Teori Kognitif
Post on 22-Oct-2015
52 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
A. PENGERTIAN TEORI KOGNITIF
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition yang berarti pengertian, mengerti.
Dalam pekembangan selanjutnya, istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu
wilayah psikologi manusia atau satu konsep umum yang mencakup semua bentuk
pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah
memahami, memperhatikan, memberikan, menyangka, mempertimbangkan, mengolah
informasi, pemecahan masalah, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak)
dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa.
Belajar sebagai suatu proses dalam memperoleh ilmu pengetahuan atau
ketrampilan melalui pelatihan yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku atau
tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman masa lalu. Dalam perkembangannya
munculah berbagai teori tentang bagaimana proses belajar itu terjadi. Terdapat tiga aliran
utama dalam teori belajar, yaitu behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme.
Aliran kognitivisme mulai mendominasi teori belajar menggantikan teori belajar
behavioristik pada dekade 1960’. Menurut teori kognitif, belajar dipandang sebagai proses
mental yang kompleks, termasuk memori, perhatian, bahasa, pembentukan konsep, dan
pemecahan masalah. Teori kognitif memfokuskan pada bagaimana manusia memroses
informasi dan membentuk representasi mental dari orang lain, benda, dan kejadian. Teori
belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri.
Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu
belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan
persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk
perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
B. PROSES PERKEMBANGAN KOGNITIF
Penelitian tentang memori manusia (Atkinson dan Shiffrin, 1968 sampai Siegler,
1986) telah membantu ahli teori belajar menguraikan proses bagaimana informasi itu
diingat dan dilupakan. Proses tersebut diilustrasikan pada gambar berikut.
1
2
1. Registrasi Pengindraan
Komponen pertama pada sistem memori manusia adalah register penginderaan.
Regristrasi pengindraan menerima sejumlah informasi dari indra (penglihatan,
pendengaran, peraba, pembau, pengecap) dan menyimpannya dalam waktu yang sangat
singkat, tidak lebih dari dua detik. Bila tidak terjadi suatu proses terhadap informasi
yang disimpan dalam register pengindraan, maka dengan cepat informasi akan hilang.
2. Persepsi
Sesaat setelah rangsangan diterima oleh indera, otak segera mulai bekerja
memproses stimuli tersebut. Oleh karena itu, gambaran sensori yang ada dalam benak
kita tidak tepat sama seperti apa yang kita lihat, kita dengar, atau kita rasakan;
gambaran itu merupakan apa yang dipersepsikan indera kita. Persepsi dari stimuli tidak
langsung seperti penerimaan (reception) stimuli; persepsi itu dipengaruhi oleh status
mental kita, pengalaman masa lalu, pengetahuan, motivasi, dan banyak lagi faktor
lainnya.
Pertama, kita menanggapi rangsangan yang berbeda menurut aturan yang tidak
ada hubungannya dengan karakteristik yang melekat pada rangsangan itu. Misalnya,
jika kita berada di dalam gedung, kita mungkin tidak akan menaruh perhatian pada
suara sirene mobil kebakaran di jalan. Kedua, kita tidak merekam rangsangan yang kita
persepsi sebagai yang kita lihat atau kita indrai, tetapi merekam rangsangan itu sebagai
apa yang kita ketahui atau apa yang kita asumsikan.
Psikologi Gestalt
Persepsi seseorang dalam menanggapi rangsangan dijelaskan dalam suatu
kajian yang dikenal sebagai psikologi Gestalt. Gerakan psikologi Gestalt berkembang
di Jerman (kemudian di AS dan tempat lain) sekitar Perang Dunia I. Kata Gestalt dalam
bahasa Jerman berarti “bentuk” atau “konfigurasi”. Ahli psikologi Gestalt seperti Max
Wertheimer, Kurt Koffka, dan Wolfgang Kohler, berpendapat bahwa kita mempersepi
keseluruhan unit dari potongan-potongan sensasi, semua sensasi memiliki makna lebih
dari bagian-bagian sensasi. Misalnya, pada gambar 2 kita akan melihat sebuah
lingkaran dan segiempat, sekalipun ada bagian-bagian dari gambar itu kurang lengkap.
Ini mengilustrasikan prinsip closure (melengkapi) yang menyatakan bahwa seseorang
mengorganisasikan persepsi sedemikian rupa sehingga persepsi itu menjadi
3
sesederhana dan selogis mungkin. Prinsip ini diterapkan saat kita mengingat suatu
kejadian masa lalu.
Gambar 2. Contoh “Closure” dan “Figure-Latar”
Prinsip lain dalam psikoloi Gestalt adalah jika kita mencoba memisahkan
“figure” (yang menjadi fokus perhatian kita) dan “latar” (latar belakang). Pada gambar
2 di atas, Apakah yang anda lihat? Vas bunga atau wajah? Jika yang diminta adalah
melihat gambar wajah, maka kita mungkin tidak akan melihat gambar vas, dan
sebaliknya. Begitulah proses pemisahan “figure-latar” yang terjadi saat kita
membentuk persepsi. Dalam kehidupan sehari-hari misalnya, ketika bertemu dengan
teman di tempat ramai, kita mungkin hanya memusatkan perhatian pada wajah teman
kita dan tidak memperhatikan wajah orang lain. Dalam keadaan seperti itu kita
mungkin tidak akan melihat teman lain dalam keramaian itu sebab semua wajah selain
wajah teman yang ditemui itu akan menyatu menjadi “latar” daripada menjadi “figure”.
3. Perhatian
Perhatian merupakan suatu sumber data yang terbatas. Bila guru meminta siswa
menggunakan kapasitas perhatian mereka yang terbatas pada apa yang dibicarakan
guru, siswa harus menghentikan keterlibatannya terhadap rangsangan lain, mereka
harus memindahkan prioritas perhatian sehingga rangsangan lain tersisihkan.
Memperoleh Perhatian
Ada beberapa cara untuk memperoleh perhatian siswa, salah satunya adalah:
1. Menggunakan isyarat yang menunjukkan “ini penting”
Misalnya dengan mengerasakan atau merendahkan suara sebagai sinyal bahwa kita
sedang membahas masalah penting. Menggunakan pengulangan atau mengatur
posisi untuk mengkomunikasikan pesan penting. Memberi garis bawah atau warna
lain pada tulisan penting di papan. Biasanya penerbit buku teks menggunakan
warna atau jenis huruf yang berbeda untuk menunjukkan butir penting
4
2. Oslon dan Pau (1966) menemukan bahwa dengan menggunakan kata-kata yang
bermuatan emosional membantu siswa dalam menerima informasi lebih baik
daripada menggunakan kata-kata yang sinonim dan netral.
