BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Menurut World Health Organization (WHO), insidens TB pada tahun 2008 adalah 9,4 juta dan 3,6 juta di antaranya menginfeksi wanita. TB merupakan salah satu penyebab terbesar kematian pada wanita, yaitu sekitar 700.000 kematian setiap tahun, dan sepertiga dari kematian tersebut terjadi pada wanita usia subur. Suatu penelitian lain yang dilakukan di UK pada tahun 2008, insidens TB pada kehamilan adalah 4,2 per 100.000 kehamilan. TB pada kehamilan dapat bermanifestasi sebagai TB pulmoner dan TB ekstrapulmoner. Pada 2 penelitian yang dilakukan di UK, 53% dan 77% dari wanita hamil dilaporkan mengalami TB ekstrapulmoner. Indonesia belum mempunyai data prevalensi TB pada perempuan hamil. Di poliklinik tuberkulosis Persatuan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) tahun 2006 dan 2007 terdapat 0,2% perempuan hamil yang mengidap TB. Angka tersebut sebanding dengan prevalensi TB pada masyarakat umum. Untuk itu diasumsikan bahwa penyebaran TB pada perempuan hamil minimal tidak berbeda dengan sebaran di kalangan masyarakat. Oleh karena itu usaha penapisan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Menurut World
Health Organization (WHO), insidens TB pada tahun 2008 adalah 9,4 juta dan 3,6 juta di
antaranya menginfeksi wanita. TB merupakan salah satu penyebab terbesar kematian pada
wanita, yaitu sekitar 700.000 kematian setiap tahun, dan sepertiga dari kematian tersebut terjadi
pada wanita usia subur. Suatu penelitian lain yang dilakukan di UK pada tahun 2008, insidens
TB pada kehamilan adalah 4,2 per 100.000 kehamilan. TB pada kehamilan dapat bermanifestasi
sebagai TB pulmoner dan TB ekstrapulmoner. Pada 2 penelitian yang dilakukan di UK, 53% dan
77% dari wanita hamil dilaporkan mengalami TB ekstrapulmoner.
Indonesia belum mempunyai data prevalensi TB pada perempuan hamil. Di poliklinik
tuberkulosis Persatuan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) tahun 2006 dan 2007
terdapat 0,2% perempuan hamil yang mengidap TB. Angka tersebut sebanding dengan
prevalensi TB pada masyarakat umum. Untuk itu diasumsikan bahwa penyebaran TB pada
perempuan hamil minimal tidak berbeda dengan sebaran di kalangan masyarakat. Oleh karena
itu usaha penapisan seharusnya dapat dilakukan pada populasi perempuan hamil mengingat
risiko yang lebih tinggi yang akan didapat oleh ibu dan janin.
Periode prenatal dengan jadwal pemeriksaan berkala yang telah ditetapkan oleh WHO
memberi kesempatan untuk membantu usaha ini dengan melakukan pemeriksaan dan
pengobatan, terutama pada perempuan hamil yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi penyakit
ini. Pada perempuan hamil TB memberi pengaruh pada kehamilan dan janin terkait dengan
keterlambatan pengobatan. Lebih dari 90% perempuan hamil dengan TB aktif muncul dari
populasi perempuan hamil dengan infeksi tuberkulosis yang tidak diobati.2,10,11 Mortalitas
perinatal pada perempuan hamil yang menderita TB enam kali lebih tinggi jika dibandingkan
kontrol dengan insidens prematuritas dan berat badan lahir rendah meningkat dua kali lipat.
Diagnosis dan pengobatan yang terlambat berhubungan dengan meningkatnya morbiditas ibu
empat kali lebih tinggi.12
Pada masa sebelum ditemukannya kemoterapi, didapatkan kematian sampai 70%
disebabkan oleh TBC pada wanita usia reproduksi. Setelah kemoterapi ditemukan insidens TBC
meningkat kembali, hal ini dikarenakan timbulnya bermacam-macam faktor, salah satunya
infeksi human immunodeficiency viral (HIV).3 TBC pada kehamilan mempunyai gejala klinis
yang serupa dengan TBC perempuan tidak hamil. Diagnosis mungkin ditegakkan terlambat
karena gejala awal yang tidak khas. Keluhan yang sering ditemukan batuk, demam, malaise,
penurunan berat badan dan hemoptisis.3,4
Pemeriksaan penunjang dalam hal ini pemeriksaan uji tuberkulin diikuti oleh foto toraks
merupakan pemeriksaan yang dianjurkan pada kelompok TBC risiko tinggi. Faktor lain yang
berperan adalah pemberian regimen terapi yang tepat. Risiko yang dihadapi oleh ibu dan janin
lebih besar bila tidak mendapatkan pengobatan TBC dibandingkan risiko pengobatan itu sendiri.
