Transcript
Referat kecil
Traktus Spinothalamikus
Oleh :
Wira Oktovia
Nim. 0908120342
Pembimbing :
dr. Agus Tri Joko Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2014
1
TRAKTUS SPINOTALAMIKUS
1. DEFINISI
Traktus spinotalamikus adalah suatu jalur asenden yang berasal dari medulla spinalis
dan berjalan disepanjang medulla spinalis sampai bersinaps di talamus. Terdapat dua jalur
yang tergabung dalam sistem ini, yakni traktus spinotalamikus lateral dan traktus
spinotalamikus anterior. Traktus spinotalamikus sebagai jalur asendens yang menghantarkan
impuls sensorik dari reseptor. Reseptor adalah organ sensorik khusus yang mampu mencatat
perubahan fisik dan kimia didalam dan sekitar organisme, serta mengubahnya menjadi
impuls yang diproses oleh sistem saraf.1
Hubungan manusia dengan dunia luar terjadi melalui reseptor sensorik yang berupa
reseptor eksteroseptif, propioseptif, interoseptif. 1,2,3
a. Eksteroseptor merupakan reseptor yang dipengaruhi oleh lingkungan di luar
tubuh manusia. Terdiri atas meissner dan badan merkel sebagai reseptor raba, krause
sebagai reseptor dingin, ruffini merupakan reseptor panas, serta ujung saraf bebas yang
berfungsi sebagai reseptor nyeri.
b. Propioseptor merupakan reseptor yang memberi tahu posisi dan arah gerak
sendi. Menerima rangsangan dari korpus pacini, reseptor sendi, serabut otot, dan tendon
golgi.
c. Enteroseptor yang disebut juga viseroseptor merupakan reseptor dari organ
internal tubuh, terdiri dari baroreseptor, kemoreseptor dan osmoreseptor.
Rangsangan yang diterima oleh berbagai reseptor selanjutnya akan dilanjutkan oleh 3
neuron panjang dan interneuron akan mengkonduksi stimulus dari reseptor (atau ujung
bebas) ke korteks somatosensorik. 3 neuron tersebut adalah:1,2,3
Neuron pertama: badan sel dari neuron pertama terletak di ganglion radiks dorsalis.
Neuron kedua: sel neuron kedua menyilang dan berakhir biasanya di thalamus.
Neuron ketiga: sel neuron ketiga terletak di thalamus dan memproyeksikan rangsangan
ke korteks sensorik. Lalu otak akan memproses informasi yang dihantarkan oleh neuron
ini, menginterpretasikan lokasi, kualitas dan intensitas lalu memberikan respon yang
sesuai.
2
Gambar 1 Anatomi Reseptor4
2. ANATOMI DAN FISIOLOGI
A. Medulla Spinalis
Dari batang otak berjalan suatu silinder jaringan saraf panjang dan ramping, yaitu
medulla spinalis, dengan ukuran panjang 45 cm (18 inci) dan garis tengah 2 cm (seukuran
kelingking). Dari medulla spinalis spinalis keluar saraf-saraf spinalis berpasangan melalui
ruang-ruang yang dibentuk oleh lengkung-lengkung tulang mirip sayap vertebra yang
berdekatan.5Saraf spinal berjumlah 31 pasang dapat diperinci sebagai berikut : 8 pasang saraf
servikal (C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal (L), 5 pasang saraf sakral
(S), dan 1 pasang saraf koksigeal (Co).5
Substansia grisea di medulla spinalis membentuk daerah seperti kupu-kupu di bagian
dalam dan dikelilingi oleh substansia alba di sebelah luar. Seperti di otak, substansia grisea
medulla spinalis terutama terdiri dari badan-badan sel saraf serta dendritnya antar neuron
pendek, dan sel-sel glia. Substansia alba tersusun menjadi traktus (jaras), yaitu berkas serat-
serat saraf (akson-akson dari antarneuron yang panjang) dengan fungsi serupa. Tiap-tiap
belahan substansia grisea dibagi menjadi kornu dorsalis (posterior), kornu ventralis
(anterior), dan kornu lateralis. Kornu dorsalis mengandung badan-badan sel antarneuron
tempat berakhirnya neuron aferen. Kornu ventralis mengandung badan sel neuron motorik
3
eferen yang mempersarafi otot rangka. Serat-serat otonom yang mempersarafi otot jantung
dan otot polos serta kelenjar eksokrin berasal dari badan-badan sel yang terletak di tanduk
lateralis.4
Dalam medulla spinalis lewat dua traktus dengan fungsi tertentu, yaitu traktus
desenden dan asenden. Traktus desenden berfungsi membawa sensasi yang bersifat perintah
yang akan berlanjut ke perifer. Sedangkan traktus asenden secara umum berfungsi untuk
mengantarkan informasi aferen yang dapat atau tidak dapat mencapai kesadaran. Informasi
ini dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu (1) informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar
tubuh, seperti rasa nyeri, suhu, dan raba, dan (2) informasi proprioseptif, yang berasal dari
dalam tubuh, misalnya otot dan sendi.
