TERAPI KONDILOMA AKUMINATA MENGGUNAKAN TCA 80 ...
Post on 18-Mar-2023
0 Views
Preview:
Transcript
1
PRESENTASI KASUS Kepada Yth:
Dipresentasikan pada :
Hari/Tanggal :
Jam :
TERAPI KONDILOMA AKUMINATA MENGGUNAKAN TCA
80% DAN KOH 10% PADA SEORANG LAKI-LAKI YANG
BERHUBUNGAN SEKSUAL DENGAN LAKI-LAKI (LSL)
Oleh :
dr. Gst. A. Vina Mery Giovani
Pembimbing :
dr. Ni Made Dwi Puspawati, SP.KK
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
2017
2
PENDAHULUAN
Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) genital merupakan infeksi menular seksual
(IMS) yang sering dijumpai. Infeksi ini dapat menyebabkan timbulnya lesi anogenital
jinak maupun ganas. Sekitar 40 dari 100 lebih tipe Human Papillomavirus (HPV) yang
berbeda menginfeksi epitel genital secara primer. Kondiloma akuminata (KA)
merupakan manifestasi infeksi HPV genital yang paling sering dijumpai, dimana
variannya meliputi nononkogenik seperti HPV tipe 6, 11, 42, 43, 44 yang berhubungan
dengan kondiloma genital, serta varian onkogenik terutama HPV tipe 16, 18, 31, 33,
35 yang berhubungan dengan risiko keganasan yaitu intraepithelial neoplasia dan
karsinoma sel skuamosa.1,2,3
Infeksi HPV dapat ditularkan melalui hubungan seksual maupun nonseksual.
Penularan secara seksual dapat terjadi secara genito-genital, oro-genital maupun ano-
genital, sedangkan nonseksual dapat terjadi akibat abrasi permukaan epitel yang
mempermudah terjadinya inokulasi virus HPV. Permukaan mukosa yang lebih tipis
lebih rentan untuk inokulasi virus daripada kulit berkeratin yang lebih tebal.4,5,7
Kondiloma akuminata dapat menyerang semua ras dimana frekuensi laki-laki
dan perempuan adalah sama, namun kelompok laki-laki homoseksual dan biseksual
memiliki prevalensi KA 2-6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
heteroseksual. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan
bahwa 79 juta individu terinfeksi HPV di seluruh dunia, dimana jumlah ini akan terus
meningkat seiring dengan ditemukannya 14 juta kasus baru setiap tahunnya. Hal ini
menyebabkan infeksi HPV menjadi IMS yang paling sering dijumpai di seluruh dunia.
Di Indonesia, berdasarkan penelitian IMS di 12 Rumah Sakit Pendidikan tahun 2007-
2011, KA menduduki peringkat ke 3 terbesar. Insiden KA di Poliklinik Kulit dan
Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar pada tahun 2015 sebanyak 92
kasus baru per 280 kasus IMS. Dari 92 kasus baru KA, tercatat sebanyak 50 kasus
terjadi pada laki-laki dan 42 kasus terjadi pada perempuan.10,12
Lesi KA sering dijumpai pada daerah genital, perineum, perianal serta daerah
sekitarnya seperti lipat paha. Kondiloma akuminata anal juga sering dijumpai akibat
3
adanya variasi dari hubungan seksual dari genital-anal, dimana prevalensi tertinggi
dijumpai pada kelompok laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki (LSL).
Istilah LSL menggambarkan laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki lain
tanpa memandang orientasi seksual, identitas seksual atau gender. Kelompok LSL
merupakan kelompok yang memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya infeksi
menular seksual, termasuk KA. Sebuah penelitian multicenter mendapatkan infeksi
HPV anal sebesar 57% pada LSL yang tanpa infeksi Human Immunodeficiency
Virus.4,6,8
Hingga saat ini, belum ada terapi antivirus spesifik yang dapat menyembuhkan
KA. Adapun modalitas terapi yang digunakan meliputi agen-agen yang bersifat
destruktif, antiproliferasi maupun imunomodulasi. Pemilihan terapi didasarkan atas
pertimbangan jumlah lesi, ukuran, morfologi, lokasi anatomi, derajat keratinisasi,
biaya, pilihan pasien serta efek sampingnya. Beberapa pilihan terapi yang sering
digunakan adalah podofilin, podofilotoksin serta asam trikloroasetat. Angka
kesembuhan dari terapi-terapi tersebut bervariasi dari 45-80%, namun bersifat iritatif,
memakan waktu yang lama serta memberikan rasa tidak nyaman pada pasien.8,9
Beberapa studi telah melaporkan efikasi dari larutan potassium hydroxide
(KOH) sebagai terapi untuk moluskum kontagiosum dan kondiloma akuminata. Terapi
ini memiliki angka kesembuhan 87,5%, kurang iritatif, dapat dilakukan sendiri oleh
pasien, serta murah.9,10
Berikut akan dilaporkan kasus KA anal pada seorang LSL yang diterapi dengan
TCA 80% dan KOH 10%. Kasus ini dilaporkan untuk memberikan wawasan mengenai
KA, hubungan LSL dengan KA serta modalitas terapi yang tersedia.
KASUS
Seorang laki-laki berusia 25 tahun, suku Jawa, warga negara Indonesia, status belum
menikah, dengan nomor catatan medis 16.04.53.50 datang ke poliklinik Kulit dan
Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar pada tanggal 20
Oktober 2016 dengan keluhan utama berupa benjolan disekitar anus.
4
Pasien datang dengan keluhan utama muncul benjolan di sekitar anus sejak
kurang lebih 2 bulan yang lalu. Awalnya berukuran kecil, namun semakin lama
semakin membesar dan bertambah banyak. Benjolan tersebut tidak disertai dengan
keluhan gatal, nyeri atau berdarah. Keluhan nyeri saat buang air besar disangkal.
Benjolan di bagian tubuh yang lain disangkal.
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya + 1 tahun yang lalu,
dan pasien berobat ke dokter spesialis kulit diberikan terapi tutul podofilin. Riwayat
penyakit infeksi menular seksual lainnya seperti bintil berair, luka atau lecet pada
kelamin dan kencing nanah disangkal. Riwayat penurunan berat badan, batuk lama
serta diare disangkal. Pasien juga menyangkal memiliki riwayat penyakit seperti
jantung, diabetes melitus, hipertensi, keganasan, penggunaan obat kemoterapi dan
kortikosteroid dalam jangka panjang. Riwayat pengobatan, pasien belum pernah
mendapat pengobatan untuk keluhannya saat ini. Riwayat pengolesan minyak
tradisional disangkal. Riwayat alergi obat dan makanan disangkal. Riwayat penyakit
dalam keluarga dikatakan tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan keluhan
serupa.
Riwayat sosial pasien adalah seorang pengajar Bahasa Indonesia di daerah
Ubud. Pasien belum pernah menikah dan saat ini tinggal sendiri. Pasien berhubungan
seksual pertama kali 4 tahun yang lalu dengan seorang perempuan. Aktivitas
seksualnya berupa hubungan genitogenital dan oral seksual, tanpa kondom. Pasien
menjalani hubungan tetap saat itu selama 1 tahun. Setelah putus hubungan dengan
pacar perempuan, 2 tahun yang lalu pasien berkenalan dengan seorang laki-laki di
sebuah tempat hiburan malam di Yogyakarta, pasien kemudian menjalani hubungan
selama + 6 bulan. Aktivitas seksual dengan pacar laki-laki berupa anal seks dan oral
seks, tanpa menggunakan kondom, saat aktivitas seksual pasien dapat berlaku sebagai
insertif maupun reseptif. Riwayat multipartner seksual pada pasangannya tidak
diketahui. Pasien kemudian pindah ke Bali sejak 1 tahun yang lalu. Selama di Bali,
pasien sempat menjalin hubungan dengan beberapa laki-laki, melakukan aktivitas
seksual anal dan oral tanpa kondom. Aktivitas seksual terakhir pasien sekitar 5 bulan
5
yang lalu dengan salah satu teman laki-lakinya tanpa menggunakan kondom. Keluhan
yang sama pada teman laki-lakinya tidak diketahui, saat ini pasien sudah tidak pernah
berhubungan seksual lagi dan tidak memiliki pasangan tetap. Riwayat merokok,
konsumsi alkohol, penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang disangkal oleh
pasien.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik dan kesadaran
kompos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit, respirasi 20
kali/menit, dan temperatur aksila 36,5o C. Status generalis didapatkan kepala
normosefali. Kedua mata tidak tampak anemis maupun ikterus. Pada mukosa bibir
tidak ditemukan benjolan. Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening. Pada
pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorok tidak ditemukan adanya kelainan.
