10 HAKIKAT BAHAYA SYIRIKSyirik adalah menyamakan antara selain
Allah dengan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan bagi
Allah. Syirik ini terbagi menjadi dua:1. Syirik akbar; yaitu segala
sesuatu yang disebut sebagai kesyirikan oleh pembuat syariat dan
menyebabkan pelakunya keluar dari agama2. Syirik asghar; yaitu
segala perbuatan atau ucapan yang disebut sebagai syirik atau
kekafiran namun berdasarkan dalil-dalil diketahui bahwa hal itu
tidak sampai mengeluarkan dari agama (lihat at-Tauhid al-Muyassar,
hal. 20)Bahaya syirik [besar] banyak sekali, diantaranya adalah:1.
Pelakunya tidak akan diampuni apabila mati dalam keadaan belum
bertaubat darinya (an-Nisaa: 48)2. Pelakunya keluar dari Islam,
menjadi halal darah dan hartanya (at-Taubah: 5)3. Amalan apa saja
yang dilakukan tidak akan diterima oleh Allah, ia hanya akan
menjadi sia-sia bagaikan debu yang beterbangan (al-Furqan: 23)4.
Pelakunya haram masuk surga (al-Maidah: 72) (lihat at-Tauhid
al-Muyassar, hal. 26)Dari Abdullah bin Masud radhiyallahuanhu,
beliau berkata, Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam; Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?.
Maka beliau menjawab, Engkau menjadikan sekutu bagi Allah padahal
Dialah yang telah menciptakanmu. Abdullah berkata, Kukatakan
kepadanya; Sesungguhnya itu benar-benar dosa yang sangat besar.
Abdullah berkata, Aku katakan; Kemudian dosa apa sesudah itu?. Maka
beliau menjawab, Lalu, kamu membunuh anakmu karena takut dia akan
makan bersamamu. Abdullah berkata, Aku katakan; Kemudian dosa apa
sesudah itu?. Maka beliau menjawab, Lalu, kamu berzina dengan istri
tetanggamu. (HR. Bukhari dan Muslim)Abdullah bin Masud
radhiyallahuanhu berkata, Sungguh, aku bersumpah dengan nama Allah
tapi dusta itu lebih aku sukai daripada bersumpah dengan selain
nama Allah meskipun jujur. Syaikh Abdurrahman bin Hasan
rahimahullah berkata, Kalau sikap seperti itu yang diterapkan
terhadap syirik ashghar, lantas bagaimanakah lagi sikap terhadap
syirik akbar yang menyebabkan pelakunya kekal di neraka? (lihat
Fath al-Majid, hal. 402).Syaikh Zaid bin Hadi al-Madkhali
hafizhahullah berkata, Setiap amal yang dipersembahkan oleh orang
tanpa dibarengi tauhid atau pelakunya terjerumus dalam syirik maka
hal itu tidak ada harganya dan tidak memiliki nilai sama sekali
untuk selamanya. Karena ibadah tidaklah disebut sebagai ibadah
[yang benar] tanpa tauhid. Apabila tidak disertai tauhid, maka
bagaimanapun seorang berusaha keras dalam melakukan sesuatu yang
tampilannya adalah ibadah seperti bersedekah, memberikan pinjaman,
dermawan, suka membantu, berbuat baik kepada orang dan lain
sebagainya, padahal dia telah kehilangan tauhid dalam dirinya, maka
orang semacam ini termasuk dalam kandungan firman Allah azza wa
jalla (yang artinya), Kami tampakkan kepada mereka segala sesuatu
yang telah mereka amalkan -di dunia- kemudian Kami jadikan
amal-amal itu laksana debu yang beterbangan. (QS. al-Furqan: 23).
(lihat Abraz al-Fawaid min al-Arba al-Qawaid, hal. 11)Allah taala
berfirman (yang artinya), Dan Kami tampakkan apa yang dahulu telah
mereka amalkan lalu Kami jadikan ia bagaikan debu yang beterbangan.
(QS. Al-Furqan: 23)Imam Ibnul Jauzi rahimahullah menafsirkan, Apa
yang dahulu telah mereka amalkan yaitu berupa amal-amal kebaikan.
Adapun mengenai makna Kami jadikan ia bagaikan debu yang
beterbangan maka beliau menjelaskan, Karena sesungguhnya amalan
tidak akan diterima jika dibarengi dengan kesyirikan. (lihat Zaadul
Masir, hal. 1014)Abu Hurairah radhiyallahuanhu berkata: Aku pernah
mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya orang-orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat
adalah: [1] Seorang lelaki yang berjuang mencari mati syahid. Lalu
dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang
sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya.
Allah bertanya kepadanya, Apa yang telah kamu lakukan untuk
mendapatkan itu semua?. Dia menjawab, Aku berperang di jalan-Mu
sampai aku menemui mati syahid. Allah menimpali jawabannya, Kamu
dusta. Sebenarnya kamu berperang agar disebut-sebut sebagai
pemberani, dan sebutan itu telah kamu peroleh di dunia. Kemudian
Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan
tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke
dalam api neraka. [2] Seorang lelaki yang menimba ilmu dan
mengajarkannya serta pandai membaca/menghafal al-Quran. Lalu dia
dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya
akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya. Allah
bertanya kepadanya, Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan
itu semua?. Dia menjawab, Aku menimba ilmu dan mengajarkannya serta
aku membaca/menghafal al-Quran di jalan-Mu. Allah menimpali
jawabannya, Kamu dusta. Sebenarnya kamu menimba ilmu agar
disebut-sebut sebagai orang alim, dan kamu membaca al-Quran agar
disebut sebagai qari. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan di dunia.
Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam
keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia
dilemparkan ke dalam api neraka. [3] Seorang lelaki yang diberi
kelapangan oleh Allah serta mendapatkan karunia berupa segala macam
bentuk harta. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya
nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun
bisa mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, Apa yang telah kamu
lakukan untuk mendapatkan itu semua?. Dia menjawab, Tidak ada
satupun kesempatan yang Engkau cintai agar hamba-Mu berinfak
padanya melainkan aku telah berinfak padanya untuk mencari
ridha-Mu. Allah menimpali jawabannya, Kamu dusta. Sesungguhnya kamu
berinfak hanya demi mendapatkan sebutan sebagai orang yang
dermawan. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan di dunia. Kemudian
Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan
tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke
dalam api neraka. (HR. Muslim)Khawatir Terjerumus Dalam
SyirikSebagai seorang muslim, semestinya kita merasa takut terjatuh
ke dalam syirik. Allah taala berfirman tentang doa yang dipanjatkan
oleh Nabi Ibrahim alaihis salam (yang artinya), Jauhkanlah aku dan
anak keturunanku dari menyembah patung. (QS. Ibrahim: 35)Ibrahim
at-Taimi rahimahullah -salah seorang ulama ahli ibadah dan zuhud
yang meninggal di dalam penjara al-Hajjaj pada tahun 92 H-
mengatakan, Maka, siapakah yang bisa merasa aman [terbebas] dari
musibah [syirik] setelah Ibrahim -alaihis salam-? (lihat Qurrat
Uyun al-Muwahhidin karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan alusy Syaikh,
hal. 32)Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah
berkata, Ibrahim alaihis salam bahkan mengkhawatirkan syirik
menimpa dirinya, padahal beliau adalah kekasih ar-Rahman dan
imamnya orang-orang yang hanif/bertauhid. Lalu bagaimana menurutmu
dengan orang-orang seperti kita ini?! Maka janganlah kamu merasa
aman dari bahaya syirik. Jangan merasa dirimu terbebas dari
kemunafikan. Sebab tidaklah merasa aman dari kemunafikan kecuali
orang munafik. Dan tidaklah merasa takut dari kemunafikan kecuali
orang mukmin. (lihat al-Qaul al-Mufid ala Kitab at-Tauhid [1/72]
cet. Maktabah al-Ilmu)Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh
hafizhahullah berkata, Apabila Ibrahim alaihis salam; orang yang
telah merealisasikan tauhid dengan benar dan mendapatkan pujian
sebagaimana yang telah disifatkan Allah tentangnya, bahkan beliau
pula yang telah menghancurkan berhala-berhala dengan tangannya,
sedemikian merasa takut terhadap bencana (syirik) yang timbul
karenanya (berhala). Lantas siapakah orang sesudah beliau yang bisa
merasa aman dari bencana itu?! (lihat at-Tamhid li Syarh Kitab
at-Tauhid, hal. 50)Syaikh Shalih bin Saad as-Suhaimi hafizhahullah
berkata, Syirik adalah perkara yang semestinya paling dikhawatirkan
menimpa pada seorang hamba. Karena sebagian bentuk syirik itu
adalah berupa amalan-amalan hati, yang tidak bisa diketahui oleh
setiap orang. Tidak ada yang mengetahui secara persis akan hal itu
kecuali Allah semata. Sebagian syirik itu muncul di dalam hati.
Bisa berupa rasa takut, atau rasa harap. Atau berupa
inabah/mengembalikan urusan kepada selain Allah jalla wa ala. Atau
terkadang berupa tawakal kepada selain Allah. Atau mungkin dalam
bentuk ketergantungan hati kepada selain Allah. Atau karena
amal-amal yang dilakukannya termasuk dalam kemunafikan atau riya.
Ini semuanya tidak bisa diketahui secara persis kecuali oleh Allah
semata. Oleh sebab itu rasa takut terhadapnya harus lebih besar
daripada dosa-dosa yang lainnya (lihat Transkrip ceramah Syarh
al-Qawaid al-Arba 1425 H oleh beliau, hal. 6)Perusak Tauhid dan
KeikhlasanImam Nawawi rahimahullah berkata, Ketahuilah, bahwasanya
keikhlasan seringkali terserang oleh penyakit ujub. Barangsiapa
yang ujub dengan amalnya maka amalnya terhapus. Begitu pula orang
yang menyombongkan diri dengan amalnya maka amalnya menjadi
terhapus. (lihat Tathir al-Anfas, hal. 584)Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata, Banyak orang yang mengidap riya dan ujub.
Riya itu termasuk dalam perbuatan mempersekutukan Allah dengan
makhluk. Adapun ujub merupakan bentuk mempersekutukan Allah dengan
diri sendiri, dan inilah kondisi orang yang sombong. Seorang yang
riya berarti tidak melaksanakan kandungan ayat Iyyaka nabudu.
Adapun orang yang ujub maka dia tidak mewujudkan kandungan ayat
Iyyaka nastain. Barangsiapa yang mewujudkan maksud ayat Iyyaka
nabudu maka dia terbebas dari riya. Dan barangsiapa yang berhasil
mewujudkan maksud ayat Iyyaka nastain maka dia akan terbebas dari
ujub. Di dalam sebuah hadits yang terkenal disebutkan, Ada tiga
perkara yang membinasakan; sikap pelit yang ditaati, hawa nafsu
yang selalu diperturutkan, dan sikap ujub seseorang terhadap
dirinya sendiri. (lihat Mawaizh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal.
83 cet. al-Maktab al-Islami)Yusuf bin Asbath rahimahullah berkata,
Allah tidak menerima amalan yang di dalamnya tercampuri riya
walaupun hanya sekecil biji tanaman. (lihat Tathir al-Anfas, hal.
572)Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu pernah
berkata, Amal yang salih adalah amalan yang kamu tidak menginginkan
pujian dari siapapun atasnya kecuali dari Allah. (lihat al-Ikhlas
wa an-Niyyah, hal. 35)Abu Ishaq al-Fazari rahimahullah berkata,
Sesungguhnya diantara manusia ada orang yang sangat menggandrungi
pujian kepada dirinya, padahal di sisi Allah dia tidak lebih
berharga daripada sayap seekor nyamuk. (lihat Tathir al-Anfas, hal.
