Page 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tahun 2001 merupakan tahun yang sangat berarti bagi bangsa Indonesia,
karena sejak tahun 2001 tersebut telah terjadi perubahan yang sangat fundamental
di dalam pola pengaturan hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Republik Indonesia menerapkan desentralisasi (otonomi daerah) yang didasarkan
pada UU No. 22 tahun 1999 tentang “Pemerintah Daerah” dan UU No. 25 tahun
1999 tentang “Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah”. UU No. 22
tahun 1999 pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi dimana kota dan
kabupaten bertindak sebagai “motor” sedangkan pemerintah propinsi sebagai
koodinator.
Desentralisasi fiskal, merupakan salah satu komponen utama dari
desentralisasi. Salah satu wujud dari pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah
pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan
digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-masing. Kewenangan Daerah
untuk memungut pajak dan retribusi diatur dengan Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 18
Tahun 1997 dan ditindaklanjuti peraturan pelaksanaannya dengan PP Nomor 65
Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP Nomor 66 Tahun 2001 tentang
Retribusi Daerah. Berdasarkan UU dan PP tersebut, Daerah diberikan
kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak dan 28 jenis retribusi. Penetapan
Page 2
2
jenis pajak dan retribusi tersebut didasarkan pertimbangan bahwa jenis pajak dan
retribusi tersebut secara umum dipungut di hampir semua daerah dan merupakan
jenis pungutan yang secara teoritis dan praktek merupakan jenis pungutan yang
baik.(Sidik, 2002)
Pemerintah daerah harus mampu membiayai belanja daerahnya dari
sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari daerahnya sendiri dan
dibantu dengan dana alokasi dari pemerintah pusat serta penerimaan lainnya yang
sah. Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang memberikan
kontribusi cukup besar terhadap PAD setiap tahunnya adalah pajak daerah. Sejak
Indonesia merdeka sampai saat ini pajak daerah dan retribusi daerah menjadi
sumber yang dapat di andalkan bagi daerah. Sejak tahun 1999 pembagian pajak
menurut wewenang pemungutan pajak dipisahkan menjadi pajak pusat dan pajak
daerah. Pajak pusat yang dipungut pemerintah pusat terdiri dari pajak penghasilan
dan pajak pertambahan nilai. Sedangkan pajak daerah dipungut oleh pemerintah
daerah itu sendiri berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan,
ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan
lain yang bersifat memaksa diatur dengan undang-undang.
Untuk meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah,
pemerintah daerah harus diberi kewenangan yang lebih besar dalam bidang
perpajakan dan retribusi. Berkaitan dengan kewenangan tersebut pemerintah pusat
mengesahkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (UU PDRD) yang kemudian diganti dengan Undang-undang
Page 3
3
Nomor 34 Tahun 2000 dan terakhir Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Pada
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, perluasan kewenangan perpajakan dan
retribusi tersebut dilakukan dengan memperluas basis pajak daerah dan
memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif. Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah ini mulai berlaku
sejak 1 Januari 2010.
Dalam UU PDRD Nomor 28 Tahun 2009 terdapat penambahan beberapa
jenis pajak daerah provinsi dan kabupaten/kota. Jenis-jenis pajak daerah terdiri
dari :
1. Jenis pajak provinsi terdiri atas :
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air Permukaan; dan
e. Pajak Rokok.
2. Jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas :
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
Page 4
4
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Pajak daerah dan retribusi daerah sangat berperan didalam membiayai
pemerintahan dan pembangunan daerah. Tanpa adanya pajak maka kebutuhan
akan dana untuk pembangunan akan sulit untuk di penuhi karena sebagian besar
pendapatan pusat dan daerah berasal dari pajak. Oleh sebab itu permasalahan
tentang pajak ini harus ditangani secara tepat agar iuran pajak dapat dimanfaatkan
dengan baik untuk kebutuhan dan pembangunan di daerah maupun pembangunan
nasional.
Kabupaten Bandung merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa
Barat yang pemerintah daerahnya senantiasa berupaya meningkatkan daerahnya
dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan pemerintah kabupaten, pemerintah
provinsi, maupun pemerintah pusat. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah
Kabupaten Bandung adalah upaya untuk meningkatkan penerimaan pendapatan
daerahnya. Saat ini pemerintah Kabupaten Bandung masih mengandalkan
pendapatannya dari sektor pajak dan retribusi, hal ini dikarenakan kontribusi dari
perusahaan daerah terhadap PAD masih sangat minim. Oleh karena itu,
pemerintah Kabupaten Bandung selalu meningkatkan penerimaan PAD yang
berasal dari sektor pajak baik dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi,
karena Kabupaten Bandung memiliki banyak potensi dari sektor pajak yang masih
belum tergali.
Jenis pajak daerah yang menjadi andalan PAD Kab. Bandung adalah pajak
penerangan jalan, pajak hotel, pajak reklame dan pajak restoran. Pemungutan
Page 5
5
pajak daerah di Kab. Bandung sebagian besar sudah menggunakan sistem self
assessment, yang berimplikasi pada perlunya pembenahan aparat perpajakan,
sistem dan prosedur, tata kerja maupun pelayanan kepada wajib pajak. Penerapan
sistem self assessment ini juga membutuhkan keandalan administrasi, pengawasan
serta penegakan aturan dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak.
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Kab. Bandung
menurut Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Kab. Bandung, sejak adanya
pemekaran Kab. Bandung pada tahun 2007 yang mengakibatkan menurunnya
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kab. Bandung sebesar 30% karena sebagian
daerah tujuan wisata berada di wilayah Kab. Bandung Barat yang mengakibatkan
penurunan pada sektor pajak hotel dan pajak restoran. Untuk mengejar penurunan
tersebut, saat ini pemerintah Kab. Bandung terus menggenjot pajak restoran dan
pajak reklame untuk meningkatkan raihan PAD. (Sumber : Harian Pikiran
Rakyat 10 Agustus 2009)
Page 6
6
Tabel 1.1
Target dan Realisasi Pajak Daerah TA 2007
Jenis Pajak Daerah Realisasi (Rp) Kontribusi (%)
Pajak Hotel 2.013.001.546,90 3,70
Pajak Restoran 2.807.585.410,90 5,16
Pajak Hiburan 1.454.863.194,90 2,67
Pajak Reklame 1.745.262.742,50 3,21
Pajak Pengambilan Bahan
Galian Golongan C
890.939.233,00 1,64
Pajak Penerangan Jalan 45.447.027.500,00 83,56
Pajak Parkir 32.724.500,00 0,06
Total 54.391.453.802,20 100
(sumber: perkembangan Target dan Realisasi Pajak Derah Kab. Bandung TA.
1999-2011)
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2007, kontribusi pajak
retoran terhadap penerimaan pajak daerah sebesar 5,16%, serta menempati urutan
kedua setelah pajak penerangan jalan. Untuk memaksimalkan penerimaan dari
sektor pajak daerah, maka diperlukan adanya pemeriksaan pajak daerah.
Dengan adanya pemeriksaan pajak diharapkan dapat menimbulkan rasa
diawasi dan efek jera bagi wajib pajak yang menunggak pajak atau melakukan
penyimpangan karena akan dikenai sanksi administratif atau sanksi pidana.
Keadaan ini akan meningkatakan kepatuhan wajib pajak (tax compliance) untuk
memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan kepatuhan yang meningkat tentu
saja akan diikuti peningkatan penerimaan pajak. Upaya dalam meningkatkan
Page 7
7
penerimaan pajak melalui pemeriksaan terhadap wajib pajak ini juga
direkomendasikan oleh IMF. Adapun rekomendasi tersebut tertuang dalam Letter
Of Intent (LOI) tahun 1999 yang dikutip oleh Gunadi (2005), dinyatakan bahwa
langkah kunci untuk meningkatkan penerimaan pajak adalah dengan cara
menaikkan coverage pemeriksaan pajak (tax audit coverage ratio).
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian lebih jauh tentang pengaruh dari upaya penegakan hukum (Law
Enforcement) yaitu melalui pemeriksaan pajak daerah terhadap wajib pajak
restoran serta mengetahui pengaruhnya terhadap pencapaian target penerimaan
pajak daerah Kab. Bandung dan bermaksud menuangkannya kedalam bentuk
skripsi yang berjudul : “Pengaruh Pemeriksaan Pajak Daerah terhadap
Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Bandung”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan diatas, maka masalah
yang diidentifikasi dalam penelitian adalah:
Apakah pemeriksaan pajak daerah berpengaruh terhadap penerimaan pajak
daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan identifikasi masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Page 8
8
Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari pemeriksaan pajak
daerah terhadap penerimaan pajak daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan Kab. Bandung.
1.4 Batasan Penelitian
Agar penelitian dapat dilakukan secara terarah sehingga hasil yang
diperoleh dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, maka penulis
memutuskan untuk melakukan pembatasan penelitian. Adapun pembatasan
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Pemeriksaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemeriksaan
pajak yang dilakukan oleh petugas pemeriksa dari Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan Daerah Kab. Bandung.
2. Wajib pajak yang dijadikan sampel adalah wajib pajak restoran yang telah
diperiksa.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian yang peneliti lakukan diharapkan akan mempunyai kegunaan
antara lain :
1. Bagi peneliti
Penelitian ini berguna untuk dapat mengetahui dan memahami
perbandingan konsep dan teori yang di peroleh selama masa perkuliahan
dengan penerapannya dalam suatu instansi, untuk dapat menambah
wawasan, pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti.
Page 9
9
2. Bagi pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah
daerah khususnya pemerintah daerah Kabupaten Bandung dalam
memaksimalkan penerimaan dan menentukan kebijakan dalam
permasalahan pajak daerah.
3. Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi peneliti
selanjutnya.
1.6 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian
1.6.1 Kerangka Pemikiran
Salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang memiliki
peranan yang relatif penting dalam membiayai pemerintahan dan pembangunan
daerah adalah pajak daerah. Pajak memberikan kontribusi yang cukup besar
terhadap PAD setiap tahunnya. Pajak daerah diharapkan menjadi salah satu
sumber pembiayaan penyelenggaraan pembangunan daerah untuk meningkatkan
dan meratakan kesejahteraan masyarakat sehingga pemerintah daerah mampu
melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri.
