| i KATA PENGANTAR Sejak Oktober 2004, seluruh jajaran Kementerian Perdagangan telah mengerahkan segenap upaya dan pemikiran untuk melaksanakan amanat pembangunan di bidang perdagangan. Amanat tersebut diterjemahkan dalam Rencana Strategis 2004−2009 dan dilaksanakan dengan tujuan utama kemakmuran rakyat Indonesia. Dengan berakhirnya pelaksanaan tahun anggaran 2009, Kementerian Perdagangan telah menyelesaikan tugas untuk tahun kelima dari RPJMN 2005-2009 dan Rencana Strategis 2004-2009. Selama periode 2005-2009, Kementerian Perdagangan telah melaksanakan tugas dan fungsinya dengan optimal sebagai pelaksanaan Inpres No: 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Torehan kinerja yang menggembirakan diperlihatkan sektor perdagangan selama periode 2005-2009. Kinerja ekspor Indonesia tumbuh sangat dramatis, disertai dengan membaiknya daya saing produk Indonesia di mata dunia. Posisi Indonesia dalam kancah perdagangan global dan ekonomi dunia juga menunjukkan kinerja yang positif. Saat ini, Indonesia dianggap memegang peranan penting dalam percaturan perdagangan internasional. Posisi aktif Indonesia dalam perundingan dan negosiasi internasional semakin memperkuat status Indonesia sebagai mitra dagang strategis. Sementara itu, di dalam negeri, inflasi secara nasional berhasil diredam, walaupun sempat mengalami pergolakan akibat fluktuasi perkembangan ekonomi global. Tingkat produksi dan harga pasokan bahan pokok relatif stabil, dan program sektor perdagangan relatif dapat berjalan sesuai dengan target yang direncanakan. Namun demikian, berbagai pencapaian pembangunan perdagangan 2005−2009 masih menyisakan beberapa catatan penting untuk perbaikan selanjutnya. Komoditi ekspor masih didominasi komoditi primer yang bernilai tambah tidak cukup tinggi. Perbaikan nilai tambah komoditi ekspor merupakan tantangan pembangunan sektor perdagangan pada
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
| i
KATA PENGANTAR
Sejak Oktober 2004, seluruh jajaran Kementerian Perdagangan telah
mengerahkan segenap upaya dan pemikiran untuk melaksanakan amanat
pembangunan di bidang perdagangan. Amanat tersebut diterjemahkan
dalam Rencana Strategis 2004−2009 dan dilaksanakan dengan tujuan
utama kemakmuran rakyat Indonesia.
Dengan berakhirnya pelaksanaan tahun anggaran 2009, Kementerian
Perdagangan telah menyelesaikan tugas untuk tahun kelima dari RPJMN
2005-2009 dan Rencana Strategis 2004-2009. Selama periode 2005-2009,
Kementerian Perdagangan telah melaksanakan tugas dan fungsinya dengan
optimal sebagai pelaksanaan Inpres No: 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah.
Torehan kinerja yang menggembirakan diperlihatkan sektor
perdagangan selama periode 2005-2009. Kinerja ekspor Indonesia tumbuh
sangat dramatis, disertai dengan membaiknya daya saing produk Indonesia
di mata dunia. Posisi Indonesia dalam kancah perdagangan global dan
ekonomi dunia juga menunjukkan kinerja yang positif. Saat ini, Indonesia
dianggap memegang peranan penting dalam percaturan perdagangan
internasional. Posisi aktif Indonesia dalam perundingan dan negosiasi
internasional semakin memperkuat status Indonesia sebagai mitra dagang
strategis. Sementara itu, di dalam negeri, inflasi secara nasional berhasil
diredam, walaupun sempat mengalami pergolakan akibat fluktuasi
perkembangan ekonomi global. Tingkat produksi dan harga pasokan bahan
pokok relatif stabil, dan program sektor perdagangan relatif dapat berjalan
sesuai dengan target yang direncanakan.
Namun demikian, berbagai pencapaian pembangunan perdagangan
2005−2009 masih menyisakan beberapa catatan penting untuk perbaikan
selanjutnya. Komoditi ekspor masih didominasi komoditi primer yang
bernilai tambah tidak cukup tinggi. Perbaikan nilai tambah komoditi
ekspor merupakan tantangan pembangunan sektor perdagangan pada
| ii
periode mendatang. Disamping itu akan diperlukan program peningkatan
daya saing produk Indonesia yang lebih menyeluruh. Di dalam negeri,
pembenahan masih perlu dilanjutkan pada aspek ekonomi biaya tinggi,
sarana dan prasarana distribusi, disparitas harga antar daerah, serta
pemberdayaan pasar tradisional dan UMKM.
Sebagai penutup, segala hal yang termuat dalam laporan ini kiranya
dapat memberi manfaat dalam pertimbangan dan keberlanjutan kebijakan
pembangunan perdagangan nasional, bagi generasi kini dan generasi ke
depan, menuju bangsa yang semakin berdaya saing dan sejahtera.
Jakarta, Maret 2010
a.n. MENTERI PERDAGANGAN R.I.
SEKRETARIS JENDERAL
ARDIANSYAH PARMAN
| iii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Dinamika perekonomian dunia dan domestik telah mewarnai
perjalanan pembangunan di bidang perdagangan nasional sepanjang
2005−2009. Kenaikan harga minyak mentah, krisis keuangan global, sampai
kepada bencana yang terjadi di berbagai belahan dunia, turut
mempengaruhi kinerja perdagangan internasional Indonesia, dan
perdagangan di dalam negeri.
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, peran Strategis
Kementerian Perdagangan dalam pembangunan perdagangan adalah
membangun daya saing yang berkelanjutan di pasar lokal dan global.
Membangun daya saing yang berkelanjutan diperlukan optimalisasi
pemanfaatan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki serta kemampuan
untuk memanfaatkan peluang yang ada.
Penilaian capaian kinerja Kementerian Perdagangan tahun 2005-2009
dapat dilihat dari kontribusi sektor perdagangan terhadap ekonomi
nasional. Kontribusi tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional. Walaupun
pertumbuhan ekonomi global cenderung mengalami penurunan dan
tekanan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas perekonomian
nasional, namun kinerja sektor perdagangan terhadap perekonomian
nasional relatif tetap stabil, bahkan di beberapa area tetap mengalami
pertumbuhan yang positif.
Capaian kinerja perdagangan dalam laporan akuntabilitas diuraikan
berdasarkan pencapaian delapan sasaran yang tercantum dalam Rencana
Strategis Perdagangan tahun 2004-2009:
1. Meningkatnya pelayanan prima kepada dunia usaha melalui
penyederhanaan prosedur, transparansi kebijakan dan penerapan
teknologi informasi serta meningkatnya peran lembaga, sarana dan
instrumen perdagangan.
| iv
Secara keseluruhan, sasaran-1 dapat dicapai dengan baik, hampir
semua indikator kinerja dapat dicapai dengan capaian 100% (rata-rata
capaian menurut indikator sebesar 106,18%). Upaya yang perlu
mendapat dorongan lebih kuat adalah terkait dengan penanganan
perkara persaingan usaha, dimana capaian sasaran belum mencapai
80%.
Kunci utama dalam pencapaian sasaran-1 adalah upaya untuk
meningkatkan pelayanan kepada dunia usaha (salah satunya melalui
penyederhanaan prosedur) yang diikuti dengan transparansi kebijakan
bagi pelaku usaha. Indikator utama sasaran-1 adalah (i) prosentase
pelayanan perijinan yang diselesaikan sesuai standar, (ii) jumlah
kebijakan dan peraturan bidang perdagangan yang mendukung iklim
usaha, (iii) prosentase pemerintah daerah yang melaksanakan
kebijakan bidang perdagangan, dan (iv) status opini instansi BPK
terhadap laporan keuangan Kementerian.
Kementerian Perdagangan dalam rangka optimalisasi pelayanan
perijinan telah mentargetkan prosentase pelayanan perijinan yang
dapat diselesaikan sesuai standar adalah 90%, dan terealisasi sesuai
target. Dalam implementasinya, masih terdapat beberapa pelayanan
perijinan yang penerbitannya masih melebihi standar waktu yang
ditetapkan (max. 5 hari kerja). Hal tersebut disebabkan antara lain
ketidaklengkapan dokumen yang disampaikan atau verifikasi data tidak
cocok dan tingginya beban penyelesaian ijin tertentu yang harus
diproses. Beberapa perijinan tersebut antara lain: Nomor Pengenal
Importir Khusus (NPIK) Elektronika, Persetujuan Impor (PI) Barang
Modal Bukan Baru-Pemakai Langsung, Importir Produsen (IP) Besi atau
Baja, dan STP Keagenan/ Distributor.
Kementerian Perdagangan telah menerbitkan 69 kebijakan
meliputi kebijakan bidang perdagangan luar negeri, bidang
perdagangan dalam negeri dan bidang perdagangan berjangka
komoditi. Target kebijakan yang rencananya dikeluarkan di tahun 2009
| v
adalah sebanyak 37 kebijakan, namun mulai pulihnya perekonomian
Indonesia membuat Kementerian Perdagangan semakin aktif
menelurkan kebijakan yang dipandang menjadi stimulator perbaikan
kinerja perdagangan nasional. Namun, RUU tentang Perdagangan
belum dapat disahkan, tetapi sudah masuk dalam Prolegnas 2010.
Penerbitan kebijakan tersebut juga diimbangi oleh pengawasan
implementasinya di daerah. Dari target 22 Pemda yang diawasi,
seluruhnya menerapkan kebijakan yang dikeluarkan Kementerian
Perdagangan, baik dengan mengeluarkan Perda yang mendukung
maupun dengan langkah pasif misal tidak mengeluarkan Perda yang
menentang kebijakan Kementerian.
Selain itu, meningkatnya kinerja Kementerian juga dibarengi oleh
membaiknya status akuntabilitas keuangan dengan peningkatan opini
instansi BPK dari “Disclaimer” menjadi “Wajar Dengan Pengecualian”,
sesuai dengan target yang ditetapkan untuk tahun 2009.
2. Meningkatnya daya saing berkelanjutan di pasar global melalui akses
dan penetrasi pasar; kemitraan strategi global yang melibatkan
perusahaan-perusahaan nasional; penciptaan merek dagang yang
dapat menerobos pasar global.
Secara keseluruhan, sasaran-2 kurang menunjukkan kinerja yang
optimal. Hal tersebut dipicu oleh tajamnya penurunan pertumbuhan
ekspor non migas dari target yang ditetapkan. Selain itu, menurunnya
jumlah inquiries hubungan dagang turut memberi andil rendahnya
Tabel 5. Daftar Perijinan Impor ................................................................................................. 61
Tabel 6. Perijinan yang Diterbitkan Melalui UPP/INATRADE Tahun 2007 s.d 2009 .................... 63
Tabel 7. Total Data CEPT Form D Terkirim ke Portal NSW Melalui INATRADE ............................ 64
Tabel 8. Rekapitulasi Jumlah Penerbitan SKA Tahun 2009......................................................... 65
Tabel 9. Perkembangan Pelayanan/Perijinan Perdagangan Dalam Negeri Tahun 2007-2009 .... 67
Tabel 10. Jumlah Penerbitan Izin Usaha Berjangka Menurut Pelaku Usaha Tahun 2009 ........... 73
Tabel 11. Persetujuan Gudang SRG Tahun 2009 ....................................................................... 74
Tabel 12. Jumlah Pemda yang melaksanakan Kebijakan Perdagangan Tahun 2005-2009 .......... 74
Tabel 13. Target dan Realisasi Kontribusi Sektor Perdagangan Tahun 2005-2009 ..................... 84
Tabel 14. Target dan Realisasi Pertumbuhan Ekspor Tahun 2005-2009 ..................................... 86
Tabel 15. Pertumbuhan Ekspor Dunia Tahun 2005-2009........................................................... 88
Tabel 16. Perkembangan Ekspor Indonesia Menurut Sektor Tahun 2005-2009 ......................... 89
Tabel 17. Perkembangan Ekspor Non Migas ke Negara Tujuan Ekspor Tahun 2005-2009 ....... 102
Tabel 18. Negara Tujuan Ekspor Baru Tahun 2009 .................................................................. 103
Tabel 19. Partisipasi Pada Sejumlah Pameran di Luar Negeri Tahun 2009 ............................... 104
Tabel 20. Informasi Trade Expo Indonesia 2009 ...................................................................... 108
Tabel 21. Nilai Ekspor 5 Jenis Komoditi Utama Tahun 2009 .................................................... 111
Tabel 22. Penghargaan Primaniyarta Tahun 2009 ................................................................... 116
Tabel 23. Perkembangan Hasil Kesepakatan Kerjasama Tahun 2005-2009.............................. 120
Tabel 24. Jenis MoU yang Disepakati Tahun 2009 ................................................................... 121
Tabel 25. Jenis Kesepakatan (Agreement) yang Ditandatangani Tahun 2009 .......................... 122
Tabel 26. Jenis Ratifikasi yang Disepakati Tahun 2009 ............................................................ 125
Tabel 27. Jenis Mutual Recognition Arrangement yang Disepakati Tahun 2009 ...................... 125
Tabel 28. Perkembangan Kasus Tuduhan Dumping Tahun 2005-2009 .................................... 146
Tabel 29. Perkembangan Kasus Tuduhan Subsidi Tahun 2005-2009........................................ 147
| xvi
Tabel 30. Perkembangan Status Tuduhan Safeguard Tahun 2005-2009 .................................. 147
Tabel 31. Perkembangan Realisasi Revitalisasi Pasar Tahun 2005-2009 .................................. 159
Tabel 32. Produk SNI Wajib yang Diawasi ............................................................................... 169
Tabel 33. Sumber Penerimaan Anggaran Tahun 2006-2009 .................................................... 192
Tabel 34. Realisasi Anggaran Menurut Unit Eselon I Tahun 2006-2009 ................................... 195
Tabel 35. Realisasi Anggaran Kementerian Menurut Program Tahun 2006-2009 .................... 196
01 Pendahuluan
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 1
BAB 1. PENDAHULUAN
01 Pendahuluan
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 2
A. Latar Belakang Organisasi
abinet Indonesia Bersatu yang dibentuk pertama kali berdasarkan
Keppres No. 187 Tahun 2004, memisahkan antara Departemen
Perdagangan dan Departemen Perindustrian. Hal ini berbeda dengan
kabinet sebelumnya dimana Departemen Perdagangan masih bersatu
dengan Departemen Perindustrian.
Pemisahan dilakukan mengingat sektor industri dan sektor
perdagangan memiliki tingkat kompleksitas permasalahan dan tantangan
yang tinggi sehingga memang perlu untuk dikelola oleh menteri yang
berbeda. Perdagangan dihadapkan pada tantangan perdagangan global
dan dalam negeri, sedangkan perindustrian memiliki tantangan untuk
dapat menciptakan produk industri yang memiliki daya saing global.
Sejalan dengan Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian
Negara Republik Indonesia, serta berdasarkan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor: 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Perdagangan, maka tugas Kementerian Perdagangan
adalah membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan
pemerintahan di bidang perdagangan. 1
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Perdagangan
secara umum menyelenggarakan fungsi menetapkan kebijakan nasional di
bidang perdagangan, melaksanakan urusan pemerintahan di bidang
perdagangan, mengawasi pelaksanaannya serta mewakili pemerintah
dalam berbagai bentuk ikatan/kerjasama dengan negara dan lembaga
internasional.
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut di atas
berdasarkan Perpres No. 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas
1 Berdasarkan UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara Republik
Indonesia, penggunaan nomenklatur “Departemen” diganti menjadi “Kementerian”. Oleh karena itu, LAK mengacu pada nomenklatur baru.
K
Tugas dan fungsi Kementerian Perdagangan RI
01 Pendahuluan
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 3
Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia dan Permendag No. 1
tahun 2005, maka susunan organisasi Kementerian Perdagangan adalah
sebagai berikut2:
1. Menteri; 2. Sekretariat Jenderal; 3. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri; 4. Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri; 5. Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional; 6. Inspektorat Jenderal; 7. Badan Pengembangan Ekspor Nasional; 8. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi; 9. Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan; dan 10. Staf Ahli Menteri.
Seiring dengan perkembangan tugas dan tantangan yang dihadapi,
Kementerian Perdagangan mengalami reorganisasi sebanyak 4 kali, yaitu:
1. Reorganisasi pertama tahun 2005, mengenai tenaga teknis penera
yang berdasar pada Permendag No. 30 tahun 2005.
2. Reorganisasi kedua tahun 2007, yaitu: pemisahan unit Biro Umum dan
Humas menjadi dua Eselon II, yaitu: Biro Umum dan Pusat Humas.
3. Reorganisasi ketiga tahun 2007 mengenai struktur staf ahli
berdasarkan Permendag No. 34 tahun 2007.
4. Reorganisasi keempat tahun 2009, mengenai Unit Eselon I Sekretariat
Jenderal dengan menambah Unit Eselon II menjadi 10, yaitu: Pusat
Harmonisasi Kebijakan Perdagangan (Pushaka). Perubahan susunan
organisasi Kementerian tersebut berdasarkan Permendag No. 24 tahun
2009 tentang Perubahan keempat atas Permendag No. 01 tahun 2005.
Selain itu, pada tahun 2005, Kementerian Perdagangan juga
mengemban tugas dari Presiden RI untuk melakukan koordinasi
pengembangan investasi di Indonesia. Hal ini ditetapkan melalui Perpres
2 Lihat lampiran 1, struktur organisasi Kementerian Perdagangan RI.
Reorganisasi Kementerian dalam menunjang kinerja organisasi
01 Pendahuluan
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 4
No. 11 tahun 2005 tentang Perubahan Kelima atas Keppres No. 103 Tahun
2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi,
dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Nondepartemen, yang menyatakan
bahwa Badan Koordinasi Penanaman Modal dalam melakukan upaya
pengembangan investasi harus berkoordinasi dengan Menteri
Perdagangan. Mengacu pada hal tersebut, maka kemudian Kementerian
Perdagangan diberi tugas oleh Presiden untuk melakukan koordinasi
dengan Kementerian dan Lembaga Pemerintah Nondepartemen (LPND)
untuk membuat kebijakan-kebijakan yang terkait dengan penciptaan iklim
investasi yang kondusif.
B. Peran Strategis Organisasi
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, peran Strategis
Kementerian Perdagangan dalam pembangunan perdagangan adalah
membangun daya saing yang berkelanjutan di pasar lokal dan global.
Membangun daya saing yang berkelanjutan diperlukan optimalisasi
pemanfaatan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki serta kemampuan
untuk memanfaatkan peluang yang ada. Namun, untuk mencapai hal
tersebut, terdapat banyak kendala dan tantangan yang dihadapi.
Tantangan tersebut kiranya dapat mempengaruhi kinerja Kementerian
Perdagangan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Adapun kendala dan tantangan di bidang perdagangan yang sudah,
sedang dan masih dihadapi adalah yang terkait ekspor-impor dan
penguatan pasar dalam negeri. Sebagai ilustrasi, masih lemahnya
kerjasama terutama di sektor produksi, transportasi dan jasa.
Infrasktruktur perdagangan dinilai masih perlu dilakukan perbaikan dan
penyempurnaan. Namun, hal ini tidak hanya terlepas dari peran
Kementerian semata. Dukungan dari instansi terkait masih belum
harmonis, kebijakan pusat dengan daerah dan antar sektor yang masih
Peran strategis Kementerian Perdagangan: membangun daya saing berkelanjutan di pasar domestik dan global
Kendala dan tantangan bidang perdagangan yang berkembang
01 Pendahuluan
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 5
tumpang tindih berakibat kurangnya kepastian untuk berusaha sehingga
berdampak pada lambatnya pembangunan infrastruktur perdagangan dan
berujung pada rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap
pemerintah. Sementara itu, lingkungan eksternal yang berkembang secara
cepat dapat berdampak positif dengan terciptanya berbagai peluang pasar,
tetapi dapat juga berdampak negatif dengan munculnya berbagai
tantangan/ancaman. Oleh karena itu dalam melakukan identifikasi peluang
dan ancaman bagi Indonesia dikaitkan dengan kecenderungan bisnis global
yang berlangsung sampai saat ini. Kecenderungan bisnis global
menunjukkan beberapa hal seperti keterkaitan secara global; munculnya
proteksionisme; liberalisasi perdagangan dan blok prdagangan;
efektif riil (REER) Rupiah tergolong paling fluktuatif (Gambar 7). Nilai tukar
efektif riil atau Real Effective Exchange Rate (REER) merupakan indikasi
daya saing produk ekspor suatu negara dan merupakan harga relatif
produk ekspor terhadap negara lain. Semakin besar nilai REER, maka nilai
tukar semakin terapreasiasi, sebaliknya semakin kecil nilai REER, nilai tukar
semakin terdepresiasi.
Pada tahun 2005 dan 2008, daya saing produk ekspor Indonesia
cukup tinggi. Bahkan pada September 2005, daya saing Indonesia
merupakan yang terbaik dengan indeks REER 93,8 diantara empat negara
Asia yang ditunjukkan pada gambar di atas. Hal yang sama juga terjadi
pada periode November 2008 sampai Maret 2009.
2) Perkembangan Laju Inflasi
Tantangan untuk menjamin pasokan dan stabilisasi bahan pokok
tidak terlepas dari fluktuasi harga internasional seperti yang terjadi di akhir
2007 dan menjelang 2008, serta kondisi produksi dan konsumsi dalam
negeri.
Gambar 8. Tingkat Inflasi Nasional Tahun 2005-2009
Sumber : BPS, 2009
Nilai tukar efektif riil Rupiah tergolong paling fluktuatif disbanding negara Asia lainnya
03 Akuntabilitas Kinerja
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 46
Salah satu indikator pencapaian stabilisasi harga adalah dengan melihat
tingkat inflasi pada periode tertentu. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah
mentargetkan tingkat inflasi rata-rata antara tahun 2005−2009 sebesar 3-7%.
Secara umum, selama kurun waktu 2005−2009, angka inflasi berada pada
kisaran yang fluktuatif dengan tingkat tertinggi pada tahun 2005 sebesar 17,11%
dan tahun 2008 sebesar 11,06%. Inflasi bahan pangan cenderung tinggi, namun
andil inflasi bahan pangan relatif stabil pada 2005−2009, yaitu berturut-turut
3,3%, 3,1%, 2,8%, 3,5, dan 3,88%. Dari Gambar 9 terlihat bahwa tingginya inflasi
pada tahun 2005 dan 2008 bukan disebabkan oleh kenaikan harga bahan
pangan, terkecuali tahun 2009 harga bahan pangan sedikit melampaui inflasi
rata-rata nasional.
Gambar 9. Tingkat Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Tahun 2005-2009
Keterangan: *) s.d Semester 1 Sumber : BPS (diolah)
Jika dilihat berdasarkan kelompok barang, tingginya tingkat inflasi
yang terjadi pada tahun 2005 terutama disebabkan oleh inflasi kelompok
transportasi (44,75%) karena kenaikan harga BBM sebanyak dua kali pada
2005 2006 2007 2008 2009*)
Bahan Makanan 13.91 12.94 11.26 16.35 2.10
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 13.71 6.36 6.41 12.53 4.67
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 13.94 4.83 4.88 10.92 0.97
Sandang 6.92 6.84 8.42 7.33 2.30
Kesehatan 6.13 5.87 4.31 7.96 2.98
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 8.24 8.13 8.83 6.66 2.94
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 44.75 1.02 1.25 7.49 -4.10
Indeks Umum 17.11 6.60 6.59 11.06 1.22
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00(%)
BahanMakanan
Perumahan, Air, listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, &
Tembakau
Sandang
Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Kesehatan
Transpor, Komunikasi, & Jasa Keuangan
Indeks Umum
03 Akuntabilitas Kinerja
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 47
bulan Maret sebesar 32,5% dan bulan Oktober sebesar 87,5%. Sementara
itu, tingkat inflasi yang kembali tinggi pada tahun 2008 disebabkan oleh
inflasi kelompok bahan makanan (16,35%), makanan jadi (12,53%), dan
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar (10,92%) karena kenaikan
BBM pada bulan Mei sebesar 33,33% dan terjadi gejolak harga pangan di
pasar internasional.
3) Tenaga Kerja Sektor Perdagangan
Pentingnya peran sektor perdagangan terlihat dari banyaknya tenaga
kerja di sektor ini. Jumlah tenaga kerja sektor perdagangan pada tahun
2009 sebanyak 17,5 juta jiwa, nomor dua setelah sektor pertanian. Jumlah
tersebut meningkat 1,74 persen dari tahun sebelumnya.
Upaya Kementerian Perdagangan untuk mengembangkan
perdagangan dalam negeri dan luar negeri dinilai efektif dalam
menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat termasuk bagi usaha
kecil dan menengah. Sementara itu, tenaga kerja di bidang perdagangan
lebih didominasi pada perdagangan eceran di pertokoan, warung,
eceran tradisional, eceran modern, kecuali mobil dan motor. Dengan
peningkatan sinergi dan koordinasi, maka 70% tenaga kerja sektor
perdagangan yang terisi oleh usaha informal dapat ditingkatkan
statusnya. Selain itu, integrasi strategis dengan segmen komunitas
ekonomi kreatif diyakini akan membuka peluang kesempatan kerja yang
signifikan.
Selain itu, fakta bahwa masyarakat Indonesia yang dikenal kreatif,
serta ide dan kreativitas merupakan sumber daya utama 14 sub sektor
Industri Kreatif, menyebabkan industri kreatif berpotensi menjadi salah
satu penggerak perekonomian Indonesia. Selain itu juga, sebagian
pelaku Industri Kreatif adalah sektor UMKM dan industri kreatif mampu
menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup besar dimana rata-rata
tenaga kerja di sektor industri kreatif 2002-2008 mencapai 7,3 juta
Andil inflasi terbesar tahun 2005 bersumber pada kelompok transportasi (44,75%), sementara inflasi tahun 2008 terbesar pada kelompok bahan makanan (16,35%)
Tenaga kerja bidang perdagangan didominasi perdagangan eceran di pertokoan
03 Akuntabilitas Kinerja
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 48
pekerja. Sehubungan dengan itu, ekonomi kreatif berpotensi dalam
menjawab tantangan pembangunan Millennium Development Goals
(MDGs) dalam penanggulangan kemiskinan dan pengangguran.
Tabel 4. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Sub Sektor Perdagangan Tahun 2005-2009
Jumlah 16.748.010 17.383.183 16.531.487 17.153.090 17.449.439
*) Keterangan: 50 : Penjualan Mobil dan Sepeda Motor, penjualan eceran bahan bakar kendaraan. 51 : Perdagangan besar dalam negeri kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor selain ekspor dan impor. 52 : Perdagangan eceran kecuali mobil dan motor. 53 : Perdagangan ekspor kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor. 54 : Perdagangan impor kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor. **) Sampai dengan bulan Pebruari Sumber: BPS, (diolah)
Tren positif ditunjukkan pada lapangan usaha “51” dan “52”.
Lapangan usaha “51” mencapai peningkatan 6,79% dari tahun 2005 sampai
dengan 2009. Hal tersebut mengindikasikan bahwa terdapat peningkatan
proporsi perdagangan besar dalam negeri dan menunjukkan bahwa
perekonomian domestik menjadi daya tarik tersendiri bagi pengusaha
lokal. Demikian halnya dengan lapangan usaha “52” yang tumbuh relatif
lebih rendah dibandingkan lapangan usaha “52”, yaitu sebesar 1,73%.
Namun demikian, secara kuantitatif absolut, jumlah tenaga kerja pada
lapangan usaha tersebut hampir menyentuh angka 15 juta tenaga kerja.
Relatif stabilnya perekonomian domestik berdampak pada peningkatan
lapangan kerja. Walaupun jumlah tenaga kerja pada lapangan usaha “52”
tersebut hanya tumbuh 1,70% dibandingkan tahun 2008, namun apabila
dilihat kondisi perekonomian dunia yang menerapkan kebijakan kontraksi
Jumlah tenaga kerja pada perdagangan eceran cenderung meningkat dengan kisaran pada 15 juta tenaga kerja
03 Akuntabilitas Kinerja
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 49
dengan pengurangan tenaga kerja, kondisi di Indonesia perlu diberikan
apresiasi.
Hal sebaliknya ditunjukkan oleh lapangan usaha “50” dan “54”,
dengan tren menurun sebesar 15,57% dan 15,94% (Tabel 4). Tekanan
perekonomian global ‘memaksa’ konsumen untuk mengurangi belanja
produk-produk dengan harga yang relatif tinggi, misalnya mobil dan motor.
Meski tetap bertumbuh (bila dibandingkan dengan tahun 2008) namun
telah terjadi penurunan jumlah tenaga kerja yang cukup signifikan bila
dibandingkan tahun 2005. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh lapangan
usaha “54”. Gerakan cinta produk Indonesia dan kebijakan pemerintah
untuk tetap mengendalikan impor (khususnya impor barang konsumsi)
relatif berdampak pada pengurangan transaksi perdagangan impor. Kondisi
tersebut kemudian memberikan pengaruh pada jumlah tenaga kerja pada
lapangan usaha tersebut. Bahkan apabila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, jumlah tenaga kerja mengalami penurunan pertumbuhan
sebesar 36,79%.
4) Perkembangan Investasi Sektor Perdagangan
Perkembangan realisasi investasi sektor perdagangan pada periode
2005−2009 menunjukkan peningkatan yang signifikan setiap tahunnya.
Tren pertumbuhan rata-rata per tahun nilai realisasi Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) selama periode 2005−2009 mencapai 99,02%,
sementara tren pertumbuhan rata-rata nilai realisasi Penanaman Modal
Asing (PMA) adalah sebesar 16,48%. Peningkatan ini disebabkan oleh
adanya berbagai macam deregulasi peraturan perdagangan yang ada,
ditunjang pula oleh implementasi UU No. 25 tahun 2007 dan peraturan-
peraturan pendukung lainnya.
Tahun 2009, nilai realisasi investasi PMDN di sektor perdagangan
meningkat hampir tiga kali bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
dengan nilai mencapai Rp 1.441,9 milyar (Gambar 10). Hal tersebut
mengindikasikan semakin membaiknya iklim investasi sektor perdagangan.
Deregulasi peraturan perdagangan mampu meningkatkan minat investasi PMA dan PMDN
Nilai investasi PMDN sektor perdagangan tahun 2009 mencapai Rp 1,44 trilyun
Kelesuan perdagangan mobil dan motor juga mendorong pada penurunan jumlah tenaga kerja pada lapangan usaha tersebut
03 Akuntabilitas Kinerja
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 50
Apabila dilihat perkembangannya dari tahun 2005, perkembangan realisasi
investasi PMDN sektor perdagangan mengalami peningkatan yang sangat
signifikan dengan tren hampir seratus persen. Salah satu program prioritas
Kementerian Perdagangan yaitu Peningkatan Investasi, secara langsung
maupun tidak langsung telah menstimulasi kinerja investasi di dalam
negeri. Selain itu, implementasi UU Penanaman Modal juga memberikan
pengaruh pada peningkatan investasi sektor perdagangan. Demikian
halnya dengan sub sektor hotel dan restoran dengan peningkatan tren
pertumbuhan sebesar 7,35%. Suasana kondusif politik nasional turut
member andil dalam peningkatan kepercayaan pada dunia pariwisata,
terutama perhotelan dan restoran. Pertumbuhan sub sektor tersebut juga
meningkat hampir lima puluh persen.
