Top Banner
PERENCANAAN DRAINASE DAN BAHU JALAN Yang Berwawasan Lingkungan Disusun Oleh : Agus Bari Sailendra i
100

01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Jan 28, 2016

Download

Documents

Elvino Presli

Makalah Perencanaan Drainase
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

PERENCANAANDRAINASE DAN BAHU JALAN

Yang Berwawasan Lingkungan

Disusun Oleh :Agus Bari Sailendra

i

Page 2: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Perencanaan Drainase dan Bahu Jalan yang Berwawasan Lingkungan

Ir. Agus Bari Sailendra, MTJuni 2011

Cetakan Ke-1, 2012, (14 + 118)© Pemegang Hak Cipta: Penyusun dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan

Kata kunci : jaringan jalan, drainase, bahu dan

lingkungan jalan

Pemesanan melalui:Perpustakaan Puslitbang Jalan dan Jembatan [email protected] Tekink Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan

EditorGreece Lawalata, ST, MT

Desain Sampul dan Tata LetakHenry Hendrawan, S.Si

ii

Page 3: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur Alhamdullilah

kehadirat Alloh SWT, pada akhirnya tersusun juga

buku/modul dari serial “Optimalisasi Pemeliharaan Jaringan

Jalan Yang Berwawasan Lingkungan” dengan judul:

Perencanaan Drainase dan Bahu Jalan yang Berwawasan

Lingkungan.

Buku/Modul ini sebagai salah satu upaya bagaimana

mewujudkan jalan yang berwawasan lingkungan sekaligus

jalan yang berkeselamatan, melalui kegiatan pemeliharaan

jalan dengan pendekatan merencanakan drainase dan bahu

jalan sehingga berfungsi optimal sesuai kebutuhan dan

kondisi nyata di lapangan. Cara ini dianggap dapat ikut

berkonstribusi secara praktis dan lebih berkelanjutan, dalam

mewujudkan jalan yang berwawasan lingkungan, sekaligus

yang berkeselamatan.

Dalam konteks praktis dan berkelanjutan, maka

Penyusun membuat beberapa buku/modul sebagai suatu

kesatuan yang utuh dan dalam suatu produk serial dalam

iii

Page 4: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

menuju Optimalisasi Pemeliharaan Jaringan Jalan yang

Berwawasan Lingkungan, yaitu judul/modul :

1. Perencanaan Drainase dan Bahu Jalan Yang

Berwawasan Lingkungan.

2. Inspeksi dan Pemeliharaan Drainase dan Bahu Jalan

yang Berwawasan Lingkungan Menuju Jalan Yang

Berkeselamatan.

3. Perencanaan Perambuan Sementara dalam Pekejaan

Jalan, Menuju Jalan Yang Berkeselamatan

4. Penerapan Teknologi Jalan Ramah Lingkungan

dalam Pemeliharaan Jalan

5. Optimalisasi Pemanfaatan Fungsi Jalan yang

Berwawasan Lingkungan

Buku ini disusun sedemikian rupa agar dapat dijadikan

sebagai modul pelatihan, baik yang dilakukan oleh Pusat

Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Pekerjaan Umum

Kementerian PU, maupun oleh Dinas Pekerjaan

Umum/Bina Marga Provinsi atau Kabupaten dan Kota, dan

atau oleh Pusat Litbang Jalan dan Jembatan sendiri, sebagai

bagian dari upaya meningkatkan kemampuan

profesionalisme sumber daya manusia dalam

penyelenggaraan jalan. Buku/modul ini, sekaligus dapat

iv

Page 5: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

digunakan sebagai salah satu bahan pembelajaran bagi para

ahli dan atau para mahasiswa serta para praktisi di

Indonesia.

Masukan dan kritikan yang konstruktif sangat kami

perlukan dalam rangka penyempurnaan buku/modul ini.

Penyempurnaan akan terus dilakukan sepanjang

penyelenggaraan jalan ke depan menuju kinerja jalan yang

lebih baik tetap komit untuk dilaksanakan. Semoga

kahadiran buku/modul ini dapat mendorong sekaligus

berkontribusi nyata dalam mewujudkan kehandalan jalan-

jalan di Indonesia yang harmonis dan serasi dengan

lingkungan.

v

Page 6: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Ucapan terimaka sih dan penghargaan kami sampaikan

kepada seluruh jajaran Pusat Litbang Jalan dan Jembatan

serta semua pihak langsung atau tidak la ngsung, ya ng telah

memberikan konstribusinya d alam peny usunan

buku/modul ini hing ga selesai.

Bandun g, Juni 2012

Kepala Pusat Lit bang Jalan dan Jembatan

DR. Jawali Marbun, MSc

vi

Page 7: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

PRAKATA

Pada dasarnya penyediaan jalan sebagai salah satu

prasarana transportasi akan berfungsi dan bermanfaat

dengan optimal dalam mengalirkan arus lalu lintas, jika

berbagai fasilitas jalan yang dibangun dan disediakan

berfungsi sesuai dengan yang direncanakan. Berbagai

fasilitas jalan yang direncanakan dan harus berfungsi di

antaranya adalah; bahu jalan (termasuk trotoar), drainase

(saluran tepi jalan), dan ambang pengaman jalan (termasuk

rumaja).

Buku Perencanaan Drainase dan Bahu Jalan yang

Berwawasan Lingkungan merupakan satu dari rangkaian

Serial Buku Optimalisasi Pemeliharaan Jaringan Jalan yang

berwawasan lingkungan, dapat juga digunakan sebagai

modul pelatihan. Pada prinsipnya buku ini dapat dijadikan

sebagai acuan dan arahan dalam salah satu kegiatan

penyelenggaraan jalan baik bagi para praktisi, konsultan,

pelaksana/kontraktor, dan mahasiswa/karya siswa,

khususnya yang terlibat dalam perencanaan teknis

(Perancangan) jalan.

vii

Page 8: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Secara umum buku/modul ini menjelaskan, latar

belakang dan pengertian umum serta

pendekatan/pertimbangan dalam perencanaan dan prinsip-

prinsip perencanaan drainase permukaan jalan (saluran tepi

jalan) dan bahu jalan yang mengedepankan pemahaman

tentang konsep yang berwawasan lingkungan sekaligus

berkeselamatan jalan.

Pendekatan berwawasan lingkungan adalah suatu konsep

“keterpaduan antara fungsi jalan, fungsi drainase dan bahu

jalan yang berbasis pada fungsi penyediaan prasarana jalan

atas dasar prinsip lingkungan”, yaitu terintegrasi dengan

RTRW, mempertimbangkan aspek sosial, budaya dan

ekonomi masyarakat, harmonisasi dengan lingkungan,

antara lain; mempertimbangkan pilihan penerapan teknologi

jalan ramah lingkungan, dan menuju jalan yang

berkeselamatan. Konsep itu harus menjadi bagian dalam

perencanaan maupun perancangan sistem drainase dan bahu

jalan (termasuk trotoar, baik untuk masa sekarang maupun

yang akan datang.

Dalam konteks pelatihan peningkatan kualitas SDM,

maka buku ini dapat dijadikan arahan sekaligus sebagai

modul pelengkap dalam pelatihan tentang perencanaan

viii

Page 9: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

drainase dan bahu jalan yang berwawasan Lingkungan.

Pelatihan semacam ini dapat diselenggarakan oleh Pusat

Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pekerjaan Umum

(Pusdiklat PU) dan atau oleh Dinas PU Provinsi maupun

Kabupaten/Kota, yang dapat bekerjasama dengan Pusat

Litbang Jalan dan Jembatan (Pusjatan),

Pada prinsipnya, agar prasarana jalan dengan berbagai

penyediaan fasilitas dan bangunan pelengkapnya dapat

berfungsi dan bermanfaat secara optimal, maka perlu

diupayakan melalui;

1) Perwujudan drainase jalan yang handal, yaitu tidak

terjadinya genangan air pada permukaan jalan (badan

jalan), dengan waktu yang relatif lama. Sehingga

genangan air tersebut harus segera dialirkan melalui

inlet ke saluran tepi jalan (drainase). Selanjutnya, aliran

air tersebut di arahkan ke “badan air” sebagai tempat

pembuangan air yang berfungsi sebagai bangunan

(teknologi) “peresapan air”, dan atau sebagai panahan

air dan dapat berupa “kolam” penampungan (permanen

atau sementara), sehingga air permukaan tersebut tidak

menjadi banjir “cileuncang” namun juga tidak terbuang

percuma, sehingga air tersebut dapat dimanfaatkan

ix

Page 10: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

untuk mengisi penyediaan air tanah (cadangan air

tanah) di masa sekarang maupun ke depan. Penempatan

teknologi konstruksi “badan air” tersebut harus

berfungsi efektif dan dapat, diharmonisasikan dan

disinkronisasikan dengan konsep (sistem) drainase

lingkungan, penataan lansekap jalan sebagai upaya

penataan lingkungan jalan, dengan syarat struktur badan

jalan dan fungsinya tidak akan terganggu (rusak) oleh

adanya bangunan peresapan air dan atau keberadaan

kolam air, bahkan kemungkinan adanya pepohonon

yang dipadukan dalam konsep penataan lansekap jalan.

(2) Sedangkan perwujudan bahu jalan yang berwawasan

lingkungan, diharapkan dapat berfungsi optimal untuk

kepentingan lalu lintas yang lebih berkeselamatan,

sebagai bagian dari ruang manfaat jalan (rumaja).

Fungsi utamanya untuk memberikan fasilitas darurat

dan ruang bebas samping “tertentu” bagi kepentingan

lalu lintas untuk bisa memenuhi tingkat kapasitas jalan

yang direncanakan, sekaligus jalan yang

berkeselamatan. Sinkronisasi dan harmonisasi dengan

x

Page 11: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

penataan lansekap jalan, menjadi pertimbangan

berikutnya.

(3) Perwujudan pada kedua bagian manfaat jalan tersebut,

yaitu drainase (saluran tepi) dan bahu jalan yang

berfungsi dengan optimal, serta mengedepankan

pendekatan berwawasan lingkungan, dianggap dapat

turut berperan dengan lebih nyata dalam mengurangi

laju tingkat kerusakan jalan (kerusakan dini), dan

dianggap dapat mereduksi kejadian kecelakaan atau

sekurang-kurangnya dapat mengurangi tingkat

kefatalan jika terjadi kecelakaan lalu lintas. Buku/Modul

disusun untuk menjelaskan prinsip-prinsip

dan sekaligus membantu serta melengkapi penjelasan dalam

standar dan pedoman yang berkaitan dengan perencanaan

yang sudah ada seperti: SNI Tata Cara Perencanaan

Drainase Permukaan Jalan (03-3424-1994); Pedoman

perencanaan drainase jalan perkotaan; dan Pedoman

inspeksi dan pemeliharaan drainase jalan (Pd T-14-2005-B);

Pedoman Perencanaan Sistem Drainase Jalan. (Pd-T-02-

2006-B); serta pedoman pelaksanaan-pemeliharaan-

pengawasan lansekap jalan kawasan perkotaan (draft);

Pedoman perencanaan geometrik jalan perkotaan, dll.

xi

Page 12: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Namun, prinsip (penjelesan) ini, tidak disusun dan

dirinci seperti format SNI atau Pedoman terkait akan tetapi

lebih di arahkan pada logika dasar pemahaman filosofis, dan

kriteria yang harus dipenuhi untuk mewujudkan drainase

dan bahu jalan yang berwawasan lingkungan. Sedangkan,

pada tahap detail rencana teknis (perancangan), maka harus

dikuti proses perancangan yang sesuai prosedur dan

ketentuan yang diacu dalam SNI maupun pedoman yang

ada.

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada segenap

rekan sekerja khususnya Ibu Greece Lawalata, sehingga

buku/modul ini dapat diselesaikan. Semoga bermanfaat, atas

masukan dan kritikan yang diberikan kami sampaikan

terimakasih.

