BAB II DASAR TEORI 2.1 UMUM Dalam suatu perencanaan dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Pada bab ini menyajikan teori-teori dari berbagai sumber yang bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan maupun sebagai dasar untuk menggunakan rumus-rumus tertentu dalam perencanaan suatu konstruksi. 2.2 DASAR-DASAR PERENCANAAN 2.2.1 Bathimetri – Topografi Untuk keperluan perencanaan reklamasi, sangat diperlukan peta bathimetri dan topografi. Peta bathimetri diperlukan untuk: • Menentukan volume material yang akan dipergunakan pada reklamasi • Menghitung deformasi gelombang dalam rangka menentukan tinggi gelombang rencana • Menentukan tata letak (lay out) lahan reklamasi dan bangunan pelindung • Menentukan volume bangunan pelindung lahan reklamasi Sedangkan peta topografi diperlukan untuk : • menghubungkan antara prasarana atau fasilitas yang terdapat dilahan reklamasi dengan prasarana atau fasilitas yang terdapat di daratan induk • Untuk menganalisis pengaruh reklamasi terhadap tata air yang terdapat di daratan induk, misalnya peningkatan potensi banjir, dan gangguan terhadap drainase perkotaan Pengukuran bathimetri harus meliputi daerah disekitar perairan yang akan dilakukan reklamasi, paling tidak meliputi perairan sejauh 500 sd 1000 m keluar dari kawasan yang akan direklamasi. Hal ini memberikan keleluasaan pada perencanaan dalam menentukan tata letak dan perhitungan deformasi gelombang. Bersama dengan pelaksanaan pengukuran kedalaman perairan (laut) perlu dicatat pula waktu dan pasang surut pada saat itu. Data hasil pengukuran kedalaman (dari echosounder) harus dikoreksi dengan hasil pencatatan pasang surut pada jam yang sama, sehingga
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
DASAR TEORI
2.1 UMUM
Dalam suatu perencanaan dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar
perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan
pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Pada bab ini menyajikan teori-teori dari berbagai
sumber yang bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan maupun sebagai dasar
untuk menggunakan rumus-rumus tertentu dalam perencanaan suatu konstruksi.
2.2 DASAR-DASAR PERENCANAAN
2.2.1 Bathimetri – Topografi
Untuk keperluan perencanaan reklamasi, sangat diperlukan peta bathimetri dan
topografi. Peta bathimetri diperlukan untuk:
• Menentukan volume material yang akan dipergunakan pada reklamasi
• Menghitung deformasi gelombang dalam rangka menentukan tinggi
gelombang rencana
• Menentukan tata letak (lay out) lahan reklamasi dan bangunan pelindung
• Menentukan volume bangunan pelindung lahan reklamasi
Sedangkan peta topografi diperlukan untuk :
• menghubungkan antara prasarana atau fasilitas yang terdapat dilahan
reklamasi dengan prasarana atau fasilitas yang terdapat di daratan induk
• Untuk menganalisis pengaruh reklamasi terhadap tata air yang terdapat di
daratan induk, misalnya peningkatan potensi banjir, dan gangguan terhadap
drainase perkotaan
Pengukuran bathimetri harus meliputi daerah disekitar perairan yang akan
dilakukan reklamasi, paling tidak meliputi perairan sejauh 500 sd 1000 m keluar dari
kawasan yang akan direklamasi. Hal ini memberikan keleluasaan pada perencanaan
dalam menentukan tata letak dan perhitungan deformasi gelombang. Bersama dengan
pelaksanaan pengukuran kedalaman perairan (laut) perlu dicatat pula waktu dan
pasang surut pada saat itu. Data hasil pengukuran kedalaman (dari echosounder)
harus dikoreksi dengan hasil pencatatan pasang surut pada jam yang sama, sehingga
8
RL = UW/UL ( Triatmodjo, hal : 154,1999) Dimana : UL = Kecepatan angin yang diukur di darat (m/dt)
UW = Kecepatan angin dilaut (m/dt)
RL = Tabel korelasi hubungan kecepatan angin di darat
dan di laut ( lihat gambar 2.1)
semua hasil pengukuran mempunyai datum yang sama, Pengukuran bathimetri dan
topografi harus menggunakan datum yang sama, disarankan menggunakan Chart
Datum. Pengukuran topografi dan bathimetri digabungkan dan digambar pada peta
dengan sekala 1:2000 sd 1:5000, atau sesuai dengan kebutuhan. Pada peta harus
tampak jelas garis pantai dengan elevasi + 0,00 m.