Gambar 10. Perkembangan Investasi PMDN Sektor Perdagangan Tahun 2005-2009
Sumber: BKPM.
Sementara itu, perkembangan realisasi investasi PMA sektor
perdagangan tahun 2009 juga mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya sebesar 84,07% (Gambar 11) dengan nilai sebesar US$ 706,1
juta. Peningkatan tersebut juga menunjukkan mulai efektifnya dampak
implementasi UU Penanaman Modal yang ternyata disambut positif oleh
kalangan pengusaha asing yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia.
Hal tersebut juga ditunjang oleh meningkatnya tren PMA sektor
UU Penanaman Modal disambut positif kalangan investor luar negeri, ditandai dengan meningkatnya investasi PMA tahun 2009 dibanding tahun sebelumnya
03 Akuntabilitas Kinerja
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 51
perdagangan dari tahun 2005 sebesar 16,48%. Apabila dilihat dari jumlah
izin tetap yang dikeluarkan, sebanyak 424 izin tetap dikeluarkan pada
tahun 2009, meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 375 buah.
Sejalan dengan sasaran Kementerian Perdagangan yang ingin
meningkatkan pelayanan prima kepada dunia usaha, upaya perbaikan terus
ditingkatkan terutama terkait dengan perbaikan iklim investasi dan dunia
usaha di Indonesia.
Gambar 11. Perkembangan Investasi PMA Sektor Perdagangan Tahun 2005-2009
Sumber: BKPM.
Dalam hal perbaikan iklim usaha, peringkat Indonesia pada Index
Ease of Doing Business Bank Dunia mengalami perbaikan, khususnya pada
aspek memulai usaha (Starting Business) dan Trading Across Border.
Berdasarkan hasil survei Bank Dunia tersebut, pada tahun 2006 sampai
dengan tahun 2009, posisi kemudahan berusaha di Indonesia dari tahun ke
tahun diantara 151 negara yang diteliti menunjukkan perbaikan, yaitu dari
peringkat ke-133 pada tahun 2006 menjadi peringkat ke-122 pada tahun
2009.
Selain itu, Indonesia juga dapat menekan jumlah hari untuk memulai
bisnis dari 105 hari pada tahun 2008 menjadi 76 hari pada tahun 2009.
Biaya yang harus dikeluarkan pengusaha untuk memulai usaha di Indonesia
pun semakin rendah, yaitu dari 80% pendapatan per kapita (tahun 2008)
Nilai investasi PMA sektor perdagangan tahun 2009 mencapai US$ 706,1 juta
Peringkat Doing Business Indonesia tahun 2009 meningkat dari sisi permulaan usaha dan perdagangan lintas negara
03 Akuntabilitas Kinerja
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 52
menjadi 77,9% pendapatan per kapita di tahun 2009, atau menurun 2,62%.
Sementara dalam hal perdagangan internasional, Indonesia dapat
menyederhanakan jumlah dokumen yang dibutuhkan dan waktu
pengurusan dokumen ekspor-impor, yaitu dokumen ekspor dari 7 menjadi
5 dokumen, sehingga dapat memangkas waktu ekspor dari 25 hari menjadi
21 hari. Sedangkan, dokumen impor dari 9 menjadi 5 dokumen sehingga
dapat memangkas waktu impor dari 30 hari menjadi 27 hari.
B. Pengukuran Indikator Kinerja Utama
Sebagai pelaksanaan dari Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor PER/09/M.PAN/05/2007 tentang Pedoman Umum
Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah,
maka Kementerian Perdagangan telah menetapkan Indikator Kinerja
Utama (IKU) di lingkungan Kementerian Perdagangan.
Indikator kinerja utama di lingkungan Kementerian Perdagangan
disusun dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional, Rencana Strategis Kementerian Perdagangan tahun 2004-2009,
serta dengan mengakomodasikan keinginan stakeholder.
Indikator kinerja utama yang dirumuskan memang masih jauh,
namun diharapkan telah memberikan gambaran kepada berbagai pihak
yang berkepentingan tentang hasil-hasil yang akan diwujudkan oleh
Kementerian Perdagangan. Adapun capaian indikator kinerja utama
Kementerian Perdagangan tahun 2009 dapat dirinci sebagai berikut:
No Indikator Kinerja Utama
Satuan Target Realisasi Capaian (%)
Ref. Sasaran
1 Jumlah kebijakan dan peraturan bidang perdagangan yang mendukung iklim usaha
Permendag, Kepmendag,
SE
37 69 186,5
Sasaran 1
03 Akuntabilitas Kinerja
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 53
No Indikator Kinerja Utama
Satuan Target Realisasi Capaian (%)
Ref. Sasaran
2 Prosentase pelayanan perijinan yang dapat diselesaikan sesuai standar
Persen 90% 90% 100 Sasaran 1
3 Prosentase pemerintah daerah yang melaksanakan kebijakan bidang perdagangan
Persen 100 100 100 Sasaran 1
4 Prosentase kontribusi sektor perdagangan terhadap PDB
Persen 15 13,4 89,33 Sasaran 2
5 Prosentase peningkatan ekspor non migas
Persen 5,5 - 8,7 -9,66 -111,03 Sasaran 2
6 Diversifikasi negara tujuan ekspor
Negara non tradisional
200 200 100 Sasaran 3
7 Jumlah kesepakatan yang dicapai dalam forum kerjasama perdagangan internasional
MoU
Agreement
Ratifikasi
MRA
4
6
3
4
4
6
3
4
100 Sasaran 4
8 Rasio penanganan kasus remedi perdagangan
Persen Kasus yang dihentikan/Kasus yang masih ditangani:
4/10 kasus
Kasus yang dihentikan /Kasus yang masih ditangani:
4/35 kasus
114,29 Sasaran 5
9 Inflasi bahan pangan
Persen 3,5 3,88 110,85 Sasaran 6
10 Tingkat ketersediaan bahan kebutuhan pokok nasional
Persen 100 98 98 Sasaran 6
03 Akuntabilitas Kinerja
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 54
No Indikator Kinerja Utama
Satuan Target Realisasi Capaian (%)
Ref. Sasaran
11 Prosentase pengaduan perlindungan konsumen yang berhasil diselesaikan
Persen 100 100 100 Sasaran 7
12 Volume transaksi dalam pasar komoditi
Lot (PBK) Rp (SRG) Rp (PL)
4,4 juta 550 juta
1,7 trilyun
4,4 juta 553 juta
1,6 trilyun
100 104 97
Sasaran 8
13 Status opini instansi BPK terhadap Laporan Keuangan Kementerian
Status WDP WDP 100 Sasaran 1
Dari capaian indikator kinerja utama tersebut, tampak bahwa hampir
semua indikator kinerja Kementerian Perdagangan telah berhasil mencapai
kinerja sesuai yang ditargetkan pada awal tahun, maupun yang telah
ditetapkan dalam Renstra. Dalam perumusan kebijakan, Kementerian
Perdagangan telah berusaha mengantisipasi perubahan konstelasi ekonomi
dunia akibat krisis akhir tahun 2008 dengan mengeluarkan kebijakan-
kebijakan yang mendukung iklim usaha yang kondusif. Bahkan jumlah
kebijakan yang diterbitkan melebihi target yang ditetapkan. Salah satu
implementasi kebijakan tersebut adalah dengan menyederhanakan
prosedur perijinan bidang perdagangan luar negeri dan perdagangan dalam
negeri. Capaian lain juga diperlihatkan dari tercapainya target rasio
penanganan kasus remedi perdagangan dimana Kementerian Perdagangan
memegang peranan penting dalam membela kepentingan industri
nasional.
Hal sebaliknya, penurunan kinerja sektor perdagangan juga
diperlihatkan dari tidak tercapainya target prosentase kontribusi
perdagangan terhadap PDB disertai dengan anjloknya pertumbuhan ekspor
nonmigas. Salah satu tantangan dan kendalanya adalah terjadinya
kontraksi dunia yang memberikan pengaruh besar pada penurunan kinerja
03 Akuntabilitas Kinerja
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 55
perdagangan dalam perekonomian nasional. Kemudian, untuk menopang
kinerja perekonomian nasional di saat krisis, Kementerian Perdagangan
mengoptimalkan strategi penguatan perdagangan dalam negeri. Hal
tersebut ditunjukkan dengan relatif stabilnya inflasi bahan pangan dan
ketersediaan bahan kebutuhan pokok, dengan capaian sekitar 100% dari
target yang ditetapkan.
Optimisme yang tinggi dan didukung oleh keinginan kuat Pemerintah
untuk memperbaiki kondisi ekonomi biaya tinggi, infrastruktur dan
penyederhanaan prosedur-prosedur birokrasi. Melalui kerja keras dan
konsistensi kebijakan, diharapkan visi untuk mewujudkan bangsa yang
berdaya saing dapat tercapai dan menuju kemakmuran rakyat.
C. Evaluasi dan Analisis Akuntabilitas Kinerja
Evaluasi dan analisis akuntabilitas menjabarkan hasil evaluasi capaian
indikator-indikator kinerja Kementerian menurut sasaran yang tertuang
dalam Rencana Strategis. Namun, dari berbagai indikator pencapaian
sasaran, terdapat beberapa indikator kinerja utama yang memang menjadi
core dari pencapaian sasaran Kementerian.
Capaian IKU dijabarkan dalam sub bab sebelumnya untuk lebih
menggambarkan secara umum capaian sasaran Rencana Strategis. Namun
demikian, evaluasi dari capaian sasaran Kementerian pun akan dijabarkan
secara lebih terinci dan tergambar perkembangannya bila dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya. Sehingga terlihat keterkaitan antara capaian
sasaran yang tergambar dalam IKU dan indikator pencapaian sasaran.
Metodologi pengukuran pencapaian dalam indikator kinerja secara
umum digunakan rumus pada sub bab sebelumnya. Adapun Evaluasi dan
analisis secara rinci dari masing-masing sasaran, digambarkan dan
diuraikan sebagai berikut:
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 56
Sasaran 1 Meningkatnya pelayanan prima kepada dunia usaha melalui
penyederhanaan prosedur, transparansi kebijakan dan
penerapan teknologi informasi serta meningkatnya peran
lembaga, sarana dan instrumen perdagangan
alam sasaran-1, Kementerian Perdagangan mengacu pada
pencapaian kinerja berdasarkan lima kategori pencapaian sasaran,
teknologi informasi, dan peran lembaga, sarana dan instrumen
perdagangan. Untuk mencapai sasaran tersebut, indikator kinerjanya
adalah sebagai berikut:
No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian
(%)
1 Prosentase pelayanan perijinan yang dapat diselesaikan sesuai standar
Persen 90% 90% 100
2 Jumlah UU tentang Perdagangan dan UU tentang KEK
UU 2 UU 1 UU 50
3 Jumlah kebijakan dan peraturan bidang perdagangan yang mendukung iklim usaha
Permendag, Kepmendag,
SE
37 69 186,5
4 Jumlah penerbitan ijin usaha dan persetujuan lembaga di bidang PBK dan SRG
Ijin usaha
persetujuan
500
5
722
7
144,4
140
5 Prosentase pemerintah daerah yang melaksanakan kebijakan bidang perdagangan
Persen 100 100 100
D
“ „
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 57
No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian
(%)
6 Banyaknya data yang sudah masuk kedalam e-file
Jenis 34 34 100
- Sistem pengarsipan elektronik SKA
IPSKA 10 8 80
- Pengelolaan dokumen NPIK secara elektronik
Sistem 1 1 100
- Sistem pengolahan dokumen SPB & NRP secara elektronik
Sistem 2 2 100
7 Jenis data berbasis web
Jenis 8 8 100
8 Jumlah pengunjung website
Orang 6.300 7.080 112,38
9 Status opini instansi BPK terhadap Laporan Keuangan Kementerian
Status WDP WDP 100
10 Jumlah penanganan perkara yang dilakukan terhadap setiap dugaan pelanggaran UU No. 5/1999
Perkara:
- perubahan monitoring
- putusan final
15
5
10
11
0
11
73,3
Ket: Cetak tebal merupakan IKU
Sasaran Rencana Strategis pertama (atau elemen pertama dari sasaran
Renstra) yang harus dicapai oleh Kementerian Perdagangan adalah dalam
rangka mencapai peningkatan pelayanan prima kepada dunia usaha melalui
penyederhanaan prosedur, transparansi kebijakan dan penerapan teknologi
informasi serta meningkatnya peran lembaga, sarana dan instrumen
perdagangan. Pelaksanaan kegiatan (kinerja) untuk mencapai sasaran
Renstra ini menyebar ke berbagai unit organisasi Kementerian Perdagangan.
Penyederhanaan prosedur
1. Pelayanan perijinan ekspor dan impor
Terkait dengan perijinan, selama kurun waktu tahun 2009,
Kementerian Perdagangan telah mentargetkan prosentase pelayanan
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 58
perijinan yang dapat diselesaikan sesuai standar adalah 90%. Terdapat
beberapa pelayanan perijinan yang penerbitannya masih melebihi standar
waktu yang ditetapkan (max. 5 hari kerja). Hal tersebut disebabkan
beberapa hal, di antaranya adalah proses kelengkapan dokumen
administrasi saat proses perijinan berlangsung (ketidaklengkapan dokumen
yang disampaikan atau verifikasi data tidak cocok), dan tingginya beban
penyelesaian ijin tertentu yang harus diproses. Beberapa perijinan tersebut
antara lain: Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) Elektronika, NPIK
Tekstil dan Produk Tekstil, Persetujuan Impor (PI) Barang Modal Bukan
Baru-Pemakai Langsung, Importir Terdaftar (IT) Produk Tertentu-
Elektronika, Importir Produsen (IP) Besi atau Baja, STP Keagenan/
Distributor dan SIUP 3A.5
a. Bidang perdagangan luar negeri
Kualitas pelayanan perijinan menjadi perhatian Kementerian.
Sehubungan dengan hal tersebut, telah dibangun sistem perijinan secara
elektronik (e-licensing) yang disebut dengan nama “INATRADE” dan telah
beroperasi sejak tanggal 17 Desember 2008, bersamaan dengan
peluncuran National Single Window (NSW) tahap pertama. Pembangunan
sistem perijinan e-licensing dimaksud sejalan dengan Inpres Nomor 5 tahun
2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009, serta ketentuan
Pasal (16) Perpres Nomor 10 tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem
Elektronik Dalam Kerangka National Single Window (NSW).
Melalui e-licensing, sebanyak 108 perijinan (78 jenis perijinan impor
dan 30 jenis perijinan ekspor). Sebanyak 34 jenis perijinan impor termasuk
pengiriman Surat Pendaftaran Barang (SPB) dimana permohonannya telah
dapat dilakukan secara elektronik dan sudah dapat disampaikan ke Ditjen
Bea dan Cukai, untuk selanjutnya diteruskan ke portal NSW. Melalui
pelayanan sistem INATRADE juga, khususnya perijinan impor 102
5 Lihat Tabel 5 dan Tabel 9, daftar perijinan impor dan perijinan bidang
perdagangan dalam negeri.
INATRADE merupakan upaya Kementerian Perdagangan untuk meningkatkan pelayanan terhadap dunia usaha
108 perijinan ekspor dan impor sudah dapat diselesaikan melalui e-licensing dan diintegrasikan ke NSW
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 59
perusahaan bagi Importir Jalur Prioritas (IJP) telah dapat mengakses sistem
INATRADE dan secara bertahap akan dapat digunakan untuk melayani
seluruh importir.
Menteri Keuangan RI selaku Ketua Tim Persiapan National Single Window (NSW) didampingi Menteri Perdagangan, Menteri Perhubungan, Menkominfo, Kepala Badan
POM, Wakil Sekretaris Kabinet dan Gubernur Jawa Timur pada peluncuran Implementasi Tahap IV Sistem NSW di Surabaya, tanggal 29 Juli 2009
Permohonan perijinan melalui sistem INATRADE telah dapat
diselesaikan dengan rata-rata waktu penyelesaian selama 1 hari kerja.
Sedangkan waktu penyelesaian perijinan melalui Unit Pelayanan
Perijinan (UPP) telah dapat diselesaikan dalam waktu 5 hari kerja.
Sebelumnya, berdasarkan Surat Keputusan, rata-rata waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan perijinan adalah 7 s.d 15 hari kerja (SK
19/2005 menyebutkan 15 hari kerja dan SK 230/1997 menyebutkan 7
hari kerja).
Untuk mempercepat proses customs clearance, sisa perijinan impor
yang diproses secara manual (45 jenis perijinan impor) telah dikirim ke
portal NSW melalui webservice INATRADE. Dengan demikian seluruh
Melalui Inatrade, penyelesaian perijinan tertentu dapat diselesaikan 1 hari
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 60
perijinan impor (78 perijinan) telah dikirim secara mandatori ke portal NSW
secara elektronik untuk customs clearance.
Selain itu, diinformasikan pula bahwa implementasi NSW-Ekspor
telah dilakukan ujicoba konsep dan sistem dengan dummy data di sistem
NSW. Kementerian Perdagangan akan mengirimkan data yang ada pada
Unit Pelayanan Perdagangan (UPP) Luar Negeri untuk dikirimkan ke NSW
melalui INATRADE (data perijinan ekspor yang masih berlaku).
Implementasi NSW Ekspor sendiri menunggu keberhasilan ujicoba dummy
data, dikarenakan sensitifitas proses ekspor yang harus melalui proses
‘time critical’. Apabila terjadi gangguan layanan ekspor karena
terhambatnya proses perijinan ekspor, dikhawatirkan akan menimbulkan
gangguan proses ekspor nasional.
Guna mendukung keberhasilan implementasi sistem INATRADE, pada
tahun 2008 telah dilakukan kegiatan bimbingan teknis INATRADE untuk
pelaku usaha dan pejabat terkait di daerah. Hal tersebut dilakukan dengan
tujuan agar pelaku usaha dapat terhindar dari kendala operasional,
sehingga pemanfaatan sistem Inatrade dapat optimal.
Sementara itu, dalam rangka uji coba NSW ekspor di pelabuhan
Tanjung Perak, maka perijinan ekspor yang telah dikirimkan ke portal NSW
sudah mencakup 5 perizinan, yaitu: Eksportir Terdaftar Rotan (ETR);
14 Izin Tipe UTTP 140 179 27,85 54 15 Izin Tanda Pabrik UTTP 35 14 -60 4
2. UU tentang Perdagangan dan UU tentang Kawasan Ekonomi Khusus
Salah satu prioritas Pemerintah 2005−2009 adalah untuk
memperbaiki iklim investasi dengan reformasi dan penyempurnaan
peraturan investasi, iklim usaha dan perburuhan. Sebagian besar sudah
tercapai dan sudah menjadi UU untuk penanaman modal, iklim usaha dan
sistem resi gudang.
a. UU tentang Perdagangan
Pembahasan RUU Perdagangan dengan DPR belum dapat
direalisasikan mengingat anggota DPR-RI pada saat itu akan berakhir masa
baktinya dan cenderung lebih aktif dalam permasalahan politik sehingga
banyak RUU-RUU dari instansi lain termasuk RUU Perdagangan tidak dapat
RUU Perdagangan sudah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2010
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 68
dilakukan pembahasan. Namun demikian, proses harmonisasi yang
dikoordinasikan oleh Kementerian Hukum dan HAM sudah diselesaikan
dan pada saat ini sedang dalam proses untuk penyampaian kepada
Presiden guna memperoleh Surat Presiden untuk pembahasan di DPR.
Lebih lanjut RUU Perdagangan tersebut sudah masuk dalam Program
Legislasi Nasional Prioritas 2010 untuk dibahas dengan DPR.
b. UU tentang Kawasan Ekonomi Khusus
Sementara itu, Kementerian Perdagangan terlibat secara aktif dalam
percepatan pembangunan melalui penyerapan investasi dan peningkatan
ekspor dengan mengembangkan kawasan perdagangan bebas dan
kawasan ekonomi khusus. Kementerian Perdagangan bersama-sama
dengan Tim Nasional Dewan Kawasan Ekonomi Khusus terlibat aktif dalam
penyusunan RUU tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Naskah RUU Kawasan Ekonomi Khusus telah ditandatangani oleh Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Hukum dan HAM, pimpinan Komisi serta para Ketua Fraksi-
Fraksi di Komisi VI DPR RI, 14 September 2009
Tujuan dari pembentukan KEK adalah untuk menyediakan
infrastruktur, pelayanan investasi, dan fasilitasi tertentu dalam satu
wilayah geografis. KEK dikembangkan dengan berdasar atas nilai strategis
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 69
wilayah tertentu. Melalui KEK tersebut nantinya diharapkan setiap daerah
akan memiliki daya saing dalam meningkatkan investasi di masing-masing
daerahnya dengan tetap memperhatikan peningkatan pendapatan nasional
dan daerah, kesejahteraan tenaga kerja, dan keberlangsungan UMKM dan
Koperasi.
Kementerian Perdagangan terlibat secara aktif dalam penyusunan
Rancangan UU Tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) hingga
penandatanganan dan pengesahan RUU tersebut menjadi UU tentang
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pada tanggal 15 September 2009.
c. Undang-undang lainnya
Khusus mengenai penanaman modal, telah lama ada upaya untuk
menyempurnakan UU penanaman modal dengan menyatukan dua rezim
investasi yang telah ada sejak 1967 dan 1968.7 Sudah sejak 1990-an diakui
bahwa kedua UU Penanaman Modal sudah tidak relevan dengan tantangan
dan kebutuhan percepatan perkembangan perekonomian dan
pembangunan hukum nasional, khususnya di bidang penanaman modal.
Kementerian Perdagangan bersama dengan para pemangku
kepentingan lainnya, termasuk Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM), bersama-sama berupaya merumuskan UU Penanaman Modal yang
baru dimulai di tahun 2005, yang akhirnya disahkan menjadi UU No. 25
tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang sesuai dengan best practice
UU penanaman modal yang lain.
Inti utama dari UU No. 25 tahun 2007 tersebut antara lain: (i) prinsip
perlakuan sama antara penanam modal asing dan dalam negeri, kepastian
hukum, akuntabilitas, dan keterbukaan, dan (ii) penyederhanaan prosedur
untuk penanaman modal termasuk persyaratan untuk dibentuk pelayanan
terpadu satu pintu (PTSP) dalam rangka perizinan investasi.
7 Lihat UU No. 11 tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan UU No. 1 Tahun
1967 tentang Penanaman Modal Asing, dan UU No. 12 tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
UU tentang KEK telah disahkan pada bulan September 2009
UU No. 25 tahun 2007 menekankan pada kepastian hukum usaha dan penyederhanaan prosedur investasi dengan asas keterbukaan
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 70
Terkait dengan Sistem Resi Gudang, Kementerian Perdagangan telah
menyusun dan mempersiapkan sampai dengan disahkan, Undang-undang
No. 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang. Sistem Resi Gudang (SRG)
merupakan salah satu instrumen pembiayaan dimana komoditas petani
dapat digunakan sebagai agunan. Selain itu SRG dapat juga menjadi
instrumen untuk menstabilkan harga komoditi.
Transparansi kebijakan
1. Jumlah kebijakan bidang perdagangan
Pada tahun 2009, secara keseluruhan, Kementerian Perdagangan
telah menerbitkan 69 kebijakan, dalam bentuk Peraturan Menteri
Perdagangan, Keputusan Menteri Perdagangan, maupun Surat Edaran
Direktur Jenderal. Kebijakan tersebut meliputi kebijakan bidang
perdagangan luar negeri, perdagangan dalam negeri dan perdagangan
berjangka komoditi. Namun, dari seluruh kebijakan tersebut, pada tahun
yang sama terdapat 55 kebijakan (52 Permendag dan 3 Surat Edaran
Direktur Jenderal) yang dapat diakses melalui website. Hal tersebut
dikarenakan terdapatnya beberapa kebijakan yang bersifat hanya untuk
internal organisasi, di samping kebijakan yang terdapat di website memang
terkait langsung dengan masyarakat/pelaku usaha dan sifatnya strategis.
Di bidang perdagangan luar negeri, dalam rangka menunjang
peningkatan ekspor non migas Kementerian Perdagangan telah
menerbitkan sebanyak 19 kebijakan impor, 9 kebijakan ekspor dan 12
kebijakan mengenai harga patokan ekspor yang terbit setiap bulan, serta 1
kebijakan tentang mutu barang. Sehingga, total kebijakan bidang
perdagangan luar negeri yang terbit dalam kurun waktu tahun 2009 adalah
sebanyak 49 Permendag.
Keseluruhan kebijakan yang diterbitkan di bidang perdagangan luar
negeri pada intinya adalah untuk meningkatkan dan menguatkan daya saing
UU No. 9/2006 sebagai penunjang optimalisas pembiayaan yang berpihak pada petani
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 71
ekspor, pengelolaan impor yang antara lain ditujukan untuk memudahkan
pengadaan impor bahan baku/bahan penolong bagi industri dalam negeri,
melindungi konsumen dan industri dalam negeri, aspek Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, Lingkungan dan Mutu (K3LM), fasilitasi ekspor dan impor
serta untuk meningkatkan pengawasan standar mutu barang ekspor dan
impor. Hal ini menunjukkan keseriusan Kementerian Perdagangan dalam
meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat dan dunia usaha baik hal
yang terkait dengan penyederhanaan prosedur ekspor dan impor,
transparansi kebijakan maupun penerapan teknologi informasi.
Besarnya jumlah realisasi kebijakan dan peraturan yang ditetapkan
tidak lain ditujukan untuk meningkatkan daya saing ekspor, mengelola
impor, fasilitasi ekspor impor dan pengawasan standar mutu barang ekspor
dan impor. Lebih penting lagi, kebijakan yang ditetapkan tersebut adalah
dalam rangka menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi nasional sebagai
antisipasi terjadinya krisis ekonomi global yang dikhawatirkan memberikan
dampak kepada penurunan nilai perdagangan dan penurunan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan memperngaruhi kinerja di
sektor lain.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan bersama Sesjen Kementerian
Perdagangan dan Dirjen Industri Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian , mengadakan Konferensi Pers mengenai Penerbitan Permendag Nomor
08/M-DAG/PER/2/2009 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, 20 Februari 2009
Kebijakan di bidang perdagangan difokuskan pada upaya penguatan daya saing ekspor, pengelolaan impor, serta perlindungan konsumen dan industri dalam negeri
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 72
Sementara itu, seluruh kebijakan di bidang perdagangan meliputi
perdagangan luar negeri, perdagangan dalam negeri dan bidang
perdagangan berjangka komoditi serta resi gudang dapat dilihat pada
lampiran 7.
2. Penerbitan izin usaha dan persetujuan lembaga di bidang perdagangan
berjangka komoditi dan Sistem Resi Gudang
Pemrosesan perijinan terhadap Pelaku Usaha di bidang Perdagangan
Berjangka dapat berupa perijinan Bursa Berjangka, Lembaga Kliring
Berjangka, Bank Penyimpan Margin, Pialang Berjangka, Wakil Pialang
Berjangka, Pedagang Berjangka, Peserta SPA dan Penyelenggara SPA.
a. Perizinan Bursa Berjangka
Penerbitan 1 (satu) izin usaha Bursa Berjangka kepada PT Bursa
Komoditi dan Derivatif Indonesia dengan Nomor Izin Usaha:
26/BAPPEBTI/KP/6/2009 tanggal 23 Juni 2009.
b. Perizinan Lembaga Kliring Berjangka
Penerbitan izin usaha Lembaga Kliring Berjangka kepada PT Identrust
Security International dengan Nomor Izin Usaha:
30/BAPPEBTI/KP/7/2009 tanggal 3 Juli 2009.
c. Perizinan Pialang Berjangka dan Pialang Peserta SPA
Penerbitan persetujuan sebagai Pialang Peserta SPA kepada PT Nine
Stars Futures dengan Nomor 66/BAPPEBTI/SP/3/2009 tanggal 13
Maret 2009.
d. Perizinan Wakil Pialang Berjangka
Penerbitan izin kepada 717 Wakil Pialang Berjangka.
e. Persetujuan Bank Penyimpan Margin
Penebitan 3 buah persetujuan kepada perbankan sebagai Bank
Penyimpan Margin dalam industri PBK, yaitu:
PT Bank Sinarmas Tbk, Nomor Izin Usaha: 09/BAPPEBTI/SP/3/2009,
tanggal 30 Maret 2009.
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 73
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Nomor Izin Usaha:
32/BAPPEBTI/SP/7/2009, tanggal 9 Juli 2009.
PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk, Nomor Izin Usaha:
55/BAPPEBTI/SP/8/2009, tanggal 18 Agustus 2009.
Sedangkan terhadap PT Bank Century pada saat ini sedang dalam
proses pencabutan persetujuan karena:
Bank Century sudah tidak aktif melakukan kegiatan sebagai Bank
Umum Penyimpan Margin dalam industri Perdagangan Berjangka
Komoditi sebagaimana disebutkan dalam Pasal (2) Keputusan
Kepala Bappebti Nomor: 936/BAPPEBTI/SP/9/2006;
Perubahan nama Bank Century menjadi Bank Mutiara hingga saat
ini tidak dilaporkan kepada Bappebti;
Kerja sama Bank Century sebagai Bank Umum Penyimpan Margin
dengan PT. Kliring Berjangka Indonesia (Persero) sesuai dengan dengan
Perjanjian Nomor: 600/Per-KBI/IX/2006 dan Nomor:
600/Century/D/IX/06 tanggal 12 September 2006 telah berakhir pada
tanggal 12 September 2009 dan tidak diperpanjang lagi.
Adapun Tabel 10 menyajikan secara kumulatif perijinan yang
dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan selama tahun 2009 dalam
bentuk ijin usaha, persetujuan, sertifikat dan penetapan kepada pelaku
usaha.
Tabel 10. Jumlah Penerbitan Izin Usaha Berjangka Menurut Pelaku Usaha Tahun 2009
Pelaku Usaha Tahun 2009
Bursa Berjangka 1
Lembaga Kliring Berjangka 1
Bank Penyimpan Margin 3
Wakil Pialang Berjangka 717
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 74
Sedangkan persetujuan yang terkait dengan Sistem Resi Gudang
(SRG), Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan persetujuan untuk 7
gudang SRG, yaitu:
Tabel 11. Persetujuan Gudang SRG Tahun 2009
No Gudang Alamat
1 PT. Petindo Daya Mandiri, Gudang Karanganyar
Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah
2 PT. Pertani (Persero) Kabupaten Malang, Jawa Timur 3 PT. Pertani (Persero) Kabupaten Sragen, Jawa Timur 4 PT. Pertani (Persero) Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur 5 PT. Pertani (Persero) Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah 6 PT. Pertani (Persero) Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan 7 PT. Pertani (Persero) Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan
3. Pelaksanaan kebijakan perdagangan di daerah
Hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan bidang
perdagangan baik dalam negeri maupun luar negeri khususnya perijinan,
yang telah dilakukan dari tahun 2005 sampai dengan 2009 menunjukkan
peningkatan kepatuhan setiap tahunnya yang dapat digambarkan dalam
Tabel 12.
