151/FT.EKS.01/SKRIP/07/2012 UNIVERSITAS INDONESIA PENGEMBANGAN GRAFIK DESAIN KAPASITAS MOMEN NOMINAL (Mn) BALOK PROFIL BAJA YANG DIKELUARKAN PRODUSEN LOKAL SEBAGAI FUNGSI DARI PANJANG TAK TERKEKANG (Lb) DENGAN ASUMSI PROFIL KOMPAK DAN KOEFISIEN MOMEN (Cb) 1 SKRIPSI HARDIAN PURNAMA 0906605630 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK JULI 2012 Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
159
Embed
lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20306439-S42178-Hardian... · 151/FT.EKS.01/SKRIP/07/2012 UNIVERSITAS INDONESIA PENGEMBANGAN GRAFIK DESAIN KAPASITAS MOMEN NOMINAL
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
151/FT.EKS.01/SKRIP/07/2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGEMBANGAN GRAFIK DESAIN KAPASITAS MOMEN
NOMINAL (Mn) BALOK PROFIL BAJA YANG
DIKELUARKAN PRODUSEN LOKAL SEBAGAI FUNGSI
DARI PANJANG TAK TERKEKANG (Lb) DENGAN ASUMSI
PROFIL KOMPAK DAN KOEFISIEN MOMEN (Cb) 1
SKRIPSI
HARDIAN PURNAMA
0906605630
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
DEPOK
JULI 2012
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGEMBANGAN GRAFIK DESAIN KAPASITAS MOMEN
NOMINAL (Mn) BALOK PROFIL BAJA YANG
DIKELUARKAN PRODUSEN LOKAL SEBAGAI FUNGSI
DARI PANJANG TAK TERKEKANG (Lb) DENGAN ASUMSI
PROFIL KOMPAK DAN KOEFISIEN MOMEN (Cb) 1
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik
HARDIAN PURNAMA
0906605630
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
STRUKTUR
DEPOK
JULI 2012
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Hardian Purnama
NPM : 0906605630
Tanda Tangan : .................................
Tanggal : 6 Juli 2012
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Hardian Purnama NPM : 0906605630 Program Studi : Teknik Sipil Judul Skripsi : PENGEMBANGAN GRAFIK DESAIN
KAPASITAS MOMEN NOMINAL (MN) BALOK PROFIL BAJA YANG
DIKELUARKAN PRODUSEN LOKAL SEBAGAI FUNGSI DARI PANJANG
TAK TERKEKANG (LB) DENGAN ASUMSI PROFIL KOMPAK DAN
KOEFISIEN MOMEN (CB) 1
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana teknik pada Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ir. Syahril A. Rahim, M.Eng ( ........................................)
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
iiiiii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan seminar ini. Penulisan
seminar ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Sipil kekhususan Struktur pada
Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari awal perkuliahan sampai pada penyusunan seminar ini, sangatlah sulit
bagi saya untuk menyelesaikan seminar ini. Oleh karena itu saya mengucapkan
terima kasih kepada:
(1) Ir. Sjahril A. Rahim, M.Eng dan Mulia Orientilize, ST, M.Eng, selaku dosen
pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
mengarahkan saya dalam penyusunan seminar ini.
(2) Kepada Pusat Komputer Fakultas Teknik Universitas Indonesia yang telah
memberikan izin untuk menggunakan Laboratorium Komputer.
(3) Ayah dan ibu saya yang telah memberikan doa, perhatian, dan kasih
sayangnya dalam penyusunan seminar ini.
(4) Seluruh sahabat yang telah memberikan bantuan/dukungan semangat dan doa
untuk kelancaran penyusunan seminar ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tulisan ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu di Indonesia.
Depok, Juli 2012
Penulis
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
iviv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Hardian Purnama
NPM : 0906605630
Program Studi : Teknik Sipil
Departemen : Teknik Sipil
Fakultas : Teknik
Jenis karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
PENGEMBANGAN GRAFIK DESAIN KAPASITAS MOMEN NOMINAL
(Mn) BALOK PROFIL BAJA YANG DIKELUARKAN PRODUSEN LOKAL
SEBAGAI FUNGSI DARI PANJANG TAK TERKEKANG (Lb) DENGAN
ASUMSI PROFIL KOMPAK DAN KOEFISIEN MOMEN (Cb) 1
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 6 Juli 2012
Yang menyatakan
( Hardian Purnama)
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
v
ABSTRAK
Nama : Hardian Purnama Program Studi : Teknik Sipil Judul : Pengembangan Grafik Desain Kapasitas Momen Nominal (Mn) Balok Profil Baja Yang Dikeluarkan Produsen Lokal Sebagai Fungsi Dari Panjang Tak Terkekang (Lb) Dengan Asumsi Profil Kompak Dan Koefisien Momen (Cb) 1
Baja banyak digunakan sebagai elemen struktur karena memiliki banyak keunggulan. Di Indonesia penggunaan baja sebagai elemen konstruksi diatur dalam SNI 03-1729-2002. Berbeda dengan AISC, SNI baja belum dilengkapi dengan grafik-grafik praktis yang membantu desainer struktur dalam perencanaan. Tugas akhir ini menghasilkan alat bantu untuk kelengkapan SNI berupa kurva kapasitas momen nominal (Mn) balok profil baja sebagai fungsi dari unbraced length (Lb) dengan asumsi profil kompak dan Cb=1 . Pembuatan kurva ini mengacu kepada SNI 03-1729-2002 dengan bantuan program MATLAB. Grafik ini akan memudahkan para desainer struktur untuk menentukan kapasitas momen nominal dari berbagai profil WF dan H yang diproduksi di Indonesia tanpa perlu melakukan perhitungan analitis, serta memudahkan desainer struktur untuk memilih profil WF dan H yang cocok untuk menahan momen ultimate tertentu. Output yang dihasilkan dari program MATLAB di validasi dengan grafik AISC yang sudah ada sebelumnya. Deviasi tersebut sebesar 8,868%, hal ini dikarenakan adanya perbedaan persamaan antara AISN dengan SNI. Kata Kunci :
Momen Nominal, Balok, Grafik Desain, SNI.
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
vi
ABSTRACT
Name : Hardian Purnama Majority : Civil Engineering Final Project Title : The Development Of Design Graphic Of Beam Bending Capacity (Mn) Of Compact Profile Produced By Local Manufacturer As A Function Of Unbraced Length (Lb) With Bending Coefficient (Cb) 1 Steel is one of structural element used in buildings constructions. In Indonesia, design of steel structure is arranged in SNI 03-1729-2002. Different from AISC, SNI has not been equipped with practical graphs. As complementary of SNI regulation, graph or chart was produced during this final project using MATLAB as programming software. The graphs or chart predict the ultimate bending capacity (φMn) of several WF and H shapes produced by local manufacture in Indonesia. Using this graph, structural engineering can determine φMn of those profiles and also help them to choose the suitable profile according to beam unbraced length (Lb). The graph is limited used only for compact section with bending coefficient (Cb) equals with 1. Result of the program was validated again AISC graph. The differences of 8,868% was found due to different equations between AISC and SNI. In general, output of the program are close to AISC. Keyword :
Bending Capacity, Beam, Graphic Design, SNI.
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii KATA PENGANTAR .......................................................................................iii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................ iv ABSTRAK.......................................................................................................... v ABSTRACT ...................................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR......................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ...................................................................................... 3 1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................... 4
BAB 2 DASAR TEORI ...................................................................................... 8 2.1 Baja Sebagai Bahan Bangunan ...................................................................... 8 2.2 Sifat Mekanisme Baja ................................................................................... 9
2.2.1. Hubungan Antara Tegangan dan Regangan ............................................. 10 2.2.2. Kekuatan dan Daktilitas .......................................................................... 14 2.3 Sifat-sifat Penampang ................................................................................. 14
2.3.1. Kekuatan Tekuk ............................................................................... 14 2.3.2. Kekuatan Sisa (Residual Stress)........................................................ 15
2.4 Struktur Balok............................................................................................. 16
2.8 Kuat Lentur Penampang Non-Kompak........................................................ 27 2.9 Tegangan Lentur dan Momen Plastis........................................................... 27 2.10Batasan di dalam SNI 03-1729-2002 ........................................................... 33
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 34 3.1 Studi Literatur ............................................................................................. 34 3.2 Pengumpulan Data ...................................................................................... 36
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
3.4 Menghitung Kuat Lentur Penampang Kompak ............................................ 40 3.5 Menghitung Kuat Lentur Penampang non-Kompak ..................................... 43 3.6 Grafik Desain Dengan MATLAB................................................................ 44
3.6.1. Type Data................................................................................................ 44 3.6.2. Variabel .................................................................................................. 45 3.6.3. Operator Aritmatika ................................................................................ 46
3.6.4. Flow Control ........................................................................................... 47 3.6.5. Defenisi Fungsi ....................................................................................... 49 3.6.6. Memanggil dan Mengevaluasi Fungsi ..................................................... 49
3.6.7. Masukan dan Keluaran ............................................................................ 50 3.6.8. Array Functions....................................................................................... 50 3.6.9. Menulis dan Menjalankan Program ......................................................... 51
4.2.5 Pemrograman menggunakan software MATLAB............................. 64 4.2.6 Program Properti Penampang ........................................................... 64 4.2.7 Program Cek Penampang ................................................................. 67
4.2.8 Program Momen Nominal................................................................ 67 4.2.9 Program Utama ................................................................................ 70 4.2.10 Validasi Data.................................................................................... 72
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 94 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 96 LAMPIRAN ..................................................................................................... 97
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
ixix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Spesimen Baja Uji Tarik.............................................................. .10 Gambar 2.2. Diagram Tegangan Regangan...................................................... .11 Gambar 2.3. Diagram Tegangan Regangan tipikal berbagai baja structural....... 13 Gambar 2.4. Local buckling of flange due to compressive ................................ 15
Gambar 2.5. Lateral-torsional buckling of a wide-flange beam subjected to constant moment.............................................................................. 15
Gambar 2.6. ..................................................................................................... 16 Gambar 2.7. Dimensi Profil Baja Wide Flange ................................................. 17 Gambar 2.8. Lateral-torsional buckling (a), Pengekang lateral (b), Pengekang
Gambar 2.11. Gaya Dalam pada Balok ............................................................. 30 Gambar 2.12. Distribusi tegangan lentur pada potongan penampang balok ....... 30 Gambar 2.13. Kondisi sendi plastis................................................................... 32
Gambar 3.1. Grafik Hubungan Panjang bentang tak terkekang dengan momen nominal ........................................................................................... 44
Gambar 4.1. Detail Properti Penampang ........................................................... 54 Gambar 4.2. Pembagian penampang baja WF................................................... 57 Gambar 4.3. Penampang Takikan ..................................................................... 57
Gambar 4.4. Gambar Jarak elemen penampang ke titik koordinat . ................... 58 Gambar 4.5. Momen Inersia Penampang .......................................................... 58 Gambar 4.6. GrafikMn versus Lb dari output program untukpenampang AISC
W40x593 (Lb<Lp)........................................................................... 74 Gambar 4.7. GrafikMn versus Lb dari output program untukpenampang AISC
Gambar 4.8. GrafikMn versus Lb dari output program untukpenampang AISC W40x593 (Lb>Lr) ........................................................................... 76
Gambar 4.9.Perbandingan Grafik hubungan momen nominal versus unbraced length AISC dengan output program ................................................ 78
Gambar 4.10. Grafik hubungan momen nominal versus unbraced length AISC 2007 .................................................................................................... ........................................................................................................ 79
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
x
Gambar 4.11. GrafikMn versus Lb dari output program untukpenampang AISC W40x392 (Lb<Lp)........................................................................... 82
Gambar 4.12. GrafikMn versus Lb dari output program untukpenampang AISC W40x392 (Lp<Lb<Lr) ..................................................................... 83
Gambar 4.13. GrafikMn versus Lb dari output program untukpenampang AISC W40x392 (Lb>Lr) ........................................................................... 84
Gambar 4.14.Perbandingan Grafik hubungan momen nominal versus unbraced length AISC dengan output program ................................................ 86
Gambar 4.15. GrafikMn versus Lb dari output program untukpenampang AISC W44x335 (Lb<Lp)........................................................................... 89
Gambar 4.16. GrafikMn versus Lb dari output program untukpenampang AISC W44x335 (Lp<Lb<Lr) ..................................................................... 90
Gambar 4.17. GrafikMn versus Lb dari output program untukpenampang AISC W44x335 (Lb>Lr) ........................................................................... 91
Gambar 4.18.Perbandingan Grafik hubungan momen nominal versus unbraced length AISC dengan output program ................................................ 93
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Sifat Mekanis Baja Struktural ........................................................... 13 Tabel 2.2. Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan..
........................................................................................................ 20 Tabel 2.3. Tabel parameter perbandingan lebar dengan tebal profil.................... 22 Tabel 2.4. Momen kritis untuk tekuk lateral....................................................... 25
Tabel 2.5. Bentang untuk pengekangan lateral................................................... 26 Tabel 3.1. Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan....
Tabel 3.2. Tabel parameter perbandingan lebar dengan tebal profil.................... 39 Tabel 3.3. Momenkritis untuk tekuk lateral ....................................................... 41 Tabel 3.4. Bentang untuk pengekangan lateral................................................... 42
Tabel 3.5. Variabel di dalam MATLAB ............................................................ 45 Tabel 3.6. Variabel di dalam MATLAB ............................................................ 46 Tabel 3.7. Operator Divisi di dalam MATLAB.................................................. 46
Tabel 3.8. Operator dengan periode (.) di dalam MATLAB ............................... 46 Tabel 3.9. Variabel di dalam MATLAB ............................................................ 46 Tabel 3.10. Variabel di dalam MATLAB .......................................................... 47
Tabel 4.1. Profil Baja WF yang diproduksi PT.Gunung Garuda Indonesia ......... 55 Tabel 4.2. Mutu Baja yang diproduksi PT.Gunung Garuda Indonesia ................ 56 Tabel 4.3. Properti Penampang .......................................................................... 57
Tabel 4.4. Perbandingan antara pelat elemen dengan lebar elemen untuk flens .. 61 Tabel 4.5. Perbandingan antara pelat elemen dengan lebar elemen untuk web ... 61 Tabel 4.6. Rumus Lp dan Lr .............................................................................. 62
Tabel 4.7. Penampang baja WF AISC ............................................................... 72 Tabel 4.8. Hasil keluaran program MATLAB.................................................... 73 Tabel 4.9. Perbandingan hasil keluaran program dengan AISC.......................... 77
Tabel 4.10. Penampang baja WF AISC ............................................................. 80 Tabel 4.11. Hasil keluaran program MATLAB.................................................. 80 Tabel 4.12. Perbandingan hasil keluaran program dengan AISC ........................ 84
Tabel 4.13. Penampang baja WF AISC ............................................................. 87 Tabel 4.14. Hasil keluaran program MATLAB.................................................. 87 Tabel 4.15. Perbandingan hasil keluaran program dengan AISC ........................ 91
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Batang-batang struktur baik kolom maupun balok harus memiliki
kekuatan, kekakuan dan ketahanan yang cukup sehingga dapat berfungsi
selama umur layanan struktur tersebut. Dalam mendesain batang tarik
yaitu balok baja harus memberikan keamanan dan menyediakan cadangan
kekuatan yang diperlukan untuk menanggung beban layanan, yakni balok
harus memiliki kemampuan terhadap kemungkinan kelebihan beban
(overload) atau kekurangan kekuatan (understrength). Kelebihan beban
dapat terjadi akibat perubahan fungsi balok, terlalu rendahnya taksiran atas
efek-efek beban karena penyederhanaan yang berlebihan dalam analisis
strukturalnya, dan akibat variasi-variasi dalam prosedur konstruksinya.
Dewasa ini perkembangan dan desain struktur baja telah bergeser menuju
prosedur desain yang lebih rasional dan berdasarkan konsep probabilitas.
Konsep desain ini pertama kali diadopsi oleh American Institute of Steel
Construction (AISC). Desain ini memberikan keamanan struktur yang
menjamin penghematan secara menyeluruh dengan memperhatikan
variabel-variabel desain yaitu factor beban dan ketahanan struktur, dengan
menggunakan kriteria desain secara probabilistik.
Sedangkan baja untuk konstruksi sebuah bangunan harus
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Selain membutuhkan baja
untuk memperkuat struktur bangunan, juga harus ditunjang oleh desain
yang memenuhi kaidah desain struktur bangunan yang benar. Meskipun
baja yang digunakan adalah kualitas terbaik, bila desain struktur bangunan
tidak memenuhi kaidah yang benar maka dapat dipastikan bahwa
bangunan tersebut tidak terjamin keamanannya. Sedangkan bila struktur
bangunan didesain dengan memenuhi kaidah yang benar. Dalam memilih
baja tersebut sesuaikan dengan rencana dan desain bangunan yang kita
inginkan. Pilihlah dengan tepat baja berkualitas yang akan digunakan.
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
2
Universitas Indonesia
Tujuan dari mendesain struktur atau perencanaan struktur baja
tersebut adalah untuk menghasilkan suatu struktur yang stabil, cukup kuat,
mampu-layan, awet, dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya seperti ekonomi
dan kemudahan pelaksanaan. Suatu struktur disebut stabil bila ia tidak
mudah terguling, miring, atau tergeser, selama umur bangunan yang
direncanakan.
Suatu struktur disebut cukup kuat dan mampu-layan bila kemungkinan
terjadinya kegagalan-struktur dan kehilangan kemampuan layan selama
masa hidup yang direncanakan adalah kecil dan dalam batas yang dapat
diterima. Suatu struktur disebut awet bila struktur tersebut dapat menerima
keausan dan kerusakan yang diharapkan terjadi selama umur bangunan
yang direncanakan tanpa pemeliharaan yang berlebihan.
Berdasarkan hasil analisis struktur, maka dibuat beberapa model
geometri sebagai penampang untuk kemudian disesuaikan dengan
pemilihan bahan, keeinginan pengguna jasa, pertimbangan arsitektur, dan
kemampuan material tersebut untuk melayani sesuai umur bangunan yang
direncanakan. Beberapa material yang bisa dan tersedia untuk digunakan
antara lain beton, kayu, baja, atau material lainnya yang mungkin
digunakan untuk konstruksi.