2.2.2 Angin
Angin yaitu sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi.
Data angin yang didapat biasanya diolah dan disajikan dalam bentuk tabel atau
diagram yang disebut dengan mawar angin (wind rose).
Pada umumnya pengukuran angin dilakukan di daratan, sedangkan di dalam
rumus-rumus pembangkitan gelombang data angin yang digunakan adalah yang ada
di atas permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan transformasi data angin di atas
daratan yang terdekat dengan lokasi studi ke data angin di atas permukaan laut.
Hubungan antara angin di atas laut dengan angin di atas daratan terdekat diberikan
rumus sebagai berikut ini.
Gambar 2.1. Grafik Hubungan Kecepatan Angin di Laut dan di Darat
9
Feff = ∑ Xi cos α1 / ∑ cos α1 ( Triatmodjo,hal: 155,1999) Dengan : Feff = Fetch rerata efektif
Xi = Panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelom
bang ke ujung akhir fetch
α1 = Sudut arah angin datang yang diukur dari arah tegak lurus garis
pantai
Dari kecepatan angin yang didapat, dicari faktor tegangan angin (wind stress
factor) dengan persamaan:
2.2.3 Fetch
Fetch adalah panjang daerah dimana gelombang dibangkitkan oleh angin yang
berhembus dengan kecepatan dan arah yang konstan. Didalam peninjauan
pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh daratan yang mengelilingi. Di
daerah pembangkitan,gelombang tidak hanya dibangkitkan oleh angin dengan arah
angin yang sama tetapi juga dalam berbagai sudut arah angin.
Gambar 2.2. Panjang Fetch
UA = 0,71 U 1.23 ( Triatmodjo, hal: 155,1999)
Dimana UA adalah kecepatan angin darat dalam m/dt
U adalah kecepatan angin laut dalam m/dt
10
2.2.4 Peramalan Gelombang Laut Dalam Berdasarkan wind stress factor pada sub bab 2.2.1 dan panjang fetch pada sub
bab 2.2.2, dilakukan peramalan gelombang di laut dalam dengan menggunakan grafik
peramalan gelombang, tinggi, durasi, dan periode gelombang signifikan dapat
diketahui dengan cara mencari titik potong antara nilai UA dengan panjang fetch yang
sudah diketahui, maka akan didapat nilai tinggi gelombang dan periode gelombang.
Berikut ini adalah grafik peramalan gelombang.
Gambar 2.3. Grafik Peramalan Gelombang
11
2.2.5 Gelombang
Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam yang tergantung
pada daya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang angin, gelombang
pasang surut, dan gelombang tsunami, serta gelombang lainnya. Diantara beberapa
bentuk gelombang yang paling penting adalah gelombang angin dan gelombang
pasang surut. Pada umumnya bentuk gelombang sangat kompleks dan sulit
digambarkan secara matematis karena ketidak linierannya, tiga dimensi dan
bentuknya yang random. Ada beberapa teori yang menggambarkan bentuk gelombang
yang sederhana dan merupakan pendekatan dari alam. Teori yang paling sederhana
adalah teori gelombang linier. Menurut teori gelombang linier, gelombang
berdasarkan kedalaman relatifnya dibagi menjadi tiga yaitu deep water, transitional,
shallow water. Klasifikasi dari gelombang tersebut ditunjukan dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.1 Klasifikasi Gelombang Menurut Teori Gelombang Linier
Klasifikasi d/L 2π d/L tan h (2π d/L)
Deep Water > ½ >π ≈ 1
Transitional 1/25 s/d ½ ¼ s/d π tan h (2π d/L)
Shallow Water < 1/25 < ¼ ≈ 2π d/L Sumber : Shore Protection Manual (volume I ), hal: 2-9,1984
Sedangkan persamaan dari profil gelombang, cepat rambat gelombang, dan
panjang gelombang dari masing masing gelombang diberikan pada tabel 2.2 berikut.
