Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites Identitas Pasien Nama : Tn. A Umur : 49 th Jenis kelamin : Laki-laki Status : Menikah Alamat : Banyuresmi Suku : Sunda Agama : Islam Med Rek :014955xx Tanggal masuk RS :25 Juni 2012 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak dapat
membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang
melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran
dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan
intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur.
Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat sederhana
dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang masih tinggal.
Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun kurang akurat) dengan membuat foto
post voiding atau USG.
Diagnosis
Diagnosis hiperplasia prostat dapat ditegakkan melalui :
1. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
2. Pemeriksaan fisik : terutama colok dubur ; hiperplasia prostat teraba sebagai prostat
yang membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, asimetri dan menonjol ke dalam
rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat batas atas semakin sulit untuk diraba.
3. Pemeriksaan laboratorium : berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
4. Pemeriksaan pencitraan :
Pada pielografi intravena terlihat adanya lesi defek isian kontras pada dasar kandung
kemih atau ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti mata kail. Dengan
trans rectal ultra sonography (TRUS), dapat terlihat prostat yang membesar.
5. Uroflowmetri : tampak laju pancaran urin berkurang.
23
6. Mengukur volume residu urin : Pada hiperplasi prostat terdapat volume residu urin
yang meningkat sesuai dengan beratnya obstruksi (lebih dari 150 ml dianggap sebagai
batas indikasi untuk melakukan intervensi).
Diagnosis Banding
1. Kelemahan detrusor kandung kemih
a. kelainan medula spinalis
b. neuropatia diabetes mellitus
c. pasca bedah radikal di pelvis
d. farmakologik
2. Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh :
a. kelainan neurologik
b. neuropati perifer
c. diabetes mellitus
d. alkoholisme
e. farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik)
3. Obstruksi fungsional :
a. dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi detrusor
dengan relaksasi sfingter
b. ketidakstabilan detrusor
4. Kekakuan leher kandung kemih :
a. fibrosis
5. Resistensi uretra yang meningkat disebabkan oleh :
a. hiperplasia prostat jinak atau ganas
b. kelainan yang menyumbatkan uretra
c. uretralitiasis
d. uretritis akut atau kronik
e. striktur uretra
6. Prostatitis akut atau kronis
Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat
menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
24
1. Inkontinensia Paradoks
2. Batu Kandung Kemih
3. Hematuria
4. Sistitis
5. Pielonefritis
6. Retensi Urin Akut Atau Kronik
7. Refluks Vesiko-Ureter
8. Hidroureter
9. Hidronefrosis
10. Gagal Ginjal
Penatalaksanaan
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan
penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi
berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin. Derajat satu, apabila
ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan prostat, batas atas
mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml. Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan
gejala sama seperti pada derajat satu, prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba
dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml. Derajat tiga, seperti derajat dua,
hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml, sedangkan derajat
empat, apabila sudah terjadi retensi urin total. Organisasi kesehatan dunia (WHO)
menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS
(WHO prostate symptom score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan
pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15.
Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah
dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.
Di dalam praktek pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV
digunakan untuk menentukan cara penanganan. Pada penderita dengan derajat satu biasanya
belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan pengobatan secara
konservatif. Pada penderita dengan derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk
25
melakukan intervensi operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara
terpilih ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih
belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan
pengobatan konservatif. Pada derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang
cukup berpengalaman melakukan TUR oleh karena biasanya pada derajat tiga ini besar
prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga
reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka. Pada
hiperplasia prostat derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah
membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau
memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi
diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TUR P atau operasi terbuka.
Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan
kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan
bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus).
Meskipun demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah
yang mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat
gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar
periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka
pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :
1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
Terdapat beberapa pilihan tindakan terapi didalam penatalaksanaan hiperplasia prostat
benigna yang dapat dibagi kedalam 4 macam golongan tindakan, yaitu :
1. Observasi (Watchful waiting)
2. Medikamentosa
3. Penghambat adrenergik
4. Fitoterapi
Hormonal
5. Operatif
a. Prostatektomi terbuka
26
- Retropubic infravesika (Terence millin)
- Suprapubic transvesica/TVP (Freyer)
- Transperineal
b. Endourologi
- Trans urethral resection (TUR)
- Trans urethral incision of prostate (TUIP)
- Pembedahan dengan laser (Laser Prostatectomy):
Trans urethral ultrasound guided laser induced prostatectomy (TULIP)
Trans urethral evaporation of prostate (TUEP)
Teknik koagulasi
6. Invasif minimal
- Trans urethral microwave thermotherapy (TUMT)
- Trans urethral ballon dilatation (TUBD)
- Trans urethral needle ablation (TUNA)
- Stent urethra dengan prostacath
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada
leher buli-buli. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan
endourologi yang kurang invasif. Mengenai penatalaksanaan konservatif non operatif akan
dibahas pada bab tersendiri, pada bab ini hanya akan dibahas tentang penatalaksanaan secara
operatif saja yang terbagi dalam prostatektomi terbuka dan prostatektomi endourologi.
