PENDAHULUAN Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri dan diabetes melitus. Perdarahan masih merupakan trias penyebab kematian maternal terting- gi, di samping preeklampsi/eklampsi dan infeksi. Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum kelahiran. Sebuah kajian deskriptif tentang profil kematian janin dalam rahim di RS Hasan Sadikin, Bandung periode 2000-2002 mendapatkan 168 kasus kematian janin dalam rahim dari 2974 persalinan. Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi oleh karena faktor ibu yaitu ibu de- ngan penyulit kehamilan ruptur uteri dan penyulit medis diabetes melitus. Maka sebab itulah dibuat referat ini untuk membahas lebih lanjut mengenai ruptur uteri, faktor resikonya, etiologinya, bagaimana mendiagnosisnya serta penatalaksanaannya. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENDAHULUAN
Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor
ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri dan diabetes melitus. Perdarahan
masih merupakan trias penyebab kematian maternal tertinggi, di samping
preeklampsi/eklampsi dan infeksi.
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada
kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan
gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti
perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan,
sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum
kelahiran.
Sebuah kajian deskriptif tentang profil kematian janin dalam rahim di RS
Hasan Sadikin, Bandung periode 2000-2002 mendapatkan 168 kasus kematian janin
dalam rahim dari 2974 persalinan. Penyebab kematian janin dalam rahim paling
tinggi oleh karena faktor ibu yaitu ibu dengan penyulit kehamilan ruptur uteri dan pe-
nyulit medis diabetes melitus.
Maka sebab itulah dibuat referat ini untuk membahas lebih lanjut mengenai
ruptur uteri, faktor resikonya, etiologinya, bagaimana mendiagnosisnya serta
penatalaksanaannya.
1
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Ruptur Uteri adalah robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan rongga
peritoneum dapat berhubungan.Yang dimaksud dengan ruptur uteri komplit adalah
keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan langsung antara rongga
amnion dan rongga peritoneum.Peritoneum viserale dan kantong ketuban keduanya
ikut ruptur dengan demikian janin sebagia atau seluruh tubuhnya telah keluar oleh
kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum peritonei atau rongga abdomen.
Pada ruptur uteri inkomplit hubungan kedua rongga tersebut masih dibatasi
oleh peritoneum viserale. Pada keadaan yang demikian janin belum masuk ke dalam
rongga peritoneum. Apabila pada ruptur uteri peritoneum pada permukaan uterus
ikut robek, hal tersebut dinamakan ruptur uteri komplet.
Pada dehisens (regangan) dari parut bekas bedah sesar kantong ketuban juga
belum robek, tetapi jika kantong ketuban ikut robek maka disebut telah terjadi
ruputura uteri pada parut. Dehisens bisa berubah jadi ruputura pada waktu partus atau
akibat manipulasi pada rahim yang berparut, biasanya bekas bedah sesar yang
lalu.Dehisens terjadi perlahan, sedangkan ruptur uteri terjadi secara dramatis.Pada
dehisens perdarahan minimal atau tidak berdarah, sedangkan pada ruptur uteri
perdarahannya banyak yang berasal dari pinggir parut atau robekan baru yang
meluas.
EPIDEMIOLOGI
Terjadinya ruptur uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih
merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwa dan janinnya. Kematian ibu
dan anak akibat ruptur uteri masih tinggi. Sebuah kajian deskriptif tentang profil
kematian janin dalam rahim di RS Hasan Sadikin, Bandung periode 2000-2002
mendapatkan 168 kasus kematian janin dalam rahim dari 2974 persalinan.Penyebab
kematian janin dalam rahim paling tinggi oleh karena faktor ibu yaitu ibu dengan
penyulit kehamilan ruptur uteri dan penyulit medis diabetes melitus.
Lebih lanjut, dilakukan pula evaluasi kasus ruptur uteri di RS Hasan Sadikin
dan 3 rumah sakit jejaringnya pada periode 1999-2003. Hasilnya, insiden kasus
ruptur uteri di RS Hasan Sadikin 0,09% (1 : 1074). Insiden di rumah sakit jejaring
2
sedikit lebih tinggi yaitu 0,1% (1:996). Di RSHS, tidak didapatkan kematian ibu,
sedangkan di 3 rumah sakit jejaring didapatkan sebesar 0,4%. Sebaliknya, kematian
perinatal di RSHS mencapai 90% sedangkan di rumah sakit jejaring 100%. Maka
dari itu dapat disimpulkan, kasus ruptur uteri memberi dampak yang negatif baik
pada kematian ibu maupun bayi.
