15 BAB II PENGATURAN INFORMASI PERIKLANAN DI INDONESIA A. Dasar Pegaturan Periklanan di Indonesia Iklan merupakan salah satu alat marketing untuk memperlihatkan dan menjual produk dari perusahaan kepada masyarakat tertentu (target audience) menggunakan elemen-elemen verbal dan visual melalui media yang dianggap efektif. Ada iklan yang bertujuan menciptakan awareness agar tetap dikenal masyarakat, namun tujuan akhirnya tetap showing and selling the product. 1. Sejarah Periklanan di Indonesia Sejarah memang membuktikan bahwa iklanlah yang mengembuskan nafas awal bagi kehidupan surat kabar di Indonesia. Masa-masa awal keidupan pers Indonesia dan keadaan ini berlanjut hingga awal abad ke-20 surat kabar tidak lain adalah advertentieblad (media iklan) belaka. Koran (dari bahasa Belanda: het krant, dan dari bahasa perancis: courant ), sebagian besar isi beritanya adalah iklan tentang perdagangan, pelelangan, dan pengumuman resmi Pemerintah Hindia Belanda. Sesuai dengan khalayaknya, iklan disurat kabar menampilkan produk- produk yang merupakan konsumsi kelas atas. Misalnya, sebuah toko P&D (provisien en drunken = kebutuhan makanan dan minuman) yang mengumumkan datangnya kapal dari Negeri Belanda membawa mentega dan stok keju baru. Cerutu dan bir juga merupakan komoditas impor di masa itu, dan sering muncul diiklankan di surat kabar. Masa itu, mobil malah jarang muncul di iklan surat Universitas Sumatera Utara
37
Embed
15 BAB II PENGATURAN INFORMASI PERIKLANAN DI INDONESIA ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
15
BAB II
PENGATURAN INFORMASI PERIKLANAN DI INDONESIA
A. Dasar Pegaturan Periklanan di Indonesia
Iklan merupakan salah satu alat marketing untuk memperlihatkan dan
menjual produk dari perusahaan kepada masyarakat tertentu (target audience)
menggunakan elemen-elemen verbal dan visual melalui media yang dianggap
efektif. Ada iklan yang bertujuan menciptakan awareness agar tetap dikenal
masyarakat, namun tujuan akhirnya tetap showing and selling the product.
1. Sejarah Periklanan di Indonesia
Sejarah memang membuktikan bahwa iklanlah yang mengembuskan
nafas awal bagi kehidupan surat kabar di Indonesia. Masa-masa awal keidupan
pers Indonesia dan keadaan ini berlanjut hingga awal abad ke-20 surat kabar tidak
lain adalah advertentieblad (media iklan) belaka. Koran (dari bahasa Belanda: het
krant, dan dari bahasa perancis: courant ), sebagian besar isi beritanya adalah
iklan tentang perdagangan, pelelangan, dan pengumuman resmi Pemerintah
Hindia Belanda.
Sesuai dengan khalayaknya, iklan disurat kabar menampilkan produk-
produk yang merupakan konsumsi kelas atas. Misalnya, sebuah toko P&D
(provisien en drunken = kebutuhan makanan dan minuman) yang mengumumkan
datangnya kapal dari Negeri Belanda membawa mentega dan stok keju baru.
Cerutu dan bir juga merupakan komoditas impor di masa itu, dan sering muncul
diiklankan di surat kabar. Masa itu, mobil malah jarang muncul di iklan surat
Universitas Sumatera Utara
16
kabar. Mungkin karena masih merupakan seller’s market dan pembeli
mobil malah harus antre sebelum mobil yang dipesan didatangkan dari negri jauh.
Berbeda sekali dengan kondisi pasar kendaraan bermotor yang sangat kompetitif
di masa sekarang.
Awal abad ke-20 perusahaan terbesar pada saat itu, Aneta, mendatangkan
tiga orang tenaga spesialis periklanan dari Negeri Belanda. Mereka adalah: F. Van
Bemmel, Is van Mens, dan Cor van Deutekom. Mereka didatangkan atas
sponsorship BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij, perusahaan minyak
terbesar saat itu) dan General Motors yang perlu mempromosikan produk-produk
mereka. Pemilik surat kabar Java Bode, misalnya, juga memilki sebuah
perusahaan periklanan HM van Drop yang diawaki oleh seorang bernama C.A
Kruseman. Ia dianggap sebagai salah seorang perintis dalam periklanan di
Indonesia.12
Menjelang akhir abad ke-19 perusahaan-perusahaan periklanan yang
dimiliki dan dikelola oleh Cina keturunan mulai bermunculan. Resesi ekonomi
yang melanda dunia tahun 1890 rupanya berdampak sangat buruk bagi dunia
usaha. Termasuk banyak percetakan pers milik orang-orang Belanda. Peluang
inilah yang ternyata mampu dimanfaatkan oleh kelompok Cina keturunan.
Pelopor periklanan dari kelompok ini adalah Yap Goan Ho, yang memiliki
perusahaan periklanan sendiri di Batavia. Yap Goan Ho sebelumnya adalah
seorang copywriter di perusahaan periklanan De Locomotief. Perusahaan
periklanannya diberi nama Yap Goan Ho, mulanya dikontrak olah suratkabar
mengungsi-sebagian lagi ditawan maka kondisi vakum itu diisi dengan
munculnya berbagai perusahaan periklanan baru milik kaum pribumi.