Terimakasih,

Penyusun,

Agus Bari Sailendra

xii

Page 13: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................iiiPRAKATA.................................................................................vii1. PENDAHULUAN.................................................................1

1.1 Latar Belakang 11.2 Drainase Jalan (Saluran tepi jalan) 21.3 Sistem Drainase (Jalan) dan Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW) 31.4 Sistem Drainase Jalan dan Pendekatan

Lingkungan 41.5 Teknologi Drainase (jalan) dan Aspek

Lingkungan 61.6 Strategi Pelaksanaan Pembangunan

Drainase Jalan 81.7 Bahu jalan dan Peranannya 91.8 Konstruksi Bahu Jalan 101.9. Drainase dan Bahu Jalan Bagian dari

RUMAJA 111.10. Ruang Lingkup 12

2. KRITERIA UMUM DRAINASE JALAN ............ 142.1. Penempatan Drainase 142.2. Sistem dan Fungsi Drainase 142.3. Jenis-jenis drainase jalan 162.4. Drainase jalan dan Keterlibatan

Masyarakat 183. KRITERIA UMUM BAHU JALAN ...................... 19

3.1. Penempatan Bahu Jalan 193.2. Lebar Bahu Jalan 193.3. Bahu Jalan di Jalan Perkotaan 20

xiii

Page 14: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

4. PERENCANAAN DRAINASE DAN BAHUJALANYANGBERWAWASANLINGKUNGAN..................................................................224.1. Perencanaan sistem drainase

permukaan jalan yang berwawasanlingkungan 22

4.2. Perencanaan Bahu Jalan yangBerkeselamatan 33DAFTAR PUSTAKA.............................................................37

xiv

Page 15: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skenario hirarkhi Perencanaan Tata Ruang dalam

konteks penyusunan Rencana Induk jaringan.

(Infrastruktur PU)..........................................................5

Gambar 2. Tipikal drainase jalan..................................................16

Gambar 3. Contoh Filter Strips untuk menerima air dari

permukaan jalan dan lajur pejalan kaki....................23

Gambar 4. Perkerasan Lolos Air yang dapat meresapkan

air dan dapat pula sebagai penyimpan air.......24

Gambar 5. Tipikal Perkerasan dan bahu dan drainase jalan.....24

Gambar 6. Contoh cekungan air limpasan...................................25

Gambar 7. Contoh filter drainase atau infiltration trenches......25

Gambar 8. Contoh bioretention atau taman dengan muka lebih

rendah dari permukaan jalan yang diberi kerikil

sehingga dapat menahan/menyimpan air.................26

Gambar 9. Contoh Ponds yang merupakan kolam air permanen

26

Gambar 10. Contoh basin/kolam yang dikelilingi tanaman untuk

menahan limpasan air pada periode waktu tertentu27 Gambar

11. Contoh Infiltration Basins yang terbentuk alami dan dapat

menahan dan merembeskan air ke dalam tanah

....................................................................... 27

xv

Page 16: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Gambar 12. Contoh Wetlands berupa cekungan yang terbentuk

secara alami dan tumbuh tanaman wetland.............27

Gambar 13. Contoh Sand filter yang merupakan struktur ruang

di bawah dialas dengan pasir sebagai filter yang

dapat menampung air..................................................28

Gambar 14. Contoh sumur resapan..............................................28

Gambar 16. Contoh Sumur Resapan di SDN 07/08 Pinang

Ranti, DKI Jakarta.......................................................30

Gambar 17. Contoh Bendali Tugu Adipura................................30

Gambar 18. Contoh Bendali Bendali Kampung Timur- Kota

Balikpapan....................................................................31

Gambar 19. Contoh Potongan melintang Penyimpanan air di

sepanjang drainase (long storage).............................31

Gambar 20. Contoh Ilustrasi Rencana Pembangunan Tanggul

Kanan Kiri (Plengsengan) Kali makmur-Kota

Surabaya.......................................................................32

Gambar 21. Contoh Pulau Jalan Sebagai Penahan Air..............32

Gambar 22. Tipikal penetapan lebar zone bebas........................34

Gambar 23. Fasilitas pejalan kaki dan sepeda pada trotoar,

lansekap dilengkapi marka.........................................35

xvi

Page 17: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada hakekatnya drainase jalan (saluran tepi jalan) di perkotaan maupun di luar kota tidak ada

perbedaan yang sangat prinsip, yaitu, drainase jalan harus berfungsi sebagai saluran permukaan

untuk mengalirkan air dari permukaan (badan) jalan, dengan asumsi menampung luasan daerah

tangkapan air (catchmen area) dalam lingkungan sekitarnya yang terbatas, termasuk drainase

pada lereng atau bukit yang berada di sisi jalan. Drainase jalan juga merupakan bagian dari ruang

manfaat jalan (rumaja) atau dalam ruang milik jalan (rumija), serta kemungkinan pada ruang

pengawasan jalan (ruwasja); dan pada keadaan tertentu dapat dibangun dan difungsikan drainase

di bawah permukaan jalan yang biasa disebut saluran subsurface drain.

Prinsip utamanya adalah menyediakan fasilitas berupa saluran dan bangunan pelengkapnya,

yang dapat di tempatkan pada kedua sisi (tepi) jalan, dan atau pada median jalan, dan atau pada

bangunan saluran yang di bawah badan (permukaan) jalan, yang berfungsi bagi pengaliran air

hujan yang turun di sekitar permukaan atau badan jalan (daerah tangkapan terbatas) dengan lebih

cepat (tidak terjadi genangan air), dan atau ada air bawah tanah yang harus dialirkan; sehingga

kerusakan (struktur/badan) jalan, seperti jalan berlubang, jalan amblas yang dapat

membahayakan lalu lintas dapat dihindari, dan jalan terpelihara secara struktur dan berfungsi

dengan baik.

Secara sederhana, gambaran pada kondisi di lapangan menunjukan bahwa, kerusakan dan

kelicinan jalan (jalan berlumpur), dapat mengakibatkan gangguan terhadap lalu lintas, seperti

kemacetan dan bahkan terjadi kecelakaan lalu lintas, yang akan menimbulkan banyak kerugian

baik material (ekonomi moneter) maupun moril, bagi pengguna jalan (lalu lintas) maupun

masyarakat dan lingkungannya.

Dalam sistem drainase jalan di perkotaan, pada umumnya memang difungsikan sebagai

tempat penyaluran air dari permukaan jalan, dengan menampung dan mengalirkan air hujan pada

daerah tangkapan di sekitar permukaan badan jalan saja. Akan tetapi, pada kenyataannya justru

berfungsi juga sebagai saluran drainase lingkungan/kota, sehingga fungsi drainase jalan di

lapangan menjadi ganda, bahkan bisa disebut “multi fungsi” termasuk sebagai saluran

pembuangan air limbah rumah tangga dan tempat penampungan sampah rumah tangga.

1

Page 18: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Sejauh ini, pola aliran air permukaan di badan jalan tersebut umumnya disalurkan melalui

saluran tepi jalan dan terus dibuang dengan segera (“secepatnya”) ke dalam saluran

pembuangan, seperti sungai/kali baik melalui gorong-gorong atau bangunan air lainnya.

Dengan kondisi alam dewasa ini di mana pada saat hujan air melimpah bahkan terjadi banjir

(terutama di jalan) namun pada saat musim kemarau sumur-sumur penduduk kekeringan,

menunjukan ada permasalahan dan harus ada upaya sebagai solusi yang mengarah pada

kepedulian kita dalam konsep penataan system drainase dengan pendekatan dan komitmen

terhadap lingkungan. Artinya sebagai praktisi, pakar, pelaksana teknis jalan dan lainnya, harus

berpikir dan berkomitmen agar jaringan jalan dapat berfungsi sekaligus menjaga dan

mengamankan konstruksi jalan yang pada gilirannya dapat berkontribusi dalam mengurangi

banjir dan menkonservasi air lingkungan. “Membangun untuk kesejahteraan sekarang dan masa

depan tanpa mengorbankan kehidupan generasi mendatang”.

1.2 Drainase Jalan (Saluran tepi jalan)

Secara praktis ada ciri-ciri dari drainase jalan yang dapat dipahami, dan berfungsi

sebagaimana pengertian dan tujuannya yaitu; pada saat kejadian musim kering (kemarau),

logikanya drainase jalan juga harusnya kering (tidak mengalirkan air), dan jika pada saat musim

hujan tiba maka saluran (drainase) akan berfungsi (mengalirkan air) dalam rangka menampung

aliran air permukaan dari badan jalan (permukaan perkerasan jalan). Jadi terlihat jelas bahwa

drainase berfungsi hanya untuk mengalirkan air (saluran tepi) dari jalan, bukan untuk fungsi

sebagai drainase lainnya.

Di lapangan, pada kenyataannya ciri-ciri ini banyak yang tidak lagi menggambarkan sesuai

pengertiannya. artinya pada masa musim kemarau saluran/drainase terlihat ada mengalirkan air

(saluran basah); jadi timbul pertanyaan dari mana sumber air tersebut?, dan apakah fungsi utama

saluran tersebut masih tetap?. Pada kondisi seperti ini, sebetulnya drainase jalan dapat dianggap

tidak lagi sesuai dengan “kenyataan kebutuhan” di lapangan, atau diartikan bahwa dalam

perencanaan saluran yang didasarkan pada pengertian, fungsi dan kapasitas (dimensi), tidak lagi

sesuai dengan “tuntutan” keadaan di lapangan. Pertanyaannya apakah akan dibiarkan atau

diantisipasi?.

Kondisi kelainan dari ciri-ciri tersebut mengakibatkan pada waktu turun hujan, dengan

intensitas tertentu saja (normal), sudah menimbulkan banjir “cileuncang” akibat meluapnya air

dari saluran dan menggenangi ke atas permukaan jalan yang sering disebut sebagai banjir

dadakan. karena kapasitas saluran juga ikut berkurang.

2

Page 19: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Banjir “cileuncang” ini, yang dapat mengakibatkan percepatan terhadap kerusakan pada

perkerasan/badan jalan, dan dapat menimbulkan kemacetan serta pada kondisi tertentu

berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas, khususnya bagi pengendara sepeda

motor (hilangnya keseimbangan pada saat mengenai lubang/kerusakan jalan atau jalan

berlumpur/licin.

Dengan kewenangan pada Pemerintah Lokal (Kabupaten/Kota) yaitu sistem sentralisasi yang

berlaku ini, sebaiknya dapat diupayakan dan dapat mengantisipasi ketidak jelasan fungsi (multi

fungsi) drainase tersebut, sekaligus menganalisis sejauh mana? adanya kebutuhan drainase

“lingkungan/wilayah” (termasuk untuk air kotor), yang berfungsi terpisah/bergabung dengan

sistem drainase jalan. Pada kondisi ideal, tentunya dapat direncanakan drainase jalan dalam satu

kesatuan dan keterpaduan sistem drainase kota (menampung air permukaan dari jalan, air hujan

di sekitar lingkungan dan mungkin air pembuangan/lingkungan).

Beberapa pemerintahan kota/daerah di Indonesia sudah ada yang telah memikirkan dengan

membuat perencanaan makro tentang sistem drainase kota dan ini merupakan suatu langkah dan

pertanda baik, yang perlu terus didukung agar kebijakan ini dapat diimplementasikan.

1.3 Sistem Drainase (Jalan) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Idealnya dalam Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan atau pada Rencana Induk

Jaringan Prasarana Kota, sistem jaringan drainase kota harus dikembangkan mulai dari air hujan

atau air buangan (limbah) yang masuk ke drainase (saluran/parit-di permukaan), diteruskan

sampai meresap ke dalam tanah kembali, atau di arahkan untuk mengalir ke sungai (saluran

pembuang,) dan bermuara di laut atau dialirkan ke dalam kolam penampungan).