Pemungutan Pajak Daerah menerapkan 3 (tiga) sistem yaitu Self
Assesment, Official Assesment, dan With holding. Wajib pajak diberikan
kebebasan untuk memilih salah satu dari kedua sistem diatas, self assessment dan
official assessment. Self assessment merupakan sistem dimana wajib pajak
menghitung dan menetapkan sendiri besarnya pajak terutang melalui media Surat
Page 10
10
Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), sedangkan official assessment adalah
perhitungan dan penetapan pajak dilakukan oleh pejabat Dinas Pendapatan,
Pengelola Keuangan dan Aset Daerah berdasarka laporan dari wajib pajak. Untuk
sistem whit holding pajak dipungut oleh pemungut pajak, yaitu sistem pengenaan
pajak yang dipungut oleh pemungut pajak pada sumbernya, dalam hal ini
Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai pemungut Pajak Penerangan Jalan atas
tenaga listrik yang disediakan PLN.
Secara umum, sistem yang digunakan dalam pemungutan pajak daerah
adalah sistem self assessment dan official assessment. Hal ini dapat dilihat pada
ketentuan undang-undang nomor 18 tahun 1997 pasal 7 yang menentukan bahwa
pajak dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah atau dibayar sendiri oleh
wajib pajak.
Pemungutan pajak dengan sistem self assessment memberikan
kewenangan yang besar kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang. Kewajiban self assessment tersebut
dituangkan wajib pajak daerah dalam bentuk SPTPD yang disampaikan wajib
pajak daerah kepada kantor Dinas Pendapatan Daerah. Dengan diberikannya
kewenangan yang besar terhadap wajib pajak ini memungkinkan adanya wajib
pajak yang melakukan penyimpangan atas pelaporan pajaknya. Maka didalam
pelaksanaan undang-undang diperlukan adanya penegakan hukum (Law
Enforcement) untuk menjamin kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan
Undang-Undang.
Penegakan hukum (Law Enforcement) terhadap wajib pajak daerah dapat
dilakukan dengan pemeriksaan, penyidikan dan penagihan. Sistem pemeriksaan
Page 11
11
yang ada harus dapat mendorong kebenaran dan kelengkapan pelaporan
penghasilan, penyerahan, dan pemotongan, pemungutan serta penyetoran pajak
oleh wajib pajak. (Sadhani, 1995)
Seperti yang dikatakan oleh Gupta dalam Audit Selection Strategy for
Improving Tax Compliance – Application of Data Mining Techniques.(378 -
387)
“A (tax) audit is a detailed exploration into the activities of a taxpayer to
determine whether he/she has been correctly declaring the tax liabilities. Audits
indirectly drive voluntary compliance and directly generate additional tax
collections, both of which help tax agencies to reduce the „tax gap‟ between the
tax due and tax collected. Audit plays the pivotal role in the administration of tax
and achieving the revenue objectives, ensuring the fiscal health of country and
ensures a level playing field for an honest taxpayer.”
Dari uraian di atas menyatakan bahwa, sebuah pemeriksaan (pajak) adalah
eksplorasi rinci ke dalam kegiatan wajib pajak untuk menentukan apakah ia telah
menyatakan dengan benar kewajiban perpajakannya. Pemeriksaan secara tidak
langsung mendorong kepatuhan sukarela dan langsung menghasilkan penerimaan
pajak tambahan, yang keduanya membantu instansi pajak untuk mengurangi
'kesenjangan pajak' antara pajak yang terhutang dan pajak yang diterima.
Pemeriksaan memiliki peran penting dalam administrasi pajak dan mencapai
tujuan pendapatan, memastikan kesehatan fiskal negara dan memastikan tingkat
bidang permain untuk Wajib Pajak yang jujur.
Untuk mengantisipasi berbagai tindakan yang berindikasi kearah
penyelewengan atau penggelapan, maka perlu dilaksanakan suatu pemeriksaan
sekalipun ada kemungkinan bahwa objek yang diperiksa adalah sama, misalnya
laporan keuangan perusahaan, akan tetapi oleh karena landasan hukum dan tujuan
Page 12
12
dari pemeriksaan yang dilakukan adalah tidak sama maka pengertian dan tata cara
pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik dan pemeriksa pajak adalah
tidak sama. (Gunadi, 2005)
Salah satu tahapan yang penting dalam keberhasilan pemungutan pajak
daerah adalah adanya kepastian bahwa wajib pajak telah melaksanakan
kewajibanya secara benar. Untuk mengetahui hal ini, kepala daerah atau pejabat
yang ditunjuk harus melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak. Hal ini juga
diatur dalam Uandang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, yang dalam pasal 35
ditentukan bahwa kepala daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka
melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
Menurut Marihot P Siahaan (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, hal
117) “ Pemeriksaan pajak daerah adalah suatu proses yang diperlukan dalam
pemungutan pajak untuk membuktikan kebenaran pelaksanaan kewajiban
perpajakan yang diatur oleh undang-undang.”
Sementara itu menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173
Tahun 1997 definisi Pemeriksaan Pajak Daerah adalah :
“Serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan
atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan daerah.”
Uraian diatas menunjukan bahwa pemeriksaan pajak merupakan bagian
vital dari fungsi pengawasan dalam system pemungutan pajak. Pemungutan pajak
daerah menjadi maslah yang cukup kompleks, dikarenakan rendahnya kesadaran
wajib pajak untuk membayar pajak, serta prosedur yang rumit dalam
Page 13
13
pelaksanaannya. Hal ini mengakibatkan tidak maksimalnya penerimaan pajak
daerah yang disebabkan oleh tunggakan, kecurangan, penyelewengan, dan
kesalahan data akuntansi. Oleh karena itu dibutuhkan pemeriksaan pajak daerah
dalam rangka meningkatkan kepatuhan para wajib pajak sehingga dengan
meningkatnya kepatuhan para wajib pajak diharapkan target penerimaan pajak
daerah yang ditetapkan oleh Dispenda dapat tercapai.
Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran
1.6.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, penulis mengjukan
suatu hipotesis yang akan diuji kebenarannya melalui penelitian ini, yaitu :
H0 : “Tidak ada pengaruh dari pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak
daerah di Kab. Bandung”
Ha : “Ada pengaruh dari pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak daerah di
Kab. Bandung”
1.7 Waktu dan lokasi penelitian
Penelitian ini direncanakan dari bulan Maret 2012 – Mei 2012. Data
penelitian bersumber dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Daerah Kabupaten
Bandung. Lokasi penelitian dilakukan di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Pemeriksaan Pajak Daerah Penerimaan Pajak Daerah
Page 14
14
Keuangan Daerah Kabupaten Bandung yang berlokasi di Komplek Pemda Kab.
Bandung, Jalan Raya Soreang Km.17, Kab. Bandung.
1.8 Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri atas lima bagian. Pertama, bagian pendahuluan yang
berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, hipotesis, waktu dan tempat penelitian, serta sistematika penulisan.
Kedua, bagian tinjauan pustaka yang berisi landasan teori, penelitian-penelitian
sebelumnya, serta kerangka pemikiran teoritis dan pengembangan hipotesis
penelitian. Ketiga, bagian metode penelitian yang berisi variabel penelitian,
definisi operasional variabel, populasi dan sampel penelitian, jenis dan sumber
data, serta teknik analisis data. Keempat, bagian hasil penelitian dan pembahasan
yang berisi gambaran umum sampel penelitian, statistika deskriptif, pengujian
hipotesis, dan pembahasan. Kelima, bagian penutup yang berisi kesimpulan,
keterbatasan penelitian dan saran.
Page 15
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Perpajakan
2.1.1 Definisi dan Unsur Perpajakan
Definisi atau Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1974 :
8), “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving
yang merupakan sumber utama yang mebiayai public investment”.
Menurut Soeparman (1964), “pajak adalah iuran wajib, berupa uang
atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum,
guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam
mencapai kesejahteraan umum”.
Menurut Smeets (1951) :”pajak adalah prestasi kepada pemerintah
yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa
adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukan secara individual; maksudnya
adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah”.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur
–unsur sebagai berikut :
1) Pajak dipungut berdasarkan (dengan kekuatan) undang-undang
serta aturan pelaksanaannya.
2) Dalam pembayarannya pajak tidak dapat ditunjukan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3) Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
Page 16
16
4) Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah,
yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, surplus tersebut
dipergunakan untuk membiayai public investment.
5) Pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak budgeter, yaitu
fungsi mengatur.
2.1.2 Fungsi Pajak
Fungsi pajak ada dua, seperti yang tertulis dalam buku hukum pajak
yang ditulis oleh Erly Suandy (2011 : 12), yaitu :
1) Fungsi Budgetair / financial yang memasukan uang sebanyak –
banyaknya ke kas Negara dengan tujuan untuk membiayai
pengeluaran – pengeluaran Negara.
2) Fungsi Regulerent / fungsi mengatur yaitu pajak digunakan sebagai
alat untuk mengatur masyarakat di bidang ekonomi, social maupun
politik dengan tujuan tertentu.
2.1.3 Syarat Pemungutan Pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu
tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah,
maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak
menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi
persyaratan yaitu:
1. Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk
menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam
perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Page 17
17
Contohnya:
a. Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak.
b. Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat
sebagai wajib pajak.
c. Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan
berat ringannya pelanggaran.
2. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan
yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
a. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU
tersebut harus dijamin kelancarannya
b. Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan
secara umum
c. Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
3. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak
mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan,
maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan
masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama
masyarakat kecil dan menengah.
4. Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus
diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya
Page 18
18
pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus
sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak
akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan
maupun dari segi waktu.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam
pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam
menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat
positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran
pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin
enggan membayar pajak.
Contoh:
a. Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam
tarif
b. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu
10%
c. Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk
perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang
berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)
(Mardiasmo, 2009:2)
2.1.4 Pengelompokan Pajak
Pajak dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berdasarkan golongannya, pajak dibedakan:
Page 19
19
a. Pajak Langsung, pajak yang ditanggung oleh si wajib pajak dan tidak
dapat dilimpahkan ke orang lain. Misalnya: PPh (pajak penghasilan)
Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dibebankan pada
penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya.
b. Pajak Tidak langsung, pajak yang pada akhirnya dapat dilimpahkan
pada orang lain. Misalnya : PPN (pajak pertambahan nilai).
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas
setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari
produsen ke konsumen.
2. Berdasarkan sifat, pajak dibedakan:
a. Pajak Subjektif, pajak yang dibebankan kepada keadaan wajib pajak.
Misalnya: pajak penghasilan.
b. Pajak Objektif, pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan diri wajib pajak.
Misalnya: pajak pertambahan nilai, pajak penjualan barang mewah.
3. Menurut Lembaga Pemungutannya, pajak dibedakan:
a. Pajak Pusat, dipungut pemerintah pusat dan digunakan membiayai
rumah tangga Negara, yang terdiri dari :
1. Pajak Penghasilan
Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang
diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Page 20
20
Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir
kali dengan UU No. 42 Tahun 2009.
