Tematik Integratif - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2107/2/tematik.pdf · B. Menetapkan jaringan tema ..... 38 BAB VI PENDEKATAN SAINTIFIK
Post on 19-May-2019
235 Views
Preview:
Transcript
2
DAFTAR ISI
Hlm. Halaman Judul ………………………………………………………….. i
Kata Pengantar …………………………………………………………. ii
Daftar Isi ……………………………………………………………….. iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
KONSEP DASAR PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF
A. Pengertian …………………………………………….. 2
B. Rasional ......................................................................... 4
C. Tujuan dan manfaat ....................................................... 14
D. Karakteristik ………………………………………….. 15
E. Prinsip-prinsip dasar ………………………………….. 17
F. Implikasi ........................................................................ 18
BAB III
PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Integrated Curiculum Approach ……………………… 24
B. A Holistic Curriculum Approach …………………….. 25
BAB IV
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INTEGRATIF
A. Model Keterhubungan (connected model) .................... 31
B. Model Jaring laba-laba (webbed model) ........................ 32
C. Model Keterpaduan (integrated model) ........................ 33
BAB V
PEMETAAN KOMPETENSI, INDIKATOR, DAN TEMA
A. Pemetaan KI, KD, dan Indikator ................................... 36
B. Menetapkan jaringan tema ............................................. 38
BAB VI
PENDEKATAN SAINTIFIK (scientific approach)
A. Pengertian ...................................................................... 42
B. Kriteria pembelajaran saintifik ...................................... 43
C. Prinsip pembelajaran saintifik ....................................... 44
D. Langkah-langkah pembelajaran saintifik ....................... 46
BAB VII
PENILAIAN OTENTIK (authentic assessment)
A. Pengertian ...................................................................... 50
B. Penilaian dan pembelajaran otentik ............................... 53
C. Bentuk panilaian otentik ................................................ 55
D. Langkah-langkah penilaian otentik ............................... 64
E. Pemanfaatan hasil penilaian .......................................... 65
3
BAB VIII
PENYUSUNAN SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF
A. Silabus ........................................................................... 67
B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ................... 68
BAB IX
CONTOH APLIKASI PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF
81
Daftar Pustaka ............................................................................................ 91
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya
penulisan buku Pembelajaran Tematik Integrarif : Konsep Dasar dan Aplikasi.
Sebagaimana telah diketahui bahwa pembelajaran tematik integratif yang
„diusung‟ kurikulum 2013 merupakan upaya dalam rangka memperbaiki
pembelajaran di sekolah yang didik usia SD/MI melalui pemisahan per mata
pelajaran dianggap tidak sesuai dengan keadaan psikologis peserta didik.
Akibatnya peserta didik dianggap kurang maksimal mengikuti dan menguasai
bahan ajar yang disampaikan guru di kelas.
Pembelajaran tematik integratif ini dikembangkan dalam rangka
memberikan layanan pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan dan
pertumbuhan peserta didik. Perkembangan intelektual peserta didik pada tahap
operasional konkrit menuntut pembelajaran yang konkrit, realistik, dan
menyenangkan. Anak belum mampu berpikir abstrak dan verbalistik, mereka
dapat memahami informasi dengan baik melalui perjumpaannya dengan realitas.
Dalam pembelajaran tematik integratif dikembangkan pendekatan
saintifik yang memungkinkan peserta didik untuk menemukan sendiri (inquiry)
atas kebenan, bukan hanya menerima kebenaran informasi dari orang lain.
Pendekatan saintifik dikembangkan melalui lima tahapan pokok, yaitu mengamati
(observing), menanya (questioning), melakukan/mencoba (experimenting),
menghubungkan, mengasosiasi (associating), dan mengemukakan/
mengkomunikasikan (communicating).
Kelima tahapan pokok kegiatan dalam pendekatan saintifik tersebut
merupakan cara untuk memfasilitasi peserta didik agar mengalami pembelajaran
otentik, yaitu pembelajaran yang memberi keleluasaan kepada peserta didik untuk
menemukan dan mengkonstruk sendiri pengetahuannya melalui inderanya.
Buku ini hadir mungkin baru sekedar introduction tentang pembelajaran
tematik integratif, namun paling tidak sebagai batu loncatan untuk mengkaji
pembelajaran tematik lebih dalam. Tentunya kajian ini mungkin masih dasar dan
5
perlu pendalaman dan penyempurnaan dari berbagai pihak yang peduli terhadap
peningkatan mutu pendidikan.
Dalam kesempatan ini, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulisan dan penerbitan buku ini.
1. PIP STAIN Salatiga yang memfasilitasi penerbitan buku ini
2. Sejawat kami, pak dhe Wardi, M.Pd, dan Dr. Budiono, M.Pd yang banyak
membantu menyediakan bahan bacaan.
Semoga komitmen, dedikasi, dan kepeduliannya dalam mengembangkan
pendidikan semakin meningkat.
Salatiga, Februari 2014
Penulis,
6
BAB I
PENDAHULUAN
Secara psikologis peserta didik pada sekolah tingkat dasar (SD/MI)
masih berada pada rentangan usia dini, mereka melihat segala sesuatu sebagai
satu keutuhan (holistik). Mereka belum mampu melihat sesuatu secara
bagian-bagian atau detail, mereka berada dalam taraf berpikir operasional
konkrit sehingga dalam kegiatan pembelajaran bergantung kepada objek-
objek konkrit dan pengalaman nyata yang dialaminya.
Selama ini, pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SD/MI yang
terpisah untuk setiap mata pelajaran menjadikan peserta didik kurang dapat
mengembangkan cara berpikir holistik, yaitu cara berpikir yang komprehensif
dalam memecahkan masalah dengan melibatkan berbagai sudut pandang.
Cara berpikir holistik ini akan membantu melatih peserta didik dalam
memecahkan masalah secara tuntas. Namun, sebaliknya pembelajaran yang
dipecah-pecah ke dalam mata pelajaran yang terpisah menjadikan peserta
didik terbiasa melihat suatu permasalahan dari satu sudut pandang saja yang
pada akhirnya juga membiasakan peserta didik untuk memecahkan masalah
dengan sudut pandang parsial.
Selain itu, model pembelajaran yang top down, one way
communication, dan memandang peserta didik sebagai individu yang harus
diberi materi dan mereka harus mengikuti kehendak gurunya, menjadikan
sekolah bukan sebagai tempat pengembangan diri peserta didik, namun
sebagai ‟pembunuh‟ potensi aktif kreatif peserta didik.
Dalam lampiran IV Permendikbud nomor 81A tahun 2013
ditegaskan bahwa pembelajaran di sekolah tingkat dasar dikembangkan
secara tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran untuk mengembangkan
sikap, pengetahuan dan keterampilan serta mengapresiasi keragaman budaya
lokal. Dalam mengembangkan pembelajaran, kurikulum 2013 menganut
pandangan bahwa proses pembelajaran tidak hanya memindahkan
pengetahuan dari guru kepada peserta didik, namun peserta didik juga harus
diberi kesempatan untuk aktif mencari, mengolah, mengkonstruk dan
7
menggunakan pengetahuannya dalam kehidupa sehari-hari. Peserta didik
bukanlah makhluq pasif, namun mereka adalah makhluq aktif yang selalu
ingin mencari tahu dan berkembang.
Model pembelajaran tematik integratif dengan pendekatan scientifik
yang digulirkan kementerian dan kebudayaan bersamaan dengan kurikulum
2013 merupakan ikhtiar untuk mewujudkan pendidikan yang mampu
mengapresiasi keadaan peserta didik yang berbeda. Terlebih lagi adanya
penekanan pada aspek afektif dalam kurikulum 2013, memungkin individu
akan memiliki kepribadian dan intelektual yang baik.
8
BAB II
KONSEP DASAR PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF
A. Pengertian
Istilah pembelajaran tematik sering disamakan dengan istilah
pembelajaran terpadu, sehinga dalam beberapa literatur para ahli pendidikan
sering menggunakan istilah keduanya secara interchangeable.
Pembelajaran tematik integratif adalah pembelajaran yang
menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran untuk
mengembangkan aspek afektif, kongnitif, dan psikomotorik peserta didik agar
dapat memberikan pembelajaran yang bermakna. Istilah tematik digunakan
karena pembelajaran tersebut menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa
mata pelajaran, sedangkan istilah integratif merujuk pada pengembangan
seluruh totalitas diri anak yang mencakup aspek afektif, kognitif, dan
psikomotorik.
Menurut Humpreys (dalam Trianto, 2010:79), pembelajaran terpadu
atau tematik adalah studi di mana peserta didik diberi kesempatan untuk
mengeksplorasi pengetahuan mereka dalam berbagai mata pelajaran yang
berkaitan dan menjadi lingkungan mereka sebagai sumber belajar.
Keterkaitan tersebut dapat dilihat dari aspek studi Matematika, Bahasa, Ilmu
Alam, Ilmu Sosial, Musik, Keterampilan, Olah raga, dan lainnya.
Istilah pembelajaran tematik terkadang juga dimaknai sebagai
pendekatan dalam pembelajaran (thematic approach), yaitu “...a way of
teaching and learning in such a way that many areas of the curriculum are
integrated and connected within a theme. It allows learning to be less
fragmented and more natural…”. Pendekatan tematik adalah suatu cara
belajar mengajar yang dilakukan dengan cara beberapa tema dalam kurikulum
diintegrasikan dan dihubungkan dengan suatu tema. Hal ini untuk
mengurangi pemisahan antara materi pelajaran dan pembelajaran lebih alami
karena memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar.
9
B. Rasional
Ada dua alasan yang mendasari dikembangkannya model pembelajaran
tematik integratif, yaitu karakteristik peserta didik dan alasan teoritik.
1. Karakteristik anak usia SD/MI
Pada masa sekolah dasar ini, karakteristik anak dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu pada masa usia 6 – 7 tahun dan 8 – 10 tahun. Adapun
karakteristik masing-masing fase tersebut adalah sebagai berikut.
a. Karakter anak usia 6 – 7 tahun
Bagian ini akan mengurai tentang karakter anak usia 6 – 7 tahun,
dalam hal ini yang akan dibahas adalah ciri jasmani dan mentalnya.
Kedua hal tersebut perlu dipahami setiap pendidik yang berhadapan
dengannya agar dapat memperlakukannya secara tepat.
1) Ciri-ciri jasmani
Ciri-ciri jasmani peserta didik kelas usia 6 – 7 tahun adalah:
(a) kordinator otot-otot kecilnya bertambah, meskipun kadang-
kadang terasa janggal; (b) masa pertumbuhannya lebih lambat,
anak perempuan cenderung lebih cepat dibandingkan dengan anak
laki-laki; (c) tidak bisa diam, selalu bergerak; (d) senang membuat
sesuatu
2) Ciri-ciri mental
Ciri-ciri mental anak usia 6 – 7 tahun atau kelas rendah
SD/MI adalah: (a) selalu ingin belajar; (b) menanyakan berbagai
hal; (c) konsep yang dimiliki masih dalam jangka waktu terbatas;
(d) memiliki berbagai variasi dalam membaca; (e) cenderung fokus
hanya pada satu atau dua hal dari isi cerita atau pengalaman yang
dialaminya; (f) jangka perhatian terbatas, antara tujuh sampai
sepuluh menit; (g) proses berpikirnya dalam
b. Karakter anak usia 8 – 10 tahun.
1) Ciri-ciri fisik
Ciri-ciri fisik anak usia 8 – 10 tahun adalah: (a) aktif
mengembangkan kordinasi otot besar dan kecil; (b) kekuatannya
10
bertambah; (c) ingin menguasai keterampilan besar; (d) senang
olah raga dalam tim dan kegiatan-kegiatan atletik lainnya; (e)
mengikuti kata hati
2) Ciri-ciri mental kognitif
Ciri-ciri mental kognitif meliputi: (a) selalu ingin belajar
hal-hal yang baru; (b) kemampuan untuk memahami pandangan
orang lain mulai berkembang; (c) mulai mengenal perasaan malu
dalam situasi-situasi tertentu;(d) pemahaman konsep berkembang
berdasarkan lingkungan sekitarnya; (e) keterampilan menulis dan
berbahasa terus berkembang; (f) dapat memahami lebih dari
seluruh gambar yang ada; (g) sangat kreatif dan senang
menemukan hal-hal yang baru; (h) sangat ingin tahu berbagai hal;
(i) mudah mengingat; (j) mengetahui tentang konsep benar dan
salah
3) Ciri-ciri sosial emosional
Ciri-ciri sosial emosional yaitu: (a) lebih mengutamakan
teman-teman sebaya dalam kelompoknya; (b) pengaruh dari
kelompoknya sangat kuat; (c) lebih peka dalam memilih teman;
(d) umumnya mudah bergaul dan percaya diri; (e) perilaku
bersaing mulai berkembang; (f) peka untuk bermain jujur; (g)
memperhatikan perilaku dan perbuatan orang dewasa; (h)
kesadaran untuk berperilaku seperti orang yang berjenis kelamin
sama mulai berkembang; (i) mulai memisahkan diri dari keluarga,
dapat berpartisipasi dalam kegiatan yang terpisah dari keluarga;
(j) selera humor berkembang; (k) mengalami rangkaian emosi :
takut – merasa bersalah – marah dan seterusnya; (l) mengetahui
peristiwa yang terjadi di sekitarnya, meskipun secara emosional
belum cukup dewasa untuk mengatasi akibat-akibatnya (Antony
dalam Trianto, 2010:19)
Anak pada usia 6 – 10 tahun pada umumnya berada pada
rentangan usia dini yang masih melihat segala sesuatu sebagai
11
satu keutuhan (holistic) sehingga pembelajarannya masih
mengandalkan pada benda-benda dan pengalaman empirik yang
dialaminya.
Berkait dengan perkembangan kognitif anak, Jean Piaget
(Jeanne, 2011:29) mengemukakan empat tahap perkembangan
kognitif individu, yaitu tahap sensori motorik, praoperasional,
operasional konkrit, dan operasional formal. Masing-masing
tahapan perkembangan kognitif anak tersebut tersebut dapat
dirangkum dalam tabel berikut.
Tahapan Usia Gambaran Kemampuan
Sensorimotor Sejak lahir – 2 tahun Skematanya sebagian besar
didasarkan pada persepsi dan
perilakunya. Khususnya pada
tahap awal, anak-anak tidak
dapat memahami sesuatu yang
baru yang tiba-tiba ada di
depannya, dan mereka fokus
dengan apa yang sedang ia
kerjakan dan lihat pada saat
itu.
Praoperasional Usia 2 – 6 atau 7 tahun Mengucapkan terima kasih,
adalah sebagian dari
perwujudan simbol
kemampuan berpikir mereka,
kini mereka dapat memahami
dan mengucapkan akan sesuatu
yang ada di depannya secara
mendadak. Namun mereka
belum mampu mengajukan
alasan yang logis sebagaimana
cara yang dilakukan orang
dewasa. Mampu menambah
kosa kata dengan cepat dan
mulai mengenal kalimat
berstruktur. Mampu berpikir
logis setelah usia 4 tahun dan
mulai mengenal prinsip-prinsip
12
logika
Operasi konkrit Usia 6 atau 7 – 11 atau 12
tahun
Mulai muncul berpikir logis
seperti orang dewasa namun
masih terbatas dalam
memberikan alasan yang
konkrit, situasi kehidupan
nyata. Mengakui bahwa
pemikirannya dan perasaannya
berbeda dengan orang lain,
namun dalam kenyataannya
belum mampu menunjukkan
perilaku pengakuan.
Operasi formal Usia 11 atau 12 tahun –
dewasa
Sudah mampu menggunakan
proses berpikir logis untuk
mengemukakan ide-ide yang
abstrak baik dalam situasi
nyata maupun objek yang
konkrit. Beberapa kemampuan
mulai muncul yang
merupakan dasar untuk
dikembangkan dalam
pembelajaran sain dan
matematika.
Perkembangan setiap individu melalui tahapan-tahapan tersebut,
dan tidak ada individu yang melewatinya. Tiap tahap ditandai dengan
munculnya kemampuan-kemampuan intelektual baru yang
memungkinkan individu memahami realitas dengan cara yang semakin
kompleks. Kecepatan perkembangan masing-masing individu
tergantung pada tingkat keaktifan anak dalam memanipulasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini berarti bahwa lingkungan
anak sangat menentukan proses perkembangan kognitif anak.
Dalam terminologi Piaget, segala sesuatu yang diketahui dan
dilakukan anak diorganisir dalam schemes, yaitu semacam kelompok
kegiatan atau pemikiran yang digunakan secara terpisah dalam
merespons situasi lingkungan yang berbeda (Jeanne, 2011:28). Dalam
13
aktivitas berikutnya, individu mempelajari sesuatu melalui proses yang
disebut asimilasi dan akomodasi, asimilasi terkait dengan objek atau
peristiwa yang ada dikaitkan dengan scheme yang telah ada pada
individu. Namun terkadang individu tidak dengan mudah
menghubungkan antara situasi yang ada dengan scheme yang telah
dimilikinya, maka individu kemudian memodifikasi scheme yang ada
dengan objek atau peristiwa yang lain yang sudah ada yang ada
hubungannya. Proses pemulihan keseimbangan antara pemahaman yang
ada dengan pengalaman-pengalaman baru disebut proses equilibrasi.
Menurut Piaget, pembelajaran tergantung pada proses ini, di mana saat
keseimbangan terjadi anak memiliki kesempatan untuk bertumbuh dan
berkembang. Guru dapat menciptakan situasi yang tidak seimbang dan
nantinya dapat menimbulkan anak untuk bertanya karena
keingintahuannya (Trianto, 2010:16).
Pada tahap operasional konkrit (6 atau 7 – 11 atau 12 tahun),
Piaget mengatakan bahwa proses kemampuan berpikir mereka mulai
terorganisir menjadi suatu sistem yang lebih luas, mereka mulai mampu
berpikir realistik, logik, mampu share dengan yang lain dan lebih
mencerminkan pendapat pribadi dari pada kenyataan yang
sesungguhnya. Mereka juga suka memamerkan kemampuan mereka
seperti membuat kelompok-kelompok inklusif (Jeanne, 2011:31).
Operasi adalah hubungan-hubungan logis antara konsep-konsep atau
skema-skema, sedangkan operasi konkrit adalah aktivitas mental yang
difokuskan pada objek-objek dan peristiwa nyata dalam kehidupan
sehari-hari yang terukur (Desmita, 2010:156).
Perkembangan kemampuan memori individu pada usia ini tidak
jauh berbeda dengan fase sebelumnya, yaitu memori jangka pendek
sekitar 15 hingga 30 detik individu mampu menyimpan informasi
dengan asumsi tanpa pengulangan. Mereka juga memiliki kemampuan
rekognisi yaitu suatu kesadaran bahwa suatu objek atau peristiwa itu
sudah dikenalnya atau pernah dipelajari pada masa lalu namun kurang
14
mampu merecall, yaitu proses memanggil atau mengingat kembali
dalam ingatan sesuatu yang pernah dipelajari. Namun demikian, mereka
telah mampu menggunakan memory strategy, yaitu perilaku yang
disengaja untuk mengingat kembali memori yang dimiliki (Desmita,
2010:158).
Menurut Matlin (Desmita, 2010:159-160), ada empat memory
strategy yang penting, yaitu rehearsal, organization, imagery dan
retrieval. Rehearsal (pengulangan) adalah strategi meningkatkan
memori dengan cara mengulangi berkali-kali informasi setelah
informasi tersebut diterima. Organization (organisasi) merupakan cara
membangkitkan memori dengan melakukan pengkategorian dan
pengelompokan sesuai dengan kemiripan karakteristik. Imagery
(perbandingan) merupakan tipe dari karakteristik pembayangan
individu melalui pembandingan. Yuille dan Catchpole menyatakan
bahwa memori anak-anak kelas satu sekolah dasar meningkat setelah
mereka dilatih membentuk perbandingan interaktif. Retrieval
(pemunculan kembali) adalah proses mengeluarkan atau mengangkat
informasi dari memori anak dengan isyarat. Keberhasilan penerapan
memory strategy tersebut akan dipengaruhi oleh faktor usia, sikap,
motivasi kesehatan, dan pengetahuan anak sebelumnya.
