A. Definisi Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai
darah ke bagian otak (Smeltzer, 2001). Strokemenurut World Health
Organization (WHO) adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progesif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/
atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan sematamata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer A, 2000; Rumantir CU,
2007.). Menurut Price & Wilson (2005) pengertian dari stroke
adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat
pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai
arteri otak (Price, 2005).Stroke adalah masalah neurologik primer
di AS dan di dunia. Meskipun upaya pencegahan telah menimbulkan
penurunan pada insiden dalam beberapa tahun terakhir, stroke adalah
peringkat ketiga penyebab kematian, dengan laju mortalitas 18%
sampai 37% untuk stroke pertama dan sebesar 62% untuk stroke
selanjutnya. Terdapat kira-kira 2 juta orang bertahan hidup dari
stroke yang mempunyai beberapa kecacatan; dari angka ini, 40%
memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Di
Indonesia, menurut SKRT tahun 1995, stroke termasuk
penyebabkematian utama, dengan 3 per 1000 penduduk
menderitapenyakit stroke dan jantung iskemik.(Smeltzer,
2001).Stroke non hemoragik atau disebut juga stroke iskemik
didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh
sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang
menyebabkan cacat atau kematian.Stroke non hemoragik sekitar 85%,
yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri
besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh
bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau
pembuluh atau organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi
embolus(Price, 2005).B. Anatomi Vaskularisasi OtakAnatomi
vaskularisasi otak dapat dibagi menjadi 2 bagian: anterior (carotid
system) dan posterior (Vertebrobasiler). Darah arteri yang ke otak
berasal dari arkus aorta. Di sisi kiri, arteri karotis komunis dan
arteri subklavia berasal langsung dari arkus aorta. Di kanan,
arteri trunkus brakiosefalika (inominata) berasal dari arkus aorta
dan bercabang menjadi arteri subklavia dextra dan arteri karotis
komunis dextra. Di kedua sisi, sirkulasi darah arteri ke otak di
sebelah anterior dipasok oleh dua arteri karotis interna dan di
posterior oleh dua arteri vertebralis (Price, 2005).
Gambar 1. Anatomi vaskulrisasi otakArteri karotis interna
bercabang menjadi arteri serebri anterior dan arteri serebri media
setelah masuk ke kranium melalui kanalis karotikus, berjalan dalam
sinus kavernosus, kedua arteri tersebut memperdarahi lobus
frontalis, parietal, dan sebagian temporal (Price, 2005).Arteri
vertebralis berukuran lebih kecil dan berjalan melalui foramen
transversus vertebra servikalis kemudian masuk ke dalam kranium
melalui foramen magnum, arteri tersebut menyatu untuk membentuk
arteri basilaris (sistem vertebrobasiler) taut pons dan medulla di
batang otak. Arteri basilaris bercabang menjadi arteri serebellum
superior kemudian arteri basilaris berjalan ke otak tengah dan
bercabang menjadi sepasang arteri serebri posterior (Price,
2005).Sirkulasi anterior bertemu dengan sirkulasi posterior
membentuk suatu arteri yang disebut sirkulus willisi. Sirkulus ini
dibentuk oleh arteri serebri anterior, arteri komunikantes
anterior, arteri karotis interna, arteri komunikantes posterior,
dan arteri serebri posterior. Untuk menjamin pemberian darah ke
otak, setidaknya ada 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan
sistem vertebrobasiler, yaitu (Price, 2005):
a. Sirkulus Willisi yang merupakan anyaman arteri dasar otakb.
Anastomosis arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna di
daerah orbital melalui arteri oftalmikac. Hubungan antara sistem
vertebral dengan arteri karotis interna.
C. Klasifikasi StrokeStroke diklasifikasikan sebagai berikut
(Israr, 2008):1. Berdasarkan kelainan patologisa. Stroke hemoragik,
yaitu pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke
jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak
atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebutmenyebabkan gangguan
serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga
olehhematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya.
Peningkatan tekanan intracranial pada gilirannya akan menimbulkan
herniasi jaringan otak dan menekan batang otak (Price, 2005).1)
Perdarahan intra serebral2) Perdarahan ekstra serebral
(subarakhnoid)b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak,
penyumbatan)1) Stroke akibat trombosis serebri2) Emboli serebri3)
Hipoperfusi sistemik
Gambar 2. Stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik2.
Berdasarkan waktu terjadinya1) Transient Ischemic Attack (TIA)2)
Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)3) Stroke In Evolution
(SIE) / Progressing Stroke4) Completed stroke3. Berdasarkan lokasi
lesi vaskulera. Sistem karotis1) Motorik : hemiparese
kontralateral, disartria2) Sensorik : hemihipestesi kontralateral,
parestesia3) Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral,
amaurosis fugaks4) Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosiab. Sistem
vertebrobasiler1) Motorik: hemiparese alternans, disartria2)
Sensorik: hemihipestesi alternans, parestesia3) Gangguan lain:
gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia
D.Etiologi Stroke non-hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari
tiga mekanisme patogenik yaitu trombosis serebri atau emboli
serebri dan hipoperfusion sistemik (Sabiston, 1994; Nurarif,
2013).1. Trombosis serebri merupakan proses terbentuknya thrombus
yang membuat penggumpalan. Trombosis serebri menunjukkan oklusi
trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya karena
arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama
tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit
neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten
dalam beberapa jam atau hari.2. Emboli serebri merupakan
tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. Emboli serebri
terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau
cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber
proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli
dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam plak
atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau
pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri
sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala
berdenyut.3. Hipoperfusion sistemik adalah berkurangnya aliran
darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut
jantung.
