BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amanat dalam UUD 1945 pada pasal 31 bahwa (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Untuk itu Pemetintah melalui Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah menetapkan rencana strategik dalam jangka menengah yaitu: (1) meningkatkan akses dan pemerataan dalam rangka penuntasan wajar pendas, (2) peningkatan mutu, efisiensi, relevansi dan peningkatan daya saing, dan (3) peningkatan manajemen, akuntabilitas, dan pencitraan publik. Dalam implementasi strategis ketiga di atas, yaitu peningkatan manajemen, akuntabilitas dan pencitraan publik, maka pengelolaan sekolah bertaraf internasional menjadi prioritas utama untuk manajemen, akuntabilitas dan pencitraan publik. Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 50 Ayat 3 yang memuat peraturan bahwa tiap daerah hendaknya mempersiapkan pendirian sekolah internasional. Dalam rangka merealisasikan peraturan tersebut, maka pemerintah mencanangkan program perencanaan peningkatan mutu pendidikan melalui 1
39
Embed
dirkameiokprina.files.wordpress.com€¦ · Web viewAntusiasme yang cukup tinggi terhadap pendirian RSBI memberi efek positif berupa harapan terhadap peningkatan mutu pendidikan,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amanat dalam UUD 1945 pada pasal 31 bahwa (1) Setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan. (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Untuk itu Pemetintah melalui
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah menetapkan
rencana strategik dalam jangka menengah yaitu: (1) meningkatkan akses dan
pemerataan dalam rangka penuntasan wajar pendas, (2) peningkatan mutu,
efisiensi, relevansi dan peningkatan daya saing, dan (3) peningkatan manajemen,
akuntabilitas, dan pencitraan publik.
Dalam implementasi strategis ketiga di atas, yaitu peningkatan manajemen,
akuntabilitas dan pencitraan publik, maka pengelolaan sekolah bertaraf
internasional menjadi prioritas utama untuk manajemen, akuntabilitas dan
pencitraan publik. Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 50 Ayat 3 yang memuat peraturan bahwa tiap
daerah hendaknya mempersiapkan pendirian sekolah internasional. Dalam rangka
merealisasikan peraturan tersebut, maka pemerintah mencanangkan program
perencanaan peningkatan mutu pendidikan melalui Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI). RSBI dilaksanakan oleh sekolah-sekolah nasional yang
dipersiapkan secara khusus agar memenuhi segala persyaratan untuk menjadi
Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Berdirinya beberapa RSBI mendapat
sambutan yang cukup menggembirakan dengan maraknya pendirian RSBI pada
jenjang-jenjang pendidikan, baik di kota besar maupun di daerah. Sampai awal
Desember 2011 jumlah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di seluruh
Indonesia adalah 1.305 buah dengan perincian SD 239 buah, SMP 356 buah,
SMA 359 buah dan SMK 351 buah yang tersebar di 33 provinsi (Jawa Pos, 10
Maret 2011).
1
SBI berjalan di Indonesia sekitar mulai tahun 2006-an. Dimana sejak saat itu
kualitas pendidikan menjadi acuan utama masyarakat dan banyaknya masyarakat
menyekolahkan anaknya keluar negeri, untuk itu sebaiknya SBI dibuka di
Indonesia. Sebagai acuan pertama tiap kabupaten/kota membuka satu jenis SBI di
semua jenjang pendidikan. Sedangkan saat ini telah menjamur banyak
bermunculan dimana-mana SBI, namun bila permasalahan tidak ditangani secara
ilmiah, nantinya akan menjadi bom waktu yang akan merusak kualitas dan
pencitraan SBI itu sendiri.
