TUGAS BESAR ETIKA DAN ASPEK HUKUM INDUSTRI KONSTRUKSI RENDAHNYA PENERAPAN UU KESELAMATAN KERJA DALAM JASA KONSTRUKSI MIFTAH RAHMATULLAH 1106003926 DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS
Post on 07-Feb-2023
0 Views
Preview:
Transcript
TUGAS BESAR
ETIKA DAN ASPEK HUKUM INDUSTRI KONSTRUKSI
RENDAHNYA PENERAPAN UU KESELAMATAN KERJA DALAM JASA
KONSTRUKSI
MIFTAH RAHMATULLAH
1106003926
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
Makalah Tugas Besar Mata Kuliah Etika dan Aspek Hukum
Industri Konstruksi ini dapat diselesaikan dengan
sebaik-baiknya.
Makalah dengan judul “Rendahnya Penerapan Uu
Keselamatan Kerja Dalam Jasa Konstruksi” disusun
berdasarkan studi literatur yang dilakukan dan juga
telaah mengenai keadaan jaminan kesehatan dan
keselamatan kerja di Indonesia.
Penulis ingin berterima kasih sebesar-besarnya
kepada para pihak yang ikut serta membantu dalam
penulisan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah
ini masih sangat jauh dari kesempurnaan dalam
penyusunannya. Untuk itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari semua pihak yang
mengerti dan lebih banyak mengetahui tentang makalah
ini sehingga pada kesempatan berikutnya penulis dapat
membuat makalah yang lebih baik.
Depok,
Agustus 2014
P a g e | i
ABSTRAK
Semakin pesat pembangunan di Indonesia memiliki
pengaruh besar di bidang konstruksi,kini dapat dilihat
hamper disetiap sudut kota besar sangat gencar
membangun infrastruktur. Namun semakin tingginya angka
pembangunan Indonesia tidak diiringi dengan
berkurangnya angka kecelakaan pada saat kerja
konstruksi. Salah satu penyebabnya tidak diterapkann
secara maksimalnya UU tentang keselamatan kerja. Dalam
makalah ini juga dibahas mengenai keadaan nyata tentang
penerapan keselamatan kerja serta apa yang harus
dilakukan agar penyedia jasa dapat menjalankan UU
Keselamatan kerja secara maksimal
P a g e | iii
TABLE OF CONTENTS
KATA PENGANTAR........................................iABSTRAK.............................................iiiTABLE OF CONTENTS...................................iiiBAB IPENDAHULUAN...........................................1I.1 Latar Belakang......................................1I.2 Identifikasi Masalah................................2
I.3 Rumusan Masalah.....................................2I.4 Tujuan Penulisan....................................2
BAB IITINJAUAN PUSTAKA......................................4II.1 Undang-undang Tentang Jasa Konstruksi...............4II.2 Undang-Undang No.1/1970 tentang Keselamatan Kerja...5
II.3 Peraturan Perundangan Lain..........................8
BAB III9METODE PENYELESAIAN...................................9BAB IVPEMBAHASAN...........................................10IV.1 Peraturan Perundangan Jasa Konstruksi dan KeselamatanKerja di Indonesia......................................10IV.2 Penyebab Tingginya Angka Kecelakan Kerja...........11
IV.3 Peran UU Keselamatan Kerja dalam menanggulangi Tingginya Angka Kecelakaan Kerja........................12
IV.4 Solusi untk keselamatan kerja dalam bidang Konstruksi15
BAB VPENUTUP..............................................16
P a g e | v
V.1 Simpulan...........................................16
V.2 Saran..............................................16
DAFTAR PUSTAKA
P a g e | vi
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sejak merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 ,
Indonesia telah menjadi salah satu negara berkembang
yang berusah untuk menjadi salah satu negara besar .
Dengan sumber daya yang luas tentu pembangunan
Indonesia dapat tumbuh dengan pesat terutama di
bidang konstruksi. Sejak pemerintahan Presiden
Soekarno dan Soeharto tahun 1945-1967 hingga
sekarang, sektor jasa konstruksi sempat memberikan
kontribusi sebesar 42 Triliun rupiah pada PDB,
sebelum akhirnya menurun ketika terjadi krisis
moneter tahun 1998.