E.Faktor RisikoAda beberapa faktor risiko stroke yang sering
teridentifikasi pada stroke non hemoragik, diantaranya yaitu faktor
risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat di modifikasi.
Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokertomengenai gambaran faktor-faktor risiko penderita
stroke menunjukan faktor risiko terbesar adalah hipertensi 57,24%,
diikuti dengan diabetes melitus 19,31% dan hiperkolesterol 8,97%
(Rismanto, 2006; Madiyono, 2003).Faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi (Rismanto; Madiyono, 2003):1. Usia Pada umumnya risiko
terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali
dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13%
berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002), dari
penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang mengalami
stroke non hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65 tahun
(Madiyono, 2003; Ritarwan, 2003).2. Jenis kelaminMenurut data dari
28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih banyak
menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan perbedaan angka
kematianya masih belum jelas.Penelitian yang di lakukan oleh Indah
Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai gambaran
faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita stroke menunjukan
bahwa jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki 58,4% dari
penelitianya terhadap 197 pasien stroke non hemoragiktahun
(Madiyono , 2003; Utami, 2002).3. HerediterGen berperan besar dalam
beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit
jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat
stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai
Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3% (Madiyono, 2003;
Sinaga, 2008). 4. Ras atau etnik Orang kulit hitam lebih banyak
menderita stroke dari pada kulit putih. Data sementara di
Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa
(khususnya Yogyakarta).
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Madiyono, 2003): 1.
Riwayat strokeSeseorang yang pernah memiliki riwayat stoke
sebelumnya dalam waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke
kembali sebanyak 35% sampai 42%2. HipertensiHipertensimeningkatkan
risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini sering
di sebut the silent killer danmerupakan risiko utama terjadinya
stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi
menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila
tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan
darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah terjadinya
kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah
terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak (Madiyono, 2003;
Sudoyo, 2006).3. Penyakit jantung Penyakit jantung koroner,
kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska oprasi jantung
juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan
stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya
pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat
pembuluh darah otak.4. (DM) Diabetes melitusKadar gulakosa dalam
darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah
yang berlangsung secara progresif.Menurut penelitian Siregar F
(2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain case control,
penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke 3,39
kali dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus
(Madiyono, 2003; Sinaga, 2008).5. TIAMerupakan serangan-serangan
defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemik otak
fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat
penyembuhan bervariasi tapi biasanya 24 jam.Satu dari seratus orang
dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA
seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari
para pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah
serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima
tahun setelah serangan pertama (Price, 2005).6.
HiperkolesterolLipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida,
fosfolipid, dan asam lemak bebas. Kolesterol dan trigliserida
adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting
sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma
sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor
dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein
yaitu kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL),
lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi
(HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling tinggi kadar
kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar
protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan
peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas
normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung
meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga
menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol total
>200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL 150mg/dl akan membentuk plak di
dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Menurut Dedy
Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien, di dapatkan
hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah
53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8% (Price, 2005).7. Obesitas Obesitas
berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas
merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke.
Mengukur adanya obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI)
yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter
dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI
antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya adalah obesitas.8. MerokokMerokok
meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan
perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin
dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada
dinding pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi
darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan
darah.Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam
Malik Medan kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke
sebesar empat kali (Sinaga, 2008).
F. Patofisiologi dan Web of Caution Otak terdiri dari sel-sel
otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai
sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi
di antara berbagai neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak
membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total,
tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di
dalam darah arterial. Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke
otak sebanyak 50-60ml per 100 gram jaringan otak per menit. Jumlah
darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840 ml/menit,
dari jumlah darah itu disalurkan melalui arteri karotis interna
yang terdiri dari arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang
menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi
arteri serebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang
memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi
arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum
anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior
membentuk suatu sirkulus Willisi(Sinaga, 2008; Mardjono,
2010).Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus willisi serta
cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan
otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian
jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri
tersebut dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang
memadai ke daerah tersebut.Proses patologik yang sering mendasari
dari berbagi proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang
memperdarahai otak diantaranya berupa (Price, 2005):1. Keadaan
penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada
aterosklerosis dan thrombosis.2. Berkurangnya perfusi akibat
gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas
darah.3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi
yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.Dari gangguan
pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan terjadinya
kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak
mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjadi kelainan di
system motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya
tergantung saraf bagian mana yang terkena.