3. Bea Materai
Diatur dalam UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.
b. Pajak Daerah, dipungut pemerintah daerah dan digunakan membiayai
rumah tangga daerah.
Pajak Provinsi terdiri dari:
Pajak Kendaraan Bermotor;
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
Pajak Air Permukaan;
Pajak Rokok.
Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
Pajak Hotel;
Pajak Restoran;
Pajak Hiburan;
Pajak Reklame;
Pajak Penerangan Jalan;
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
Pajak Parkir;
Pajak Air Tanah;
Pajak Sarang Burung Walet;
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
Page 21
21
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
(Erly, 2011:36)
2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak di Indonesia dibagi menjadi tiga, antara lain :
1. Sistem Self Assestment
Dalam sistem self assestment, wajib pajak sendiri yang menghitung,
menetapkan, menyetorkan dan melaporkan pajak yang terutang. Fiskus
hanya berperan untuk mengawasi, misalnya melakukan penelitian apakah
Surat Pemberitahuan (SPT) telah diisi dengan lengkap dan semua lampiran
sudah disertakan, meneliti kebenaran penghitungan dan meneliti
kebenaran penulisan.
Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan
kebenaran data yang terdapat di SPT wajib pajak, fiskus dapat melakukan
pemeriksaan. PPh orang pribadi dan badan serta PPN menggunakan sistem
ini.
2. Sistem Official Assestment
Berbeda dengan sistem self assestment, dalam sistem official assestment,
fiskus yang berperan aktif dalam menghitung dan menetapkan besarnya
pajak yang terutang. PBB menganut sistem ini, karena besarnya pajak
yang terutang dihitung dan ditetapkan oleh fiskus melalui Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Page 22
22
3. Sistem Withholding
Dalam sistem withholding, pihak ketiga yang wajib menghitung,
menetapkan, menyetorkan dan melaporkan pajak yang sudah
dipotong/dipungut. Misalnya pihak perusahaan atau pemberi kerja
berkewajiban untuk menghitung berapa PPh yang harus dipotong atas
penghasilan yang diterima pegawainya. Kemudian perusahaan atau
pemberi kerja tersebut harus menyetorkan, dan melaporkan PPh
pegawainya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak.
(Mardiasmo, 2009:7)
2.2 Pajak Daerah
2.2.1 Pengertian Pajak Daerah
Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau
badan kepada suatu daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang
dapat dipaksakan berdasarkan peraturan undang – undang yang berlaku dan
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah serta
pembangunan daerah. (Marihot, 2010 : 9)
2.2.2 Jenis Pajak Daerah
Pajak Daerah dibagi menjadi 2 bagian :
1) pajak provinsi terdiri atas :
a. Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan
dan/atau pengusaha kendaraan bermotor.
Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta
gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat,
Page 23
23
dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau
peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu
sumber daya energy tertentu menjadi tenaga gerak
kandaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat
besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor
dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan
bermotor yang dioperasikan di air.
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas
penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat
perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan
yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan,
atau pemasukan ke dalam badan usaha.
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas
penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor.
Bahan bakar kendaraan bermotor adalah semua jenis
bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk
kendaraan bermotor.
d. Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan
dan/atau pemanfaatan air permukaan.
Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada
permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang ada di
laut maupun didarat.
e. Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang
dipungut oleh Pemerintah.
Page 24
24
2) Pajak kabupaten/kota terdiri atas :
a. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan
oleh hotel.
Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan atau
peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut
bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk
pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah
penginapan dan sejenisnya, serta rumah kost dengan jumlah
kamar lebih dari 10 (sepuluh).
b. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan
oleh restoran.
Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau
minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga
rumah makan, kafetarian, kantin, warung, bar, dan
sejenisnya termasuk jasa boga/catering.
c. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.
Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan,
permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan
dipungut bayaran.
d. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.
Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang
bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan
komersial memperkenalkan, menganjurkan,
mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum
Page 25
25
terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat,
dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.
e. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan
tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh
dari sumber lain.
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas
kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik
dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk
dimanfaatkan.
Mineral bukan logam dan batuan adalah sebagaimana
dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang
mineral dan batubara.
g. Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan pajak parker
di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan
pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha,
termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang
tidak bersifa sementara.
h. Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau
pemanfaatan air tanah.
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau
batuan di bawah permukaan tanah.
i. Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan
pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung wallet.
Page 26
26
Burung wallet adalah satwa yang termasuk marga collocalia,
yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia
esculanta, dan collocalia linchi.
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah
pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai,
dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badah,
kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan uasaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan
perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota.
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau
diletakkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan
pedalaman dan/atau laut.
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak
atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah
perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan
diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang
pribadi atau badan.
Hak atas tanah dan/atau bangunan adalah hak atas tanah,
termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya,
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang
pertanahan dan bangunan.
(Marihot, 2010 : 64)
Page 27
27
2.2.3 Tarif Pajak Daerah
Tarif jenis pajak sebagaiman disebutkan diatas paling tinggi sebesar :
Pajak Daerah Provinsi :
1. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air sebesar 5 %
2. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
sebesar 10 %
3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor sebesar 5 %
4. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air dibawah tanah dan air
permukaan sebesar 20 %
Pajak Daerah Kabupaten/Kota :
1) Pajak Hotel sebesar 10 %
2) Pajak Restoran sebesar 10 %
3) Pajak Hiburan sebesar 35 %
4) Pajak Reklame sebesar 25 %
5) Pajak Penerangan Jalan sebesar 10 %
6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C sebesar 20 %
7) Pajak Parkir sebesar 20 %
(Marihot, 2010 : 331)
2.2.4 Pemungutan Pajak Daerah
Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimounan
data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi
yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada wajib pajak
atau wajib retribusi serta pengaawasan penyetorannya.
Page 28
28
Secara umum, sistem yang digunakan dalam pemungutan pajak daerah
adalah system self assessment dan official assessment. Hal ini dapat dilihat pada
ketentuan undang-undang no.18 tahun 1997 pasal 7, yang menentukan bahwa
pajak dipungut berdasarkan penetapan Kepala daerah atau dibayar sendiri oleh
wajib pajak.
Pada cara pertama pajak dibayar oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu
ditetapkan oleh Kepala daerah melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau
dokumen lain yang dipersamakan. Pada cara kedua, pajak dibayar sendiri oleh
wajib pajak, wajib pajak memenuhi kewajiban pajak yang dibayar sendiri dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan
Pajak Daerah (SKPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB),
dan atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT).
(Marihot, 2010 : 98)
2.3 Pemeriksaan Pajak
2.3.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah
data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (Erly,
2011:203)
Salah satu tahapan yang penting dalam keberhasilan pemungutan
pajak daerah adalah adanya kepastian bahwa wajib pajak telah melaksanakan
kewajibannya secara benar. Untuk mengetahui hal ini, kepala daerah atau
pejabat yang ditunjuk harus melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak.
Pemeriksaan pajak daerah ialah serangkaian kegiatan untuk mencari,
Page 29
29
mengumpulkan, mengolah data, dan/atau keterangan lainnya untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah dan retribusi.
Pemeriksaan pajak daerah menghendaki kerjasama yang baik dari
wajib pajak yang diperiksa. Oleh karena itu, wajib pajak yang diperiksa
wajib:
1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan
dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang
berhubungan dengan objek pajak yang terutang.
2. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan
yang dianggap perlu dan memberi bantuan guna kelancaran
pemeriksaan, termasuk memberikan kesempatan kepada petugas
untuk melakukan pemeriksaan kas dan
3. Memberikan keterangan yang diperlukan.
Apabila wajib pajak tidak dapat memenuhi kewajibannya yang
berkaitan dengan pemeriksaan pajak, dikenakan penetapan secara jabatan.
Hal ini diatur untuk memberikan kepastian kepada fiskus untuk
melaksanakan tugasnya dan menghindarkan wajib pajak dari keinginan
menghalangi jalannya pemeriksaan. (Marihot, 2010:154)
2.3.2 Tujuan Pemeriksaan Pajak Daerah
Kepala Daerah dalam rangka pengawasan berwenang melakukan
pemeriksaan dengan tujuan untuk:
Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah
dan
Page 30
30
Tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah.
Pemeriksaan pajak dapat dilakukan di kantor atau di tempat wajib pajak
yang lingkup pemeriksaannya dapat meliputi tahun-tahun yang lalu maupun tahun
berjalan. (Marihot, 2010 : 155)
2.3.3 Bentuk Pemeriksaan Pajak Daerah
Pemeriksaan dilakukan dalam bentuk pemeriksaan lengkap atau
pemeriksaan sederhana. Pemeriksaan lengkap merupakan pemeriksaan lapangan
terhadap seluruh kegiatan wajib pajak yang bersifat komprehensif. Pemeriksaan
lengkap dilakukan di tempat domisili atau di lokasi usaha wajib pajak, meliputi
seluruh jenis pajak untuk tahun pajak berjalan dan atau tahun-tahun pajak
sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan teknis pemeriksaan pada
umumnya lazim digunakan dalam pemeriksaan.
Pemeriksaan sederhana atau verifikasi merupakan pemeriksaan singkat
yang dapat berupa pemeriksaan sederhana di kantor maupun pemeriksaan
sederhana di lapangan. Pemeriksaan sederhana dapat dilakukan:
Di lapangan, meliputi seluruh jenis pajak untuk tahun pajak
berjalan atau tahun-tahun pajak sebelumnya yang dilakukan
dengan menerapkan teknik pemeriksaan dengan bobot dan
kedalaman yang sederhana atau
Di kantor, meliputi jenis pajak tertentu untuk tahun pajak
berjalan yang dilakukan dengan menerapkan teknik pemeriksaan
dengan bobot dan kedalaman yang sederhana.
(Marihot, 2010 : 155)
Page 31
31
2.3.4 Norma Pemeriksaan Pajak Daerah
Pemeriksaan dilakukan dengan berpedoman pada norma pemeriksaan yang
memuat batasan terhadap pemeriksa, pemeriksaan dan wajib pajak. Pelaksanaan
pemeriksaan berpedoman pada norma pemeriksaan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh seorang atau lebih pemeriksa.
Pemeriksa adalah pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah
daerah atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh kepala daerah yang
diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk
melaksanakan pemeriksaan di bidang pajak daerah.
b. Pemeriksaan dilaksanakan di kantor pemeriksa, di kantor wajib
pajak, atau di tempat usaha atau di tempat tinggal atau di tempat
lain yang diduga ada kaitannya dengan kegiatan usaha atau
pekerjaan wajib pajak atau di tempat lain yang ditentukan oleh
kepala daerah atau pejabat.
c. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan dapat dilanjutkan
di luar jam kerja, jika dipandang perlu.
d. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam laporan pemeriksaan.
e. Hasil pemeriksaan yang seluruhnya disetujui oleh wajib pajak,
dibuatkan surat pernyataan tentang persetujuannya dan
ditandatangani oleh wajib pajak yang bersangkutan.
f. Terhadap temuan dalam pemeriksaan yang tidak atau tidak
seluruhnya disetujui oleh wajib pajak, dilakukan pembahasan
akhir hasil pemeriksaan.