Pemberian regimen kemoterapi yang tepat dan adekuat akan memperbaiki kualitas hidup ibu,
mengurangi efek samping obat anti tuberculosis (OAT) terhadap janin dan mencegah infeksi
yang terjadi pada bayi yang baru lahir.4,5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menular dan dapat menyerang berbagai
organ dalam tubuh, dan terutama menyerang paru. Infeksi ini disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis.
2.2 Etiologi dan Mikrobiologi Tuberkulosis
Penyebab dari penyakit tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis,yang
mempunyai karakteristik mikrobiologi yaitu bersifat an aerobic, non-spore-forming, nonmotile
bacillus, merupakan salah satu dari lima anggota Mycobacterium tuberculosis complex, di mana
yang lain adalah: M. bovis, M. ulcerans, M. Africanum, andM. microti, akan tetapi M.
tuberculosis adalah yang bersifat pathogen pada manusia. Golongan mycobacterium lain yang
juga dapat menginfeksi manusia adalah Mycobacterium leprae, M. avium, M. Intracellulare, and
M. scrofulaceum.29
2.2 Patofisiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis dapat menyerang hampir semua organ tubuh, tetapi yang biasa diserang
adalah paru (lebih kurang 80%).29,34. Pada pasien pengidap HIV, pola dari infeksi TBC ini agak
berbeda, yang mana cenderung terjadi TBC extrapulmonal.29 Hampir semua infeksi TBC
disebabkan oleh penularan melalui inhalasi dari partikel-partikel yang infeksius yang dikeluarkan
oleh pasien pengidap TBC lewat batuk, bersin, berbicara, atau menggunakan tissue yang
mengandung kuman TBC. Cara penularan lain yang mungkin terjadi yaitu lewat mulut dengan
mengkonsumsi susu yang tidak dioasteurisasi dan bisa juga melalui implantasi langsung melalui
kulit yang tidak intact atau melalui conjunctiva. Aerosolized tuberculosis particles dengan besar
partikel antara 1-5µm dapat dibawa ke udara bebas dan dapat menyebar ke tempat yang jauh dan
dapat menginfeksi orang-orang di sekitarnya. Setelah sampai di paru, maka terjadi reaksi dari
tubuh, terjadi proses fagositosis oleh makrofag paru, terjadi reaksi granulomatous, yang mana
kemudian menimbulkan pembentukan Ghon’s focus. Basil TBC ini tetap berada dalam kondisi
dorman dalam Ghon’s focus ini untuk waktu yang lama, yang mana suatu saat dapat berubah
menjadi reaktif terutama bilamana seseorang mengalami kondisi immunocompromised atau
mengidap penyakit lain yang melemahkan sistem imunnya. 29,30
2.4 Tuberkulosis pada Kehamilan
Berbagai opini dari praktisi medis mengenai tuberkulosis pada kehamilan secara singkat
direfleksikan sebagai suatu kondisi kesehatan masyarakat yang signifikan. Hal tersebut
digambarkan dengan pisau bermata dua, sisi pertama adalah efek tuberkulosis pada kehamilan
dan pola perkembangan neonatus, sisi lainnya merupakan efek kehamilan terhadap
perkembangan tuberkulosis. Tuberkulosis tidak hanya menyumbang proporsi yang signifikan
dalam beban penyakit global, juga merupakan kontributor yang signifikan untuk kematian ibu,
merupakan salah satu penyakit dari tiga penyebab utama kematian di kalangan wanita usia 15-45
tahun. Angka insiden TB pada kehamilan tidak tersedia di banyak negara karena banyak faktor
perancu. Namun demikian, diperkirakan bahwa kejadian TB pada wanita hamil akan sama
tingginya pada populasi umum, dengan kejadian mungkin lebih tinggi di negara berkembang.