Gambar 3. Potongan melintang Medulla Spinalis2
B. Talamus
4
Jauh di dalam otak dekat dengan nukleus basal terdapat diensefalon, suatu struktur
garis-tengah (midline) yang membentuk dinding-dinding rongga ventrikel ketiga, salah satu
ruang tempat lewatnya cairan serebrospinalis. Diensefalon terdiri dari dua bagian utama,
talamus dan hipotalamus.4
Talamus berfungsi sebagai stasiun penyambung dan pusat integrasi sinaps untuk
pengolahan pendahuluan semua masukan sensorik dalam perjalanannya ke korteks. Bagian
ini menyaring sinyal-sinyal yang tidak bermakna dan mengarahkan impuls-impuls sensorik
penting ke daerah somatosensorik yang sesuai, serta ke daerah-daerah lain.6
Gambar 4. Anatomi Talamus4
5
Gambar 5. Jalur Asenden Medulla Spinalis4
6
Gambar 5. Jaras Talamus- korteks sensoris
Impuls sensorik akan disalurkan melalui radiks posterior medulla spinalis yang dikenal
sebagai ganglion spinalis, kemudian impuls tiba di nucleus propius disegmen medulla
spinalis. Nukleus propius merupakan neuron yang menghubungkan medulla spinalis dengan
nucleus ventro-postero-lateral dan ventro-postero-medial thalamus sisi kontralateral yang
dikenal dengan traktus spinotalamikus. Di kornu posterior mereka menyilang garis tengah
melalui komisura alba dan selanjutnya berkumpul di funikulus anterolateral. Pada tingkat
servikal serabut yang berasal dari tungkai menduduki daerah lateral, bagian torakal
menduduki daerah medial dan bagian brakioservikal menduduki bagian paling medial. Pada
tingkat medulla oblongata jaras spinotalamik terletak disebelah dorsolateral oliva inferior. Di
Pons ia berada diantara lemnikus medialis dan brakiu konjungtivum dan dimesensefalon
diatas ujung dorsal lemniskus medialis dekat kolikulus superior.3
7
Lebih kerostral serabut-serabut spinotalamik tidak berkumpul lagi sebagai berkas,
karena secara bertahap mengakhiri perjalanannya disepanjang nucleus ventro-postero-lateral
dan ventro-postero-medial di thalamus. Untuk jaras sensorik pada wajah dibawa oleh nervus
trigeminus. Setelah bersinaps di nukleus ventroposterolateral talamus selanjutnya
membentuk traktus talamokortikal, traktus ini berjalan naik melalui kapsula interna yang
terletak di posterior dari traktus piramidalis dan menyebar di corona radiata menuju ke
korteks sensorik di girus post sentralis.3,7
A. Traktus Spinotalamikus Anterior
Traktus spinotalamikus anterior berhubungan dengan persepsi raba dan tekanan
ringan. Perjalanan modalitas sensorik pada traktus spinotalamikus anterior adalah sebagai
berikut, rangsangan yang muncul pada reseptor di permukaan kulit (ujung saraf peritrichial,
korpus taktil) dihantarkan melalui serabut saraf perifer yang bermyelin tebal (neuron
pertama) ke sel ganglion pseudounipolar radiks dorsalis, dan kemudian melalui radiks
posterior ke dalam medula spinalis. Di dalam medula spinalis, proses sentral dari sel
ganglion radiks dorsalis berjalan melalui kornu posterior sekitar 2-15 segmen keatas,
sementara yang kolateral berjalan 1 atau 2 segmen ke bawah, menciptakan kontak sinaps
pada sel-sel diberbagai tingkat dari segmen di substansia nigra dari kornu posterior. Sel-sel
(neuron kedua) kemudian membangkitkan rangsangan di traktus spinotalamikus anterior,
yang mana serabut-serabut tersebut menyilang di komissura spinalis anterior, kemudian naik
di funikulus anterolateral kontralateral dan berakhir di nukleus ventro posterolateral (VPL)
talamus, bersama dengan serabut-serabut saraf dari traktus spinotalamikus lateral dan
lemniscus medialis. Neuron ketiga di nukleus talamus ini akan memproyeksikan akson-
aksonnya ke gyrus post sentralis di lobus parietal melalui traktus thalamokortikalis.2
8
Gambar 6. Lintasan-lintasan Raba dan Tekanan Ringan (Traktus Spinotalamikus
Anterior)
B. Traktus Spinotalamikus Lateral
Ujung saraf bebas pada kulit adalah reseptor perifer untuk stimulus noksius dan suhu.