4. Memori Jangka Pendek
Informasi yang dipersepsi seseorang dan mendapatkan perhatian ditransfer ke
komponen kedua dari sistem memori, yaitu memori jangka pendek. Memori jangka
pendek adalah sistem penyimpanan yang dapat menyimpan informasi dalam jumlah
yang terbatas hanya dalam beberapa detik (30 detik). Jika kita berhenti berpikir maka
sesuatu itu akan hilang dari memori jangka pendek kita. Informasi masuk ke memori
jangka pendek melalui register penginderaan atau dari memori jangka panjang. Cara
untuk menyimpan informasi di dalam memori jangka pendek adalah memikirkan
tentang informasi itu atau mengucapkannya berkali-kali. Proses mempertahankan
informasi dalam memori jangka pendek dengan cara mengulang-ulang disebut
menghafal atau rehearsal. Menghafal sangat penting dalam belajar, karena semakin
lama sesuatu tertinggal dalam memori jangka pendek, semakin besar kesempatan
sesuatu itu akan ditransfer ke memori jangka panjang.
Guru harus mengalokasikan waktu untuk pengulangan selama mengajar di
kelas. Mengajar banyak informasi terlalu cepat cenderung tidak efektif, karena kecuali
sswa diberikan waktu untuk mengulang-ulang tiap butir informasi baru, informasi yang
disampaikan kemudian cenderung mendorong informasi pertama keluar dari memori
jangka pendek. Pada saat guru menghentikan pelajaran dan bertanya kepada siswa
apakah ada pertanyaan, guru juga memberik siswa sedikit waktu untuk berpikir ulang
dan secara mental mengulang tentang apa yang baru saja dipelajari. Ini membantu
siswa memproses informasi dalam memori jangka pendek dan selanjutnya
menempatkan ke dalam memori jangka panjang.
Kapasitas memori jangka pendek
Memori jangka pendek diyakini mempunyai kapasitas 5 – 9 bits informasi,
artinya kita hanya bisa berpikir antara 5 sampai 9 hal yang berbeda dalam satu waktu
tertentu. Karena terbatasnya kapasitas memori, guru tidak boleh menyajikan terlalu
banyak ide sekaligus kecuali apabila ide-ide tersebut diorganisasikan dan dihubungkan
dengan informasi yang telah dikenal siswa sebelumnya atau telah ada pada memori
jangka panjang.
5
Perbedaan setiap individu dalam memori jangka pendek
Setiap individu memiliki perbedaan dalam kapasitas memori jangka pendek
untuk menyelesaikan suatu tugas belajar. Salah satu faktor yang dapat memperbesar
kapasitas ini adalah latar belakang pengetahuan. Semakin banyak seseorang
mengetahui tentang sesuatu, semakin baik kemampuan orang tersebut untuk
mengorganisasikan dan menyerap informasi baru. Setiap individu berbeda kemampuan
dalam mengorganisasikan informasi sehingga diperlukan pengajaran dengan strategi
yang dapat membantu menggunakan memori jangka pendek secara efisien.
5. Memori Jangka Panjang
Memori jangka panjang dibayangkan memiliki kapasitas yang sangat besar,
tempat menyimpan memori dengan jangka yang sangat panjang. Banyak ahli meyakini
bahwa manusia tidak pernah kehilangan informasi yang terdapat dalam memori jangka
panjang, kemungkinan ia hanya sekedar kehilangan kemampuan untuk menemukan
kembali informasi yang tersimpan di dalam memorinya.
Para ahli membagi memori jangka panjang ke dalam tiga bagian, yaitu:
a. Memori episodik, ialah memori tentang pengalaman pribadi, suatu gambaran
(bayangan) mental tentang sesuatu yang dilihat dan didengar. Informasi dalam
memori episodik disimpan dalam bentuk gambaran (bayangan) yang
diorganisasikan berdasarkan kapan dan dimana peristiwa-peristiwa terjadi.
Contohnya, ketika kita mengingat tentang apa yang kita makan tadi malam atau
tentang apa yang terjadi saat masa SMU
b. Memori semantik, ialah memori yang berisi fakta-fakta dan generalisasi informasi
yang kita ketahui baik berupa prinsip, konsep, atau aturan, serta bagaimana
menggunakan sesuatu, dan ketrampilan pemecahan masalah dan strategi belajar
seseorang. Informasi dalam memori semantik diorganisasikan dalam bentuk
jaringan hubungan ide. Hampir semua pembelajaran di kelas disimpan dalam
memori semantik
c. Memori prosedural, ialah memori yang menyimpan informasi tentang bagaimana
melakukan sesuatu. Informasi dalam memori prosedural disimpan sebagai
pasangan-pasangan stimulus-respon yang kompleks. Misalnya, kemampuan
mengendarai mobil, mengetik, dll.
6
Tabel 1. Perbedaan antara Tiga Tingkatan MemoriKarakteristik Register
PengideraanPenyimpanan Jangka-
PendekPenyimpanan Jangka
PanjangCara
Masuknya informasi
Perhatian awal Memerlukan perhatian Latihan/Pengulangan
Cara Memelihara Informasi
Tidak mungkinPerhatian terus menerusLatihan/Pengualangan
PengulanganOrganisasi
Format Informasi Melalui
Mengkopi Rangsangan
secara apa adanya
BunyiVisual
Semantik
Sebagian SemantikSebagian Bunyi atau
SuaraKapasitas Besar Kecil Tak Terbatas
Hilangnya Informasi
MenyeluruhPergeseran
Kemungkinan menyeluruh
Kemungkinan tidak hilang
Kehilangan kemampuan mengakses
karena interfensi
Selang Bekas ¼ sampai 2 detik Sampai 30 detikBeberapa menit sampai
bertahun-tahun
PENYEBAB INGAT DAN LUPA
Kebanyakan lupa terjadi karena informasi dalam memori jangka-pendek tidak
pernah ditransfer ke memori jangka panjang, bisa juga terjadi karena kita kehilangan
kemampuan untuk mengingat informasi yang ada di dalam memori jangka panjang
Interfensi
Interfensi terjadi jika informasi tercampur dengan atau terdesak keluar oleh informasi
yang lain. Salah satu bentuk interfensi adalah jika seseorang secara mental terhalang
melakukan latihan atau pengulangan atas hal yang baru dipelajari. Oleh karenanya, guru
harus memberikan siswa waktu untuk menyerap atau melatih informasi baru sebelum
memberikan informasi tambahan
Tabel 2. Hambatan Retroaktif dan proaktif, serta Kemudahan Retroaktif dan proaktifPengaruh pada Memori
Negatif (Hambatan) Posotif (Kemudahan)
Belajar yang akan datang
memperngaruhi belajar yang
terdahulu
Hambatan retroaktifContoh: belajar “d”
berinterferensi dengan belajar “b”
Kemudahan RetroaktifContoh: Belajar untuk mengajar
matematika membantu ketrampilan matematika yang telah dipelajari sebelumnya
7
Belajar yang terdahulu
memperngaruhi belajar yang akan
datang
Hambatan proaktifContoh: belajar mengemudi di
AS berinterferensi dengan belajar mengemudi di Inggris
Kemudahan ProaktifContoh: Belajar Bahasa Spanyol membantu belajar bahasa Italia
yang dipelajari kemudian)
Satu implikasi dari hambatan retroaktif adalah konsep yang membingungkan dan serupa
jangan diajarkan pada waktu yang berdekatan.
Efek Pertama dan Efek Terakhir
Efek pertama ialah kecederungan untuk butir-butir yang muncul di awal lebih
mudah diingat daripada butir-butir yang lain. Sebaliknya, efek terakhir ialah kecederungan
untuk butir-butir yang muncul pada bagian akhir lebih mudah diingat daripada butir-butir
yang lain. pengulangan diperlukan untuk memantapkan informasi baru dalam memori
jangka panjang. Pada umumnya jauh lebih banyak latihan mental diberikan pada butir
awal daripada butir yang disajikan kemudian. Sedangkan, efek terakhir dikarenakan
kenyataan bahwa hanya sedikit atau tidak ada informasi lain yang menginterfensi setelah
butir-butir akhir tersebut.
Dalam pembelajaran, informasi yang diajarkan di awal dan akhir periode
cenderung lebih mudah diserap daripada informasi lainnya. Oleh karenanya, guru dapat
mengorganisasikan pelajarn mereka dengan menempatkan konsep-konsep baru yang
paling penting di awal pembelajaran dan merangkumnya di akhir pelajaran.
C. TEORI KOGNITIF MENURUT PARA AHLI
1. Teori Kognitif Menurut Jean Piaget
Piaget (1896-1980) adalah putra daerah Neuchatel, Swiss yang dilahirkan pada
tanggal 9 Agustus 1896. Saat masih SMA, Piaget sudah menerbitkan beberapa
makalah, khususnya tentang biologi. Setelah memperoleh gelar doktor dalam biologi,
ia menjadi tertarik pada dunia psikologi. Piaget mengajar di sekolah yang dikelola
Alferd Binet. Saat ia membantu dalam penilaian contoh dari tes-tes intelegensi, ia
menemukan sesuatu yang baru. Piaget menemukan kenapa anak kecil tetap
memberikan jawaban yang salah untuk beberapa pertanyaan. Kenapa mereka selalu
salah pada pertanyaan tersebut sedangkan yang lebih dewasa tidak melakukan
kesalaha. Akhirnya, ia berasumsi bawha proses kognitif anak kecil berbeda dengan
orang dewasa.
8
Menurut Piaget, setiap orang akan melalui empat tahap perkembangan kognitif
mulai ia lahir hingga dewasa. Setiap tahap ditandai dengan kemampuan intelektual
baru yang memungkinkannya memahami dunia dengan cara-cara yang semakin
kompleks.
Tabel 3. Tahap Perkembangan Kognitif menurut Piaget
TahapPerkiraan
UsiaKemampuan Utama
Sensorimotor 0 – 2 tahunTerbentuknya konsep “kepermanenan objek” dan kemajuan gradual dari perilaku yang mengarah pada tujuan
Praoperasional 2 – 7 tahunPerkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan objek di dunia. Pemikiran masih ego-sentris dan sentrasi
Operasi Konkrit 7 – 11 tahun
Perbaikan dalam kemampuan untuk bepikir logis. Pemikiran tidak lagi sentrasi tetapi desentrasi, dan pemacahan masalah tidak dibatasi oleh keegosentrisan
Operasi Formal11 tahun -
dewasa
Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematis
a. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)
Disebut tahap sensorimotor karena setiap bayi dan anak kecil
mengeksplorasi dunia mereka dengan menggunakan indera-indera dan ketrampilan
motoris mereka. Piaget yakin bahwa setiap anak dilahirkan dengan suatu
kecenderungan yang dibawa sejak lahir untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
Pada awalnya, bayi memiliki perilaku bawaan sejak lahir yang disebut refleks.
Sentuhan jari-jari ke bibir bayi akan membuatnya mengenyut, sentuhan jari-jari
kita ke tangan bayi akan membuatnya menggenggam.
Bayi menggunakan reflek untuk menghasilkan pola perilaku yang lebih
menarik dan sengaja sehingga terjadilah trial-and-eror. Untuk pertama kalinya
secara mental bayi dapat menggambarkan objek dan kejadian, inilah yang disebut
dengan aktivitas berpikir.
Kemajuan lain pada anak sensorimotor adalah perkembangan permanensi
objek. Anak-anak harus belajar bahwa objek-objek secara fisik stabil dan tetap ada
meskipun objek tersebut tidak tampak secara fisik. Sekali anak-anak menyadari
bahwa objek-objek itu ada meskipun tidak tampak, mereka mulai dapat
menggunakan simbol-simbol untuk menggambarkan benda-benda itu dalam
benaknya.
9
Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan dan dilakukan langkah
demi langkah kemampuan yang dimilikinya antara lain :
Melihat dirinya sebagai makhluk yang berbeda dengan objek di sekitarnya
Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara
Suka memperhatikan sesuatu lebih lama
Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya
Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya
b. Tahap praoperasional (umur 2 – 7 tahun)
Anak usia praoperasional memiliki kemampuan yang lebih besar untuk
berpikir tentang benda-benda dan dapat menggunakan simbol-simbol untuk
menggambarkan benda-benda secara mental. Selama tahap ini, bahasa dan konsep
anak berkembang dengan kecepatan yang luar biasa.
Anak pada tahap praoperasional masih belum menguasai prinsip
konservasi. Misalnya apabila susu dituangkan dari gelas tinggi ramping ke dalam
gelas pendek lebar, maka anak pada tahap ini sepenuhnya akan yakin bahwa susu
di gelas tinggi ramping memiliki jumlah yang lebih banyak dari pada susu di gelas
pendek lebar. Cara pikir seperti ini disebut dengan sentrasi, yaitu menaruh
perhatian hanya pada satu aspek dari objek atau situasi.
Gamar 3. Prinsip Konservasi pada Anak Praoperasional
10
Selain itu, anak tahap praoperasional pemikirannya masih irreversible
yakni belum mampu untuk mengubah arah berpikir sehingga orang tersebut
kembali ke situasi awal. Misalnya, jika 7 + 5 = 12, maka anak praoperasional
belum dapat memikirkan bahwa 12 – 7 = 5. Mereka juga mulai merepresentasikan
benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Tetapi, mereka masih menggunakan
penalaran intuitif bukan logis.
Karakteristik kemampuan mental yang dicapai oleh anak pada tahap
praoperasional ini antara lain sebagai berikut.
Operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai.