Sayangnya, tidak cukup catatan tentang kehadiran perusahaan periklanan
yang dijalankan etnis Tionghoa. Padahal, dari mulut ke mulut kita sering
mendengar bukti-bukti peran mereka dalam perintisan periklanan
Indonesia. Etnis Tionghoa sangat berperan dalam menumbuhkan dunia
persuratkabaran di Indonesia, sehingga dengan demikian dapat dilihat
pula keterlibatan mereka dalam periklanan secara langsung maupun
tidak. Sekalipun kebanyakan perusahaan periklanan baru itu berukuran
kecil, tetapi tercatat lima perusahaan periklanan yang berskala cukup
besar, yakni Elite, RAB, Korra, Pikat, Tandjoeng. Selama masa
pendudukan Jepang, merosotnya aktivitas ekonomi ikut mengkerdilkan
dunia periklanan Indonesia Kembalinya Pemerintah Republik Indonesia
ke Jakarta menandai kebangkitan baru perekonomian Indonesia.
Perusahaan-perusahaan nasional mulai bertumbuhan, seiring dengan
masuknya kembali beberapa perusahaan multinasional.16
b. Kebangkitan Asosiasi Periklanan Indonesia
Menurut catatan, pada tahun 1951, istilah periklanan pertama kali
diperkenalkan oleh seorang tokoh pers indonesia, Soedarjo
Tjokrosisworo, untuk menggantikan istilah reklame atau advertensi yang
ke belanda-belandaan. Senapas dengan semangat kebangsaan itu, sebuah
biro reklame di bandung yang sebelumnya bernama Medium, juga
16 Muhammad Jaiz, Op.cit hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
20
mengubah nama menjadi Balai Iklan. Prakarsa beberapa perusahaan
periklanan yang berdomisili di Jakarta dan Bandung, pada awal
September 1949 dilembagakan sebuah asosiasi bagi perusaaan-
perusahaan periklanan. Asosiasi ini diberi nama Bond van
Reclamebureaux in Indonesia atau dalam bahasa indonesia Perserikatan
Biro Reklame Indonesia (PBRI). Nama asosiasi yang masih
menggunakan bahasa Belanda ini tidak lain karena mayoritas anggotanya
adalah memang perusahaan-perusahaan periklanan yang dimiliki oleh
orang Belanda.17
Serikat Biro Reklame Nasional (SBRN) dibentuk pada tahun 1953, dan
sertamerta menjadi organisasi tandingan bagi PBRI. Tidak jelas mengapa
semangat nasionalisme di dalam SBRN tidak memunculkan istilah iklan
yang sudah dikenal sejak dua tahun sebelumnya, dan masih
Sebelas perusahaan periklanan tercatat sebagai anggota PBRI, yaitu:
Budi Ksatria, Contact, De Unie, F. Bodmer, Franklijn, Grafika, Life,
Limas, Lintas, Rosada, dan Studio Berk. Akan tetapi, kehadiran PBRI
dianggap hanya mewakili perusahaan-perusahaan periklanan besar
khususnya yang dimiliki atau dikuasai oleh orang-orang Belanda.
Perusahaan-perusahaan periklanan kecil merasa bahwa aspirasi mereka
tidak memuka jalan untuk disampaikan ke dalam PBRI. Suasana seperti
itu kemudian memicu lahirnya sebuah asosiasi perusahaan periklanan
nasional yang dimliki dan diawaki oleh orang-orang Indonesia.
17 Ibid, hlm. 6
Universitas Sumatera Utara
21
menggunakan istilah biro reklame yang berbau Belanda. Anggota SBRN
yang tercatat adalah 13 perusahaan periklanan: Azeta, Elite, Garuda,
IRAB, Kilat, Kusuma, Patriot, Pikat, Reka, Lingga, Titi, dan Trio. Tidak
semua perusahaan perilanan bersedia bergabung ke dalam asosiasi.
Contonya adalah Medium yang telah bertukar nama menjadi Balai Iklan.
Ia memilih untuk tidak bergabung dengan salah satu dari dua asosiasi
tersebut. Tjetje Senaputra, pemiliknya berdalih bahwa Balai Iklan tidak
menangani iklan display dan karena itu tidak menganggap perusahaan
sebagai full-service agency. Balai Iklan memang mengkhususkan diri
pada iklan-iklan klasika berukuran kecil tentang lowongan kerja dan
berita keluarga.
c. Awal Artis Memasuki Periklanan Indonesia
Iklan sebgai salah satu alat pemasaran yang ampuh langsung saja
berdenyut dengan nafas baru yang segar. Beberapa perusahaan
periklanan muncup pada masa ini. Demikian juga media untuk beriklan.
Dan periklanan pun menjadi marak. Dasawarsa 1970an juga ditandai
dengan tampilanya selebritis Indonesia sebagai bintang iklan. Sabun Lux
produksi Unilever boleh jadi merupakan trendsetter di bidang itu. Sejak
dasawarsa 1950an, Lux sudah memakai slogan ”dipakai oleh 9 dari 10
bintang-bintang film”. Lux diidentifikasikan dengan bintang-bintang film
rupawan berkelas dunia, antara lain : Sophia Loren.