1. Prostatektomi terbuka
a. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
- Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal
- Mortaliti rate rendah
- Langsung melihat fossa prostat
- Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli
- Perdarahan lebih mudah dirawat
- Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila
membuka vesika
27
Kerugian :
- Dapat memotong pleksus santorini
- Mudah berdarah
- Dapat terjadi osteitis pubis
- Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal
- Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari
dalam vesika
Komplikasi :
- Perdarahan
- Infeksi
- Osteitis pubis
- Trombosis
b. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)
Keuntungan :
- Baik untuk kelenjar besar
- Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat
- Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit :
1. Batu buli
2. Batu ureter distal
3. Divertikel
4. Uretrokel
5. Adanya sistsostomi
6. Retropubik sulit karena kelainan os pubis
- Kerusakan spingter eksterna minimal
Kerugian :
28
- Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica
sembuh
- Sulit pada orang gemuk
- Sulit untuk kontrol perdarahan
- Merusak mukosa kulit
- Mortality rate 1 -5 %
Komplikasi :
- Striktura post operasi (uretra anterior 2 – 5 %, bladder neck stenosis 4%)
- Inkontinensia (<1%)
- Perdarahan
- Epididimo orchitis
- Recurent (10 – 20%)
- Carcinoma
- Ejakulasi retrograde
- Impotensi
- Fimosis
- Deep venous thrombosis
c. Transperineal
Keuntungan :
- Dapat langssung pada fossa prostat
- Pembuluh darah tampak lebih jelas
- Mudah untuk pinggul sempit
- Langsung biopsi untuk karsinoma
Kerugian :
- Impotensi
- Inkontinensia
- Bisa terkena rektum
- Perdarahan hebat
29
- Merusak diagframa urogenital
2. Prostatektomi Endourologi
a. Trans urethral resection (TUR)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya
terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya.
Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada
sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh
membutuhkan tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna
untuk membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan
selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR. Suatu penelitian menyebutkan
bahwa hasil obyektif TUR meningkat dari 72% menjadi 88% dengan mengikutsertakan
evaluasi urodinamik pada penilaian pra-bedah dari 152 pasien. Mortalitas TUR sekitar 1%
dan morbiditas sekitar 8%.
Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di
seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan cairan
irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh
darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar
tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya
cukup murah adalah H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini
dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat
reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala
intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma ini ditandai dengan pasien
yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh
dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TUR P ini adalah sebesar
0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan non ionik
yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin ,
30
membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik
untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.
Keuntungan :
- Luka incisi tidak ada
- Lama perawatan lebih pendek
- Morbiditas dan mortalitas rendah
- Prostat fibrous mudah diangkat
- Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol
Kerugian :
- Tehnik sulit
- Resiko merusak uretra
- Intoksikasi cairan
- Trauma spingter eksterna dan trigonum
- Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar
- Alat mahal
- Ketrampilan khusus
b. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)
Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran
prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan pada
pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-
buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara
endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai pada TUR P tetapi
memakai alat pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara
ureter sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat.
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan menurunnya kejadian
ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.
c. Pembedahan dengan laser (Laser prostatectomy)
31
Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TURP) untuk mengangkat prostat
yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan dengan TUMT dan
TURF belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan operasi maka dicoba cara operasi
yang dapat dilakukan hampir tanpa perdarahan.
Penggunaan laser untuk operasi prostat pertamakali diusulkan oleh Sander (1984).
Untuk mengobati ca prostat yang masih lokal dengan memakai Nd YAG (Neodymium,
Yttrium Aluminium Garnet) Solid state Nd YAG ini pertamakali diperkenalkan tahun 1964
tapi baru tahun 1975 baru dicoba dibidang urologi untuk mengablasi tumor buli superficial
(Hoffstetter). Pc Phee menulis mengenai penggunaan YAG laser untuk photo irradiasi
segmental pada mukosa buli.
YAG laser ini mempunyai panjang gelombang yang cocok untuk pengobatan prostat
oleh karena mempunyai daya penetrasi yang cukup dalam. Mula-mula laser untuk prostat ini
hanya dipakai untuk pengobatan tambahan setelah TUR P pada ca prostat, yang biasanya
diberikan 3 minggu setelah TUR P (Shanberg 1985, Mc Nicholas 1990).