10
Gambar 3. Patofisiologi dan Patway Stroke Non-HemoragikPathway
Stroke Non Hemoragik
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuhRisikoJatuh, risikoCederaHambatan Mobilitas fisikGangguan
komunikasi verbal
G. H. Manifestasi Klinis Gejala stroke non-hemoragik yang timbul
akibat gangguan peredaran darah diotak bergantung pada berat
ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan
peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami
penurunan, menurut penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991
stroke non hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya
penurunan kesadaran, kesadaran seseorang dapat di nilai dengan
menggunakan skala koma Glasgow yaitu (Mansjoer, 2000; Sinaga,
2008):Tabel 1. Skala koma Glasgow (Mansjoer, 2000).Buka mata
(E)Respon verbal (V)Respon motorik (M)
1.Tidak ada respons1. Tidak ada suara1.Tidak ada gerakan
2. Respons dengan rangsangan nyeri2. Mengerang2.Ekstensi
abnormal
3. Buka mata dengan perintah3. Bicara kacau3. Fleksi
abnormal
4. Buka mata spontan4.Disorientasi tempat dan waktu4.
Menghindari nyeri
5.Orientasi baik dan sesuai5. Melokalisir nyeri
6. Mengikuti perintah
Penilaian skor GCS : a. Koma (skor < 8)b. Stupor (skor 8
-10)c. Somnolent (skor 11-12)d. Apatis ( skor 12-13)e. Compes
mentis (GCS = 14-15)Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan
mototik (hemiparese), sensorik (anestesia, hiperestesia,
parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung serta simpang siur,
gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defeksi,
salvias), fungsi luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi) yang
merupakan sifat khas manusia, dan gangguan koordinasi (sidrom
serebelar) (Sinaga, 2008; Mardjono, 2010):1. Disekuilibrium yaitu
keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat seseorang akan
jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri2.
Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan
seterusnya. Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot
dalam mewujudkan suatu corak gerakan. Dekomposisi gerakan atau
gangguan lokomotorik dimana dalam suatu gerakan urutan kontraksi
otot-otot baik secara volunter atau reflektorik tidak dilaksanakan
lagi. Disdiadokokinesis tidak biasa gerak cepat yang arahnya
berlawanan contohnya pronasi dan supinasi.Dismetria, terganggunya
memulai dan menghentikan gerakan.3. Tremor (gemetar), bisa diawal
gerakan dan bisa juga di akhir gerakan4. Ataksia berjalan dimana
kedua tungkai melangkah secara simpangsiur dan kedua kaki
ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan dalam hal
ini badan yang tidak bersandar tidak dapat memelihara sikap yang
mantap sehingga bergoyang-goyang.Tabel 2. Gangguan nervus kranial
(Swartz, 2002).Nervus kranialFungsi Penemuan klinis dengan lesi
I: OlfaktoriusPenciuman Anosmia (hilangnya daya penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis
III: OkulomotoriusGerak mata; kontriksi pupil; akomodasiDiplopia
(penglihatan kembar), ptosis; midriasis; hilangnya akomodasi
IV: TroklearisGerak mataDiplopia
V: TrigeminusSensasi umum wajah, kulit kepala, dan gigi; gerak
mengunyahmati rasa pada wajah; kelemahan otot rahang
VI: AbdusenGerak mataDiplopia
VII: FasialisPengecapan; sensasi umum pada platum dan telinga
luar; sekresi kelenjar lakrimalis, submandibula dan sublingual;
ekspresi wajahHilangnya kemampuan mengecap pada dua pertiga
anterior lidah; mulut kering; hilangnya lakrimasi; paralisis otot
wajah
VIII: VestibulokoklearisPendengaran; keseimbanganTuli;
tinitus(berdenging terus menerus); vertigo;nitagmus
IX: GlosofaringeusPengecapan; sensasi umum pada faring dan
telinga; mengangkat palatum; sekresi kelenjar parotisHilangnya daya
pengecapan pada sepertiga posterior lidah; anestesi pada farings;
mulut kering sebagian
X: VagusPengecapan; sensasi umum pada farings, laring dan
telinga; menelan; fonasi; parasimpatis untuk jantung dan visera
abdomenDisfagia (gangguan menelan) suara parau; paralisis
palatum
XI: Asesorius SpinalFonasi; gerakan kepala; leher dan bahuSuara
parau; kelemahan otot kepala, leher dan bahu
XII: HipoglosusGerak lidah Kelemahan dan pelayuan lidah
Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang
dimana pendeita stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian
hemisfer otak kiri akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada
sebalah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga terjadi
Hemiparese dupleks, pendeita stroke non hemoragik yang mengalami
hemiparesesi dupleks akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada
kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan
kelumpuhan.Penelitian yang dilakukan Sri Andriani Sinaga (2008)
terhadap 281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan
hemiparese sinistra yaitu 46,3%, diikuti oleh hemiparese dekstra
31,7%, tidak tercatat sebanyak 14,2% dan hemiparesese dupleks
7,8%.Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi
arteri ke otak mungkin berkaitan dengan pengelompokan gejala dan
tanda berikut yang tercantum dan disebut sindrom neurovaskular
(Price, 2008):1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior :
gejala biasanya unilateral) a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di
sisi arteria karotis yang terkena, akibat insufisiensi arteri
retinalisb. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas
kontralateral karena insufisiensi arteria serebri mediac. Lesi
dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media
atau arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas
atas dan mungkin mengenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan,
maka terjadi afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara
motorik Broca.2. Arteri serebri media (tersering) a. Hemiparese
atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai lengan)b.
Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateralc. Afasia global
(apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua fungsi yang
berkaitan dengan bicara dan komunikasid. Disfasia3. Arteri serebri
anterior (kebingungan adalah gejala utama)a. Kelumpuhan
kontralateral yang lebih besar di tungkaib. Defisit sensorik
kontralateralc. Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis4.
Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya
bilateral)a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitasb.
Meningkatnya reflek tendonc. Ataksiad. Tanda Babinski bilaterale.
Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigof.
Disfagiag. Disartriah. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidahi.
Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasij.
Gangguan penglihatan dan pendengaran5. Arteri serebri posteriora.