Saat ini material konstruksi yang mulai banyak digunakan didalam
pembangunan infrastruktur untuk menunjang perekonomian adalah
material baja. Selain itu, dalam material baja didalam pelaksanaan
konstruksi dapat disediakan secara luas . Dalam pelaksanaan
konstruksinya, baja cenderung memiliki waktu pelaksanaan yang lebih
singkat dibandingkan material lain.
Penggunaan baja sebagai bahan konstruksi, menuntut setiap
departemen bangunan di setiap daerah untuk mengeluarkan suatu regulasi
yang mengatur mengenai hal tersebut. Dimana regulasi tersebut
dikeluarkan berdasarkan hasil keputusan gabungan dari para peneliti dan
ahli teknik praktis.
Di Amerika, perencanaan struktur bangunan baja berdasarkan pada
spesifikasi dari American Institute of Steel Construction (AISC). Begitu
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
3
Universitas Indonesia
juga dengan Indonesia yang mempunyai regulasi perencanaan struktur
bangunan baja yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mengacu
kepada AISC. Saat ini SNI yang berlaku adalah SNI 03-1729-2002 yang
berisikan mengenai proses perencanaan beserta perhitungannya, data
perencanaan, detail perencanaan, hingga proses pelaksanaan.
Namun, di dalam SNI tersebut hanya terdapat perhitungan-
perhitungan untuk digunakan di dalam perencanaan struktur baja, belum
disesuaikan dengan kualitas dan dimensi proofil baja yang ada di
Indonesia. Sedangkan AISC sudah memiliki grafik hubungan momen
nominal dengan panjang efektif untuk berbagai dimensi profil yang ada
dipasaran amerika.
Di dalam SNI 03-1729-2002 sendiri masih terdapat sedikit
kekurangan yaitu, belum tersedianya grafik – grafik yang membandingkan
antara profil baja dengan momen nominal atau tegangan nominal seperti
pada spesifikasi AISC seperti yang disebutkan diatas. Agar SNI tersebut
lebih menyesuaikan dengan berbagai dimensi profil baja yang ada di
Indonesia maka dibuatlah perhitungan untuk membuat grafik tersebut
dengan tujuan supaya SNI lebih mudah didalam penggunaannya didalam
perencanaan suatu struktur baja.
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Di dalam SNI memiliki persyaratan-persyaratan umum serta
ketentuan-ketentuan teknis perencanaan dan pelaksanaan struktur baja
untuk bangunan gedung, atau struktur bangunan lain yang mempunyai
kesamaan karakter dengan struktur gedung. Ketentuan-ketentuan
minimum untuk merencanakan, fabrikasi, mendirikan bangunan, dan
modifikasi atau renovasi pekerjaan struktur baja, sesuai dengan metode
perencanaan keadaan batas; struktur dan material bangunan berikut,
komponen struktur baja, dengan tebal lebih dari 3 mm, tegangan leleh ( f y
) komponen struktur kurang dari 450 Mpa.
Analisis struktur menggunakan metode plastis (LRFD). Dimana
kuat rencana dikalikan dengan faktor reduksi sebagai batas minimum
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
4
Universitas Indonesia
kekuatan baja terhadap gaya-gaya dalam. Analisis menggunakan balok di
atas dua tumpuan sederhana dengan beban-beban sesuai dengan SNI 03-
1729-2002. Masukan data lainnya untuk perencanaan adalah tegangan
leleh baja, tegangan putus baja, modulus geser, nisbah poisson, dan
koefisien pemuaian sesuai dengan kualitas material baja yang ada di
pasaran indonesia.
Tinjauan dilakukan pada seluruh penampang profil baja WF yang
diproduksi oleh PT. Garuda Indonesia. Kemudian didapat nilai kuat lentur
rencana yang sudah dikalikan dengan faktor reduksi pada panjang efektif
tidak terikat (unbraced length) dengan asumsi Cb = 1 (balok berada pada
dua tumpuan sederhana).
Seluruh perhitungan tersebut dimasukkan sebagai data komputer
dan persamaan-persamaan yang dihasilkan kemudian akan menghasilkan
grafik kuat lentur rencana dan kuat tarik/tekan rencana yang sudah
dikalikan dengan faktor reduksi versus panjang efektif tidak terikat
(unbraced length) pada semua dimensi profil baja WF, beserta tata cara
penggunaan grafik tersebut.
1.3. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan ini adalah :
- Untuk melengkapi SNI baja Indonesia dengan grafik-grafik, khususnya
grafik kekuatan desain sebagai acuan untuk para pengguna dalam
melakukan perencanaan dan pelaksanaan struktur baja.
1.4. BATASAN MASALAH
Pada penelitian ini terdapat batasan dan ruang lingkup yang akan
dilakukan, diantaranya :
- Standard perhitungan menggunakan metode LRFD
- Struktur yang ditunjau adalah panjang efektif dari balok
- Kekuatan yang diperhitungkan adalah kuat tarik / tekan (Pn) dan kuat
lentur (Mn)
- Asumsi nilai Cb = 1
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
5
Universitas Indonesia
- Regulasi yang digunakan adalahSNI 03-1792-2002
- Profil baja yang ditinjau adalah profil Wide Flange
- Tegangan leleh baja yang digunakan adalah 210 MPa, 240 MPa, 245
MPa, 250 MPa, 290 MPa.
- Material baja yang digunakan adalah material baja yang diproduksi
oleh PT. Gunung Garuda yang ada di pasaran Indonesia
- Dimensi yang digunakan adalah dimensi profil baja yang diproduksi
oleh PT. Gunung Garuda yang ada di pasaran Indonesia
- Beban-beban dan aksi-aksi harus ditentukan sesuai dengan SNI 03-
1729-2002 pengaruh-pengaruh aksi terfaktor (Ru) sebagai akibat dari
beban
- Keadaan batas harus ditentukan dengan analisis sesuai dengan SNI
- Kuat rencana (φRn) harus ditentukan dari kuat nominal (Rn) yang
ditentukan dan dikalikan dengan factor reduksi (φ) yang tercantum
pada tabel SNI
- Semua komponen struktur dan sambungab harus direncanakan
sedemikian rupa sehingga kuat rencana (φRn) tidak kurang dari
pengaruh aksi terfaktor (Ru), yaitu Ru < φRn
1.5. METODOLOGI
Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode Studi kepustakaan,
yaitu suatu metode dalam mengambil keputusan dan mengumpulkan data
berdasarkan buku–buku/bahan–bahan yang memberikan gambaran secara
umum terhadap masalah tersebut diatas.
Serta dengan menghitung nilai momen nominal dari seluruh dimensi untuk
profil WF yang di produksi oleh PT.Gunung Garuda. Analisis dilakukan
pada balok dengan panjang yang tak terkekang. Penampang-penampang
baja profil WF dihitung berdasarkan dua kondisi yaitu kondisi penampang
kompak dan tidak kompak. Penentuan penampang tersebut kompak atau
tidak kompak berdasarkan nilai rasio λ, yaitu nilai rasio antara tebal sayap
dengan tebal badan. Panjang dari balok juga berpengaruh terhadap
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
6
Universitas Indonesia
penentuan nilai λ, sehingga mempengaruhi penentuan penampang kompak
atau tidak kompak.
A. Studi Leteratur
Studi Literatur diperlukan untuk mengetahui dasar-dasar teori dalam
perhitungan momen nominal balok lentur. Literatur yang digunakan
mencakup hasil dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya menyangkut mencari nilai momen nominal balok lentur.
B. Pengumpulan data
Data yang diperlukan merupakan data dimensi dan mutu baja dari baja WF
yang diproduksi oleh PT. Gunung Garuda. Data tersebut merupakan data
properti material dan penampang dari baja profil WF yang diproduksi oleh
PT. Gunung Garuda. Data tersebut diperlukan di dalam perhitungan
momen nominal.
C. Analisis perhitungan
Dasar perhitungan adalah dari SNI baja tahun 2002 dengan
membandingkan dengan dasar perhitungan yang dikeluarkan oleh AISC
tahun 2010. Dari data yang didapat kemudian dilakukan analisis terhadap
profil baja WF tersebut yang kemudian didapatkan nilai momen
nominalnya.
D. Pemrograman komputer
Pemrograman komputer di dalam penelitian ini adalah dari hasil
perhitungan momen nominal hasi analisis kemudian dijalankan di dalam
program komputer untuk mendapatkan grafik hubungan antara momen
nominal dan panjang profil tak terkekang.
E. Kesimpulan
Kesimpulan berisi grafik hubungan antara momen nominal dengan
panjang profil tak terkekang beserta cara penggunaan grafik tersebut untuk
memudahkan di dalam penggunaan SNI baja tahun 2002, serta membantu
memberikan gambaran mengenai momen nominal dari profil baja WF.
1.6. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
7
Universitas Indonesia
Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penulisan, pembatasan masalah, metodologi
penulisan, serta sistematika penulisan. Dari bab ini diharapkan akan
memperoleh gambaran secara umum mengenai masalah yang dibahas pada
penulisan ini.
BAB II LANDASAN/DASAR TEORI Bab ini mengemukakan tentang teori-teori yang berhubungan
dengan masalah yang akan dibahas, yaitu teori yang secara umum
mengenai struktur baja yang mengacu pada SNI 03-1729-2002 serta
mengenai perhitungan perencanaan menggunaka metode plastis atau
LRFD.
BAB III METODE PERHITUNGAN Bab ini menguraikan mengenai tahapan perhitungan yang
digunakan untuk mendesain grafik design strength lentur pada balok profil
baja.
BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini memaparkan pembahasan tentang perhitungan hasil
penelitian secara teoritis dan bagaimana cara menganalisanya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini berisikan kesimpulan dan saran mengenai hasil
analisa dan pembahasan mengenai pemasalahan yang telah kami uraikan
pada bab IV.
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
8 Universitas Indonesia
BAB 2
DASAR TEORI
2.1. Baja Sebagai Bahan Bangunan
Baja adalah suatu jenis bahan bangunan yang berdasarkan perhitungan
ekonomi, sifat, dan kekuatannya cocok untuk pemikul beban. Oleh karena itu baja
banyak dipakai sebagai bahan struktur, misalnya untuk rangka utama bangunan
bertingkat sebagau kolom dan balok, system penyangga atap dengan bentangan
panjang seperti gedung olahraga, hangar, menara antenna, jembatan, penahan
tanah, pondasi tiang pancang, bangunan pelabuhan, tangki-tangki minyak, pipa
penyaluran minyak air atau gas.
Beberapa keunggulan baja sebagai bahan struktur dapat diuraikan sebagai
berikut. Batang struktur dari baja mempunyai ukuran tampang yang lebih kecil
daripada batang struktur dengan bahan lain karena kekuatan baja jauh lebih tinggi
daripada beton maupun kayu. Kekuatan yang tinggi ini terdistribusi secara merata.
Kekuatan baja sendiri sangat bervariasi mulai dari 300 MPa sampai 2000MPa.
Kekuatan yang tinggi ini mengakibatkan struktur yang terbuat dari baja lebbih
ringan daripada struktur drngan bahan lain. Selain itu baja memunyai sifat yang
mudah dibentuk. Struktur dari baja dapat dibongkar untuk kemudian dipasang
kembali, sehingga elemen struktur baja apat dipaki berulang-ulang dalam berbagai
bentuk.
Baja sebagai bahan struktur juga mempunyai beberapa kelemahan. Salah
satu kelemahan baja adalah kemungkinan terjadinya korosi, yang memperlemah
struktur, mengurangi keindahan bangunan, dan memerlukan beaya perawatan
cukup besar secara periodik. Kekuatan baja sendiri sangat dipengaruhi oleh
temperatur. Pada temperatur tinggi kekuatan baja sangat rendah, sehingga pada
saat terjadi kebakaran bangunan dapat runtuh sekalipun tegangan yang terjadi
hanya rendah. Kendala berikutnya, karena kekuatan baja sangat tinggi maka
banyak dijumpai batang-batang struktur yang langsing. Oleh karena itu bahaya
tekuk (buckling) mudah terjadi. Kelebihan dan kekurangan baja yang lain adalah
sebagai berikut :
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
9
Universitas Indonesia
Kelebihan baja :
Kuat tarik tinggi.
Tidak dimakan rayap
Hampir tidak memiliki perbedaan nilai muaidan susut
Bisa didaur ulang
Dibanding Stainless Steel lebih murah
Dibanding beton lebih lentur danl ebih ringan
Mudah pemasangannya
Kekurangan baja :
Pekerjaan las yang kurang baik dapat mengakibatkan tegangan residu yang
cukup besar yaitu sekitar 45% dari tegangan leleh baja. Hal ini berarti bahwa
sebelum dibebani, elemen struktur sudah mempunyai tegangan, sehingga
kemampuan untuk memikul beban menjadi berkurang.
Kemungkinan terjadinya korosi, yang memperlemah struktur, mengurangi
keindahan bangunan, dan memerlukan biaya perawatan cukupbesar secara
periodik.
Kekuatan baja sangat dipengaruhi oleh temperatur. Pada temperature tinggi
kekuatan baja sangat rendah, sehingga pada saat terjadi kebakaran bangunan
dapat runtuh sekalipun tegangan yang terjadi hanya rendah.
Karena kekuatan baja sangat tinggi maka banyak dijumpai batang‐batang
struktur yang langsing. Oleh karena itu bahaya tekuk (buckling) mudah
terjadi.
2.2. Sifat Mekanis Baja
Agar perancangan struktur dapat optimal, sehingga hasil rancangan cukup
aman tetapi tidak boros, maka sifat-sifat mekanis bahan perlu dipahami dengan
baik. Jika sifat-sifat bahan tersebut tidak dipahami dengan baik, hasil rancangan
mungkin saja boros, atau berbahaya. Berikut ini akan dibicarakan berbagai sifat
mekanis baja struktural.
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
10
Universitas Indonesia
2.2.1. Hubungan Antara Tegangan dan Regangan
Untuk memahami sifat-sifat baja struktural,kiranya perlu dipahami
diagram tegangan-regangan. Diagram ini menyajikan beberapa informasi penting
tentang baja struktural dalam berbagai tegangan. Cara perancangan struktur baja
yang memuaskan baru dapat dikembangkan setelah hubungan antara tegangan dan
regangan dipahami dengan baik. Untuk pembuatan diagram tegangan-regangan
perlu diadakan pengujian spesimen bahan. Agar ada persamaan persepsi
dikalangan perencana bangunan, maka bentuk spesimen, ukuran, serta prosedur
pengujian harus didasarkan pada suatu peraturan/standar, misalnya PUBI, ASTM,
British Standard, ISO, Euro Standard, JIS, dan sebagainya.
Pengujian kuat tarik spesimen baja dapat dilakukan dengan universal
testing machine (UTM). Adapun bentuk spesimen untuk uji tarik dapat dilihat
pada Gambar 2.1. Dengan mesin itu spesimen ditarik dengan gaya yang berubah-
ubah,dari nol diperbesar sedikit demi sedikit sampai spesimen putus. Pada saat
spesimen ditarik, besar gaya atau tegangan dan perubahan panjang spesimen atau
regangan dimonitor terus-menerus. Untuk mesin yang mutakhir, biasanya mesin
itu diperlengkapi dengan komputer yang dapat mencatat hasil monitoring dengan
baik. Data yang terkumpul selanjutnya dapat ditampilkan dalam bentuk diagram
yang dapat dilihat pada monitor. Diagram ini dapat diatur formatnya sesuai
kebutuhan, untuk dicetak pada kertas pakai printer atau plotter, dan datanya dapat
disimpan didalam disk.
Gambar 2.1. Spesimen Baja Uji Tarik
Sumber : Brockenbrough, R.L., and Johnston, B.G., 1981, Steel Design Manual, United Steel Corporation, Pitsburg.
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
11
Universitas Indonesia
Sumber : Brockenbrough, R.L., and Johnston, B.G., 1981, Steel Design Manual, United Steel Corporation, Pitsburg.
Diagram tegangan-regangan normal tipikal yang disajikan pada Gambar
2.2. memperlihatkan hubungan antara tegangan dan regangan pada OA linier.
Pada fase tersebut peningkatan tegangan proporssional dengan peningkatan
regangan, sedang di atas A diagram sudah tidak lagi linier yang berarti bahwa
peningkatan tegangan sudah tidak proporsional dengan peningkatan regangan.
Oleh karena itu tegangan pada titik A disebut sebagai tegangan batas
proporsional. (proporsional limit) atau batas sebanding, dan biasa diberi notasi fp.
Pada daerah proporsional (OA) berlaku hukum Hooke yang dinyatakan dengan
Persamaan (1.1).
f = E ε …………………….(2.1)
dengan : E = modulus elastisitas
f = tegangan
ε = regangan
Sedikit di atas titik A terdapat titik B dengan tegangan fe yang merupakan
tegangan batas elastis bahan. Suatu spesimen yang dibebani tarikan sedemikian
sehingga tegangannya belum melampaui fe, sekalipun mengalami perubahan
panjang, tetapi panjang spesimen itu akan kembali seperti semula apabila beban
dilepaskan. Apabila pembebanan telah dilakukan sehingga tegangan yang terjadi
melampaui fe, maka pada saat beban dilepaskan panjang spesimen tidak dapat
kembali sepenuhnya seperti panjang semula. Pada umumnya tegangan fp dan fe
relatif cukup dekat, sehingga seringkali kedua tegangan tersebut dianggap sama.
Gambar 2.2. Diagram Tegangan Regangan
Baja
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
12
Universitas Indonesia
Regangan (ε) pada saat spesimen baja putus dapat dikaitkan dengan sifat
liat/ulet baja. Semakin tinggi regangan yang dicapai pada saat spesimen putus,
maka keuletan baja itu juga semakin tinggi. Pada umunya regangan baja pada saat
spesimen putus berkisar sekitar 150-200 kali regangan elastis ε e. Setelah titik B
tegangan melampaui fe, dan baja mulai leleh. Tegangan yang terjadi pada titik B
disebut sebagai tegangan leleh baja σl. Pada saat
leleh ini baja masih mempunyai tegangan, berarti baja masih mampu memberikan
reaksi atau perlawanan terhadap gaya tarik yang bekerja. Seperti terlihat pada
Gambar 2.2. kurva bagian leleh ini mula-mula mendekati datar, berarti tidak ada
tambahan tegangan sekalipun regangan bertambah terus. Hal ini menunjukkan
bahwa hukum Hooke sudah tidak berlaku lagi setelah fase leleh dicapai. Bagian
kurva yang datar ini berakhir pada saat mulai terjadi pengerasan regangan (strain
hardening).di titik C, tegangan naik lagi sehingga dicapai kuat tarik (tensile
strength) di titik D. Setelah itu kurva turun dan spesimen mengalami retak
(fracture) di titik E.