Pada masa ini, individu mulai bergeser dari sekedar menamai,
mengelompokkan benda-benda menuju pada kemampuan dalam
mengorganisasi dan menghubungkan sifat-sifat benda. Dengan
memberi kesempatan melalui persentuhan dengan benda-benda konkrit
dalam pembelajaran, individu pada tahap operasional konkrit mulai
untuk mengorganisasikan penyelidikan-penyelidikan dalam kelas-kelas
dan variabel, mengukur variabel secara bermakna, dapat memahami dan
mencatat data pada tabel, membentuk dan memahami hubungan
sederhana, menggunakan apa yang mereka ketahui untuk membuat
inferensi langsung dan prediksi serta menggeneralisasi suatu gejala dari
pengalaman yang mereka jumpai (Depdiknas, 2002:11). Namun
15
demikian, walaupun individu pada fase operasional konkrit ini mampu
menujukkan beberapa kemampuan berpikir logisnya, perkemangan
kognitif mereka belum sempurna. Dia masih mengalami kesulitan
dalam memahami ide-ide abstrak (Jeanne, 2011:32).
Piaget yakin bahwa pengalan-pengalaman inderawi dan
manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan
perkembangan. Selain itu, ia juga berkeyakinan bahwa interaksi sosial
dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi, berdiskusi,
membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya dapat membuat
pemikiran itu menjadi semakin logis. (Trianto, 2010:17)
2. Landasan Teoritik
Pengembangan pembelajaran tematik integratif di sekolah
didasarkan pada beberapa teori psikologi belajar, yaitu teori perkembangan
Jean Piaget, teori belajar Konstruktivisme, teori belajar Vygotski, teori
belajar Bandura, dan teori belajar Bruner (Trianto, 2010:101). Masing-
masing teori tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Dalam pandangan Piaget, anak memiliki cara tersendiri dalam
menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Setiap
anak memiliki struktur kognitif yang berbeda-beda dalam memahami
lingkungan sekitarnya. Pemahaman individu terhadap objek di
lingkungan sekitar melalui proses asimilasi (menghubungkan
pengetahuan tentang objek dengan konsep yang sudah ada dalam
pikiran) dan akomodasi (proses pemanfaatan konsep dalam pikiran
untuk memahami objek). Jika keduanya dapat berlangsung terus
menerus maka akan terjadi keseimbangan (equilibration) antara konsep
lama dan pemahaman yang baru (Gredler, 1991:311)
Piaget mengemukakan tahapan-tahapan perkembangan kognitif
pada individu. Pada anak usia sekolah dasar, tahap perkembangan
kognitif berada pada operasi konkrit. Perilaku belajar yang muncul pada
fase tersebut adalah: 1) mulai memandang realitas secara objektif; 2)
16
mulai berpikir oprasional untuk mengklasifikasikan objek-objek yang
ada di sekitarnya; 3) mulai menggunakan prinsip-prinsip logika ilmiah
yang sederhana; 4) memahami konsep volume, substansi, zat cair,
padat, panjang, lebar, luas, berat.
Melihat perilaku belajar anak usia sekolah dasar sebagaimana
tersebut di atas, maka kecenderungan belajar anak-anak usia sekolah
dasar adalah konkrit, integratif, dan hirarkhis. Konkrit mengandung
makna bahwa pembelajaran dilaksanakan dengan menghadirkan benda-
benda konkrit yang ada di sekitarnya yang dapat dilihat, diraba, dicium,
didengar. Integratif berarti pembelajaran disajikan dalam satu keutuhan,
tidak dipisah-pisah dalam berbagai disiplin ilmu. Hirarkhis berarti anak
belajar mengikuti alur-alur yang bertahap, dari yang mudah menuju
yang sulit, dari yang sederhana menuju yang kompleks. Oleh karenanya
dalam menyusun materi untuk anak usia sekolah dasar harus
memperhatikan urutan logis, keterkaitan antar materi, keluasan dan
kedalamannya.
b. Teori Belajar Konstruktivisme
Dalam pandangan konstruktivisme, pengetahuan merupakan hasil
dari konstruk kognitif dalam diri individu. Pengetahuan tidak dapat
terlepas dari subjek yang bersangkutan. Pengetahuan merupakan
konstruk manusia melalui pengalaman yang dimilikinya. Pengetahuan
akan selalu berkaitan dengan pengalaman yang dimilikinya akan
kehidupan di dunia, namun bukan dunia itu sendiri. Oleh karenanya,
tanpa pengalaman seseorang tidak akan memiliki pengetahuan
(Sriyanti, dkk.,, 2009:71).
Menurut Slavin (dalam Trianto, 2010:110), satu prinsip
pembelajaran yang terpenting dalam teori konstruktivisme ini adalah
bahwa guru dalam mengajar tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada peserta didik (transfer of knowledge). Peserta didik
harus diajak bersama-sama membangun pengetahuannya melalui
pengalaman empirik. Guru harus memberikan segala kemudahan bagi
17
pesrta didik dalam proses menemukan (inquiry) pengetahuan,
mempraktikkan ide-ide mereka sendiri dan memberi kesempatan
peserta didik untuk mengembangkan strategi pembelajarannya sendiri.
Guru hanya menunjukkan jalan berpikir yang benar dan mempersilakan
para peserta didik untuk menapakinya agar mencapai tangga berpikir
yang tinggi.
Kaum konstrtuktivis berpandangan bahwa satu-satunya media
yang tersedia bagi individu untuk mengetahui dan mengembangkan
pengetahuan pada diri individu adalah inderanya. Individu dapat
berinteraksi denga lingkungannya melalui inderanya, melihat,
mencium, mendengar, menjamah dan merasakannya. Interaksi individu
melalui inderanya dengan dunianya akan membentuk pengetahuan pada
masing-masing individu.
Menurut Suparno (dalam Triyanto, 2010:111), dalam konteks
pembelajaran, ada beberapa prinsip pembelajaran yang disarikan dari
pandangan para konstruktivis yaitu:
1) pengetahuan dibangun sendiri oleh peserta didik melalui
keaktivannya
2) dalam proses kegiatan pembelajaran, kegiatan ditekankan pada
peserta didik
3) guru mengajar hakekatnya adalah membantu peserta didik dalam
menemukan pengetahuan
4) pembelajaran lebih menekankan prosesnya, bukan sekedar hasil
5) kurikulum didesain yang sedemikian rupa yang memberi
kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk
berpartisipasi aktif
6) peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran
c. Teori Belajar Vigotsky
Menurut Vigotsky (Trianto, 2010:112), pembelajaran akan terjadi
apabila peserta didik bekerja atau mengerjakan tugas-tugas yang belum
pernah dipelajari namun masih dalam radius kemampuannya yang
18
disebut zone of proximal development, yaitu perkembangan individu di
atas sedikit dari saat ini. Ketika seorang guru memberi tugas kepada
peserta didik, pastikan peserta didik telah memiliki bekal pengetahuan
sebagai prasarat untuk dapat menyelesaikan tugas tersebut. Vigotsky
meyakini bahwa kemampuan mental individu yang lebih tinggi akan
muncul melalui interaksi atau percakapan antar individu.
Satu hal yang terpenting dari Vigotsky adalah scaffolding, yaitu
memberikan sejumlah bantuan kepada anak pada tahap-tahap awal
perkembangan kemudian lama-kelamaan anak tersebut dapat
mengambil alih tanggung jawab tersebut dan mampu mengerjakan
sendiri dengan sempurna. Bantuan dari orang dewasa tersebut berupa
dorongan, langkah-langkah problem solving, memberikan contoh yang
nyata sehingga memungkin anak tersebut dapat memecahkan masalah
yang diberikan kepadanya (Trianto, 2010:112).
d. Teori Belajar Bandura
Teori belajar yang dikemukakan oleh Bandura sering dikenal
dengan teori imitasi, yaitu perilaku individu terbentuk melalui proses
peniruan terhada perilaku orang lain yang kemudian dimantapkan
dengan cara menghubungkan peniruan tersebut dengan pengalaman
dirinya. Proses belajar dalam pandangan teori Bandura terjadi melalui
beberapa cara, yaitu imitasi, identifikasi dan belajar model, yaitu orang
yang ditiru dan diikuti perilakunya (Sriyanti, dkk.,, 2009:104)
Menurut Bandur ada empat fase pemodelan, yaitu fase atensi, fase
retensi, fase reproduksi, dan fase motivasi (Gredler, 1991:391). Fase
atensi adalah fase di mana individu memparhatikan model yang
menarik, populer, dan dikagumi. Dalam konteks pembelajaran guru
harus mampu menampilkan diri sebagai model bagi pesera didiknya.
Fase retensi adalah fase pengkodean dan penyimpanan tingkah laku
model dalam memori individu. Pengkodean adalah proses pengubahan
pengalaman yang diamati menjadi kode yang disimpan dalam memori.
Fase reproduksi adalah fase di mana kode yang disimpan dalam memori
19
dikeluarkan untuk membimbing pembentukan perilaku yang baru pada
individu. Perilaku baru yang muncul merupakan perpaduan antara kode
dalam memori dan pengalaman individu. Fase motivasi adalah fase di
mana individu yang bersangkutan berusaha kuat untuk mewujudkan
perilaku sebagaimana model yang disaksikan, individu sangat
termotivasi untuk menirunya. Dalam konteks pembelajaran di kelas,
guru harus mampu memberi motivasi melalui pujian, hadian atau nilai.
e. Teori Belajar Bruner
Teori belajar Bruner dikenal dengan teori belajar inquiry, yaitu
model pembelajaran yang menekankan pemahaman tentang ide kunci
materi pembelajaran dari suatu materi ajar yang sedang dipelajari,
pentingnya belajar aktif sebagai dasar untuk memahami materi yang
sebenarnya. Menurut Bruner, belajar akan lebih bermakna bagi peserta
didik jika mereka mampu memusatkan perhatiannya pada struktur
materi yang dipelajari. Untuk memperoleh struktur informasi, peserta
didik harus aktif dalam mengidentifikasi sendiri prinsip-prinsip kunci
dari pada hanya sekedar menerima pejelasan dari guru (Trianto,
2010:115).
Aplikasi konsep Bruner ini dalam pembelajaran menurut
Woolfolk adalah: 1) memberikan contoh yang berbeda dengan contoh
dari materi yang baru saja diajarkan; 2) membantu peserta didik
mencari hubungan antar konsep; 3) mengajukan pertanyaan kreatif dan
memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk
menemukan jawabannya; 4) mendorong peserta didik untuk membuat
dugaan yang bersifat intuitif.
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang akan dicapai melalui pengembangan pembelajaran tematik
integratif adalah: 1) untuk memusatkan perhatian peserta didik mudah pada
suatu tema materi yang jelas; 2) untuk mengembangkan berbagai kompetensi
dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama; 3) untuk memberikan
pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; 4) untuk
20
memudahkan guru dalam mempersiapkan dan menyajikan bahan ajar yang
efektif.
Selain itu, ada juga manfaat yang dapat diperoleh malalui pembelajaran
tematik integratif, yaitu: 1) menghilangkan tumpang tindih bahan ajar; 2)
peserta didik memahami hubungan yang bermakna antar mata pelajaran; 3)
pembelajaran menjadi utuh oleh peserta didik akan mendapat pengertian
mengenai konsep dan materi yang tidak terpecah-pecah; 4) penguasaan
konsep oleh peserta didik akan semakin baik meningkat.
Pembelajaran tematik integratif akan mampu menghilangkan tumpang
tindih materi ajar. Hal ini dicapai karena sebelum mengembangkan kegiatan
pembelajaran guru telah mengidentifikasi kompetensi dasar dan konten
materi ajar untuk dicarikan tema yang relevan. Dengan demikian tidak terjadi
pengulangan materi pembelajaran (redundantion) pada beberapa mata
pelajaran, sehingga pembelajaran menjadi efektif dan efisien.
Melalui pembelajaran tematik integrtif ini pula, peserta didik akan
memiliki pengetahuan yang bermakna dan saling terkait. Peserta didik akan
dilatih berpikir komprehensif, memandang sesuatu dari berbagai sudut
pandang. Pada akhirnya, peserta didik akan memiliki wawasan yang luas dan
mendalam terhadap keilmuan yang saling terkait.
D. Karakteristik
Ada berberapa karakteristik dalam pembelajaran tematik integratif,
yang tentunya menjadi kekhususan dari pembelajaran tematik integratif itu
sendiri. Karakteristik tersebut adalah: 1) berpusat pada peserta didik; 2)
memberikan pengalaman langsung; 3) tidak terjadi pemisahan mata pelajaran;
4) menyajikan konsep yang terpadu dari berbagai mata pelajaran; 5) bersifat
fleksibel; 6) proses pembelajaran mudah disesuaikan dengan minat dan
kebutuhan peserta didik; 7) menggunakan prinsip pembelajaran yang aktif,
kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Pembelajaran tematik integratif menjadikan peserta didik sebagai pusat
segalanya, artinya berbagai keputusan yang diambil guru terkait dengan
pembelajaran, misalnya pemilihan media, metode, organisasi materi,
21
organisasi kegiatan pembelajaran, bahasa pengantar yang digunakan harus
didasarkan pada keadaan dan untuk peserta didik. Dalam hal demikian, guru
adalah sebagai pelayan (servant) bagi pemenuhan kebutuhan petumbuhan dan
perkembangan peserta didik.
Dalam memberikan leyanan kepada peserta didik guru mengajak
mereka untuk melakukan kegiatan praktik langsung di lapangan, sehingga
peserta didik memiliki pengalaman empirik. Kegiatan pembelajaran
diupayakan semaksimal tidak lagi dikembangkan hanya simulasi dan contoh
yang verbalis, peserta didik hanya diajak meyakini kebenaran yang tertuang
di dalam buku teks ajar, namun peserta didik diajak melihat, mendengar,
meraba bukti-bukti empirik kebenaran yang tertuang di dalam buku teks.
Pengalaman langsung ini diberikan kepada peserta didik agar mereka
mengkonstruk sendiri pengetahuan mereka melalui sentuhan pengalaman di
dunia nyata.
Pengalaman langsung peserta didik di lapangan tersebut dapat berupa
pengalaman untuk mengenali dan memecahkan masalah sosial atu lingkungan
yang terjadi di sekitarnya. Dalam hal ini, guru menuntun peserta didik untuk
belajar menyelesaikan masalah melalui sudut pandang yang beragam,
misalnya sudut pandang ilmu alam, ilmu sosial, ilmu agama dan lainnya.
Dengan cara demikian, peserta didik akan terbiasa memandang dan
menyelesaikan berbagai persoalannya dengan multi perspective. Cara
demikian secara otomatis tidak memecah-mecah atau mengkotak-kotakkan
keilmuan (materi ajar) secara ketat, karena pada kenyataan hidup, individu
selalu menggunakan berbagai ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk
menyelesaikan masalah secara bersamaan.
Pembelajaran tematik integratif memiliki karakter fleksibel, artinya
pemilihan materi dan kegiatan pembelajaran tidak terpadu pada ketentuan
yang termaktub dalam buku teks ajar peserta didik. Guru bersama peserta
didik dapat merubah tema dan kegiatan pembelajaran pada hari itu manakala
dipandang tidak bermakna, tidak menarik dan ada tema dan kegitan yang
lebih menarik bagi mereka. Perubahan tema dan kegitan ini dapat dilakukan
22
dengan memperhatikan: a) minat dan kebutuhan peserta didik; b) keadaan
lingkungan sekitar; c) ketersediaan daya dukung pembelajaran di sekolah; d)
kebermaknaan atau kemanfaatan materi pembelajaran bagi peserta didik.
Dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran bersama peserta didik,
guru senantiasa menekankan pembelajaran aktif yang menyenangkan.
Pembelajaran aktif dilakukan oleh guru dengan cara melibatkan seluruh
indera didik dalam kegiatan pembelajaran, baik pendengaran, penglihatan,
kinestetik dan aktivitas pikiran. Kegiatan pembelajaran aktif juga dicapai
melalui keaktivan individual dan kerja kolektif.
Sementara itu, kegiatan pembelajaran yang menyenangkan (funny
learning) dilakukan guru melalui variasi metode dan media pembelajaran
serta penciptaan hubungan yang hangat dalam kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran yang menyenangkan memungkin peserta didik mampu
menangkap konten pembelajaran dengan baik, karena dalam suasana yang
menyenangkan individu akan mampu mengoptimalkan kerja memorinya
dengan baik. Selain itu, kegiatan pembelajaran menyenangkan merupakan
upaya mengaktifkan kerja otak kanan yang akan mampu mendukung daya
tahan konsentrasi otak kiri. Beberapa ahli psikologi menuturkan bahwa jika
peserta didik diaktifkan kedua belahan otaknya, yaitu otak kanan dan otak kiri
maka akan mampu mempertahankan waktu dan daya konsentrasi mereka.
E. Prinsip-prinsip dasar
Dalam mengembangkan pembelajaran tematik integratif di kelas, ada
beberapa prinsip dasar yang mesti diperhatikan yaitu: 1) bersifat kontekstual
atau terintegrasi dengan lingkungan; 2) bentuk belajar dirancang agar siswa
menemukan tema; dan 3) efisiensi (Yuswadiwijaya, 2013:2). Masing-masing
prinsip dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Bersifat kontekstual atau terintegrasi dengan lingkungan.
Pembelajaran yang dilakukan perlu dikemas dalam suatu format
keterkaitan, maksudnya pembahasan suatu topik dikaitkan dengan kondisi
yang dihadapi siswa atau ketika siswa menemukan masalah dan
23
memecahkan masalah yang nyata dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-
hari dikaitkan dengan topik yang dibahas.
2. Bentuk belajar harus dirancang agar siswa menemukan tema.
Agar siswa bekerja secara sungguh-sungguh untuk menemukan
tema pembelajaran yang riil sekaligus mengaplikasikannya. Dalam
melakukan pembelajaran tematik siswa didorong untuk mampu
menemukan tema-tema yang benar-benar sesuai dengan kondisi siswa,
lingkungan atau pengalaman yang dialami siswa.
3. Efisiensi
Pembelajaran tematik memiliki nilai efisiensi antara lain dalam segi
waktu, beban materi, metode, penggunaan sumber belajar yang otentik
sehingga dapat mencapai ketuntasan kompetensi secara tepat.
F. Implikasi
Implikasi penerapan pembelajaran tematik integrarif dirasakan oleh
seluruh komponen pokok dalam aktivitas pendidikan baik terhadap guru,
peserta didik, sumber dan media belajar, sarana prasarana, maupun
pengaturan ruang kelas. Masing-masing harus dikondisikan dalam keadaan
yang semestinya, agar pembelajaran tematik integratif dapat mencapai
tujuannya secara maksimal.
1. Implikasi terhadap guru
Guru harus kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman
belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata
pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna,
menarik, menyenangkan dan utuh
2. Implikasi terhadap peserta didik
Beberapa implikasi pembelajaran tematik integratif pada peserta
didik adalah:
a. Peserta didik harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang
dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk bekerja baik secara
individual, pasangan, kelompok kecil ataupun klasikal.
24
b. bervariasi secara aktif misalnya melakukan diskusi kelompok,
mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah
3. Implikasi terhadap sarana prasarana, sumber, dan media pembelajaran
Beberapa implikasi pembelajaran terhadap sarana prasarana, sumber
dan media belajar adalah:
a. Memerlukan berbagai sarana dan prasarana belajar.
