PROFESIONALITAS DAN MOTIVASI BERPRESTASI …
Post on 21-Oct-2021
8 Views
Preview:
Transcript
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
115
PROFESIONALITAS DAN MOTIVASI BERPRESTASI
TERHADAP KEPUASAN KERJA DOSEN
DI STBA TECHNOCRAT TANGERANG
Oleh
Tito Laksananto
Program Studi Administasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta
Gedung Sentra Krama Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450
Telp. 021-31904598 Fax. 021-31904599
Email : pt.otit@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara (1) Profesionalitas Dosen; dan
(2) Motivasi Berprestasi; secara bersama-sama dengan (3) Kepuasan Kerja Kepuasan
Kerja Dosen STBA. Penelitian dilaksanakan pada STBA, dengan metode penelitian survey
dengan analisis korelasional. Populasi penelitian ini dosen berjumlah 225 orang dan yang
dijadikan sampel sebanyak 75 orang dosen (30 untuk ujicoba dan 45 untuk penelitian),
dipilih berdasarkan teknik acak sederhana (simple random sampling). Penelitian ini
menggunakan tiga variabel yaitu, (1) Kepuasan Kerja Dosen (Y), (2) Profesionalitas dosen
(X1) dan (3) Motivasi Berprestasi (X2). Sebelum instrument digunakan, terlebih dahulu
dilakukan uji coba instrument. Validitas yang digunakan untuk instrument Kepuasan Kerja
dosen, Profesionalitas dosen dan Motivasi Berprestasi adalah validitas konstruk. Demikian
juga koefisien reliabilitas instrumen Kepuasan Kerja Dosen, Profesionalitas dosen dan
Motivasi Berprestasi dicari dengan rumus alpha cronbach (KR-21) Dalam penelitian ini
terdapat tiga kesimpulan pokok, yaitu (1) terdapat hubungan positif antara Profesionalitas
dengan Kepuasan Kerja Dosen STBA, (ry1) =0,527 dengan = 37,07 + 0,687 X1; (2)
Terdapat hubungan Motivasi Berprestasi dengan Kepuasan Kerja Dosen (ry2) = 0,566
dengan = 40,73 + 0,787X2); dan (3) terdapat hubungan positif antara Profesionalitas
Dosen dan Motivasi Berprestasi secara bersama-sama dengan Kepuasan Kerja Dosen
(ry12) = 0,641 dengan = -6,954 + 0.440X1 + 0,571X2. Kesimpulan : 1) makin tinggi
Profesionalitas Dosen, akan makin tinggi pula Kepuasan Kerja Dosen, 2) makin tinggi
Motivasi Berprestasi, akan makin tinggi pula Kepuasan Kerja Dosen dan 3) makin tinggi
Profesionalitas Dosen dan makin baik Motivasi Berprestasi Dosen secara bersama-sama
akan makin tinggi pula Kepuasan Kerja Dosen. Saran agar Ketua dapat memotivasi dosen
dengan memberikan penghargaan dan pengakuan terhadap prestasi dosen dan dosen
menyadari bahwa kepuasan kerja tidak hanya ditentukan oleh penghasilan yang diperoleh.
Kata Kunci : Profesionalitas, Motivasi Berprestasi, Kepuasan Kerja Dosen
ABSTRACT
This objective of this research is to find out the correlation between (1) Professionalism,
and (2) Motivation; together with (3) Satisfaction of STBA. This research was conducted
at STBA using survey research method with correlation analysis. The population of this
research were 225 teacher where 75 of them was being samples (30 samples for try out
and 45 samples for research), and chosen according to simple random sampling. There
Y
Y
Y
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
116
were three variables that was used i.e. (1) Work Satisfied of Teacher (Y); (2)
Professionalism (X1); and (3) Motivation of Achievement (X2). Previously before the
instrument was used, the instrument’s try out was conducted. Validity that was used for
teacher’s work satisfied, , and motivate of achievement was validity of construct. Thus,
reliability coefficient instrument of work satisfied of school leacher, professionalism of
leacher, and motivate of achievement was found by used Alpha Cronbach formula (KR-
21). Based on this research, there were three main conclusion i.e. (1) there was a positive
correlation between teacher’s professionalism and Works Satisfied of STBA Subdistrict
{ry1=0,527 and = 37,07+0,687X1}; (2) there was a positive correlation between
Motivation of Achievement and Works Satisfaction of Teacher {ry2=0,566 and =
40,73+0,787X2}; and (3) there was a positive correlation between professionalism of
teacher and Motivation of Achievement together with Teacher’s Worked Satisfied
{ry12=0,641 and = -6,954 + 0.440X1 + 0,571X2}. Conclusion: 1) the higher attitude of
professionalism that teacher have, the higher working satisfied that teachers also have; 2)
the higher motivate of achievement, the higher working satisfied the leachers have; and 3)
the higher professionalism of leacter and the better working satisfied that teachers have
together; the higher working satisfied that teachers have. Suggestion: in order to get
teachers being more motivated, the principals should give reward and confession toward
teacher’s achievement and the teachers should realize that working satisfied is not definite
by outcome.
Key words : Profesionalism, Achievement Motivation, Work Satisfaction
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi telah membawa perubahan
di hampir semua aspek kehidupan
manusia. Permasalahan hanya dapat
dipecahkan dengan penguasaan dan
peningkatan ilmu pengetahuan serta
teknologi. Selain bermanfaat bagi
kehidupan manusia perubahan tersebut
juga telah membawa manusia ke dalam
era persaingan global yang semakin
ketat. Agar mampu berperan dalam
persaingan global maka sebagai bangsa
kita perlu terus mengembangkan dan
meningkatkan kualitas sumber daya
manusianya. Oleh karena itu,
peningkatan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) merupakan kenyataan
yang harus dilakukan secara terencana,
terarah, intensif, efektif dan efisien dalam
proses pembangunan, kalau tidak ingin
bangsa ini kalah bersaing dalam
menjalani era globalisasi tersebut.