Diagram tegangan-regangan seperti terlihat pada Gambar 2.2, dibuat
berdasarkan data yang diperoleh dari pengujian spesimen, dengan anggapan luas
tampang spesimen tidak mengalami perubahan selama pembebanan. Menurut
hukum Hooke, suatu batang yang dibebani tarikan secara uniaksial, luas
tampangnya akan mengecil. Sebelum titik C, perubahan luas tampang itu kurang
signifikan, sehingga pengaruhnya dapat diabaikan, tetapi setelah sampai pada fase
pengerasan regangan, tampang mengalami penyempitan yang cukup berarti.
Kalau penyempitan itu diperhitungkan, akan diperoleh kurva dengan garis putus-
putus (Gambar 2.2). Tinggi tegangan pada titik-titik A, B, C, D, dan E tersebut di
atas dipengaruhi oleh jenis baja. Jika diperhatikan Gambar 2.3, maka terlihat
bahwa bagian kurva untuk berbagai kualitas baja pada fase proporsional terletak
pada satu garis lurus. Hal ini memperlihatkan bahwa elastisitas baja (E) tidak
dipengaruhi oleh tinggi tegangan leleh.
Dengan memperhatikan regangan baja sebelum putus dapat diketahui
apakah baja mempunyai sifat ulet (daktail) atau sebaliknya. Dari Gambar 2.3
terlihat bahwa baja yang mempunyai kuat tarik tinggi pada umumnya regangan
batasnya rendah atau getas, sedang baja yang kuat tariknya rendah mempunyai
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
13
Universitas Indonesia
regangan batas yang tinggi sehingga dapat dinyatakan daktail. Pada umumnya E
baja berkisar antara 190 – 210 Gpa.
Berdasarkan tinggi tegangan leleh, ASTM membagi baja dalam empat kelompok
sebagai berikut:
a. Carbon steels (baja karbon) dengan tegangan leleh 210—280 MPa.
b. High-strength low-alloy steels (baja paduan rendah berkekuatantinggi)
dengan tegangan leleh 280 – 490 MPa.
c. Heat treated carbon and high-strength low alloy steels (baja paduan
rendah dengan perlakuan karbon panas) mempunyai tegangan leleh 322 –
700 MPa.
d. Heat-treated constructional alloy steels (baja struktural paduan rendah
dengan perlakuan panas) dengan tegangan leleh 630 – 700 MPa.
Seperti halnya dengan ASTM, SNI-2002 membedakan baja strukturalal
berdasarkan kekuatannya menjadi beberapa jenis yaitu Bj 34, Bj 37, Bj 41, Bj 50,
dan Bj 55. Perencanaan struktur baja di Indonesia dilakukan secara kuat batas
dengan factor aman berdasarkan Load Resistance Factored Design (LRFD).
Adapun sifat mekanis berbagai jenis baja structural dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Gambar 2.3. Diagram Tegangan Regangan tipikal berbagai baja structural
Tabel 2.1. Sifat Mekanis baja struktural
Sumber : Brockenbrough, R.L., and Johnston, B.G., 1981, Steel Design Manual, United Steel Corporation, Pitsburg.
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
14
Universitas Indonesia
2.2.2. Kekuatan dan Daktilitas
Kekuatan suatu bahan diukur dari besamya tegangan leleh dan tegangan
runtuhnya, sedangkan duktilitasnya diukur dari besarnya kemampuan bahan itu
berdeformasi plastis sebelum terjadi keruntuhan. Baja diketahui mempunyai
kekuatan dan duktilitas yang sangat tinggi. Karena kekuatannya yang tinggi baja
dapat digunakan untuk struktur-struktur bentang panjang, jumlah kolom yang
sedikit serta dimensi yang kecil. Selain itu karena duktilitasnya yang besar bahan
ini mampu menyebarkan tegangan yang terpusat (stress concentration) pada suatu
lokasi kebagian lainnya sehingga struktur dapat menerima beban tambahan lagi
sampai sebagian bessr peaampang mengalami leleh.
Kekuatan dan duktilitas baja biasanya didapat melalui test tank suatu
sampel yang berbentuk batang bulat atau pelat yang dinamakan coupon. Coupon
ini diambil dari penampang yang akan ditest. Dari data beban dan pertambahan
panjang dapat ditentukan tegangan leleh.
Umumnya grafik tegangan-regangan yang didapat dari hasil test tidak
sesederhana, sehingga kadangkala sangat sulit menentukan posisi titik lelehnya.
Karena itu diambil ketentuan bahwa tegangan leleh adalah tegangan yang
memberikan regangan sisa (yaitu regangan sisa setelah beban di nolkan) sebesar
0.2 %. Duktilitas adalah kemampuan material berdeformasi plastis (leleh) tanpa
terjadi runtuh. Pada test tarik standar, duktilitas diukur dari besarnya perpanjangan
sample sesaat sebelum terjadi keruntuhan. Umumnya pertambahan panjang baja
sesaat sebelum runtuh berkisar antara 15% s/d 20% dari panjang sample mula-
mula.
2.3. Sifat-sifat Penampang
2.3.1. Kekuatan Tekuk
Beda dengan struktur beton, struktur baja, karena kekuatan materialnya
yang tinggi, tidak membutuhkan dimensi penampang yang besar. Akibatnya,
elemen balok atau kolom struktur baja akan sangat langsing (angka
kelangsingannya besar), sehingga faktor tekuk harus dilibatkan dalam
perhitungan. Ada dua jenis tekuk yang dapat terjadi pada penampang yaitu tekuk
lokal dan tekuk global. Tekuk lokal adalah tertekuknya pelat badan atau sayap
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
15
Universitas Indonesia
dari penampang propil sebelum tegangannya mencapai tegangan leleh.
Penyebabnya adalah karena kelangsingan dari pelat tersebut cukup besar.
Penampang yang mengalami tekuk ini dinamakan penampang tidak kompak.
Tekuk global adalah menekuknya batang sacara satu kesatuan sebelum tegangan
leleh tercapai yang diakibatkan kelangsingan batang yang besar.
2.3.2. Tegangan Sisa (Residual Stress)
Tegangan sisa adalah tegangan yang sudah ada pada penampang ketika
batang propil belum terpasang. Tegangan ini terjadi akibat pada saat setelah
pencetakan propil, terjadi perbedaan pendinginan antara tiap bagian penampang.
M
M
M
M
M
M
M
M
(a)
(b)
M
M
M
M
M
M
M
M
(a)
(b)
Gambar 2.4. Local buckling of flange due to compressive
Sumber : segui, william T. Steel Design, Fourth Edition, Nelson, a division of Thomson Canada, Limited,2007
Gambar 2.5. Lateral-torsional buckling of a wide-flange beam subjected to constant moment
Sumber : segui, william T. Steel Design, Fourth Edition, Nelson, a division of Thomson Canada, Limited,2007
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
16
Universitas Indonesia
Bagian yang lebih diluar akan mendingin lebih dahulu dan yang didalam. Ketika
bagian yang didalam ini kemudian mendingin yang diikuti dengan penyusutan
maka akan ditahan oleh bagian luar yang sudah mendingin terlebih dulu.
Akibatnya bagian luar akan tertekan dan bagian dalam akan tertarik. Besarnya
tegangan sisa fr yang terjadi dapat mencapai 1/3 tegangan leleh nya yaitu antara 70
s/d 100 MPa. Oleh karena itu pada perencanaan baja dengan menggunakan propil
yang memiliki dimensi yang besar, tegangan sisa ini diperhitungkan. Ilustrasi
tegangan sisa pada penampang berbentuk H dapat dilihat pada gambar 2.6.
frc = tegangan sisa tekan
frt = tegangan sisa tank
Sumber : J. C. Smith, Structural Steel Design, 2nd edition, John Willey & Sons, Inc. USA
1996
2.4. Struktur Balok
Balok adalah gabungan dari elemen tarik dan elemen tekan. Konsep
batang tarik dan tekan digabungkan di dalam pembahasan balok. Elemen tekan
(sayap/flange tekan) yang ditopang (braced) secara integral dalam arah tegak lurus
bidangnya oleh bagian badan/web (yang menghubungkannya ke sayap tarik yang
stabil) juga dianggap memiliki sokongan sampint (lateral) dalam arah tegak lurus
bidang sebadan. Jadi tekuk keseluruhan sayap tekan sebagai kolom tidak dapat
terjadi sebelum kapasitas momen batas penampang tercapai.
Beban-beban yang bekerja pada balok antara lain beban sendiri balok,
beban mati, beban hidup dsb. Jika bekerja beban aksial dengan nilai yang cukup
besar maka balok tersebut bisa dikatakan sebagai balok-kolom. Tetapi pada
umumnya efek dari beban aksial tersebut diabaikan dan bagian struktur tersebut
hanya dihitung sebagai balok saja, karena deformasi aksial pada profil baja tidak
terlalu signifikan dibandingkan deformasi akibat gaya yang tegak lurus sumbu
batang. Suatu bagian struktur dikatakan balok apabila ia ketika dibebani
menyebabkan lenturan.
Gambar 2.6
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
17
Universitas Indonesia
Pengaruh gaya-dalam di sebagian atau seluruh struktur dapat ditetapkan
menggunakan analisis plastis selama batasan pada SNI 03-1729-2002 dipenuhi.
Distribusi gaya-gaya-dalam harus memenuhi syarat keseimbangan dan syarat
batas.
Profil-profil baja yang ada di pasaran antara lain bentuk W, S, I, M,
channel, dsb. Tetapi, Profil baja yang paling banyak digunakan untuk struktur
dengan beban-beban besar yang bekerja pada sturktur adalah bentuk profil W
(Wide Flange). Karena profil WF tersebut memiliki momen Inersia yang cukup
besar dibandingkan bentuk profil lainnya, serta profil WF merupakan profil yang
simetris. Profil WF tersebut pada umumnya dipakai pada bangunan gedung.
Di dalam AISC (American Institute of Steel Construction) pembahasan
untuk balok ada di dalam Bab F “Desain bagian struktur lenturan”. Di dalam bab
F ditentukan bagaimana menghitung nilai Mn berdasarkan properti penampang
profil.
Berdasarkan AISC “LRFD spesification for structural steel buildings”
nilai momen nominal adalah
푀푢 ≤ 훷푏 푀푛
(2.1)
Dimana
Mu = Kekuatan Momen yang dibutuhkan (momen maksimum yang dihasilkan
dari kontrol kombinasi beban (ASCE 7))
Φb = Faktor Reduksi untuk balok lentur (0,9)
Mn = Momen Nominal
Sumber : segui, william T. Steel Design, Fourth Edition, Nelson, a division of Thomson Canada,
Limited,2007
2.5. Stabilitas
Jika suatu balok dapat diperkirakan tetap stabil pada kondisi plastis,
momen nominal dapat diambil sebesar kapasitas momen plastisnya, yaitu.
푀푛 = 푀푝
Gambar 2.7 Dimensi Profil Baja Wide Flange
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
18
Universitas Indonesia
Di kondisi lain, Mn akan lebih kecil daripada Mp. Sama dengan profil baja
yang mengalami tekan, ketidakstabilan dapat terjadi secara keseluruhan atau
hanya terjadi setempat saja. Tekuk secara keseluruhan digambarkan pada gambar
2.8a. ketika balok mengalami lentur, dan sifatnya menyerupai kolom, besarnya
gaya tekan pada potongan penampang dapat dilihat pada besarnya tegangan tekan
yang terjadi dan lendutan akibat lentur yang diakibatkan oleh putaran (torsi).
Bentuk ketidakstabilan ini dinamakan Lateral-torsional buckling (LTB). Lateral-
torsional buckling dapat dicegah dengan cara mengekang baja pada arah putaran
momen torsinya dengan jarak yang efisien. Pengekangan baja dibagi menjadi dua
yaitu, pengekang lateral (gambar 2.8b) dan pengekang torsi (gambar 2.8c).
Pengekang laterla sebagai penahan translasi lateral, harus dipasang sedekat
mungkin dengan flens yang mengalami tekan. Pengekang torsi yang secara
langsung menahan torsi dapat dipasang pada titik-titik tertentu atau kontinu, dan
hal tersebut bisa berbentuk pengekang silang pada portal atau diafragma. Nilai
kuat momen tergantung pada panjang yang tak terkekang, yaitu jarak antara titik
yang terkekang.
Sumber : segui, william T. Steel Design, Fourth Edition, Nelson, a division of Thomson Canada, Limited,2007
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
19
Universitas Indonesia
Walaupun balok dapat menahan momen yang cukup besar hingga
mencapai kondisi plastis keseluruhan, hal lain yang juga berpengaruh adalah
integritas potongan penampang sangat diperhatikan. Integritas ini akan hilang
apabila salah satu dari elemen tekan pada potongan penampang mengalami tekuk.
Tipe tekuk ini yang juga merupakan tekan pada flens dinamakan Flange local
buckling (FLB), atau tekuk pada daerah tekan pada sebagian web dinamakan Web
local buckling (WLB). Kedua tipe tekuk tersebut tergantung kepada lebar-tebal
rasio pada elemen tekan di potongan penampang.
Gambar di bawah ini menggambarkan efek dari local dan lateral-torsional
buckling. Lima balok yang berlainan digambarkan pada grafik di bawah ini.
Grafik tersebut menggambarkan hubungan beban dengan lendutan pada tengah
bentang.
Sumber : segui, william T. Steel Design, Fourth Edition, Nelson, a division of Thomson Canada, Limited,2007
Kurva 1 adalah kurva beban versus lendutan pada balok yang mengalami
ketidakstabilan (dalam berbagai kondisi) dan berkurangnya kapasitas gaya yang
dapat ditahan oleh balok tersebut sebelum hingga akhirnya mengalami kelelehan.
Kurva 2 dan 3 menggambarkan balok yang masih dapat dibebani setelah
mengalami leleh tetapi tidak terlalu jauh dari formasi sendi plastis sehingga
menghasilkan keruntuhan dalam kondisi plastis. Jika keruntuhan plastis terjadi,
kurva beban versus lendutan akan digambarkan seperti pada kurva 4 atau kurva 5.
Kurva 4 adalah untuk kasus momen yang seragam sepanjang bentang balok, dan
kurva 5 menggambarkan balok dengan momen yang tidak seragam (momen
gradien). Desain yang aman dapat dilakukan terhadap kondisi-kondisi balok
Gambar 2.9 Grafik hubungan beban dengan lendutan pada tengah bentang.
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
20
Universitas Indonesia
tersebut dengan berbagai tipe kurva, tetapi kurva 1 dan 2 menggambarkan
penggunaan material yang kurang efisien.
2.6. Klasifikasi Bentuk
AISC mengklasifikasikan Bentuk potongan penampang sebagai kompak,
non-kompak atau langsing, tergantung kepada perbandingan antara lebar dan tebal
profil. Untuk penampang I, perbandingan untuk flens yang tidak diperkaku
adalah 푏푓 2푡푓⁄ , dan perbandingan untuk web (elemen yang diperkaku) adalah
ℎ 푡푤⁄ . Kesimpulannya adalah sebagai berikut,
휆 = 푃푒푟푏푎푛푑푖푛푔푎푛 푎푛푡푎푟푎 푙푒푏푎푟 푑푒푛푔푎푛 푡푒푏푎푙 푝푟표푓푖푙
휆 = 퐵푎푡푎푠 푎푡푎푠 푢푛푡푢푘 푘푎푡푒푔표푟푖 푘표푚푝푎푘
휆 = 퐵푎푡푎푠 푎푡푎푠 푢푛푡푢푘 푘푎푡푒푔표푟푖 푛표푛 − 푘표푚푝푎푘
Kemudian,
Jika 휆 ≤ 휆 dan flens terkoneksi dengan web secara kontinu,maka termasuk
penampang kompak.
Jika 휆 < 휆 ≤ 휆 dan flens terkoneksi dengan web secara kontinu,maka
termasuk penampang kompak.
Jika 휆 ≤ 휆 maka termasuk penampang langsing.
Di dalam SNI 03-1729-2002, penentuan penampang profil ditentukan
sebagai berikut. Tabel 2.2 Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan.
Jenis Elemen
Perbandi
ngan
lebar
terhadap
tebal (λ)
Perbandingan maksimum lebar terhadap
tebal Λp (kompak) Λr (tak-kompak)
Pelat sayap dari penampang
persegi panjang dan
bujursangkar berongga
dengan ketebalan seragam
yang dibebani lentur atau
tekan; pelat penutup dari
pelat sayap dan pelat
diafragma yang terletak di
푏 푡⁄ 500 푓푦⁄ 625 푓푦⁄
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
21
Universitas Indonesia
antara baut-baut atau las
Bagian lebar yang tak
terkekang dari pelat penutup
berlubang [b]
푏 푡⁄ - 830 푓푦⁄
Bagian-bagian pelat badan
dalam tekan akibat lentur [a]
ℎ 푡푤⁄ 1680 푓푦⁄ [c] 2550 푓푦⁄ [g]
Bagian-bagian pelat badan
dalam kombinasi tekan dan
lentur
ℎ 푡푤⁄ Untuk
푁 휙⁄ 푁
≤ 0,125 [푐]
1680푓푦
1 −2,75푁휙 푁
[g]
2550푓푦
1−2,75푁휙 푁
Untuk
푁 휙⁄ 푁
> 0,125 [푐]
500푓푦
2,33−푁휙 푁
≥665푓푦
Elemen-elemen lainnya yang
diperkaku dalam tekan
murni; yaitu dikekang
sepanjang kedua sisinya
푏 푡⁄
ℎ 푡푤⁄ - 665
푓푦
Penampang bulat berongga
Pada tekan aksial
Pada lentur
퐷 푡⁄
[d]
-
14800 푓푦⁄
22000 푓푦⁄
62000 푓푦⁄
[a] Untuk balok hibrida, gunakan
tegangan leleh pelat sayap fyf sebagai
ganti fy.
[b] Ambil luas neto plat pada lubang
terbesar.
[c] Dianggap kapasitas rotasi inelastis
sebesar 3. Untuk struktur-struktur pada
zona gempa tinggi diperlukan kapasitas
rotasi yang lebih besar.
[d] Untuk perencanaan plastis gunakan
9.000/fy.