Pemeriksaan jantung didapatkan suara jantung (S1 dan S2) tunggal, reguler, tidak
terdapat murmur. Suara nafas vesikuler, tidak ditemukan adanya ronkhi ataupun
wheezing. Pemeriksaan abdomen tidak didapatkan adanya distensi, bising usus
terdengar dalam batas normal, hepar dan lien tidak teraba. Pada ekstremitas atas dan
bawah teraba hangat dan tidak terdapat edema.
Status venereologis, lokasi di perianal didapatkan papul multipel sewarna kulit,
bentuk bulat oval ukuran diameter 0,1 - 0,3 cm, hingga 0,2 x 0,5 cm – 0,5 x 1 cm
dengan permukaan verukosa. (Gambar 1)
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis dengan kondiloma
akuminata yang didiagnosis banding dengan kondiloma lata. Pemeriksaan dark field
microscope (DFM) pada lesi di perianal tidak didapatkan spirocheta Treponema
pallidum. Pemeriksaan acetowhite pada lesi papul di anal didapatkan pemutihan pada
lesi.
6
Gambar 1. Tampak papul multipel sewarna kulit dengan permukaan verukosa pada daerah anal.
Diagnosis kerja pada pasien adalah kondiloma akuminata anal.
Penatalaksanaan yang diberikan adalah dilakukan tutul asam trikloroasetat (TCA) 80%
(tutul pertama) pada lesi kondiloma akuminata perianal yang akan dilakukan setiap
minggu sampai dengan lesi menghilang. Pasien direncanakan untuk melalukan
pemeriksaan venereal disease research laboratory (VDRL) dan Treponema pallidum
haemagglutination assay (TPHA). Pasien diberi komunikasi, informasi dan edukasi
(KIE) untuk abstinensia seksual selama pengobatan. Selanjutnya atas persetujuan,
pasien dikonsulkan ke bagian voluntary counseling and testing (VCT) RSUP Sanglah
untuk dilakukan skrining terhadap HIV dan melakukan pemeriksaan high resolution-
anoscopy (HRA) untuk melihat adanya lesi kondiloma akuminata intra anal.
PENGAMATAN LANJUTAN I (22 NOVEMBER 2016, hari ke-34)
Keluhan benjolan disekitar anus masih ada dan didapatkan beberapa lesi baru. Pasien
selama ini diterapi di VCT untuk keluhan benjolan di dalam anus dan saat ini kembali
dirujuk ke bagian Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah untuk penanganan benjolan di
7
anus pasien. Saat ini didapatkan keluhan nyeri pada anus terutama saat buang air besar,
namun tidak ada riwayat perdarahan. Riwayat kontak seksual tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, status present dan
status generalis dalam batas normal. Status venereologis, lokasi di anal masih
didapatkan papul multipel sewarna kulit, bentuk bulat oval ukuran diameter 0,1 - 0,2
cm, hingga 0,5 x 1 cm dengan permukaan verukosa. (Gambar 2)
Gambar 2. a.Tampak papul multipel sewarna kulit dengan permukaan verukosa yang berubah warna
menjadi putih setelah tes acetowhite pada daerah anal. 2.b Hasil pemeriksaan HRA menunjukkan
kondiloma akuminata intraanal dengan gambaran raised, micropapillary dan warty vascular
Hasil konsultasi dari bagian VCT didapatkan hasil non reaktif untuk infeksi
HIV dan disarankan untuk mengulang pemeriksaan 3 bulan kemudian. Hasil
pemeriksaan anoskopi dan HRA didapatkan massa di seluruh lapangan anal yang
menunjukkan warna putih pada pemeriksaan asam asetat 3% (AWE +), gambaran lesi
yang meninggi (raised/ R+), micropapillary (MP +) dan warty vascular (WV +).
Pemeriksaaan serologi VDRL dan TPHA didapatkan hasil non reaktif.
Diagnosis pada pasien adalah follow up kondiloma akuminata anal. Terapi yang
diberikan pada pasien berupa Tutul TCA 80% pada lesi lama 1 minggu sekali hingga
lesi menghilang dan KOH 10% pada lesi baru yang diaplikasikan 1x sehari. Pasien
2 a 2 b
8
diberikan komunikasi, informasi, edukasi cara mengaplikasikan KOH 10% pada lesi
serta abstinensia seksual selama pengobatan.