Pendidikan memegang peranan
yang sangat penting dalam proses
peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Peningkatan kualitas
pendidikan merupakan suatu proses yang
terintegrasi dengan proses peningkatan
kualitas sumber daya manusia itu sendiri.
Menyadari pentingnya proses
peningkatan kualitas sumber daya
manusia maka pemerintah bersama
kalangan swasta bersama-sama telah dan
terus berupaya mewujudkan amanat
tersebut melalui berbagai usaha
pembangunan pendidikan yang lebih
berkualitas, antara lain melalui
pengembangan dan perbaikan kurikulum
serta sistem evaluasi, perbaikan sarana
pendidikan, pengembangan dan
pengadaan materi ajar, serta pelatihan
bagi dosen dan tenaga kependidikan
lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya
pemerintah tersebut belum cukup berarti
dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Salah satu indikator kekurangberhasilan
ini ditunjukkan antara lain dengan IPK
(Indeks Prestasi mahasiswa) untuk
berbagai bidang studi pada tiap jenjang
Y
Y
Y
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
117
kampus yang tidak memperlihatkan
kenaikan yang berarti bahkan boleh
dikatakan konstan dari tahun ke tahun
kecuali pada beberapa kampusdengan
jumlah yang relatif kecil.
Perkembangan zaman yang makin
pesat membawa perubahan alam pikir
manusia termasuk di dalamnya
perubahan paradigma dalam peningkatan
kualitas pendidikan. Sesuai dengan
arahan Dirjen Dikti paradigma yang
penting dalam upaya peningkatan
kualitas pendidikan itu adalah :
1. Kegiatan pembelajaran akan
bergeser dari “schooling” ke
“learning”, dari teaching ke
“learning”.
2. Dari student ke learner
3. Proses learning bisa terjadi di
sekolah, rumah, maupun di kantor
untuk membentu the learning
society.
Menurut Wardiman Djojonegoro
mantan Menteri Pendidikan Nasional,
sedikitnya ada tiga syarat utama yang
harus diperhatikan dalam pembangunan
pendidikan agar dapat berkontribusi
terhadap peningkatan kualitas sumber
daya manusia yakni: 1) sarana gedung, 2)
buku yang berkualitas, 3) dosen dan
tenaga kependidikan yang profesional.
Dalam pada itu dikemukakan bahwa
hanya 43% dosen yang memenuhi syarat.
Artinya sebagian besar (57%) tidak atau
belum memenuhi syarat, tidak kompeten,
dan tidak profesional. Pantas kalau
kualitas pendidikan kita jauh dari harapan
dan kebutuhan. Padahal dalam
kapasitasnya yang sangat luas pendidikan
memiliki peran dan pengaruh positif
terhadap segala bidang kehidupan dan
perkembangan manusia dengan berbagai
aspek kepribadiannya.
Menurut Brandt (1960), dosen
merupakan kunci dalam peningkatan
mutu pendidikan dan mereka berada di
titik sentral dari setiap usaha reformasi
pendidikan yang diarahkan pada
perubahan-perubahan kualitatif. Setiap
usaha peningkatan mutu pendidikan
seperti pembaruan kurikulum,
pegembangan metode-metode mengajar,
penyediaan sarana dan prasarana hanya
akan berarti apabila melibatkan dosen.
Mengingat peranan strategis dosen
dalam setiap upaya peningkatan mutu
pendidikan maka peningkatan
profesionalisme dosen merupakan
kebutuhan yang sangat penting dalam
mendorong terwujudnya mutu
pendidikan, sebagaimana yang
diamanatkan dalam pembangunan
nasional dewasa ini.
Strategi peran dosen dalam
meningkatkan mutu pendidikan dapat
dipahami dari hakikat dosen yang selama
ini dijadikan sebagai asumsi pragmatik
pendidikan dosen, yaitu asumsi-asumsi
yang dijadikan pedoman dalam dalam
mengembangkan program pendidikan
dosen. Menurut Ali Imron asumsi-asumsi
tersebut dikatakan bahwa dosen adalah
sebagai agen pembaru, dengan peran
sebagai berikut :
1. Berperan sebagai fasilitator yang
memungkinkan terciptanya kondisi
yang baik bagi subyek didik untuk
belajar.
2. Bertanggung jawab atas terciptanya
hasil belajar subjek didik.
3. Dituntut sebagai contoh subjek didik.
4. Bertanggung jawab secara
profesional meningkatkan
kemampuannya.
5. Menunjung tinggi kode etik
profesionalnya.
Dengan pemberian motivasi, maka
diharapkan kinerja dosen akan
meningkat. Kinerja dosen dapat diartikan
sebagai suatu sikap, tingkah laku, dan
perbuatan yang sesuai dengan peraturan
lembaga pendidikan yang baik sehingga
memperlihatkan prestasi dari kemampuan
kerja tersebut sesuai tujuan yang hendak
dicapai. Kinerja dosen dapat dilihat dari
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
118
segi waktu bekerja dan kinerja perbuatan
yang dilakukan untuk lebih meningkat ke
arah yang lebih baik seperti apa kata
orang “hari ini harus lebih baik dari hari
kemarin, esok harus lebih baik dari hari
ini.”
Profesionalisme dosen di Sekolah
Tinggi Bahasa Asing Technocrat
Tangerang Banten dalam mengatur
mekanisme proses belajar mengajar di
kampus berimbas kepada kemampuan
seorang dosen. Kemampuan seorang
dosen merupakan faktor penting dalam
pencapaian tujuan pendidikan, karena
program pengajaran akan sejalan dengan
tujuan yang ditetapkan. Jika seorang
dosen memiliki jiwa dinamis,
bertanggung jawab dan kepuasan kerja
yang cukup karena kebutuhan hidup
terpenuhi, seorang dosen terhadap tugas
akan siap menghadapi risiko apapun yang
ada.
Kepuasan kerja merupakan salah
satu faktor yang sangat penting untuk
mendapatkan hasil kerja yang optimal.
Seseorang merasakan kepuasan dalam
bekerja tentunya ia akan berupaya
semaksimal mungkin dengan segenap
kemampuan yang dimilikinya untuk
menyelesaikan tugas pekerjaannya.