Page 32
32
g. Berdasarkan laporan pemeriksaan, diterbitkan surat ketetapan
pajak daerah dan STPD sepanjang tidak dilanjutkan dengan
tindakan penyidikan.
Pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan lapangan berpedoman pada
norma pemeriksaan sebagai berikut:
a. Pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan
dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan.
b. Pemeriksa wajib memberitahukan secara tertulis tentang akan
dilakukan pemeriksaan kepada wajib pajak.
c. Pemeriksa wajib memperlihatkan tanda pengenal pemeriksa
dan surat perintah pemeriksaan kepada wajib pajak.
d. Pemeriksa wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
kepada wajib pajak yang akan diperiksa.
e. Pemeriksa wajib membuat laporan pemeriksaan.
f. Pemeriksa wajib memberitahukan secara tertulis kepada wajib
pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda
antara SPTPD dengan hasil pemeriksaan.
g. Pemeriksa wajib mengembalikan buku-buku, catatan dan
dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari wajib pajak
paling lama empat belas hari sejak selesainya pemeriksaan.
h. Pemeriksa dilarang memberitahu pihak lain yang tidak berhak
tentang segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan oleh
wajib pajak kepadanya dalam rangka pemeriksaan.
Page 33
33
i. Pemeriksa wajib memberi petunjuk kepada wajib pajak
mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan
petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan
sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan, dengan
tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan
pemenuhan kewajiban perpajakan untuk tahun-tahun
selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan kantor berpedoman pada
norma pemeriksaan:
a. Pemeriksa menyampaikan surat panggilan yang ditandatangani
oleh kepala daerah atau pejabat untuk memanggil wajib pajak
agar datang ke kantor Dinas Pendapatan Daerah dalam rangka
pemeriksaan.
b. Pemeriksa wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
kepada wajib pajak yang akan diperiksa.
c. Pemeriksa wajib membuat laporan pemeriksaan.
d. Pemeriksa wajib memberitahukan secara tertulis kepada wajib
pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda
antara SPTPD dengan hasil pemeriksaan.
e. Pemeriksa wajib mengembalikan buku-buku, catatan dan
dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari wajib pajak
paling lama tujuh hari sejak selesainya pemeriksaan.
Page 34
34
f. Pemeriksa dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang
tidak berhak tentang segala sesuatu yang diketahui atau
diberitahukan oleh wajib pajak dalam rangka pemeriksaan.
g. Pemeriksa wajib memberi petunjuk kepada wajib pajak
mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan
petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan
sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan, dengan
tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan
pemenuhan kewajiban perpajakan untuk tahun-tahun
selanjutnya dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Bagi wajib pajak pada saat diperiksa berpedoman pada norma pemeriksaan
sebagai berikut:
a. Wajib pajak wajib memenuhi pelaksanaan pemeriksaan baik di
lapangan maupun di kantor sesuai dengan waktu yang
ditentukan.
b. Wajib pajak berhak meminta kepada pemeriksa untuk
memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan tanda
pengenal pemeriksa.
c. Wajib pajak berhak meminta kepada pemeriksa untuk
memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan
pemeriksaan.
d. Wajib pajak berhak meminta kepada pemeriksa rincian yang
berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil
pemeriksaan dengan SPTPD.
Page 35
35
e. Wajib pajak wajib menandatangani surat pernyataan
persetujuan apabila seluruh hasil pemeriksaan disetujui.
f. Wajib pajak wajib menandatangani berita acara hasil
pemeriksaan apabila hasil pemeriksaan tersebut tidak atau tidak
seluruhnya disetujui.
g. Wajib pajak wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-
buku, catatan dan dokumen yang diperlukan untuk kelancaran
pemeriksaan.
h. Wajib pajak wajib memberikan izin untuk memasuki tempat
atau ruangan yang dianggap perlu dan memberi bantuan guna
kelancaran pemeriksaan.
i. Wajib pajak wajib memberikan keterangan yang diperlukan.
(Marihot, 2010 : 156)
2.3.5 Pedoman Pemeriksaan Pajak Daerah
Pelaksanaan pemeriksaan terhadap wajib pajak didasarkan pada pedoman
pemeriksaan yang meliputi pedoman umum pemeriksaan, pedoman pelaksanaan
pemeriksaan dan pedoman laporan pemeriksaan. Pedoman umum pemeriksaan
adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan dilaksanakan oleh pemeriksa yang telah mendapat
pendidikan teknis pemeriksa pajak daerah dan memiliki keterampilan
sebagai pemeriksa.
b. Pemeriksa harus bekerja dengan jujur, bertanggungjawab, penuh
pengabdian, bersifat terbuka, sopan dan objektif, serta wajib
menghindarkan diri dari perbuatan tercela.
Page 36
36
c. Pemeriksaan harus dilakukan oleh pemeriksa dengan menggunakan
keahliannya secara cermat dan seksama serta memberikan gambaran
yang sesuai dengan keadaan sebenarnya tentang wajib pajak.
d. Temuan hasil pemeriksaan dituangkan dalam kertas kerja pemeriksaan
sebagai bahan untuk menyusun laporan pemeriksaan.
Pedoman pelaksanaan pemeriksaan adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan program
pemeriksaan, sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan dengan
pengawasan yang seksama.
b. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh,
yang harus dikembangkan dengan bukti yang kuat melalui pencocokan
data, pengamatan, tanya jawab, dan tindakan lain berkenaan dengan
pemeriksaan.
c. Pendapat dan kesimpulan pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang
kuat dan berlandaskan peraturan perundang-undangan perpajakan
daerah.
Pedoman laporan pemeriksaan adalah sebagai berikut:
a. Laporan pemeriksaan disusun secara rinci, ringkas dan jelas sesuai
ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan, memuat kesimpulan
pemeriksaan yang didukung bukti yang kuat tentang ada atau tidak
adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah, dan memuat pula pengungkapan informasi lain
yang diperlukan.
Page 37
37
b. Laporan pemeriksaan yang berkaitan dengan pengungkapan
penyimpangan SPTPD harus memperhatikan:
1). Faktor pembanding.
2). Nilai absolut dari penyimpangan.
3). Sifat, bukti dan petunjuk adanya penyimpangan.
4). Pengaruh penyimpangan dan
5). Hubungan dengan permasalahan lainnya.
(Marihot, 2010 : 159)
2.3.6 Tata Cara Pemeriksaan Pajak Daerah
Pemeriksaan lapangan, dilakukan dengan cara berikut ini:
a. Pemeriksa memeriksa tanda pelunasan pajak dan keterangan lainnya
sebagai bukti pelunasan kewajiban perpajakan daerah.
b. Pemeriksa memeriksa buku-buku, catatan dan dokumen pendukung
lainnya termasuk keluaran dan media komputer dan perangkat
elektronik pengolah data lainnya.
c. Pemeriksa meminjam buku-buku, catatan dan dokumen pendukung
lainnya termasuk keluaran media komputer serta perangkat elektronik
pengolah data lainnya dengan memberikan tanda terima.
d. Pemeriksa meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari wajib pajak
yang diperiksa.
e. Pemeriksa memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan
tempat menyimpan dokumen, uang, barang, yang dapat memberi
petunjuk tentang keadaan usaha wajib pajak dan atau tempat-tempat
Page 38
38
lain yang dianggap penting serta melakukan pemeriksaan di tempat-
tempat tersebut.
f. Pemeriksa melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut apabila
wajib pajak atau wakil atau kuasanya tidak memberikan kesempatan
untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud atau tidak ada di
tempat pada saat pemeriksaan. Tata cara penyegelan terhadap tempat
atau ruangan yang dilakukan oleh pemeriksa ditetapkan oleh kepala
daerah.
g. Pemeriksa meminta keterangan dan atau bukti yang diperlukan dari
pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang
diperiksa.
Pemeriksaan kantor dilakukan dengan cara berikut ini:
a. Pemeriksa memberitahukan agar wajib pajak membawa tanda
pelunasan pajak, buku-buku, catatan dan dokumen pendukung lainnya
termasuk keluaran dari media komputer dan perangkat elektronik
pengolah data lainnya.
b. Pemeriksa meminjam buku-buku, catatan dan dokumen pendukung
lainnya termasuk keluaran dari media komputer dan perangkat
elektronik pengolah data lainnya dengan memberikan tanda terima.
c. Pemeriksa memeriksa buku-buku, catatan dan dokumen pendukung
lainnya termasuk keluaran dan media komputer dan perangkat
elektronik pengolah data lainnya.
d. Pemeriksa meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari wajib pajak
yang diperiksa.
Page 39
39
e. Pemeriksa meminta keterangan dan atau bukti yang diperlukan dari
pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang
diperiksa.
Jika pada saat dilakukan pemeriksaan lapangan, wajib pajak atau wakil
atau kuasanya tidak ada di tempat, pemeriksaan tetap dilaksanakan sepanjang ada
pihak yang mempunyai kewenangan untuk bertindak mewakili wajib pajak sesuai
batas kewenangannya dan selanjutnya pemeriksaan ditunda untuk dilanjutkan
pada kesempatan berikutnya. Untuk keperluan pengamanan pemeriksaan, sebelum
pemeriksaan lapangan ditunda, pemeriksa dapat melakukan penyegelan tempat
atau ruangan yang diperlukan. Pada saat pemeriksaan lapangan dilanjutkan , wajib
pajak atau wakil atau kuasanya tidak juga ada di tempat, pemeriksaan tetap
dilaksanakan dengan terlebih dahulu meminta pegawai wajib pajak yang
bersangkutan untuk mewakili wajib pajak guna membantu kelancaran
pemeriksaan. Apabila pegawai wajib pajak yang diminta mewakili wajib pajak
menolak untuk membantu kelancaran pemeriksaan, yang bersangkutan harus
menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan.
Ketika wajib pajak atau wakil atau kuasanya tidak memberikan izin untuk
memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan tidak memberi bantuan
guna kelancaran pemeriksaa serta memberikan yang diperlukan, wajib pajak atau
wakil atau kuasanya harus menandatangani Surat Pernyataan Penolakan
Pemeriksaan. Apabila terjadi penolakan untuk menandatangani Surat Pernyataan
Penolakan Pemeriksaan atau Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran
Pemeriksaan, pemeriksa membuat Berita Acara Penolakan Pemeriksaan yang
ditandatangani oleh pemeriksa. Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan, Surat
Page 40
40
Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan dan Berita Acara
Penolakan Pemeriksaan dapat dijadikan dasar untuk penetapan besarnya pajak
terutang secara jabatan atau dilakukan penyidikan.