Menghadapi krisis moneter yang pernah terjadi
pada tahun 1998, saat ini industri konstruksi
mencoba untuk berkembang kembali. Proyek pembangunan
saat ini banyak dilaksanakan di seluruh wilayah
Indonesia. Bahkan meningkat pesat saat terjadi
krisis moneter global yang membuat jasa konstruksi
mampu menyumbang negara sebesar 484 M.
Dengan meningkatnya permintaan pembangunan di
bidang konstruksi, maka akan banyak sumber daya yang
dibutuhkan untuk melaksanakan pembangunan tersebut.
P a g e | 1
Salah satu hal yang penting adalah pekerja
konstruksi, baik tenaga ahli maupun buruh kerja.
Banyaknya pembangunan konstruksi menjadikan bidang
ini sebagai salah satu bidang usaha yang menyerap
begitu banyak tenaga kerja. Namun, banyak dari
mereka yang bekerja kurang paham mengenai resiko apa
yang akan mereka hadapi ketika memasuki area proyek.
Kurangnya pemahaman mengenai keselamatan di area
proyek konstruksi ini mengakibatkan terjadinya
tingginya kecelakaan kerja di lingkungan pekerjaan
proyek.
Menurut Mangkunegara ,keselamatan kerja adalah
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan
dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah
tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju
masyarakat adil dan makmur .Keselamatan kerja
merupakan tanggung jawab semua pihak yang terlibat
di dalam sebuah proyek konstruksi.
UU Keselamatan kerja dibuat untuk menjadi pedoman
agar tidak ada kecelakaan kerja yang terjadi selama
kegiatan konstruksi, namun kecelakaan konstruksi
masih banyak terjadi. Hal inilah yang menjadi dasar
tugas pembuatan tugas ini yaitu mengenai penegakan
undang-undang keselamatan kerja sebagai proteksi
keamanan bagi pekerja konstruksi.
I.2 Identifikasi Masalah
P a g e | 2
Di Indonesia, perlindungan keselamatan tenaga
kerja di sebuah proyek konstruksi terkadang tidak
berjalan dengan baik. Padahal, sudah menjadi
tanggung jawab semua pihak penyelenggara konstruksi
untuk menjamin keselamatan kerja para tenaga kerja.
Namun realita di lapangan masih banyaknya pekerja
konstruksi yang menjadi korban kecelakaan di area
konstruksi.
UU tentang Keselamatan Kerja telah dibuat oleh
Pemerintah agar menjadi acuan bagi seluruh
penyelenggara konstruksi untuk menjamin keselamatan
kerja tenaga kerja. Namun penegakan UU ini masih
perlu mendapata perhatian lebih. Oleh karena itu,
dalam makalah ini akan dibahas mengenai peran UU
Keselamatan Kerja di Indonesia dan solusi untuk
meningkatkan kepedulian penyelenggara konstruksi
dalam menegakkan UU ini.
I.3 Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran dari perundang-undangan tentang
keselamatan kerja dalam menjamin keselamatan
tenaga kerja konstruksi ?
2. Bagaimana solusi penegakan undang-undang tentang
keselamatan kerja di lingkungan pekerjaan
konstruksi?
P a g e | 3
I.4 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui:
1. Menganalisis besar peran perundang-undangan
tingkat kecelakaan kerja yang terjadi dan
bagaimana penegakkan hokum dalam setiap kecelakaan
kerja konstruksi
2. Solusi terhadap penegakkan UU keselamatan kerja di
Indonesia
P a g e | 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Undang-undang Tentang Jasa Konstruksi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
1999 Tentang Jasa Konstruksi merupakan peraturan
dasar yang menjelaskan dan mengatur hal-hal yang
terkait dengan jasa konstruksi. Undang-undang ini
merupakan payung hukum pelaksanan kegiatan
konstruksi. Berikut beberapa pasal yang membahas
mengenai kesehatan dan keselamatan kerja:
Pasal 1
(1) Jasa konstruksi adalah layanan jasa
konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi,
layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi,
dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan
konstruksi;
(2) Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau
sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau
pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup
pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal,
elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing
beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu
bangunan atau bentuk fisik lain;
Pasal 2
Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas
kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian,
P a g e | 5
keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan,
keamanan dan keselamatan demi kepentingan
masyarakat, bangsa, dan negara.