Dengan demikian produktivitas dan hasil
kerja seseorang akan meningkat secara
optimal. Permasalahan dalam kepuasan
kerja secara menyeluruh belum mencapai
tingkat maksimal.
Faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja adalah faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Faktor instrinsik adalah faktor
yang berasal dari dalam diri sendiri,
sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor
yang berasal dari luar diri dosen antara
lain kondisi fisik, lingkungan kerja,
interaksi dengan sesama dosen, sistem
penggajian, dan sebagainya.
Seseorang yang terpuaskan
kebutuhan sosial dan terpuaskan
aktualisasi dirinya maka orang tersebut
mendapatkan kepuasan kerja dan dapat
meningkatkan motivasi kerja sebab
kebutuhan aktualisasi diri merupakan
ciri–ciri orang yang mempunyai motivasi
tinggi.
Dengan berdasarkan pada latar
belakang di atas, penulis terdorong untuk
mengangkat permasalahan untuk
dijadikan pembahasan dalam tesis ini
dengan judul “Pengaruh Profesionalitas
dan Motivasi Berprestasi terhadap
Kepuasan Kerja Dosen Sekolah Tinggi
Bahasa Asing Technocrat Tangerang
Banten.”
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka masalah yang akan diteliti dalam
penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai
beikut:
1. Masih ada dosen yang tidak
profesionalitas dalam melaksanankan
tugas mengajarnya.
2. Ada beberapa dosen yang kurang
merasakan kepuasan dalam bekerja
3. Kurangnya motivasi dosen dalam
meraih prestasi bekerja
4. Kemampuan mahasiswa menurun
akibat kepuasan kerja dosen tidak
terpenuhi
5. Minat belajar mahasiswa yang kurang
dalam meningkatkan motivasi dosen
6. Fasilitas kampus tidak mendukung
kepuasan kerja dosen
7. Kesejahteraan belum maksimal untuk
kepuasan kerja dosen
8. Belum adanya pemberian tunjangan
kerja dosen
9. Belum terciptanya keamanan sekolah
yang stabil untuk menunjang
kepuasan kerja dosen
10. Belum ada peranan kepemimpinan
Ketua Sekolah Tinggi terhadap
kepuasan kerja dosen
11. Masih kurang nya hubungan kerja
sama teman sekerja dalam menunjang
kepuasan dosen
Dengan demikian terdapat dua
variabel bebas yaitu profesionalitas dan
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
119
motivasi berprestasi dosen. Dua variabel
tersebut adalah prediktor atau yang sering
disebut variabel bebas. Sedangkan
variabel terikat penelitian ini adalah
kepuasan kerja dosen sebagai variabel
respon.
Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah
yang disebutkan di atas, untuk
mempermudah pembahasan dalam
penelitian ini, maka masalah yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara
profesionalitas dosen dengan
kepuasan kerja dosen ?
2. Apakah terdapat hubungan antara
motivasi berprestasi dengan kepuasan
kerja dosen ?
3. Apakah terdapat hubungan secara
bersama-sama antara profesionalitas
dan motivasi berprestasi dengan
kepuasan kerja dosen ?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
memperoleh data empirik, menguji
hipotesis dan mengungkapkan hubungan
antara profesionalitas dan motivasi
berprestasi dengan kepuasan kerja dosen
di Sekolah Tinggi Bahasa Asing
Technocrat Tangerang Banten tahun
Akademik 2016/2017. Berdasarkan
maksud tersebut tujuan penelitian ini
dapat diperjelas secara operasional
menjadi beberapa sub bagian yaitu
mendapatkan informasi tentang :
1. Hubungan antara profesionalitas (Xi)
dengan kepuasan kerja dosen (Y) di
Sekolah Tinggi Bahasa Asing
Technocrat Tangerang Banten pada
tahun Akademik 2016/2017
2. Hubungan antara Motivasi
Berprestasi (X2) dengan Kepuasan
Kerja Dosen (Y) di Sekolah Tinggi
Bahasa Asing Technocrat Tangerang
banten tahun Akademik 2016/2017.
3. Hubungan antara Profesionalitas (X1)
dan Motivasi Berprestasi (X2) secara
bersama-sama dengan Kepuasan
Kerja Dosen (Y) di Sekolah Tinggi
Tangerang Bahasa Asing Technocrat
Tangerang Banten tahun Akademik
2016/2017
Manfaat Penelitian
Penulis berharap hasil penelitian
menjadi literatur atau masukan bagi para
dosen Sekolah Tinggi, khususnya
Sekolah Tinggi Bahasa Asing
Technocrat yang berada di Tangerang
Banten. Mereka diharapkan dapat
memahami bahwa profesionalitas dan
motivasi berprestasi memiliki andil
untuk pencapaian kepuasan kerja dosen.
Perlu diketahui rendahnya
profesionalitas dan motivasi berprestasi
sangat besar pengaruhnya terhadap
kepuasan kerja dosen. Dengan demikian
dosen dituntut untuk bekerja secara
profesional dan meningkatkan motivasi
berprestasinya, dan dapat menciptakan
kepuasan kerja dosen yang tinggi bagi
diri dosen maupun lingkungan sesuai
tujuan yang diharapkan.
Secara praktis, penelitian ini
sangat berguna untuk bahan masukan
bagi pengambil keputusan dalam upaya
menciptakan dan melaksanakan
kebijakan pengembangan tenaga
edukatif dan tenaga kependidikan yang
sinergis dengan tujuan organisasi dan
individu. Di samping itu, hasil penelitian
ini dapat dijadikan bahan rujukan
alternatif bagi perbaikan dan
peningkatan kualitas tenaga edukatif dan
tenaga kependidikan guna perbaikan
kualitas serta kinerja pendidikan,
khususnya dosen.
Penelitian ini juga diharapkan
berguna bagi para pendidik di tingkat
Sekolah Tinggi agar lebih intensif
membina diri sendiri, profesional,
meningkatkan motivasi berprestasi dan
memiliki kepuasan kerja yang tinggi
sehingga membawa dampak bagi
keberhasilan tujuan pendidikan.