Anak belajar merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata
Self counter (egosentris) nya sangat menonjol
Tidak mampu memusatkan perhatian pada objek-objek yang berbeda
Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria
Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat
menjelaskan perbedaan antara deretan
c. Tahap operasi kongkrit (umur 7 – 11 tahun)
Istilah operasi kongkrit mencerminkan pendekatan yang terikat atau
terbatas pada dunia nyata. Pada tahap ini anak dapat membentuk konsep, melihat
hubungan, dan memecahkan masalah, namun masih terbatas pada melihat objek
dan situasi yang ia kenal saja. Selama tahap ini kemampuan kognitif anak
mengalami perkembangan yang luar biasa. Anak sekolah dasar tidak lagi
mengalami kesulitan dalam masalah konservasi karena mereka telah menguasai
konsep reversibilitas. Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda
dapat diubah,kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan
cepat menentukan bahwa 4 + 4 = 8, 8 – 4 = 4, jumlah sebelumnya.
Kemampuan lain yang dimiliki anak pada tahap ini adalah kemampuan
merespon realitas yang disimpulkan dari data hasil pengamatan. Flavell (1986)
mendemonstrasikan konsep ini dengan menunjukkan kepada anak-anak sebuah
mobil merah, sambil mereka masing melihat, mobil tersebut kemudian ditutup
filter sehingga membuat mobil tersebut tampak berwarna hitam. Apabila ditanya
apa warna mobil tersebut, anak praoperasional akan menjawab, “hitam” dan anak
usia enam tahun akan menjawab, “merah”.
11
Gambar 4. Mobil berfilter hitam
Satu tugas penting yang dipelajari anak tahap operasi kongkrit adalah
seriasi, menyusun benda-benda dalam urutan logis, misalnya, mengurutkan batang
lidi dari yang terkecil sampai yang terbesar. Kemampuan ini juga termasuk
memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya,
ukurannya, atau karakteristik lain. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika
berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Sekali kemampuan seriasi dicapai, anak-anak akan dapat menguasai suatu
ketrampilan yang terkait seperti transitivitas, yakni kemampuan menginferensikan
suatu hubungan antara dua objek berdasarkan pada pengetahuan atas masing-
masing hubungan mereka dengan objek ketiga. Misalnya, Tomi lebih tinggi dari
Budi dan Budi lebih tinggi dari Fredi, anak operasi kongkrit mampu mengkaitkan
hubungan kedua kalimat tersebut dan mengurutkannya dengan benar.
Gambar 5. Kemampuan transitivitas dengan membandingan tinggi badan
Anak-anak pada tahap operasi kongkrit juga sedang bergerak dari
pemikiran egosentris menuju desentris atau pemikiran objektif. Pemikiran
desentris memungkingkan anak-anak melihat bahwa orang lain dapat memiliki
persepsi yang berbeda dari persepsi mereka. Misalnya, anak-anak dengan
pemikiran desentris dapat memahami bahwa setiap orang berbeda dapat melihat
pola awan yang berbeda.12
d. Tahap operasional formal (umur 11 tahun – desawa)
Anak praremaja mulai dapat berpikir secara abstrak dan melihat
kemungkinan-kemungkinan melampaui apa yang ada sekarang. Kemampuan-
kemampuan ini terus berkembang sampai masa dewasa. Mereka mampu
memecahkan masalah atau tugas dengan sistematis. Misalnya, dalam eksperimen
yang dilakukan oleh Inhelder dan Piaget (1958), ketika seorang anak operasi
formal dihadapkan pada sebuah pendulum dan ditanya manakah diantara faktor-
faktor berikut: panjang tali, jumlah bandul, kedudukan titik awal pendulum
dilepaskan atau gaya dorong pendulum; yang dapat mempengaruhi laju pendulum.
Anak operasi formal mampu menyelidiki masing-masing faktor dengan melakukan
percobaan secara sistematis hingga menghasilkan kesimpulan bahwa panjang tali
lah yang mempengaruhi laju pendulum.
Gambar 6. Percobaan Pendulum pada Anak Operasi Formal
Anak operasi formal mengalami kemajuan dalam masalah transitivitas.
Dalam masalah tinggi badan Tomi, Bud, dan Fredi, apabila masalah tersebut
diucapkan dengan cara yang berbeda yaitu, “Budi lebih pendek dari Tomi, dan
Budi lebih tinggi dari Fredi, Siapakah yang paling tinggi dari ketiganya?” anak
opreasi kongkrit akan mengalami kesulitan dalam mengkombinasikannya.
Sedangkan anak operasi formal akan mulai memecahkan masalah tersebut dengan
membayangkan beberapa hubungan hingga mereka menemukan jawaban yang
benar. Anak pada tahap perkembangan ini dapat memonitor, atau berpikir tentang
berpikirnya diri mereka sendiri.
Merumuskan hubungan-hubungan abstrak dari informasi yang tersedia dan
kemampuan membandingkan hubungan tersebut merupakan suatu kemampuan
yang menandai tahap ini.
13
Teori Piaget tentang Proses Perkembangan Kognitif
Selain tahap-tahap perkembangan kognitif, karya Piaget yang lain adalah teori
adaptasi yang menjelaskan bahwa perkembangan sebagian besar ditentukan oleh
manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungannya. Menurutnya setiap anak
dilahirkan dengan kecederungan perilaku yang dibawa sejak lahir untuk berinterkasi
dan sadar dengan lingkungan mereka. Pola perilaku yang digunakan manusia untuk
menangani objek-objek yang ada di dunia, disebut skema.
Anak balita akan menggunakan skema yang telah mereka kembangkan untuk
mempelajari objek-objek yang ada di sekitarnya. Mereka memperlajari objek tersebut
dengan mengenyut, menggigit, dan melempar-lemparkannya. Dengan melakukan
skema tersebut, mereka akan mengetahui apakah suatu objek akan mengeluarkan
suara keras, bagaimana rasanya, apakah objek tersebut memberinya susu, dan apakah
objek tersebut akan menggelinding atau tidak.
Adapatasi merupakan proses penyesuaian skema dalam merespon lingkungan
melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses memahami objek atau
kejadian dipandang dari skema yang ada saat ini. Asimilasi terjadi jika pengetahuan
baru yang diterima seseorang sesuai dengan struktur kognitif (skema) yang telah
dimiliki, dengan demikian orang tersebut akan cenderung mempertahankan skemanya.
Misalnya, apabila bayi menerima sebuah objek yang belum pernah dilihatnya tetapi
memiliki mirip dengan objek yang ia kenal, maka kemungkinan besar bayi akan
meraih objek tersebut, menggigitnya, dan memukul-mukulnya. Dengan kata lain, bayi
menggunakan skema yang ada untuk mempelajari objek yang tidak dikenalnya itu.
Namun terkadang cara lama untuk mengangani dunia keseharian tidak
berhasil. Apabila hal tersebut terjadi, maka seseorang dapat memodifikasi skemanya
untuk disesuaikan dengan informasi atau pengalaman baru yang sedang dihadapi,
proses ini disebut akomodasi. Misalnya, apabila bayi yang telah memiliki skema
membanting objek kecil diberikan sebuah telur, maka jelas telur itu akan pecah. Bayi
akan mulai memodifikasi skema membanting dalam benaknya sehingga di masa yang
akan dating bayi mungkin akan membanting beberapa objek dengan keras dan
beberapa yang lain memukulnya dengan pelan.