Sistem drainase (jalan) pada dasarnya dibangun atau disediakan dalam konteks bukan dengan

pendekatan area wilayah-perwilayah dalam skala sistem makro, tapi didesain sesuai kebutuhan

profil jalan (geometric) dan medan/topografi permukaan tanah yang ada. Sebaiknya memang

drainase jalan harus dapat dintegrasikan dalam suatu sistem jaringan penyediaan drainase

kota/wilayah/lingkungan, dari hulu sampai hilir, yang bisa terdiri dari atas berbagai fungsi

drainase (sebagai suatu kesatuan system jaringan), sehingga efisien dan efektif dalam

pemanfaatannya maupun terhadap ruang yang disediakannya atau dibutuhkan.

Karena itu, kebijakan pemerintah sangat diperlukan untuk memayungi penyelesaiaan sistem

drainase kota, melalui pendekatan penataan ruang wilayah (RTRW), yang di dalamnya akan

terdiri dari beberapa bagian seperti: Perencanaan sistem jaringan jalan, Perencanaan sistem

jaringan air bersih/air kotor, dll, (lihat Gambar 1). Dalam RTRW dan segenap skenario

perencanaan sistem jaringan infrastruktur kota tersebut sebaiknya dijadikan Peraturan Daerah

3

Page 20: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

(perda) yang menjadi acuan dan dasar hokum pelaksanaan pembangunan infrastruktur di

daerahnya.

Dengan sifat dan karaktersitik drainase jalan yang bentuk dan jenis fisiknya umumnya dapat

ditempatkan tipikal pada rumaja/rumija, dan selalu mempergunakan tipe drainase permukaan

tanah (surface drainage) baik terbuka maupun tertutup, sehingga tidak memerlukan kapasitas

untuk menampung debit aliran air yang besar, maka jika akan diberlakukan integrasi dalam

sistem jaringan saluran pembuangan, perlu dilakukan dengan catatan dapat dipertimbangkan

terhadap rencana kebutuhan lahan dan kepentingan fungsi lainnya, sekaligus menyediakan

fasilitas pelayanan bagi warga perkotaan lain seperti bagi pejalan kaki, rekreasi, dst.

1.4 Sistem Drainase Jalan dan Pendekatan Lingkungan

Pada saat ini konsep ideal pembangunan system jaringan infrastruktur terpadu mungkin masih

belum dapat direalisasikan penuh, sehingga dalam konteks penyusunan buku perencanaan

drainase jalan diasumsikan untuk pemenuhan fungsi sebagai drainase jalan.

Dengan pemahaman seperti di atas, maka konsep drainase jalan yang berwawasan lingkungan

dapat diskenariokan sebagai berikut; bahwa pada intinya, air hujan yang jatuh ke badan jalan

harus secepatnya dialirkan ke saluran tepi jalan (menghindari tergenangnya air di permukaan

jalan), sedemikian rupa dan diupayakan untuk diteruskan dan disalurkan ke “badan air”, yang

bersifat sebagai bangunan penahan air (kolam), kemudian ke saluran pembuangan/sungai dan

atau ke dalam bangunan sumur peresapan air (sumur resapan).

4

Page 21: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

HIRARKI PERENCANAANTATA RUANG

KERANGKA STRATEGISKETATARUANGAN

NASIONAL

RTRWN

RTRWP

RTRW Kab/Kota RDTRK

Rencana Induk Rencana Induk Rencana Induk Rencana Induk

Jaringan Jalan Jaringan Air Listrik &Telkom Sektor-sektor LainBersih

Gambar 1. Skenario hirarkhi Perencanaan Tata Ruang dalam konteks penyusunan Rencana Induk jaringan. (Infrastruktur PU)Sumber : Dardak, H (2006).

Pemikiran yang ada selama ini adalah, bahwa air yang jatuh ke permukaan jalan (daratan),

semuanya (sebagian besar) harus dibuang sesegera mungkin ke saluran pembuang (sungai), dan

terus ke laut, karena dianggap tidak akan memberi manfaat bagi kehidupan, bahkan dianggap

dapat menjadi ancaman banjir. Dengan konsep pendekatan lingkungan tersebut, maka pemikiran

lama yang masih ada harus dihilangkan; dan sebaliknya justru harus diusahakan dan dipikirkan

agar air yang jatuh di atas permukaan jalan/tanah tersebut dapat dikelola dan dimanfaatkan serta

dijadikan sebagai salah satu alternatip dalam upaya mengurangi atau mengendalikan banjir, dan

juga sekaligus diharapkan dapat mengisi cadangan air tanah dengan cepat (termasuk untuk

mengontrol kualitas dan kuantitas air tanah), agar menuju keberlangsungan kehidupan yang lebih

baik sekarang dan di kelak dikemudian hari.

Menurut para ahli/pengamat masalah lingkungan, yang disampaikan pada beberapa media

cetak/elektronik menyatakan bahwa tinggi muka air tanah di beberapa kota besar di Indonesa

cenderung terus mengalami penurunan yang signifikan setiap tahunnya, selain itu, indikasi di

lapangan menunjukan bahwa dikebanyakan sumur penduduk dalam kedalaman tertentu lebih

cepat kering pada saat musim kemarau baru tiba, atau sumurnya harus segera diperdalam.

Artinya persediaan cadangan air tanah telah berkurang dan dapat dianggap telah menjadi suatu

masalah baru bagi ketersediaan air bersih dan sehat kehidupan masyarakat perkotaan, apalagi

penyediaan air minum (air bersih) oleh pemerintah kota belum sepenuhnya dapat dilayani

5

Page 22: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

dengan baik. Belum lagi, kolam-kolam penampungan air hujan di kawasan perkotaan makin

berkurang bahkan hilang atau diganti peruntukannya sebagai kawasan hunian untuk

perumahan/perdagangan atau peruntukan lainnya. Sehingga dianggap menghilangnya tempat

rekreasi, dan tempat nyaman di wilayah perkotaan bagi warganya

Karena itu, sebagai salah satu upaya untuk dapat memenuhi cadangan air tanah bagi

kebutuhan penduduk dimasa sekarang maupun dimasa depan, serta sekaligus berfungsi untuk

mengendalikan banjir, maka konsep penanganan yang strategis dan berpotensi adalah melalui

penerapan drainase jalan yang berwawasan lingkungan, dan merupakan wujud dari konsistensi

penegasan terhadap keberfungsian dan kebermanfaatan dari keberadaan sistem drainase jalan

yang berwawasan lingkungan.

1.5 Teknologi Drainase (jalan) dan Aspek Lingkungan

Penerapan teknologi dalam konteks perencanaan drainase yang mengedepankan konsep

berwawasan lingkungan, adalah dapat melalui penerapan antara lain teknologi porositas

perkerasan jalan, teknologi “sumur resapan” atau sejenisnya, teknologi kolam buatan maupun

alamiah sebagai tempat penampungan sementara ataupun tetap, yang dilengkapi sedemikian rupa

dengan bangunan penyaringan, pengaturan dan lainnya (sesuai fungsi).

Ada juga berbagai teknologi sudah diterapkan dan dicontohkan serta digunakan di beberapa

negara lain, dan atau di pemerintah daerah di Indonesia yang dapat dijadikan sebagai referensi.

Tentunya, teknologi dalam konteks perencanaan dari sistem drainase (permukaan) jalan dan

terkait dengan pemenuhan untuk penyimpanan air tanah (cadangan air tanah), dan sekaligus

sebagai upaya untuk pengendalian banjir dan sebagai tempat rekreasi/sosial bagi warga

masyarakat.

Pada satu ruas jalan, mungkin di beberapa tempat di badan jalan, ada kemungkinan

diperlukan penanganan aliran air yang berada di atas permukaan jalan maupun di bawah

permukaan jalan yang dianggap dapat merusak atau mempengaruhi kekuatan dari struktur

konstruksi badan jalan. Adanya aliran air bawah badan jalan dan potensi air bawah permukaan

lainnya, dianggap dapat menggangu struktur badan jalan.

Dalam kondisi tersebut, diperlukan saluran sub-surface drainage (drainase bawah jalan),

yang berfungsi untuk mengalirkan air di bawah badan jalan dengan baik, sehingga tidak akan

merusak struktur perkerasan jalan (badan jalan). Berbagai peluang teknologi subdrain dapat

digunakan dengan mengacu pada pedoman perencanaan drainase.

6

Page 23: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Dalam penerapan teknologi sumur resapan ataupun kolam penyimpanan air (dan sejenisnya),

perencana harus memperhatikan kemungkinan akan terjadinya aliran air bawah jalan yang dapat

merusak struktur badan jalan. Karena itu, penerapan teknologi ini perlu diperhatikan

perancangannya agar tidak menjadi “bumerang” dalam konteks penanganan air permukaan dan

bawah jalan terhadap kerusakan jalan.

Sistem drainase dan penerapan teknologinya dibangun untuk mereduksi tingkat kerusakan

jalan, jika dalam konteks perencanaan kurang tepat maka keberadaan teknologi bangunan air

tersebut justru akan dapat mempercepat kerusakan konstruksi badan jalan.

Intinya, bahwa pada badan jalan (struktur) tidak boleh ada masalah dengan keberadaan air,

baik di permukaan jalan, lereng jalan dan atau yang berada di bawah badan jalan (kedalaman

tertentu), yang tergenang dalam kurun waktu tertentu (harus cepat hilang). Pada kasus tertentu,

seperti jenis konstruksi jalan campuran beraspal, keberadaan air yang terus menerus dan waktu

lama akan mempercepat terjadinya kerusakan jalan. Jadi jenis tipe perkerasan jalan campuran

beraspal harus diamankan dari air, air, dan air.

Dari sisi lain, penelitian yang dilakukan oleh pusjatan (Suryana, 2000) tentang hubungan

tipikal antara bentuk dan dimensi dari drainase (saluran tepi jalan) dengan reduksi tingkat

getaran yang disebabkan oleh lalu lintas kendaraan bermotor (lalu lintas berat), menunjukan

bahwa ada kemampuan yang cukup berarti; yaitu saluran berbentuk trapesium dan kubus,

dengan kedalaman yang makin besar (h) dapat memberikan konstribusi untuk mampu mereduksi

getaran lalu lintas (dB) hingga mencapai 30%, dari tingkat getaran yang ditimbulkan oleh lalu

lintas kendaraan bermotor. Gambaran ini mengindikasikan bahwa dengan penempatan saluran

tepi (drainase) jalan dapat membantu untuk mengurangi getaran dari lalu lintas, sehingga dapat

meningkatkan kenyamanan masyarakat sekitar dan bahkan mengurangi resiko kerusakan pada

konstruksi bangunan di sisi jalan, terutama jika diliwati angkutan truk berat.

Di perkotaan drainase jalan atau saluran tepi jalan berada pada batas terluar bahu, namun

pada umumnya terletak mulai dari batas terdalam bahu jalan (tepi perkerasan jalan) hingga batas

terluar (selebar bahu jalan), tetapi tetap dalam rumaja dan rumija. Konstruksinya pada umumnya

sebagai drainase yang ditutup atau tertutup, sehingga dapat berfungsi sekaligus juga sebagai

fasilitas pejalan kaki (trotoarisasi) dengan kereb. Artinya lebar bahu seluruhnya digunakan

fasilitas pejalan kaki (trotoarisasi). Bagaimana fungsi bahu jalan dalam kondisi ini?

Secara teoritis, fungsi bahu jalan harus tetap difasilitasi sesuai kebutuhan, namun dengan

keterbatasan lahan milik jalan (rumija dan rumaja), prakteknya, dapat didesain berfungsi sebagai

bahu dengan lebar minimal, sekaligus ada fasilitas bagi pejalan kaki dengan lebar minimum juga

(dengan kereb dan drainase tertutup). Dapat pula saluran tepi ini berada pada sebagian daerah

7

Page 24: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

bahu jalan (tanpa kereb, tertutup, rata dengan permukaan jalan), dan sisanya untuk fungsi bahu

jalan.

