71 BAB III MISTISISME SEBAGAI TIPE PERKEMBANGAN SOSIOLOGIS AGAMA Dalam bab sebelumnya telah dibangun perspektif teoritis tentang gerakan keagamaan sebagai tipe khusus gerakan sosial. Perspektif itu ditopang oleh tiga pemahaman konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif, dan gerakan sosial berorientasi nilai. Kerangka konseptual tersebut diperlukan untuk mendeksripsikan fenomena gerakan keagamaan sebagai sebuah fenomena sosial. Selanjutnya, mempertimbangkan aspek pengalaman keagamaan dan kepercayaan fundamental yang menjadi komponen utama dalam mobilisasi perilaku kolektif yang diteliti, maka bab ini berisikan uraian teoritis tentang mistisisme sebagai tipe khusus perkembangan sosiologis gereja. Uraian ini dimulai dengan pengertian mistisisme, kemudian dilanjutkan dengan pengalaman mistik, tradisi mistik Kristen, mistisisme tindakan sosial, dan ditutup dengan elaborasi dimensi-dimensi sosial mistisisme. 1. Pengertian Mistisisme Di dalam Webster’s New World Dictionary kata mistisisme (mysticism) menunjuk pada doktrin-doktrin atau kepercayaan para mistikus, secara khusus doktrin atau kepercayaan bahwa manusia dapat mencapai penyatuan yang akrab dengan Tuhan melalui kontemplasi dan kasih, tanpa dimediasi oleh kemampuan akali. Mistisisme juga menunjuk pada doktrin apapun yang menyatakan kemungkinan untuk
22
Embed
04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
71
BAB III
MISTISISME SEBAGAI TIPE PERKEMBANGAN
SOSIOLOGIS AGAMA
Dalam bab sebelumnya telah dibangun perspektif
teoritis tentang gerakan keagamaan sebagai tipe khusus
gerakan sosial. Perspektif itu ditopang oleh tiga pemahaman
konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif, dan
gerakan sosial berorientasi nilai. Kerangka konseptual
tersebut diperlukan untuk mendeksripsikan fenomena
gerakan keagamaan sebagai sebuah fenomena sosial.
Selanjutnya, mempertimbangkan aspek pengalaman
keagamaan dan kepercayaan fundamental yang menjadi
komponen utama dalam mobilisasi perilaku kolektif yang
diteliti, maka bab ini berisikan uraian teoritis tentang
mistisisme sebagai tipe khusus perkembangan sosiologis
gereja. Uraian ini dimulai dengan pengertian mistisisme,
kemudian dilanjutkan dengan pengalaman mistik, tradisi
mistik Kristen, mistisisme tindakan sosial, dan ditutup dengan
elaborasi dimensi-dimensi sosial mistisisme.
1. Pengertian Mistisisme
Di dalam Webster’s New World Dictionary kata
mistisisme (mysticism) menunjuk pada doktrin-doktrin atau
kepercayaan para mistikus, secara khusus doktrin atau
kepercayaan bahwa manusia dapat mencapai penyatuan yang
akrab dengan Tuhan melalui kontemplasi dan kasih, tanpa
dimediasi oleh kemampuan akali. Mistisisme juga menunjuk
pada doktrin apapun yang menyatakan kemungkinan untuk
72 Redefinisi Tindakan Sosial …
memperoleh pengetahuan akan kebenaran-kebenaran
spiritual melalui intuisi.1
Secara etimologi kata mistisisme berasal dari dua kata,
yaitu mistik dan isme. Kata mistik berasal dari bahasa Yunani
myo yang artinya saya menutup mulut atau mata. Pengertian
kata ini menunjuk pada ibadah-ibadah inisiasi di dalam kultus-
kultus yang misterius. Dalam perkembangan mistisisme
terkemudian, khususnya dalam tradisi Barat, pengertian
hurufiah tersebut bergeser. Pada akhir abad ke-5 Dionisius
memakai kata mistisisme untuk menunjuk pada orang-orang
yang mempunyai pengalaman-pengalaman khusus yang
menimbulkan kondisi-kondisi kesadaran akan suatu
perjumpaan dengan realitas Ilahi.2
Pengertian-pengertian tersebut di atas adalah
pengertian umum yang bisa ditemukan pada kebanyakan
literatur mistisisme dari agama apapun, khususnya yang
masuk dalam rumpun spiritualitas semit.3 Gershom G.
