Page 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Clubfoot merupakan kelainan kongenital berupa kompleks deformitas 3
dimensi yang ditandai dengan equinus dari hindfoot, adduksi midfoot dan forefoot,
varus pada subtalar, serta cavus pada midfoot.3 Clubfoot dikatakan oleh para ahli
sebagai deformitas yang mudah untuk didiagnosis, namun sulit untuk dikoreksi
dengan hasil yang sempurna, meskipun di tangan seorang ahli bedah orthopedi yang
berpengalaman. 2
Gambar 1 . Gambaran klinis clubfoot
Syndromic clubfoot adalah clubfoot yang berkaitan dengan kelainan
neuromuskuler dan sindroma sehingga harus selalu dicurigai adanya kelainan
neuromuskuler utama dan sindroma lain yang menyertainya. Ada beberapa kelainan
dan sindroma neuromuskuler yang seringkali menyertai, diantaranya adalah : 1,4,18
Arthrogryposis multiplex congenital, Diastropic dysplasia, Streeter’s dysplasia
(constriction band syndrome), Freeman-Sheldon syndome, Mobius syndrome,
Page 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Cerebral palsy, Spina bifida/Myelomeningocele, Prune belly, Larsen syndrome,
Tibial hemimelia, Opitz syndrome, Pierre Robin syndrome, Down syndrome, dll
Gambar 2 . Syndromic clubfoot dengan AMC
2.2.Insidensi
Insidensi dari clubfoot secara keseluruhan berkisar 1-2 dalam 1000 kelahiran
hidup. 1,2,20,21 Insidensi secara spesifik di beberapa wilayah dilaporkan di populasi
Asia adalah rata-rata 0,6 per 1000 kelahiran 3, dimana di China sebesar 0,39 per 1000
kelahiran22 dan di Jepang sebesar 0,5 per 1000 kelahiran. 1,4 Di Australia Barat
sebesar 0,9 per 1000 kelahiran3, Amerika Serikat sebesar 2,29 per 1000 kelahiran,
Caucasia sebesar 1,2 per 1000 kelahiran, dan angka kejadian yang tinggi sebesar 6,8
per 1000 kelahiran hidup di Hawaii, Polynesia dan Maori.3,22,23 Angka kejadian
bilateral terjadi sebanyak 50% kasus.3,20 Anak laki-laki terkena lebih besar daripada
anak perempuan, dengan perbandingan 2:1 sampai 4:1.3 Insidensi syndromic clubfoot
sendiri berdasarkan kelainan neuromuskuler yang mendasarinya tidak didapatkan
data yang dilaporkan.
Page 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2.3.Etiologi
Banyak teori seputar etiologi dari clubfoot yang diajukan, namun sampai saat
ini belum ada teori yang memuaskan untuk menjelaskan penyebab clubfoot. Banyak
teori yang telah dipublikasikan: 1
1. Teori embrionik (primary germ plasma defect)
Dikatakan bahwa kelainan terjadi pada fertilized germ cell, yaitu sel kelamin
yang sudah mengalami pembuahan (fertilisasi). Defek terjadi pada saat periode
embrionik (mulai konsepsi 12 minggu). Pengamatan menunjukkan pada semua
clubfoot didapatkan collum talus yang pendek, menyimpang ke medial dan plantar.
Secara teoritis, kondisi ini disebabkan oleh adanya defek selama pertumbuhan embrio
talus. Hal yang melemahkan teori ini adalah kelainan talus tidak selalu primer tetapi
dapat disebabkan oleh gaya yang tidak simetris selama pertumbuhan, ataupun adanya
clubfoot yang unilateral.
2. Teori kromosom (herediter)
Teori ini mengatakan bahwa kelainan (defek) sudah ada pada unfertilized
germ cell yaitu sel-sel kelamin yang belum mengalami pembuahan. Teori ini didasari
atas pengamatan adanya peningkatan insiden clubfoot lebih sering pada keluarga-
keluarga yang menderita clubfoot.24,25 Kemungkinan clubfoot diturunkan secara
polygenic multifactorial di kelompok ras tertentu, seperti yang didapatkan pada suku
bangsa Polynesia di New Zealand yang insidensinya tinggi. Teori ini juga dibuktikan
dengan adanya hubungan insiden dengan jenis kelamin, dimana laki-laki lebih sering
dibandingkan dengan wanita.21
3. Teori otogenik ( arrest of development)
Terhentinya pertumbuhan bisa secara permanen, temporer atau perlambatan.
Pertumbuhan yang terhenti secara permanen (permanent arrest) bisa menyebabkan
malformasi kongenital. Dari teori ini yang dapat menyebabkan clubfoot adalah
temporary arrest. Jika temporary arrest ini terjadi pada minggu ke 6-8 dari
pertumbuhan embrio maka akan terjadi clubfoot tipe berat dan jika terjadi setelah
Page 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
minggu ke 9 dari pertumbuhan embrio maka tipe clubfoot-nya ringan. Teori ini
diperkirakan ada hubungannya dengan perubahan faktor genetik yang disebut cronon
yaitu faktor yang menentukan saat yang tepat terjadinya modifikasi yang progresif
yang berlangsung saat pertumbuhan. Jadi clubfoot disebabkan oleh faktor perusak
(lokal atau general) yang menyebabkan perubahan didalam cronon. Perubahan-
perubahan struktur tulang selanjutnya terhenti, sedangkan pertumbuhan berjalan terus
di bawah impuls–impuls yang diterima cronon setelah mengalami kerusakan. Jadi
kaki tumbuh di bawah suatu pengontrol yang bisa mengalami keadaan patologis dan
menyebabkan pertumbuhan yang abnormal. Pada akhir fase growth arrest sekitar
minggu ke 12-14 , pertumbuhan mulai normal kembali. 1,4
4. Teori fetal (faktor mekanis di uterus)
Teori yang diajukan oleh Hippocrates ini mengatakan bahwa clubfoot ini
disebabkan oleh tekanan ekstrinsik pada janin dalam uterus. Berbagai hal yang
menyebabkan ukuran atau volume uterus mengecil (oligohidramnion, bayi kembar,
primipara, atau adanya tumor intra uteri) maka ada tekanan mekanis yang
menyebabkan kaki janin dalam pada posisi equinovarus. Konsekuensinya didapati
pertumbuhan tulang kaki terutama talus akan terganggu, demikian juga otot- otot
sekitar kaki akan memendek sesuai postur intrauteri.