Antusiasme yang cukup tinggi terhadap pendirian RSBI memberi efek positif
berupa harapan terhadap peningkatan mutu pendidikan, disisi yang lain anggapan
sebagaian masyarakat tentang RSBI yang membutuhkan biaya mahal dan anak
miskin tidak bisa sekolah di RSBI. Implementasi RSBI tidak hanya diperuntukkan
bagi mereka yang cukup ekonomi saja, namun diperuntukkan juga bagi anak yang
memiliki kecerdasan diatas rata-rata yang berada pada kondisi tidak
menguntungkan, dimana pengelolaannya menggunakan subsidi silang. Orang tua
yang kurang mampu dapat terbantukan dalam pembiayaannya. Hal ini adalah
sebuah konsekwensi logis pelaksanaan program RSBI dalam menjamin Hak Asasi
Manusia (HAM).
Suatu kondisi kontradiksi, memberi kesan mahal karena besarnya beban biaya
RSBI yang disebabkan oleh sekolah yang perlu menyesuaikan diri untuk
mencapai standar internasional. Standar internasional yang dimaksudkan adalah
dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization
for Economic Co-operation and Development (OECD) atau negara maju lainnya
yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga
memiliki daya saing di forum internasional. Realitasnya, subsidi yang diberikan
pemerintah belum dapat sepenuhnya menutup pembiayaan RSBI secara total
sehingga sebagian pembiayaan dibebankan pada orang tua/wali siswa.
2
Adapun penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional (SBI) di latar belakangi
oleh fenomena sebagai berikut: (1) era globalisasi, menuntut daya saing bangsa
yang tinggi pula, (2) meningkatkan mutu, efisiensi, relevansi, dan memiliki daya
saing yang kuat maka SBI telah memiliki beberapa landasan yang kuat, (3)
penyelenggaraan SBI didasari oleh filosofi eksistensialisme dan esensialisme
(fungsionalisme), dan (4) mengacu pada empat pilat pendidikan yaitu: learning to
know, learning to do, learning to live together and learning to be sebagai patokan
untuk pengelolaan SBI. Untuk itu apakah pengelolaan telah sesuai dengan asas
dan prinsip-prinsip tersebut di atas?
Sedangkan manajemen pendidikan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen yaitu
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengontrolan (Terry,2001), dan
juga mengacu pada teori four D dari Thiagarajan (1994) yaitu: (1) Define, (2)
design, (3) Development and (4) Disseminate. Dengan demikian jika
penyelenggaraan SBI di Surabaya sejalan dengan kedua teori tersebut maka
kualitas SBI akan semakin baik dan pencitraan publikpun akan bertambah baik
pula.
Sekarang apakah dari kajian secara filosofis dapat berjalan dengan baik?
Permasalahan RSBI jika tidak segera ditangani akan menimbulkan masalah
negara yang semakin lebar, maka dengan kajian ilmiah diharapkan sebagai upaya
peningkatan mutu pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Apakah RSBI sebagai model mutu pendidikan untuk semua dapat
memecahkan masalah tentang pemerataan pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
Pemecahan masalah dengan RSBI sebagai model mutu pendidikan untuk
semua.
3
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri atas :
1. Dapat menambah khasanah teori menejemen RSBI secara teoritis yang
dikembangkan dalam manajemen pendidikan.
2. Sebagai bahan diskusi bagi civitas akademika, terutama mahasiswa untuk
meningkatkan kepedulian terhadap pemerataan dan mutu pendidikan
pendidikan melalui program RSBI
Sedangkan manfaat khusus dapat ditujukan sebagai berikut :
1. Bagi kepala sekolah RSBI, menjadi baham masukkan dan wawasan untuk lebih
memprioritaskan kurikulum bertaraf internasional melalui kerjasama
internasional, agar kualitas pendidikan internasional segera terealisir
secepatnya. Kepala Sekolah sebagai agen perubahan dan diharapkan memiliki
wawasan kedepan (visionary leadership), siap dengan standar internasional.
2. Bagi guru Sekolah RSBI, sebagai bahan masukkan untuk menyiapkan dirinya
sebagai guru profesional yang bertaraf internasional dengan menguasai bahasa
internasional minimal memiliki TOEFL 450 atau lebih tinggi lagi, serta
menyiapkan sebagai agen perubahan yang terus menerus kearah yang lebih
baik.