Tabel 12. Jumlah Pemda yang melaksanakan Kebijakan Perdagangan Tahun 2005-2009
Tahun Rencana
Pemantauan (SKPD)
Realisasi Pemda
yang Dipantau
Target Pemda yang
Perdanya Sesuai
dengan Permendag
Pemda yang Perdanya
Sesuai Permendag
Target Realisasi Capaian
2005 37 37 37 37 100% 100% 100%
2006 25 25 25 25 100% 100% 100%
2007 30 30 27 24 90% 89,52% 99%
2008 28 28 22 22 80% 80% 100%
2009 27 27 22 22 80% 80% 100%
Terjadi peningkatan kepatuhan kebijakan perdagangan di daerah
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 75
Pada tahun 2009, sasaran jumlah pemerintah daerah dalam
melaksanakan kebijakan bidang perdagangan telah dicapai 100%. Hal ini
dikarenakan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Kementerian
Perdagangan dalam mewujudkan sasaran tersebut yaitu:
a. Monitoring dan evaluasi kepatuhan pelaksanaan kebijakan bidang
perdagangan sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009;
b. Pelaksanaan bimbingan teknis dan sosialisasi pengawasan kepada
c. Pelaksanaan Pembinaan/Koordinasi dan konsultansi pengawasan
kepada Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota.
Penerapan teknologi informasi
1. Integrasi data dalam e-file
Banyaknya data yang sudah masuk kedalam e-file, sebanyak 34 jenis
perijinan impor termasuk pengiriman Surat Pendaftaran Barang (SPB),
permohonannya telah dapat dilakukan secara elektronik dengan demikian
artinya data perijinan tersebut sudah terekam dalam sistem e-file.
Sementara itu, terkait dengan e-file SKA, banyaknya data yang sudah
masuk ke dalam e-file, sampai dengan tahun 2008 di 8 IPSKA, sebanyak
240.000 SKA dan masih perlu dibangun 2 sistem IPSKA tambahan (untuk
Sudin Indag Jakarta Timur dan Jakarta Utara) pada tahun 2009, sehingga
target 10 IPSKA dapat dipenuhi. Melalui program ini telah dilakukan
bimbingan teknis tentang tatacara penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA)
kepada pejabat IPSKA, mengingat sering dan cepatnya pergantian pejabat
yang berwenang menandatangani SKA di IPSKA dengan pejabat baru yang
sebelumnya tidak memiliki pengetahuan tentang SKA dan munculnya
eksportir-eksportir pemula didaerah. Sementara, sistem pengolahan
dokumen Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) secara elektronik telah
dilaksanakan di tahun 2009 sesuai target.
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 76
2. Jenis data berbasis web
Pada akhir tahun 2008, jenis data berbasis web sebanyak 4 jenis, dan
selama tahun 2009 Kementerian Perdagangan telah mentargetkan untuk
menambah 8 jenis data lagi sehingga semuanya menjadi 12 jenis data atau
terjadi kenaikan sebesar 200%. Kenaikan 200% menandakan bahwa
pegawai yang bertugas menangani masalah ini telah menunaikan tugas
dengan baik dan maksimal di samping memang menguasai
permasalahannya. Adapun tujuan dari penambahan jenis data itu sendiri
adalah:
a. Menyediakan dan menyempurnakan perangkat lunak/program-
program aplikasi untuk keperluan pengolahan dan analisa data statistik
guna mendukung pelaksanaan kegiatan atau program Kementerian
Perdagangan.
b. Mendapatkan data dan informasi perdagangan serta data lainnya yang
terkait berdasarkan hasil kajian/analisis yang dapat digunakan sebagai
bahan masukan bagi pimpinan dalam perumusan kebijaksanaan.
c. Mengembangkan database perdagangan dan data/informasi daerah
untuk memudahkan pengguna data (user) baik di dalam/di luar
lingkungan Kementerian Perdagangan untuk mendapatkan
data/informasi yang benar dan untuk diproses/mengolah lebih lanjut
sesuai dengan kebutuhan.
Adapun jenis data berbasis web adalah sebagai berikut: (a) Program
Aplikasi Indikator Ekonomi Nasional; (b) Program Aplikasi Peta Pasar; (c)
Program Aplikasi Harga International Komoditi Beras; (d) Analisa Kinerja
Ekspor; (e) Analisa Kinerja Impor; (f) Analisa Perkembangan Harga; (g)
Analisa Kinerja Industri Berbasis Sumber Daya Alam; (h) Analisa Daya Saing
Produk Ekspor Indonesia; (i) Pengolahan Data Laporan Atase Perdagangan;
(j) Identifikasi Data dan Informasi Perdagangan Di Daerah; (k) Pembuatan
Portal Ekonomi Kreatif Indonesia; (l) Pembuatan Web Page Cerita Sukses
Ekonomi Kreatif Indonesia; dan (m) Pembuatan Database Eksportir,
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 77
Importir, Perusahaan, Asosiasi dan Pelaku Industri Kreatif serta Lembaga
Pendidikan Formal/Non Formal.
3. Jumlah pengunjung website
Kementerian Perdagangan memanfaatkan media elektronika untuk
menyebarluaskan informasi terkait Kementerian Perdagangan melalui
website: http://www.depdag.go.id.
Selama tahun 2008, jumlah pengunjung website Kementerian
Perdagangan sebanyak 8.256 orang dari target sebanyak 6.000 orang
sehingga capaian kinerja pada tahun 2008 sebesar 137,6% sedangkan
tahun 2009 jumlah orang yang mengunjungi website Kementerian
Perdagangan sebanyak 7.080 dari 6.300 orang yang ditargetkan dan hal ini
berarti bahwa capaian kinerja kegiatan ini sebesar 112,38%.
Salah satu indikator pemberian pelayanan yang baik adalah tingkat
kontinuitas dari pelayanan, semakin tinggi tingkat kontinuitas dari suatu
pelayanan maka akan semakin tinggi pula tingkat keberhasilannya
sedangkan semakin rendah (sering terjadinya masalah sehingga
mengakibatkan pelayanan terhenti/hang) maka dapat dikatakan bahwa
pemberian pelayanan jaringan kurang baik. Target dari continuity of service
sebesar 95% dan realisasinya 95% sehingga capaian kinerja dari kegiatan ini
sebesar 100%. Target dan capaian kegiatan ini sama dengan tahun 2008,
dan capaian kinerja kegiatan ini memang sulit untuk ditingkatkan karena
faktor di luar kelalaian manusia (di luar human errornya) sangat besar.
Peran lembaga, sarana dan instrumen perdagangan
1. Status Keuangan Kementerian
Sebagai tindak lanjut dari amanat UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, sistem penganggaran berbasis kinerja telah
diimplementasikan oleh Kementerian Perdagangan. Hal ini merupakan
salah satu nilai strategis organisasi yang menyelaraskan anggaran dengan
Jumlah pengunjung website Kementerian Perdagangan tahun 2009 mencapai 7.080 orang
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 78
kinerja yang dicapai, serta mencapai efektivitas dan efisiensi alokasi
anggaran. Status opini instansi BPK terhadap Laporan Keuangan
Kementerian ditandai dengan peningkatan kualitas penyusunan laporan
keuangan Kementerian Perdagangan. Dengan ditandainya hal tersebut,
opini dari BPK yang semula “Disclaimer” menjadi “Wajar Dengan
Pengecualian (WDP)”.
2. Penanganan perkara kasus persaingan usaha
Selama kurun waktu tahun 2009, telah ditangani 33 perkara, yang
meliputi 28 perkara yang berasal dari laporan masyarakat dan 5 perkara
inisiatif. Selanjutnya, dari 33 perkara tersebut terdapat 11 putusan yang
telah final. Putusan tersebut sebagai berikut:
a. Putusan Nomor 01/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Persekongkolan
Tender Pekerjaan Paket Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro,
Pembangkit Listrik Tenaga Surya, Pembangkit Listrik Tenaga Baru
Tahun Anggaran 2008, Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan
Energi Departemen ESDM
b. Putusan Nomor 02/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Pelanggaran
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Berkaitan dengan
Persekongkolan Tender Pekerjaan Interior dan Furniture
Pembangunan Gedung Perpustakaan Riau Kegiatan Pembangunan
Gedung Kantor (Gedung Perpustakaan Riau-Multiyears) di Lingkungan
Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Propinsi Riau Bidang Cipta
Karya Tahun Anggaran 2008
c. Putusan Nomor 03/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Pelanggaran
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 berkaitan dengan
Persekongkolan Tender Proyek Pemeliharaan Berkala Jalan Simpang
Kota Pinang-Batas Tapsel Kabupaten Labuhan Batu Tahun Anggaran
2008
Pemerintah menjamin kelancaran berbisnis di Indonesia serta mengawasi persaingan usaha, dalam rangka menciptakan iklim usaha yang kondusif
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 79
d. Putusan Nomor 04/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Berkaitan dengan
Persekongkolan Tender Jasa-jasa Kebersihan dan Pelayanan Dalam
Gedung di Duri Damai (Paket I-No:5453-XK) dan Rumbai-Minas (Paket
II-No.5454-XK) di lingkungan PT Chevron Pacific Indonesia
e. Putusan Nomor 05/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Pada Tender Kegiatan Event
Organizer (EO) Lomba Keterampilan Siswa (LKS) SMK Tingkat Nasional
Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2008
f. Putusan Nomor 06/KPPU-L/2009 Dugaan Persekongkolan Tender
Paket Pekerjaan Penggantian Jembatan Beton Desa Padang Rejo A1,
Pengecoran Jalan Tanah Mas Kecamatan Talang Kelapa dan
Pengecoran Jalan Serasi II Kecamatan Talang Kelapa, Provinsi Sumatera
Selatan
g. Putusan Nomor 07/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 berkaitan dengan Tender
Pembangunan Bendung Irigasi Sei Lepan Tahap I, Kecamatan Sei Lepan
dan Pembangunan Jalan Lingkar Kota Pangkalan Brandan Tahap I,
Kecamatan Babalan di Dinas
h. Putusan Nomor 08/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Persekongkolan
Tender Pengadaan dan Pembangunan Gardu/Trafo Distribusi, HUTM,
dan HUTR di Sumatera Utara pada Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral, Direktorat Jendral Listrik dan Pemanfaatan Energi
Satuan Kerja Listrik Pedesaan Sumatera Utara
i. Putusan Nomor 09/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Pelanggaran
mengenai Dugaan Praktek Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak
Sehat Atas Akuisisi PT Alfa Retailindo oleh PT Carrefour Indonesia
j. Putusan Nomor 10/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Pelanggaran
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 berkaitan dengan Pengaturan
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 80
Fee (Komisi) Penjualan Tiket Penerbangan kepada Sub Agen oleh
Asosiasi Agen Ticketing (ASATIN) di Nusa Tenggara Barat (NTB)
k. Putusan Nomor 11/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 berkaitan dengan Tender
Pekerjaan Optimalisasi WTP (2x20) Liter/Detik Menjadi 100 Liter/Detik
UPT-AB Kecamatan Siak dan Optimalisasi Instalasi Pengelolaan Air
UPT-AB Kecamatan Mempura pada Dinas Pekerjaan Umum
Kimpraswil, Kabupaten Siak, Propinsi Riau Tahun Anggaran 2008.
Pembacaan Putusan KPPU tahun 2009
Salah satu putusan yang banyak disorot oleh masyarakat adalah
putusan nomor 09/KPPU-L/2009, Carrefour terbukti secara sah melanggar
pasal 17 ayat 1 dan pasal 25 ayat 1 huruf a UU Nomor 5 Tahun 1999.
Putusannya adalah mewajibkan PT. Carrefour Indonesia untuk melepaskan
seluruh kepemilikannya di PT. Alfa Retailindo, Tbk. Sementara itu, kepada
pihak yang tidak terafiliasi dengan PT. Carrefour Indonesia, dikenakan
sanksi denda sebesar Rp. 25.000.000.000,-.
Selain itu, dalam penanganan perkara terkait dengan lelang jasa
kebersihan dan pelayanan di Lingkungan PT. Chevron Pacific Indonesia,
telah terbukti secara sah dan menyakinkan bahwa para terlapor yang
terdiri dari 7 pelaku usaha melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat. Dalam putusan tersebut, PT. Chevron Pacific Indonesia
dikenakan kewajiban untuk membayar denda sebesar Rp. 2.000.000.000,-
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 81
Sasaran 2 Meningkatnya daya saing berkelanjutan di pasar global
melalui akses dan penetrasi pasar; kemitraan strategi global
yang melibatkan perusahaan-perusahaan nasional;
penciptaan merek dagang yang dapat menerobos pasar
global
alam pencapaian sasaran-2, terdapat beberapa fokus yang terkait,
yaitu: peningkatan daya saing, akses dan penetrasi pasar,
kemitraan global dan penciptaan merek dagang. Untuk mencapai sasaran
tersebut, ditetapkan indikator-indikator kinerja yang terbagi ke dalam
empat fokus dimaksud. Untuk mencapai sasaran tersebut di atas,
ditetapkan indikator kinerja yang dalam penjabarannya dapat digambarkan
sebagai berikut:
No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian
1 Prosentase kontribusi sektor perdagangan terhadap PDB
Persen 15 13,4 89,33
2 Prosentase peningkatan ekspor non migas
Persen 5,5 - 8,7 -9,66 -111,03
3 Jenis komoditi ekspor yang diawasi mutunya
Komoditi 4 1 25
4 Permintaan verifikasi SKA dari negara mitra dagang
Verifikasi 872 956 109,63
5 Jumlah negara tujuan ekspor
Negara 224 224 100
6 Jumlah inquiries hubungan dagang
Inquiries 7.500 3.806 50,75
D
„ “
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 82
No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian
7 Jumlah kerjasama pemasaran dan pengembangan produk
Kerjasama 17 17 100
8 Jumlah merek dagang/produk UKM yang terdaftar di Ditjen HaKI
Merek dagang
65 64 98,46
Ket: Cetak tebal merupakan IKU
Kontribusi sektor perdagangan
1. Kontribusi sektor perdagangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Kinerja perdagangan, selain dipengaruhi oleh kondisi perekonomian
dunia, juga dipengaruhi oleh dinamika ekonomi Indonesia. Dinamika
ekonomi Indonesia mempengaruhi kinerja perdagangan melalui berbagai
mekanisme, antara lain: stabilitas makro, kondisi sarana dan prasarana,
kebijakan iklim usaha dan investasi, kebijakan perdagangan dalam negeri,
dan kebijakan perdagangan luar negeri.
Gambar 12. Kontribusi Sektor Perdagangan Terhadap PDB Tahun 2005-2009*
Ket: *) Termasuk Hotel dan Restoran Sumber: BPS
Nilai tambah sektor perdagangan selama periode 2005−2008
menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu dari Rp 293,9 triliun
Target Renstra 05-09
Peran sektor perdagangan rata-rata mencapai hampir15% per tahun terhadap PDB Nasional selama tahun 2005-2009
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 83
pada tahun 2005 menjadi Rp 363,3 triliun pada tahun 2008. Adapun
kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap PDB selama
periode tersebut cenderung menurun. Bahkan penurunan tersebut
semakin tinggi sebagai akibat dari krisis perekomian, dan pada tahun 2009,
kontribusi sektor perdagangan terhadap PDB mengalami penurunan dari
tahun sebelumnya sebesar 13,4% (Gambar 12).
Menteri Perdagangan RI didampingi Presiden Direktur Palindo II, Group Managing Director HPH dan Pimpinan PT. Jakarta Internasional Container Terminal (JICT), meresmikan
Pengoperasian Ruang Control Tower di JICT Tanjung Priok, Jakarta Utara, 27 Mei 2009
Sementara itu, pertumbuhan sektor perdagangan juga mengalami
fluktuasi dari tahun 2005-2009. Tingkat pertumbuhan sektor perdagangan
mencapai penurunan terendah pada tahun 2009, yang mencapai 1,1%
(Tabel 13). Hal tersebut mengindikasikan bahwa memburuknya kinerja
ekspor juga memberikan pengaruh negatif terhadap dukungan
perdagangan terhadap perekonomian. Walaupun tumbuh dengan nilai
pertumbuhan kecil, namun hal tersebut tetap menggembirakan karena
tetap tumbuh positif, berbeda dengan sejumlah negara maju dan
berkembang yang justru mengalami pertumbuhan negatif.
Pertumbuhan sektor perdagangan tahun 2009 merupakan terendah sejak 2005 (1,1%), namun tetap tumbuh positif di saat krisis
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 84
Tabel 13. Target dan Realisasi Kontribusi Sektor Perdagangan Tahun 2005-2009
Realisasi pertumbuhan ekspor non-migas selama periode
2005−2008 berada pada kisaran 15%−19%, melebihi target yang ditetapkan
dalam RPJM dan RKP. Namun, ekspor di tahun 2009 mengalami kontraksi
akibat kondisi perekonomian global yang belum pulih (Gambar 13). Selama
tahun 2009, pertumbuhan ekspor turun 14,98% dari tahun 2008,
sementara pertumbuhan ekspor nonmigas turun 9,66%.
Gambar 13. Sasaran dan Realisasi Pertumbuhan Ekspor Non Migas Tahun 2005-2009
Ket: Pertumbuhan ekspor non migas pada Renstra merupakan batas atas (5,5 – 8,7 persen).
Kinerja ekspor Indonesia selama periode 2005−2008 menunjukkan
tren pertumbuhan yang cukup tinggi, dari USD 85,7 miliar pada tahun 2005
menjadi USD 137,0 miliar pada tahun 2008 atau meningkat rata-rata 17,6%
Pertumbuhan ekspor nonmigas 2009 turun 9,66%, akibat kontraksi perekonomian global
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 85
per tahun. Catatan penting ditorehkan pada tahun 2006, dimana
pertumbuhan ekspor nonmigas mencapai tingkat tertinggi dan Indonesia
berhasil menembus angka US$ 100 milyar untuk nilai total ekspor. Selama
kurun 2005-2008, peningkatan ekspor tersebut didukung oleh kenaikan
ekspor migas dan ekspor nonmigas, ekspor migas meningkat dari USD 19,2
miliar menjadi USD 29,1 miliar dengan rata-rata pertumbuhan 17,3%, dan
ekspor nonmigas meningkat dari USD 66,4 menjadi USD 107,9 dengan rata-
rata pertumbuhan 17,8%.
Namun demikian, fakta tersebut berubah menuju arah sebaliknya,
pada tahun 2009, ekspor Indonesia mengalami tekanan sejalan dengan
krisis ekonomi dunia. Krisis perekonomian global yang melanda hampir
seluruh negara di dunia berimbas pada kondisi perekonomian di tahun
2009. Total ekspor turun 14,98% sebagai akibat dari krisis tersebut.
Keadaan tersebut mempengaruhi kinerja ekspor nonmigas Indonesia yang
mengalami penurunan sebesar 9,66% dibanding tahun sebelumnya (Tabel
14). Walaupun ekspor nonmigas Indonesia mengalami penurunan
pertumbuhan, namun Indonesia berhasil melakukan ekspor kendaraan
roda empat “Honda Freed” perdana ke Thailand akhir tahun 2009.
Wakil Menteri Perdagangan didampingi Presiden Direktur PT. Honda Prospect Motor melakukan pelepasan ekspor perdana 1.000 unit Honda Freed ke Thailand di Karawang, 14
Desember 2009
Kinerja ekspor tahun 2005-2008 menggembirakan, nilai ekspor Indonesia tahun 2006 menembus US$ 100 milyar
Kinerja ekspor tahun 2009 turun, namun Indonesia berhasil melakukan ekspor kendaraan roda empat untuk pertama kalinya
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 86
Dampak resesi ekonomi di beberapa negara tujuan utama ekspor
Indonesia sangat terasa pada kinerja ekspor awal tahun 2009. Total ekspor
mengalami penurunan 17,7%, dan apabila dibandingkan dengan periode
yang sama tahun 2008, terjadi penurunan 36,1%. Kinerja ekspor tahun
2009 mulai membaik sejak bulan Maret, peningkatan terjadi sebesar 20,6%
dari bulan sebelumnya. Peningkatan kinerja ekspor terus mengalami
penguatan sampai dengan akhir tahun 2009 (Gambar 14). Menguatnya
nilai ekspor saat itu disebabkan oleh meningkatnya beberapa harga
komoditas dan volume ekspor produk pertambangan yang sangat
signifikan.
Tabel 14. Target dan Realisasi Pertumbuhan Ekspor Tahun 2005-2009
Total 85.661,0 100.799,0 114.101,0 137.020,6 116.490,4 (14,98) - -
Apabila dilihat dari proporsi sektor pendukung, penurunan ekspor
nonmigas ditopang oleh produk industri (Tabel 16). Produksi industri dunia
menunjukkan tren penurunan, terutama di 2008. Melemahnya produksi
industri dunia tersebut lebih banyak disebabkan penurunan produksi industri
di negara-negara maju. Namun sebaliknya, produk pertambangan nasional
justru mengalami pertumbuhan sebesar 31,93% dibanding tahun 2008.
Pertumbuhan positif sektor pertambangan memang dipicu oleh relatif
meningkatnya harga komoditi pertambangan yang justru tidak terpengaruh
pada terjadinya krisis dunia. Kebutuhan bahan baku pertambangan dunia
masih sangat tinggi, sehingga harga internasional pun masih relatif stabil.
Peningkatan daya saing
1. Komoditi ekspor yang diawasi mutunya
Dalam upaya peningkatan daya saing produk ekspor, Kementerian
Perdagangan melakukan pengawasan terhadap beberapa komoditi ekspor
yang dianggap cukup penting. Hal ini ditujukan agar semua produk yang
diekspor telah memiliki standar yang dapat diterima di pasar global yang
pada akhirnya akan meningkatkan daya saing komoditi ekspor. Pada tahun
2009, Kementerian Perdagangan menargetkan untuk melakukan
Kementerian Perdagangan bersama instansi terkait dan pelaku usaha melakukan pengawasan mutu komoditas berdasarkan standar internasional
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 90
pengawasan terhadap 4 komoditi ekspor yaitu komoditi kakao, kopi,
gambir dan bokor SIR. Namun demikian, karena mempertimbangkan
beberapa hal antara lain kemampuan seluruh eksportir untuk komoditi
dimaksud, maka pengawasan komoditi ekspor yang dapat direalisasikan
pada tahun 2009 hanya terhadap komoditi bokor SIR.
Pengawasan terhadap komoditi bokor SIR berdasarkan beberapa
pertimbangan, antara lain karena standar komoditi tersebut sudah sesuai
dengan standar internasional dan diakui di banyak negara. Selain itu,
komoditi tersebut juga sudah lebih siap, baik dari sisi mutu maupun sisi
eksportirnya.
Beberapa kendala yang ditemui dalam upaya penerapan pengawasan
terhadap komoditi ekspor antara lain adalah faktor eksternal seperti krisis
ekonomi global tahun 2008-2009. Terjadinya krisis ekonomi global yang
mengakibatkan menurunnya daya beli negara-negara tujuan ekspor
Indonesia dikhawatirkan akan mengurangi daya beli terhadap komoditi
ekspor Indonesia seperti kakao. Pengawasan standar mutu komoditi ekspor
Indonesia (oleh Kementerian Perdagangan), seperti kakao, dengan
persyaratan mutu yang lebih tinggi dari yang ada saat ini dikhawatirkan
akan semakin memperburuk kinerja ekspor kakao Indonesia.
Faktor lain yang menyebabkan belum dapat direalisasikannya
pengawasan mutu komoditi ekspor sesuai dengan target yang ditetapkan
adalah perubahan pada persyaratan teknis pengawasan mutu komoditi
dimaksud. Jika pada awalnya pengawasan didasarkan pada spesifikasi
teknis tertentu, maka saat ini pengawasan mutu harus berdasarkan pada
Standar Nasional Indonesia (SNI). Perubahan ini tentu saja menyebabkan
skema pengawasan yang sudah disusun saat ini harus diubah sehingga
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melakukan revisi tersebut.
2. Verifikasi Surat Keterangan Asal (SKA)
SKA merupakan dokumen pelengkap ekspor yang menunjukan
identitas bahwa produk tersebut benar-benar berasal dari negara
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 91
pengekspor, permintaan verifikasi terhadap SKA dilatarbelakangi oleh
negara pemberi preferensi untuk mengetahui/menentukan bahwa produk
tersebut dapat diberikan preferensi atau tidak, juga dilatar belakangi
adanya praktek illegal transshipment yang menggunakan SKA Indonesia.
Salah satu tujuan verifikasi SKA adalah untuk mengetahui barang tersebut
asal Indonesia yang benar-benar akan mendapatkan preferensi. Hal
tersebut selanjutnya akan berdampak pada meningkatnya daya saing
produk Indonesia di negara tujuan ekspor dibandingkan produk yang sama
dari negera lain.
Salah satu langkah yang diambil adalah pelaksanaan penerbitan SKA
secara otomasi. Tujuan pelaksanaan penerbitan SKA secara otomasi yang
dimulai tahun 2006 di 23 IPSKA dan menjadi 28 IPSKA di tahun 2009 di
antaranya adalah untuk mengurangi jumlah verifikasi dari negara mitra
dagang terutama verfikasi lapangan ke Indonesia oleh otoritas negara-
negara mitra dagang. Sementara itu, permintaan verifikasi SKA tahun 2009
mencapai 956, atau mengalami penurunan permintaan verifikasi.
Namun demikian, berdasarkan Gambar 16, jumlah permintaan
verifikasi SKA berupa penyelidikan mengenai keabsahan dokumen SKA
dan/atau kebenaran data dan informasi yang terdapat dalam SKA atas
permintaan otoritas negara mitra dagang/negara tujuan ekspor sejak tahun
2001 sampai tahun 2009 cenderung meningkat, dengan rata-rata
permintaan verifikasi per tahun sebanyak 840 permintaan verifikasi SKA ke
seluruh IPSKA di Indonesia.
Apabila dilihat dari jumlah permintaan verifkasi, terlihat bahwa
setelah otomasi jumlah permintaan verifikasi justru cenderung meningkat
terutama pada tahun 2007 yang mencapai 1.302 verifikasi, tetapi
sebaliknya jumlah permintaan verifikasi lapangan oleh otoritas negara
tujuan mengalami penurunan.
Permintaan verifikasi yang cenderung meningkat lebih disebabkan
oleh semakin bertambahnya kesepakatan FTA yang diikuti oleh Indonesia
Tujuan otomasi SKA adalah untuk mengurangi verifikasi negara mitra dagang, terlihat dari penurunan permintaan verifikasi tahun 2009
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 92
sehingga semakin banyak pula jenis dan jumlah SKA yang diterbitkan oleh
IPSKA di seluruh Indonesia terutama di 28 IPSKA otomasi.
Permintaan verifikasi SKA yang banyak diminta oleh negara mitra
dagang sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 adalah permintaan
verifikasi yang dilakukan secara acak (sampling) sebagai bentuk konfirmasi
yang diperlukan Negara bersangkutan untuk mendapatkan kepastian
terpenuhinya ketentuan asal barang (rules of origin). Sedangkan
permintaan verifikasi SKA karena kesalahan pengisian SKA dan keraguan
terhadap isi SKA cenderung menurun sehingga otomasi SKA cukup bisa
mengatasi masalah dalam tata cara pengisian SKA.
Demikian pula, sejak diberlakukannya otomasi penerbitan SKA,
jumlah verifkasi lapangan yang dilakukan oleh otoritas dari negara mitra
dagang cenderung turun, terutama verifikasi lapangan yang dilakukan oleh
tim OLAF dari Uni Eropa dan USCBP dari Amerika Serikat. Hal ini
menunjukkan salah satu bukti keberhasilan program penerbitan SKA secara
otomasi untuk lebih memberikan kepercayaan kepada negera-negara mitra
dagang terkait dengan barang yang berasal dari Indonesia yang
menggunakan SKA Indonesia.
Gambar 16. Perkembangan Verifikasi SKA Tahun 2001 s.d 2009
Oto
mas
i SKA
Permintaan verifikasi SKA karena kesalahan pengisian SKA cenderung menurun sejak tahun 2009
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 93
Akses dan penetrasi pasar
Berbagai strategi dan upaya terus dilakukan pemerintah untuk
meningkatkan kinerja pengembangan promosi ekspor yang koordinatif
dengan melibatkan seluruh stakeholders yang antara lain diaktualisasikan
pada kegiatan pameran dan misi dagang yang diharapkan mampu
mendukung pencapaian sasaran penetapan indikator kinerja. Hal ini
dilakukan untuk terwujudnya penetrasi negara tujuan ekspor non migas
yang pada akhirnya akan membawa dampak kepada peningkatan ekspor.
Menteri Perdagangan Republik Indonesia didampingi Dirjen Wakil Walikota Kotamadya Shanghai melaksanakan peletakan batu pertama pembangunan Paviliun Indonesia yang
terletak di Arena Shanghai World Expo 2010 di Shanghai, RRT, 18 September 2009
Berdasarkan Gambar 17, diketahui bahwa jumlah negara tujuan
ekspor produk non migas Indonesia sepanjang tahun 2005-2009 tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Selama periode tersebut, Indonesia
telah melakukan ekspor secara stabil ke 206 negara, dengan 34 negara
memiliki tren ekspor antara 30% hingga 204,9% (didominasi oleh negara
non tradisional antara lain India, Republik Macedonia, Timor Leste,
Kazakhstan, Kyrgyzstan dan Kuba). Hal tersebut menunjukkan bahwa
sepanjang tahun 2005-2009, penetrasi pasar yang dilakukan Indonesia ke
Penetrasi Indonesia ke negara tujuan ekspor non-tradisional memberikan kontribusi yang signifikan, dengan trennilai ekspor hingga 204,9%
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 94
negara-negara non tradisional telah mampu memberikan kontribusi yang
sifnifikan dalam upaya meningkatkan ekspor produk non migas Indonesia.
Laporan diversifikasi negara tujuan ekspor lebih lanjut dapat dilihat pada
Sasaran 3.
Gambar 17. Jumlah Negara Tujuan Ekspor Tahun 2005-2009
Kemitraan global
Dalam rangka menjalin dan meningkatkan dukungan kemitraan
global, Kementerian Perdagangan terus berupaya memaksimalkan
hubungan dagang dengan negara tujuan ekspor, selain memanfaatkan
bantuan dan kerjasama dari lembaga/badan promosi internasional dan
asosiasi.
1. Jumlah inquiries hubungan dagang
Pelayanan inquiries dilakukan dengan memberikan pelayanan
informasi hubungan dagang dari importir/calon pembeli luar negeri yang
berminat dengan produk ekspor Indonesia serta melayani permintaan
informasi dari eksportir dalam negeri, terkait dengan informasi pembeli
dan promosi ekspor bagi produk masing-masing perusahaan.
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 95
Gambar 18. Jumlah Inquiries Hubungan Dagang Tahun 2007-2009
Sepanjang tahun 2009, total inquiry yang diperoleh adalah sebanyak
3.806 buah atau mencapai 50,75% dari target yang ditetapkan (7.500
inquiries) yang berasal dari 57 negara termasuk Indonesia dan telah
diteruskan ke 1.777 perusahaan di seluruh provinsi Indonesia. Jumlah
inquiries yang diterima sepanjang tahun 2007-2009 dapat terlihat pada
Gambar 18.
Produk yang diminati antara lain kertas, kayu olahan, mebel
rotan, makanan olahan, produk karet, hasil pertanian, perikanan, furniture,
tembakau, bahan bangunan, kebutuhan rumah tangga, kosmetik, pakaian
jadi, alat tulis, suku cadang kendaraan bermotor, produk elektrik dan
rempah-rempah.
Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatan jumlah inquiries,
Kementerian Perdagangan juga memfasilitasi sarana untuk
mempertemukan calon buyer dan calon eksportir, dalam bentuk Buyer
Reception Desk (BRD). Pelayanan yang diberikan BRD, dalam upaya
peningkatan kontak dagang, meliputi: penyiapan program kunjungan,
penjemputan buyer dari airport, pendampingan kunjungan ke perusahaan
Total inquiries tahun 2009 melonjak drastis dibandingkan dengan tahun 2007, mencapai 3.806 inquiries
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 96
serta mengatur pertemuan dan kontak dagang antara buyer yang
berkunjung dengan eksportir Indonesia.
Sejak pembentukannya, BRD telah banyak membantu kunjungan
bisnis para pembeli luar negeri di Indonesia dan dimanfaatkan para buyer
dari mancanegara untuk menjalin hubungan dagang dengan eksportir.
Pada tahun 2009, jumlah kunjungan buyer mencapai 1.333 buyer
(termasuk buyer yang hadir pada kegiatan Trade Expo Indonesia 2009) dari
99 negara. Capaian tersebut mencapai sebesar 121,2% dari target yang
ditetapkan dan meningkat secara signifikan bila dibandingkan dengan
jumlah buyer yang ditangani pada tahun 2008 sebanyak 866 buyer dari 90
negara.
2. Jumlah kerjasama pemasaran dan pengembangan produk
Dalam rangka menjalin dan meningkatkan dukungan kemitraan
global, Kementerian Perdagangan terus berupaya memaksimalkan
hubungan dagang dengan negara tujuan ekspor, selain memanfaatkan
bantuan dan kerjasama dari lembaga/badan promosi internasional dan
asosiasi. Sepanjang tahun 2009, telah dilakukan 17 kegiatan kerjasama
pemasaran dan pengembangan produk atau meningkat sebesar 13,33%
dibandingkan tahun 2008 sebesar 15 kegiatan. Peningkatan tersebut
dikarenakan bertambahnya lembaga promosi yang bekerjasama dengan
Indonesia, hal tersebut mengindikasikan semakin meningkatnya
kepercayaan dunia akan kualitas produk Indonesia, dan bahwa produk
Indonesia memiliki potensi ekspor di pasar global. Kerjasama tersebut
antara lain:
a. Kerjasama dengan (TPO/Trade Promotion Office). Kesepakatan
kerjasama (MoU) yang telah ditandatangani dengan lembaga/badan
promosi perdagangan (TPO’s) internasional antara lain adalah CEPEX
BRD telah membantu para calon pembeli luar negeri untuk menjalin hubungan dagang dengan eksportir Indonesia, dengan melayani 1.333 buyer di tahun 2009
Semakin aktifnya kerjasama promosi antara Indonesia dan lembaga promosi luar negeri mencerminkan kepercayaan dunia terhadap Indonesia
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 97
dan Lembaga Promosi Dagang Rumania. Nota kesepakatan kerjasama
Kementerian Perdagangan dengan berbagai TPO’s tersebut mencakup
dalam hal peningkatan pertukaran informasi perdagangan ekspor-
impor dan investasi, kerjasama promosi ekspor di masing-masing
negara termasuk pengiriman delegasi-delegasi dagang serta
pendidikan dan pelatihan.
Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia-BPEN Kementerian Perdagangan menandatangani MoU dengan Trade Facillitation Office (TFO) Kanada di Jakarta, tanggal 4
Nopember 2009
b. Kerjasama dengan asosiasi komoditi dan instansi terkait dalam rangka
pengembangan produk ekspor nonmigas dilakukan dalam bentuk
workshop atau seminar. Hal tersebut bertujuan untuk
mensosialisasikan program kerja Kementerian Perdagangan yang
terkait dengan pengembangan ekspor, serta untuk mensosialisasikan
informasi tentang desain produk yang sesuai dengan selera pasar
internasional.
c. Kerjasama antara Kementerian Perdagangan, ATDAG/ITPC dengan
konsul kehormatan wilayah Amerika dan Eropa merupakan salah satu
upaya untuk meningkatkan jejaring bisnis melalui terselenggaranya
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 98
kerjasama bisnis (business-to-business) antara eksportir Indonesia
dengan para pengusaha di wilayah Amerika dan Eropa dimana pada
akhirnya dapat meningkatkan kontak dagang antara eksportir dengan
buyer potensial yang dibawa oleh konsul kehormatan.
d. Kerjasama dengan berbagai instansi terkait di luar negeri yaitu Swiss
Import Promotion Programmes (SIPPO)-Swiss, Center for The
Promotion of Imports from Developing Countries (CBI) – Belanda,
Netherlands Senior Experts (PUM) - Belanda, dan Association of
International Floralies (AIF) – Belgia. Tujuan dari kerjasama tersebut
adalah untuk meningkatkan kemampuan teknis, desain dan pemasaran
bagi para pengusaha/eksportir Indonesia, memperluas wawasan dari
para pengusaha/eksportir Indonesia, dan meningkatkan citra (image)
produk Indonesia di dunia internasional, melalui penciptaan brand
name dan desain produk. Kerjasama yang telah dilakukan berupa
worskhop dan konsultasi individu.
Penciptaan merek dagang
Kementerian Perdagangan juga memberikan fasilitasi pendaftaran
HaKI bagi para UKM potensial, terutama yang bergerak di sektor ekonomi
kreatif.8 Hal tersebut tentunya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran
dan pemahaman kepada para pelaku usaha di bidang ekonomi kreatif
untuk melindungi hak atas ciptaan atau hasil olah pikir/intelektualitasnya
yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing produk yang
dihasilkannya.
Sebanyak 64 merek dagang, dari target 65 merek dagang (98,5%),
dalam proses pendaftaran HaKI-nya. Sedangkan, total jumlah merek yang
terdaftar HKI dari tahun 2007 sampai dengan 2009 adalah 379 merek
(Gambar 19).
8 Kontribusi Ekonomi Kreatif secara garis besar dapat dilihat pada Sasaran 7-
Program Aku Cinta Indonesia.
Total merek terdaftar HaKI tahun 2007-2009 sebanyak 379 merek
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 99
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan berkomunikasi dengan salah satu pelaku usaha UKM pada kesempatan acara Gelar Produk UKM dan Sosialisasi Pemahaman HaKI
pada UKM di Jakarta, tanggal 31 Maret 2009
Gambar 19 menunjukkan bahwa jumlah merek terdaftar HKI pada tahun
2009 mengalami penurunan sebesar 65,6% dibandingkan tahun 2008. Penurunan
ini disebabkan antara lain adanya penurunan target capaian tahun 2007 dan 2008
yang ditetapkan sebanyak 200 HKI yang terdaftar. Sedangkan pada tahun 2009
terdapat kebijakan dari Kementerian Perdagangan bahwa target selama tahun
2005-2009 adalah sebesar 300 HKI (target 60 buah per tahun), sehingga untuk
tahun 2009 ditargetkan sebesar 65 buah. Selain itu dari sisi anggaran untuk tahun
2009 juga terjadi penurunan sebesar 62,5%.
Gambar 19. Jumlah Merek Terdaftar HaKI Tahun 2007-2009
Jumlah merek terdaftar HaKI tahun 2009 mengalami penurunan, namun capaian sesuai dengan target
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 100
Sasaran 3 Terwujudnya diversifikasi negara tujuan eskpor non-migas dan
jumlah komoditi/produk yang diekspor serta peningkatan
kualitas dan kuantitas pelaku ekspor yang didukung oleh
jaringan pemasaran global dan melibatkan perusahaan-
perusahaan nasional
ada sasaran-3, Kementerian Perdagangan menetapkan indikator
kinerja dalam upaya mencapai sasaran tersebut. Dalam sasaran
tersebut, fokus pencapaian sasaran dapat dikelompokkan kedalam
beberapa fokus, yaitu: jumlah nilai ekspor non migas, jumlah komoditi
ekspor, kualitas dan kuantitas pelaku ekspor. Untuk mencapai sasaran
tersebut di atas, ditetapkan indikator-indikator kinerja yang dalam
penjabarannya dapat dapat digambarkan sebagai berikut:
No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian
1 Diversifikasi negara tujuan ekspor
Negara non tradisional
200 200 100
2 Jumlah komoditi/produk ekspor Indonesia
Komoditi 97 97 100
3 Jumlah eksportir handal (dengan kriteria tertentu)
Orang 5.346 4.214 78,83
Ket: Cetak tebal merupakan IKU
Dengan adanya perubahan tataran ekonomi dunia ke arah globalisasi
dan liberalisme perdagangan yang menuntut setiap negara untuk mampu
mencermati dan mengantisipasi setiap perkembangan negara-negara lain
maka salah satu tugas pokok Kementerian Perdagangan adalah
pengembangan ekspor yang mencakup penciptaan dan pengendalian
P
„ “
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 101
manajemen ekspor yang strategis, terencana, sistematis dan komprehensif.
Salah satu upaya yang ditempuh adalah melalui pengembangan promosi
ekspor yang koordinatif dengan melibatkan seluruh stakeholders yang antara
lain diaktualisasikan pada kegiatan pameran dan misi dagang yang diharapkan
mampu mendukung pencapaian sasaran penetapan indikator kinerja.
Hal tersebut dilakukan untuk mewujudkan diversifikasi negara tujuan
ekspor non migas dan jumlah komoditi/produk yang diekspor serta
peningkatan kualitas dan kuantitas pelaku ekspor yang didukung oleh
jaringan pemasaran global dan melibatkan perusahaan-perusahaan
nasional. Dari sasaran tersebut sebagaimana terlihat pada indikator kinerja
yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:
Diversifikasi negara tujuan ekspor
Sebagai upaya pengembangan dan promosi ekspor, Kementerian
Perdagangan terus mengupayakan penajaman strategi penetrasi pasar. Hal
tersebut bertujuan untuk terus mengembangkan dan menjaga
kesinambungan ekspor dengan memasuki negara tujuan ekspor baru,
dalam hal ini, yaitu pasar non tradisional, dengan tentunya tidak
meninggalkan dan tetap mengembangkan ekspor di pasar tradisional.
Sepanjang tahun 2009, Indonesia telah melakukan ekspor ke 24
negara tujuan ekspor tradisional dengan nilai ekspor non migas sebesar
US$ 55.573,7 juta (volume mencapai 148,633 juta ton).9 Selain itu,
Indonesia juga telah melakukan penetrasi pasar ke 200 negara tujuan
ekspor non tradisional dengan total nilai ekspor sebesar US$ 41.865,7 juta
(volume mencapai 184,286 juta ton). Selama tahun 2005-2009, kegiatan
penetrasi pasar ekspor ke negara tujuan ekspor tradisional dan non
tradisional dapat dilihat pada tabel berikut:
9 Negara tujuan ekspor tradisional meliputi: Amerika Serikat, Jepang, Singapura,
dan negara-negara dibawah Uni Eropa. Sedangkan negara tujuan ekspor non tradisional meliputi negara-negara berkembang, seperti: RRT, India, Korea Selatan serta sebagian negara Afrika dan Timur Tengah.
Tahun 2009, Indonesia telah melakukan ekspor ke 24 negara tradisional dan 200 negara non tradisional
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 102
Tabel 17. Perkembangan Ekspor Non Migas ke Negara Tujuan Ekspor Tahun 2005-2009
Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009
Negara tradisional
Jumlah 24 24 24 24 24
Nilai Ekspor NM (US$ juta) 43.476,75 51.791,02 56.341,8 63.130,9 55.573,7
Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai ekspor non migas pada pasar
ekspor tradisional tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 11,97%
dibandingkan nilai ekspor non migas pada tahun 2008. Demikian halnya
dengan pasar ekspor non tradisional yang mengalami penurunan nilai
ekspor non migas sebesar 6,35% dibandingkan pada tahun 2008. Namun,
sepanjang tahun 2005-2009 nilai ekspor non migas pada pasar tradisional
dan pasar non tradisional memiliki tren yang terus meningkat. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa peluang pasar ekspor produk Indonesia baik ke
negara tradisional maupun non tradisional masih terbuka dan memiliki
potensi untuk ditingkatkan.
Jika dilihat dari pangsa pasar ekspor, perkembangan pangsa pasar
negara tujuan ekspor produk Indonesia dari tahun 2004-2009 mengalami
pergeseran. Gambar 20 menunjukkan diversifikasi negara tujuan ekspor
sudah terjadi, ditandai dengan berkurangnya porsi ekspor ke negara tujuan
utama seperti Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa hingga 12%,
sedangkan ekspor nasional lebih banyak ditujukan ke Asia dan negara-
negara berkembang lainnya. Terdiversifikasinya negara tujuan ekspor
menyebabkan kinerja ekspor Indonesia selama 2008-2009 tidak terlalu
terpengaruh oleh krisis ekonomi di tiga negara tujuan ekspor utama
tersebut.
Pangsa pasar tujuan ekspor Indonesia periode 2005-2009 telah mengalami perubahan proporsi
Ekspor Indonesia tahun 2009 ke negara tradisional turun 11,97%, dan ke negara non tradisional turun 6,35%
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 103
Gambar 20. Pangsa Pasar Ekspor Tahun 2004 dan 2009
Sumber: BPS (diolah)
Walaupun secara total, nilai ekspor ke negara tujuan utama
menurun, namun ekspor ke RRT, India, dan Korea meningkat hingga 25%.
Selama tahun 2009, Indonesia telah melakukan ekspor ke beberapa negara
non tradisional baru, seperti Vatikan, Christmas Islands, dan Niue (Tabel
18).
Tabel 18. Negara Tujuan Ekspor Baru Tahun 2009
No Negara Tujuan
Ekspor Baru
Nilai Ekspor
Tahun 2009 (US$ ribu) Volume Ekspor
(ton)
1 Vatikan 263.000 121
2 Christmas Islands 219.000 33
3 US Minor Outlying 38.000 6
4 Montserrat 30.000 17
5 Niue 12.000 9
Selain diversifikasi negara tujuan ekspor, Indonesia juga melakukan
diversifikasi komoditi ekspor. Porsi ekspor nonmigas 10 komoditas utama
yang sebelumnya sebesar 60%, turun menjadi 35% di tahun 2009. Semakin
banyak komoditi potensial yang kompetitif di pasar global seperti makanan
EU16.1%
Japan15.6%
AS15.6%
Singapore9.2%
Cina6.2%
India3.4%
Malaysia5.2%
S. Korea 3.6%
Thailand2.5%
Taiwan2.6%
Others20.1%
Tahun 2004
EU13.9%
Japan11.6%
AS11%
Singapore9.1%
China8.6%
India6.2%
Malaysia5.2%
S. Korea 4.4%
Thailand2.4%
Taiwan2.8%
Others24.6%
Tahun 2009
Ekspor ke RRT, India dan Korea meningkat hingga 25% selama periode 2005-2009
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 104
olahan, perhiasan, ikan dan produk ikan, kerajinan dan rempah-rempah,
kulit dan produk kulit, peralatan medis, minyak atsiri, peralatan kantor dan
tanaman obat, meskipun produknya masih tradisional dan belum diolah
secara modern.
Untuk meningkatkan diversifikasi negara tujuan ekspor, Kementerian
Perdagangan terus melakukan kegiatan promosi dagang antara lain dilakukan
dengan memprakarsai atau turut serta dalam kegiatan pameran luar negeri dan
misi dagang. Dari 49 kegiatan promosi dagang yang dilakukan sepanjang tahun
2009 (atau melampaui target 40 kegiatan promosi), jumlah keseluruhan nilai
transaksi yang diperoleh adalah sebesar US$ 846.774.094 atau tercapai sekitar
235% dari target transaksi sebesar US$ 359.100.000 (termasuk kegiatan
penyelenggaraan marketing point) dan diikuti oleh 1.293 perusahaan. Beberapa
kegiatan promosi tersebut dijabarkan sebagai berikut:
1. Kegiatan pameran luar negeri pada tahun 2009 telah dilaksanakan
sebanyak 15 pameran dagang Internasional (Tabel 19) dan berhasil
mendatangkan transaksi dagang sebesar US$ 360.699.198. Jumlah
pelaku usaha yang diikutsertakan dalam kegiatan pameran luar negeri
selama tahun 2009 berjumlah 243 perusahaan.
Tabel 19. Partisipasi Pada Sejumlah Pameran di Luar Negeri Tahun 2009
No Nama Pameran Negara Penyelenggara
1 International Spring Fair Plovdiv, Bulgaria
2 Fashion Accessories Hongkong, China
3 Seoul Food Seoul, Korea
4 Ca Expo Nanning, China
5 Pasar Malam Tong Tong 2009 Amsterdam, Belanda
6 Expo Riva Schuh Italia
7 Vicenzaoro Autumn 2009 Italia
8 International Horti Fair 2009 Belanda
9 Tripoli International Fair 2009 Libya
10 Motexha Spring Fair 2009 Dubai
11 Project Near East Amman, Jordania
Transaksi promosi dagang tahun 2009 mencapai US$ 846,7 juta dan diikuti 1.293 perusahaan
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 105
No Nama Pameran Negara Penyelenggara
12 Decorex 2009 Afrika Selatan
13 Saudi Build 2009 Arab Saudi
14 Lagos International Trade Fair Nigeria
15 INDEX Dubai
2. Misi dagang yang semula dijadwalkan sebanyak 6 kegiatan, pada
realisasinya dapat terlaksana di 7 negara: Australia, RRT, Vietnam,
Jepang, Libya, Dubai dan Amerika Serikat dengan hasil transaksi
mencapai US$ 200.185.000 dan diikuti sebanyak 116 eksportir.
Kontribusi misi dagang terhadap total transaksi hasil promosi dagang
tahun 2009 tergolong cukup signifikan yakni sebesar 65,78%.
3. Kegiatan Instore Promotion dapat terealisasi di 3 tempat, yaitu di
Persatuan Emirat Arab, Sendai dan Amerika Serikat. Minat pengunjung
dalam counter Indonesia cukup tinggi khususnya untuk produk
perhiasan, tekstil (batik) dan produk makanan olahan. Transaksi yang
dihasilkan dari keempat kegiatan tersebut adalah sebesar US$
119.330,51.
Menteri Perdagangan RI didampingi Kepala ITPC Dubai pada saat pembukaan in-store
promotion di LULU Hypermart, Dubai, 7 April 2009
Batik dan perhiasan cukup menarik minat pengunjung Instore Promotion di beberapa negara
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 106
4. Penerimaan misi dagang telah menerima kunjungan sebanyak 1.069
buyer dari 6 negara. Kegiatan penerimaan misi dagang dilakukan selain
dalam bentuk pertemuan bisnis antara buyer dan eksportir Indonesia
juga melakukan kunjungan langsung ke daerah sentra produksi.
Kegiatan tersebut antara lain:
Misi Pembelian Hongkong Trade Development Council (HKTDC)
dengan membawa 20 delegasi yang menanyakan informasi
mengenai prosedur investasi, bea masuk dan peraturan lainnya.
Penerimaan misi dagang Aljazair dilakukan pada tanggal 30 Januari
– 8 Februari 2009 untuk menjajagi kerjasama penjualan produk
minyak sayur, margarin, minyak nabati, gula pasir, air mineral,
minuman bersoda, elektronik dan bidang konstruksi.
Kunjungan 3 delegasi dari Milan, Italia dalam rangka menjajaki
pembelian produk garment & garment accessories, heavy
equipment (railway equipment, crane dan tunneling equipment),
elektronik, dan telah dipertemukan dengan 20 pengusaha
Indonesia.
Delegasi Misi Dagang dalam rangka TEI 2009 sebanyak 1.036 orang
yang berasal dari 43 negara. Delegasi misi dagang tersebut paling
banyak berasal dari wilayah Asia, Australia, dan New Zealand.
Delegasi Belarus terdiri dari pejabat pemerintah dan pelaku bisnis
yang mengadakan presentasi tentang potensi industri dan peluang
kerjasama bisnis Belarus. Produk yang diminati antara lain ban,
pupuk potassium, traktor dan peralatan pertanian, traktor dan
mesin pertambangan, kendaraan (truk & bis).
Misi Pembelian COMCE dari Meksiko membawa 8 delegasi, yang
dipertemukan dengan 28 perusahaan Indonesia.
5. Pelaksanaan Trade Expo Indonesia (TEI) ke-24 tahun 2009.
Penyelenggaraan TEI ke-24 ini masih merupakan bagian dari revitalisasi
yang bertujuan untuk mensejajarkan TEI dengan pameran-pameran
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 107
dagang yang telah mendunia. Lebih dari itu, penyelenggaraan TEI 2009
juga dimanfaatkan sebagai pencitraan “Nation Branding” Indonesia
sebagai bangsa yang kreatif.
Pelaksanaan TEI 2009 diikuti oleh 780 perusahaan terdiri dari berbagai
instansi terkait, BUMN, Pemda, Asosiasi, dan sebagainya. Jumlah
tersebut melampaui jumlah yang ditargetkan sebelumnya yaitu
sebanyak 770 perusahaan.
Jumlah buyer pada TEI 2009 tercatat sebanyak 7.914 orang dari 99
negara, terdiri dari 6.613 buyer dari pasar non tradisional (84%) dan
1.301 buyer dari pasar tradisional (16%). Jumlah buyer pada TEI 2009
melampaui jumlah buyer yang ditargetkan yaitu sebesar 7.800 orang
dan naik 6,3% dibanding tahun 2008. Produk dengan nilai transaksi
tertinggi berturut-turut adalah furniture, komponen otomotif,
peralatan listrik dan barang-barang elektronik, alas kaki, food &
beverages, produk pertanian, produk kimia, kerajinan, peralatan olah
raga, tekstil dan produk tekstil, building material, jewelry, produk kulit,
produk stationery, dan sektor jasa.
Menteri Perdagangan RI didampingi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal serta Kepala BPEN membuka secara resmi Trade
Expo Indonesia ke-24 tahun 2009 di Arena Pekan Raya Jakarta, 28 Oktober 2009
TEI 2009 diikuti 780 perusahaan dan 7.914 buyer, dengan nilai transaksi mencapai US$ 285,4 juta
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 108
Total nilai transaksi selama TEI 2009 mencapai US$ 285,4 juta yang
terdiri dari US$ 222,9 juta untuk produk dan US$ 62,4 juta dari sektor
jasa. Selain itu, terjadi peningkatan permintaan terhadap sektor jasa
tenaga kerja Indonesia. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) memperoleh permintaan
penempatan tenaga terlatih sebanyak 14.431 orang, antara lain jasa
perawat dan pengasuh orang jompo untuk bekerja di berbagai rumah
sakit di Jepang. Buyer peminat jasa terampil Indonesia berasal dari
Australia, Selandia Baru, Italia, Portugal, Vietnam, Singapura, Malaysia,
Sri Lanka, India, dan Mesir.
Tabel 20. Informasi Trade Expo Indonesia 2009
No Uraian Jumlah/Negara/ Orang
1 Perusahaan 780 perusahaan
2 Buyer 7.914 orang
3 Negara partisipan 99 negara
4 Produk dengan nilai transaksi tertinggi Furniture
5 Transaksi US$ 285,4 juta
6 Permintaan tenaga kerja 14.431 orang
6. Sebagai salah satu upaya untuk mengembangkan ekspor produk Indonesia
termasuk mengembangkan produk ekspor produk daerah, Kementerian
Perdagangan telah ikut berpartisipasi dalam 21 pameran dalam negeri yang
diselenggarakan oleh Asosiasi dan instansi terkait. Dari seluruh partisipasi
Kementerian Perdagangan tersebut, memperoleh nilai transaksi sebesar Rp
2.779.368.120 dan US$ 74.888. Keikutsertaan Kementerian Perdagangan
lebih ditujukan kepada upaya melalukan pendekatan dan penyebaran
informasi ekspor kepada dunia usaha, serta memberikan pembelajaran
bagaimana cara melakukan promosi dan negosiasi yang baik. Selain itu,
bentuk partisipasi ini merupakan salah satu bentuk dukungan Kementerian
Kementerian Perdagangan turut berpartisipasi pada pameran dalam negeri dengan nilai transaksi mencapai Rp 2,77 miliar
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 109
Perdagangan kepada instansi lain baik instansi pemerintah maupun swasta
yang turut aktif mempromosikan produk Indonesia.
Menteri Perdagangan didampingi Menteri Perdagangan Dalam Negeri Malaysia, dan Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) membuka pameran International Franchise,
License & Business Concept Expo Conference (IFRA) 2009 di JCC, 19 Juni 2009
7. Pengembangan marketing point di 3 daerah yaitu Tarakan, Skow dan
Nunukan. Selama tahun 2009, total transaksi yang diperoleh 161
perusahaan pada Marketing Point Skow sebesar Rp 4.470.872.089 atau
meningkat 3 kali lipat dibandingkan hasil transaksi yang diperoleh pada
tahun 2008 (Rp 1.464.307.800).
Sementara itu, marketing point Tarakan telah melakukan pertemuan
langsung dengan buyer dari negara Malaysia untuk produk hasil laut
dan kontak melalui internet yang datang dari negara Pakistan, India,
China, Malaysia, Slovakia, Turki, Polandia, Afrika Selatan, Uni Emirat
Arab, USA, dan Taiwan dengan produk yang diminati Perikanan,
Furnitur, Plywood dan Batubara.
8. Pameran virtual. Pameran tersebut merupakan penyediaan sarana
promosi produk UKM yang berorientasi ekspor melalui penyediaan
fasilitas website (http://www.nafedve.com), sehingga dunia usaha
Total transaksi marketing point tahun 2009 meningkat tiga kali lipatdari tahun 2008
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 110
dapat melakukan promosi secara efisien dan efektif mengingat fasilitas
ini dapat diakses oleh importir dunia. Perusahaan yang telah menjadi
anggota adalah 424 perusahaan dari seluruh Indonesia (naik 4,17%
dibandingkan tahun 2008). Adapun kategori produk yang paling
banyak dijumpai pada pameran virtual Kementerian Perdagangan
adalah produk kerajinan (123 perusahaan), furnitur (115 perusahaan),
produk garmen (35 perusahaan), fashion accessories (27 perusahaan)
dan peralatan rumah tangga (22 perusahaan).
Jumlah komoditi ekspor
Sepanjang tahun 2009, Indonesia telah mengekspor sebanyak 97
komoditi (HS 2) ke 224 negara tujuan ekspor. Jumlah komoditi ini cenderung
stabil jika dibandingkan dengan jumlah komoditi tahun 2008 sebanyak 98
komoditi. Dari data BPS, diketahui jenis komoditi (HS 2) yang memiliki tren
terbesar adalah komoditi Timah Hitam (HS 78) sebesar 108%, disusul kemudian
Kapal laut (HS 89) sebesar 48% dan Perhiasan (HS 71) sebesar 35%. Data
komoditi yang diekspor sepanjang tahun 2009 dapat dilihat pada lampiran 8.
Menteri Perdagangan RI didampingi Dirjen Perdagangan Luar Negeri dan Kepala BPEN mengunjungi pabrik keramik ke Plant II, PT. Arwana Citramulia Tbk. di Cikande Serang,
Banten, 15 Juli 2009
Tren ekspor Indonesia terbesar tahun 2005-2009 berturut-turut adalah Timah Hitam (108%), Kapal laut (48%) dan perhiasan (35%)
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 111
Sedangkan 5 jenis komoditi utama yang memiliki nilai ekspor
tertinggi adalah Bahan Bakar Mineral (HS 27); Lemak/Minyak Hewan
Nabati (HS 15); Mesin/Peralatan (HS 85); Bijih,Kerak dan Abu Logam (HS
65), serta Karet dan Produk dari Karet (HS 40). Sedangkan negara tujuan
ekspor utama ke-5 jenis komoditi tersebut di dominasi oleh RRT, Jepang
dan India (Tabel 21).
Tabel 21. Nilai Ekspor 5 Jenis Komoditi Utama Tahun 2009
No Jenis komoditi (HS) Negara tujuan ekspor utama
Nilai ekspor tahun 2009 (US$ juta)
Tren (%)
2005-2009
1 Bahan Bakar Mineral (27)
Jepang 2.193,2 19,92 China 2.079,6 129,54 India 1.952,3 43,33 Korea 1.900,9 37,82 Taiwan 1806,5 29,11
2 Lemak/Minyak Hewan Nabati (15)
India 3.508,8 48,37 China 2.000,5 33,47 Belanda 1.122 18,7 Malaysia 1046,4 36,47 Bangladesh 535,6 42,99
3 Mesin/Peralatan (85) Singapura 1.474,4 -10,02 US 1.153,3 1,26 Jepang 907,9 0,89 HongKong 405,9 7,34 China 272,8 18,39
4 Bijih,Kerak dan Abu Logam (26)
Jepang 2.152,5 15,34 Korea 1.022,8 12,75 Spanyol 767,5 0,95 China 695 43,82 India 636,9 -9,42
5 Karet dan Produk dari Karet (40)
Amerika Serikat 996,2 3,66 China 838,9 22,98 Jepang 727,4 11,2 Singapura 224,7 6,57 Korea 170 15,27
Kualitas dan kuantitas pelaku ekspor
Dalam rangka meningkatkan kualitas dunia usaha dalam melakukan
ekspor, Kementerian Perdagangan melakukan berbagai kegiatan
pendampingan, pembinaan dan pelatihan. Pada tahun 2009, jumlah
eksportir yang memiliki wawasan ekspor/impor serta memahami peluang
pasar adalah sebanyak 4.214 eksportir atau mencapai target sebesar 100%
4.214 eksportir binaan Kementerian Perdagangan memiliki wawasan ekspor/impor serta memahami peluang pasar
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 112
jika dibandingkan dengan jumlah eksportir tahun 2008. Adapun kegiatan
yang dimaksud antara lain adalah:
1. Kegiatan Pembinaan Terpadu UKM Perdagangan dengan
melaksanakan Pelatihan ekspor bagi para UKM daerah yang terpilih
sekaligus berpartisipasi dalam Trade Expo Indonesia (TEI) 2009 di
Jakarta. Tujuan dan sasaran dari kegiatan ini adalah untuk mendorong
munculnya eksportir baru dari kalangan UKM yang pada gilirannya
akan memberikan kontribusi dalam peningkatan ekspor, baik skala
daerah/propinsi maupun nasional.
Selama tahun 2009 kegiatan penjaringan peserta pelatihan dengan
melakukan kunjungan langsung ke sentra produksi yang
direkomendasikan oleh Dinas Perindag di 16 daerah yaitu Medan,
Padang, Garut, Pekalongan, Semarang, Surakarta, Surabaya, Bali,
Makasar dan Banjarmasin, dan telah dipilih 49 UKM ekspor untuk
diikutsertakan dalam rangkaian kegiatan lainnya yaitu Pelatihan Ekspor
di BBPPEI dan mengikuti Trade Expo Indonesia Tahun 2009.
Menteri Perdagangan didampingi Kepala BPEN menghadiri Trade Expo Indonesia di Jakarta International Expo Kemayoran, 31 Oktober 2009
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 113
Selama pameran berlangsung berhasil memperoleh transaksi sebesar
US$ 1.200.000. Hasil transaksi tersebut merupakan indikator bahwa
produk-produk UKM telah mampu memenuhi permintaan buyer
manca negara. Nilai potensial transaksi tersebut masih bisa berubah
karena masih banyak negosiasi yang perlu ditindak lanjuti peserta
setelah selesai pameran.