573)Syirik Kezaliman TerbesarAllah taala berfirman (yang artinya),
Janganlah kamu berdoa kepada selain Allah, sesuatu yang jelas tidak
kuasa memberikan manfaat dan madharat kepadamu. Kalau kamu tetap
melakukannya maka kamu benar-benar termasuk orang yang berbuat
zalim. (QS. Yunus: 106). Imam Abul Qasim al-Qusyairi rahimahullah
menjelaskan bahwa yang dimaksud doa di dalam ayat ini adalah ibadah
(lihat Fath al-Bari [11/107] cet. Dar al-Hadits)Allah taala
berfirman (yang artinya), Sungguh Kami telah mengutus para utusan
Kami dengan keterangan-keterangan yang jelas dan Kami turunkan
bersama mereka al-Kitab dan neraca agar umat manusia menegakkan
keadilan. (QS. Al-Hadid: 25)Ibnul Qayyim berkata, Allah subhanahu
mengabarkan bahwasanya Dia telah mengutus rasul-rasul-Nya dan
menurunkan kitab-kitab-Nya supaya umat manusia menegakkan timbangan
(al-Qisth) yaitu keadilan. Diantara bentuk keadilan yang paling
agung adalah tauhid. Ia adalah pokok keadilan dan pilar penegaknya.
Adapun syirik adalah kezaliman yang sangat besar. Sehingga, syirik
merupakan tindak kezaliman yang paling zalim, dan tauhid merupakan
bentuk keadilan yang paling adil. (lihat ad-Daa wa ad-Dawaa, hal.
145)Beliau juga berkata, Sesungguhnya orang musyrik adalah orang
yang paling bodoh tentang Allah. Tatkala dia menjadikan makhluk
sebagai sesembahan tandingan bagi-Nya. Itu merupakan puncak
kebodohan terhadap-Nya, sebagaimana hal itu merupakan puncak
kezaliman dirinya. Sebenarnya orang musyrik tidaklah menzalimi
Rabbnya. Karena sesungguhnya yang dia zalimi adalah dirinya
sendiri. (lihat ad-Daa wa ad-Dawaa, hal. 145)Allah taala berfirman
(yang artinya), Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik dan Dia akan mengampuni dosa lain yang berada di bawah
tingkatan syirik itu bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. (QS.
an-Nisaa: 48).Dari Anas bin Malik radhiyallahuanhu, Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Allah taala berfirman, Wahai
anak Adam! Seandainya kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa
hampir sepenuh isi bumi lalu kamu menemui-Ku dalam keadaan tidak
mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun, niscaya Aku pun akan
mendatangimu dengan ampunan sebesar itu pula. (HR. Tirmidzi dan
dihasankan olehnya)Dari Abdullah bin Masud radhiyallahuanhu, beliau
berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan mempersekutukan Allah
dengan sesuatu apapun, niscaya dia masuk ke dalam neraka. Dan aku
-Ibnu Masud- berkata, Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan
tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia pasti
akan masuk surga. (HR. Bukhari dan Muslim)Demikian yang bisa kami
himpun dalam kesempatan ini dengan taufik dari Allah, semoga
bermanfaat bagi kita. Wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammadin wa
ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil alamin.Mengkaji Ilmu
TauhidApakah ilmu tauhid itu? Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas
pengokohan keyakinan-keyakinan agama Islam dengan dalil-dalil naqli
maupun aqli yang pasti kebenarannya sehingga dapat menghilangkan
semua keraguan, ilmu yang menyingkap kebatilan orang-orang kafir,
kerancuan dan kedustaan mereka. Dengan ilmu tauhid ini, jiwa kita
akan kokoh, dan hati pun akan tenang dengan iman. Dinamakan ilmu
tauhid karena pembahasan terpenting di dalamnya adalah tentang
tauhidullah (mengesakan Allah). Allah swt. Berfirman yang artinya
:
"Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu itu benar, sama dengan orang yang buta?
Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil
pelajaran." (Ar-Rad: 19)
Bidang Pembahasan Ilmu TauhidApa saja yang dibahas? Ilmu tauhid
membahas enam hal, yaitu:1. Iman kepada Allah, tauhid kepada-Nya,
dan ikhlash beribadah hanya untuk-Nya tanpa sekutu apapun
bentuknya.2. Iman kepada rasul-rasul Allah para pembawa petunjuk
ilahi, mengetahui sifat-sifat yang wajib dan pasti ada pada mereka
seperti jujur dan amanah, mengetahui sifat-sifat yang mustahil ada
pada mereka seperti dusta dan khianat, mengetahui mujizat dan
bukti-bukti kerasulan mereka, khususnya mujizat dan bukti-bukti
kerasulan Nabi Muhammad saw.3. Iman kepada kitab-kitab yang
diturunkan Allah kepada para nabi dan rasul sebagai petunjuk bagi
hamba-hamba-Nya sepanjang sejarah manusia yang panjang.4. Iman
kepada malaikat, tugas-tugas yang mereka laksanakan, dan hubungan
mereka dengan manusia di dunia dan akhirat.5. Iman kepada hari
akhir, apa saja yang dipersiapkan Allah sebagai balasan bagi
orang-orang mukmin (surga) maupun orang-orang kafir (neraka).6.
Iman kepada takdir Allah yang Maha Bijaksana yang mengatur dengan
takdir-Nya semua yang ada di alam semesta ini.
Allah swt berfirman yang artinya :"Rasul telah beriman kepada
Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula
orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya."
(Al-Baqarah: 285)
Rasulullah saw. ditanya tentang iman, beliau menjawab,"Iman
adalah engkau membenarkan dan meyakini Allah, para malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan taqdir baik
maupun buruk."(HR. Muslim).
Kedudukan Ilmu Tauhid di Antara Semua IlmuKemuliaan suatu ilmu
tergantung pada kemulian tema yang dibahasnya. Ilmu kedokteran
lebih mulia dari teknik perkayuan karena teknik perkayuan membahas
seluk beluk kayu sedangkan kedokteran membahas tubuh manusia.
