1 BAB I PNDAHULUAN A. Latar Belakang Sangat luar biasa perpolitikan di Indonesia, ketika dihadapkan pada persoalan kepemimpinan. Sejak berdirinya republik tahun 1945 sampai saat ini, terhitung lamanya kemerdekaan sudah mencapai 67 tahun, bila dirata-ratakan periodisasi pemerintahan selam lima tahun, maka menurut logika sehat akan terjadi suksesi kepemimpinan dengan melahirkan minimalnya 13 presiden. Namun pada kenyataannya sungguh sangat ironis, selama kurun waktu 52 tahun bangsa yang besar ini hanya dipimpin oleh 2 orang presiden. Presiden yang pertama medapat julukan the founding father dengan memimpin bangsa selama 20 tahun dan presiden kedua yang mendapat anugran bapak pembangunan yang memimpin bangsa selama 32 tahun. Sisa periodisasi kepemimpinan nasional selama 3 tahun terakhir dilakukan tiga kali kepemimpinan, dengan melahirkan 3 orang presiden : B.J.Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, dan terakhir Susilo Bambang Yudhoyono (yang sekarang masih menjabat dalam masa jabatan yang kedua). Awal dari kesadaran akan pentingnya berdemokrasi dalam kenegaraan telah dimulai semenjak tumbangnya rezim orde baru dengan diteruskan oleh seorang pemimpin yang genius yaitu B.J Habibie, dengan membuka kran demokrasi dan membawa panji-panji kebebasan untuk mengekspersikan pendapat bagi setiap warga bangsa. Gerbang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PNDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sangat luar biasa perpolitikan di Indonesia, ketika dihadapkan pada persoalan
kepemimpinan. Sejak berdirinya republik tahun 1945 sampai saat ini, terhitung lamanya
kemerdekaan sudah mencapai 67 tahun, bila dirata-ratakan periodisasi pemerintahan
selam lima tahun, maka menurut logika sehat akan terjadi suksesi kepemimpinan dengan
melahirkan minimalnya 13 presiden. Namun pada kenyataannya sungguh sangat ironis,
selama kurun waktu 52 tahun bangsa yang besar ini hanya dipimpin oleh 2 orang
presiden. Presiden yang pertama medapat julukan the founding father dengan
memimpin bangsa selama 20 tahun dan presiden kedua yang mendapat anugran bapak
pembangunan yang memimpin bangsa selama 32 tahun. Sisa periodisasi kepemimpinan
nasional selama 3 tahun terakhir dilakukan tiga kali kepemimpinan, dengan melahirkan 3
orang presiden : B.J.Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, dan
terakhir Susilo Bambang Yudhoyono (yang sekarang masih menjabat dalam masa jabatan
yang kedua).
Awal dari kesadaran akan pentingnya berdemokrasi dalam kenegaraan telah dimulai
semenjak tumbangnya rezim orde baru dengan diteruskan oleh seorang pemimpin yang
genius yaitu B.J Habibie, dengan membuka kran demokrasi dan membawa panji-panji
kebebasan untuk mengekspersikan pendapat bagi setiap warga bangsa. Gerbang
2
demokratisasi dalam beberapa aspek kehidupan bangsa diperkuat lagi ketika
Abudrrahman Wahid alias Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI keempat setelah
Habibie. Gus Dur selalu membuka wacana demokrasi dalam berbagai momentum yang
secara edukatif berimplikasi pada penyadaran akan hak sebagai warga bangsa. Namun
demikian, perlu mendapat catatan khusus bahwa masa pemerintahan Gus Dur
merupakan sebuah masa transisi demokrasi di Indonesia, karena pada saat inilah transfer
kehidupan kenegaraan yang dulu dikungkung oleh pemerintahan otoriter ke kehidupan
yang relatif demokratis.
kemampuan Gus Dur untuk mengelola sebuah negara dengan mengedepankan
panji demokrasi, akhirnya kandas juga ketika beliau itu terjebak dalam persoalan skandal
bulog gate sebesar 40 milyar rupiah dan brunai gate sebesar 2 juta US dollar. Skandal itu
sesungguhnya lebih dipicu oleh adanya “tim pembisik” presiden yang selalu mencari
keuntungan material dibalik otoritas yang dimiliki sang presiden. Tumbangnya Gus Dur
itu, kemudian digantikan oleh wakilnya yaitu Megawati Soekarnoputri. Kepemimpinan
Megawati lebih memuluskan jalannya proses demokratisasi yang telah dirintis oleh dua
orang peresiden sebelumnya –Habiebie dan Gus Dur. Megawati telah mampu melakukan
pengawalan terhadap suksesnya Pemilu Presiden secara langsung oleh rakyat Indonesia
yang pertama kalinya sejak republik ini berdiri. Namun dibalik susksesnya
menghantarkan masa transisi demokrasi, Mega tidak mampu untuk bertahan sebagai
Presiden pada Pemilu Presiden secara langsung. Hal ini bukan saja karena sikap Mega
yang selama ini apatis dalam merespon fenomena kebangsaan yang ada, akan tetapi
3
karena ulah para pembantunya yang seringkali menodai nilai demokrasi yang tengah
disemaikan.