Untuk dapat mengembangkan pembelajaran tematik integratif
secara optimal diperlukan kecukupan sarana dan prasarana pembelajara.
Tanpa dukungan sarana dan prasana yang cukup, maka guru juga akan
mengalami kesulian dalam mengajar.
Jika sekolah tidak mampu memenuhi kebutuhan sarana dan
prasarana pembelajaran, maka guru dapat memanfaatkan sarana dan
prasarana pembelajaran alam yang ada diluar kelas, misalnya
lingkungan, kebun sekolah, taman sekolah, fasilitas umum seperti
kantor kelurahan, pasar, tempat ibadah, pabrik, super market dan sarana
lain yang relevan dengan tema pembelajaran.
Dalam memanfaatkan sarana pembelajaran di luar kelas, yang
terpenting dilakukan guru adalah kerja sama dengan pihak-pihak
terkait. Sekolah perlu mengembangkan kemitraan yang lebih luas
dengan berbagai pihak yang memiliki daya dukung terhadap kegiatan
pembelajaran di sekolah, baik langsung maupun tak langsung.
b. Memanfaatkan berbagai sumber belajar
Sumber belajar merupakan tempat dimana guru mengambil materi
pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik. Sumber
belajar dapat berupa makhluq hidup seperti manusia, hewan, tumbuhan
dan makhluq tak hidup seperti buku, majalah, lingkungan a biotik,
artikel dan lainnya.
Dalam mengambil sumber belajar, guru harus mengeksplore
sumber belajar sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber agar
memperkaya informasi yang akan dihadirkan dalam pembelajaran di
25
kelas. Selama ini terkadang guru masih tepaku pada sumber belajar dari
buku teks, padahal informasi di dalamnya sangat singkat dan terbatas.
Dalam pembelajaran tematik integratif diperlukan kreativitas dan
keberanian guru untuk „keluar kelas‟ bersama peserta didik untuk
menemukan dan mengkaji sumber belajar yang primer atau otentik,
yaitu sumber belajar yang berupa benda atau keadaan yang senyatanya,
bukan hasil kajian orang atas benda atau keadaan tersebut. Misalnya :
masyarakat, lingkungan alam dan sejenisnya.
Guru harus berupaya untuk meminimalisir penggunaan buku tesk
sebagai sumber belajar, karena buku tersebut dapat dikategorikan
sebagai sumber sekunder. Kalaupun guru masih menggunakan buku
teks sebagai sumber belajar, maka buku teks harus ditempatkan sebagai
doxa yang memiliki kebenaran sementara. Dengan demikian, guru
bersama peserta didik masih memiliki peluang untuk mengkritisi dan
mengoreksi kebenaran isi buku tersebut berdasar penemuan terbaru atas
kebenaran yang tercantum di dalamnya.
c. Mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran yang bervariasi
Media pembelajaran memiliki peran penting dalam pembelajaran
tematik integratif. Dalam memilih media pembelajaran, prioritas
pertama yang dipilih adalah benda nyata atau situasi nyata yang
memungkinkan peserta didik melihat, mendengar, merasakan keadaan
yang senyatanya. Cara demikian untuk mengantarkan peserta didik
memiliki pengetahuan yang otektik, original.
Jika guru mengalami kesulitan dalam menemukan benda nyata
maka urutan prioritas pemilihan media pembelajaran adalah: 1) benda
nyata; 2) benda mitasi, tiruan, miniatur; 3) film slide; 4) gambar. Guru
harus berusaha untuk dapat menghadirkan media sesuai dengan urutan
prioritas tersebut.
Selain memperhatikan urutan prioritas tersebut, guru juga harus
menghadirkan media yang variatif dalam kegiatan pembelajarn sesuai
dengan tema pembelajaran. Variasi penggunaan media pembelajaran ini
26
dapat berfungsi untuk: 1) memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif
dalam kegiatan pembelajaran; 2) memperluas wawasan peserta didik
terhadap konten materi ajar; 3) melatih peserta didik untuk selalu
kreatif; 4) memperdalam pemahaman peserta didik terhadap materi
pembelajaran.
d. Masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini untuk
masing-masing mata pelajaran dan dimungkinkan pula untuk
menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang
terintegrasi.
4. Implikasi terhadap pengaturan ruang kelas
Beberapa implikasi pembelajaran terhadap pengturan ruang kelas
adalah:
a. Ruang kelas perlu ditata disesuaikan dengan tema yang sedang
dilaksanakan.
Pengembangan pembelajaran tematik integrtif menuntut dinamika
penataan ruang kelas. Ada dua cara menata ruang kelas: 1) kelas ditata
sedemikian rupa setiap pertemuan sesuai dengan tema pembelajaran; 2)
kelas dibuat tematik, kelas ditata secara permanen sesuai dengan tema-
tema pembelajaran. Tentunya kedua model penataan kelas tersebut
memiliki kelebihan dan kurangan.
Dalam menata ruang kelas yang paling penting adalah disesuai
dengan tema pembelajaran, kemampuan dan keadaan lingkungan
sekolah.
b. Susunan bangku peserta didik dapat berubah-ubah disesuaikan dengan
keperluan pembelajaran yang sedang berlangsung.
Pengubahan susunan bangku tempat duduk peserta didik ini
dimaksudkan agar peserta didik dapat melakukan aktivitas secara
leluasa sesuai dengan tema pembelajaran.
c. Peserta didik tidak selalu duduk di kursi tetapi dapat duduk di
tikar/karpet
27
d. Kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan baik di dalam
kelas maupun di luar kelas
e. Dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta
didik dan dimanfaatkan sebagai sumber belajar
f. Alat, sarana dan sumber belajar hendaknya dikelola sehingga
memudahkan peserta didik untuk menggunakan dan menyimpannya
kembali.
5. Implikasi terhadap pemilihan metode
Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan berbagai variasi
metode yang menyenangkan. Satu hal yang pelu diperhatikan dalam
pemilihan dan pengembangan metode pembelajaran adalah guru harus
memilih metode pembelajaran yang memungkinkan keterlibatan penuh
peserta didik dalam pembelajaran agar mereka mampu menemukan dan
mengkonstruk sendiri pengetahuannya menjadi pengetahuan yang
bermakna.
Dalam hal ini, kita tidak bisa menyebut nama metode pembelajaran
karena pada hakekatnya metode pembelajaran tersebut memiliki
karakteristik masing-masing dan efektivitasnya sangat tergantung pada
pemakai. Metode apapun dapat dipakai dalam pembelajaran tematik
integratif, yang penting bagaimana dengan metode tersebut peserta didik
dapat mengkonstruk pengetahuannya melalui kegiatan ilmiah dalam
suasana yang fun.
Guru dapat memilih metode pembelajaran yang digolongkan
tradisional, misalnya ceramah interaktif, tanya jawab, resitasi, drill, study
tour, bermain peran, eksperimen, diskusi, dan sejenisnya; atau
menggunakan metode pembelajaran aktif sebagaimana dikembangkan oleh
Mell Silberman, misalnya jigzaw, team quiz, meeting the guest, critical
incident, active knowledge sharing, every one is a teacher here, questions
students have, critical video, debate active, reading aloud, dan sejenisnya.
Sebagai guru harus mampu menempatkan pemahaman secara
proporsional tentang metode pembelajaran. Satu pernyataan yang perlu
28
dipahami adalah bahwa tidak ada metode pembelajaran yang terbaik atau
terjelek; baik dan tidaknya metode tergantung ketepatan penggunaannya.
29
BAB III
PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Ada dua macam pendekatan dalam pengembangan kurikulum yang relevan
bagi pembelajaran tematik integratif, yaitu integrated curriculum approarch dan
holistic curriculum approach. Masing-masing pendekatan dapat diuraikan sebagai
berikut.
A. Integrated Curriculum Approach
Pendekatan integrated kurikulum dilakukan dengan mengintegrasikan
bahan pelajaran dari berbagai mata pelajaran yang dicapai dengan cara
memusatkan tema atau beberapa mata pelajaran dari berbagai disiplin ilmu,
batas-batas mata pelajaran dapat ditiadakan (Nasution, 1993:111). Sistem
pengajaran dikembangkan dalam bentuk pengajaran unit (Oemar Hamalik,
2011:37), di mana mata pelajaran atau bidang studi tidak terpisah satu dengan
lainnya dan tidak ada pembatas antar satu dan yang lainnya.
Integrated curriculum bertolak dari konsep kesatuan yang bermakna
dan terstruktur (Oemar Hamalik, 2011:36). Bermakna artinya bahwa setiap
suatu keseluruhan tersebut memiliki makna, arti, faedah dan manfaat tertentu.
Keserluruhan dalam konteks ini bukan berarti penjumlahan bagian-bagian,
melainkan suatu totalitas yang memiliki makna khusus. Terstruktur
didasarkan pada asumsi bahwa setiap bagian yang ada dalam keseluruhan itu
berada dan berfungsi dalam suatu struktur tertentu. Pendidikan anak adalah
pendidikan keseluruhan untuk membentuk keseluruhan totalitas diri anak dan
masing-masing aspek kepribadian anak bukanlah sesuatu yang dapat dipisah-
pisahkan, misalnya aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karenanya
kurikulum integratif dimaksudkan untuk membentuk pribadi individu yang
utuh dengan didasarkan pada pertimbangan bahwa individu merupakan
makhluq hidup potensial yang sedang berkembang dan berada dalam
masyarakat yang selalu berkembang.
Kurikulum ini membuka kesempatan yang lebih besar untuk
dilakukannya kerja kelompok, memanfaatkan lingkungan dan masyarkat
sebagai sumber belajar, memperhatikan individual differences, melibatkan
30
peserta didik dalam perencanaan pembelajaran. Selain memperoleh sejumlah
pengetahuan yang fungsional kurikulum ini juga lebih mengutamakan proses
belajar peserta didik bukan hanya hasil belajarnya saja. Cara memperoleh
pengetahuan untuk memecahkan maalah dianggap penting karena akan
berpengaruh pada hasil hasil pemecahan masalahnya.
Integrated curriculum sangat fleksibel dan tidak menghendaki hasil
belajar yang sama bagi setiap peserta didik. Guru, orang tua dan peserta didik
merupakan komponen utama yang bertanggung jawab dalam proses
pembelajaran. Selama percobaan antara tahun 1932 – 1940, integrated
curriculum ini membuktikan peserta didik dapat mengikuti pelajaran dengan
baik, memiliki kemantapan kepribadian dan bisa terlibat dalam kegiatan
kemasyarakatan lebih luas (Nasution, 1992:112).
Integrated curriculum sangat memperhatikan aspek-aspek psikologis
yang berpengaruh terhadap integrasi individu dengan lingkungannya
(Abdullah Idi, 2010:148). Menurut Soetopo & Soemanto, integrated
curriculum dibedakan menjadi tiga, yaitu the child centered curriculum, the
social functions, dan the experience curriculum. The child centered
curriculum adalah perancangan kurikulum di mana faktor peserta didik
menjadi sentral konsideran dalam pengambilan keputusan; the social
functions curriculum adalah desain kurikulum yang mencoba mengeliminasi
mata pelajaran sekolah dari sisi keterpisahannya dengan fungsi-fungsi pokok
kehidupan sosial yang menjadi dasar pengorganisasian pengalaman belajar
peserta didik; sedangkan the experience curriculum adalah perancangan
kurikulum yang mengedepankan pemberian pengalaman sosial yang
sebanyak-banyaknya kepada peserta didik.
B. A Holistic Curriculum Approach
Pendekatan kurikulum holistik melahirkan pendidikan yang holistik
pula, yang melibatkan pengembangan seluruh aspek diri peserta didik, baik
pikiran, emosi, fisik dan semangat peserta didik. Melalui kurikulum ini,
memungkinkan peserta didik terhubung dengan masyarakat, alam, jiwa, mata
pelajaran, jasmani dan rohani, dan mampu mengembangkan intuisi dan riset
31
(http://equinoxschool.ca/about/the-holistic-curriculum/, diakses tanggal 8
Februari 2014 pukul 14.00 WIB).
1. Keterhubungan dengan masyarakat
Membangun masyarakat dapat dimulai dari kelas dan kemudian
meluas ke masyarakat lokal dan global. Melalui pegembangan kurikulum
holistik, peserta didik memperoleh keterampilan untuk mencari solusi
untuk masalah-masalah sosial yang ada di sekitarnya. Peserta didik setelah
lulus diharapkan mampu melakukan aksi sosial guna menciptakan
kehidupan yang lebih baik dan adil.
Ruang kelas adalah pemberi pengalaman pertama bagi peserta didik
akan kehidupan kemasyarakatan. Para guru harus memiliki komitmen
untuk membangun komunitas kelas yang kohesif. Untuk membangun
masyarakat di dalam kelas dapat dilakukan melalui kegiatan rutin dan
mendekatkan peserta didik dengan bahasa-bahasa sosial di masyarakat.
Misalnya, program pertemuan mingguan kelas, bahasa untuk resolusi
konflik, kegiatan pembelajaran kolaboratif, dan diskusi kelas untuk
membangun hubungan yang saling menghargai antar sesama peserta didik.
Peserta didik belajar tentang keadilan sosial melalui Ilmu Sosial
yang memperkenalkan pesera didik berbagai perspektif sosial dan untuk
memunculkan rasa empati sekitar isu-isu sosial di kelas yang kemudian
dapat diperluas menjadi isu masyarakat lokal dan global yang sedang
terjadi. Guru mengajak peserta didik untuk mengkritisi literatur yang ada,
mengembangkan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan materi ajar
dan disambungkan dengan realitas sosial, seperti role play atau quiz.
2. Keterhubungan dengan alam
Kurikulum holistik mengajarkan siswa tidak hanya tentang
pemecahan masalah lingkungan sosial, tetapi yang tidak kalah penting
adalah bagaimana peserta didik juga memiliki rasa tanggung jawab untuk
menjaga dan melestarikan alam.
Peserta didik diajarkan bagaimama mereka memiliki kepekaan
terhadap masalah alam dan dengan penuh kesadaran mampu mencari
32
solusi alternatif atas masalah yang terjadi di alam. Pada awalnya peserta
didik dapat dipupuk rasa cina pada lingkungan alam melalui berkebun dan
bertani di taman sekolah atau kebun di masyarakat setempat. Dalam hal ini
sekolah dapat melakukan kemitraan dengan para petani dan pemilik lahan
perkebunan, baik petani organik maupun non organik.
Peserta didik akan memperoleh pengalaman bertani dan berkebun di
sekolah yang pada akhirnya akan dijadikan sebagai bekal untuk
memecahkan masalah yang mungkin muncul suatu saat di lingkungannya.
Dengan pengalaman tersebut peserta didik akan mampu merekayasa
lingkungan alam agar memberikan kesejahteraan bagi makhluq hidup
semuanya.
3. Keterhubungan dengan batin
Kurikulum holistik juga menghubungkan peserta didik dengan
kehidupan batin mereka, yang merupakan energi vital yang memberikan
arti dan tujuan hidup individu. Sambungan kegiatan pembelajaran ke
dalam kehidupan batin peserta didik dicapai melalui kegiatan
mendongeng. Cerita yang diceritakan secara lisan akan mampu mengikat
dan mengembangkan imajinasi peserta didik. Cerita-cerita mitos, legenda,
cerita rakyat, dongeng, sejarah dari seluruh dunia dapat menjelaskan
kepada peserta didik akan beragamnya budaya warisan dari nenek
moyang.
Beberapa kegiatan rutin di kelas yang dapat menghubungkan peserta
didik dengan batin mereka misalnya bernyanyi, menari, pembacaan puisi
setiap hari, meditasi, berbicara melingkar di mana setiap peserta didik
memiliki kesempatan untuk berbagi cerita, festival budaya dan seni, dan
lain-lain
4. Keterhubungan tubuh dan pikiran
Kurikulum menekankan hubungan alami antara tubuh dan pikiran.
Peserta didik didorong untuk mengeksplorasi hubungan antara tubuh dan
emosi mereka, dan untuk mengembangkan apa yang mereka rasakan pada
diri mereka. Kegiatan ditekankan pada upaya untuk menciptakan tubuh
33
yang sehat, mengembangkan komunikasi yang positif dan kesadaran
dalam semua tindakan, menyadari apa yang telah dilakukan dan saat
melakukannya.
Kegiatan yang digunakan untuk merangsang hubungan pikiran-tubuh
di dalam kelas misalnya drama, gerakan kreatif, tari, kinerja, role play,
yoga, meditasi dan relaksasi.
5. Keterhubungan dengan materi
Hubungan antar mata pelajaran melahirkan kurikulum yang
terintegrasi. Integrasi ini dilakukan lintas pelajaran dalam pembahasan
tema-tema yang luas dan sering pula dikenal dengan instilah
transdiciplinary. Sejumlah mata pelajaran diintegrasikan ke dalam tema
pelajaran lain di mana hal ini ternyata dapat membantu untuk
memperdalam pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran.
6. Keterhubungan Intuisi dan Inquiry
Pendekatan berbasis inquiry adalah salah satu cara yang guru
mengembangkan intuisi siswa. Dalam menghubungkan intuisi dan inkuiri
guru dapat melakukan kegiatan yang memfasilitasi eksplorasi di taman
bermain, di dalam dan di luar kelas. Peserta didik diarahkan
bereksplorasi, membuat penemuan dan prediksi, guru berperan sebagai
pendorong dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka. Peserta didik dapat
mendokumentasikan eksplorasi mereka melalui gambar atau tulisan,
video.
34
BAB IV
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INTEGRATIF
Menurut Fogarty (Trianto, 2010:41) ada sepuluh model pembelajaran
terpadu, yaitu: (1) the fragmented model (model tergambarkan); (2) the connected
model (model terhubung); (3) the nested model (model tersarang; (4) the
sequenced model (model terurut); (5) the shared model (model terbagi); (6) the
webbed model (model terjaring); (7) the threaded model (model tertali); (8) the
integrated model (model terpadu); (9) the immersed model (model terbenam); (10)
the networked model (model jaringan). Masing-masing model tersebut dapat
diuraikan secara singkat dalam tabel berikut.
Nama Model Deskripsi Kelebihan Kelemahan
Fragmented
(keterpisahan)
Berbagai disiplin
ilmu yang berbeda
dan saling terpisah
Adanya kejelasan
dan pandangan
yang terpisah
dalam suatu mata
pelajan
Keterhubungan
menjadi tidak
jelas, lebih
sedikit transfer
pembelajaran
Connected
(keterhubungan)
Topik-topik dalam
satu disiplin ilmu
berhubungan satu
sama lain
Konsep-konsep
utama saling
terhubung,
mengarah pada
pengulangan,
rekonseptualisasi,
dan asimilasi
gagasan-gagasan
dalam suatu
disiplin ilmu
Disiplin-disiplin
ilmu tidak
berkaitan,
konten tetap
terfokus pada
satu disiplin
ilmu
Nested
(sarang)
Keterampilan-
keterampilan
sosial, berpikir
konten dicapai
salah satu mata
pelajaran
Memberi
perhatian pada
berbagai mata
pelajaran yang
berbeda dalam
waktu yang
bersamaan,
memperkaya dan
memperluas
pembelajaran
Peserta didik
kebingungan
dan kehilangan
arah mengenai
konsep-konsep
utama dari suatu
kegiatan
pembelajaran
Sequenced
(satu rangkaian)
Persamaan-
persamaan yang
ada diajarkan
Memfasilitasi
transfer
pembelajaran
Membutuhkan
kolaborator
yang terus
35
secara bersamaan
meskipun
termasuk ke dalam
mata pelajaran
yang berbeda
melintasi beberapa
mata pelajaran
menerus dan
kelenturan yang
tinggi karena
para guru
memiliki
otoritas dalam
merancang
kurikulum
pembelajaran
Shared
(terbagi)
Perencanaan tim
dan atau
pengajaran yang
melibatkan dua
disiplin ilmu
difokuska pada
konsep,
keterampilan, dan
sikap
Terdapat
pengalama-
pengalaman
pembelajaran
bersama dengan
dua guru dalam
satu tim akan lebih
berkolaborasi
Membutuhkan
waktu,
kelenturan,
komitmen, dan
kompromi
Webbed
(Jaring laba-laba)
Pengajaran
tematik
menggunakan satu
tema sebagai dasar
pembelajarn
berbagai disiplin
mata pelajaran
Dapat memotivasi
peserta didik,
membantu mereka
untu dapat melihat
keterhubungan
antar gagasan
Tema yang
digunakan harus
dipilah baik-
baik secara
selektif agar
bermakna bagi
peserta didik
dan sesuai
dengan konten
mapel Threaded
(dalam satu ukur)
Keterampilan-
keterampilan sosial,
berpikir, berbagai
jenis kecerdasan,
dan keterampilan
belajar direntangkan
melalui berbagai
disiplin ilmu
Peserta didik dapat
mempelajari cara
mereka belajar,
memfasilitasi
transfer
pembelajaran
berikutnya
Disiplin-disiplin
ilmu yang
bersangkutan
tetap terpisah satu
sama lainnya.