[e] fr = tegangan tekan residual pada pelat
sayap
= 70 MPa untuk penampang dirol
= 115 MPa untuk penampang dilas
[f] 퐾 =⁄
푡푎푝푖, 0,35 ≤ 퐾 ≤ 0,763
[g] f y adalah tegangan leleh minimum.
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
22
Universitas Indonesia
Kategori ini berdasarkan kepada perbandingan lebar dan tebal paling kritis
pada potongan penampang. Sebagai contoh, jika web merupakan penampang
kompak dan flens merupakan penampang non kompak. Di dalam AISC penentuan
penampang kompak atau non-kompak untuk potongan penampang hot-rolled I-
shapes,adalah.
Tabel 2.3 Tabel parameter perbandingan lebar dengan tebal profil.
2.7. Kuat Lentur Penampang Kompak.
Suatu balok dapat runtuh ketika mencapai Mp dan menjadi plastis secara
keseluruhan, atau balok juga dapat runtuh akibat:
1. Lateral-torsional buckling (LTB), baik elastis atau inelastis;
2. Flange local buckling (FLB), baik elastis maupun inealstis;
3. Web local buckling (WLB), baik elastis maupun inealstis.
Jika tegangan lentur maksimum kurang dari batas proporsional ketika
mulai terjadi tekuk, keruntuhan dapat dikatakan keruntuhan elastis. Kondisi
sebaliknya disebut inelastis.
Untuk keamanan, hal yang pertama kita lakukan adalah mengkategorikan
balok sebagai kompak, non-kompak atau langsing, dan kemudian
mendeterminasikan momen tahanan berdasarkan jumlah tahanan lateral. Di dalam
penelitian ini membahas kelenturan penampang I kerja panas pada sumbu kuat
dan dibebani pada sumbu lemah.
Kita mulai pada penampang kompak, pertama defenisikan penampang
tersebut memiliki web yang secara kontinu terkoneksi dengan flens dan
memenuhi persyaratan perbandingan antara lebar dengan tebal baik untuk web
dan flens.
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
23
Universitas Indonesia
푏푓2푡푓 ≤ 0,38
퐸퐹푦 푑푎푛
ℎ푡푤 ≤ 3,76
퐸퐹푦
Kriteria web harus memenuhi semua standard untuk penampang I yang
ada di Manual untuk 퐹푦 ≤ 65 퐾푠푖. kemudian, di dalam banyak kasus hanya
perbandingan untuk flens saja yang perlu diperhitungkan. Kebanyakan
penampang juga memenuhi standar untuk flens dan kemudian dapat dikategorikan
sebagai penampang kompak. Penampang non-kompak diidentifikasikan dari
dimensi dan tabel properti penampang. Perlu dieprtimbangkan bahwa profil
penampang baja untuk tekan memiliki kirteria berbeda dengan profil penampang
baja untuk lentur, jadi penampang bisa dikategorikan kompak untuk lentur namun
langsing untuk tekan. Jika suatu balok merupakan penampang kompak dan
memiliki pengekang lateral yang menerus, atau bisa dikatakan bahwa panjang tak
terkekangnya sangat pendek, nilai momen nominalnya adalah Mn, serta kapasitas
momennya jika dalam keadaan plastis secara keseluruhan adalah Mp. Untuk profil
baja dengan pengekang lateral yang tidak terlalu baik, momen tahanannya dibatasi
hanya di kuat Lateral-torsional buckling saja. Baik elastis maupun inelastis.
Kategori pertama, balok kompak dengan pengekang lateral yang sangat
umum dan hal ini adalah kasus sederhana. Nilai momen nominalnya adalah;
푀 = 푀
Dimana,
푀 = 퐹 푍
Kita dapat memformulasikan nilai tegangan ijin yang tidak memerlukan
pendekatan jika kita menggunakan modulus penampang plastis daripada modulus
penampang elastis. Dari, 푀훺 ≥ 푀
Dan
푀훺 =
퐹 푍1,67 = 0,6퐹 푍
Maka nilai modulus penampang plastisnya adalah
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
24
Universitas Indonesia
푍 ≥푀
0,6퐹
Lalu, jika nilai tegangan lenturnya berdasarkan modulus penampang plastis 푍 ,
푓푏 =푀푍 푑푎푛 퐹푏 = 0,6퐹푦
Pendekatan ini sangat berguna dalam mendesain balok dengan penampang
kompak yang memiliki pengekang lateral.
Nilai momen tahann untuk penampang kompak adalah fungsi dari panjang
tak terkekang, Lb, yang didefenisikan sebagai jarak antara titik-titik yang diberi
pengekang lateral atau bracing. Hubungan antara nilai momen nominal Mn dan
panjang tak terkekang digambarkan pada grafik di bawah ini. Jika panjang tak
terkekang kurang dari Lb, maka balok diasumsikan memiliki pengekang laterla
yang menerus dan Mn = Mp. Jika Lb lebih besar daripada Lp tetapi kurang dari
atau sama dengan parameter Lr, kekuatannya berdasarkan kondisi LTB Inelastis.
Jika lB lebih besar daripada Lr, maka kakuatannya berdasarkna LTB elastis.
Persamaan untuk kuat lateral-torsional buckling elastis secara teoritis
dapat ditemukan di dalam Theory of Elastic Stability (timoshenko and Gere,
1961). Dengan beberapa perubahan notasi maka nilai momen nominalnya adalah.
푀 = 퐹 푆
Dimana Fcr adalah tegangan tekuk elastis dan dapat dicari dengan menggunakan
rumus,
퐹 =휋
퐿 푆 퐸퐼 퐺퐽 +휋퐸퐿 퐼 퐶 ,푠푎푡푢푎푛 푑푎푙푎푚 푘푠푖
Dimana
Lb = panjang tak terkekang (in)
Iy = Momen inersia pada sumbu lemah di potongan penampang (in4)
G = Modulus Geser baja struktural = 11200 ksi
J = Torsi konstan (in4)
Cw = Warping Constant (in6)
Di dalam SNI-03-1729-2002 diatur sebagai berikut,
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
25
Universitas Indonesia
Tabel 2.4 Momen kritis untuk tekuk lateral
Profil Mcr
Profil I dan kanal ganda 퐶푏
휋퐿 푆 퐸퐼 퐺퐽 +
휋퐸퐿 퐼 퐼
Profil kotak pejal atau berongga 2퐶푏퐸
퐽퐴퐿 푟⁄
Persamaan di atas berlaku sepanjang momen bending bekerja seragam
sepanjang panjang tak terkekang (momen yang tidak seragam dipengaruhi nilai
Cb). Spesifikasi AISC berbeda namum mendekati, bentuk dari tegangan tekuk
elastis Fcr, AISC memberikan rumus,
푀 = 퐹 푆 ≤ 푀
dimana
퐹 =퐶 휋퐸
(퐿 /푟 ) 1 + 0,078퐽푐푆 ℎ
퐿푟
Dan
Cb = Faktor untuk menghitung momen lentur tidak seragam dengan panjang
tak terkekang Lb.
푟 =퐼 퐶푆
c = 1,0 untuk penampang I
h = jarak antara centroid flens = d – tf
Jika nilai momen pada saat terjadi lateral-torsional buckling leih besar
daripada momen pada kondisi leleh yang pertama, kuat nominalnya berdasarkan
perilaku inelastis. Dan nilai momen pada kelelehan pertama adalah,
푀 = 0,7퐹 푆
Dimana tegangan leleh telah direduksi hingga 30% untuk menghitung efek dari
tegangan sisa. Batas antara perilaku elastis dan inelastis adalah Lr pada panjang
tak terkekang, dimana nilai Lb didasarkan kepada persamaan AISC ketika Fcr
sama dengan 0,7Fy ketika Cb = 1,0 maka persamaannya menjadi;
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
26
Universitas Indonesia
퐿 = 1,95푟퐸
0,7퐹퐽푐푆 ℎ 1 + 1 + 6,76
0,7퐹 푆 ℎ퐸퐽푐
Sama dengan kolom, tekuk inelastis pada balok lebih rumit daripada tekuk elastis
dan rumus empiris seringkali digunakan. Rumus yang sering digunakan oleh
AISC adalah,
푀 = 퐶 푀 − 푀 − 0,7퐹 푆 (퐿 − 퐿퐿 − 퐿 ) ≤ 푀
Dimana 0,7퐹 푆 adalah momen leleh dengan memperhitungkan tegangan sisa dan
퐿 = 1,76푟퐸퐹
Di dalam SNI 03-1729-2002 untuk bentang dengan pengekangan lateral adalah, Tabel 2.5 Bentang untuk pengekangan lateral
Profil 퐿 퐿
Profil-I dan kanal
ganda 1,76푟 dengan
푟 =
Adalah jari-jari girasi
terhadap sumbu lemah.
푟푋1푓퐿 1 + 1 + 푋2푓퐿
Dengan
푓퐿 = 푓 − 푓
푋1 = 휋푆
퐸퐺퐽퐴2
푋2 = 4푆퐺퐽
퐼퐼
Iw adalah konstanta puntir
lengkung
J adalah konstanta puntir
torsi
Profil kotak pejal
atau berongga 0,13퐸푟
퐽퐴푀 2퐸푟
퐽퐴푀
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
27
Universitas Indonesia
2.8. Kuat Lentur Penampang non-kompak
Sebagaimana diketahui bahwasannya penampang standar W,M, S dan C
adalah penampang kompak. Beberapa yang lainnya adalah non kompak karena
perbandingan lebar dengan tebal flens, tetapi tidak langsing.
Secara garis besar, balok non-kompak akan mengalami keruntuhan akibat
lateral-torsional buckling, flange local buckling atau local buckling. Beberapa
diantaranya runtuh baik pada kondisi batas elastis atau batas inelastis. Kuat lentur
yang disyaratkan kepada tiga kondisi tersebut harus dihitung dan nilai yang paling
kecil yang diambil sebagai kuat nominal design.
Berdasarkan AISC untuk flange local buckling jika 휆 < 휆 ≤ 휆 maka
flensnya termasuk non-kompak dan tekuk dalam keadaan inelastis.
푀 = 푀 − (푀 − 0,7퐹 푆 )휆 − 휆휆 − 휆
Dimana
휆 = 푏
2푡
휆 = 0,38 퐸퐹
휆 = 1,0 퐸퐹
Web untuk semua penampang dengan kerja panas di dalam Manual adalah
kompak, maka penampang non-kompak hanya di dalam batasan lateral-torsional
buckling dan flange local buckling. Penampang yang dibuat sendiri dengan
menggabungkan beberapa pelat, badannya bisa termasuk non-kompak atau
langsing sebagaimana pada flens, misalnya pada plate girders.
2.9. Tegangan Lentur dan Momen Plastis
Dalam menghitung nilai momen nominal Mn, diperlukan analisis terhadap
balok lentur pada saat beban diberikan pada balok tersebut, beban kemudian
besarannya ditingkatkan hingga balok tersebut mengalami keruntuhan atau tidak
mampu lagi menahan beban yang bekerja karena tegangan yang dihasilkan dari
beban tersebut sudah melebihi tegangan leleh maupun tegangan putus dari baja
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
28
Universitas Indonesia
tersebut. Analisis ini merupakan analisis dengan metode plastis dimana kekuatan
nominal baja dihitung hingga keadaan Ultimate.
Dari hasil pertimbangan balok tersebut, dimana balok menggunakan sumbu
kuat sebagai sumbu x pada profil WF, dan sumbu y sebagai sumbu lemah.
Sebagai acuan momen Inersia dapat menggunakan sumbu kuat dan sumbu lemah
tersebut. Untuk material yang elastis dan memiliki deformasi cenderung kecil,
distribusi tegangan lentur dapat diasumsikan seragam sepanjang bentang dari
balok tersebut. Karena sepanjang balok tersebut, dimensi profil cenderung
konstan maka luas penampang profil pada potongan profil di titik manapun pada
balok bernilai tetap. Berdasarkan mekanika benda padat, tegangan pada titik di
mana saja dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
∫ 푓(푦)푑퐴 = ∫ 퐹(푦)푏(푦)푑푦 = 0 (2.2)
퐹(푦) = 푦 (2.3)
Dimana,
Ft = Tegangan pada serat terluar balok
Y = Jarak dari garis netral.
dA = luas pada potongan penampang yang berada pada jarak y dari garis
netral.
B(y) = lebar balok pada jarak y dari garis netral
F(y) = tegangan normal pada jarak y dari garis netral
Cb = jarak dari garis netral ke serat terluar bagian bawah
Ct = jarak dari garis netral ke serat terluar bagian atas
Subtitusi persamaan (2.2) ke (2.3),maka
∫ 푦푏(푦)푑푦 = ∫ 푦푏(푦)푑푦 = 0 (2.4)
Persamaan (2.4) menjelaskan hubungan yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan garis netralnya. ‘Biasanya garis netral berhimpit dengan garis
centroid atau pusat titik massa’1. Momen M pada potongan penampang ini bisa
dihitung dari tegangan f(y);
1 Pembahasan mengenai perilaku dasar struktur, Chapter 3.16 Bending Stresses and Strains in Beams, Chapter 3 General Structural Theory, Ziemian, Ronald D. Ph.D. Structural SteelDesigner’s Handbook / Roger L. Brockenbrough, editor, Frederick S. Merritt, editor.-3rd ed. McGraw-Hill,New York,1999
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
29
Universitas Indonesia
푀 = ∫ 푓(푦)푏(푦)푦 푑푦 (2.5)
Subtitusi persamaan (2.3) ke persamaan (2.5),maka
푀 = ∫ 푏(푦)푦 푑푦 = ∫ 푏(푦)푦 푑푦 = 푓푡 (2.6)
Gambar 2. 10 (a) Potongan penampang baja simetris, (b) distribusi
Dimana, ∫ 푏(푦)푦 푑푦 = I = Momen inersia pada potongan penampang
dari garis netral. Faktor I/ct adalah modulus penampang St dari serat terluar.
Subtitusi persamaan (2.3) ke persamaan (2.6) menghasilkan,
푓푏 = (2.7)
Lentur pada keadaan plastis terjadi di mana balok memiliki beban yang berat,
kemudian seluruh material pada potongan penampang mencapai tegangan leleh
fy. Walaupun regangannya masih bervariasi terhadap tinggi profil, maka distribusi
tegangan tidak menjadi linear. Hal ini mengakibatkan momen plastis yaitu.
푀 = 푓푦 푏(푦)푦 푑푦 + 푓푦 푏(푦)푦 푑푦 = 푍퐹푦
Dimana ∫ 푏(푦)푦 푑푦 +∫ 푏(푦)푦 푑푦 = 푍 adalah modulus penampang plastis.
Untuk penampang persegi.
푀 = 푏푓푦 푦 푑푦 +/
푏푓푦 푦 푑푦 =푏ℎ
4 퐹푦/
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
30
Universitas Indonesia
Gambar 2. 11 Gaya Dalam pada Balok
Gambar 2. 12 Distribusi tegangan lentur pada potongan penampang balok
Dimana M adalah momen pada potongan penampang yang ditinjau, y adalah
jarak dari garis netral ke titik yang ditinjau, dan Ix adalah Momen Inersia dari luas
area pada potongan penampang yang ditinjau pada sumbu x atau sumbu kuat
dimana arah beban bekerja pada sumbu tersebut. Untuk material yang homogen,
garis netral berhimpit dengan garis centroid. Rumus di atas berdasarkan asumsi
bahwa penampang pada potongan tidak akan berubah setelah mengalami lenturan,
atau masih dalam keadaan elastis. Sebagai tambahan, potongan penampang pada
balok harus memiliki sumbu vertikal yang simetris dan beban-beban harus tegak
lurus terhadap garis netral balok. Tegang maksimum terjadi pada serat terluar,
dimana y maksimum. Tegang lentur mengakibatkan terjadi dua macam tegangan,
yaitu tegangan tekan maksimum terdapat di serat bagian atas dan tegangan tarik
maksimum terdapat di serat bagian bawah ( apabila momen yang terjadi pada
balok akibat gaya luar adalan momen positif). Apabila penampang baja
merupakan penampang yang simetris maka untuk menghitung tegangan
maksimum dapat menggunakan rumus,
푓푚푎푥 = = = (2.8)
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
31
Universitas Indonesia
Dimana c adalah jarak dari garis netral ke serat terluar, dan Sx adalah modulus
elastis penampang pada potongan penampang. Untuk berbagai bentuk potongan
penampang, modulus elastis penampang cenderung konstan. Untuk penampang
tidak simetris, Sx akan memiliki dua nilai yaitu nilai untuk serat paling atas dan
untuk serat paling bawah. Nilai Sx standar biasanya diberikan pada tabel
penampang profil baja.
Di dalam keadaan yang disebutkan di atas, rumus-rumus yang diberikan
berlaku apabila material masih dalam kondisi elastis. Di dalam baja, hal ini berarti
bahwa tegangan maksimum fmax tidak boleh melebihi Fy dan momen lentur tidak
boleh melebihi,
푀푦 = 퐹푦푆푥 (2.9)
Dimana My adalah Bending momen yang menyebabkan balok pada titik
lelehnya.
Pada balok diantara dua tumpuan sederhana dengan beban terpusat yang
berada tepat di tengan bentang menunjukkan beberapa tahapan deformasi yang
signifikan terhadap balok dengan nilai beban yang ditingkatkan. Ketika balok
mulai mengalami leleh, distribusi tegangan pada penampang profil baja tidak akan
menjadi linear dan kelelehan akan terjadi dari serat paling atas hingga ke garis
netral. Daerah yang mengalami leleh akan semakin besar hingga mencapai garis
netral pada saat momen akibat gaya luar mencapai momen leleh baja dan fase
terakhir adalah baja mengalami leleh secara menyeluruh sehingga tidak mampu
lagi menahan beban luar. Pada saat yang bersamaan, area yang mengalami
tegangan leleh terjadi secara tegak lurus dari titik pusat balok saat momen
mencapai My pada lokasi-lokasi lainnya. ‘Momen tambahan diperlukan untuk
mengubah fase balok dari fase ketika mulai mengalami leleh di sebagian
badannya (web) hingga mengalami leleh secara keseluruhan. Momen tersebut
berkisar antara 10 s/d 20 % dari momen leleh, My, untuk profil W’2. Ketika
mencapai fase dimana profil baja mengalami leleh secara keseluruhan, ketika
2 penjelasan mengenai proses terbentuknya sendi plastis pada balok dengan profil penampang Wide Flange. Chapter 5 beams, segui, william T. Steel Design, Fourth Edition, Nelson, a division of Thomson Canada, Limited,2007
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
32
Universitas Indonesia
beban ditingkatkan kembali maka profil tersebut akan mengalami keruntuhan atau
putus. Pada fase tersebut balok mengalami fase dimana sering disebut sebagai
sendi plastis. Sendi plastis ii terbentuk pada tengah bentang balok, dan sendi ini
bersamaan dengan sendi yang ada di antara balok tersebut sebagai tumpuan akan
mengalami mekanisme tidak stabil. Selama proses terbentuknya sendi plastis
tersebut, perubahan mekanisme ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Analisis
struktur berdasarkan pertimbangan mekanisme keruntuhan ini dinamakan analisis
plastis.