Hasil pemeriksaan dituangkan dalam laporan pemeriksaan yaitu laporan
tentang hasil pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa secara rinci, ringkas dan
jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan maksud pemeriksaan. Laporan
pemeriksaan yang dibuat oleh pemeriksa digunakan sebagai dasar penerbitan
SKPDKB, SKPDKBT atau STPD atau tujuan lain untuk pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Jika penghitungan besarnya
pajak yang terutang dalam SKPDKB, SKPDKBT dan STPD berbeda dengan
SPTPD, perbedaan besarnya pajak diberitahukan kepada wajib pajak yang
bersangkutan.
Terhadap temuan dalam pemeriksaan yang tidak atau tidak seluruhnya
disetujui oleh wajib pajak atau penanggung pajak, dilakukan pembahasan akhir
hasil pemeriksaan dan dibuatkan dalam bentuk berita acara yang ditandatangani
oleh petugas pemeriksa dan wajib pajak yang bersangkutan. Pembahasan akhir
hasil pemeriksaan merupakan pembahasan yang dilakukan antara pemeriksa
dengan wajib pajak dalam upaya memperoleh pendapat yang sama atas temuan
selama pemeriksaan. Hasil temuan tersebut, baik yang disetujui maupun yang
tidak disetujui, dituangkan dalam berita acara hasil pemeriksaan yang
ditandatangani oleh pemeriksa dan wajib pajak, yang selanjutnya dijadikan dasar
penerbitan surat ketetapan pajak daerah atau STPD.
Pemberian tanggapan atas hasil pemeriksaan dan pembahasan akhir
pemeriksaan dan pembahasan akhir pemeriksaan lengkap diselesaikan dalam
Page 41
41
waktu paling lama 21 hari setelah pemeriksaan selesai dilakukan. Pemberian
tanggapan atas hasil pemeriksaan lapangan dilakukan dalam waktu paling lama
tujuh hari setelah pemeriksaan lapangan selesai dilakukan. Hasil pemeriksaan
kantor disampaikan kepada wajib pajak segera setelah pemeriksaan selesai
dilakukan dan tidak menunggu tanggapan wajib pajak. Pemberitahuan hasil
pemeriksaan kepada wajib pajak tidak dilakukan apabila pemeriksaan dilanjutkan
dengan penyidikan. Jika wajib pajak tidak memberikan tanggapan atau tidak
menghadiri pembahasan akhir hasil pemeriksaan, surat ketetapan pajak daerah dan
atau STPD diterbitkan secara jabatan, berdasarkan hasil pemeriksaan yang
disampaikan kepada wajib pajak.
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan bukti permulaan tentang adanya
tindak pidana di bidang perpajakan daerah, pemeriksaan tetap dilanjutkan dan
pemeriksa membuat laporan pemeriksaan. Pelaksanaan pemeriksaan lebih lanjut
ditetapkan oleh kepala daerah. Norma pemeriksaan, pedoman laporan
pemeriksaan dan tata cara pemeriksaan untuk setiap jenis pajak daerah ditetapkan
oleh kepala daerah. (Marihot, 2010 : 161)
2.3.7 Tahapan Pemeriksaan Pajak Daerah
Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan harus dilakukan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu :
a. Pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik,
sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang
seksama;
b. Luas Pemeriksaan (audit scope) ditentukan berdasarkan petunjuk yang
diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data,
Page 42
42
pengamatan, permintaan keterangan, konfirmasi, teknik sampling, dan
pengujian lainnya berkenaan dengan Pemeriksaan;
c. Temuan Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang
cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan;
d. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yang terdiri
dari seorang supervisor, seorang ketua tim seorang atau lebih anggota
tim;
e. Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dapat
dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu yang
bukan merupakan Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2), baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak
maupun yang berasal dari instansi di luar Direktorat Jenderal Pajak
yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tenaga ahli
seperti peterjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan
pengacara;
f. Apabila diperlukan, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-
sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain;
g. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak,
tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat
tinggal Wajib Pajak, atau ditempat lain yang dianggap perlu oleh
pemeriksa Pajak;
Page 43
43
h. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat
dilanjutkan di luar jam kerja;
i. pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk Kertas
Kerja Pemeriksaan;
j. Laporan Hasil Pemeriksaan digunakan sebagai dasar penerbitan surat
ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak.
2.4 Hasil Penelitian yang Relevan
Salah satu tahapan yang penting dalam keberhasilan pemungutan
pajak daerah adalah adanya kepastian bahwa wajib pajak telah melaksanakan
kewajibannya dengan benar. Untuk mengetahui hal itu pemerintah daerah
melalui pejabat yang ditunjuk harus melakukan pemeriksaan terhadap wajib
pajak. Hal tersebut membuat para peneliti ingin mengetahui pengaruhnya
terhadap penerimaan, pencapaian target, dan sebagainya. Berikut ini, penulis
menyampaikan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian
yang penulis lakukan.
1. Dr. Salip, Msc, Akt. dan Tendy Wato, SE. (2006), dalam Jurnal Keuangan
Publik yang berjudul “Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan
Pajak. Studi Kasus: di KPP Jakarta Kebon Jeruk”, menyimpulkan bahwa
hasil pemeriksaan pajak secara nominal telah meningkatkan penerimaan
pajak, namun peningkatan penerimaan secara nominal tersebut tidak diikuti
oleh peningkatan yang signifikan pada rasio laba sebelum pajak terhadap
penjualan (EBT) dan rata-rata penerimaan pajak berdasarkan rasio pajak
penghasilan badan terhadap penjualan. Hal ini berarti bahwa penerimaan
Page 44
44
pajak penghasilan badan secara nominal diperoleh dari peningkatan
tambahan atas penjualan yang meningkat pada tahun-tahun berikutnya.
2. Rizqie Isnaeni, Muhammad (2011), dalam skripsinya yang berjudul
“Pengaruh Pemeriksaan Pajak Daerah terhadap Pencapaian target
penerimaan Pajak Daerah Kota Bandung”, menyimpulkan bahwa dari hasil
uji statistik yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwan terdapat
pengaruh antara pemeriksaan pajak terhadap pencapaian target penerimaan
pajak daerah Kota Bandung. Sehingga dapat dilihat besarnya pengaruh dari
pemeriksaan pajak terhdap pencapaian target yang diskor menggunakan
koefisien determinasi yaitu sebesar 30,4% sedangkan sisanya 69,6%
dipengaruhi faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, seperti
penagihan, kepatuhan dan lain-lain.
Page 45
45
BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Penelitian ini penulis lakukan pada Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung yang beralamat di Komplek
Pemda Soreang, jalan Raya Soreang KM. 17. Jumlah wajib pajak restoran
yang terdaftar di DPPK Kab. Bandung hingga saat ini adalah 116 wajib
pajak. Dari data tersebut, diperoleh 18 wajib pajak yang datanya lengkap,
yaitu wajib pajak diperiksa dan ada data penerimaan 1 tahun sebelum
diperiksa dan 1 tahun setelah diperiksa, untuk menganalisa adanya “beda”.
3.1.1 Sejarah Singkat Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan
Kabupaten Bandung
Sejak pembentukan Daerah – daerah kabupaten dalam lingkungan
Propinsi Jawa Barat berdasarkan Undang – undang No. 14 Tahun 1950
tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat,
terdapat 14 urusan pemerintahan yang diserahkan bersamaan dengan
pembentukan Kabupaten tersebut, yang menjadi urusan Rumah Tangganya
yang disebut Kewenangan Pangkal, yaitu :
1. Urusan Umum
2. Urusan Pemerintahan Umum
3. Urusan Agraria
4. Urusan Pengairan, jalan – jalan dan gedung – gedung
5. Urusan Pertanian, perikanan dan Koperasi
Page 46
46
6. Urusan Kehewana
7. Urusan Kerajinan, Perdagangan Dalam Negeri dan
Perindustrian
8. Urusan Perburuhan
9. Urusan Sosial
10. Urusan Pembagian (distribusi)
11. Urusan Penerangan
12. Urusan Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan
13. Urusan Kesehatan
14. Urusan Perusahaan
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1957
tentang Penyerahan Pajak Negara kepada Daerah, ditetapkan mengenai
penyerahan Pajak Negara kepada Daerah Tingkat II, yaitu :
a. Pajak Jalan
b. Pajak Kopra
c. Pajak Potong Hewan
d. Pajak Pembangunan I
e. Pajak Vervonding Indonesia
Selain pajak Negara yang diserahkan kepada Daerah Tingkat II
sebagaiman tersebut diatas, juga berdasarkan Undang – undang Darurat No.
11 Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah, terdapat
kewenangan daerah tingkat II untuk memungut Pajak – Pajak Daerah,
sebagai berikut :
a. Pajak atas Pertunjukan dan Keramaian Umum
Page 47
47
b. Pajak atas Reklame sepanjang tidak diadakan dengan
memuatnya dalam majalah atau warta harian
c. Pajak Anjing
d. Pajak atas ijin Penjualan / Pembikinan Petasan dan Kembang
Api
e. Pajak atas Ijin Penjualan Minuman yang mengandung
alkohol
f. Pajak atas Kendaraan tidak bermotor
g. Pajak atas Ijin mengadakan perjudian
h. Pajak atas Tanda Kemewahan mengenai luas dan penghiasan
kubur
i. Pajak karena berdiam di suatu daerah lebih dari 120 hari
dalam suatu tahun pajak, kecuali untuk perawatan didalam
rumah sakit atau sanatorium, dan juga atas penyediaan rumah
lengkap dengan perabotnya untuk diri sendiri atau keluarganya
selama lebih dari 120 hari dari suatu tahun pajak, semua itu
tanpa bertinggal tetap di daerah itu dengan ketentuan bahwa
mereka yang berdiam di luar daerahnya guna menjalankan
tugas yang diberikan oleh Negara atau Daerah tidak boleh
dikenakan pajak termaksud.
j. Pajak atas milik berupa bangunan serta halamannya yang
berbatasan dengan jalan umum di darat atau di air, atau yang
terletak disekitarnya dan juga atas milik berupa tanah kosong
yang berbatasan atau yang empunyai jalan keluar pada jalan –
Page 48
48
jalan tersebur, pajak ini dapat dipungut atas dasar sumbangan
yang layak untuk pembiayaan penerangan atau pembangunan
air serta kotoran oleh daerah
k. Pajak atas milik berupa bangunan serta keturutannya atau
tanah kosong yang terletak dalam bagian tertentu dari daerah,
pajak mana dipungut tiap – tiap tahun untuk paling lama 30
tahun atas dasar sumbangan yang layak guna pembiayaan
pekerjaan yang diselenggarakan oleh atau dengan bantuan
daerah dan yang menguntungkan milik – milik tersebut
l. Pajak atas milik berupa bangunan serta halamannya yang
berbatasan dengan jalan umum didarat atau di air atau dengan
lapangan, atau pajak atas tanah yang menurut rencana
bangunan daerah yang telah disahkan akan dipergunakan
sebagai tanah bangunan dan terletak dalam lingkungan yang
ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
m. Pajak sekolah yang semata – mata diperuntukan membiayai
pembangunan rumah sekolah rendah untuk pelajaran umum
dan pembelian perlengkapan pertama
n. Opsen atas pokok pajak daerah tingkat atasan sepanjang
kemungkinan pemungutan opsen itu diberikan dalam peraturan
pajak daerah tingkat itu.