Integrated
(terpadu)
Dalam berbagai
prioritas yang saling
tumpang tindih
dalam berbagai
disiplin ilmu, dicari
keterampilan,
konsep, dan sikap
yang sama
Mendorong peserta
didik untuk melihat
keterkaitan dan
kesaling
terhubungan
diantara disiplin
ilmu; peserta didik
termotivasi dengan
melihat berbagai
keterkaitan tersebut
Membutuhkan
tim yang benar-
benar mampu
antar departemen
yang memiliki
perencanaan dan
waktu pengajaran
yang sama
Immersed
Peserta didik
memadukana pa
Keterpaduan
berlangsung di
Dapat
mempersempit
36
yang dipelajari
dengan cara
memandang seluruh
materi pembelajaran
melalui perspektif
bidang yang disukai
(area of interest)
dalam peserta didik
itu sendiri
fokus peserta
didik
Networked
(membentuk
jaringan)
Peserta didik
melakukan proses
pemaduan topik
yang dipelajari
melalui pemilhan
jejaring pakar dan
sumber daya
Bersifat proaktif,
peserta didik
terstimulasi oleh
informasi,
keterampilan atau
konsep-konsep baru
Dapat memecah
perhatian peserta
didik, berbagai
upaya menjadi
tidak efektif
Dari kesepuluh model pembelajaran integratif tersebut, ada tiga model
yang tepat kalau diterapkan dalam konteks pembelajaran persekolahan tingkat
dasar, yaitu connected model, webbed model, dan integrated model.
A. Model Keterhubungan (connected model)
Model keterhubungan menyajikan relasi yang eksplisit dalam suatu
mata pelajaran, yaitu satu konsep ke konsep yang lain, satu keterampilan ke
keterampilan yang lain, satu model ke model yang lain dalam satu bidang
studi. Dalam model pembelajaran keterhubungan, kata kuncinya adalah
adanya upaya untuk menghubungkan bidang kajian dalam satu disiplin ilmu
tertentu, sehingga pembelajaran lebih bermakna. Dengan kata lain bahwa
pembelajaran integratif model connected adalah pembelajaran yang dilakukan
dengan mengaitkan satu topik dengan topik berikutnya, mengaitkan satu
konsep dengan konsep lainnya, mengaitkan satu tugas dengan tugas lainnya
dalam satu bidang studi. (Sukayati, 2004:5).
Kimia Fisika Biologi
Gambar : Diagram Peta Keterhubungan
37
Kelebihan model connected ini adalah: (1) dengan penghubungan inter
bidang studi, peserta didik diharapkan memiliki wawasan yang luas
sebagaimana bidang studi yang fokus pada suatu bidang kajian tertentu; (2)
peserta didik dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara
berkelanjutan, sehingga internalisasi pengetahuan pada diri peserta didik akan
semakin kuat; (3) menghubungkan ide-ide dalam suatu bidang studi
memungkinkan peserta didik mampu mengkaji, mengkonseptualisasikan,
memperbaiki, dan mengasimilasi ide-ide kreatif dalam memecahkan suatu
masalah (Trianto, 2010:46).
Sedangkan kelemahan model connected adalah : (1) masih kelihatan
terpisahnya inter bidang studi; (2) kurang mendorong guru untuk membentuk
team teaching, sehingga isi materi ajar tetap terfokus tanpa merentangkan
konsep-konsep antar bidang studi; (3) dalam memadukan ide-ide pada satu
bidang studi, maka upaya untuk menghubungkan antar bidang studi menjadi
terabaikan (Trianto, 2010:47)
B. Model Jaring laba-laba (Webbed model)
Model pembelajaran integratif jaring laba-laba pada dasarnya
merupakan pembelajaran terpadu. Model ini dikembangkan mulai dari
penentuan tema yang dipilih antara guru dan peserta didik, atau antara guru
dengan guru. Setelah tema disepakati kemudian dikembangkan ke dalam sub-
sub tema dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang studi yang lain.
Dari sub-sub tema ini kemudian dikembangkan ke dalam berbagai aktivitas
pembelajaran (Sukayati, 2004:5).
Gambar : Diagram Peta Webbed
38
Kelebihan model jaring laba-laba ini adalah: (1) penentuan tema yang
sesuai dengan minat anak akan meningkatkan motivasi belajar peserta didik;
(2) mudah dilakukan oleh guru, walaupun belum berpengalaman; (3) mudah
dalam membuat perencanaan; (4) memberikan kemudahan bagi peserta didik
dalam melihat kegiatan-kegiatan dan ide-ide terkait. Sedangkan
kelemahannya adalah: (1) terkadang sulit untuk menentukan tema; (2)
cenderung untuk merumuskan tema-tema yang dangkal; (3) dalam kegiatan
pembelajaran, terkadang guru lebih memusatkan pada kegiatan dari pada
pengembangan konsep konten materi ajarnya (Trianto, 2010:48).
C. Model Keterpaduan (Integrated model)
Model integrated ini menggunakan pendekatan antar mata pelajaran,
dimana model ini dilakukan dengan menggabungkan beberapa mata pelajaran
dengan menetapkan prioritas kurikulum dan menemukan keterampilan, sikap
dan konsep yang tumpah tindih dalam beberapa mata pelajaran (Sukayati,
2004:5).
Langkah awal yang dilakukan jika mengikuti model ini adalah mula-
mula guru menyeleksi keterampilan, sikap dan konsep-konsep yang tumpang
tindih antar beberapa mata pelajaran yang diajarkan dalam satu semester,
misalnya IPA, Bahasa Indonesia, IPS, Matematika dan lain-lain. Selanjutnya
dipilih beberapa keterampilan, sikap dan konsep yang tumpang tindih tersebut
yang memiliki keterhubungan erat kemudian dicarikan tema yang dapat
mewadahi beberapa konsep yang tumpah tindih tersebut untuk dijadikan
sebagai tema pembelajaran.
Gambar : Diagram Peta Integrated
Kelebihan dari model integrated ini adalah: (1) memungkinkan
terjadinya pemahaman antar bidang studi, karena dengan memfokuskan pada
39
isi pelajaran, strategi berpikir, keterampilan sosial dan ide-ide penemuan lain
– satu pelajaran dapat mencakup banyak dimensi – pembelajaran akan
semakin kaya dan berkembang; (2) memotivasi peserta didik dalam belajar;
(3) memberikan perhatian pada berbagai bidang yang penting dalam satu
waktu, tidak memerlukan penambahan waktu untuk bekerja dengan guru lain,
guru tidak perlu mengulang kembali materi yang dianggap tumpang tindih
sehingga pembelajaran tercapai secara efektif dan efisien. Sedangkan
kelemahan dari model ini adalah: (1) guru dipaksa harus mengausai konsep,
sikap, keterampilan yang diprioritaskan menjadi tema pembelajaran pada saat
itu; (2) terkadang sulit menerapkan model integrasi secara penuh; (3)
diperlukan tim antar bidang studi, mulai dari perencanaan hingga
pelaksanaan; (4) menuntut adanya keragaman sumber belajar (Trianto,
2010:51)
40
BAB V
PEMETAAN KOMPETENSI, INDIKATOR, DAN TEMA
Dalam implementasi kurikulum 2013 ini, tugas guru sebenarnya lebih
ringan dibandingkan dengan sebelumnya karena guru tidak lagi dituntut untuk
menyusun jaringan tema-tema pembelajaran sebagaimana sebelumnya.
Kementerian terkait telah telah menyiapkan buku bagi peserta didik dan guru yang
dapat dijadikan sebagai acuan dalam kegiatan pembelajaran.
Dalam buku pegangan guru telah dipaparkan jaringan-jaringan tema yang
harus diajarkan guru kepada peserta didik pada setiap pertemuan. Kegiatan
pembelajaran mulai dari pembukaan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup sudah
terurai dalam buku tersebut, termasuk evaluasi pembelajarannya. Dalam hal ini
guru harus menjadikan buku tersebut sebagai acuan dan rambu-rambu, guru boleh
mengkritisi buku tersebut jika dipandang perlu disesuaikan dengan kondisi
sekolah dan lingkungan yang ada di sekitarnya.
41
Namun demikian, walupun sudah disediakan buku dari kementerian
terkait, sebagai seorang guru dituntut mampu menyusun sendiri hal-hal yang
terkait dengan pembelajaran tematik integratif termasuk di dalamnya pemetaan
tema dan penyusunan jaringan tema. Hal ini dimaksudkan untuk membekali para
guru agar mampu berpikir kritis sesuai dengan konteks lingkungan yang
melingkupinya dan mampu mengkritisi berbagai buku ajar yang ada
dihadapannya. Bagaian ini akan mengurai secara singkat tentang pemetaan KI dan
Indikator serta mengurai tentang jaringan tema.
A. Pemetaan KI, KD, dan Indikator
Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara
menyeluruh dan utuh semua kompetensi inti, kompetensi dasar dan indikator
dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih.
Kegiatan pemetaan ini dilakukan melalui kegiatan berikut.
1. Penjabaran KI, KD ke dalam Indikator
Dalam struktur kurikulum 2013 dikenal adanya Kompetensi Inti,
yaitu kompetensi yang mencakup seluruh domain individu yang harus
dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran. Kompetensi inti ini terdapat
dalam seluruh tingkatan dan jenjang pendidikan yang akan dicapai
melalui kegiatan pembelajaran.
Kompetensi Inti terdiri dari empat macam, yaitu kompetensi sikap
religius (KI-1), kompetensi sikap sosial (KI-2), kompetensi pengetahuan
(KI-3), dan kompetensi keterampilan (KI-4). Dalam praktik pembelajaran
di kelas, setiap pertemuan diharapkan guru memasukan pengembangan
KI-1 dan KI-2 melalui pembiasaan dan latihan yang kontinyu mengingat
spirit yang dikembangkan kurikulum 2013 ini adalah penekanan
pengembangkan aspek afektif atau sikap peserta didik.
Rumusan kompetensi inti untuk semua tingkatan kelas yang sama
kemudian dijabarkan ke dalam kompetensi dasar sesuai dengan tingkatan
kelas masing-masing. Kompetensi dasar ini selanjutnya dijabarkan ke
dalam indikator pembelajaran yang lebih rinci dan operasional.
42
2. Pemetaan keterhubungan KD dan Indikator ke dalam Tema
Setelah melakukan pemetaan KI, KD dan indikator, langkah
berikutnya adalah menghubungkannya dengan tema pembelajaran.
Adapun langkah kegiatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Memetakan semua mata pelajaran yang diajarkan pada satu tingkatan
kelas
b. Mengindentifikasi Kompetensi Inti, dan KD setiap mata pelajaran
c. Menjabarkan Kompetensi Dasar ke dalam Indikator kompetensi
d. Mengidentifikasi tema-tema berdasarkan keterhubungan antara KD dan
Indikator pembelajaran mata pelajaran pada satu tingkatan kelas. Dalam
melakukan identifikasi ini semua harus terbagi habis, apabila tidak
dimungkinkan dapat dimunculkan tema baru untuk mewadahi KD dan
indikator yang tidak tercakup (Trianto, 2010:144).
Contoh Keterhubungan Kompetensi Dasar dan Indikator
Tema: Alam Semesta
43
B. Menetapkan jaringan tema
1. Hakekat jaringan tema
Jaringan tema merupakan pola hubungan antara tema tertentu
dengan sub-sub pokok bahasan yang diambil dari berbagai bidang studi
(Trianto, 2010:148). Jaringan tema ini diharapkan membantu peserta didik
dalam memahami suatu materi ajar secara interdisipliner, dan sekaligus
melatih peserta didik untuk berpikir holistik integratif.
Jaringan tema ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam
pengembangan pembelajaran tematik integratif. Jaringan tema dapat
disebut sebagai basis dan muara dalam pembelajaran tematik; disebut
sebagai basis karena dalam pengembangan pembelajaran tematik integratif
harus didasarkan pada jaringan tema yang sudah ada; sedangkan sebagai
muara karena melalui pembelajaran tematik integratif ini diharapkan
peserta didik mampu berpikir integratif dalam menyelesaikan berbagai
persoalan.
2. Teknik membuat jaringan tema
Dalam menentukan jaringan tema ada beberapa langkah kerja yang
harus dilakukan, yaitu menentukan tema, menginventarisasi materi yang
masuk dalam tema, mengelompokkan materi ke dalam rumpun mata
pelajaran, menghubungkan materi dengan tema (Trianto, 2010:150)
a. Menentukan tema
Dalam menentukan tema ada dua cara, yaitu :
1) Cara induktif, yaitu dengan cara mempelajari kompetensi yang ada
pada masing-masing mata pelajaran kemudian menentukan tema
yang sesuai dengan tuntutan kompetensi tersebut.
2) Cara deduktif, menentukan tema terlebih dahulu sebagai pengikat
keterpaduan, kemudian dilanjutkan dengan menghubungkan dengan
materi pelajaran yang ada. Dalam menentukan tema ini guru dapat
melakukannya bersama peserta didik, sehingga sesuai kebutuhan dan
kesenangan mereka.
44
Dalam menentukan tema ini, ada beberapa prinsip yang harus
dipegangi guru, yaitu: a) memperhatikan keadaan lingkungan terdekat
peserta didik; b) tema disusun dengan memperhatikan squance materi
ajar, yaitu dari yang mudah ke yang sulit, dari yang sederhana menuju
yang kompleks, dari yang konkrit menuju ke yang abstrak; c) tema yang
dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir peserta didik; d)
ruang lingkup tema yang dipilih harus disesuaikan dengan minat,
kebutuhan, dan tingkat berpikir peserta didik.
a. Menginventarisasi materi yang sesuai dengan tema yang sudah
ditentukan.
b. Mengelompokkan materi-materi yang sudah diinventarisir ke dalam
rumpun mata pelajarannya masing-masing. Hal demikian
dimaksudkan untuk mempermudah keterkaitan antar tema masing-
masing mata pelajaran.
c. Menghubungkan materi-materi yang telah dikelompokkan dalam
rumpun mata pelajaran dengan tema.
Tema dalam pembelajaran tematik dapat diambil dari beberapa
sumber, yaitu isu-isu aktual yang sedang terjadi di lingkungan peserta
didik, masalah-masalah yang dirasakan peserta didik, event-event
khusus, dari keinginan peserta didik, dari literatur yang dipilih. Tema
dalam pembelajaran tematik dikembangkan kriteria berikut.
a. Minat peserta didik pada kegiatan yang menarik dapat dijadikan
kriteria tema, seperti hari libur. Kegiatan hari libur sangat
menyenangkan bagi peserta didik misalnya bermemain bola, pergi
ke sawah, berkebun, dan sebagainya.
b. Minat guru yang berhubungan dengan kegiatan sekolah, peserta
didik atau proses pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkat
pemahaman peseta didik. misalnya tentang tema koperasi sekolah.
c. Kebutuhan siswa-siswi, yaitu sesuatu yang dibutuhkan peserta didik
yang berupa penjelasan, nasehat. Misalnya sekarang sering terjadi
perkelahian antar pelajar; maka para peserta didik membutuhkan
45
penjelasan, nasehat yang dapat menjauhkan mereka dari perkelahian
antar pelajar, mereka perlu pemecahan atau jalan keluar, mereka
diajak berdiskusi dalam mencari pemecahan soal perkelahian antar
pelajar. Dengan demikian, perkelahian pelajar dapat dijadikan
sebagai tema pembelajaran (Ahmad Nursobah, 2012:2).
3. Kriteria jaringan tema
Untuk membuat jaringan tema yang baik, ada beberapa kriteria yang
harus diperhatikan, yaitu simpel, sinkron, logis, mudah dipahami, dan
terpadu (Trianto, 2010:151)
a. Simpel
Pembuatan jaringan tema adalah tahap awal yang nantinya akan
digunakan untuk penyusunan silabus dan perencanaan pembelajaran.
Oleh karenanya jaringan tema harus dibuat yang simpel, tidak berbelit-
belit, menggunakan kata-kata atau kalimat lugas, dan sederhana yang
mampu menggambarkan keterkaitan antara materi yang terjaring
dengan tema tersebut.
b. Sinkron
Jaringan tema meliputi mencakup dua hal pokok, yaitu tema
pengikat dan materi terkait yang dianggap tercakup di dalamnya.
Jaringan tema yang baik menuntut adanya sinkronisasi antara tema dan
materi-materi ajar yang terkait.
c. Logis
Selanjutnya, setelah terjadi sinkronisasi antara tema dan materi-
materi yang terkait tentunya jaringan tersebut logis. Maksudnya bahwa
materi-materi ajar yang terjaring dalam tema tersebut memang benar-
benar memiliki keterkaitan erat sehingga materi tersebut tidak masuk ke
tema lain.
d. Mudah dipahami
Jaringan tema yang baik harus mudah dipahami oleh semua
orang karena jaringan tema tersebut akan ditindaklanjuti guru dan
dipresentasikan kepada peserta didik yang keadaannya sangat heterogen
46
dalam berbagai hal. Jaringan tema jangan hanya dapat dipahami oleh
penyusun, sementara orang lain merasa kesulitan untuk memahaminya.
Oleh karena itu jaringan tema sebaiknya disusun dengan menggunakan
tingkat logika dan struktur bahasa yang sederhana agar mudah dipahami
berbagai pihak.
e. Terpadu
Jaringan tema yang dibuat menggambarkan keterpaduan antar
materi-materi yang ada dengan tema yang dipilih. Keterpaduan ini
dapat dilihat dari kesamaan substansi antar materi yang satu dengan
materi yang lain.
47
BAB VI
PENDEKATAN SAINTIFIK
(scientific approach)
A. Pengertian
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan proses
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif
mampu mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui lima tahap
kegiatan pokok, yaitu mengamati (observing), menanya (questioning),
melakukan/ mencoba (experimenting), menghubungkan/ mengasosiasi
(asociating), dan mengkomunikasikan (communicating). Tahapan-tahapan
tersebut merupakan bagian dari kegiatan ilmiah yang harus dilakukan dalam
upaya mencari jawaban atas masalah atau menemukan kebenaran. Melalui
kegiatan-kegiatan tersebut peserta didik akan dilatih untuk mengidentifikasi
untuk menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan atau
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,
menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep,
hukum atau prinsip yang ditemukan.
Pendekatan saintifik akan menuntun pemahaman peserta didik dalam
mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah,
dimana informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung
pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran harus
diciptakan yang mampu mendorong peserta didik dalam mencari tahu tentang
suatu informasi (materi ajar) dari berbagai sumber belajar melalui observasi,
dan bukan hanya diberi tahu. Penerapan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati,
mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan.
Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, guru harus mampu
menuntun dan mengarahkan peserta didik dalam mengembangkan rasa
keingintahuannya terhadap sesuatu. diperlukan. Dalam kondisi demikian,
guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator bagi peserta didik dalam
menemukan jawaban atas berbagai keingintahuannya tersebut.
48
B. Kriteria pembelajaran saintifik
Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan guru dalam
mengembangkan pembelajaran saintifik di sekolah agar berhasil. Kriteria ini
sangat diperlukan guna membedakan antar model pembelajaran saintifik
dengan model pembelajaran yang lain. Beberapa kriteria pembelajaran
saintifik yang dimaksud adalah:
1. Materi pembelajaran dirumuskan guru berbasis pada fakta atau fenomena
yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran yang logik; bukan
sebatas kira-kira, angan-angan, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2. Penjelasan dari guru, respon dari peserta didik, dan interaksi edukatif
antara guru dan peserta didik dikembangkan dengan mengedepankan
prinsip objektivitas dan ilmiah, bukan didasarkan atas prasangka yang
subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menciptakan suasana yang
mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk berpikir kritis, analistis,
dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran dalam realitas kehidupan sehari-
hari.
4. Suasana pembelajaran didesain sedemikian rupa, sehingga mampu
mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik
dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi
pembelajaran. Berpikir hipotetik adalah cara berpikir dengan
menghubungkan berbagai ide dan pemikiran untuk menganalisis dan
memecahkan masalah yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari;
menyusun rencana pemecahan masalah, mencoba melakukan pemecahan
masalah dan menguji kembali secara sistematis pemecahan masalah.
5. Iklim pembelajaran dikondisikan agar mendorong dan menginspirasi
peserta didik agar mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan
pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon berbagai
permasalahan pembelajaran.
49
6. Materi pembelajaran yang dikembangkan berbasis pada konsep, teori, dan
fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah akademik.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas
Tujuan pembelajaran perlu dirumuskan secara jelas, menggunakan kata
atau kalimat yang mudah dipahami semua orang. Tujuan pembelajaran
harus operasional, teramati dan terukur agar memudahkan dalam
mengukur tingkat keberhasilannya.
8. Metode pembelajaran dikembangkan dengan mengedepankan learning by
fun.
Metode pembelajaran yang menyenangkan dimaksudkan untuk
menjadikan pembelajaran sebagai forum yang menarik dan
menyenangkan. Dalam beberapa literatur psikologi disebutkan bahwa
pembelajaran yang menyenangkan akan memungkinkan peserta didik
mampu berkonsetrasi lebih lama dalam mengikuti pembelajaran karena
adanya aktivasi otak kiri dan otak kanan. Selain itu, informasi yang
diterima individu dalam suasana yang menyenangkan akan cepat terserap
dan kuat tersimpan dalam memori individu.
C. Prinsip pembelajaran saintifik
Dalam mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan saintifik,
guru perlu memperhatikan prinsip berikut.
1. Pembelajaran berpusat pada peserta didik (child centered oriented)
Istilah child centered oriented sebenarnya sudah lama terdengar dalam
perbincangan berbagai model pembelajaran, namun satu hal yang perlu
ditekankan adalah bagaimana prinsip tersebut dapat benar-benar dilakukan
guru dalam proses pembelajaran. Peserta didik adalah sentral dan orientasi,
yaitu segala keputusan guru terkait dengan pembelajaran harus didasarkan
pada keadaan riil peserta didik, dan kegiatan pembelajaran yang dirancang
dan dikembangkan guru di kelas adalah dalam rangka mengantarkan
peserta didik pada pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan.
50
2. Pembelajaran membentuk students’ self concept
Pembelajaran yang dikembangkan guru harus mampu membentuk konsep
diri pada pesera didik, yaitu peserta didik memiliki konsep yang positif
terhadap dirinya sendiri sebagai individu yang memiliki kemampuan yang
„luar biasa‟ yang dapat berbuat, menemukan, mengembangkan, dan
memanfaatkan ilmu pengetahuan. Selain itu, pembelajaran yang
dikembangkan guru harus mampu mengajarkan kepada peserta didik
prinsip-prinsip dasar logika ilmiah yang memungkinkan peserta didik
untuk memanfaatkannya dalam memahami, mengkritisi berbagai
permasalahan yang dihadapinya.
3. Pembelajaran terhindar dari verbalisme
Pembelajaran saintifik diarahkan untuk membentuk diri peserta didik
menjadi insan akademik melalui pengamatan dan percobaan. Pengmatan
dan percobaan yang dilakukan guru bersama peserta didik memungkinkan
peserta didik memiliki pengetahuan tentang sesuatu secara langsung
melalui inderanya, melalui pembuktian ilmiah dan tidak hanya kata-kata
tentang kebenaran dari orang lain.
4. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip. Hal
tersebut akan tercapai melalui kegiatan pembelajaran yang selalu
mengajak peserta didik untuk melakukan, mempraktikkan, mengeksplorasi
dan melakukan experimen.
5. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir
peserta didik.
Kemampuan berpikir peserta didik akan meningkat manakala guru mampu
memfasilitasi aktivitas berpikir peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
Guru dapat mengembangkan pembelajaran kontekstual, problem based
learning, problem possing, problem solving, inquiry approach, dan
sejenisnya.
51
6. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar peserta didik dan motivasi
mengajar guru.
Peningkatan motivasi peserta didik akan meningkat manakala guru mampu
memenuhi instink quriosity peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
Instink rasa ingin tahu peserta didik yang sedang muncul harus difasilitasi
melalui kegiatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik
menemukan jawaban atas berbagai pertanyaan yang ada pada dirinya
tentang realitas.
7. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melatih kemampuan
dalam komunikasi.
Kemampuan berkomunikasi merupakan perwujudan dari tingkat
pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajarn sekaligu untuk
mengembangkan sikap keberanian dan tanggung jawab pesera didik.
Kemampuan berkomunikasi dapat dikembangkan guru melalui komunikasi
lisan dan tertulis, sehingga setiap kegiatan pembelajaran peserta didik
diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan pemahamannya atas materi
ajar.
8. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang
dikonstruksi peserta didik dalam struktur kognitifnya.
Validasi ini dilakukan guru di tengah-tengah kegiatana pembelajaran atau
diakhir waktu. Kegiatan validasi bermanfaat untuk memantapkan
kebenaran ilmiah yang ditemukan dalam kegiatan pembelajaran pada saat
itu, dan juga untuk meluruskan kemungkinan terjadinya kesalahan
pemahaman peserta didik atas materi pembelajaran.
D. Langkah-langkah pembelajaran saintifik
Pelaksanaan pendekatan saintifik di kelas sebagai bagian utama dalam
pembelajaran tematik integratif harus mampu menyentuh tiga domain
kompetensi dalam diri individu, yaitu afektif, psikomotor, dan kognitif.
Ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak boleh terpisahkan
dalam pengembangannya melalui pendidikan di sekolah. Melalui
52
pengembangan integratif tersebut, peserta didik diharapkan menjadi manusia
total yang kreatif, inovatif, dan produktif.
Gambar : performa peserta didik yang total integratif
Dalam Permendikbud Nomor 81A/2013 dijelaskan bahwa dalam
pelaksanaan pendekatan saintifik, kegiatan belajar mengajar dikembangkan
melalui lima kegiatan utama, yaitu mengamati, menanya, melakukan/
mencoba/mengumpulkan informasi/mengeksplorasi, mengasosiasi/ mengolah
informasi dan mengkomunikasikan. Lima kegiatan tersebut merupakan
aktivitas pokok dalam aktivitas ilmiah dan dilakukan secara berurutan.
Kegiatan yang pertama adalah mengamati, meliputi aktivitas membaca,
mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang
ingin dikembangkan melalui kegiatan mengamati adalah untuk melatih
kesungguhan, ketelitian, mencari informasi. Kegiatan menanya meliputi
aktivitas mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari
apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan
tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke
pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang akan dikembangkan
melalui kegiatan menanya adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin
53
tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis
yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.
Kegiatan yang ketiga adalah melakukan atau mencoba atau
mengumpulkan informasi yang meliputi aktivitas melakukan eksperimen,
membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek atau kejadian atau
aktivitas, wawancara dengan nara sumber. Kompetensi yang ingin
dikembangkan melalui kegiatan ini adalah mengembangkan sikap teliti,
jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi,
menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara
yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang
hayat. Kegiatan mengasosiasi atau mengolah informasi meliputi aktivitas
mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan atau eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan
kegiatan mengumpulkan informasi dan pengolahan informasi yang
dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai
kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai
sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang
bertentangan. Kompetensi yang ingin dikembangkan melalui kegiatan
asosiasi ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan,
kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir
induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Kegiatan yang kelima adalah mengkomunikasikan yang meliputi
aktivitas menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil
analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Kompetensi yang ingin
dikembangkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi,
kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat
dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
Langkah-langkah pendekatan saintifik kalau dispesifikkan ke dalam
kegiatan pembelajaran di kelas, dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu
kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Adapun langkah kegiatan
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
54
1. Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal
pembelajaran yang efektif yang memungkinkan peserta didik dapat
mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Sebagai contoh ketika
memulai pembelajaran, guru menyapa anak dengan nada bersemangat dan
gembira (mengucapkan salam), mengecek kehadiran para peserta didik
dan menanyakan ketidakhadiran peserta didik apabila ada yang tidak hadir.
2. Kegiatan Inti
Kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu proses pembentukan
pengalaman dan kemampuan peserta didik secara terprogram yang
dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu. Kegiatan inti dalam metode
saintifik ditujukan untuk terkonstruksinya konsep, hukum atau prinsip oleh
peserta didik dengan bantuan dari guru melalaui langkah-langkah kegiatan
yang diberikan di muka.
3. Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup ditujukan untuk dua hal pokok. Pertama, validasi
terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh peserta
didik. Kedua, pengayaan materi pelajaran yang dikuasai peserta didik.
Validasi dapat dilakukan dengan mengindentifikasi kebenaran konsep,
hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh peserta didik.
Dalam pendekatan saintifik, teknik penilaian yang dilakukan
meliputi penilaian proses, penilaian hasil (product) dan penilaian sikap.
Penilaian proses atau keterampilan, dilakukan melalui observasi saat siswa
bekerja kelompok, bekerja individu, berdiskusi, presentasi dengan
menggunakan lembar observasi kinerja; penilaian hasil (product) dapat
dilakukan secara tes tertulis dengan tujuan untuk mengetahui pemahaman
konsep, prinsip, dan hukum yang disampaikan dalam kegitan
pembelajaran; sedangkan penilaian sikap dilakukan melalui observasi saat
peserta didik bekerja kelompok, bekerja individu, berdiskusi, saat
presentasi dengan menggunakan lembar observasi sikap.
55
BAB VII
PENILAIAN OTENTIK
(authentic assessment)
A. Pengertian
Istilah authentic assessment mulanya diperkenalkan oleh Wiggins pada
tahun 1990 untuk menilai pekerjaan orang dewasa sebagai reaksi atas
penilaian tertulis seperti mengisi titik-titik, tes tertulis, pilihan ganda, kuis
jawaban singkat. Istilah otentik merujuk pada realitas atau keadaan yang
sesungguhnya. Untuk menilai pekerjaan orang dewasa, tidak perlu diberi soal
tes pilihan ganda, mereka memiliki performa kerja. Oleh karenanya penilaian
otentik seriang dikenal juga dengan istilah performance assessment.
Menurut Jon Mueller penilaian otentik adalah bentuk penilaian yang
meminta para siswanya untuk menampilkan tugas pada situasi yang
sesungguhnya, mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan
esensial yang bermakna. Pendapat serupa dikemukakan oleh Richard J.
Stiggins, sementara Stiggins mengemukakan bahwa penilaian otentik adalah
menekankan penguasaan penerapan keterampilan dan kompetensi spesifik.
(performance assessments call upon the examinee to demonstrate specific
skills and competencies, that is, to apply the skills and knowledge they have
mastered). Grant Wiggins (dalam Nuryani, tt:2), menekankan perlunya
kinerja ditampilkan secara efektif dan kreatif, tugas yang diberikan dapat
berupa pengulangan tugas atau masalah yang serupa dengan masalah yang
dihadapi orang dewasa, baik sebagai warganegara, konsumen, atau
professional di bidangnya. “...engaging and worthy problems or questions of
importance, in which students must use knowledge to fashion performance
effectively and creatively. The tasks are either replic as of or analogous to the
kinds of problems faced by adult citizens and consumers or professionals in
the field”.
Penilaian otentik (authentic assessment) adalah pengukuran yang
bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap,
keterampilan, dan pengetahuan. Istilah assessment merupakan sinonim dari
56
penilaian, pengukuran, pengujian, atau evaluasi, sedangkan istilah authentic
merupakan sinonim dari kata asli, nyata, sungguh-sungguh, sebenar-
benarnya.
Penilaian otentik lebih sering dinyatakan sebagai penilaian berbasis
kinerja (performance based assessment). Sementara itu dalam buku-buku lain
(kecuali Wiggins) penilaian otentik disamakan saja dengan nama penilaian
alternatif (alternative assessment) atau penilaian kinerja (performance
assessment). Selain itu Mueller, memperkenalkan istilah lain sebagai padanan
nama penilaian otentik, yaitu penilaian langsung (direct assessment). Nama
performance assessment atau performance based assessment digunakan
karena peserta didik diminta untuk menampilkan tugas-tugas (tasks) yang
bermakna. Beberapa pakar pendidikan membedakan penggunaan istilah
penilaian otentik dengan penilaian kinerja, seperti misalnya Meyer dan
Marzano. Sementara itu Stiggins & Mueller menggunakan kedua istilah itu
secara sinomim. Istilah alternative assessment digunakan karena merupakan
alternatif dari penilaian yang biasa digunakan (traditional assessment).
Adapun istilah direct assessment digunakan karena penilaian otentik
menyediakan lebih banyak bukti langsung dari penerapan keterampilan dan
pengetahuan. Apabila peserta didik dapat mengerjakan dengan baik tes
pilihan ganda, maka dikatakan bahwa secara tidak langsung (indirectly)
peserta didik tersebut dapat menerapkan pengetahuan yang telah dipelajarinya
dalam konteks dunia yang sesungguhnya, namun akan lebih baik kalau
peserta didik mendemonstrasikan secara langsung penerapan pengetahuan
dan keterampilannya (Nuryani, tt:4)
Penilaian otentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah
dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Penilaian
tersebut mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik
dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan
lain-lain. Penilaian otentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau
kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi
mereka dalam pengaturan yang lebih otentik. Penilaian otentik sangat relevan
57
dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran, khususnya jenjang
sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
Sebagaimana disebutkan di atas, penilaian otentik sering
dipertentangkan dengan penilaian yang menggunakan standar tes berbasis
norma, pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan atau membuat jawaban
singkat, essay (uraian). Tentu saja jenis penilaian seperti ini tidak lantas
dihilangkan dalam proses pembelajaran, karena masing-masing jenis tes
memiliki skop penggunaan yang berbeda-beda.
Penilaian otentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru bekerja sama
dengan guru lain, atau guru bekerja sama dengan peserta didik. Dalam
penilaian otentik, seringkali pelibatan peserta didik sangat penting, asumsinya
peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu
bagaimana akan dinilai. Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan
mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam rangka meningkatkan
pemahaman yang lebih mendalam tentang tujuan pembelajaran serta
mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi.
Pada penilaian otentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan
konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh
dari luar sekolah. Penilaian otentik mencoba menggabungkan kegiatan guru
mengajar, kegiatan belajar peserta didik, motivasi dan keterlibatan peserta
didik, serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu merupakan bagian dari
proses pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi pemahaman tentang
kriteria kinerja.
Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dicapai melalui
penyelesaian tugas dimana peserta didik telah memainkan peran aktif dan
kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan tugas sangat
bermakna bagi perkembangan pribadi mereka. Dalam pembelajaran otentik,
peserta didik diminta mengumpulkan informasi dengan pendekatan scientific,
memahami aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama lain
secara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata
yang ada di luar sekolah.
58
Penilaian otentik sering digambarkan sebagai penilaian atas
perkembangan peserta didik, karena berfokus pada kemampuan mereka
berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang subjek. Penilaian otentik
harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa
yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka
menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum
mampu menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu, guru
dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk
materi apa pula kegiatan remedial harus dilakukan.
B. Penilaian dan pembelajaran otentik
Penilaian otentik mengharuskan pembelajaran yang otentik (authentic
lerning) pula, yaitu belajar melalui kegiatan yang mencerminkan tugas dan
pemecahan masalah yang diperlukan dalam kehidupan nyata di luar sekolah.
Dalam pembelajaran otentik ini berarti peserta didik bersama guru melakukan
aktivitas untuk menemukan menemukan sesuatu dan merasakan sendiri, dan
oleh karenanya guru mengembangkan inquiry discovery learning. Peserta
didik merasakan, menemukan sendiri dan membuktikan sendiri, tidak hanya
menerima informasi tentang suatu kebenaran atas hasil riset orang lain.
Penilaian otentik terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama,
pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan
hasil jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua,
penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan
kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk
menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang ada.
Penilaian otentik mendorong peserta didik mengkonstruksi,
mengorganisasi, menganalisis, mensintesis, menafsirkan, menjelaskan, dan
mengevaluasi informasi untuk kemudian mengubahnya menjadi pengetahuan
baru. Pada pembelajaran otentik, guru harus menjadi “guru otentik.” Peran
guru bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga pada penilaian.
Guru otentik adalah guru yang mengajak peserta didiknya untuk menemukan
59
dan membangun pengetahuannya sendiri melalui riset dan experimen, bukan
hanya menginformasikan pengetahuan kepada peserta didik semata.
Untuk bisa melaksanakan pembelajaran otentik, guru harus memenuhi
kriteria tertentu:
1. Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik
serta desain pembelajaran.
Guru adalah sosok yang diasumsikan paling tahu tentang keadaan
peserta didiknya, kelebihan dan kelemahannya. Pengetahuan guru akan
keadaan peserta didik yang sebenarnya tersebut merupakan modal dasar
bagi penyusunan desain pembelajaran yang akan dikembangkan. Desain
pembelajaran yang disusun berdasarkan keadaan peserta didik yang
sebenarnya, memungkinkan peserta didik akan belajar sesuai dengan
keadaan dirinya.
2. Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara
mengajukan pertanyaan dan menyediakan sumber daya memadai bagi
peserta didik untuk melakukan akuisisi pengetahuan.
Kemampuan guru dalam membimbing peserta didik sangat
diperlukan agar peserta didik terselesaikan masalahnya dan mereka dapat
mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dibawa.
Dalam kegiatan pendidikan, minimal guru memiliki tiga peran, yaitu
sebagai pengajar, pembimbing, dan pelatih. Guru sebagai pengajar
bertugas mengembangkan kemampuan intelektual peserta didik; sebagai
pembimbing guru bertugas membimbing peserta didik dalam
mengembangkan aspek afektif, perilaku, kepribadian dan pengembangan
dirinya; sebagai pelatih guru bertugas mengembangkan aspek skill motorik
peserta didik. Ketiga peran terebut terintegrasi selalu melekat dalam
pribadi guru dalam melaksanakan tugas kependidikan untuk membentuk
peserta didik yang total melalui upaya yang terintegrasi pula.
Untuk dapat melaksanakan tugas membimbing secara baik maka
guru harus mengetahui keadaan peserta didik yang sebenarnya dan
60
memiliki pengetahuan yang cukup tentang cara membimbing peserta
didik.
3. Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan
mengasimilasikan pemahaman peserta didik.
4. Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat
diperluas dengan menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.
C. Bentuk penilaian otentik
Ada banyak cara yang dapat dilakukan guru dalam penilaian otentik.
Satu hal yang perlu dipegangi guru dalam memilih bentuk penilaian otentik
adalah bahwa penilaian tersebut harus mampu mengungkap performa peserta
didik yang sebenarnya, baik aspek afektif, psikomotirik, dan kognitif.
Penilaian otentik biasanya berbentuk tugas otentik (authentic task),
yaitu “… an assignment given to students designed to assess their ability to
apply standard-driven knowledge and skills to real-world challenges. Dengan
kata lain, suatu tugas yang meminta siswa melakukan atau menampilkan
dianggap otentik apabila: a) peserta didik diminta untuk mengkonstruk
respons mereka sendiri, bukan sekedar memilih dari yang tersedia; (b) tugas
merupakan tantangan yang mirip (serupa) yang dihadapinya dalam (dunia)
kenyataan sesungguhnya (Nuryani, tt:4)
Selanjutnya Baron‟s (Nuryani, tt:6), mengemukakan lima kriteria task
yang untuk penilaian otentik, yaitu: a) tugas tersebut bermakna baik bagi
peserta didik maupun bagi guru; b) tugas disusun bersama atau melibatkan
peserta didik; c) tugas tersebut menuntut peserta didik menemukan dan
menganalisis informasi, dan menarik kesimpulan tentang hal tersebut; d)
tugas tersebut meminta peserta didik untuk mengkomunikasikan hasil dengan
jelas; e) tugas tersebut mengharuskan peserta didik untuk bekerja atau
melakukan. Anonymous mengemukakan dua hal yang perlu dipilih dalam
menyiapkan tugas dalam penilaian otentik, yaitu keterampilan (skills) dan
kemampuan (abilities). Ada lima hal yang perlu dipertimbangkan pada saat
menyiapkan task yang otentik dalam pembelajaran. Pertama, length atau lama
waktu pengerjaan tugas. Kedua, jumlah tugas terstruktur yang perlu dilalui
61
peserta didik. Ketiga, partisipasi individu, kelompok atau kombinasi
keduanya. Keempat, fokus evaluasi: pada produk atau pada proses. Kelima,
keragaman cara-cara komunikasi yang dapat digunakan peserta didik untuk
menunjukkan hasil kinerjanya.
Dalam memberikan penilaian, skor hasil penilaian yang diberikan guru
harus mampu menggambar keadaan peserta didik yang sebenarnya. Oleh
karena itu jenis penilaian yang dipilih harus seauai dengan jenis kemampuan
peserta didik yang akan diukur. Hal ini dimaksudkan agar hasil penilaian
benar-benar valid, yaitu mengukur yang seharusnya diukur dengan
menggunakan alat ukur yang benar.
Ada beberapa jenis penilaian otentik atau tugas yang dapat
dikembangkan guru di kelas, yaitu penilaian kinerja, penilaian proyek,
penilaian portofolio, dan penilaian tertulis.
1. Penilaian kinerja
Penilaian otentik sebisa mungkin melibatkan parsisipasi peserta
didik, khususnya dalam proses dan aspek-aspek yang akan dinilai. Guru
dapat melakukannya dengan meminta para peserta didik menyebutkan
unsur-unsur proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk menentukan
kriteria penyelesaiannya. Penilaian berbasis kinerja dapat dilakukan
dengan menggunakan: a) daftar cek (checklist); b) catatan anekdot/ narasi
(anecdotal/narative records); c) skala penilaian (rating scale); d) memori
atau ingatan (memory approach). Berikut disajikan contoh instrument dari
masing-masing teknik penilaian tersebut.
a) Contoh format daftar cek (checklist)
No Perilaku Ya Tidak
1
2
3
62
b) Contoh format catatan Anekdot (anecdotal record)
Hari/ tanggal Nama
peserta didik
Deskripsi peristiwa
Interpretasi
Keterangan
Senin, 5
Januari 2014
Andri Anak tidak mau
melakukan dan
mengikuti aktivitas
atau kegiatan
padahal anak
tersebut sehat dan
selalu ceria /
gembira
Kemungkinan ada
permasalahan di
rumah ( keluarga )
(bisa diisi
tindak lanjut)
c) Contoh format skala penilaian (rating scale)
Ada beberapa format skala penilaian yang dikembangkan para
ahli yaitu skala Likert, skala Guttman, semantic differential, dan rating
scale (Rino Safrizal, 2012:2). Dalam memilih format yang akan dipakai,
guru dapat menyesuaikannya dengan kepentingan pengumpulan data
yang akan dicari.
1) Skala Likert
Skala Likert adalah skala yang dapat dipergunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok
orang mengenai suatu gejala atau fenomena. Dalam skala Likert
terdapat dua bentuk pernyataan, yaitu: (a) pernyataan positif untuk
mengukur sikap positif; (b) pernyataan negatif untuk mengukur
sikap negative terhadap objek atau fenomena.
Skor pernyataan positif dimulai dari 1 untuk menunjukkan
sikap sangat tidak setuju (STS), skor 2 untuk menyatakan sikap tidak
setuju (TS), skor 3 untuk menunjukkan sikap ragu-ragu (R), skor 4
untuk menyatkan sikap setuju (S), dan skor 5 untuk menyatakan
sikap sangat setuju (SS). Skor pernyataan negatif dimulai dari skor 1
untuk menyatakan sikap sangat setuju (SS), skor 2 untuk
menunjukkan sikap setuju (S), skor 3 untuk menyatakan sikap ragu-
ragu (R), skor 4 untuk menyatakan sikap tidak setuju (TS), skor 5
untuk menyatkan sikap sangat tidak setuju (STS).
63
Skala Likert ini dapat dikatakan yang sering digunakan untuk
penilaian terutama penilaian afektif. Dalam menyusun instrument
skala Likert ini menurut Trianto (2010:243) ada beberapa langkah
yang harus ditempuh, antara lain:
(a) Menentukan variable sikap yang akan diukur
(b) Membuat pernyataan tentang variable sikap yang akan dinilai
(c) Mengelompokkan pernyataan positif dan negatif
(d) Menentukan frasa atau angka yang dapat menjadi alternatif
pilihan. Misalnya: SS = sangat setuju, S= setuju, R= ragu-ragu,
TS = tidak setuju, STS = sangat tidak setuju
(e) Menyusun pernyataan dan pilihan jawaban menjadi suatu alat
penilaian
(f) Melakukan try out
(g) Mengindentifikasi dan menghilangkan butir pertanyaan atau
pernyataan yang kurang baik
(h) Melakukan penilaian afektif dengan menggunakan skala Likert
Contoh format skala Likert :
No
Pernyataan Sikap
SS S R TS STS
1 2
Keterangan:
SS : sangat setuju
S : setuju
R : ragu-ragu
TS : tidak setuju
STS : sangat tidak setuju
2) Skala Guttman
Skala Guttman menginginkan tipe jawaban tegas dari subjek
yang diamati, misalnya jawaban benar – salah, ya – tidak, pernah –
tidak pernah, positif – negatif, tinggi – rendah, baik – buruk, dan
seterusnya. Pada skala Guttman hanya terdapat dua interval, yaitu
setuju dan tidak setuju. Skala Guttman dapat dibuat dalam bentuk
64
pilihan ganda (multiple choice) maupun daftar checklist. Untuk
jawaban positif diberi skor 1, sedangkan untuk jawaban negatif
diberi skor 0.
Contoh format skala Guttman:
No
Pernyataan Sikap
Pernah Tidak pernah
1
2
3) Semantik Differensial
Skala diferensial digunakan untuk mengukur sikap yang
berbentuk garis kontinum di mana jawaban yang sangat positif
terletak dibagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif
terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya.
Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala
semantic differential adalah data interval. Skala bentuk ini biasanya
digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang
dimiliki seseorang, misalnya untuk mengetahui gaya kepemimpinan
kepala sekolah dapat dibuat skala semantic differential sebagai
berikut.
Demokrasi 7 6 5 4 3 2 1 Otoriter
Bertanggung jawab 7 6 5 4 3 2 1 Tidak bertanggung jawab
Memberi kepercayaan 7 6 5 4 3 2 1 Mendominasi
Menghargai bawahan 7 6 5 4 3 2 1 Tidak menghargai bawahan
Keputusan diambil bersama 7 6 5 4 3 2 1 Keputusan diambil sendiri
Responden yang memberi penilaian angka 7 (tujuh), berarti
persepsinya terhadap gaya kepemimpinan kepala sekolah adalah
sangat positif; sedangkan responden yang memberikan penilaian
angka 1 (satu) berarti persepsinya terhadap kepemimpinan kepala
sekolah adalah sangat negatif.
4) Rating scale
Rating scale lebih fleksibel, tidak saja digunakan untuk
mengukur sikap tetapi dapat juga untuk mengukur persepsi orang
terhadap fenomena lingkungan, seperti mengukur status sosial,
65
ekonomi, pengetahuan, kemampuan, dan lain-lain. Dalam rating
scale, yang paling penting adalah kemampuan menterjemahkan
alternatif jawaban yang dipilih responden, misalnya responden
memilih jawaban angka 3 (tiga), tetapi angka 3 (tiga) oleh orang
tertentu belum tentu sama dengan angka 3 (tiga) bagi orang lain yang
juga memiliki jawaban angka 3 (tiga). Dalam praktik pembelajaran
di kelas, rating scale ini dapat digunakan untuk menilai unjuk kerja
peserta didik melalui pengamatan.
Contoh format rating scale:
No
Kriteria perilaku
Sikap Sangat
baik
Baik
Sedang
Jelek
Sangat
jelek
1 2 3
Keterangan bobot skor:
Sangat baik : 5
Baik : 4
Sedang : 3
Jelek : 2
Sangat jelek : 1
Sebagaimana disebutkan di atas, dalam penggunaannya di kelas, guru
dapat mengembangkan format-fotmat penilaian tersebut ke dalam berbagai
bentuk sesuai dengan tujuan penggunaannya. Beberapa format lembar
pengamatan yang dapat dimanfaatkan guru untuk mengamati perilaku peserta
didik misalnya penilaian sikap atau karakter melalui lembar pengamatan.
Mula-mula guru mendefinikan secara detail apa yang dimaksud denan nilai
karakter yang bersangkutan kemudian dijabarkan ke dalam indikator yang
lebih rinci. Indikator karakter kemudian dikembangkan lagi menjadi lembar
pengamatan yang yang berisi kemunculan fenomena karakter yang diamati.
Perhatikan contoh berikut.
66
Lembar pengamatan untuk karakter disiplin
Pertama dibuat pedoman kriteria dan indikatornya
Nilai karakter yang
dikembangkan
Definisi Indikator
Disiplin Ketaatan atau
kepatuhan pada
peraturan yang
ada
1. Kehadiran di sekolah tepat waktu
2. Senantiasa menjalankan tugas piket
3. Menyelesaikan tugas sesuai dengan
waktu yang disepakati
Kemudian dibuat pedoman penilaiannya
No
Nama
Perkembangan Ket
Minggu I Minggu II
BT MT MB SM BT MT MB SM
1
2
3
Keterangan:
BT : belum terlihat
MT : mulai terlihat
MB : mulai berkembang
SM : sudah membudaya
Lembar pengamatan untuk keaktivan kerja kelompok:
No
Nama
Aspek yang diamati
Kerjasama Mengeluarkan pendapat
Toleransi Menghargai
pendapat
Keaktivan Jml
skor
Nilai Ket.
1
2
Kriteria penskoran nilai:
4 : baik sekali
3 : baik
2 : cukup
1 : kurang
Penghitungan ke dalam skor kuantitatif:
A : baik sekali : 80 – 100
B : baik : 70 – 79
C : cukup : 61 – 69
D : kurang : ≤ 60
Nilai : ∑ skor yang diperoleh x 100
skor maksimal
67
Lembar pengamatan untuk presentasi
No
Nama
siswa
Aspek Penilaian
Jml
skor
Nilai
Ket
Komu-
nikasi
Siste- matika
penya-
jian
Wawasan
Keberanian
Antusias
Penam-
pilan
1
2
Contoh lembar penilaian unjuk kerja :
Rubrik Menggambar dan Menceritakan Gambar Berkelompok
Pertama dibuat pedoman penilaian, mulai dari kriteria dan indikatornya
No Kriteria Baik sekali Baik Cukup Perlu
bimbingan
1 Kerja sama
kelompok
Seluruh anggota
kelompok
berpartisipasi
aktif
Setengah atau
lebih anggota
kelompok
berpartisipasi
aktif
Kurang dari
setengah
anggota
kelompok
berpartisipasi
aktif
Seluruh
anggota
kelompok
pasif
2 Kualitas hasil Objek gambar
terdiri dari
lingkaran dan
segi empat
Ada tambahan
hiasan dan
warna
Objek
gambar
terdiri dari
lingkaran
dan segi
empat
Tidak ada
tambahan
hiasan dan
warna
Objek
gambar
terdiri dari
salah satu
bentuk
(lingkaran
atau segi
empat)
Ada hiasan
dan warna
Objek
gambar
terdiri dari
salah satu
bentuk
(lingkaran
atau segi
empat)
Tidak ada
hiasan dan
warna
3 Kemampuan
menceritakan
gambar
Perwakilan
kelompok
menceritakan
gambar yang
mencakup dua
aspek, yaitu ceria
faktual dan
imajinatif
Perwakilan
kelompok
menceritakan
hanya faktual
atau
imajinatif
Perwakilan
kelompok
menceritakan
hanya
menyebut
gambar saja
Perwakilan
kelompok
belum mampu
menceritakan
gambar
Kemudian dikembangkan menjadi lembar penilaian:
No
N a m a
Baik sekali
(4)
Baik
(3)
Cukup
(2)
Perlu
bimbingan (1)
1
2
(Diadopsi dari buku pengangan guru SD kurikulum 2013)
68
2. Penilaian Proyek
Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan
penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik
menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud berupa
investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan,
pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian
data.
Berikut ini tiga hal yang perlu diperhatian guru dalam penilaian
proyek.
a. Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan
mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis, memberi makna atas
informasi yang diperoleh, dan menulis laporan.
b. Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan pengembangan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta
didik. Keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau
dihasilkan oleh peserta didik.
3. Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak
yang menunjukkan kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia
nyata. Penilaian portofolio bisa berangkat dari hasil kerja peserta didik
secara perorangan atau diproduksi secara berkelompok, memerlukan
refleksi peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa dimensi.
Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-
langkah seperti berikut ini.
a. Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.
b. Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio yang
akan dibuat.
c. Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah
bimbingan guru menyusun portofolio pembelajaran.
d. Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada
tempat yang sesuai, disertai catatan tanggal pengumpulannya.
69
e. Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.
f. Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama
dokumen portofolio yang dihasilkan.
g. Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian
portofolio
4. Penilaian tertulis
Tes tertulis juga dapat digunakan dalam penilaian otentik, namun
ditekankan yang berbentuk uraian atau esai yang menuntut peserta didik
mampu mengingat, memahami, mengorganisasikan, menerapkan,
menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atas materi yang
sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat
komprehensif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap,
keterampilan dan pengetahuan peserta didik.
D. Langkah-langkah penilaian otentik
Dalam mendesain penilaian otentik, ada berapa langkah yang harus
diperhatikan guru, yaitu mengidentifikasi standar, memilih tugas, dan
mengidentifikasi kriteria tugas (Nuryani, tt:8).
1. Langkah pertama: mengidentifikasi standar
Standar merupakan pernyataan yang harus diketahui dan dapat
dilakukan peserta didik, namun cakupannya lebih spesifik dan lebih mudah
dicapai daripada tujuan umum. Biasanya standar merupakan satu
pernyataan singkat yang harus diketahui atau mampu dilakukan peserta
didik tentang suatu hal atau perbuatan. Rumusan standar hendaknya
operasional, dapat diobservasi dan dapat diukur.
2. Langkah kedua: memilih suatu tugas otentik
Dalam menentukan tugas otentik, pertama-tama guru perlu mengkaji
standar yang telah dibuat, dan mengkaji kenyataan (reality) yang
sesungguhnya. Tugas sebaiknya dikaitkan dengan dunianya kehidupan
sehari-hari yang dialami oleh peserta didik, misalnya guru memberi tugas
memecahkan masalah pembagian kue untuk suatu keluarga yang memiliki
70
anak tujuh, bagaimana agar setiap anggota keluarga mendapatkan bagian
yang sama.
3. Langkah ketiga: mengidentifikasi kriteria tugas (tasks)
Kriteria adalah indikator-indikator dari kinerja yang baik atas suatu
tugas. Apabila terdapat sejumlah indikator, sebaiknya diperhatikan apakah
indikator-indikator tersebut sequential (memerlukan urutan) atau tidak.
Untuk membuat kriteria yang baik, ada beberapa ciri kriteria yang baik,
yaitu: 1) dinyatakan dengan jelas dan singkat; 2) pernyataan berupa
tingkah laku yang dapat diamati dan diukur; 3) ditulis dalam bahasa yang
mudah dipahami setiap peserta didik. Sementara itu, berkaitan dengan
jumlah kriteria untuk masing-masing tugas, perlu diperhatikan: 1) batasi
jumlah kriteria hanya pada unsur-unsur yang esensial dari suatu tugas
(antara 3-4 kriteria, di bawah 10); 2) tidak perlu mengukur setiap item
tugas terlalu detil; 3) kriteria sedikit untuk tugas-tugas yang kecil atau
sederhana.
E. Pemanfaatan hasil penilaian
Setelah melakukan evaluasi pembelajaran, guru menganalisis hasil
evaluasi guna perencanaan kegiatan tindak lanjut. Ada dua jenis kegiatan
tindak lanjut hasil evaluasi, yaitu pengulangan (remedial) dan pengayaan
(enrichment).
Kegiatan pengulangan dilakukan oleh guru terhadap peserta didik yang
dianggap belum mencapai skor minimal yang ditetapkan sekolah dalam suatu
mata pelajaran tertentu. Kegiatan remedial dalam makna yang sederhana atau
sempit dapat dilakukan dengan cara: a) guru memberi soal yang sama agar
dikerjakan kembali oleh peserta didik; b) guru memberi soal yang berbeda
dengan tingkat kesulitan yang selevel; c) guru memberikan pembelajaran
kembali kepada peserta didik; d) guru memberi tugas lain yang memiliki
tingkat kesulitan yang selevel. Sedangkan, remedial dalam makna yang luas,
guru dapat memperbaiki desain program pembelajaran yang pernah dirancang
guna meminimalisir kegagalan peserta didik dalam pembelajaran mendatang
jika program kegiatan yang telah dirancang dipandang tidak efektif.
71
Kegiatan pengayaan (enrichment) dilakukan oleh guru bersama peserta
didik yang telah mengalami ketuntasan belajar. Kegaitan ini dimaksudkan
untuk memperkaya, memperluas, memperdalam peserta didik atas materi
pembelajaran yang disampaikan guru. Kegiatan pengayaan dapat berupa
tugas untuk membaca materi yang serupa dari sumber belajar yang lain atau
penugasan lain untuk mempraktikkan teori yang dipelajari peserta didik (jika
dapat dipraktikkan).
Ukuran ketuntasan belajar adalah menyesuaikan dengan kriteria
ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh sekolah yang
bersangkutan. Dalam hal ini KKM ditentukan dengan mempertimbangkan
tingkat kesulitan KD atau materi pembelajaran, keadaan peserta didik
(entering behavior) dan ketersediaan daya dukung pembelajaran yang ada di
sekolah. Ketuntasan belajar dapat diukur melalui ketuntasan indikator, yaitu
manakala skor masing-masing indikator telah memenuhi standar minimal.