Pasangan Susilo Bambang Yudhoyoo (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) akhirnya keluar
sebagai pemenang dan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden untuk masa bakti
2004 – 2009 dalam pemilu secara langsung pada tahun 2004. Dalam gebrakan awalnya,
SBY mencanangkan program 100 hari masa pemerintahan, sebagai point awal untuk
melaksanakan program pemerintahannya ke depan. Pencanangan 100 hari
pemerintahan SBY mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat, ada yang
menanggapi positif, begitupun negatife.
4
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pemerintah memperoleh jabatannya dari masa ke masa?
Bagaimana pemerintah melaksanakan kekuasaannya ?
C. Tujuan
Mengetahui proses bagaimana pemerintah mendapat kekuasaan
Mengetahui sepak terjang para pemimpin
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kekuasaan Pemerintahan Negara
Presiden Republik Indonesia memegang pemerintahan menurut UUD
1945 dan dalam melaksanakan kewajibannya, presiden dibantu oleh seorang
wakil presiden. Dalam sistem politik Indonesia, Presiden adalah Kepala Negara
sekaligus Kepala Pemerintahan yang kedudukannya sejajar dengan lembaga
tinggi negara lainnya. Presiden juga berkedudukan selaku mandataris MPR, yang
berkewajiban menjalankan Garis-garis Besar Haluan Negara yang ditetapkan
MPR. Presiden mengangkat menteri-menteri dan kepala lembaga non
departemen (TNI/Polri/Jaksa Agung) setingkat menteri untuk membantu
pelaksanaan tugasnya. Dalam UUD 1945 (versi sebelum amandemen) disebutkan
bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara yang
terbanyak. Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama masa lima
tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali.
1. Pemilihan Penguasa Pemerintahan Negara
Setelah Indonesia merdeka, pemilihan presiden dan wakil presiden
ditetapkan oleh PPKI, karena meskipun tata cara pemilihan presiden sudah ada
6
dalam UUD 1945 tetapi pada saat itu belum ada badan-badan kelembagaan
seperti MPR dan DPR, maka untuk sementara yang menjalankan fungsi MPR
dan DPR adalah KNIP sebagai pembantu presiden.
Soekarno adalah persiden Indonesia pertama. Beliau memiliki peran dan
andil untuk kemerdekaan Indonesia. Jiwa nasionalsnya telah mengakar pada
dirinya. 4 Juli 1927, Soekano mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia)
dengan tujuan Indonesia Merdeka. Ia selalu bisa membangkitkan nasionalisme
rakyat dengan pidatonya yang penuh semangat, keyakinan akan kemerdekaan
Indonesia.
Jiwa kepemimpinan telah tertanam di jiwanya dengan menjadi ketua
PPKI. Pada kesempatan sidang terakhir PPKI, 1 Juni 1945, Ir. Soekarno
mengucapkan pidato mengenai dasar filsafat Negara Indonesia merdeka. Pidato
itu berisi pokok-pokok pikiran yang terdiri atas 5 pokok atau dasar. Maka atas
saran seorang ahli bahasa, 5 dasar itu oleh Ir. Soekarno dinamakan “pancasila”.
Seoharto dipilih sebagai presiden dalam siding PPKI pertama tanggal 18 Agustus
1945, dengan Wakilnya Moh. Hatta.
Dalam UUD 1945 sebelum amandemen, pasal 7 berbunyi “Presiden dan
wakil presiden memegang jabatannya selama lima tahun, dan sesudahnya dapat
dipilih kembali” Dalam pasal ini tidak ada batasan sampai kapan seorang
presiden memiliki masa jabatan, maka tidak heran jika pemerintahan Soekarno
bisa bertahan selama 20 tahun lamanya (4 kali masa jabatan). Begitupun dimasa
Soeharto, yang masa jabatannya justru lebih lama yaitu 32 tahun. saat itu MPR-
7
lah yang memilih Presiden dan wakil presiden dengan suara yang terbanyak
(terdapat dalam UUD 1945 sebelum amandemen pasal 6(2) ), tetapi bukan suara
dari rakyat, karena menurut pasal 1 UUD 1945 sebelum amandemen “kedaulatan
ada di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” . jadi jelaslah, disini
meskipun rakyat yang berdaulat, tapi yang memiliki kedaulatan itu sendiri
sebenarnya adalah MPR.
