Top Banner
1 1. AZAB DAN SENGSARA minuddin adalah anak Baginda Diatas, seorang kepala kampung yang terkenal kedermawanan dan kekayaannya. Masyarakat di sekitar Sipirok amat segan dan hormat pada keluarga itu. Adapun Mariamin, yang masih punya ikatan dengan keluarga itu, kini tergolong anak miskin. Ayah Mariamin, Sutan Baringin almarhum, sebenainya termasuk keluarga bangsawan kaya. Namun, Earena" semasa hidupnya terlalu boros dan serakah, ia akhirnya jaruh miskin dan meninggal dalam keadaan demikian. A Bagi Aminuddin, kemiskinan keluarga itu tidaklah menghalanginya untuk tetap bersahabat dengan Mariamin. Keduanya memang sudah berteman akrab sejak kecil dan terus meningkat hingga dewasa. Tanpa terasa, benih cinta kedua remaja itu pun tumbuh subur. Belakangan, mereka sepakat untuk hidup bersama, membina rumah tangga. Aminuddin pun berjanji hendak rnempersunting gadis itu jika kelak ia sudah bekerja. Janji pemuda itu akan segera dilaksanakan jika ia sudah mendapat pekerjaan di Medan. Aminuddin segera mengirim surat Pengarang : Merari Siregar (13 Juni 1886-23 April 1940) Penerbit : Balai Pustaka
64

1. Azab Dan Sengsara

Jun 14, 2015

Download

Documents

wahyudin
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 1. Azab Dan Sengsara

1

1. AZAB DAN SENGSARA

minuddin adalah anak Baginda Diatas, seorang kepala kampung yang

terkenal kedermawanan dan kekayaannya. Masyarakat di sekitar Sipirok

amat segan dan hormat pada keluarga itu. Adapun Mariamin, yang masih punya

ikatan dengan keluarga itu, kini tergolong anak miskin. Ayah Mariamin, Sutan

Baringin almarhum, sebenainya termasuk keluarga bangsawan kaya. Namun,

Earena" semasa hidupnya terlalu boros dan serakah, ia akhirnya jaruh miskin dan

meninggal dalam keadaan demikian.

A

Bagi Aminuddin, kemiskinan keluarga itu tidaklah menghalanginya untuk

tetap bersahabat dengan Mariamin. Keduanya memang sudah berteman akrab

sejak kecil dan terus meningkat hingga dewasa. Tanpa terasa, benih cinta kedua

remaja itu pun tumbuh subur. Belakangan, mereka sepakat untuk hidup bersama,

membina rumah tangga. Aminuddin pun berjanji hendak rnempersunting gadis itu

jika kelak ia sudah bekerja. Janji pemuda itu akan segera dilaksanakan jika ia

sudah mendapat pekerjaan di Medan. Aminuddin segera mengirim surat kepada

kekasihnya bahwa ia akan segera membawa Mariamin ke Medan.

Berita itu tentu saja amat menggembirakan hati Mariamin dan ibunya yang

memang selalu berharap agar kehidupannya segera berubah. Setidak-tidaknya, ia

dapat melihat putrinya hidup bahagia.

Niat Aminuddin itu disampaikan pula kepada kedua orang tuanya. Ibunya

sama sekali tidak berkeberatan. Bagaimanapun, almarhum ayah Mariamin masih

kakak kandungnya sendiri. Maka, jika putranya kelak jadi kawin dengan

Mariamin, perkawinan itu dapatlah dianggap sebagai salah satu usaha menolong

keluarga miskin itu.

Pengarang : Merari Siregar (13 Juni 1886-23 April 1940)Penerbit : Balai PustakaTahun : 1920; Cetakan IX, 1990

Page 2: 1. Azab Dan Sengsara

2

Namun, lain halnya pertimbangan Baginda Diatas, ayah Aminuddin.

Sebagai kepala kampung yang kaya dan disegani, ia ingin agar anaknya

beristrikan orang yang sederajat. Menurutnya, putranya lebih pantas kawin dengan

wanita dari keluarga kaya dan terhormat. Oleh karena itu, jika Aminuddin kawin

dengan Mariamin, perkawinan itu sama halnya dengan merendahkan derajat dan

maruibat dirinya. Itulah sebabnya, Baginda Diatas bermaksud menggagalkan niat

putranya.

Untuk tidak menyakiti hati istrinya, Baginda Diatas mengajaknya pergi ke

seorang dukun untuk melihat bagaimana nasib anaknya jika kawin dengan

Mariamin. Sebenarnya, itu hanya tipu daya Baginda Diatas. Oleh karena

sebelumnya, dukun itu sudah mendapat pesan tertentu, yaitu memberi ramalan

yang tidak menguntungkan rencana dan harapan Aminuddin. Mendengar

perkataan si dukun bahwa Aminuddin akan mengalamii nasib buruk jika kawin

dengan Mariamin, ibu Aminuddin tidak dapat berbuat apa-apa selain menerima

apa yang menurut suaminya baik bagi kehidupan anaknya.

Kedua orang tua Aminuddin akhirnya meminang seorang gadis keluarga

kaya yang menurut Baginda Diatas sederajat dengan kebangsawanan dan

kekayaannya. Aminuddin yang berada di Medan, sama sekali tidak mengetahui

apa yang telah dilakukan orang tuanya. Dengan penuh harapan, ia tetap menanti

kedatangan ayahnya yang akan membawa Mariamin.

Selepas peminangan itu, ayah Aminuddin mengirim telegram kepada

anaknya bahwa calon istrinya akan segera dibawa ke Medan. la juga minta agar

Aminuddin menjemputnya di stasiun.

Betapa sukacita Aminuddin setelah membaca telegram ayahnya. la pun

segera mempersiapkan segala sesuatunya. la membayangkan pula kerinduannya

kepada Mariamin akan segera terobati.

Namun, apa yang terjadi kemudian hanyalah kekecewaan. Ternyata,

ayahnya bukan membawa pujaan hatinya, melainkan seorang gadis yang

bermarga Siregar. Sungguhpun begitu, sebagai seorang anak, ia harus patuh pada

Page 3: 1. Azab Dan Sengsara

3

orang tua dan adat negerinya. Aminuddin tidak dapat berbuat apa-apa selain

menerima gadis yang dibawa ayahnya. Perkawinan pun berlangsung dengan

keterpaksaan yang mendalam pada diri Aminuddin. Berat hati pula ia

mengabarkannya pada Mariamin.

Bagi Mariamin, berita itu tentu saja sangat memukul jiwanya. Harapannya

musnah sudah. la pingsan dan jatuh sakit sampai beberapa lama. Tak terlukiskan

kekecewaan hati gadis itu.

Setahun setelah peristiwa itu, atas kehendak ibunya, Mariamin terpaksa

menerima lamaran Kasibun, seorang lelaki yang sebenarnya tidak diketahui asal-

usulnya. Ibunya hanya tahu, bahwa Kasibun seorang kerani yang bekerja di

Medan. Menurut pengakuan lelaki itu, ia belum beristri. Dengan harapan dapat

mengurangi penderitaan ibu-anak itu, ibu Mariamin terpaksa menjodohkan

anaknya dengan Kasibun. Belakangan diketahui bahwa lelaki itu baru saja

menceraikan istrinya hanya karena akan mengawini Mariamin.

Kasibun kemudian membawa Mariamin ke Medan. Namun rupanya,

penderitaan wanita itu belum juga berakhir. Suaminya ternyata mengidap penyakit

berbahaya yang dapat menular bila keduanya melakukan hubungan suami-istri.

Inilah sebabnya, Mariamin selalu menghindar jika suaminya ingin berhubungan

intim dengannya. Akibatnya, pertengkaran demi pertengkaran dalam kehidupan

rumah tangga itu tak dapat dihindarkan. Hal yang dirasakan Mariamin bukan

kebahagiaan, melainkan penderitaan berkepanjangan. Tak segan-segan Kasibun

menyiksanya dengan kejam.

Dalam suasana kehidupan rumah tangga yang demikian itu, secara

kebetulan, Aminuddin datang bertandang. Sebagaimana lazimnya kedatangan

tamu, Mariamin menerimanya dengan senang hati, tanpa prasangka apa pun.

Namun, bagi Kasibun, kedatangan Aminuddin itu makin mengobarkan rasa

cemburu dan amarahnya. Tanpa belas kasihan, ia menyiksa istrinya sejadi-

jadinya.

Page 4: 1. Azab Dan Sengsara

4

Tak kuasa menerima perlakuan kejam Kasibun, Mariamin akhirnya

mengadu dan melaporkan tindakan suaminya kepada polisi. Polisi kemudian

memutuskan bahwa Kasibun harus membayar denda dan sekaligus memutuskan

hubungan tali perkawinan dengan Mariamin.

Janda Mariamin akhirnya terpaksa kembali ke Siprok, kampung

halamannya. Tidak lama kemudian, penderitaan yang silih berganti menimpa

wanita itu, sempurna sudah dengan kematiannya. “azab dan sengsara dunia ini

telah tinggal di atas bumi, berkubur dengan jasad yang kasar itu”.

***

mumnya, para pengamat sastra Indonesia menempatkan novel Azab dan

Sengsara ini sebagai novel pertama Indonesia dalam khazanah

kesusastraan Indonesia modern. Penempatan novel ini sebagai novel pertama

lebih banyak didasarkan pada anggapan bahwa kesusastraan Indonesia modern

lahir tidak dari peran berdirinya Balai Pustaka, 1917, yang cikal bakalnya berdiri

tahun 1908. Sungguhpun sebenarnya tidak sedikit novel yang terbit sebelum Balai

Pustaka berdiri, dalam hal pemakaian bahasa Melayu sekolahan, Azab dan

Sengsara yang mengawalinya. Dalam konteks itulah novel ini menempati

kedudukan penting.

U

Tema Azab dan Sengsara sendiri yang mempermasalahkan perkawinan

dalam hubungannya dengan harkat dan martabat keluarga, bukanlah hal yang

baru. Novel-novel yang terbit di luar Balai Pustaka—yang umumnya

menggunakan bahasa Melayu rendah atau bahasa Melayu pasar juga banyak yang

bertema demikian. Novel bahasa Sunda, Baruang ka Nu Ngarora (Racun Bagi

Kaum Muda; 1914) karya D.K. Ardiwinata (1866-1947) yang diterbitkan Balai

Pustaka, juga bertema perkawinan dalam hubungan-nya dengan harkat dan

martabat keluarga. Jadi, secara tematik, novel Azab dan Sengsara, belumlah

secara tajam mempermasalahkan perkawinan dalam hubungannya dengan adat.

Sejauh ini, studi terhadap novel Azali dan Sengsara, baru dilakukan pada

tingkat sarjana muda, sebagaimana yang tampak dari penelitian Ahmad Tohir

Page 5: 1. Azab Dan Sengsara

5

(UGM, 1969), Dzukifli Salleh (FSUI, 1962), dan Yacob bin Mohamed Tara (FS

Unas, 1980).