Kegunaan ini merupakan pengalaman
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
120
yang sangat bermanfaat bagi penulis
terutama dalam mengaktifkan teori-teori
pembelajaran di lapangan sehingga
berguna pula untuk meningkatkan mutu
pendidikan di antaranya:
1. Meningkatkan prestasi kerja dosen
dengan didukung oleh Ketua
Sekolah Tinggi dan teman sejawat.
2. Meningkatkan kepuasan kerja
berlandaskan motivasi berprestasi,
dan profesionalisme.
3. Meningkatkan kepuasan kerja
sehingga meningkatkan
profesionalitas.
4. Meningkatkan mutu pengelolaan
pendidikan profesionalisme belajar
mengajar.
KAJIAN PUSTAKA
Konsep Kepuasan Kerja Dosen
Konsep kerja menurut Hoy dan
Miskel adalah suatu kombinasi dari
kondisi psikologis, fisik dan lingkungan
yang menyebabkan seseorang berkata,
“saya puas dengan pekerjaan saya”.
Kemudian Gibson, Ivancevich dan
Donelly menyebutkan kepuasan kerja
adalah suatu sikap yang dimiliki
individu tentang pekerjaan yang
merupakan hasil persepsinya terhadap
pekerjaan tersebut. Sementara itu George
dan Jones menyatakan kepuasan kerja
adalah kumpulan perasaan dan nilai yang
dimiliki karyawan mengenai
pekerjaannya saat ini. Menurut Smith
(dalam Hoy dan Miskel ) mengartikan
kepuasan kerja sebagai suatu jawaban
efektif terhadap pekerjaan yang mereka
lakukan.
Dalam bidang pendidikan, Hoy dan
Miskel mendefinisikan kepuasan kerja
sebagai pernyataan sikap saat ini atau
masa lalu yang dihasilkan ketika seorang
pendidikan menilai pekerjaan mereka.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas,
maka kepuasan kerja dosen adalah
kondisi fisik atau psikis dosen sehingga
ia memberikan pernyataan sikap tentang
pekerjaan mereka dalam hubungan
dengan hasil yang mereka peroleh dari
pekerjaan itu.
Dari beberapa pengertian yang
dikemukakan di atas terdapat kesamaan
dalam menjelaskan definisi kepuasan
kerja. Penekanan kepuasan kerja terletak
pada individu dan wujud dari kepuasan
itu tampak pada sikapnya terhadap
pekerjaan yang sedang dilakukan
maupun dari pengalaman kerja yang
telah diperoleh. Terkait dengan
pengalaman kerja Locke (dalam
Luthans) mengartikan kepuasan kerja
sebagai suatu pernyataan rasa senang
atau positif yang merupakan hasil
penilaian terhadap suatu pekerjaan atau
pengalaman kerja. Keadaan yang
menyenangkan dapat dicapai jika sifat
dan jenis pekerjaan yang harus
dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan
nilai yang dimiliki.
Handoko mengemukakan bahwa
setiap individu yang masuk ke suatu
lingkungan kerja membawa kebutuhan
yang ingin dipenuhinya. Kebutuhan itu
kemudian menjadi pendorong baginya
untuk berusaha mencapai tujuan.
Apabila kebutuhan yang diharapkan dari
pekerjaan terpenuhi ia akan merasa puas
dan jika kebutuhan itu tidak terpenuhi ia
mengalami ketidakpuasan. Kepuasan
mempunyai arti yang penting bagi
karyawan maupun perusahaan, terutama
karena menciptakan keadan positif di
dalam lingkungan pekerjaan.
Fraser mengemukakan bahwa
kepuasan kerja adalah suatu kondisi yang
sangat subjektif. Sedang Davis
menyatakan kepuasan kerja bersifat
dinamis. Artinya perasaan puas dapat
berubah-ubah sesuai dengan kondisi
yang dialami individu. Kepuasan kerja
secara khusus mengacu pada sikap
seorang karyawan. Misalnya karena
kenaikan pangkat atau gaji yang
diperolehnya. Kepuasan kerja dapat pula
menggambarkan sikap secara
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
121
keseluruhan atau mengacu pada bagian
dari pekerjaan seseorang. Mungkin
karyawan puas dengan penghasilan dan
promosi yang diperolehnya tetapi tidak
puas dengan kondisi kerjanya.
Lebih lanjut Fraser menyatakan
kepuasan kerja bukan sesuatu yang
terwujud secara mutlak. Individu
cenderung memperkecil ketidakpuasan
ketimbang membesar-besarkan
kepuasannya. Kepuasan bukan hanya
merupakan suatu bagian tanpa batas,
namun juga suatu perasaan pribadi, yang
kadang-kadang bertentangan dengan rasa
puas kelompok. Hal itu sangat mungkin
terjadi karena setiap individu berbeda
dalam setiap kondisi, dari waktu ke
waktu.
Menurut Fraser perasaan puas
bukan keadan yang tetap, karena dapat
dipengaruhi kekuatan-kekuatan dari
dalam atau dari luar lingkungan kerja.
Oleh karena itu adalah penting bagi para
pimpinan atau manajer untuk
menciptakan keadaan agar kepuasan
kerja pekerjanya dapat terus berada pada
tingkat yang tinggi dengan cara
mengenali faktor-faktor yang dapat
memberikan kepuasan kerja.
Robbins menyatakan beberapa
faktor yang dapat mendorong kepuasan
kerja antara lain : kerja yang secara
mental menantang, ganjaran yang pantas,
kondisi kerja, dan rekan kerja yang
mendukung. Karyawan cenderung lebih
menyukai pekerjaan yang lebih memberi
kesempatan untuk menggunakan
keterampilan dan kemampuannya,
menawarkan beragam tugas, kebebasan,
dan umpan balik mengenai hasilnya.
Karakteristik ini membuat kerja secara
mental menantang. Pekerjaan yang
kurang menantang dapat menciptakan
kebosanan. Sebaliknya pekerjaan yang
terlalu menantang dapat menciptakan
rasa frustasi dan kegagalan. Kebanyakan
pekerja akan merasa puas pada kondisi
tantangan yang sedang.