2.4.1 Efek Kehamilan pada Tuberkulosis
Peneliti dari zaman Hippocrates telah menyatakan kekhawatiran mereka tentang efek tak
diinginkan yang mungkin ada pada kehamilan dengan TB paru. Terjadinya TB diyakini sebagai
akibat dari peningkatan tekanan intraabdomen terkait dengan kehamilan. Keyakinan ini dipegang
secara luas sampai awal abad keempat belas. Peneliti seperti Hedvall dan Schaefer menunjukkan
tidak adanya keuntungan maupun efek samping dari kehamilan terhadap progresi TB. Namun,
kehamilan yang berurutan dapat memberikan efek negatif yaitu menimbulkan reaktivasi
tuberkulosis laten.
Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa diagnosis tuberkulosis pada kehamilan
mungkin lebih sulit dilakukan, karena gejala awalnya mungkin dianggap berasal dari
kehamilan.Penurunan berat badan yang berhubungan dengan penyakit juga mungkin tertutupi
oleh kenaikan berat badan normal pada kehamilan.
2.4.2 Efek Tuberkulosis terhadap Kehamilan
Efek TB terhadap kehamilan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk tingkat
keparahan penyakit, umur kehamilan saat didiagnosis TB, adanya penyebaran ekstrapulmoner,
koinfeksi HIV dan pengobatan yang diberikan. Prognosis paling buruk terjadi pada wanita
dengan diagnosis penyakit yang sudah lanjut pada masa nifas, begitu juga pada wanita dengan
koinfeksi HIV.Kegagalan pengobatan juga memperburuk prognosis.
Namun, data mengenai efek TB terhadap maternal dan luaran neonatal masih belum jelas.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa dengan pengobatan yang tepat dalam jangka waktu yang
benar, infeksi TB tidak memberikan efek negatif terhadap kehamilan. Dari suatu penelitian
prospektif di India, tidak ada perbedaan pada komplikasi kehamilan pada wanita yang
didiagnosis TB dan diterapi dengan wanita hamil yang tidak terkena TB.Namun, terdapat suatu
pengecualian pada wanita hamil yang terlambat memulai terapi TB, terjadi peningkatan
mortalitas neonatus dan tingginya angka prematur. Dalam penelitian, diagnosis dan terapi TB
dimulai pada umur gestasi antara 13 dan 24 minggu (67%). Hasil dari terapi seperti konversi
sputum, stabilisasi penyakit dan angkat terjadinya relaps hampir sama dengan penderita TB yang
tidak hamil, Namun dalam penelitian ini, ibu hamil yang terinfeksi TB, tidak terinfeksi HIV.
Pada wanita hamil dengan HIV, efek dari TB lebih berkaitan dengan infeksi HIV daripada
keadaan kehamilannya.
Berlawanan dengan penelitian di atas, sebuah review retrospektif di Taiwan, ibu hamil
yang didiagnosis TB mengalami peningkatan risiko terjadinya kelainan pada kehamilan
dibandingkan dengan ibu yang tidak terinfeksi TB. Pada ibu hamil dengan TB mempunyai angka
persentase berat lahir rendah dan bayi yang lebih kecil daripada usia gestasi yang tinggi, namun
tidak ada perbedaan mengenai kelahiran prematur pada dua kelompok tersebut. Meskipun
demikian, diagnosis dan terapi TB yang cepat merupakan suatu hal yang penting.TB masih
menjadi penyebab morbiditas dan mortilitas maternal yang signifikan, terutama dalam konteks
ko-infeksi HIV.
Komplikasi obstetrik lainnya yang dilaporkan adalah abortus spontan, uterus yang kecil,
peningkatan berat badan hamil yang tidak optimal.Lainnya adalah lahir prematur, berat badan
lahir rendah, dan meningkatnya mortalitas neonates, seperti yang sudah disebutkan
diatas.Diagnosis dan terapi TB yang cepat merupakan suatu hal yang penting.TB masih menjadi
penyebab morbiditas dan mortalitas maternal yang signifikan, terutama dalam konteks ko-infeksi
HIV.Diagnosis yang telat merupakan faktor independen dimana akan meningkatkan morbiditas
sebanyak empat kali lipat, dan kelahiran premature meningkat sebanyak sembilan kali lipat.