Karena pada umumnya di perkotaan, berupa drainase jalan tertutup dan berfungsi sebagai

fasilitas pejalan kaki (trotoarisasi/kereb), maka trotoar tersebut akan mempunyai elevasi

permukaan yang lebih tinggi dari elevasi permukaan jalan (permukaan perkerasan jalan),

sehingga akan menyebabkan air dari permukaan jalan dapat tertahan oleh kereb (troatoar)

tersebut yang seolah berfungsi sebagai bendung tetap. Dari proses ini dapat menimbulkan

potensi genangan air (banjir cileuncang) sepanjang dan selebar dari tepi jalan (kereb) hingga ke

tengah jalan dan memanjang jalan; jika jalan tersebut mempunyai kemiringan memanjang

tertentu (gradien >4%), maka akan terjadi aliran air dengan kecepatan aliran yang cukup cepat

yang berada di permukaan sepanjang tepi kereb (dan tepi jalan), kondisi dapat menggerus atau

merusak permukaan perkerasan jalan (ikatan butir-butir agregat terlepas dari susunan

strukturnya), yang bisa mengakibatkan kerusakan dan lubang-lubang.

Agar tidak menggerus permukaan jalan atau merusaknya, maka air permukaan pada tepi

kereb tersebut harus segera dimasukan ke saluran/drainase melalui inlet yang tertutup atau

terbuka. Inlet dapat dibangun dengan tipikal bentuk berupa inlet tegak maupun inlet horizontal.

Prinsipnya air dari permukaan perkerasan jalan harus segera dialirkan ke drainase permukaan

jalan (saluran tepi) melalui sistem inlet, sehingga air pada permukaan jalan tidak “terlalu lama”

atau tertahan oleh kereb. Dan atau ilnlet yang gagal berfungsi. Spesifikasi kereb dan kansteen

dapat dilihat di spesifikasi khusus seksi 8.4 (2009) serta pemasangan kereb pracetak (spesifikasi

kusus 1.8.4)

1.6 Strategi Pelaksanaan Pembangunan Drainase Jalan

Dalam konteks pelaksanaan pembangunan drainase jalan di perkotaan, perlu suatu strategi

yang mendapat perhatian dan pertimbangan dari para perencana dan pelaksana pembangunan

jalan berkaitan dengan aspek teknis yaitu: Memenuhi unsur kemudahan konstruksi, kerapihan

konstruksi, dan kekuatan konstruksi serta pertimbangan agar dalam kegiatan pemeliharaannya

relatif lebih mudah; untuk itu, sebaiknya direncanakan dengan disain bentuk tipe trapesium/segi

empat/kubus. dari bahan konstruksi beton pracetak (pracetak-pabrikasi) sesuai spesifikasi yang

ada dan jelas (baik dimensi, dan kekuatan), serta berupa konstruksi bangunan tertutup. Lihat

spesifikasi umum drainase (8) Divisi 2, seksi 2.3 (gorong-gorong dan drainase beton).

Strategi dengan teknologi pracetak-pabrikasi ini dapat dianggap memenuhi kebutuhan standar

untuk terwujudnya mutu-kualitas berdasarkan spesifikasi atas bahan dan kekuatan, kemudahan

8

Page 25: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

dan kerapihan pengerjaan. Kontruksi pra-cetak dapat berkontribusi terhadap aspek efisiensi, dan

efektifitas dalam pekerjaan (lebih cepat), serta umumnya akan terlihat lebih tertib, bagus dan

rapih.

Pada saat pemeliharaan cara ini jauh akan lebih mudah dan biasanya pemeliharaan drainase

jalan merupakan kegiatan yang “paling sering diabaikan” (bukan prioritasi) dan selalu dianggap

remeh, sehingga mengakibatkan fungsi drainase tidak bisa berjalan baik dan ujungnya banjir

“cileuncang” dan mempercepat kerusakan jalan.

Srategi lainnya adalah, upaya menempatkan berbagai variasi teknologi bangunan air yang ada

dan tepat (sesuai kebutuhan), dan dikombinasikan dengan penataan lansekap jalan, dengan

mempertimbangkan keberadaan struktur/konstruksi badan jalan.

1.7 Bahu jalan dan Peranannya

Dengan prinsip penerapan fungsi utama bahu jalan, maka peran posisi bahu jalan yang berada

antara drainase jalan dan perkerasan jalan (sebagai bagian rumaja) akan menjadi penting dan

strategis dalam mewujudkan jalan yang berkeselamatan, sekaligus memperkuat struktur

perkerasan jalan serta konsep yang berwawasan lingkungan berkaitan dengan fungsi saluran tepi

jalan, merupakan pendekatan dari sisi teknis.

Prasarana transportasi jalan khususnya keberadaan bahu jalan dengan berbagai bangunan

pelengkap maupun perlengkapan jalan, seharusnya tidak dijadikan atau dimanfaatkan sebagai

fungsi dan kepentingan di luar lalu lintas, antara lain seperti, untuk tempat parkir (tertentu),

tempat penimbunan bahan/material, pedagang kaki lima, penempatan pepohonan, dan aktivitas

lainnya yang bukan untuk kepentingan berlalu lintas sesuai UULAJ dan UU Jalan.

Peran dan fungsi bahu jalan sangat terkait erat dengan system jaringan jalan dan fungsi jalan

dalam system primer dan sekunder; Fungsi Arteri, kolektor, local dan lingkungan, kelas jalan

(I,II,III, khusus), dan spesifikasi tipe pelayanan jalan (jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan

sedang dan jalan kecil). Terkait juga adalah pertimbangan keselamatan dan lingkungan dalam

penetapan kecepatan rencana dan volume lalu lintas yang akan membebaninya.

Dalam Permen PU No.19/2011 tentang persyaratan teknis jalan dan kriteria perencanaan

teknis jalan menyatakan bahwa lebar badan jalan harus termasuk bahu jalan, selain untuk lajur

lalu lintas. Bahu jalan harus diperkeras (dipadatkan), bahkan pada jalan bebas hambatan,

kekuatan bahu jalan harus 60% dari kekuatan perkerasan lajur lalu lintas.

Prinsipnya, untuk dapat memenuhi peran dan fungsi bahu jalan, maka bentuk (tipikal)

permukaan lajur lalu lintas harus rata dengan bentuk (tipikal) permukaan bahu jalan, dan

mempunyai lebar tertentu (minimal) untuk mengantisipiasi keadaan darurat lalu lintas, serta

9

Page 26: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

dipertimbangkan dalam segi konstruksinya (disarankan dalam kondisi padat, dan cukup kuat).

Artinya fasilitasi bahu jalan mutlak diperlukan, dengan tipikal kondisi tersebut diharapkan dapat

mewujudkan kondisi jalan yang berkeselamatan dan sekaligus bisa memenuhi unsur “laik

fungsi” jalan, sesuai UULAJR No.22/2009, dan Permen PU No. 11/2010 tentang Tata Cara dan

Persyaratan Laik Fungsi Jalan.

Memang kelaikan fungsi jalan harus dilaksanakan berdasarkan kesesuaian dengan standar

jalan; pada kenyataan di lapangan yang sejajar dengan standar sulit dipenuhi, maka digunakan

suatu kriteria dalam perencanaan teknis adalah yaitu untuk memenuhi atau dapat

mengakomodasi fungsi kebutuhan yang didasarkan pada aspek keselamatan. Pendekatan aspek

keselamatan adalah mencoba melihat dan menganalisis adanya kemungkinan potensi bahaya dan

atau tingkat kefatalan jika ada kejadian kecelakaan lalu lintas, sehingga harus diupayakan

dengan teknologi atau rekayasa keselamatan jalan yang mampu mengurangi potensi atau

kefatalan akibat kecelakaan lalu lintas.

Sering ditemukan bahwa, baik pada jalan kecil bahkan pada jalan raya kondisi permukaan

bahu (beda tinggi dengan jalan), dan lebar bahu tidak dapat memenuhi persyaratan minimal.

Karena itu, pendekatan jalan yang berkeselamatan harus menjadi acuan dalam pendekatan

perencanaan, dengan memfasilitasi berbagai kemungkinan penggunaan atau penerapan teknologi

ataupun rekayasa dan pengatur lalu lintas lain yang tepat untuk ditempatkan dalam rangka

mengurangi potensi resiko kecelakaan atau kefatalan.

1.8 Konstruksi Bahu Jalan

Bahu jalan pada prinsipnya ikut berperan dan dibuat untuk mendukung tingkat kapasitas

jalan, tingkat kenyamanan dan keselamatan, serta dapat memperkuat struktur konstruksi jalan

(badan jalan); utamanya berfungsi untuk memberikan ruang bebas samping bagi kendaraan, dan

dipergunakan untuk keadaan darurat lalu lintas (berhenti darurat, sebagai lajur lalu lintas darurat,

dst.), artinya untuk dapat memberikan kelancaran (pergerakan kendaraan), dan memberikan

tingkat keselamatan serta kenyamanan bagi lalu lintas, termasuk menyediakan sesuai kapasitas

jalan, sebagai suatu konsep penyediaan prasarana jalan yang baik/tepat dan memberi rasa

kenyaman dan keselamatan.

Konstruksi bahu jalan sebagai suatu kesatuan dalam konstruksi perkerasan jalan, dapat

dibangun mulai dengan jenis konstruksi yang menggunakan material campuran (misal agregat

kelas B), hingga sampai pada konstruksi bahu yang diperkeras/dipadatkan dengan baik dengan

teknik pemadatan tertentu, atau berupa penggunaan teknologi konstruksi campuran beraspal

(diperkeras), maupun campuran beton semen (kaku), sehingga lebih kokoh-tahan lama dan rapih.

10

Page 27: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Kesemua jenis bahan dan jenis konstruksi dapat dipilih dan ditetapkan guna memberi manfaat

yang optimal bagi keutuhan konstruksi jalan maupun bagi keselamatan dan kenyamanan berlalu

lintas.

Penetapan pilihan teknologi konstruksi dan rencana dimensi bahu jalan pada dasarnya harus

dikaitkan dengan besaran rumaja, dan akan sangat tergantung kepada kondisi tanah dasar,

tipe/disain konstruksi perkerasan jalan, dengan asumsi karakteristik lalu lintasnya (besaran

volume dan komposisi lalu lintas, serta kecepatan), juga kondisi eksisting lingkungan jalan akan

memberi pengaruh dalam mewujudkan jalan yang berfungsi dengan baik sekaligus berwawasan

lingkungan dan jalan yang berkeselamatan. Konsep inilah yang sebaiknya ke depan dapat

diterapkan dalam perencanaan dan juga pemeliharaan bahu jalan.

Umumnya kondisi bahu jalan di perkotaan sekaligus berfungsi atau difungsikan sebagai

fasilitas jalur pejalan kaki dan atau sepeda. Namun dengan fungsi yang berbeda tersebut disatu

sisi akan membahayakan pejalan kaki/sepeda. Sehingga perlu dibedakan bentuk maupun

konstruksinya sehingga memberi rasa kenyamanan dan keselamatan sekaligus dapat berfungsi

sesuai kebutuhannya. Artinya, fungsi fasilitasi untuk pejalan kaki dan fasilitas bahu jalan tetap

disediakan dan berfungsi dengan baik. Untuk itu, bentuk konstruksi yang umum adalah dengan

tipe trotoar sebagai fasilitas pejalan kaki (lihat divisi 8, seksi 8.4.3.7), dan harus disediakan

untuk kebutuhan fasilitas lebar bahu minimal (0,50 m)

1.9. Drainase dan Bahu Jalan Bagian dari RUMAJA

Sebetulnya dalam ruang manfaat jalan ada sejalur ambang pengaman (pasal 37 PP

No.34/2006) berupa ruang dari bidang tanah dan/atau konstruksi bangunan pengaman yang

berada di antara tepi badan jalan (batas drainase atau saluran tepi) dan batas ruang manfaat jalan

yang hanya diperuntukan bagi pengamanan konstruksi jalan. Dalam kondisi lahan atau medan

terbatas, maka pada prinsipnya pengamanan konstruksi badan jalan dapat dilakukan dan atau

difungsikan bersama dengan penerapan teknologi konstruksi pada drainase atau pada bahu jalan.

Artinya, pembangunan konstruksi drainase dan ataupun bahu jalan sekaligus dapat berfungsi

sebagai pengaman konstruksi bada jalan.