Pasal 23
(1) Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi
tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan beserta
pengawasannya yang masing-masing tahap
dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan,
pengerjaan, dan pengakhiran.
(2) Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib
memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan,
keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan
tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat
untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi.
(3) Penyedia jasa sebagaiana dimaksud pada ayat
(1) wajib memenuhi hak-hak sub penyedia jasa
sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja
konstriksi antara penyedia jasa dan sub penyedia
jasa.
II.2 Undang-Undang No.1/1970 tentang Keselamatan Kerja
a. Istilah (Pasal 1:3)
“Pengurus” ialah orang yang mempunyai tugas
memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau
bagiannya yang berdiri sendiri.
P a g e | 6
b. Ruang Lingkup
Pasal 2:1
Undang-undang ini mengatur keselamatan kerja dalam
segala tempat kerja, baik di darat, di dalam
tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di
udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan
hukum Republik Indonesia.
Pasal 2:2
Ketentuan-ketentuan tersebut berlaku dalam tempat
kerja di mana :
o dipakai atau dipergunakan mesin, peralatan atau
instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan
kecelakaan;
o dikerjakan pembangunan gedung atau bangunan
lainnya;
o dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas
permukaan tanah; dan
o dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya
kejatuhan benda.
c. Syarat-syarat Keselamatan Kerja (Pasal 3:1)
Dengan peraturan perundang-undangan ditetapkan
syarat-syarat keselamatan kerja untuk:
mencegah dan mengurangi kecelakaan;
memberi pertolongan pada kecelakaan;
P a g e | 7
memberi alat-alat perlindungan diri pada para
pekerja;
memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat
kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya; dan
menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada
pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi
bertambah tinggi.
d. Pengawasan
Pasal 5:1
“Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-
undang ini, sedangkan para pegawai pengawas kerja ditugaskan
menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-
undangn ini dan membantu pelaksanaannya.”
Pasal 6:1
“Barangsiapa tidak dapat menerima keputusan direktur
dapat mengajukan permohonan banding kepada Panitia
Banding.”
Pasal 6:3
“Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.”
Pasal 8:1
“Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan,
kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan
diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat
pekerjaan yang diberikan padanya.”
P a g e | 8
Pasal 8:2
“Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang
berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang
ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.”
e. Pembinaaan (Pasal 9)
1. Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan
pada tiap tenaga kerja baru tentang :
o Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta apa
yang dapat timbul dalam tempat kerjanya;
o Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan
yang diharuskan dalam semua tempat kerjanya;
o Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja
yang bersangkutan;
o Cara-cara dan sikap yang aman dalam
melaksanakan peerjaannya.
2. Pengurus boleh mempekerjakan tenaga kerja setelah
ia yakin bahwa tenaga kerja paham
3. Pengurus wajib membina tenaga kerja dalam
pencegahan kecelakaan, peningkatan keselamatan dan
pemberian pertolongan pertama dalam kecelakaan
f. Kecelakaan (Pasal 11:1)
Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan pada
pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
P a g e | 9
g. Kewajiban dan Hak Kerja Tenaga Kerja (Pasal 12)
Memberikan keterangan bila diminta oleh pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja
Memakai alat-alat perlindungan diri
Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat
keselamatan
Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua
syarat keselamatan
Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di
mana syarat keselamatan kerja serta alat-alat
perlindungan diri diragukan olehnya.
h. Kewajiban Bila Memasuki Tempat Kerja (Pasal 13)
“Barang siapa yang akan memasuki suatu tempat kerja,
diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai
alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.”
i. Kewajiban Pengurus (Pasal 14)
Secara tertulis menempatkan semua syarat
keselamatan kerja, sehelai Undang-undang ini
dan semua peraturan pelaksanaannya pada tempat-
tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan
menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja
Memasang semua gambar keselamatan kerja pada
tempat-tempat yang mudah dilihat
P a g e | 1 0
Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat
perlindungan diri pada tenaga kerja dan
menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan
petunjuk-petunjuk
j. Sanksi (Pasal 15:2)
Ancaman pidana atas pelanggaran peraturan perundang-
undangan berupa kurungan selama-lamanya 3 bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp 100.000,-
II.3 Peraturan Perundangan Lain
Berikut beberapa peraturan perundangan yang terkait
dengan kesehatan dan keselamatan kerja:
Permenakertrans RI No 1 Tahun 1980 tentang
Keselamatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.
Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang
Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
P a g e | 1 1
BAB III
METODE PENYELESAIAN
Dalam makalah ini metode yang digunakan dalam
penyelesaian rumusan masalah yang tercantum pada bab I
yaitu menggunakan studi literatur dari berbagai sumber
yang diambil dari media cetak maupun media elektronik
dan juga jurnal-jurnal penelitian terkait yang telah
diverifikasi kevalidan datanya sebelumnya
P a g e | 1 3
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Peraturan Perundangan Jasa Konstruksi dan
Keselamatan Kerja di Indonesia
Di Indonesia semua kegiatan Jasa Konstruksi baik
dari konstruksi skala kecil hingga skala besar
mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi . Undang-
undang ini merupakan payung hukum pelaksanan
kegiatan konstruksi.
Salah satu poin yang menjadi perhatian lebih bagi
penyedia jasa konstruksi adalah masalah keselamatan
kerja para penyelenggara konstruksi. Dalam Pasal 23
Ayat (2) Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang
Jasa Konstruksi disebutkan bahwa penyelenggaran
pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan
tentang keteknikan, keamanan, keselamatan dan
kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta
tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya
P a g e | 1 4
tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Pasal
tersebut me nerangkan bahwa setiap penyedia jasa
konstruksi yang melaksanakan pekerjaan konstruksi
wajib membuat dan melaksanakan prosedur keamanan,
keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga
kerja, serta perlindungan bagi lingkungan sekitar
untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja.
Lalu pemerintah membuat Undang-Undang lain
menyangkut keselamatan kerja. Dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja diatur
mengenai keselamatan kerja di seluruh sektor
pekerjaan. Undang-undang ini menekankan pentingnya
keselamatan kerja dan memberikan sanksi yang tegas
kepada pihak yang melanggar.
Kemudian sejak awal tahun 1980 pemerintah telah
mengeluarkan suatu peraturan tersendiri tentang
keselamatan kerja khusus untuk sektor konstruksi,
yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. Per-01/Men/1980. Bahkan pemerintah
melengkapi dengan Permenakertrans RI No 2 Tahun
1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja yang
membahas tentang teknis pemeriksaan dan
penyelenggaraan kesehatan kerja dan juga alur
pelaporan kecelakaan kerja dalam Permenaker RI No 3
Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan.
P a g e | 1 5
Dan bisa kita lihat bahwa pemerintah telah
membuat peraturan bagi penyedia jasa konstruksi.
Peraturan mengenai keselamatan kerja untuk
konstruksi tersebut, walaupun belum pernah
diperbaharui sejak dikeluarkannya lebih dari 20
tahun silam, namun dapat dinilai memadai untuk
kondisi minimal di Indonesia.
IV.2 Penyebab Tingginya Angka Kecelakan Kerja
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki
tingkat kecelakaan kerja tertinggi di dunia. Data
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
menyebutkan, sampai tahun 2013 di Indonesia tidak
kurang dari enam pekerja meninggal dunia setiap hari
akibat kecelakaan kerja. Angka tersebut tergolong
tinggi dibandingkan negara Eropa hanya sebanyak dua
orang meninggal dua per hari karena kecelakaan
kerja. Sementara menurut data Internasional Labor
Organization (ILO),di Indonesia rata-rata per tahun
terdapat 99.000 kasus kecelakaan kerja. Dari total
jumlah itu, sekitar 70 persen berakibat fatal yaitu
kematian dan cacat seumur hidup1
Menurut Michael Toole, ada delapan faktor utama
penyebab kecelakaan konstruksi:
1. Lack of proper training
1 Ancaman Kecelakaan Kerja di Indonesia . Suara Pembaruan . melalui http://www.suarapembaruan.com/ekonomidanbisnis/ancaman-kecelakaan-kerja-di-indonesia-masih-tinggi/43132 diakses pada tanggal 29 Juli2014
P a g e | 1 6
2. Deficient enforcement of safety
3. Lack of Proper Safety Equipment
4. Unsafe Methods and Task Sequencing
5. Unsafe Site Conditions
6. Not using provided safety equipment
7. Poor attitude toward safety
8. Isolated ‘freak’ accident
Selain itu ada beberapa teori lain yang
menjelaskan penyebab suatu kecelakaan. Sering kali
teori penyebab kecelakaan memandang bahwa kecelakaan
disebabkan oleh tindakan pekerja (orang) yang salah
(misalnya pada The Accident-Proneness Theory).