2. Untuk meningkatkan kemampuan ekspor telah diselenggarakan 94
angkatan pelatihan kepada para pelaku ekspor pemula sebanyak 2.462
orang atau terealisasi sebesar 65,48% dari target. Materi pelatihan
yang diberikan mencakup 7 kelompok materi pelatihan yaitu (i)
Perdagangan Internasional, (ii) Pengembangan Produk, (iii)
Pembiayaan dan Pembayaran ekspor, (iv) Promosi/Komunikasi Ekspor,
(v) Strategi Pemasaran Ekspor, (vi) Manajemen Mutu, serta (vii)
Pemilihan Distributor. Melalui pelatihan ini diharapkan dapat
meningkatkan kapasitas dan keahlian para UKM dan eksportir dalam
memperlancar proses transaksi ekspor produknya.
Selain itu, guna mendukung program peningkatan ekspor
produk-produk budaya Indonesia, Kementerian Perdagangan
menyediakan fasilitas pelayanan informasi melalui teleconference
sebagai sarana diskusi langsung antara para pelaku ekspor daerah
dengan tenaga ahli dari negara tujuan eksport. Kegiatan teleconference
untuk Bussiness Matching ini terselenggara sebanyak 8 kali (Tokyo,
Beijing dan Perancis) yang diikuti oleh 110 peserta. Jumlah peserta
pelatihan selama tahun 2005 s.d 2009 sangat fluktuatif dan cenderung
menurun pada tahun 2009 (Gambar 21).
94 angkatan pelatihan pelaku ekspor pemula sebanyak 2.462 orang tahun 2009
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 114
Gambar 21. Perkembangan Jumlah Eksportir Handal Tahun 2005 - 2009
Penurunan jumlah peserta pada tahun 2009 disebabkan
beberapa hal antara lain:
Terdapat 30 angkatan pelatihan yang tidak dilaksanakan karena
jumlah peserta tidak memenuhi target.
Tidak terlaksananya beberapa pelatihan kerjasama dengan Bank
Mandiri dikarenakan adanya perubahan pejabat bagian diklat di
lingkungan Bank Mandiri serta keterbatasan waktu pelaksanaan
lelang yang mendekati akhir anggaran.
Beberapa pelatihan bagi institusi lebih sesuai jika dilakukan secara
in house training di perusahaan
3. Pusat Pelatihan dan Promosi Ekspor Daerah (P3ED) merupakan bentuk
implementasi kerjasama antara JICA, PEMDA dan Kementerian
Perdagangan untuk memberikan dan mengembangkan dunia usaha
didaerah dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia agar menjadi
eksportir yang handal dan memberikan gambaran pengetahuan
dibidang informasi. P3ED yang terdapat di 4 Propinsi (Medan Sumatra
Utara, Surabaya Jawa Timur, Banjarmasin Kalimantan Selatan dan
Makassar Sulawesi Selatan).
2,80
0
2,61
6 3,97
0
2,83
7
2,46
2
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500
2005 2006 2007 2008 2009
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 115
Sepanjang tahun 2009, dari keempat P3ED tersebut, telah
menyelenggarakan 51 pelatihan yang diikuti oleh 1.230 orang peserta
atau 86,01% dari target sebanyak 1.430 UKM serta mengalami penurunan
sebesar 16,9% dari jumlah peserta tahun 2008 (1.480 peserta), selain itu
juga memperoleh permintaan dagang sebanyak 319 inquiries.
4. Dukungan terhadap pengembangan klaster produk kulit di Jogyakarta
merupakan kegiatan yang berkesinambungan dan komplementer,
dengan tujuan mensinergikan antar berbagai rantai nilai (value chain)
yang menghubungkan keberlangsungan produk kulit. Kementerian
Perdagangan sebagai inisiator sejak tahun 2006 bekerjasama dengan
stakeholder telah melakukan langkah-langkah penentuan core industri,
mapping pelaku industri terkait, identifikasi sentra-sentra industri dan
mengelompokan kelompok industri kulit.
Pada tahun 2007, Kementerian Perdagangan telah memberikan
dukungan dalam hal pembuatan website produk kulit, cetak katalog
produk kulit, training of trainer (TOT) bagi fasilitator dan mendatangkan
tenaga ahli kulit dari CBI - Belanda. Sebagai pembinaan lanjutan, pada
tahun 2008-2009 Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan
berbagai lembaga internasional mengadakan beberapa untuk para
pelaku industri kulit di Yogyakarta, antara lain Workshop
pengembangan klaster kulit di Yogya tanggal 25 Juni 2009 diikuti oleh 80
peserta dari Dinas/Instansi terkait, Asosiasi, Akademisi dan para pelaku
usaha kulit serta Workshop HKI dan Tata Cara Pendaftaran HKI untuk
UKM Produk Kulit Yogyakarta pada tanggal 9 Desember 2009 di Hotel
Inna Garuda, Yogyakarta yang diikuti oleh 57 peserta.
5. Pemberian penghargaan Primaniyarta.10 Pada tahun 2009 terdapat 26
perusahaan yang berhak untuk mendapatkan penghargaan
10 Primaniyarta adalah pemberian penghargaan pemerintah kepada dunia usaha
untuk memotivasi para eksportir agar selalu berupaya keras meningkatkan perolehan devisa, menyediaan lapangan kerja, pendapatan negara dan sekaligus sebagai contoh keberhasilan bagi para eksportir lain.
Pelatihan P3ED diikuti oleh 1.230 UKM, turun 16,9% dari tahun 2008
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 116
Primaniyarta, yaitu 12 perusahaan pemenang kategori Eksportir
Berkinerja, 6 perusahaan pemenang kategori Pembangun Merk Global,
6 perusahaan pemenang kategori UKM Ekspor, serta 2 perusahaan
pemenang kategori Pelaku Ekspor Ekonomi Kreatif (Tabel 22).
Menteri Perdagangan RI menyerahkan piagam Penghargaan Primaniyarta 2009 kepada 26 perusahaan eksportir terbaik, 28 Oktober 2009
Berdasarkan target yang ditetapkan (sosialisasi dan seleksi di 20
daerah), kegiatan sosialisasi dan seleksi hanya mencapai 70%, jumlah
nominator melampaui target yang ditetapkan (target 75 nominator)
serta peraih penghargaan primaniyarta tahun 2009 hanya mencapai
87% target (30 pemenang).
Tabel 22. Penghargaan Primaniyarta Tahun 2009
Kategori Penghargaan Jumlah Perusahaan
Pemenang
Eksportir Berkinerja 12 perusahaan
Pembangunan Merek Global 6 perusahaan
UKM Ekspor 6 perusahaan
Eksportir Barang dan Jasa Ekonomi Kreatif 2 perusahaan
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 117
Sasaran 4 Meningkatnya kemampuan market intelligence dan negosiasi
serta meningkatnya kualitas pelayanan dan kuantitas
lembaga promosi di luar negeri
ntuk mencapai terwujudnya peningkatan kualitas dan kuantitas
informasi pasar dan produk ekspor non migas Indonesia
peningkatan kualitas pelayanan dan kuantitas lembaga promosi di luar
negeri dalam rangka pengembangan 10 produk utama, 10 produk potensial
serta 3 jasa Indonesia, maka fokus dalam pencapaian sasaran-4 adalah
terkait dengan: kemampuan market intelligence, negosiasi, dan kualitas
lembaga promosi. Adapun pencapaian target masing-masing indikator
kinerja dapat digambarkan sebagai berikut:
No. Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi %
1 Jumlah informasi peluang pasar dan produk yang dipublikasikan
Informasi 80 556 695
2 Jumlah kesepakatan yang dicapai dalam forum kerjasama perdagangan internasional
MoU
Agreement
Ratifikasi
MRA
4
6
3
4
4
6
3
4
100
3 Nilai kontak dagang di negara akreditasi ITPC
US$ 250.000.000 149.477.881 59,79
Ket: Cetak tebal merupakan IKU
Sasaran keempat Rencana Strategis (atau elemen keempat dari
sasaran Renstra) yang harus dicapai oleh Kementerian Perdagangan adalah
dalam rangka peningkatan kemampuan market intelligence dan negosiasi
serta meningkatnya kualitas pelayanan dan kuantitas lembaga promosi di
luar negeri.
U
„ “
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 118
Pilar kerjasama multilateral, regional dan bilateral bagi Indonesia,
sebagai negara berkembang, sangat penting dilakukan, karena antara satu
pilar dengan pilar yang lainnya mempunyai karakteristik yang berbeda,
namun satu sama lain saling menunjang bahkan bersifat komplementer.
Dalam kurun waktu hampir dua dasawarsa, terjadi perkembangan
yang sangat dinamis dalam hubungan perdagangan internasional.
Perdagangan dalam lingkup multilateral, regional dan bilateral telah
memasuki babak baru. Cakupan perdagangan internasional semakin luas,
tidak hanya melibatkan perdagangan barang, namun juga perdagangan
jasa dan investasi. Format dalam hubungan perdagangan internasional juga
semakin beragam sehingga memerlukan strategi dan langkah yang
“cerdas” dalam penanganannya.
Kemampuan market intelligence
Dalam rangka mendukung program peningkatan ekspor,
Kementerian Perdagangan terus berupaya untuk menyediakan informasi
yang dibutuhkan oleh dunia usaha. Sepanjang tahun 2009, Kementerian
Perdagangan telah menghasilkan 556 informasi ekspor mengenai peluang
pasar dan produk yang telah dipublikasikan baik secara offline (dalam
bentuk Buletin Eksport, Brosur Homepage Indonesia-Inggris, Brosur
Nafedve, brosur layanan informasi, buku petunjuk/panduan ekspor
Indonesia, Buku Statistik Ekspor dan Neraca Perdagangan Indonesia, Buku
Inquiry dan CD (Doing Business in Indonesia) maupun online melalui
website. Informasi tersebut diperoleh melalui berbagai kegiatan antara lain
kegiatan market intelligence/pengamatan langsung terhadap pasar produk,
segmentasi pasar, strategi pesaing, dan kondisi negara target untuk tujuan
penetrasi pasar produk Indonesia. Pada tahun 2009 telah menghasilkan 6
judul market intelligence.
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 119
Dari hasil market intelligence tersebut telah didiseminasikan ke 10
daerah yaitu Medan, Semarang (diganti Surakarta karena sedang ada acara
lain), Makassar, Padang (diganti Ambon karena sedang terjadi gempa),
Yogyakarta, Surabaya, Banjarmasin, Lampung, Bali dan NTB.
Tingginya capaian informasi peluang pasar dan produk yang
dipublikasikan dikarenakan telah dibukanya 10 kantor ITPC baru di
beberapa kota dagang di dunia yaitu Barcelona-Spanyol, Pusan-Korea
Selatan, Chicago-Amerika Serikat, Chennai-India, Jeddah-Arab Saudi, Lagos-
Nigeria, Lyon-Perancis, Mexico City-Meksiko, Santiago-Chile, dan
Vancouver-Kanada. Selain itu meningkatnya aktivitas penulisan oleh ITPC
dikarenakan banyaknya tuntutan dunia usaha akan informasi mengenai
kondisi negara yang akan dituju.
Negosiasi
Penjelasan mengenai Indikator Kinerja terkait dengan negosiasi,
Pencapaian MoU atau kesepakatan lainnya yang disepakati dalam rangka
meningkatkan akses pasar produk-produk Indonesia di pasar global, akan
dijelaskan dengan sistematika sebagai berikut: (i) hasil kesepakatan
kerjasama, akan dijelaskan mengenai jenis kesepatan yang telah dicapai di
tahun 2009, (ii) perkembangan hasil kesepakatan kerjasama, akan
dijelaskan mengenai data hasil kesepakatan dari tahun 2005-2009, dan (iii)
proses negosisasi/perundingan, akan dijelaskan mengenai landasan atau
strategi negosiasi, landasan hukum serta penjelasan dari hasil pencapaian
partisipasi aktif indonesia di berbagai forum.
HASIL KESEPAKATAN KERJASAMA
Untuk mengukur keberhasilan indikator kinerja hasil kesepakatan
yang dicapai oleh Kementerian Perdagangan, maka membandingan jumlah
kesepakatan yang dihasilkan setiap tahunnya adalah kurang tepat. Hal
tersebut dikarenakan setiap kesepakatan (MoU, Agreement, Ratifikasi,
Telah dibukanya 10 kantor ITPC baru di beberapa kota dagang dunia turut memperluas penetrasi pasar produk/ komoditi Indonesia
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 120
maupun MRA), isu yang disepakati sangat berbeda satu dengan yang
lainnya. Sebagai ilustrasi lain, yang dapat digunakan antara lain,
membandingan kuantitas jumlah produksi beras tahun I dengan kuantitas
produksi gula pasir Tahun II sangatlah tidak mungkin karena produknya
berbeda. Oleh karena itu, untuk melihat kinerja dari Kementrian
Perdagangan mengenai hasil kesepakatan yang telah capai hendahnya
dilihat secara kumulatif dari tahun ketahun.
Tabel 23. Perkembangan Hasil Kesepakatan Kerjasama Tahun 2005-2009
dan perjanjian ASEAN Single Window (2005). Khusus untuk
penurunan/penghapusan tarif dan hambatan non-tarif, ATIGA pada
dasarnya menegaskan kembali kesepakatan yang telah dicapai
sebelumnya.
Menteri Perdagangan RI dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Vietnam
menandatangani MoU perdagangan beras di Ho Chi Minh City, Vietnam, 25 April 2009
ACIA pada dasarnya merupakan hasil modifikasi dan penyempurnaan
kesepakatan ASEAN di bidang investasi, yakni ASEAN Invesment Guarantee
Agreement (IGA, 1987) dan Framework Agreement on the ASEAN
Investment Area (AIA, 1998). Melalui ACIA, negara anggota ASEAN sepakat
untuk mengubah kedua kesepakatan tersebut menjadi satu perjanjian
komprehensif yang forward-looking, memuat bagian-bagian dan aturan
yang disempurnakan, dan memperhatikan international best practices
guna meningkatkan investasi intra-ASEAN dan menarik lebih banyak
investasi asing ke ASEAN.
ACIA memuat empat pilar kerjasama investasi ASEAN, yakni: (i)
liberalisasi, (ii) proteksi, (iii) fasilitasi, dan (iv) promosi. Prinsip yang
mendasari ACIA adalah progresif, menguntungkan, perlakuan khusus untuk
Empat pilar kerjasama investasi ASEAN meliputi liberalisasi, proteksi, fasilitasi, dan promosi
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 124
anggota, tidak ada back-tracking dari komitmen di bawah IGA dan AIA,
special and differential treatment sesuai tingkat pembangunan dan
sensitivitas sektoral, perlakuan timbal-balik (reciprocal), dan
mengakomodasikan kemungkinan perluasan cakupan perjanjian.
Penandatanganan Persetujuan Investasi ASEAN-Korea oleh para Menteri Ekonomi ASEAN dan Menteri Perdagangan Korea, di Jeju, Korea, 2 Juni 2009
Dalam konteks AFAS, Negara-negara ASEAN telah memberikan
komitmen pada empat Priority Integration Sectors (PIS), yakni: (i) air travel;
(ii) healthcare; (ii) e-ASEAN (telecommunications and IT services); (iv) dan
tourism. Annexes dari Protocol ini memuat komitmen horisontal, jadwal
specific commitments dan daftar pengecualian Most Favoured Nation
(MFN) dari setiap negara anggota, dan mulai berlaku efektif 90 hari setelah
penandatanganan.
Kesepakatan AFAS-6 ini kemudian disusul dengan dicapainya
kesepakatan AFAS-7 yang ditandatangani pada tanggal 26 Februari 2009 di
Cha-am Thailand. Dalam AFAS-7 ini, komitmen liberalisasi negara anggota
ditingkatkan sesuai AEC Blueprint, yakni 49% equity participation untuk
sektor-sektor non-prioritas dan 51% equity participation untuk sektor-
sektor prioritas.
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 125
Tabel 26. Jenis Ratifikasi yang Disepakati Tahun 2009
No Negara Partner Ratifikasi Tanggal
1 ASEAN - Jepang Ratifikasi TIG ASEAN-Jepang 19 November 2009 dengan PERPRES No. 50 Tahun 2009
2 Indonesia - Uzbekistan Trade Agreement 13 Mei 2008 dan Diratifikasi 13 September 2009
3 ASEAN ASEAN Framework Agreement for the Integration of Priority Sector (PIS)
11 Juni 2009 dengan PERPRES No. 25 Tahun 2009
TIG adalah kesepakatan kerja sama perdagangan komprehensif
antara negara-negara ASEAN-Jepang yang mencakup perdagangan barang,
jasa, dan juga investasi. Kesepakatan ini turut diperkuat dengan PERPRES
No. 50 Tahun 2009. Sampai saat ini sedang dilakukan notifikasi kepada
seluruh pihak ASEAN-Jepang agar implementasi Perjanjian tersebut dapat
dimulai. Pada tanggal 13 September 2009, Indonesia telah meratifikasi Trade
Agreement dengan Uzbekistan yang bertujuan untuk meningkatkan,
memberikan kemudahan, serta mengembangkan kerjasama ekonomi dan
perdagangan yang stabil dan berjangka panjang antara kedua negara.
Di ASEAN telah terdapat kemajuan dengan diratifikasinya ASEAN
Framework Agreement for The Integration of Priority Sectors (PIS). Hal ini
untuk mengidentifikasi kebijakan yang akan dilaksanakan, dengan batas
waktu yang jelas, dengan cara-cara yang saling menguntungkan, oleh
negara-negara Anggota di dalam sektor prioritas pada tanggal 11 Juni 2009
dengan Perpres Nomor 25 Tahun 2009.
Tabel 27. Jenis Mutual Recognition Arrangement yang Disepakati Tahun 2009
No MRA Tanggal
1 ASEAN Mutual Recognition Arrangement Framework on Accountancy Services
Cha-am, Thailand, 26 February 2009
2 ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Medical Cha-am, Thailand, 26
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 126
No MRA Tanggal
Practitioners February 2009
3 ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Dental Practitioners
Cha-am, Thailand, 26 February 2009
4 ASEAN Sectoral Mutual Recognition Arrangement (MRA) for Good Manufacturing Practice (GMP) Inspection of Manufacturers of Medicinal Products
Pattaya, Thailand, 10 April 2009
Dengan disepakatinya MRA untuk 4 sektor, setidaknya akan
membawa dampak yang positif bagi pengakuan profesionalisme tenaga
terampil/professional dalam lingkup ASEAN sehingga memungkinkan
tenaga kerja Indonesia di ke 4 sektor tersebut mendapatkan perlakuan
yang sama di semua negara ASEAN.
c. Fora Kerjasama Bilateral
Sejalan dengan perundingan perdagangan dalam fora multilateral dan
regional, perundingan perdagangan yang dilakukan antara Indonesia dengan
mitra dagang juga semakin meningkat. Upaya-upaya diplomasi dan negosiasi
secara aktif terus dilakukan dari tahun ke tahun. Negosiasi-negosiasi bilateral
dengan mitra dagang seperti Singapura, Amerika Serikat, Belanda atau negara-
negara asal Timur Tengah dan Afrika kerapkali menghasilkan kesepakatan dan
jalan tengah atas segala permasalahan yang timbul dan lebih mengedepankan
asas kerjasama ekonomi perdagangan yang strategis dan saling menguntungkan.
Indonesia - Amerika Serikat
Pembentukan Trade and Investment Council (TIC) Indonesia-Amerika
Serikat dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan
perdagangan bilateral antara kedua negara, antara lain:
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 127
Menteri Perdagangan RI didampingi Dubes RI untuk Amerika Serikat mengadakan kunjungan kerja ke Washington DC, Amerika Serikat dalam rangka Trade and Investment
Council, tanggal 13-15 Mei 2009.
a. Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act
Dalam Act yang telah ditandatangani Presiden Obama tanggal 22
Juni 2009, AS melarang distribusi dan penjualan (termasuk importasi)
tembakau dan rokok beraroma (tidak termasuk rokok putih dan rokok
beraroma menthol).
Act tersebut dirasa diskriminatif terhadap produk rokok kretek
yang dianggap rokok beraroma sementara rokok beraroma menthol
tidak dilarang. Pemerintah Indonesia telah menyatakan keberatannya
dalam berbagai kesempatan dan berencana akan mengajukan
konsultasi melalui WTO mengenai diskriminasi antara rokok kretek dan
rokok menthol .
b. Priority Watch List
Sejak 6 Nopember 2006, the United States Trade Representatives
(USTR) menempatkan Indonesia dalam posisi Watch List, namun pada
tanggal 30 April 2009, Indonesia kembali ditempatkan pada posisi
Priority Watch List (PWL), bersama-sama dengan 11 negara lainnya
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 128
yaitu RRT, Russia, Algeria, Argentina, Kanada, Chile, India, Israel,
Pakistan, Thailand dan Venezuela.
Pada tanggal 10 Juni 2009 telah diadakan pertemuan antara Tim
Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual
(Timnas PP HKI) dengan Director for Intellectual Property and
Innovation dalam kantor USTR yang membahas lebih lanjut mengenai
masuknya Indonesia ke dalam PWL dan saran tindaklanjut untuk keluar
dari status tersebut.
Indonesia – Pakistan
Salah satu upaya untuk meningkatkan hubungan perdagangan
bilateral Indonesia - Pakistan, yaitu dengan telah menandatangani
Kerangka Kerja Mengenai Kemitraan Bidang Ekonomi dan Perdagangan
secara Komprehensif (Framework Agreement on Comprehensive Economic
Partnership/FACEP) pada tanggal 24 Nopember 2005 di Islamabad,
Pakistan, oleh Menteri Perdagangan kedua negara. Hasil yang dicapai,
antara lain:
a. Skema pertukaran konsesi tarif untuk Kinnow Pakistan dan CPO
Indonesia
Kedua pihak berhasil menyepakati formula/skema pertukaran
konsesi tarif untuk Kinnow Pakistan dan CPO Indonesia. Indonesia
memberikan penurunan tarif bea masuk Kinnow seasonal tariff 0%
periode Desember 2009 sampai April 2010 dan season berikutnya 5%
dengan catatan di luar season dikenakan 10%; sedangkan tarif masuk
CPO Indonesia akan mendapatkan perlakuan sama dengan yang
diberikan Pakistan kepada Malaysia.
b. Perluasan Kerjasama PTA
Kedua pihak juga sepakat untuk meningkatkan dan memperluas
kerjasama PTA dengan memasukkan komoditi-komoditi baru ke dalam
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 129
Offer List dan Request List masing-masing pihak. Pakistan, misalnya
setuju mempertimbangkan permintaan pengurangan tarif masuk
untuk komoditi impor dari Indonesia, seperti produk kertas, sorbitol,
keramik dan perikanan. Sedangkan Indonesia setuju
mempertimbangkan pengurangan tarif masuk tambahan bagi komoditi
Pakistan, seperti tekstil dan kulit. Hal ini dimaksudkan untuk
menciptakan level playing field yang sama mengingat nilai ekspor CPO
Indonesia bernilai sekitar US$ 400 juta atau 50% dari total ekspor
Indonesia ke Pakistan, sedangkan ekspor Kinnow hanya bernilai USS 2 -
US$ 4 juta per tahun.
Indonesia – Australia
Hubungan pemerintah antara Indonesia dan Australia selama ini
telah berjalan baik, meskipun demikian perdagangan dan investasi perlu
ditingkatkan untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteran
rakyat.
Dalam kunjungan Presiden RI pada bulan April 2005 telah
ditandatangani Joint Declaration on Comprehensive Partnership between
The Republic of Indonesia and Australia yang merupakan payung dalam
pembentukan kerjasama di bidang ekonomi, perdagangan dan investasi,
yang ditindaklanjuti dengan proposal dari Australia mengenai Trade and
Investment Framework (TIF). TIF merupakan langkah awal kemungkinan
pembentukan FTA Indonesia-Australia.
Pada tanggal 25 September 2005 di Vientiane, Laos, Menteri
Perdagangan R.I. dan Menteri Perdagangan Australia telah
menandatangani Trade and Investment Framework Indonesia - Australia.
TIF merupakan kerjasama antar pemerintah yang dimaksudkan untuk
meningkatkan laju perdagangan kedua negara. TIF mempunyai tujuan
untuk:
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 130
Meningkatkan kerjasama perdagangan dan investasi,
Membentuk forum dialog kebijakan,
Meningkatkan fasilitasi perdagangan dan investasi,
Memperluas kapasitas dan kerjasama teknik dalam bidang
perdagangan dan investasi antar kedua negara, termasuk
memberdayakan UKM.
Untuk lebih meningkatkan kerjasama perdagangan dan investasi
Bilateral Indonesia-Australia kedua negara sepakat mengadakan studi
kelayakan bersama (joint feasibility study) mengenai manfaat dari
perdagangan bebas Indonesia-Australia.
Menteri Perdagangan RI bersama Menteri Perdagangan Australia memberikan keterangan pers setelah pelaksanaan 8th Trade Minister Meeting di Sydney, 19 Februari 2009
Setelah melakukan beberapa kali pertemuan, kedua tim JFS telah
menyelesaikan draft JFS for the Indonesia-Australia FTA. Hasil JFS
tersebut telah dilaporkan kepada kedua Menteri Perdagangan pada
pertemuan tahunan Menteri Perdagangan Australia-Indonesia di
Sydney, Australia tanggal 19 Pebruari 2009 dan finalisasinya telah
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 131
diselesaikan pada Maret 2009 dan kedua belah pihak telah menerima
Draft JFS for the Indonesia-Australia FTA dari tim Joint Study.
Indonesia – EFTA
Ide mengadakan perdagangan bebas dengan European Free Trade
Association (EFTA) sejak tahun 2005, dimana Pemerintah Swiss atas nama
EFTA menyampaikan keinginan mereka kepada Indonesia untuk
mengadakan Free Trade. Untuk melihat kemungkinan tersebut, Indonesia
dan EFTA telah melaksanakan beberapa kegiatan, yaitu :
Penandatanganan Record of Understanding for a Possible Future Trade
Agreement, Nopember 2005;
Joint Study Group (JSG) sebanyak 2 kali, yaitu: JSG-1 tanggal 25-26 April
2006 di Jenewa dan JSG-2 tanggal 26-27 September 2006 di Jakarta;
Pertemuan ke-1 Working Group on Trade and Investment pada tanggal
25-26 Oktober 2007 di Yogyakarta.
PROSES NEGOSIASI/PERUNDINGAN
Hasil kesepakatan yang dicapai di tahun 2009 sebagaimana
disebutkan di atas, tidak terlepas dari berbagai negosiasi/perundingan yang
dilakukan diberbagai forum kerjasama perdagangan internasional dengan
perincian sebagai berikut: (i) Forum Kerjasama Perdagangan Multilatetral
sebanyak 150 kali persidangan dari 75 kali persidangan yang ditargetkan;
(ii) Forum Kerjasama Perdagangan Regional sebanyak 240 kali persidangan
dari target 70 kali persidangan; dan (iii) Forum Kerjasama Perdagangan
Bilateral sebanyak 125 kali persidangan dari target 50 kali persidangan.
Dari tingkat realisasi perundingan perdagangan internasional baik
dalam forum multilateral, regional, maupun bilateral yang frekwensinya
cukup besar, memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas kerjasama
yang dihasilkan maupun jumlah kesepakatan yang dihasilkan. Hal tersebut
Negosiasi perdagangan di fora internasional berlandaskan tiga pilar yaitu multilateral, regional, dan bilateral menghasilkan kualitas kerjasama yang berkesinambungan dan saling menguntungkan
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 132
tetunya akan memberikan dampak pertumbuhan ekonomi, sosial, dan
politik Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia akan terus berperan aktif
dalam setiap perundingan diberbagai forum.
Dalam rangka meningkatkan peran aktif Indonesia dalam
perundingan perdagangan internasional baik secara multilateral, regional,
maupun bilateral terutama guna memperjuangkan dan mengamankan
kepentingan nasional, Pemerintah telah membentuk Timnas PPI dengan
Keppres No. 28 Tahun 2005. Timnas PPI menggantikan Tim Nasional WTO
yang sudah berjalan sejak tahun 1999 (Keppres No. 104 Tahun 1999 yang
kemudian disempurnakan menjadi Keppres No. 18 Tahun 2001 dan
Keppres No. 16 Tahun 2002).
Gambar 22. Struktur Organisasi Timnas PPI
Pembentukan Timnas PPI, cakupannya lebih luas dari WTO atau negosiasi
perdagangan di forum multilateral, dilakukan sebagai respon terhadap
tantangan yang dihadapi saat itu dengan meningkatnya keperluan negosiasi di
Timnas PPI dibentuk tahun 2005 menggantikan Timnas WTO, melalui Keppres No. 28/2005
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 133
forum regional maupun bilateral (Gambar 22). Sebelumnya, Indonesia tidak
melakukan negosiasi perjanjian bilateral perdagangan internasional.
Hingga tahun 2009, telah dilakukan penajaman posisi Indonesia
dalam menghadapi perundingan di fora multilateral, regional dan bilateral.
Hal ini dibutuhkan untuk memperkuat posisi delegasi Indonesia dalam
menghadapi perundingan-perundingan di fora internasional.
Menteri Perdagangan RI bersama Direktur Jenderal KPI dalam rapat dengan beberapa
Menteri Perdagangan negara sahabat.
Pelaksanaan strategi negosiasi/perundingan Indonesia dalam
menghadapi perundingan perdagangan internasional dilakukan melalui
pendekatan 3 pilar negosiasi perdagangan yang meliputi multilateral,
regional, dan bilateral.
a. Perundingan di Forum Kerjasama Multilateral
Terkait dengan perundingan Doha Development Agenda (DDA) saat
ini secara terus menerus dilakukan proses intensif di Geneva untuk
membahas draft text yang disiapkan oleh Chairman dari Kelompok
Perundingan Pertanian dan Non-Pertanian. Dalam draft text tersebut,
Indonesia (koordinator G-33) secara konsisten mempertahankan posisinya
berkaitan dengan Special Products.
Indonesia konsisten pada posisinya terkait dengan Special Products
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 134
Adapun perbedaan mendasar dari rumitnya perundingan DDA antara
lain terletak pada 3 isu utama (Triangle Issues) yaitu: (i) Domestic Support
(terkait dengan subsidi pertanian) dan Market Access (terkait dengan
penurunan tarif; (ii) Special Product/SP dan Special Safeguard
Mechanism/SSM) di bidang Pertanian; serta (iii) Formula penurunan tarif di
Bidang Non-Agricultural Market Access (NAMA).
Menteri Perdagangan RI didampingi Duta Besar LBBP RI New Delhi, dan Dubes RI WTO, memimpin pertemuan kelompok G-33 dalam Pertemuan Informal Tingkat Menteri sebelum
pembicaraan Agenda Pembangunan Doha di New Delhi-India, 3 September 2009
Dari isu tersebut, Indonesia berkepentingan untuk memperjuangan
Special Product (SP) dan Special Safeguard Mechanism (SSM) di forum
WTO karena kedua isu tersebut terkait langsung dengan: (i) pengentasan
kemiskinan; (ii) pembangunan pedesaan; (iii) dan ketahanan pangan bagi
bangsa Indonesia.