3. Masukkan bagi pengambil kebijakan/Dinas Pendidikan Kota Surabaya, agar
mempersiapkan kebi-jakan yang memprioritaskan peningkatan kualitas SDM
secara terus kontinuitas agar sekolah bertaraf internasional terlaksana dengan
baik. Meningkatkan kualitas dan kuantitaas sekolah bertaraf internasional.
4. Bagi mahasiswa untuk mengkaji lebih lanjut dalam bentuk penelitian agar hasil
yang konkret dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak terkait.
5. Bagi penulis untuk membiasakan diri menulis dan berpikir kritis serta
berkontribusi pada pemerataan dan mutu pendidikan Indonesia.
4
B A B II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep RSBI
Sebagaimana telah diamanatkan dalam UUD 1945 pada pasal 31 dinyatakan
bahwa: (1) Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap
warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya; serta (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta
ahklak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pemerintah
melalui Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah telah
menetapkan tiga rencana strategis dalam jangka menengah, yaitu: (1) peningkatan
akses dan pemerataan dalam rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar,
(2) peningkatan mutu, efesiensi,relevansi, dan peningkatan daya saing, dan (3)
peningkatan manajemen, akuntabilitas, dan pencitraaan publik.
Dalam upaya peningkatan mutu, efesiensi, relevansi, dan peningkatan daya saing
secara nasional dan sekaligus internasional pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah, maka telah ditetapkan pentingnya penyelenggaraan pendidikan
bertaraf internasional, baik untuk sekolah negeri maupun swasta. Berkaitan
dengan penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional ini, maka: (1)
pendidikan bertaraf internasional yang bermutu (berkualitas) adalah pendidikan
yang mampu mencapai standar mutu nasional dan internasional, (2) pendidikan
bertaraf internasional yang efesien adalah pendidikan yang menghasilkan standar
mutu lulusan optimal (berstandar nasional dan internasional) dengan pembiayaan
yang minimal, (3) pendidikan bertaraf internasional juga harus relevan, yaitu
bahwa penyelenggaraan pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta
didik, orang tua, masyarakat, kondisi lingkungan, kondisi sekolah, dan
kemampuan pemerintah daerahnya (kebupaten/kota dan Provinsi); dan (4)
pendidikan bertaraf internasional harus memiliki daya saing yang tinggi dalam hal
5
hasil-hasil pendidikan (output dan outcomes), proses, dan input sekolah baik
secara nasional maupun internasional.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, “pemerintah dan/atau pemerintah
daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada
satuan pendidikan bertaraf internasional” (Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 50 ayat 3) menyebutkan bahwa
pemerintah dan atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya
satu satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Agar dapat melaksanakan
amanat undang-undang perlu peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas
tinggi, dan sekolah bertaraf internasional yang dimaksud di sini adalah sekolah
yang telah sejajar atau bertaraf internasional seperti yang diselenggarakan oleh
Negara-negara lain.
Di samping karena amanat undang-undang, penyelenggaraan SBI juga sangat
relevan dengan perkembangan kemajuan zaman di era globalisasi ini. Lulusan dari
SBI harapannya akan mampu bersaing secara global pula. Dalam jangka panjang,
sumber daya manusia Indonesia akan memiliki kompetensi dan kualifikasi yang
tidak kalah dengan masyarakat iinternasional yang sudah maju. Globalisai makin
mendorong peluang pasar internasional bagi produk barang dan jasa termasuk
pendidikan. Pendidikan harus dipersiapkan bukan hanya untuk di dalam negeri
tetapi juga menghadapi persaingan internasional. Apalagi dengan diberlakukannya
pasar bebas di tingkat Association of Southeast Asian Nation (ASEAN), disusul
pasar bebas Asia-Pacific Economic Coorperation (APEC) tahun 2010 dan World
Trade Organization (WTO) tahun 2020, mutu sumber daya manusia tidak hanya
semata-mata berkompetensi dengan kompetensi lokal namun juga kualitas
internasional.