PENGAMATAN LANJUTAN II ( 6 DESEMBER 2016, hari ke 48)
Keluhan benjolan disekitar anus sudah hilang dan tidak muncul benjolan baru. Keluhan
nyeri dirasakan minimal dan tidak perdarahan pada luka setelah pengobatan. Riwayat
kontak seksual tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, status present dan
status generalis dalam batas normal. Status venereologis, lokasi di anal didapatkan
erosi multipel bentuk bulat oval, ukuran diameter 0,1 - 0,2 cm hingga 0,5 x 1 cm.
(Gambar 3)
Gambar 3. Tampak erosi multipel pada daerah anal, tidak ada lesi baru.
Hasil pemeriksaan hapusan gram pada lesi erosi didapatkan leukosit 8-
10 per lapang pandang, tidak didapatkan kuman. Diagnosis pada pasien adalah follow
up kondiloma akuminata anal (membaik). Penatalaksanaan yang diberikan berupa
9
antibiotik topikal natrium fusidat krim dioleskan 2x sehari pada lesi erosi. Pasien
diberikan penjelasan mengenai penyakit serta kemungkinan kambuh kembali.
PEMBAHASAN
Kondiloma Akuminata (KA) merupakan proliferasi jinak kulit yang disebabkan oleh
infeksi HPV pada genital. Virus ini tidak menyebabkan tanda dan gejala yang akut
tetapi menginduksi ekspansi fokal sel epitel secara lambat. Lesi yang terbentuk dapat
berada dalam keadaan subklinis dalam waktu yang lama atau dapat berkembang
menjadi suatu massa yang berukuran besar yang dapat menetap dalam jangka waktu
lama.1 Kondiloma akuminata sering dikaitkan dengan HPV 6 dan 11 tipe risiko rendah,
pada 70% sampai 100% lesi kondiloma akuminata dapat ditemukan salah satu atau
kedua subtipe ini. Namun, setidaknya terdapat 18 jenis HPV lain yang telah dikaitkan
dengan KA, termasuk -16, -18, -31, -33, -35, -39, -41 hingga -45, -56, dan -59.
Penularan KA terutama melalui kontak seksual baik genito-genital, oro-genital maupun
anogenital. Masa inkubasinya bervariasi, biasanya 3 minggu hingga 8 bulan, namun
dapat hingga 18 bulan. Permukaan mukosa yang lebih tipis lebih suseptible untuk
inokulasi virus daripada kulit berkeratin yang lebih tebal sehingga mikroabrasi pada
permukaan epitel memungkinkan virion pasangan seksual yang terinfeksi masuk ke
dalam lapisan sel basal pasangan yang tidak terinfeksi.1
Istilah LSL pertama kali dicetuskan pada pertengahan 1980 untuk
mendeskripsikan kelompok laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki lain,
namun tidak harus memiliki orientasi seksual, identitas seksual maupun identitas
gender yang serupa. Prevalensi biseksual dalam kelompok LSL bervariasi, dipengaruhi
oleh budaya lokal serta penerimaan penduduk akan kelompok LSL. Negara-negara
yang menganut adat ketimuran cenderung menentang keberadaan LSL, sehingga hal
ini menyebabkan kelompok LSL menyembunyikan orientasi seksual mereka dan
terlibat dalam hubungan heteroseksual. Kelompok LSL biasanya berhubungan seksual
melalui genito-anal ataupun genito-oral. Istilah resptif pada LSL diartikan bagi laki-
laki yang berperan sebagai wanita dalam hubungan seksual, sedangkan insertif
10
diartikan bagi laki-laki yang berperan sebagai laki-laki dalam hubungan seksual.
Kelompok LSL memiliki resiko yang tinggi untuk dapat menularkan atau terkena HIV
atau IMS lainnya, dikarenakan cenderung memiliki banyak pasangan, diantaranya
dengan pasangan pria tetap, pasangan pria tidak tetap, penjaja seks pria, penjaja seks
wanita, pasangan wanita tetap, dan pasangan wanita tidak tetap. Prevalensi infksi HPV
pada anal juga ditemukan tinggi pada kelompok LSL non HIV yaitu sebesar 57%.