Demikian pula berdasarkan Undang – undang No. 10 Tahun 1968
dan peraturan pemerintah No. 5 Tahun 1969, diserahkan kewenangan
pungutan pajak untuk daerah tingkat II, yaitu :
Page 49
49
1. Pajak Radio
2. Pajak Bangsa Asing
Juga berdasarkan keputusan Mendagri No. 900 – 099 Tahun 1980,
terdapat adanya tambahan jenis pajak daerah tingkat II, sebagai sumber
pendapatan daerah, yaitu :
1. Pajak Penerangan Jalan
2. Pajak Rumah Bola (Bilyar)
3. Pajak Pendaftaran Perusahaan
4. Pajak Forenzen
5. Pajak Pemberian Air Minum
6. Pajak atas mempunyai barang – barang menjulang di atas
tanah, jalan bangunan yang dikuasai daerah
7. Pajak Perusahaan
8. Pajak Kendaraan di Atas Air
9. Pajak Pelabuhan Perahu
10. Pajak Pembuatan Garam
11. Pajak Pengangkutan Garam ke Luar Daerah
12. Pajak Asuransi
13. Pajak Pengusaha Kandang Babi
14. Pajak Pengambilan Sarang Burung
15. Pajak Pengambilan Rumput Laut dan Agar – agar Laut
16. Pajak Pengumpulan Telur Penyu
17. Pajak Rumah Asap
18. Pajak Mendirikan Rumah – rumah Tembakau
Page 50
50
19. Pajak Pelelangan Ikan
Atas dasar peraturan daerah No. 7 Tahun 2001 tersebut, ditetapkan
Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung oleh keputusan Bupati
Bandung No. 43 Tahun 2001 tentang organisasi dan tata kerja Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung.
Unsur organisasi Dinas, terdiri atas :
a. Pimpinan adalah Kepala Dinas
b. Pembantu Pimpinan adalah Wakil dan bagian tata usaha
c. Pelaksana adalah Sub Dinas, cabang dinas dan kelompok
jabatan fungsional
Adapun susunan organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Bandung adalah sebagai berikut :
a. Kepala Dinas
b. Wakil Kepala Dinas
c. Bagian Tata Usaha
d. Sub Dinas Perencanaan dan Pengendalian Operasional
e. Sub Dinas Pajak dan Retribusi Daerah
f. Sub Dinas bagi hasil pendapatan dan pendapatan lain – lsin
g. Cabang Dinas
h. Kelompok Jabatan Fungsional
Di dalam era otonomi daerah, yaitu dengan berlakunya Undang –
undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang – undang No. 25 Tahun 1999 yang
diberikan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab kepada
Daerah, maka Undang – undang No. 18 Tahun 1997 tentang pajak daeraah
Page 51
51
dan retribusi daerah dapat penyesuaian / perubahan melalui Undang –
undang No. 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang – undang No. 18
Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah dengan pedoman
pelaksanaannya yaitu peraturan pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang
pajak daerah dan peraturan pemerintah No. 66 Tahun 2001 tentang retribusi
daerah.
Di dalam salah satu ketentuan jenis pajak Kabupaten / Kota terdiri
dari :
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
g. Pajak Parkir
3.2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun laporan tugas
akhir ini menggunakan metode uji beda.
3.2.1 Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:115). Populasi
pada penelitian ini adalah seluruh wajib pajak restoran Kab. Bandung.
Page 52
52
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2010:116). Dengan demikian sampel lebih kecil
dibandingkan dengan populasi. Sampel yang diambil dari populasi itu harus dapat
dipertanggungjawabkan dan dapat mewakili populasi itu.
Pemilihan sampel dalam penelitian ini berdasarkan purposive sampling.
Purposive sampling adalah teknik pemilihan sampel dengan pertimbangan
tertentu (Sugiyono, 2010:122). Penulis memilih sampel dengan cara ini karena
pemeriksaan pajak dilakukan pada wajib pajak restoran yang diperiksa di tahun
tertentu.
3.2.2 Operasionalisasi Variabel
Variabel adalah apapun yang dapat membedakan atau membawa variasi
pada nilai (Sekaran, 2006:115). Nilai bisa berbeda pada berbagai waktu untuk
objek atau orang yang sama, atau pada waktu yang sama untuk objek atau orang
yang berbeda. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel bebas
atau X (independen variabel) dan variabel terikat atau Y (dependen variabel).
Adapun variabel – variabel tersebut secara keseluruhan adalah :
1. Variabel Independen (X)
Variabel independen adalah variabel yang bebas atau variabel yang
mempengaruhi variabel dependen. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel
independen adalah “Pemeriksaan Pajak Daerah”.
2. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen adalah variabel terikat atau dipengaruhi oleh variabel
lain. Dalam penelitian ini, variabel dependen adalah “Penerimaan Pajak
Restoran”.
Page 53
53
3.2.3 Teknik Pengumpulan Data
Peneliti mengumpulkan data dengan berbagai cara seperti:
1. Penelitian kepustakaan yang ditujukan untuk mendapatkan data-data yang
diperlukan untuk menunjang penelitian ini. Penelitian kepustakaan
dilakukan dengan mengakses internet, membaca buku dan jurnal-jurnal
yang diperlukan.
2. Observasi atau penelitian lapangan yang ditujukan untuk mendapatkan
data-data sekunder yang diperlukan.
3.2.4 Penetapan Hipotesis
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan pengaruh pemeriksaan
pajak terhadap penerimaan pajak dalam hipotesis adalah adanya
“perbedaan” antara pajak yang dibayar sebelum dilakukan pemeriksaan
dengan setelah dilakukan pemeriksaan. Perumusan hipotesis H0 dan Ha
adalah sebagai berikut:
Ho : “Tidak ada pengaruh dari pemeriksaan pajak terhadap penerimaan
pajak daerah di Kabupaten Bandung”
Ha : “Ada pengaruh dari pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak
daerah di Kabupaten Bandung”
Jika hipotesis nol (Ho) ditolak, maka hipotesis alternatif (Ha) diterima yang
artinya pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah di
Kabupaten Bandung.
3.2.5 Teknik Analisa Data
Dalam melakukan pengujian atas hipotesis yang diajukan, penulis
menggunakan uji beda rata-rata 2 sampel berpasangan. Tujuannya adalah
Page 54
54
untuk mengetahui apakah pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap
penerimaan pajak pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kab.
Bandung yaitu dengan cara membandingkan penerimaan pajak sebelum
dilakukan pemeriksaan dengan sesudah dilakukan pemeriksaaan. Uji rata-
rata dua sampel berpasangan sendiri terbagi menjadi 2 jenis, yaitu jenis
parametrik dan jenis nonparametrik. Menurut kamus statistika, metode
parametrik merupakan prosedur pengujian hipotesis tentang parameter
dalam populasi yang menguraikan secara spesifik bentuk distribusi data,
biasanya distribusi normal (Everitt, 2006;293).
3.2.5.1 Uji Normalitas Data
Sesuai dengan defenisi statistika parametrik yang disebutkan
sebelumnya, maka untuk memutuskan apakah memilih statistika
parametrik atau statistika nonparametrik, terlebih dahulu dilakukan uji
normalitas data. Pada penelitian ini normalitas data diuji menggunakan uji
satu sampel Kolmogorov-Smirnov, karena merupakan aplikasi uji
normalitas yang tersedia pada paket program SPSS.
Menurut Singgih Santoso (2002;393), dasar pengambilan keputusan pada
uji Kolmogorov-Smirnov dapat dilakukan berdasarkan nilai probabilitas
(significance), yaitu:
Jika nilai probabilitas > 0,05 maka distribusi dari data adalah normal.
Jika nilai probabilitas 0,05 maka distribusi dari data tidak normal
Pengujian normalitas data juga dapat dilakukan secara visual yaitu melalui
grafik normal probability plots (Singgih Santoso 2002;322) dengan dasar
pengambilan keputusan sebagai berikut:
Page 55
55
Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal, maka dapat disimpulkan bahwa data memenuhi
asumsi normalitas.
Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti
arah garis diagonal, maka dapat disimpulkan bahwa data tidak
memenuhi asumsi normalitas.
3.2.5.2 Uji t 2 Sampel berpasangan
Apabila hasil uji normalitas menyimpulkan data berdistribusi
normal, maka untuk menguji pengaruh pemeriksaan pajak terhadap
penerimaan pajak pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kab.
Bandung digunakan uji t dua sampel berpasangan dengan rumus sebagai
berikut.
/D
Dt
S n
D
Dn
SD = 1
)( 2
2
n
n
DD
D = Rata-rata perbedaan (mean difference)
SD = Deviasi standar (standar deviation)
(Cooper & Schindler, 2006:514)
Kriteria pengujiannya adalah :
Tolak Ho jika t > t dimana t1- didapat dari daftar distribusi t dengan dk
= (n-1) dan peluang (1- )
Atau tolak Ho jika nilai probabilitas (nilai-p) < 0,05
Page 56
56
3.2.5.2 Wilcoxon Signed Rank Test
Apabila dari hasil uji normalitas diperoleh kesimpulan data tidak
berdistribusi normal maka untuk menguji pengaruh pemeriksaan pajak
terhadap penerimaan pajak pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan Kab. Bandung digunakan uji Wilcoxon signed rank test dengan
rumus sebagai berikut.