Pada dasawarsa 1970an, slogan itu diubah sedikit menjadi “sabun
kecantikan bintang-bintang film”. Unilever juga mulai memakai bintang-
Universitas Sumatera Utara
22
bintang film Indonesia untuk menjadi duta produknya. Widyawati,
bintang film populer berpribadi lembut dengan kecantikkan memukau,
tampil sebagai spokesperson Lux. Beberapa bintang film papan atas pun
silih berganti tampil sebagai ”The Lux Lady”. Salah satu yang legendaris
adalah Christine Hakim, bintang film temuan Teguh Karya. Produk
detergen bermerk rinso pun memilih Krisbiantoro sebgai duta produk.
Kris adalah seorang penyanyi merangkap master of ceremony yang kocak
dan menjadi presenter berbagai program televisi populer pada saat itu.18
d. Kelahiran Periklanan Modern Indonesia
Berbagai merk internasional mulai bermunculan di Indonesia dan dengan
garangnya berupaya meraup pangsa pasar sebesar-sebesarnya. Coca cola,
Toyota, Mitsubishi, Fuji Film, American Express, Citibank, adalah
sebagian dari nama-nama besar yang mulai membanjiri pasar Indonesia.
Saat yang sama, muncul pula local brands yang dipicu oleh kemudahan
mendapatkan kredit penanaman modal dari lembaga-lembaga perbankan
yang juga sedang bertumbuh pesat. Salah satu sektor yang paling hidup
pada dasawarsa 1970an itu adalah industri farmasi dengan berbagai jenis
obat baru yang diluncurkan pada saat itu antara lain adalah Bodrex-obat
sakit kepala yang populer hingga saat ini. Begitu populernya nama
Bodrex bahkan sampai dijadikan ikon jurnalistik Indonesia untuk
menyebut wartawan yang datang tak diundang.
18 http://uwirband.blogspot.co.id/2014/08/analisis-iklan-persuasi.html diakses terakhir
tanggal 29 April 2016.
Universitas Sumatera Utara
23
Sementara itu, perusahaan-perusahaan periklanan nasional lama pun
mendapat angin dari transformasi ekonomi yang terjadi. Perusahaan itu
antara lain: Bhineka yang dipimpin oleh tokoh lama Muhammad Napis,
dan InterVista yang dipimpin oleh Nuradi seorang mantan diplomat yang
beralih ke dunia periklanan. InterVista adalah sebuah fenomena yang
perlu dicatat secara khusus dalam sejarah periklanan Indonesia,
khususnya karena Nuradi, pendirinya, dianggap sebagai perintis
periklanan modern Indonesia. Setelah Proklamasi kemerdeaan Indonesia,
Nuradi diangkat menjadi pegawai Departemen Luar Negri, Nuradi
bertugas sebagai jurubahasa yang mendampingi Presiden Soekarno.
Sebagai karyawan Departemen Penerangan, tugas Nuradi adalah penyiar
siaran bahasa Inggris di RRI. Tahun 1950, Nuradi ditunjuk untuk
menjalankan misi khusus Uni soviet, dan kemudian menjadi anggota
Perwakilan Tetap Republik Indonesia di Markas Besar Perserikatan
Bangsa-bangsa di New York selama di Amerika Serikat, Nuradi juga
sempat menyelesaikan studi di Harvard University.
2. Dasar Hukum Periklanan di Indonesia
Pasal 9 yang menjelaskan bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan, dan mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar
dan atau seolah-olah produk tersebut memiliki potongan harga, keadaannya baik,
memiliki sponsor, tidak mengandung cacat tersembunyi, merendahkan produk
yang sejenis, menggunakan kata-kata yang berlebihan, dan mengandung janji
yang belum pasti. Pasal 10 berkenaan dengan informasi iklan yang membuat
Universitas Sumatera Utara
24
penyataan yang tidak benar dan menyesatkan, baik menyangkut harga, kegunaan,
kondisi, jaminan/garansi, maupun daya tarik potongan harga (discount) yang
belum tentu benar. Pasal 12 tentang iklan yang menawarkan, mempromosikan
produk dengan tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu. Kecenderungan ini
sering kali dilakukan pelaku usaha dalam iklan perumahan, padahal kenyataannya
tipe rumah dimaksud tidak tersedia dan akhirnya konsumen diarahkan pada tipe
yang lain yang justru lebih mahal. Pasal 13 tentang iklan produk barang dan jasa
dengan memberikan janji pemberian souvenir atau hadiah secara gratis, tetapi
ketika produk dibeli, janji tersebut tidak dipenuhi dengan dalih persediaan sudah
habis. Pasal 14 yang berkenaan dengan janji iklan dalam undian yang tidak
dipenuhi pelaku usaha atau mengganti dengan hadiah lain, bahkan sering kali
undian tersebut ternyata tidak ada atau kalaupun ada tidak diumumkan secara
patut melalui media yang diketahui konsumen secara luas. Pasal 15 tentang
penawaran barang secara paksa, baik fisik maupun psikis. Pasal 16 tentang produk
melalui pesanan yang tidak sesuai dengan kesepakatan semula atau waktu
pengiriman pesanan seperti yang dijanjikan. Secara khusus Perbuatan yang
dilarang bagi pelaku usaha periklanan diatur dalam Pasal 17 ayat (1) dengan
memproduksi iklan yang dapat:
a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan,
dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan
barang dan/atau jasa;
b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
Universitas Sumatera Utara
25
c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang
dan/atau jasa;
d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/ atau
jasa.