Beberapa studi juga menemukan peningkatan perilaku seksual yang berisiko tinggi
pada kelompok ini seperti kebiasaan mencari pasangan lewat internet dan penggunaan
obat-obatan seperti metamfetamin dan golongan PDE 5 inhibitor.10,11,14
Pasien pada kasus adalah seorang LSL yang juga berhubungan seksual dengan
wanita. Pasien berhubungan secara anal, dapat berlaku sebagai reseptif maupun
insertif, tidak menggunakan kondom dalam berhubungan seksual dengan laki-laki,
serta sering berganti-ganti pasangan. Dari anamnesis, didapatkan keluhan berupa
benjolan di sekitar anus sejak kurang lebih 5 bulan yang lalu.
Lesi KA umumnya muncul sebagai papul kecil dengan diameter berkisar antara
2 sampai 5 mm namun dapat tumbuh membentuk kelompok besar, konfluen dengan
diameter hingga beberapa sentimeter. Terdapat empat tipe morfologis kondiloma,
yaitu: 1) Bentuk akuminata, dengan penampakan klinis menyerupai kembang kol, 2)
Bentuk papular, papul berbentuk kubah, sewarna daging, permukaan halus dan licin
dengan diameter 1-4mm, 3) Bentuk keratotik yang mempunyai lapisan tebal pada
permukaannya sehingga dapat menyerupai veruka vulgaris atau keratosis seboroik,
serta 4) bentuk papul datar yang tampak sebagai makula atau dengan sedikit
peninggian.1,2
Pada kasus, ditemukan gambaran klinis bentuk akuminata berupa papul-papul
berbentuk bulat oval dengan permukaan verukosa.
Diagnosis KA ditegakkan berdasarkan gambaran klinis. Lesi yang meragukan
dapat dilakukan pemeriksaan acetowhite menggunakan asam asetat 3-5% pada lesi
yang dicurigai dan ditunggu dalam sepuluh menit. Pemeriksaan ini akan memperjelas
bentukan lesi dengan perubahan warna menjadi putih pada daerah yang terinfeksi HPV
11
sehingga juga dapat digunakan untuk mendeteksi lesi KA subklinis, walaupun bersifat
tidak spesifik. Biopsi umumnya tidak diperlukan dan hanya diindikasikan bila lesi
atipikal dan diagnosis meragukan, lesi tidak menunjukkan respon dengan terapi standar
atau bila penyakit memburuk selama pemberian terapi. Pemeriksaan histopatologi akan
menampakkan gambaran papilomatosis, akantosis, rete ridges yang memanjang dan
menebal, parakeratosis dan koilositosis. Koilosit merupakan karakteristik infeksi HPV
yang menunjukkan keratinosit besar dengan inti di tengah dan piknotik dikelilingi halo
perinuklear.11,15,7
Diagnosis banding KA adalah kondiloma lata, yang merupakan salah satu
bentuk klinis sifilis sekunder. Kondiloma lata ditandai dengan papul atau plak luas dan
meninggi yang tampak lembab, berbatas tegas, berwarna putih atau keabuan, dengan
permukaan yang licin disertai maserasi atau erosi. Kondiloma lata memiliki kemiripan
dengan KA sebagai lesi yang meninggi, namun terdapat beberapa perbedaan, yaitu: 1)
KA tampak seperti kembang kol yang berlapis sedangkan kondiloma lata tampak licin,
2) KA tampak kering sedangkan kondiloma lata tampak lembab, dan 3) KA tampak
berdungkul sedangkan kondiloma lata cenderung pipih. Pemeriksaan mikroskop
lapangan gelap pada lesi kondiloma lata akan menunjukkan organisme Treponema
pallidum.7,9,16
Pada kasus, pemeriksaan acetowhite menunjukkan hasil positif. Pemeriksaan
DFM pada lesi papul negatif, pemeriksaan VDRL dan TPHA non reaktif. Pemeriksaan
histopatologi tidak dikerjakan pada kasus, karena dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang telah mendukung suatu diagnosis kondiloma akuminata.
Penatalaksanaan KA pada pasien bertujuan untuk menghilangkan gejala klinis
atau lesi yang tampak, sehingga dapat mencegah transformasi ke arah keganasan.