Gambar 2.13 Kondisi sendi plastis.
Kapasitas Plastis, dimana nilai momen yang dibutuhkan untuk merubah
kondisi elastis hingga kondisi plastis, dapat dengan mudah dihitung dari
pertimbangan distribusi tegangan. Pada resultan tegangan tarik dan tegangan
tekan, dimana Ac adalah area pada potongan penampang yang mengalami tekan,
dan At area yang mengalami tarik. Area-area ini berada di atas dan di bawah garis
netral plastis, dimana belum tentu sama dengan garis netral elastis. Dari prinsip
kesetimbangan didapatkan.
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
33
Universitas Indonesia
2.10. Batasan di dalam SNI 03-1729-2002
Bila metode plastis digunakan, semua persyaratan di bawah ini harus
dipenuhi, yaitu:
a) Tegangan leleh baja yang digunakan adalah 210 Mpa, 240 Mpa, 245
Mpa, 250 Mpa, 290 MPa;
b) Pada daerah sendi plastis, tekuk setempat harus dapat dihindari
dengan mensyaratkan bahwa perbandingan lebar terhadap tebal, b/t,
lebih kecil daripada λ p . Nilai λ p ersebut ditetapkan sesuai dengan
Tabel SNI 03-1729-2002;
c) Pada rangka dengan bresing, gaya aksial tekan terfaktor pada kolom
yang diakibatkan oleh beban gravitasi terfaktor dan beban horizontal
terfaktor tidak diperkenankan melampaui 0,85Ab f y . Pada rangka
tanpa bresing, gaya aksial tekan terfaktor pada kolom yang
diakibatkan oleh beban gravitasi terfaktor dan beban horizontal
terfaktor tidak diperkenankan melampaui 0,75Ab f y ;
d) Parameter kelangsingan kolom λc tidak boleh melebihi 1,5 kc. Nilai
kc ditetapkan di dalam SNI 03-1729-2002;
e) Untuk komponen struktur dengan penampang kompak yang terlentur
terhadap sumbu kuat penampang, panjang bagian pelat sayap tanpa
pengekang lateral, Lb, yang mengalami tekan pada daerah sendi
plastis yang mengalami mekanisme harus memenuhi syarat Lb ≤
Lpd, yang ditetapkan berikut ini:
(i) Untuk profil-I simetris tunggal dan simetris ganda dengan
lebar pelat sayap tekan sama dengan atau lebih besar daripada
lebar pelat sayap tarik dan dibebani pada bidang pelat sayap
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
34 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. STUDI LITERATUR
Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Reni Suryanita dan Alfian
Kamaldi dari Universitas Riau dengan judul ‘Analisis Kekuatan Nominal Balok
Lentur Baja dengan Metode Desain Faktor Beban dan Tahanan (LRFD) dan
Metode Desain Tegangan Ijin. Di dalam penelitian tersebut berisi mengenai
perhitungan kekuatan nominal balok lentur baja WF dengan menggunakan
metode LRFD. Penelitian tersebut membahas mengenai Persyaratan kekuatan
lentur ultimit.
Persyaratan kekuatan lentur ultimit Mu, untuk balok pada desain faktor
beban dan tahanan (metode LRFD) dinyatakan sebagai,
휙 푀 ≥ 푀
dengan φb merupakan faktor tahanan untuk lentur yaitu 0,90 dan Mn merupakan
momen nominalnya (AISC, 2010). Penampang bersifat elastis pada saat momen
lentur dalam rentang beban layanan, seperti terlihat dalam Gambar 1a. Kondisi
elastis akan terjadi sampai tegangan pada serat terluar mencapai tegangan leleh,
Fy, dan kekuatan nominalnya, Mn, merupakan momen leleh, My, seperti pada
Gambar 1b, dan dihitung sebagai
푀 = 푀 = 푆 퐹
dengan
푆 =퐼푐
S merupakan modulus penampang, yang didefinisikan sebagai momen inersia I
dibagi dengan
jarak c dari pusat berat ke serat terluar. Subskrip x dan y menunjukan momen
inersia dan jarak c dihitung terhadap sumbu x atau terhadap sumbu y. Bila serat
memiliki regangan, ε, yang sama atau lebih besar dari regangan leleh, εy = Fy/Es,
yang berada dalam rentang plastis, maka kekuatan momen nominal merupakan
momen plastis, Mp, dan dihitung
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
35
Universitas Indonesia
sebagai,
푀 = 퐹 푦 푑퐴 = 퐹 푍
dengan
푍 = ∫ 푦 푑퐴 merupakan modulus plastik (Salmon et al, 1992).
Kekuatan lentur nominal, Mn ditentukan oleh AISC untuk masing-masing
keadaan batas kelangsingan, yaitu 1) penampang kompak, untuk λ ≤ λp, 2)
penampang non kompak, untuk λp < λ ≤ λr,3) penampang langsing, untuk λ > λr.
Pada penampang kompak yang secara lateral stabil, kekuatan nominal sama
dengan kekuatan momen plastis yaitu
Mn = Mp
dimana Mp merupakan kekuatan momen plastik. Desain harus memperhitungkan
tekuk lokal sayap tekan atau tekuk lokal badan yang dapat terjadi sebelum
mencapai regangan tekan untuk menimbulkan momen plastis, Mp. Untuk
penampang non kompak yang secara lateral stabil, rasio kelangsingan (lebar/tebal)
λ, berada di antara batas kelangsingan λr dan batas kelangsingan λp maka harga
kekuatan nominal, Mn harus diinterpolasi secara linear antara Mp dan Mr
(Salmon et al, 1992)
yaitu
푀 = 푀 − (푀 − 0,7퐹 푆 )휆 − 휆휆 − 휆
Dimana
휆 = 푏
2푡
휆 = 0,38 퐸퐹
휆 = 1,0 퐸퐹
Pada penampang langsing, rasio kelangsingan (lebar/tebal), λ melampaui
batas λr, kekuatan nominal dinyatakan sebagai
푀푛 = 푀푐푟 = 푆퐹푐푟
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
36
Universitas Indonesia
Bila λ sama dengan λr, dengan serat terluar berada pada tegangan leleh
maka kekuatan momen nominal yang tersedia,
푀푛 = 푀푟 = (퐹푦 − 퐹푟)푆
dengan Mr merupakan momen sisa yang menyebabkan tegangan serat terluarnya
meningkat dari harga tegangan sisa, Fr sampai tegangan leleh, Fy bila tidak ada
beban luar yang bekerja.
Dari penelitan tersebut kemudian lebih dikembangkan untuk membuat
grafik hubungan antara momen nominal dengan panjang tak terkekang untuk baja
untuk semua profil baja WF produksi PT.Gunung Garuda.
3.2. Pengumpulan Data
Data baja profil WF didapatkan dari PT. Gunung Garuda. Seluruh dimensi
profil WF yang diproduksi oleh PT. Gunung Garuda akan dihitung momen
nominalnya dan kemudian dibuat grafik hubungan antara momen nominal dengan
panjang bentang baja tak terkekang.
Pengumpulan data dengan cara meminta langsung kepada PT. Gunung
Garuda. Data yang diberikan bisa berupa dimensi saja beserta mutu bajanya atau
dalam bentuk tabel yang memuat semua properti penampang dari profil baja WF
tersebut, seperti luas dimensi profil, momen inersia, jari-jari girasi, titik berat
penampang, dsb. Properti penampang tersebut digunakan di dalam perhitungan
momen nominal, apabila tidak terdapat properti penampang, maka di dalam
perhitungan akan diperhitungkan kembali nilai-nilai dari semua properti
penampang dari profil baja WF tersebut. Selain itu juga diperlukan data panjang
maksimum balok-balok profil baja WF tersebut yang diproduksi oleh PT. Gunung
Garuda untuk digunakan dalam perhitungan momen nominal.
3.3. Analisis Perhitungan
Apabila tidak terdapat properti penampang di dalam data yang diberikan
oleh PT. Gunung Garuda maka langkah awal yang dilakukan di dalam analisis
perhitungan adalah dengan menghitung seluruh properti penampang dari seluruh
dimensi profil baja WF dan semua mutu baja yang diproduksi oleh PT. Gunung
Garuda. Langkah perhitungannya yaitu :
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
37
Universitas Indonesia
1. Menghitung luas penampang baja profil WF tersebut. Dengan rumus
yang berlaku untuk semua penampang profil baja WF.
퐴 = 푏(푦) 푑푦
퐴 = 2. 푡 . ℎ + (ℎ. 푡 )
2. Menghitung titik berat penampang profil inersia baja profil Wf
tersebut. Dengan rumus sebagai berikut.
푥̅ =∑ 퐴 푥∑ 퐴
푦 =∑ 퐴 푦∑ 퐴
3. Menghitung Momen Inersia dari penampang baja profil WF tersebut.
Dengan rumus sebagai berikut.
퐼 = 푏(푦)푦 푑푦
4. Menghitung jari-jari girasi pada penampang baja profil WF tersebut.
Dengan rumus sebagai berikut.
푟 =퐼퐴
푟 =퐼퐴
5. Menghitung Modulus Penampang pada penampang baja profil WF
tersebut. Dengan rumus sebagai berikut.
푧 =퐴2 푎
Setelah didapatkan seluruh nilai properti penampang, maka langkah
selanjutnya di dalam analisis perhitungan adalah dengan menentukan apakah
penampang dengan dimensi tertentu merupakan penampang kompak atau tak
kompak ditentukan berdasarkan rumus dari SNI 03-1729-2002 sebagai berikut.
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
38
Universitas Indonesia
푏푓2푡푓 ≤ 0,38
퐸퐹푦 푑푎푛
ℎ푡푤 ≤ 3,76
퐸퐹푦
Di dalam SNI 03-1729-2002, penentuan penampang profil ditentukan sebagai
berikut. Tabel 3.1. Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan.
Jenis Elemen Perbandi
ngan
lebar
terhadap
tebal (λ)
Perbandingan maksimum lebar terhadap
tebal Λp (kompak) Λr (tak-kompak)
Pelat sayap dari penampang
persegi panjang dan
bujursangkar berongga
dengan ketebalan seragam
yang dibebani lentur atau
tekan; pelat penutup dari
pelat sayap dan pelat
diafragma yang terletak di
antara baut-baut atau las
푏 푡⁄ 500 푓푦⁄ 625 푓푦⁄
Bagian lebar yang tak
terkekang dari pelat
penutup berlubang [b]
푏 푡⁄ - 830 푓푦⁄
Bagian-bagian pelat badan
dalam tekan akibat lentur
[a]
ℎ 푡푤⁄ 1680 푓푦⁄ [c] 2550 푓푦⁄ [g]
Bagian-bagian pelat badan
dalam kombinasi tekan dan
lentur
ℎ 푡푤⁄ Untuk
푁 휙⁄ 푁
≤ 0,125 [푐]
1680푓푦
1 −2,75푁휙 푁
[g]
2550푓푦
1
−2,75푁휙 푁
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
39
Universitas Indonesia
Untuk
푁 휙⁄ 푁
> 0,125 [푐]
500푓푦
2,33−푁휙 푁
≥665푓푦
Elemen-elemen lainnya
yang diperkaku dalam
tekan murni; yaitu
dikekang sepanjang kedua
sisinya
푏 푡⁄
ℎ 푡푤⁄ - 665
푓푦
Penampang bulat berongga
Pada tekan aksial
Pada lentur
퐷 푡⁄
[d]
-
14800 푓푦⁄
22000 푓푦⁄
62000 푓푦⁄
[a] Untuk balok hibrida, gunakan
tegangan leleh pelat sayap fyf sebagai
ganti fy.
[b] Ambil luas neto plat pada lubang
terbesar.
[c] Dianggap kapasitas rotasi inelastis
sebesar 3. Untuk struktur-struktur pada
zona gempa tinggi diperlukan kapasitas
rotasi yang lebih besar.
[d] Untuk perencanaan plastis gunakan
9.000/fy.
[e] fr = tegangan tekan residual pada pelat
sayap
= 70 MPa untuk penampang dirol
= 115 MPa untuk penampang dilas
[f] 퐾 =⁄
푡푎푝푖, 0,35 ≤ 퐾 ≤ 0,763
[g] f y adalah tegangan leleh minimum.
Kategori ini berdasarkan kepada perbandingan lebar dan tebal paling kritis
pada potongan penampang. Di dalam AISC penentuan penampang kompak atau
non-kompak untuk potongan penampang hot-rolled I-shapes,adalah. Tabel 3.2. Tabel parameter perbandingan lebar dengan tebal profil.
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
40
Universitas Indonesia
3.4. Menghitung Kuat Lentur Penampang Kompak.
Kita mulai pada penampang kompak, pertama defenisikan penampang
tersebut memiliki web yang secara kontinu terkoneksi dengan flens dan
memenuhi persyaratan perbandingan antara lebar dengan tebal baik untuk web
dan flens.
푏푓2푡푓 ≤ 0,38
퐸퐹푦 푑푎푛
ℎ푡푤 ≤ 3,76
퐸퐹푦
Kriteria web harus memenuhi semua standard untuk penampang I yang
ada di Manual untuk 퐹푦 ≤ 65 퐾푠푖. kemudian, di dalam banyak kasus hanya
perbandingan untuk flens saja yang perlu diperhitungkan1. Kemudian apabila
penampang termasuk penampang kompak maka Nilai momen nominalnya adalah;
푀 = 푀
Dimana,
푀 = 퐹 푍
푀훺 ≥ 푀
푀훺 =
퐹 푍1,67 = 0,6퐹 푍
Maka nilai modulus penampang plastisnya adalah
푍 ≥푀
0,6퐹
Lalu, jika nilai tegangan lenturnya berdasarkan modulus penampang plastis 푍 ,
푓푏 =푀푍 푑푎푛 퐹푏 = 0,6퐹푦
Persamaan untuk kuat lateral-torsional buckling elastis secara teoritis
dapat ditemukan di dalam Theory of Elastic Stability (timoshenko and Gere,
1961). Dengan beberapa perubahan notasi maka nilai momen nominalnya adalah.
푀 = 퐹 푆
1 Perlu diingat bahwa penampang I yang dibuat sendiri dengan menggabungkan beberapa pelat dengan sambungan las apabila dimensi yang diperlukan tidak diproduksi oleh pabrik, maka penampang tersebut bisa berupa penampang non-kompak atau web langsing.
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
41
Universitas Indonesia
Dimana Fcr adalah tegangan tekuk elastis dan dapat dicari dengan menggunakan
rumus,
퐹 =휋
퐿 푆 퐸퐼 퐺퐽 +휋퐸퐿 퐼 퐶 ,푠푎푡푢푎푛 푑푎푙푎푚 푘푠푖
Dimana
Lb = panjang tak terkekang (in)
Iy = Momen inersia pada sumbu lemah di potongan penampang (in4)
G = Modulus Geser baja struktural = 11200 ksi
J = Torsi konstan (in4)
Cw = Warping Constant (in6)
Di dalam SNI-03-1729-2002 diatur sebagai berikut, Tabel 3.3. Momen kritis untuk tekuk lateral
Profil Mcr
Profil I dan kanal ganda 퐶푏
휋퐿 푆 퐸퐼 퐺퐽 +
휋퐸퐿 퐼 퐼
Profil kotak pejal atau berongga 2퐶푏퐸
퐽퐴퐿 푟⁄
Persamaan di atas berlaku sepanjang momen bending bekerja seragam
sepanjang panjang tak terkekang (momen yang tidak seragam dipengaruhi nilai
Cb). Spesifikasi AISC berbeda namum mendekati, bentuk dari tegangan tekuk
elastis Fcr, AISC memberikan rumus,
푀 = 퐹 푆 ≤ 푀
dimana
퐹 =퐶 휋퐸
(퐿 /푟 ) 1 + 0,078퐽푐푆 ℎ
퐿푟
Dan
Cb = Faktor untuk menghitung momen lentur tidak seragam dengan panjang
tak terkekang Lb.
푟 =퐼 퐶푆
c = 1,0 untuk penampang I
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
42
Universitas Indonesia
h = jarak antara centroid flens = d – tf
Jika nilai momen pada saat terjadi lateral-torsional buckling leih besar
daripada momen pada kondisi leleh yang pertama, kuat nominalnya berdasarkan
perilaku inelastis. Dan nilai momen pada kelelehan pertama adalah,
푀 = 0,7퐹 푆
Dimana tegangan leleh telah direduksi hingga 30% untuk menghitung efek dari
tegangan sisa. Batas antara perilaku elastis dan inelastis adalah Lr pada panjang
tak terkekang, dimana nilai Lb didasarkan kepada persamaan AISC ketika Fcr
sama dengan 0,7Fy ketika Cb = 1,0 maka persamaannya menjadi;
퐿 = 1,95푟퐸
0,7퐹퐽푐푆 ℎ 1 + 1 + 6,76
0,7퐹 푆 ℎ퐸퐽푐
Sama dengan kolom, tekuk inelastis pada balok lebih rumit daripada tekuk elastis
dan rumus empiris seringkali digunakan. Rumus yang sering digunakan oleh
AISC adalah,
푀 = 퐶 푀 − 푀 − 0,7퐹 푆 (퐿 − 퐿퐿 − 퐿 ) ≤ 푀
Sedangkan Rumus yang digunakan di dalam SNI adalah
Dimana 0,7퐹 푆 adalah momen leleh dengan memperhitungkan tegangan sisa dan
퐿 = 1,76푟퐸퐹
Di dalam SNI 03-1729-2002 untuk bentang dengan pengekangan lateral adalah, Tabel 3.4. Bentang untuk pengekangan lateral
Profil 퐿 퐿
Profil-I dan kanal
ganda 1,76푟 dengan
푟 =
푟푋1푓퐿 1 + 1 + 푋2푓퐿
Dengan
푓퐿 = 푓 − 푓
)])(([9.0pr
pbrppbn LL
LLMMMCM
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
43
Universitas Indonesia
Adalah jari-jari girasi
terhadap sumbu lemah. 푋1 = 휋푆
퐸퐺퐽퐴2
푋2 = 4푆퐺퐽
퐼퐼
Iw adalah konstanta puntir
lengkung
J adalah konstanta puntir
torsi
Profil kotak pejal
atau berongga 0,13퐸푟
퐽퐴푀 2퐸푟
퐽퐴푀
3.5. Menghitung Kuat Lentur Penampang non-kompak
Berdasarkan AISC untuk flange local buckling jika 휆 < 휆 ≤ 휆 maka
flensnya termasuk non-kompak dan tekuk dalam keadaan inelastis.