e. Mengeksploitasi kejadian dan atau seseorang tanpa seizin yang
berwenang atau yang bersangkutan;
f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai periklanan.19
Periklanan termasuk dalam bentuk kegiatan yang melibatkan beberapa
ketentuan, hukum dalam upaya penegakannya. Hal ini berkaitan dengan struktur
hukum perlindungan konsumen yang meliputi:
a. Hukum perdata dalam arti luas, terdiri atas hukum perdata, hukum,
dagang, dan hukum adat;
b. Hukum publik, terdiri atas hukum administrasi, hukum pidana, hukum
perdata internasional, dan hukum acara perdata/hukum acara pidana.20
Keterlibatan aturan-aturan hukum tersebut, dapat dipahami dengan
adanya aspek perlindungan konsumen di dalamnya, misalnya berkenaan hak dan
kewajiban para pihak, dan bagaimana cara mempertahankan hak-hak konsumen
terhadap gangguan dan pihak lain. Kemungkinan berlakunya ketentuan hukum di
luar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
19 Repubilk Indonesia, Pasal 9, 10 , 12, 13, 14, 15, dan 17 ayat (1) Undang-undang no 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 20 A.Z. Nasution, ”Ketentuan hukum di luar Undang-undang Perlindungan Konsumen
dalam lingkup hukum Konsumen, sedangkan Undang-undang Perlindungan Konsumen dimasukan dalam ruang lingkup Hukum Perlindungan Konsumen”. dalam Dedi Harianto. Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
26
dimungkinkan oleh adanya Ketentuan Peralihan, Pasal 64 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menentukan:
“Segala peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi
konsumen yang telah ada pada saat undang-undang ini diundangkan,
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini.”
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat ditemukan beberapa
peraturan mengenai periklanan yang sifatnya parsial sebagai hukum positif di
Indonesia yaitu
a. Undang-undang No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
Ketentuan mengenai periklanan memeiliki keterkaitan erat dengan
undang-undang No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran. Bab I Ketentuan
Umum Pasal 1 Huruf 2 diartikan sebagai kegiatan pemancarluasaan
siaran melalui sarana pemancar dan/atau sarana transmisi di darat di laut
atau di antariksa dengan memperguakan spectrum frekuensi radio
melalui udara, kabel, dan atau media lainnya untuk apat diterima secara
serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima
siaran.
b. Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan
Berkenaan dengan iklan pangan, terah termuat pengaturannya dalam UU
No.7Tahun 1996, Bab IV Pasal 33 tentang label dan iklan yang
menegaskan bahwa :
Universitas Sumatera Utara
27
1) Setiap label dan iklan tentang pangan yang diperdagangkan harus
memuat keterangan mengenai pangan dengan benar dan tidak
menyesatkan;
2) Setiap orang dilarang memberkan keterangan atau pernyataan
tentang pangan yang diperdagangkan melalui dalam dan/atau dengan
label atau iklan apabila keterangan atau pernyataan tersebut tidak
benar dan/atau menyesatkan;
3) Pemerintah mengatur, mengawasi, dan melakukan tindakan yang
diperlukan agariklan tentang pangan yang diperdagangkan tidak
memuat keterangan yang dapat menyesatkan.
c. Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
Fungsi iklan sebagai sarana penyebarluasan informasi produk telah
menempatkan perusahan periklanan maupun media cetak dan elektronik
sebagai bentuk-bentuk perusashaan melaksanakan kegiatan jurnalistik.
Hal tersebut dijelaskan pada Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 1999
tentang pers21
21 Ibid
bahwa yang dimaksud dengan pers adalah :
“Lembaga social dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan
kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengeloh dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk
tulisan, suara, gambar, suara, dan gambar, serta data dan grafik
maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.”
Universitas Sumatera Utara
28
d. Peraturan Pemerintah (PP) Repulik Indonesia No 69 Tahun 1999 tentang
Label dan Iklan Pangan
Sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 35 UU No. 7 Tahun 1996
tentang Pangan, maka pemerintah merasa berkepentingan untuk
mengeluarkan PP No. 69 Tahun 1999 tentang label dan iklan pangan.
Mengenai kewajiban pelaku usaha untuk memberikan keterangan yang
benar dan tidak menyesatkan berkenaan dengan materi iklan pangan
dicantum secara tegas dalam Pasal 44 Ayat (1) PP No. 69 tahun 1999
yang menyatakan setiap iklan wajib memuat keterangan mengenai
pangan secara benar dan tidak menyesatkan baik dalam bentuk gambar
dan atau suara, pernayataan, dan atau bentuk apapun lainnya. Ayat (2)
ditentukan pula agar setiap iklan tentang pangan tidak boleh bertentangan
dengan norma-norma kesusilaan dan ketertiban umum.