Begitu pula dengan ilmu tauhid, ini ilmu paling mulia karena objek
pembahasannya adalah sesuatu yang paling mulia. Adakah yang lebih
agung selain Pencipta alam semesta ini? Adakah manusia yang lebih
suci daripada para rasul? Adakah yang lebih penting bagi manusia
selain mengenal Rabb dan Penciptanya, mengenal tujuan keberadaannya
di dunia, untuk apa ia diciptakan, dan bagaimana nasibnya setelah
ia mati?
Apalagi ilmu tauhid adalah sumber semua ilmu-ilmu keislaman,
sekaligus yang terpenting dan paling utama.Karena itu, hukum
mempelajari ilmu tauhid adalah fardhu ain bagi setiap muslim dan
muslimah sampai ia betul-betul memiliki keyakinan dan kepuasan hati
serta akal bahwa ia berada di atas agama yang benar. Sedangkan
mempelajari lebih dari itu hukumnya fardhu kifayah, artinya jika
telah ada yang mengetahui, yang lain tidak berdosa. Allah swt.
Berfirman yang artinya,"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak
ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah."(Muhammad: 19)
Al-Quran adalah Kitab Tauhid Terbesar
Sesungguhnya pembahasan utama Al-Quran adalah tauhid. Kita tidak
akan menemukan satu halaman pun yang tidak mengandung ajakan untuk
beriman kepada Allah, rasul-Nya, atau hari akhir, malaikat,
kitab-kitab yang diturunkan Allah, atau taqdir yang diberlakukan
bagi alam semesta ini. Bahkan dapat dikatakan bahwa hampir seluruh
ayat Al-Quran yang diturunkan sebelum hijrah (ayat-ayat Makkiyyah)
berisi tauhid dan yang terkait dengan tauhid.
Karena itu tak heran masalah tauhid menjadi perhatian kaum
muslimin sejak dulu, sebagaimana masalah ini menjadi perhatian
Al-Quran. Bahkan, tema tauhid adalah tema utama dakwah mereka. Umat
Islam sejak dahulu berdakwah mengajak orang kepada agama Allah
dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Mereka mendakwahkan
bukti-bukti kebenaran akidah Islam agar manusia mau beriman kepada
akidah yang lurus ini.
Bagi seorang muslim, akidah adalah segala-galanya. Tatkala umat
Islam mengabaikan akidah mereka yang benar -yang harus mereka
pelajari melalui ilmu tauhid yang didasari oleh bukti-bukti dan
dalil yang kuat- mulailah kelemahan masuk ke dalam keyakinan
sebagian besar kaum muslimin. Kelemahan akidah akan berakibat pada
amal dan produktivitas mereka. Dengan semakin luasnya kerusakan
itu, maka orang-orang yang memusuhi Islam akan mudah mengalahkan
mereka. Menjajah negeri mereka dan menghinakan mereka di negeri
mereka sendiri.
Sejarah membuktikan bahwa umat Islam generasi awal sangat
memperhatikan tauhid sehingga mereka mulia dan memimpin dunia.
Sejarah juga mengajarkan kepada kita, ketika umat Islam
mengabaikannnya akidah, mereka menjadi lemah. Kelemahan perilaku
dan amal umat Islam telah memberi kesempatan orang-orang kafir
untuk menjajah negeri dan tanah air umat Islam.
Jalan Keselamatan Adalah dengan Ittiba (Mengikuti Sunnah Nabi)
dan Menjauhi Ibtida (Melakukan Bidah)Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah mengatakan, Intisari agama ini terdapat pada dua
prinsip yaitu, kita tidak beribadah kecuali kepada Allah dan kita
tidak beribadah kepada-Nya kecuali dengan apa yang Dia
syariatkan.Allah Taala berfirman: Barangsiapa berharap perjumpaan
dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan
janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada
Rabbnya.(Qs, Al-Kahfi:110)Ibnu Katsir berkata dalam
tafsirnya,Inilah dua rukun amal yang diterima. Amal tersebut harus
dilaksanakan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan syariat
Rasulullah shallallahu alai wasallam.Dari penjelasan tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa untuk diterimanya setiap amalan yang
dilakukan dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah Taala harus
memenuhi dua syarat utama, dan kedua hal itu harus ada, tidak bisa
terpisah antara yang satu dengan yang lainnya, dua hal itu
adalah:1. Mengikhlaskan ibadah kepada Allah semata.Sebagaimana
firman Allah Taala: Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya.(Qs. Az-Zumar: 2)Keikhlasan itu tidak mungkin datang
bersama kesyirikan, riya atau mengharapkan dunia dengan amalnya.
Oleh karena itu seseorang hendaklah beramal dengan tujuan mengharap
wajah Allah Taala semata.2. Memurnikan mutabaah (mengikuti) kepada
Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam.Maknanya, hendaknya amalan
yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah sesuai dengan
apa yang disyariatkan oleh Allah dalam Kitab-Nya atau apa yang
disyariatkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam
sunnahnya.Bahwasannya semua yang dibawa oleh Rasulullah
shallallahualaihi wasallam wajib bagi setiap hamba untuk
mengambilnya, mengikutinya serta tidak boleh menyelisihinya. Karena
setiap nash dari Rasulullah tentang hukum satu perkara sama
kedudukannya sepeti nash dari Allah Taala. Maka tidak ada
keringanan bagi seseorang pun untuk meninggalkannya dan tidak boleh
pula mendahulukan ucapan seseorang di atas ucapan Allah Azza wa
Jalla.Jika terjadi perselisihan, kita diperintahkan untuk
mengembalikannya kepada Kitab-Nya dan sunnah Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam karena Allah telah mencela perpecahan dan melarang
setiap jalan yang menyebabkan dan menghantarkan kepadanya.
