http://market.bisnis.com/read/20150429/192/428309/rups-berau-coal- terganjal-masalah-hukum RUPS Berau Coal Terganjal Masalah Hukum JIBI Rabu, 29/04/2015 16:43 WIB Bisnis.com, JAKARTA – Rencana Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Berau Coal Energy (BCE) yang sedianya akan dilaksanakan pada 30 April 2015 harus dibatalkan karena terganjal masalah hukum. Hal tersebut disampaikan oleh Muhamad Lukman Hakim, Ketua Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan PT Berau Coal melalui keterangan resminya, Rabu (29/4/2015). Dia menegaskan permintaan Keith John Downham kepada otoritas Bursa Efek Indonesia untuk melaksanakan RUPS PT Berau Coal Energy (BCE) tidak bisa dilaksanakan dan harus dibatalkan. Keith John Downham (KJD) dan koleganya Paul Jeremy Martin Fenby (JMF), jelasnya, bermasalah dengan pihak imigrasi dan ketenagakerjaan karena tidak memiliki izin kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Keabsahan Status Hukum Anggota Direksi yang Berkewarganegaraan
Asing dalam Kasus PT Berau Coal.
Pengangkatan Direksi
Pengangkatan Direksi meliputi pokok-pokok yang berkenaan dengan jumlah
Dieksi, syarat pengangkatan, pembagian tugas, metode pemilihan, gaji dan
tunjangan, penggantian dan pemberhentian Direksi.10
1. Jumlah Anggota Direksi
Berapa banyaknya jumlah anggota direksi, digantungkan pada faktor
“Kegiatan Usaha” yang dilakukannya dengan klasifikasi sebagai berikut:
a. Perseroan yang Bersifat Umum, Boleh 1 (satu) Orang
Berdasar pasal 92 ayat (3) Perseroan yang kegiatan usahanya bersifat umum:
Boleh terdiri dari satu orang saja anggota Direksinya, atau
Boleh lebih dari satu orang.
Undang-undang tidak membatasi berapa banyaknya, tetapi minimal satu
orang. Boleh lebih dari satu orang apabila kepentingan perseroan
membolehkan.
10 ibid Hal: 351
b. Perseroan yang melakukan kegiatan usaha tertentu, minimal 2 orang Pasal
92 ayat (4) menentukan secara imperative jumlah anggota direksi bagi
Perseroan tertentu, minimal atau paling sedikit 2 orang. Kedalamanya
termasuk Perseroan, yang kegiatanya usahanya berkaitan dengan :
1. Menghimpun dan atau mengelola dana masyarakat
2. Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang kepada
masyarakat, atau
3. Perseroan Terbuka
Perseroan yang memiliki kreteria yang disebut diatas “wajib” mempunyai
paling sedikit 2 orang anggota Direksi. Patokan yang menentukan anggota
Direksi minimal 2 orang untuk jenis kegatan yang di sebut diatas, sama dengan
ketentuan yang diatur pada Pasal 79 ayat 1 UUPT 1995.
2. Pembagian Tugas Direksi
Apabila anggota Direksi terdiri atas 2 orang atau lebih, harus dilakukan
pembagian tugas dan wewenang pengurusan Perseroan diantara anggota
Direksi tersebut. Menurut Pasal 92 ayat 5 Pembagian tugas dan wewenang
dimaksud, ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. Akan tetapi, apabila
RUPS tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang Direksi, ditetapkan
berdasarkan keputusan Direksi. 11
Kekusaan untuk menetapkan pembagian tugas dan wewenang tersebut dapat
beralih dari RUPS kepada Direksi. Untuk menghindari terjadinya
ketidakpastian fungsi dan wewenang masing – masing anggota direksi. Dan
menurut penjelasan Pasal 92 ayat (6), Direksi sebagai anggota Perseroan yang
melakukan pengurusan perseroan, dianggap memahami dengan jelas
kebutuhan pengurusan Perseroan. Oleh karena itu, apabila RUPS tidak
11 Ibid, hal : 353
menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota direksi, sudah
sewajarnya Penetapan tersebut dilakukan oleh Direksi sendiri.
3. Yang Dapat diangkat menjadi Anggota Direksi
Pasal 93 mengatur siapa yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi.