Page 6: 1. Azab Dan Sengsara

6

2. SITI NUR BAYA

(Kasih Tak Sampai)

utan Mahmud Syah termasuk salah seorang bangsawan yang cukup terkenal

di Padang. Penghulu yang sangat disegani dan dihormati penduduk di

sekitarnya itu, mempunyai putra bernama Samsulbahri, anak tunggal yang berbudi

dan berperilaku baik. Bersebelahan dengan rumah Sutan Mahmud Syah, tinggal

seorang saudagar kaya bernama Baginda Sulaiman. Putrinya, Sitti Nurbaya, juga

merupakan anak tunggal keluarga kaya-raya itu.

S

Sebagaimana umumnya kehidupan bertetangga, hubungan antara keluarga

Sutan Mahmud Syah dan keluarga Baginda Sulaiman, berjalan dengan baik.

Begitu pula hubungan Samsulbahri dan Sitti Nurbaya. Sejak anak-anak sampai

usia mereka menginjak remaja, persahabatan mereka makin erat. Apalagi,

keduanya belajar di sekolah yang sama. Hubungan kedua remaja itu berkembang

menjadi hubungan cinta. Perasaan tersebut baru mereka sadari ketika Samsulbahri

akan berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya.

Sementara itu, Datuk Meringgih, salah seorang saudagar kaya di Padang,

berusaha untuk menjatuhkan kedudukan Baginda Sulaiman. la menganggap

Baginda Sulaiman sebagai saingannya yang harus disingkirkan, di samping rasa

iri hatinya melihat harta kekayaan ayah Sitti Nurbaya itu. "Aku sesungguhnya

tidak senang melihat perniagaan Baginda Sulaiman, makin hari makin bertambah

maju, sehingga berani ia bersaing dengan aku. Oleh sebab itu, hendaklah ia

dijatuhkan," demikian Datuk Meringgih berkata (hlm. 92). la kemudian menyuruh

anak buahnya untuk membakar dan menghancurkan bangunan, toko-toko, dan

semua harta kekayaan Baginda Sulaiman.

Pengarang : Marah Rusli (7 Agustus 1889-17 Januari 1968)Penerbit : Balai PustakaTahun : 1922; Cetakan XX, 1990

Page 7: 1. Azab Dan Sengsara

7

Akal busuk Datuk Meringgih berhasil. Baginda Sulaiman kini jatuh

miskin. Namun, sejauh itu, ia belum menyadari bahwa sesungguhnya,

kejatuhannya akibat perbuatan licik Datuk Meringgih. Oleh karena itu, tanpa

prasangka apa-apa, ia meminjam uang kepada orang yang sebenarnya akan

mencelakakan Baginda Sulaiman.

Bagi Datuk Meringgih kedatangan Baginda Sulaiman itu ibarat "Pucuk

dicinta ulam tiba", karena memang hal itulah yang diharapkannya. Rentenir kikir

yang tamak dan licik itu, kemudian meminjamkan uang kepada Baginda Sulaiman

dengan syarat harus dapat dilunasi dalam waktu tiga bulan. Pada saat yang telah

ditetapkan, Datuk Meringgih pun datang menagih janji.

Malang bagi Baginda Sulaiman. la tak dapat melunasi utangnya. Tentu

saja Datuk Meringgih tidak mau rugi. Tanpa belas kasihan, ia mengancam akan

memenjarakan Baginda Sulaiman jika utangnya tidak segera dilunasi, kecuali

apabila Sitti Nurbaya diserahkan untuk dijadikan istri mudanya.

Malang bagi Baginda Sulaiman. la tak dapat melunasi utangnya. Tentu

saja Datuk Meringgih tidak mau rugi. Tanpa belas kasihan, ia mengancam akan

memenjarakan Baginda Sulaiman jika utangnya tidak segera dilunasi, kecuali

apabila Sitti Nurbaya diserahkan untuk dijadikan istri mudanya.

Baginda Sulaiman tentu saja tidak mau putri tunggalnya menjadi korban

lelaki hidung belang itu walaupun sebenarnya ia tak dapat berbuat apa-apa. Maka,

ketika ia sadar bahwa dirinya tak sanggup untuk membayar utangnya, ia pasrah

saja digiring polisi dan siap menjalani hukuman. Pada saat itulah, Sitti Nurbaya

keluar dari kamarnya dan menyatakan bersedia menjadi istri Datuk Meringgih

asalkan ayahnya tidak dipenjarakan. Suatu keputusan yang kelak akan

menceburkan Sitti Nurbaya pada penderitaan yang berkepanjangan.

Samsulbahri, mendengar peristiwa yang menimpa diri kekasihnya itu

lewat surat Sitti Nurbaya, juga ikut prihatin. Cintanya kepada Sitti Nurbaya tidak

mudah begitu saja ia lupakan. Oleh karena itu, ketika liburan, ia pulang ke

Padang, dan menyempatkan diri menengok Baginda Sulaiman yang sedang sakit.

Page 8: 1. Azab Dan Sengsara

8

Kebetulan pula, Sitti Nurbaya pada saat yang sama sedang menjenguk ayahnya.

Tanpa sengaja, keduanya pun bertemu lalu saling menceritakan pengalaman

masing-masing.

Ketika mereka sedang asyik mengobrol, datanglah Datuk Meringgih. Sifat

Meringgih yang culas dan selalu berprasangka itu, tentu saja menyangka kedua

orang itu telah melakukan perbuatan yang tidak pantas. Samsulbahri yang merasa

tidak melakukan hal yang tidak patut, berusaha membela diri dari tuduhan keji itu.

Pertengkaran pun tak dapat dihindarkan.

Pada saat pertengkaran terjadi, ayah Sitti Nurbaya berusaha datang ke

tempat kejadian. Namun, karena kondisinya yang kurang sehat, ia jatuh dari

tangga hingga menemui ajalnya.

Ternyata ekor perkelahian itu tak hanya sampai di situ. Ayah Samsulbahri

yang merasa malu atas tuduhan yang ditimpakan kepada anaknya, kemudian

mengusir Samsulbahri. Pemuda itu terpaksa kembali ke Jakarta. Sementara Sitti

Nurbaya, sejak ayahnya meninggal merasa dirinya telah bebas dan tidak perlu lagi

tunduk dan patuh kepada Datuk Meringgih. Sejak saat itu ia tinggal menumpang

bersama salah seorang familinya yang bernama Aminah.

Sekali waktu, Sitti Nurbaya bermaksud menyusul kekasihnya ke Jakarta.

Namun, akibat tipu muslihat dan akal licik Datuk Meringgih yang menuduhnya

telah mencuri harta perhiasan bekas suaminya itu, Sitti Nurbaya terpaksa kembali

ke Padang. Oleh karena Sitti Nurbaya tidak bersalah, akhirnya ia bebas dari

tuduhan. Namun, Datuk Meringgih masih juga belum puas. la kemudian

menyuruh seseorang untuk meracun Sitti Nurbaya. Kali ini, perbuatannya

berhasil. Sitti Nurbaya meninggal karena keracunan.

Rupanya, berita kematian Sitti Nurbaya membuat sedih ibu Samsulbahri.

la kemudian jatuh sakit, dan tidak berapa lama kemudian meninggal dunia.

Berita kematian Sitti Nurbaya dan ibu Samsulbahri, sampai juga ke

Jakarta. Samsulbahri yang merasa amat berduka, mula-mula mencoba bunuh diri.

Page 9: 1. Azab Dan Sengsara

9

Beruntung, teman-nya, Arifin, dapat menggagalkan tindakan nekat Samsulbahri.

Namun, lain lagi berita yang sampai ke Padang. Di kota ini, Samsulbahri

dikabarkan telah meninggal dunia.

Sepuluh tahun berlalu. Samsulbahri kini telah menjadi serdadu kompeni

dengan pangkat letnan. la juga sekarang lebih dikenal dengan nama Letnan Mas.

Sebenarnya, ia menjadi serdadu kompeni bukan karena ia ingin mengabdi kepada

kompeni, melainkan terdorong oleh rasa frustrasinya mendengar orang-orang

yang dicintainya telah meninggal. Oleh karena itu, ia sempat bimbang juga ketika

mendapat tugas harus memimpin pasukannya memadamkan pemberontakan yang

terjadi di Padang. Bagaimanapun, ia tak dapat begitu saja melupakan tanah

leluhurnya itu. Ternyata pemberontakan yang terjadi di Padang itu didalangi oleh

Datuk Meringgih.

Dalam pertempuran melawan pemberontak itu, Letnan Mas sempat

mendapat perlawanan cukup sengit. Namun, akhirnya ia berhasil menumpasnya,

termasuk juga menembak Datuk Meringgih, hingga dalang pemberontak itu

tewas. Namun, Letnan Mas luka parah terkena sabetan pedang Datuk Meringgih.

Rupanya, kepala Letnan Mas yang terluka itu, cukup parah. la terpaksa

dirawat di rumah sakit. Pada saat itulah, timbul keinginan Letnan Mas untuk

berjumpa dengan ayahnya. Ternyata, pertemuan yang mengharukan antara "Si

anak yang hilang" dan ayahnya itu merupakan pertemuan terakhir sekaligus akhir

hayat kedua orang itu. Oleh karena setelah Letnan Mas menyatakan bahwa ia

Samsulbahri, ia mengembuskan napas di depan ayahnya sendiri. Adapun Sutan

Mahmud Syah, begitu tahu bahwa Samsulbahri yang dikiranya telah meninggal

beberapa tahun lamanya tiba-tiba kini tergolek kaku menjadi mayat akhirnya pun

meninggal dunia pada keesokan harinya.

***

ampir semua kritikus sastra Indonesia menempatkan novel Sitti Nurbaya

ini. sebagai karya penting dalam sejarah kesusastraan Indonesia. Secara

tematik, seperti yang disinggung H.B. Jassin, Zuber Usman, Ajip Rosidi, Sapardi

H

Page 10: 1. Azab Dan Sengsara

10

Djoko Damono, maupun Teeuw, novel ini tidak hanya menampilkan latar sosial

lebih jelas, tetapi juga mengandung kritik yang tajam terhadap adat-istiadat dan

tradisi kolot yang membelenggu. Novel ini pula yang pertama kali menampilkan

masalah perkawinan dalam hubungannya dengan persoalan adat, yang kemudian

banyak diikuti oleh pengarang-pengarang Indonesia sesudahnya.

Pada tahun 1969, novel ini memperoleh hadiah penghargaan dari

pemerintah Indonesia sebagai hadiah tahunan yang diberikan setiap tanggal 17

Agustus—kini Hadiah Tahunan Pemerintah ini tidak dilanjutkan lagi—.

Berbagai artikel maupun makalah yang membahas novel ini sudah banyak

ditulis oleh para pengamat sastra Indonesia, baik dalam maupun luar negeri.

Hingga kini, ulasannya masih terus banyak dilakukan, baik dalam konteks sejarah

kesusastraan Indonesia modern, maupun dalam konteks sosial dan emansipasi

wanita.

Di Malaysia, novel ini terbit pula dalam edisi bahasa Melayu. Pada tahun

1963 saja, di Malaysia itu, Sitti Nurbaya sudah mengalami cetak ulang ke-11.

Untuk pengajaran sastra di tingkat sekolah lanjutan, novel ini merupakan salah

satu novel wajib.

Tahun 1991, TVRI menyiarkan sinetron Sitti Nurbaya dengan pemeran

utamanya Novia Kolopaking (sebagai Sitti Nurbaya) dan Gusti Randa (sebagai

Samsulbahri).