5. Teori neurologi (neurologic defect)
Dalam teori ini dijelaskan bahwa kelainan primernya terjadi pada saraf. Jika
saraf yang menginervasi otot kaki terganggu, maka terjadi gaya yang abnormal pada
talus , sehingga talus tumbuh tidak normal menjadi equinovarus. Sama seperti
anomali skeletal yang ditunjukkan pada clubfoot yang disebabkan kelainan saraf,
dimana anomali kemungkinan besar berkaitan dengan ketidakseimbangan
neuromuskuler. 4 Telah banyak diketahui berkaitan dengan clubfoot yang dikarenakan
kelainan saraf, bahwa clubfoot dengan jenis yang paling parah berkaitan dengan
kelainan paralitik seperti arthrogryposis dan spina bifida. 1
Page 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
6. Teori retractive fibrotic response
Teori ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan abnormalitas ligamen
dan restrain fascial di jaringan lunak yang deformitasnya sifatnya sulit di koreksi.
Penemuan histopatologis ini membantu menjelaskan menetapnya deformitas clubfoot
dan sulitnya koreksi. Trasforming Growth Factor-β dan platelet-derived growth
factor muncul dengan kadar yang lebih tinggi pada jaringan yang mengkerut
(contracted). Kaitan clubfoot dengan sindroma yang sifatnya ligamentous laxity
(Down, Larsen) mengacaukan hipotesis bahwa jaringan sebagai etiologi primer. 1
2.4.Patologi Clubfoot menurut Ponseti
1. Biologi dan anatomi
Deskripsi patologi anatomi dari clubfoot telah ditemukan sejak jaman dahulu
sampai saat ini, dimana Anthony Scarpa pada tahun 1803 melaporkan adanya
pergeseran ke medial dan plantar dari navicular, cuboid dan calcaneus terhadap talus.
Pergeseran navicular dan calcaneus menyebabkan inversi atau varus dari hindfoot dan
secara keseluruhan menyebabkan equinus.1 Selanjutnya Ponseti melakukan penelitian
dengan melakukan diseksi pada fetus yang meninggal dalam kandungan untuk
mengetahui biologi dan kinematik clubfoot serta untuk mengetahui hubungan antar
tulang pada pasien dengan clubfoot.1
Clubfoot sendiri bukan merupakan malformasi embrionik tetapi merupakan
deformasi pertumbuhan seperti yang terlihat pada developmental dysplasia of the hip
dan idiophatic scoliosis. Secara normal, perkembangan kaki bergeser ke clubfoot
selama trimester kedua kehamilan dan clubfoot jarang dapat dideteksi dengan
ultrasonografi sebelum janin berumur 16 minggu.7
Ligamentum tibionavicularis pada fotomikrografi menunjukkan serat kolagen
yang tersusun bergelombang (wavy) dan padat. Selnya sangat berlimpah, dan ada
banyak inti sel bulat.7 Pada potongan frontal yang melalui malleolus dari clubfoot
menunjukkan ligamentum deltoid, tibionavicularis dan tendo tibialis posterior
Page 6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
menjadi sangat tebal dan menjadi satu dengan ligamentum calcaneonavicularis
plantaris brevis. Ligamentum talocalcaneal interosseous normal.4,7
Otot gastrocnemius dan tibialis posterior juga terjadi perubahan, dimana
secara anatomi lebih kecil dan pendek dibanding otot pada kaki normal. Pada
pemeriksaan serat otot dengan mikroskop cahaya, didapatkan peningkatan
intercellular connective tissue dimana proporsi serat otot dengan jaringan ikat paling
rendah pada otot gastrocnemius, tibialis posterior, dan fleksor digitorum comunis.7
Perubahan relatif terjadi antara bentuk sendi tarsal dan posisi tulang tarsal
sendiri yang telah berubah. Forefoot yang mengalami pronasi menyebabkan arcus
plantaris menjadi lebih konkaf (cavus). Didapatkan juga peningkatan fleksi pada
tulang metatarsal pada arah lateromedial. 7
Meskipun talus dalam posisi equinus berat, masih terletak ankle mortise.
Distorsi terbesar terletak pada navicular, dimana bergeser hebat ke medial, inversi,
dan berartikulasi dengan bagian medial dari caput talus. Inversi navicular disebabkan
karena retraksi ligamentum deltoid dan spring ligament, dan tarikan tendon tibialis
posterior. Posisi navicular berubah dari posisi horizontal pada kaki normal, menjadi
hampir vertikal pada clubfoot berat. Tuberositas navicular hampir kontak dengan tip
maleolus medial. Semua ligamentum tarsal medial dan tendon tibialis posterior
beserta tendon sheath-nya mengalami penebalan (hipertrofi) dan membesar.
Calcaneus adduksi dibawah talus, sehingga ruang kosong (gap) yang ada diisi oleh
jaringan fibrous pada sisi lateral sendi subtalar. Inversi dan adduksi dari calcaneus
menyebabkan deformitas varus heel. Varus heel, adduksi, dan inversi dari navicular
dan cuboid menyebabkan supinasi metatarsal I lebih besar dibanding metartarsal
lateral yang lain, sehingga membentuk cavus. Ligamentum plantar pedis sedikit yang
mengalami hipertrofi.4,7
Kondisi pada clubfoot ini akan menarik kuat m.tibialis posterior yang
menyatu dengan gastrosoleus dan fleksor hallucis longus. Ukuran otot ini lebih kecil
dan pendek dibandingkan kaki normal. Di ujung distal gastrosoleus terdapat
Page 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
peningkatan jaringan konektif yang kaya akan kolagen, yang cenderung untuk
menyebar ke dalam tendo Achilles dan fascia profunda.7
Ligamen di sisi posterior dan medial ankle dan sendi tarsal sangat tebal dan
tegang, yang akan menahan kaki dengan kuat pada posisi equinus dan navicularis dan
calcaneus dalam posisi adduksi dan inversi. Ukuran otot-otot betis berkorelasi
terbalik dengan derajat keparahan deformitasnya. Gastrosoleus tampak sebagai otot
kecil di sepertiga atas betis pada clubfoot yang sangat parah. Sintesis kolagen yang
berlebihan pada ligamen, tendon dan otot bisa menetap sampai anak berumur 3-4
tahun dan bisa menyebabkan kekambuhan (relaps). 4,7
Dengan pemeriksaan mikroskop, berkas serabut kolagen tampak gambaran
bergelombang (wavy) yang diketahui sebagai kerutan (crimp). Crimp ini memberikan
kemungkinan ligamen untuk diregangkan. Dengan demikian tidak akan
membahayakan bayi jika dilakukan peregangan ligamen secara gentle. Crimp muncul
lagi beberapa hari selanjutnya, memungkinkankan peregangan selanjutnya. Oleh
karena inilah mengapa koreksi manual deformitas ini diterima.7
2. Kinematik
Melakukan koreksi pergeseran yang parah dari tulang tarsal pada clubfoot
memerlukan pemahaman yang baik dari anatomi fungsional tarsus. Hal ini
dikarenakan deformitas pada clubfoot terjadi paling sering di tarsus . Dimana tulang
tarsal yang paling banyak terbuat dari kartilago, berada pada posisi ekstrem pada
fleksi, adduksi, dan inversi saat lahir. Talus berada dalam posisi plantar fleksi yang
hebat, collumnya membelok ke medial dan plantar, dan kaputnya berbentuk baji.