Masing-masing penggunaan rumus harus disesuaikan dengan kriteria gelombang
tersebut apakah termasuk shallow water, transitional, atau deep water.
13
2.2.6 Deformasi Gelombang
Gelombang merambat dari laut dalam ke laut dangkal. Selama penjalaran
tersebut, gelombang mengalami perubahan-perubahan atau disebut deformasi
gelombang. Deformasi gelombang bisa disebabkan karena variasi kedalaman di
perairan dangkal atau karena terdapatnya penghalang/rintangan seperti struktur di
perairan.
2.2.6.a Gelombang Laut Dalam Ekivalen
Analisis transformasi gelombang sering dilakukan dengan konsep gelombang
laut dalam ekivalen yaitu tinggi gelombang di laut dalam jika tidak mengalami
refraksi. Tinggi gelombang laut dalam ekivalen diberikan dalam persamaan:
H’0 = K’Kr Ho ( Triatmodjo, hal:66, 1999)
Dimana :
H’0 = tinggi gelombang laut dalam ekivalen
Ho = tinggi gelombang laut dalam
K’ = koefisien difraksi
Kr = koefisien refraksi
2.2.6.b Waveshoaling dan Refraksi
Akibat dari pendangkalan ( waveshoaling ) dan refraksi ( berbeloknya
gelombang akibat perubahan kedalaman ) persamaan gelombang laut dapat menjadi:
H = KS KR HO
rOO
KHH
HH
'=
KrHH
O
O ='
H’O = Kr Ho (Triatmodjo, hal: 70,1999)
Dimana:
Ks = Koefisien Pendangkalan (Ks bisa didapat langsung dari tabel fungsi d/L
untuk pertambahan nilai d/Lo)
Kr = Koefisien refraksi
= αα
coscos 0
14
α0 = Sudut antara garis puncak gelombang dengan dasar dimana gelombang
melintas
α = sudut yang sama yang diukur saat garis puncak gelombang melintasi
kontur dasar berikutnya
Gambar 2.4 Refraksi gelombang
2.2.6.c Difraksi Gelombang
Apabila gelombang datang terhalang oleh suatu rintangan seperti pemecah
gelombang atau pulau, maka gelombang tersebut akan membelok disekitar ujung
rintangan dan masuk di daerah terlindung dibelakangnya, fenomena ini yang disebut
difraksi gelombang.
Hitungan difraksi gelombang ini adalah:
HA = K’ Hp
K’ = f ( θ, β, r/L ) (Triatmodjo, hal: 80, 1999)
Dimana :
HA = Tinggi gelombang dititik A
K’ = Perbandingan antara tinggi gelombang dititk yang terletak di
daerah terlindung dan tinggi gelombang datang
r = Jarak suatu titik terhadap suatu rintangan
θ = Sudut antara arah perjalanan gelombang dan rintangan
β = Sudut antara rintangan dan garis yang menghubungkan titik
tersebut dengan ujung rintangan
15
Gambar 2.5 Difraksi gelombang
2.2.6.d Gelombang Pecah
Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai mengalami
perubahan bentuk karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Gelombang
pecah dipengaruhi oleh kemiringannya, yaitu perbandingan antara tinggi dan
panjang gelombang. Dilaut dalam kemiringan gelombang maksimum di mana
gelombang mulai tidak stabil diberikan oleh bentuk berikut:
o
o
LH
= 71 = 0.142 Lo = Panjang gelombang
Jika kedalaman gelombang pecah (db) dan tinggi gelombang pecah Hb, maka
rumus untuk menentukan tinggi dan kedalaman gelombang pecah adalah
31)/(3,31
ooo LHHH
=
28,1=b
b
Hd
(Triatmodjo, hal: 94, 1999)
Parameter Hb/Ho’ disebut dengan indek tinggi gelombang pecah. Pada grafik 2.4
menunjukan hubungan antara Hb/Ho dan Hb/Lo untuk berbagai kemiringan dasar
laut. Sedang grafik 2.5 menunjukan hubungan antara db/Hb dan Hb/gT2 untuk
berbagai kemiringan dasar. Grafik 2.5 ditulis dalam rumus sebagai berikut:
)/(
12gTaHbH
d
bb
b
−= (Triatmodjo, hal: 95, 1999)
Dimana a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai m dan diberikan oleh
persamaan berikut:
16
a = 43,75 ( 1 – e-19m ) b = )1(
56,15,19 me−+
(Triatmodjo, hal: 95, 1999)
Gambar 2.6 Penentuan Tinggi gelombang Pecah ( Hb )
Gambar 2.7 Penentuan Kedalaman Gelombang Pecah ( db )
17
2.2.7 Fluktuasi Muka Air Laut
Fluktuasi muka air laut disebabkan oleh pasang surut, tsunami, wave set-up dan storm
surge.