3. SALAH ASUHAN

Pengarang : Abdul Muis (1886 - 17 Juli 1959)Penerbit : Balai PustakaTahun : 1928; Cetakan XIX, 1990

Page 11: 1. Azab Dan Sengsara

11

anafi adalah pemuda pribumi asal Minangkabau. Sesungguhnya, ia

termasuk orang yang sangat beruntung dapat bersekolah di Betawi sampai

tamat HBS (Hoogere Burger School). Ibunya yang sudah janda, memang berusaha

agar anaknya kelak menjadi orang pandai, melebihi sanak keluarganya yang lain.

Oleh karena itu, ia tidak segan-scgan menitipkan Hanafi pada keluarga Belanda

walaupun untuk pembiayaannya ia harus meminta bantuan mamaknya, Sutan

Batuah. Setamat HBS, Hanafi kembali ke Solok dan bekerja sebagai klerek di

kantor Asisten Residen Solok. Tak lama kemudian, ia diangkat menjadi komis

(hlm. 27).

H

Pendidikan dan pergaulan yang serba Belanda, memungkinkan Hanafi

berhubungan erat dengan Corrie Du Busse, gadis Indo-Perancis. Hanafi kini

merasa telah bebas dari kungkungan tradisi dan adat istiadat negerinya. Sikan,

pemikiran, dan cara hidupnya, juga sudah kebarat-baratan. Tidaklah heran jika

hubungannya dengan Corri ditafsirkan lain oleh Hanafi karena ia kini sudah

bukan lagi sebagai orang "inlander". oleh arena itu, ketika Corrie datang ke Solok

dalam rangka mengisi liburan sekolahnya, bukan main senangnya hati Hanafi. Ia

dapat berjumpa kembali dengan sahabat dekatnya.

Hanafi mulai merasakan tumbuhnya perasaan asmara. Sikap Corrie

terhadapnya juga dianggap sebagai "gayung bersambut kata berjawab". Maka,

betapa terkejutnya Hanafi ketika ia membaca surat dari Corrie. Corrie

mengingatkan bahwa perkawinan campuran bukan hanya tidak lazim untuk

ukuran waktu itu, tetapi juga akan mendatangkan berbagai masalah. "...Timur

tinggal Timur, Barat tinggal Barat, tak akan dapat ditimbuni jurang yang

membatasi kedua bahagian itu" (hlm. 59). Perasaan Corrie sendiri sebenarnya

mengatakan lain. Namun, mengingat dirinya yang Indo—dan dengan sendirinya

perilaku dan sikap hidupnya juga berpijak pada kebudayaan Barat— serta Hanafi

Page 12: 1. Azab Dan Sengsara

12

yang pribumi, yang tidak akan begitu saja dapat melepaskan akar budaya

leluhurnya.

Dalam surat Corrie selanjutnya, ia meminta agar Hanafi mau memutuskan

pertalian hubungannya itu (hlm. 61). Surat itu membuat Hanafi patah semangat. la

pun kemudian sakit. Ibunya berusaha menghibur agar anak satu-satunya itu, sehat

kembali. Di saat itu pula ibunya menyarankan agar Hanafi bersedia menikah

dengan Rapiah, anak mamaknya, Sutan Batuah. Ibunya menerangkan bahwa

segala biaya selama ia bersekolah di Betawi, tidak lain karena berkat uluran

tangan mamaknya, Sutan Batuah. Hanafi dapat mengerti dan ia menerima Rapiah

sebagai istrinya.

Kehidupan rumah tangga Hanafi dan Rapiah, rupanya tak berjalan

lempang. Hanafi tidak merasa bahagia, sungguhpun dari hasil perkawinannya

dengan Rapiah, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki, Syafei. Lagi pula,

semua teman-temannya menjauhi dirinya. Dalam anggapan Hanafi, penyebab

semua itu tak lain adalah Rapiah. Rapiah kemudian menjadi tempat segala

kemarahan Hanafi. Walaupun diperlakukan begitu oleh Hanafi, Rapiah tetap

bersabar.

Suatu ketika, setelah mendamprat Rapiah, ia duduk termenung seorang diri

di kebun. Ibunya menghampiri anaknya dan berusaha menyadarkan kembali

kelakuan anaknya yang sudah lewat batas itu. Nanrtun, Hanafi justru

menanggapinya dengan cara cemooh. Di saat yang sama, tiba-tiba seekor anjing

gila menggigit tangan Hanafi.

Dokter segera memeriksa gigitan anjing gila pada tangan Hanafi. Dokter

menyarankan agar Hanafi berobat ke Betawi. Anjuran dokter itu sangat

menyenangkan hatinya. Sebab, bagaimanapun, kepergiannya ke Betawi itu

sekaligus memberi kesempatan kepadanya untuk bertemu kembali dengan Corrie.

Suatu peristiwa yang sangat kebetulan terjadi. Dalam suatu kecelakaan

yang dialami Corrie, Hanafi yang sedang berada di Betawi, justru menjadi

penolong Corrie. Pertemuan itu sangat menggembirakan keduanya. Corrie yang

Page 13: 1. Azab Dan Sengsara

13

sudah ditinggal ayahnya, mulai menyadari bahwa sebenarnya ia memerlukan

sahabat. Pertemuan itu telah membuat Hanafi mengambil suatu keputusan. Ia

bermaksud tetap tinggal di Betawi. Untuk itu, ia telah pula mengurus kepindahan

pekerjaannya. Setelah itu, ia mengurus surat persamaan hak sebagai bangsa Eropa.

Dengan demikian, terbukalah jalan untuk segera menceraikan Rapiah, sekaligus

meluruskan jalan baginya untuk mengawini Corrie.

Semua rencana Hanafi berjalar. lancar. Namun, kini justru Corrie yang

menghadapi berbagai persoalan. Tekadnya untuk menikah dengan Hanafi

mendapat antipati dari teman-teman sebangsanya. Akhirnya, dengan cara diam-

diam mereka melangsungkan pernikahan.

Sementara itu, Rapiah yang resmi dicerai lewat surat yang dikirim Hanafi,

tetap tinggal di Solok bersama anaknya, Syafei, dan ibu Hanafi.

Adapun kehidupan rumah tangga Hanafi dan Corrie tidaklah seindah yang

mereka bayangkan. Teman-teman mereka yang mengetahui perkawinan itu, mulai

menjauhi. Di satu pihak menganggap Hanafi besar kepala dan angkuh; tidak

menghargai bangsanya sendiri. Di lain pihak, ia menganggap Corrie telah

menjauhkan diri dari pergaulan dan kehidupan Barat. Jadi, keduanya tidak lagi

mempunyai status yang jelas; tidak ke Barat, tidak juga ke Timur. Inilah awal

malapetaka dalam kehidupan rumah tangga mereka.

Kehidupan rumah tangga mereka kini terasa bagai bara api neraka dunia.

Corrie yang semula supel dan lincah, kini menjadi nyonya yang pendiam.

Kemudian Hanafi, kembali menjadi suami yang kasar dan bengis. Bahkan, Hanafi

selalu diliputi perasaan syak wasangka dan curiga. Lebih-lebih lagi, Corrie sering

dikunjungi Tante Lien, seorang mucikari.

Puncak bara api itu pun terjadi. Tanpa diselidiki terlebih dahulu, Hanafi

telah menuduh istrinya berbuat serong. Tentu saja, Corrie tidak mau dituduh dan

diperlakukan sekehendak hati suaminya. Maka, dengan ketetapan hati, Corrie

minta diceraikan. "Sekarang kita bercerai, buat seumur hidup.... Bagiku tidak

Page 14: 1. Azab Dan Sengsara

14

menjadi kependngan, karena aku tidak sudi menjadi istri lagi dan habis perkara"

(hlm. 183).

Setelah itu, Corrie meninggalkan Betawi dan berangkat ke Semarang. la

bekerja di sebuah panti asuhan.

Segala kejadian itu membuat Hanafi menyadari bahwa sebenarnya istrinya

tidak bersalah. la menyesal dan mencoba menyusul Corrie. Namun, sia-sia. Corrie

tetap pada pendiriannya.

Perasaan berdosa makin menambah beban penderitaan Hanafi. Di tambah

lagi, teman-temannya makin menjauhi. Hanafi dipandang sebagai seorang suami

yang kejam dan tidak bertanggung jawab. Dalam keadaan demikian, barulah ia

menyesal sejadi-jadinya. la juga ingat kepada ibu, istri, dan anaknya di Solok.

Akibat tekanan batin yang berkelanjutan, Hanafi jatuh sakit. Pada saat itu

datang seorang temannya yang mengatakan tentang pandangan orang

terhadapnya. Ia sadar dan menyesal., la kembali bermaksud minta maaf kepada

Corrie dan mengajaknya rujuk kembali. la pergi ke Semarang. Namun rupanya,

pertemuannya dengan Corrie di Semarang merupakan pertemuan terakhir. Corrie

terserang penyakit kolera yang kronis. Sebelum mengembuskan napasnya, Corrie

bersedia memaafkan kesalahan Hanafi. Perasaan sesal dan berdosa tetap membuat

Hanafi sangat menderita. Batinnya goncang. ia jatuh sakit kembali.

Setelah sembuh, Hanafi bermaksud pulang ke kampungnya. la ingin minta

maaf kepada ibunya dan Rapiah, istrinya. Di samping itu, ia juga ingin melihat

keadaan anaknya sekarang. la berharap agar anaknya kelak tidak mengikuti jejak

ayahnya yang sesat.

Dengan kebulatan hatinya, berangkatlah Hanafi kembali ke tanah

kelahirannya.

***

Page 15: 1. Azab Dan Sengsara

15

ovel pertama Abdul Muis ini, secara tematik tidak lagi memasalahkan adat

kolct yang sering sudah tidak sejalan lagi dengan kemajuan zaman,

melainkan jelas hendak mempertanyakan kawin campur antarbangsa. Dilihac dari

perkembangannya sejak Sitti Nurbaya, tampak jelas adanya pergeseran tema;

persoalannya tidak lagi kawin adat (Marah Rusli), kawin antarsuku (Adinegoro),

tetapi kawin antarbangsa. Ternyata, persoalannya tidak sederhana; ia menyangkut

perbedaan adat-istiadat, tradisi, agama, budaya, serta sikap hidup yang tidak

gampang begitu saja ditinggalkan.

N

Pada tahun 1969, novel ini memperoleh Hadiah Tahunan Pemerintah,

bersama tiga novel lainnya, yaitu Sitti Nurbaya, Belenggu, dan Atheis. Tahun

1972, novel ini diangkat ke layar perak oleh Asrul Sani dengan Dicky Zulkarnaen

sebagai pemeran Hanafi.

Kajian dan penelitian terhadap novel ini pernah dilakukan oleh Djajanto

Supra (FS "JI, 1969), sedangkan Pamasuk Eneste (FS UI, 1977) meneliti dalam

kaitannya dengan ekranisasi (Karya Sastra dalam Film) yang secara mendalam

membandingkannya pula jengan novel Anak Perawan di Sarong Penyamun

(1941) karya Sutan Takdir Alisjahbana, dan novel Aiheis (1949) karya Achdiat

Karta Mihardja. Peneliti lain adalah Jamil Bakar, dan kawan-kawan (Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1985) yang khusus membicarakan novel

ini. Adapun Sri H. Wijayanti (FS UI, 1989), membandingkan Salah Asuhan

dengan novel Malaysia, Mencari Istri.