푀 = 푀 − (푀 − 0,7퐹 푆 )휆 − 휆휆 − 휆
Dimana
휆 = 푏
2푡
휆 = 0,38 퐸퐹
휆 = 1,0 퐸퐹
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
44
Universitas Indonesia
Gambar 3.1 Grafik Hubungan Panjang bentang tak terkekang dengan momen nominal
Sumber : segui, william T. Steel Design, Fourth Edition, Nelson, a division of Thomson Canada, Limited,2007
3.6. Grafik Design Dengan MATLAB®.
MATLAB® adalah bahasa komputer tingkat atas untuk perhitungan sains
dan visualisasi data yang dibuat berdasarkan areal program interaktif2. Beberapa
simbol pada MATLAB antaralain simbol persentase (%) menandakan awal
mulanya perintah. Simbol titik-koma (;) memiliki dua fungsi yaitu, yang pertama
adalah memerintahkan untuk melakukan printout pada hasil dan untuk
memisahkan baris dari suatu matriks. Fungsi dan program dapat dibuat dengan
MATLAB editor dan disimpan dengan menggunakan ekstensi (.m). nama file
yang disimpan harus identik dengan nama dari fungsi.
3.6.1 Type Data
Tipe data yang sering digunakan di dalam MATLAB atau kelas adalah
double, char, dan logical, dimana semua itu di dalam MATLAB dikenal sebagai
arrays atau susunan. Obyek numerik termasuk di dalam kelas double. Di mana
menggambarkan double-precision arrays. Skalar yang ada termasuk susunan 1 x
1. Elemen dari susunan tipe char merupakan hubungan dari karakter demi
karakter. Kemudian tipe susunan logical merupakan elemen yang hanya berisi 1
(true) dan 0 (false).
2 Chapter I, Introduction to MATLAB, Kiusalaas, Jaan. Pennsylvania State University, Numerical Methods in Engineering with MATLAB. 2nd edition, Cambridge Univeristy Press, New York, 2010.
Lr
Mom
ent C
apac
ity,
Mn
Unbraced length, Lb
Mn =
2
2
2
2
b
w
b
y
LECGJ
LEI
pr
pbrppn LL
LLMMMM )(
Mn = Mp
Zx Fy= Mp
Sx (Fy – 10) = Mr
Lp Lr
Mom
ent C
apac
ity,
Mn
Mom
ent C
apac
ity,
Mn
Mn
Unbraced length, LbUnbraced length, Lb
Mn =
2
2
2
2
b
w
b
y
LECGJ
LEI
Mn =
2
2
2
2
b
w
b
y
LECGJ
LEI
2
2
2
2
b
w
b
y
LECGJ
LEI
pr
pbrppn LL
LLMMMM )(
Mn = Mp
Zx Fy= Mp
Sx (Fy – 10) = Mr
Lp
No Instability No LTB Inelastic LTB
Elastic LTB
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
45
Universitas Indonesia
Tipe lain yang sangat penting adalah function_handle, dimana sangat unik
untuk MATLAB. Di dalamnya mengandung informasi-informasi yang dibutuhkan
untuk mencari dan menjalankan suatu program. Nama-nama yang ada di dalam
function_handle terdiri dari karakter @, kemudian diikuti dengan nama dari suatu
fungsi. Sebagai contoh, @sin. Pengendali fungsi digunakan sebagai input kalimat
untuk memanggil fungsi itu kembali. Sebagai contoh apabila kita memiliki fungsi
MATLAB plot(func ,x1 ,x2) kemudian plot semua pengguna fungsi dari x1 hingga
x2. Pemanggilan fungsi untuk memplotkan sin x dari 0 hingga π, adalah
plot(@sin,0,pi).
Ada tipe data lainnya di dalam MATLAB, seperti sparse (sparse
matrices), inline (inline objects) and struct (structured arrays). Kelas lainnya
dapat didefenisikan sendiri. Kelas-kelas obyek dapat dilihat dengan menggunakan
perintah class.
3.6.2 Variabel
Nama-nama di dalam variabel di mana harus dimulai dengan
menggunakan huruf sangat terpengaruh terhadap besar kecilnya huruf. Salah
satunya adalah xstart dan xstart merepresentasikan dua macam variabel. Panjang
namanya tak terbatas tetapi pada awalan harus diberikan printah N. Untuk
mencari N di dalam software MATLAB harus menggunakan perintah
namelengthmax:.
Variabel-variabel yang dapat didefenisikan di dalam fungsi MATLAB
berada lokal di dalam arealnya. Mereka tidak terdapat di bagian MATLAB dan
tidak bisa berada tetap di dalam memori setelah keluar dari fungsi (hal ini harus
menggunakan bahasa pemrograman yang paling baik). Bagaimanapun juga,
variabel-variabel dapat dibagi di antara fungsi dan program yang dapat dipanggil
jika fungsi tersebut menggunakan perintah global. MATLAB memiliki beberapa
variabel konstan dan spesial antara lain. Tabel 3.5. Variabel di dalam MATLAB
ans Default name result
eps Smallest number for which 1 + eps >1
inf infinity
NaN Not a number
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
46
Universitas Indonesia
i or j √-1
pi π
realmin Smallest usable positive number
realmax Largest usable positive number
3.6.3 Operator Aritmatika
MATLAB mampu menggunakan operator aritmatika biasa yaitu. Tabel 3.6. Variabel di dalam MATLAB
+ Addition
- Substraction
* multiplication
^ exponentiation
Tabel 3.7. Operator Divisi di dalam MATLAB
/ Right Division
\ Left Division
Tabel 3.8. Operator dengan periode (.) di dalam MATLAB
.* Element-wise multiplication
./ Element-wise division
.^ Element-wise exponentiation
Tabel 3.9. Variabel di dalam MATLAB
< Less than
> Greater than
<= Less than or equal to
>= Greater than or equal to
== Equal to
= Not equal to
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
47
Universitas Indonesia
Tabel 3.10. Variabel di dalam MATLAB
& And
| or
not
3.6.4 Flow Control
Conditional formating menggunakan Struktur if.
Mengeksekusi perintah block jika kondisinya adalah benar. Jika
kondisinya salah perintah block tersebut dapat di lewatkan. Kondisional if dapat
diikuti dengan angka apapun dengan menggunakan elseif.
Dengan sifat yang sama juga bekerja klausa else.
Perintah di atas dapat digunakan untuk mendefenisikan kalimat perintah
block di mana dapat di eksekusi jika tidak ada dari klausa if-elseif yang benar.
Fungsi signum dimana mendeterminasikan tanda dari variabel mengilustrasikan
penggunaan kondisional.
Struktur switch adalah
If condition Block end
If condition Block Elseif condition Block . . . end
.
.
. Else Block end
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
48
Universitas Indonesia
Perintah expression dievaluasi dan hasil kontrolnya berlaku apabila case –
nya sesuai dengan nilainya. Sebagai gambaran jika nilai dari expression adalah
value 2, perintah block diikuti dengan case value 2 dapat dieksekusi.
Perintah Loops mengeksekusi perintah block jika dalam kondisi benar.
Setelah dieksekusi kemudian kondisinya di evaluasi kembali. Jika masih benar
perintah tersebut dieksekusi kembali. Proses ini berlangsung terus menerus hingga
kondisinya dalam keadaan salah.
Untuk perputaran for diperlukan sebuah target dan hubungan dari target
yang akan dilakukan perputaran. Konstruksinya adalah.
Perputaran apapun dapat dihentikan dengan menggunakan perintah break.
Sebagai pendekatan perintah break, kontrolnya harus sesuai dengan perintah di
luar perputaran. Fungsi buildvec membangun baris pada data-data yang diberikan
kemudian perintah tersebut dapat di- break setelah inputnya 0.
Switch expression Case value 1 Block Case value 2 Block . . . Otherwise Block end
While condition Block end
For target = sequence Block end
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
49
Universitas Indonesia
Ketika perintah continue diberikan pada suatu perputaran, kontrolnya
harus sesuai untuk iterasi selanjutnya tanpa mengeksekusi kalimat perintah di
dalam iterasi sebelumnya.
Fungsi perintah return adalah untuk memanggil kembali pprogram ketika
tidak ada fungsi program yang dijalankan. Bagaimanapun juga fungsi dapat
dipaksa untuk keluar dengan menggunakan perintah return.
Eksekusi program dapat dihentikan dan pesan dapat muncul dengan fungsi
error.
3.6.5 Defenisi Fungsi
Bagian dari fungsi harus dilakukan dengan menggunakan defenisi fungsi.
Perintah untuk input dan output harus dipisahkan dengan
koma. Angka pada perintah harus nol. Jika hanya terdapat satu perintah output,
tanda kurung tutup harus diberikan.
Untuk membuat fungsi menjadi dapat diakses untuk program lainnya, hal
tersebut haruslah disimpan dengan nama function_name.m.
Fungsi M-file dapat berisi fungsi lainnya sebagai tambahan untuk fungsi
utama. Hal it dinamakan subfungsi yang hanya dapat dipanggil bersamaan dengan
fungsi utama atau subfungsi lain di dalam satu file tersebut. Subfungsi tersebut
tidak terdapat di dalam program unit lain. Walaupun, perilaku subfungsi sama
dengan perilaku fungsi utama. Sebagai tambahan, cakupan variabel yang
didefenisikan dengan subfungsi adalah bersifat lokal. Dimana, variabel-variabel
ini tidak dapat terlihat ketika fungsi dipanggil kembali. Fungsi utama harus
merupakan fungsi pertama di dalam m-file.
3.6.6 Memanggil dan Mengevaluasi Fungsi
Fungsi dapat dipanggil kembali dengan beberapa kalimat yang muncul di
dalam defenisi fungsi. Angka masukan dan kalimat keluaran yang digunakan di
dalam panggilan fungsi dapat dideterminasikan oleh fungsi nargin dan nargout.
3 Gambar 4.5 Momen Inersia Penampang Inersia Penampang
Ix'=Σ Ix+A.dy2
Iy'=Σ Iy+A.dx2
Ix'=[(퐼푥1 + 퐴1.푑푦1 ) + (퐼푥2 + 퐴2.푑푦2 )
+ (퐼푥3 + 퐴3.푑푦3 )
+ (퐼푥4 + 퐴4.푑푦4 )
+ (퐼푥5 + 퐴5.푑푦5 )
+ (퐼푥6 + 퐴6.푑푦6 )
+ (퐼푥7 + 퐴7.푑푦7 )
+ (퐼푥8 + 퐴8.푑푦8 )]
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
59
Universitas Indonesia
Iy'=[(퐼푦1 + 퐴1.푑푥1 ) + (퐼푦2 + 퐴2.푑푥2 )
+ (퐼푦3 + 퐴3.푑푥3 )
+ (퐼푦4 + 퐴4.푑푥4 )
+ (퐼푦5 + 퐴5.푑푥5 )
+ (퐼푦6 + 퐴6.푑푥6 )
+ (퐼푦7 + 퐴7.푑푥7 )
+ (퐼푦8 + 퐴8.푑푥8 )]
4 Jari – jari Girasi ( rx,ry )
rx= IxA
; r =IA
5 Dimana nilai b adalah lebar dari pelat
dan t adalah tebal sayap dari profil
penampang. Untuk penampang WF
dihitung dengan menggunakan rumus
Momen Torsial ( J ), dikemukakan
oleh Theodore V. Galambos tahun
1968
J= 2bt3+d'tw3
3
dimana d'= H-tf
6 Modulus Penampang Elastis (Sx,Sy)
Sx = 퐼푥푐푦 ; Sy =
퐼푦푐푥
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
60
Universitas Indonesia
7 Modulus Penampang Plastis (Zx,Zy)
Zx=퐴2 × (푦1 + 푦2)
y1=
⎣⎢⎢⎡(퐴1. 푑푦1) + (퐴2.푑푦2) +(퐴5. 푑푦5) + (퐴6.푑푦6) +
(퐴1 + 퐴2 + 퐴5 + 퐴6)⎦⎥⎥⎤
y2=
⎣⎢⎢⎡(퐴3.푑푦3) + (퐴4. 푑푦4) +(퐴7.푑푦7) + (퐴8. 푑푦8) +
(퐴3 + 퐴4 + 퐴7 + 퐴8)⎦⎥⎥⎤
Zy=A2
(x1+x2)
x1=
퐴12 .
푐푥2 +
퐴2 + 퐴32 .
푡푤4 +
(퐴6.푑푥6) + (퐴8.푑푥8) +퐴42 .
푐푥2 /
퐴12
+퐴2 + 퐴3
2 + 퐴6 + 퐴8 +퐴42
x2=
퐴12 .
푐푥2 +
퐴2 + 퐴32 .
푡푤4 +
(퐴5.푑푥5) + (퐴7.푑푥7) +퐴42 .
푐푥2 /
퐴12
+퐴2 + 퐴3
2 + 퐴5 + 퐴7 +퐴42
8 Tekuk Torsional Konstan (Iw/Cw),
dikemukakan oleh Theodore V.
Galambos tahun 1968.
Iw= d'2.b3.t24
dimana d'= H-tf.
Dimana nilai b adalah lebar dari pelat
dan t adalah tebal dari pelat
penampang.
4.2.2 Cek Penampang
Penampang profil baja WF memliki dua ketegori di dalam perilakunya
terhadap beban luar. Penampang WF terdiri dari dua elemen penting yaitu dua
bilah flens pada bagian atas dan bawah serta satu bilah web atau badan pada
bagian tengah antara dua flens tersebut. Ketika balok WF menerima beban luar
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
61
Universitas Indonesia
yang mengakibatkan flens dan web berdeformasi maka apabila flens dan web
tersebut bekerja secara bersamaan dan mengalami kelelehan pada saat yang sama
maka penampang tersebut dikatakan penampang kompak. Apabila salah satu
elemen penampang lebih dahulu mengalami leleh pada saat dibebani maka
penampang tersebut merupakan penampang non kompak. Pengecekan terhadap
penampang untuk dua kategori ini menggunakan perbandingan antara tebal pelat
elemen penampang dengan lebar elemen penampang. Untuk elemen flens dihitung
sebagai berikut, (SNI 03-1729-2002).
λf λp λr
bf
2tf
170 퐹푦
370 퐹푦 − 퐹푟
Dimana Fr = 70 Mpa untuk baja giling panas.
Sedangkan untuk elemen web dihitung sebagai berikut,
λw λp λr h
tw 3,78
EFy
3,78 EFy
Kategori penampang WF berdasarkan nilai – nilai tersebut di atas dengan batasan sebagai berikut,
Jika λ ≤ λp dan flens terkoneksi dengan web secara kontinu, maka termasuk penampang kompak. (SNI 03-1729-2002, Pasal 8.2.3)
Jika λp<λ ≤ λr dan flens terkoneksi dengan web secara kontinu, maka termasuk penampang non kompak. (SNI 03-1729-2002, Pasal 8.2.4)
Jika λ ≤ λr maka termasuk penampang langsing. (SNI 03-1729-2002, Pasal 8.2.5)
Tabel 4.5 Tabel Perbandingan antara pelat elemen dengan lebar elemen untuk web
Tabel 4.4 Tabel Perbandingan antara pelat elemen dengan lebar elemen untuk flens
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
62
Universitas Indonesia
4.2.3 Momen Nominal Penampang Kompak
Momen nominal untuk penampang kompak dihitung berdasarkan tiga jenis
kondisi. Tiga jenis kondisi tersebut adalah keadaan stabil, mengalami tekuk torsi
lateral inelastis, dan tekuk torsi lateral elastis. Tiga jenis kondisi ini dibatasi oleh
Lp dan Lr. Nilai Lp dan Lr dihitung dengan rumus sebagai berikut,
Lp Lr
1,76ryEFy
, dengan r =IA
adalah jari-
jari girasi terhadap sumbu lemah ry
X1fL
1+ 1+푋 fL2 dengan
fL = fy - fr
X1= πS
EGJA2
; X2=4S
GJ
2 Iw
Iy
Iw = konstanta puntir lengkung/Tekuk
Torsional Konstan
J = Konstanta puntir torsi/Momen Torsial
Setelah mendapatkan nilai Lp dan Lr, kemudian dapat mengkategorikan ketiga
kondisi balok baja berdasarkan batasan tersebut.
Untuk komponen struktur yang memenuhi L < Lp kuat nominal komponen struktur
terhadap momen lentur adalah
Mn = Mp = 퐹 . Z
Kondisi ini tidak terjadi LTB atau disebut balok bentang pendek. (SNI 03-1729-
2002, Pasal 8.3.3)
Untuk komponen struktur yang memenuhi Lp ≤ L ≤ Lr , kuat nominal komponen
struktur terhadap momen lentur adalah
Mn = Cb 푀 − 푀 −푀퐿 − 퐿퐿 − 퐿 ≤ Mp
Tabel 4.6 Tabel Rumus Lp dan Lr
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
63
Universitas Indonesia
Dengan asumsi Cb = 1.