2.5 Tuberkulosis pada Neonatus
Transmisi TB ibu ke anak dapat terjadi di dalam uterus dengan penyebaran hematogen
melalui vena umbilikus dan aspirasi atau menelan cairan amnion yang terinfeksi dan juga selama
proses kelahiran melalui kontak dengan cairan amnion yang terinfeksi atau sekresi genital.
Infeksi post-partum dapat terjadi melalui penyebaran di udara atau melalui cairan susu yang
terinfeksi dari lesi tuberkulosis aktif di payudara. Walaupun transmisi melalui ASI dapat
diabaikan, bayi dari ibu dengan TB aktif masih dapat terinfeksi melalui penyebaran lewat
udara.Jika ibu baru saja didiagnosa, belum di terapi, dan TB aktif, maka ibu harus dipisahkan
dari anaknya untuk mencegah penularan. Diagnosis TB pada neonatus bukan hal yang mudah,
kecurigaan klinis terhadap gejala non spesifik dan sulit dibedakan dengan gejalan kongenital
lainnya merupakan hal penting. Pada TB kongenital, gejala terlihat pada umur 2 dan 3 minggu.
Diagnosis definitif yaitu dengan kultur M.tuberkulosis dari jaringan atau cairan. Gambaran
radiologi dada yang abnormal sering ditemukan, setengahnya memberikan gambaran pola
miliar.Jika terdiagnosa TB aktif, harus diberikan terapi penuh. Jika tidak terdiagnosis TB aktif,
maka diberikan profilkasis isoniazid.
Tuberkulosis kongenital merupakan komplikasi di dalam uterus yang jarang terjadi
sementara itu risiko transmisi setelah kelahiran tinggi. Tuberkulosis kongenital merupakan hasil
penyebaran hematogen melalui vena umbilkal ke hati janin atau melalui penelanan atau aspirasi
cairan amnion yang terinfeksi. Fokus primer terbentuk di hati dengan adanya keterlibatan nodus
limfe periportal. Basil tuberkel menginfeksi paru secara sekunder, berbeda pada dewasa yang
80% infeksi primer terjadi di paru.
Tuberkulosis kongenital mungkin sulit dibedakan dengan infeksi neonates atau infeksi
kongenital dengan gejalan yang mirip pada umur dua sampai tiga minggu. Gejala-gejalanya
adalah hepatosplenomegaly, repiratory distress, demam, dan limfadenopati.Abnormalitas
radiografi dapat terlihat namun secara umum terlihat belakangan. Diagnosis tuberkulosis
neonates ditegakkan dengan kriteria diagnosis Cantwell et al, yaitu adanya kompleks primer
hepar/ granuloma kaseseosa pada biopsy hepar perkutaneus saat kelahia, plasenta yang
terinfeksi, atau tuberkulosis traktus genital maternal, dan lesi saat minggu pertama kehidupan.
Kemungkinan transmisi setelah kelahiran harus disingkirkan dengan menelaah semua riawayat
kontar termasuk kontak dengan tenaga medis dan penjenguk.
Sebanyak setengah dari neonatus dengan tuberkulosis kongenital meninggal dunia
terlebih lagi pada kasus yang tidak diterapi.
2.6 Diagnosis Tuberkulosis pada Kehamilan
Untuk mendiagnosis kondisi tersebut, riwayat paparan terhadap individu dengan batuk
kronis atau berkunjung ke daerah endemik tuberkulosis harus diperoleh. Riwayat gejala, mirip
dengan gejala yang dialami oleh wanita tidak hamil. Perhatian harus ditingkatkan mengingat
gejala pada ibu hamil tidak spesifik, yaitu keringat di malam hari, demam di malam hari, batuk
darah, penurunan berat badan yang progresif, dan batuk kronis selama lebih dari tiga minggu.
Tahap penting dalam membuat diagnosis pada kehamilan yaitu untuk mengidentifikasi faktor
risiko untuk infeksi TB dan gejala-gejala infeksi.