Menurut Liang Liji (1988), Salah Asuhan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa

Cina, dan merupakan novel terjemahan Lris di Tiongkok. Adapun menurut

Morimura Shigeru (1988), mahaguru Osaka University of Foreign Studies,

Jepang, Salah Asuhan juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang.

Page 16: 1. Azab Dan Sengsara

16

4. KATAK HENDAK JADI LEMBU

akaria adalah seorang haji yang kaya-raya. Ia mempunyai anak tunggal

bernama Suria. Sejak kecil Suria hidup berkecukupan dan selalu

dimanjakan ayahnya. Dengan didikan yang seperti itu, ia justru menjadi seorang

anak yang pongah dan sombong. Bahkan, sifat dan tabiatnya yang buruk itu

terbawa sampai masa akhir hayatnya.

Z

Haji Hasbullah, teman karib Haji Zakaria, termasuk seorang haji yang

kaya-raya pula. la pun mempunyai seorang anak gadis satu-satunya, bernama

Zubaedah (Edah). Zubaedah berparas cantik dan berbudi baik. Ayah Zubaedah

telah memilihkan calon suaminya, Raden Prawira, yang berpangkat manteri polisi.

Akan tetapi, suatu ketika Haji Zakaria datang kepada Haji Hasbullah, memohon

agar Zubaedah dinikahkan dengan Suria. Haji Hasbullah tak dapat menolak

permintaan teman karibnya itu. Maka, pernikahan Suria dan Zubaedah

dilaksanakan.

Perkawinan yang tanpa didasari rasa cinta sama cinta itu justru membaua

petaka bagi Zubaedah. Kesempatan bagi Suria adalah setelah ayahnya meninggal

dunia. la berfoya-foya dengan harta peninggalan ayahnya itu. Selama tiga tahun,

ia pun meninggalkan Zubaedah yang baru melahirkan anaknya yang pertama,

Abdulhalim.

Ketika harta ayahnya telah ludes, Suria kembali pada Zubaedah. la

mengakui bahwa perbuatannya selama ini telah salah. Pada waktu itu Suria telah

bekerja sebagai juru tulis di kantor asisten di kabupaten. Penghasilannya yang

kecil selalu tak mencukupi kebutuhan keluarganya. Maka, Abdulhalim terpaksa

dibawa kakeknya dan disekolahkan di sekolah Belanda, lalu dilanjutkan ke

sekolah bergengsi di Bandung. Sementara itu, anak Suria terus bertambah. Kedua

adik Abdulhalim bernama Saleh dan Aminah. Oleh Suria, keduanya disekolahkan

Pengarang : Nur Sutan Iskandar Penerbit : Balai PustakaTahun : 1935; Cetakan V, 1978

Page 17: 1. Azab Dan Sengsara

17

di HIS. Itu semua dilakukan Suria hanya karena ia ingin dipandang dan dihomati

masyarakat. Layaknya orang mengatakan "besar pasak daripada tiang". Utang

Suria semakin bertumpuk. Untuk menutupi utang-utang suami dan biaya sekolah

anak-anaknya, Zubaedah sering berkirim surat pada ayahnya, meminta agar

dikirimi uang.

Seringkali terjadi pertengkaran mulut antara Zubaedah dan Suria.

Zubaedah tak kuat lagi menahan malu kepada para penagih yang selalu datang ke

rumahnya. Namun, Suria sendiri bersikap tak acuh menghadapi kenyataan itu.

Bahkan, ia kini ingin naik pangkat ketika didengarnya ada lowongan klerek. Hal

itu ia ceritakan kepada istrinya bahwa beberapa hari yang lalu ia mengirim

permohonan untuk mengisi lowongan itu. Ia begitu yakin atasannya akan

berusaha menolongnya. "Tak usah mengeluh juga, Edah," ujarnya, "kalau sudah

keluar surat angkatan akang jadi klerk, tentu klerk kelas 1, tak perlu kita disokong

ayah dari Rasik lagi. Dengan sekejap saja kita sudah lebih dari pada manteri polisi

yang tertua dinasnya" (hlm. 89).

Utang Suria terus menggunung. Apalagi karena Suria berani mengambil

barang-barang lelangan atasannya. Maka, untuk melunasi utang-utang itu, Suria

jadi gelap mata. la "telan" uang kas di kantornya. Perbuatannya itu diketahui oleh

atasannya. Kemudian, ketika Suria dipanggil atasannya, ia bahkan mengajukan

permohonan berhenti bekerja.

Rupanya, Suria telah merencanakan sebelumnya. Dalam pikirannya,

setelah berhasil menggelapkan uang kas, ia akan membawa istri dan anak-anaknya

pindah ke rumah Abdulhalim yang kini telah bekerja dan telah pula berkeluarga.

Suria mengirim surat kepada anaknya dan mengutarakan maksudnya itu. Sebagai

seorang anak yang ingin membalas budi orang tua, Abdulhalim sama sekali tak

merasa berkeberatan dengan keinginan ayahnya. Mulai saat itu, Suria tinggal di

rumah anaknya.

Orang tua itu rupanya benar-benar tak tahu diri. la tetap bersikap seperti

tuan rumah layaknya. Adapun Abdulhalim dan menantunya dianggapnya sebagai

Page 18: 1. Azab Dan Sengsara

18

anak yang harus patuh pada orang tua, sekalipun Abdulhalim sebagai kepala

rumah tangga. "...Patutkah seorang menantu menghinakan mertuanya, patutkah

seorang perempuan berkata sekasar itu terhadapku, bekas manteri kabupaten?

Sudah salah ayahmu mengawinkan Abdulhalim dengan anak jaksa kepala itu.

Mengharapkan gelar dan paras saja. Coba diturutkan nasihatku dahulu:

dikawinkan Abdulhalim dengan anak wedana, yang telah jadi guru di Tasik itu,

tentu takkan begini jadinya" (hlm. 164).

Tak kuasa Zubaedah melihat tingkah laku suaminya yang sering

mencampuri urusan rumah tangga anaknya. Hal itu pula yang membuat kehidupan

rumah tangga anaknya mulai sering diwarnai percekcokan. Bagi Zubaedah,

keadaan demikian sungguh membuatnya tidak enak hati. Bagaimanapun, sebagai

seorang ibu, ia ingin melihat anaknya hidup bahagia. Kebahagiaan anaknya, justru

terganggu oleh ulah Suria yang merasa bebas berbuat sekehendak hati terhadap

anaknya. la menyesalkan sikap suaminya. "Sesal Zubaedah terhadap Suria

semata-mata, dan sesal tak putus itulah yang mendatangkan penyakit kepadanya"

(hlm. 166). Tekanan batin yang mendatangkan penyakit itu pula yang

mengantarkan Zubaedah mengembuskan napasnya yang penghabisan. la

meninggal di hadapan semua kaum keluarganya.

Kematian istrinya telah membuat Suria merasa sangat malu terhadap

kelakuannya sendiri. Ia telah mengganggu ketenteraman rumah tangga anaknya. la

pula yang menyebabkan istrinya menderita hingga maut menjemputnya. Perasaan

malu yang tak tertanggungkan itu, memaksa Suria mengambil keputusan; ia pergi

entah ke mana. Pergi bersama kesombongan dan keangkuhannya. Menggelandang

membawa sifatnya yang tak juga berubah.

***

ovel Katak Hendak jadi Lembu ini, termasuk salah satu novel terbaik yang

dihasilkan Nur Sutan Iskandar. Agak mengherankap bahwa pengarang

kelahiran Sumatra Barat ini, mampu menulis novel yang begitu kuat

menghadirkan latar tempat dan latar sosial masyarakat Pasundan. Latar tempatnya

N

Page 19: 1. Azab Dan Sengsara

19

memang terjadi di daerah Jawa Barat. Hampir semua tempat di seputar jawa Barat

—Cirebon, Tasikmalaya, Sumedang, dan Bandung—berikut panorama alamnya

dilukiskan dengan amat meyakinkan. Begitu pula perilaku dan sikap para

bangsawan berikut sebutan-sebutan yang khas Sunda.

Dalam hal tersebut, tersirat pengarangnya hendak melakukan kritik

terhadap priayi atau bangsawan Sunda yang terlalu membanggakan

kebangsawanannya hingga tak mau bekerja keras dan lebih suka dilayani segala

sesuatunya. Hal tersebut tampak jelas dari gambaran sosok pribadi Suria. Jadi,

dalam hal ini, Nur Sutan Iskandar tidak lagi memasalahkan kawin adat, melainkan

sikap dan perilaku bangsawan Sunda yang hanyut oleh obsesi kebangsawanannya.

Studi mengenai karya Nur Sutan Iskandar, lihat ulasan pada ringkasan

Hulubalang Raja.

Page 20: 1. Azab Dan Sengsara

20

5. LAYAR TERKEMBANG

uti adalah putri sulung Raden Wiriaatmadja. la dikenal sebagai seorang

gadis yang berpendirian teguh dan aktif dalam berbagai kegiatan organisasi

wanita. Watak Tuti yang selalu serius dan cenderung pendiam, sangat berbeda

dengan adiknya, Maria. la seorang gadis yang lincah dan periang.

T

Suatu hari, keduanya pergi ke pasar ikan. Ketika mereka sedang asyik

melihat-lihat akuarium, mereka bertemu dengan seorang pemuda. Pertemuan itu

berlanjut dengan perkenalan. Pemuda itu bernama Yusuf, seorang Mahasiswa

Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta. Ayahnya adalah Demang Munaf, tinggal di

Martapura, Sumatra Selatan.

Perkenalan yang tiba-tiba itu menjadi semakin akrab dengan diantarnya

Tuti dan Maria pulang. Bagi Yusuf, pertemuan itu ternyata berkesan cukup

mendalam. la selalu teringat kepada kedua gadis itu, dan terutama Maria. Kepada

gadis lincah inilah perhatian Yusuf lebih banyak tertumpah. Menurutnya, wajah

Maria yang cerah dan berseri-seri serta bibirnya yang selalu tersenyum itu,

memancarkan semangat hidup yang dinamis.

Esok harinya, ketika Yusuf pergi ke sekolah, tanpa disangka-sangka ia

bertemu lagi dengan Tuti dan Maria di depan Hotel Des Indes. Yusuf pun

kemudian dengan senang hati, menemani keduanya berjalan-jalan. Cukup hangat

mereka bercakap-cakap mengenai berbagai hal.

Sejak itu, pertemuan antara Yusuf dan Maria berlangsung lebih kerap.

Sementara itu, Tuti dan ayahnya melihat hubungan kedua remaja itu tampak

sudah bukan lagi hubungan persahabatan biasa.

Tuti sendiri terus disibuki oleh berbagai kegiatannya. Dalam Kongres Putri

Sedar yang berlangsung di Jakarta, ia sempat berpidato yang isinya membicarakan

Pengarang : S. Takdir Alisjahbana Penerbit : Balai PustakaTahun : 1937; Cetakan XVIII, 1988

Page 21: 1. Azab Dan Sengsara

21

emansipasi wanita; suatu petunjuk yang memperlihatkan cita-cita Tuti untuk

memajukan kaumnya.