Tanpa pengobatan, KA dapat mengalami regresi, menetap, bertambah besar atau
bertambah jumlahnya. Dibutuhkan beberapa kali waktu pengobatan untuk
menghilangkan lesi kondiloma tersebut. Dengan demikian perlu diberikan penjelasan
kepada pasien mengenai pengobatan yang diberikan dan kemungkinan untuk terjadinya
rekurensi.3,7,15
12
Terdapat berbagai modalitas terapi yang dapat digunakan dalam
penatalaksanaan KA. Pilihan terapi ditentukan berdasarkan jumlah, ukuran, lokasi dan
morfologi lesi KA. Kenyamanan pasien, ketersediaan modalitas terapi, biaya
pengobatan, efek samping pengobatan dan pengalaman dokter juga menjadi bahan
pertimbangan dalam pemilihan terapi. Modalitas terapi yang tersedia dibagi menjadi
dua kategori: (1) pengobatan yang diaplikasikan oleh penderita, seperti imikuimod, gel
podofilotoksin, salep polifenon E, kalium hidroksida dan sidofovir topikal; dan (2)
pengobatan yang diaplikasikan oleh tenaga kesehatan, termasuk bedah beku, bedah
eksisi, laser, interferon intralesi (IFN), asam trikloroasetat (TCA), dan sidofovir
intralesi. Meskipun terdapat banyak pilihan terapi untuk penyakit anogenital terkait
HPV, uji coba komparatif untuk mengevaluasi efektivitas berbagai modalitas terapi
masih kurang, dan tidak ada konsensus mengenai pilihan terapi terbaik.7,8,9
Asam triklorosetat (TCA) mempunyai konsentrasi yang bervariasi antara 80-
90%. Bahan ini mampu berpenetrasi cepat dan memiliki efek kaustik dengan
menimbulkan koagulasi dan nekrosis pada jaringan superfisial. Keuntungan dari TCA
adalah sangat efektif untuk lesi yang kecil. Selain itu, absorpsi sistemik rendah
sehingga aman digunakan pada daerah vagina, anal dan serviks serta aman untuk
wanita hamil. Asam trikloroasetat diaplikasikan secara hati-hati pada lesi hingga
menjadi bentukan gambaran bekuan putih (frosting), dioleskan setiap minggu dan
dapat diulang hingga maksimal 6 minggu. Angka keberhasilan terapi berkisar antara
70 hingga 80%.8,9
Saat ini larutan potassium hydroxide (KOH) yang merupakan alkali kuat, telah
digunakan sebagai modalitas terapi kutil yang disebabkan oleh virus, beberapa
diantaranya moluskum kontagiosum, veruka, maupun kutil anogenital (kondiloma
akuminata). Human Papilloma Virus masuk ke kulit melalui mikroabrasi, dimana
target utama dari virus ini adalah sel keratinosit pada membran basalis. Larutan KOH
memiliki kemampuan untuk menghancurkan keratin dan berpenetrasi pada epidermis,
sehingga dapat digunakan untuk terapi pada infeksi HPV. Studi yang membandingkan
terapi KOH 5% dengan kombinasi 5-fluorouracil + salicylic acid untuk kondiloma
13
akuminata anogenital didapatkan bahwa kedua terapi sama-sama efektif, namun KOH
5% didapatkan lebih memberikan kenyamanan pada pasien karena kurang iritatif, tidak
menimbulkan nyeri saat aplikasi, murah dan dapat diaplikasikan sendiri oleh pasien.
Penelitian yang membandingkan efektivitas KOH 10% dengan TCA 80% untuk terapi
veruka plana didapatkan efektivitas yang sama setelah dilakukan pengamatan selama
12 minggu dan tidak ada rekurensi pada pengamatan 3 bulan paska terapi. Studi lain
yang membandingkan terapi kondiloma akuminata didapatkan bahwa larutan KOH
memiliki efektifitas yang sama dengan TCA. Larutan KOH bersifat iritatif, namun
derajatnya lebih ringan dibandingkan efek iritasi maupun rasa nyeri yang didapatkan
dengan pengobatan TCA. Sebuah penelitian uji coba klinis memberikan terapi KOH
5% pada 35 pasien yang diaplikasikan sendiri oleh pasien, dimana lokasi kondiloma
akuminata didapatkan pada skrotum, glan penis, batang penis dan foreskin. Larutan
KOH 5% ditutulkan 1x sehari pada lesi, hingga didapatkan inflamasi ringan. Pada akhir
penelitian, didapatkan angka kesembuhan mencapai 87,5% dan angka rekurensi 9%.