Pemeriksaan rutin terhadap TB selama masa kehamilan bukan merupakan suatu standar
yang dilakukan diberbagai tempat pelayanan, dan hal ini menjadi salah satu faktor keterlambatan
diagnosis dan meningkatkan angka mortalitas maternal. Pada suatu penelitian di Soweto, Afrika
Selatan, pemeriksaan penyaring TB dengan menanyakan beberapa pertanyaan saat melakukan
kunjungan antenatal dirasakan mudah untuk dilakukan. Oleh karena itu, direkomedasikan cara
tersebut dilakukan di daerah dengan prevalensi HIV tinggi, dimana angka infeksi TB pada
wanita hamil juga tinggi dalam keadaan tersebut.
Alat diagnositik yang biasa digunakan adalah pemeriksaan sputum bakteri tahan asam,
kultur sputum, dan spesimen lainnya, dan radiografi dada. Tes tuberkulin mempunyai nilai
diagnosis pada infeksi laten TB, kecuali di daerah dengan prevalensi dan insiden TB yang tinggi.
Pada wanita hamil dengan gejala dan tanda TB, harus dilakukan tes tuberkulin. Tes
tersebut sudah dinyatakan aman untuk dilakukan pada ibu hamil. Namun, masih diperdebatkan
mengenai sensitivitas tuberkulin saat kehamilan.Penelitian awal mengatakan bahwa adanya
penurunan sensitivitas tuberkulin saat kehamilan, sementara itu penelitian terakhir mengatakan
tidak adanya perbedaan antara populasi hamil dan tidak hamil.
Dua tipe tes kulit tuberkulin yang dibahas yaitu :
- Tes Tine
Tes ini menggunakan beberapa jarum yang sudah dicelupkan pada bakteri TB yang sudah
dimurnikan, disebut dengan old tuberculin (OT). Kulit ditusuk dengan jarum tersebut dan reaksi
dianalisa 48-72 jam kemudian. Namun tes ini tidak lagi popular kecuali untuk uji penyaring pada
populasi yang besar.
- Tes Mantouk
Injeksi intradermal derivat protein yang sudah dimurnikan sebanyak 0.1 mL (5 tuberculin
units), dan reaksi kulit dianalisis 48-72 jam kemudian berdasarkan diameter indurasi terbesar
yang terbentuk. Tes ini lebih akurat daripada tes tine.
Positif palsu dapat terjadi pada pasien yang sudah mendapatkan vaksin BCG, yang sudah
mendapatkan pengobatan untuk tuberkulosis, ataupun pasien yang sudah terinfeksi dengan
spesies mycobacterium lainnya. Negatif palsu dapat terjadi karena sistem imun yang menurun
dan kesalahan teknis.
Pemeriksaan radiologi dada dengan penutup di bagian perut dapat dilakukan setelah tes
kulit tuberkulin, walaupun pemeriksaan radiografi dada tertunda karena kekhawatiran akan efek
radiasi terhadap janin.
Pemeriksaan mikroskopik sputum atau specimen lain untuk bakteri tahan asam masih
menjadi dasar diagnosis untuk TB dalam kehamilan. Tiga contoh sputum harus diperiksa untuk
smear, kultur, dan uji kerentanan obat. Pewarnaan bakteri tahan asam menggunakan Ziehl-
Neelsen, flouresen, Auramine-Rhodamine, dan teknik Kinyoun.Pemeriksaan dengan mikroskop
floresen light emitting diode (LED) baru-baru ini diperkenalkan untuk meningkatkan kepastian
diagnosis.Menurut laporan WHO mengenai pengendalian TB secara global, pemeriksaan TB
terdeteksi positif sebanyak 68%.Pemeriksaan dengan pewarnaan mungkin tidak kuat untuk
diagnosis, karena hasil yang negatif mungkin dapat luput.Individu dengan basil yang sedikit,
pemeriksaan mikroskopis tidak cukup untuk menegakkan diagnosis. Radiografi dada dan
penilaian suara napas merupakan alat bantu penting untuk membuat diagnosis dari pemeriksaan
mikroskop TB yang negatif. Namun, gambaran radiografi dada dapat normal pada 14% pasien
dengan kultur TB positif. TB ekstrapulmonar juga jarang terjadi pada kehamilan, dan klinisi
harus segera mencurigai apabila terdapat gejala atipikal.