Tampaknya PP label dan iklan pangan sangat bersesuaian dengan
peraturan perundang-undangan lainnya, misalnya UU No. 32 tahun 2002
tentang penyiaran, UU No 40 tahun 1999 tentang pers, serta UU No. 8
tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, yang memperluas tanggung
jawab terhadap kebenaran maateri iklan yang akan ditayankan menjadi
tanggung jawab biro iklan dan media komunikasi massa.
e. Surat Keputusan Menteri yang mengatur pengawasan kegiatan periklanan
Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Penerangan No.
252/Menkes/SKB/VIII/80 dan No. 122/Kep/Menpen/1980 (sekarang
menteri negara komunikasi dan informasi) tentang Pengendalian dan
Universitas Sumatera Utara
29
Pengawasan Iklan Obat, Makanan, Minuman, Kosmetika, dan Alat
Kesehatan.
Berdasarkan surat keputusan bersama tersebut, Menteri kesehatan
berkewajiban mengawasi menteri periklanan sesuai dengan kriteria teknis
medis dan etis, sedangkan Menteri Penerangan (Menteri Negara
Komunikasi dan Informasi sekarang) melakukan pengawasan materi iklan
secara umum.
Selain mengacu kepada ketentuan Undang-undang No. 23 Tahun 1992
tentang kesehatan dan PP 69 Tahun 1999 tentang label dan iklan pangan
dalam melakukan pengawsan BPOM sampai sekarang ini masih
mendasarkan pada ordonansi pemerikasaan bahan-bahan farmasi
“Bahwa dengan peraturan pemerintah dapat ditetapkan larangan penjualan, penawaran, penjualan keliling, penyerahan, pemilikan persediaan, untuk maksud penjualan atau penyerahan bahan-bahan sediaan atau campuran farmasi telah dibubuhi tanda, sebagai tanda telah dilakukannya pemeriksaan terhadapnya.”
Surat keputusan meteri lainnya yang mengatur kegiatan periklanan adalah
Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 02823/A/SK/XI/90 tentang
Kriteria Terperinci Kelengkapan Permohonan dan Tata Laksana
Pendaftaran Obat jadi. Ketentuan menteri kesehatan tersebut diisyaratkan
bahwa setiap iklan obat harus memuat informasi sesuai dengan persetujuan
yang diberikan Departemen Kesehatan pada saat obat terseut didaftarkan
serta harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam Pasal 41 Ayat (2)
UUNo. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, sebagi berikut :
Universitas Sumatera Utara
30
1) Obyektif : harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan
yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan dan
keamana obat yang telah disetujui.
2) Lengkap : harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang
khasiat obat, tetapi juga memberika informasi tentang hal-hal yang
harus diperhatikan, mislanya adanya kontra indikasi dan efek
samping.
3) Tidak menyesatkan : informasi obat harus jujur, akurat, bertanggung
jawab serta tidak boleh memanfaatkan kekhawatiran masyarakat
akan suatu masalah kesehatan. Disamping itu, cara penyajian
informasi harus berselera baik dan pantas serta tidak boleh
menimbulkan persepsi khusus di masyarakat yang mengakibatkan
penggunaan obat berlebihan atau tidak berdasarkan pada kebutuhan.
Jenis obat yang boleh diiklankan hanyalah jenis obat bebas dan obat
bebas terbatas, bukan obat keras. Sejak 1989 naskah iklan obat-obatan
harus diserahkan pula kepada BPOM untuk mendapat persetujuan.
Berkaitan dengan pengawasan periklanan untuk produk makanan Menteri
Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.
329/Menkes/Per/XII/76 tentang Produksi dan Peredaran Makanan, dan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 79/Menkes/Per/III/78 tetang Label dan
Periklanan Makanan. Selain itu terdapat Peraturan menteri Kesehatan
yang mengatur pemasaran susu bayi (instan formula) termasuk
periklananya tercantum dalam Peraturan Menteri No.
Universitas Sumatera Utara
31
240/Menkes/per/V/85 tentang Pengganti Air Susu Ibu ( PASI), serta
Surat Keputusan Dirjen Pom No. 020448/B/SK/VI/91 Tentang Petunjuk
Pelaksanan Peraturan Menteri Kesehatan Sebelumnya. Peraturan ini
dikeluarkan dalam rangka melestarikan pemberian air susu ibu (ASI)
kepada bayi, serta larangan kegiatan promosi dan periklanan yang
memberikan infomasi seakan-akan PASI sama dengan ASI.
Peraturan periklanan di bidang kosmetika dan alat kesehatan ditetapkan
dalam peraturan menteri kesehatan No. 96/Menkes/Per/V/1977 tentang
wadah, pembungkus, penandaan, serta periklanan kosmetik dan alat
kesehatan.
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
386/Men.Kes/SK/IV/1994 tentang pedoman periklanan, obat bebas, obat
tradisional, alat kesehatan, kosmetika, perbekalan, kesehatan rumah
tangga dan makanan-minuman adalah perturan yang saat ini banyak
dipergunakan sebagai pedoman dalam mengawasi kegiatan periklanan,
baik oleh departemen kesehatan, BPOM, YLKI, maupun badan
pengawas periklanan PPPI.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.03 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Pemberian Simbol Dan Label Bahan Berbahaya Dan Beracun
Menteri Negara Lingkungan Hidupyang mana termasuk dalam peraturan
periklanan.