Ketentuan ini mengatur persyaratan orang yang dapat diangkat menjadi
anggota Direksi.
a. Syarat Pokok
Syarat Pokoknya boleh dikatakan sangat minim sekali, hanya terdiri atas:
1. Orang Perorangan
2. Cakap Melakukan Perbuatan Hukum.
b. Tidak ada syarat kualifikasi pendidikan
Pasal 93 ayat (1) tidak mengatur secara spesifik kualifikasi pendidikan (no
particular qualification education).
c. tidak disyaratkan nasionalitas dan tempat tinggal
Pasal 93 ayat (1) tidak ada yang mengatur nasionaltas maupun tempat
tinggal anggota direksi. Kalau begitu UU tidak melarang orang asing yang
bertempat tinggal diluar negeri diangkat menjadi anggota direksi. Tidak
diisyaratkan harus bekebangsaan Indonesia juga tidak bertempat tinggal di
wilayah Indonesia.
d. Tidak di syaratkan harus pemegang saham
UU tidak mengisyaratkan anggota direksi harus memegang saham.
Namun hal itu tidak mengurangi kebolehan menetukan dalam anggaran
dasar yang mengharuskan anggota direksi harus memegang saham dalam
perseroan yang bersangkutan.
4. Kewarganegaraan, Domisili, dan Kedudukan Anggota Direksi12
12Adrian Sutedi, 2015, Buku Pintar Perseroan Terbatas, Raih Asa Sukses, Jakarta, hal : 125
Pendirian perseroan terbatas dilakukan oleh pendiri sekurang-kurangnya dua
orang atau dua pihak yang (masing-masing) wajib mengambil bagian saham
pada saat pendirian. Pendirian tersebut dilakukan di hadapan Notaris dengan
membuat Akta Pendirian yang memuat Anggaran Dasar sebagai suatu
agreement bagi para pendiri yang notabene adalah pemegang saham.
Dalam rangka pendiriran perseroan terbatas, berdasarkan Pasal 8 ayat (1) dan
(2), bahwa Akta Pendirian Perseroan Terbatas yang di dalamnya termuat
Anggaran Dasar dan keterangan lainnya, sekurang-kurangnya memuat (antara
lain) :
a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan
kewarganegaraan pendiri perseroan,atau nama, tempat kedudukan dan
alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan.
b. Nama lengkap, tempat, dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal,
kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama
kali diangkat.
c. Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian
jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan
disetor.
Dengan demikian, dalam mendirikan Perseroan diperlukan kejelasan mengenai
kewarganegaraan pendiri. Pada dasarnya badan hukum Indonesia yang
berbentuk Perseroan didirikan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum
Indonesia. Namun, kepada warga negara asing atau badan hukum asing
diberikan kesempatan untuk mendirikan badan hukum Indonesia yang
berbentuk Perseroan sepanjang undang-undang yang mengatur bidang usaha
Perseroan tersebut memungkinkan, atau pendirian Perseroan tersebut diatur
dengan undang-undang tersendiri. Dalam hal pendirian adalah badan hukum
asing, nomor dan tanggal pengesahan badan hukum pendiri adalah dokumen
yang sejenis dengan itu, antara lain certificate of incorporation. Dalam hal
pendiri adalah badan hukum negara atau daerah, diperlukan Peraturan
Pemerintah tentang penyertaan dalam Perseroan atau Peraturan Daerah tentang
penyertaan daerah dalam Perseroan (penjelasan Pasal 8 ayat (2) huruf a).
Pemahaman “mengambil bagian saham” dalam pasal 8 ayat (2) huruf c
adalah jumlah saham yang diambil oleh pemegang saham pada saat pendirian
Perseroan. Apabila ada penyetoran yang melebihi nilai nominal sehingga
menimbulkan selisih antara nilai yang sebenarnya dibayar dengan nilai
nominal, selisih tersebut dicatat dalam laporan keuangan sebagai agio. Di
samping itu, susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan,
tempat tinggal, dan kewarganegaraan anggota Direksi dan Komisaris yang
pertama kali diangkat. Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian
saham (shareholders), rincian jumlah saham dan nominal atau nilai yang
diperjanjiakan dari saham yang telah ditempatkan dan disetor pada saat
pendirian.