Kultur tradisional dengan menggunakan media Lowenstein-Jensen memakan waktu
sekitar 4-6 minggu. Namun, mungkin dapat berguna untuk kasus yag meragukan dan dalam
terapi tuberkulosis yang diduga resisten. Saat ini terdapat alat diagnostik baru yang didukung
oleh WHO, yaitu kultur dengan media cairan bactec. Media kultur lainnya yang juga digunakan
adalah media Lowenstein, media Petragnani, media Trudeau committee, media Peizer, media
Dubos Middlebrook, agar darah Tashis. Media Middlebrook’s 7-H3, Middlebrook’s 7-H9, dan
Middlebrook’s 7-H10.Likuidisasi dan dekontaminasi dengan N-Acetyl-L-Cysteine dalam 1%
solusi Sodium Hydroxide sebelum inokulasi dapat meningkatkan sensitivitas.M.tuberkulosis
memproduksi niasin dan katalase sensitive panas dan kurang nya pigmen.Hal ini dapat
membedakannya dari spesies Mycobacterium lainnya.Molecular Line Probe Assay (LPA) dan
polymerase chain reaction (PCR) digunakan untuk mengidentifikasi tuberkel basil.
Konfirmasi terhadap infeksi M.tuberkulosis masih sulit dilakukan, dengan teknologi yang
tidak akurat dan ketinggalan jaman.Pengembangan teknologi masih menjadi prioritas utama.
Interferon-c release assays dan the Ouanti-FERON-TB Gold In-Tube assay telah digunakan
untuk diagnosis infeksi laten TB. Pemeriksaan tersebut telah ditingkatkan spesifisitasnya dan
keakuratan diagnosis nya, selain itu juga tidak terpengaruh oleh vaksinasi BCG atau infeksi oleh
mycobacteria non-tuberkulosis. The Ouanti-FERON-TB Gold In-Tube assay aman digunakan
pada ibu hamil namun belum divalidasi untuk diginakan pada ibu hamil
Kontrol terhadap infeksi merupakan hal penting dalam kontrol penyebaran TB, dimana
infeksius hanya ketika di paru atau laring, dan tidak menyebar dengan kontak singkat.Anggota
keluarga dari ibu hamil yang terinfeksi harus diberikan informasi mengenai cara penyebaran dan
perlu dilakukan tes penyaring.
2.7 Tatalaksana TB pada Kehamilan
Penatalaksanaan pasien TBC pada kehamilan tidak berbeda dengan TBC tanpa
kehamilan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah pemberian OAT yang bisa menimbulkan efek
teratogenik terhadap janin. Penatalaksanaan secara umum terbagi atas penderita dengan TBC
aktif dan TBC laten.8,11,12
Wanita hamil dengan TBC aktif biasanya diterapi dengan tidak mempertimbangkan
trisemester kehamilan. OAT yang digunakan tidak berbeda dengan wanita yang tidak hamil.
Golongan utama OAT seperti isoniazid, rifampisin, etambutol digunakan secara luas pada wanita
hamil. Obat-obat tersebut dapat melalui plasenta dalam dosis rendah dan tidak menimbulkan
efek teratogenik pada janin.8,11 Pada pemberian isoniazid sebaiknya diberikan piridoksin 50
mg/hari untuk mencegah terjadinya neuropati perifer. Pemeriksaan fungsi hati sebaiknya
dilakukan saat pemberian isonizid dan rifampisin. Pemberian vitamin K dilakukan pada akhir
trismester ketiga kehamilan dan bayi yang baru lahir.12
Resistensi terhadap obat-obat TBC pertama kali terjadi di United States pada awal tahun
1990 yang mana diikuti terjadinya epidemic dari tahun 1985 sampai tahun 1992. (Centers for
Disease Control and Prevention, 2007b). Oleh karena itu Centers for Disease Control and
Prevention (2003a) merekomendasikan pemakaian 4 jenis obat untuk inisiasi pengobatan pada
pasien dengan tuberkulosis yang simptomatik, yaitu isoniazid, rifampin, pyrazinamide, and
ethambutol. Pada kasus kehamilan dengan multidrug resistant (MDR) digunakan pirazinamid,
akan tetapi pirazinamid tidak digunakan secara rutin pada wanita hamil karena terdapat efek
teratogenik. Paraaminosalisilat (PAS) telah digunakan secara aman pada wanita hamil akan
tetapi obat tersebut ditoleransi tubuh secara buruk.13 Bilamana diperlukan dapat diberikan obat
TBC lini kedua.