Navicularis bergeser ke medial secara hebat, menutupi maleolus medialis, dan
berartikulasi dengan permukaan medial caput talus . Calcaneus teradduksi dan
terinversi dibawah talus.7
Banyak ahli orthopedi bekerja mengobati clubfoot dengan asumsi yang salah
bahwa sendi subtalar dan Chopart mempunyai sumbu rotasi yang tetap yang berjalan
secara oblique dari anteromedial superior ke posterolateral inferior, melalui sinus
Page 8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
tarsi. Mereka percaya jika mempronasikan kaki pada aksisnya, calcanues varus dan
supinasi kaki dapat dikoreksi. Pada bayi, navicularis bergeser ke medial dan
berartikulasi hanya dengan sisi medial caput talus . Cuneiforme tampak berada di sisi
kanan navicularis, dan cuboid berada dibawahnya. Sendi calcaneocuboid terarah ke
sisi posteromedial. Duapertiga anterior calcaneus tampak dibawah talus. Tendon
tibialis anterior, ekstensor digitorum longus dan ekstensor hallucis longus bergeser ke
sisi medial.4,7
Tidak ada gerakan aksis tunggal (seperti mitered hinge) yang ada untuk
merotasikan talus. Pergerakan tiap tulang tarsal melibatkan pergeseran yang simultan
di tulang sekitarnya. Sendi tarsal secara fungsional saling tergantung. Pergerakan
sendi ditentukan oleh kelengkungan permukaan sendi dan oleh orientasi dan struktur
ligamen yang mengikat. Masing-masing sendi mempunyai pola pergerakan khusus.
Oleh karenanya, koreksi pada pergeseran yang ekstrem medial dan inversi dari tulang
tarsal pada clubfoot mengharuskan pergeseran lateral yang gradual simultan pada
navicularis, cuboid, dan calcaneus sebelum mereka dapat di eversi ke posisi netral.
Pergeseran ini dapat diterima karena tegangnya ligamentum tarsal dapat diregangkan
secara gradual.7
Mempronasikan clubfoot pada aksis imajiner tetap menggeser forefoot ke
pronasi selanjutnya, dengan demikian meningkatnya cavus dan penekanan calcaneus
adduktus melawan talus. Hasilnya adalah terhenti di hindfoot, membiarkan heel varus
tidak terkoreksi. Pada clubfoot, anterior calcaneus berada dibawah caput talus. Posisi
ini menyebabkan deformitas varus dan equinus pada tumit. Abduksi navicularis
terhadap hubungan normalnya dengan talus akan mengkoreksi deformitas calcaneus
varus pada`clubfoot. Usaha untuk menekan calcaneus ke eversi tanpa
mengabduksikannya akan menekan calcaneus melawan talus dan tidak akan
mengkoreksi calcaneus varus. 4,7
Clubfoot dikoreksi dengan jalan mengabduksikan kaki pada posisi supinasi
ketika dilakukan penekanan pada aspek lateral caput talus untuk mencegah rotasi
Page 9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
talus di ankle. Gips yang dimoulding dengan baik menjaga kaki dalam posisi yang
baik. Ligamen jangan sampai diregangkan sebelum memberikan ukuran
sesungguhnya. Ligamentum dapat diregangkan lagi setelah 5 hari untuk
meningkatkan derajat koreksi deformitas selanjutnya. 7
Remodel tulang dan sendi dengan setiap gips berubah karena sifatnya yang
melekat pada jaringan konektif, kartilago dan tulang muda, yang berespon terhadap
perubahan arah stimulus mekanik. Hal ini ditunjukkan sangat baik oleh Pirani,
membandingkan klinik dan gambaran MRI sebelum, selama dan akhir dari
pengegipan. Tampak perubahan pada sendi talonavicular dan calcaneocuboid.
Sebelum penanganan, navicular bergeser ke sisi medial caput talus. Perhatikan
bagaimana hubungan tersebut menjadi normal selama penanganan gips. Dengan cara
yang sama, cuboid menjadi lurus dengan calcaneus selama penanganan gips.7
Sebelum melakukan gips terakhir, tendo Achiles bisa dipanjangkan secara
perkutaneus untuk mendapatkan koreksi sempurna dari equinus. Tendo Achiles, tidak
seperti ligamentum tarsal yang bisa diregangkan, ia dibuat tidak bisa diregangkan,
tebal, berkas kolagen yang kencang dengan sedikit sel. Gips terakhir diteruskan
selama 3 minggu ketika heel cord tendon benar-benar beregenerasi dengan panjang
yang sesungguhnya dengan parut yang minimal. Pada titik ini, sendi tarsal mengalami
remodelling pada posisi yang terkoreksi.7
Dapat disimpulkan, banyak kasus clubfoot terkoreksi setelah 5 sampai 6 kali
gips dan pada beberapa kasus, harus dilakukan tenotomy tendo Achilles. Tehnik ini
menghasilkan kaki yang kuat, fleksibel, dan plantigrade. Menjaga fungsi tanpa nyeri
ditunjukkan di penelitian lanjutan selama 35 tahun. 7
2.5.Diagnosa
Neonatus atau bayi baru lahir banyak yang tampak mempunyai clubfoot,
disebabkan posisi intra uteri yang akan terkoreksi pasif secara spontan dalam
beberapa hari atau minggu. Kaki dapat didorsofleksikan dan dieversikan sampai ibu
Page 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
jari kaki menyentuh crista tibia pada bayi yang normal, sedangkan pada clubfoot
tidak dapat seperti demikian. 1,2,19
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan posisi anak tengkurap untuk menilai sisi
plantar dan supinasi untuk evaluasi internal rotasi dan varus. Perhatikan secara nyata
apakah tidak ada kontraktur yang signifikan dan lekukan kulit (skin crease) yang
dalam. Pada postural clubfoot tidak didapatkan adanya atrofi dan rigiditas. 1,2
Untuk membedakan derajat keparahannya, penting untuk mencari anomali
terkait dan kondisi neuromuskuler yang menentukan apakah ini deformitas
nonidiophatik. Jika anak dapat berdiri, ditentukan apakah kaki plantigrade, tumit
weight bearing, dan apakah varus, valgus, atau netral. Prognosis syndromic clubfoot
secara umum lebih jelek dibandingkan idiophatic clubfoot, meskipun didapatkan
beberapa pengecualian, seperti Down syndrome atau Larsen syndrome , dimana
didapatkan kondisi penyerta ligamentous laxity sehingga koreksi lebih mudah
dicapai. Di sisi lain, pasien dengan Arthrogryposis, Diastrophic Dysplasia, Mobius
syndrome atau Freeman Sheldon syndrome, Spina Bifida dan Spinal dysraphism
terkenal dengan sulitnya koreksi dan cenderung untuk kambuh (rekuren). 1,2 Pada
arthrogryposis, tujuan dari penanganannya adalah untuk merubah deformed rigid foot
menjadi kaki yang rigid plantigrade. 15
2.6.Metode Ponseti
Ponseti memperkenalkan beberapa garis besar treatment :
1. Semua komponen deformitas pada clubfoot harus dikoreksi secara simultan
dengan pengecualian pada equinus, yang dikoreksi terakhir.