T
T
Tz
Keterangan:
T = jumlah rank dengan tanda paling kecil
( 1)
4T
n n
dan
1 2 1
24T
n n n
n= jumlah observasi (sampel)
(Cooper & Schindler, 2006:664)
Kriteria pengujiannya adalah :
Tolak Ho jika z > z
Atau tolak Ho jika nilai probabilitas (nilai-p) < 0,05
3.2.6 Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data dan
hasil dari pengujian hipotesis sesuai dengan kriteia-kriteria yang telah
disebutkan di atas.serta didukung oleh teori-teori yang berkaitan dengan
masalah-masalah yang diteliti.
Page 57
57
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah pemeriksaan pajak
berpengaruh terhadap penerimaan pajak pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan Kabupaten Bandung. Penelitian ini dirancang menggunakan event study
dengan periode pengamatan 1 tahun sebelum dan 1 tahun sesudah pemeriksaan
pajak. Unit analisis pada penelitian ini adalah Restoran atau Rumah Makan yang
pernah dilakukan pemeriksaan pajak di Kabupaten Bandung, yaitu diperoleh
sebanyak 18 Restoran atau Rumah Makan yang pernah diperiksa. Sebelum diuji
pengaruh pemeriksaan pajak terhadap besarnya penerimaan pajak, terlebih dahulu
disajikan gambaran data penerimaan pajak sebelum dan sesudah dilakukan
pemeriksaan pajak.
4.1.1 Penerimaan Pajak Sebelum Pemeriksaan
Besarnya penerimaan pajak sebelum dilakukan pemeriksaan oleh Dinas
Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung dapat dilihat pada
tabel berikut.
Page 58
58
Tabel 4.1
Besarnya Penerimaan Pajak Sebelum Pemeriksaan
No Nama WP 1 Tahun Sebelum Pemeriksaan
Omzet Ketetapan
UPTD SOREANG
1 RM.Kampung Sawah Rp 7,000,000 Rp 700,000
2 Restoran Sindang Reret Rp 51,000,000 Rp 5,100,000
3 Restoran Kampung Pago Rp 21,000,000 Rp 2,100,000
4 RM.Sate Cantilan Rp 2,000,000 Rp 200,000
5 WB.Mang H.Donald Rp 2,000,000 Rp 200,000
UPTD BANJARAN
1 RM.Riung Panyaungan Rp 22,000,000 Rp 2,200,000
2 RM.Pondok Mana Rp 2,000,000 Rp 200,000
3 RM.Bugel Rp 2,000,000 Rp 200,000
4 Restoran Citere Rp 2,000,000 Rp 200,000
UPTD BALEENDAH
1 Dunkin Donuts Rp 16,000,000 Rp 1,600,000
2 Pizza Hut Rp 350,000,000 Rp 35,000,000
3 RM.Sate Cilampeni Rp 2,500,000 Rp 250,000
UPTD Cileunyi
1 RM.Ponyo Rp 29,000,000 Rp 2,900,000
2 Café Valley Bisyro Rp 750,000,000 Rp 75,000,000
3 Sierro café Rp 115,000,000 Rp 11,500,000
4 Stone café Rp 62,000,000 Rp 6,200,000
5 Liwet Asep Stroberry Rp 3,000,000 Rp 300,000
6 RM.Sukahati Rp 3,000,000 Rp 300,000
Jumlah Rp 1,441,500,000 Rp 144,150,000
Sumber: Bidang Pendapatan DPPK Kab. Bandung TA.2010/2011
Pada tabel diatas dapat dilihat jumlah omzet yang dilaporkan ke-18 rumah
makan tersebut sebelum dilakukan pemeriksaan pajak sebesar Rp 1,441,500,000.
Dengan demikian jumlah ketetapan pajak yang diterima Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung sebelum dilakukan pemeriksaan
pajak hanya sebesar Rp 144,150,000.
Page 59
59
4.1.2 Penerimaan Pajak Sesudah Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan pajak bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Berikut gambaran data penerimaan pajak
restoran pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung
setelah dilakukan pemeriksaan pajak.
Tabel 4.2
Besarnya Penerimaan Pajak Sesudah Pemeriksaan
No Nama WP 1 Tahun Sesudah Pemeriksaan
Omzet Ketetapan
UPTD SOREANG
1 RM.Kampung Sawah Rp 47,000,000 Rp 4,700,000
2 Restoran Sindang Reret Rp 75,100,000 Rp 7,510,000
3 Restoran Kampung Pago Rp 23,000,000 Rp 2,300,000
4 RM.Sate Cantilan Rp 10,000,000 Rp 1,000,000
5 WB.Mang H.Donald Rp 6,000,000 Rp 600,000
UPTD BANJARAN
1 RM.Riung Panyaungan Rp 45,000,000 Rp 4,500,000
2 RM.Pondok Mana Rp 5,000,000 Rp 500,000
3 RM.Bugel Rp 3,000,000 Rp 300,000
4 Restoran Citere Rp 3,000,000 Rp 300,000
UPTD BALEENDAH
1 Dunkin Donuts Rp 18,500,000 Rp 1,850,000
2 Pizza Hut Rp 480,000,000 Rp 48,000,000
3 RM.Sate Cilampeni Rp 5,000,000 Rp 500,000
UPTD Cileunyi
1 RM.Ponyo Rp 33,000,000 Rp 3,300,000
2 Café Valley Bisyro Rp 810,000,000 Rp 81,000,000
3 Sierro café Rp 210,000,000 Rp 21,000,000
4 Stone café Rp 95,000,000 Rp 9,500,000
5 Liwet Asep Stroberry Rp 37,500,000 Rp 3,750,000
6 RM.Sukahati Rp 4,000,000 Rp 400,000
Jumlah Rp 1,910,100,000 Rp 191,010,000
Sumber: Bidang Pendapatan DPPK Kab. Bandung TA.2010/2011
Pada tabel diatas dapat dilihat jumlah omzet yang dilaporkan ke-18 rumah
makan tersebut setelah dilakukan pemeriksaan pajak sebesar Rp 1,910,100,000.
Page 60
60
Dengan demikian jumlah ketetapan pajak yang diterima Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung setelah dilakukan pemeriksaan pajak
sebesar Rp 191,010,000 atau meningkat sebesar 32,51% dari sebelum dilakukan
pemeriksaan pajak.
4.1.3 Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak
Setelah diuraikan gambaran penerimaan pajak sebelum 1 tahun sebelum
dilakukan pemeriksaan dan 1 tahun sesudah dilakukan pemeriksaan pajak,
selanjutnya akan diuji apakah pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap
penerimaan pajak. Pengujian dilakukan menggunakan uji dua sampel
berpasangan, karena data yang diuji merupakan data dua periode pada wajib pajak
yang sama. Hipotesis penelitian yang akan diuji dituangkan kedalam hipotesis
statistik sebagai berikut.
Ho: 1 = 2 Tidak terdapat pengaruh pemeriksaan pajak terhadap penerimaan
pajak restoran di Kabupaten Bandung.
Ha: 1 ≠ 2 Terdapat pengaruh pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak
restoran di Kabupaten Bandung.
4.1.3.1 Uji Normalitas
Sebelum hipotesis tersebut diuji terlebih dahulu dilakukan uji normalitas
data untuk menentukan jenis uji yang digunakan apakah uji parametrik atau
nonparametrik. Apabila data berdistirbusi normal maka digunakan uji t dua
sampel berpasangan untuk menguji perbedaan besarnya penerimaan pajak
sebelum pemeriksaan dan sesudah pemeriksaan pajak. Sebaliknya apabila data
tidak berdistribusi normal digunakan uji Wilcoxon signed rank test untuk menguji
Page 61
61
perbedaan besarnya penerimaan pajak sebelum pemeriksaan dan sesudah
pemeriksaan pajak.
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas Data
Berdasarkan hasil uji normalitas (Kolmogorov-Smirnov) diketahui
bahwa data besarnya penerimaam pajak sebelum pemeriksaan maupun sesudah
pemeriksaan pajak, keduanya tidak berdistribusi normal. Hal ini terlihat dari nilai
signifikansi kedua data yang diuji lebih kecil dari 0,05 (yaitu 0,014 dan 0,022).
Sejalan dengan hasil uji Kolmogorov-Smirnov, secara visual juga menunjukkan
bahwa data kedua variabel tidak terdistribusi secara normal. Hal ini terlihat dari
normal probability plot, dimana titik-titik data menyebar jauh dari disekitar garis
diagonal.
One-Sam ple Kolm ogor ov-Sm irnov Tes t
18 18
8008333.3333 10611666.67
18650739.22 21009690.55
.372 .354
.372 .354
-.338 -.312
1.578 1.504
.014 .022
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parameters a,b
Absolute
Positive
Negative
Most Extreme
Dif ferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Sebelum.
Pemeriksaan
Sesudah.
Pemeriksaan
Test dis tribution is Normal.a.
Calculated f rom data.b.
Page 62
62
Gambar 4.1
Grafik Probability Plot Penerimaan Pajak Sebelum Pemeriksaan
Gambar 4.2
Grafik Probability Plot Penerimaan Pajak Sesudah Pemeriksaan
Observed Cum Prob
1.00.80.60.40.20.0
Exp
ecte
d C
um P
rob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Normal P-P Plot of Sebelum.Pemeriksaan
Observed Cum Prob
1.00.80.60.40.20.0
Exp
ecte
d C
um P
rob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Normal P-P Plot of Sesudah.Pemeriksaan
Page 63
63
4.1.3.2 Wilcoxon Signed Rank Test
Sesuai dengan hasil uji normalitas data, maka untuk menguji perbedaan
penerimaan pajak sebelum pemeriksaan dan sesudah pemeriksaan pajak dilakukan
menggunakan uji nonparametrik, yaitu Wilcoxon signed rank test. Berikut data
penerimaan pajak sebelum dan sesudah pemeriksaan pajak.