Sebelum menjadi persiden, Soeharto adalah pemimpin militer pada masa
pendudukan Jepang dan Belanda. Namanya mengharum setelah peristiwa
penumpasan G30S yang ia pimpin. Soeharto menyatakan bahwa PKI-lah yang
bertanggung jawab atas peristiwa yang memakan korban para jenderal. Pada
tanggal 11 Maret 1965, keluarlah surat perintah dari Presiden yang ditujukan
kepada Jenderal Soeharto untuk mengamankan keadaan yang sedang kacau pada
saat itu. Adapun salah satu isi dari SUPERSEMAR memerintahakan :
“Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu, untuk terjaminnya keamanan
dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi,
serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan pimpinan
Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS.
Demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan
melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi”1
SUPERSEMAR inilah jalan Soeharto dalam mencapai kursi kepresidenan.
Supersemar ini dianggap sebagai penyerahan kekuasaan mutlak dari Soekarno
8
kepada Soeharto, maka dari itu pada tanggal 20 Juni – 6 Juli 1966, MPRS
sebagai lembaga tertinggi Negara mengadakan sidang umum IV di Jakarta.
Untuk mempertahankah kekuasaannya, Pak Harto menunjuk para anggota
MPR khusus untuk utusan daerah dan utusan golongan, yaitu para Gubernur
Kepala Daerah Tingkat 1 para Panglima Komando Daerah Militer, para Rektor
Perguruan Tinggi Negeri, para Menteri Kabinet, para Istrei dan Anak Menteri
untuk duduk di lembaga konstitutif ini (yang sudah barang tentu dekat dengan
beliau) sehingga setiap pemilihan umum beliau diangkat menjadi presiden
dengan kebulatan tekad.2
Dalam beberapa kali pemilihan umun Pak Harto dipertahankan menjadi
presiden yaitu dengan ketetapan sebagai berikut :
1. Tap MPR No IX/MPR/1973 Hasil Pemilu 1971
2. Tap MPR No X/MPR/1978 Hasil Pemilu 1977
3. Tap MPR No VI/MPR/1983 Hasil Pemilu 1982
4. Tap MPR No. V/MPR/1988 Hasil Pemilu 1987
5. Tap MPR No IV/MPR/1933 Hasil Pemilu 1922
Pengangkatan Habibie sebagai Presiden untuk menggantikan Soeharto
memiliki dasar konstitusi, yaitu pada pasal 8 UUD 1945 yang berbunyi : “Jika
presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam
masa jabatannya, ia diganti oleh wakil presiden sampai habis waktunya” maka
9
dari itulah Habibie disebut sebadai pewaris orde lama, karena saat itu beliau
menjabat sebagai Wakil Presiden.
Menurut Drs.H.Inu Kencana Syafiie, M.Si dan Azhari, SSTP.,M.Si dalam
buku Sistem Politik Indonesia menyatakan bahwa Wakil Presiden
Prof.Dr.Ing.Bachruddin Jusuf Habibie menggantikan Pak Harto dengan
mengucapkan sumpah di Istana Merdeka Jakarta, karena tidak mungkin
melangsungkannya di Gedung rakyat MPR RI yang sedang diduduki mahasiswa.
Berbagai kontroversi muncul akan pengambilan sumpah tersebut, ada yang
mengatakan konstitusional da nada pula yang mengatakan inkonstitusional. Hal
ini adalah karena sebagai berikut :
1. Habibie mengambil sumpah tidak disaksikan oleh seluruh anggota MPR/DPR
RI, lalu Pak Harto tidak sedang mendapat halangan sesuai Pasal 8 UUD 1945,
tetapi dihujat oleh orang banyak dan diminta untuk turun kursi.
2. Bila dilangsungkan pengambilan pengambilan sumpah tersebut di Gedung
MPR hal tersebut akan beresiko tinggi oleh maraknya demonstrasi dan
bukankah anggota MPR yang ada di Senayan adalah buatan Pak Harto sendiri
yang tidak disenangi oleh masyarakat ketika itu.
3. Bila anggota MPR diganti pemilu tidak memungkinkan untuk dilakukan
dalam waktu yang sesingkat mungkin, lagipula berbagai undang-undang
pemilihan Umum selama ini dituding sebagai tidak demokratis.
10
Pasal 8 UUD 1945 ini pun berlaku juga untuk Megawati yang saat itu
menjabat sebagai wakil presiden, beliau diangkat menjadi presiden setelah
pemberhentian kekuasaan Abdurrahman Wahid dalam masa jabatan.
Pada masa pemerintahan Megawati, yaitu pada tanggal 10 November,
2001, pasal- pasal tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara diamandemen
(amandemen ke-3), diantaranya adalah : pasal 6 ayat 1 dan 2, pasal 6A ayat 1, 2,