2.2.7.a Tsunami
Tsunami adalah gelombang yang terjadi karena gempa bumi atau letusan
gunung api di laut. Gelombang yang terjadi bervariasi dari 0,5 m sampai 30 m dan
periode dari beberapa menit sampai beberapa satu jam.
Tabel 2.3 Hubungan antara besarnya gempa dan tinggi tsunami di pantai
M H (meter)
5,0
4,5
4,0
3,5
3,0
2,5
M
> 32
24,0 – 32,0
16,0 – 24,0
12,0 – 16,0
8,0 – 12,0
6,0 – 8,0
H (meter)
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0
-0,5
-1,0
-1,5
-2,0
,0 – 6,0
3,0 – 4,0
2,0 – 3,0
1,5 – 2,0
1,0 – 1,5
0,75 – 1,0
0,5 – 0,75
0,3 – 0,5
< 0,3
2.2.7.b Kenaikan Muka Air Karena Gelombang (Wave Set-up)
Gelombang yang datang dari laut menuju pantai menyebabkan fluktuasi muka
air di daerah pantai terhadap muka air diam. Pada waktu gelombang pecah akan
terjadi penurunan elevasi muka air rerata terhadap elevasi muka air diam disekitar
18
lokasi gelombang pecah. Kemudian dari titik dimana gelombang pecah permukaan air
rerata miring ke atas ke arah pantai. Turunnya muka air tersebut dikenal dengan wave
set-down, sedang naiknya muka air disebut wave set-up.Besarnya wave set-down di
daerah gelombang pecah (Sb) adalah:
Sb = - Tg
H b21
32536,0 (Triatmodjo, hal: 107, 1999)
Dimana:
Sb : Wave set down ( m )
Sw : Wave set up ( m )
T : periode gelombang
H’o : tinggi gelombang laut dalam ekivalen
db : kedalaman gelombang pecah
g : percepatan gravitasi
Wave set-up di pantai diberikan oleh bentuk berikut:
Sw = ∆S - Sb (Triatmodjo, hal: 107, 1999)
Jika ∆S = 0,15 db dan dianggap bahwa db = 1,28 Hb maka:
Sw = 0,19 ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡− 282,21
gTH b Hb (Triatmodjo, hal: 108, 1999)
Gambar 2.8 Wave set up dan wave set down
19
2.2.7.c Kenaikan Muka Air Karena Angin (Wind Set-up)
Angin dengan kecepatan besar (badai) yang terjadi di atas permukaan laut bisa
membangkitkan fluktuasi muka air laut yang besar besar di sepanjang pantai jika
badai tersebut cukup kuat dan daaerah pantai dangkal dan luas. Kenaikan elevasi
muka air karena badai dapat dihitung dengan persamaan berikut:
∆h = 2Fi
∆h = F c gd
V2
2
(Triatmodjo, hal: 108, 1999)
Denagan:
∆h = kenaikan elevasi muka air karena badai (m)
F = panjang fetch (m)
i = kemiringan muka air
c = konstanta = 3,5 x 10-6
V = kecepatan angin (m/dt)
d = kedalaman air (m)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
Gambar 2.9 Wind set up
2.2.7.d Pemanasan Global
Efek rumah kaca menyebabkan bumi panas sehingga dapat dihuni kehidupan.
Disebut efek rumah kaca karena kemiripannya dengan apa yang terjadi dalam sebuah
rumah kaca ketika matahari bersinar. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya suhu
bumi yang nantinya akan berdampak pada peningkatan tinggi permukaan laut yag
disebabkan oleh pemuaian air laut dan mencairnya gunung-gunung es di kutub.