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 135
b. Perundingan di Forum Kerjasama Regional
Di forum regional, Indonesia berperan aktif dalam perundingan
perdagangan ASEAN, ASEAN dengan negara Mitra Dialog dan APEC.
Partisipasi Kementrian Perdagangan di fora Regional dilakukan di 3 forum / organisasi yaitu:
1. ASEAN yang membahas antara lain : (i) Piagam ASEAN; (ii) ASEAN Economic Community.
2. ASEAN dengan Mitra Dialog:
(i) ASEAN - China Free Trade Area; (ii) ASEAN - Australia- New Zealand Free Trade Area; (iii) ASEAN - Japan Comprehensive Economic Partnership; (iv) ASEAN - Korea Free Trade Area; (v) ASEAN - India Free Trade Area; (vi) ASEAN Plus Three.
3. Asia-Pacific Economic Cooperation
Partisipasi Kementerian Perdagangan di fora Multilateral di 3 forum yaitu:
1. Word Trade Organization (WTO) dalam Perundingan Doha Development Agenda (DDA) dengan isu utama pada: (i) Pertanian; (ii) Non-Pertanian;(iii) Jasa; (iv) Trade Related Intellectual Property Rights (TRIPs); (v) Trade Facilitation;(vi) Trade Environment; dan (vii) Rules.
2. Organisasi Komoditi Internasional, pada organisasi komoditi: (i) International Tripartite Rubber Council (ITRC); (ii) Association of Natural Rubber Producing Countries
(ANRPC); (iii) International Pepper Community (IPC); (iv) Asian and Pacific Coconut Community (APCC); (v) International Coffee Organization (ICO); (vi) International Textile Coordinating Board (ITBC).
3. Organisasi Non-PBB, di: (i) Development - 8; (ii) UNCTAD; (iii) Organisasi Konperensi Islam; dan (iv)Informal Trade Ministers Dialog.
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 136
Komitmen yang paling penting dalam perjanjian perdagangan
internasional yang bersifat regional adalah ASEAN Charter dan kesepakatan
ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint yang ditandatangani oleh
masing-masing Kepala Negara pada ASEAN Summit pada bulan Nopember
2007 yang lalu.
Terkait dengan proses integrasi perekonomian ASEAN menuju ASEAN
Economic Community (AEC), ASEAN telah menargetkan selesai pada tahun
2015 dengan berpedoman pada AEC Blueprint yang disahkan pada tahun
2007.
Terdapat 4 (empat) pilar yang menjadi strategi dalam membangun
ASEAN Economic Community/Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yaitu (1)
Pasar Tunggal dan Berbasis Produksi; (2) Wilayah berdaya saing Ekonomi;
(3) Pembangunan Ekonomi yang Adil dan Merata; dan (4) Integrasi dengan
Perekonomian Global.
Dirjen KPI didampingi Direktur Kerjasama Regional KPI pada ASEAN Economic Community
Council Meeting yang membahas capaian negara ASEAN menuju ASEAN Economic Community
Komitmen kuat Indonesia mencapai target AEC tahun 2015
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 137
Berbagai Persetujuan maupun kesepakatan dalam kerangka MEA
telah disepakati. Khusus dalam pilar Pasar Tunggal dan Berbasis Produksi,
beberapa Persetujuan penting telah ditandatangani yang meliputi: (i)
Persetujuan di Bidang Perdagangan Barang (ATIGA); (ii) Persetujuan di
Bidang Perdagangan Jasa (AFAS Paket ke-7); (iii) dan Persetujuan di Bidang
Investasi (ACIA).
Dalam rangka implementasi ATIGA secara lebih komprehensif,
khususnya terkait dengan penghapusan Non Tariff Barriers (NTB) dilakukan
secara bertahap sejak tahun 2008 hingga 2010.
Untuk AFAS Paket 7 dan ACIA, penyelesaian ratifikasi diprediksi akan
mengalami kelambatan sehubungan dengan belum disepakatinya
komitmen pendukung pelaksanaannya. Untuk itu, Indonesia dan Negara
Anggota ASEAN lainnya mendorong sektor terkait masing-masing untuk
menyelesaikan komitmen pendukung tersebut agar dapat dapat difinalisasi
sesuai.
Di luar AEC, perundingan ASEAN dengan mitra dialog juga dilakukan
yaitu dengan RRT, Korea, Jepang, Australia-New Zealand dan India.
Dalam kerangka ASEAN FTA dengan mitra dialog, para kepala negara
ASEAN selain membahas masalah-masalah internal ASEAN juga membahas:
(i) hubungan ASEAN dengan seluruh Mitra Dialognya (RRT, India, Jepang,
Korea), (ii) ASEAN Plus Three (RRT-Jepang-Korea), dan (iii) ASEAN dengan
negara Asia Timur (ASEAN, Australia, RRT, India, Jepang, Korea, dan New
Zealand), serta penyelesaian sejumlah perjanjian dengan Mitra Dialog
ASEAN, seperti ASEAN-Jepang (barang), Australia dan New Zealand
(komprehensif), India (barang), RRT dan Korea (investasi).
Sementara itu, dalam forum APEC, Indonesia terus memainkan peran
aktif dan konstruktif dimana forum tersebut merupakan tempat
bertemunya 21 ekonomi penting di Asia-Pasifik yang sangat beragam
tingkat pembangunan ekonominya.
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 138
Menteri Perdagangan RI berfoto bersama Menteri Perdagangan dan Menteri Luar Negeri Ekonomi APEC pada Pertemuan Tingkat Menteri APEC di Singapura, 11 November 2009
Sebagai pencetus Bogor Goals 2010/2020, Indonesia juga sangat
berkepentingan terhadap pencapaian Bogor Goals pada tahun 2010, dan
mengenai prospek jangka panjang APEC menjadi Free Trade Area of the
Asia-Pacific (FTAAP).
Pertemuan APEC di Singapura pada bulan November 2009, mengambil
Tema: Sustaining growth, connecting the Region. Isu-isu yang disepakati terkait
dengan ekonomi, perdagangan dan investasi adalah sebagai berikut: (i) seruan
untuk melawan proteksionisme, (ii) seruan untuk penyelesaian perundingan
DDA tahun 2010, (iii) peluncuran konsep “paradigma pertumbuhan baru” yang
mengedepankan pertumbuhan yang seimbang, inklusif dan berkelanjutan, (iv)
dukungan capaian Bogor goals tahun 2010 bagi ekonomi maju, dan (v)
kelanjutan percepatan integrasi ekonomi regional di kawasan Asia-Pasifik.
c. Perundingan di Forum Kerjasama Bilateral
Selanjutnya, dalam fora perdagangan bilateral difokuskan pada
perundingan perdagangan dalam berbagai kerangka kerjasama.
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 139
Untuk perundingan bilateral lainnya, ada empat Joint Study yang
telah diselesaikan, yaitu: (i) FTA dengan negara-negara EFTA yang terdiri
dari Norwegia, Islandia, Swiss dan Liechtenstein, (ii) FTA dengan India, (iii)
FTA dengan Australia, dan (iv) FTA dengan Chili. Keempat hasil Joint Study
tersebut merekomendasikan bahwa FTA dapat menguntungkan kedua
negara sehingga tahapan perundingan untuk membicarakan FTA dapat
dimulai.
Adapun negara mitra lainnya lainnya yang menjadi mitra runding,
antara lain: Amerika Serikat, Kanada, Mexico, Brazil, Suriname, Thailand,
Viet-Nam, Malaysia, PNG, Timor Leste,
Sebelumnya Indonesia telah melakukan kerjasama bilateral dengan
Jepang yang dikenal dengan Indonesia–Japan Economic Partnership
Agreement/IJ-EPA, yang berlaku efektif sejak tahun 2008. Kerjasama
tersebut merupakan suatu bentuk persetujuan perdagangan bebas
bilateral yang pertama bagi Indonesia dengan negara mitra dagang.
Partisipasi Kementrian Perdagangan Internasional di fora Bilateral dilakukan dengan beberapa negara lain yaitu:
1. Indonesia – Jepang dalam kerangka Economic Partnership Agreement (EPA);
2. Indonesia – Amerika Serikat dalam kerangka Trade and Investment Framework Agreement (TIFA);
3. Indonesia – Pakistan dalam kerangka Comprehensive Economic Partnership (CEP);
4. Indonesia – Malaysia dalam kerangka Joint Trade and Investment Committee ( JTIC);
5. Indonesia – India Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA);
6. Indonesia– Iran Comprehensive Trade and Economic Partnership (CTEP);
7. Indonesia – Australia Trade and Investment Framework (TIF); 8. Indonesia –Timor Leste; 9. Indonesia – New Zealand Trade – Investment Framework (TIF); 10. Indonesia - European Free Trade Association; 11. Indonesia – Pakistan dalam kerangka Comprehensive Economic
Partnership (CEP).
Joint Study dengan EFTA, India, Australia dan Chili telah selesai
Kerjasama IJEPA merupakan yang FTA pertama dan telah berlaku efektif sejak tahun 2008
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 140
Menteri Perdagangan RI bersama Presiden Amerika Serikat dalam forum G-20 di Washington, Amerika Serikat, 12 Juli 2009
Dari rangkaian hasil perundingan yang dilakukan, secara berkala juga
terus melakukan komunikasi dengan dunia usaha melalui sosialisasi yang
dilaksanakan di Jakarta maupun di daerah berkoordinasi dengan KADIN
Pusat maupun KADIN Daerah. Keikutsertaan KADIN pada kegiatan
sosialisasi dimaksudkan untuk mendengarkan pandangan atas manfaat
yang bisa diperoleh dari kerjasama yang telah ada. Selain itu, diharapkan
masukan dari dunia usaha dalam menghadapi berbagai perundingan
kedepan.
Kualitas lembaga promosi
Dalam era perdagangan bebas saat ini informasi pasar yang menjadi
tujuan ekspor sangat diperlukan agar mudah dalam melakukan penetrasi
ke pasar dimaksud, oleh karena itu Kementerian Perdagangan berupaya
membantu para pelaku ekspor Indonesia untuk melakukan penerobosan
pasar dengan membuka kantor ITPC di beberapa negara entry point yang
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 141
dapat membantu para pengusaha untuk menerobos pasar negara tujuan.
Untuk memperluas penerobosan pasar ke negara lain, selain 9 kantor ITPC
yang telah didirikan, di tahun 2009 Kementerian perdagangan juga telah
membuka 10 kantor ITPC yang baru yaitu di Barcelona-Spanyol, Busan-
Korea Selatan, Chicago-Amerika Serikat, Chennai-India, Jeddah-Arab Saudi,
Lagos-Nigeria, Lyon-Perancis, Mexico City-Meksiko, Santiago-Chile, dan
Vancouver-Kanada.
Menteri Perdagangan RI didampingi oleh Kepala BPEN, Wakil Walikota Busan, dan Minister Consular KBRI Seoul meresmikan Kantor ITPC di Busan, tanggal 30 Mei 2009
Ditambahnya kantor ITPC baru telah berhasil mendorong kunjungan
pembeli ke Indonesia, menyelenggarakan pameran/promosi produk
Indonesia di Showroom ITPC dengan mengundang pengusaha setempat,
menghubungkan pembeli dengan pengusaha Indonesia (trade inquiries)
dan mendiseminasikan informasi peluang-peluang pasar luar negeri baik
melalui surat, e-mail maupun secara langsung di daerah-daerah, sehingga
mampu menghasilkan nilai kontak dagang sebesar US$ 149.477.881 serta
menghasilkan 556 judul informasi pasar (Gambar 23).
Nilai kontak dagang tersebut hanya mencapai target sebesar 59,79%,
namun bila dibandingkan dengan nilai kontak dagang tahun–tahun
Tambahan kantor ITPC baru mendorong calon pembeli berkunjung ke Indonesia
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 142
sebelumnya terdapat peningkatan yang cukup signifikan sebagaimana yang
dilihat dalam tabel berikut:
Gambar 23. Nilai Kontak Dagang ITPC Tahun 2005-2009
Gambar 23 menunjukkan nilai kontak dagang ITPC pada tahun 2009
mengalami peningkatan sebesar 139,46% dibandingkan tahun 2008, dan
memiliki tren yang terus meningkat. Hal tersebut menggambarkan kinerja
ITPC yang semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya kepercayaan
dunia usaha untuk memanfaatkan lembaga promosi Kementerian
Perdagangan di luar negeri.
Nilai kontak dagang ITPC yang terus meningkat menunjukkan kinerja lembaga promosi internasional yang semakin terpercaya
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 5
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 143
Sasaran 5 Meningkatnya kemampuan early warning system,
pengamanan perdagangan luar negeri (trade defense dan
trade diplomacy)
okus pencapaian sasaran-5 terkait dengan kemampuan Kementerian
Perdagangan dalam meningkatkan kemampuan early warning
system (sistem peringatan dini) dan pengamanan perdagangan. Hal
tersebut terkait dengan upaya Kementerian dalam menyesuaikan cepatnya
perkembangan perubahan perdagangan global. Untuk mencapai sasaran
tersebut, indikator kinerjanya adalah sebagai berikut:
No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian
(%)
1 Jumlah kelompok produk impor yang mendapatkan pengawasan khusus/ peringatan dini
Produk 14 28 200
2 Rasio penanganan kasus remedi perdagangan
Persen Kasus yang dihentikan/Kasus yang masih ditangani:
4/10 kasus
Kasus yang dihentikan/ Kasus yang masih ditangani:
4/35 kasus
114,29
Ket: Cetak tebal merupakan IKU
Kemampuan EWS
Berdasarkan pengolahan dan analisis data impor tahun 2005 s.d
2007 yang terjaring dalam Early Warning System (EWS) diperoleh 14
(empat belas) produk yang trend volume impornya cukup signifikan,
chloride, unbleached kraft paper or paperboard, cotton, artificial staple
fibres of viscose rayon, briefs & panties of man-made fibres, women/girls’
trousers, bib&brace overall, brassieres of oth textile materials, oth
footwear, bead wire, dan wire nails. Dari keempatbelas produk tersebut
beberapa produk impor telah menimbulkan kerugian serius industri
dalam negeri antara lain produk kawat dan paku yang kasusnya sedang
ditangani.
Pada akhir tahun 2008, telah diidentifikasi 14 produk yang
mengalami lonjakan impor, sehingga di tahun 2009 mentargetkan
keempatbelas produk tersebut yang akan mendapat peringatan dini.
Namun, dari data impor 3 tahun terakhir, telah diidentifikasi 28 produk
mengalami lonjakan impor akibat serbuan impor dengan produk yang lebih
beragam pada tahun 2008, sehingga realisasi menjadi 200%. Dari hasil
pengolahan data impor tersebut dapat diketahui daerah mana saja yang
mengalami lonjakan impor sehingga dapat dijadikan bahan acuan dalam
penentuan daerah pelaksanaan sosialisasi.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Kementerian Perdagangan
mengadakan sosialisasi kepada pelaku usaha dan aparat di 6 daerah, yaitu:
Yogyakarta, Pontianak, Surabaya, Palembang, Bali dan Bandung. Daerah
tersebut teridentifikasi mengalami lonjakan impor yang signifikan sehingga
diharapkan sosialisasi tersebut dapat membuat para pelaku usaha dan
aparat daerah tersebut mengetahui dan memahami fungsi serta manfaat
dari instrumen tindakan pengamanan (safeguards).
Hasil penelitian EWS juga dapat dipakai sebagai acuan untuk
penentuan lokasi penyelenggaraan sosialisasi tindakan pengamanan
(safeguard) pada tahun berikutnya yang disesuaikan dengan lokasi industri
komoditi dimaksud. Sehingga perkembangan impor untuk periode-periode
berikutnya perlu dipantau terus-menerus agar tidak mengancam industri
dalam negeri.
Peringatan dini terhadap serbuan produk impor diharapkan memberikan pemahaman instrumen tindakan pengamanan
28 produk impor mendapat pengawasan peringatan dini
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 5
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 145
Disamping itu, hal lain yang telah dilakukan adalah terkait dengan
pemberian asistensi dan bantuan teknis diberikan kepada para
pengusaha/industri yang berpotensi mengalami kerugian atau ancaman
akibat lonjakan impor.
Pengamanan Perdagangan
Pembelaan tuduhan dumping, subsidi, dan safeguard sangat penting
seiring dengan meningkatnya ekspor Indonesia dalam beberapa tahun
terakhir ini. Indonesia telah menjadi target pengenaan anti-dumping,
subsidi, dan safeguard dipasar negara tujuan ekspor.
Jumlah kasus tuduhan terhadap Indonesia yang ditangani sampai
dengan tahun 2009 sebanyak 198 kasus, yang terdiri atas 163 kasus
tuduhan dumping, 12 kasus tuduhan subsidi dan 23 kasus tindakan
safeguard (Gambar 24). Dari berbagai tuduhan tersebut, hampir 45% telah
dihentikan karena tidak terbukti melakukan dumping, subsidi dan tindakan
safeguard. Namun masih terdapat 87 kasus (43,94%) yang dikenakan
tuduhan dumping, subsidi maupun safeguard, dan hampir 12% masih
dalam proses penanganan kasus.
Gambar 24. Perkembangan Kasus Remedi Perdagangan Tahun 1995-2009
Mayoritas kasus yang ditangani sampai tahun 2009 merupakan kasus tuduhan dumping
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 5
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 146
Selama periode Januari–Desember 2009, Kementerian Perdagangan
telah menangani kasus tuduhan dumping, subsidi dan safeguard, sebanyak
39 kasus, dengan perincian: (i) 4 kasus dihentikan, dan (ii) 35 kasus masih
ditangani.
Perkembangan kasus-kasus tuduhan dumping, subsidi maupun
tindakan safeguard dari negara-negara mitra dagang yang dapat dihentikan
dapat dilihat pada Tabel 28, Tabel 29 dan Tabel 30.
Tabel 28. Perkembangan Kasus Tuduhan Dumping Tahun 2005-2009
No Status Tuduhan
Dumping
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009
1 Dihentikan 3 9 1 5 1
2 Dikenakan 17 5 5 6 2
3 Dalam Proses 0 0 2 14 24
Dari data status tuduhan dumping tahun 2005-2009, pada tahun
2009 terdapat 1 kasus tuduhan yang dapat dihentikan prosesnya tanpa
harus melalui proses penyelesaian di Dispute Settlement Body di WTO
(Tabel 28). Proses penghentian tersebut dapat terlaksana antara lain
karena dalam tahapan sanggahan negara penuduh dapat menerima
argumentasi yang disampaikan oleh Indonesia.
Turunnya jumlah kasus yang dapat dihentikan bukan berarti upaya
penyelesaian kurang berhasil, namun karena kurang akomodatifnya
beberapa negara penuduh dalam merespon sanggahan. Oleh karena itu,
upaya penyelesaian terus dilakukan terhadap 24 kasus yang masih terus
ditangani selama tahun 2009 agar pada tahun 2010 dapat dihentikan
pengenaan Bea Masuk Anti Dumping yang telah dikenakan oleh negara
penuduh.
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 5
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 147
Tabel 29. Perkembangan Kasus Tuduhan Subsidi Tahun 2005-2009
No Status Tuduhan
Subsidi
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009
1 Dihentikan 0 1 0 0 0
2 Dikenakan 1 0 0 0 0
3 Dalam Proses 0 0 0 0 1
Untuk kasus tuduhan subsidi, dapat dikatakan kasusnya tidak
sebanyak kasus tuduhan dumping sehingga di tahun 2009 kasus tuduhan
subsidi dapat dihentikan sebanyak 1 kasus sementara 1 lainnya sedang
dalam tahap negosiasi dengan negara penuduh (Tabel 29).
Adapun untuk kasus tuduhan safeguard, kasus yang dihentikan di
tahun 2009 cukup meningkat dibanding tahun sebelumnya, namun masih
terdapat 10 kasus yang masih dalam proses negosiasi dengan negara
penuduh (Tabel 30).
Tabel 30. Perkembangan Status Tuduhan Safeguard Tahun 2005-2009
No Status Tuduhan
Safeguard
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009
1 Dihentikan 0 1 0 0 3
2 Dikenakan 1 4 0 2 0
3 Dalam Proses 0 0 1 2 10
Dengan terselesaikannya kasus-kasus tuduhan dumping, subsidi dan
safeguard maka semakin menguatnya pangsa pasar ekspor Indonesia baik
di pasar domestik maupun di pasar internasional.
Langkah-langkah pemberian Advokasi dan Bantuan Teknis
Penyelesaian Kasus merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh
Kementerian Perdagangan terhadap dunia usaha dimaksudkan agar daya
saing produk yang dituduh dapat berdaya saing di negara penuduh
sehingga diharapkan perolehan devisa dari ekspor non-migas akan semakin
Advokasi dan Bantuan Teknis wajib dilakukan untuk mengatasi tuduhan dumping dan subsidi liar
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 5
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 148
meningkat. Sepanjang tahun 2009 telah diberikan advokasi dan bantuan
teknis penyelesaian kasus kepada 89 instansi/perusahaan terkait dengan
tuduhan dumping/subsidi/safeguard terhadap produk yang mereka ekspor
ke negara mitra dagang.11 Masih banyaknya kasus tuduhan yang sedang
ditangani tidak terlepas dari kurang kooperatifnya dunia usaha dalam
memberikan data-data yang diminta oleh negara penuduh.
11 Lihat Lampiran 9, perusahaan yang diberikan advokasi dan bantuan teknis
penyelesaian kasus.
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 149
Sasaran 6 Terwujudnya sistem distribusi nasional yang efektif dan efisien
melalui pembangunan sarana dan prasarana perdagangan
alam upaya memastikan terciptanya sebuah sistem distribusi
nasional, Kementerian Perdagangan sesuai dengan amanat yang
tertuang dalam Renstra memiliki beberapa fokus Sasaran-6, yaitu:
efektifitas dan efisiensi sistim distribusi, dan pembangunan sarana dan
prasarana perdagangan. Untuk mencapai sasaran tersebut, indikator
kinerjanya adalah sebagai berikut:
No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian
1 Inflasi bahan pangan Persen 3,5% 3,88% 110,85%
2 Tingkat ketersediaan bahan kebutuhan pokok nasional
Persen 100% 98% 98%
3 Jumlah pembangunan pasar dan sarana penunjang perdagangan
Unit 473 473 100%
Ket: Cetak tebal merupakan IKU
Kegiatan distribusi memiliki peranan yang sangat penting dalam
menggerakkan aktivitas perdagangan. Peran distribusi tidak sekedar
memperlancar arus barang dari produsen ke konsumen, tetapi juga dapat
menghindari surplus atau kekurangan barang di suatu daerah serta
menjaga stabilitas harga.
Dalam hal ini, Kementerian Perdagangan dapat memfokuskan agenda
kegiatannya pada: pengembangan pasar induk, pasar penunjang dan pasar
D
„ “
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 150
ritel, dan jenis pasar lainnya. Seluruh agenda kegiatan yang dilakukan
hendaknya bertujuan untuk melancarkan arus barang dan meningkatkan
permintaan produk buatan dalam negeri.
Inflasi bahan pangan dan ketersediaan bahan pokok
Salah satu isu penting dalam perdagangan dalam negeri adalah
stabilitas harga bahan pokok dan kecukupan pasokan. Selama tahun
2005−2009, perkembangan harga bahan kebutuhan pokok secara umum
relatif stabil dan terjangkau oleh masyarakat. Keadaan ini dapat dilihat
dari andil inflasi bahan pangan yang relatif stabil. Tahun 2005, andil
inflasi bahan pangan terhadap inflasi nasional tercatat 3,26%, yang
kemudian turun menjadi 3,1% pada 2006; 2,8% pada 2007; 3,5% pada
2008; dan 3,88 pada 2009 (Gambar 25).
Menteri Perdagangan RI melakukan pemantauan harga dan ketersediaan bahan pokok secara langsung ke pasar Babakan di Kota Tangerang, 27 Agustus 2009
Dalam penanganan stabilisasi harga bahan pokok, Pemerintah
menetapkan kebijakan antisipasi gejolak siklus dan musim dari komoditas
pangan dalam negeri, terutama meliputi beras, minyak goreng, kedelai,
Rata-rata inflasi bahan pangan sepanjang tahun 2005-2009 sebesar 3%. Antisipasi gejolak siklus dan musim dari komoditas pangan dalam negeri untuk menjaga kestabilan inflasi
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 151
tepung terigu, dan gula, tapi juga tetap memperhatikan jagung, telur,
ayam, dan daging.
Gambar 25. Perkembangan Inflasi Bahan Pangan Tahun 2005-2009
Sumber: Kementerian Perdagangan
Adapun 5 bahan pokok yang mengalami perkembangan sebagai
berikut:
1. Beras
Sepanjang tahun 2005−2009, harga beras dalam negeri relatif terjaga
stabilitasnya (Gambar 26). Lonjakan harga beras hanya terjadi pada saat
pemerintah menaikkan harga BBM pada bulan Oktober 2005 dan pada
triwulan IV 2006 sampai dengan triwulan I 2007. Harga beras pada triwulan
I−III 2005 stabil pada kisaran Rp 3.413−3.526 per kg. Seiring dengan
kenaikan harga BBM pada triwulan IV 2005, harga beras mengalami
lonjakan mendekati Rp 4.000 per kg. Lonjakan harga kembali terjadi pada
triwulan IV 2006 hingga triwulan I 2007. Pada triwulan I 2007, harga beras
sudah mencapai Rp 6.267 per kg.
3.26 3.12.8
3.53.88
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
2005 2006 2007 2008 2009
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 152
Gambar 26. Perkembangan Produksi dan Harga Beras Tahun 2004-2009
Sumber: Ditjen Tanaman Pangan, NBM, BPS dan Kementerian Perdagangan
Pengalaman 2006−2007 menggambarkan situasi polemik mengenai
impor beras yang menyebabkan kekurangan pasokan beras di awal 2007
pada saat bukan musim panen. Kenaikan harga beras sebesar 30 persen
pada waktu itu sempat mempengaruhi persentase penduduk yang berada
di bawah garis kemiskinan. Sejak itu, kebijakan beras telah dikoordinasikan
dengan lebih baik dengan berpegang kepada prinsip-prinsip keputusan
ekspor dan impor berdasarkan kecukupan stok dalam negeri dan kebijakan
operasi pasar yang lebih tanggap.
Tahun 2008, disaat harga beras dunia bergejolak, harga beras dalam
negeri tetap stabil pada kisaran Rp 6.200−6.500 per kg (Gambar 26). Program
stabilisasi harga beras terlihat berhasil menjaga stabilitas harga beras dalam
negeri sepanjang tahun 2008–2009. Harga di dalam negeri selalu lebih murah
daripada harga paritas selama periode ini. Pada saat harga beras internasional
mengalami fluktuasi dan sempat meningkat signifikan mencapai Rp 10.068 per
kg, harga di dalam negeri stabil pada kisaran Rp 6.264−6.675 per kg.
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
16,000,000
18,000,000
20,000,000
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
Triwulan I 2004
Triwulan II 2004
Triwulan III 2004
Triwulan IV 2004
Triwulan I 2005
Triwulan II 2005
Triwulan III 2005
Triwulan IV 2005
Triwulan I 2006
Triwulan II 2006
Triwulan III 2006
Triwulan IV 2006
Triwulan I 2007
Triwulan II 2007
Triwulan III 2007
Triwulan IV 2007
Triwulan I 2008
Triwulan II 2008
Triwulan III 2008
Triwulan IV 2008
Triwulan I 2009
Triwulan II 2009
Triwulan III 2009
Triwulan IV 2009
Produksi Kebutuhan Harga BPS Harga Paritas
TonRp/Kg
Harga beras di dalam negeri sepanjang tahun 2008-2009 relatif stabil, dan selalu lebih murah daripada harga paritas impor
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 153
Menteri Perdagangan RI bersama Menteri Pertanian dan Dirut Perum Bulog, melakukan pemantauan langsung ke Pasar Induk Beras Cipinang di Jakarta Timur, 14 September 2009
Pasokan beras, baik hasil produksi dalam negeri maupun impor,
selalu mencukupi kebutuhan (Gambar 26). Pasokan beras pada tahun
2005 mencapai 32,2 juta ton, dengan kebutuhan konsumsi sebesar 30.6
juta ton. Tahun 2008, produksi beras mencapai 33,9 juta ton dan
konsumsi sebesar 31,8 juta ton. Hingga akhir 2009, pasokan beras sudah
mencapai 30,9 juta ton, sementara konsumsi hanya sebesar 24,2 juta
ton.
2. Gula
Sepanjang tahun 2005–2009, saat harga gula dunia bergejolak, harga
gula di dalam negeri relatif stabil. Stabilitas harga gula ini tidak terlepas
dari peningkatan produksi gula dalam negeri dan terjaganya kecukupan
pasokan. Stabilitas harga gula mengalami gangguan pada awal 2009,
karena terjadi lonjakan harga gula di pasar internasional.
Selama periode 2005−2008, harga gula berada pada kisaran Rp
5.300–6.600 per kg. Namun pada tahun 2009, harga gula dalam negeri
mengalami kenaikan signifikan dengan kisaran 25% dibanding tahun
2007−2008. Hal ini disebabkan kenaikan harga gula di tingkat dunia yang
Pasokan beras selalu mencukupi kebutuhan dalam negeri
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 154
mencapai rata-rata USD 520−570 per ton, atau tertinggi dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya yang hanya mencapai USD 350 per ton.
Kenaikan harga gula dunia disebabkan beberapa hal seperti faktor musim
di beberapa negara produsen utama seperti India, dan juga sebagai akibat
dari penggunaan bioetanol berbahan baku tebu.
Namun demikian, jika dilihat dari perkembangan harga rata-rata
selama tahun 2005−2009, rata-rata harga gula dalam negeri sekitar
Rp6.554 per kg, relatif lebih rendah dibanding rata-rata harga dunia
sebesar Rp 6.800 per kg.
Gambar 27. Perkembangan Produksi dan Harga Gula Tahun 2004-2009
Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, NBM, BPS dan Kementerian Perdagangan
Produksi gula di dalam negeri juga menunjukkan peningkatan. Pada
tahun 2005, pasokan gula (termasuk impor) hanya sebesar 2,4 juta ton
dengan kebutuhan konsumsi sebesar 2,6 juta. Tahun 2008, produksi gula
meningkat sekitar 4,3 juta ton. Sementara hingga kuartal IV 2009, produksi
gula diperkirakan sudah mencapai 3,4 juta ton, jauh di atas konsumsi
sekitar 2,5 ton. Peningkatan produksi gula ini dipicu oleh penetapan Harga
Penyangga Produsen yang tepat oleh pemerintah, dengan harga tidak
terlalu tinggi untuk konsumen, tetapi menjadi insentif yang cukup bagi
petani untuk meningkatkan produksinya.