Pada masa liburan, Yusuf pulang ke rumah orang tuanya di Martapura.

Sesungguhnya, ia bermaksud menghabiskan masa liburannya bersama keindahan

alam tanah leluhurnya. Namun, ternyata, ia tak dapat meaghilangkan rasa

rindunya kepada Maria. Dalam keadaan demikian, datang pula kartu pos dari

Maria yang justru membuatnya makin diserbu rindu. Berikutnya, surat Maria

datang lagi. Kali ini mengabarkan perihal perjalanannya bersama Rukamah,

saudara sepupunya yang tinggal di Bandung. Setelah membaca surat itu, Yusuf

memutuskan untuk kembali ke Jakarta, kemudian menyusul sang kekasih ke

Bandung. Setelah mendapat restu ibunya, pemuda itu pun segera meninggalkan

Martapura.

Kedatangan Yusuf tentu saja disambut hangat oleh Maria dan Tuti. Kedua

sejoli itu pun lalu melepas rindu masing-masing dengan berjalan-jalan di sekitar

air terjun di Dago. Dalam kesempatan itulah, Yusuf menyatakan cintanya kepada

Maria.

Sementara hari-hari Maria penuh dengan kehangatan bersama Yusuf, Tuti

sendiri lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku.

Sungguhpun demikian, pikiran Tuti tidak urung diganggu oleh keinginannya

untuk merasakan kemesraan cinta. Ingat pula ia pada teman sejawatnya, Supomo.

Lelaki itu pernah mengirimkan surat cintanya kepada Tuti.

Ketika Maria mendadak terkena demam malaria, Tuti menjaganya dengan

sabar. Saat itulah tiba adik Supomo yang ternyata disuruh Supomo untuk meminta

jawaban Tuti perihal keinginannya untuk menjalin cinta dengannya. Sungguhpun

gadis itu sebenarnya sedang merindukan cinta kasih seseorang, Supomo

dipandangnya sebagai rukan lelaki idamannya. Maka, segera ia menulis surat

penolakannya.

Sementara itu, keadaan Maria makin bertambah parah. Kemudian

diputuskan untuk merawatnya di rumah sakit. Ternyata, menurut keterangan

Page 22: 1. Azab Dan Sengsara

22

dokter, Maria mengidap renyakit TBC. Dokter yang merawatnya menyarankan

agar Maria dibawa ke rumah penyakit TBC di Facet, Sindanglaya, Jawa Barat.

Perawatan terhadap Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya. Namun,

keadaannya tidak juga mengalami perubahan. Lebih dari pada itu, Maria mulai

merasakan kondisi kesehatan yang makin lemah. Tampaknya, ia sudah pasrah

menerima kenyataan.

Pada suatu kesempntan, di saat Tuti dan Yusuf berlibur di rumah Ratna

dan Saleh di Sindanghya, di situlah mata Tuti mulai terbuka dalam memandang

kehidupan di pedesaan. Kehidupan suami-istri yang melewati hari-harinya dengan

bercocok tanam itu, ternyata juga telah mampu membimbing masyarakat

sekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan. Keadaan tersebut benar-

benar telah menggugah alam pikiran Tuti. la menyadari bahwa kehidupan mulia;

mengabdi kepada masyarakat, tidak hanya dapat dilakukan di kota atau dalam

kegiatan-kegiatan organisasi, sebagaimana yang selama ini ia lakukan, tetapi juga

di desa atau di masyarakat mana pun, pengabdian itu dapat dilakukan.

Sejalan dengan keadaan hubungan Yusuf dan Tuti yang belakangan ini

tampak makin akrab, kondisi kesehatan Maria sendiri justru kian

mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun rupanya sudah tak dapat berbuat

lebih banyak lagi. Kemudian, setelah Maria sempat berpesan kepada Tuti dan

Yusuf agar keduanya tetap bersatu dan menjalin hubungan rumah tangga, Maria

mengembuskan napasnya yang terakhir. "Alangkah bahagianya saya di akhirat

nanti, kalau saya tahu, bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-

kasihan seperti kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini... Inilah permintaan

saya yang penghabisan, dan saya, saya tidak rela selama-lamanya, kalau

kakandaku masing-masing mencari peruntungan pada orang lain" (hlm. 209).

Demikianlah pesan terakhir almarhum, Maria. Lalu, sesuai dengan pesan tersebut,

Yusuf dan Tuti akhirnya tidak dapat berbuat lain, kecuali melang-sungkan

perkawinan karena cinta keduanya memang sudah tumbuh bersemi.

***

Page 23: 1. Azab Dan Sengsara

23

arya penting ketiga di antara roman-roman sebelum perang menurut

anggapan umum, ialah Layar Terkembang..." demikian tulis Teeuw (Sastra

Baru Indonesia I, 1980). Sebagian besar kritikus sastra, antara lain, Ajip Rosidi,

Zuber Usman, Amal Hamzah, H.B. Jassin, maupun Teeuw, menyebut novel Layar

Terkenibang sebagai novel bertendensi. Di antaranya juga ada yang berpendapat

bahwa sikap dan pemikiran tokoh Tuti lebih menyerupai sebagai sikap dan

pemikiran S. Takdir Alisjahbana, khususnya dalam usaha mengangkat harkat

kaum wanita (Indonesia). Tokoh Tuti yang digambarkan sebagai wanita modem

yang aktif dalam berbagai kegiatan organisasi, memang tidak sedikit melontarkan

gagasan progresif. la juga selalu merasa terpanggil untuk ikut terjun memajukan

bangsanya sendiri, khususnya kaum wanita.

K

Mengenai tahun terbit novel ini, Pamusuk Eneste, Ajip Rosidi, H.B. Jassin,

dan Teeuw menyatakan bahwa novel ini terbit tahun 1936. Namun, pada cetakan

VII (1959) dan cetakan XVIII (1988) tertulis bahwa cetakan pertama tahun 1937.

Pada tahun 1963, novel ini terbit dalam edisi bahasa Melayu di Kuala

Lumpur dan hingga kini masih terus dicetak ulang.

Studi mengenai novel ini pernah dilakukan Mariam binti Hj. Ismail (1973) dan

Moh. Basir bin Haji Noor (1975) keduanya merupakan studi sarjana muda FS

Unas. Sebelum itu, Noer Islam Moenaf (FS UI, 1961) melakukan penelitian

terhadap novel itu sebagai bahan skripsi sarjananya. Adapun Somi Moh. Hatta

(FKIP UI, 1961) lebih banyak memaparkan kepujanggaan Alisjahbana secara

cukup lengkap. Hal yang juga pernah dilakukan A. H. Johns (1959), guru besar

yang kini mengajar di Australian National University.

Page 24: 1. Azab Dan Sengsara

24

6. PERTEMUAN JODOH

atna, seorang murid Frobelkweeschool, secara tak sengaja berkenalan

dengan pemuda Suparta dalam kereta yang membawanya dari Jakarta ke

Bandung. Suparta berusaha mencarikan tempat duduk buat gadis itu, yang semula

dipenuhi barang-barang milik sepasang suami-istri Tionghoa. Di Stasiun Cimahi,

suami-istri Tionghoa itu ditahan polisi karena ditemukan membawa candu.

R

Perkenalan tersebut rupanya berkesan cukup dalam bagi sepasang anak

muda itu. Suparta pun berkesempatan untuk mengantarkan gadis itu sampai ke

halaman sekolahnya. Selanjutnya, mereka sepakat untuk meneruskan hubungan

lewat surat.

Beberapa bulan kemudian, Suparta yang murid Stovia itu, melalui sepucuk

surat, mengutarakan niatnya untuk memperistri Ratna. Meskipun tidak secara

tegas, Ratna menyambut baik niat Suparta. la bersedia juga menghabiskan masa

liburannya di Surnedang untuk sekaligus berkenalan secara baik-baik dengan

keJuarga pemuda itu. "Ibu Suparta termasuk golongan 'menak baheula', yaitu

orang tua turunan bangsawan yang masih berpegang teguh alam keadaan dan adat

lembaga zaman dahulu" (hlm. 29).

Sambutan ibu Suparta ternyata tidak begitu ramah. Ratna kecewa pada sikap

Nyai Raden Tedja Ningrum yang memandangnya dengan cemooh setelah tahu

bahwa Ratna turunan orang kebanyakan saja. Ibu Suparta juga bahkan sengaja

menyinggung-nyinggung nama gadis lain yang dianggapnya lebih pantas untuk

anaknya, yang tak lain adalah teman sekelas Ratna di Frobelkweeschool.

Ratna kemudian bertekad untuk melupakan Suparta. Berita pertunangan

Suparta dengan Nyai Raden Siti Halimah alias "Dewi Dekok" tidak membuatnya

Pengarang : Abdul MuisPenerbit : Balai PustakaTahun : 1932; Cetakan V, 1964

Page 25: 1. Azab Dan Sengsara

25

putus asa. Namun, kemalangan lain terpaksa pula harus ia terima. Usaha

pembakaran kapur ayahnya, Tuan Atmadja, bangkrut. Akibatnya, Ratna terpaksa

memutuskan keluar dari sekolahnya.

Cobaan-cobaan itu tidak membuat Ratna patah semangat. la pun kemudian

berusaha mencari pekerjaan. Gaji yang ia terirna sebagai pelayan toko,

digunakannya untuk membiayai sekolah adiknya, Sudarma. Namun, baru empat

bulan ia bekerja, toko itu harus ditutup atas perintah pengadilan. Ratna kembali

melamar pekerjaan di kantor advokat. Namun, ia terpaksa mengurungkan niatnya

karena si advokat itu berusaha menggodanya. Dalam kebingungan, ia lewat di

depan sebuah rumah besar. Pikirannya kemudian muncul, untuk menjadi

pembantu rumah tangga. la pun menjadi pembantu Tuan dan Nyonya Kornel.

Sementara itu, Suparta yang sudah menjadi dokter berusaha mcnjumpai

Ratna kembali. la kehilangan jejak kekasihnya itu. la juga menyesalkan

ketidaksetujuan ibunya terhadap keinginannya untuk memperistri Ratna. Namun,

ketika sikap keras hati ibunya itu melunak, Suparta justru kehilangan jejak Ratna.

Berkat pertolongan direktris Frobelkweeschool, dokter muda itu memperoieh

alamat orang tua Ratna di Tagogapu. Ternyata, di rumah orang tua Ratna, Suparta

juga tak menjumpai gadis itu. Orang tua Ratna yang melihat kesungguhan Suparta

merasa tersentuh hatinya sehingga mereka rriemberitahukan alamat Ratna di

Kebon Sirih. Alangkah terkejutnya Suparta ketika mendengar bahwa Ratna sudah

berangkat ke Jakarta bersama adiknya pagi itu, sedangkan pemilik rumah tempat

Ratna menumpang tidak mengetahui tujuan kakak beradik itu ke Jakarta.