Kemudian Shenberg mengajukan pemakaian Nd YAG ini untuk melaser prostat pada
penderita yang tidak dapat mentoleransi perdarahan apabila dilakukan TUR. Roth dan Aretz
(1991) menjadi pelopor penggunaan laser Transuretral Ultrasound Guided Laser Induced
Prostatectomy (TULIP), yang dibimbing dengan pemakaian USG untuk dapat menembak
prostat yang disempurnakan dengan menggunakan alat pembelok (deflektor) sinar laser
dengan sudut 90 derajat sehingga sinar laser dapat diarahkan ke arah kelenjar prostat yang
membesar.
Nd YAG mempunyai panjang gelombang 1064 nm sehingga gelombang ini tidak
banyak diserap oleh air seperti laser CO2 dan mempunyai sifat divergensi tetapi masih
mempunyai daya penetrasi yang cukup dalam. Apabila laser Nd YAG ini mengenai jaringan
prostat energinya akan berubah menjadi energi termal yang dapat menguapkan jaringan
dengan Nd YAG tanpa kontak dengan jaringan mempunyai efek laser maksimal pada
kedalaman 3mm dibawa mukosa dan efek termal dapat mencapai 100C sehingga pada
kekuatan 40 – 60 watts akan menyebabkan koagulasi pada kedalaman 3mm sehingga akan
terjadi letusan kecil yang disebut “pop corn effect”. Nd YAG ini aman untuk pengobatan
prostat oleh karena pembuluh darah yang agak besar dan pembuluh darah pada kapsul prostat
32
akan menjadi penahan panas (heat sink) sehingga tidak akan terjadi penjalaran panas keluar
dari prostat.
Tahun 1989 Johnson menemukan alat pembelok Nd YAG sehingga sinar laser
tersebut dapat dibelokkan 90 dengan menggunakan pembelok dari emas yang ditempelkan
diujung serat laser, sehingga sinar laser dapat diarahkan ke jaringan prostat dari dalam uretra.
Dengan alat pembelok ini 92% dari energi laser masih dapat mencapai jaringan preostat.
Costello (1992) mempelopori penggunaan laser ini utnuk ablasi pembesaran prostat jinak
menggunakan laser yang dibelokkan 90 melalui sistoskopi.
Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit untuk
masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Pada waktu ablasi akan
ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui sistoskop terjadi ablasi pada permukaan
prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera akan menjadi lebih lebar, yang kemudian
masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang kan menyebabkan “laser nekrosis” lebih dalam
setelah 4-24 minggu sehingga hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat
menyerupai rongga yang terjadi sehabis TUR.
Keuntungan bedah laser ialah :
1. Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi retensi akibat bekuan
darah dan tidak memerlukan transfusi
2. Teknik lebih sederhana
3. Waktu operasi lebih cepat
4. Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat
5. Tidak memerlukan terapi antikoagulan
6. Resiko impotensi tidak ada
7. Resiko ejakulasi retrograd minimal
Kerugian :
Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional)
33
TERAPI KONSERVATIF NON OPERATIF
Sampai dengan tahun 1980-an kasus-kasus BPH selalu diatasi dengan operasi. Didorong oleh
faktor biaya dan morbiditas post operatif yang tidak nyaman maka terus dicari pendekatan
yang lebih aman, nyaman dan bahkan lebih ekonomis. Di dalam penatalaksanaan terapi
hiperplasia prostat ini terdapat istilah terapi konservatif yang merupakan terapi non operatif.
Untuk penderita yang oleh karena keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan operasi
dapat diusahakan pengobatan konservatif.
Terapi konservatif ini masih terbagi lagi ke dalam berbagai kelompok, yaitu :
1. Observasi (Watchful waiting)
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang
mereka yang mengeluh pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) ringan dapat sembuh
sendiri dengan observasi ketat tanpa mendapatkan terapi apapun. Tetapi diantara mereka
akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena
keluhannya semakin parah.11
2. Medikamentosa
a. Penghambat adrenergik
Seperti kita ketahui persyarafan trigonum leher vesika, otot polos prostat dan kapsul
prostat terutama oleh serabut-serabut saraf simpatis, terutama mengandung reseptor alpha,
jadi dengan pemberian obat golongan alpha adrenergik bloker, terutama alpha 1 adrenergik
bloker maka tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat akan berkurang,
sehingga sehingga menghasilkan peningkatan laju pancaran urin dan memperbaiki gejala
miksi. Bila serangan prostatismus memuncak menjurus kepada retensio urin ini adalah
pertanda bahwa tonus otot polos prostat meningkat atau berkontraksi sehingga pemberian
obat ini adalah sangat rasional. Episode serangan biasanya cepat teratasi.