Ujung saraf ini merupakan akhir dari serabut-serabut saraf grup A yang tipis dan juga sedikit
serabut-serabut saraf grup C yang tidak bermyelin, berikutnya proses perifer dari sel ganglion
pseudounipolar pada ganglion spinalis. Proses sentral dari radiks posterior ke medula spinalis
dan kemudian terbagi secara longitudinal menjadi kolateral yang pendek dan berakhir dalam
satu atau dua segmen pada substansia gelatinosa, menciptakan kontak sinaps dengan neuron
funicular (neuron kedua). Neuron ini menyilang pada garis tengah di komissura anterior
medula spinalis sebelum naik pada funikulus lateral kontralateral ke talamus. Traktus
spinotalamikus lateral tersusun secara somatotopik, serabut saraf dari ekstremitas inferior
terletak di bagian lateral, sementara serabut saraf dari badan dan ekstremitas superior terletak
lebih medial.2
Serabut saraf yang memediasi rangsangan nyeri dan suhu terletak sangat berdekatan
satu sama lain sehingga tidak bisa dipisahkan secara anatomis. Lesi pada traktus
9
spinotalamikus meyebabkan kerusakan pada penghantaran kedua modalitas sensorik,
walaupun tidak selalu pada tingkat yang sama.2
Serabut saraf dari traktus spinotalamikus lateral berjalan melalui batang otak bersama
dengan serabut saraf dari lemniscus medialis pada lemniscus spinalis, yang berakhir pada
nukleus ventro posterolateral talamus. Neuron ketiga di nukleus ventro posterolateral
memproyeksikan melalui traktus thalamocorticalis ke girus post-sentralis di lobus parietal.
Rangsangan nyeri dan suhu diterima di rough manner di talamus, tetapi rangsangan yang
lebih halus tidak bisa dipersepsikan hingga impuls mencapai korteks serebri.2
Gambar 7. Lintasan-Lintasan Nyeri dan Suhu (Traktus Spinotalamikus Lateral).
10
GANGGUAN PADA TRAKTUS SPINOTALAMIKUS
A. Spinotalamikus Anterior
Kenyataan bahwa cabang sentral dari neuron pertama berjalan ke atas dan ke bawah
di dalam funikulus, dan berhubungan melalui banyak kolateral dengan “neuron kedua”,
merupakan alasan mengapa cedera bagian lumbal dan toraks dari traktus spinotalamikus
biasanya tidak menyebabkan hilangnya sensasi taktil yang penting. Impuls dapat dengan
mudah melintas daerah cedera. Jika kerusakan mencakup bagian servikal traktus
spinotalamikus anterior, dapat menyebabkan hipestesia ringan pada tungkai kontralateral.1
Kerusakan traktus ini menimbulkan kehilangan sensibilitas raba dan tekanan ringan dibawah
tingkat kontralateral terhadap lesi. Ingatlah bahwa rasa raba diskriminatif akan selalu
terdapat, karena informasi ini dihantarkan melalui fasikulus grasilis dan fasikulus kuneatus.
Pasien tidak akan merasakan raba ringan dari sepotong kapas yang disentuhkan pada kulit
atau tidak merasakan tekanan benda pada tumpul yang menyentuh.4
B. Spinotalamikus Lateralis
Jika traktus spinotalamikus lateral cedera, sensasi nyeri dan sensasi suhu akan rusak,
meskipun tidak selalu dalam derajat yang sama. Pemotongan traktus spinotalamikus lateral
pada ventral substansia alba medula spinalis menghilangkan sensasi nyeri dan suhu
kontralateral sekitar 1 sampai 2 segmen di bawah tingkat operasi.1 Kerusakan pada traktus ini
menimbulkan kehilangan sensibilitas nyeri dan suhu di bawah tingkat lesi. Karena itu, pasien
itu tidak akan memberikan respon terhadap tusukan jarum atau mengenali benda dingin dan
panas yang mengenali kulit.4
Sindrome pemotongan jaras sensorik1
11
Gambar 8. Jalur pemotongan jaras sensoris2
1. Lesi pada a dan b, yaitu di kortikal atau subkortikal akan menyebabkan parastesi
dan mati rasa pada masing-masing ekstremitas sisi yang berlawanan.