Perpecahan merupakan sebab utama kehinaan di dunia dan sebab
didapatkannya adzab di akhirat.Solusi agar terbebas dari perpecahan
dan perselisihan adalah mengikuti kelompok yang selamat lagi
mendapat perrtolongan, yaitu al-Jamaah, mereka adalah orang-orang
yang berjalan menempuh manhaj Nabi dan para sahabatnya, tidak
berpaling darinya dan tidak menyimpang. Jalan keselamatan adalah
mengikuti salafus shalih, baik dalam ucapan, perbuatan, dan itiqad
serta tidak menyelisihi dan menyimpang dari mereka.Ittiba dapat
dikatakan benar jika terpenuhi tiga hal, yaitu:1. Berpegang teguh
dengan Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.2. Tidak berpecah dan
berselisih tentang Al-Quran dan As-Sunnah.3. Hendaknya ittiba
kepada Al-Quran dan As-Sunnah diikat dengan pemahaman salafus
shalih, tidak dengan pemahaman yang lainnya.Ciri-ciri utama
orang-orang yang menyimpang adalah:1. Perpecahan, ini merupakan
perkara yang Allah peringatkan dalam firman-Nya: Sesungguhnya
orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah)
menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu
terhadap mereka.(Qs. Al-Anam:159)2. Mengikuti ayat-ayat yang
musytabihat.3. Mengikuti hawa nafsu.4. Mempertentangkan As-Sunnah
dengan Al-Quran.5. Membenci Ahlu Atsar.6. Memberikan gelar-gelar
yang jelek kepada Ahlus Sunnah.7. Meninggalkan penisbatan kepada
madzhab salaf.8. Mengkafirkan siapa saja yang menyelisihi mereka
dengan tanpa dalil.9. Membiarkan perkara yang mujmal (global) yang
sebenarnya membutuhkan perincian dan penjelasan, serta menerapkan
qiyas pada perkara yang tidak sah dengan qiyas di dalamnya.Mengenal
Arti Bidah dan BahayaBidahberikut uraian tentang difinisi bidah dan
bahayanya dari hadits Aisyah yang masyhur, semoga bisa meluruskan
pemahaman kaum muslimin tentang bidah sehingga mereka mau
meninggalkannya di atas ilmu, Allahumma amin.Bidah dan Bahayanya :
Barangsiapa yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini
apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak.Dalam satu riwayat,
Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada
tuntunan kami di atasnya maka amalan itu tertolak.Takhrij
Hadits:Hadits ini dengan kedua lafadznya berasal dari hadits
shahabiyah dan istri Nabi Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam
A`isyah radhiallahu Taala anha.Adapun lafadz pertama dikeluarkan
oleh Imam Al-Bukhary (2/959/2550-Dar Ibnu Katsir) dan Imam Muslim
(3/1343/1718-Dar Ihya`ut Turots).Dan lafadz kedua dikeluarkan oleh
Imam Al-Bukhary secara muallaq (2/753/2035) dan (6/2675/6918) dan
Imam Muslim (3/1343/1718).Dan juga hadits ini telah dikeluarkan
oleh Abu Yala dalam Musnadnya (4594) dan Abu Awanah (4/18) dengan
sanad yang shohih dengan lafadz, Siapa saja yang mengadakan perkara
baru dalam urusan kami ini apa-apa yang tidak ada di dalamnya
(urusan kami) maka dia tertolak.Kosa Kata Hadits:1. Dalam urusan
kami, maksudnya dalam agama kami, sebagaimana dalam firman Allah
Taala-, Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi urusannya (Nabi)
takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih.. (QS.
An-Nur: 63)2. Tertolak, (Arab: roddun) yakni tertolak dan tidak
teranggap.[Lihat Bahjatun Nazhirin hal. 254 dan Syarhul Arbain
karya Syaikh Sholih Alu Asy-Syaikh]Komentar Para Ulama :Imam Ahmad
rahimahullah berkata, Pondasi Islam dibangun di atas 3 hadits:
Hadits setiap amalan tergantung dengan niat, hadits A`isyah
Barangsiapa yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini
apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak dan hadits An-Numan
Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas.Imam Ishaq bin
Rahawaih rahimahullah berkata, Ada empat hadits yang merupakan
pondasi agama: Hadits Umar Sesungguhnya setiap amalan hanyalah
dengan niatnya, hadits Yang halal itu jelas dan yang haram itu
jelas, hadits Sesungguhnya penciptaan salah seorang di antara
kalian dikumpulkan dalam perut ibunya selam 40 hari dan hadits
Barangsiapa yang berbuat dalam urusan kami apa-apa yang bukan
darinya maka hal itu tertolak.Dan Abu Ubaid rahimahullah berkata,
Nabi Shallallahu alaihi wasallam mengumpulkan seluruh urusan
akhirat dalam satu ucapan (yaitu) Barangsiapa yang mengadakan
perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka
dia tertolak.[Lihat Jamiul Ulum wal Hikam syarh hadits pertama]Imam
Ibnu Rajab rahimahullah berkata dalam Jamiul Ulum wal Hikam, Hadits
ini adalah asas yang sangat agung dari asas-asas Islam, sebagaimana
hadits Setiap amalan hanyalah dengan niatnya adalah parameter
amalan secara batin maka demikian pula dia (hadits ini) adalah
parameternya secara zhohir. Maka jika setiap amalan yang tidak
diharapkan dengannya wajah Allah Taala-, tidak ada pahala bagi
pelakunya, maka demikian pula setiap amalan yang tidak berada di
atas perintah Allah dan RasulNya maka amalannya tertolak atas
pelakunya. Dan setiap perkara yang dimunculkan dalam agama yang
tidak pernah diizinkan oleh Allah dan RasulNya, maka dia bukan
termasuk dari agama sama sekali.Syaikh Salim Al-Hilaly
hafizhohullah berkata dalam Bahjatun Nazhirin, Hadits ini termasuk
hadits-hadits yang Islam berputar di atasnya, maka wajib untuk
menghafal dan menyebarkannya, karena dia adalah kaidah yang agung
dalam membatalkan semua perkara baru dan bidah (dalam agama).Dan
beliau juga berkata, maka hadits ini adalah asal dalam membatalkan
pembagian bidah menjadi sayyi`ah (buruk) dan hasanah (terpuji).Dan
Syaikh Sholih bin Abdil Aziz Alu Asy-Syaikh hafizhohullah berkata
dalam Syarhul Arbain, Hadits ini adalah hadits yang sangat agung
dan diagungkan oleh para ulama, dan mereka mengatakan bahwa hadits
ini adalah asal untuk membantah semua perkara baru, bidah dan
aturan yang menyelisihi syariat.Dan beliau juga berkata dalam
mensyarh kitab Fadhlul Islam karya Syaikh Muhammad bin Abdil
Wahhab, Hadits ini dengan kedua lafadznya merupakan hujjah dan
pokok yang sangat agung dalam membantah seluruh bidah dengan
berbagai jenisnya, dan masing-masing dari dua lafadz ini adalah
hujjah pada babnya masing-masing, yaitu:a. Lafadz yang pertama
(ancamannya) mencakup orang yang pertama kali mencetuskan bidah
tersebut walaupun dia sendiri tidak beramal dengannya.b. Adapun
lafadz kedua (ancamannya) mencakup semua orang yang mengamalkan
bidah tersebut walaupun bukan dia pencetus bidah itu pertama kali.