Pada kondisi ini terjadi LTB inelastis atau disebut balok bentang menengah. (SNI
03-1729-2002, Pasal 8.3.4)
Dimana,
Mr= 퐹 − 퐹 × S Fr = 70 MPa
Untuk komponen struktur yang memenuhi Lr ≤ L , kuat nominal komponen
struktur terhadap lentur adalah
Mn= 푀 ≤ Mp
Dimana
푀 = CbπL
EIyGJ+πELb
2
IyI
Kondisi ini terjadi LTB elastis (Bentang Panjang) (SNI 03-1729-2002, Pasal
8.3.5) dan rumus
4.2.4 Momen Nominal Penampang Non Kompak
Momen nominal penampang non kompak dihitung berdasarkan batasan
dari nilai 휆. Perhitungan Momen Kategori penampang WF berdasarkan nilai –
nilai tersebut dengan batasan sebagai berikut,
Jika λ ≤ λp dan flens terkoneksi dengan web secara kontinu, maka termasuk
penampang kompak. (SNI 03-1729-2002, Pasal 8.2.3)
Mn = Mp = 퐹 . Z
Untuk penampang yang memenuhi λp < λ ≤ λr , dan flens tidak terkoneksi dengan
web secara kontinu, maka termasuk penampang non kompak. Kuat lentur nominal
penampang ditentukan sebagai berikut: (SNI 03-1729-2002, Pasal 8.2.4)
Mn = 푀 − 푀 − 0,7퐹 푆휆 − 휆휆 − 휆 ≤ Mp
Jika λ ≤ λr maka termasuk penampang langsing. (SNI 03-1729-2002, Pasal 8.2.5)
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
64
Universitas Indonesia
Mn= 0,7FySxλλr
2
4.2.5 Pemrograman menggunakan Software MATLAB
Langkah pertama dalam pemrograman menggunakan MATLAB adalah
membuat alur dari program itu sendiri. Logika pemikiran untuk menghasilkan
grafik dimulai dari input hingga pemrosesan data hingga hasil proses data dapat
diplot ke dalam grafik hubungan antara Momen Nominal dengan panjang balok.
Panjang balok yang dipakai adalah sepanjang 12 m yang merupakan ukuran satu
balok profil baja WF utuh yang diporduksi oleh PT. Gunung Garuda. Logika
pemikiran program adalah sebagai berikut.
4.2.6 Program Properti Penampang
Program awal yang dibuat adalah program untuk menghitung properti
penampang dengan input berupa dimensi penampang. Karena di dalam
perhitungan ini menggunakan dimensi yang diproduksi oleh PT. Gunung Garuda
maka input dimensi disimpan sebagai variable konstan. Program perhitungan
properti penampang adalah sebagai berikut.
function [Mn1]=Profil150x75(Fy,Lb) %~~~~~~~~~~~~~~ %fungsi ini untuk menghitung momen nominal dari penampang baja Wide flange %dengan data - data penampang yang diproduksi di Indonesia ( PT. Gunung %Garuda) %asumsi nilai Cb = 1 %Data - data yang diperlukan didefenisikan di bawah ini, yaitu : % %x,y - coordinates of polygon corners in counterclockwise sequence for %positive area contributions %H - tinggi Penampang profil %B - lebar Penampang profil %tw - tebal elemen badan %tf - tebal elemen sayap %r - jari - jari pada hubungan antara sayap dan badan %Fy - Kuat leleh baja %Lb - Unbraced Length
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
65
Universitas Indonesia
%--------------------------------------------------------------- %...Input Defenitions H=150; B=75; tw=5; tf=7; r=8; E=200000; G=80000; Cb=1; Fr=70; %...Gambar Penampang WF c=((r/sin (67.5))*sin (45))*sin (22.5); x1=[0 B B (1/2*B)+(1/2*tw)+r (1/2*B)+(1/2*tw)+c (1/2*B)+(1/2*tw) (1/2*B)+(1/2*tw) (1/2*B)+(1/2*tw)+c (1/2*B)+(1/2*tw)+r B B 0 0 (1/2*B)-(1/2*tw)-r (1/2*B)-(1/2*tw)-c (1/2*B)-(1/2*tw) (1/2*B)-(1/2*tw) (1/2*B)-(1/2*tw)-c (1/2*B)-(1/2*tw)-r 0]; y1=[0 0 tf tf tf+c tf+r H-tf-r H-tf-c H-tf H-tf H H H-tf H-tf H-tf-c H-tf-r tf+r tf+c tf tf]; %...Menghitung Properti Penampang %fungsi properti penampang % %seluruh input untuk program ini didefenisikan di dalam fungsi setup %-------------------------------------------------------------------- %menghitung Luas per elemen A1=B*tf; A2=tw*(0.5*H-tf); A3=tw*(0.5*H-tf); A4=B*tf; A5=((4*r^2)-(0.25*pi*(2*r)^2))/4; A6=((4*r^2)-(0.25*pi*(2*r)^2))/4; A7=((4*r^2)-(0.25*pi*(2*r)^2))/4; A8=((4*r^2)-(0.25*pi*(2*r)^2))/4; %Luasan total A=A1+A2+A3+A4+A5+A6+A7+A8; %Perhitungan titik berat penampang x=(((r^2*0.5*r)-(0.25*pi*r^2*(r-((4*r)/(3*pi)))))/(r^2-0.25*pi*r^2)); cx=((A1*(1/2*B))+((A2)*(1/2*B))+((A3)*(1/2*B))+(A4*(1/2*B))... +(A5*(((1/2)*B)-((1/2)*tw)-x))+(A6*(((1/2)*B)... +((1/2)*tw)+x))+(A7*(((1/2)*B)+((1/2)*tw)+x))+(A8*(((1/2)*B)-((1/2)*tw)-x)))/A; cy=((A1*(H-((1/2)*tf)))+((A2+A3)*(1/2*H))+(A4*(1/2*tf))+(A5*(H-(tf+x)))... +(A6*(H-(tf+x)))+(A7*(tf+x))+(A8*(tf+x)))/A; %Perhitungan Inersia per segmen arah x Ix1=(1/12)*B*tf^3; Ix2=(1/12)*tw*(0.5*H-tf)^3; Ix3=(1/12)*tw*(0.5*H-tf)^3; Ix4=(1/12)*B*tf^3;
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
66
Universitas Indonesia
Ix5=((1/12)*r^4)+((r^2)*((0.5*r-x)^2))-(0.05498*r^4)+((0.25*pi*r^2)*((r-((4*r)/(3*pi))-x)^2)); Ix6=((1/12)*r^4)+((r^2)*((0.5*r-x)^2))-(0.05498*r^4)+((0.25*pi*r^2)*((r-((4*r)/(3*pi))-x)^2)); Ix7=((1/12)*r^4)+((r^2)*((0.5*r-x)^2))-(0.05498*r^4)+((0.25*pi*r^2)*((r-((4*r)/(3*pi))-x)^2)); Ix8=((1/12)*r^4)+((r^2)*((0.5*r-x)^2))-(0.05498*r^4)+((0.25*pi*r^2)*((r-((4*r)/(3*pi))-x)^2)); %Perhitungan Inersia per segmen arah y Iy1=(1/12)*B^3*tf; Iy2=(1/12)*tw^3*(0.5*H-tf); Iy3=(1/12)*tw^3*(0.5*H-tf); Iy4=(1/12)*B^3*tf; Iy5=((1/12)*r^4)+((r^2)*((0.5*r-x)^2))-(0.05498*r^4)+((0.25*pi*r^2)*((r-((4*r)/(3*pi))-x)^2)); Iy6=((1/12)*r^4)+((r^2)*((0.5*r-x)^2))-(0.05498*r^4)+((0.25*pi*r^2)*((r-((4*r)/(3*pi))-x)^2)); Iy7=((1/12)*r^4)+((r^2)*((0.5*r-x)^2))-(0.05498*r^4)+((0.25*pi*r^2)*((r-((4*r)/(3*pi))-x)^2)); Iy8=((1/12)*r^4)+((r^2)*((0.5*r-x)^2))-(0.05498*r^4)+((0.25*pi*r^2)*((r-((4*r)/(3*pi))-x)^2)); %Jarak titik berat penampang ke titik berat elemen penampang dy1=((cy)-(0.5*tf)); dy2=(cy-tf-((H-2*tf)/4)); dy3=(cy-tf-((H-2*tf)/4)); dy4=((cy)-(0.5*tf)); dy5=((cy)-tf-x); dx1=(cx-(1/2*B))+(0.5*tw+x); %perhitungan inersia total Ix=Ix1+(A1*(dy1)^2)+Ix2+(A2*(dy2)^2)+Ix3+((A3*(dy3)^2))+Ix4+(A4*(dy4)^2)+Ix5+(A5*(dy5)^2)+Ix6+(A6*(dy5)^2)+Ix7+(A7*(dy5)^2)+Ix8+(A8*(dy5)^2); Iy=Iy1+Iy2+Iy3+Iy4+Iy5+(A5*(dx1)^2)+Iy6+(A6*(dx1)^2)+Iy7+(A7*(dx1)^2)+Iy8+(A8*(dx1)^2); %perhitungan jari-jari girasi rx=sqrt(Ix/A); ry=sqrt(Iy/A); %perhitungan momen torsional J=((2*B*(tf^3))+((H-tf)*(tw^3)))/3; % Modulus Penampang Plastis y1=((A1*dy1)+(A2*dy2)+(A5*dy5)+(A6*dy5))/(A1+A2+A5+A6); y2=((A4*dy1)+(A3*dy2)+(A7*dy5)+(A8*dy5))/(A4+A3+A7+A8); Zx=(A/2)*(y1+y2); x1=(((A1/2)*(cx/2))+(((A2+A3)/2)*(tw/4))+(A6*dx1)+(A8*dx1)+((A4/2)*(cx/2)))/((A1/2)+((A2+A3)/2)+A6+A8+(A4/2)); x2=(((A1/2)*(cx/2))+(((A2+A3)/2)*(tw/4))+(A5*dx1)+(A7*dx1)+((A4/2)*(cx/2)))/((A1/2)+((A2+A3)/2)+A5+A7+(A4/2)); Zy=(A/2)*(x1+x2); % Modulus Penampang Plastis Sx=Ix/(cy);
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
67
Universitas Indonesia
Sy=Iy/(cx);
4.2.7 Program Cek Penampang
Program cek penampang berada di dalam satu fungsi yang sama dengan
properti penampang. Perhitungannya berada pada baris setelah perhitungan
properti penampang. Program untuk cek penampang adalah sebagai berikut,
%...Cek Penampang LambdaF=B/(2*tf); LambdapF=170/(sqrt(Fy)); % Tabel 7.5-1 SNI 03-1729-2002 catatan [c] Dianggap kapasitas rotasi % inelastis sebesar 3 LambdarF=370/(sqrt(Fy-Fr)); % Tabel 7.5-1 SNI 03-1729-2002 catatan [e] Untuk Penampang di roll diambil % nilai Fr = 70 Mpa LambdaW=H/tw; LambdapW=3.76*(sqrt(E/Fy)); LambdarW=5.70*(sqrt(E/Fy));
4.2.8 Program Momen Nominal
Perhitungan momen nominal memerlukan batasan – batasan yaitu nilai Lp dan Lr.
Nilai – nilai tersebut harus dihitung untuk kemudian dapat didefenisikan untuk
perhitungan momen nominal. Program perhitungan nilai Lp dan Lr adalah sebagai
berikut
%...Menghitung Lp dan Lr Iw=(((H-tf)^2)*(B^3)*tf)/24; Mr=0.7*Fy*Sx; Lp=1.76*ry*(sqrt(E/Fy)); X1=(pi/Sx)*(sqrt((E*G*J*A)/2)); X2=4*((Sx/(G*J))^2)*(Iw/Iy); Fl=Fy-Fr; Lr=ry*(X1/Fl)*(sqrt(1+sqrt(1+(X2*(Fl^2)))));
Setelah didapatkan nilai – nilai dari batasan Lp dan Lr maka kemudian dapat
dilanjutkan dengan alur pikir untuk program momen nominal. Alur pikir dan
program momen nominal adalah sebagai berikut.
if LambdaF<=LambdapF && LambdaW<=LambdapW
%...Momen Nominal Penampang Kompak
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
68
Universitas Indonesia
for L=1:length(Lb); if Lb(L)<=Lp Mn1(L)=Fy*Zx; elseif Lp<Lb(L) && Lb(L)<=Lr Mn1(L)=Cb*((Fy*Zx)-(((Fy*Zx)-Mr)*((Lb(L)-Lp)/(Lr-Lp)))); elseif Lb(L)>Lr Mn1(L)=((Cb*pi)/Lb(L))*(sqrt((E*Iy*G*J)+(((pi*E)/Lb(L))^2)*Iy*Iw)); end end else %...Momen Nominal Penampang Non Kompak if 1<LambdaF && LambdaF<=LambdapF Mn1=Fy*Zx; elseif LambdapF<LambdaF && LambdaF<=LambdarF Mn1=((Fy*Zx)-(((Fy*Zx)-Mr)*((LambdaF-LambdapF)/(LambdarF-LambdapF)))); elseif LambdarF<Lambda(x) Mn1=Mr*((LambdarF/LambdaF)^2); end end
fungsi if pada awal alur pikir adalah untuk mengontrol apakah penampang
merupakan penampang kompak atau non kompak. Kemudian menempatkan nilai
di bawah kondisi if tersebut sebagai fungsi yang akan dijalankan apabila kondisi
dari if benar. Kondisi tersebut adalah nilai λ pada flens dan web. Apabila nilai λ
keduanya lebih kecil dari λp masing – masing maka penampang merupakan
penampang kompak dan menjalankan momen nominal untuk penampang kompak.
Selanjutnya, apabila kondisi tersebut tidak terpenuhi maka penampang
merupakan penampang non kompak. Kemudian program setelah kondisi else akan
dijalankan, yaitu perhitungan momen nominal untuk penampang non kompak.
Perhitungan momen nominal menggunakan iterasi Loop sederhana dengan
menggunakan perintah for. Untuk perputaran for diperlukan sebuah target dan
hubungan dari target yang akan dilakukan perputaran. Target dalam hal ini adalah
Lb dengan jumlah elemen L dengan perintah Length(‘Lb’). Nilai Lb kemudian
dikontrol dengan perintah if, elseif. Perputaran yang dijalankan akan
mengidentifikasi nilai input Lb kemudian disesuaikan dengan flow control.
Perputaran akan berjalan terus hingga kondisi yang dijalankan bernilai salah,
kemudian program selanjutnya akan dijalankan.
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
69
Universitas Indonesia
Keluaran dibuat dengan perintah disp yaitu perintah untuk mengeluarkan
nilai yang telah didefenisikan pada command window. Outputnya adalah sebagai
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
70
Universitas Indonesia
end fprintf('\n Elemen Badan Penampang WF'); fprintf('\n --------------------------------'); fprintf( '\n LambdaW: %g',LambdaW); fprintf( '\n LambdapW: %g',LambdapW); fprintf( '\n LambdarW: %g',LambdarW); fprintf('\n\nDari Perhitungan di atas'); fprintf( '\ndapat disimpulkan bahwa'); fprintf( '\n-------------------------------'); if LambdaW<=LambdapW fprintf('\n Penampang Kompak'); elseif LambdapW<=LambdaW<=LambdarW fprintf('\n Penampang Non Kompak'); elseif LambdarW<=LambdaW fprintf('\n Penampang Langsing'); end fprintf('\n\nMomen Nominal'); fprintf( '\nPenampang Baja Profil Wide Flange'); fprintf( '\n---------------------------------'); fprintf( '\nSatuan dalam mm'); fprintf( '\n-------------------------------'); fprintf( '\n Lp(mm): %g',Lp); fprintf( '\n Lr(mm): %g',Lr); fprintf('\n\n'); end seluruh fungsi ini kemudian disimpan dengan bentuk m file. Untuk penampang
lainnya dibuat fungsi yang sama dengan input dimensi yang berbeda. Kemudian,
seluruh fungsi tersebut juga disimpan dengan bentuk m file. Seluruh file tersebut
harus berada pada satu direktori atau folder untuk memudahkan eksekusi
program.
4.2.9 Program Utama
Program utama berisi input Fy yang didefenisikan ketika program utama
ini dijalankan. Input Fy tersebut akan menjadi input bagi sub fungsi penampang
yang telah dibuat sebelumnya. Serta Lb ditentukan nilainya, dalam hal ini
disesuaikan dengan panjang balok utuh yang diproduksi oleh PT. Gunung Garuda
yaitu 12 m.
%function:FungsiMn %~~~~~~~~~~~~~~ %fungsi ini untuk menghitung momen nominal dari penampang baja Wide flange %dengan data - data penampang yang diproduksi di Indonesia %asumsi nilai Cb = 1 %Data - data yang diperlukan didefenisikan di bawah ini, yaitu : %
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
71
Universitas Indonesia
%x,y - coordinates of polygon corners in counterclockwise sequence for %positive area contributions %H - tinggi Penampang profil %B - lebar Penampang profil %tw - tebal elemen badan %tf - tebal elemen sayap %r - jari - jari pada hubungan antara sayap dan badan %Fy - Kuat leleh baja %Lb - Unbraced Length %--------------------------------------------------------------- clear; %...Input Defenitions disp('-----------------------'); disp('Masukan Data'); disp('-----------------------'); Fy=input('Fy= '); Lb=1:150:12000; Setelah nilai Fy dan Lb ditentukan, kemudian memanggil seluruh sub fungsi
penampang yang telah dibuat sebelumnya untuk memproses data tersebut.
programnya adalah sebagai berikut.
%...Menghitung Momen Nominal [Mn1]=Profil150x75(Fy,Lb); [Mn2]=Profil150x100(Fy,Lb); [Mn3]=Profil198x99(Fy,Lb); [Mn4]=Profil200x100(Fy,Lb); [Mn5]=Profil200x150(Fy,Lb); [Mn6]=Profil248x124(Fy,Lb); [Mn7]=Profil250x125(Fy,Lb); [Mn8]=Profil298x149(Fy,Lb); [Mn9]=Profil300x150(Fy,Lb); Hasil dari program – program tersebut adalah nilai Momen nominal dari masing –
masing penampang. Momen nominal tersebut diplot ke grafik 2D sebagai fungsi
dari Lb atau panjang tak terkekang. Program untuk plot grafik yaitu. %...Draw geometry %...Momen Nominal Penampang plot((Lb/1000),(Mn1/1000000),'-b'); hold on; plot((Lb/1000),(Mn2/1000000),'-g'); hold on; plot((Lb/1000),(Mn3/1000000),'-r'); hold on; plot((Lb/1000),(Mn4/1000000),'-c'); hold on; plot((Lb/1000),(Mn5/1000000),'-m'); hold on; plot((Lb/1000),(Mn6/1000000),'--y'); hold on; plot((Lb/1000),(Mn7/1000000),'--k');
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
72
Universitas Indonesia
hold on; plot((Lb/1000),(Mn8/1000000),'--g'); hold on; plot((Lb/1000),(Mn9/1000000),'-.r'); hold on; grid on; xlabel('Lb(m)');ylabel('Mn(Knm)'); title('Grafik Hubungan Lb Dengan Mn'); legend('\it W150x75','\it W150x100','\it W198x99','\it W200x100','\it W200x150','\it W248x124','\it W250x125','\it W298x149','\it W300x150'); %genprint('Grafik Mn'); Untuk memudahkan pembacaan grafik, maka grafik dibuat legenda atau
keterangan grafik serta teks yang menempel pada grafik. Legenda dibuat dengan
menggunakan perintah Legend. Dan untuk teks dibuat dengan menggunakan
perintah gtext(’teks yang akan dimasukkan pada grafik’).