Peraturan terbaru yaitu peraturan menteri kesehatan No. 76 Tahun 2013
tentang Iklan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Universitas Sumatera Utara
32
pada Pasal 1 angka 1menyatakan bahwa iklan adalah informasi yang
bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa,
barang dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau
tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan.
Berbagai peraturan dari Menteri kesehatan, terdapat pula pengaturan
periklanan yang berasal dari menteri komunikasi dan informasi, yaitu
Keputusan Menteri Penerangan Republik Indonesia No.
111/kep/Menpen/1990 tentang Penyiaran Televisi di Indonesia, yang
telah diubah dengan keputusan No. 84 A/Kep/Menpen/1992. Pasal 20
menyebutkan bahwa siaran niaga berupa iklan atau program sponsor
mengenai produk rokok dan minuman keras beserta segenap produk
sampingannya dalam bentuk apapun juga tidak boleh ditayangkan di
televisi.
B. Pengertian Periklanan
1. Pengertian Iklan
Beberapa pandangan tentang pengertian iklan telah dituliskan.Misal
Dunn dan Barban menyebutkan bahwa iklan merupakan bentuk kegiatan
komunikasi non personal yang disampaikan lewat media dengan membayar ruang
yang dipakainya untuk menyampaiakn pesan yang bersifat membujuk (persuasif)
kepada konsumen oleh perusahaan, lembaga non komersial maupun pribadi yang
berkepentingan.
Menurut Kotler, periklanan didefinisikan sebagai bentuk penyajian dan
promosi ide, barang atau jasa secara nonpersonal oleh suatu sponsor tertentu yang
Universitas Sumatera Utara
33
memerlukan pembayaran.
Menurut Kasali, secara sederhana iklan didefinisikan sebagai pesan yang
menawarkan suatu produk yang ditujukan oleh suatu masyarakat lewat suatu
media. Membedakannya dengan pengumuman biasa, iklan lebih diarahkan untuk
membujuk orang supaya membeli.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun
2000, iklan adalah pesan komunikasi dari produsen/pemberi jasa kepada calon
konsumen di media yang pemasangannya dilakukan atas dasar pembayaran.
Periklanan adalah proses pembuatan dan penyampaian pesan yang dibayar dan
disampaikan melalui sarana media massa yang bertujuan membujuk kosumen
untuk melakukan tindakan membeli/mengubah perilakunya.
Menurut Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) dalam
situsnya, terdapat definisi bahwa periklanan sebagai segala bentuk pesan tentang
suatu produk yang disampaikan melalui suatu, dibiayai oleh pemrakarsa yang
dikenal, serta ditujukan untuk kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Secara
umum, iklan merupakan suatu bentuk komunikasi nonpersonal yang
menyampaikan informasi berbayar sesuai keinginan dari institusi/sponsor tertentu
melalui media massa yang bertujuan memengaruhi/mempersuasi khalayak agar
membeli suatu produk atau jasa.
Iklan atau dalam bahasa Indonesia formalnya pariwara adalah
promosibenda seperti barang, jasa, tempat usaha, dan ide yang harus dibayar oleh
sebuah sponsor. Manajemen pemasaran melihat iklan sebagai bagian dari strategi
promosi secara keseluruhan. Komponen lainnya dari promosi termasuk publisitas,
konsumen terhadap merek yang sudah ada dan pembelian sebuah
merek yang mungkin tidak akan dipilihnya. Periklanan, lebih jauh
didemonstrasikan untuk memengaruhi pengalihan merek (brand
swictching) dengan mengingatkan para konsumen yang akhir-akhir
ini belum membeli suatu merek yang tersedia dan mengandung
atribut-atribut yang menguntungkan.
d. Memberikan nilai tambah (Adding value )
Periklanan memberi nilai tambah pada merek dengan memengaruhi
persepsi konsumen. Periklanan yang efektif menyebabkan merek
dipandang sebagai lebih elegan, lebih gaya, lebih bergengsi dan lebih
unggul dari tawaran pesaing.
C. Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Bisnis Periklanan
Usaha periklanan di Indonesia, terdapat beberapa pihak yang saling
terkait baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu pelaku usaha, pelaku
usaha periklanan dan media periklanan.
1. Pelaku Usaha
Pelaku usaha menurut Pasal 1 UUPK adalah setiap orang perorangan
ataubadan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum
yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Pelaku usaha
disini dikatakan sebagai pihak yang membuat barang, yang menggunakan jasa
pelaku usaha periklanan untuk mempromosikan barang melalui media periklanan.
Universitas Sumatera Utara
36
Pelaku usaha meminta pelaku usaha periklanan untuk membuat iklan dari
barang yang dibuatnya sehingga konsumen tertarik untuk membeli barang
tersebut. Pelaku usaha yang beritikad baik, akan memberikan informasi yang
selengkap-lengkapnya kepada pelaku usaha periklanan sehingga pelaku usaha
periklanan tidak memberikan informasi yang menyesatkan dan merugikan
konsumen.