Pendanaan yang diperlukan oleh RSBI sebagai lembaga pendidikan mengelola
proses pembelajaran secara langsung bersumber dari pemerintah pusat,
6
pemerintah daerah dan masyarakat berpartisipasi aktif seiring dengan
diberlakukannya otonomi daerah.
Dalam konteks ekonomi, pada dasarnya pendidikan merupakan investasi panjang
yang hasilnya tidak bisa dilihat satu dua tahun, tetapi jauh ke depan. Sebagai suatu
investasi produktif, mestinya pembangunan pendidikan harus memperhitungkan
dua konsep utama, yaitu biaya (cost) dan manfaat (benefit) pendidikan. Berkaitan
dengan biaya pendidikan ini sendiri, menurut Suryadi (2004:181) dalam
Hasbullah (2007:27) terdapat empat agenda kebijakan yang perlu mendapat
perhatian serius, yaitu: (1) besarnya anggaran pendidikan yang dialokasikan
(revenue); (2) aspek keadilan dalam alokasi anggaran; (3) aspek efesiensi dalam
pendayagunaan anggaran; dan (4) anggaran pendidikan dan desentralisasi
pengelolaan.
Untuk itu, berbagai kebijakan pemerintah di bidang pendidikan pun bergulir,
seperti RSBI, pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah,
Pendidikan Berbasis Luas (Broad Based Education), pengintegrasian life skills
dalam mata pelajaran, pemberian Bantuan Operasional Sekolah bagi SD sampai
dengan SMP maupun dan Block grant lainnya yang dikelola langsung oleh
sekolah secara otonom.
Selanjutnya Tilaar (2000) mempertegas bahwa terdapat beberapa masalah yang
dengan pembangunan pendidikan saat masa otonomi daerah ini, yaitu: (1)
Lemahnya pengelolaan manajemen lembaga pendidikan, (2) kurang dan tidak
meratanya fasilitas pendidikan, (3) Rendahnya tingkat kelayakan mengajar guru,
(4) Kurikulum belum sepenuhnya berkesesuaian dengan tuntutan masa depan dan
lapangan kerja, (5) Pendapatan Penduduk yang relatif rendah dan masih
rendahnya kesadaran masyarakat untuk mewujudkan pendidikan yang baik, (6)
Peran serta masyarakat dalam mewujudkan otonomi pendidikan yang pada
hakekatnya bermakna otonomi sekolah masih belum optimal.
7
Akibat yang bisa muncul sebagai implikasi dari persoalan tersebut adalah masih
rendahnya mutu pendidikan, baik pendidikan dasar maupun menengah yang
diindikasikan sebagai akibat masih kurangnya alokasi dana yang disediakan untuk
bidang pendidikan yang berasal dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Pada sisi lain menunjukkan bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan di suatu
daerah yang berbeda-beda diperlukan partisipasi masyarakat secara langsung di
sekolah melalui wadah komite sekolah. Atas dasar itulah untuk meningkatkan
peran serta masyarakat dalam bidang pendidikan pada era otonomi sekolah
diperlukan wadah yang dapat mengakomodasi pandangan, aspirasi dan menggali
potensi masyarakat untuk menjamin demokratisasi, transparansi dan akuntabilitas.
Salah satu wadah tersebut adalah dewan pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan
komite sekolah ditingkat satuan pendidikan.
Tugas dan fungsi komite sekolah pada dasarnya adalah sama dengan yang
digariskan pada Kepmendiknas Nomor 44 tahun 2002, dan secara khusus dalam
penyelenggaraan SBI ini adalah: (1) Memberikan arahan, bimbingan, dan
petunjuk kepada sekolah dalam berbagai aspek demi keberhasilan SBI bagi
sekolahnya; (2) Memberikan bantuan baik bersifat financial maupun lainnya; (3)
Merupakan penghubung antara masyarakat orang tua anak dengan sekolah dalam
hal berbagai kepentingan untuk kemajuan siswa; (4) Membantu dalam hal
monitoring terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan hasil-hasil penyelenggaraan
SBI; (5) Bertanggungjawab dan membantu sekolah dalam keberlanjutan sebagai
SBI apabila masa rintisan telah diberhentikan oleh pemerintah pusat.