34
Contoh obatnya adalah Phenoxy benzanmine (Dibenyline) dosis 2x10 mg/hari. Sekarang
telah tersedia obat yang lebih selektif untuk alpha 1 adrenergik bloker yaitu Prazosine,
dosisnya adalah 1-5 mg/hari, obat lain selain itu adalah Terazosin dosis 1 mg/hari,
Tamzulosin dan Doxazosin. Pengobatan dengan penghambat alpha ini pertama kali dilakukan
oleh Caine dan kawan-kawan yang dilaporkan pada tahun 1976. Dengan pengobatan secara
ini ditemukan perbaikan sekitar 30-70% pada symptom skore dan kira-kira 50% pada flow
rate. Tetapi kelompok obat ini tidak dapat digunakan berkepanjangan karena efek samping
obat ini berupa hipotensi ortostatik, palpitasi, astenia vertigo dan lain-lain yang sangat
mengganggu kualitas hidup kecuali bagi penderita hipertensi.
Penelitian terakhir di Amerika Serikat menyebutkan bahwa Doxazosin terbukti efektif dalam
pengobatan hiperplasia prostat jangka panjang pada pasien hipertensi dan normotensi.
Prazosine diketahui lebih selektif sebagai alpha 1 adrenergik bloker, sedang phenoxy
benzanmine meskipun lebih kuat tetapi tidak selektif untuk reseptor alpha 1 dan alpha 2, dan
sekarang ditakutkan phenoxy benzanmine bersifat karsinogenik. Jadi kelompok obat
penghambat adrenoreseptor alpha ini hanya dapat digunakan untuk jangka pendek dan akan
lebih fungsional pada terapi tahap awal, obat ini mempunyai efek positif segera terhadap
keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat sedikitpun. Bila respon dari
pengobatan ini baik maka ini merupakan indikator untuk masuk kedalam tahap perawatan
“Watch and wait”.2,3,5,6,7,8,9
b. Fitoterapi
Kelompok kemoterapi pada umumnya telah mempunyai informasi farmakokinetik
dan farmakodinamik terstandar secara konvensional dan universal. Kelompok obat ini juga
disebut dengan “obat modern”. Tidak semua penyakit dapat diobati secara tuntas dengan
kemoterapi ini. Banyak penyakit kronis, degeneratif, gangguan metabolisme, dan penuaan
yang belum ada obatnya seperti: kanker, hepatitis, HIV, demensia, dll. Banyak pula yang
belum bisa dituntaskan pengobatannya. Termasuk ini adalah: BPH, DM, hipertensi, rematik,
dll. Sehingga diperlukan terapi komplementer atau alternatif. Kelompok terapi ini disebut
Fitoterapi. Disebut demikian karena berasal dari tumbuhan. Bahan aktifnya belum diketahui
dengan pasti, masih memerlukan penelitian yang panjang.
Namun secara empirik, manfaat sudah lama tercatat dan semakin diakui. Diantara sekian
banyak fitoterapi yang sudah masuk pasaran, diantaranya yang terkenal adalah Serenoa
35
repens atau Saw Palmetto dan Pumpkin seeds yang digunakan untuk pengobatan BPH.
Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima pemakaiannya dalam upaya
pengendalian prosatisme BPH dalam kontek “watchfull waiting strategy”. Di Jerman 90%
kasus BPH di terapi dengan Serenoa repens tunggal atau kombinasi, dan di negara-negara
Eropa dan Amerika pemakaiannya terus meningkat dengan cepat.
a. Saw Palmetto Berry (SPB) yang disebut juga Serenoa repens adalah suatu obat
tradisional Indian. Catatan empiriknya tentang manfaat tumbuhan ini untuk gangguan
urologis sudah ada sejak tahun 1900. Isu back to nature memberikan iklim yang kondusif
bagi pemakaian obat ini.
Bukti-bukti empirik lapangan dan empirik uji klinik semakin banyak mencatat efektifitas dan
keamanannya. Dalam Current Medical Diagnosis and Treatment (2001) dinyatakan bahwa
Saw Palmetto Berry (SPB) ini didalam 18 RCT (Randomized Clinical Trial) dengan 2939
subyek adalah superior terhadap placebo dan efektifitasnya sama dengan finasteride. Efek
samping obat berupa disfungsi ereksi = 1,1% sedangkan finasteride = 4,9%. Dalam Life
Extension Update dimuat, dari sebanyak 32 publikasi studi terdapat catatan bahwa extract
dari SPB ini secara signifikan menunjukan perbaikan klinis dalam hal :
a) Frekuensi nokturia berkurang
b) Aliran kencing bertambah lancar
c) Volume residu dikandung kencing berkurang
d) Gejala kurang enak dalam mekanisme urinoir berkurang
Mekanisme kerja obat ini belum dapat dipastikan tetapi diduga kuat ia :
a) Menghambat aktifitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor androgen
b) Bersifat anti inflamasi dan anti udem dengan cara menghambat aktifitas enzim
cycloxygenase dan 5 lipoxygenase.
b. Pumpkin seeds (Cucurbitae peponis semen)
Testimoni empirik tradisional bahan ini telah digunakan di Jerman dan Austria sejak abad 16
untuk gangguan “urinoir” dan belakangan ini ekstraknya dipakai untuk mengatasi gejala yang
berhubungan dengan BPH didalam konteks farmakoterapi maupun uji klinis kombinasi
dengan ekstraks serenoa repens.