Semenjak dikenalkannya The Chain-of-Events Theory,
The Domino Theory, dan The Distraction Theory, maka
pihak organisasi dan manajemenlah yang dianggap
berperan sebagai penyebab utama suatu kecelakaan.
Seperti teori Michael Toole diatas, jika kita
rangkum menjadi satu bahwa faktor kecelakaan
tersebut bisa terjadi akibat lemahnya sistem
manajemen K3 suatu perusahaan . Anggapan tentang
kecelakaan kerja yang bersumber kepada tindakan yang
tidak aman yang dilakukan pekerja telah bergeser
dengan anggapan bahwa kecelakaan kerja bersumber
kepada organisasi dan manajemen (Andi, 2005). Secara
khusus dapat didefinisikan pihak manajemen harus
bertanggung jawab terhadap keselamatan kerja pada
P a g e | 1 7
bidang konstruksi Para pekerja dan pegawai mestinya
dapat diarahkan dan dikontrol oleh perusahaan
sehingga tercipta suatu kegiatan kerja yang aman.
IV.3 Peran UU Keselamatan Kerja dalam menanggulangi
Tingginya Angka Kecelakaan Kerja
Di Indonesia , anggapan masyarakat umum bahwa
keselamatan kerja adalah tanggung jawab masing-
masing pekerja masih menjadi anggapan umum.
Pemerintah sendiri dalam UU Keselamatan kerja telah
menjelaskan bahwa “Pengurus” atau Manajemen
perusahaan harus membuat mekanisme atau sistem
Manajemen K3 yang terencana dan terstruktur secara
rapi yang dapat menjamin keselamatan kerja di setiap
pekerjaan konstruksi .Bahkan pemerintah telah
memperjelas lagi dalam Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No. Per-01/Men/1980
Pada dasarnya semua peraturan ini mencakup
ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja secara umum maupun pada tiap bagian
konstruksi bangunan. Namun peraturan ini lebih
ditujukan untuk konstruksi bangunan, sedangkan untuk
jenis konstruksi lainnya masih banyak aspek yang
belum tersentuh.
Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan
Menakertrans tersebut, pemerintah menerbitkan Surat
P a g e | 1 8
Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri
Tenaga Kerja No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986:
Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat
Kegiatan Konstruksi. Pedoman ini dianggap merupakan
pedoman yang dapat dianggap sebagai standar
penerapan manajemen K3 untuk konstruksi di
Indonesia. Pedoman K3 Konstruksi ini cukup
komprehensif, namun terkadang sulit dimengerti
karena menggunakan istilah-istilah yang tidak umum
digunakan, serta tidak dilengkapi dengan
deskripsi/gambar yang memadai. Kekurangan-kekurangan
tersebut tentunya sangat menghambat penerapan
pedoman di lapangan, serta dapat menimbulkan
perbedaan pendapat dan perselisihan di antara pihak
pelaksana dan pihak pengawas konstruksi. dan yang
terbaru adalah Peraturan Pemerintah No.5 0/2012
tentang Penerapan SMK3.
Bila dibandingkan dengan standar K3 untuk jasa
konstruksi di Amerika Serikat misalnya, Occupational
Safety and Health Administration (OSHA), sebuah
badan khusus di bawah Departemen Tenaga Kerja yang
mengeluarkan pedoman K3 termasuk untuk bidang
konstruksi, memperbaharui peraturan K3-nya secara
berkala hampir setiap tahun. Peraturan atau pedoman
teknis tersebut juga sangat komprehensif dan
mendetil. Hal lain yang dapat dicontoh adalah
penerbitan brosur-brosur penjelasan untuk menjawab
P a g e | 1 9
secara spesifik berbagai isu utama yang muncul dalam
pelaksanaan . Dan juga adanya penjelasan mengenai
definisi dan juga contoh gambar dapat memudahkan
pemahaman bagi setiap penyelenggara konstruksi.2
Namun , hal yang paling berpengaruh adalah
kurangnya komitmen dari setiap penyedia jasa
konstruksi dalam menjalankan peraturan yang telah
dibuat pemerintah dan kurang aktifnya pemerintah
dalam pengawasan setiap pekerjaan konstruksi .