Tabel 4.4
Data Penerimaan Pajak Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan Pajak
No Nama WP Penerimaan Pajak
Sebelum Sesudah
UPTD SOREANG
1 RM.Kampung Sawah Rp 700,000 Rp 4,700,000
2 Restoran Sindang Reret Rp 5,100,000 Rp 7,510,000
3 Restoran Kampung Pago Rp 2,100,000 Rp 2,300,000
4 RM.Sate Cantilan Rp 200,000 Rp 1,000,000
5 WB.Mang H.Donald Rp 200,000 Rp 600,000
UPTD BANJARAN
1 RM.Riung Panyaungan Rp 2,200,000 Rp 4,500,000
2 RM.Pondok Mana Rp 200,000 Rp 500,000
3 RM.Bugel Rp 200,000 Rp 300,000
4 Restoran Citere Rp 200,000 Rp 300,000
UPTD BALEENDAH
1 Dunkin Donuts Rp 1,600,000 Rp 1,850,000
2 Pizza Hut Rp 35,000,000 Rp 48,000,000
3 RM.Sate Cilampeni Rp 250,000 Rp 500,000
UPTD Cileunyi
1 RM.Ponyo Rp 2,900,000 Rp 3,300,000
2 Café Valley Bisyro Rp 75,000,000 Rp 81,000,000
3 Sierro café Rp 11,500,000 Rp 21,000,000
4 Stone café Rp 6,200,000 Rp 9,500,000
5 Liwet Asep Stroberry Rp 300,000 Rp 3,750,000
6 RM.Sukahati Rp 300,000 Rp 400,000
Jumlah Rp 144,150,000 Rp 191,010,000
Pada tabel 4.4 dapat dilihat jumlah penerimaan pajak sebelum
dilakukan pemeriksaan pajak sebesar Rp 144,150,000 dan sesudah dilakukan
pemeriksaan pajak meningkat menjadi Rp 191,010,000. Artinya setelah dilakukan
Page 64
64
pemeriksaan pajak, penerimaan pajak restoran di Kabupaten Bandung meningkat
sebesar Rp 46,860,000. Selanjutnya data yang terdapat pada tabel 4.4 diolah
menggunakan Wilcoxon signed rank test dan dari hasil pengolahan diperoleh hasil
sebagai berikut.
Tabel 4.5
Hasil Wilcoxon Signed Rank Test Data Penerimaan Pajak Restoran Sebelum dan
Sesudah Pemeriksaan Pajak
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan software SPSS seperti
yang terdapat pada tabel 4.5 diatas dapat dilihat nilai Z sebesar -3,726 dengan
nilai signifikansi 0,000. Selanjutnya nilai Z yang diperoleh dibandingkan dengan
nilai Zttabel, pada derajat kekeliruan 5% diperoleh nilai Z pada pengujian dua arah
sebesar 1,96. Karena nilai absolut Zhitung (3,726) lebih besar dari Ztabel (1,96) maka
pada tingkat kekeliruan 5% diputuskan untuk menolak Ho dan menerima Ha,
sehingga dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan
pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak restoran di Kabupaten Bandung.
Setelah dilakukannya pemeriksaan pajak, penerimaan pajak restoran di Kabupaten
Bandung meningkat sebesar Rp 46,860,000. Artinya pemeriksaan pajak yang
dilakukan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung
terhadap restoran efektif dalam meningkatkan penerimaan pajak restoran.
Test Statis ticsb
-3.726a
.000
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Sebelum.Pemeriksaan -
Sesudah.Pemeriksaan
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Page 65
65
4.2 Pembahasan
Sesuai dengan tujuan dilaksanakannya pemeriksaan pajak, yaitu untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maka Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung melakukan serangkaian pemeriksaan
pajak restoran yang terdapat di Kabupaten Bandung. Berdasarkan data yang
diperoleh dari bidang pendapatan DPPK Kabupaten Bandung tahun anggaran
2010/2011 ditemukan bahwa penerimaan pajak restoran di Kabupaten Bandung
naik sebesar Rp 46,860,000 setelah dilakukannya pemeriksaan pajak atau
meningkat sebesar 32,51% dari sebelum dilakukan pemeriksaan pajak. Artinya
pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan Kabupaten Bandung terhadap restoran efektif dalam meningkatkan
penerimaan pajak restoran.
Hasil penelitian ini menjawab masalah atau fenomena yang telah di bahas
pada Bab I, dimana pemeriksaan pajak daerah yang dilakukan oleh Dinas
Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kab. Bandung berpengaruh terhadap
penerimaan pajak daerah Kab. Bandung. Dalam hal ini pemeriksaan pajak daerah
dapat menjadi solusi yang efektif untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah
khususnya pajak restoran yang disebabkan oleh pemekaran daerah Kab. Bandung
pada tahun 2007 lalu.
Berdasarkan hasil pengujian terbukti bahwa pemeriksaan pajak
berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Kabupaten Bandung. Hal ini
ditunjukkan oleh hasil Wilcoxon signed rank test yang signifikan pada tingkat
Page 66
66
kekeliruan 5%. Dengan demikian pelaksanaan pemeriksaan pajak terbukti mampu
meningkatkan penerimaan pajak restoran di Kabupaten Bandung.
Maka hasil penelitian ini telah sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh
Gupta dalam Audit Selection Strategy for Improving Tax Compliance –
Application of Data Mining Techniques, bahwa “pemeriksaan (pajak) adalah
eksplorasi rinci ke dalam kegiatan wajib pajak untuk menentukan apakah ia telah
menyatakan dengan benar kewajiban perpajakannya. Pemeriksaan secara tidak
langsung mendorong kepatuhan sukarela dan langsung menghasilkan penerimaan
pajak tambahan, yang keduanya membantu instansi pajak untuk mengurangi
'kesenjangan pajak' antara pajak yang terhutang dan pajak yang diterima.
Pemeriksaan memiliki peran penting dalam administrasi pajak dan mencapai
tujuan pendapatan, memastikan kesehatan fiskal negara dan memastikan tingkat
bidang permain untuk Wajib Pajak yang jujur”.
Peran penting dari pemeriksaan ini telah diatur dalam Undang-Undang No.
18 Tahun 1997 pasal 35 yang mengatakan bahwa pemerintah daerah berwenang
melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah. Dari hasil penelitian ini telah ditunjukkan bahwa pemerintah
daerah telah melaksanakan peraturan tersebut dengan baik, karena pemeriksaan
tidak hanya meningkatkan kepatuhan wajib pajak tapi juga telah meningkatkan
penerimaan pajak daerah Kab. Bandung yang sempat menurun.
Page 67
67
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh pemeriksaan pajak terhadap
penerimaan pajak pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten
Bandung dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut.
5.1 Kesimpulan
Jumlah ketetapan pajak yang diterima Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Bandung setelah dilakukan pemeriksaan pajak naik sebesar Rp
46,860,000 atau meningkat sebesar 32,51% dari sebelum dilakukan pemeriksaan
pajak. Artinya pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Bandung terhadap restoran efektif dalam meningkatkan penerimaan
pajak. Melalui hasil pengujian terbukti bahwa pemeriksaan pajak berpengaruh
terhadap penerimaan pajak restoran di kabupaten Bandung. Dengan dilakukannya
pemeriksaan pajak terbukti mampu meningkatkan penerimaan pajak restoran di
Kabupaten Bandung.
5.2 Saran
5.2.1 Saran bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang harus
diperhatikan dalam menginterpretasikan kesimpulan hasil analisis di atas.
Oleh karena itu, berdasarkan keterbatasan penelitian yang ada, saran untuk
penelitian selanjutnya antara lain:
Page 68
68
1. Penelitian ini hanya menggunakan data sekunder yang berasal dari laporan
penerimaan pajak tahunan untuk mengukur variabel independen. Pada
penelitian selanjutnya diharapkan peneliti tidak hanya menggunakan data
sekunder yang berasal dari laporan penerimaan pajak tahunan, namun juga
menggunakan kuisioner untuk mengukur nilai variabel independen yang
digunakan dalam model penelitian yang dikembangkan. Penggunaan
kuisioner diharapkan akan lebih mampu memberikan ketepatan pengaruh
variabel independen terhadap penerimaan pajak daerah.
2. Penelitian ini hanya menggunakan periode pengamatan 1 (satu) tahun
sebelum dan 1 (satu) tahun sesudah pemeriksaan karena keterbatasan data
yang didapat. Peneliti selanjutnya disarankan untuk dapat menambah
periode pengamatan agar jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian
menjadi lebih besar dan mampu mempresntasikan populasi yang
digunakan dalam penelitian.
3. Penelitian ini hanya menggunakan 18 sampel dikarenakan keterbatasan
waktu penelitian. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian terhadap
lebih dari 50% jumlah populasi wajib pajak restoran yang telah diperiksa,
agar hasil penelitian dapat mencerminkan kondisi yang ada.
5.2.2 Saran bagi pemerintah Kabupaten Bandung
Penelitian ini bisa dijadikan informasi bahwa pemeriksaan menjadi salah
satu factor yang efektif untuk meningkatkan penerimaan daerah. Maka pemerintah
seharusnya melakukan pemeriksaan rutin pada setiap sektor pajak, agar pajak
Page 69
69
yang diterima sesuai dengan seharusnya seiring dengan perkembangan objek
pajak di setiap tahunnya.
Page 70
70
DAFTAR PUSTAKA
B. S. Everitt. 2006. The Cambridge Dictionary of Statistics. Third Edition,
Cambridge University Press
Cooper, D. R, & Schindler, P. S. 2006. Business Research Methods.(9th
ed.).
International edition. Mc Graw Hill.
Dr. Salip, Msc, Akt. dan Tendy Wato, SE. 2006. Pengaruh Pemeriksaan Pajak
Terhadap Penerimaan Pajak Studi Kasus: di KPP Jakarta Kebon Jeruk.
Jurnal Keuangan Publik vol.4 : 61 -81.
Gunadai. 2005. Fungsi Pemeriksaan Terhadap kepatuhan Pajak (Tax
Compliance). Jurnal Perpajakan Indonesia Vol 4 : 4-9.
Gunadi, dkk. 2005. Perpajakan, buku 1. Jakarta: yayasan pendidikan dan
pengkajian perpajakan
Manish Gupta
and Vishnuprasad Nagadevara. Audit Selection Strategy for
Improving Tax Compliance – Application of Data Mining Techniques.
Foundations of E-government.
Marihot P. Siahaan. 2010. Pajak daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: Rajawali
Pers.
Mardiasmo, Prof., Dr., MBA., Ak. 2009. Perpajakan. Yogyakarta : Andi.
M.J.H. Smeets, Prof., Dr. 1951. De Economische Betekenis der Belastingen.
Rizqie Isnaeni, Muhammad. 2011. Pengaruh Pemeriksaan Pajak Daerah
Terhadap Pencapaian Target Penerimaan Pajak Daerah Kota Bandung.
Skripsi. Bandung : Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Padjadjaran, tidak dipublikasikan.
Page 71
71
Rochmat Soemitro, Prof., H., S.H. 1974. Pajak dan Pembangunan. Bandung: PT
Eresco.
Santoso, Singgih. 2002 Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.
Sidik, Machfud. 2002. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Sebagai
Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal (Antara Teori dan Aplikasinya di
Indonesia). Seminar “Setahun Implementasi Kebijaksanaan Otonomi
Daerah di Indonesia”. Jogyakarta
Shadani, Djazoeli. 1995. Lokakarya Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. Jakarta:
Sasono
Soeparman Soemahamidjaja, Dr. 1964. Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong.
Bandung: Universitas Padjadjaran.
Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 Tentang Tata Cara
Pemeriksaan dibidang Pajak Daerah.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.