Tuberkulosis laten adalah pasien dengan uji tuberkulin positif dan secara klinis tidak ada
tanda-tanda terjadi tuberkulosis aktif.11 Terapi pada TBC laten tergantung faktor risiko dan hasil
konversi uji tuberkulin. Pemberian terapi pada TBC laten biasanya ditunda sampai 2-3 bulan
setelah kelahiran.11 Pada pasien yang mempunyai risiko kontak dengan individu BTA positif dan
infeksi HIV, terapi diberikan setelah trisemester pertama pada kehamilan dengan konversi uji
tuberkulin positif dalam 2 tahun terakhir. Sedangkan pada wanita hamil dengan TBC laten yang
sebelumnya telah diterapi secara adekuat tidak memerlukan terapi profilaksis isoniazid. Akan
tetapi pada kondisi atau lingkungan yang berisiko TBC laten dapat diberikan terapi yang aman
dengan INH (isoniazid) 300 mg sekali sehari atau 2 kali dalam seminggu selama selama 6-12
bulan (kurang lebih 9 bulan), sebaiknya disertai pemberian vitamin B6 (pyridoxine).11
Penatalaksanaan TBC pada wanita hamil harus diberikan secara tepat dan adekuat, serta
mencegah timbulnya efek samping teratogenik pada janin. Pasien TBC aktif dengan sputum
BTA positif diberikan isoniazid, rifampisin, etambutol dan piridoksin selama 9 bulan pada
populasi risiko TBC rendah. Pada populasi dengan risikoTBC tinggi dan adanya resisten obat
anti TBC tinggi perlu penambahan pirazinamid.11,14
Pasien dengan uji tuberkulin positif, sputum BTA negatif, biakan negatif dan foto toraks
menunjukkan infiltrat atau adanya kavitas, diberikan isoniazid, rifampisin, etambutol dan
piridoksin selama 9 bulan. Sedangkan bila pada foto toraks terlihat proses penyakit yang telah
menyembuh (terdapat kalsifikasi pada kelenjar getah bening dan lesi parenkim), dilakukan
observasi pada pasien. Pengobatan diberikan secara tepat setelah melahirkan atau diberi
pengobatan profilaksis dengan isoniazid dan piridoksin selama 9 bulan yang dimulai pada
trisemester kedua kehamilan.11,14
Pasien dengan konversi uji tuberkulin terbaru positif, foto toraks normal serta
pemeriksaan bakteriologis negatif, maka dilakukan observasi selama kehamilan, pengobatan
diberikan setelah melahirkan atau dengan pemberian profilaksis isoniazid dan piridoksin selama
9 bulan dimulai pada trisemester kedua kehamilan.12,13 Pasien dengan resistensi organisme maka
diberikan isoniazid, rifampisin, etambutol, pirazinamid sesuai dengan uji sensitivitas. Pada
pasien dengan ketidakmampuan mentoleransi isoniazid dan rifampisin, maka diberikan
etambutol atau obat lain yang tersedia.15
Tabel 1. Kelompok risiko tinggi mendapatkan infeksi Tuberkulosis laten.30
Petugas medis
Riwayat kontak dengan pasien TBC
Infeksi HIV
Lahir di luar negeri
Alkoholisme
Pengguna obat-obat terlarang
Narapidana
Gelandangan
From Centers for Disease Control and Prevention (2005a).
2.7.1 Obat Antituberkulosis selama Kehamilan
OAT yang diberikan dibagi atas 2 golongan yaitu obat lini pertama (first line) dan obat
lini kedua (second line). Yang merupakan OAT lini pertama adalah Rifampisin, Isoniazid (INH),
Etambutol (EMB), dan Pirazinamid (PZA), sedangkan yang termasuk OAT lini kedua adalah