Harga rata-rata gula dalam negeri selama 2005-2009 relatif lebih rendah dari harga dunia
Penetapan Harga Penyangga Produsen oleh Pemerintah dinilai tepat dalam memacu produksi gula
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 155
3. Minyak Goreng
Gejolak harga dan pasokan minyak goreng di dalam negeri terjadi pada
tahun 2007−2008 ketika harga minyak kelapa sawit internasional mengalami
kenaikan tajam (dua kali lipat). Kenaikan harga minyak kelapa sawit dunia ini
sempat mengakibatkan kelangkaan pasokan minyak kelapa sawit di dalam
negeri, yang memicu peningkatan harga minyak goreng. Antisipasi yang
dilakukan pemerintah melalui peraturan bea keluar secara progresif,
pengurangan harga jual dalam negeri dan pengamanan daya beli masyarakat,
menstabilkan harga, dan menjamin kecukupan pasokan di dalam negeri.
Menteri Perdagangan meninjau lokasi Pasar Murah Ramadhan di Jakarta yang bertujuan untuk membantu masyarakat khususnya keluarga pra sejahtera menjelang lebaran
Harga minyak goreng pada tahun 2005−2006 masih stabil pada
kisaran Rp 7.000 per liter. Tahun 2007, harga minyak goreng mengalami
peningkatan yang signifikan. Puncak kenaikan harga minyak goreng terjadi
pada kuartal II 2008 yang menembus angka Rp 12.471 per liter.
Harga minyak goreng dalam negeri mulai mengalami penurunan pada
awal tahun 2009, dengan harga rata-rata minyak goreng curah bulan
Agustus 2009 lebih rendah (turun 14%) dibanding harga tahun 2008.
Harga minyak goreng sempat mengalami lonjakan, namun berangsur turun sampai pertengahan 2009
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 156
Sementara itu, harga rata-rata minyak goreng kemasan juga mengalami
penurunan sebesar 13% dibanding tahun 2008.
Gambar 28. Perkembangan Produksi dan Harga Minyak Goreng Tahun 2004-2009
Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, NBM, BPS dan Kementerian Perdagangan
4. Kedelai
Sepanjang tahun 2005–2008, harga kedelai dalam negeri di tingkat
eceran mengalami kenaikan seiring dengan naiknya harga kedelai dunia. Pada
periode tersebut, harga berkisar antara Rp 4.500−8.500 per kg. Peningkatan
harga kedelai yang tajam terjadi di tahun 2008, yaitu sebesar Rp 8.514 per kg
dari Rp 5.406 per kg di tahun 2007. Tahun 2009, harga kedelai relatif stabil,
meskipun masih cukup tinggi, yaitu pada kisaran harga Rp 8.000−8.700 per kg,
ketika harga kedelai dunia 2009 sudah turun menjadi Rp 5.839 per kg. Namun
harga grosir yang diperoleh produsen jauh lebih rendah dibanding harga
eceran dalam negeri yaitu pada kisaran Rp 6.000−6.500 per kg.
Komoditas kedelai merupakan komoditas yang dapat dibudidayakan
di Indonesia. Namun hasil produksi yang dihasilkan belum cukup untuk
memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar dalam negeri. Upaya
peningkatan produksi dan produktivitas kedelai nasional terus diupayakan
sedangkan kekurangan kebutuhan kedelai selama ini masih dilakukan
melalui impor. Hal ini menyebabkan harga kedelai di dalam negeri sangat
dipengaruhi oleh fluktuasi harga kedelai dunia.
Harga kedelai masih sangat dipengaruhi harga kedelai dunia, karena keterbatasan hasil produksi dalam negeri
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 157
Gambar 29. Perkembangan Produksi dan Harga Kedelai Tahun 2005-2009
Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, NBM, BPS dan Kementerian Perdagangan
Produksi kedelai di dalam negeri cenderung mengalami peningkatan
karena insentif harga yang lebih tinggi. Meskipun sempat mengalami
penurunan di tahun 2007 menjadi 592 ribu ton dari 748 ribu ton di 2006,
produksi kedelai terus membaik di tahun 2008 sampai 2009, berturut-turut
sebesar 776 ribu ton dan 925 ribu ton.
5. Terigu
Sepanjang tahun 2005−2009, terjadi peningkatan harga yang tajam pada
bahan pokok terigu. Tahun 2005 hingga pertengahan tahun 2007, harga terigu
masih relatif stabil dan rendah pada kisaran Rp 3.900−4.500 per kg. Sejak
kuartal III 2007, harga terigu di dalam negeri mulai mengalami peningkatan
seiring dengan meningkatnya harga gandum dunia. Hingga saat ini, harga
terigu di dalam negeri masih tinggi, yaitu pada kisaran Rp 7.600 per kg.
Produksi kedelai cenderung membaik pada tahun 2008 dan 2009
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 158
Menteri Perdagangan melakukan kunjungan kerja pada awal Ramadhan ke Pasar Caringin dan Pasar Baru di Bandung, tanggal 21 Agustus 2009
Kenaikan harga gandum dunia yang signifikan hingga mencapai
puncaknya pada kuartal I 2008, mengakibatkan lonjakan harga terigu di
dalam negeri. Namun sejak kuartal II tahun 2008, harga gandum dunia
terus mengalami penurunan hingga saat ini. Pada saat harga gandum dunia
mengalami kecenderungan penurunan, harga terigu di dalam negeri masih
tetap tinggi, meskipun stabil pada kisaran harga Rp 7.400−7.600 per kg.
Gambar 30. Perkembangan Produksi dan Harga Tepung Terigu Tahun 2005-2009
Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, NBM, BPS dan Kementerian Perdagangan
Terjadi peningkatan tajam harga terigu dalam negeri, akibat lonjakan harga gandum dunia
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 159
Pembangunan sarana dan prasarana perdagangan
Pada periode 2005−2009, Kementerian Perdagangan bekerjasama
dengan Pemerintah Daerah telah melakukan revitalisasi terhadap 785 pasar
tradisional, baik revitalisasi fisik maupun revitalisasi manajemen. Revitalisasi
fisik dilakukan melalui pembangunan pasar baru maupun renovasi.
Revitalisasi manajemen dilakukan dengan melaksanakan pelatihan
manajemen pengelolaan pasar dan pendampingan terhadap pengelola,
konsumen, serta melakukan sosialisasi revitalisasi pasar tradisional.
Mengingat jumlah pasar tradisional yang besar, maka revitalisasi dilakukan
dalam rangka mengembangkan pasar percontohan. Selain merevitalisasi
pasar tradisional, juga dilakukan pembangunan gudang sebanyak 41 buah di
tahun 2009, yang didanai dari program stimulus (Tabel 31).
Tabel 31. Perkembangan Realisasi Revitalisasi Pasar Tahun 2005-2009
Tahun
Pembangunan Pasar Pembangunan Gudang
Unit Anggaran
(x Rp1000) Unit
Anggaran
(x Rp1000)
2005*) 74 20.869.190 - -
2006*) 67 51.025.000 - -
2007*) 70 103.780.000 - -
2008 101 136.850.000 - -
2009**) 473 465.000.000 41 120.000.000
Jumlah 785 777.524.190 41 120.000.000 Ket: *)Termasuk pembangunan pasar dalam rangka pelaksanaan Inpres No. 6 Tahun 2003 tentang Percepatan Pemulihan Pembangunan Prop. Maluku dan Prop. Maluku Utara Pasca Konflik **)Termasuk pembangunan pasar yang sumber pembiayaannya berasal dari DAK Perdagangan Sumber: Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan
Kemampuan Kementerian Perdagangan dalam memenuhi Proposal
Permohonan Revitalisasi Pasar Tradisional dari daerah sangat dipengaruhi
oleh kemampuan Anggaran Pemerintah Pusat melalui APBN. Karenanya
Jumlah pembangunan pasar tradisional setiap tahunnya jumlah tidak tetap
dan pada tahun 2009 cukup banyak pasar yang dibangun dikarenakan
adanya Program Stimulus Fiskal Pemerintah.
Revitalisasi terhadap 785 pasar tradisional selama periode 2005-2009
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 160
Revitalisasi Pasar Pijenan Kabupaten Bantul dari Dana Stimulus Fiskal
Di samping itu, bantuan sarana usaha UKM perdagangan termasuk
cool box 300 unit, tenda jualan 1.000 unit, sedangkan sarana usaha melalui
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) untuk UKM yang
meliputi gerobak jualan dengan target 10 unit, dan tenda jualan sebanyak
445 unit.
Menteri Perdagangan, didampingi Walikota Surakarta, meresmikan 3 pasar di daerah Surakarta, tanggal 16 Februari 2009
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 161
Sasaran 7 Terwujudnya keamanan pasar dalam negeri yang
menyangkut keselamatan, kesehatan, keamanan, dan
lingkungan serta kepentingan industri dalam negeri,
meningkatnya tertib ukur dan terwujudnya pemberdayaan
konsumen serta pemberdayaan produksi dalam negeri
asaran ketujuh Rencana Strategis (atau elemen ketujuh dari sasaran
Renstra) yang harus dicapai oleh Kementerian Perdagangan adalah
dalam rangka terwujudnya keamanan pasar dalam negeri yang
menyangkut keselamatan, kesehatan, keamanan dan lingkungan serta
kepentingan industri dalam negeri, meningkatnya tertib ukur dan
terwujudnya pemberdayaan konsumen serta pemberdayaan produksi
dalam negeri.
Salah satu faktor penting dalam pencapaian perekonomian nasional
yang stabil dan berdaya saing adalah memastikan bahwa sentra-sentra
perdagangan nasional memiliki kompetensi dan kualitas yang baik. Selain
itu, konsumen (dalam hal ini masyarakat luas) juga harus diberdayakan,
dalam arti memiliki pemahaman dalam proses bertransaksi. Adapun
pencapaian sasaran tersebut di atas, difokuskan ke dalam beberapa hal,
yaitu keamanan pasar dalam negeri, kepentingan industri dalam negeri,
pemberdayaan konsumen, dan pemberdayaan produksi dalam negeri.
Untuk mencapai sasaran tersebut, indikator kinerjanya adalah sebagai
berikut:
S
„ “
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 162
No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian
(%)
1 Prosentase pengaduan perlindungan konsumen yang berhasil diselesaikan
Persen 100 100 100
2 Jumlah pengawasan terhadap produk yang telah lulus uji standar dan masuk dalam kategori SNI Wajib dan telah diratifikasi WTO
Produk 9 9 100%
3 Jumlah Pengawasan Barang dan Jasa Beredar
Daerah 69 daerah 69 daerah 100%
4 Jumlah unit daerah yang telah melakukan verifikasi standard kemetrologian secara periodik
Unit 54 54 100%
5 Jumlah Kampanye Aku Cinta Indonesia
Propinsi 33 33 100%
Ket: Cetak tebal merupakan IKU
Pengaduan Perlindungan Konsumen
Selama periode 2004-2009, Kementerian Perdagangan telah
melayani sejumlah layanan pengaduan konsumen. Hasil yang dicapai
selama kurun waktu tersebut antara lain:
1. Semakin sadarnya konsumen untuk mempertahankan dan
memperjuangkan haknya dalam melakukan pengaduan.
2. Pada tahun 2009, layanan pengaduan berbagai kasus barang dan jasa
sebesar 164 kasus atau terjadi peningkatan layanan pengaduan
sebesar 192,85% dibandingkan tahun 2004 (sebanyak 56 kasus).
3. Jumlah sengketa konsumen seluruh Indonesia yang dilaporkan ke BPSK
selama tahun 2003 s.d 2009 berjumlah 1.025 sengketa (391 barang
dan 634 jasa), dan yang berhasil diselesaikan 965 sengketa.
Terjadi peningkatan layanan pengaduan sebesar 192,85%
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 163
4. Jumlah mediasi dan advokasi yang telah dilakukan oleh LPKSM
diseluruh Indonesia dari Tahun 2003 s/d 2009 berjumlah 517 mediasi
dan advokasi (72 barang dan 445 jasa).
Gambar 31. Pelayanan Pengaduan Konsumen Tahun 2004-2009
Sumber: Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan.
Capaian tersebut ditunjang oleh kegiatan-kegiatan seperti
pembinaan dan pemberdayaan konsumen, serta penguatan aspek
kelembagaan bidang konsumen. Pelaksanaan pembinaan dan
pemberdayaan penyelenggaran perlindungan konsumen yang telah
dilakukan, antara lain:
1. Pengembangan motivator perlindungan konsumen melalui kegiatan
pelatihan bagi berbagai kelompok masyarakat konsumen seperti
Tokoh Masyarakat dan Agama, Para Pendidik (Dosen dan Guru),
Organisasi Perempuan dan Organisasi Pemuda.
2. Pemberian Indonesia Consumer Protection Award (ICPA) kepada
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) terbaik pada tahun
2006.
56 6371 74
87
164
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Jum
lah
Peng
adua
n
Kementerian Perdagangan mengupayakan pembinaan dan pemberdayaan konsumen, serta penguatan kelembagaan bidang konsumen secara optimal dan berkesinambungan
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 164
3. Pelatihan, sosialisasi, dan diseminasi informasi secara
berkesinambungan dan berkelanjutan bagi para aparatur (termasuk
aparatur penegak hukum), pelaku usaha dan konsumen.
4. Menyediakan 1 unit sarana mobilitas dalam bentuk Klinik Konsumen
Terpadu. Melalui Klinik Konsumen Terpadu diharapkan pelayanan
terhadap konsumen dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Sasaran pelaksanaan adalah pasar-pasar tradisional, kelurahan, dan
sekolah, di wilayah Jabodetabek. Pelaksanaan bekerjasama dengan
BPOM, Dinas Indag DKI Jakarta, dan lainnya. Kedepan diharapkan
dapat dikembangkan di daerah-daerah lain dengan dukungan fasilitasi
daerah setempat.
Pelaksanaan Klinik Konsumen Terpadu di Jakarta
5. Membentuk pos pelayanan pengaduan di lima daerah (Pekanbaru,
Batam, Jambi, Palembang, dan Samarinda) dan melakukan pelatihan
bagi mediator yang akan ditempatkan sebagai petugas pelayanan di
dalam pos pelayanan pengaduan tersebut. Di samping itu, disediakan
kotak pelayanan pengaduan pada tempat yang strategis seperti pusat
perbelanjaan, stasiun kereta api dan terminal bis.
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 165
Sementara itu, terkait dengan penguatan aspek kelembagaan, antara lain:
1. Telah diterbitkan Keputusan Presiden No: 150 tahun 2004 tentang
Pengangkatan Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional
(BPKN) masa jabatan 2004-2007. Kemudian, telah diperbaharui dengan
Keputusan Presiden No: 80/P tahun 2009 tentang Pemberhentian
dengan Hormat dari Keanggotaan BPKN dan Pengangkatan Anggota
BPKN periode 2009-2012.
2. BPSK yang semula berjumlah 23 (tahun 2004) meningkat menjadi 45
(tahun 2010) yang tersebar di Kabupaten/Kota. Apabila dikaitkan
dengan jumlah Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia, maka jumlah
BPSK yang ada masih sangat minim yaitu hampir 10 % dari 470
Kabupaten/Kota. Padahal jika melihat peranan dan fungsi BPSK sebagai
sarana yang sangat penting bagi konsumen dalam memperoleh
haknya, maka jumlah tersebut masih sangat minim.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, didampingi Direktur Perlindungan Konsumen, pada Pengembangan SDM bagi Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Jakarta,
5 Mei 2009
Jumlah BPSK di daerah masih sangat minim, yaitu 10% dari 470 Kab/Kota
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 166
3. Bertambahnya LPKSM yang melakukan pendaftaran untuk
memperoleh TDLPK yang semula berjumlah 85 di tahun 2004 menjadi
180 pada tahun 2010 dan tersebar di seluruh Indonesia.
4. Peranan yang diharapkan dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam
peningkatan BPSK yaitu memberikan dukungan baik dalam bentuk
dana operasional yang dialokasikan dari APBD setempat, maupun
fasilitasi sarana dan prasarana penunjang.
Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, serta Standardisasi
Program Pengawasan Barang dan Jasa yang dilakukan Kementerian
Perdagangan sebagai berikut:
1. Meningkatnya jumlah, wawasan dan kemampuan SDM pengawasan
(PPNS-PK Reguler dan Eksekutif dan PPBJ). Beberapa kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka pencapaian sasaran tersebut adalah : Diklat
PPNS Reguler, Diklat PPNS Eksekutif, Diklat PPBJ di Pusat dan Daerah,
Bimbingan Teknis PPNS-PK, Bimbingan Teknis PPBJ dan
Inventarisasi/Monitoring Keberadaan PPNS-PK dan PPBJ serta
Partisipasi pada Sidang/Konferensi Internasional di dalam negeri
maupun ke luar negeri.
2. Diklat PPNS-PK dilaksanakan di Megamendung Bogor bekerjasama
dengan Mabes Polri dengan peserta dari Pusat dan Daerah. Diklat
PPNS-PK Reguler dilaksanakan selama 2 bulan dengan peserta 60
orang, sedangkan Diklat PPNS-PK Eksekutif dilaksanakan selama 15
hari dengan peserta 30 orang.
3. Diklat PPBJ di Pusat dilaksanakan secara Swakelola di Hotel Ibis
Kemayoran, Jakarta dengan peserta sebanyak 30 orang, selama 14
hari. Diklat PPBJ di Daerah dilaksanakan di Padang dan Manado
masing-masing diikuti oleh 30 peserta.
Pengawasan mutu barang dilakukan secara sistemik oleh Kementerian Perdagangan baik melalui petugas pengawas maupun pranata-pranatanya
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 167
4. Bimbingan Teknis PPNS-PK dilaksanakan 3 angkatan dengan peserta
sebanyak 90 orang di Hotel Oasis Amir, Jakarta selama 2 hari dan
Bimbingan Teknis PPBJ dilaksanakan 3 angkatan dengan peserta
sebanyak 90 orang di Hotel Ibis Kemayoran, Jakarta selama 2 hari.
Menteri Perdagangan melakukan penarikan ribuan sak semen yang tidak sesuai persyaratan wajib SNI dari peredaran, 29 Desember 2009
5. Pengawasan berkala/khusus produk ILMEA dilakukan terhadap
Kompor Gas Satu Tungku, Kabel Listrik, BjTB, BjLS dan Tabung Gas LPG
di 15 daerah yaitu Jambi, Manado, Surabaya, Padang, Balikpapan,
Palembang, Pakanbaru, Denpasar, Banda Aceh, Medan, Bengkulu,
Batam, Jayapura, Mataram dan DKI Jakarta. Pengawasan
berkala/khusus produk IKAH: dilakukan terhadap Air Minum Dalam
Kemasan (AMDK), Tepung Terigu, Garam Beryodium, Ban Sepeda
Motor dan Ban Mobil Penumpang di 15 daerah yaitu Padang, Jayapura,
Bandung, Surabaya, Balikpapan, Mataram, Medan, DKI Jakarta,
Jogyakarta, Manado, Banda Aceh, Bogor, Serang, Tanjung Pinang dan
Jambi.
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 168
6. Untuk produk Jasa, pengawasan berkala/khusus dilakukan pada Jasa
Layanan Purnajual Pendingin Ruangan, Jasa Broker Property, Jasa Layanan
Blender, Kompor Gas, Setrika Listrik, BjTB, Kabel, TV, DVD Player,
Tabung Gas 12 Kg, Ban mobil, Tepung Terigu, Garam Beryodium, Semen
Putih, Ban Dalam, Jasa Layanan Purnajual Lemari Pendingin, Jasa Broker
Property, Jasa Bengkel Bermotor Roda 2, Jasa Layanan Purnajual Televisi
dan Jasa Layanan Purnajual Pendingin Ruangan.
Kementerian Perdagangan menyelenggarakan Crash Program Pengawasan produk Industri Logam, Mesin, Elektronik dan Aneka (ILMEA) di Jakarta, 6 Agustus 2009.
Crash program dilakukan untuk menjaga standard dan mutu produk Indonesia
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 169
8. Penanganan kasus melalui pelaksanaan kegiatan penanganan kasus
terhadap Gula Kristal Rafinasi di Makassar, Telpon Selular di Medan,
Gula Kristal Putih di Mataram dan Surabaya, Elektronika di Jambi dan
DKI Jakarta, Selang karet untuk kompor gas LPG di Surabaya sebanyak
2 kasus, Lampu Hemat Energi (LHE) di DKI Jakarta dan Semen di DKI
Jakarta.
9. Monitoring “Pendaftaran Buku Manual dan Garansi Dalam bahasa
Indonesia” dilaksanakan di 19 daerah yaitu Medan, Surabaya,
Bandung, Jambi, Mataram, Manado, Pontianak, Semarang, Palembang,
Makassar, Batam, Pakanbaru, Padang, Yogyakarta, Denpasar,
Lampung, Serang, Tanjung Pinang dan Balikpapan.
Secara keseluruhan, produk SNI Wajib yang diawasi terlihat pada
tabel berikut:
Tabel 32. Produk SNI Wajib yang Diawasi
Produk SNI Wajib yang diawasi Jumlah Daerah Pengawasan
1 Ban Pengawasan Berkala dan Khusus:
45 Daerah 2 Lampu Hemat Energi
3 Tabung Elpiji
4 Regulator Gas Elpiji Pengawasan untuk komoditi tertentu:
18 Daerah
5 Selang Gas Elpiji
6 MCB / Saklar
7 Terigu Crash Program :
6 Daerah 8 Baja
9 Semen
Jumlah total 69 daerah
Pelaksanaan pengujian produk terhadap persyaratan mutu (SNI)
dilaksanakan melalui kegiatan analisa pasar yang pada tahun 2009 dilakukan
dengan cara melakukan pengambilan contoh 2 produk yakni ban dalam
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 170
kendaraan bermotor roda 2 dan kabel listrik sesuai dengan petunjuk teknis
(juknis) yang ditetapkan. Kegiatan ini telah dilaksanakan di 17 provinsi di
Indonesia yang dilakukan oleh petugas Pusat Standardisasi yang telah dibekali
pengetahuan tata cara pengambilan contoh dengan didampingi petugas dari
Dinas Perindag setempat. Provinsi tempat pelaksanaan kegiatan analisa pasar
tersebut yaitu Banjarmasin, Samarinda, Kendari, Jambi, Denpasar, Palembang,
Medan, Semarang, Padang, Makassar, Batam, Pekanbaru, Surabaya, Mataram
Yogyakarta, Bandung, dan Serang.
Contoh barang ban dalam kendaraan bermotor roda 2 yang diambil
diuji di Balai Pengujian Mutu Barang Ekspor Impor, sedangkan contoh
barang kabel listrik diuji di Laboratorium PT. Sucofindo. Dari hasil pengujian
kedua contoh barang tersebut diperoleh kesimpulan yakni hanya 33% ban
dalam kendaraan bermotor roda 2 yang diambil contohnya telah
memenuhi persyaratan mutu SNI, sedangkan 67% contoh barang tidak
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Adapun dari hasil pengujian
kabel listrik diperoleh kesimpulan bahwa untuk kabel listrik dengan jenis
“NYA” hanya 41% contoh produk yang sesuai dengan persyaratan mutu
SNI, sedangkan 59% contoh belum memenuhi standar. Untuk kabel listrik
dengan jenis “NYM” dari contoh produk yang diuji, 53% diantaranya telah
memenuhi persyaratan mutu SNI dan 47% belum memenuhi standar.
Kondisi ini menggambarkan masih rendahnya tingkat kepatuhan dari para
produsen produk ban dalam kendaraan bermotor roda 2 dan kabel listrik
dalam memenuhi standar yang dipersyaratkan terhadap kedua produk
tersebut yang telah diberlakukan wajib. Sebagai tindak lanjut, hasil temuan
tersebut telah diteruskan kepada Direktorat Pengawas Barang Beredar dan
Jasa-Kementerian Perdagangan untuk diambil langkah pembinaan lanjutan.
Sementara itu, pada tahun 2008 hanya dilakukan pengujian untuk 4
produk saja, yaitu produk Air Minum Dalam Kemasan, Garam konsumsi
beryodium, Pipa PVC dan Semen di 16 daerah propinsi dan yang beredar di
pasar. Laporan hasil pengujian pada produk tersebut umumnya
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 171
memperlihatkan bahwa produk-produk yang diujikan telah memenuhi
persyaratan SNI. Hal ini mencerminkan meningkatnya pelaku usaha yang
memproduksi barang sesuai persyaratan SNI sehingga meningkatkan
produk yang berkualitas dan berdaya saing. Hal ini juga merupakan salah
satu cara untuk meningkatkan mutu produk sehingga berdaya saing dan
juga untuk memberikan perlindungan kepada konsumen melalui aspek K3L
(Kesehatan, Keamanan, Keselamatan dan Lingkungan).
Selain dengan melaksanakan pengujian contoh barang yang beredar,
guna meningkatkan ketertiban usaha untuk produk yang bertanda SNI
dilakukan melalui pendaftaran Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) kepada
Pusat Standardisasi Kementerian Perdagangan. Pelaksanaan pendaftaran
LPK dengan ruang lingkup produk dengan SNI yang telah diberlakukan
wajib dilaksanakan guna memudahkan pengecekan dan ketelusuran atas
Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI)
yang diterbitkan oleh LPK. Dengan demikian, ketertiban penggunaan tanda
SNI oleh para produsen dapat diawasi secara berkala sehingga mampu
memberikan perlindungan kepada para konsumen melalui adanya
kepastian kualitas atas produk bertanda SNI yang dikonsumsi.
Penguatan Metrologi
Sistem ketertelusuran dalam metrologi legal secara nasional maupun
secara internasional melalui pengembangan laboratorium dan standar
diarahkan pada laboratorium uji dan standar untuk metrologi legal.
Diharapkan dengan tertelusurnya standar kerja baik di pusat maupun di
daerah dapat menciptakan kredibilitas hasil pengujian. Lebih jauhnya dapat
memfasilitasi atau mendukung peningkatan daya saing produk. Terdapat
54 unit metrologi daerah yang secara berkala telah melakukan verifikasi
standar kemetrologian.12 Hal ini merupakan pendorong dalam
meningkatkan skala perlindungan terhadap konsumen, dengan
12 Lihat Lampiran 10, unit metrologi di daerah.
54 unit metrologi daerah telah melakukan verifikasi standar kemetrologian secara berkala
Meningkatnya pelaku usaha yang memproduksi barang sesuai persyaratan SNI
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 172
menertibkan sistem kemetrologian. Kegiatan yang telah dilaksanakan pada
tahun 2009 yang mendukung sasaran kedua ini adalah:
a. Penyempurnaan Peraturan di Bidang Standar Laboratorium
berdasarkan PP 38.
b. Penyusunan KST test bench meter air dan test bench meter kWh.
c. Pembinaan K46.
d. Verifikasi alat-alat standar ke KIM LIPI dan Instansi terkait.
e. Pemeliharaan /Komponen Laboratorium Kemetrologian.
Program Aku Cinta Indonesia
Kondisi persaingan yang semakin tajam antara produk dalam negeri
dan produk impor, diperlukan upaya peningkatan penggunaan produk
dalam negeri dengan tujuan menumbuhkan rasa kecintaan dan
kebanggaan terhadap produk dalam negeri. Upaya menciptakan
pemahaman dan sosialisasi penggunaan produk dalam negeri memerlukan
waktu yang lama dan perlu dilakukan secara berkelanjutan karena untuk
merubah persepsi masyarakat terhadap produk dalam negeri
membutuhkan tahapan yang panjang.
Menteri Perdagangan mengumandangkan gema kampanye “100% Cinta Indonesia” di
Panggung Utama Arena Pekan Raya Jakarta, 2 Juli 2009
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 173
Namun dalam beberapa tahun terakhir, produksi dalam negeri telah
menunjukkan peningkatan dari sisi kualitas, kuantitas dan variasi jenis
produk. Pencitraan Indonesia di dalam negeri dilakukan melalui strategi:
nation branding, kampanye “Aku Cinta Indonesia”, dan ekonomi kreatif.
Akan tetapi masih banyak masyarakat yang belum menyenangi produksi
dalam negeri. Persepsi masyarakat terhadap produksi dalam negeri masih
rendah, selain masyarakat masih didominasi pemikiran bahwa produk
impor jauh lebih baik dari produk domestik. Hal tersebut menjadi alasan
kuat bagi Kementerian Perdagangan untuk mendukung peningkatan citra
Indonesia, sehingga kampanye program “Aku Cinta Indonesia” semakin
digiatkan, salah satunya dengan terus melakukan kampanye di 33
propinsi.
Tindak lanjut dari peluncuran kampanye cinta Indonesia telah
dilakukan dengan penandatanganan MoU kampanye ’Aku Cinta Indonesia’
di Jakarta antara seluruh Kementerian, instansi pemerintah dan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN). Sebanyak 43 BUMN telah menandatangani
MoU kampanye ACI ini.
Menteri Perdagangan RI bersama Menteri Negara BUMN serta beberapa Direktur BUMN melakukan penandatangan MoU kampanye ‘Aku Cinta Indonesia” di Jakarta, 27 Juli 2009
Program “Aku Cinta Indonesia” dilaksanakan secara sungguh-sungguh, menyeluruh dan berkelanjutan
43 BUMN telah menandatangani MoU kampanye ACI
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 174
Kementerian Perdagangan juga telah memprakarsai pengembangan
Ekonomi Kreatif di Indonesia, dimana telah diluncurkan cetak Biru
Pengembangan Ekonomi Kreatif yang meliputi 14 sub sektor yaitu:
Gambar 32. Sub Sektor Dalam Ekonomi Kreatif
Ket: Angka dalam prosentase mencerminkan nilai kontribusi sub sektor tersebut dalam PDB tahun 2008.
Kontribusi ekonomi kreatif berdasarkan hasil studi pemetaan yang
dilakukan pada tahun 2007 dan pemutakhiran data tahun 2009 menunjukan
nilai yang kontribusi yang signifikan. Dari hasil pemutakhiran kontribusi
Industri Kreatif (IK) menurut nilai rata-rata 2002-2008: Kontribusi PDB IK
(berdasar harga berlaku) Rp 235 trilyun; Penyerapan tenaga kerja 7,4 juta;
Penciptaan lapangan kerja di bidang kreatif 2,8 juta; dan kontribusi terhadap
total ekspor Indonesia sebesar 9% (setara dengan Rp 79 miliar).
Kegiatan yang telah dilakukan tahun 2005-2009 untuk mendukung
pengembangan ekonomi kreatif sesuai Inpres No. 6 tahun 2009, antara
lain: (1) Pekan Produk Budaya Indonesia 2008, (2) Bulan Indonesia Kreatif
2008, (3) Pencanangan Tahun Indonesia Kreatif 2009, (4) Fasilitasi Java Jazz
Festival, (5) Pengkajian Pemetaan Potensi daerah, (6) Pembuatan data
Eksportir, Importir, Asosiasi dan Pelaku Usaha Industri Kreatif, (7)
Pemetaan Potensi Daerah dalam rangka membangun Branding Produk
Ceruk pasar ekonomi kreatif perlu ditangkap sehingga membuat merek Indonesia semakin berdaya saing
Kontribusi ekonomi kreatif terhadap total ekspor Indonesia tahun 2002-2008 sebesar 9%
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 175
Daerah, (8) Inventarisasi dan Evaluasi Trading House, dan (9) Pembuatan
Portal Ekonomi Kreatif Indonesia.
Gambar 33. Konsep "Triple Helix" Ekonomi Kreatif
Sumber: Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif 2025.