Ruptur uteri dapat terjadi secara komplet dimana robekan terjadi pada semua
lapisan miometrium termasuk peritoneum dan dalam hal ini umumnya janin sudah
berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati, dan ruptur inkomplet , robekan
rahim secara parsial dan peritoneum masih utuh. Angka kejadian sekitar 0.5%
Ruptur uteri dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma dan dapat terjadi
pada uterus yang utuh atau yang sudah mengalami cacat rahim (pasca miomektomi
atau pasca sectio caesar) serta dapat terjadi dalam pada ibu yang sedang inpartu
(awal persalinan) atau belum inpartu (akhir kehamilan).
Kejadian ruptur uteri yang berhubungan dengan cacat rahim adalah sekitar
40%, ruptur uteri yang berkaitan dengan low segmen caesarean section (insisi
tranversal) adalah kurang dari 1% dan pada classical caesarean section (insisi
longitudinal) kira kira 4% – 7%.
KLASIFIKASI
1. Menurut sebabnya :
a. Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil
i. pembedahan pada miometrium : seksio sesarea atau
histerektomi, histerorafia, miomektomi yang sampai
menembus seluruh ketebalan otot uterus, reseksi pada kornua
uterus atau bagian interstisial, metroplasti.
ii. Trauma uterus koinsidensial : instrumentasi sendok kuret atau
sonde pada penanganann abortus, trauma tumpul atau tajam
seperti pisau atau peluru, ruptur tanpa gejala pada kehamilan
sebelumnya (silent rupture in previous pregnancy).
iii. Kelainan bawaan : kehamilan dalam bagian rahim (born) yang
tidak berkembang
b. Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan
i. sebelum kelahiran anak: his spontan yang kuat dan terus
menerus, pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk
3
merangsang persalinan, trauma luar tumpul atau tajam, versi
luar, pembesaran rahim yang berlebihan misalnya hidramnion
atau kehamilan ganda.
ii. Dalam periode intrapartum : versi-ekstraksi, ekstraksi cunam
yang sukar, ekstraksi bokong, anomali janin yang
menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah rahim,
tekanan kuat pada uterus dalam persalinan, kesulitan dalam
melakukan manual plasenta.
iii. Cacat rahim yang didapat : plasenta inkreta atau perkreta,
3. Riwayat SC dengan jenis “low vertical incision”
14
4. LSCS dengan jahitan uterus satu lapis
5. SC dilakukan kurang dari 2 tahun
6. LSCS pada uterus dengan kelainan kongenital
7. Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan pervaginam
8. Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC
9. Riwayat SC dengan janin makrosomia
10. Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomi
Ibu hamil dengan 1 kriteria diatas akan memiliki resiko 200 kali lebih besar
dibandingkan ibu hamil umumnya.
PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada apakah ruptur uteri pada uterus yang masih utuh
atau pada bekas seksio sesarea atau suatu dehisens. Bila terjadi pada bekas seksio
sesarea atau pada dehisens perdarahan yang terjadi minimal sehingga tidak sampai
menimbulkan kematian maternal dan kematian perinatal. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah kecepatan pasien menerima tindakan bantuan yang tepat dan
cekatan.
Ruptur uteri spontan dalam persalinan pada rahim yang tadinya masih utuh
mengakibatkan robekan yang luas dengan pinggir luka yang tidak rata dan bisa
meluas ke lateral dan mengenai cabang-cabang arteri uterina atau ke dalam
ligamentum latum atau meluas ke atas atau ke vagina disertai perdarahan yang
banyak dengan mortalitas maternal yang tinggi dan kematian yang jauh lebih tinggi.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, Gary et.all, 2005. Obstetri Williams Edisi 21. EGC. Jakarta.
2. Gyamfi C, Juhasz G, Gyamfi P, Blumenfeld Y, Stone JL. Single- versus double-layer uterine incision closure and uterine rupture. J Matern Fetal Neonatal Med. Oct 2006;19(10):639-43.
3. Leveno KJ, Cunningham FG, Norman F. Alexander GJM, Blomm SL, Casey BM.
4. Dashe JS, Shefield JS, Yost NP. In: William Manual of Obstetrics. Edisi 2003.
5. The University of Texas Southwestern Medical Centre at Dallas. 2003
6. Locatelli A, Regalia AL, Ghidini A, et al. Risks of induction of labour in women with a uterine scar from previous low transverse caesarean section. BJOG. Dec 2004;111(12):1394-9.
7. Norwitz, Errol dan Schorge, John, 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi Edisi kedua. Penerbit Erlangga. Jakarta.
8. Prawirohardjo, Sarwono, 2011, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
9. Prawirohardjo, Sarwono, 2011, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
10. Resnik R. High Risk Pregnancy. In: Emedicine journal obstetrics and gynekology. Volume 99. No: 3. Maret 2003.