4.2.10 Validasi Data
Validasi program menggunakan grafik yang sudah ada dari AISC.
Namun, bentuk penampang baja WF yang ada pada AISC berbeda dengan
penampang baja WF yang ada di indonesia. Perbedaannya terdapat pada tambahan
penampang yang ada di hubungan antara flens dan web. Hal ini tentunya akan
mempengaruhi nilai – nilai keluaran yang dikeluarkan oleh program ini. Karena
perhitungan program ini berdasarkan penampang yang beredar di Indonesia.
Validasi dilakukan terhadap beberapa profil penampang AISC. Data penampang
AISC yang digunakan adalah penampang W40x593. Data penampang dari
W40x593 adalah sebagai berikut.
Tabel 4.7 Tabel Penampang baja WF AISC
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
73
Universitas Indonesia
Dikarenakan program ini menggukan satuan SI maka data dimensi tersebut
dikonversi menjadi satuan SI, yaitu :
tw = 45,466 mm
tf = 82,042 mm
B = 424,18 mm
H = 1092,2 mm
r = k = 53,975 mm
Fy = 344,7379 MPa
Dari data penampang tersebut kemudian dijalankan dengan program hingga
menghasilkan grafik hubungan momen nominal dengan Lb. Keluaran dari
program tersebut dan AISC adalah sebagai berikut.
Masukan Data Fy dalam satuan MPa
--------------------------------
Fy = 344.7379
Hasil Program Hasil AISC Data - Data Penampang dari Baja WF (mm) ------------------------------- tw(mm): 45.466 tf(mm): 82.042 B (mm): 424.18 H (mm): 1092.2 r( mm): 6.35 ------------------------------- Properti Penampang Baja WF ------------------------------- A (mm^2): 111833 Ix(mm^4): 2.08311e+010 Iy(mm^4): 1.05089e+009 rx(mm) : 431.589 ry(mm) : 96.9379 J (mm^3): 1.87806e+008 Iw(mm^6): 2.66228e+014 ------------------------------- Modulus Penampang Plastis Baja WF (Satuan dalam mm^3) ------------------------------- Zx(mm^3): 4.49612e+007 Zy(mm^3): 7.86133e+006 ------------------------------- Modulus Penampang Elastis Baja WF (Satuan dalam mm^3) ------------------------------- Sx(mm^3): 3.81453e+007 Sy(mm^3): 4.95494e+006
Data - Data Penampang dari Baja WF AISC (mm) --------------------------------- tw(mm): 45.466 tf(mm): 82.042 B (mm): 424.18 H (mm): 1092.2 r (mm): 6.35 --------------------------------- Properti Penampang Baja WF --------------------------------- A (mm^2): 112258 Ix(mm^4): 2.09781e+010 Iy(mm^4): 1.0489e+009 rx(mm) : 432.289 ry(mm) : 96.6628 J (mm^3): 1.85223e+008 --------------------------------- Modulus Penampang Plastis Baja WF (Satuan dalam mm^3) --------------------------------- Zx(mm^3): 4.52283e+007 Zy(mm^3): 7.88218e+006 --------------------------------- Modulus Penampang Elastis Baja WF (Satuan dalam mm^3) --------------------------------- Sx(mm^3): 3.83457e+007 Sy(mm^3): 4.94889e+006
Tabel 4.8 Hasil keluaran program MATLAB
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
74
Universitas Indonesia
------------------------------- Cek Penampang Baja WF Elemen Sayap Penampang WF ------------------------------- LambdaF: 2.58514 LambdapF: 9.15597 LambdarF: 22.3225 ------------------------------- Dari Perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa -------------------------------
Penampang Kompak ------------------------------- Elemen Badan Penampang WF ------------------------------- LambdaW: 24.0223 LambdapW: 90.5646 LambdarW: 137.292 ------------------------------- Dari Perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa -------------------------------
--------------------------------- Cek Penampang Baja WF Elemen Sayap Penampang WF --------------------------------- LambdaF: 2.58514 LambdapF: 9.15597 LambdarF: 22.3225 --------------------------------- Dari Perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa ---------------------------------
Penampang Kompak --------------------------------- Elemen Badan Penampang WF --------------------------------- LambdaW: 24.0223 LambdapW: 90.5646 LambdarW: 137.292 --------------------------------- Dari Perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa ---------------------------------
Gambar 4.6. Grafik Mn versus Lb dari output program untuk penampang AISC W40x593 (Lb<Lp).
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
75
Universitas Indonesia
Dari hasil grafik tersebut untuk nilai Mn adalah sebesar 15,5.10^3 Knm. Nilai Mn
pada AISC adalah Mn = 15,592.10^3 Knm. Maka perbedaan nilai yang dari hasil
keluaran program dengan AISC adalah sebesar
푛 = (15,592.10 − 15,5.10 )
15,592.10 . 100% = 0,59 %
Untuk nilai Momen nominal dengan nilai Lb diantara nilai Lp dan Lr adalah
sebesar 13,335.10^3 Knm (diambil satu titik yaitu pada Lb = 10 m). Nilai Mn
pada AISC adalah Mn = 13,150.10^3 Knm. Maka perbedaan nilai yang dari hasil
keluaran program dengan AISC adalah sebesar
푛 = (13,150.10 − 13,335.10 )
13,150.10 . 100% = 1,40%
Gambar 4.7. Grafik Mn versus Lb dari output program untuk penampang AISC W40x593 (Lp<Lb<Lr).
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
76
Universitas Indonesia
Kemudian, untuk nilai Momen nominal dengan nilai Lb lebih dari Lr adalah
sebesar 6,000.10^3 Knm (diambil satu titik yaitu pada Lb = 30 m). Nilai Mn yang
pada AISC adalah Mn = 5,953.10^3 Knm
Maka perbedaan nilai yang dari hasil keluaran program dengan AISC adalah
sebesar
푛 = (5,953.10 − 6,000.10 )
5,953.10 . 100% = 0,78%
Gambar 4.8. Grafik Mn versus Lb dari output program untuk penampang AISC W40x593 (Lb>Lr).
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
77
Universitas Indonesia
Untuk nilai – nilai pada properti penampang adalah sebagai berikut.
No. Notasi AISC Program Deviasi
inch mm Mm (%)
1 A 236 112257,84 111833 0,378
2 Ix 50400 20978063850,24 2.08311e+010 0,700
3 Iy 2520 10489031925,12 1.05089e+009 0,189
4 rx 17 432,29 431.589 0,162
5 ry 3,80 96,66 96.9379 0,288
6 Sx 2340 38345729,76 3.81453e+007 0,523
7 Sy 302 4948893,33 4.95494e+006 0,122
8 Zx 2760 45228296,64 4.49612e+007 0,590
9 Zy 481 7882177,78 7.86133e+006 0,265
10 J 445 185222984,4 1.87806e+008 1,395
11 Iw 997000 2,6770025E+14 2.66228e+014 0,177
12 Lp 13,4 ft 4084,32 4109.38 0,614
13 Lr 63,8 ft 19446,24 17755.5 8,694
Dengan demikian nilai keluaran dari program mendekati nilai dari AISC.
Tabel 4.9 Perbandingan hasil keluaran program dengan AISC
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
78
Universitas Indonesia
Gambar 4.9. Perbandingan Gambar grafik hubungan momen nominal versus unbraced length AISC dengan output program.
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
79
Universitas Indonesia
Gambar 4. 10 Gambar grafik hubungan momen nominal versus unbraced length AISC.(American Institute of Steel Construction, 2007)
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
80
Universitas Indonesia
Validasi Penampang W40 x 392
Dikarenakan program ini menggukan satuan SI maka data dimensi tersebut
dikonversi menjadi satuan SI, yaitu :
tw=36,068 mm
tf=64,008 mm
B=314,96 mm
H=1056,64 mm
r=k=23,8125 mm
Fy=344,7379 MPa
Dari data penampang tersebut kemudian dijalankan dengan program hingga
menghasilkan grafik hubungan momen nominal dengan Lb. Keluaran dari
program tersebut dan AISC adalah sebagai berikut.
Masukan Data Fy dalam satuan MPa
Fy = 344.7379
Hasil Program Hasil AISC Data - Data Penampang dari Penampang Baja WF (Satuan dalam mm) ----------------------------- tw(mm): 36.068 tf(mm): 64.008 B (mm): 314.96 H (mm): 1056.64 r (mm): 23.8125
Data - Data Penampang dari Penampang Baja WF AISC(Satuan dalam mm) ----------------------------- tw(mm): 36.068 tf(mm): 64.008 B (mm): 314.96 H (mm): 1056.64 r (mm): 23.8125
Tabel 4.10 Tabel Penampang baja WF AISC
Tabel 4.11 Hasil keluaran program MATLAB
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
81
Universitas Indonesia
----------------------------- Properti Penampang Baja WF ----------------------------- A (mm^2): 74300.3 Ix(mm^4): 1.24555e+010 Iy(mm^4): 3.37467e+008 rx(mm) : 409.435 ry(mm) : 67.3939 J (mm^3): 7.0589e+007 Iw(mm^6): 8.21043e+013 ----------------------------- Modulus Penampang Plastis Baja WF (Satuan dalam mm^3) ----------------------------- Zx(mm^3): 2.80106e+007 Zy(mm^3): 3.48817e+006 ----------------------------- Modulus Penampang Elastis Baja WF (Satuan dalam mm^3) ----------------------------- Sx(mm^3): 2.35756e+007 Sy(mm^3): 2.14292e+006 ----------------------------- Cek Penampang Baja WF Elemen Sayap Penampang WF ----------------------------- LambdaF : 2.46032 LambdapF: 9.15597 LambdarF: 22.3225 ----------------------------- Dari Perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa -----------------------------
Penampang Kompak ----------------------------- Elemen Badan Penampang WF ----------------------------- LambdaW : 29.2958 LambdapW: 90.5646 LambdarW: 137.292 ----------------------------- Dari Perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa -----------------------------
----------------------------- Properti Penampang Baja WF ----------------------------- A (mm^2): 74193.4 Ix(mm^4): 1.24453e+010 Iy(mm^4): 3.34234e+008 rx(mm) : 409.563 ry(mm) : 67.1186 J (mm^3): 7.15918e+007 Iw(mm^6): 8.2172e+013 ----------------------------- Modulus Penampang Plastis Baja WF (Satuan dalam mm^3) ----------------------------- Zx(mm^3): 2.80219e+007 Zy(mm^3): 3.47406e+006 ----------------------------- Modulus Penampang Elastis Baja WF (Satuan dalam mm^3) ----------------------------- Sx(mm^3): 2.35974e+007 Sy(mm^3): 2.13032e+006 ----------------------------- Cek Penampang Baja WF Elemen Sayap Penampang WF ----------------------------- LambdaF : 2.46032 LambdapF: 9.15597 LambdarF: 22.3225 ----------------------------- Dari Perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa -----------------------------
Penampang Kompak ----------------------------- Elemen Badan Penampang WF ----------------------------- LambdaW : 29.2958 LambdapW: 90.5646 LambdarW: 137.292 ----------------------------- Dari Perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa -----------------------------
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
82
Universitas Indonesia
Dari hasil grafik tersebut untuk nilai Mn adalah sebesar 9,65.10^3 Knm. Nilai Mn
pada AISC adalah Mn = 9,66.10^3 Knm. Maka perbedaan nilai yang dari hasil
keluaran program dengan AISC adalah sebesar
푛 = (9,66.10 − 9,65.10 )
9,66.10 . 100% = 0,104 %
Gambar 4.11. Grafik Mn versus Lb dari output program untuk penampang AISC W40 x 392
(Lb<Lp).
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
83
Universitas Indonesia
Untuk nilai Momen nominal dengan nilai Lb diantara nilai Lp dan Lr adalah
sebesar 8,365.10^3 Knm (diambil satu titik yaitu pada Lb = 6 m). Nilai Mn pada
AISC adalah Mn = 8,242.10^3 Knm. Maka perbedaan nilai yang dari hasil
keluaran program dengan AISC adalah sebesar
푛 = (8,242.10 − 8,365.10 )
8,242.10 . 100% = 1,49%
Gambar 4.12. Grafik Mn versus Lb dari output program untuk penampang AISC W40 x 392
(Lp< Lb<Lr).
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
84
Universitas Indonesia
Kemudian, untuk nilai Momen nominal dengan nilai Lb lebih dari Lr adalah
sebesar 3.175.10^3 Knm (diambil satu titik yaitu pada Lb = 20 m). Nilai Mn yang
pada AISC adalah Mn = 3.181.10^3 Knm
Maka perbedaan nilai yang dari hasil keluaran program dengan AISC adalah
sebesar
푛 = (3.181.10 − 3.175.10 )
3.181.10 . 100% = 0,19%
Untuk nilai – nilai pada properti penampang adalah sebagai berikut.
No. Notasi AISC Program Deviasi
inch mm mm (%)
1 A 115 74193.4 74300.3 0,144
2 Ix 29900 1.24453e+010 1.24555e+010 0,082
Gambar 4.13. Grafik Mn versus Lb dari output program untuk penampang AISC W40 x 392
(Lb>Lr).
Tabel 4.12 Perbandingan hasil keluaran program dengan AISC
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
85
Universitas Indonesia
3 Iy 803 3.34234e+008 3.37467e+008 0,967
4 rx 16,1 409.563 409.435 0,031
5 ry 2,64 67.1186 67.3939 0,410
6 Sx 1440 2.35974e+007 2.35756e+007 0,092
7 Sy 130 2.13032e+006 2.14292e+006 0,591
8 Zx 1710 2.80219e+007 2.80106e+007 0,040
9 Zy 212 3.47406e+006 3.48817e+006 0,406
10 J 172 7.15918e+007 7.0589e+007 1,4
11 Iw 306000 8.2172e+013 8.21043e+013 0,082
12 Lp 9,33 2843.78 2856.96 0,46
13 Lr 38,3 11673.8 10608.1 9,13
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
86
Universitas Indonesia
Gambar 4.14. Perbandingan Gambar grafik hubungan momen nominal versus unbraced length AISC dengan output program.
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
87
Universitas Indonesia
Validasi Penampang W44 x 335
Dikarenakan program ini menggukan satuan SI maka data dimensi tersebut
dikonversi menjadi satuan SI, yaitu :
tw=26,162 mm
tf=44,958 mm
B=403,86 mm
H=1117,6 mm
r=k=31,75 mm
Fy=344,7379 MPa
Dari data penampang tersebut kemudian dijalankan dengan program hingga
menghasilkan grafik hubungan momen nominal dengan Lb. Keluaran dari
program tersebut dan AISC adalah sebagai berikut.
Masukan Data Fy dalam satuan MPa
Fy = 344.7379
Hasil Program Hasil AISC Data - Data Penampang dari Baja WF (Satuan dalam mm) ----------------------------- tw(mm): 25.4 tf(mm): 44.958 B (mm): 403.86 H (mm): 1117.6 r (mm): 31.75 ----------------------------- Properti Penampang Baja WF ----------------------------- A (mm^2): 63282 Ix(mm^4): 1.29717e+010 Iy(mm^4): 4.96134e+008
Data - Data Penampang dari Baja WF AISC(Satuan dalam mm) ----------------------------- tw(mm): 25.4 tf(mm): 44.958 B (mm): 403.86 H (mm): 1117.6 r (mm): 31.75 ----------------------------- Properti Penampang Baja WF ----------------------------- A (mm^2): 63548.3 Ix(mm^4): 1.29448e+011 Iy(mm^4): 4.99478e+008
Tabel 4.14 Hasil keluaran program MATLAB
Tabel 4.13 Tabel Penampang baja WF AISC
Pengembangan grafik..., Hardian Purnama. FT UI, 2012
88
Universitas Indonesia
rx(mm) : 452.751 ry(mm) : 88.5441 J (mm^3): 3.0325e+007 Iw(mm^6): 1.4197e+014 ------------------------------- Modulus Penampang Plastis Baja WF (Satuan dalam mm^3) ----------------------------- Zx(mm^3): 2.66206e+007 Zy(mm^3): 3.84927e+006 ------------------------------- Modulus Penampang Elastis Baja WF (Satuan dalam mm^3) ----------------------------- Sx(mm^3): 2.32136e+007 Sy(mm^3): 2.45696e+006 ------------------------------- Cek Penampang Baja WF Elemen Sayap Penampang WF ----------------------------- LambdaF : 4.49153 LambdapF: 9.15597 LambdarF: 22.3225 ------------------------------- Dari Perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa -------------------------------
Penampang Kompak ------------------------------- Elemen Badan Penampang WF ------------------------------- LambdaW : 44 LambdapW: 90.5646 LambdarW: 137.292 ------------------------------- Dari Perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa -------------------------------
rx(mm) : 1427.24 ry(mm) : 88.6556 J (mm^3): 3.10925e+007 Iw(mm^6): 1.43667e+014 ------------------------------- Modulus Penampang Plastis Baja WF (Satuan dalam mm^3) ----------------------------- Zx(mm^3): 2.6547e+007 Zy(mm^3): 3.86735e+006 ------------------------------- Modulus Penampang Elastis Baja WF (Satuan dalam mm^3) ----------------------------- Sx(mm^3): 2.31058e+007 Sy(mm^3): 2.45806e+006 ------------------------------- Cek Penampang Baja WF Elemen Sayap Penampang WF ----------------------------- LambdaF : 4.49153 LambdapF: 9.15597 LambdarF: 22.3225 ------------------------------- Dari Perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa -------------------------------
Penampang Kompak ------------------------------- Elemen Badan Penampang WF ------------------------------- LambdaW : 44 LambdapW: 90.5646 LambdarW: 137.292 ------------------------------- Dari Perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa -------------------------------