Pekerja menginginkan sistem upah
dan kebijakan yang bersifat adil serta
sejalan dengan harapan–harapan mereka.
Upah dapat menghasilkan kepuasan jika
didasarkan pada tuntutan pekerjaan,
tingkat keterampilan individu dan standar
pengupahan secara umum. Pekerja
berusaha mendapatkan kebijakan dan
praktek promosi yang adil memberikan
kesempatan untuk pertumbuhan pribadi,
tanggung jawab yang lebih banyak, dan
status sosial yang meningkat. Pekerja
akan merasa puas apabila keputusan
promosi dibuat secara adil. Untuk
sebagian pekerja, kerja juga mengisi
kebutuhan akan interaksi sosial dan
bukan sekedar uang atau prestasi dari
hasil kerja. Rekan kerja yang
mendukung dan kooperatif akan sangat
membantu pekerja merasa puas.
Disamping itu, perilaku atasan juga
merupakan faktor yang determinan dari
kepuasan kerja.
Crusway dan Lodge menganalisis
faktor penentu kepuasan kerja secara
komprehensif yaitu menekankan pada
sejumlah faktor nilai instrinsik pada
suatu pekerjaan yang dapat membawa
kepada kepuasan kerja. Faktor nilai
instrinsik ini adalah : keragaman
pengawasan atas pekerjaan, relevansi
tugas, umpan balik atas hasil, dan
pertumbuhan. Pemusatan pada satu tugas
tertentu dapat mengarah pada keahlian
dan efisiensi yang tinggi., tetapi dapat
terbukti sangat membosankan.
Kebosanan dapat menyebabkan
terjadinya kesalahan-kesalahan, kurang
motivasi, dan tingkat ketidakhadiran
yang tinggi.
Salah satu faktor yang kelihatannya
dapat memperbaiki kepuasan kerja
adalah membuat keragaman di dalam
pekerjaan yang dikerjakan. Dalam
kaitannya dengan pengawasan atas
pekerjaan, derajat kepuasan individu
akan dipengaruhi oleh tingkatan
kebebasan atas pekerjaan yang dilakukan
dan lingkup kewenangan untuk membuat
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
122
keputusan mengenai pekerjaan itu.
Pekerjaan akan termotivasi ke tugas yang
dikerjakan, jika mereka merasa tugas itu
merupakan hal yang sangat penting bagi
organiasasi. Disamping itu mereka dapat
melihat bagaimana pekerjaan itu sesuai
dengan proses dalam organisasi secara
keseluruhan. Derajat kepuasan juga
tergantung pada jumlah umpan balik
(feedback) atas kinerja mereka,
khususnya kecenderungan bahwa mereka
merasa dihargai karena mereka bekerja
dengan baik. Kepuasan jika ditentukan
oleh derajat perasaan individu bahwa
pekerjaan itu akan membantu
mengembangkan keahlian dan
pengetahuannya.
Kepuasan kerja dosen berhubungan
dengan beberapa karakteristik organisasi
sekolah. Boyan menyatakan bahwa
dimensi birokrasi sekolah berhubungan
dengan kepuasan kerja. Faktor birokrasi
yang meningkatkan perbedaan status
diantara para profesional, seperti
birokrasi dan sentralisasi, menghasilkan
tingkat kepuasan kerja yang rendah.
Tetapi faktor-faktor yang menjelaskan
pekerjaan dan menghasilkan aplikasi
yang seimbang akan meningkatkan
kepuasan kerja.
Kepemimpinan, pengambilan
keputusan, dan proses komunikasi juga
berpengaruh terhadap kerja. Bentuk-
bentuk hubungan antara dosen dan
administrator dan kualitas
kepemimpinan berhubungan erat dengan
kepuasan kerja dosen. Partisipasi lebih
besar dalam pengambilan keputusan,
khususnya tentang metode pembelajaran
menghasilkan peningkatan kepuasan
kerja dosen. Kemudian, kualitas proses
komunikasi juga berhubungan dengan
kepuasan kerja dosen secara keseluruhan.
Sebagai contoh, mengkomunikasikan
secara jelas ruang lingkup kerja,
bagaimana kontribusi mereka terhadap
tujuan sekolah, dan bagaimana mereka
melakukan penilaian, adalah
berhubungan secara positif dengan
kepuasan kerja dosen.
Gibson, Ivancevich dan Donelly
menyatakan kepuasan kerja tergantung
pada tingkat perolehan faktor intrinsik
dan ekstrinsik serta pada pandangan
pekerja terhadap perolehan itu.
Sementara itu Luthans menyebutkan
enam faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja, yaitu : pekerjaan itu
sendiri, upah, promosi, supervisi,
kelompok kerja, dan kondisi tempat
kerja.
Berdasarkan beberapa teori yang
dikembangkan dari Hoy dan Miskel
bahwa kepuasan kerja adalah pernyataan
sikap yang dihasilkan nilai pekerjaan
yang meliputi indikator-indikator : (1)
pekerjaan itu sendiri, (2) kepemimpinan
atasan, (3) rekan sekerja, (4) penghasilan,
dan (5) promosi.
Sementara itu, kepuasan kerja pada
dasarnya merupakan hal yang bersifat
individual. Setiap individu akan
memiliki tingkat kepuasan kerja yang
berbeda, sesuai dengan nilai yang berlaku
pada dirinya.
Konsep diri merupakan aspek
penting dari kepribadian individu dan
bahkan inti dari pola kepribadiannya.
Dalam kaitan ini, studi mengenai
kesesuaian kepribadian dan pekerjaan
dapat dijadikan acuan. Kecocokan yang
tinggi antara kepribadian seorang dosen
dengan pekerjaannya, akan menghasilkan
kondisi yang lebih terpuaskan. Individu
yang tipe kepribadiannya sama dan
sebangun dengan pekerjaan sebagai
dosen, seharusnya menyadari bahwa
mereka mempunyai bakat dan
kemampuan yang tepat untuk memenuhi
tuntutan pekerjaan sebagai dosen.