Dikaitkan dengan Perseroan Terbatas yang merupakan penanaman
Modal Asing (PMA), Direksi dapat saja beranggotakan seorang yang
berkewarganegaraan asing (WNA), WNA pada Perseroan Terbatas PMA
tersebut dapat menjabat sebagai Direktur ataupun Presiden Direktur dengan
memperhatikan ketentuan anggaran dasar Perseroan Terbatas PMA terkait.
Selain itu, pengangkatan Direksi ini juga harus memperhatikan ketentuan
hukum lainnya yang berlaku, termasuk ketentuan dari Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM).13
Dalam Peraturan surat Keputusan BKPM No. 57/SK/2004 tanggal 20
Juli 2004 (SK 57) tidak dinyatakan secara tegas/eksplisit bahwa Direksi harus
bertempat tinggal di wilayah Indonesia. Dalam Pasal 27 ayat (1) jo ayat (6)
Surat Keputusan tersebut, diisyaratkan bahwa Tenaga Kerja Asing yang siap
datang ke Indonesia wajib memiliki Visa Izin Tinggal Terbatas (VITAS) yang
diberikan oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia.
Selanjutnya, perusahaan pengguna mengajukan penerbitan Kartu Izin Tinggal
Terbatas (KITAS) kepada Kantor Imigrasi setempat. Mengingat tempat tinggal
Direksi yang berkewarganegaraan asing, berdasarkan keterangan dalam Surat
Departemen Tenaga Kerja, hal ini telah ditentukan dalam :
1. Surat Direktur Perdata Ditjen AHU Dep. Hukum dan HAM No.C2-
HT01-10.A.1561 tanggal 7 September 2004.
2. Surat Direktur Perdata Ditjen AHU Dep. Hukum dan HAM No.C2-
HT01-10.A.1940 tanggal 14 Oktober 2004.
3. Surat Direktur Perdata Ditjen AHU Dep. Hukum dan HAM No.C2-
HT01-10.A.317 tanggal 28 Februari 2005.
Ketiga surat tersebut untuk selanjutnya disebut sebgai Surat Direktur
Perdata. Menurut surat Departemen Tenaga Kerja, dalam surat Direktur
Perdata tersebut di atas, dijelaskan bahwa anggota Direksi harus bertempat
tinggal di Indonesia. Apabila bertempat tinggal dan mengurus Perseroan
Terbatas dari luar negeri, perbuatan hukumnya (yang dilakukan atas nama
Perseroan Terbatas) tidak mempunyai kekuatan hukum.
13 Ibid, hal : 126
Dalam prakteknya, kita tidak dapat menutup mata bahwa ada anggota
Direksi suatu perseroan terbatas PMA yang WNA, tetapi ia bertempat tinggal
di luar negeri. Hal ini bisa saja terjadi dalam PT PMA yang merupakan anak
perusahaan dari suatu perusahaan transnasional atau Multinational Company
(MNC). Anggota Direksi yang WNA tersebut mungkin saja menjadi Direktur
di anak perusahaan lain dalam grup MNC tersebut, yang bukan berbadan
hukum Indonesia. Demi efektivitas dan efisiensi, anggota Direksi tersebut bisa
saja tidak bertempat tinggal di Indonesia.
Oleh karena itu, terdapat pandangan-pandangan yang agak berbeda
dengan kebijakan yang telah ditulis dalam surat Direktur Perdata tersebut
diatas. Pandangan ini menyatakan bahwa tidak seluruh anggota Direksi WNA
harus bertempat tinggal di Indonesia. Cukup sebagian saja, asalkan Direksi
dapat menjalankan fungsi manajemen dan fungsi reprensentasi sesuai dengan
anggaran dasar PT PMA yang terkait dengan konsep fiduciary duty.
Dari fungsi manajemen, Direksi bertugas untuk mengatur
kepengurusan day to day bussines dari suatu PT. Untuk fungsi ini, dapat
dilakukan oleh Presiden Direksi atau anggota Direksi lainnya (yang mungkin
bukan WNA), tergantung pengaturan dalam anggaran dasar PT tersebut. Dari
fungsi representasi, biasanya Direksi diwakili oleh Presiden Direktur. Dalam
hal Presiden Direktur tidak hadir, ia dapat diwakili oleh anggota Direksi
lainnya.