Kenaikan muka air laut akan menyebabkan mundurnya garis pantai sehingga
menggusur daerah pemukiman dan mengancam daerah perkoataan yang rendah,
20
membanjiri lahan produktif dan mencemari persediaan air tawar. Untuk melindungi
daerah tersebut perlu dibangun tanggul laut.
2.2.7.e Pasang Surut
Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-
benda langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Elevasi
muka air tertinggi (pasang) dan muka air terendah (surut) sangat penting untuk
perencanaan bangunan pantai. Data pasang surut didapatkan dari pengukuran selama
minimal 15 hari. Dari data tersebut dibuat grafik sehingga didapat HHWL, MHWL,
MLWL, MSL. Dalam pengamatan selama 15 hari tersebut telah tercakup satu sirklus
pasang surut yang meliputi pasang purnama dan perbani. Pengamatan yang lebih lama
akan memberikan data yang lebih lengkap.
2.2.8 Proses Abrasi
Abrasi adalah proses pengkikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus
laut yang bersifat merusak. Material yang terkikis tersebut terbawa oleh arus ke
tempat lain dan tidak kembali ke tempat semula. Material tersebut akan mengendap di
daerah yang lebih tenang dan akan mengakibatkan sedimentasi di daerah tersebut.
Abrasi pantai dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu proses alami dan kegiatan
manusia.
Tabel 2.4 Penyebab Abrasi Pantai
Alami Kegiatan Manusia
Kenaikan muka air laut Penurunan muka tanah
Berubahnya jumlah suplai sedimen ke
arah pantai
Gangguan dalam transpor material
Gelombang badai Reduksi suplai sedimen sungai ke arah
pantai
Gelombang dan ombak overwash Pemusatan energi gelombang di pantai
Deflasi
(perpindahan material lepas karena angin)
Peningkatan elevasi muka air
Transpor sedimen sejajar pantai Perubahan perlindungan alami pantai
Pengurangan sedimen pantai Pemindahan material dari pantai Sumber : Shore Protection Manual (volume I), 1984, hal : 1-16
21
2.2.9 Sedimen Pantai
Sedimen pantai bisa berasal dari erosi garis pantai itu sendiri, dari daratan yang
dibawa oleh sungai, dan dari laut dalam yang terbawa arus ke daerah pantai.
(Triatmodjo, hal: 108, 1999)
Angkutan sedimen pantai dapat dihitung dengan rumus berikut:
Qs = K P1n
P1 = ρg Hb2 Cb sin αb cos αb (Triatmodjo, hal: 186, 1999)
8
Dimana :
Qs = angkutan sedimen sepanjang pantai ( m3/hari )
P1 = komponen fluks energi gelombang sepanjang pantai pada saat pecah
( Nm/d/m )
ρ = rapat massa air laut ( Kg/ m3)
Hb = tinggi gelombang pecah (m)
Cb = cepat rambat gelombang pecah (m/d) = √gdb
αb = sudut datang gelombang pecah
K,n = konstanta
2.2.10 Kondisi Tanah Dasar
Untuk keperluan perencanaan bangunan maritim, termasuk reklamasi dan
bangunan pengamannya, diperlukan informasi mengenai keadaan dan sifat – sifat
teknik ( engineering properties ) dari tanah dasar. Untuk mengetahui informasi
tersebut maka diperlukan penyelidikan tanah dan pengujian mekanika tanah di
laboraturium.
Penyelidikan tanah di lokasi pekerjaan dimaksudkan untuk mendapatkan data
lapisan – lapisan tanah dibawah permukaan, sifat dan perilaku tanah yang berkaitan
dengan pekerjaan penimbunan yang akan dilakukan di lokasi tersebut. Beberapa
kegiatan penyelidikan dan pengujian tanah diantaranya adalah:
• Pengeboran dan pengambilan sample tanah, tanah terganggu maupun tidak
terganggu
• Uji sondir (statis)
• Uji penetrasi standart (STP)
22
• Vane shear test
• Uji deformasi dan kekuatan ditempat dengan pressuremeter