Guru juga dapat mengetahui skor nilai KD tertentu dengan mencari rerata dari
nilai indikator pada KD yang bersangkutan.
Contoh penghitungan ketuntasan indikator:
Kompetensi Dasar
(KD)
Indikator Kriteria
Ketuntasan
Nilai Peserta
didik
Ketuntasan
1 60 70 Tuntas
2 65 75 Tuntas
3 65 60 Tidak Tuntas
4 60 65 Tuntas
72
BAB VIII
PENYUSUNAN SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF
A. Silabus
Silabus merupakan garis besar atau pokok-pokok isi materi
pembelajaran. Silabus adalah suatu produk pengembangan kurikulum berupa
penjabaran lebih lanjut dari kompetensi yang ingin dicapai, materi pokok
yang perlu dipelajari peserta didik dalam rangka pencapaian kompetensi yang
telah ditentukan. Silabus merupakan rencana pembelajaran yang masih
bersifat global pada suatu mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup
kompetensi yang ingin dicapai, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
indikator kompetensi, penilaian alokasi waktu dan sumber belajar (Trianto,
2010:153).
Guru dipandang sebagai pihak yang berkompeten dalam menyusun
silabus pembelajarn karena dialah yang paling tahu keadaan peserta didik,
tingkat kemampuan intelektual, latar belakang, daya serap dan berbagai
keadaan daya dukung pembelajaran yang ada di sekolahnya. Silabus
pembelajaran disusun oleh guru yang selanjutnya dijabarkan secara lebih
detail dalam rencana pembelajaran.
Menurut Muslih (dalam Trianto, 2010:153), silabus dikembangkan
dengan memperhatikan prinsip ilmiah, relevan, sistematis, konsisten,
memadai, actual dan kontekstual. Sedangkan menurut Saud, beberapa prinsip
yang harus diperhatikan dalam mengembangkan silabus pembelajaran tematik
adalah:
1. Materi pembelajaran yang disajikan harus dapat dipertanggungjawabkan
secara imiah, sehingga dalam penyusunannya harus melibatkan pakar ahli
dalam bidangnya.
2. Sequence dan tingkat kesulitan materi pembelajaran harus disesuaikan
dengan tingkat perkembangan peserta didik, dan materi tersebut
menunjang bagi pencapaian penguasaan kompetensi
73
3. Semua komponen yang ada dalam silabus tersebut merupakan satu
kesatuan yang utuh dan logis
4. Silabus dikembangkan berdasarkan keterkaitan kompetensi dengan tema
yang dipilih
5. Kegiatan pembelajaran dikembangkan sesuai dengan kompetensi dan tema
yang ada, mampu mengembangkan krativitas dan pemikiran peserta didik
serta mengembangkan pembelajaran kontekstual
6. Kompetensi dasar yang tidak dapat tercakup dalam tema, dapat
dikembangkan dalam silabus tersendiri
Silabus pembelajaran tematik disusun dengan menggunakan pendekatan
sistem, artinya komponen yang ada di alamnya merupakan satu kesatuan yang
utuh dan saling terkait dalam rangka mencapai kompetensi yang telah
ditetapkan. Komponen silabus pembelajaran termatik terdiri dari: a) identitas;
b) kompetensi inti; c) mata pelajaran; d) kompetensi dasar; e) kompetensi
dasar; f) indikator; g) materi pembelajaran; h) kegiatan pembelajaran; i)
penilaian; j) alokasi waktu; k) sumber belajar. Format silabus dapat dilihat
pada contoh tabel berikut.
SILABUS
Satuan Pendidikan :
Kelas/semester :
Tema :
Kompetensi Inti :
Mata
pelajaran
Kompetensi
Dasar
Indikator Materi Kegiatan
Pembelajaran
Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Dalam Lampiran IV Permendikbud Nomor 81A/2013 tentang
Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran disebutkan bahwa
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan rencana pembelajaran
yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu
yang mengacu pada silabus. Sementara itu dalam lampiran Permendikbud
74
nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses disebutkan bahwa RPP
merupakan rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu
pertemuan atau lebih. RPP disusun berdasarkan KD atau subtema
pembelajaran untuk satu kali petemuan atau lebih yang dikembangkan dari
silabus pembelajaran.
Pengembangan RPP untuk pembelajaran tematik integratif ada sedikit
perbedaan jika dibandingkan dengan model RPP sebelumnya. Perbedaan
tersebut adalah:
RPP Tematik KTSP 2006 RPP Tematik Integratif 2013
Pemetaan tema dan perumusan
indikator dilakukan oleh guru
Pemetaan tema dan perumusan
indikator dilakukan oleh
Kemendikbud
Pembuatan jaring-jaring tema dan
materi dilakukan oleh guru
Pembuatan jaring-jaring tema dan
materi dilakukan oleh
Kemendikbud
Tujuan pembelajaran dirumuskan oleh
guru
Tujuan pembelajaran sudah
disusun, guru dapat
menyempurnakan
Kegiatan inti dalam pembelajaran
terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi, dan
Konfirmasi
Kegiatan inti dalam pembelajaran
meliputi: mengamati, menanya,
mengeksperimen/mengeksplorasi,
mengasosiasi dan
mengkomunikasikan
Langkah-langkah kegiatan
pembelajaran dirumuskan oleh guru
Langkah kegiatan pembelajaran
sudah dirumuskan, guru dapat
menambah atau mengurangi sesuai
dengan kondisi sekolah dan
lingkungannya.
1. Prinsip penyusunan RPP
RPP merupakan rancangan acuan yang akan dijadikan guru dalam
mengembangkan kegiatan pembelajaran di kelas. Dalam menyusun RPP
ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan guru, yaitu:
75
a. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik.
Perbedaan individu perlu mendapat perhatian guru dari sejak
menyusun perencanaan pembelajaran. Tujuannya adalah agar masing-
masing peserta didik mendapat layanan yang sesuai dengan keadaan
dirinya. Sebagai guru harus menyesuaikan diri dengan keadaan
peserta didik yang berperbedaan, bukan peserta didik yang harus
menyesuaikan dengan gurunya.
b. Mendorong partisipasi aktif peserta didik.
RPP dirancang dengan berbagai aktivitas yang mendorong
peserta didik aktif terlibat dalam kegiatan. Keterlibatan peserta didik
tersebut mencakup keterlibatan aktivitas kognitif, mental, dan aspek
motorik; keaktivan secara individu maupun keaktivitas dalam aktivitas
berkelompok.
c. Mengembangkan budaya membaca dan menulis.
Dalam menyusun RPP, hendaknya dirancang yang sedemikian
rupa sehingga kegiatan pembelajarannya memacu peserta didik untuk
mengembangkan budaya membaca dan menulis. Budaya membaca
dan menulis peserta didik dapat dikembangkan pada kegiatan awal,
inti, akhir (kurikuler) maupun kegiatan lain di luar jam kegiatan
belajar mengajar di sekolah (kokurikuler).
d. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut.
Umpan balik dapat dimaknai respon guru atas perilaku peserta
didik. Respon guru sangat berarti bagi peserta didik sebagai bukti
perhatian guru kepada pesera didiknya. Peserta didik yang mendapat
respon atas perilakunya dari gurunya akan mampu menjadi pendorong
bagi aktivitas berikutnya yang serupa, namun jika guru tidak
merespon aktivitasnya maka peserta didik akan lemah semangat dalam
pembelajaran. Dalam hal ini, guru perlu memperbanyak positive
respond terhadap aktivitas peserta didiknya.
Sementara itu, tindak lanjut merupakan follow up dari apapun
kejadian yang menimpa pesera didik. Tindak lanjut ini sangat penting
76
bagi pengembangan diri peserta didik, karena segala permasalahan
akan selesai dengan tuntas.
b. Mengakomodasi pada keterkaitan dan keterpaduan KD, Keterkaitan
dan keterpaduan materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam
satu keutuhan pengalaman belajar.
c. Mengakomodasi pembelajaran tematik-internal, keterpaduan-
eksternal, keterpaduan lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
Dimaksudkan dengan tematik internal adalah keterpaduan
materi pelajaran dalam satu bidang mata pelajaran, misalnya
keterpaduan biologi, fisika, kimia dalam rumpun mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA); keterpaduan eksternal adalah keterpaduan
pembahasan yang melibatkan berbagai mata pelajaran; sedangkan
yang dimaksud dengan keterpaduan lintas aspek belajar adalah
keterpaduan domain-domain kompetensi individu dalam capaian
pembelajaran, yaitu aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik.
d. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi.
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi perlu
mendapat perhatian yang khusus dalam pembelajaran tematik
integratif. Pemanfaatan perangkat teknologi dalam kegiatan
pembelajaran merupakan bentuk respon aktif dunia pendidikan
terhadap perkembangan IPTEK yang ada di sekitarnya. Selain itu,
guru juga dapat memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi untuk memperkaya (enrichment) materi pembelajaran dan
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (funny learning).
2. Komponen RPP
Komponen RPP tematik integratif 2013 tidak jauh berbeda dengan
komponen RPP tematik sebelumnya. Dalam lampiran IV Permendikbud
nomor 81A/2013 diuraikan bahwa komponen RPP terdiri atas: a) Sekolah;
b) Mata pelajaran/Tema; c) Kelas/ semester; d) Materi Pokok; e) Alokasi
Waktu; f) Kompetensi Inti; g) Kompetensi dasar dan Indikator; h) Tujuan;
77
i) Materi Pembelajaran; j) Metode pembelajaran; k) Media Pembelajaran,
Alat, dan Sumber Pembelajaran; l) Langkah-langkah Kegiatan
Pembelajaran; m) Penilaian. Masing-masing dapat dijelaskan sebagai
berikut.
a. Sekolah
Berisi nama satuan pendidikan, sekolah
b. Mata pelajaran/Tema
Diisi mata pelajaran atau tema pembelajaran
c. Kelas/semester
Disi sesuai dengan kelas atau semester yang bersangkutan
d. Materi Pokok
Bagian ini berisi tentang materi pokok pembelajaran, yaitu tema yang
akan dibahas pada pertemuan. Misalnya : Teman Baru, Menghias Kartu
Nama
e. Alokasi Waktu
Berisi alokasi waktu pembelajaran
f. Kompetensi Inti
Berisi KI yang akan dicapai, namun KI-1 dan KI-2 tidak harus
dikembangkan karena dicapai melalui pembelajaran tak langsung
(misalnya pembiasaan)
g. Kompetensi dasar dan Indikator
Dalam menulis rumusan Kompetensi dasar setiap mata pelajaran
didasarkan pada Permendikbud Nomor 67 tahun 2013. Rumusan
Kompetensi dasar dan indikator kompetensi dapat dilihat di buku
pegangan guru.
h. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran dirumuskan sesuai dengan KD yang ada, dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan terukur
yang mencakup pengembangan aspek afektif, kognitif dan psikomotor.
Rumusan tujuan yang lengkap memuat aspek A (audience) /siswa, B
(behavior) / perilaku, C (condition) / kondisi yang dibutuhkan, D
78
(degree) / Tingkat kemampuan. Contoh : Setelah mengikuti permainan
lempar bola siswa dapat memperkenalkan diri dengan menyebutkan
nama panggilan secara benar. Kalau diuraikan dengan mengikuti
kriteria ABCD maka dapat dikatakan bahwa:
Setelah mengikuti permainan lempar bola: C (condition)
Siswa : A (audience)
Dapat memperkenalkan diri: B (behavior)
Dengan menyebutkan nama panggilan secara benar: D (degree)
i. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran berisi uraian materi yang dapat mengacu pada
buku pegangan guru dan peserta didik untuk satu kegiatan
pembelajaran. Guru dapat menyesuaikan materi pembelajaran sesuai
dengan kebutuhan dan keadaan lingkungan sekitarnya.
j. Metode pembelajaran
Pada bagian ini guru memaparkan tentang metode pembelajaran yang
dipilih sesuai dengan tuntutan KD dan keadaan peserta didik. Metode
pembelajaran yang dipilih guru harus mampu menciptakan suasana
pembelajaran yang aktif interaktif, inspiratif, menantang,
menyenangkan, efisien, memotivasi peserta didik untuk aktif terlibat
dalam kegiatan pembelajaran, memberikan ruang yang cukup bagi
peserta didik untuk berprakarsa, mengembangkan krativitas dan
kemandirian sesuai dengan bakat dan minat, serta sesuai dengan tingkat
perkembangan psikologis peserta didik.
k. Media Pembelajaran, Alat, dan Sumber Pembelajaran
Bagian ini berisi tentang media pembelajaran yang digunakan guru agar
pembelajaran lebih efektif dan efisien. Bagian sumber belajar berisi
rujukan atau reference yang dijadikan sebagai tempat pengambilan
materi ajar oleh guru. Guru dianjurkan memanfaatkan keragaman
sumber belajar yang ada untuk memperkaya cakupan materi
pembelajaran baik sumber belajar dari buku ajar, lingkungan (manusia
79
dan bukan manusia), internet, majalah, pengalaman guru, dan
sebagainya.
l. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Pada bagian ini diuraikan langkah-langkah yang akan dilakukan
guru bersama peserta didik kegiatan pembelajaran mulai dari kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup.
Dalam kegiatan pendahuluan yang dilakukan guru adalah: a)
menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik; b) memberi motivasi
belajar; c) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari; d)
menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan
dicapai; dan e) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian
kegiatan.
Pada kegiatan inti, guru menguraikan rencana kegiatan utama
yang akan dilakukan bersama peserta didik. Pada bagian ini diuraikan
penerapan metode dan media yang dirancang guru dalam kegiatan
pembelajaran dengan menerapkan langkah-langkah pembelajaran
dengan scientific approach, yaitu mengamati (observing), menanya
(questioning), melakukan percobaan, eksplorasi (experimenting,
exploring), menghubungkan, mangasosiasi (associating), dan
mengkomunikasikan (communicating), pendekatan penemuan
(discovery) dan atau pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis
pemecahan masalah (project based learning) sesuai dengan
karakteristik kompetensi, peserta didik, dan jenjang pendidikan. Pada
bagian inti ini juga akan tergambarkan kegiatan integratif yang memuat
pengembangan sikap, pengetahuan dan keterampilan peserta didik.
Bagian kegiatan bagian akhir diuraikan kegiatan guru bersama
peserta didik untuk menemukan manfaat dari kegiatan pembelajaran
yang telah selesai dilaksanakan. Guru menguarikan kegiatan umpan
balik terhadap proses dan hasil pembelajaran; kegiatan tindak lanjut
dalam bentuk pemberian tugas, baik tugas individual maupun
80
kelompok; dan menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk
pertemuan berikutnya.
m. Penilaian
Bagian ini berisi tentang model penilaian yang dilakukan guru
untuk mengukur ketercapaian hasil belajar. Jenis penilaian yang dipilih
disesuaikan dengan jenis tuntutan kompetensi yang dominan dalam
pembelajaran yang bersangkutan. Pada bagian penilaian ini ditulis soal
penilaian sekaligus kunci jawabannya, jika berbentuk pengamatan maka
ditulis instrumennya. Penilaian dapat dilakukan melalui penilaian
Kinerja, penilaian Proyek, penilaian Portofolio, penilaian Tertulis. Guru
dapat mengembangkan penilaian dengan mengacu pada model
penilaian yang tertuang dalam buku pegangan guru.
Sekedar untuk memberikan gambaran riil tentang RPP tematik
integratif, berikut disajikan contoh.
Contoh RPP Tematik Integratif.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : Sekolah Dasar/Madarah Ibtidaiyah …………..
Tema : Diriku
Subtema : Aku dan Teman Baruku
Kelas : I (Satu)
Semester : 1 (Ganjil)
A. Materi Pokok 1. Teman Baru
2. Menghias Kartu Nama
B. Alokasi Waktu (1 x 5 jam pelajaran (1 hari/ 1 kali pertemuan) 1 jam pelajaran SD/MI adalah 35
menit)
C. Kompetensi Inti
1.1 Menerima keberagaman karakteristik individu dalam kehidupan beragama
sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa di lingkungan rumah dan sekolah
81
2.1 Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan
percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru sebagai
perwujudan nilai dan moral Pancasila
D. Kompetensi Dasar dan Indikator
PKn
2.1 Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan
percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru sebagai
perwujudan nilai dan moral Pancasila (boleh ditulis atau tidak karena
pembiasaan).
4.2 Melaksanakan tata tertib di rumah dan sekolah
Bahasa Indonesia
2.1 Memiliki kepedulian dan rasa ingin tahu terhadap keberadaan wujud dan sifat
benda melalui pemanfaatan bahasa Indonesia dan/atau bahasa daerah (boleh ditulis
atau tidak karena pembiasaan).
2.2 Memiliki rasa percaya diri terhadap keberadaan tubuh melalui pemanfaatan
bahasa Indonesia dan/atau bahasa daerah (boleh ditulis atau tidak karena
pembiasaan).
4.4 Menyampaikan teks cerita diri/personal tentang keluarga secara mandiri dalam
bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan kosakata bahasa daerah
untuk membantu penyajian
PJOK
2.1 Menunjukkan perilaku percaya diri dalam melakukan berbagai aktivitas fisik
dalam bentuk permainan (boleh ditulis atau tidak karena pembiasaan)
4.3 Mempraktikkan pola gerak dasar manipulatif yang dilandasi konsep gerak dalam
berbagai bentuk permainan sederhana dan atau permainan tradisional
SBDP
2.1 Menunjukkan rasa percaya diri untuk berlatih mengekspresikan diri dalam
mengolah karya seni (boleh ditulis atau tidak karena pembiasaan)
4.1 Menggambar ekspresi dengan mengolah garis, warna dan bentuk berdasarkan
hasil pengamatan di lingkungan sekitar
Indikator
PKn
1. Menjalankan peraturan pada permainan di sekolah
Bahasa Indonesia
1. Memperkenalkan diri dengan menyebut nama lengkap
2. Memperkenalkan diri dengan menyebut nama panggilan
3. Menyebutkan nama temannya
PJOK
1. Melakukan gerakan melempar
2. Melakukan gerakan menangkap
SBDP
1. Memberi hiasan pada kartu nama
82
E. Tujuan Pembelajaran 1. Setelah mengikuti permainan lempar bola, siswa dapat memperkenalkan diri
dengan menyebutkan nama panggilan secara benar
2. Dengan melakukan permainan siswa dapat menyebut nama lengkap dengan benar
3. Setelah mendengarkan penjelasan guru, siswa dapat menghias kartu nama dengan
rapi
F. Materi Pembelajaran (Materi diuraikan secara rinci sesuai dengan buku pegangan siswa)
Contoh
Teman Baru Di sekolah banyak teman
Kita membutuhkan teman
Kita senang memiliki teman
Lagu Siapa Namamu
Siapakah namamu
Namaku ………
Dan seterusnya
Menghias Kartu Nama (Gambarlah kartu nama yang akan dihias)
G. Metode Pembelajaran
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Bermain peran
4. Bernyanyi
5. Permainan
6. Penugasan
7. Dan seterusnya
H. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran
1. Bola plastik
2. LCD, lap top, tape recorder
3. Kartu nama yang dihias
4. Dan seterusnya
Sumber Belajar
1. Buku Pelajaran
2. Benda di lingkungan sekolah tempat bermain
I. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
No. Kegiatan Waktu
1. Pendahuluan
a. Membuka pembelajaran dengan salam dan berdo‟a bersama
dipimpin oleh salah seorang peserta didik dengan penuh
khidmat;
…
menit
83
No. Kegiatan Waktu
b. Menjelaskan tujuan dengan cara:
1) Hari ini anak-anak telah memiliki teman baru
2) Hari ini kita akan belajar berkenalan namanya
c. Anak-anak nanti diminta menyebutkan nama lengkap, nama
panggilan, dan menghias kartu nama 2 Kegiatan Inti
a. Mengamati
1) Guru memperkenalkan diri dan siswa diminta mengamati cara
memperkenalkan diri
2) Guru meminta siswa mengamati buku pelajaran dan guru
membaca teks isi buku
3) Guru menjelaskan selain bermain, untuk mengenal temannya
juga dapat dilakukan dengan kartu nama, siswa diminta
mengamati contoh kartu nama guru yang sudah disiapkan dari
rumah
b. Menanya
1) Guru bertanya pada siswa, anak-anak siapa temanmu yang
sudah anak kenal?