Scholem dalam bukunya Major Trends in Jewish Mysticism
menguraikan karakteristik mistisisme Yahudi dengan bertolak
dari definisi Rufus Jones yang mengatakan bahwa mistisisme
adalah sebuah tipe keagamaan yang memberi tekanan pada
kesadaran akan hubungan dengan Tuhan yang terjadi secara
langsung dan adanya kesadaran yang mendalam akan
kehadiran Tuhan.4 Ernst Troeltsch dalam bukunya The Social
Teaching of the Christian Churches mengkaji mistisisme
sebagai salah satu tipe perkembangan sosiologis gereja
dengan bertolak dari definisi umum pengalaman mistik
1 David B. Guralnik, Webster’s New World Dictionary (New York: Simon and
Schuster, 1984), 942. 2 Dorothee Soelle, The Silent Cry: Mysticism and Resistence (Minneapolis:
Fortress Press, 2001), 16. 3 Philip K. Hitti, History of The Arabs, diterjemahkan oleh Lukman Yasin &
Dedy S. Riyadi (Jakarta: Serambi, 2005), 36. 4 Gershom G. Scholem, Major Trends In Jewish Mysticism (Jerusalem:
Schocken Publishing House, 1941), 4.
Mistisisme Sebagai Tipe Perkembangan… 73
sebagai sebuah pengalaman keagaman yang langsung, yang
tidak dimediasi oleh lembaga agama, doktrin, dan teks suci.5
Dorothee Soelle dalam bukunya The Silent Cry: Mysticism and
Resistance menghubungkan antara mistisisme Kristen dan
resistensinya di tengah realitas sosio-politik dengan mengacu
pada definisi skolastik dari Thomas Aquinas yang mengatakan
bahwa mistisisme adalah cognitio dei experimentalis
(pengetahuan atau pengenalan akan Tuhan dari dan melalui
pengalaman).6 Annemarie Schimmel dalam bukunya Mystical
Dimensions of Islam mengelaborasi dimensi-dimensi mistik
dalam Islam berdasarkan pengertian bahwa mistisisme
mengandung sesuatu yang misterius, yang tidak dapat dicapai
dengan pikiran biasa atau dengan upaya-upaya intelektual.
Baginya mistisisme adalah sebuah arus spiritual yang luar
biasa yang ada pada semua agama. Pengalaman mistik
didefinisikannya sebagai kesadaran akan Realitas Yang Satu
yang menjadi tujuan akhir kehidupan manusia. Realitas Yang
Satu itu tidak dapat dipahami atau dijelaskan dengan persepsi
normal. Hanya dengan kebijaksaaan jiwa (gnosis) dan
penyucian diri maka beberapa aspek dari Realitas itu dapat
diserapi.7 William James dalam bukunya Perjumpaan dengan
Tuhan: Ragam Pengalaman Religius Manusia, mengatakan
bahwa pengalaman mistik adalah pengalaman religius
manusia yang berakar dan berpusat pada keadaan kesadaran
mistis. Menurutnya ada empat karakter khas yang
menentukan sebuah keadaan kesadaran mistis, yaitu tidak
5 Ernst Troeltsch, The Social Teaching of the Christian Churches V.2 (Chicago:
The Univ. of Chicago Press, 1981), 730. 6 Soelle,The Silent Cry…, 45. 7 Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions of Islam (Chapel Hill: Univ. Of
North Carolina, 1985),17.
74 Redefinisi Tindakan Sosial …
bisa diungkapkan, kualitas noetik, situasi transien, dan
kepasifan.8
Mistisisme sebenarnya bukanlah sebuah agama di
dalam dirinya sendiri, tetapi sebagai elemen yang paling vital
di dalam semua agama yang muncul sebagai reaksi terhadap
formalitas yang dingin dan kemandegan agama.9 Sifat
keagamaan mistisisme bersumber dari segala perasaan dan
pengalaman pribadi manusia dalam kesendiriannya, sejauh
manusia memahami dirinya sendiri saat berhadapan dengan
apapun yang dianggapnya sebagai yang ilahiah. Jadi sifat
keagamaan mistisisme paralel dengan pengalaman,
penghayatan, dan tindakan keagamaan yang sifatnya sangat
unik dan personal dalam keterlibatan seseorang dengan
sesuatu yang dianggapnya suci.10
Mistisisme bukan sebuah sistem filsafat, walau ia
mempunyai doktrin-doktrinnya sendiri tentang skema dari
berbagai hal. Mistisisme lebih merupakan sebuah perilaku
pikiran (attitude of mind); sebuah kecenderungan yang dibawa
lahir oleh jiwa manusia yang selalu berupaya untuk
mentransendensikan akal budinya hingga mencapai sebuah
pengalaman yang langsung akan Tuhan serta kepercayaan
akan kemungkinan terjadinya penyatuan jiwa manusia dengan
realitas ultim. Penyatuan yang dimaksud adalah penyatuan
supernatural, yang terjadi ketika kehendak manusia menyatu
dengan kehendak yang ilahi. Apabila agama pada umumnya
memisahkan yang ilahi dari manusia, maka pengalaman
mistik lebih dari itu, ia menginginkan penyatuan yang intim
dengan Yang Ilahi, suatu penetrasi dari Yang Ilahi ke dalam
jiwa dan suatu penyangkalan individualitas dengan semua
8 William James, Perjumpaan dengan Tuhan: Ragam Pengalaman Religius
Manusia (Bandung: PT Mizan Pustaka., 2004), 505 – 508. 9 Margaret Smith, An Introduction to Mysticsm (New York: Oxford University
Press., 1977), 3. 10 James, Perjumpaan dengan Tuhan…, 92.
