PEMANFAATAN KOTORAN BOS TAURUS MENJADI BAHAN DASAR PEMBUATAN PARFUM PROPOSAL PENELITIAN ILMIAH Diajukan untuk memenuhi mata pelajaran Penelitian Ilmiah Disusun oleh: Charlene Gunawan/XI MIA 4/6 Shierly Angela/XI MIA 4/20 SMA SANTA ANGELA BANDUNG 2018-2019
37
Embed
yanuarkimangela.files.wordpress.com · Web viewPEMANFAATAN KOTORAN BOS TAURUS MENJADI BAHAN DASAR PEMBUATAN PARFUM. PROPOSAL . PENELITIAN ILMIAH. Diajukan untuk memenuhi mata pelajaran
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PEMANFAATAN KOTORAN BOS TAURUS MENJADI
BAHAN DASAR PEMBUATAN PARFUMPROPOSAL PENELITIAN ILMIAHDiajukan untuk memenuhi mata pelajaran Penelitian Ilmiah
Disusun oleh:
Charlene Gunawan/XI MIA 4/6
Shierly Angela/XI MIA 4/20
SMA SANTA ANGELA
BANDUNG
2018-2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pewangi adalah produk yang semakin diminati oleh masyarakat saat ini,
salah satunya adalah pewangi pakaian/badan. Pewangi yang beredar di
masyarakat umumnya spray. Produk yang memiliki wewangian yang khas
dan menarik memang sangat digemari oleh masyarakat. Namun sayangnya,
parfum tidak hanya memberikan aroma harum, tetapi juga mengandung bahan
kimia yang membahayakan kulit. Mengutip The Globe and Mail, laporan itu
memaparkan, ada beberapa parfum mengandung lilial. Lilial adalah bahan
kimia yang bersifat menyebabkan alergi atau alergen yang mungkin memicu
efek seperti estrogen di tubuh. Riset menurut ahli gizi holistik dan naturopati,
Michelle Schoffro Cook mengatakan terdapat 500 lebih bahan kimia
berbahaya yang menjadi bahan dasar pembuatan wewangian di parfum.
Kebanyakan berasal dari bahan kimia sintetis yang diperoleh dari bahan
petrokimia, dan telah terbukti mengandung neurotoxin (racun yang bisa
merusak pembuluh darah atau syaraf otak), dan terdapat juga kandungan
karsinogen (bahan yang dianggap sebagai penyebab kanker).
Pada penelitian kali ini, peneliti mencoba untuk membuat parfum ramah
lingkungan berbahan dasar kotoran sapi, yang dianggap sebagai limbah bagi
masyarakat. Latar belakang utama dari penelitian ini adalah kotoran sapi yang
merupakan limbah yang sangat berbahaya bagi manusia dan makhluk hidup
lainnya. Dampak yang ditimbulkan oleh limbah kotoran sapi
adalah adanya pencemaran karena gas metan menyebabkan bau yang tidak
sedap bagi lingkungan sekitar. Gas metan ini adalah salah satu gas yang
bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan perusakan ozon, dengan
laju 1 % per tahun dan terus meningkat. Tinja dan urine dari hewan yang
tertular dapat sebagai sarana penularan penyakit, misalnya saja penyakit
anthrax melalui kulit manusia yang terluka atau tergores. Saat ini, mayoritas
dari masyarakat hanya memanfaatkan kotoran sapi sebagai bahan dasar
pembuatan pupuk kompos saja. Padahal sebenarnya, kotoran sapi dapat diolah
lebih lanjut sehingga menjadi sebuah parfum. Namun, belum banyak
masyarakat yang tahu bahwa kotoran sapi dapat dijadikan bahan dasar
pembuatan parfum. Alasan selanjutnya adalah penggunaan parfum sudah
semakin meluas. Parfum bukan saja digunakan oleh kaum perempuan, bahkan
kaum lelaki pun suka menggunakannya. Secara tidak langsung, parfum sudah
menjadi bagian dari kebutuhan. Peminat parfum yang semakin tinggi
menyebabkan harga yang semakin tinggi juga, terutama parfum yang memiliki
merek tertentu. Karena itu, peneliti memilih kotoran sapi sebagai bahan dasar
pembuatan parfum. Selain dapat mengurangi limbah pencemaran, kotoran sapi
juga mudah didapat dan tidak perlu biaya. Selain itu, kotoran sapi juga kaya
akan lignin. Dari lignin inilah dapat diesktrak menjadi vanillin.