Ketika telur itu pecah maka akan tercipta situasi ketidakseimbangan atau
disequilibrium, yaitu ketidakseimbangan antara apa yang dipahami dengan apa yang
dihadapi. Secara alamiah seseorang akan memusatkan perhatian pada rangsangan baru
14
tersebut dan mengembangkan skema baru atau memodifikasi skema lama sampai
terjadi keseimbangan atau equilibrasi. Oleh karenanya menurut Piaget, apabila
keseimbangan terganggu maka anak-anak memiliki kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang. Melalui pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan akan
terjadi proses perubahan perkembangan. Dalam pembelajaran, melalui interaksi
dengan teman sebaya, dengan berargumen dan berdiskusi, akan membantu
memperjelas pemikiran hingga akhirnya menjadi logis. Pandangan inilah yang
selanjutnya menjadi awal perkembangan teori belajar konstruktivisme.
2. Teori Kognitif Menurut Jerome Bruner
Jerome Seymour Bruner (lahir 1 Oktober 1915) adalah pengikut setia teori
kognitif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif. Menurut Bruner
proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, atau pun pemahaman
melalui contoh-contoh yang siswa jumpai dalam kehidupannya (disceveri learning).
Jika Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif mempengaruhi kemampuan
bahasa, maka Bruner menyatakan bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya
terhadap perkembangan kognitif.
Bruner menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut :
a. Perkembangan intelektual yang ditandai dengan adanya kemajuan dalam
menanggapi suatu rangsangan
b. Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan
informasi secara realistis
c. Perkembangan intelek meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri
sendiriatau pada orang lain melalui kata-kata atau lambing tentang apa yang telah
dan akan yangdia lakukan.Hal ini berkaitan dengan rasa percaya diri
d. Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan
anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya
e. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat
komunikasi antara manusia.Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu
konsepkepada orang lain
15
f. Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan
beberapa alternatif secara sistematis, memilih tindakan yang tepat, dapat
memberikan prioritasyang berurutan dalam berbagai situasi.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap
yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan bukan pada batasan usia tertentu.
Tiga tahap tersebut antara lain:
a. Tahap Enaktif: dimana seseorang melakukan aktifitas-aktifitas dalam upayanya
untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya dalam memahami dunia
sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik (misalnya gigitan, sentuhan,
pegangan, dan sebagainya)
b. Tahap Ikonik: dimana seseorang memehami objek-objek atau dunianya melalui
gambar dan visual verbal. Artinya dalam memahami dunia sekitarnya anak
belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi)
c. Tahap Simbolik: dimana seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-
gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa
dan logika.
Menurut Bruner, pembelajaran selama ini lebih banyak menekankan pada
perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembangkan kemampuan berpikir
intuitif. Padahal berpikir intuitif sangat penting bagi mereka yang menggeluti bidang
matamatika dan sains, sebab setiap disiplin memiliki konsep dan prinsip yang harus
dipahami sebelum seseorang belajar. Pembentukan dan pemahaman konsep
merupakan dua kegiatan berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula.
Seluruh kegiatan mengkategorikan meliputi mengidentifikasi dan menempatkan
contoh ke dalam kelompok tertentu dengan kriteria tertentu. Dalam pemahaman
konsep, konsep sudah ada sebelumnya. Sedangkan pada pembentukan konsep adalah
sebaliknya, yaitu tindakan (penemuan) dilakukan untuk membentuk kategori baru.
Bruner mengungkapkan bahwa langkah pertama adalah pembentukan konsep,
kemudian pemahaman konsep. Perbedaan antara keduanya terletak pada:
1. Tujuan dan tekanan dari kedua bentuk perilaku mengkategorikan berbeda
2. Langkah-langkah dari kedua proses berpikir tidak sama
3. Kedua proses mental membutuhkan strategi mengajar yang berbeda
Dalam pembentukan konsep, siswa mengelompokkan contoh-contoh berdasarkan
kriteria tertentu. Setiap kelompok mengilustrasikan konsep yang yang bereda.
16
Sedangkan pada pemahaman konsep hanya ada satu konsep dan siswa menentukan
identitas dan definisi konsep tersebut.
Setiap konsep memiliki lima unsur dan seseorang dikatakan memahami suatu
konsep apabila ia mengetahui semua unsur dari konsep tersebut. Kelima unsur tersebut
yaitu: Nama, contoh-contoh (baik positif maupun negatif), karakteristik (baik pokok
maupun tidak pokok), rentangan karakteristik, dan kaidah. Disamping untuk
memahami suatu konsep, tujuan lain dari pemahaman konsep adalah memperkenalkan
siswa proses-proses yang berhubungan dengan dengan pembentukan konsep. Hal ini
mencakup pengertian tentang kaitan diantara contoh dan karakteristik konsep serta
pola pikir yang digunakan dalam memahami konsep.
3. Tahap Kognitif Menurut Ausubel
David Paul Ausubel merupakan tokoh aliran kognitif pengagas teori
pembelajaran bermakna. Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan
informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-
generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa (Athifah, 2010). Dalam teori ini
sumber belajar harus otentik dan dapat ditemukan dalam situasi dunia nyata
(Akhmadan, 2010)
Menurut Ausabel belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi.
Pertama, berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan
kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Belajar dengan penemuan adalah
aktivitas belajar dimana materi atau pengetahuan baru telah ditemukan oleh siswa
sebelum materi tersebut disampaikan oleh guru. Belajar dengan penerimaan adalah
aktivitas belajar dimana materi pelajaran telah tersusun dengan logis kemudian guru
menyampaikannya kepada siswa dari awal sampai akhir.
Dimensi kedua, menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu
pada struktur kognitif yang telah ada. Jika siswa hanya mencoba menghafalkan
informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah
belajar dengan hafalan. Menurut Ausabel (dalam Nur, 1998) belajar hafalan mengacu
pada penghafalan fakta-fakta atau hubungan-hubungan seperti tabel perkalian, kata
asing, atau nama tulang manusia. Sebaliknya jika siswa menghubungkan atau
17
mengaitkan informasi baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah
belajar bermakna.
Ausabel menentang pendapat bahwa dalam pembelajaran bermakna metode
penemuan lebih baik daripada metode ceramah. Menurutnya metode penemuan
maupun dengan metode ceramah bisa menjadi bermakna, tergantung dari situasinya.
Situasi tersebut antara lain:
1. Siswa memiliki meaningful learning set, yaitu sikap mental yang mendukung
terjadinya kegiatan belajar yang bermakna. Misalnya siswa betul-betul mempunyai
keinginan yang kuat untuk belajar, dan berusaha untuk mengaitkan pengetahuan
baru dengan pengetahuan lama yang relevan
2. Pengetahuan yang akan dipelajari adalah pengetahuan yang bermakna bagi siswa
(terkait dengan struktur kognitif siswa) sehingga siswa bisa mengasimilisasikan
pengetahuan baru tersebut ke dalam struktur kognitifnya
Langkah-langkah yang biasanya dilakukan guru untuk menerapkan belajar
bermakna Ausubel adalah sebagai berikut: Advance organizer, Progressive
differensial, integrative reconciliation, dan consolidation.