Komab. Hemiparese kontralateralc. Afasia visual atau buta kata
(aleksia)d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia,
koreoatetosis
I. Pemeriksaan Pemeriksaan FisikTujuan pemeriksaan fisik adalah
untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial, memisahkan stroke
dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan
beratnya defisit neurologi yang dialami,pemeriksaan neurologik
terdiri dari penilaian hal-hal berikut ini (Swartz, 2002):1. Status
mentala. Tingkat kesadaranb. Bicarac. Orientasid. Pengetahuan
kejadian-kejadian mutakhire. Pertimbanganf. Abstraksig. Kosakatah.
Respons emosionali. Daya ingatj. Berhitungk. Pengenalan bendal.
Praksis (integrasi aktivitas motorik).2. Nervus kraniala. Nervus
olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang hidung
pasien ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada lubang
hidung kemudian di suruh membedakan bau.b. Nervus optikus yang
diperikasa adalah ketajaman penglihatan dan pemeriksaan
oftalmoskopi. c. Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek
pupil dan akomodasi.d. Nervus troklearis dengan cara melihat
pergerakan bola mata keatas, bawah, kiri, kanan, lateral, diagonal.
e. Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek
kornea dengan menempelkan benang tipis ke kornea yang normalnya
pasien akan menutup mata, Pemeriksaan cabang sensoris pasa bagian
pipi, pemeriksaan cabang motorik pada pipi.f. Nervus abdusen dengan
cara pasien di suruh menggerakan sisi mata ke samping kiri dan
kanan.g. Nervus fasialis di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap
pada dua pertiga anterior lidah, mulut kering, paralisis otot
wajah.h. Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah
pendengaran, keseimbangan, dan pengetahuan tentang posisi tubuh.i.
Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada sepertiga
posterior lidah anestesi pada farings mulut kering sebagian.j.
Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.k. Nervus asesorius
dengan cara memeriksa kekuatan pada muskulus
sternokleudomastoideus, pasien di suruh memutar kepala sesuai
tahanan yang di berikan si pemeriksa. l. Nervus hipoglosus bisa
dengan melihat kekuatan lidah, lidah di julurkan ke luar jika ada
kelainan maka lidah akan membelok ke sisi lesi.
3. Fungsi motorika. Masa otot bisa dengan inspeksi.b. Kekuatan
otot, dengan menyuruh pasien bergerak secara aktif melawan tahanan,
bandingkan dengan sisi yang lain. Sekala yang lazim digunakan yaitu
0: tidak ada kontraksi, 1: hanya ada sedikit kontraksi, 2: gerakan
yang dibatasi oleh gravitasi, 3: gerakan melawan gravitasi, 4:
gerakan melawan gravitasi dengan sedikit tahanan, 5: gerakan
melawan gravitasi dengan tahanan penuh (normal).c. Tonus otot
dengan membandingkan gerakan pasif pada otot itu bandingkan dengan
sisi yang lain, lesi neuron motorik atas terjadi peningkatan tonus
tetapi sebaliknya lesi pada neuron motorik bawah menyebabkan
penurunan tonus otot.4. ReflekAda dua jenis reflek yang di periksa
yaitu reflek renggang, atau tendo profunda, dan reflek superfisial.
Reflek renggang diantaranya yaitu reflek biseps, brakioradialis,
triseps, patela dan achiles bisa dinilai berdasarkan sekala 0-4+
yaitu 0: tak ada respon, 1+: berkurang, 2+: normal, 3+: meningkat,
4+: hiperaktif. Jika reflek hiperaktif merupakan ciri penyakit
traktus ekstrapiramidalis, kelainan elektrolit, hipertiroidisme dan
kelainan metabolik, sedangkan jika reflek berkurangnya reflek
merupakan ciri kelainan sel kornu anterior dan miopati. Reflek
superfisial yang abnormal yaitu reflek babinski, reflek chaddock,
reflek openheim. Reflek babinski untuk menguji radiks saraf pada
lumbal lima sampai sacrum dua, dengan menggores bagian telapak kaki
bagian lateral dari tumit ke arah pangkal jari-jari kaki melengkung
ke medial, maka akan terjadi dorsifleksi ibu jari kakai dengan
penyebaran jari-jari lainya. Reflek chaddock akan terjadi
dorsofleksi ketika sisi lateral kaki di gores. Reflek openheim
dengan penekanan tulang kering yang akan menyebabkan dorsofeksi ibu
jari kaki. 5. Fungsi sensorika. b. Sentuhan ringanc. Sensasi
nyerid. Sensasi getare. Propriosepsis (sensasi posisi)f. Lokalisasi
taktil.
6. Fungsi serebelara. Tes jari ke hidung jika terjadi gangguan
di serebelum maka akan melewati sasaran secara terus menerus dan
kadang di sertai tremor.b. Tes tumit kelutut, pasien di suruh
menggeserkan tumit suatu ekstremitas bawah menuruni tulang kering
ekstremitas bawah lainya dengan dimulai dari lutut, dalam keadaan
penyakit serebelum tumitnya bergoyang-goyang dari sisi ke sisi.c.
Gerakan yang berganti-ganti dengan cepat.d. Tes Romberg dengan cara
menyuruh pasien berdiri di depan pemeriksa, dengan kaki di rapatkan
sehingga kedua tumit dan jari-jari kaki saling bersentuhan tes ini
positif jika pasien mulai bergoyang-goyang dan harus memindahkan
kakinya untuk keseimbangan.e. Gaya berjalan. Hemiplegi cenderung
menyeret kakinya. parkinson cenderung berjalan dengan langkah
pendek, diseret, kepala membungkuk dengan punggung membungkuk dan
tergesa-gesa. Ataksia serebelum berjalan dengan langkah kaki
berdasar lebar, kedua kakinya sangat jauh terpisah ketika berjalan.