Penelitian oleh Dwi Nailul Izzah dan Rintya Miki Aprianti, murid dari
SMA Muhammadiyah 1 Babat, pada tahun 2013 dalam menciptakan parfum
berbahan dasar kotoran sapi dilatarbelakangi oleh populasi sapi yang terbilang
banyak. Menurut mereka, pengharum dari kotoran sapi dibuat dengan biaya
yang sangat murah, yaitu Rp 21.000,00 yang bisa menghasilkan kemasan yang
berisi 255 mililiter dan sebagai pembandingnya adalah produk pengharum
yang biasa beredar di pasaran dijual seharga Rp 39.900,00 untuk kemasan 275
gram.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah kotoran sapi dapat dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan
parfum?
1.2.2 Bagaimana proses pembuatan parfum dari kotoran sapi?
1.2.3 Bagaimana kualitas parfum yang dihasilkan?
1.2.4 Apakah kandungan dari parfum tersebut aman untuk digunakan dan
harganya pun terjangkau?
1.2.5 Apakah parfum tersebut dapat diminati oleh banyak masyarakat?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Untuk mengetahui apakah kotoran sapi dapat dijadikan bahan dasar
pembuatan parfum
1.3.2 Untuk mengetahui proses pembuatan parfum dari kotoran sapi
1.3.3 Untuk mengetahui kualitas dari parfum tersebut
1.3.4 Untuk mengetahui tingkat keamanan parfum dengan harga yang
terjangkau
1.3.5 Untuk mengetahui apakah parfum tersebut diminati oleh banyak
masyarakat
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Bagi peneliti :
1.4.1.1 Menambah pengetahuan mengenai pemanfaatan kotoran sapi
menjadi parfum
1.4.1.2 Menambah pengalaman bagi peneliti dalam menciptakan sesuatu
yang baru
1.4.1.3 Menambah refrensi untuk peneliti selanjutnya dalam pembuatan
parfum berbahan dasar kotoran sapi
1.4.2 Bagi masyarakat :
1.4.2.1 Meminimalisir limbah kotoran sapi di lingkungan masyarakat
1.4.2.2 Mengenalkan bahwa kotoran sapi dapat dijadikan sebagai bahan
dasar parfum
1.4.2.3 Alternatif bagi masyarakat yang belum bisa menjangkau harga
parfum di pasaran
1.4.2.4 Memiliki nilai ekonomis atau nilai jual
1.5 Hipotesis
1.5.1 Kotoran sapi mengandung lignin yang dapat dijadikan bahan dasar
pembuatan parfum
1.5.2 Proses pembuatan parfum cukup sulit dimulai dari fermentasi hingga
diesktrak menjadi aroma melati
1.5.3 Kualitas parfum yang dihasilkan baik karena memiliki aroma yang
sedap
1.5.4 Kandungan parfum sangat aman untuk digunakan karena 100% berasal
dari bahan-bahan yang alami dan harganya pun tidak mahal
1.5.5 Parfum tersebut akan diminati masyarakat karena selain harganya yang
terjangkau, kualitas, dan keamananya pun terjamin
1.6 Sistematika Penulisan Laporan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Hipotesis
1.6 Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Teori yang mendasari topik penelitian (didukung footnote/ cat.kaki)
2.2 dst.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
3.2 Jenis Penelitian
3.3 Subjek Penelitian
3.4 Variabel Penelitian
3.5 Waktu Penelitian
3.6 Tempat Penelitian
3.7 Alat dan Bahan
3.8 Langkah Kerja
3.9 Teknik Pengumpulan Data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.2 Pembahasan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Peternakan
Limbah peternakan adalah buangan yang meliputi semua kotoran yang
dihasilkan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair, maupun gas. Limbah
peternakan merupakan salah faktor yang harus diperhatikan pada usaha
peternakan, selain bibit ternak, pakan, kandang, penyakit ternak dan panen.
Dikatakan demikian karena tidak jarang suatu peternakan diminta untuk menutup
usahanya oleh warga masyarakat sekitar karena limbahnya dituding telah
mencemari lingkungan.
Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari spesies ternak,
besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang terdiri dari feses
dan urin merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan. Limbah peternakan
mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan
jasad renik yang memberikan dampak terhadap lingkungan. Selain melalui
air, limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai
media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 %
merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva
lalat, sementara kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal
untuk bertelur lalat.
Gambar 2.1 limbah peternakanSumber: kantinpustaka.blogspot.com
Adanya limbah peternakan dalam keadaan keringpun dapat mengakibatkan
pencemaran lingkungan yaitu dengan menimbulkan debu. Pencemaran udara di
lingkungan penggemukan sapi yang paling hebat ialah sekitar pukul 18.00,
kandungan debu pada saat tersebut lebih dari 6000 mg/m3, jadi sudah melewati
ambang batas yang dapat ditolelir untuk kesegaran udara di lingkungan (3000
mg/m3).
Dampak limbah peternakan secara umum dibagi 2, yaitu dampak bagi
kesehatan dan dampak bagi lingkungan, yang diuraikan sebagai berikut:
a. Dampak limbah peternakan bagi kesehatan
1. Penduduk yang tinggal di dekat peternakan besar menghirup
berbagai jenis gas yang terbentuk akibat dekomposisi manure. Bau
yang menusuk disertai dengan senyawa yang membahayakan,
misalnya gas dr lagoon (H2S) membahayakan meskipun dalam
konsentrasi rendah. Efeknya antara lain seperti gangguan
tenggorokan.
b. Dampak limbah bagi peternakan bagi lingkungan
1. Terjadi eutrofikasi yang mengakibatkan penurunan oksigen dalam
air, binatang di dalam air pun bisa mati.
2. Pencemaran
2.2 Kotoran Sapi
Umumnya tujuan para peternak dalam beternak sapi adalah untuk
mendapatkan daging sapi atau susu sapi. Selain menghasilkan daging atau susu,
beternak sapi juga menghasilkan produk lain berupa kotoran. Menurut Setiawan
Gambar 2.2 kotoran sapiSumber: bandung.pojoksatu.id
(1999), ada tiga pilihan untuk memanfaatkan kotoran ternak yaitu : menggunakan
kotoran ternak untuk pupuk, penghasil biogas, dan bahan pembuat bio arang. Zat-
zat yang terkandung dalam kotoran ternak dapat dimanfaatkan kembali dengan
menggunakan kotoran ternak sebagai pupuk kandang. Kandungan unsur hara
dalam kotoran yang penting untuk tanaman adalah unsur nitrogen (N), fosfor (P),
dan kalium (K). Dalzel et al (1987) dalam Outerbridge (1991) menyatakan bahwa
kotoran ternak merupakan bahan organik dengan nilai C/N rendah. Oleh karena
itu kotoran ternak dapat dicampur dengan limbah tanaman yang memiliki C/N
yang tinggi untuk dijadikan kompos yang baik. Seekor sapi dapat menghasilkan
kotoran antara 8-10 kg/harinya. Kotoran sapi akan menimbulkan masalah bila
tidak dimanfaatkan dan ditangani dengan baik. Hal tersebut tentu tidak dapat
dibiarkan begitu saja, karena selain mengganggu dan mengotori lingkungan, juga
sangat berpotensi untuk menimbulkan penyakit bagi masyarakat sekitarnya.
Ternak ruminansia seperti sapi mempunyai sistem pencernaan khusus
yang menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi
untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau tumbuhan hijau lain yang
memiliki serat yang tinggi. Karena itu kotoran sapi masih memiliki banyak
kandungan mikroba yang ikut terbawa pada feses yang dihasilkan. Hasil analisis
yang dilakukan oleh Bai et al. (2012), menyebutkan bahwa total mikroba kotoran
sapi mencapai 3.05 x 1011 cfu/gr dan total fungi mencapai 6.55 x 104 .
Komposisi mikroba dari kotoran sapi mencakup ± 60 spesies bakteri (Bacillus sp.,
Vigna sinensis, Corynebacterium sp., dan Lactobacillus sp.), jamur (Aspergillus
dan Trichoderma), ± 100 spesies protozoa dan ragi (Saccharomyces dan Candida).
Bakteri yang terdapat pada kotoran sapi mayoritas jenis bakteri fermentor
selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Kotoran sapi terdiri dari serat tercerna,
beberapa produk terekskresi berasal dari empedu (pigmen), bakteri usus, dan
lendir. Kotoran sapi merupakan bahan organik yang secara spesifik berperan
meningkatkan ketersediaan fosfor dan unsur-unsur mikro, mengurangi pengaruh
buruk dari alumunium, menyediakan karbondioksida pada kanopi tanaman,
terutama pada tanaman dengan kanopi lebat dimana sirkulasi udara terbatas.
Kotoran sapi banyak mengandung hara yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen,
fosfor, kalium, kalsium, magnesium, belerang dan boron (Brady, 1974, dalam
Sudarkoco, 1992). Kotoran sapi mempunyai C/N rasio yang rendah yaitu 11, hal
ini berarti dalam kotoran sapi banyak mengandung unsur nitrogen (N).
Kandungan hara kotoran sapi antara lain air (80%), bahan organik (16%), N
(0,3%), P2O5 (0,2%), K2O (0,15%), CaO (0,2%), dan nisbah C/N(20-25%).
2.3 Parfum
Parfum atau minyak wangi adalah wewangian yang dihasilkan dari proses
ekstraksi bahan-bahan aromatik yang digunakan untuk memberikan aroma wangi
bagi tubuh, obyek benda ataupun ruangan. Proses ekstraksi tersebut menghasilkan
minyak esensial yang memiliki aroma wangi yang sangat pekat. Kebayakan
parfum dihasilkan dari ekstraksi tumbuh-tumbuhan seperti bunga, akar, daun atau
kayu tapi ada juga yang berasal dari hewan seperti musk (kasturi) yang dihasilkan
dari kelenjar rusa, namun pada konteks nya di jaman sekarang musk pada parfum
sudah diganti dengan senyawa sintetik, karena adanya pelarangan keras atas
perburuan rusa yang merupakan satwa yang dilindungi. Parfum yang biasa dijual
tidak terdiri dari sepenuhnya minyak esensial murni, melainkan telah melewati
proses pencampuran dan pengenceran, campuran tersebut terdiri dari minyak
esensial itu sendiri, air destilasi dan alkohol.
Parfum sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu - kata "parfum" berasal
dari bahasa Latin "per fume" yang artinya "melalui asap". Salah satu kegunaan
parfum tertua berupa bentuk pembakaran dupa dan herbal aromatik yang
digunakan dalam upacara keagamaan, seringkali untuk aromatic gums, kemenyan
dan mur, dikumpulkan dari pohon. Mesir adalah yang pertama memasukkan
Gambar 2.3 parfumSumber: parfumlarispriawanita.wordpress.com
parfum ke budaya mereka diikuti oleh Cina kuno, Hindu, Israel, Carthaginians,
Arab, Yunani, dan Romawi. Di Mesir pula botol parfum pertama digunakan
sekitar 1000 SM.
Minyak parfum perlu diencerkan dengan pelarut karena minyak murni
(alami atau sintetis) mengandung konsentrat tinggi dari komponen volatil yang
mungkin akan mengakibatkan reaksi alergi dan kemungkinan cedera ketika
digunakan langsung ke kulit atau pakaian. Pelarut juga menguapkan minyak
esensial, membantu mereka menyebar ke udara. Porsi minyak esensial dalam
parfum menentukan tingkatan parfum dan juga ketahanan wangi yang akan terus
tercium. Berikut tingkatan parfum yang umum saat ini, antara lain ekstrak parfum