Adapun derajat iritasi tergantung dari konsentrasi larutan KOH. Romiti et al
mendapatkan efektivitas yang sama antara KOH 5% dengan KOH 10%, hanya saja
efek iritasi didapatkan lebih ringan pada larutan KOH5%.8,9,18,19,20
Rekurensi pada KA biasanya terjadi pada 3 bulan pertama setelah pengobatan.
Pasien sebaiknya secara rutin memperhatikan timbulnya lesi baru atau kekambuhan.
Pasien sebaiknya dianjurkan untuk dievaluasi setiap 3 bulan. Apabila setelah 3 bulan
tidak terdapat kekambuhan dan tidak terjadi efek samping pengobatan, maka pada
pasien imunokompeten tidak diperlukan tindakan lebih lanjut.13
Pada kasus dilakukan terapi tutul TCA 80 % pada lesi lama dan tutul KOH 5%
pada lesi baru. Setelah 2 minggu terapi, lesi KA didapatkan telah menghilang. Rasa
nyeri dan terbakar didapatkan pada lesi yang ditutul dengan TCA 80%, meninggalkan
lesi erosi setelah terapi. Lesi yang ditutul KOH 10% hanya dirasakan nyeri minimal
dan meninggalkan eritema ringan pada akhir terapi. Prognosis pada kasus adalah
dubius, karena meskipun lesi telah menghilang namun diperlukan pengamatan lebih
lanjut untuk menilai adanya kekambuhan lesi.
14
Kelompok LSL memiliki risiko tinggi untuk menderita karsinoma anus akibat
infeksi HPV. Neoplasia intraepitelial anal (NIA) merupakan prekusor dari karsinoma
sel skuamosa. Skrining yang disarankan meliputi pemeriksaan sitologi anal dan
pemeriksaan HRA untuk mendapatkan spesimen pemeriksaan histopatologi. Skrining
direkomendasikan dilakukan tiap 1-2 tahun pada pasien dengan infeksi HIV positif atau
LSL dengan infeksi HIV negatif. Penelitian yang dilakukan Gimenez, et al. tahun 2011
mendapatkan bahwa lesi NIA derajat tinggi banyak didapatkan pada gambaran HRA
yang padat, rata, licin, nonpapiler dengan pola vaskuler normal, sedangkan Richel, et
al. tahun 2013 mendapatkan bahwa kombinasi punctation, leukoplakia datar dan
pembuluh darah atipikal merupakan prediktor kuat AIN derajat tinggi. Pemeriksaan
HRA memiliki sensitivitas 90%, spesifisitas rendah (19,23%), dengan positive
predictive value 41,67% dan negative predictive value 75%.13,17,21
Pada kasus telah dilakukan pemeriksaan HRA dan tidak ditemukan kondiloma
akuminata intraanal maupun tanda-tanda displasia.
SIMPULAN
Telah dilaporkan satu kasus kondiloma akuminata anal pada seorang laki-laki
homoseksual. Diagnosis kondiloma akuminata pada pasien ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pengobatan yang diberikan
berupa tutul trikloroasetat (TCA) 80% pada lesi kondiloma akuminata yang lama dan
tutul KOH 10% pada lesi kondiloma akuminata yang baru timbul. Gejala klinis
menghilang 2 minggu setelah terapi, dimana lesi yang ditutul dengan TCA 80%
memberikan rasa nyeri dan terbakar serta meninggalkan erosi, sedangkan lesi yang
diterapi dengan KOH 10% memberikan efek nyeri dan erosi yang minimal dan dapat
diaplikasikan sendiri oleh pasien. Prognosis pada pasien adalah dubius dan diperlukan
pengamatan lebih lanjut untuk menilai adanya kekambuhan kondiloma akuminata.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Egelkrout EM, Galloway DA. The Biology of Genital Human Papillomaviruses.
In: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen
MS, Watts DH, editors. Sexually Transmitted Diseases. 4th ed. New York:
McGrawHill; 2008. 463-488.
2. Gormley RH, Kovarik CL. Human papilloma virus-related genital disease in the
immunocompromised host: part I. J Am Acad Dermatol. 2012; 66(6): 867.e1-e17
3. Goldstone, S.E. Diagnosis and treatment of HPV-Related Squamous Intraepithelial
Neoplasia in Men who Have Sex with Men. The PRN Notebook 2005; 10(4); 11-6.