Rumaja (ruang manfaat jalan) sangat strategis sifatnya dan sangat penting untuk dipenuhi

secara teknis, agar jalan dengan seluruh bagian-bagiannya dapat berfungsi sesuai aturan (fungsi)

dan kaidahnya (teknis), sekaligus akan dapat memberikan tingkat kelancaran dan keselamatan

bagi lalu lintas secara optimal.

11

Page 28: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Setiap orang dilarang memanfaatkan jalan dalam kaitannya dengan kepentingan dan fungsi

rumaja, yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi jalan atau menjadi terganggunya arus

lalu lintas (kemacetan, kecelakaan dan ketidak nyamanan). Persoalannya adalah sejauh mana

fungsi bagian-bagian jalan tersebut disediakan dan diterapkan, itu semua sangat tergantung

kepada para penyelenggara jalan dan upaya penegakan hukum yang dapat ditegakan dan

dilaksanakan untuk bisa menjaga fungsi jalan tersebut, berdasarkan UU No 38/2004 tentang

jalan maupun UU No.22/2009, tentang UULAJR, terutama yang berhubungan dengan pasal-

pasa; mengenai sanksi yang dapat diterapkan.

Pengamanan terhadap rumaja agar berfungsi sesuai rencana dan yang ditetapkan oleh

berbagai peraturan yang ada (UU 38/2004, UU 22/2009), sepertinya harus dilaksanakan dalam

proses reward and punishment, harus dilakukan penegakan hukum bagi yang melanggar dan

diberi ‘hadiah’ bagi yang ikut menjaga dan memelihara fungsi drainase dan bahu jalan; semua

ini sebaiknya diberlakukan dalam konteks keterlibatan peran masyarakat yang lebih proporsional

dan rasional.

1.10. Ruang Lingkup

Lingkup dalam buku/modul perencanaan drainase dan bahu jalan yang berwawasan

lingkungan, difokuskan pada penjelasan dalam pelatihan perencanaan drainase dan bahu jalan,

yaitu pada drainase permukaan jalan (saluran tepi jalan) dan bahu jalan yang mengedepankan

konsep berwawasan lingkungan dan sekaligus menuju jalan yang berkeselamatan.

Tujuannya adalah untuk menjadi perhatian dan pertimbangan oleh para peserta/pembaca agar

dalam proses perencanaan ataupun dalam mengupayakan pemanfaatan (operasionalisasi) jalan,

juga dalam konteks pemeliharaan jalan, dapat diwujudkan jalan yang memastikan

keawetan/ketahanan, keamanan, kenyamanan dan keselamatan bagi penggunanya (lalu lintas).

Dalam Undang-Undang Jalan No. 38/2004 pasal 2 menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan

jalan berdasarkan pada azas kemanfaatan, keamanan, keselamatan, keselarasan dan

keseimbangan, dengan maksud dapat mewujudkan pelayanan jalan yang handal dan prima yang

berpihak pada kepentingan masyarakat.

Demikian pula dalam undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (No.22/2009)

menjelaskan bahwa kepentingan lalu lintas yang dilayani adalah bagi lalu lintas kendaraan

bermotor dan kendaraan tidak bermotor yang lebih tegasnya adalah pejalan kaki, dan sepeda.

Artinya jalan harus menfasilitasi kepentingan pejalan kaki dan sepeda, selain kendaraan

bermotor, terutama pada kawasan perkotaan.

12

Page 29: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Sebagai sebuah kesatuan dalam sistem jaringan jalan yang mengedepankan fungsi dan

manfaat dari bagian-bagian jalan (lajur lalu lintas-perkerasan, bahu, saluran tepi dan ambang

pengaman); maka penyediaan fasilitas sesuai fungsinya akan saling bergantungan, dan saling

mempengaruhi terhadap peran kinerja masing-masing fungsi fasilitas, sehingga akan sangat

berperan dalam menentukan perwujudan jalan yang handal dan jalan yang berkeselamatan.

Dengan kondisi seperti itu, agar peran dan fungsi setiap bangunan fasilitas yang disediakan

optimal dan bersinergi, maka diperlukan peran masyarakat yang lebih aktif dan positif, yaitu

dalam bentuk rasa kesosialan, dan rasa kebersamaan. Jadi peran partisipasi masyarakat ke depan

memang harus dilibatkan dan ditingkatkan keterlibatannya dalam menegakan keberfungsian dan

kemanfaatan fasilitas tersebut, Dengan demikian, upaya penerapan teknologi dan konsep jalan

yang berwawasan lingkungan dari segi pengelolan/penyelenggaraan dan koordinasinya, akan

dipermudah, baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan drainase dan bahu jalan

sesuai fungsi dan kebutuhannya oleh para penyelenggara jalan.

1.11. Manfaat (peran dan fungsi) Drainase dan Bahu Jalan Yang Berwawasan

Lingkungan

Atas berbagai kenyataan di lapangan dan dengan anggapan “kurang seriusnya” sejak mulai

pada tahap awal perencanaan jalan secara keseluruhan penanganan konstruksi jalan, maka

penyusunan modul dan kegiatan pelatihan ini, diharapkan dapat menghilangkan kesan bahwa

penyediaan fasilitas drainase dan bahu jalan, tidak lagi dilandasi dengan ketidak serusan,

termasuk juga bukan atas pertimbangan kepentingan “kacamata” masing-masing pihak yang

terlibat (instansi pemerintah, swasta/BUM, masyarakat, dll).

Bahwa kebutuhan akan pengamanan struktur jalan tahan lama), berfungsinya bagian jalan

dalam rumaja bagi kepentingan kelancaran, kenyamanan, ketertiban dan keselamatan lalu lintas

(kendaraan bermotor dan tidak bermotor), memang sangat jelas dan harus mendapat perhatian

kita semua.

Untuk selanjutnya, ke depan, pembangunan jalan dan penyediaan berbagai fasilitas untuk

kepentingan penempatan utilitas perlu dipikirkan secara integrated, dan metode pemeliharaannya

yang dianggap lebih efisien dan efektif.

Penyediaan penempatan fasilitas PAM/PDAM, jaringan telepon, listrik, kebutuhan tanaman,

pejalan kaki, dst. Tentunya dapat dilakukan dengan penerapan teknologi dan harus

disosialisasikan kepada masyarakat dengan baik dalam kontek perngelolaan maupun

pemeliharaan bangunan tersebut., walaupun diperlukan upaya dan dana yang relatif besar.

13

Page 30: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

BAB 2

KRITERIA UMUM DRAINASE JALAN

2.1. Penempatan Drainase

Dalam perencanaan penempatan drainase (permukaan) jalan (saluran tepi jalan) tergantung

pada desain geometrik jalan seperti pada jalan lurus (mendaki/menurun), tikungan, dengan

jumlah lajur dan jalur, dengan/tanpa median, dst. Letak saluran pada geometrik jalan lurus

umumnya berada pada ke dua sisi (samping jalan), yaitu sisi kiri dan sisi kanan jalan. Jika pada

tikungan jalan (menikung) dengan melebar miring ke arah salah satu tepi (sesuai kemiringan

jalan-superelevasi), maka saluran akan terdapat pada salah satu sisi tepi jalan atau pada salah

satu bahu jalan. Sedangkan jika kemiringan perkerasan (permukaan jalan) dengan lebar jalan ke

arah median jalan maka saluran akan terdapat pada median jalan tersebut. Jika jalan dengan dua

jalur (median) terdiri dari banyak lajur (sangat lebar), maka baik pada jalan lurus maupun

menikung dapat dibuat saluran tepi di sisi masing-masing bahu, atau pada salah satu sisi bahu

dan atau pada sisi median (tergantung posisi geometrik jalan).

Kemiringan pada satu arah pada tikungan jalan ini dapat menyebabkan saluran tepi hanya

pada satu sisi jalan yaitu sisi yang lebih rendah. Untuk menyalurkan air pada saluran tepi yang

bertopografi tertentu, maka pada jarak tertentu, direncanakan adanya pipa (nol) yang diposisikan

di bawah badan jalan untuk mengalirkan air dari saluran ke pembuangan. Intinya berbagai

persyaratan teknis dan kriteria teknis dalam perencanaan sudah tertuang dalam Permen PU

No.19/2011. Prinsipnya penempatan saluran tepi jalan di permukaan jalan selalu mengikuti

topografi yang berkaitan dengan geometrik (rencana ataupun kondisi) jalan dan lingkungan

sekitarnya, yang terkait dengan badan air lain atau ke saluran pembuangan (sungai).

2.2. Sistem dan Fungsi Drainase

Sistem drainase merupakan serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan

atau membuang kelebihan air (pengendalian air) dari suatu kawasan ke badan air (peresapan atau

panahan air/kolam) atau ke sungai. Dalam merencanakan sistem drainase jalan didasarkan pada

keberadaan baik air permukaan (air hujan) maupun keberadaan air bawah permukaan, sehingga

dalam perencanaan drainase jalan, diperhatikan tdalam lingkupnya:

1. Perencanaan drainase permukaan (surface drainage) yang sering disebut sebagai saluran

tepi jalan (Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan, SNI. 03-3424-1994), dan

Pedoman Perencanaan Sistem Drainase Jalan. (Pd-T-02-2006-B);

a. termasuk kemungkinan penerapan drainase (permukaan) di lereng.

14

Page 31: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

b. Perencanaan drainase bawah permukaan (sub surface drainage).

c. Penerapan teknologi ramah lingkungan berupa bangunan air, sebagai peresap air,

penampung air, maupun lainnya.

2. Sistem drainase permukaan jalan berfungsi untuk mengendalikan limpasan air hujan di

permukaan jalan dan juga dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan.

Limpasan air hujan dan genangan air hujan di permukaan perkerasan jalan dapat

mengakibatkan percepatan terhadap kerusakan konstruksi jalan dan atau dapat menggerus

(erosi) pada konstruksi badan jalan. Dalam konteks perencanaan, maka pada modul ini

difokuskan pada perencanaan drainase permukaan jalan (saluran tepi jalan) yang

berwawasan lingkungan (penerapan teknologi ramah lingkungan).

Secara umum, pendekatan dalam perencanaan sistem drainase jalan (saluran tepi jalan) yang

berwawasan lingkungan adalah dimulai dengan memplot rute jalan yang akan ditinjau pada peta

topografi untuk mengetahui daerah layanan sehingga dapat memprediksi kebutuhan penempatan

bangunan drainase berupa saluran samping jalan, dan teknologi dari bangunan penunjang

lainnya, seperti fasilitas penahan air hujan dan bangunan pelengkapnya, dengan memperhatikan

keberadaan lingkungan. Intinya, harus menghitung debit aliran, menghitung dimensi saluran dan

kemiringan saluran, gorong-gorong serta bangunan/badan air lainnya. Juga harus memperhatikan

pengaliran air yang ada di permukaan maupun yang ada di bawah permukaan dengan mengikuti

ketentuan teknis konstruksi jalan, tanpa menggangu atau memperngaruhi struktur konstruksi

jalan dan stabilitas konstruksi jalan (detail perencanaan lihat SNI dan pedoman perencanaan).

Sistem drainase bawah permukaan bertujuan untuk menurunkan muka air tanah dan

mencegah serta membuang air infiltrasi dari daerah sekitar jalan dan permukaan jalan atau air

yang naik dari subgrade jalan (tanah dasar).

Pilihan dan penerapan teknologi ramah lingkungan direncanakan untuk mendukung agar

disatu sisi konstruksi badan jalan tidak bermasalah dengan keberadaan air permukaan maupun

air bawah badan jalan, dan di sisi lain dapat membantu mengkonservasi air hujan pada

lingkungan sekitarnya agar menjadi lebih bermanfaat. Beberapa kriteria dapat dijadikan acuan

untuk memilih dan menerapkan berbagi teknologi, yaitu:

1) Harus dapat menjaga konstruksi badan jalan tidak terganggu

2) Harus mampu mengalirkan air permukaan maupun air bawah badan jalan ke bangunan

air tertentu dengan lancar dan aman.

