LAPORAN KASUS Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Aman Fase Aktif Dekstra Oleh : Laili Khairani H1A 007 033 Pembimbing: dr. I Gusti Ayu Trisna Aryani, Sp.THT-KL DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROKAN 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN KASUS
Otitis Media Supuratif Kronik
Tipe Aman Fase Aktif Dekstra
Oleh :
Laili Khairani
H1A 007 033
Pembimbing:
dr. I Gusti Ayu Trisna Aryani, Sp.THT-KL
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI BAGIAN ILMU PENYAKIT
TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RSUP NTB
2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif
dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada
beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi
umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa
sekolah. 1
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak ditemukan di
negara sedang berkembang. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor
sosioekonomi. Prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi
dibandingkan dengan beberapa negara lain. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran oleh Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan
(morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan
prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar
38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2%.2,3
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada
orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika
Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-
negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di
Pasifik.4 Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta
gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK
pada negara yang sedang berkembang.2
OMSK dapat terbagi atas 2, yaitu otitis media supuratif kronik tubotimpani dan otitis
media supuratif kronik atikoantral. OMSK atikoantral merupakan bentuk yang paling berbahaya
karena sifatnya yang dapat mendestruksi jaringan sekitar sehingga dapat menimbulkan
komplikasi yang lebih berat.1,2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, processus mastoideus, dan tuba
eustachius.1,3,4
1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga
luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter
antero-posterior kira-kira 8-9 mm, dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak membran timpani
tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar ke
muka dalam dan membuat sudut 45 dari dataran sagital dan horizontal. Membran timpani
berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah kavum timpani yang
dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks cahaya ( none of ligt). Membran
timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :4
a) Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
b) Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
c) Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum.
Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :2
a. Pars tensa
Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang tegang
dan bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus
timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
b. Pars flaksida atau membran Shrapnell
Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi
oleh 2 lipatan yaitu :
Plika maleolaris anterior (lipatan muka).
Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
3
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dinamakan sulkus
timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus ini dan bagian ini disebut
incisura timpanika (rivini). Permukaan luar dari membrane timpani disarafi oleh cabang nervus
aurikulo temporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh
nervus timpani cabang dari nervus glossofaringeal.
Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-
pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari arteri maksilaris interna.
Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri timpani anterior cabang dari arteri
maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.
2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf,
atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter
transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding
lateral, medial, anterior, dan posterior.
Kavum timpani terdiri dari :1,2
a. Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil), inkus
(anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
b. Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot stapedius
(muskulus stapedius).4
c. Saraf korda timpani.
d. Saraf pleksus timpanikus.
3. Processus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap
mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior.
Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid
terdapat aditus ad antrum.
4. Tuba eustachius.1,2,4
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk seperti
huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring.
Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga
tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
5
2.2. Otitis Media Supuratif Kronik
2.2.1. Definisi
Suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat
keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.2
2.2.2. Epidemiologi
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada
orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika
Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-
negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik.
Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang
jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara
yang sedang berkembang.2
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi
penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200 juta) menderita
kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8%
dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah
sakit di Indonesia.2
2.2.3. Etiologi
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai
setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis,
sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang
abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan
down’s syndrom. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah
defisiensi immun sistemik. Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan
6
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini
berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel
udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer
atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut
dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu
telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi kronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi
pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan adalah
tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-usus, dan beberapa
organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan
tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis
media kronis.
7
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang
bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap
antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga
yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan
umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi
normal.
2.2.4. Patofisiologi
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan
bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di
belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab
utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media, OM).2
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan
membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan
udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang
belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang
datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah
menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.2
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui
tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada
saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang
dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti
keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permeabilitas
8
pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya
peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena
stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.2
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan,
epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak
lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang
bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai
dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.2
2.2.5. Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :2,4
a) Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rhinogen)
Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada mukosa saja dan
biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau
pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor
lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas,
pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang
rendah. Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa,
serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam perkembangan tipe ini. Sekret
mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah
pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas: 9
• Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan
infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk
melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi
bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. 4
• Fase tidak aktif / fase tenang
9
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai
seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga. 9
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani : 9
Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis
Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis
Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang
terkontaminasi
Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia
Otitis media supuratif akut yang berulang
b) Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini letaknya
marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida. Karakteristik utama dari tipe ini
adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi tumpukan keratin sampai menghasilkan
kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna
putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik. Kolesteatom merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah proteus dan
pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun local sehingga akan mencetuskan pelepasan
mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah
interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor-α, dan transforming growth factor. Zat-zat ini
dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang bersifat hiperproliferatif,
destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak
organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis
terhadap tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh pembusukan bakteri.
Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:1
1) Kongenital
2) Didapat.
10
1. Kongenital
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis (1965) adalah:
Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.Pada mulanya dari jaringan embrional dari
epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous
selama perkembangan. Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga
tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis
parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan. 5
2. Didapat.
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong retraksi. Jika telah
terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong retraksi dengan komponen telinga tengah,
kantong tersebut sulit untuk mengalami perbaikan bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali
normal. Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia skuamosa pada
mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi kronik atau adanya suatu
pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di sekitar pinggir perforasi, terutama pada perforasi
marginal.7
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma didapat, yang dapat terjadi
akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel. 7
Kolesteatom didapat dapat terbagi atas:
Primary acquired cholesteatoma.
11
Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran timpani pada daerah
atik atau pars flasida.
Secondary acquired cholesteatoma.
Kolesteatoma yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani. Kolesteatom
terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi
membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum
timpani karena iritasi infeksi yang berlansung lama (teori metaplasia)
Perforasi Membran Tympani
Definisi
Perforasi atau hilangnya sebagian jaringan dari membrane timpani yang menyebabkan
hilanggnya sebagian atau seluruh fungsi dari membrane timpani. Membran timpani adalah organ
pada telinga yang berbentuk seperti diafragma, tembus pandang dan fleksibel sesuai dengan
fungsinya yang menghantarkan energy berupa suara dan dihantarkan melalui saraf pendengaran
berupa getaran dan impuls-impuls ke otak. Perforasi dapat disebabkan oleh berbagai kejadian,
seperti infeksi, trauma fisik atau pengobatan sebelumnya yang diberikan. 8
Klasifikasi
1. Menurut letaknya :1
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior,
kadang-kadang sub total.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus.
Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada
pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.
4. Perforasi postero-superior
12
2. Menurut luasnya perforasi :8
1. Perforasi kecil
2. Perforasi sedang
3. Perforasi luas ( subtotal - total)
2.2.6. Gejala Klinis
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer) tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga
tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya secret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau
berenang.
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat
bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya.
Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara
luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip
telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer
berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli
konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli
konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan
dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30
db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan
dan mobilitas system pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya 13
didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat
harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena
penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya
labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran
tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang
serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti
adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau
dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi
mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau
pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran
timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa
terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi
kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul
labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada
kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif
pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.
14
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
15
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
2.2.7. Pemeriksaan Penunjang
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut2 :
1. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi
dapat pula dijumpai adanya tuli sensorineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga
tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli
sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui
membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara
temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas
kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang,
sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test
berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas
pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala
ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi koklea.
Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian
tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan
manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan
evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :16
a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-
50 dB apabila disertai perforasi.
c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih
utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan