Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Latar belakang keinginan saya membuat karya ilmiah tentang Mengenal Cerpen adalah Suatu karya sastra tercipta tidak dalam kekosongan sosial budaya. Artinya, pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius yang kemudian dengan elegannya menciptakan suatu karya sastra. Suatu karya sastra tercipta lebih merupakan hasil pengalaman, pemikiran, refleksi, dan rekaman budaya pengarang terhadap sesuatu hal yang terjadi dalam dirinya sendiri dan masyarakat. Karya sastra juga merupakan suatu kerucutisasi subjektif pengarang dalam memberikan suatu ide, pemikiran, pesan, dan gagasan terhadap suatu hal. Menurut Zainuddin (1992:99), sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan. Standar kesusastraan yang dimaksud adalah penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik. Sedangkan menurut Walek dan Warren (1995:109), sastra adalah lembaga sosial yang memakai medium bahasa dalam menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah kehidupan sosial. Salah satu negara di Asia yang banyak melahirkan sastrawan- sastrawan yang karya sastranya telah banyak dibaca dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa adalah Jepang. Jepang mengenal kesusastraan lisan dan kesusastraan tulisan. Pada umumnya, karya sastra berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua bagian yaitu, karya sastra yang bersifat fiksi dan 1
46

lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

May 12, 2019

Download

Documents

vuongque
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Latar belakang keinginan saya membuat karya ilmiah tentang Mengenal Cerpen adalah

Suatu karya sastra tercipta tidak dalam kekosongan sosial budaya. Artinya, pengarang tidak

dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius yang kemudian dengan elegannya menciptakan

suatu karya sastra. Suatu karya sastra tercipta lebih merupakan hasil pengalaman, pemikiran,

refleksi, dan rekaman budaya pengarang terhadap sesuatu hal yang terjadi dalam dirinya

sendiri dan masyarakat. Karya sastra juga merupakan suatu kerucutisasi subjektif pengarang

dalam memberikan suatu ide, pemikiran, pesan, dan gagasan terhadap suatu hal.

Menurut Zainuddin (1992:99), sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa

kesusastraan. Standar kesusastraan yang dimaksud adalah penggunaan kata-kata yang indah,

gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik. Sedangkan menurut Walek dan Warren

(1995:109), sastra adalah lembaga sosial yang memakai medium bahasa dalam menampilkan

gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah kehidupan sosial.

Salah satu negara di Asia yang banyak melahirkan sastrawan-sastrawan yang karya sastranya

telah banyak dibaca dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa adalah Jepang. Jepang

mengenal kesusastraan lisan dan kesusastraan tulisan.

Pada umumnya, karya sastra berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua bagian yaitu, karya

sastra yang bersifat fiksi dan nonfiksi. Karya sastra yang bersifat fiksi berupa novel, cerpen,

esei, dan cerita rakyat. Sedangkan karya sastra yang bersifat nonfiksi berupa puisi, drama dan

lagu (articlesarchive.desihanara.com).

Menurut Aminuddin (2000:66), fiksi adalah kisah cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku

yang tertentu yang bertolak dari imajinasi pengarang sehingga menjalin suatu cerita. Dengan

demikian karya sastra fiksi merupakan suatu karya sastra naratif yang bersifat rekaan,

khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi bukan karena keadaan yang nyata sehingga tidak

perlu dicari kebenarannnya, karena tokoh, peristiwa, tempat yang mendukung cerita itu

seluruhnya bersifat imajiner.

Salah satu karya sastra fiksi adalah cerpen. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cerpen

adalah kisahan pendek yang memberikan kesan tunggal yang dominant dan memusatkan diri

pada satu tokoh dalam satu situasi.

Ajip Rosidi dalam Zen (2006:2) mengatakan bahwa cerita pendek merupakan cerita yang

pendek dan merupakan suatu kebulatan ide. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan

1

Page 2: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

bahwa di dalam sebuah cerita pendek terdapat suatu kesatuan yang utuh yang mampu

menampilkan cerita yang baik dan menarik dengan isi cerita yang pendek.

Ada dua unsur yang membangun dan sangat berpengaruh dalam suatu karya sastra, yaitu

unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun

karya sastra itu sendiri atau dengan kata lain unsur-unsur yang secara langsung turut serta

membangun cerita. Unsur-unsur yang dimaksud misalnya, tema, plot, latar, penokohan, sudut

pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Sedangkan unsur ekstrinsik

adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung

mempengaruhi karya sastra tersebut atau dengan kata lain dapat dikatakan sebagai unsur-

unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi

bagian di dalamnya. Unsur-unsur ekstrinsik tersebut adalah kebudayaan, sosial, psikologis,

ekonomi, politik, agama, dan lain-lain yang dapat mempengaruhi pengarang dalam karya

yang ditulisnya.

Cerpen mempunyai kedua unsur tersebut. Unsur intrinsik yang akan ditelaah dalam cerpen

adalah tokoh. Dalam Aminuddin (2000:79), tokoh merupakan pelaku yang mengemban

peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin sebuah cerita. Walaupun

tokoh yang terdapat dalam sebuah karya sastra merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia tetap

seorang tokoh yang hidup secara wajar sebagaimana kehidupan manusia yang terdiri dari

darah dan daging, yang mempunyai pikiran dan perasaan. Tokoh yang ditampilkan pengarang

dalam karyanya merupakan kebebasan kreativitas seorang pengarang. Pengarang bebas

menciptakan dunia dalam fiksi, ia mempunyai kebebasan penuh untuk menampilkan tokoh-

tokoh cerita sesuai dengan keinginannya, bagaimanapun perwatakan, permasalahan yang

dihadapi, kondisi sosial masyarakat, dan lain-lain merupakan kebebasan dari pengarang.

Berbicara tentang hubungan manusia dalam masyarakat dalam suatu karya sastra berarti kita

berbicara tentang unsur ekstrinsik dari karya sastra tersebut. Hubungan manusia dalam

masyarakat pada karya sastra merupakan suatu unsur yang tidak berada di dalam karya sastra

tersebut tetapi mempengaruhi bangun cerita dari karya sastra tersebut.

Hubungan manusia yang terdapat dalam karya sastra fiksi merupakan hak seorang pengarang

untuk menampilkan bagaimana hubungan manusia/ tokohnya sehingga terdapat keserasian

dan kesesuaian antara tokoh dan jalan cerita yang dibuat oleh pengarang tersebut. Kondisi

sosiologis dapat kita lihat dari hubungan timbal balik dan hubungan yang tak terpisahkan

antara tokoh dan masyarakat di dalam cerita fiksi tersebut.

Salah satu sastrawan Jepang yang terkenal adalah Akutagawa Ryunosuke yang telah

memberikan banyak sumbangan dalam dunia sastra yang berupa karya sastra fiksi. Karya

2

Page 3: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

sastra fiksi Ryunosuke banyak dikagumi oleh pembaca karya sastra di seluruh dunia. Salah

satu hasil karya sastra fiksi Ryunosuke adalah cerita pendek (cerpen). Banyak cerpen yang

telah dihasilkan Ryunosuke, salah satunya adalah cerpen yang berjudul “Imogayu”.

Cerpen “Imogayu” yang ditulis Akutagawa Ryunosuke merupakan cerpen yang berlatar pada

zaman Heian (794-1192). Tokoh utamanya adalah seorang goi (samurai pada zaman Heian

yang menduduki kelas paling rendah) yang tidak diketahui namanya dengan jelas. Goi itu

adalah seorang lelaki yang penampilannya sangat tidak menarik. Pertama, tubuhnya pendek,

hidungnya merah, ekor matanya turun, dan berkumis tipis. Pipinya yang cekung

menyebabkan dagunya tampak panjang, tidak seperti orang kebanyakan. Tampangnya sangat

aneh dan tidak menarik. Pakaian yang dikenakannya membuatnya semakin tidak menarik.

Dari hari ke hari yang dilakukan hanya melakukan pekerjaan yang sama. Siapapun yang

melihatnya tidak akan pernah berpikir bahwa ia pernah muda. Sepertinya, sejak lahir ia telah

memiliki hidung merah seperti orang kedinginan dan kumis tipis yang diembus angin sekitar

jalan Shujaku. Barangkali dengan mudah dapat dibayangkan perlakuan yang diterimanya, ia

bertampang aneh bila dibandingkan orang-orang di sekitarnya. Para samurai sekelasnya tidak

mengacuhkan dan menganggapnya cuma bagaikan seekor lalat. Bahkan para pembantu yang

masuk dalam kelas tertentu pun, atau yang sama sekali tidak, yang berjumlah sekitar 20

orang, juga bersikap tidak acuh kepadanya. Jika ia memerintahkan sesuatu kepada mereka,

mereka tidak peduli dan tetap saja mengobrol. Bagi mereka keberadaannya tampak seperti

udara belaka, seolah tidak kasat mata. Kalau para pembantu saja bersikap seperti itu, tentu

saja para samurai kelas atas jauh lebih tidak menghargainya lagi. Keberadaannya diabaikan

oleh hampir-hampir layaknya anak kecil yang tidak punya arti apa-apa. Mereka tidak

memikirkan Goi sama sekali. Padahal tidak sepenuhnya Goi bersalah karena terlahir dengan

fisik seperti itu. Tidak ada rasa sosial sama sekali. Berdasarkan itulah penulis tertarik dalam

skripsi yang berjudul “Analisis Hubungan Manusia dalam Cerpen ‘Imogayu’ Karya

Akutagawa Ryunosuke” dengan harapan dapat memberikan pandangan dan informasi kepada

pembaca tentang kondisi sosial tokoh Goi yang digambarkan Akutagawa Ryunosuke dalam

karya sastra yang telah melejitkan kepopulerannya itu.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1. Apa Definisi Cerpen ?

1.2.2. Apa Anatomi Cerpen?

1.2.3. Bagaimana Sejarah Perkembangan Cerpen ?

1.2.4. Apa maksud dari Cerpen Konstelasi Sastra Indonesia?

3

Page 4: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Fabel, diambil dari bahasa Belanda adalah cerita yang menggunakan hewan sebagai tokoh

utamanya. Misalkan cerita kancil atau cerita Tantri di Indonesia.

Banyak satrawan dan penulis dunia yang juga memanfaatkan bentuk fabel dalam

karangannya. Salah seorang pengarang fabel yang terkenal adalah Michael de La Fontaine

dari Perancis. Penyair Sufi Fariduddin Attar dari Persia juga menuliskan karyanya yang

termashur yakni Musyawarah Burung dalam bentuk fabel.

Biasa pada sebuah fabel tersirat moral atau makna yang lebih mendalam.

Prosa adalah suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme (rhythm)

yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Kata

prosa berasal dari bahasa Latin "prosa" yang artinya "terus terang". Jenis tulisan prosa

biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide.

Fiksi adalah sebuah istilah sastra yang berarti tidak benar terjadi atau sebuah karangan

belaka.

Kata sifatnya atau adjektif adalah fiktif.

Fiktif adalah sebuah istilah sastra. Kata sifat adjektif ini berarti tidak benar terjadi atau

sebuah karangan belaka.

Kata nominalnya adalah fiksi.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir semester genap

1.5. Sistematika Penyajian

Karya ilmiah ini terdiri dari 3 Bab,yaitu BAB I Pendahuluan,BAB II

Pembahasan,BAB III Penutup.Masing-masing bab memiliki subbab dengan garis besar isinya

sebagai berikut,yaitu :

BAB I Berisi pendahuluan.Pada bab ini diuraikan Latar Belakang Masalah,Rumusan

Masalah,Ruang Lingkup Masalah,Tujuan Penelitian,Metode Penelitian dan Sitematika

Penyajian.

BAB II Memaparkan pembahasan.Pada bab ini diuraikan beberapa penjelasan.

Selanjutnya,bagian terakhir yaitu BAB III.

BAB III menguraikan kesimpulan dari penulis dan saran-saran yang ditujukan bagi

para pembaca dan penulis lain.

4

Page 5: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

BAB II

LANDASAN TEORI

Cerita pendek

Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif.

Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi

yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya,

cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema,

bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya

bisa dalam berbagai jenis.

Cerita pendek berasal dari anekdot, sebuah situasi yang digambarkan singkat yang dengan

cepat tiba pada tujuannya, dengan parallel pada tradisi penceritaan lisan. Dengan munculnya

novel yang realistis, cerita pendek berkembang sebagai sebuah miniatur, dengan contoh-

contoh dalam cerita-cerita karya E.T.A. Hoffmann dan Anton Chekhov.

Sejarah

Asal-usul

Cerita pendek bermula pada tradisi penceritaan lisan yang menghasilkan kisah-kisah terkenal

seperti Iliad dan Odyssey karya Homer. Kisah-kisah tersebut disampaikan dalam bentuk puisi

yang berirama, dengan irama yang berfungsi sebagai alat untuk menolong orang untuk

mengingat ceritanya. Bagian-bagian singkat dari kisah-kisah ini dipusatkan pada naratif-

naratif individu yang dapat disampaikan pada satu kesempatan pendek. Keseluruhan kisahnya

baru terlihat apabila keseluruhan bagian cerita tersebut telah disampaikan.

Fabel, yang umumnya berupa cerita rakyat dengan pesan-pesan moral di dalamnya, konon

dianggap oleh sejarahwan Yunani Herodotus sebagai hasil temuan seorang budak Yunani

yang bernama Aesop pada abad ke-6 SM (meskipun ada kisah-kisah lain yang berasal dari

bangsa-bangsa lain yang dianggap berasal dari Aesop). Fabel-fabel kuno ini kini dikenal

sebagai Fabel Aesop. Akan tetapi ada pula yang memberikan definisi lain terkait istilah

Fabel. Fabel, dalam khazanah Sastra Indonesia seringkali, diartikan sebagai cerita tentang

binatang sebagai pemeran(tokoh) utama. Cerita fabel yang populer misalnya Kisah Si Kancil,

dan sebagainya.

Selanjutnya, jenis cerita berkembang meliputi sage, mite, dan legenda. Sage merupakan cerita

kepahlawanan. Misalnya Joko Dolog. Mite atau Mitos lebih mengarah pada cerita yang

terkait dengan kepercayaan masyarakat setempat tentang sesuatu. Contohnya Nyi Roro Kidul.

5

Page 6: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

Sedangkan legenda mengandung pengertian sebagai sebuah cerita mengenai asal usul

terjadinya suatu tempat. Contoh Banyuwangi.

Bentuk kuno lainnya dari cerita pendek, yakni anekdot, populer pada masa Kekaisaran

Romawi. Anekdot berfungsi seperti perumpamaan, sebuah cerita realistis yang singkat, yang

mencakup satu pesan atau tujuan. Banyak dari anekdot Romawi yang bertahan belakangan

dikumpulkan dalam Gesta Romanorum pada abad ke-13 atau 14. Anekdot tetap populer di

Eropa hingga abad ke-18, ketika surat-surat anekdot berisi fiksi karya Sir Roger de Coverley

diterbitkan.

Di Eropa, tradisi bercerita lisan mulai berkembang menjadi cerita-cerita tertulis pada awal

abad ke-14, terutama sekali dengan terbitnya karya Geoffrey Chaucer Canterbury Tales dan

karya Giovanni Boccaccio Decameron. Kedua buku ini disusun dari cerita-cerita pendek yang

terpisah (yang merentang dari anekdot lucu ke fiksi sastra yang dikarang dengan baik), yang

ditempatkan di dalam cerita naratif yang lebih besar (sebuah cerita kerangka), meskipun

perangkat cerita kerangka tidak diadopsi oleh semua penulis. Pada akhir abad ke-16, sebagian

dari cerita-cerita pendek yang paling populer di Eropa adalah "novella" kelam yang tragis

karya Matteo Bandello (khususnya dalam terjemahan Perancisnya). Pada masa Renaisan,

istilah novella digunakan untuk merujuk pada cerita-cerita pendek.

Pada pertengahan abad ke-17 di Perancis terjadi perkembangan novel pendek yang

diperhalus, "nouvelle", oleh pengarang-pengarang seperti Madame de Lafayette. Pada 1690-

an, dongeng-dongeng tradisional mulai diterbitkan (salah satu dari kumpulan yang paling

terkenal adalah karya Charles Perrault). Munculnya terjemahan modern pertama Seribu Satu

Malam karya Antoine Galland (dari 1704; terjemahan lainnya muncul pada 1710–12)

menimbulkan pengaruh yang hebat terhadap cerita-cerita pendek Eropa karya Voltaire,

Diderot dan lain-lainnya pada abad ke-18.

Cerita-cerita pendek modern

Cerita-cerita pendek modern muncul sebagai genrenya sendiri pada awal abad ke-19. Contoh-

contoh awal dari kumpulan cerita pendek termasuk Dongeng-dongeng Grimm Bersaudara

(1824–1826), Evenings on a Farm Near Dikanka (1831-1832) karya Nikolai Gogol, Tales of

the Grotesque and Arabesque (1836), karya Edgar Allan Poe dan Twice Told Tales (1842)

karya Nathaniel Hawthorne. Pada akhir abad ke-19, pertumbuhan majalah dan jurnal

melahirkan permintaan pasar yang kuat akan fiksi pendek antara 3.000 hingga 15.000 kata

panjangnya. Di antara cerita-cerita pendek terkenal yang muncul pada periode ini adalah

"Kamar No. 6" karya Anton Chekhov.Pada paruhan pertama abad ke-20, sejumlah majalah

terkemuka, seperti The Atlantic Monthly, Scribner's, dan The Saturday Evening Post,

6

Page 7: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

semuanya menerbitkan cerita pendek dalam setiap terbitannya. Permintaan akan cerita-cerita

pendek yang bermutu begitu besar, dan bayaran untuk cerita-cerita itu begitu tinggi, sehingga

F. Scott Fitzgerald berulang-ulang menulis cerita pendek untuk melunasi berbagai

utangnya.Permintaan akan cerita-cerita pendek oleh majalah mencapai puncaknya pada

pertengahan abad ke-20, ketika pada 1952 majalah Life menerbitkan long cerita pendek

Ernest Hemingway yang panjang (atau novella) Lelaki Tua dan Laut. Terbitan yang memuat

cerita ini laku 5.300.000 eksemplar hanya dalam dua hari.Sejak itu, jumlah majalah komersial

yang menerbitkan cerita-cerita pendek telah berkurang, meskipun beberapa majalah terkenal

seperti The New Yorker terus memuatnya. Majalah sastra juga memberikan tempat kepada

cerita-cerita pendek. Selain itu, cerita-cerita pendek belakangan ini telah menemukan napas

baru lewat penerbitan online. Cerita pendek dapat ditemukan dalam majalah online, dalam

kumpulan-kumpulan yang diorganisir menurut pengarangnya ataupun temanya, dan dalam

blog.

Unsur dan ciri khas

Cerita pendek cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita pendek

biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot, setting yang

tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka waktu yang singkat.

Dalam bentuk-bentuk fiksi yang lebih panjang, ceritanya cenderung memuat unsur-unsur inti

tertentu dari struktur dramatis: eksposisi (pengantar setting, situasi dan tokoh utamanya),

komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik dan tokoh utama);

komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik); aksi yang meningkat,

krisis (saat yang menentukan bagi si tokoh utama dan komitmen mereka terhadap suatu

langkah); klimaks (titik minat tertinggi dalam pengertian konflik dan titik cerita yang

mengandung aksi terbanyak atau terpenting); penyelesaian (bagian cerita di mana konflik

dipecahkan); dan moralnya.

Karena pendek, cerita-cerita pendek dapat memuat pola ini atau mungkin pula tidak. Sebagai

contoh, cerita-cerita pendek modern hanya sesekali mengandung eksposisi. Yang lebih umum

adalah awal yang mendadak, dengan cerita yang dimulai di tengah aksi. Seperti dalam cerita-

cerita yang lebih panjang, plot dari cerita pendek juga mengandung klimaks, atau titik balik.

Namun demikian, akhir dari banyak cerita pendek biasanya mendadak dan terbuka dan dapat

mengandung (atau dapat pula tidak) pesan moral atau pelajaran praktis.

Seperti banyak bentuk seni manapun, ciri khas dari sebuath cerita pendek berbeda-beda

menurut pengarangnya.

Cerpen juga memiliki [unsur intrinsik] cerpen.

7

Page 8: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

Ukuran

Menetapkan apa yang memisahkan cerita pendek dari format fiksi lainnya yang lebih panjang

adalah sesuatu yang problematic. Sebuah definisi klasik dari cerita pendek ialah bahwa ia

harus dapat dibaca dalam waktu sekali duduk (hal ini terutama sekali diajukan dalam esai

Edgar Allan Poe "The Philosophy of Composition" pada 1846). Definisi-definisi lainnya

menyebutkan batas panjang fiksi dari jumlah kata-katanya, yaitu 7.500 kata. Dalam

penggunaan kontemporer, istilah cerita pendek umumnya merujuk kepada karya fiksi yang

panjangnya tidak lebih dari 20.000 kata dan tidak kurang dari 1.000 kata.

Cerita yang pendeknya kurang dari 1.000 kata tergolong pada genre fiksi kilat (flash fiction).

Fiksi yang melampuai batas maksimum parameter cerita pendek digolongkan ke dalam

novelette, novella, atau novel.

Genre

Cerita pendek pada umumnya adalah suatu bentuk karangan fiksi, dan yang paling banyak

diterbitkan adalah fiksi seperti fiksi ilmiah, fiksi horor, fiksi detektif, dan lain-lain. Cerita

pendek kini juga mencakup bentuk nonfiksi seperti catatan perjalanan, prosa liris dan varian-

varian pasca modern serta non-fiksi seperti fikto-kritis atau jurnalisme baru.

Cerita pendek

Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif.

Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi

yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya,

cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema,

bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya

bisa dalam berbagai jenis.

Cerita pendek berasal dari anekdot, sebuah situasi yang digambarkan singkat yang dengan

cepat tiba pada tujuannya, dengan parallel pada tradisi penceritaan lisan. Dengan munculnya

novel yang realistis, cerita pendek berkembang sebagai sebuah miniatur, dengan contoh-

contoh dalam cerita-cerita karya E.T.A. Hoffmann dan Anton Chekhov.

Sejarah

Asal-usul

Cerita pendek bermula pada tradisi penceritaan lisan yang menghasilkan kisah-kisah terkenal

seperti Iliad dan Odyssey karya Homer. Kisah-kisah tersebut disampaikan dalam bentuk puisi

yang berirama, dengan irama yang berfungsi sebagai alat untuk menolong orang untuk

mengingat ceritanya. Bagian-bagian singkat dari kisah-kisah ini dipusatkan pada naratif-

8

Page 9: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

naratif individu yang dapat disampaikan pada satu kesempatan pendek. Keseluruhan kisahnya

baru terlihat apabila keseluruhan bagian cerita tersebut telah disampaikan.

Fabel, yang umumnya berupa cerita rakyat dengan pesan-pesan moral di dalamnya, konon

dianggap oleh sejarahwan Yunani Herodotus sebagai hasil temuan seorang budak Yunani

yang bernama Aesop pada abad ke-6 SM (meskipun ada kisah-kisah lain yang berasal dari

bangsa-bangsa lain yang dianggap berasal dari Aesop). Fabel-fabel kuno ini kini dikenal

sebagai Fabel Aesop. Akan tetapi ada pula yang memberikan definisi lain terkait istilah

Fabel. Fabel, dalam khazanah Sastra Indonesia seringkali, diartikan sebagai cerita tentang

binatang sebagai pemeran(tokoh) utama. Cerita fabel yang populer misalnya Kisah Si Kancil,

dan sebagainya.

Selanjutnya, jenis cerita berkembang meliputi sage, mite, dan legenda. Sage merupakan cerita

kepahlawanan. Misalnya Joko Dolog. Mite atau Mitos lebih mengarah pada cerita yang

terkait dengan kepercayaan masyarakat setempat tentang sesuatu. Contohnya Nyi Roro Kidul.

Sedangkan legenda mengandung pengertian sebagai sebuah cerita mengenai asal usul

terjadinya suatu tempat. Contoh Banyuwangi.

Bentuk kuno lainnya dari cerita pendek, yakni anekdot, populer pada masa Kekaisaran

Romawi. Anekdot berfungsi seperti perumpamaan, sebuah cerita realistis yang singkat, yang

mencakup satu pesan atau tujuan. Banyak dari anekdot Romawi yang bertahan belakangan

dikumpulkan dalam Gesta Romanorum pada abad ke-13 atau 14. Anekdot tetap populer di

Eropa hingga abad ke-18, ketika surat-surat anekdot berisi fiksi karya Sir Roger de Coverley

diterbitkan.

Di Eropa, tradisi bercerita lisan mulai berkembang menjadi cerita-cerita tertulis pada awal

abad ke-14, terutama sekali dengan terbitnya karya Geoffrey Chaucer Canterbury Tales dan

karya Giovanni Boccaccio Decameron. Kedua buku ini disusun dari cerita-cerita pendek yang

terpisah (yang merentang dari anekdot lucu ke fiksi sastra yang dikarang dengan baik), yang

ditempatkan di dalam cerita naratif yang lebih besar (sebuah cerita kerangka), meskipun

perangkat cerita kerangka tidak diadopsi oleh semua penulis. Pada akhir abad ke-16, sebagian

dari cerita-cerita pendek yang paling populer di Eropa adalah "novella" kelam yang tragis

karya Matteo Bandello (khususnya dalam terjemahan Perancisnya). Pada masa Renaisan,

istilah novella digunakan untuk merujuk pada cerita-cerita pendek.

Pada pertengahan abad ke-17 di Perancis terjadi perkembangan novel pendek yang

diperhalus, "nouvelle", oleh pengarang-pengarang seperti Madame de Lafayette. Pada 1690-

an, dongeng-dongeng tradisional mulai diterbitkan (salah satu dari kumpulan yang paling

terkenal adalah karya Charles Perrault). Munculnya terjemahan modern pertama Seribu Satu

9

Page 10: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

Malam karya Antoine Galland (dari 1704; terjemahan lainnya muncul pada 1710–12)

menimbulkan pengaruh yang hebat terhadap cerita-cerita pendek Eropa karya Voltaire,

Diderot dan lain-lainnya pada abad ke-18.

Cerita-cerita pendek modern

Cerita-cerita pendek modern muncul sebagai genrenya sendiri pada awal abad ke-19. Contoh-

contoh awal dari kumpulan cerita pendek termasuk Dongeng-dongeng Grimm Bersaudara

(1824–1826), Evenings on a Farm Near Dikanka (1831-1832) karya Nikolai Gogol, Tales of

the Grotesque and Arabesque (1836), karya Edgar Allan Poe dan Twice Told Tales (1842)

karya Nathaniel Hawthorne. Pada akhir abad ke-19, pertumbuhan majalah dan jurnal

melahirkan permintaan pasar yang kuat akan fiksi pendek antara 3.000 hingga 15.000 kata

panjangnya. Di antara cerita-cerita pendek terkenal yang muncul pada periode ini adalah

"Kamar No. 6" karya Anton Chekhov.Pada paruhan pertama abad ke-20, sejumlah majalah

terkemuka, seperti The Atlantic Monthly, Scribner's, dan The Saturday Evening Post,

semuanya menerbitkan cerita pendek dalam setiap terbitannya. Permintaan akan cerita-cerita

pendek yang bermutu begitu besar, dan bayaran untuk cerita-cerita itu begitu tinggi, sehingga

F. Scott Fitzgerald berulang-ulang menulis cerita pendek untuk melunasi berbagai

utangnya.Permintaan akan cerita-cerita pendek oleh majalah mencapai puncaknya pada

pertengahan abad ke-20, ketika pada 1952 majalah Life menerbitkan long cerita pendek

Ernest Hemingway yang panjang (atau novella) Lelaki Tua dan Laut. Terbitan yang memuat

cerita ini laku 5.300.000 eksemplar hanya dalam dua hari.Sejak itu, jumlah majalah komersial

yang menerbitkan cerita-cerita pendek telah berkurang, meskipun beberapa majalah terkenal

seperti The New Yorker terus memuatnya. Majalah sastra juga memberikan tempat kepada

cerita-cerita pendek. Selain itu, cerita-cerita pendek belakangan ini telah menemukan napas

baru lewat penerbitan online. Cerita pendek dapat ditemukan dalam majalah online, dalam

kumpulan-kumpulan yang diorganisir menurut pengarangnya ataupun temanya, dan dalam

blog.

Unsur dan ciri khas

Cerita pendek cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita pendek

biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot, setting yang

tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka waktu yang singkat.

Dalam bentuk-bentuk fiksi yang lebih panjang, ceritanya cenderung memuat unsur-unsur inti

tertentu dari struktur dramatis: eksposisi (pengantar setting, situasi dan tokoh utamanya),

komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik dan tokoh utama);

komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik); aksi yang meningkat,

10

Page 11: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

krisis (saat yang menentukan bagi si tokoh utama dan komitmen mereka terhadap suatu

langkah); klimaks (titik minat tertinggi dalam pengertian konflik dan titik cerita yang

mengandung aksi terbanyak atau terpenting); penyelesaian (bagian cerita di mana konflik

dipecahkan); dan moralnya.

Karena pendek, cerita-cerita pendek dapat memuat pola ini atau mungkin pula tidak. Sebagai

contoh, cerita-cerita pendek modern hanya sesekali mengandung eksposisi. Yang lebih umum

adalah awal yang mendadak, dengan cerita yang dimulai di tengah aksi. Seperti dalam cerita-

cerita yang lebih panjang, plot dari cerita pendek juga mengandung klimaks, atau titik balik.

Namun demikian, akhir dari banyak cerita pendek biasanya mendadak dan terbuka dan dapat

mengandung (atau dapat pula tidak) pesan moral atau pelajaran praktis.

Seperti banyak bentuk seni manapun, ciri khas dari sebuath cerita pendek berbeda-beda

menurut pengarangnya.

Cerpen juga memiliki [unsur intrinsik] cerpen.

Ukuran

Menetapkan apa yang memisahkan cerita pendek dari format fiksi lainnya yang lebih panjang

adalah sesuatu yang problematic. Sebuah definisi klasik dari cerita pendek ialah bahwa ia

harus dapat dibaca dalam waktu sekali duduk (hal ini terutama sekali diajukan dalam esai

Edgar Allan Poe "The Philosophy of Composition" pada 1846). Definisi-definisi lainnya

menyebutkan batas panjang fiksi dari jumlah kata-katanya, yaitu 7.500 kata. Dalam

penggunaan kontemporer, istilah cerita pendek umumnya merujuk kepada karya fiksi yang

panjangnya tidak lebih dari 20.000 kata dan tidak kurang dari 1.000 kata.

Cerita yang pendeknya kurang dari 1.000 kata tergolong pada genre fiksi kilat (flash fiction).

Fiksi yang melampuai batas maksimum parameter cerita pendek digolongkan ke dalam

novelette, novella, atau novel.

Genre

Cerita pendek pada umumnya adalah suatu bentuk karangan fiksi, dan yang paling banyak

diterbitkan adalah fiksi seperti fiksi ilmiah, fiksi horor, fiksi detektif, dan lain-lain. Cerita

pendek kini juga mencakup bentuk nonfiksi seperti catatan perjalanan, prosa liris dan varian-

varian pasca modern serta non-fiksi seperti fikto-kritis atau jurnalisme baru.

11

Page 12: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Sumber data

Dalam penelitian karya tulis ini,digunakan metode penulisan dengan cara peninjauan

dan cara tinjaua kepustakaan menurut buku………………………………tinjauan

kepustakaan disebut juga study kepustakaan yaitu mencari data dari kepustakaan misalnya

dari data buku jurnal masalah dan lain-lain.

Semakin banyak sumber bacaan semakin banyak pula pengetahuan yang diteliti

namun tidak semua buku bacaan dan laporan dapat diolah.

3.2 Cara memperoleh data

a. Mepelajari hasil yang diperoleh dari setiap sumber yang relevan dengan penelitian

yang akan dilakukan.

b. Mempelajari metode penelitian yang dilakukan termasuk metode penelitian

pengambilan sampel pengumpulan data sumber data dan satuan data

c. Mengumpulkan data dari sumber lain yang berhubungan dengan bidang penelitian.

d. Mempelajari analisis deduktif dari problem yang tertera(analisis berpikir secara

kronologis)

3.3 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian ini adalah penelitian sendiri karena subjek penelitiannya berupa

pustaka yang memerlukan pemahaman dan penafsiran penelitian,penulis mencatat hal-hal

yang berhubungan dengan pesan social budaya dalam menghasilkan generasi muda yang

berkualitas yang digunakan sebagai instruktur penelitian seluruh data dikumpulkan dalam

catatan khusus.

3.4 Analisis data

` Data yang dikumpulkan dalam catatan khusus selanjutnya dianalisis,proses analisis

dilakukan dengan cermat dan dideskripsikan dengan lengkap sehingga menghasilkan analisis

yang representative teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini analisis isi.

12

Page 13: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

BAB IV

PEMBAHASAN

Definisi Cerpen

Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif

fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya

fiksi yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel.

Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra

seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang

lebih panjang. Ceritanya bisa dalam berbagai jenis.

Cerita pendek berasal dari anekdot, sebuah situasi yang digambarkan singkat yang dengan

cepat tiba pada tujuannya, dengan parallel pada tradisi penceritaan lisan. Dengan munculnya

novel yang realistis, cerita pendek berkembang sebagai sebuah miniatur, dengan contoh-

contoh dalam cerita-cerita karya E.T.A. Hoffmann dan Anton Chekhov.

13

Page 14: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

Sebenarnya, tidak ada rumusan yang baku mengenai apa itu cerpen. Kalangan sasterawan

memiliki rumusan yang tidak sama. H.B. Jassin –Sang Paus Sastra Indonesia- mengatakan

bahwa yang disebut cerita pendek harus memiliki bagian perkenalan, pertikaian, dan

penyelesaian. A. Bakar Hamid dalam tulisan “Pengertian Cerpen” berpendapat bahwa yang

disebut cerita pendek itu harus dilihat dari kuantitas, yaitu banyaknya perkataan yang dipakai:

antara 500-20.000 kata, adanya satu plot, adanya satu watak, dan adanya satu kesan.

Sedangkan Aoh. KH, mendefinisikan bahwa cerpen adalah salah satu ragam fiksi atau cerita

rekaan yang sering disebut kisahan prosa pendek. Dan masih banyak sastrawan yang

merumuskan definisi cerpen. Rumusan-rumusan tersebut tidak sama persis, juga tidak saling

bertentangan satu sama lain. Hampir semuanya menyepakati pada satu kesimpulan bahwa

cerita pendek atau yang biasa disingkat cerpen adalah cerita rekaan yang pendek.1.1 Jenis

Cerpen

Jenis-jenis cerpen ada 3, yaitu :

Cerpen Kedaerahan

Contoh : - Rumah Untuk Kemenakan

- Gampong

- Orang Kaya Baru, dll

Cerpen Nasional

Contoh : - Jalan Soeprapto

- Jiwa Yang Terguncang

- Senyuman Terakhir, dll

Cerpen Pop

Contoh : - Perempuan Disimpang Tiga

- Roda Kehidupan

- Pelabuhan Makin Jauh

- Anggap Aku Bulan

- Kisah Dikantor Pos, dll

Anatomi Cerpen

Setelah mengerti betul definisi cerpen, karakteristik cerpen dan unsur-unsur yang wajib ada

dalam membangun cerpen, maka sejatinya Anda sudah sangat siap untuk menciptakan sebuah

cerpen. Sebelum menulis cerpen ada baiknya anda mengetahui anatomi cerpen atau bisa juga

disebut struktur cerita. Umumnya anatomi cerpen, apapun temanya, di manapun settingnya,

14

Page 15: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

apapun jenis sudut pandangan tokohnya, dan bagaimanapun alurnya memiliki anatomi

sebagai berikut:

1. Situasi (pengarang membuka cerita)

2. Peristiwa-peristiwa terjadi

3. Peristiwa-peristiwa memuncak

4. Klimaks

5. Anti Klimaks

Atau, komposisi cerpen, sebagaimana ditandaskan H.B.Jassin dapat dikatakan sebagai

berikut:

1. Perkenalan

2. Pertikaian

3. Penyelesaian

Cerpen yang baik adalah yang memiliki anatomi dan struktur cerita yang seimbang.

Kelemahan utama penulis cerpen pemula biasanya di struktur cerita ini. KARAKTERISTIK

CERPEN2.1 Unsur-unsur Cerpen

Unsur-unsur yang terdapat pada cerpen ada 2, yaitu :

a. Unsur Intrinsik

b. Unsur Intrinsik adalah unsur yang mendukung dari dalam tubuh cerita tersebut.

Bagian-bagian unsur interinsik antara lain, :

1.. Tema :

Yaitu gagasan inti. Dalam sebuah cerpen, tema bisa disamakan dengan pondasi

sebuah bangunan. Tidaklah mungkin mendirikan sebuah bangunan tanpa pondasi.

Dengan kata lain tema adalah sebuah ide pokok, pikiran utama sebuah cerpen; pesan

atau amanat. Dasar tolak untuk membentuk rangkaian cerita; dasar tolak untuk

bercerita.

2. Amanat :

Yaitu pesan atau amanat yang ingin di sampaikan pengarang dalam bentuk tulisan.

3. Alur atau plot :

Yaitu rangkaian peristiwa yang menggerakkan cerita untuk mencapai efek tertentu

atau sambung sinambungnya suatu cerita, dimana tidak hanya menjelaskan kenapa hal

itu terjadi, tetapi juga menjelaskan bagaimana hal itu terjadi.

Adapun jenis plot bisa disederhanakan menjadi tiga jenis, yaitu:

15

Page 16: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

1. Plot keras, jika akhir cerita meledak keras di luar dugaan pembaca. Contohnya:

cerpen-cerpen Anton Chekov, pengarang Rusia legendaris, cerpen-cerpen

Trisnoyuwono yang terkumpul dalam Laki-laki dan Mesiu, cerpen-cerpen Subagio

Sastrowardoyo dalam kumpulannya Kejantanan di Sumbing.

2. Plot lembut, jika akhir cerita berupa bisikan, tidak mengejutkan pembaca, namun

tetap disampaikan dengan mengesan sehingga seperti terus tergiang di telinga

pembaca. Contoh, cerpen Seribu Kunang-kunang di Manhattan karya Umar Kayam,

cerpen-cerpen Danarto dalam Godlob, dan hampir semua cerpen Guy de Maupassant,

pengarang Perancis menggunakan plot berbisik.

3. Plot lembut-meledak, atau plot meledak-lembut adalah campuran plot keras dan

lembut. Contoh: cerpen Krawang-Bekasi milik Gerson Poyk, cerpen Bulan Mati karya

R. Siyaranamual, dan cerpen Putu Wijaya berjudul Topeng bisa dimasukkan di sini.

Adapun jika kita melihat sifatnya, maka ada cerpen dengan plot terbuka, plot tertutup

dan cempuran keduanya. Jadi sifat plot ada kalanya:

1. Terbuka. Jika akhir cerita merangsang pembaca untuk mengembangkan jalan

cerita, di samping masalah dasar persoalan.

2. Tertutup. Akhir cerita tidak merangsang pembaca untuk meneruskan jalan cerita.

Contoh Godlobnya Danarto.

3. Campuran keduanya.

4. Penokohan :

Yaitu penciptaan citra tokoh dalam cerita. Tokoh harus tampak hidup dan nyata

hingga pembaca merasakan kehadirannya. Dalam cerpen modern, berhasil tidaknya

sebuah cerpen ditentukan oleh berhasil tidaknya menciptakan citra, watak dan

karakter tokoh tersebut. Penokohan, yang didalamnya ada perwatakkan sangat penting

bagi sebuah cerita, bisa dikatakan ia sebagai mata air kekuatan sebuah cerita pendek.

Pada dasarnya sifat tokoh ada dua macam; sifat lahir (rupa, bentuk) dan sifat batin

(watak, karakter). Dan sifat tokoh ini bisa diungkapkan dengan berbagai cara,

diantaranya melalui:

1. Tindakan, ucapan dan pikirannya

2. Tempat tokoh tersebut berada

3. Benda-benda di sekitar tokoh

4. Kesan tokoh lain terhadap dirinya

5. Deskripsi langsung secara naratif oleh pengarang

5. Latar atau setting :

16

Page 17: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

yaitu segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana dalam suatu cerita. Pada

dasarnya, latar mutlak dibutuhkan untuk menggarap tema dan plot cerita, karena latar

harus bersatu dengan tema dan plot untuk menghasilkan cerita pendek yang gempal,

padat, dan berkualitas.

6. Sudut Pandang Pengarang :

Diantara elemen yang tidak bisa ditinggalkan dalam membangun cerita pendek adlaah

sudah pandangan tokoh yang dibangun sang pengarang. Sudut pandangan tokoh ini

merupakan visi pengarang yang dijelmakan ke dalam pandangan tokoh-tokoh

bercerita. Jadi sudut pangan ini sangat erat dengan teknik bercerita.

Ada 4 macam sudut pandang dalam bercerita :

1. Sudut pandang dari Yang Maha Kuasa : Pengarang seolah –olah maha tau,

pengarang ini menggambarkan semua tingkah laku para tokoh dan juga mengerti apa

yang dikerjakan oleh tokoh.

2. Sudut pandang dari Orang pertama : Pengarang menggunakan gaya akudalam

bercerita, sipengarang disini tidak tidak mewakili dari pribadinya tetapi seluruh

ceritanya itu tergantung pada watak tokoh aku.

3. Sudut pandang dari Orang ketiga atau peninjau : seorang pengarang menggunakan

gaya dia dalm bercerita, sudut pandang ini gabungan dari Yang Maha Kuasa dan Aku

yang dapat melukiskan jiwa dia tapi tidak dapat melukiskan yang lain.

4. Sudut pandang Objektif : Pengarang bertindak seperti dalam sudut pandang Yang

Maha Kuasa, tetapi pengarang tidak sampai menuliskan bathin tokoh-tokoh yang ada

dalam cerita.

7. Gaya Bahasa :

Yaitu cara khas pengungkapan seseorang, hal ini tercermin dalam pengarang memilih

kata-kata, tema, dan memandang persoalan.

Gaya Bahasa ada 2:

Gaya pengarang dalam bercerita

Gaya pengarang dalam bercerita biasanya menggunakan sudut pandang yang sudah

dijelaskan didepan tadi.

Gaya Bahasa pengarang dalam bercerita.

Gaya bahasa pengarang dalam bercerita diperlukan karena untuk memperkuat daya lukis agar

tercapai efek yang dikehendaki. Biasanya pengarang menggunakan kata-kata khusus karena

semakin umum istilah yang dipakai, semakin kabur gambaran cerita yang kita sajikan.

Sebaliknya semakin khusussemakin hidup lukisan gambaran ceritanya. Makna-makna khusus

17

Page 18: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

tersebut terdapat pada bahasa yang menggunakan majas. Gaya bahasa yang sering dipakai

dapat dibagi menjadi 3, yaitu :

Gaya Bahasa Perbandingan

Gaya bahasa perbandingan dapat dibagi menjadi 5, yaitu :

Majas Perumpamaan / Asosiasi

yaitu gaya bahasa yang memperbandingkan benda yang satu dengan benda yang lain dengan

apa yang dilukiskan. Contoh :

Bibirnya merah bagai buah delima.

Kedua anak itu seperti pinang dibelah dua.

Majas Metafora

yaitu gaya bahasa perbandingan yang singkat dan padat yang dinyatakan secara implisit.

Contoh:

Pukul delapan malam dewi malam mulai memancarkan sinarnya.

Si jago merah telah melalap rumah itu.

Majas Personifikasi

yaitu gaya bahasa yang menggambarkan benda-benda tak bernyawa seolah-olah memiliki

sifat

sifat seperti manusia. Contoh :

Angin semilir menerpa mukaku.

Pohon nyiur melambai-lambai dipantai.

Majas Alegori

yaitu gaya bahasa perbandingan yang biasa memakai cerita untuk simbol-simbol untuk

menyampaikan maksud tertentu. Contoh :

Orang itu bagaikan kancil.

Orang itu termenung seribu satu malam.

Majas Pleonasme

yaitu gaya pemakaian bahasa secara berlebih-lebihan.

Saya melihat kejadian itu dengan mata kepala saya sendiri.

Walau keadaannya gelap gulita dia masih tetap meneruskan perjalanannya.

Gaya Bahasa Pertentangan

Gaya bahasa pertentangan dapat dibagi menjadi3, yaitu :

Majas Hiperbola

yaitu gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan dengan maksud

memberi

18

Page 19: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

penekanan. Contoh :

Kini hidupnya benar-benar bermandikan uang.

Air matanya menganak sungai.

Majas Litotes

yaitu gaya bahasa pertentangan yang biasa memakai pernyataan untuk memperkecil sesuatu.

Contoh :

Terimalah hadiahku yang sederhana ini.

Kalau sampai disana mampirlah kegubukku.

Majas Ironi

yaitu gaya bahasa pertentangan yang mengungkapkan pernyataan pertentangan dengan

maksud mencemoh. Contoh :

Bagus sekali tulisanmu sampai-sampai aku tidak bisa membacanya.

Rapi benar kamarmu seperti kapal pecah.

Gaya Bahasa Pertautan

Gaya bahasa pertautan dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

Majas Sinekdoke

Majas Metonimia

yaitu gaya bahasa dengan menggunakan nama cirri atau nama hal yang ditautkan dengan

orang atau barang.

Sambil mengisap djarum dalam-dalam dibukanya lembaran-lembaran kompas.

Selain majas-majas yang disebutkan diatas juga ada jenis majas yang lain, misalnya :

1. Majas Eufemisme

yaitu gaya bahasa yang menggunakan bahasa sebagai pengganti kata lain dengan maksud

untuk memperhalus atau menghindari hal-hal tabu. Contoh :

Para TKI ilegal banyak yang diamankan oleh pihak keamanan Malaysia.

2. Majas Alusio

yaitu gaya bahasa yang merujuk pada suatu karya sastra, tokoh, atau suatu peristiwa. Contoh :

Dia sering bersifat kura-kura dalam perahu, sudah tahu tapi masih saja bertanya.

3. Majas Repetisi

yaitu gaya bahasa dengan melakukan pengulangan kata atau kelompok kata. Contoh :

Mengapa harus putus asa? Aku masih muda dan kuat! Mengapa harus putus asa? Mengapa

harus putus asa?

4. Majas Klimaks

19

Page 20: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

yaitu gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang makin lama makin mengandung

penekanan. Contoh :

Jangankan uang, rumah, harta kekayaan, nyawa pun akan kukorbankan demi kebaikan

keluarga.

Sejak lahir, bayi, balita, remaja ibunya sendiri yang mengasuhnya.

Unsur Ekstrinsik

Unsur Ekstrinsik adalah unsur yang mendukung dari luar cerita tersebut. Contoh unsur-unsur

ekstrinsik, yaitu :

1. Biografi Pengarang

2. Sosial Budaya

3. Moral

4. Agama

Sejarah Perkembangan Cerpen

Cerita pendek berasal dari anekdot, sebuah situasi yang digambarkan singkat yang dengan

cepat tiba pada tujuannya, dengan parallel pada tradisi penceritaan lisan. Dengan munculnya

novel yang realistis, cerita pendek berkembang sebagai sebuah miniatur, dengan contoh-

contoh dalam cerita-cerita karya E.T.A. Hoffmann dan Anton Chekhov.

Asal-usul

Cerita pendek berasal-mula pada tradisi penceritaan lisan yang menghasilkan kisah-kisah

terkenal seperti Iliad dan Odyssey karya Homer. Kisah-kisah tersebut disampaikan dalam

bentuk puisi yang berirama, dengan irama yang berfungsi sebagai alat untuk menolong orang

untuk mengingat ceritanya. Bagian-bagian singkat dari kisah-kisah ini dipusatkan pada

naratif-naratif individu yang dapat disampaikan pada satu kesempatan pendek. Keseluruhan

kisahnya baru terlihat apabila keseluruhan bagian cerita tersebut telah disampaikan.

Fabel, yang umumnya berupa cerita rakyat dengan pesan-pesan moral di dalamnya, konon

dianggap oleh sejarahwan Yunani Herodotus sebagai hasil temuan seorang budak Yunani

yang bernama Aesop pada abad ke-6 SM (meskipun ada kisah-kisah lain yang berasal dari

bangsa-bangsa lain yang dianggap berasal dari Aesop). Fabel-fabel kuno ini kini dikenal

sebagai Fabel Aesop. Akan tetapi ada pula yang memberikan definisi lain terkait istilah

Fabel. Fabel, dalam khazanah Sastra Indonesia seringkali, diartikan sebagai cerita tentang

binatang. Cerita fabel yang populer misalnya Kisah Si Kancil, dan sebagainya.Selanjutnya,

jenis cerita berkembang meliputi sage, mite, dan legenda. Sage merupakan cerita

kepahlawanan. Misalnya Joko Dolog. Mite lebih menyaran pada cerita yang terkait dengan

20

Page 21: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

kepercayaan masyarakat setempat tentang sesuatu. Contohnya Nyi Roro Kidul. Sedangkan

legenda mengandung pengertian sebuah cerita mengenai asal usul terjadinya suatu tempat.

Contoh Banyuwangi.Bentuk kuno lainnya dari cerita pendek, yakni anekdot, populer pada

masa Kekaisaran Romawi. Anekdot berfungsi seperti perumpamaan, sebuah cerita realistis

yang singkat, yang mencakup satu pesan atau tujuan. Banyak dari anekdot Romawi yang

bertahan belakangan dikumpulkan dalam Gesta Romanorum pada abad ke-13 atau 14.

Anekdot tetap populer di Eropa hingga abad ke-18, ketika surat-surat anekdot berisi fiksi

karya Sir Roger de Coverley diterbitkan.Di Eropa, tradisi bercerita lisan mulai berkembang

menjadi cerita-cerita tertulis pada awal abad ke-14, terutama sekali dengan terbitnya karya

Geoffrey Chaucer Canterbury Tales dan karya Giovanni Boccaccio Decameron. Kedua buku

ini disusun dari cerita-cerita pendek yang terpisah (yang merentang dari anekdot lucu ke fiksi

sastra yang dikarang dengan baik), yang ditempatkan di dalam cerita naratif yang lebih besar

(sebuah cerita kerangka), meskipun perangkat cerita kerangka tidak diadopsi oleh semua

penulis. Pada akhir abad ke-16, sebagian dari cerita-cerita pendek yang paling populer di

Eropa adalah "novella" kelam yang tragis karya Matteo Bandello (khususnya dalam

terjemahan Perancisnya). Pada masa Renaisan, istilah novella digunakan untuk merujuk pada

cerita-cerita pendek.

Pada pertengahan abad ke-17 di Perancis terjadi perkembangan novel pendek yang

diperhalus, "nouvelle", oleh pengarang-pengarang seperti Madame de Lafayette. Pada 1690-

an, dongeng-dongeng tradisional mulai diterbitkan (salah satu dari kumpulan yang paling

terkenal adalah karya Charles Perrault). Munculnya terjemahan modern pertama Seribu Satu

Malam karya Antoine Galland (dari 1704; terjemahan lainnya muncul pada 1710–12)

menimbulkan pengaruh yang hebat terhadap cerita-cerita pendek Eropa karya Voltaire,

Diderot dan lain-lainnya pada abad ke-18.Cerita-cerita pendek modernCerita-cerita pendek

modern muncul sebagai genrenya sendiri pada awal abad ke-19. Contoh-contoh awal dari

kumpulan cerita pendek termasuk Dongeng-dongeng Grimm Bersaudara (1824–1826),

Evenings on a Farm Near Dikanka (1831-1832) karya Nikolai Gogol, Tales of the Grotesque

and Arabesque (1836), karya Edgar Allan Poe dan Twice Told Tales (1842) karya Nathaniel

Hawthorne. Pada akhir abad ke-19, pertumbuhan majalah dan jurnal melahirkan permintaan

pasar yang kuat akan fiksi pendek antara 3.000 hingga 15.000 kata panjangnya. Di antara

cerita-cerita pendek terkenal yang muncul pada periode ini adalah "Kamar No. 6" karya

Anton Chekhov.

Pada paruhan pertama abad ke-20, sejumlah majalah terkemuka, seperti The Atlantic

Monthly, Scribner's, dan The Saturday Evening Post, semuanya menerbitkan cerita pendek

21

Page 22: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

dalam setiap terbitannya. Permintaan akan cerita-cerita pendek yang bermutu begitu besar,

dan bayaran untuk cerita-cerita itu begitu tinggi, sehingga F. Scott Fitzgerald berulang-ulang

menulis cerita pendek untuk melunasi berbagai utangnya.Permintaan akan cerita-cerita

pendek oleh majalah mencapai puncaknya pada pertengahan abad ke-20, ketika pada 1952

majalah Life menerbitkan long cerita pendek Ernest Hemingway yang panjang (atau novella)

Lelaki Tua dan Laut. Terbitan yang memuat cerita ini laku 5.300.000 eksemplar hanya dalam

dua hari.

Sejak itu, jumlah majalah komersial yang menerbitkan cerita-cerita pendek telah berkurang,

meskipun beberapa majalah terkenal seperti The New Yorker terus memuatnya. Majalah

sastra juga memberikan tempat kepada cerita-cerita pendek. Selain itu, cerita-cerita pendek

belakangan ini telah menemukan napas baru lewat penerbitan online. Cerita pendek dapat

ditemukan dalam majalah online, dalam kumpulan-kumpulan yang diorganisir menurut

pengarangnya ataupun temanya, dan dalam blog.

Unsur dan ciri khas

Cerita pendek cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita pendek

biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot, setting yang

tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka waktu yang singkat.

Dalam bentuk-bentuk fiksi yang lebih panjang, ceritanya cenderung memuat unsur-unsur inti

tertentu dari struktur dramatis: eksposisi (pengantar setting, situasi dan tokoh utamanya),

komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik dan tokoh utama);

komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik); aksi yang meningkat,

krisis (saat yang menentukan bagi si tokoh utama dan komitmen mereka terhadap suatu

langkah); klimaks (titik minat tertinggi dalam pengertian konflik dan titik cerita yang

mengandung aksi terbanyak atau terpenting); penyelesaian (bagian cerita di mana konflik

dipecahkan); dan moralnya.Karena pendek, cerita-cerita pendek dapat memuat pola ini atau

mungkin pula tidak. Sebagai contoh, cerita-cerita pendek modern hanya sesekali mengandung

eksposisi. Yang lebih umum adalah awal yang mendadak, dengan cerita yang dimulai di

tengah aksi. Seperti dalam cerita-cerita yang lebih panjang, plot dari cerita pendek juga

mengandung klimaks, atau titik balik. Namun demikian, akhir dari banyak cerita pendek

biasanya mendadak dan terbuka dan dapat mengandung (atau dapat pula tidak) pesan moral

atau pelajaran praktis.

Seperti banyak bentuk seni manapun, ciri khas dari sebuath cerita pendek berbeda-beda

menurut pengarangnya.Cerpen juga memiliki [unsur intrinsik] cerpen.

Ukuran

22

Page 23: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

Menetapkan apa yang memisahkan cerita pendek dari format fiksi lainnya yang lebih panjang

adalah sesuatu yang problematic. Sebuah definisi klasik dari cerita pendek ialah bahwa ia

harus dapat dibaca dalam waktu sekali duduk (hal ini terutama sekali diajukan dalam esai

Edgar Allan Poe "The Philosophy of Composition" pada 1846). Definisi-definisi lainnya

menyebutkan batas panjang fiksi dari jumlah kata-katanya, yaitu 7.500 kata. Dalam

penggunaan kontemporer, istilah cerita pendek umumnya merujuk kepada karya fiksi yang

panjangnya tidak lebih dari 20.000 kata dan tidak kurang dari 1.000 kata.Cerita yang

pendeknya kurang dari 1.000 kata tergolong pada genre fiksi kilat (flash fiction). Fiksi yang

melampuai batas maksimum parameter cerita pendek digolongkan ke dalam novelette,

novella, atau novel.

Genre

Cerita pendek pada umumnya adalah suatu bentuk karangan fiksi, dan yang paling banyak

diterbitkan adalah fiksi seperti fiksi ilmiah, fiksi horor, fiksi detektif, dan lain-lain. Cerita

pendek kini juga mencakup bentuk nonfiksi seperti catatan perjalanan, prosa liris dan varian-

varian pasca modern serta non-fiksi seperti fikto-kritis atau jurnalisme baru.

Cerpen Konstelasi Sastra Indonesia

Di awal abad ke-21 ini, cerpen Indonesia makin menunjukkan signifikansinya.Ia hadir tidak

hanya lantaran derasnya penerbitan buku antologi cerpen, tetapi juga lebih disebabkan oleh

kuatnya kecenderungan untuk terbebas dari mainstream. Kondisi itu tentu saja bukan tanpa

alasan. Ada sejumlah faktor yang melatarbelakanginya.

Penerbitan naskah drama berikut pementasannya yang makin lesu dan terjadinya inflasi

antologi puisi yang cenderung asal terbit, tanpa seleksi, boleh jadi merupakan pemicu yang

mendongkrak popularitas cerpen dalam konstelasi peta kesusastraan Indonesia abad ke-21.

Meski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

perdebatan, seperti yang diperlihatkan Ayu Utami (Saman, 1998), Taufik Ikram Jamil

(Hempasan Gelombang, 1999), Gus tf Sakai (Tambo: Sebuah Pertemuan, 2000), Korrie

Layun Rampan (Perawan, 2000), Dewi Lestari (Supernova, 2001), dilihat dari segi jumlah,

tetap kalah jauh dibandingkan penerbitan cerpen.

Kondisinya itu disemarakkan pula oleh usaha Kompas yang sejak tahun 1992 (Kado

Istimewa) sampai tahun 2000 (Dua Tengkorak Kepala) melangkah dengan tradisi memilih

dan menerbitkan cerpen terbaiknya. Kegiatan itu diikuti pula dengan diskusi dan peluncuran

23

Page 24: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

buku bersangkutan. Itulah yang mendorong cerpen Indonesia melaju meninggalkan drama,

puisi, dan novel.

Bagaimana pula dengan perkembangan di tahun-tahun mendatang? Mencermati fenomena

yang terjadi dalam dua dasawarsa belakangan ini, drama tampak makin terpuruk. Selepas

dasawarsa 1970-an dan 1980-an, Arifin C. Noer lewat Kapai-Kapai-nya –sekadar menyebut

salah satunya, Putu Wijaya lewat Dag-Dig-Dug, dan Rendra lewat mini katanya,

eksperimentasi seolah-olah sudah kehilangan tenaganya lagi. Memang Rendra masih

mencoba dengan Panembahan Reso-nya, kemudian N. Riantiarno dengan Opera Kecoa dan

Opera Sembelit, Putu Wijaya dengan monolog Dar-Der-Dor dan Zat atau Wisran Hadi

dengan Jalan Lurus, semua seolah-olah tanpa gaung atau cuma bergema sesaat. Praktis, kini

tinggal Riantiarno yang masih bertahan dan terus melakukan pementasan karya terbarunya.

Kegairahannya tak cukup kuat untuk menumbuhkan semangat generasi di bawahnya. Budi S.

Otong dan Radhar Panca Dahana yang coba melakukan estafet, mendadak tengge-lam di

tengah jalan dan kini entah di mana. Tentu kita masih berharap pada keduanya. Yang muncul

belakangan, Butet Kartaredja, berpotensi untuk menghasilkan karya monumental.

Puisi, kharismanya masih didominasi para penyair mapan. Rendra, Sutardji Calzoum Bachri,

Sapardi Djoko Damono, Goenawan Mohammad, Taufiq Ismail, Abdul Hadi, D. Zawawi

Imron, dan deretan nama lain, masih akan tetap menyedot perhatian kita. Sementara generasi

berikutnya, macam Darmanto Jatman, Eka Budianta, Hamid Jabbar, Afrizal Malna, Soni

Farid Maulana, Acep Zamzam Noor, Ahmadun Y. Herfanda, F. Rahardi, belum cukup kuat

menggoyangkan kemapanan para penyair senior itu.

Jika demikian, maka deretan berikutnya seperti Agus R. Sarjono, Sitok Srengenge, Gus tf,

Taufik Ikram Jamil, sangat mungkin masih akan tetap berada di bawah bayang-bayang nama-

nama mapan tadi. Tentu saja itu menyulitkan kita membayangkan lahirnya gebrakan besar

seperti keberhasilan Sutardji Calzoum Bachri tahun 1970-an. Afrizal Malna tahun 1980-an,

coba membangkitkan kembali gebrakan itu. Memang ada dampaknya dengan munculnya

begitu banyak puisi gelap. Selepas itu, tak ada pula kabar beritanya.

Menapaki abad ke-21 ini, peta puisi kita akan dibanjiri oleh begitu banyaknya penulis puisi.

Dari deretan nama yang melimpah itu, sekitar sepuluhan yang sangat pantas mendapat

predikat penyair, selebihnya masuk kategori: penulis puisi. Meskipun begitu, beberapa nama

telah mendatangkan optimisme; prospek puisi Indonesia akan jauh lebih cerah. Periksa saja

karya-karya Gus tf (Sangkar Daging, 1997), Mathori A Elwa (Yang Maha Syahwat, 1997;

Rajah Negeri Istighfar, 2000), Zeffry J. Alkatiri (Pintu Etalase Batavia Centrum, 1998), Joko

Pinurbo (Celana, 1999), Dorothea Rosa Herliany (Mimpi Gugur Daun Zaitun, 1999; Kill the

24

Page 25: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

Radio, 2001), Hoezinar Hood (Tarian Orang Lagoi, 1999), Arif B. Prasetyo (Mahasukka,

2000) dan sederetan nama lain yang juga tak kalah menjanjikannya. Sebut saja, di antaranya,

Cecep Samsul Hari, Isbedy Stiawan ZS, Jamal D. Rahman, Medy Loekito, Nenden Lilis A.,

Oka Rusmini, Radhar Panca Dahana, Syaukani Al Karim, Tomy Tamara, Ulfatin Ch., dan

Wowok Hesti Prabowo.

Sejalan dengan itu, kita juga melihat makin redupnya sejumlah nama yang agaknya sudah

kehabisan energi. Jika dalam dua-tiga tahun ini, mereka tidak menghasilkan apa-apa,

barangkali mereka sedang bersiap gantung sepatu. Revolusi puisi sangat mungkin baru akan

terjadi dalam waktu yang masih panjang. Selama menunggu gebrakan itu, panorama puisi

Indonesia, akan lebih banyak berhias nama dan peristiwa yang terjadi di seputar pertemuan-

pertemuan berkala. Gaungnya akan hilang dalam sekejap, meski di sana-sini akan tetap lahir

beberapa monumen yang dihasilkan sejumlah nama tadi.

Novel, juga punya harapan cerah. Sejumlah nama masih menyimpan potensi besar untuk

membangun sebuah tonggak penting. Ayu Utami, Taufik Ikram Jamil, Korrie Layun

Rampan, Dewi Lestari, Gus tf Sakai logikanya masih akan memberi sumbangan berarti.

Demikian juga Putu Wijaya, Ahmad Tohari, Budi Darma, Darman Moenir, Danarto atau

Wisran Hadi. Mereka masih akan terus berkarya. Nh. Dini dan Titis Basino juga masih akan

mengalirkan karyanya meski tetap dengan konvensi yang sama.

Harapan lebih besar justru terletak pada sejumlah cerpenis. Seno Gumira Ajidarma, Yanusa

Nugroho, Sirikit Syah, Jujur Prananto, Joni Ariadinata atau Agus Noor, sungguh masih

menyimpan potensi. Persoalannya tinggal menunggu keberanian mereka untuk melangkah

lebih panjang; melahirkan novel. Tengoklah Danarto! Setelah sekian lama tegak berdiri

dengan cerpen-cerpennya yang menduduki tempatnya sendiri, lahirlah dari tangannya

Asmaraloka. Langkah ini menunjukkan keberanian Danarto memasuki ragam lain. Apakah

langkah ini dapat dikatakan gagal atau berhasil, itu masalah lain lagi.

Bagaimana dengan kritik sastra kita? Ia masih tetap berjalan di tempat. Soalnya bukan

tiadanya potensi, melainkan terbatasnya ruang yang memungkinkan publikasi luas sejumlah

karya kritik. Jika saja penerbit-penerbit kita mau mempublikasikan skripsi, tesis, disertasi

atau hasil-hasil penelitian ilmiah kaum akademik, boleh jadi kehidupan kritik sastra kita akan

kembali semarak sebagaimana yang terjadi awal tahun 1970-an.Meski begitu, Sapardi Djoko

Damono, Melani Budianta Budi Darma atau Faruk HT, tetap akan menggeliat dengan

antologi esainya. Juga Maman S. Mahayana, boleh jadi ikut meramaikan dengan buku-buku

terbarunya. Dua nama lagi yang sungguh potensial adalah Nirwan Ahmad Arsuka dan

Tommy Awuy. Keduanya telah banyak melontarkan gagasan kritis atas persoalan kesenian

25

Page 26: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

dan kesusastraan kita.Demikian, secara umum kondisi kesusastraan kita masih belum begitu

cerah. Dalam situasi yang seperti itu, cerpen kembali akan menjadi primadona. Lebih

daripada itu berbagai eksperimentasi, sangat mungkin akan ikut menyemarakkan

pemetaannya. Periksa saja, apa yang terjadi dalam dasawarsa akhir abad ke-20 ini.Ada

sedikitnya 100-an antologi cerpen yang terbit dalam sepuluh tahun terakhir ini. Jadi, rata-rata

dalam setahun terbit 10 antologi cerpen atau hampir setiap bulan terbit satu antologi. Jumlah

ini niscaya akan membengkak jika kita tidak terpaku pada lima kota besar, Jakarta,

Yogyakarta, Surabaya, Padang, dan Pekanbaru. Belum lagi jika kita mencermati setiap koran

minggu dan beberapa majalah yang selalu menyediakan ruang untuk cerpen. Tentu

jumlahnya akan sangat mengejutkan. Dari segi kuantitas, itulah peta cerpen Indonesia.Lalu

bagaimana kualitasnya? Leila S. Chudori, Lea Pamungkas, Dorothea Rosa Herliany, dan

Sirikit Syah, jelas punya kelas tersendiri dalam mengangkat soal gender yang umumnya

digarap cerpenis wanita lain secara verbal. Seno secara meyakinkan membawa gaya

jurnalistik yang mengangkat potret sosial kita. Kurnia Jaya Raya mengalirkan pikiran

imajinatif yang pernah digarap Iwan Simatupang dan P. Sengojo. Taufik Ikram Jamil dan

Gus tf Sakai menguak problem kultural masyarakat etniknya. Dengan style yang berbeda,

Joni Ariadinata, Indra Tranggono dan Shoim Anwar membeberkan kehidupan kaum gembel,

gelandangan marjinal, dan wong cilik yang selalu tergusur. Agus Noor dan Hudan Hidayat

mengangkat problem psikologis manusia urban. Herlino Soleman lain lagi dengan usahanya

memotret pengalamannya di Jepang. Sementara Eka Kurniawan menunjukkan pengamatan

terhadap kehidupan sosial di sekitarnya. Semua tema itu disajikan dengan cukup memukau,

khas, dan dengan style yang menjanjikan. Jadi, dari segi kualitas, cerpen-cerpen mereka

sudah pantas diterjemahkan ke dalam bahasa dunia.

Dengan demikian, pemeliharaan kualitas patut diperhatikan para cerpenis kita. Seno Gumira

(5 antologi), Yanusa Nugroho (3 antologi), Shoim Anwar (3 antologi), Ariadinata (3

antologi), Gus tf Sakai (2 antologi), misalnya, dalam masing-masing antologinya berisi

sejumlah cerpen dengan kualitas sederajat. Tetapi jika antologi itu berisi karya dari

serombongan cerpenis dengan kualitas yang domplang, maka hasilnya terkesan sebagai kerja

projek, tanpa seleksi, tanpa pertimbangan kualitas

Untuk antologi yang memuat rombongan cerpenis ini, Cerita Pendek Indonesia I-IV,

Satyagraha Hoerip (1986), Pagelaran (1993) dan Cerpen Pilihan Kompas (1992 sampai

1999), dapat dijadikan sebagai acuan bahwa kualitas merupakan landasan penting sebagai

dasar kriteria pemilihan cerpen-cerpen itu. Tanpa landasan itu, ia akan cenderung menjadi

sekadar “gado-gado” seperti yang terjadi pada Limau Walikota (1993) dan Bermula dari

26

Page 27: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

Tambi (1999), meski jauh lebih baik daripada Maling (1994), Lidah (1994), Ritus (1995),

atau dua antologi

Dewan Kesenian Lampung (1996 dan 1998).

Terlepas dari persoalan itu, dalam beberapa tahun ke depan, cerpen Indonesia tetap akan

menjadi primadona dalam konstelasi kesusastraan kita. Dengan begitu, menempatkan

posisinya menjadi semakin penting. Wajar jika sejumlah antologi cerpen kembali akan

meramaikan peta kesusastraan Indonesia secara keseluruhan. Dan kembali, secara perlahan,

mengangkat pamor cerpen Indonesia sebagai wacana yang pantas menjadi bahan perdebatan

intelektual. Masalahnya tinggal, bagaimana para cerpenis ini, terus-menerus berkarya dan

meningkatkan kualitasnya.

27

Page 28: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Kemampuan menulis cerpen mengalami peningkatan sebesar 11,63 atau 18,30 %.

Hasil rata-rata tes menulis cerpenpratindakan sebesar 64 (pembulatan ke atas dari 63,56) dan

pada siklus Irata-ratanya menjadi 70 (pembulatan ke bawah dari 70,31) atau

meningkatsebesar 10,62 % dari rata-rata pratindakan, kemudian pada siklus IIdiperoleh rata-

rata sebesar 75 (pembulatan ke bawah dari 75,19) ataumeningkat sebesar 6,94 dari siklus I.

Pemerolehan ini menunjukan bahwa pembelajaran menulis cerpen melalui teknik

pengandaian diri sebagai tokoh dalam cerita dengan media audio visual siswa setelah

mengikuti pembelajaran menulis cerpen melalui teknik pengandaian diri sebagai tokoh dalam

cerita dengan media audio visual mengalami perubahan kearah positif.Perubahan tersebut

ditunjukan dengan perilaku yang kelihatan lebih serius dan bersemangat dalam melaksanakan

kegiatan menulis cerpen.

Saran

Kita hendaknya memandang bahwa pembelajaran menulis cerpen merupakan bagian

yang penting dan tak terpisahkan dari mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia,

sehinggapembelajaran menulis cerpen ini hendaknya mendapat porsi yang cukupdan tidak

dilewati begitu saja,hendaknya lebih bervariasi dalammemilih teknik dan media pembelajaran

agar siswa menjadi lebih berminatmengikuti proses pembelajaran dan tidak merasa jenuh.

Salah satualternatif dalam menggunakan media pembelajaran adalah penggunaanteknik

pengandaian diri sebagai tokoh dalam cerita film yang diputarmelalui media audio visual

yang telah terbukti dapat meningkatkan minatdan kemampuan siswa dalam mengikuti

pembelajaran menulis cerpensecara aktif dan menyenangkan. Teknik pengandaian diri

sebagai tokohdalam cerita dapat membantu siswa dalam menulis cerpen karena siswalebih

banyak menggunakan alat inderanya yang mencakup pendengarandan penglihatan.Para guru Bahasa

dan Sastra Indonesia hendaknya mengembangkanpenggunaan teknik pengandaian diri

sebagai tokoh dalam cerita dan mediaaudio visual secara kreatif dan efektif misalnya dengan

caramemperbanyak jenis cerita dan bahan ajar lain yangberhubungan kesusastraan.

Hendaknya media audio visual juga digunakan pada mata pelajaran yanglain secara

bervariasi dengan media-media yang lain.

28

Page 29: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_13.docx · Web viewMeski dalam tiga tahun terakhir ini, muncul novel-novel penting yang menjadi bahan

Daftar pustaka

Arikunto, Suharsimi, Prof, dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT. Bumi

Aksara.

Djamarah, Bahri, Syaiful, Drs dan Drs. Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta: Rineka Cipta.

Fitriyah, Hidayatul. 2007. Penggunaan Media Gambar Berseri Untuk Meningkatkan

Ketrampilan Mengarang Siswa Kelas V Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDN

Wiyung III/ 455 Surabaya. TA tidak diterbitkan. Surabaya. Program D-2 Unesa.

29