Dalam pada itu, selama Ratna menjadi pembantu keluarga Kornel, berbagai

cobaan harus diterimanya dengan tabah. Kehadirannya dalam keluarga itu tidak

luput dari rasa iri Jene, pembantu yang juga bekerja pada keluarga Kornel. Hingga

pada suatu ketika, Ratna dituduh mencuri perhiasan Nyonya Kornel atas fitnah

Jene. Ratna kemudian dibawa ke kantor polisi. Ketika para polisi yang

menjaganya lengah, Ratna melarikan diri, kemudian terjun ke sungai di sekitar

Page 26: 1. Azab Dan Sengsara

26

jembatan Kwitang. Beruntung, nyawanya masih dapat diselamatkan. Dalam

keadaan sekarat, ia dibawa ke rumah sakit.

Sangat kebetulan bahwa dokter yang merawat Ratna adalah Suparta.

Pertemuan itu tentu saja membesarkan hati kedua belah pihak. Keyakinan Suparta

bahwa Ratna tidak bersalah, ikut mempercepat kesembuhan wanita muda itu.

Untuk rnemulihkan nama baik Ratna, dokter muda itu menyiapkan seorang

pengacara terkenal untuk mendampingi gadis pujaannya di pengadilan. Sebab,

bagaimanapun, Ratna masih harus berurusan dengan penegak hukum.

Di pengadilan terbukti bahwa Ratna tidak bersalah. Pencuri perhiasan

Nyonya Kornel ternyata adalah A mat, kekasih Jene. Pembantu keluarga Kornel

yang bernama Jene itu diduga diperalat oleh kekasihnya. Pengadilan juga

memutuskan bahwa Amat bersalah dan diganjar lima tahun penjara. Sementara

itu, Jene tidak dikenakan hukuman walaupun sebenarnya harus dituntut.

Sidang pengadilan juga telah mempertemukan Ratna dengan Sudarma,

adiknya, schattcr pegadaian Purwakarto yang bertindak sebagai saksi pertama.

Lalu, atas ke-sepakatan Suparta dan Sudarma, Ratna disuruh beristirahat di sebuah

paviliun "Bidara Cina". Gadis itu tidak dii/inkan bertemu dengan sembarang

orang, kecuali Suparta yang setiap sore datang memeriksa kesehatannya. Lambat-

laun kesehatan Ratna mulai puiih. la juga mulai dapat mengingat-ingat segala

sesuatunya, termasuk hubungannya dengan Suparta.

Begitu Ratna meninggalkan tempat peristirahatannya, Suparta melamarnya.

"Dokter Suparta sendiri yang berkehendak, supaya nikah dilangsungkan hari

ini, ..." (hlm. 155). Tuan Atmadja sekeluarga berkumpul di rumah Sudarma

menyelenggarakan pesta perkawinan Ratna dengan Dokter Suparta.

Kebahagiaan pengantin baru itu bertambah lagi ketika mereka pulang ke

Tagogapu. Rumah ayah Ratna kini lebih besar dibandingkan sebelumnya.

Keadaan Tuan Atmadja sekarang sudah lebih baik lagi berkat bantuan kedua

anaknya. Kini, pengantin baru itu menempati sebuah rurnah besar, bersebelahan

Page 27: 1. Azab Dan Sengsara

27

dengan rurnah orang tua Ratna. Rumah itu sengaja dibangun Suparta sebagai

hadiah perkawinan bagi istrinya.

***

ovel kedua Abdul Muis, Pertemuan Jodoh ini menurut Teeuw merupakan

roman peralihan. Bukan saja karena pengarangnya merupakan hasil

perkawinan antar-pulau, tetapi karena hampir seluruh hayatnya ia tinggal di Jawa

(Sastra Baru Indonesia 1, 1980). Pertemuan Jcdoh tidak lagi berccrita tentang

pemuda-pemudi Minangkabau, tetapi tentang pemuda bangsawan Sunda dengan

gadis Sunda keturunan orang kebanyakan, Ibu Suparta yang "menak baheula"

akhirnya kalah oleh keinginan anaknya yang tidak lagi kukuh mempertahankan

adat tradisi kemenakannya atau kebangsa-wanannya.

N

Seperti juga pada.Salah Asuhan, jalinan peristiwanya disajikan secara

meyakinkan. Perwatakan tokoh-tokoh ceritanya juga tampil meyakinkan. Tokoh-

tokoh yang tidak terpelajar, misalnya, dalam dialognya menggunakan kata-kata

bahasa Betawi. Dengan demikian, Pertemuan Jodoh boleh dikatakan merupakan

pengamatan pengarangnya terhadap lingkungan sekitarnya setelah ia lama berada

di Jawa, terutama di Bandung (Abdul Muis pernah bekerja sebagai klerek di

Departemen Buderwijs en Eredienst dan menjadi wartawan di Bandung).

Studi mengenai novel ini pernah dilakukan oleh Jalal Ahmad bin Abdullah

(FS UI, 1962) dan Shaaban bin Abu (FS Unas, 1974). Menurut Shaaban novel ini

merupakan lanjutan dari Salah Asuhan. Kajian lebih mendalam dilakukan oleh K.

Karmana Mah-mud (FS UGM, 1984) dalam tesis S2-nya yang berjudul "Tinjauan

Roman Pertemuan Jodoh atau Dasar Pendekatan Strukturalisme dan Semiotik".

Page 28: 1. Azab Dan Sengsara

28

7. MENYONGSONG BADAI

anpa merundingkannya dengan Dai (Damayanti), Dokter Mokhtar (ayah

Dai) memutuskan untuk mengirim anaknya ke tempat Bu Sri di kota. Dai

tidak bisa menerima kepntusan ayahnya ini, tetapi mau tak mau ia harus

menjalankan keputusan itu. Dai merasa dibuang dari rumahnya. la merasa

disingkirkan oleh ayahnya sendiri, orang yang selama ini menjadi ayah yang

dihormati sekaligus sahabat. "la tak dapat lagi menyelami jalan pikiran ayah.

Bertambah hari ayahnya bertambah merupakan tanda tanya baginya. Pada

beliaulah seharusnya saudara-saudaranya mencari pokok pangkal kesalahan.

Ketentraman rumah tentu akan tetap terpelihara andaikata ayah tidak beristri lagi"

(hlm. 6). la menjadi kehilangan tempat berpijak.

T

Di tempatnya yang baru—pondokan Bu Sri—Dai harus tinggal berempat

sekamar. Disebabkan oleh pengaruh hatinya yang sedang galau, ia memberikan

kesan yang kurang enak terhadap rekan-rekan sekamarnya. Sikapnya yang dingin

dan tak acuh menimbulkan salah paham dengan Yan, salah seorang rekan

sekamarnya, dan terjadilah pertengkaran. Berkat penanganan Bu Sri yang

bijaksana, pertengkaran itu dapat dilerai dan hubungan di antara anak pondoknya

berangsur-angsur baik, juga penuh kekeluargaan.

Tak berapa lama kemudian, Dai dapat menyesuaikan dirinya untuk tinggal

di rumah Bu Sri. Kegembiraannya mulai pulih, apalagi setelah ia berkenalan

dengan Pramono, teman sekolahnya. Dai dan Pram mempunyai hobi yang sama:

keduanya suka pada kesegaran dan keindahan alam. Mereka sering berjalan-jalan

bersama.

Selain Pram, pemuda yang sering datang mengunjungi Dai adalah Hariadi,

teman sedesanya. Hanadi yang semula pertamanya mendapat simpati dari

Pengarang : Luwarsih Pringgoadisuryo (1930)Penerbit : Pustaka JayaTahun : 1970; Cetakan II, 1982

Page 29: 1. Azab Dan Sengsara

29

penghuni pondokan Bu Sri karena kepandaiannya bergaul dan kelincahannya

berbicara, lama-kelamaan tidak disukai oleh gadis-gadis itu setelah pemuda

tersebut berbuat kurang ajar kepada Dai. Hal tersebut makin membuat Dai

membandingkan Hariadi dengan Pramono. Pram yang dikenalnya ternyata telah

bekerja untuk membantu orang tuanya. Kenyataan ini membuat hubungan

keduanya semakin akrab.

Sementara itu, hubungan Dai dengan ayahnya masih belum membaik. la

belum dapat memaafkan ayahnya yang beristri lagi—setelah ibu Dai meninggal—

dan mengirim Dai ke tempat Bu Sri. Bu Sri berusaha menyadarkannya bahwa

ayahnya membutuhkan Istri untuk ketenangannya, untuk memelihara semangat

kerjanya, dan juga untuk kelangsungan hidupnya. Bu Sri juga menasihati Dai

bahwa tak ada gunanya membenci ibu tirinya, Bu Sam, yang dianggap mengambil

kedudukan almarhumah ibunya. "Sungguh Dai, engkau sendiri tidak akan

tertolong dengan membenci orang. Menambah beban hidupmu belaka" (hlm. 70).

Dai diminta oleh Bu Sri untuk memahami bahwa hidup bukan hanya menerima

dan memberi, tetapi "Demi kepenltingan kesempurnaan hidup kekeluargaan yang

kau diidam-idamkan itu, engkau tidak keberatan untuk lebih banyak

memberi, ..."(hlm. 72), termasuk memberi tempat dalam hidupnya untuk ibu

tirinya.

Lambat-laun timbul pengertian dalam diri Dai terhadap tindakan ayahnya. la

menyambut dengan gembira ketika ayahnya menengok ke tempat Bu Sri.

Hubungan ayah dan anak itu akhirnya dapat berbaik kembali.

Beberapa waktu kemudian, Dai selesai menempuh ujian akhir. Setelah lulus

ia merencanakan akan melanjutkan sekolah di Jakarta, sementara pacarnya, Pram,

akan melanjutkan sekolah di Bogor. Namun, sebelum ia mendengar hasil

ujiannya, datang kabar dari desa bahwa ayahnya sakit keras. Selain rasa khawatir

akan kesehatan ayahnya, rasa rindu kepada desa kelahirannya mendorongnya

mengambil keputusan itu.

Page 30: 1. Azab Dan Sengsara

30

Sampai di rumahnya, ia bertemu dengan Bu Sam. Rasa bencinya telah

pupus. Ia kembali ke rumahnya dengan perasaan gembira, dapat berkumpul

kembali dengan ayah dan adik-adiknya.

***

ebuah novel yang bercerita tentang wanita dan ditulis oleh pengarang

wanita. Persoalannya juga datang karena wanita. Belakangan, persoalannya

juga berhasil ditengahi oleh wanita. Maka, kloplah novel ini bercerita tentang

dunia wanita.

S

Awalnya bermula dari dikirimnya tokoh Damayanti ke kota oleh ayahnya.

Namun/ Damayanti menganggap bahwa hal itu sebagai tindak pengusiran; bahwa

dirinya diasingkan agar berjauhan dengan ayahnya yang sebenarnya sangat ia

cintai. Kesalah-pahaman itu seolah-olah memperoleh pembenaran ketika ayahnya

menikah lagi— setelah beberapa lama ia menduda—dengan Bu Sam. Damayanti

protes. la tidak mau menerima sosok ibu tiri. Saat itu, tampil kembali Bu Sri—ibu

pondokannya yang arif dan hampir selalu berperan sebagai penengah—. Tokoh

inilah yang dapat meyakinkan Damayanti agar manjadi wanita yang bijaksana dan

berpikiran luas. Kenyataannya, Damayanti dan ibu tirinya dapat menjalin

hubungan dengan baik. Maka, pupus sudah prasangka buruk Damayanti terhadap

ayahnya dan juga ibu tirinya.