36
Penelitian di Jerman melakukan studi terhadap preparat yang mengandung komponen utama
beta-sitosterol dengan sedikit campuran campesterot dan stigmasterol untuk mengobati
hiperplasia prostat. Hasilnya, terjadi perbaikan seperti halnya terapi menggunakan
penghambat reseptor alpha dan 5-alpha reduktase, tetapi dengan efek samping yang lebih
minimal. Walaupun mekanisme kerja dari preparat campuran fitosterol ini belum dapat
dibuktikan, penelitian terus dikembangkan untuk keperluan di masa depan.
c. Hormonal
Pada tingkat supra hypofisis dengan obat-obat LH-RH (super) agonist yaitu obat yang
menjadi kompetitor LH-RH mempunyai afinitas yang lebih besar dengan reseptor bagi LH-
RH, sehingga obat ini akan “menghabiskan” reseptor dengan membentuk LH-RH super
agonist reseptor kompleks. Sehingga mula-mula oleh karena banyaknya LH-RH super
agonist yang menangkap reseptor, pada permulaan justru akan terjadi kenaikan produksi LH
oleh hypofisis. Tetapi setelah reseptor “habis”maka LH-RH tidak dapat lagi mencari
reseptor , maka LH akan menurun. Contoh obat adalah Buserelin, dengan dosis minggu I 3dd
500 g s.c. (7 hari) dan minggu II intra nasal spray 200 g, 3 kali sehari.
Pemberian obat-obat anti androgen yang dapat mulai pada tingkat hipofisis misalnya dengan
pemberian Gn-RH analogue sehingga menekan produksi LH, yang menyebabkan produksi
testosteron oleh sel leydig berkurang. Cara ini tentu saja menyebabkan penurunan libido oleh
karena penurunan kadar testosteron darah.
Pada tingkat infra hipofisis pemberian estrogen dapat memberikan umpan balik dengan
menekan produksi FSH dan LH, sehingga produksi testosteron juga menurun. Contoh
preparatnya ialah Diaethyl Stilbestrol (DES) dosis satu kali 1-5 mg sehari.
Pada tingkat testikular, orchiectomi untuk pengobatan pembesaran prostat jinak hanya
dikenal pada sejarah, sekarang cara pengobatan ini untuk hiperplasia prostat telah
ditinggalkan. Untuk karsinoma prostat tentu saja orchiectomi masih dikerjakan oleh karena
pertimbangan kemungkinan penyebaran ca prostat dan juga biasanya penderita telah tua.
Pada tingkat yang lebih rendah dapat pula diberikan obat anti androgen yang mekanisme
kerjanya mencegah hidrolise testosteron menjadi DHT dengan cara menghambat 5 alpha
reduktase, suatu enzim yang diperlukan untuk mengubah testosteron menjadi
dehidrotestosteron (DHT), suatu hormon androgen yang mempengaruhi pertumbuhan
37
kelenjar prostat, sehingga jumlah DHT berkurang tetapi jumlah testosteron tidak berkurang,
sehingga libido juga tidak menurun. Penurunan kadar zat aktif dehidrotestosteron ini
menyebabkan mengecilnya ukuran prostat. Contoh obat tersebut ialah Finesteride, Proscar
dengan dosis 5 mg/hari dalam jangka waktu lebih dari 3 bulan, Finasteride mengurangi
volume prostat sampai 30%. Penelitian lain di Kanada menyatakan bahwa Finasteride
mengurangi volume prostat pada 613 pria dengan angka rata-rata 21%, mengurangi gejala
dan memperbaiki laju pancaran urin sampai 12%. Obat ini mempunyai toleransi baik dan
tidak mempunyai efek samping yang bermakna.
Obat anti androgen lain yang juga bekerja pada tingkat prostat ialah obat yang mempunyai
mekanisme kerja sebagai inhibitor kompetitif terhadap reseptor DHT sehingga DHT tidak
dapat membentuk kompleks DHT-Reseptor. Contoh obatnya ialah : Cyproterone acetate 100
mg 2 kali/hari, Flutamide, medrogestone 15 mg2 kali/hari dan Anandron. Obat ini juga tidak
menurunkan kadar testosteron pada darah, sehingga libido tidak menurun. Golongan gestagen
dan ketokonazole, obat-obat ini mempunyai khasiat : mengurangi enzim dehidrogenase dan
isomerase yang berguna untuk metabolisme steroid, menekan LH dan FSH, menjadi saingan
testosteron untuk 5 alpha reduktase sehingga DHT tidak terbentuk. Contoh obatnya adalah
Megestrol acetat 160 mg empat kali sehari dan MPA 300-500 mg/hari. Kesulitan pengobatan
konservatif ini adalah menentukan berapa lama obat harus diberikan dan efek samping dari
obat.