2. Cavus merupakan kelainan akibat forefoot lebih pronasi dibandingkan dengan
midfoot, sehingga koreksinya adalah dengan cara melakukan supinasi dari
forefoot sehingga sejajar dengan midfoot.
3. Setelah semua kaki dalam keadaan supinasi dan fleksi, selanjutnya dapat
dengan gentle dan gradual dilakukan abduksi pada talus sebagai pusatnya,
Page 11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
dengan melakukan penekanan pada aspek lateral dari head talus untuk
menghindari rotasi pada ankle mortise.
4. Heel varus dan supinasi akan terkoreksi bila seluruh kaki sudah dapat
dilakukan abduksi maksimal pada eksternal rotasi pada subtalar. Kaki tidak
boleh dieversikan.
5. Setelah semua prosedur dilalui, equinus dapat dikoreksi dengan melakukan
dorsofleksi pada kaki. Tendo achiles seringkali memerlukan tenotomi
subkutaneus untuk memfasilitasi koreksi.7
Langkah-langkah metode Ponseti7
a. Persiapan
Anak ditenangkan dengan minum susu botol atau menyusui ibunya.
Kadang-kadang diperlukan batuan dari orang tua pasien. Asisten memegang
kaki pasien ketika manipulator melakukan koreksi.
b. Manipulasi dan Pengegipan
Mulailah sebisa mungkin segera setelah anak lahir. Buatlah pasien dan
keluarga senyaman mungkin. Selama manipulasi dan proses pemasangan
gips, biarkan anak minum.
c. Tentukan Letak Caput Talus Secara Tepat
Raba kedua malleolus dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang
satu, sementara ibu jari dan metatarsal yang sakit dipegang dengan tangan
yang lainnya. Selanjutnya geserlah ibu jari dan jari telunjuk dari tangan yang
satu ke depan supaya dapat meraba caput talus di depan pergelangan kaki.
Karena os navicularis bergeser ke medial dan tuberositasnya hampir
bersentuhan dengan malleolus medialis, teraba penonjolan bagian lateral dari
caput talus yang hanya tertutup kulit di depan malleolus lateralis. Anterior
calcaneus teraba dibawah caput talus.
Page 12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Gambar 3 . Identifikasi caput talus
d. Manipulasi
Manipulasi meliputi abduksi dari kaki dibawah caput talus yang telah
distabilkan. Tentukan letak talus. Seluruh komponen deformitas clubfoot,
terkoreksi secara bersamaan kecuali equinus ankle. Supaya bisa mengoreksi
kelainan ini, kita harus menentukan letak dari caput talus , yang menjadi
fulcrum (titik tumpu) dari koreksi ini.
e. Mengkoreksi Cavus
Ini adalah elemen pertama dalam manajemen metode Ponseti dengan
memposisikan forefoot dalam satu kesegarisan yang tepat dengan hindfoot.
Cavus yang berada di midfoot akibat dari pronasi dari forefoot terhadap
hindfoot. Cavus ini hampir selalu supel pada bayi baru lahir dan hanya
memerlukan elevasi dari jari dan metatarsal pertama dari forefoot untuk
mendapatkan arcus longitudinal kaki yang normal. Forefoot disupinasikan
sampai kita dapat melihat permukaan plantar pedis yang normal. Penting
menjaga kesegarisan dari forefoot dengan hindfoot untuk mendapatkan arcus
kaki yang normal supaya abduksi yang dilakukan untuk mengkoreksi
adductus dan varus dapat berjalan efektif.
Page 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Gambar 4. Mengkoreksi Cavus
f. Langkah Dalam Pemasangan Gips
Ponseti merekomendasikan penggunaan bahan gips karena lebih murah dan
lebih mudah dilakukan moulding yang tepat dibanding dengan fiberglass. 7
# Manipulasi Awal
Manipulasi kaki sebelum pengegipan, tumit (heel) jangan dipegang
supaya calcaneus bisa abduksi.
# Memasang Bantalan (Padding)
Pasang bantalan gips yang tipis saja, pertahankan kaki dalam posisi
koreksi yang maksimal selama pemasangan gips.
# Pemasangan Gips.
Pasang gips sampai dibawah lutut dulu dan kemudian lanjutkan gips
sampai paha atas.
# Moulding gips
Berikan tekanan yang ringan. Jangan menekan secara konstan kaput talus
menggunakan ibu jari, moulding gips di atas kaput talus ketika
mempertahankan kaki dalam posisi terkoreksi, lalu moulding di arcus
plantaris, tumit dan maleolus juga. Proses moulding merupakan proses
dinamik dan dilanjutkan sampai gips mengeras.
Page 14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Gambar 5 .Pemasangan Gip Sampai Bawah Lutut
# Teruskan gips sampai paha.
Gambar 6. Pemasangan Gip Sampai Paha
# Potong gips
Tinggalkan gips pada sisi plantar pedis untuk menahan jari-jari dan
potong gips di sisi dorsal sampai sendi metatarsophalangeal.
Tanda abduksi yang adekuat 3,7
Pastikan bahwa kaki dalam keadaan abduksi yang adekuat saat mendorsifleksikan
kaki 0° sampai 5° secara aman sebelum melakukan tenotomi.
Page 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Ø Tanda terbaik dari abduksi yang adekuat adalah dapat terabanya
processus anterior calcaneus yang terabduksi keluar dari bawah talus .
Ø Kaki tercapai abduksi sekitar 60° terhadap bidang frontal tibia.
Ø Tercapainya calcaneus dalam posisi netral atau sedikit valgus. Kondisi ini
ditentukan dengan meraba bagian posterior dari calcaneus.
Ø Perlu diketahui bahwa ini merupakan kelainan deformitas tiga dimensi
dan harus dikoreksi bersama-sama. Koreksi diperoleh dengan
mengabduksi kaki di bawah caput talus . Jangan pernah mempronasikan
kaki.