2) Apa gambar yang ada dalam buku?
3) Dan seterusnya….
c. Melakukan
1) Guru meminta salah satu siswa untuk memperkenalkan diri
2) Guru meminta siswa berkenalan dengan temannya yang ada
disampingnya dengan menyebutkan nama panggilan
3) Guru meminta dua siswa untuk berkenalan sebagaimana
dicontohkan dalam buku
4) Siswa diajak berkenalan dengan bermain lempar bola untuk
saling berkenalan
5) Guru mengajak siswa untuk melingkar duduk/berdiri dan
menjelaskan aturan permainan yang mendapatkan bola agar
menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan
6) Guru memulai permainan dengan bernyanyi. Dari guru sebagai
contoh, nama ibu/bpk …, nama panjang ………, biasa dipanggil
ibu/bpk ……….. kemudian melempar bola ke salah satu siswa
7) Siswa yang menagkap bola diminta menyebutkan nama lengkap
dan nama panggilan kemudian meminta siswa untuk melempar
bola ke salah satu temannya. Kegiatan ini diulang sampai semua
siswa mendapatkan bola
8) Guru mengajak siswa bernyanyi sebagai mana lagu dalam buku
sambil mengingat nama temannya
9) Guru bernyanyi sambil mengelilingi siswa kemudian menepuk
pundak salah satu siswa dan diminta menyebutkan nama
panggilannya sampai selesai
10) Guru membagikan kartu nama yang akan dihias
11) Guru meminta siswa menghias kartu nama masing-masing
12) Guru meminta siswa untuk memakai kartu namanya masing-
masing
…
menit
84
No. Kegiatan Waktu
d. Asosiasi/ menghubungkan
Siswa diminta menyebutkan nama panggilan dan nama lengkap
temannya yang ada di rumah atau yang ada di TK/RA
e. Komunikasi.
1) Siswa diminta maju ke depan untuk berkenalan dengan cara
menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan
2) Siswa diminta maju ke depan untuk menyebutkan lima nama
temannya yang ada di kelasnya sambil menunjuk orangnya
3. Penutup
a. Guru menanyakan apa yang dilakukan hari ini b. Guru menanyakan apa manfaat berkenalan
c. Guru menanyakan apa manfaat memiliki teman
d. Guru mengomentari hal-hal yang terjadi dalam proses kegiatan
belajar hari ini. Misalnya komentar hal baik/buruk yang terjadi,
mengomentari siswa yang pemalu untuk diberi motivasi
e. Meminta siswa nanti setelah sampai di rumah untuk menyebutkan
nama teman-temannya
f. Meminta siswa menyimpan kartu namanya dan dipakai di sekolah
selama tiga hari
g. Menyampaikan materi yang akan datang yakni, belajar tentang
bilangan bersama temannya
h. Guru menutup pelajaran dengan berdoa yang dipimpin salah satu
teman
….
menit
J. Penilaian
1. Jenis penilaian
Unjuk kerja siswa
2. Instrumen penilaian
Unjuk kerja siswa selama proses pembelajaran
No
Nama Siswa
Kriteria
Keterangan
Kemampuan memperkenalkan
diri
Kemampuan menjalankan
peraturan pada
permainan
Kemampuan dalam gerakan melempar
dan menangkap
1
2
3
4
5
6
Skor penilaian :
Skor perolehan
Nilai = x 100
Skor Maksimal
85
Kriteria Nilai
A = 4 : Baik Sekali
B = 3 : Baik
C = 2 : Cukup
D = 1 : Perlu bimbingan
Unjuk Kerja siswa tentang hasil kerja menghias kartu nama
No
Nama Siswa
Kriteria Keterangan Komponen Kartu nama Jumlah warna yang
digunakan
1
2
3
4
5
Skor penilaian :
Skor perolehan
Nilai = x 100
Skor Maksimal
Kriteria Nilai:
A = 4 : Baik Sekali
B = 3 : Baik
C = 2 : Cukup
D = 1 : Perlu bimbingan
Mengetahui,
Kepala SD/MI……
...............................................
NIP. ......................................
......................, ......................................
Guru Kelas I
.................................................
NIP. ........................................
86
BAB IX
CONTOH APLIKASI PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF
Ketika akan menerapkan pembelajaran tematik integratif, pertama-tama
guru harus mencermati buku pebugangan guru. Dalam buku tersebut telah
dipaparkan berbagai hal terkait dengan penerapan pembelajaran tematik integratif
mulai dari pemetaan indikator beserta langkah-langkah kegiatan pembelajarannya
sebagai pedoman pokok. Guru juga harus menelaah buku pegangan siswa agar
dapat mensinkronkan berbagai hal yang ada pada kedua buku tersebut.
Dalam buku pedoman guru, pembelajaran pertama dipaparkan jaringan tema
sebagai berikut.
87
Setelah memahami jaringan tema, kompetensi dasar dan indikator masing-
masing mata pelajaran yang tercakup dalam tema, guru kemudian melihat uraian
kegiatan pembelajaran. Dalam uraian kegiatan dipaparkan tentang:
Tema : Teman Baru
Tema pembelajaran pertama pada pertemuan hari itu adalah Teman Baru
Tujuan Pembelajaran
1. Setelah mengikuti permainan lempar bola, siswa dapat memperkenalkan diri
dengan menyebut nama panggilannya secara benar
2. Dengan melakukan permainan lempar bola, siswa dapat menyebutkan nama
lengkapnya dengan benar.
Tujuan pembelajaran tersebut harus disampaikan peserta didik pada awal
pelajaran ketika masuk kelas, pada kegiatan awal, harapannya peserta didik
memahami tujuan yang ingin dicapai pada hari itu. Dengan memahami tujuan
tersebut, semua yang terlibat dalam kegiatan di kelas (baik guru atau peserta
didik) akan selalu mengarahkan kegiatannya menuju pencapainn tujuan tersebut.
Media dan alat pembelajaran
Bola plastik atau bola dari dibuat menjadi bentuk bola.
Guru dapat menggunakan bola plastik atau bola kertas sebagai media
pembelajaran. Media bola ini dapat juga diganti dengan media lain yang dapat
dipergunakan peserta didik untuk bermain lempar tangkap.
Setelah media dan perangkat yang lainnya siap, maka guru dapat memulai
langkah-langkah pembelajaran dari kegiatan awal. Dalam buku pegangan guru
dipaparkan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut.
1. Pada awal pelajaran, guru memperkenalkan diri kepada siswa. Tentunya
perkenalan dilakukan guru setelah membuka pelajaran dengan berdo‟a,
mengecek kehadiran peserta didik, dan menyampaikan tujuan
pembelajaran.
Ketika guru memperkenalkan diri, maka sampaikan dengan intonasi
yang pelan dan suara yang keras. Hal-hal yang perlu diperkenalkan
88
meliputi nama lengkap, nama panggilan, alamat lengkap, nomor .
Misalnya :
“…Anak-anak…hari ini adalah hari pertama kalian masuk
sekolah…tentunya diantara kita belum saling mengenal..alangkah
indahknya kalau kita bisa saling kenal, sehingga kita bisa saling
bersahabat, saling berteman dan saling bersaudara. Baiklah,..akan saya
mulai dari ibu guru dulu ya…nanti kemudian kalian mempekenalkan diri
secara bergantian. Nama lengkap ibu adalah Evita Nirmalasari, kalian bisa
panggil Bu Evi. Saya tinggal di Jalan Kapas Nomor 7, nomor handphone
saya : 085 5787 78 87”.
Ketika guru menyampaikan materi atau kegiatan, perlu disampaikan
kemanfaatannya materi tersebut atau kegiatan tersebut secara praktis
dalam kehidupan sehari-hari, itulah yang disebut pembelajaran bermakna.
Misalnya dalam perkenalan tersebut disampaikan bahwa dengan berteman
bisa saling kenal, bersahabat, berteman dan bahkan saling bersaudara.
2. Setelah guru memperkenalkan diri, kemudian meminta siswa membuka
buku teks halaman 1 yang berisi nama-nama teman Udin dan
membayangkan nama-nama teman dekatnya.
89
Kegiatan demikian termasuk dalam associating.
3. Guru kemudian menyuruh peserta didik mencermati gambar kegiatan Udin
dan teman-temannya, serta menunjukkan contoh cara berkenalan seperti
yang dilakukan oleh Edo dan Beni pada buku siswa halaman 2. Kegiatan
mengamati, mencermati gambar nama teman-teman Udin dalam buku teks
tersebut dapat dikategorikan kegiatan observing. Para peserta didik
diminta untuk mengingat kembali dan menyebutkan nama-nama teman
lama mereka waktu di TK.
Kegiatan ini termasuk associating.
90
4. Sembari saling perkenalan, peserta didik diajak bermain lempar tangkap
bola. Sebelum melakukan permainan, terlebih dahulu guru menjelaskan
aturan permainanya, yaitu peserta didik akan bermain sambil melingkar,
boleh duduk atau berdiri. Bagi peserta didik yang terkena lemparan bola
harus memperkenalkan diri, kemudian baru melempar bola kepada teman
lain yang dipilih. Peserta didik dipesilakan bertanya kepada guru terkait
dengan permainan yang akan dilakukan dan tentang perkenalan. Kegiatan
demikian termasuk dalam kategori questioning.
5. Guru mengajak peserta didik bermain lempar tangkap bola. Lemparan
pertama dimulai dari gurunya dan sembari melempar bola guru
memperkenalkan diri : “Selamat pagi….nama saya Evita Nirmalasari,
panggil saya bu Evi…” kemudian melempar bola kepada salah satu
peserta didik.
6. Peserta didik yang berhasil menangkap bola, harus memperkenalkan diri
dengan menyebut nama lengkap dan nama panggilan. Setelah itu, n harus
melempar bola kepada teman yang lain hingga semuanya menerima
lemparan bola.
Kegiatan demikian termasuk dalam kategori experimenting dan
communicating, mencoba, mempraktikkan, melakukan dan
mengkomunikasikan.
7. Setelah semuanya memperkenalkan diri, guru mengajak peserta didik
untuk bernyanyi sambil mengingat kembali nama-nama teman sekelas.
Guru bisa membuat lagu sendiri atau mengikuti lagu yang ada pada buku
siswa.
Lirik lagu : SIAPA NAMAMU
Ciptaan : A.T. Mahmud
1 2 / 3 . / 3 4 / 5 /
Sia pa kah na ma mu
5 4 / 3 . / 3 3 / 1 //
Na ma ku
(Sebutkan nama anak)
91
8. Posisi peserta didik masih melingkar. Guru bernyanyi sambil menepuk
salah satu peserta didik, lalu peserta didik tersebut menyebut namanya,
kemudian peserta didik tersebut sambil bernyanyi lagu „Siapa Namamu‟
menepuk teman di sebelahnya dan teman tersebut menyebutkan namanya
dengan mengikuti irama lagu. Demikian seterusnya
9. Kegiatan ditutup dengan diskusi tentang pentingnya saling mengenal dan
manfaat memiliki teman yang banyak.
Kegiatan diskusi juga dapat dikategorikan dalam communicating, dimana
peserta didik harus berani mengkomunikasikan isi pikirannya kepada
orang lain.
92
Penilaian : Unjuk Kerja
Penilaian unjuk dilakukan terhadap performa peserta didik ketika
memperkenalkan diri sambil bermain. Guru dapat menggunakan instrumen
berikut untuk menilai performa unjuk kerja peserta didik.
Kriteria dan indikator penilaian rubrik : Teman Baru
Kriteria dan indikator tersebut kemudian dijabarkan menjadi instrumen
penilaian sebagai berikut.
Instrumen penilaian rubrik : Teman Baru
No
Nama Siswa
Kriteria
Keterangan
Kemampuan
memperkenalkan diri
Kemampuan
menjalankan peraturan pada
permainan
Kemampuan dalam
gerakan melempar dan menangkap
1
2
3
4
5
6
Setelah selesai, guru dapat melanjutkan kegiatan pembelajaran sub tema yang
kedua yaitu menghias kartu nama.
93
Tema : Menghias Kartu Nama
Tujuan Pembelajaran:
Setelah memperhatikan penjelasan guru, siswa dapat menghias kartu nama dengan
rapi.
Media dan Alat Pembelajaran:
1. Karton/kertas/kardus bekas yang dipotong-potong atau kartu potongan
seukuran kartu nama yang telah ditulisi nama-nama siswa
2. Pensil warna/spidol warna untuk menghias kartu nama
3. Tali/peniti/media lain yang dapat digunakan untuk memasang kartu nama
Perangkat media tersebut sebaiknya disediakan oleh guru / sekolah, siswa
belum memungkinkan disuruh membawa dari rumah karena baru pertama kali
masuk sekolah.
Setelah semuanya telah siap, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran
dengan langkah berikut.
1. Guru menjelaskan manfaat kartu nama, salah satunya adalah untuk
mempermudah perkenalan dengan sesama teman, dan menjelaskan bahwa
pada kesempatan pembelajaran hari ini kita akan membuat kartu nama.
2. Guru membagikan potongan kartu nama yang telah diberi nama masing-
masing siswa. Guru menunjukkan kartu namanya yang telah diberi hiasan,
peserta didik diminta mengamati contoh kartu nama yang dibawa guru dan
yang ada di dalam buku teks.
3. Peserta didik diminta utuk menghias kartu namanya sendiri, dengan
melihat contoh yang ada di buku, gambar atau contoh yang dibawa guru.
94
4. Setelah kartu nama dihias, peserta didik diminta memasang peniti/tali atau
alat lain yang bisa digunakan untuk menempelkan kartu nama pada
dirinya. Peserta didik diminta menggunakan kartu nama tersebut selama
berada di sekolah.
Penilaian : Unjuk Kerja
Penilaian unjuk kerja ini dilakukan terhadap hasil karya peserta didik dalam
membuat dan menghias kartu namanya masing-masing. Sebelum melakukan
penilaian unjuk kerja, guru telah mempersiapkan instrumen yang berisi kriteria
dan indikator-indikator penilaian terlebih dahulu kemudian dari indikator tersebut
disusun instrumen penilaian. Indikator penilaian tersebut misalnya sebagai
berikut.
Kriteria dan indikator penilaian rubrik : Membuat Kartu Nama
Instrumen penilaian rubrik : Membuat Kartu Nama
No
Nama Siswa
Kriteria Keterangan Komponen Kartu nama Jumlah warna yang
digunakan
1
2
3
4
5
95
Setelah melakukan penilaian, guru melakukan rangkaian kegiatan penutup,
yaitu:
1. Guru bersama peserta didik melakukan refleksi pembelajaan pada hari itu,
menanyakan apa yang telah dilakukan pada hari ini, mengomentari hal-hal
buruk/tidak menyenangkan yang dirasakan pada pembelajaran hari ini
2. Guru bersama peserta didik menyimpulkan pelajaran dengan menanyakan
tentang manfaat perkenalan,
3. Guru menanyakan manfaat berteman dan bersaudara,
4. Guru mengulas kembali secara singkat manfaat kartu nama sebagai alat
untuk perkenalan dengan teman baru.
5. Guru memberi motivasi kepada peserta didik untuk senantiasa
memperbanyak berteman dan menjalin hubungan baik dengan teman yang
dimiliki.
6. Guru meminta peserta didik memakai kartu nama selama tiga hari di
sekolah
7. Guru juga menyampaikan informasi singkat tentang materi pembelajaran
pertemuan yang akan datang, yaitu tentang bilangan
8. Guru kemudian menutup pelajaran dengan berdo‟a yang dipimpin salah
satu peserta didik.
96
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Idi. 2010. Pengembangan kurikulum: Teori dan Praktik. Jogjakarta:
ArRuz Media
Ahmad Nursobah. 2013. Konsep dasar pemetaan tema dalam pembelajaran
tematik, diakses dari http://cobah-ajah.blogspot.com/2013/06/konsep-dasar-
pemetaan-tema-dalam.html tanggal 23 Februari 2013 pukup 18.00 WIB
Depdiknas. 2002. Kurikulum berbasis kompetensi. Jakarta:Depdiknas
Depdikbud. 2013. Tema 1 Diriku Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013.
Jakarta: Depdikbud
Desmita. 2010. Psikologi perkembangan. Bandung:Rosda
Hariadi, Teguh. 2013. Definisi pendekatan Saintifik kurikulum 2013, diakses dari
http://perangkatguruindonesia.blogspot.com/2013/11/definisi-pendekatan-
saintifik-kurikulum.html, tanggal 7 Februari 2014 pukul 09.00 WIB
Jeanne Ellis Ormrod. 2011. Educational psychology: Developing Learners.
Boston:Pearson Education, Inc.
Lampiran IV Permendikbud Nomor 81A tentang implementasi kurikulum 2013
Margaret E. Bell Gredler. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta:Rajawali
Nasution. 1993. Pengembangan kurikulum. Bandung:CitraAditya Bakti
Oemar Hamalik. 2011. Dasar-dasar pengembangan kurikulum. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Rino Safrizal. 2012. Bentuk skala pengukuran dalam penelitian, diakses dari
http://berbagireferensi.blogspot.com/2011/03/bentuk-skala-pengukuran-
dalam.html, tanggal 22 Februari 2014 pukul 11.00 WIB
Sriyanti, Lilik., dkk. 2009. Teori-teori belajar. Salatiga:STAIN Press
Sukayati. 2004. Pembelajaran Tematik di SD merupakan terapan dari
pembelajaran terpadu, materi disampaikan pada Dikat Instruktur jenjang
lanjut tanggal 6-19 Agustus 2004.
Yuswadiwijaya. 2013. Prinsip dasar pembelajaran tematik, diakses dari
http://yuswadiwijaya.blogspot.com/2013/06/prinsip-dasar-pembelajaran-
tematik_9.html, tanggal 7 Februari 2013 pukul 10.00 WIB.
97
Tentang Penulis:
Fatchurrohman, S.Ag., M.Pd.
Lahir di Grobogan, 09 Maret 1971 sekarang tinggal Jl. Abiyasa no 7A, Krajan,
RT. 02/RW.01, Dukuh Sidomukti, Salatiga, Jawa Tengah. Pendidikan Sarjana
(S1) ditempuh di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta jurusan PAI, program
Magisteer (S2) ditempuh di Universitas Negeri Yogyakarta, sekarang sedang
menyelesaikan program Doktor (S3) di Universitas Negeri Yogyakarta program
studi Ilmu Pendidikan.
Tahun 2000 diangkat menjadi dosen di STAIN Salatiga, tahun 2006 – 2010
sebagai Kaprodi PAI, tahun 2010 – 2014 sebagai sekretaris Pusat Penjaminan
Mutu, mulai tahun 2010 terlibat sebagai assessor PLPG LPTK Rayon 206 IAIN
Walisongo Semarang
Karya ilmiah terakhir antara lain : 1) Pendidikan di negara muslim sekular
(refleksi atas pendidikan di Nilufer School [Yildirim Ilkogretim Okulu] dan Fetih
Koleji Turkey) penelitian tahun 2009; 2) Memilah Ajaran Islam dan Tradisi
Muslim (Telaah verifikatiif atas kemiripan-kemiripan tradisi masyarakat muslim
di Jawa dengan upacara Hindhu) penelitian tahun 2013; 3) Kemitraan Pendidikan
: Membangun relasi sinergi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat, buku tahun
2012.
top related