3. Invasif Minimal
a. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
Cara memanaskan prostat sampai 44,5C – 47C ini mulai diperkenalkan dalam tiga tahun
terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral yang membesar ini dengan
gelombang mikro (microwave) yaitu dengan gelombang ultarasonik atau gelombang radio
kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain itu juga akan
menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga
obstruksi berkurang. Prinsip cara ini ialah memasang kateter semacam Foley dimana
proximal dari balon dipasang antene pemanas yang baru dipanaskan dengan gelombang
mikro melalui kabel kecil yang berada didalam kateter. Pemanasan dilakukan antara 1-3 jam.
Dengan cara pengobatan ini dengan mempergunakan alat THERMEX II diperoleh hasil
38
perbaikan kira-kira 70-80% pada symptom obyektif dan kira-kira 50-60% perbaikan pada
flow rate maksimal. Mekanisme yang pasti mengenai efek pemanasan prostat ini belum
semuanya jelas, salah satu teori yang masih harus dibuktikan ialah bahwa dengan pemanasan
akan terjadi perusakan pada reseptor alpha yang berada pada leher vesika dan prostat.
Di Jakarta telah tersedia dua macam alat yaitu Prostatron yang menggunakan gelombang
mikro dan dipanaskan selama satu jam. Cara ini disebut dengan Trans Urethral Microwave
Treatment (TUMT). Sedangkan alat yang lain menggunakan radio capacitive frequency yang
dapat memanaskan prostat sampai 44,5C - 47C selama 3 jam (TURF). Pengobatan di RS.
Pondok Indah pada 112 kasus yang diobati dengan cara ini didapatkan hasil : perbaikan
“symptom score” pada 79 penderita (75%) dan perbaikan pada sisa kencing pada 62
penderita (60%) tetapi perbaikan pada maximal flow rate hanya ditemukan pada 55 penderita
(50%).
Cara pengobatan hypertermia ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut mengenai cara
kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek yang mungkin timbul.
Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan microwave
kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada antene akan tinggi maka perlu
dilengkapi dengan surface costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses
pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga berkurang.
Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan gelombang “radio
frequency” yang panjang gelombangnya lebih besar daripada tebalnya prostat juga arah dari
gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar (pada
pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam.
Keuntungan lain oleh karena kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga
pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar.
b. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)
Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan jalan
melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka
(transvesikal). Pertama kali dikerjakan oleh Hollingworth 1910 dan Franck 1930. Kemudian
Deisting 1956 melakukan dengan dilator transuretral. Tetapi sebenarnya pelopor penggunaan
39
balon adalah H.Joachus Burhenne yang mula-mula mencoba pada anjing dan cadaver,
akhirnya dicoba di klinik.
Castaneda bersama-sama Reddy dan Hulbert kemudian menyempurnakan tehnik Burhenne
tersebut. Konsep dilatasi dengan balon ini ialah mengusahakan agar uretra pars prostatika
menjadi lebar melalui mekanisme:
1. Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar
2. Kapsul prostat diregangkan
3. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut
4. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika dirusak
Prosedur ini meskipun bisa dilakukan dengan anestesi topikal, sebaiknya dilakukan dengan
narkose. Balon mempunyai diameter 30 mm kemudian dengan alat dikembangkan sampai 4
atm yang sama dengan 58,8 psi atau 3040 mmHg dan kaliber uretra menjadi 30 mm atau 90
F. Kemudian setelah balon dikempeskan kembali kateter dilepaskan dengan menggunakan
guide wire dan kateter dilepas memutar kebalikan dari arah jarum jam sementara dapat
dipasang cystostomi dengan trocard. TUBD ini biasanya memberikan perbaikan yang bersifat
sementara.2,7,8
c. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)
Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk menghasilkan ablasi
termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik guna mencapai tujuan untuk
menghasilkan prosedur dengan perdarahan minimal, tidak invasif dan mekanisme ejakulasi
dapat dipertahankan.2,7,8
d. Stent Urethra
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja kateter tersebut
dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral dibuat dari logam
bercampur emas yang dipasang diujung kateter (Prostacath). Stents ini digunakan sebagai
protesis indwelling permanen yang ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau bimbingan
pencitraan. Untuk memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG dan
kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter
pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral tersebut dapat
dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara mengatasi obstruksi
40
infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan alternatif sementara apabila kondisi
penderita belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang lebih invasif. Akhir-akhir ini
dikembangkan juga stent yang dapat dipertahankan lebih lama, misalnya Porges Urospiral
(Parker dkk.) atau Wallstent (Nording, A.L. Paulsen).