Hasil akhir
Setelah proses pengegipan selesai, kaki tampak over-koreksi dalam posisi
abduksi dibandingkan kaki normal saat berjalan. Kondisi ini bukan suatu over
koreksi. Namun merupakan koreksi penuh kaki dalam posisi abduksi maksimal
normal. Lakukan koreksi kaki sampai selesai, normal dan abduksi maksimal yang
akan membantu mencegah rekurensi dan tidak mebuat kaki over koreksi atau
terpronasi. 3,7
Gambar 7. Proses Pengegipan
Page 16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Komplikasi
Apabila dilakukan pengegipan yang hati-hati, jarang sekali didapatkan
komplikasi. Komplikasi yang mungkin timbul adalah rocker bottom deformity,
crowded toes, flat heel pad, lecet superfisial, lecet tekan maupun lecet dalam.
Melepas gips
Gips dilepas dengan pisau atau direndam.
Tenotomy
Tenotomy diindikasikan untuk mengkoreksi equinus ketika cavus, adductus,
dan varus terkoreksi secara komplit tetapi dorsofleksi ankle masih kurang dari 10°.
Pastikan abduksi adekuat untuk dilakukan tenotomy yaitu abduksi sebesar 60° dan
kita dapat meraba prosesus anterior calcaneus . 7
a. Persiapan
· Penjelasan keluarga.
· Persiapkan semua alat yang dibutuhkan, pilih pisau tenotomy no 11 atau 15
· Desinfeksi kulit.
· Anestesi.
b.Persiapkan tenotomy. Asisten memegang kaki dalam dorsofleksi maksimal,
kurang lebih 1,5 cm diatas calcaneus. Infiltrasikan anestesi lokal sedikit medial
tendon pada tempat akan dilakukan tenotomy. Ingatlah anatomi, neurovaskular
bundle berada di anteromedial tendo Achilles.
c.Tenotomy percutaneus. Ujung pisau ditusukkan dari sisi medial, sedikit anterior
dari tendon. Sisi datar pisau dijaga tetap paralel dengan tendon. Tempat tusukan
awal ini menimbulkan sayatan kecil longitudinal. Sarung tendon (sheath) tidak
diiris dan dibiarkan utuh. Selanjutnya pisau diputar, sehingga sisi tajam pisau
mengarah ke posterior dan menghadap tendon. Kemudian pisau digerakkan
sedikit ke posterior. Rasakan sebagai “pop” saat pisau memotong tendon. Tendon
belum dianggap terpotong seluruhnya sampai sensasi ”pop” dirasakan.
Didapatkan tambahan 15°-20° dorsofleksi setelah tenotomy.
Page 17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Gambar 8. Perkutaneus Tenotomy
d.Pemanjangan tendon Achilles terbuka (open ATL)
Open ATL diindikasikan pada pasien diatas 1 tahun. Pasien dibawah pengaruh
anestesi umum, incisi di aspek medial tendon Achilles kurang lebih sepanjang 2,5
cm, di sebelah proksimal insersi tendon Achilles. Batas medial tendon Achilles
diiris dengan tajam dan tendon sheath dibuka secara longitudinal. Tendon di split
di bidang frontal sepanjang kurang lebih 4-5 cm, dan dipotong kearah posterior di
bagian proksimal dan anterior di bagian distal. Kaki kemudian di dorsofleksikan
sehingga kedua bagian tendon Achilles yang sudah di potong sliding, kemudian di
jahit pada posisi ankle 50 dorsofleksi.
e.Gips paska tenotomy. Setelah equinus terkoreksi dengan tenotomi, pasang gips
terakhir dengan kaki abduksi 60°-70° dan dorsofleksi15°. Kaki tampak
overkoreksi. Gips ini dipertahan-kan selama 3 minggu setelah koreksi komplet. 3,7
f.Pelepasan gips. Setelah 3 minggu, gips dapat dilepas. Sekarang ankle dapat
didorsifleksikan 20°. Tendon sudah sembuh, parut operasi minimal. Kaki siap untuk
dipasang brace. Pedis tampak overkoreksi pada abduksi. Keadaan tersebut bukan
dikatakan overkoreksi, hanya abduksi penuh. 3,7
g.Bracing. Saat pengegipan terakhir, kaki di abduksikan sekitar 60°-70°. Gips
terakhir dipertahankan selama 3 minggu setelah tenotomy. Protokol Ponseti
Page 18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
dilanjutkan dengan bracing untuk mempertahankan kaki dalam posisi abduksi dan
dorsofleksi. Diperlukan sudut dalam kaki abduksi untuk mempertahankan abduksi
dari calcaneus dan forefoot dan mencegah relaps. Jaringan lunak di sisi medial
tetap terregang hanya jika bracing dilakukan setelah pengegipan.7
Gambar 9. Gambar Foot Abduction Brace
Bracing ini di set dalam posisi eksternal rotasi sebesar 60°-70° di sisi yang
terkena dan 30°-40° disisi yang normal. Bar dilengkungkan sebesar 5°-10°. Brace
harus dipakai seharian penuh (full time) selama 3 bulan pertama setelah gips terakhir
dilepas. Setelah itu anak memakai brace selama 12 jam saat malam dan 2-4 jam saat
siang. Sehingga total pemakaian 14-16 jam dalam sehari sampai anak berumur 3-4
tahun.7 Jadwalkan kunjungan berikutnya dalam 10-14 hari untuk memonitor
penggunaan dari brace. Jika bracing berjalan baik maka kontrol dapat dilakukan
dalam 3 bulan lagi dimana pada saat itu brace dihentikan dari pemakaian sehari
penuh, tetapi brace dipakai saat tidur siang dan malam hari.
Problema Terapi Syndromic Clubfoot
Telah diketahui bahwa metode Ponseti memberikan hasil yang sangat
memuaskan untuk menangani idiophatic clubfoot. Sedangkan penanganan dengan
metode Ponseti pada syndromic clubfoot berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
di senter lain juga memberikan hasil yang baik. Permasalahan yang didapati pada
Page 19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
penanganan syndromic clubfoot adalah sifatnya yang lebih rigid dikarenakan kelainan
neuromuskulernya bukan kelainan lokal di pedis tetapi merupakan kelainan sistemik,
spastisitas pada penderita Cerebral Palsy, anestesi atau hipoestesi pada pedis spina
bifida/meningomyelocele sehingga mudah terjadi dekubitus (pressure sore), ataupun
kontraktur ekstensi lutut pada AMC sehingga pemasangan gips tidak bisa dilakukan
dengan lutut fleksi 90° seperti pada umumnya metode Ponseti.