3) Mudah dalam melakukan pemeliharaan dan tidak mengganggu kelancaran dan ketertiban

lalu lintas selama pemeliharaan dilakukan.

15

Page 32: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

4) Dapat harmonis dan sinkron dengan kondisi lingkungan setempat, terutama jika

dilakukan penataan lansekap yang berujung sebagai tempat sosialisasi masyarakat,

rekreasi dan hiburan.

5) Masyarakat dapat berpartisipasi dan ambil bagian yang berarti dalam menjaga dan

menggunakan keberadaan fasilitas tersebut dengan baik dan aman.

2.3. Jenis-jenis drainase jalan

Pada umumnya drainase ini berada di permukaan tanah, dan atau di bagian tepi badan jalan :

a. Menurut sejarah terbentuknya

i. Drainase alamiah ( natural drainage ), terbentuk secara alamiah, tidak terdapat

bangunan penunjang (bangunan pelengkap/khusus).

ii. Drainase Buatan ( artificial drainage ), dibuat dengan tujuan tertentu, biasanya dapat

memerlukan bangunan khusus.

Sumber : Perencanaan Sistem Drainase Jalan (Pd-T-02-2006-B)

Gambar 2. Tipikal drainase jalan

b. Menurut letak bangunan

i. Drainase Permukaan Tanah (Surface Drainage),

suatu sistem pembuangan air untuk menyalurkan

air di permukaan tanah, hal ini untuk mencegah

adanya genangan.

ii. Drainase Bawah Permukaan Tanah (Subsurface

Drainage), Suatu sistem pembuangan untuk

mengalirkan kelebihan air di bawah tanah (jalan).

c. Menurut fungsi:

i. Single Purpose, satu jenis air buangan : air hujan, limbah domestik,limbah industri

ii. Multi Purpose, beberapa jenis air buangan tercampur.

16

Page 33: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

iii. Peresapan air,

iv. Kolam penampung air (sementara atau tetap),

d. Menurut konstruksi:

i. Saluran Terbuka

ii. Saluran Tertutup

e. Menurut tipe berkaitan dengan Lingkungan:

i. Saluran penerima (saluran penghubung-gutter dan

inlet,)

ii. Saluran pembawa air berlebih (saluran samping,

gorong-gorong)

iii. Saluran pengumpul (bak kontrol)

iv. Badan air penerima :Fasilitas resapan air (sumur

resapan) dan Kolam drainase

v. Drainase lereng dan fasilitas pematah arus.

vi. Drainase untuk sistem konservasi air lingkungan

f. Permasalahan drainase.

Permasalahan yang timbul pada drainase di

perkotaan bukanlah hal yang sederhana, banyak

factor yang mempengaruhi dan memerlukan

pertimbangan yang matang dalam perencanaan,

antara lain :

i. Peningkatan Debit dan penetapan fungsi optimal (curah hujan, multi fungsi)

ii. Peningkatan Jumlah Penduduk (adanya

perubahan fungsi lahan)

iii. Amblesan Tanah (struktur dan kondisi

lapisan tanah)

iv. Penyempitan dan pendangkalan saluran (sedimentasi, limbah sampah)

v. Reklamasi (penggunaan/pemanfaatan lahan)

vi. Pasang Surut (banjir rob)

vii. Operasionalisasi dan Pemeliharaan (perilaku

masyarakat dan pemerintah)

viii. Keterbatasan lahan, keperluan konservasi air,

penataan lansekap jalan, kebutuhan rekreasi

warga

17

Page 34: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

2.4. Drainase jalan dan Keterlibatan Masyarakat

Sesuai dengan pasal 36 PP No.34./2006 tentang jalan disebutkan bahwa saluran tepi jalan

(drainase permukaan) diperuntukan bagi penampungan dan penyaluran air permukaan,

pembagian serta pembuangan air yang efektif dan bermanfaat, terutama agar badan jalan akan

bebas dari pengaruh dan genangan air.

Kemampuan dan kapasita daya tampung ditetapkan dengan dimensi lebar saluran yang

didasarkan terhadap kondisi lebar permukaan jalan (Rumija dan Rumaja), dan keadaan

lingkungan setempat (daerah tangkapan air hujan). Saluran harus dibangun dengan tipe

konstruksi yang mudah dipelihara secara rutin, dan dalam hal kondisi tertentu dan dengan syarat-

syarat tertentu pula, maka dapat ditetapkan oleh penyelenggara jalan, bahwa saluran tepi jalan

dapat diperuntukan bagi saluran (drainase ) lingkungan.

Agar fungsi drainase berjalan dengan baik, maka dalam perencanaan harus dipertimbangkan

terhadap kebutuhan fasilitas bangunan pelengkapnya; seperti gorong-gorong, bak control-

penampung yang sekaligus sebagai penyaring, inlet dengan kapasitas dan kecepatan aliran yang

tepat, dll. Demikian juga fungsi drainase di wilayah diperkotaan dengan kondisi lahan terbatas

(rumija dan rumaja), maka dengan konstruksi tertentu (drainase tertutup) dapat difungsikan juga

sebagai fasilitas pejalan kaki, bahkan kemungkinan fasilitas sepeda (bergabung atau terpisah)

dengan konstruksi semacam trotoarisasi.

Pertimbangan ekonomis dengan memperhatikan aspek keselamatan dalam perencanaan dan

pembangunan drainase perlu juga dilakukan sejauh keadaan itu sangat signifikan, sekaligus

memperhatikan aspek keterlibatan masyarakat dalam hal optimalisasi dan fungsionalisasi

drainase, trotoar, dan kegiatan pemeliharaan, dsb. Kesulitan dalam pelaksanaan pemeliharaan

terutama berkaitan dengan banyaknya sedimentasi akibat lingkungan yang kurang baik, maka

konstruksi yang dipilih apapun bentuk, jenis dan tipenya harus dipertimbangkan terhadap

kemudahan pemeliharaan dan keterlibatan peran masyarakat serta sekaligus diharapkan tidak

membahayakan pengguna jalan.

18

Page 35: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

BAB 3

KRITERIA UMUM BAHU JALAN

3.1. Penempatan Bahu Jalan

Bahu jalan adalah suatu ruang, dengan lebar tertentu bagian dari rumaja yang disesuaikan

dengan standar geometrik jalan.

Gambar 1 menunjukan tentang gambaran ruang sebagai bahu dan geometrik jalan, juga

posisi drainase jalan, dengan tipe satu jalur-one carriageway (biasanya terdiri dari dua lajur lalu

lintas-dua arah) yang dikedua sisi jalan tersebut harus ditempatkan ruang jalan yang difungsikan

sebagai bahu (disebut luar). Sedangkan, pada tipikal dua jalur-dual-carriageway (ada median)

maka tiap jalur biasanya terdiri dari beberapa lajur (lane) lalu lintas.Pada setiap jalur, harusnya

mempunyai dua sisi, yaitu (1) bahu yang di sisi jalur sebelah dalam, berada antara lajur

kendaraan dengan kereb median (ditandai dengan marka garis menerus-pembatas sisi lajur

dengan kereb median) yang disebut bahu dalam, dan (2) bahu di sisi luar jalur perkerasan

(ditandai dengan garis tepi marka yang menerus/pembatas sisi perkerasan jalan sampai dengan

saluran tepi jalan), biasa disebut sebagai bahu luar.

Kedua bahu, baik bahu luar maupun bahu dalam, pada hakekatnya berfungsi untuk kapasitas,

kenyamanan dan keselamatan, dengan penekanan bahwa pada bahu dalam lebih kepada

penyediaan tingkat kebebasan samping dan mengurangi tingkat kefatalan, sehingga lebar ke dua

jenis bahu tidak harus selalu sama, dan umumnya lebar bahu dalam relatif lebih kecil

dibandingkan lebar bahu luar, yang disesuaikan dengan tingkat kecepatan kendaraan yang

direncanakan dan akan menjadi total lebar sebagai median jalan.

Pada posisi jembatan, penyediaan bahu jalan harus tetap disediakan selebar 0,50 m, antara

marka garis tepi jalan dengan kereb trotoar pada jembatan, artinya marka garis tepi jalan harus

lurus menerus sama dengan marka garis tepi jalan pada jalur jalan (lebar jalur atau lajur baik

pada jalan maupun pada jembatan tetap sama).

3.2. Lebar Bahu Jalan

Lebar bahu jalan ditentukan juga berdasarkan fungsi jalan, kelas dan spesifikasi penyediaan

prasarana jalan (jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang dan jalan kecil), termasuk dengan

mempertimbangkan karakteristik lalu lintas, tingkat kecepatan, tingkat kecelakaan lalu lintas,

19

Page 36: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

dan ketersediaan lahan. Lebar minimum ruang milik jalan (Rumija) dengan lebar minimum

dalam kaitan dengan spesifikasi penyediaan prasarana menunjukan sebagai berikut:

a. Jalan bebas hambatan: lebar minimum Rumija 30,0 meter, minimum Rumaja teridiri dari

4 lajur (4 x 3,5 m) + median (termasuk bahu dalam) (4,0 m) + bahu luar 2 x 3,0,m +

saluran tepi (2 x 1,0 m) + ambang pengaman (2 x 2,0 m) = 30,00 m

b. Jalan raya : Lebar minimum Rumija 25,0 meter, minimum Rumaja, teridiri dari 4 lajur (4

x 3,5 m) + median (termasuk bahu dalam) (2,0 m) + bahu luar 2 x 1,5,m + saluran tepi (2

x 1,0 m) + ambang pengaman (2 x 2,0 m) = 25,0 m.

c. Jalan sedang: Lebar minimum Rumija 15,0 meter, minimum Rumaja teridiri dari 2 lajur 2

arah (minmum lebar jalur 5,5 m) + bahu luar 2 x 2,5 m + saluran tepi (2 x 0,75 m) +

ambang pengaman (2 x 1,5 m) = 15,00 m.

d. Jalan kecil : lebar minimum Rumija 11,0 meter, minimum Rumaja teridiri dari 2 lajur 2

arah (minmum lebar jalur 5,5 m) + bahu luar 2 x 1,5 m + saluran tepi (2 x 0,50 m) +

ambang pengaman (2 x 0,5 m) = 11,00 m.

Lebar kebebasan samping jalan cukup menentukan tingkat keselamatan dan kenyamanan lalu

lintas, karena itu pertimbangan makin lebar bahu adalah makin baik.

Tinggi permukaan bahu jalan menjadi penting berkaitan dengan factor lebar kebebasan

samping, dan sekaligus dapat berfungsi untuk mengalirkan air dari permukaan jalan ke saluran

tepi.. Kalaupun ada perbedaan ketinggian antara bahu jalan dan permukaan jalan sebaiknya

diusahakan rata atau lebih rendah dari permukaan perkerasan jalan (+/- 0,05 m).

Kemiringan bahu jalan ke arah saluran dibuat sedemikian rupa sehingga tidak ada

kemungkinan air akan tergenang di badan/permukaan perkerasan jalan atau pada bahu jalan.

Bahu dibuat miring ke arah saluran, tingkat kemiringan tergantung bahan material dan jenis

konstruksi bahu yang dipakai (biasa dipakai kemiringan 2%-4%). Lebih lanjut Permen PU No.

19/2011 tentang persyaratan teknis jalan dan kriteria teknis perencanaan jalan sudah cukup jelas

mengisyaratkan ketentuan teknis penyediaan bahu jalan dalam berbagai kriteria.

3.3. Bahu Jalan di Jalan Perkotaan

Untuk bahu jalan di kawasan perkotaan, di mana fungsi bahu (luar) jalan dibuat juga

berfungsi sebagai fasilitas pejalan kaki, maka kedua fungsi pada bahu (luar) tersebut harus

difasilitasi, baik untuk kepentingan lalu lintas kendaraan bermotor dan lalu lintas pejalan kaki.

“Kedua fasilitas tersebut harus dibedakan bentuk dan jenis bahan perkerasannya (permukaan)

atau dapat dibedakan dengan warnanya”, sehingga secara psikologis maupun teknis, bagi

20

Page 37: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

keduanya, pengendara maupun pejalan kaki, akan merasa aman dan berkeselamatan, serta

nyaman.

