saja, apalagi buat kegiatan sosial, ini malah
bagus, karena bukan hanya anggota yang
merasakan manfaat, tetapi juga bermanfaat
untuk masyarakat luas.
Page 161
136
Lampiran 3
Dokumen Wawancara
Keterangan: Wawancara Dengan Ketua RT dan Pengelola Uang Kas
Keterangan: Wawancara Dengan Anggota Peminjam dan Anggota Bukan Peminjam
Page 162
137
Keterangan: Wawancara Dengan Salah Satu Tokoh Masyarakat
Page 163
138
Lampiran 4
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Diah Ayu Fatimah
2. NIM : 162111182
3. Tempat, Tanggal Lahir : Boyolali, 11 Juli 1998
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Alamat : Jengglong Soko Rt10/03, Watugede, Kemusu,
6. Nama Ayah : Dwi Mulyono
7. Nama Ibu : Umi Laswatiningsih
8. Riwayat Pendidikan
a. RA Watugede Lulus Tahun 2004
b. MIM Watugede Lulus Tahun 2010
c. SMP Negeri 1 Andong Lulus Tahun 2013.
d. SMA Negeri 1 Andong Lulus Tahun 2016.
e. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta Masuk Tahun 2016.
Boyolali