2.7. Berbagai Jenis Syndromic Clubfoot
Arthrogryposis Multiplex Congenita
Arthrogryposis merupakan istilah untuk berbagai kondisi yang umumnya
ditandai dengan berkurangnya pergerakan dengan kekakuan sendi kongenital dan
berbagai derajat kelemahan otot. Tipe yang paling umum dari arthrogryposis adalah
amyoplasia atau arthrogryposis klasik. Distal arthrogryposis ditandai dengan
berkurangnya gerakan sendi distal tangan dan kaki, kadang-kadang lutut.1,20
Arthrogryposis merupakan akibat dari fetal akinesia – fibrosis sendi dan
kurangnya lekukan sendi, ekstremitas yang kecil dan atrofik dan akumulasi lemak
disekitar sendi. Berkurangnya pergerakan sendi paling sering diakibatkan kegagalan
perkembangan otot, yang bisa diakibatkan abnormalitas sel kornu anterior atau sistem
saraf yang lebih proksimal atau lebih distal. Amyoplasia mungkin disebabkan karena
defek pada gen pengatur miogenik. Matriks otot turunan dari mesoderm lateral
terbentuk, tetapi miosit yang merupakan turunan dari mesoderm somitik tidak
terbentuk dan diganti dengan jaringan adiposa.1
Gambaran klinis arthrogryposis klasik adalah didapatkan kontraktur
ekstremitas, dengan postur yang paling sering berupa elbow ekstensi, wrist fleksi dan
deviasi ulnar, lutut ekstensi atau fleksi, deformitas equinovarus pada kaki. Lengan
dan betis tampak kecil dan atrofik, dan menghilangnya lekukan sendi. Akumulasi
lemak di ekstremitas memberikan gambaran seperti sosis. Range of motion (ROM)
aktif dan pasif biasanya sangat terbatas, tetapi sendi yang terkena masih menyisakan
Page 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
paling tidak gerakan ”jog”. Gerakan kepala dan leher biasanya normal, ROM sendi
bahu biasanya terbatas dengan sedikit gerakan fleksi. Pada siku terdapat perbedaan
pada gerakan aktif dan pasif, dimana gerakan fleksi pasif masih didapatkan sampai 90
derajat. Gerakan wrist dan jari-jari biasanya berkurang secara nyata, dan jari-jari
menunjukkan deviasi ulnar dan kontraktur fleksi. Postur khasnya adalah ”waiter’s
tip” dimana bahu adduksi dan internal rotasi, elbow ekstensi, lengan bawah pronasi
dan wrist fleksi. Pada ekstremitas bawah biasanya gerakan pinggul terselamatkan.
Lutut bisa kaku dalam fleksi atau ekstensi, kaki juga terdapat kekakuan. Pada distal
arthrogryposis hanya mengenai sendi yang lebih perifer. Pada ekstremitas bawah
biasanya ditemukan talipes equinovarus dan vertical talus.1,3,20
Penanganan arthrogryposis harus berdasarkan pemahaman kelainan yang khas
ini. Pada kebanyakan pasien, ada dua tujuan utama penanganannya yaitu ambulasi
yang mandiri dan fungsi ekstremitas atas untuk aktifitas sehari-hari yang mandiri.
Tujuan penanganan clubfoot pada arthrogryposis adalah merubah rigid deformed foot
menjadi rigid plantigrade foot.26 Menjadikan kaki yang normal merupakan hal yang
tidak masuk akal pada penanganan ini. 20
Manipulasi dan serial casting pada arthrogrypotic clubfoot bisa memberikan
beberapa koreksi, tetapi pembedahan akhirnya diperlukan pada banyak kasus.18
Tachdjian menyebutkan bahwa rigiditas yang ekstrem pada kasus khusus
menghalangi koreksi dengan peregangan pasif atau pengegipan. Prosedur
pembedahan awal yang direkomendasikan adalah posteromedial release (PMR).
Setelah soft tissue release, jika masih didapatkan deformitas sisa, dilakukan bony
procedure.1,18
Prosedur ini biasanya dapat menghasilkan kaki yang plantigrade tetapi
pergerakan sendinya jelek. Sayangnya sering terjadi rekurensi pada deformitasnya.
Pembedahan ulangan memerlukan bony wedge resection, triple arthrodesis atau fusi
ankle bahkan bisa dilakukan talektomi. Koreksi berulang bisa memberikan resiko
pada neurovaskuler, jaringan parut yang lebih kaku dan kontraktur. 1
Page 21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Pada akhir-akhir ini, beberapa peneliti merekomendasikan penanganan
arthrogrypotic clubfoot dengan metode tanpa pembedahan dengan metode Ponseti 6,17
ataupun modified Ponseti16. Hasil penelitian tersebut memberikan hasil yang bagus
tanpa takut adanya komplikasi-komplikasi dari tindakan extensive soft tissue release.
Sedangkan pada distal arthrogryposis memberikan hasil yang lebih baik bila
dibandingkan dengan arthrogryposis klasik (amioplastik) karena distal arthrogryposis
bersifat kurang rigid daripada klasik arthrogryposis.27
Pada arthrogryposis, mulai dengan standar pengegipan Ponseti. Sering
diperlukan 9-15 kali gips. Jika koreksi tidak tercapai, mungkin diperlukan
pembedahan. Besarnya pembedahan akan lebih ringan sebagai akibat pengegipan
Ponseti. Sudah cukup dengan melakukan prosedur yang kurang ekstensif seperti
percutaneus release dari tendon tibialis posterior, tendo Achilles dan tendo fleksor
hallucis longus. Bracing postkoreksi sangat penting dan bisa dilanjutkan sampai
pertengahan masa anak-anak atau lebih.7
Protokol penanganan syndromic clubfoot dengan AMC di RSO Pof. Dr. R
Soeharso adalah semua pasien langsung dilakukan manipulasi dan gips serial dengan
metode Ponseti sampai didapatkan abduksi 60º dan ankle dalam dorsifleksi 0º
(plantigrade), setelah itu dilakukan tindakan ATL. Apabila didapatkan kontraktur
ekstensi lutut sehingga lutut tidak bisa fleksi 90º, maka pengegipan dilakukan dengan
posisi lutut difleksikan semaksimalnya yang bisa dilakukan sambil dilakukan
manipulasi setiap minggunya bersamaan dengan clubfoot sampai didapatkan fleksi
lutut minimal 90º. Jika belum didapatkan posisi ankle plantigrade, dilakukan
manipulasi sampai 11-13 kali dan setelah itu baru dilakukan tindakan. Bila fleksi
lutut juga belum mencapai 90º di akhir manipulasi, maka dilakukan release dari
kontraktur lutut bersamaan dengan tindakan pada clubfootnya sampai tercapai fleksi
90º.