Sementara itu, sepanjang tahun 2009, kegiatan yang telah dilakukan
dalam upaya implementasi Cetak Biru Ekonomi Kreatif yang berfokus pada
5 subsektor yaitu barang seni, kerajinan, desain, fesyen, dan musik adalah
sebagai berikut:
a. Pagelaran Jakarta International Java Jazz Festival (JIJJF) 2009. Dalam
JIJJF 2009, Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan Java
Festival Production mempersembahkan The Hall of World Music
yang menampilkan musisi Indonesia dan internasional, menggelar
Paviliun Indonesia Kreatif ’09 dan membuka Klinik Hak Atas
Kekayaan Intelektual (HAKI). Di penghujung pagelaran JIJJF 2009,
brand “Marlique Guitar” sukses memperoleh kontrak dengan musisi
jazz Incognito untuk memproduksi gitar seri khusus “Bluey
Incognito”.
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 176
Menteri Perdagangan RI menyampaikan sambutan singkat pada pembukaan Java Jazz Festival di Jakarta Convention Center, 5 Maret 2009
b. Pameran Produk Kreatif Indonesia (PPKI) 2009. PPKI dilaksanakan pada
tanggal 25-28 Juni 2009 di Jakarta Convention Center, dengan
menggelar tiga agenda utama, yaitu Pameran Produk Kreatif, Gelar
Seni Budaya, dan Konvensi. Khusus bidang Konvensi, dengan
berlandaskan tema PPKI 2009 “Menjadikan Budaya dan Teknologi
Sebagai Basis Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia”, Konvensi
lebih lanjut memilih subtema “Implementasi Cetak Biru Ekonomi
Kreatif Berbasis Budaya dan TIK (Teknologi Informasi dan
Komunikasi)”.
Pemilihan subtema konvensi tersebut merupakan tindak lanjut dari
hasil Konvensi PPBI 2008 yang telah diluncurkan Cetak Biru
Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2025. Dalam paparan
Cetak Biru tersebut, diharapkan masing-masing pihak yang merupakan
“Triple Helix” Ekonomi Kreatif (Intelektual, Pelaku Bisnis dan
Pemerintah) dapat menyusun rencana aksi dalam rangka
mengembangkan industri kreatif (Gambar 33, Konsep Triple Helix).
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 177
Presiden RI, didampingi Menteri Perdagangan RI dan sejumlah Menteri lainnya, secara
resmi membuka Pekan Produk Kreatif Indonesia 2009 di Jakarta, 26 Juli 2009
c. Workshop Industri Kreatif. Workshop merupakan upaya Himpunan
Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta beserta Pemprov DKI
Jakarta untuk mengembangkan Industri Kreatif dalam rangka
meningkatkan daya saing, terutama bagi para pengusaha muda
Jakarta. Kesimpulan workshop tersebut antara lain: (1) pentingnya
pembentukan klaster dalam menumbuhkembangkan insan kreatif, (2)
perlunya perbaikan penataan Kota Tua Jakarta sebagai lokasi
perkuliahan beberapa program IKJ (seperti film, video, fotografi dan
seni pertunjukan), dan (3) promosi industri kreatif berbasis
Ekologi/Lingkungan.
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 178
Menteri Perdagangan RI menjadi pembicara pada Sidang Dewan Pleno-Himpunan Pengusaha Muda Indonesia mengenai industri kreatif, 10 Maret 2009
d. Promosi Ekonomi Kreatif. Diselenggarakan pada tanggal 28 September-
5 Oktober 2009 di National Geographic Auditorium, Amerika Serikat.
Tujuan promosi adalah untuk memberikan kesadaran kepada
masyarakat Amerika tentang Indonesia dengan memanfaatkan
momentum kunjungan Presiden Amerika Serikat ke Indonesia pada
bulan November 2009.
Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan News Corporation, menggelar acara “Celebrating Indonesia” di National Geographic Auditorium-AS, 30 Nopember 2009
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 179
Rincian kegiatan Promosi Ekonomi Kreatif terdiri atas: (1) Indonesian
Forum dengan pembicara dari unsur “Triple Helix” Indonesia, dan (2)
Indonesia Festival yang terdiri dari festival film, pameran produk
film, fashion show, tarian, musik tradisional sasando, penampilan jazz
serta masakan Indonesia.
e. Program “Aku Cinta Indonesia”. Kegiatan dilakukan dengan sosialisasi
pada Rapat Kerja Komisariat Wilayah III Asosiasi Pemerintah Kota
Seluruh Indonesia (APEKSI) pada tanggal 14 Mei 2009 dan Rapat Kerja
Nasional (Rakernas) APEKSI di Pekanbaru – Riau. Dalam kegiatan
tersebut, dilakukan sosialisasi program prioritas (Program “Aku Cinta
Indonesia”, World Expo Shanghai–China 2010, dan Trade Expo
Indonesia 2009).
Ibu Negara Hj. Ani Bambang Yudhoyono didampingi Menteri Perdagangan, membuka Pameran 71 helai Batik di Jakarta, 17 November 2009.
f. Heritage of Indonesia Batik. Pameran diselenggarakan pada tanggal 17-
22 November 2009. Penyelenggaraan pameran merupakan bentuk
dukungan hubungan diplomatik yang baik antara Indonesia dan
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 180
Amerika Serikat, sekaligus untuk merayakan Batik Indonesia sebagai
warisan budaya dunia oleh UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009.
g. Jazz Goes To Campus. Pameran Jazz Goes to Campus diselenggarakan
pada tanggal 10-13 Desember 2009. Partisipasi Kementerian
Perdagangan dimaksudkan sebagai upaya mendorong pengembangan
Ekonomi Kreatif dan gerakan “Aku Cinta Indonesia”.
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 181
Sasaran 8 Termanfaatkannya secara optimal kegiatan pengelolaan
resiko harga, pembentukan harga dan alternatif pembiayaan
dalam rangka mendukung kegiatan dunia usaha
ada pencapaian sasaran ini, indikator kinerja dapat diuraikan
kedalam tiga fokus, yaitu: pemanfaatan pengelolaan resiko harga
(perdagangan berjangka komoditi/PBK), optimalisasi alternatif pembiayaan
(sistem resi gudang/SRG) dan optimalisasi pembentukan harga (pasar
lelang/PL). Adapun indikator kinerja dalam pencapaian sasaran tersebut di
atas dapat dijabarkan sebagai berikut:
No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian
(%)
1 Volume transaksi dalam Pasar Komoditi
Lot (PBK) Rp (SRG) Rp (PL)
4,4 juta 550 juta
1,7 trilyun
4,4 juta 553 juta
1,6 trilyun
100 104 97
2 Jumlah pelaku usaha dalam Pasar Komoditi
Prsh (PBK) Org (PBK) Prsh (SRG) Pnylgr (PL)
111 2.300
22 18
105 2.598
22 21
94 113 100 117
3 Volume transaksi di bidang PBK
Lot 4,4 juta 4,4 juta 100
4 Nilai transaksi di bidang SRG
Rp 550 juta 553 juta 104
5 Nilai transaksi di bidang PL
Rp 1,7 trilyun 1,6 trilyun 97
6 Jumlah pelaku usaha di bidang PBK (prsh/org)
Prsh Org
111 2.300
105 2.598
94 113
7 Jumlah pelaku usaha di bidang SRG
Prsh 22 22 100
P
„ “
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 182
No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian
(%)
8 Jumlah penyelenggara di bidang PL
Pnylgr 18 21 117
Ket: Cetak tebal merupakan IKU
Volume transaksi di bidang PBK, nilai transaksi di bidang SRG dan
nilai transaksi di bidang PL merupakan cerminan dari IKU, sedangkan
jumlah pelaku usaha di bidang PBK, jumlah pelaku usaha di bidang SRG
dan jumlah penyelenggara di bidang PL adalah bagian dari indikator
kinerja sasaran-8.
Gambar 34. Perkembangan Volume Transaksi PBK Tahun 2004-2009
Sumber: Bappebti, Kementerian Perdagangan.
Volume transaksi bidang PBK dalam kurun waktu 6 tahun terakhir
mengalami peningkatan yang cukup signifikan (Gambar 34). Hal ini dapat
dilihat dari realisasi tahun 2004 sebanyak 486 ribu lot dan meningkat
menjadi 4,46 juta lot pada tahun 2009 atau naik di atas 900%. Volume
transaksi tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 5,54 juta lot.
Keberhasilan peningkatan volume transaksi yang cukup tinggi tersebut
dikarenakan pelaku usaha sangat dimudahkan untuk mengembangkan
usahanya sebagai dampak dari dikeluarkannya kebijakan-kebijakan
mengenai perijinan pelaku usaha PBK yang dikeluarkan oleh Kementerian
450 486 1,000
1,042
3,000
4,075 3,500
4,179 4,000
5,545
4,500 4,464
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Lot (
Rib
u)
Pertumbuhan volume transaksi bursa komoditi periode 2004-2009 cenderung meningkat, dengan volume transaksi 2009 meningkat sembilan kali lipat dibanding tahun 2004
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 183
Perdagangan. Dengan semakin besarnya jumlah pelaku usaha di bidang ini,
maka peluang peningkatan transaksi ke depan juga semakin besar.
Menteri Perdagangan RI bersama Menteri Negara didampingi Direktur Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), meresmikan pasar fisik CPO terorganisir di BBJ di Jakarta, 23 Juni
2009
Namun sebaliknya, volume transaksi pada tahun 2009 mengalami
penurunan dibandingkan dengan tahun 2008 yaitu sebanyak 4,46 juta lot
dari 5,54 juta lot atau turun sekitar 19%. Hal ini disebabkan, banyak para
pelaku usaha (investor) PBK yang terkena dampak dari krisis keuangan
internasional sehingga banyak dari mereka yang menarik modalnya keluar
dan menyebabkan penurunan jumlah transaksi PBK di bursa. Selain itu,
pada akhir tahun 2008 juga banyak kasus-kasus di bidang PBK yang
merugikan masyarakat, sehingga di awal tahun 2009 kepercayaan
masyarakat terhadap PBK menurun dan menyebabkan penurunan
transaksi di bidang PBK.
Terkait dengan SRG, walaupun UU mengenai SRG baru saja disahkan
pada tahun 2006, tetapi di awal implementasinya pada tahun 2008
langsung mendapat sambutan yang cukup baik oleh masyarakat.13 Sejak
implementasinya, nilai transaksi di bidang SRG mengalami peningkatan
(Gambar 35). Pada tahun 2009, realisasi meningkat menjadi Rp 552,9 juta 13 Lihat UU No. 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang
Volume transaksi bursa komoditi tahun 2009 turun 19% dibanding tahun 2008 sebagai dampak krisis keuangan
Implementasi sistem resi gudang sudah dimulai pada komoditi gabah dan jagung
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 184
dari Rp 450,45 juta pada tahun 2008 atau naik sekitar 123%. Keberhasilan
ini salah satunya bisa terwujud karena Kementerian Perdagangan berusaha
mengembangkan jenis-jenis komoditi yang dapat di-resigudang-kan. Pada
tahun 2008, sebagai awal tahun implementasi SRG di Indonesia, hanya
komoditi gabah yang dapat di-resigudang-kan, sedangkan pada tahun 2009
sudah ada jagung, sehingga dengan semakin banyaknya jenis komoditi
yang dapat di-resigudang-kan akan mendorong peningkatan nilai transaksi
SRG.
Gambar 35. Perkembangan Nilai Transaksi Sistem Resi Gudang Tahun 2004-2009
Sumber: Bappebti, Kementerian Perdagangan
Keberhasilan tersebut bukan berarti tanpa kendala. Hingga saat ini,
kendala yang dihadapi dalam meningkatkan tingkat transaksi antara lain
masih kurangnya pemahaman masyarakat dan pelaku usaha terhadap
mekanisme SRG, kemampuan petani dan UKM untuk memanfaatkan SRG
masih rendah, belum adanya skema penjaminan (indemnity fund) sehingga
kepercayaan perbankan terhadap SRG masih rendah, dan komitmen dunia
perbankan untuk memberikan pembiayaan dengan jaminan resi gudang
kepada pelaku usaha belum optimal.
0
100
200
300
400
500
600
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
2004 2005 2006 2007 2008 2009
350
450.45
550 552.9
Rp Ju
ta
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 185
Gambar 36. Perkembangan Nilai Transaksi Pasar Lelang Tahun 2004-2009
Ket: Satuan dalam miliar Rupiah. Sumber: Bappebti, Kementerian Perdagangan.
Nilai transaksi Pasar Lelang dalam kurun waktu 6 tahun terakhir juga
mengalami peningkatan yang cukup signifikan (Gambar 36). Hal ini dapat
dilihat dari realisasi pada tahun 2004 sebanyak Rp 457,3 milyar dan
meningkat menjadi Rp 1,65 trilyun pada tahun 2009 atau naik sekitar 360%.
Nilai transaksi tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu mendekati Rp 1,8
trilyun. Keberhasilan peningkatan nilai transaksi yang cukup tinggi tersebut
dikarenakan banyaknya pemerintah daerah yang berpartisipasi, sehingga
meningkatkan jumlah penyelenggara di berbagai daerah yang berdampak
pada peningkatan nilai transaksi. Dengan semakin banyaknya jumlah pelaku
usaha Pasar Lelang, maka peluang peningkatan transaksi juga semakin besar.
Namun demikian, volume transaksi pada tahun 2009 mengalami
penurunan sekitar 9% dibandingkan dengan tahun 2006 (Gambar 36).
Kendala yang dihadapi dalam meningkatkan transaksi Pasar Lelang yaitu
masih terdapatnya gagal serah/bayar karena belum diterapkannya standar
mutu komoditi dan sistem penjaminan transaksi Pasar Lelang, masih
kurangnya pemahaman pelaku usaha terhadap Pasar Lelang sebagai sarana
pemasaran yang efektif dan efisien, dan belum optimalnya
penyelenggaraan Pasar Lelang di daerah karena tingginya frekuensi mutasi
Nilai transaksi pasar lelang selama 2004-2009 meningkat tiga kali lipat, dengan nilai tertinggi terjadi pada tahun 2006
Nilai transaksi pasar lelang selama 2004-2009 meningkat tiga kali lipat, dengan nilai tertinggi terjadi pada tahun 2006
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 186
Gambar 37. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha PBK Skala Perusahaan
Sumber: Bappebti, Kementerian Perdagangan (kumulatif)
Pertumbuhan pelaku usaha PBK juga mengalami peningkatan. Pelaku
usaha PBK terbagi dalam skala perusahaan dan skala perorangan. Skala
perusahaan terdiri dari bursa berjangka, lembaga kliring, bank penyimpan
margin, pedagang berjangka dan pialang berjangka sedangkan untuk skala
perorangan dari wakil pialang berjangka.
Kepala Bappebti menyerahkan izin usaha bursa berjangka kepada PT. BKDI yang diwakili oleh Dirut BKDI, Megain Wijaya.
0 20 40 60 80 100 120 140
Target
Realisasi
Target
Realisasi
Target
Realisasi
Target
Realisasi
Target
Realisasi
Target
Realisasi
2004
2005
2006
2007
2008
2009
69
79
87
102
103
118
108
121
108
122
111
105
Unit Perusahaan
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 187
Selama 6 tahun terakhir, pertumbuhan pelaku usaha selalu mencapai
target yang telah ditetapkan. Pada tahun 2009, pertumbuhan pelaku usaha
untuk skala perusahaan meningkat menjadi 105 perusahaan (naik sekitar
32%), dibandingkan tahun 2004. Untuk skala perorangan meningkat
signifikan (lebih dari 500%), dari 490 orang pada tahun 2004 menjadi 2.598
orang pada tahun 2009 (Gambar 38). Capaian tertinggi yang diraih untuk
skala perusahaan terjadi pada tahun 2008 yaitu 122 perusahaan, dan untuk
skala perorangan 2.598 orang yang dicapai pada tahun 2009.
Keberhasilan pencapaian kinerja dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan pelaku usaha PBK dikarenakan kebijakan-kebijakan mengenai
perijinan pelaku usaha PBK yang dikeluarkan oleh Kementerian
Perdagangan, sangat memudahkan pelaku usaha untuk mengembangkan
usahanya. Walaupun begitu, Kementerian Perdagangan juga menerapkan
kualifikasi-kualifikasi yang sudah sesuai dengan perkembangan industri PBK.
Gambar 38. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha PBK Skala Perorangan
Sumber: Bappebti, Kementerian Perdagangan.
Keberhasilan tersebut bukan berarti tanpa kendala, kendala yang
dihadapi sampai saat ini untuk meningkatkan jumlah pelaku usaha di
bidang PBK yaitu kurangnya pemahaman masyarakat mengenai PBK, citra
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
Target
Realisasi
Target
Realisasi
Target
Realisasi
Target
Realisasi
Target
Realisasi
Target
Realisasi
2004
2005
2006
2007
2008
2009
450
490
550
674
750
830
900
1180
1200
1881
2300
2598
Jumlah Orang
Pertumbuhan pelaku usaha PBK skala perusahaan dan perorangan meningkat signifikan sejak tahun 2004, dengan jumlah tertinggi pada tahun 2008 dan 2009
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 188
industri perdagangan berjangka di masyarakat belum cukup baik, dan
belum adanya insentif yang dapat mendorong likuiditas PBK.
Sampai dengan tahun 2009, jumlah pelaku usaha SRG sebanyak 22
perusahaan dan mencapai target yang telah ditentukan sebelumnya
(Gambar 39). Pelaku usaha di bidang SRG terdiri dari Pengelola Gudang,
Pusat Registrasi dan Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) yang masing-masing
berjumlah 6 perusahaan, 1 perusahaan dan 15 perusahaan.
Gambar 39. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha Sistem Resi Gudang Tahun 2004-2009
Sumber: Bappebti, Kementerian Perdagangan.
Kementerian Perdagangan juga terus mengembangkan sistem resi
gudang sebagai bagian dari optimalisasi alternatif pembiayaan.
Keberhasilan pengembangan resi gudang dikarenakan banyaknya
dukungan dari instansi-instansi terkait seperti Pemerintah Pusat, Pemda,
BUMN dan instansi terkait lainnya dalam meningkatkan jumlah pelaku
usaha SRG. Selain itu, adanya harapan kedepan didukung dengan
dibangunnya gudang SRG Stimulus Fiskal tahun anggaran 2009 sebanyak 41
gudang. Dengan semakin meningkatnya jumlah gudang akan berdampak
pada peningkatan jumlah pelaku usaha ditambah dengan dukungan-
dukungan kegiatan dari Kementerian Perdagangan.
0
5
10
15
20
25
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i2004 2005 2006 2007 2008 2009
22 22 22 22Unit Perusahaan
Meningkatnya jumlah gudang diharapkan berdampak pada optimalnya pembiayaan alternatif untuk komoditi tertentu
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 189
Kepala Bappebti,Dirjen PDN, Sekda Pemprov, Wamendag, Wamentan, dan Bupati Demak bersama-sama memukul kentongan tanda peresmian gudang untuk Sistem Resi Gudang
dan Pasar tradisional di Kabupaten Demak, Jawa Tengah
Selama 6 tahun terakhir, jumlah pelaku usaha di bidang PL khususnya
penyelenggara lelang juga mengalami peningkatan yang signifikan (Gambar
40). Pada tahun 2004, jumlahnya sebanyak 9 penyelenggara dan meningkat
menjadi 21 penyelenggara pada tahun 2009 (naik sekitar 230%). Keberhasilan
pencapaian ini karena banyaknya minat dari pemerintah daerah yang ada di
Indonesia untuk menjadi penyelenggara Pasar Lelang. Dengan banyaknya
permintaan dan realisasi permintaan tersebut, maka dengan sendirinya
berdampak pada bertambahnya jumlah pelaku usaha Pasar Lelang.
Gambar 40. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha Pasar Lelang Tahun 2004-2009
Sumber: Bappebti, Kementerian Perdagangan
0
10
20
30
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
Targ
et
Real
isas
i
2004 2005 2006 2007 2008 2009
79 10 11
1519
1519
1519 18
21Unit Penyelenggara
Jumlah pelaku usaha Pasar Lelang meningkat signifikan selama kurun waktu 6 tahun terakhir
03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 190
Selain keberhasilan tersebut di atas, terdapat kendala yang menjadi
hambatan perkembangan pelaku usaha Pasar Lelang yaitu belum
optimalnya penyelenggaraan Pasar Lelang di daerah karena tingginya
frekuensi mutasi SDM penyelenggara Pasar Lelang di daerah.
Menteri Perdagangan RI memberikan sambutan dalam acara Peresmian Pasar Lelang Komoditi Propinsi D.I. Yogyakarta, pada 16 Februari 2009.
03 Akuntabilitas Kinerja
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 191
D. Akuntabilitas Keuangan
Akuntabilitas keuangan membahas anggaran dan realisasi periode
tahun 2006 – 2009 berdasarkan Sumber Dana, Jenis Belanja, Satuan Kerja
Eselon I, serta program. Adapun uraian lebih lanjut sebagai berikut: Pagu
belanja anggaran Kementerian Perdagangan tahun 2009 sebesar Rp
1.648.481.754.000 dengan realisasi sebesar Rp 1.455.042.586.567 atau
88,3% dengan sisa anggaran sebesar Rp 4.206.110.350. Sedangkan Tahun
Anggaran 2009 menurut jenis belanja dapat dijelaskan pertama, Belanja
Barang sebesar 46,82% atau Rp 771.883.000.000, kedua, Belanja Modal
sebesar 30,09% atau Rp 496.093.000.000, ketiga Belanja Pegawai sebesar
11,35% atau Rp 187.067.000.000, keempat Belanja Sosial Rp 0 (nol Rupiah).
Anggaran tahun 2009 tersebut terdistribusi ke unit eselon I, masing-
masing: (1) Sekretariat Jenderal Rp 452.065 juta atau 27,4% dengan
realisasi 79%; (2) Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Rp 481.298 juta atau
29,2% dengan realisasi 94%; (3) Ditjen Perdagangan Luar Negeri Rp
177.844 juta atau 10,8% dengan realisasi 87%; (4) Ditjen Kerjasama
Perdagangan Internasional Rp 71.500 juta atau 4,3% dengan realisasi 90%;
(5) Inspektorat Jenderal Rp 24.500 juta atau 1,5% dengan realisasi 94%; (6)
Badan Pengembangan Ekspor Nasional Rp 255.575 juta atau 13,7% dengan
realisasi 89%; (7) Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Rp
171.200 juta atau 10,4% dengan realisasi 94%, dan (8) Badan Penelitian
dan Pengembangan Perdagangan Rp 44.500 juta atau 2,7% dengan
realisasi 90%.14
14 Lihat Lampiran 5, informasi nilai pemanfaatan anggaran berdasarkan jenis
belanja dan unit Eselon I.
Realisasi anggaran kementerian Perdagangan tahun 2009 sebesar 88,3% dengan sisa anggaran sebesar + 4 miliar
Prosentase realisasi anggaran terbesar pada tahun 2009 terdapat pada unit satuan kerja eselon I Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri sebesar 94%
03 Akuntabilitas Kinerja
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 192
Gambar 41. Pagu dan Realisasi Anggaran Kementerian Perdagangan Tahun 2006-2009
Dari Gambar 41, pagu anggaran dan realisasi tahun 2006 – 2009
mempunyai kecenderungan yang sama, yaitu tidak terdapat perbedaan
yang menonjol. Penyerapan anggaran Kementerian terkecil terjadi pada
Tahun 2007 yaitu sebesar 74,8% dan terbesar pada tahun 2009 yaitu
sebesar 89,6%. Secara keseluruhan tahun anggaran, dalam penyerapannya
berkisar antara 75%-90%. Penyerapan anggaran ini telah memenuhi
harapan, yang artinya kegiatan-kegiatan secara umum telah dapat
dilakukan dan masih terdapat sisa anggaran sebagai kebijakan
penghematan anggaran, namun demikian tetap memperhatikan mutu dari
capaian kinerja. Sebagai informasi sumber penerimaan anggaran
Kementerian Perdagangan selama tahun 2006 – 2009 dapat dilihat pada
tabel di bawah ini (dalam Miliaran Rupiah).
Tabel 33. Sumber Penerimaan Anggaran Tahun 2006-2009
tertinggi Kementerian Perdagangan menurut program terjadi pada tahun
2009 yaitu sebesar 88,3% dan yang terkecil terjadi pada tahun 2007 yaitu
sebesar 74,5%. Mengacu pada anggaran menurut program, banyak
program yang mengalami peningkatan anggaran khususnya pada tahun
2008 ke tahun 2009. Salah satu penyebabnya adalah adanya krisis moneter
yang terjadi dipenghujung tahun 2008 dan tingkat inflasi yang cukup tinggi,
sehingga diperlukan penyesuaian anggaran, sementara itu sisanya
mengalami penurunan anggaran. Pada Program Peningkatan Efisiensi
Perdagangan Dalam Negeri telah terjadi peningkatan anggaran secara
teratur selama tahun 2006–2009, sementara beberapa program
berfluktuatif. Hal ini menyiratkan bahwa kegiatan penguatan perdagangan
dalam negeri melalui kebijakan efisiensi sangat intensif dilakukan. Perlunya
peningkatan dan penguatan perdagangan dalam Negeri pada tahun 2009
didukung oleh adanya persiapan menghadapi persaingan pasar bebas
seperti AC-FTA yang kini telah berlangsung dan selain itu adanya krisis
global yang mempunyai dampak lokal, seperti kenaikan harga, kepercayaan
publik, dan kemampuan daya beli dalam negeri. Sehingga hal ini
berdampak juga terhadap banyak dan bobotnya kegiatan-kegiatan.
Tabel 35. Realisasi Anggaran Kementerian Menurut Program Tahun 2006-2009
URAIAN 2006 2007 2008 2009
%Realisasi %Realisasi % Realisasi % Realisasi Program Pembentukan Hukum
61,33% 49,3% 0,0% 0,0%
Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan
77,24% 73,6% 0,0% 0,0%
Program Penerapan Kepemerintahan yang Baik
0,00% 0,0% 76,1% 80,3%
Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan
0,00% 57,2% 0,0% 0,0%
Alokasi anggaran program Kementerian Perdagangan pada tahun 2009 banyak mengalami kenaikan disebabkan adanya krisis moneter yang terjadi pada tahun 2008
03 Akuntabilitas Kinerja
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 197
URAIAN 2006 2007 2008 2009
%Realisasi %Realisasi % Realisasi % Realisasi Program peningkatan pengawasan dan akuntablitias aparatur negara
88,60% 57,0% 98,4% 93,7%
Program Pengelolaan Sumber Daya Aparatur
89,95% 72,5% 88,4% 85,7%
Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Informasi Publik
0,00% 62,9% 85,6% 87,2%
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara
95,97% 89,9% 84,6% 98,1%
Program Penelitian dan Pengembangan IPTEK
87,80% 74,6% 80,1% 90,1%
Persaingan Usaha 34,6% 47,7% 63,5% 67,8% Program Perlindungan Konsumen dan Pengamanan Perdagangan
82,7% 69,0% 79,1% 83,0%
Program Peningkatan Kerjasama Perdagangan Internasional
72,0% 70,8% 85,6% 86,8%
Program Peningkatan Pengembangan Ekspor
85,3% 68,6% 87,7% 87,9%
Program Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri
86,8% 78,5% 82,4% 95,3%
Program Pengembangan Standarisasi Nasional
0,0% 57,2% 78,3% 74,5%
TOTAL 81,2% 74,5% 81,1% 88,3%
03 Akuntabilitas Kinerja
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 198
04 Penutup
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 199
BAB 4. PENUTUP
04 Penutup
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 200
arget-target kinerja perdagangan internasional dan perdagangan
dalam negeri dapat dipenuhi dengan baik, terutama periode
2005−2008. Tahun 2009 kinerja perdagangan mengalami penurunan akibat
krisis global, khususnya perdagangan luar negeri. Namun indikasi
pemulihan krisis sudah mulai tampak.
Sasaran-sasaran yang ditetapkan oleh Rencana Strategis Kementerian
Perdagangan, dan yang kemudian harus menjadi pedoman kerja serta
menjadi alat ukur kinerja yang dicapai, pada hakekatnya merupakan
sasaran-sasaran yang sifatnya kualitatif. Sasaran-sasaran tersebut, pada
hakekatnya merupakan layanan yang harus diberikan oleh institusi
Kementerian Perdagangan agar setiap orang memperoleh kemudahan
melakukan transaksi, baik di tingkat investasi, distribusi dan ekspor, serta
perlindungan-perlindungan dalam rangka persaingan yang sehat.
Kementerian Perdagangan, selaku instansi pemerintah yang sebagian
besar aktifitasnya lebih berorientasi pada kegiatan yang bersifat pelayanan,
menyadari benar bahwa kinerja sektor perdagangan akan sulit berkembang
apabila hanya difokuskan pada upaya peningkatan sarana perdagangan
saja. Namun, hal-hal penunjang lain seperti peningkatan kemampuan
teknis baik aparat dan pelaku usaha juga dipandang penting dalam
meningkatkan performa sektor perdagangan. Berdasarkan rencana
strategis Kementerian Perdagangan 2005-2009, telah ditetapkan 8
(delapan) sasaran yang capaian kinerjanya telah diuraikan pada Bab 3. Dari
hasil analisa dan pengukuran capaian kinerja di tahun 2009, Kementerian
Perdagangan telah berhasil mencapai sasaran dimaksud berdasarkan tugas
pokok, fungsi dan misi yang diembannya. Hal tersebut tercermin dari
keberhasilan pencapaian sasaran dengan hasil yang dicapai dalam hitungan
rata-rata adalah melewati perkiraan target sasaran, dengan nilai hampir
100 persen. Walaupun rata-rata pencapaian sasaran meraih hasil yang
T
04 Penutup
LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 201
baik, namun belum semua indikator menunjukkan hasil sebagaimana yang
ditargetkan.
Ada beberapa sasaran yang capaiannya melampaui target, namun
beberapa sasaran masih perlu mendapatkan perhatian khusus. Oleh karena
itu, perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut terhadap proses perencanaan
program dan penganggaran dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran
yang telah ditetapkan. Keberhasilan pencapaian sasaran Kementerian
Perdagangan tentunya dikaitkan juga dengan upaya Menteri Perdagangan
yang secara bersamaan menetapkan 4 program prioritas yang dapat
menjadikan Kementerian Perdagangan sebagai core dalam penguatan
perekonomian nasional melalui sektor perdagangan.
Permasalahan dalam pencapaian kinerja kualitatif ini adalah dalam
pemilihan prioritas, sehingga dampak yang dicapai dari suatu pelaksanaan
program, dapat menggerakkan institusi lain (khususnya dunia usaha),
sehingga terjadi proses berantai-misalnya dalam peningkatan
pengetahuan, pemahaman dan keterampilan melaksanakan prosedur
perdagangan dan sebagainya. Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian
Perdagangan telah mengambil langkah dengan penetapan empat prioritas
yang menjadi kunci pengendalian program secara keseluruhan.
Selanjutnya, untuk meningkatkan kemanfaatan Laporan Akuntabilitas
Kinerja ini, maka dalam tahun-tahun berikutnya perlu dilakukan penajaman
metode penulisan, terutama terkait dengan penetapan indikator kinerja
dan penajaman analisis akuntabilitas kinerja. Dengan demikian, laporan
akuntabilitas ini dapat menjadi alat untuk menginventarisasi keberhasilan
dan permasalahan-permasalahan yang ada, dan dengan demikian dapat
dimanfaatkan untuk proses perencanaan selanjutnya.