Penelitian sebelumnya.
Utomo (2009) mengemukakan bahwa sekolah internasonal telah melaksanakan
kurikulum terpadu, rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI), rumsun SBI =
SNP + X dimana SPN adalah standar nasional pendidikan SPN yang meliputi
kompetensi lulusan, isi proses, pendidikan, dan tenaga kependidikan lulusan,
sarana dan prasarana, dana, pengelolaan, dan penilaian, sedangkan X merupakan
8
penguatan, pengayaan, pengembangan, perluasan, pendalaman melalui adaptasi
atau adopsi terdapat standar pendidikan, baik dari dalam maupun luar negeri,
yang diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional.
Lebih lanjut, Setyadin (2008) menyatakan bahwa RSBI di indonesia memerlukan
pengembangan-manajerial, yang bertaraf inetrnasional, agar kualitas semakin
membaik secara berkesinambungan, meskipun banyak masyarakat
menyangsikannya.
B. Landasan Operasional RSBI
Dasar yang digunakan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional
dituangkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. Penetapan Standar Nasional Pendidikan diuraikan dalam pasal 35
Undang-Undang Sisdiknas dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
No. 19 Tahun 2005 yang meliputi : standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian.
Selain Standar Nasional Pendidikan juga telah dirumuskan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) bidang pendidikan dalam Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 129 a/U/2004. Sedangkan penyelenggaraan pendidikan bertaraf
internasional diatur dalam pasal 50 ayat (3) menyatakan: Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan
pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan
pendidikan bertaraf internasional.
Tercapai tidaknya tujuan pemerintah yang diemban sekolah untuk menghasilkan
sumber daya manusia (SDM) yang memenuhi tuntutan eraglobal dinyatakan
dalam keefektifan sekolah. Keefektifan sekolah tidak hanya dilihat dari kualitas
lulusan atau outputnya, tetapi juga kualitas input dan proses. Penelitian
keefektifan sekolah telah dimulai pada tahun 1966 oleh Colemann (dalam
Moedjiarto, 2002) dan banyak ditindaklanjuti pada tahun 1990-an di negara-
9
negara maju dan berkembang, termasuk di Indonesia bermunculan sekolah-
sekolah swasta dengan label 'unggul' melalui berbagai cara.
Sementara itu, SBI memiliki keunggulan kompetitif. SBI menyiapkan peserta
didiknya berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia dan taraf
intemasional sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing intemasional.
Hal tersebut menuntut SBI dapat menghasilkan lulusan dengan keunggulan
kompetitif. Oleh karena itu penyelenggaraan SBI harus memiliki praktik-praktik
yang baik (good practices) untuk menghasilkan lulusan sesuai tuntutan dalam
rangka peningkatan mutu dan daya saing.
Gambaran di atas memperlihatkan bahwa good practices sangat penting bagi SBI.
Good practices menunjukkan ciri-ciri penting karakteristik SBI yang dapat
diadopsi atau diadaptasi oleh sekolah lainnya. Namun demikian sebelum good
practices dapat diadopsi dan diadaptasi di sekolah lain diperlukan pengkajian
secara empiris melalui penelitian evaluatif. Penelitian ini mempunyai arti penting
karena dapat memberikan informasi tentang berbagai good practices
penyelenggaraan SMP bertaraf internasional. Di samping itu hasilnya akan
digunakan sebagai bahan masukan kebijakan penyelenggaraan SMP melalui pihak
terkait dalam rangka pembinaan SMP di Indonesia. Sekolah bertaraf internasional
mempunyai fungsi-fungsi manajemen yang meliputi perencanaan sekolah,