Page 22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Streeter’s Disease
Streeter’s syndrome merupakan sindroma konstriksi sirkumferensial
kongenital. Hipocrates menulis tentang anak-anak dengan amputasi dan konstriksi
berkaitan dengan amniotic bands. Etiologi yang dipercayai adalah amniotic theory
(ekstrinsik) dimana terjadi strangulasi atau belitan dari amnion. Sedangkan Steeter
mengemukakan teori instrinsik dimana etiologinya dikarenakan defek pada
subcutaneous germ plasm yang menyebabkan nekrosis jaringan lunak dan
penyembuhannya akan membentuk constriction band. Keterkaitannya dengan
clubfoot tidak bisa dijelaskan. Seringnya kaki mengalami deformitas, deep fascia
mungkin terkena, dan biasanya pembuluh limfe dan sirkulasi superfisial mengalami
obstruksi parsial. Distal dari jeratan mengalami pitting udema yang persisten.1,3,20
Patologinya adalah bagian amnion dan material lainnya ditemukan pada
beberapa lekukan (cleft) pada bagian dalam, mengelilingi dan menjerat digiti. Setelah
trauma inisial, defek menyembuh dan menghasilkan lekukan yang superfisial,
melibatkan hanya kulit dan bagian dari jaringan subkutaneus atau bisa terdiri dari
vena, saraf dan arteri.1,20
Penanganannya adalah dilakukan pembebasan band-nya. Pada constriction
band yang superfisial dan asimptomatik tidak memerlukan penanganan. Eksisi band
dan penutupannya menggunakan multiple Z plasty yang diindikasikan pada: band
yang meluas sampai jaringan subkutan dalam atau fascia, ada udema distal dari band,
ada vascular insufisiensi atau defisit neurologis, dan band yang bertambah
keparahannya. Pada beberapa kasus diperlukan release surgery darurat pada neonatus
untuk menyelamatkan anggota geraknya. Pada awalnya pembedahan dilakukan
pembebasan pada separuh band-nya dengan jarak 6-12 minggu dengan tujuan jika
dibebaskan dalam 1 tahap akan merusak aliran sistem vena atau limfe dan mungkin
bisa terjadi nekrosis kulit. Tetapi saat ini lebih disukai 1 tahap operasi dengan
pembebasan secara melingkar. Semua jaringan fibrotik yang meluas mulai kulit,
jaringan subkutan, fascia dan otot harus di eksisi secara komplit sampai 1-2 mm dari
Page 23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
jaringan sehat. Untuk mencegah kompresi neurovaskuler, neurovaskuler harus di
ekspos proksimal dan distal dari band dan penutupan kulitnya menggunakan Z plasty
dengan sudut flap 60 derajat serta dapat juga dilakukan subcutaneus fat advancement
flap. 1,3,20
Hubungan antara congenital constriction band dengan clubfoot telah
dilaporkan dan prevalensinya clubfoot dengan congenital constriction band berkisar
antara 12-56%. Kaki ini seringnya bersifat rigid dan lebih sulit untuk ditangani
daripada idiophatik clubfoot. Sekitar 30-50% dari clubfoot diklasifikasikan sebagai
paralitik. Band pada clubfoot yang bentuknya paralitik dipikirkan akan menyebabkan
kompresi neuropati, cidera otot langsung atau sindroma kompartemen. Pada clubfoot
yang ipsilateral dengan constriction band dapat ditangani dengan manipulasi dan gips
serial jika tidak didapatkan udema kaki atau ancaman neurovaskuler. Pada tipe
paralitik, penanganan nonoperatif jarang yang berhasil dan memberikan hasil yang
jelek. Pembedahan constriction band umumnya dilakukan sebelum tindakan
pembedahan deformitas kakinya untuk mencegah pembengkakan dan ancaman
neurovaskuler. Tetapi pada eksisi band yang dilakukan pada distal tibia yang
berkaitan dengan clubfoot, dapat dilakukan tindakan open ATL dan posterior release (
sendi tibiotalar dan subtalar) melalui insisi yang sama. 3,7,20
Pada Streeter’s syndrome, lebih dahulu dilakukan release dari constriction
band satu tahap, setelah lukanya mengering baru dilakukan manipulasi dan
pengegipan. Ponseti mengatakan bahwa metode Ponseti tetap merupakan standar
penanganan pada Streeter’s syndrome. Dilakukan manipulasi dan pengegipan Ponseti
sebanyak 6-7 kali.7 Protokol penanganan syndromic clubfoot dengan Streeter’s
syndrome di RSO Prof. Dr. R Soeharso adalah langsung dilakukan manipulasi dan
gips serial dengan metode Ponseti 6-7x, setelah itu baru dilakukan release dari
constriction band dan open ATL melalui insisi yang sama apabila constriction band
berada pada cruris yang sama dengan clubfootnya. Kecuali apabila didapatkan
kegawatan pada constriction bandnya, maka dilakukan release terlebih dahulu.
Page 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Cerebral Palsy
Cerebral palsy merupakan kelainan yang diakibatkan adanya lesi otak yang
bersifat tetap dan nonprogresif. Abnormalitas pada otak mengakibatkan gangguan
motoris. Etiologinya dibagi pada periode prenatal yang meliputi infeksi ibu
(TORCHES), terpapar toksin(obat, alkohol, narkotika) maupun kelainan pada ibu
yang menyebabkan gangguan perkembangan otak janin. Etiologi perinatal meliputi
anoksia atau hipoksia pada bayi, kelahiran prematur maupun sepsis. Etiologi
postnatal meliputi infeksi seperti meningitis maupun episode hipoksia yang
menyebabkan kerusakan otak. 1,3,20
Klasifikasi dibagi dalam 2 besar, yaitu berdasarkan fisiologinya ( kelainan
gerakan motorisnya) berupa spastik, athetoid, ataksik, campuran dan hipotonia. Yang
kedua berdasarkan geografinya (anatominya) yaitu monoplegia, hemiplegia,
paraplegia, diplegia, triplegia, quadriplegia, double hemiplegia dan total body
involvement.1,3,20
Gambaran klinis yang ditemukan sangat bergantung pada area di otak yang
terkena. Pada pemeriksaan klinis harus ditentukan tonus otot, refleks-refleks,
keseimbangan, duduk dan berjalannya. 1,3,20
Deformitas equinovarus pada cerebral palsy akibat dari ketidakseimbangan
otot-otot. Di Tachdjian dikatakan bahwa penanganan nonoperatif ditoleransi sangat
jelek. Jika deformitasnya supel bisa dilakukan bracing, tetapi jika ototnya sangat
spastik, orthoses dapat mengeksaserbasi bula atau callus di kaki. Pembedahan
diindikasikan untuk memperbaiki kontak kaki, mengurangi nyeri dan perubahan kulit.