Kondisi semacam ini lebih besar
kemungkinannya untuk berhasil pada
pekerjaan, dan karena sukses mempunyai
kemungkinan yang lebih besar untuk
mencapai kepuasan kerja yang tinggi.
Dosen yang memiliki konsep diri
positif akan bersikap optimis, menyadari
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
123
segenap potensi yang dimilikinya serta
berusaha mengaktualisasikannya. Upaya
aktualisasi diri antara lain tampak pada
keinginan untuk melaksanakan suatu
aktivitas sebaik mungkin, dalam hal
mendidik, mengajar, dan melatih.
Keberhasilan dosen dalam mengajar
terkait dengan pandangan diri yang
positif, kepercayaan diri yang positif, dan
penyesuaian diri yang positif. Berkenaan
dengan itu, dosen yang memiliki konsep
diri yang positif cenderung memiliki
tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Hal
tersebut dimungkinkan karena dosen itu
berpandangan positif terhadap pekerjaan
yang dilakukannya.
Motivasi Berprestasi
Menurut Mc Clelland dalam
Silver, mengatakan bahwa dalam diri
manusia terdapat tiga macam motif, yaitu
motif berprestasi (need for achievement ),
motif untuk berafiliasi (need for affiliatio
) dan motif berkuasa (need for power).
Teori ini di dasarkan atas (1) Apabila
seseorang memiliki motivasi berprestasi
yang tinggi, sangat menyukai pekerjaan
yang sangat menantang, maka ia tidak
begitu saja percaya kepada nasib baik,
karena ia yakin bahwa segala sesuatu
akan diperoleh melalui usaha, (2)
mempunyai motif berafiliasi tinggi
tercermin pada keinginan untuk
menciptakan, memelihara dan
mengembangkan hubungan dan suasana
kebatinan dan perasaan yang saling
menyenangkan antar sesama manusia. Ia
tidak begitu mempersoalkan prestasi
seseorang dalam organisasi. Biasanya
orang seperti ini jarang menjadi manajer
atau interpreneur yang berhasil, (3)
motivasi berkuasa, ia mendapat dorongan
apabila ia dapat mengawasi dan
mempengaruhi tindakan orang lain. Oleh
karena itu, perlu mempunyai motivasi
untuk berkuasa, sebab kalau tidak, akan
hilang hak dan kewenangan untuk
mengambil tindakan.
Dari ketiga motivasi yang
dikemukakan di atas, nampaknya
motivasi berprestasi (n-ach) mendapat
porsi pembahasan yang lebih besar jika
dibandingkan dengan motivasi berafiliasi
(r-aff) maupun motivasi berkuasa (n-
power). Dua penelitian yang dilakukan
oleh Jhon Atkinson dan David Mc
Clelland yang dikutip oleh Kartini
mengemukakan bahwa dalam bidang
ekonomi hasil penelitian menghasilkkan
teori berprestasi yang dampaknya cukup
luas dan mendalam, sementara paket
laporan Achievement Motivation Training
memberikan hasil yang menggembirakan
di berbagai negara berkembang.
Kebutuhan berprestasi (n-ach)
tercermin dari perilaku individu yang
selalu mengarah pada suatu standar
keunggulan (standart of excellence).
Orang-orang seperti ini menyukai tugas-
tugas yang menantang, tanggung jawab
secara pribadi, dan terbuka untuk umpan
balik guna memperbaiki prestasi inovatif
kreatifnya.
Dari uraian di atas, implikasi
kebutuhan berprestasi pegawai dalam
lingkungan pekerjaan diperlihatkan
melalui keunggulan kinerja yang meliputi
antara lain (1) senantiasa termotivasi
untuk selalu meningkatkan kemampuan
dan keunggulan dalam kinerja, (2)
memiliki rasa tanggung jawab yang
besar terhadap pelaksanaan pekerjaannya
dan (3) memiliki sifat untuk selalu
meningkatkan kualitas hasil pekerjaan
serta memiliki sifat terbuka terhadap
kritik dan saran sebagai umpan balik
guna perbaikan prestasi kerjanya.
Profesionalitas
Di dalam Kamus Pelajar Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas, profesional
artinya bersangkutan dengan profesi.
Berdasarkan uraian tersebut
pengembangan profesionalitas itu
sebagian memang tergantung pada
kesempatan yang diberikan pada para
dosen. Namun dalam kenyataan
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
124
kesempatan tidak akan ada artinya
apabila sikap dosen keliru dalam
memandang dan menempatkan pekerjaan
sebagai suatu profesi. Dengan sikap yang
tepat untuk menumbuhkan
profesionalitas, maka kesempatan itu
selalu dapat diadakan atau direbut sendiri
oleh para dosen. Sikap merasa puas
terhadap kualitas diri sebagai sumber
daya manusia, akan menjadi dorongan
yang positif bagi dosen yang berusaha
meningkatkan profesionalitas agar selalu
serasi dengan perkembangan dan
kemajuan profesi sebagai dosen dari
waktu ke waktu.
Untuk dapat menjajaki lebih lanjut
yang dimaksud dengan pengertian
profesional, perlu memperhatikan proses
bagaimana seorang individu menjadi
dosen, bagaimana memperoleh identitas
seorang dosen, seperti yang dikatakan
Waller “Pekerjaan mengajar
mengakibatkan sesuatu kepada mereka
yang mengajar. Dosen-dosen yang suka
berintrospeksi mengetahui tentang
adanya perubahan-perubahan yang telah
terjadi dalam diri mereka. Sedang orang
yang berfikiran obyektif mencatat adanya
suatu proses yang dengan keras melanda
orang lain di mana sikap mengdoseni
menjadi makin berkembang.” Maka yang
menjadi pokok perhatian di sini adalah
proses sosialisasi sekunder dan
menjelaskan apa yang terjadi pada
mereka ketika pada mereka tidak melalui
tahapan program pendidikan dosen
sampai memasuki dosen-dosen yang
sudah mapan.