Kemiringan melintang bahu luar (pada satu jalur/dua jalur), harus tetap diperhitungkan sedemikian rupa,

sehingga pengaliran air permukaan dari perkerasan jalan dapat disalurkan (melalui inlet terbuka atau tertutup) ke

saluran tepi jalan, tanpa mengganggu kenyamanan dan

keselamatan pejalan kaki. Untuk posisi bahu dalam (pada kemiringan melintang jalan(geometrik).

Jika kondisi bahu ternyata digunakan untuk fasilitas pejalan kaki dan dibangun dengan

berupa fasilitas trotoar (yang mempunyai beda tinggi/dengan kereb) terhadap permukaan

perkerasan jalan, maka sangat diperlukan bangunan berupa inlet (saluran masuk) yang melintang

bahu jalan untuk mengalirkan air dari permukaan .

Fungsi bahu (awalnya) untuk juga dapat mengalirkan air dari permukaan jalan ke saluran tepi,

dan tentunya akan berubah jika ada trotoar yang dianggap sebagai bendung air yang akan

menghalangi lancarnya aliran air dari permukaan jalan menuju drainase jalan.

Trotoar disediakan biasanya pada posisi bahu luar, jika pada bahu dalam (median) tidak

dianjurkan kecuali disediakan dalam kaitan dengan penyediaan tempat/ada jalur penyeberangan

orang sebagai lapak tunggu.

Fungsi bahu jalan untuk kepentingan lalu lintas pada kondisi tersebut (ada trotoar), harus

tetap disediakan (difasilitasi) yang berdampingan dengan trotoar dan perkerasan jalan. Lebar

minimum 0,50 m (ditandai antara marga garis tepi menerus pada perkerasan jalan sampai kereb).

Pada daerah tikungan dengan superelevasi tertentu biasanya kemiringan bahu mengikuti

super elevasi jalan (geometrik), namun dengan persyaratan teknis tertentu bisa saja bahu jalan

dimiringkan ke arah saluran samping terdekat, dengan asumsi keadaan kondisi lalu lintas dan

geometrik serta lingkungan memang memungkinkan dan sekaligus tidak membahayakan bagi

konstruksi jalan dan keselamatan lalu lintas.

21

Page 38: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

BAB 4

PERENCANAAN DRAINASE DAN BAHU JALAN YANG BERWAWASANLINGKUNGAN

4.1. Perencanaan sistem drainase permukaan jalan yang berwawasan lingkungan

Pada dasarnya Pedoman Perencanaan Sistem Drainase Jalan No Pd-T-02-2006-B sudah dapat

mengarahkan perencana dalam merancang sistem drainase permukaan jalan yang meliputi aspek

hidrologi, hidraulik, dan struktur (konstruksi), pembiayaan dan pemeliharaan.

Namun, banyaknya permasalahan terutama dalam aspek pembangunan dan pengoperasian

sistem drainase perkotaan seperti: Koordinasi yang kurang, perilaku negatif masyarakat,

buruknya pemeliharaan, yang menimbulkan permasalahan lingkungan, sehingga masalah sistem

drainase perkotaan harus menjadi tanggung jawab bersama, antara pemerintah, masyarakat

umum, dan swasta/pengusaha, dalam konteks agar terwujudnya berwawasan lingkungan.

Sistem drainase “lingkungan/kota” khususnya di perkotaan merupakan sistem saluran

pengaliran dan penampungan air permukaan yang berada di wilayah perkotaan/kota yang

mempunyai kapasitas melayani air permukaan dengan luas areal tangkapan air hujan yang luas,

sekaligus difungsikan juga sebagai saluran pembuangan, dalam hal ini dapat termasuk berfungsi

sebagai drainase jalan.

4.1.1. Penerapan Teknologi Drainase Jalan di Perkotaan

Permasalahan yang umum di perkotaan/wilayah adalah tidak adanya atau belum adanya

sistem drainase lingkungan yang dibangun khusus untuk itu, namun justru pembuangan air

permukaan di lingkungan permukiman atau kawasan selalu menggunakan drainase jalan atau

dimanfaatkan sebagai satu sistem dalam fasilitasi drainase jalan. Fatalnya, kondisi fasilitas ini

tidak pernah direncanakan dan disiapkan sebelumnya.

Salah satu pemecahan yang dapat diusulkan adalah dengan membangun berbagai fasilitas

terkait limpasan air permukaan yang lebih luas areanya, untuk menahan laju air hujan, untuk

pengendalian air kawasan dengan menggunakan berbagai teknologi yang sudah tersedia.

Namun demikian, seharusnya pemerintahan kota/wilayah sesuai dengan tuntutan dalam

rencana tata ruang wilayah perlu memfasilitasi penyediaan prasarana saluran pembuangan

(lingkungan) yang terpisah dari saluran tepi jalan (darinase jalan) yang tersedia.

Konsep drainase jalan (di perkotaan) yang berwawasan lingkungan adalah suatu konsep

dengan pendekatan usaha konservasi sumber daya air. Konsep yang dimaksud adalah

mengendalikan air hujan agar semaksimal mungkin dapat diresapkan ke dalam tanah pada suatu

22

Page 39: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

sistem resapan air, antara lain; berupa sumur resapan air hujan, atau d apat ditamp ung dalam

kolam drainase. Air resapa n tersebut dapat dim anfaatkan untuk persediaan air baku dankehidu pan aquatic, dan termasuk kolam drainase, baik yang bersifat se mentara m upun yang

tetap, yang sekaligus dapat di manfaatkan sebagai te mpat rekreasi.

Berd asarkan prinsip peng rtian bahw a sistem d rainase bertujuan agar tidak terjadi banjir di suatu kawasan,

ma ka konsep dasar pengembangan sistem drainase yang b erwawasan lingkungan dan ber kelanjutan adalah

dipandang sangat cocok dalam up ya mening katkan day a guna air, meminimalkan kerugian, serta memper baiki

dan konservasi lingkungan, dan pada gilirannya akan m endorong terwujudnya kehidupan masa depan yang lebih

baik. Untuk itu, diperlukan usaha-u saha yang komprehensif dan int egratif yang meliputi s eluruh pro ses, baik y

ang bersifat struktur al maupun non struktu ral, untuk mencapai tu juan tersebut (Suripin, 2004).

Beb erapa Tek nologi sist em drainase jalan ya ng berkaitan dengan konsep b erwawasanlingkun gan, denga n maksud bagaimana dapat mengembangkan fasilit as untuk m enahan air

hujan, antara lain: Filter strip, pervious pavement s, swales, filter drains , infiltration trenches,

biorete ntion areas Sedangkan untuk peng endali air s ecara kawa san maka dapat digunakan antara lain: pond,

detenti on basin, infiltration ba sin, wetlands, (lihat Gambar 2-21).

Contoh pada g ambar-gam bar (2 s/d/ 21) yang ada, mem berikan il ustrasi bahwa banyakpilihan teknologi yang dapat dipakai ata u dikembangkan sesuai tujuan dan kondisi lingkungan

yang a da, dan ten tu saja ke mampuan pendanaan dan faktor pemeliharaan di kemudian hari.

Yang jelas bahw a dengan teknologi ini dihar apkan dap at melakukan penge ndalian air

permukaan sekaligus untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan m anusia.

Sumber: SUD For Roads

Ga mbar 3. Co ntoh Filter Strips untuk menerima air dari permu kaan jalan dan lajur pejalan kaki.

23

Page 40: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Sumb er: SUD For Roads

G ambar 4. P erkerasan Lolos Air yang dapat meresapka n air dan da pat pula se bagai penyimpan air.

Gambar 5. Tipikal Perkerasan da n bahu dan drainase jalan.

Jadi pemahama n lebih la njut menyatakan bahw a penyediaan dan pe mbanguna n prasarana

jalan p ada dasarnya tidak dapat dikatagorikan sebagai y ang dapat menggangu/merusak lingkun

gan, atau bahkan dian ggap mempercepat terjadinya ker sakan ling kungan.

Keja dian kerusakan lingkungan lebih banyak disebabkan oleh peru bahan laha n sisi jalan

akibat p embangunan sisi jalan (ribbon de velopment) yang tidak terkendali.

24

Page 41: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Konsep inilah yang ingin dikembangkan da n dimple mentasikan di Indon esia dalam

merencanakan salu ran tepi jalan (drainase jalan) yan g berwawasan lingkun gan.

Sumber: S UD For Roads

G ambar 6. Contoh cekungan air limpasan

Sumb er: SUD For Roads

Gambar 7. Contoh filter drainase atau infiltration trenches

4.1.2. Penerapan Teknologi dan Lansekap Jalan

Dengan permasalahan yang makin kompleks dan adanya kebutuhan pe ngembangan teknologi

untuk mengatasi itu, telah me ngindikasi kan bahwa teknologi y ang ada da pat mengharmoniskansistem drainase berwawasan lingkungan deng an menge epankan penggunaa n tanaman

(sekalig us penghijauan), beru pa taman yang mampu meresap kan dan me nahan air permukaan.

Keindahan dan kes erasian den gan lingkungan (kenyamanan) juga dapat di wujudkan (Gambar.7).

25

Page 42: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Sumb er: SUD For Roads

Gamb ar 8. Contoh bioretentio n atau taman dengan mu ka lebih rend ah dari perm ukaan jalan yang diberi ker kil sehingga dapat menahan/menyim pan air.

Sumb er :SUD For Roads

Gambar 9. Contoh Po nds yang merupakan kolam air perm anen

26

Page 43: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Sumb er: SUD For RoadsGamba r 10. Cont oh basin/kolam yang dik elilingi tan aman untuk menahan li mpasan air p ada periode waktu te rtentu

Sumb er: SUD For RoadsGambar 11. Contoh Infiltration Basins ya ng terbentuk alami dan dapat menaha n dan mere mbeskan

air ke dalam tanah

Sumb er: SUD For Roads

Gam bar 12. Contoh Wetlands berupa ce kungan yang terbentuk ecara alami dan tumbuh tanaman wetland

27

Page 44: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Sumb er: SUD For Roads

Gam bar 13. Contoh Sand filter yang merupakan struk tur ruang di bawah diala s dengan pasir sebagai filter yang dapat menampung air

Sumber:Suripin, 2004

Gambar 14. Contoh sumur resapan

28

Page 45: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Sumber:Suripin, 2004

Contoh pemb uatan kolam penampun gan air, dan sumur re apan mem ang memerlukan

lahan dan san gat beralas an jika ke sulitan ini akan terjadi. Namun, melalui pe manfaatan daerah

“tak bertuan” dan “tak bermanfaat” berupa lahan koson g mungkin dapat dite rapkan seb agai

lokasi pembua tan bangu nan tersebut, dan sela njutnya dap at dijadikan sebagai tempat rekreasi

warga. Pada ka wasan per mukiman y ang padat dapat dibang un sumur resapan di j alan dengan

konstruksi tertentu , yang juga menampun g limpasan air hujan y ang jatuh k e permuki man

Di Indonesia b eberapa kota besar telah melakuk an pengaturan pengalir an air limpasan

hujan. Seperti di DKI Ja karta, telah membuat b eberapa sumur resapan yang berlokasi di area

sekolah, kantor, maupun m esjid (Gam bar 16).

Di kota Balikp apan, telah dibuat prasaran pengendali banjir berbentuk kolam penampung air

(Bendali/Bossem). Hingga saat ini telah terdapat 18 buah, dan direncanakan untuk menambah

kolam penampungan lainnya (Gambar 17). Di kota surabaya pu la telah dib uat sejenis

pengendali banjir d engan mem buat penyimpangan air di sepanj ang saluran (long storage).

Saluran ini me miliki dimensi yang c ukup besar dan tertutup sehingga di bagian atas saluran

ini dapat dijadika n tempat bagi pejalan kaki (Ga mbar 18 & 19). Prasarana penge ndalian airlimpasa n yang telah diwujudkan telah memberika n dampak ositif bagi lingkunga n setempat,

antara lain, waktu terjadi gena ngan air, le bih singkat dibanding kan sebelu m dibuat

penampungan maupun penahan air. Dijadik an tempat pejalan kaki yang nyaman dan aman

sekaligus kolam penamp ungan bisa menjadi tempat rekre asi warga.