Jika di klinik kaki bisa terkoreksi secara pasif dengan manipulasi pada posisi netral,
operasi tendon dapat dilakukan berupa pemanjangan dan split transfer. Jika
deformitasnya kaku dan kaki tidak bisa dimanipulasi sampai plantigrade, bila perlu
dilakukan prosedur bony surgery untuk mengkoreksi deformitas secara penuh. Pada
pasien yang berumur kurang dari 8 tahun dengan diplegik atau quadriplegik, hasil
Page 25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
jangka panjang setelah pembedahan memberikan hasil yang tidak jelas. Untuk alasan
ini tindakan nonoperatif sebaiknya dihindari. 1,3
Myelomeningocele
Myelomeningocele adalah anomali perkembangan yang berat yang ditandai
tidak hanya eksposnya meningen tetapi juga myelodysplasia dari elemen neural yang
mendasarinya dan malformasi CNS. Displasia dari korda spinalis dan akar saraf
mengakibatkan paralisis saluran cerna, kemih, motoris dan sensoris pada distal dari
malformasi. Myelomeningocele merupakan kelainan multisistem yang memerlukan
koordinasi pendekatan dari berbagai disiplin ilmu untuk memaksimalkan potensi tiap
pasien.1,3,20
Etiologi pasti dari myelomeningocele belum diketahui. Ada faktor genetik
yang berperan dalam kondisi ini. Faktor penting yang telah diidentifikasi adalah
adanya hubungan antara defisiensi asam folat selama kehamilan dengan
meningkatnya resiko defek pada neural tube. 1,3
Clubfoot didapatkan pada 30-50% myelomeningocele. Deformitas ini murni
teratologik, dimana deformitasnya hampir selalu rigid dan kaku, dengan respon yang
sangat rendah terhadap penanganan konservatif, memerlukan koreksi pembedahan
dan seringnya untuk kambuh meskipun telah dilakukan koreksi yag sempurna
dikombinasikan dengan reseksi tendon. Deformitas clubfoot pada myelomeningocele
awalnya ditangani seperti idiophatic clubfoot pada umumnya. Dokter yang merawat
haruslah berpengalaman dan nyaman dengan tehnik manipulasi dan pengegipan,
karena absennya respon nyeri dan sensasi proteksi membuat kesulitan untuk
menghindari pressure sore dan fraktur. Ditambah lagi dengan respon yang kurang
baik terhadap metode ini. Manipulasi dan gips harus dihentikan paling tidak untuk
sementara waktu jika muncul pembengkakan dan nekrosis kulit. 1,3,20
Koreksi pembedahannya juga tidak berbeda dengan idiophatic clubfoot, ahli
bedah merekomendasikan posteromedial release dan lateral release sebagai metode
Page 26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
primer koreksi. Angka rekurensi pada clubfoot dengan myelomeningocele lebih
tinggi dan pada mereka yang level paralisisnya lebih tinggi. Rekurensi pada anak
yang lebih besar bisa memerlukan talektomi. Alternatif yang lainnya adalah
osteotomi hindfoot dan midfoot dan triple arthrodesis. 1,3,20. Sedangkan hasil
penelitian yang dilakukan Gerlach dkk tetap merekomendasikan metode Ponseti
sebagai penanganan syndromic clubfoot dengan myelomeningocele. 5
Pada myelodysplasia, metode Ponseti juga merupakan standar penangannya.
Dikarenakan hilangnya sensoris, pengegipan harus hati-hati untuk mencegah skin
ulceration. Berikan bantalan yang lebih banyak dan hindari tekanan yang berlebihan
saat moulding.7
Larsen syndrome
Sindroma yang berkaitan dengan begitu banyak deformitas orthopedi yang
memerlukan penananganan yang diistilahkan tugas Herculean. Gambaran klinisnya
saat lahir begitu dramatis. Ekstremitas inferiornya sering menunjukkan deformitas
hiperekstensi lutut bilateral dan clubfoot yang kurang rigid. Deformitas lututnya
mempunyai spektrum mulai deformitas hiperekstensi kongenital yang simpel sampai
dislokasi anterior lutut yang komplit. Pinggul sering terdislokasi dengan pemendekan
paha yang nyata tetapi dengan mobilitas yang baik, menunjukkan karakteristik
generilized ligamentum laxity. Manifestasi skeletal yang nyata adalah di elbow sering
menunjukkan dislokasi radiohumeral. Pada kasus yang parah , elbow terfiksir dengan
adanya web di ruang antecubital sehingga terjadi kontraktur fleksi. Jari-jari biasanya
panjang dan silinder, dapat terjadi dislokasi sendi metacarpal. Pada spinal sering
didapatkan cervical kyphosis sampai scoliosis. 1
Pada pemeriksaan neurologis sering didapatkan hipotonia, kondisi yang
berkaitan dengan sindroma hiperelastisitas dan sering berimplikasi pada lambatnya
kemampuan motoris seperti kemampuan berjalan. 1
Page 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Deformitas pada kaki biasanya dikerjakan setelah pinggul dan lutut
distabilisasi. Meskipun deformitas equinovarus sering diperlukan tindakan operatif,
bukan hal yang tanpa alasan jika dilakukan koreksi dengan gips atau tehnik
peregangan lain. Equinus pada clubfoot dengan Larsen syndromes seringnya bersifat
resisten sehingga diperlukan ATL dan posterior release untuk mendapatkan kaki
yang plantigrade. Tetapi berkaitan dengan ligamentum laxity secara keseluruhan,
diperlukan kehati-hatian dalam mengkoreksi deformitas clubfoot-nya karena sering
menjadi overkoreksi.1,18 Sekali lagi, metode Ponseti juga tetap merupakan standar
penangan untuk clubfoot yang terkait dengan Larsen syndrome.7
Bagaimanapun, metode Ponseti tetap sesuai digunakan pada anak-anak
dengan arthrogryposis, myelomeningocele, Larsen syndrome, dystrophic dysplasia,
Mobius syndrome, Wiedemann-Beckwith syndrome, Pierre Robin syndrome dan
sebagainya dan lain-lain. Penanganannya lebih sulit sehingga koreksinya memerlukan
waktu yang lebih lama dan harus hati-hati pada bayi dengan masalah sensoris seperti
pada myelodysplasia untuk mencegah pressure sore. Pada syndromic clubfoot,
clubfoot merupakan bagian dari suatu sindroma. Metode Ponseti merupakan standar
penanganan, tetapi memang lebih sulit dan responnya mungkin sulit diprediksi. Hasil
akhirnya tergantung lebih pada kondisi yang mendasarinya, hasil fungsional jangka
lama biasanya tergantung lebih pada sindroma yang mendasarinya daripada clubfoot-
nya. 7
Page 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
2.8.Kerangka Konseptual
KERANGKA KONSEPTUAL
2.9. Hipotesa
1. Terdapat perbedaan antara clinical outcome metode Ponseti untuk
terapi syndromic clubfoot dengan clinical outcome metode Ponseti untuk
terapi idiopathic clubfoot
2. Terdapat perbedaan antara treatment process metode Ponseti untuk
syndromic clubfoot dengan treatment process untuk terapi idiopathic
clubfoot.
Syndromic clubfoot
Outcome
Idiophatic clubfoot
Treatment process dengan metode Ponseti :
- Jumlah pemasangan gips serial
- Lama treatment - Jenis tindakan operasi - Periode bracing
Lebih rigid Kurang rigid