Novel pengarang wanita yang kini menjabat Kepaia Pusat Dokumentasi dan

Informasi Ilmiah LIP1 ini, terbit pertama kali tahun 1970 oleh penerbit

Pembangunan Jakarta. Pada tahun ituiah, novel ini memperoleh Hadiah Utama

Sayembara UNES-CO/IKAPI. Baru pada tahun 1982, novel ini diterbitkan oleh

Pustaka Jaya sebagai cetakan kedua.

Sebelum itu, Luwarsih juga telah menghasilkan dua novel, yaitu Tati

Takkan Putus Asa (Pustaka Jaya, 1957), dan Lain Sekarang Lain Esok (Pustaka

Jaya, 1973). JSIovel terakhirnya adalah Yang Muda Yang Menentukan (Grafiti

Press, 1989).

Page 31: 1. Azab Dan Sengsara

31

8. DI ATAS PUING-PUING

ayuk bertemu dengan teman semasa kecilnya, Arini. Kemudian Arini

menyerahkan catatan hariannya kepada Yayuk yang berisi tragedi

kehidupannya.

YCatatan harian itu dimulai dengan kegalauan Arini karena kegoncangan

dalam rumah tangganya. Kebahagiaannya bersama suami dan tiga anaknya

terganggu dengan hadirnya Retno, muhd suarninya.

Sang suami, Hardi, akhirnya memutuskan untuk memperistri Rctno dan

memohon kepada Arini agar bersedia dimadu. "Terimalah ia sebagai adikmu"

(hlm. 41), kata Hardi suatu ketika. Kedua orang tua dan bibi Arini menolak dan

berontak. la tak mau dimadu, meskipun sesungguhnya ia masih mencintai Hardi.

Pertemuan kembali Arini dengan Hendra, bekas pacarnya, yang masih

mencintainya, tetapi tidak dicintainya itu, menggodanya untuk lari dari rumah.

Mereka pun meninggalkan Yogya dengan membawa serta Neni, anak bungsu

Arini. Arini dan Hendra hidup bersama tanpa nikah di Jakarta dalam sebuah

kamar sewaan sederhana berdin-ding bambu.

Hendra tidak berhasil mendapat pekerjaan di Jakarta, sehingga Arini harus

mencari nafkah sebagai karyawan perusahaan menjahit. la sempat lupa pada

kepahitan hidup yang baru dilaluinya, sampai datang berita dari Yogya yang

memintanya agar pulang karena Iwan, anak keduanya yang dititipkan pada orang

tuanya, menderita sakit keras.

Di Yogya Arini dan Hendra bertemu kembali dengan suami, orang tua, dan

anak-anak Arini. Terjadi pembicaraan singkat. Akhirnya diputuskan agar Arini

Pengarang : Th. Sri Rahayu Prihatmi (7 Mei 1944)Penerbit : Pustaka JayaTahun : 1978

Page 32: 1. Azab Dan Sengsara

32

boleh hidup bersama Hendra beserta Iwan dan Neni, sementara Ita, anak

sulungnya, tinggal bersama Hardi dan Retno.

Hendra kembali lebih dahulu untuk mencari pekerjaan. Arini menunggu

sampai Iwan seuibuh dari sakitnya. Selama penantian itu, ternyata Hardi masih

membujuk Arini agar kembaii padanya, namun Arini tetap menolak untuk

dimadu, Bahkan rayuan Hardi membuat Arini semakin membencinya.

"Kukira aku telah berhasil mematikan segala pertalianku dengannya lewat

jalan menyuburkan perasaan benciku padanya. Dan semakin benci pula aku..."

tulis Arini dalam catatan hariannya (hlm. 74).

Nasihat dari Pastor Paroki agar Arini bersabar dan meninggalkan "jalan

sesat"-nya pun tidak bisa mengubah keputusannya. Undangan pertemuan dari

mertuanya juga ditolak. la tetap pada keputusannya untuk meninggalkan Yogya

dan menempuh hidup baru di Jakarta. Hal itu dilaksanakannya segera setelah Iwan

sembuh dan Hendra berhasil memperoleh pekerjaan.

Di Jakarta "keluarga baru" Arini tidak lagi menempati kamar sempit karena

Hendra telah sanggup mengontrak rumah sederhana yang masih berdinding

bambu. Meskipun mereka hidup kekurangan, Arini merasa lebih tentram.

Perhatian-perhatian kecil dari Hendra, seperti pemberian kado ulang tahun, mulai

menumbuhkan rasa cintanya lagi. Arini mengungkapkan dalam catatan hariannya:

"Dan aku merasakan ketentraman rumah tangga yang sempurna ketika

duduk bersama 'suami'-ku dikelilingi anak-anak. Kupeiuki anakku sementara

'suami'-ku meletakkan tangannya di bahuku. Rambutku pun mesra menyentuh

dadanya" (hlm. 82).

Pada suatu ketika Hendra mengajak Arini mengunjungi orang tua Hendra di

Semarang. Arini yang semula menolak karena merasa malu sebagai orang yang

"penuh dengan dosa", akhirnya bersedia ikut. Ternyata orang tua Hendra merestui

hubungan mereka meskipun hanya berlandaskan surat kawin catatan sipil tanpa

persetujuan gereja.

Page 33: 1. Azab Dan Sengsara

33

Arini kemudian hamil dan melahirkan bayi perempuan. Meskipun ayahnya

masih tampak belum memberi maaf, Arini cukup senang ketika kedua orang

tuanya datang menjenguk.

Setelah dua tahun hidup bersama, Arini dan Hendra bisa membangun rumah

sendiri. Mereka sekeluarga mulai mengecap kebahagiaan.

Sampai di sini catatan harian Arini selesai dibaca Yayuk, namun cerita

belum berakhir. Sebuah telegram sampai ke tangan Yayuk yang berisi berita

kematian Hendra karena kecelakaan pesawat. Karena kesibukan keluarganya, baru

setengah tahun kemudian Yayuk bisa mengunjungi Arini. Pertemuan antara

mereka membangkitkan keharuan.

Yayuk membuka kembali catatan harian Arini. Setelah kematian Hendra,

ternyata Hardi masih juga mencoba membujuk Arini agar kembali kepadanya.

Sekali lagi Arini menolak. Nasihat bibinya juga tidak menggoyahkan

keputusannya; tidak bisa me-nerima poligami.

Dua tahun kemudian Arini mengunjungi Yayuk. la bercerita bahwa anak-

anaknya tinggal bersama nenek mereka, sedangkan ia sendiri melanjutkan usaha

menjahitnya. Kisah cerita Arini pun kembali berulang. la menjalin cinta dengan

seorang duda beranak dua. Namun, karena duda itu juga beragama Katolik,

mereka tidak mungkin menikah di gereja. Keluarga Arini juga tidak ada yang

menyetujuinya untuk menikah lagi. Akhirnya Arini harus menerima nasib hidup

"di atas puing-puing" sebagai janda dengan anak-anak yang harus tetap menjadi

tanggung jawabnya.

***

ovel ini mendapat rekomendasi dari Dewan Juri Sayembara Mengarang

Roman Dewan Kesenian Jakarta tahun 1976 sebagai karangan yang layak

diterbitkan untuk bacaan biasa. Bentuk novel ini sebenarnya cukup rumit,

mengingat adanya catatan harian yang justru merupakan salah satu bagian penting

dalam keseluruhan cerita berbingkai itu, temanya juga sebenarnya cukup

N

Page 34: 1. Azab Dan Sengsara

34

problematik; perkawinan yang dilihat dari kaca mata agama Katolik. Walaupun

pengarangnya sendiri tampak tidak hendak melakukan kritik atas aturan

perkawinan menurut ajaran agama Katolik, terkesan pula hendak

mempertanyakannya kapan sebuah perkawinan mulai menghadapi keretakan.

Ternyata pilihan "hidup bersama" tanpa ikatan perkawinan, juga dapat

menimbulkan masalah, apalagi jika dilihat dari norma-norma kemasyarakatan.

Dalam hal inilah Teeuw (1989: 194—195) mengomentarinya sebagai tema yang

patut mendapat perhatian.

Page 35: 1. Azab Dan Sengsara

35

9. PELABUHAN HATI

inta Rani yang begitu besar kepada Ramelan, seorang mahasiswa fakultas

teknik, telah membuat gadis itu rela berkorban demi mewujudkan harapan

cintanya itu. la rela membiayai kuliah kekasihnya sampai Ramelan menyelesaikan

studihya dan menjadi insinyur, la juga nekat lari dari orang tuanya, kemudian

kawin dengan Ramelan secara sederhana. Dari upahnya menerima jahitan,

semuanya dapat berjalan sesuai dengan rencana,

C

Masa-masa bahagia pun mereka rasakan. Ramelan kemudian bekerja di

berbagai proyek, di sarnping mengajar di beberapa perguruan -tinggi. Satu per

satu anaknya lahir; "Dua anak laki-laki yang beringas dan dua gadis manis yang

cerdik" (hlm. 8). Mereka hidup dalam curahan kebahagiaan di sebuah rumah

sederhana.

Lambat-laun penghasilan Ramelan makin meningkat. Secara pasti

kehidupan mereka tak lagi kekurangan. Bahkan sebuah rumah gedung sedang

dipersiapkan secara diam-diam, walaupun Rani sendiri mengetahui rencana itu.

Suatu hari, teman Rani, Sofia, mengundang Rani untuk datang ke

rumahnya. Tanpa sepengetahuan suaminya, Rani memenuhi undangan itu. Sofia

kemudian mengajaknya ke tingkat atas. Dari Sana, tampak ada sebuah rumah

yang sedang dibangun. Letaknya persis bersebelahan-Saat itu, tampak jelas di

hadapan mata Rani; suaminya sedang bergandengan tangan dengan seorang

wanita muda. Sebuah pcmandangan yang mem-buat Rani percaya dan tidak

percaya. Ramelan yang dahulu ditolongnya hingga menjadi insinyur, suaminya

yang sedang mempersiapkan rumah impian untuk dirinya dan keempat anaknya,

di hadapannya kini sedang bermesraan dengan perempuan lain, Inilah awal

keretakan rumah tangga mereka.

Pengarang : Titis Basino P.I. (17 Januari 1939)Penerbit : Pustaka JayaTahun : 1978

Page 36: 1. Azab Dan Sengsara

36

Sejak kejadian itu, Rani memutuskan untuk tinggal bersama keempat

anaknya. la tak ingin lagi bertemu dengan laki-laki yang telah mengkhianati

cintanya. Sungguhpun begitu, Ramelan sendiri masih tetap berusaha untuk

membiayai sekolah anak-anaknya.

Untuk mengisi kekosongan dan menambah biaya hidupnya sehari-hari, Rani

kembali membuka usaha jahitan. la mulai terbiasa dengan keadaannya sekarang.

Para pelanggannya pun dari hari. ke hari makin bertambah. Salah seorang

pelanggannya adalah Laksmi. Wanita cantik itu mulai akrab dengan Rani.