1. Advance Organizer. Advance organizer tidak seperti pretes dan pemberitahuan
tujuan pembelajaran yang dimaksudkan untuk menyiapkan siswa. Advance
organizer dimaksudkan untuk menyediakan kerangka konseptual yang dapat
digunakan siswa untuk memperoleh kejelasan lebih dahulu mengenai apa yang
akan dipelajari kemudian. Tujuan advance organizer adalah mengaitkan bahwan
bermakna yang akan dipelajari dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa
(Degeng, 1989).
2. Progressive Differensial Dalam pembelajaran bermakna perlu ada pengembangan
dan kolaborasi terlebih dahulu kemudian baru lebih mendatail misalnya melalui
contoh-contoh
3. Integrative Reconciliation. Penjelasan mengenai kesamaan dan perbedaan
konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dengan konsep yang baru saja dipelajari
4. Consolidation. Pemantapan materi dalam bentuk menghadirkan lebih banyak
contoh atau latihan sehingga siswa bisa lebih paham dan selanjutnya siap
menerima materi baru.
18
4. Teori Kognitif Menurut Gagne
Robert Mills Gagne (1916-2002) lahir di North Andover, MA. Pada tahun
1940 beliau mendapat gelar PhD dalam bidang Psikologi dari Universitas Brown.
Mengajar pada Connecticut College for Women dan kemudian pada Penn State
University. Pada tahun 1949 – 1958, Gagne menjadi direktur “Perceptual and Motor
Skills Laborartory” dari U.S. Air Force. Pada saat itu dia mulai mengembangkan
beberapa idenya yaitu teori belajar yang disebut “conditions of learning”. Pada 25
tahun terakhir beliau adalah professor pada Department of Education Research di
Florida State University di Tallahassee.
Menurut Gagne belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah
sifat stimulus lingkungan, melewati pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas
baru (Sagala, 2007:17). Gagne berpendapat bahwa belajar bukan hanya disebabkan
oleh proses pertumbuhan saja, namun juga disebabkan oleh perubahan kemampuan
manusia setelah belajar secara terus menerus. Komponen-komponen belajar dalam
proses belajar menurut Gagne merupakan situasi yang memberi stimulus yang
menghasilkan respon. Diantara stimulus dan respon terdapat hubungan yang terjadi
dalam diri seseorang yang tidak dapat diamati.
Banyak gagasan Gagne tentang teori belajar, seperti belajar konsep dan model
pemrosesan informasi, pada bukunya “The Condition of Learning”. Dalam buku
tersebut Gagne membahas tentang fase-fase dalam belajar, kapabilitas manusia yang
dihasilkan setelah belajar (outcomes), kondisi atau tipe pembelajaran (the eight
conditions learning) dan kejadian-kejadian belajar (nine intructional events), serta
hubungan kejadian-kejadian tersebut.
a. Fase-Fase Belajar Menurut Gagne
Gagne membagi proses belajar berlangsung dalam empat fase utama, yaitu:
1) Fase Receiving the stimulus situation (apprehending), merupakan fase
seseorang memperhatikan stimulus tertentu, memahami stimulus tersebut,
kemudian menafsirkannya dengan berbagai cara. Misalnya “golden eye” bisa
ditafsirkan sebagai jembatan di amerika atau sebuah judul film. Stimulus itu
dapat spontan diterima atau seorang Guru dapat memberikan stimulus agar
siswa memperhatikan apa yang akan diucapkan.
2) Fase Stage of Acquition, pada fase ini seseorang akan dapat memperoleh suatu
kesanggupan yang belum diperoleh sebelumnya dengan menghubung-
19
hubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan sebelumnya. Atau
boleh dikatakan pada fase ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi antara
informasi baru dan informasi lama.
3) Fase storage /retensi adalah fase penyimpanan informasi, ada informasi yang
disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui
pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke
memori jangka panjang.
4) Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali atau memanggil
kembali informasi yang ada dalam memori. Kadang-kadang dapat saja
informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan hubungan dengan memori
jangka panjang. Untuk lebih daya ingat maka perlu informasi yang baru dan
yang lama disusun secara terorganisasi, diatur dengan baik atas
pengelompokan-pengelompokan menjadi katagori, konsep sehingga lebih
mudah dipanggil.
Kemudian ada fase-fase lain yang dianggap tidak utama, yaitu (5) Fase
motivasi sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa
untuk belajar, (6) Fase generalisasi adalah fase transfer informasi, pada situasi-
situasi baru, agar lebih meningkatkan daya ingat, siswa dapat diminta
mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru tersebut. (7) Fase performance
adalah fase dimana siswa harus memperlihatkan sesuatu penampilan yang
nampak setelah mempelajari sesuatu, seperti mempelajari struktur kalimat
dalam bahasa mereka dapat membuat kalimat yang benar, dan (8) Fase umpan
balik, siswa harus diberikan umpan balik dari apa yang telah ditampilkan
(reinforcement).
b. Kapabilitas Hasil Belajar (Outcome)
Setelah selesai belajar, penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan (capabilities). Kemampuan-kemampuan tersebut
dibedakan berdasarkan atas kondisi mencapai kemampuan tersebut berbeda-beda.
Ada lima kemampuan sebagai hasil belajar yang diberikan Gagne yaitu :
1) Verbal Information (informasi verbal), adalah kemampuan siswa untuk
memiliki keterampilan mengingat informasi verbal, ini dapat dicontohkan
20
kemampuan siswa mengetahui benda-benda, huruf alphabet dan yang lainnya
yang bersifat verbal.
2) Intellectual skills (keterampilan intelektual), merupakan penampilan yang
ditunjukkan siswa tentang operasi-operasi intelektual yang dapat dilakukannya.
Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan
lingkungannya melalui pengunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Yang
membedakan keterampilan intelektual pada bidang tertentu adalah terletak
pada tingkat kompleksitasnya.
Untuk memecahkan masalah siswa memerlukan aturan-aturan tingkat tinggi
yaitu aturan-aturan yang kompleks yang berisi aturan-aturan dan konsep
terdefinisi, untuk memperloleh aturan – aturan ini siswa sudah harus belajar
beberapa konsep konkret, dan untuk belajar konsep konkret ini siswa harus
menguasai diskriminasi-diskriminasi.
3) Cognitive strategies (strategi kognitif), merupakan sustu macam keterampilan
intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi belajar dan
berpikir. Proses kontrol yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah
cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat dan berpikir. Beberapa
strategi kognitif adalah : (1) strategi menghafal, (2) strategi elaborasi, (3)
strategi pengaturan, (4) strategi metakognitif, (5) strategi afektif.