Selesai dengan beberapa perubahan.Syarh :Setelah membaca komentar
para ulama berkenaan dengan hadits ini, maka kita bisa mengatahui
bahwa hadits ini dengan seluruh lafazhya merupakan ancaman bagi
setiap pelaku bidah serta menunjukkan bahwa setiap bidah adalah
tertolak dan tercela, tidak ada yang merupakan kebaikan. Dua pont
inilah yang insya Allah- kita akan bahas panjang lebar, akan tetapi
sebelumnya kita perlu mengetahui definisi dari bidah itu sendiri
agar permasalahan menjadi tambah jelas. Maka kami katakan:A.
Definisi Bidah.Bidah secara bahasa artinya memunculkan sesuatu
tanpa ada contoh sebelumnya, sebagaimana dalam firman Allah
-Subhanahu wa Taala-: Allah membuat bidah terhadap langit dan
bumi.(QS. Al-Baqarah: 117 dan Al-Anam: 101)Yakni Allah menciptakan
langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya yang mendahului. Dan
Allah -Azza wa Jalla- berfirman : Katakanlah: Aku bukanlah bidah
dari para Rasul. (QS. Al-Ahqaf: 9)Yakni : Saya bukanlah orang
pertama yang datang dengan membawa risalah dari Allah kepada para
hamba, akan tetapi telah mendahului saya banyak dari para Rasul.
Lihat: Lisanul Arab (9/351-352)Adapun secara istilah syariat dan
definisi inilah yang dimaksudkan dalam nash-nash syariat- bidah
adalah sebagaimana yang didefinisikan oleh Al-Imam Asy-Syathiby
dalam kitab Al-Itishom (1/50): , Bidah adalah suatu ungkapan untuk
semua jalan/cara dalam agama yang diada-adakan, menyerupai syariat
dan dimaksudkan dalam pelaksanaannya untuk berlebih-lebihan dalam
menyembah Allah Subhanah.Penjelasan Definisi.Setelah Imam
Asy-Syathiby rahimahullah menyebutkan definisi di atas, beliau
kemudian mengurai dan menjelaskan maksud dari definisi tersebut,
yang kesimpulannya sebagai berikut:1. Perkataan beliau jalan/cara
dalam agama. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi Shollallahu
alaihi wa ala alihi wasallam: Siapa saja yang mengadakan perkara
baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia
tertolak. (HSR. Bukhary-Muslim dari A`isyah)Dan urusan Rasulullah
Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam tentunya adalah urusan
agama karena pada urusan dunia beliau telah mengembalikannya kepada
masing-masing orang, dalam sabdanya: Kalian lebih mengetahui
tentang urusan dunia kalian. (HSR. Bukhory)Maka bidah adalah
memunculkan perkara baru dalam agama dan tidak termasuk dari bidah
apa-apa yang dimunculkan berupa perkara baru yang tidak
diinginkannya dengannya masalah agama akan tetapi dimaksudkan
dengannya untuk mewujudkan maslahat keduniaan, seperti pembangunan
gedung-gedung, pembuatan alat-alat modern, berbagai jenis kendaraan
dan berbagai macam bentuk pekerjaan yang semua hal ini tidak pernah
ada zaman Nabi Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam. Maka semua
perkara ini bukanlah bidah dalam tinjauan syariat walaupun dianggap
bidah dari sisi bahasa. Adapun hukum bidah dalam perkara kedunian
(secara bahasa) maka tidak termasuk dalam larangan berbuat bidah
dalam hadits di atas, oleh karena itulah para Shahabat radhiallahu
anhum mereka berluas-luasan dalam perkara dunia sesuai dengan
maslahat yang dibutuhkan. 2. Perkatan beliau yang diada-adakan,
yaitu sesungguhnya bidah adalah amalan yang tidak mempunyai
landasan dalam syariat yang menunjukkan atasnya sama sekali. Adapun
amalan-amalan yang ditunjukkan oleh kaidah-kaidah syariat secara
umum walaupun tidak ada dalil tentang amalan itu secara khusus-
maka bukanlah bidah dalam agama. Misalnya alat-alat tempur modern
yang dimaksudkan sebagai persiapan memerangi orang-orang kafir ,
demikian pula ilmu-ilmu wasilah dalam agama ; seperti ilmu bahasa
Arab (Nahwu Shorf dan selainnya) , ilmu tajwid , ilmu mustholahul
hadits dan selainnya, demikian pula dengan pengumpulan mushaf di
zaman Abu Bakar dan Utsman radhiallahu anhuma . Maka semua perkara
ini bukanlah bidah karena semuanya masuk ke dalam kaidah-kaidah
syariat secara umum.3. Perkataan beliau menyerupai syariat, yaitu
bahwa bidah itu menyerupai cara-cara syariat padahal hakikatnya
tidak demikian, bahkan bidah bertolak belakang dengan syariat dari
beberapa sisi:a. Meletakkan batasan-batasan tanpa dalil, seperti
orang yang bernadzar untuk berpuasa dalam keadaan berdiri dan tidak
akan duduk atau membatasi diri dengan hanya memakan makanan atau
memakai pakaian tertentu.b. Komitmen dengan kaifiat-kaifiat atau
metode-metode tertentu yang tidak ada dalam agama, seperti
berdzikir secara berjamaah, menjadikan hari lahir Nabi Shollallahu
alaihi wa ala alihi wasallam sebagai hari raya dan yang
semisalnya.c. Komitmen dengan ibadah-ibadah tertentu pada
waktu-waktu tertentu yang penentuan hal tersebut tidak ada di dalam
syariat, seperti komitmen untuk berpuasa pada pertengahan bulan
Syaban dan sholat di malam harinya.4. Perkataan beliau dimaksudkan
dalam pelaksanaannya untuk berlebih-lebihan dalam menyembah Allah
Subhanah. Ini merupakan kesempurnaan dari definisi bidah, karena
inilah maksud diadakannya bidah. Hal itu karena asal masuknya
seseorang ke dalam bidah adalah adanya dorongan untuk konsentrasi
dalam ibadah dan adanya targhib (motivasi berupa pahala)
terhadapnya karena Allah -Taala- berfirman: Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