Pelaku usaha dalam memproduksi barang yang akan dipasarkan, sudah
sewajarnya tidak membahayakan konsumen dalam mengkonsumsi barang
tersebut. Apabila konsumen mengalami kerugian dalam mengkonsumsi barang
tersebut, maka akan menjadi tanggung jawab dari pelaku usaha untuk memberikan
ganti kerugian. Pelaku usaha berbentuk badan hukum24
24Terdapat beberapa teori badan hukum, antara lain :
(perseroan),dimana
direksi sebagai organ perseroan yang berwenang bertindak untuk dan atas nama
perseroan dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, baik di dalam
maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).
1. Teori fictie (Von Savigny) badan hukum semata-mata buatan manusia. 2. Teori harta kekayaan bertujuan (A. Brinz) Hanya manusia yang menjadi subyek
hukum dan ada kekayaan (vermogen) yang bukan merupakan kekayaan seseorang tetapi kekayaan tersebut terkat tujuan tertentu.
3. Teori organ (Otto Von Gierke) Badan hukum adalah suatu organisme yang riil, yang menjelma sungguh-sungguh dalam pergaulan
4. Teori propriete collective / kekayaan bersama (Planiol dan Molengraaff) Hak dan kewajiban badan hukum adalah hak dan kewajiban para anggota bersama-sama.
5. Teori kenyataan yuridis / juridische realiteitsleere (E. M. Meijers). Teori ini menenkankan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia terbatas sampai pada bidang hukum saja. Chidir Ali, Badan Hukum, (Bandung : PT Alumni, 2005), hlm. 31
Universitas Sumatera Utara
37
Pertanggungjawaban atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh badan hukum adalah direksi, sebagai organ perseroan.Kewenangan direksi
dalam mewakili perseroan dimuat dalam anggaran dasar perseroan
tersebut.Seperti misalnya, apabila terdapat tuntutan terhadap pelaku usaha yang
memproduksi suatu barang, akibat dari iklan yang ditayangkan tidak sesuai
dengan kenyataannya, maka tuntutan tersebut menjadi tanggung jawab direksi
perseroan.Sehingga sebaiknya pelaku usaha memberikan informasi yang sejujur-
jujurnya mengenai kenyataan dari barang / produk tersebut25
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
.
Kewajiban dan hak merupakan anatomi dalam hukum, kewajiban
pelaku usaha yang diatur dalam Pasal 7 UUPK:
“Kewajiban pelaku usaha adalah:
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasakan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian”.
25 Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen : Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak Jakarta : Program Pascasarjana FakultasHukum Universitas Indonesia, 2004, hlm.45
Universitas Sumatera Utara
38
2. Pelaku Usaha Periklanan
Pelaku usaha periklanan merupakan perusahaan yang menjual
jasaperiklanan untuk barang dan/atau jasa. Pelaku usaha dapat menggunakan jasa
pelaku usaha periklanan dalam hal pembuatan iklan suatu barang yang diproduksi
pelaku usaha dan pelaku usaha periklanan akan membuat iklan sesuai permintaan
dari pelaku usaha yang akan ditayangkan pada media periklanan. Pelaku usaha
periklanan hanya memberikan ide-ide kreatif dan waktu penayangan yang tepat
bagi iklan tersebut, sedangkan keputusan tetap berada di tangan pelaku usaha26
Pelaku usaha periklanan juga berfungsi sebagai perantara antara pelaku
usaha dengan media periklanan, dimana iklan yang telah dibuat oleh pelaku usaha
periklana akan ditayangkan melalui media periklanan. Pelaku usaha periklanan,
selain membuat suatu iklan sesuai dengan permintaan pelaku usaha, tetapi juga
membuat iklan tersebut dapat ditayangkan melalui media periklanan, sehingga
konsumen dapat menerimanya.
.
Pelaku usaha periklanan dalam membuat suatu iklan harus mentaati dan
menjalankan kode etik periklanan yang ada dan berlaku di Indonesia. Sebelum
membuat suatu iklan, pelaku usaha periklanan sebaiknya melakukan penelitian
(research) terhadap barang atau produk yang akan diiklankan oleh pelaku usaha,
karena belum tentu pelaku usaha memberikan informasi yang lengkap dan jujur
mengenai barang tersebut.
27
26Rachmadi. Usman. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia.(Jakarta:GramediaPustaka
Kewajiban pelaku usaha periklanan diatur dalam Pasal 17 ayat (1)
UUPK :
“ Pelaku usaha periklanan dilarang memperoduksi iklan yang: a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan,
keguaan dan harga brang dan/atau tariff jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa; c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai
barang dan/atau jasa; d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang
dan/atau jasa; e. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang
berwenang atau persetujuan yang bersangkutan; f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai periklanan”.
Secara umum tata krama dimaksudkan untuk menjaga citra bisnis
periklanan di mata masyarakat, sedangkan tata cara bertujuan untuk menjaga
persaingan antara pelaku usaha periklanan agar berjalan dengan wajar dan
mencegah terjadinya persaingan tidak sehat dalam penyelenggaraan bisnis
periklanan. Titik beratnya adalah agar terdapat praktek usaha periklanan yang
wajar dan sehat. Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia (TKTCPI)
bukan merupakan produk undang-undang yang mengikat secara luas (public)
tetapi sebagai self regulation bagi anggotanya, kode etik ini memiliki arti penting
dalam rangka memberikan kejelasan aturan main dalam usaha periklanan di
Indonesia. Sekaligus untuk menjaga tindakan dan perilaku anggotanya agar tetap
menjunjung etika dalam berusaha bidang periklanan. Hal ini dilakukan agar
persaingan bisnis untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya melalui
periklanan tidak menimbulkan penyesatan informasi, yang pada akhirnya sangat
merugikan konsumen.