Bentuk lain ialah adanya mesh dari logam yang juga dipasang di uretra pars prostatika
dengan kateter pendorong dan kemudian didilatasi dengan balon sampai mesh logam tersebut
melekat pada dinding uretra.
41
VESICOLITHIASIS
DefinisiVesicolithiasis adalah batu yang menghalangi aliran kemih akibat penutupupan leherkandung kemih, maka aliran yang tadinya lancar tiba-tiba berhenti dan menetes disertai rasa nyeri. Batu saluran kemih digolongkan menurut tempatnya menjadi batu ginjal dan batu kandung kemih. Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal, dan mengandung komponen Kristal serta matriks organic. Lokasi batu ginjal dijumpai khas di kaliks atau pelvis dan bila keluar akan dapat terhenti di ureter atau di kandung kemih. Jadi berdasarkan asal dari batu di kandung kemih itu sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu batu yang berasal dari vesika urinia atau disebut dengan batu primer dan batu yang berasal dari ginjal atau disebut dengan batu sekunder
B. Etiologi1. Obstruksi kelenjar prostat yang membesar2. Striktur uretra (penyempitan lumen dari uretra)3. Neurogenik bladder (lumpuh kandung kemih karena lesi pada neuron yang
menginervasi bladder)4. Benda asing misalnya kateter5. Divertikula urin dapat tertampung pada suatu kantung didinding vesika urinaria6. Shistomiasis, terutama oleh Shistoma haemotobium lesi mengarah keganasan
Hal-hal yang disebutkan di atas dapat menimbulkan retensi urin, infeksi, maupun radang. Statis, lithiasis, dan sistitis adalah peristiwa yang saling mempengaruhi. Statis menyebabkan bakteri berkembang sistitis; urin semakin basa memberi suasana yang tepat untuk terbentuknya batu MgNH4PO4 (batu infeksi/struvit). Batu yang terbentuk bisa tunggal ataupun banyak.
Batu buli atau vesicolithiasis digolongkan menjadi 3 macam.
Batu sekunder,Dikatakan batu sekunder jika batu di kandung kencing oleh karena suatu proses yang dapat diketahui atau diterangkan dengan jelas sebab musababnya. Contohnya batu saluran kencing karena gangguan aliran kencing karena pembesaran prostat, penyempitan saluran (striktur uretra). Kencing yang lama tidak mengalir akan mengendap. Jika endapan ini berlanjut maka terbentuklah batu kandung kencing. Contoh lainnya: batu kandung kencing karena pembuangan garam kalsium berlebih seperti pada kelainan kelenjar tiroid. Pada pasien dengan kadar asam urat yang tinggi sering didapatkan kadar asam urat yang tinggi pula dalam
42
kencingnya. Jika komponen pembentuk batu banyak di air kencing maka kemungkinan untuk menjadi batu akan besar.
Hal yang mungkin dikeluhkan pada pasien ini antara lain: kencing yang tersendat, pancaran kencing melemah, sering bangun malam untuk kencing, pancaran kencin yang terbelah, pancaran kencing yang kecil. Ataupun tanda penyakit asam urat seperti jika makan jeroan jempol kaki bengkak, sendi badan sakit. Gondok yang membesar, dengan tangan yang gemetaran. Riwayat infeksi saluran kencing.
Batu migrans/migrating stoneDikatakan migrating stone jika sebetulnya batu berasal dari ginjal (tepatnya di tubulus colectivus renalis) dan turun mengikuti aliran kencing. Setelah di kandung kencing batu tersebut membesar oleh karena banyak zat pembentuk batu dari kencing yang ikut menempel.
Keluhan yang sering dikatakan pasien ini antara lain pernah merasa nyeri pinggang atau punggung yang tidak jelas/tidak terlalu nyeri, nyeri pinggang sangat tajam/menusuk yang kadang menyebar ke perut dan paha.
Batu primerDikatakan batu primer jika tidak dapat diklasifikasikan dalam kedua kelompok diatas.
Pada pasien batu kandung kencing menimbulkan beberapa gejala yang khas.
1. Rasa nyeri di akhir kencing yang kadang diikuti keluarnya darah.2. Rasa nyeri di ujung penis.3. Intermitensi, yaitu kencing— berhenti— kencing lagi. Hal ini karena saat kandung
kencing mengosongkan kencing, batu saluran kencing ikut hanyut dan menutup lubang kencing bagian dalam (orificium uretra internum). Saat kencing berhenti, batu terlepas lagi sehingga kencing dapat mengalir lagi. Hal ini terjadi jika batu masih kecil. Jika batu sudah besar mala tidak dapat terjadi.