Keberhasilan sekolah mencapai visi
dan misi sebagai tujuan banyak
ditentukan oleh profesionalitas dosen
karena dosen selaku pemegang kendali
proses belajar mengajar di sekolah.
Keputusan-keputusan yang diambil oleh
dosen sudah dimusyawarahkan dan
dipikirkan merupakan senjata ampuh
yang dapat digunakan dalam mengatasi
masalah yang ada saat berhadapan
dengan mahasiswa.
Dalam proses belajar mengajar
dosen dan Ketua Sekolah Tinggi selaku
pemimpin bukan penguasa, memiliki
kedudukan dominan di tengah orang-
orang dan dosen yang dipimpin.
Kemampuan yang dimiliki seorang Ketua
Sekolah Tinggi dapat membedakan mana
Ketua Sekolah Tinggi, dan mana dosen.
“Pemimpin mampu menangkap
pengertian dan nilai yang lebih dalam
dalam hal-hal yang kelihatannya biasa-
biasa saja, menerjemahkan ke dalam rasa
cita-cita dan pandangan yang dianalisa,
mengkomunikasikan secara menyeluruh
baik arti dan cita-cita itu kepada orang
lain, memiliki rasa keterkaitan dengan
janji-janji ini di dalam tujuan-tujuan
organisasi, struktur dan program.
Sekolah sebagai masyarakat kecil
dibutuhkan pendekatan melihat sekolah
sebagai suatu dunia sendiri, yan dalam
diri sekolah memiliki unsur-unsur untuk
bisa disebut suatu masyarakat, seperti
pemimpin, pemerintahan, warga
masyarakat, aturan-aturan dan norma-
norma, serta sebagaimana lembaga yang
ada dalam sebuah negara.
Meskipun sekolah sebagai
masyarakat kecil, namun tidak dapat
dipisahkan dari masyarakat besarnya,
karena apabila masyarakat kecil rusak
maka masyarakat besar akan rusak.
Sebagaimana diuraikan di atas, sekolah
memiliki dua level, yaitu level kelas dan
level sekolah. Level kelas mencakup (a)
dosen, (b) kurikulum, bahan ajar dan
media dan (c) iklim kelas. Pada level
sekolah yang bisa didefinisikan memiliki
kaitan dengan proses sosialisasi nilai-
nilai demokrasi, antara lain adalah (a)
partisipasi mahasiswa dalam organisasi
intrasekolah dan kegiatan ko-kurikuler
atau ekstrakurikuler, (b) iklim organisasi
sekolah, dan (c) kontekstual, seperti
status sosial ekonomi keluarga, proporsi
agama, dan sebagainya.
Dosen sebagai pekerja profesional
atau sebagai birokrat akan muncul
kontroversi. Kepada siapa dosen harus
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
125
loyal? Kepada Ketua Sekolah Tinggi atau
kepada murid? Sebagai profesional dosen
harus loyal dan mengabdikan diri untuk
perkembangan murid secara utuh, tetapi
sebagai birokrat dosen harus loyal kepada
Ketua Sekolah Tinggi. Apa akibatnya
kalau demi murid dosen bertindak
sebagaimana dikehendaki oleh Ketua
Sekolah Tinggi? Untuk melihat loyalitas
dipertanyakan tiga hal: (1) Apakah Ketua
Sekolah Tinggi mengarahkan dosen
untuk memiliki pandangan yang sama
dengannya tentang masalah yang
dihadapi oleh sekolah dan dosen? (2)
kalau pandangan dosen berbeda dengan
pandangannya apakah Ketua Sekolah
Tinggi akan memaksakan kehendaknya
dengan cara memberikan sanksi kepada
dosen? (3) kalau Ketua Sekolah Tinggi
memberikan sanksi, apakah dengan
demikian dosen bersifat kompromi dan
tunduk kepada Ketua Sekolah Tinggi?
Kalau semua pertanyaan jawaban
di atas “Ya” maka dapat dikatakan bahwa
dosen lebih loyal kepada Ketua Sekolah
Tinggi dibandingkan loyalitas dosen
kepada mahasiswa. Dengan demikian
dosen mengajar untuk Ketua Sekolah
Tinggi bukan untuk mahasiswa.
Dengan memperhatikan berbagai
pendapat tentang hakikat profesionalitas
tersebut dapat dirumuskan konstruk
bahwa profesionalitas Pasal 7 Undang-
Undang Republik Indonesia tentang
Dosen dan Dosen Bab III merupakan
bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip.
Indikator untuk mengukur
profesionalitas seorang dosen
berdasarkan prinsip di atas agar dalam
penelitian mudah adalah sebagai berikut :
a. Memiliki bakat, minat, panggilan
jiwa, dan idealisme.
b. Memiliki komitmen untuk
meningkatkan mutu pendidikan,
keimanan, ketakwaan dan akhlak
mulia.
c. Memiliki kualifikasi akademik dan
latar belakang pendidikan sesuai
dengan bidang tugas.
d. Memiliki kompetensi yang
diperlukan sesuai dengan bidang
tugas
e. Memiliki tanggung jawab atas
pelaksanaan-pelaksanaan tugas
keprofesionalan.
f. Memperoleh penghasilan yang
ditentukan sesuai dengan prinsip
kerja.
g. Memiliki kesempatan untuk
mengembangkan keprofesionalan
secara berlanjutan dengan belajar
sepanjang hayat.
h. Memiliki jaminan perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
i. Memiliki organisasi profesi yang
mempunyai kewenangan mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan tugas
keprofesionalan.
Kerangka Berpikir :
Adapan kerangka berpikir dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 : Diagram Alur Kerangka
Pemikiran
Keterangan :
X1 = Variabel Profesionalisme kerja
X2 = Variabel Motivasi Kerja Kerja
Y = Variabel Kepuasan Kerja
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu menggunakan metode
kuantitatif. Pengumpulan data
menggunakan kuisioner dengan skala
likert. Dalam prosesnya, sebelum
dilakukan analisis data, terlebih dahulu di
uji validitas dan reliabilitasnya.