Dengan demikian, kendati pun seorang anggota Direksi yang WNA bertempat
tinggal di luar negeri, sepanjang masih ada anggota Direksi lain (baik WNA
maupun WNI) yang bertempat di Indonesia, PT PMA dapat melakukan
tindakan hukum yang mengikat melalui representasi oleh anggota Direksi lain
yang memang bertempat tinggal di Indonesia. Hal ini sesuai demgan anggaran
dasar Perseroan Terbatas PMA tersebut.
Tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa anggota Direksi haruslah
berkewarganegaraan Indonesia. Orang asing sebagai tenaga kerja asing (TKA)
akan menjadi seorang anggota Direksi di suatu Perseroan tempat ia akan
menjadi anggota Direksi. Dipersyaratkan perseroannya harus membuat
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Rencana ini merupakan
proses penggunaan expatriat untuk kemudian memiliki Izin Menggunakan
Tenaga Kerja Asing (IMTA) adalah suatu hal lain yang terpisah. Hal ini pun
masih sering menjadi silang pendapat di antara instansi dan institusi terkait
satu dengan yang lain.
KEABSAHAN RUPS YANG D IMINTA O LEH D IREKSI YANG
B ERKEWARGANEGARAAN A SING .
a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dimaksud dapat dilihat dalam Pasal 1
angka 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
menyatakankan:
“Rapat Pemegang Umum Saham yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan undang-undang ini dan/ atau anggaran dasar.”
1. Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mempunyai segala wewenang yang
tidak diberikan kepada Direksi atau komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
undang-undang perseroan dan anggaran dasar. Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan
perseroan dari Direksi dan/atau komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
diadakan ditempat kedudukan perseroan atau tepat perseroan melakukan kegiatan
usahanya, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar, tempat tersebut harus terletak
di wilayah Negara Republik Indonesia.14
Setiap pemegang saham mempunyai hak untuk menghadiri Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Undang-Undang Perseroan pada masa modern mengatur
ketentuan yang mengatur ketentuan yang menegaskan hak tersebut. Begitu juga
dengan Anggaran Dasar (AD) Perseroan, mengatur ketentuan Perseroan harus
mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) paling tidak satu kali satu
tahun. Pada dasarnya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pemegang
saham melakukan kontrol atas jalannya kepengurusan Perseroan yang
dilakukanDireksi.15 Di dalam perseroan, jabatan pemegang saham bukanlah
pemegang kedaulatan tertinggi namun acapkali digunakan untuk mempengaruhi
kebijakan perseroan. Sehingga di dalam perseroan seharusnya peegang saham tidak
mempunyai kekuasaan sama sekali (di luar forum), namun para pemegang saham baru
mempunyai kekuasaan atas Peseroan Terbatas (PT), apabila mereka dalam suatu
ruangan pertemuan atau forum yang dinamakan Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS).16
Batas-batas dan ruang lingkup kewenangan yang dapat dilakukan oleh Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam suatu Perseroan Terbatas (PT), antara lain
sebagai berikut:
14 Frans Satrio Wicaksono, hal : 4.15 M. Yahya Harahap, hal. 305, yang dikutip dari James D. Cox, Thomas Lee Hazen, Hedge O’ Neal,
Corporations, Alpen Law & Business, 1977, hal. 306.16 Handri Raharjo, Hukum Perusahaan, (Jakarta : Pustaka Yustisia, 2009), hal. 91.
a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dapat mengambil keputusan yang
bertentangan dengan hukum yag berlaku dan ketentuan dalam anggaran dasarnya
(meskipun anggaran dasar dapat diubah oleh Pemegang Umum Saham (RUPS)
asal memenuhi syarat untuk itu).
b. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak boleh mengambil keputusan yang
bertentangan dengan kepentingan yang dilindungi oleh hukum, yaitu kepentingan
stakeholders, seperti pemegang saham minoritas, karyawan, kreditor, masyarakat
sekitar dan lain sebagainya.
c. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak boleh mengambil keputusan yang
merupakan kewenangan Direksi dan Dewan Komisaris, sejauh kedua organ
perusahaan tersebut tidak menyalahgunakan kewenangannya.17
2. Kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memiliki beberapa kewenangan,
antara lain sebagai berikut:
a. Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas tentang perubahan anggaran dasar yang ditetapkan oleh Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS).
b. Pasal 38 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
tentang pembelian kembali saham atau pengalihannya hanya boleh dilakukan
berdasarkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
c. Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas tentang penambahan modal perseroan dilakukan dengan persetujuan