Foot drop dengan gaya berjalan seperti menampar yang khas. Ataksia
sensoris yaitu berjalan dengan langkah-langkah yang
tinggi.Pemeriksaan Laboratoriumdan Teknik PencitraanPemeriksaan
laboratorium standar biasanya digunakan untuk menentukan etiologi
yang mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi.
Pemeriksaan yang sering dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu
pemeriksaan kadar gula darah, dan pemeriksaan lipid untuk melihat
faktor risiko dislipidemia :1. Gula darahTabel 3. Kadar glukosa
darah (Mansjoer, 2000).Kriteria diagnostik DM
Bukan DM (mg/dl)Belum pasti DM (mg/dl)DM (mg/dl)
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma Vena200
Darah kapiler200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena126
Darah 110
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun
tidak sekuat hipertensi. Gatler menyatakan bahwa penderita stroke
aterotrombotik di jumpai 30% dengan diabetes mellitus. Diabetes
melitus mampu menebalkan pembuluh darah otak yang besar, menebalnya
pembuluh darah otak akan mempersempit diameter pembuluh darah otak
dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak di samping itu,
diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh
terhadap terjadinya stroke (Sinaga, 2008).2. Profil lipidTabel 4.
Kadar Lipid Serum Normal (Kristofer, 2010).Kolesterol Total
(mg/dl)
Optimal< 200
Diinginkan200 239
Tinggi240
LDL
Optimal< 100
Mendekati optimal100 129
Diinginkan130 159
Tinggi160 189
Sangat tinggi190
HDL
Rendah< 40
Tinggi 60
Trigliserida
Optimal< 150
Diinginkan150 199
Tinggi200 449
Sangat tinggi500
LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol.
LDL merupakan komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan
peningkatan risiko aterosklerosis, HDL berperan memobilisasi
kolesterol dari ateroma yang sudah ada dan memindahkannya ke hati
untuk diekskresikan ke empedu , oleh karena itu kadar HDL yang
tinggi mempunyai efek protektif dan dengan cara inilah kolesterol
dapat di turunkan, namun penurunan kadar HDL merupakan faktor yang
meningkatkan terjadinya aterosklerosis dan stroke.Pemeriksaan lain
yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik pencitraan
diantaranya yaitu (Rubenstein, 2005; Price, 2005):
1. CT scanUntuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang
peka untuk mendeteksi stroke non hemoragik ringan, terutama pada
tahap paling awal. CT scan dapat memberi hasil tidak memperlihatkan
adanya kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke non
hemoragik.2. MRI (magnetic resonance imaging)Lebih sensitif
dibandingkan denganCT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik
rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus.
Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi
perdarahan intrakranium ringan.3. Ultrasonografi dan MRA (magnetic
resonance angiography)Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan
ultrasonografi (menggunakan gelombang suara untuk menciptakan
citra), MRA digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan arteri
atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk
mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi pembuluh
darah otak.4. Angiografi otakMerupakan penyuntikan suatu bahan yang
tampak dalam citra sinar-X ke dalam arteri-arteri otak. Pemotretan
dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh
darah di leher dan kepala.
J. Penatalaksanaan Waktu merupakan hal terpenting dalam
penatalaksanaan stroke non hemoragik yang di perlukan pengobatan
sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam.
Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar
dalam menentukan hasil akhir pengobatan (Mansjoer, 2000).1. Prinsip
penatalaksanaan stroke non hemoragika. Memulihkan iskemik akut yang
sedang berlangsung (3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan
rt-PA (recombinan tissue-plasminogen activator). Ini hanya boleh di
berikan dengan waktu onset 120 mmHg, tekanan arteri rata-rata
>140 mmHg.3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan
rt-PA dimana tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik
>110 mmHg.Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE,
nifedipin. Nifedifin sublingual harus dipantau ketat setiap 15
menit karena penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan lain
jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan
nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200
mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai
tekanan darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan
nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah
yang rendah pada stroke maka harus di naikkan dengan dopamin atau
debutamin drips.d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif
pada pasien dengan tanda klinis atau radiologis adanya infrak yang
masif, kesadaran menurun, gangguan pernafasan atau stroke dalam
evolusi.e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang
luas.f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan
stroke vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang
tidak nyata pada CT scan.g. Pertimbangkan pemberian heparin
intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml
salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin
parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :1) Kemungkinan besar
stroke kardioemboli2) TIA atau infrak karena stenosis arteri
karotis3) Stroke dalam evolusi4) Diseksi arteri5) Trombosis sinus
duraHeparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas.
Pasien stroke non hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi
atrium, penyakit katup jantung atau trombus intrakardiak harus
diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu
tahun.Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan
nafas yang adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan
dengan aman dan jaga pasien agar tetap mendapat hidrasi dan
nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat pasien mencoba
untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan
melalui selang lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti
bermanfaat untuk pengobatan penyakit serebrovaskular, obat-obatan
ini dapat dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu obat
antikoagulansia, penghambat trombosit dan trombolitika (Rubenstein,
2005):1. Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan
darah dan di gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan
darah untuk membeku. Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin
dan kumarin (Rambe, 2002).2. Penghambat trombosit adalah obat yang
dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan
terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan
pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin,
dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel
(Rambe, 2002).3. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika
berkhasiat melarutkan trombus diberikan 3 jam setelah infark otak,
jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan otak, obat yang
termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase,
dan reteplase(Rambe, 2002).4. Pengobatan juga ditujukan untuk
pencegahan dan pengobatan komplikasi yang muncul sesuai kebutuhan.