4) Attitudes (sikap-sikap) merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat
mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadian atau mahluk hidup
lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap orang
lain. Bagaimana sikap-sikap sosial itu diperoleh setelah mendapat
pembelajaran itu yang menjadi hal penting dalam menerapkan metode dan
materi pembelajaran.
5) Motor skills (keterampilan motorik) merupakan keterampilan kegiatan fisik
dan penggabungan kegiatan motorik dengan intelektual sebagai hasil belajar.
Keterampilan motorik bukan hanya mencakup kegiatan fisik saja tapi juga
kegiatan motorik dengan intelektual seperti membaca dan menulis.
c. Kondisi atau Tipe Pembelajaran (The Eight Conditions Learning)
1) Signal Learning (Belajar Isyarat). Tipe belajar ini merupakan suatu signal atau
isyarat untuk mengambil sikap tertentu, missal, melihat ulat yang besar
21
menimbulkan rasa jijik yang menimbulkan perasaan tertentu, atau seseorang
melihat wajah ibunya menimbukkan wajah senang, wajah ibu disini
meruapakan isyarat yang menimbulkan perasaan senang. Jika dikaitkan dalam
proses pemebaljaran bahwa peserta didik akan merasa bersemangat,
termotivasi, dengan signal learning seorang pendidik yang disampaikan dalam
lingkungan pembelajarannya.
2) Stimulasi Respon Learning (Belajar Stimulus Respon). Kegiatan tipe belajar
ini adalah penguatan terhadap rangsangan atau masukan stimulus agar terjadi
respon yang biasanya diperkuat dengan pegulangan imbalan atau reward dalam
proses pembelajaran
3) Chaning (Rangkaian). Tipe belajar ini menekankan pada pembelajaran yang
berstruktur atau sekuens
4) Verbal Association (Asosiasi Verbal). Dalam tipe belajar ini dimisalkan
pendidik memperlihatkan anak suatu bentuk geometris, dan anak tersebut
dapat mengatakan “bujur sangkar” atau “mengatakan “itu bola saya” bila yang
dilihatnya bolanya.
5) Dicrimination Learning (Belajar Diskriminasi). Contoh dari tipe belajar ini,
anak dapat mengenal berbagai merek mobil beserta namanya, walaupun
tampaknya mobil itu banyak bersamaan. Demikian pula ia dapat membedakan
manusia, tanaman, atau objek lain.
6) Concept Learning (Belajar Konsep). Dengan menguasai konsep, diharapkan
anak mampu menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsepnya dan
mengabstraksinya, missal konsep warna, bentuk, besar, dan sebagainya.
7) Rule Learning (Belajar Aturan). Di setiap pembelajaran pasti ada tuntutan
aturan yang harus dipatuhi peserta didik agar pembelajaran mencapai tujuan
yang sudah ditentukan dan membuat anak faham akan apa yang ia pelajari.
8) Problem Solving (Memecahkan Masalah). Tipe pembelajaran ini mangajak
anak untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran yang diajukan oleh
pendidika ataupun memecahkan persoalan dalam lingkungan belajar dalam
proses pembelajaran
22
d. Kejadian-Kejadian Belajar (Nine Intructional Events)
Mengajar terdiri dari sejumlah kejadian-kejadian tertentu yang menurut Gagne
terkenal dengan “Nine instructional events” yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Gain attention (memelihara perhatian). Dengan stimulus pendidik berusaha
membangkitkan perhatian dan motivasi siswa untuk belajar.
2) Inform learners of objectives (penjelasan tujuan pembelajaran). Menjelaskan
kepada siswa tujuan dan hasil apa yang diharapkan setelah belajar. Ini
dilakukan dengan komunikasi verbal.
3) Stimulate recall of prior learning (merangsang siswa). Merangsang siswa
untuk mengingat kembali konsep, aturan dan keterampilan yang merupakan
prasyarat agar memahami pelajaran yang akan diberikan.
4) Present the content (menyajikan stimuli). Menyajikan stimuli yang berkenaan
dengan bahan pelajaran sehingga siswa menjadi lebih siap menerima pelajaran.
5) Provide "learning guidance" (memberikan bimbingan). Memberikan
bimbingan kepada siswa dalam proses belajar
6) Elicit performance /practice (pemantapan apa yang dipelajari). Memantapkan
apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk menerapkan apa
yang telah dipelajari itu.
7) Provide feedback (memberikan feedback). Memberikan feedback atau balikan
dengan memberitahukan kepada siswa apakah hasil belajarnya benar atau
tidak.
8) Assess performance (menilai hasil belajar). Menilai hasil-belajar dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengetahui apakah ia telah benar
menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan beberapa soal.
9) Enhance retention and transfer to the job (mengusahakan transfer).
Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh tambahan untuk
menggeneralisasi apa yang telah dipelajari itu sehingga ia dapat
menggunakannya dalam situasi-situasi lain
Dalam mengajar hal di atas dapat terjadi sebagian atau semuanya,
Proses belajar sendiri terjadi antara peristiwa nomor 5 dan 6. Peristiwa-
peristiwa itu digerakkan dan diatur dengan perantaraan komunikasi verbal
yakni guru mengatakan kepada siswa apa yang harus dilakukannya
23
D. PENERAPAN TEORI KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN
Telah banyak sumbangan yang diberikan oleh teori kognitif dalam aplikasinya di
lapangan terutama dalam pembelajaran matematika di kelas. Teori tentang bagaimana
proses informasi masuk dalam diri manusia dapat menjadi acuan dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas. Keberadaan registrasi pengindraan mempunyai dua implikasi yang
penting dalam pembelajaran. Pertama, seseorang memerlukan waktu untuk membawa
semua informasi yang dilihat dalam waktu singkat masuk ke dalam kesadaran. Misalnya,
jika siswa menerima terlalu banyak informasi dalam satu waktu dan tidak diberitahu aspek
infomasi mana yang harus diperhatikan, maka mereka dapat mengalami kesulitan dalam
memperlajari semua informasi tersebut. Kedua, perhatian siswa terhadap informasi akan
sangat menentukan diterima tidaknya suatu informasi yang disampaikan oleh guru.
Hal penting yang harus dilakukan guru untuk menarik perhatian siswa adalah
dengan mengucapkan kalimat seperti: “Anak-anak, bagian ini sangat penting.” pada saat
yang tepat. Tidak hanya itu, aksi diam seorang guru ketika siswanya rebut, mencatat hal
dan contoh penting di papan tulis, member kotak ataupun garis bawah dengan kapur
warna untuk meteri essensial, menyesuaikan intonasi suara dengan materi, sampai
memukul rotan ke meja merupakan upaya-upaya untuk menarik perhatian siswa. Namun
hal yang lebih penting lagi adalah menumbuhkan dan memotivasi siswa agar mau belajar.