Universitas Sumatera Utara
40
TKTCPI mengatur beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku
usaha periklanan, yaitu :
1. Iklan harus mematuhi undang-undang dan peraturan pemerintah yang
berlaku;
2. Iklan tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan merugikan
konsumen;
3. Pada isi iklan, pelaku usaha periklanan memberikan pernyataan dan janji
mengenai produk yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya;
4. Apabila terdapat kesaksian yang sebenarnya, harus dilengkapi dengan
pernyataan tertulis berdasarkan pengalaman yang sebenarnya. Nama dan
alamat pemberi kesaksian harus dinyatakan dengan jelas dan sebenar-
benarnya;
5. Bila suatu iklan menjanjikan pengembalian uang ganti rugi (warranty)
untuk pembelian suatu produk yang ternyata mengecewakan konsumen,
maka:
a. Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus jelas dan lengkap
dicantumkan, antara lain batas-batas resiko iklan, jenis-jenis
kerusakan yang dijamin dan jangka waktu berlakunya pengembalian
uang;
b. Pelaku usaha wajib mengembalikan uang kepada konsumen sesuai
dengan syarat-syarat yang tercantum;
6. Bila suatu iklan menjamin mutu suatu produk, maka dasar-dasar
jaminannya harus dapat dipertanggungjawabkan;
Universitas Sumatera Utara
41
7. Iklan tidak boleh merangsang atau membenarkan tindakan-tindakan
kekerasan;
8. Iklan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, tidak boleh
menampilkan adegan berbahaya atau membenarkan pengabaian segi-segi
keselamatan terutama yang tidak ada hubungannya dengan produk yang
diiklankan;
9. Iklan yang ditujukan atau mungkin melibatkan anak-anak, todak boleh
menampilkan dalam bentuk apapun yang dianggap dapat mengganggu
atau merusak jasmani dan rohani mereka, mengambil manfaat atas
kemudahpercayaan, kekurangan pengalaman, atau kepolosan hati
mereka;
10. Iklan tidak boleh secara langsung atau tidak langsung merendahkan
produk-produk lain.
Segala ketentuan yang tercantum dalam TKTCPI menjadi pedoman etika
untuk semua materi periklanan, verbal maupun citra, yang terdapat pada suatu
iklan.TKTCPI tidak memberikan rujukan apapun atas materi komunikasi yang
secara jelas tidak bermuatan periklanan, seperti editorial maupun materi komersial
atau persuasive yang berada di luar ranah periklanan, misalnya kemasan produk,
siaran pers atau komunikasi pribadi.28Para asosiasi pendukung29
28 http ://www.pppi.or.id/rambu-EPI2.php
29 Para pendukung Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia, terdiri dari :
menyepakati
1. Asosiasi Pemrakarsa dan Penyatuan Iklan Indonesia (Aspindo) 2. Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) 3. Badan Periklanan Media Pers Nasional-Serikat Penerbit Surat Kabar (BPMN-
SPSK) 4. Persatuan Radio Siaran Swasta Niaga Indonesia (PRSSNI) 5. Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) 6. Gabungan Citra Televisi Indonesia (GCTI)
Universitas Sumatera Utara
42
untuk melaksanakan penegakkan TKTCPI ini melalui lembaga Badan
Musyawarah Etika yang merupakan lembaga tetap dalam naungan Dewan
Periklanan Indonesia (DPI).Kelembagaan DPI ini berbentuk federasi, yang
beranggotakan semua asosiasi pendukung TKTCPI.
3. Media Periklanan
Media periklanan adalah media komunikasi massa yang dapat
dibedakandalam tiga jenis, yakni:30
a. media lisan;
b. media cetak, seperti surat kabar, majalah, brosur, pamflet, selebaran;
c. media elektronik, seperti televisi, radio, komputer atau internet.
Berdasarkan dari jenis-jenis periklanan, media periklanan yang paling
banyak berpengaruh dan dipergunakan oleh pelaku usaha adalah televisi, karena
pada saat sekarang ini sudah hampir di setiap rumah memiliki televisi.
Penayangan iklan di televisi harus mentaati kode etik periklanan yang
ada, karena terdapat beberapa ketentuan yang harus diperhatikan.Iklan yang
ditayangkan harus diseleksi, agar iklan tersebut tidak menimbulkan kerugian bagi
konsumen yang menontonnya. Banyak iklan-iklan yang belum memenuhi kriteria
iklan yang baik, karena pada dasarnya pelaku usaha hanya memperhatikan
tingkatpenjualan produknya saja tanpa memperhatikan keselamatan atau
kepuasan konsumen yang menggunakan31
7. Taufik H. Simatupang, lo. Cit . hlm 22
.Oleh karena itu, pelaku usaha
periklanan harus sebagai sensor juga bagi iklan-iklan yang dibuatnya dan harus