Masalah ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain
1. Rendahnya Sanksi
Pada Undang-Undang No.1/1970 tentang Keselamatan
Kerja pasal 15 ayat 2 Ancaman pidana atas
pelanggaran peraturan perundang-undangan berupa
kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setinggi-
tingginya Rp 100.000,- . Rendahnya angka sanksi yang
diberikan membuat penyedia jasa sering mensepelekan
hal ini karena adanya anggapan apabila terjadi
pelanggaran , sanksi yang mesti dibayar tidak
terlalu besar.
2. Sistem kerja Outsourcing dan Tingginya Tingkat
Pengangguran
Disadari atau tidak sistem kerja ini tidak mengikat
secara pasti para pekerja pada setiap jasa2 Wirahadikusuma, RD. (2007). Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia. Bandung
P a g e | 2 0
konstruksi. Akibatnya banyak perusahaan cenderung
tidak memperhatikan keselamatan pekerja mereka
karena penyedia jasa dapat mendapatkan pekerja baru
pada pekerjaan lainnya sehingga mereka tidak takut
akan kehilangan pekerja. Karena masih banyak orang
yang membutuhkan pekerjaan.
3. Lemahnya Sistem Jaminan Pekerja dan Kurangnya
Kesadaran Pekerja Dalam Sistem Jaminan Kerja
Para pekerja di Indonesia kebanyakan orang yang
tidak mengenyam pendidikan bisa dilihat jumlah
pekerja pada data Dinas Ketenagakerjaan yang
memiliki pendidikan ketrampilan dan pendidikan
tinggi dengan pekerjaan dengan tingkat pendidikan
rendah memiliki perbandingan hamper 1:3 . Angka
tersebut menjadikan banyak pekerja dengan tingkat
pendidikan rendah tidak sadar dan mengerti tentang
adanya sistem jaminan kerja yang telah dibuat oleh
Pemerintah . Dan kebanyakan penyedia jasa tidak
terbuka mengenai informasi tersebut sehingga banyak
pekerja yang harusnya dapat menuntut jaminan tidak
melakukan hal tersebut.
4. Tidak sebandingnya jumlah pengawas konstruksi dengan
jumlah tenaga kerja
Pegawai pengawas di Direktorat Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan pada tahun 2010 untuk
mengawasi sekitar 207.813 perusahaan dibutuhkan
3.463 orang pengawas, namun yang tersedia hanya
P a g e | 2 1
2.089 orang pengawas. Selisih yang terlalu jauh
menyembabkan tidak efektifnya pengawasan terhadap
tenaga kerja.
5. Tidak terdapat jalur instruktif ke daerah
Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di masing-
masing provinsi, kabupaten dan kota berbeda-beda
mengakibatkan pemerintah pusat tidak dapat mengatur
posisi penempatan pengawas ketenagakerjaan .
6. Terjadi disfungsi pelaksanaan pengawasan
ketenagakerjaan.
Adanya penempatan pengawas ketenagakerjaan di luar
unit pengawasan ketenagakerjaan, dan sebaliknya
pegawai yang bukan pengawas ketenagakerjaan
ditempatkan pada unit pengawasan yang bukan
kompetensinya. Akibatnya, sistem manajemen pengawasn
ketenagakerjaan tidak berjalan secara optimal baik
dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun
pengendaliannya.