4. Kencing tiba-tiba terhenti/tidak dapat kencing yang sebelumnya dapat kencing lancar tanpa keluhan. Hal ini karena batu kandung kencing menyumbat dan tidak terlepas lagi.
5. Dalam buku text mungkin tertulis kencing terhenti dan mengalir lagi jika berubah posisi. Hal ini sulit untul dibawa ke penjelasan klinis, karena kita biasanya tidak berubah posisi jika kencing, maksudnya tetap saja berdiri atau jongkok. Mungkin tidak pernah ada yang melakukan saat kencing terhenti terus nungging agar mengalir lagi. Meskipun demikian pernyataan ini tetap kita hormati.
6. Pada anak kecil yang belum dapat berkomunikasi dengan baik atau pada retardasi mental pasien sering menarik penis. Bahkan pernah dijumpai pasien retardasi datang dengan
43
patahnya penis (rupture penis) dan saat dilakukan pemeriksaan lanjut ditemukan adanya batu kandung kencing.
Penanganan pasien batu kandung kencing terutama menghindari terhentinya /tidak dapatnya kencing. Jika kencing terhambat maka lambat laun akan terjadi gagal ginjal. Hal ini dilaksanakan dengan pemasangan selang kateter ataupun aspirasi supra pubik untuk pertolongan pertama. Hal lainnya adalah kemungkinan infeksi. Batu di saluran kencing dapat menjadi “markas” bakteri/kuman penyakit. Hal ini karena bakteri membentuk biofilm yang tidak dapat ditembus antibiotic di permukaan batu, bakteri bersembunyi dibawah biofilm. Diberikan antibiotic bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan bakteri yang tidak terlindungi biofilm sambil menunggu tindakan operasi.Batu pada kandung kencing memerlukan terapi bedah jika tidak dapat keluar dengan sendirinya. Hal ini karena komponen penyusun batu mayoritas berupa struvit (alumunium magnesium sulfat), oksalat dan kapur. Zat sat ini tidak akan larut dengan obat pelarut biasa. Terapi bedah dapat berupa bedah terbuka ataupun minimal invasif.
Operasi terbuka dilaksanakan dengan jalan membuka kandung kencing dan kemudian mengeluarkan batu dari lubang tersebut. Operasi minimal invasive dengan jalan memasukkan alat kedalam kandung kencing melalui lubang kemaluan (penis). Alat tersebut kemudian memecahkan batu. Dengan tehnik ini tidak didapatkan luka sayatan operasi.
C. Tanda dan gejala1. Dapat tanpa keluhan2. Sakit berhubungan dengan kencing (terutama diakhir kencing)3. Lokasi sakit terdapat di pangkal penis atau suprapubis kemudian dijalarkan ke ujung
penis (pada laki-laki) dan klitoris (pada wanita).4. Terdapat hematuri pada akhir kencing5. Disuria (sakit ketika kencing) dan frequensi (sering kebelet kencing walaupun VU
belum penuh).6. Aliran urin berhenti mendadak bila batu menutup orificium uretra interna.7. Bila batu mneyumbat muara ureter à hidrouereter à hidronefrosisà gagal ginjal
D. Pemeriksaan Diagnostik1. Laboratorium
a. Darah : ureum/kreatinin, elektrolit, Ca, Phospat anorganik. Alkali Phospate, Asam urat, Protein, Hb
b. Urin : rutin (Midstream urin)
44
2. Radiologia. Foto polos : BNO tampak opak (90%), lebih baik dilanjutkan dengan IVP untuk
mengetahui ada atau tidak kerusakan pada ginjalb. IVP : Dapat untuk melihat batu di lain tempat, anatomi saluran kencing bagian atasc. PV (Pem Postvoid) : mengetahui pengosongan kandung kemihd. USG : Gambaran acustic shadow
3. Sistokopi : Untuk menegakkan diagnosis batu kandung kencing.4. Fisik : Kurang berarti, kecuali jika batu cukup besar
E. PenatalaksanaanTujuan Therapi : membuang batu1. Secara tertutup
Litotripsi (menghancurkan batu). Tenaga litotripsi bisa berasal dari manusia-mekanik, LASER, atau elektrohidrolik.
2. Secara terbukaDengan membuka v.u secara SECTIO ALTA
F. KomplikasiKomplikasi akibat tindakan litotripsi, adalah:1. Ruptur v.u2. Ruptur uretra3. Prostatitis4. Pyelonefritis5. Septikemia6. Hematuria
45
Daftar Pustaka
Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997.
Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC,
1994.
Reksoprodjo S. Prostat Hipertrofi, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah cetakan pertama, Jakarta :
Binarupa Aksara, 1995.
Staf Pengajar FK- UI ( Bagian Bedah ), (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa Aksara, Jakarta.