2. Lesi pada c yaitu dibawah talamus, menyebabkan hilangnya semua kualitas sensorik
separuh tubuh kontralateral.
12
3. Lesi pada d, yaitu pada jaras sensorik lain selain nyeri dan suhu, terjadi hipestesi
kontralateral wajah dan tubuh, sensasi nyeri dan suhu tetap utuh.
4. Lesi terbatas pada e yaitu pada lemnikus trigeminalis dan traktus spinotalamikus
lateral pada pusat otak, maka tidak akan ditemukan sensasi nyeri dan suhu pada wajah
dan tubuh kontra lateral. Tapi semua kualitas sensorik lainnya tidak terganggu.
5. Keterlibatan lesi di f yaitu pada lemnikus dorsalis dan traktus spinotalamikus
anterior, menyebabkan kehilangan kualitas sensorik pada kontralateral tubuh, kecuali
sensasi nyeri dan suhu.
6. Lesi di g berupa kerusakan nukleus, traktus trigeminalis dan traktus spinotalamikus
lateral, menyebabkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu pada wajah ipsilateral dan
tubuh kontralateral.
7. Kerusakan di h yaitu pada funikulus posterior menyebabkan hilangnya sensasi
sikap, getaran, diskriminasi dan sensasi lain yang berhubungan dengan ataksia
ipsilateral.
8. Lesi di i yaitu pada kornu posterior menghilangkan sensasi suhu dan nyeri ipsilateral.
Semua kualitas sensorik lain tetap utuh.
9. Lesi pada k dengan cedera beberapa radiks posterior yang berdekatan diikuti oleh
parastesi radikuler, nyeri dan penurunan atau hilangnya semua kualitas sensorik pada
masing-masing segmen tubuh.
13
PEMERIKSAAN SENSORIK
A. Pemeriksaan nyeri superfisial8
Alat dan bahan: jarum bundel dan jarum suntik
Cara pemeriksaan:
1. Pasien diminta menutup mata.
2. Rangsangan diberikan kepada pasien secara berganti-ganti antara tusukan jarum
tajam dan tumpul, dan pasien diminta untuk membedakan kedua rangsangan tersebut.
3. Rangsangan yang serupa dilanjutkan pada daerah yang abnormal (rasa nyeri
terganggu) dan daerah yang normal pada sisi kontralateral pada area yang sama.
4. Pemeriksaan dilakukan pada area yang paling terganggu dan bergerak ke area yang
normal, mintalah pasien menyebutkan mulai daerah mana yang sensasinya mulai ada.
B. Pemeriksaan suhu8
Alat dan bahan: botol / tabung reaksi berisi air panas dan air dingin
Cara :
1. Pasien diperiksa dalam keadaan mata ditutup.
2. Pasien diperiksa pada area yang sama dengan menempelkan botol panas dan dingin
secara bergantian dan pasien disuruh menginterpretasikan sensasi yang diberikan.
C. Pemeriksaan raba8
Alat dan bahan: kapas / kertas
Cara : Teknik dan urutan pemeriksaannya sama dengan pemeriksaan nyeri superfisial.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Duss, Peter. 1996. Diagnosis Topik Neurologi, Anatomi, Fisiologi, Tanda, dan
Gejala. Jakarta: EGC. 1-30.
2. Baehr M et Frotscher. Duus’ Topical Diagnosis inNeurology, Anatomi-Phisiology-
Sign-Symptoms. Newyork: Thieme Stuttgart.2005, 43-5.
3. Lumbantobing. Sistem Sensorik. Dalam: Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan
Mental. Jakarta: FKUI, 2006.115-24.
4. Netter F, Craig J, Perkins J. Atlas Neuroanatomy and Neurophisiology. USA : Icon
Costum Comunication.2002.75-7.
5. Mardjono, M, Sidharta P. Susunan Somestesia: Dalam :Neurologi Klinis Dasar.
Jakarta: Dian Rakyat, 2004. 71-113.
6. Waxman, Tephen. Clinical Neuroanatomy, edisi 25. New York: McGraw-Hill. 2003
7. Chambell, W. DeJong’s The Neurologic Examination sixth Edition. Philadelphia:
Lippincott William and Wilkins.2005:436-47.
8. Joko AT, Sukiandra R, Winarto. Buku Skill-Lab Blok Saraf. Pekanbaru: FK UR.
2008
15
top related