Pengulangan merupakan kata kunci dalam proses pembelajaran. Oleh karenanya,
latihan selama di kelas dan di rumah akan sangat menentukan keberhasilan suatu
pengetahuan diingat dalam memori jangka panjang siswa. Selain itu, sesuatu yang sudah
dipahami akan lebih mudah diingat siswa daripada sesuatu yang belum dipahami siswa.
Contohnya, proses untuk mengingat bilangan 17.081.945 akan jauh lebih mudah daripada
mengingat bilangan 51.408.791 karena bilangan pertama sudah dikenal siswa, yakni
dengan mengaitkannya dengan hari kemerdekaan RI. Informasi-informasi yang sudah
terorganisir dengan baik akan jauh lebih mudak diingat siswa daripada informasi yang
belum terorganisir. Misalnya mengingat susunan bilangan 36, 16, 1, 25, 9, dan 4 akan jauh
lebih sulit daripada mengingat susunan bilangan 1, 4, 9, 16, 25, dan 36.
Adapun hal yang harus diperhatikan oleh seorang guru berdasarkan teori belajar
Piaget adalah bahwa pembelajaran harus sesuai dengan tahap-tahap perkembangan
kognitif siswa karena siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses
berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap
perkembangan mereka. Selain itu, Pembelajaran dengan concrete object diperlukan untuk
24
anak usia pra-sekolah dan awal sekolah dasar. Keterlibatan siswa secara aktif diperlukan
dalam pembelajaran, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asilimasi dan
akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. Guru hendaknya
memperhatikan perbedaan individual siswa (motivasi, persepsi, kemampuan berpikir,
pengetahuan awal, dll), karena sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar.
Kebermaknaan informasi yang diusulkan Ausubel juga sangat penting untuk
diterapkan dalam pembelajaran. Oleh karenanya, untuk menarik minat dan meningkatkan
potensi belajar guru perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki oleh siswa. Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada
belajar menghafal. Agar bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan
dengan pengetahuan yang telah dimilki siswa. Tugas guru adalah menunjukan hubungan
antara apa yang sudah dipelajari dengan apa yang diketahui siswa
Menurut Gagne pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran
disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke komplek. Oleh
karenanya guru perlu memastikan terlebih dahulu apakah siswa sudah menguasai materi
prasyarat sebelum mengajarkan topik yang komplek kepada siswa. Adanya perbedaan
individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi
keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi,
kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.
Ketiga tokoh aliran kognitif diantaranya Pieget, Bruner, dan Ausubel secara umum
memiliki pandangan yang sama yaitu mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam
belajar. Menurut Piaget, hanya dengan mengaktifkan siswa secara optimal maka proses
asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. Bruner
lebih banyak memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar sendiri melalui aktifitas
menemukan (discovery). Cara demikian akan mengarahkan siswa pada bentuk belajar
induktif, yangmenuntut banyak dilakukan pengulangan. Hal ini tercermin dari model
kurikulum spiral yang dikemukakannya. Sedangkan Ausubel lebih mementingkan struktur
disiplin ilmu. Dalam proses belajar lebih banyak menekankan pada cara berfikir deduktif.
Hal ini tampak pada konsepsinya mengenai Advance Organizer sebagai kerangka
konseptual tentang isi pelajaran yang akan dipelajari siswa.
Langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh masing-masing tokoh
tersebut berbeda. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
25
Langkah-langkah pembelajaran menurut Piaget
1. Menentukan tujuan pembelajaran
2. Memilih materi pelajaran
3. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara aktif
4. Menentukan kegiatan belajar yang sesuai untuk topik-topik tersebut, misalnya
penelitian, memecahkan masalah, diskusi, simulasi, dan sebagainya
5. Mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreatifitas dan cara
berfikir siswa
6. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Langkah-langkah pembelajaran menurut Bruner:
1. Menentukan tujuan pembelajaran
2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal minat, gaya belajar
dansebagainya)
3. Memilih materi pembelajaran
4. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif
5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas,
dansebagainya untuk dipelajari siswa
6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang
kongkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik, sampe ke simbolik
7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Langkah-langkah pembelajaran menurut Ausubel:
1. Menentukan tujuan pembelajaran
2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, motivasi, gaya
belajar,dan sebagainya)
3. Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya
dalam bentuk konsp-konsep inti
4. Menentukan topik-topik dan menapilkannya dalam bentuk advance organizer
yangakan dipelajari siswa
5. Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk
nyata/konkret
6. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
Sedangkan sembilan kejadian belajar (nine instructional events) menurut Gagne
dapat dicontohkan dalam pembelajaran di kelas sebagai berikut.
26
Tabel 4. Sembilan Kejadian Belajar GagneInstructional Event Bentuk Kegiatan
Gain attention Menciptakan curiosity siswa melalui pertanyaan -pertanyaan
Inform the objectives Menguraikan tujuan di awal pembelajaran
Stimulate recall Menggiatkan memori jangka pendek siswa dengan diskusi, bertanya, video, dll
Present the content Menyampaikan materi dengan metode, strategi, dll
Learning guidance Menyediakan pedoman belajar yang praktis
Practice Memberi pertanyaan, latihan, atau tugas
Feedback Untuk mengetahui tingkat penguasaan materi (dg penguatan)
Assess performance Mempertegas kembali isi pelajaran melalui penilaian
Enhance retentionTransfer to the job
Berlatih mempraktikan secara lebih luas apa yang telah diperoleh melalui proyek, praktikum, dll
27
DAFTAR PUSTAKA
Akhmadan, Widyastuti. 2010. Teori Belajar Gagne dan Ausabel. (online)
(http://blog.unsri.ac.id/widyastuti/pendidikan/teori-belajar-gagne-dan-ausabel/
mrdetail/14371/), diakses tanggal 20 Januari 2012.
Athifah, Devi. 2010. Teori Belajar Bermakna dari David P. Ausabel. Online
(http://mardhiyanti.bloogspot.com/2010/03/teori-belajar-bermakna-dari-david-
p.html), diakses tanggal 1 Nopember 2011.
Budiningsih, Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Degeng, I.N.S. 1989. Ilmu Pengajaran: Taksonomi Variabel. Jakarta: Debdikbud, Dirjen
Dikti, P2LPTK.
Hariyono. 2010. Teori Belajar Robert Gagne (1916-2002). Online
(http://www.hariyono.org/2010/10/teori-belajar-robert-gagne-1916-2002.html),
diakses tanggal 14 Februari 2012
Nur, Mohamad, dkk. 1998. Teori Pembelajaran Kognitif disadur dari Cognitief Theories of
Learning oleh Charles Robert R. Slavin. Surabaya: Program Pasca Sarjana Unesa.
Riyanto, Bambang. 2009. Teori Belajar Gestalt. (online)
(http://bambangriyantomath.wordpress.com/2009/05/29/teori-belajar-gestalt/),
diakses tanggal 25 Januari 2012.
Sagala, Syaiful. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Shadiq, Fadjar. 2008. Hirarki Belajar: Suatu Teori Dari Gagne. Yogyakarta: PPPG
Matematika.
28
top related