Namun, .rupanya kedukaan Rani harus kembali terulang. Ketika hendak

berbelanja keperluan jahitannya di Blok M, ia melihat Laksmi, pelanggannya itu,

sedang asyik bergandengan tangan dengan Ramelan. Maka, kesimpulan pun jatuh

sudah; Ramelan adalah laki-laki jalang yang selalu berganti-ganti wanita.

Belakangan diketahui bahwa sesungguhnya Ramelan sudah resmi menjadi suami

Laksmi. Namun, bagi Rani sendiri, peristiwa itu makin membuatnya tak lagi perlu

percaya kepada laki-laki.

Dari hasil jerih payahnya selama itu, Rani kemudian merombak rumahnya

dan menambah beberapa kamar untuk disewakan. Dari hasil menyewakan kamar-

kamar itu, kehidupan Rani mulai membaik walaupun bekas suaminya tak pernah

lagi me-ngirimkan uang untuk biaya anak-anaknya sekoiah. Anak-anaknya pun

mulai akrab dengan para penyewa kamar-kamar itu. Namun, rupanya keakraban

itu justru dilihat lain oleh para tetangganya. Gosip buruk pun berkembang hingga

sampai pula ke telinga bekas suaminya.

Rani sendiri tidak mau mempedulikan semua kabar busuk itu. Ramelan

yang mencoba menyuruh Rani untuk tidak lagi menyewakan kamar-kamarnya,

juga tidak digubris. la yakin pada jalannya sendiri yang memang tidak hendak ia

nodai.

Lebih dari dua tahun Rani menjalani kehidupan seperti itu. Sampai

akhirnya, Wastu dan Pragantha, dua mahasiswa fakultas teknik yang sudah sejak

lama tinggal di pondokan Rani, meminta Rani agar menghadiri ujian skripsi

Page 37: 1. Azab Dan Sengsara

37

mereka. Tentu saja Rani tidak berkeberatan. Pada hari yang ditentukan, ia datang

ke tempat kedua mahasiswa itu melangsungkan ujian akhirnya. Hasilnya adalah

mereka lulus dan berhak menyan-dang gelar insinyur.

Peristiwa itu bagi Rani, barangkali tidak lebih sebagai peristiwa biasa,

sungguhpun sebelum pulang, ia sempat berjumpa lagi dengan bekas kekasihnya

dahuiu sewaktu ia belum berhubungan dengan Ramelan. Namun, seperti juga

kejadian sehari-hari, ia kembali kepada kesibukannya mengurusi anak-anaknya.

Sore harinya, datang telepon dari Laksmi yang mengabarkan bahwa

Ramelan sakit keras dan kini sedang dirawat di rumah sakit Petamburan. Dalam

keadaan seperti itu, bagaimanapun, hati nurani Rani tak tega melihat bekas

suaminya dalam keadaan demikian. la pun memutuskan untuk menjenguk

bekas suaminya. Saat itu juga ia berangkat bersama keempat anaknya.

Laksmi rupanya sudah menunggu di sana. Kini Rani melihat, betapa orang

yang pernah ia cintai, ayah anak-anaknya itu, hanya terbaring tak berdaya. "Aku

membaca surat Yasin yang ada di tangan kiri dan tangan kananku menggenggam

erat tangan Ramelan. Tanpa kusadari, selama ayat-ayat suci itu kubaca dengan

khusyuk, Ramelan telah berhenti bernapas" (hlm. 129).

Ramelan telah mengakhiri hidupnya di hadapan Rani, bekas istrinya yang

tabah; Laksmi, istri mudanya yang masih menangis, dan keempat anaknya yang

memandang kosong ke arah kegelapan malam. Rani menyongsong keempat

anaknya; melangkah ke masa depan.

***

ovel karya Titis Basino ini, tampak jelas hendak mengangkat ketabahan

seorang wanita, seorang ibu dengan keempat anaknya. Dengan ketabahan

itu, ia berhasil tidak hanya menjadi kepala keluarga bagi anak-anaknya, tetapi juga

berhasil menjadi induk semang yang baik bagi mereka yang tinggal di

pondokannya. Lebih dari itu, ia juga berhasil membangun citra dirinya sebagai

wanita yang tak mudah goyah oleh cobaan apa pun. Penderitaan yang dialaminya,

N

Page 38: 1. Azab Dan Sengsara

38

telah membuatnya menjadi wanita yang matang, sekaligus menjadi ibu yang

bijaksana.

Sebaliknya, Ramelan yang lupa pada perjuangan istrinya dan gampang

terbawa arus oleh Hmpahan kesuksesannya, akhirnya harus menghadapi

kehidupan yang pendek. Laksmi yang jauh lebih muda daripada Rani, rupanya

tidak sepenuhnya dapat memberi kebahagiaan pada diri Ramelan.

Secara keseluruhan novel ini dibangun oleh jalinan peristiwa yang lancar

dan tidak terlalu rumit. Pesan pengarangnya untuk menampilkan citra wanita

sejati, boleh dikatakan berhasil lewat penokohan yang tidak terlalu kompleks.

Page 39: 1. Azab Dan Sengsara

39

10. WANITA ITU ADALAH IBU

eninggalnya Laura membuat Hezan merasa begitu sangat kehilangan

seseorang yang dicintainya. Cinta Hezan yang mendalam terhadap

istrinya itu menyebabkan ia bertekad untuk tidak mempunyai istri lagi. Dengan

hidup tetap menduda, ia merasa tidak mengkhianati cintanya kepada almarhumah.

Begitu pula ia merasa sanggup membesarkan putri tunggalnya, Prapti, tanpa perlu

mengakhiri status dudanya. Yang penting baginya, ia dapat menumpahkan kasih

sayangnya kepada putrinya seorang.

M

Sungguhpun demikian, Hezan juga tidak dapat membohongi dirinya

sendiri bahwa sesungguhnya ia begitu kesepian. Bertahun-tahun sejak istrinya

meninggal, ia merasakan kesepian itu. Namun, ia juga tidak ingin Prapti

mengetahui apa yang selama ini ia pendam dengan penuh kegelisahan.

Kesepian yang dirasakan Hezan makin terasa mengganggunya setelah

Prapti menikah dengan Tonton. Mitos untuk mempertahankan diri sebagai suami

yang setia, justru makin menggelisahkannya, apabila ia ingat kemunafikannya

selama ini. Di depan anaknya,Hezan berperan sebagai ayah yang taat beragama

dan setia mencintai almarhumah. Namun, di balik itu, Hezan mencari kepuasan

lewat perempuan-perempuan lain. Jadilah duda itu hidup seolah-olah dalam dua

dunia; sebagai ayah yang ideal di mata putrinya, dan sebagai lelaki yang butuh

kehangatan tubuh perempuan, di hadapan hati nuraninya sendiri.

Sebelum itu, Prapti sendiri pernah mengusulkan agar ayahnya menikah

lagi. Namun ternyata, Hezan sendiri menanggapinya secara lain; dengan kawin

lagi, ia khawatir hal itu justru merupakan pengkhianatan terhadap cintanya kepada

istrinya, almarhumah. "Aku sebenarnya tidak tahu, gagasan yang dikemukakan

Prapti kepadaku... Yang jelas aku terkejut dengan saran yang diajukan Prapti.

Pengarang : Sori Siregar (12 November 1939)Penerbit : Balai PustakaTahun : 1982

Page 40: 1. Azab Dan Sengsara

40

Betapa tidak. Setelah lima belas tahun mendampinginya dan membesarkannya

setelah kepergianmu, Prapti menyarankan kepadaku agar aku mencari

penggantimu" (hlm.21). Begitulah, Hezan seolah-olah hendak mengadukan

persoalannya kepada Laura, almarhumah.

Apa yang dirasakan Hezan, dirasakan pula oleh Prapti berkenaan dengan

usul agar ayahnya mencari pengganti ibunya. "Aku malah telah berbuat lebih

jauh. Meminta ayah untuk mencari pengganti Ibu. Sampai di mana sebenarnya

cintaku pada Ibu? Mungkin cintaku terlalu besar kepada ayah, yang membuatku

melupakan Ibu" (hlm. 34).

Bagi Hezan, dalam perkembangannya kemudian, persoalannya bukan lagi

pada kekhawatirannya mengkhianati cinta kepada istrinya, melainkan

kemunafikannya sendiri. Pada mulanya Hezan beranggapan bahwa tak ada artinya

perkawinannya nanti jika hanya karena hendak menghindari dosa. Karena

bagaimanapun juga, perkawinannya itu mesti dilandasi oleh perasaan cinta.

Padahal cintanya sudah tumpah pada Laura. "Yang jelas aku tidak akan bisa

menganggap istri baru seperti Laura. Cintaku kepada Laura tidak akan dapat

kualihkan kepadanya. Lalu, apa artinya perkawinan tanpa cinta?" (hlm. 49). Itulah

yang membuat Hezan lebih suka melakukan hubungan gelap—tanpa nikah—

daripada harus kawin, yang berarti mengalihkan cintanya dari Laura kepada

wanita yang dinikahinya.

Belakangan, munculnya Nuning, sosok wanita yang sedikit banyak

mengingatkannya kepada Laura, mulai mencairkan sikap Hezan dalam hal

keengganannya untuk menikah lagi. la mulai merasakan sesuatu yang lain, dan ia

merasa cintanya tumbuh kembali. "Cinta kita adalah cinta tua.... Aku akan

melupakan semua perasaan yang terpendam ini. Kalau kau memang telah

ditakdirkan untuk menjadi milikku, kau tidak akan pernah bisa dirampas oleh

siapa saja" (hlm. 121). Nuning pula yang kemudian ia tetapkan sebagai calon

istrinya yang baru. Sementara Prapti sendiri telah menemukan sosok ibunya pada

diri Nuning Maka, tidak ada alasan baginya untuk menolak Nuning sebagai ibu

Page 41: 1. Azab Dan Sengsara

41

tirinya. Apalagi, perempuan yang sudah mulai berumur itu pur. merasakan hal

yang sama: "Datanglah, datanglah sekali lagi. Aku akan membukakan pintu ini

lebar-lebar untukmu" (hlm, 123).

***

ovel ini sebenarnya lebih banyak mengungkapkan konflik batin seorang

ayah yang merasa kesepian setelah istri tercintanya meriinggal dunia.

Bertahun-tahun ia menduda, hanya karena ingin mcncurahkan perhatian dan kasih

sayang kepada putri tunggalnya. Namun, di balik itu semua, sesungguhnya ia

telah membangun topeng kemunafikan. Di luar, duda itu mencari kchangatan

kepada perempuan lain, tanpa diketahui sedikit pun oleh putrinya. Jadi, seputar

itulah persoalan yang dikembangkan dalam novel ini.

N

Yang menarik dalam novel ini adalah adanya usaha pengarang untuk

mengangkat konflik psikologis yang terjadi pada diri para tokohnya. Pertentangan

batin pada diri sang ayah atau anak (Prapti) cukup menarik karena persoalannya

memang tidaklah sesederhana yang diduga.

Novel ini meraih Hadiah Perangsang Kreasi Sayembara Mengarang

Roman Devvan Kesenian Jakarta pada tahun 1978.

Page 42: 1. Azab Dan Sengsara

42

Daftar Pustaka

Mahayana M.S, Sofyan O., Dian A. (2000). Ringkasan dan Ulasan Novel

Indonesia Modern. Jakarta : PT Gramedia.