29

Page 46: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Kondisi Setelah Penggalian Kondisi Sebelum Penggalian Kedalaman 200cm, SR menonjol 11cm

Sumber: DKI Jakarta, 2010

Gambar 15. Contoh Sumur Resapan di SDN 07/08 Pinang Ranti, DKI Jakarta

Contoh yang telah diterapkan di berbagai pemerintahan kota/daerah baik di Indonesia

maupun di luar negeri, dapat dijadikan sebagai pemicu dan sekaligus gambaran penggunaan

teknologi dalam sistem drainase permukaan jalan yang berwawasan lingkungan yang bisa dan

mampu diterapkan.

Gambar 16. Contoh Bendali Tugu Adipura

Sedangkan di luar negeri, sistem drainase jalan berkelanjutan di terapkan pada lahan

perkerasan yang tidak digunakan kemudian ditata menjadi tempat penahan air. Di New York

City, menerima limpasan air hujan di antara dua kereb. Air kemudian masuk ke kerikil yang

30

Page 47: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

telah ditata untuk menahan air dan terdapat pula sebagian yang merembes ke tanah dan ditahan

oleh tanaman.

Gambar 17. Contoh Bendali Bendali Kampung Timur- Kota Balikpapan

Sumber: Bahan Diskusi RPJMD 2011 – 2015

Gambar 18. Contoh Potongan melintang Penyimpanan air di sepanjang drainase (long storage).

31

Page 48: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Sumber: Bahan Di skusi RPJMD 2011 – 2015

Gamb ar 19. Cont oh Ilustrasi R encana Pem bangunan Tanggul Kan n Kiri (Plen gsengan) K ali makmur-Kota Surab aya.

Pap aran contoh di atas, m enunjukkan bahwa mewujudkan s istem drain ase jalan di perkotaanyang b erwawasan lingkungan dan berkelanjutan dapat dilaksanaka n. Tentuny a, dengan

menggunakan tekn ologi dan pemahaman seperti ter sebut diharapkan siste m drainase jalan

yang berwaw asan lingkungan dan berkel anjutan serta memberikan dampak positif dalam

penyele nggaraan prasarana jalan dalam mendukung sistem transportasi jal an yang han dal.

Sumber: Greenstreets

Gambar 20. Cont oh Pulau Jalan Sebagai P enahan Air

32

Page 49: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

4.2. Perencanaan Bahu Jalan yang Berkeselamatan

4.2.1. Ketentuan Teknis

Bahu jalan sesuai fungsinya harus diupayakan menjadi bagian dari ruang manfaat jalan,

bahkan diharapkan mempunyai kemampuan sesuai dengan persyaratan teknik yang ditentukan,

yaitu:

a. Mempunyai lebar minimum yang memenuhi syarat, atas kebebasan samping,

keselamatan lalu lintas jalan. Jika lebar bahu jalan tidak dapat memenuhi ketentuan di

atas maka diperlukan penggunaan dan penempatan berbagai perangkat perlengkapan

jalan yang sesuai, seperti: rambu, marka jalan, gatrel, dst.

b. Jika penggunaan untuk fasilitas pejalan kaki berupa trotoar, sebaiknya masih ada bahu

jalan sekitar 0,50 m antara marka garis tepi jalan dengan kereb trotoar.

c. Jika fasilitas bukan berupa trotoar, maka sebaiknya batas tepi diberi semacam pulau jalan

(kereb pendek) dan bagi fasilitasnya diberi permukaan yang berbeda dengan tipe

permukaan jalan untuk lalu lintas.

d. Kemiringan pada bahu jalan depertimbangkan terhadap tipe bahan yang digunakan,

fungsi yang diperuntukan (pejalan kaki/tidak) dan kondisi tanah serta lingkungan.

e. Perlu dibangun inlet-inlet pada trotoar jalan

Demikian pula dalam undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (No.22/2009)

menjelaskan bahwa kepentingan lalu lintas yang dilayani adalah bagi lalu lintas kendaraan

bermotor dan kendaraan tidak bermotor yang lebih tegasnya adalah pejalan kaki, dan sepeda.

Artinya jalan harus menfasilitasi kepentingan pejalan kaki dan sepeda, selain kendaraan

bermotor.

Semua fungsi yang sesuai kebutuhan di atas dapat diterapkan berdasarkan PP No.34/2006

pada bahu jalan, artinya perencanaan bahu jalan harus sejajar dengan geometrik jalan, struktur

perkerasan jalan, drainase permukaan jalan dan kondisi lingkungan.

4.2.2. Kriteria Bahu dan Berkeselamatan Jalan

Untuk penempatan pepohonan di bahu jalan, PP No.34/2006 pada pasal 80 menjelaskan

bahwa pohon pada sistem jaruingan jalan di luar kota harus ditanam di luar Rumaja. Sedangkan,

pohon pada sistem jaringan jalan perkotaan dapat ditanam pada batas ruang manfaat jalan,

median, atau di jalur pemisah dengan memenuhi ketentuan pada pedoman lansekap jalan. Bila

penggunaan bahu jalan (Rumaja) atau pada ruang milik jalan (Rumija) untuk kepentingan

penyelenggaraan transportasi, maka harus memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan

penyelenggara jalan dan penyelenggara transportasi (shelter bus, teluk bus, dll).

33

Page 50: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

a. Fungsi bahu jalan yang lebih pad a aspek keselamatan jalan adalah dengan menyediakan

fasilitas yang disebut sebagai zone bebas yaitu : Daerah yang be rdekatan dengan jalur

lalu lintas

b. Diukur dari tepi jalan : Tujuanny a adalah untuk membebaskan dae rah tersebut dari benda

yang dapat menyebab kan kematia n atau luka parah jika kendaraan ke luar dari jalan

c. Objek berb ahaya termasuk jalan yang curam , tiang yan g keras, po hon (deng an

diameter >100mm), saluran air yang terbuka, sungai, dan bendungan

d. Jika objek berbahaya pinggir jalan tidak bisa disingkirkan atau dipindahkan, harus di

ubah atau d ilindungi dengan paga r pengama n (gutrel)

e. Utamanya, lebar zona bebas diten tukan oleh batas kecep atan opera sional

f. Volume kendaraan dan alinyemen jalan (tikungan taja m) juga bisa mempeng aruhi lebar

zona bebas

g. Zona beba s biasanya selebar 3 m eter untuk kecepatan operasional 60 km/jam dan and 9

meter untu k kecepata n 100 km /jam pada jalan lurus dan tikungan lebar (tergantungtingkat kecepatan).

Fun gsi bahu yang dapat memberi kan atau b erkonstrib si terhadap aspek k eselamatan

merupakan isu tersendiri yang dewasa ini menjadi tujuan dan pemikiran penyediaan prasarana

jalan.

Ga mbar 21. Tipikal penetapan lebar zone bebas

Berb agai kond isi bahu jalan eksisting, me mang dipandang sangat tidak memenuhi persyaratan

teknis jalan, apa kah karena lebar dan kondisi ya ng tidak memenuhi k riteria, atau pemanfaatan bahu

jalan buka n untuk ke pentingan lalu lintas, dan dibarengi dengan kurangnya pemeli haraan bahu

jalan, ant ara lain sep erti pembabatan rump ut/ilalang, ketinggian permukaan

34

Page 51: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

bahu jalan yang lebih tinggi dari permukaan jalan atau ketinggian bahu jalan lebih rendah yang

dapat membahayakan lajunya kendaraan (beda tinggi di atas 10 cm), penempatan pohon besar,

dsb.

Karena itu, perencanaan bahu jalan yang disertai pendekatan untuk keselamatan jalan menjadi

sangat penting untuk diperhatikan dan diimplementasikan di lapangan, bersama-sama dengan

pentingnya perencanaan/disain perkerasan jalan baik untuk jalan yang ditingkatkan (overlay)

ataupun pemeliharaan rutin dan berkala, apalagi dalam rancangan pembangunan jalan (baru).

Dalam konteks (minimal) bahu jalan berfungsi sebagai pejalan kaki, maka penyediaannya

didisain dengan bentuk drainase tertutup, artinya berfungsi sebagai drainase permukaan jalan dan

sekaligus sebagai trotoar. Selanjutnya dalam fungsi sebagai bahu jalan maka didisain jarak

antara tepi perkerasan (marka garis tepi) dengan kereb trotoar adalah selebar 50 cm, paling tidak

untuk fasilitas darurat. Kondisi itu harus disediakan jika seandainya ada perbaikan/pemeliharaan

drainase tertutup, maka ketersediaan bahu yang terbatas dapat digunakan untuk fasilitas pejalan

kaki darurat dengan ditempatkan (dipasang) tembok/pagar penghalang (berupa beton, dll).

Sedangkan konsep jalan yang berkeselamatan adalah:

(1) Jalan yang mampu menjelaskan maksudnya tanpa “komunikasi” (sel explaining).

(2) Jalan yang mampu menciptakan kepatuhan tanpa “peringatan” (self enforcement), dan

(3) Jalan yang mampu meminimalisir keparahan korban kecelakaan apabila terjadi tabrakan

(forgiving to road user).

Prinsipnya kondisi jalan dan lingkungannya termasuk bahu dan drainase jalan harus dapat

diwujudkan dengan mempertimbangkan pemahaman atas aspek keselamatan.

Gambar 22. Fasilitas pejalan kaki dan sepeda pada trotoar, lansekap dilengkapi marka.

35

Page 52: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

Pada jembatan maka posisi bahu jalan tetap harus disediakan sejajar dengan lebar

perkerasan/jalur dan atau lajur lalu lintas kendaraan. Jika ada fasilitas pejalan kaki harus berupa

trotoar, dengan catatn pada daerah oprit jembatan harus diamankan terpisah dengan jalur jalan

atau diberi perlindungan semacam gatrel ( guard rail)

36

Page 53: 01. Modul Perencanaan Drainase (on Line)

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Perencanaan pembangunan Kota- RPJMD 2011 – 2015): Program Pengendalian Banjir

dan Pengaman Pantai, Bahan diskusi RPMJD Pemerintah Kota Surabaya, 2011).

3. Bidang Pengelolaan Mineral, DKI Jakarta (2010): Presentasi Monitoring Pembangunan

Sumur Resapan.

4. Departemen Pekerjaan Umum: Pedoman Perencanaan Sistem Drainase Jalan. (Pd-T-02-

2006-B)

5. Greenstreets, Stormwater Management Portfolio,

id=96962,http://www.nycgovparks.org/sub_your_park/trees_greenstreets/images/NYC_Gree

nstreets-Green_Infrastructure_for_Stormwater_Management.pdf akses Juli 2011.

6. Herdianti, Andri (1999): Pengkajian Pengaruh Getaran lalu Lintas terhadap Lingkungan

Jalan. Laporan.Maret. Pusat Litbang Jalan.

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 11/PRT/M/2010 tentang Tata Cara dan Persyaratan

Laik Fungsi Jalan

8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan

dan Kriteria Perencanaan Teknis jalan

9. Sailendra, dan Greece Lawalata (2012): Perencanaan Drainase Jalan. Modul Pelatihan.

Pusdiklat PU dan Pusjatan.

10. Sailendra, Agus bari (2012): Menuju Sistem Jaringan Transportasi Jalan Perkotaan Yang

Berwawasan Lingkungan (draft final). Pusat Litbang Jalan dan Jembatan.Kemen PU.

11. Suryana, Nanan, (2000) : Penanganan Getaran lalu lintas terhadap Lingkungan Jalan.

Laporan Penelitian. Pusat Litbang Teknologi Prasarana Jalan. Kementerian PU.

12. SUD For Roads, SUDS Working Party, http://scots.sharepoint.apptix.net/roads/ akses

Desember 2011

13. Suripin,(2004): Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, Andi, Jogyakarta.

37