IV.4 Solusi untk keselamatan kerja dalam bidang
Konstruksi
Ada beberapa solusi yang dapat digunakan untuk
memperbaiki sistem keselamatan kerja di
Indonesia , antara lain :
a. Revisi Undang-Undang Keselamatan Kerja
secara berkala mengikuti perubahan zaman
P a g e | 2 2
b. Pembuatan undang-undang keselamatan Kerja
secara khusus dalam setiap pembangunan-
pembangunan berbeda seperti jalan,bendungan
dll.
c. Perberat sanksi untuk memberikan efek jera
bagi penyedia jasa konstruksi
d. Penyamaan definisi dan metode umum
manajemen K3 di setiap daerah
e. Perluas jaringan informasi mengenai K3
dengan melalui diklat ke perusahaan dan
juga pewajiban pelatihan terpadu masalah K3
kepada para pekerja
f. Perbanyak lapangan kerja dan hapus sistem
outsourcing
g. Perbanyak pengawas independen dan lebih
memperbanyak peran pemerintah daerah
h. Memperbaiki sistem di dalam lingkup Dinas
Tenaga Kerja agar tidak terjadi disfungsi
BAB V
PENUTUP
V.1 Simpulan
1. Undang-undang mengenai Keselamatan Kerja pada Jasa
konstruksi telah dibuat namun pada pelaksanaannya
masih sering terjadi pelanggaran
2. Banyaknya pelanggaran dipengaruhi oleh beberpaa
faktor baik dari pemerintah sebagai pihak pengawas
P a g e | 2 3
maupun dari penyedia jasa sebagai pihak
penyelenggara
3. Perbaikan sistem manajemen K3 di penyedia jasa
serta penguatan peran undang-undang dengan cara
revisi secara berkala perlu dilakukan demi
memperkuat sistem keselamatan kerja di Indonesia
V.2 Saran
Ada beberapa solusi yang dapat digunakan untuk
memperbaiki sistem keselamatan kerja di
Indonesia , antara lain :
a. Revisi Undang-Undang Keselamatan Kerja secara
berkala mengikuti perubahan zaman
b. Pembuatan undang-undang keselamatan Kerja
secara khusus dalam setiap pembangunan-
pembangunan berbeda seperti jalan,bendungan
dll.
c. Perberat sanksi untuk memberikan efek jera
bagi penyedia jasa konstruksi
d. Penyamaan definisi dan metode umum manajemen
K3 di setiap daerah
e. Perluas jaringan informasi mengenai K3 dengan
melalui diklat ke perusahaan dan juga
pewajiban pelatihan terpadu masalah K3 kepada
para pekerja
f. Perbanyak lapangan kerja dan hapus sistem
outsourcing
P a g e | 2 4
g. Perbanyak pengawas independen dan lebih
memperbanyak peran pemerintah daerah
h. Memperbaiki sistem di dalam lingkup Dinas
Tenaga Kerja agar tidak terjadi disfungsi
P a g e | 2 5
DAFTAR PUSTAKA
Toole, T. Michael. (2002). Construction Site Safety Roles.
Journal of Construction Engineering and Management,
128, 203-210.
Kines, Pete. (2010). Improving construction site safety through
leader-based verbal safety Communication. Journal of Safety
Research, 41, 399-406.
Thomas, S., Cheng, K.P., & Skitmore, R.M. (2004). A
Framework for Evaluating the Safety Performance of Construction
Contractors. Building and Environment, 40, 1347-1355.
King, R.W. and Hudson, R. (1985). Construction Hazard and Safety Handbook: Safety. Butterworths, England.
Occupational Safety and Health Administration (Revisi 2000). Occupational Safety and Health Standards for the Construction Industry (29 CFR Part 1926) – U.S. Department of Labor.
Tam, C.M., et al. (2004). Identifying Elements of Poor
Construction Safety Management in China. Safety Science,
42, 569-586.
Wirahadikusuma, RD.(2007). Tantangan Masalah Keselamatan
dan Kesehatan
Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia. Bandung
Ancaman Kecelakaan Kerja di Indonesia . (2013). Suara
Pembaruan .Jakarta (melalui
http://www.suarapembaruan.com/ekonomidanbisnis/ancam
an-kecelakaan-kerja-di-indonesia-masih-tinggi/43132
diakses pada tanggal 29 Juli 2014)
Undang-undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan.
Undang-undang Republik Indonesia No.1 Tahun 1970
Tentang Keselamatan Kerja.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan.
Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan
Keselamatan Kerja.
Permenakertrans RI No 1 Tahun 1980 tentang Keselamatan
Kerja pada Konstruksi Bangunan.
Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
top related