Mistisisme Sebagai Tipe Perkembangan… 75
model tindakannya, pemikirannya, dan perasaannya, di dalam
substansi yang Ilahi. Di sinilah manusia mencoba untuk
melampaui semua yang bersifat fenomenal, di luar dari semua
bentuk realitas yang lebih rendah untuk menjadi Ada itu
sendiri.11
Menurut Smith secara umum mistisisme sebagai
sebuah paham keagamaan mendalilkan artikel-artikel iman
tertentu untuk menjadi dasar asumsi-asumsinya, yaitu:
pertama, kepercayaan bahwa jiwa dapat melihat dan merasa
secara spiritual. Itulah yang disebut dengan inner sense atau
intuisi, yang dengannya mana manusia dapat menerima dan
merasakan secara langsung kehadiran dan pengetahuan
tentang Tuhan. Kedua, keyakinan bahwa manusia ikut serta
dalam sifat sifat Ilahi dan bahwa manusia memiliki hubungan
eksistensial dan natural dengan Penciptanya. Hal ini terjadi
karena di dalam setiap jiwa manusia terdapat pancaran Ilahi
(divine spark) atau benih Ilahi (Divine Seed). Ketiga,
kepercayaan bahwa tak seorang pun dapat mencapai
pengetahuan tentang Tuhan kecuali dengan penyucian diri
(purifikasi). Keempat, keyakinan bahwa cinta kasih adalah
jalan dan pemandu (guide) menuju pada persekutuan yang
akrab dengan Tuhan.12
Dari paparan tersebut di atas menjadi jelas bahwa
mistisisme merupakan fenomena keagamaan yang bersifat
umum. Artinya, dia dapat ditemukan dalam setiap agama
dengan ciri-ciri yang umum maupun khusus. Hal ini sesuai
dengan hasil investigasi di bidang agama yang menemukan
bahwa mistisisme merupakan salah satu elemen dari setiap
agama yang hidup. Di dalam sejarah Keristenan misalnya,
Troeltsch menyebut adanya tiga tipe perkembangan sosiologis
11Smith, An Introduction to Mysticsm …, 3-4. 12 Ibid., 4-6.
76 Redefinisi Tindakan Sosial …
gereja, yaitu tipe gereja, tipe sekte, dan tipe mistisisme. Tipe
gereja adalah jenis perkembangan sosiologis kekristenan yang
bersifat kelembagaan, yang bertolak dari ajaran tentang
persekutuan orang percaya yang mendapat berkat dan
anugerah keselamatan sebagai hasil penebusan oleh Yesus
Kristus. Sekte adalah sebuah masyarakat yang terbentuk
secara sukarela (voluntary society) yang terdiri dari orang-
orang beriman yang kuat dan terikat satu dengan yang lain
oleh fakta bahwa mereka semua telah mengalami kelahiran
baru. Sedangkan mistisisme menunjuk pada religiositas yang
didasarkan pada ragam pengalaman akan Tuhan yang bersifat
langsung dan batiniah.13
Sejalan dengan itu, Dorothee Soelle, yang bertolak dari
definisi skolastik yang mengatakan bahwa mistisisme adalah
paham cognitio Dei experimentalis, membagi dua cara
pemahaman dan pengenalan akan Tuhan. Cara yang pertama
adalah melalui akal dan penalaran atas ajaran-ajaran yang
secara dogmatis telah terlegitimasi dan secara hirarkis
terpimpin. Sedangkan cara yang kedua adalah berdasarkan
eksperimen dan pengalaman pribadi yang tidak terbatasi oleh
doktrin-doktrin resmi dan obligasi-obligasi kelembagaan.
Sehubungan dengan itu Soelle menegaskan juga tiga elemen
agama, seperti yang dikatakan oleh Baron van Hugel, yaitu
elemen institusional, intelektual, dan mistikal.14
William James juga membedakan antara agama
institusional dan agama personal. Agama institusional