Sebagian besar pasien stroke perlu melakukan pengontrolan
perkembangn kesehatan di rumah sakit kembali, di samping melakukan
pemulihan dan rehabilitasi sendiri di rumah dengan bantuan anggota
keluarga dan ahli terapi. Penelitian yang dilakukan Sri Andriani
(2008) terhadap 281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan di
dapatkan 60% berobat jalan, 23,8% meninggal dan sisanya pulang atas
permintaan sendiri(Rambe, 2002).
K. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikajiDari seluruh
dampak masalah di atas, maka diperlukan suatu asuhan keperawatan
yang komprehensif. Dengan demikian pola asuhan keperawatan yang
tepat adalah melalui proses perawatan yang dimulai dari pengkajian
yang diambil adalah merupakan respon pasien, baik respon
biopsikososial maupun spiritual, kemudian ditetapkan suatu rencana
tindakan perawatan untuk menuntun tindakan perawatan. Dan untuk
menilai keadaan pasien, diperlukan suatu evaluasi yang merujuk pada
tujuan rencana perawatan pasien dengan stroke non hemoragik.Adapun
pengkajian pada pasien dengan stroke adalah:a. Aktivitas/
IstirahatGejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa
mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).Tanda:
gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan
umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.b.
SirkulasiGejala: adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat
hipotensi postural.Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan
adanya embolisme/ malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi,
dan disritmia.c. Integritas EgoGejala: perasaan tidak berdaya,
perasaan putus asaTanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk
marah, sedih, dan gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.d.
EliminasiGejala:perubahan pola berkemihTanda:distensi abdomen dan
kandung kemih, bising usus negatif.e. Makanan/ CairanGejala:nafsu
makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan sensasi pada
lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes,
peningkatan lemak dalam darah.Tanda:kesulitan menelan, obesitas.f.
NeurosensoriGejala:sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya
rangsang sensorik kontralateral pada ekstremitas, penglihatan
menurun, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.Tanda: status
mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap awal
hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis,
afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.g.
Kenyamanan / NyeriGejala:sakit kepala dengan intensitas yang
berbeda-bedaTanda:tingkah laku yang tidak stabil, gelisah,
ketegangan pada ototh. PernapasanGejala:merokokTanda:
ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas, timbulnya
pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.i.
KeamananTanda:masalah dengan penglihatan, perubahan sensori
persepsi terhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal
objek, gangguan berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan
dalam menelan, gangguan dalam memutuskan.j. Interaksi SosialTanda:
masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasik. Penyuluhan/
Pembelajaran Gejala:adanya riwayat hipertensi pada keluarga,
stroke, pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alkohol.
L. Diagnosa KeperawatanMasalah keperawatan yang lazim muncul
pada stroke non hemoragik, yaitu (Bulecheck, 2012;Nurarif, 2013)
:1. Hambatanmobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan sensori
persepsi, gangguan neuromuskular, menurunnya kekuatan otot.2.
Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan gangguan
neuromuskular, gangguan muskuluskeletal.3. Defisit perawatan diri
berpakaian berhubungan dengan gangguan neuromuskular, gangguan
muskuluskeletal.4. Defisit perawatan diri makan berhubungan dengan
gangguan neuromuskular, gangguan muskuluskeletal.5. Defisit
perawatan diri eliminasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular,
gangguan muskuluskeletal.6. Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan hemiparesis/ hemiplegia, tidak ada mobilisasi fisik,
gangguan sirkulasi, gangguan sensasi.7. Gangguan persepsi sensori
berhubungan dengan perubahan transmisi sensory, perubahan integrasi
sensory.8. Hambatan komunikasi verbal berhubungan denganpenurunan
sirkulasi ke otak, defek anatomis (perubahan neuromuskular pada
sistem penglihatan, pendengaran, dan aparatus fonatori).9.
Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis (stroke)10.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologi, ketidakmampuan mengunyah.11.
Ketidakefektifan Bersihan Jalan nafas berhubungan dengan spasme
jalan nafas, eksudat di alveoli, disfungsi neuromuskular,
sekresi.12. Risiko jatuh13. Risiko cedera14. Risiko
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
M. Rencana Tindakan Keperawatan (secara teoritis) (Nurarif,
2013; Ackley, 2011):No.DiagnosaNOCNICRasional
1.Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengankerusakan sensori
persepsi, gangguan neuromuskular, menurunnya kekuatan otot.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
gangguan mobilitas fisik teratasi.
NOC:a. Joint movement: Activeb. Mobility levelc. Self care:
ADLsd. Transfer performance
Kriteria Hasil:a. Pasien meningkat dalam aktivitas fisikb.
Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitasc. Memverbalisasikan
perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindahd.
Pasien mampu melakukan aktivitas secara mandiri
Exercise therapy: ambulation1. Monitoring tanda-tanda vital
sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan.
2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
sesuai dengan kebutuhan.
3. Bantu pasien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan
cegah terhadap cedera.
4. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dan ROM
5. Latih pasien dalam pemenuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan.
6. Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien
7. Berikan alat bantu jika pasien memerlukan
8. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan
9. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit (ROM)
1. Mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan
informasi bagi pemulihan.
2. Berdasarkan penelitian intervensi untuk peningkatan mobilitas
ditentukan sebuah regimen dari aktivitas fisik regular mencakup
latihan aerobik dan aktivitas penguatan otot adalah bermanfaat
untuk pasien dengan kerusakan mobilitas fisik (Yeom, Keller, &
Fleury, 2009)
3. Tongkat dapat membantu mobilisasi pasien (Nelson et al,
2003)
4. Mengkaji kualitas mobilisasi pasien, kemampuan berjalan dan
berpindah dan kemampuan lainnya (Kneafsey, 2007)
5. Membantu peningkatan kemampuan mobilisasi pasien
6. Membantu pasien supaya tidak cedera dan membantu pemenuhan
kebutuhan ADLs pasien
7. Membantu pasien dalam meningkatan mobilitas (Yeom, Keller,
& Fleury, 2009)8. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
9. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur dan dapat berespons baik jika daerah yang sakit
tidak menjadi lebih terganggu
2.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hemiparesis/
hemiplegia, tidak ada mobilisasi fisik, gangguan sirkulasi,
gangguan sensasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan integritas kulit pasien mengalami perbaikan dengan :
NOC : Integritas jaringan : kulit dan membran mukosa Wound
healing
Kriteria hasil : Luka pasien sudah tertutup dengan baik Pasien
tidak mengeluhkan nyeri pada luka Kerusakan jaringan tertangani
Tidak ada tanda/gejala infeksiPressure Management1. Anjurkan pasien
untuk menggunakan pakaian yang longgar.
2. Hindari kerutan pada tempat tidur.
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
sekali.
5. Monitor kulit dari kemerahan.
6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang
tertekan.
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
8. Monitor status nutrisi pasien.
9. Memandikan pasien1. Pakaian yang longgar berguna untuk
mengurangi rasa panas pada tubuh sehingga pasien tidak mudah
berkeringat.
2. Kerutan pada tempar tidur menyebabkan lecet pada bagian kulit
yang tertekan.
3. Kulit yang kotor dan lembab rentan mengalami kerusakan
kulit.
4. Ubah posisi pasien berguna agar kulit pasien tidak lecet
sehingga pasien tidak mengalami dekubitus.
5. Merah merupakan salah satu tanda terjadinya infeksi.6.
Lotion/Minyak./baby oil merupakan barier untuk mencegah kerusakan
kulit bagi pasien yang sering bad rest total.
7. Aktivitas dan mobilisasi pasien yang berat bisa menyebabkan
kerusakan kulit.
8. Nutrisi yang kurang membuat perbaikan kulit menjadi
berkurang.
9. Mandi mencegah adanya penumpukan bakteri pada bagian-bagian
lipatan kulit. Kulit yang bersih terhindar dari kerusakan
kulit.
3.Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak (stroke), defek anatomis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, hambatan
komunikasi verbal pasien mengalami penurunan.
NOC : Sensory function : speech Fear self control
Kriteria Hasil Komunikasi : penerimaan, interpretasi dan
ekspresi pesan lisan, tulisan, dan non verbal meningkat. Komunikasi
ekspresif (kesulitan berbicara) : ekspresi pesan verbal dan atau
non verbal yang bermakna. Pengolahan informasi : pasien mampu untuk
memperoleh, mengatur, dan menggunakan informasi.Communication
Enhancement : Speech Deficit1. Beri satu kalimat simple setiap
bertemu jika diperlukan
2. Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi wicara.
3. Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahandan untuk
mengulangi permintaan.
4. Dengarkan dengan penuh perhatian.
5. Berdiri di depan pasien ketika berbicara.
6. Gunakan kartu baca, kertas, pensil, bahasa tubuh, gambar,
daftar, kosakata bahasa asing, computer, dan lain-lain untuk
memfasilitasi komunikasi dua arah yang optimal.
7. Ajarkan bicara dari esophagus, jika diperlukan.
8. Berikan pujian positive, jika diperlukan.
9. Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur
10. Anjurkan ekspresi diri dengan cara lain dalam menyampaikan
informasi (bahasa isyarat)
1. Untuk memberikan latihan berbicara dimulai dengan kata-kata
yang mudah.
2. Terapi wicara terbukti mampu mengembalikan cara bicara pasien
menjadi normal.
3. Untuk melatih komunikasi sehingga komunikasi menjadi
lancar.
4. Perhatian yang baik dari perawat menandakan bahwa perawat
peduli dengan pasien.
5. Untuk mengetahui ekspresi yang diungkapkan oleh pasien dan
meningkatkan BHSP.
6. Mempermudah komunikasi 2 arah
7. Memodifikasi komunikasi sehingga memudahkan pasien untuk
berkomunikasi.
8. Pujian mampu memberikan semangat kepada pasien.
9. Kunjungan bertujuan agar memberikan stimulus komunikasi.
10. Untuk mempermudah komunikasi 2 arah.
4.Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan
neurologis.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam,
pasien menunjukkan penurunan kerusakan memori.
NOC : Perfusi jaringan serebral Level bingung akut
Kriteria hasil Mampu untuk melakukan proses mental yang kompleks
Orientasi kognitif Kondisi neurologis : kesadaran Kondisi
neurologis : kemampuan sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat
untuk menerima, memproses, dan memberi respon terhadap stimuli
internal dan eksterna.Neurologi monitoring1. Memantau ukuran pupil,
bentuk, simetri, dan reaktivitas.