4. Fernandes, J.V., Fernandes, T.A.A. Human Papillomavirus: Biology and
Pathogenesis. In: Broeck DV, editors. Human Papillomavirus and Related
Diseases-From Bench to Bedside-A Clinical Perspective. InTech; 2012. 3-41
5. Blas, M.M., Brown, B., Menacho, L., Alva, I.E. HPV Prevalence in Multiple
Anatomical Sites Among Men Who Have Sex With Men in Peru. Plos One. 2015;
10(10): 1-9.
6. Neme, S., Wahome, E., Mwashigadi, G., Thiong’o, A.N. Prevalence, Incidence,
and Clearance of Anogenital Warts in Kenyan Men Reporting High-Risk Sexual
Behavior, Including Men Who Have Sex With Men. OFID. 2015; 5:1-10.
7. Winer RL, Koutsky LA. Genital Human Papillomavirus Infection. Dalam: Holmes
KK, Sparling PF, Stam WE et al. Ed. Sexually Transmitted Disease, Edisi ke-4.
New York: MacGraw-Hill, 2008; vol 1, Bab 28: h. 490-500
8. Leszczyszyn J, Lebski I, Lysenko L, Hirnle L, Gerber H. Anal Warts (Condylomata
Acuminata) – Current Issues and Treatment Modalities. Adv Clin Exp Med. 2014;
23(2):307-11
9. Fathi R, Tsoukas MM. Genital Warts and Other HPV infections: Established and
Novel Therapies. Clinics in Dermatology. 2014; 32: 299-306.
10. Centers for Disease Control and Prevention. Prevalence and awareness of HIV
infection among men who have sex with men - 21 cities, United States, 2008.
MMWR. 2010; 59(37): 1201-28.
11. Dietz, C.A., Nyberg, C.R. Genital, Oral and Anal Human Papilomavirus Infection
in Men Who Have Sex With Men. J Am Osteopath Assoc. 2011; 111(3): S19-S25.
12. Anonim. Register pasien poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar. Januari 2015-Juni 2016. Tidak dipublikasikan
13. Gilson, R., Nathan, M., Sonnex, C., Lazaro, N., Keirs, T. UK National Guidelines
on The Management of Anogenital Warts 2015. British Association for Sexual
Health and HIV. 2015; 1-24
14. Mayer, K.H., Carballo-Diéguez, A. Homosexual and bisexual behavior in men in
relation to STDs and HIV infection. In: Holmes, K.K., Sparling, P.F., Stamm, W.E.,
16
Piot, P., Wasserheit, J.N., Corey, L., Cohen, M.S., Watts, D.H., eds. Sexually
transmitted diseases. 4th ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 203-18.
15. Centers for Disease Control and Prevention. Sexually transmitted diseases
treatment guidelines, 2015. MMWR Recomm Rep. 2015; 64(RR03): 53-5.
16. Gormley, R.H., Kovarik, C.L. Human papilloma virus-related genital disease in the
immunocompromised host: part I. J Am Acad Dermatol. 2012; 66(6): 867.e1-e17
17. Gimenez, F., Costa-e-Silva, I.T., Daumas, A., Araújo, J.d., Medeiros, S.G., Ferreira
L. The value of high-resolution anoscopy in the diagnosis of anal cancer precursor
lesions in HIV-positive patients. Arq Gastroenterol. 2011; 48(2): 136- 45.
18. Isik S, Koca R, Sarici G, Altinyazar HC. A comparison of a 5% potassium
hydroxide solution with a 5-fluorouracil and salicylic acid combination in treatment
of patients with anogenital warts: a randomized, open-label clinical trial.
International Journal of Dermatology. 2014; 53: 1145-50
19. Kandil A, Farag F, Nassar A, Amer RF. Evaluation of topical potassium hydroxide
in the treatment of nongenital warts. Journal of The Egyptian Women’s
Dermatologic Society. 2016; 13: 159-64
20. Camargo CLA, Fagundes LJ, Junior WB, Romiti R. A Prospective, Open,
Comparative Study of 5% Potassium Hydroxide solution versus Cryotheraphy in
The Treatment of Genital Warts in Men. An Bras Dermatol. 2014; 89(2):236-40
21. Song, D., Li, H., Dai, J. Effect of human papillomavirus infection on the immune
system and its role in the course of cervical cancer. Oncology letters. 2015; 10:
600-606.
top related