(QS. Adz-Dzariyat: 56)Maka seakan-akan mubtadi (pelaku bidah) ini
menganggap bahwa inilah maksud yang diinginkan (dengan bidahnya)
dan tidak belum jelas baginya bahwa apa yang diletakkan oleh
pembuat syariat (Allah dan RasulNya) dalam perkara ini berupa
aturan-atiran dan batasan-batasan sudah mencukupi.B. Dalil-Dalil
Akan Tercelanya Bidah Serta Akibat Buruk yang Akan Didapatkan Oleh
Pelakunya.1. Bidah merupakan sebab perpecahan. Allah -Subhanahu wa
Taala- berfirman: dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah
jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian
mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan
mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Itulah yang Dia
diwasiatkan kepada kalian agar kalian bertakwa. (QS. Al-Anam:
153)Berkata Mujahid rahimahullah dalam menafsirkan makna
jalan-jalan : Bidah-bidah dan syahwat. (Riwayat Ad-Darimy no.
203)2. Bidah adalah kesesatan dan mengantarkan pelakunya ke dalam
Jahannam.Allah -Azza wa Jalla- berfirman: Dan hak bagi Allah
(menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang
bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu
semuanya (kepada jalan yang benar).. (QS. An-Nahl: 9)Berkata
At-Tastury : Qosdhus sabil adalah jalan sunnah di antaranya ada
yang bengkok yakni bengkok ke Neraka yaitu agama-agama yang batil
dan bidah-bidah.Maka bidah mengantarkan para pelakunya ke dalan
Neraka, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Shollallahu alaihi wa
ala alihi wasallam dalam khutbatul hajah: : : Amma badu,
sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah, dan
sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad, dan sejelek-jelek
perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bidah adalah kesesatan.
(HSR. Muslim dari Jabir radhiallahu anhuma)Dalam satu riwayat,
Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap yang
diada-adakan adalah bidah.Dan dalam riwayat An-Nasa`iy,
Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap yang
diada-adakan adalah bidah dan setiap bidah adalah kesesatan dan
semua kesesatan berada dalam Neraka.Dan dalam hadits Irbadh bin
Sariyah secara marfu: Dan hati-hati kalian dari perkara yang
diada-adakan karena setiap yang diada-adakan adalah bidah dan
setiap bidah adalah kesesatan. (HR. Ashhabus Sunan kecuali
An-Nasa`iy)3. Bidah itu tertolak atas pelakunya siapapun
orangnya.Allah Azza wa Jalla- menegaskan: Barangsiapa mencari agama
selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama
itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi. (QS. Ali Imran: 85)Dan bidah sama sekali bukan bahagian dari
Islam sedikitpun juga, sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits
yang sedang kita bahas sekarang.4. Allah melaknat para pelaku bidah
dan orang yang melindungi/menolong pelaku bidah.Rasulullah
Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam menegaskan: Barangsiapa
yang memunculkan/mengamalkan bidah atau melindungi pelaku bidah,
maka atasnya laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia, tidak
akan diterima dari tebusan dan tidak pula pemalingan. (HSR.
Bukhary-Muslim dari Ali dan HSR. Muslim dari Anas bin Malik)5. Para
pelaku bidah jarang diberikan taufiq untuk bertaubat nas`alullaha
as-salamata wal afiyah-.Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu,
Rasulullah Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam bersabda:
Sesungguhnya Allah mengahalangi taubat dari setiap pelaku bidah
sampai dia meninggalkan bidahnya. (HR. Ath-Thobarony dan Ibnu Abi
Ashim dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no.
1620)Berkata Syaikh Bin Baz ketika ditanya tentang makna hadits di
sela-sela pelajaran beliau mensyarah kitab Fadhlul Islam, Maknanya
adalah bahwa dia (pelaku bidah ini) menganggap baik bidahnya dan
menganggap dirinya di atas kebenaran, oleh karena itulah
kebanyakannya dia mati di atas bidah tersebut waliyadzu billah-,
karena dia menganggap dirinya benar. Berbeda halnya dengan pelaku
maksiat yang dia mengetahui bahwa dirinya salah, lalu dia
bertaubat, maka kadang Allah menerima taubatnya.6. Para pelaku
bidah akan menanggung dosanya dan dosa setiap orang yang dia telah
sesatkan sampai hari Kiamat waliyadzu billah-.Allah-Subhanahu wa
Taala- berfirman: (ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul
dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan
sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak
mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat
buruklah dosa yang mereka pikul itu. (QS. An-Nahl: 25)Dan Nabi
Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam telah bersabda: Dan
barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka atasnya dosa
seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dari
dosa mereka sedikitpun. (HSR. Muslim dari Abu Hurairah)7. Setiap
pelaku bidah akan diusir dari telaga Rasulullah Shollallahu alaihi
wa ala alihi wasallam.Beliau Shollallahu alaihi wa ala alihi
wasallam bersabda: Saya menunggu kalian di telagaku, akan
didatangkan sekelompok orang dari kalian kemudian mereka akan
diusir dariku, maka sayapun berkata : Wahai Tuhanku, (mereka
adalah) para shahabatku, maka dikatakan kepadaku : Engkau tidak
mengetahui apa yang mereka ada-adakan setelah kematianmu. (HSR.