2. Memantau tingkat kesadaran.
3. Memantau tingkat orientasi.
4. Memantau GCS
5. Memonitor memori baru, rentang perhatian, memori masa lalu,
suasana hati, dan perliaku.
6. Memonitor tanda vital.
7. Memonitor status pernapasan
8. Memantau refleks kornea.
9. Memantau otot dan gerakan motorik.
10. Memantau untuk gemetar
11. Memantau simetri wajah.
12. Memantau tonjolan lidah.
13. Memantau tanggapan pengamatan.
14. Memantau untuk gangguan visual.
15. Catatan keluhan sakit kepala.
16. Memantau karakteristik berbicara : kelancaran, keberadaan
aphasias, atau kata temuan kesulitan.
17. Memantau adanya paresthesia : mati rasa dan kesemutan.
18. Memantau respon babinski
19. Meningkatkan frekuensi pemantauan neurologis
20. Hindari kegiatan yang meningkatkan tekanan intrakranial.
21. Beritahu dokter dari perubahan kondisi pasien.
22. Melakukan protokol darurat.1. Masalah pada pupil menandakan
adanya gangguan pada nervus III.
2. Tingkat kesadaran dinilai berdasarkan GCS
3. Orientasi yang baik menandakan bahwa pasien tidak ada masalah
kognitif.
4. Memonitor tingkat kesadaran pasien.
5. Gangguan pada otak menyebabkan hilangnya memori baik itu
jangka pendek atau jangka panjang.
6. Memantau perkembangan keadaan pasien
7. Status pernapasan menginditifikasi terjadi hipoksia otak.
8. Masalah pada kornea menandakan adanya gangguan pada nervus
V.
9. Pergerakan otot dan motorik yang bermasalah menandakan ada
gangguan pada otak.10. Gemetar atau tremor adalah salah satu tanda
adanya terjadinya SNH.
11. Mengetahui adanya gangguan pada komunikasi verbal.
12. Tonjolan abnormal pada lidah menandakan ada masalah pada
nervus XII
13. Tanggapan yang salah bisa diindetifikasikan sebagai tanda
adanya stroke.
14. Stroke dapat menyebabkan hilangnya koordinasi melihat.
15. Sakit kepala dan pusing menandakan pasien mengalami
vertigo
16. Gangguan komunikasi verbal mengidintifikasi ada masalah pada
nervus
17. Parasthesia menandakan adanya penyumbatan pembuluh darah
pada otak,
18. Respon babinski menandakan abnormalitas pada otak
19. Untuk secara dini terjadinya kegawatan
20. Meningkatnya tekanan intrakranial bisa menyebabkan
kelumpuhan dan kesadaran menurun.21. Pasien bisa mendapat Tindakan
medis terkait pemberian obat
22. Mengusahakan keselamatan pasien.
Daftar Pustaka
Ackley BJ, Ladwig GB. Nursing Diagnosis Handbook. An
Evidance-Based Guide to Planning Care. Ninth Edition. United States
of Amerika: Elsevier, 2011.
Israr YA. Stroke. Riau: Faculty of Medicine, 2008.
http://case-s-t-r-o-k-e.pdf Diakses pada 1 Juni 2013.
Kneafsey R: A systematic review of nursing contributions to
mobility rehabilitation: examining the quality and content of the
evidence, J Clin Nurs 16(11c):325-340, 2007.
Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009. Medan: FK
USU, 2010. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21421
Diakses pada 1 Juni 2013.
Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan
Jantung Pada Usia Muda. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2003.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan. Kapita Selekta
Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius,
2000.
Mardjono M & Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta:
Dian Rakyat, 2010.
Nurarif AH, Hardhi K. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosis Medis dan Nanda Nic Noc. Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction,
2013.
Price, Sylvia A, Lorraine MW. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC, 2005.
Rambe AS. Obat Obat Penyakit Serebrovaskular. Medan: FK USU,
2002. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3458. Diakses
pada 1 Juni 2013.
Rismanto.Gambaran Faktor-Faktor Risiko Penderita Stroke Di
Instalasi Rawat Jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Tahun 2006. Semarang: FKM UNDIP, 2006.
http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=3745.Diakses
pada 1 Juni 2013.
Ritarwan K. Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita
Stroke Yang Dirawat Di Rsup H. Adam Malik Medan. Medan: FK USU,
2003.
Rubenstein D, Waine D & Bradley J. Kedokteran Klinis Edisi
Ke 6. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005.
Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru: SMF Saraf
RSUD Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru, 2007.
Sabiston. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta:EGC, 1994.
Sinaga SA. Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap Di Rumah
Sakit Haji Medan Tahun 2002-2006. Medan: FKM USU, 2008.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16617. Diakses pada 1
Juni 2013.
Smeltzer SC, Brenda GB. Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 vol.1.
Jakarta: EGC, 2001.
Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.
Swartz MH. Buku Ajar Diagnostic Fisik. Jakarta: EGC ,2002.
Utami IM. Gambaran Faktor - Faktor Risiko Yang Terdapat Pada
Penderita Stroke Di RSUD Kabupaten Kudus. Semarang: FK UNDIP, 2002.
http://eprints.undip.ac.id/4021/1/2042.pdf . Diakses pada 1 Juni
2013.
Yeom HA, Keller C, Fleury J: Intervention for promoting mobility
in community-dwelling older adults, J Am Acad Nurse Pract 21
(2):95-100, 2009.