Bukhary-Muslim dari Ibnu Masud radhiallahu anhu)8. Para pelaku
bidah menuduh Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wa ala alihi
wasallam telah berkhianat dalam menyampaikan agama karena ternyata
masih ada kebaikan yang belum beliau tuntunkan.Imam Malik bin Anas
rahimahullah berkata -sebagaimana dalam kitab Al-Itishom (1/64-65)
karya Imam Asy-Syathiby rahimahullah-, Siapa saja yang membuat satu
bidah dalam Islam yang dia menganggapnya sebagai suatu kebaikan
maka sungguh dia telah menyangka bahwa Muhammad Shollallahu alaihi
wa ala alihi wasallam telah mengkhianati risalah, karena Allah
Taala berfirman: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian
agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagi kalian. (QS.
Al-Ma`idah: 3)Maka perkara apa saja yang pada hari itu bukan agama
maka pada hari inipun bukan agama.9. Dalam bidah ada penentangan
kepada Al-Qur`an.Al-Imam Asy-Syaukany rahimahullah berkata dalam
kitab Al-Qaulul Mufid fii Adillatil Ijtihad wat Taqlid (hal. 38)
setelah menyebutkan ayat dalam surah Al-Ma`idah di atas, Maka bila
Allah telah menyempurnakan agamanya sebelum Dia mewafatkan NabiNya,
maka apakah (artinya) pendapat-pendapat ini yang di munculkan oleh
para pemikirnya setelah Allah menyempurnakan agamanya?!. Jika
pendapat-pendapat (bidah ini) bahagian dari agama menurut keyakinan
mereka- maka berarti Allah belum menyempurnakan agamanya kecuali
dengan pendapat-pendapat mereka, dan jika pendapat-pendapat ini
bukan bahagian dari agama maka apakah faidah dari menyibukkan diri
pada suatu perkara yang bukan bahagaian dari agama ?!.10. Para
pelaku bidah akan mendapatkan kehinaan dan kemurkaan dari Allah
Taala di dunia.Allah Azza wa Jalla- menegaskan: Sesungguhnya
orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak
akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam
kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang membuat-buat kedustaan. (QS. Al-Araf: 152)Ayat ini
umum, mencakup mereka para penyembah anak sapi dan yang menyerupai
mereka dari kalangan ahli bidah, karena bidah itu seluruhnya adalah
kedustaan atas nama Allah Taala, sebagaimana yang dikatakan oleh
Al-Imam Sufyan bin Uyainah rahimahullah.C. Perkataan Para Ulama
Salaf Dalam Mencela Bidah 1. Abdullah bin Masud radhiallahu anhu
berkata: Sederhana dalam melakukan sunnah lebih baik daripada
bersungguh-ungguh dalam melaksanakan bidah. (Riwayat Ad-Darimiy)dan
beliau juga berkata: Ittibalah kalian dan jangan kalian berbuat
bidah karena sesungguhnya kalian telah dicukupi, dan setiap bidah
adalah kesesatan. (Riwayat Ad-Darimy no. 211 dan dishohihkan oleh
Syaikh Al-Albany dalam taliq beliau terhadap Kitabul Ilmi karya
Ibnul Qoyyim)2. Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma berkata:
Setiap bidah adalah sesat walaupun manusia menganggapnya baik.
(Riwayat Al-Lalika`iy dalam Syarh Ushul Itiqod Ahlissunnah)3. Muadz
bin Jabal radhiallahu anhu berkata: , Maka waspadalah kalian dari
sesuatu yang diada-adakan, karena sesungguhnya apa-apa yang
diada-adakan adalah kesesatan. (Riwayat Abu Daud no. 4611)4.
Abdullah ibnu Abbas radhiallahu anhuma pernah berkata kepada Utsman
bin Hadhir: , Wajib atasmu untuk bertaqwa kepada Allah dan
beristiqomah, ittibalah dan jangan berbuat bidah. (Riwayat
Ad-Darimy no. 141)5.Telah berlalu perkataan dari Imam Malik
rahimahullah.6.Imam Asy-Syafiiy rahimahullah berkata: Barang siapa
yang menganggap baik (suatu bidah) maka berarti dia telah membuat
syariat.7. Imam Ahmad rahimahullah berkata dalam kitab beliau
Ushulus Sunnah: Pokok sunnah di sisi kami adalah berpegang teguh
dengan apa-apa yang para shahabat Rasulullah Shollallahu alaihi wa
ala alihi wasallam berada di atasnya, meneladani mereka serta
meninggalkan bidah dan setiap bidah adalah kesesatan.8.Sahl bin
Abdillah At-Tastury rahimahullah berkata: , Tidaklah seseorang
memunculkan suatu ilmu (yang baru) sedikitpun kecuali dia akan
ditanya tentangnya pada hari Kiamat ; bila ilmunya sesuai dengan
sunnah maka dia akan selamat dan bila tidak maka tidak. (Lihat
Fathul Bary : 13/290)9. Umar bin Abdil Aziz rahimahullah berkata: ,
, , Amma badu, saya wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada
Allah dan bersikap sederhana dalam setiap perkaraNya, ikutilah
sunnah NabiNya Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam dan
tinggalkanlah apa-apa yang dimunculkan oleh orang-orang yang
mengada-adakan setelah tetapnya sunnah beliau Shollallahu alaihi wa
ala alihi wasallam. (Riwayat Abu Daud)10. Abu Utsman An-Naisabury
rahimahullah berkata: , Barang siapa yang menguasakan sunnah atas
dirinya baik dalam perkataan maupun perbuatan maka dia akan
berbicara dengan hikmah, dan barang siapa yang menguasakan hawa
nafsu atas dirinya baik dalam perkataan maupun perbuatan maka dia
akan berbicara dengan bidah. (Riwayat Abu Nuaim dalam Al-Hilyah :
10/244)