Profesional
Motivasi
Kepuasan
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
126
Selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik
yang terdiri dari uji normalitas, uji
linearitas, uji multikolinearitas, uji
autokorelasi dan uji heteroskedaktisitas.
Dalam menguji hipotesis digunakan uji t
dan uji F. Uji t digunakan untuk menguji
pengaruh secara parsial sedang uji F
digunakan untuk menguji determinan
pengaruh variabel independen secara
simultan terhadap variabel dependen.
HASIL PENELITIAN
Deskripsi Data
Penelitian ini melibatkan tiga
variable, yaitu Kepuasan Kerja Dosen
(Y) sebagai variabel terikat, sedangkan
Profesionalitas Dosen (X1) dan Motivasi
Berprestasi (X2) sebagai variabel bebas.
Dalam penelitian jumlah sampel 45
responden, diskripsi data dari tiap-tiap
variabel adalah sebagai berikut :
Kepuasan Kerja Dosen (Y)
Berdasarkan data yang telah
dikumpulkan tentang kepuasan kerja
dosen diperoleh dari 35 item instrumen
yang valid dengan rentang nilai teoretik
antara 41 – 205, sedangkan rentang nilai
empiriknya antara 135 – 205; Rata-rata
(Mean) 164,73; Modus 156; Median 163
dan Simpangan Bakunya 15,18. Data
ditampilkan dalam bentuk interval
dilakukan berdasarkan pendapat Sudjana
bahwa banyaknya kelas interval yang
harus diambil adalah paling sedikit 5
kelas dan paling banyak 15 kelas, dipilih
menurut keperluan; sedangkan untuk n
berukuran besar (200) dapat
menggunakan aturan Struges, yaitu
banyak kelas = 1 + (3,3 log n).
Profesionalitas Dosen (X1)
Dari data yang telah dukumpulkan
tentang Profesionalitas Dosen (X1)
diperoleh 43 item instrumen yang valid
sehingga rentang nilai teoretik antara 43–
215, sedangkan rentang nilai empiriknya
antara 165–212; harga Rata-rata sebesar
185,87; Modus 176 ; Median 183 dan
Simpangan Bakunya 11,65.
Motivasi Berprestasi (X2)
Data yang dikumpulkan tentang
Motivasi Berprestasi (X2) diperoleh 39
item instrumen yang valid dengan
rentang nilai teoretiknya antara 39 – 195,
sedangkan secara empirik rentang nilai
antara 138-187, harga rata-rata (Mean)
sebesar 157,49; Median 155; Modus
sebesar 150; dan Simpangan Baku
sebesar 10,91. Distribusi Frekuensi dan
Histogram data tersebut adalah sebagai
berikut :
Pengujian Persyaratan Analisis
Sebelum Hipotesis diuji
kebenarannya, terlebih dahulu dilakukan
pengujian persyaratan, antara lain
mengenai normalitas sampel dan
homogenitas varians. Penguji tersebut
dilakukan untuk mangetahui data hasil
dari penelitian tersebut dilakukan untuk
mengetahui data hasil dari penelitian
tersebut apakah sudah memenuhi
persyaratan atau belum untuk uji Korelasi
Product Moment.
Uji Normalitas
Pengujian Normalitas dilakukan
pada data variabel terikat yaitu kepuasan
kerja dosen (Y), serta data variabel bebas
yaitu Profesionalitas Dosen (X1) dan
Motivasi Berprestasi (X2).
Pengujian Normalitas data
menggunakan Metode Lilliefors, apabila
hasilnya menunjukan Lhitung < Ltabel, maka
H0 menyatakan bahwa sebaran skor
berdistribusi normal ditolak, dan
sebaliknya H1 diterima.
Memperhatikan harga-harga Lhitung
yang ada pada tabel di atas dan sesuai
dengan ketentuan seperti tersebut di atas,
maka H0 untuk semua variabel yang
menyatakan sebaran sampel mengikuti
distribusi normal dapat diterima, karena
Lhitung < Ltabel. Berdasarkan data tersebut,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
127
berikut, sebaran skor variabel kepuasan
kerja (Y), variabel Profesionalitas Dosen
(X1) dan variabel Motivasi Berprestasi
(X2) berdistribusi normal.
Uji Homogenitas Varians
Pengujian Homogenitas Varians
mengasumsikan bahwa skor setiap
variabel bebas memiliki varians yang
homogen, dengan menggunakan Uji
Burtlett. Kriteria yang digunakan dalam
pengujian ini adalah apabila harga 2
hitung
> 2
tabel, maka H0 menyatakan varians
skornya homogen ditolak, dalam hal
lainnya diterima.
Berdasarkan kriteria yang ditetapkan
untuk menerima atau menolak H0, dan
memperhatikan angka-angka yang
disajikan pada tabel 4.5 di atas, maka H0
yang menyatakan bahwa skor-skor
variabel terikat dengan variabel-variabel
bebas memiliki varians yang homogen
diterima.
Hal ini menunjukan bahwa harga
2
hitung < 2
tabel untuk semua pasangan
dari data variabel, dengan kata lain
menyatakan bahwa skor-skor variabel
Kepuasan Kerja Dosen (Y) yang
berpasangan dengan variabel bebas yaitu
variabel Profesionalitas Dosen (X1) dan
variabel Motivasi Berprestasi (X2)
merupakan variabel yang homogen.
Pengujian Hipotesis
Langkah selanjutnya setelah
dilakukan pengujian persyaratan analisis
dan hasilnya sesuai dengan persyaratan
yang ditentukan, langkah berikutnya
dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian
Hipotesis dalam penelitian ini dilakukan
untuk menarik suatu kesimpulan yang
didukung oleh data empirik. Pengujian
hipotesis ini dilakukan dengan
menggunakan analisis korelasi dan
regresi, baik secara sederhana maupun
jamak.
Hubungan antara Profesionalitas Dosen
(X1) dengan Kepuasan Kerja Dosen (Y)
Hipotesa H0 berbunyi : tidak
terdapat hubungan positif antara
Profesionalitas Dosen dengan Kepuasan
Kerja Dosen. Sedangkan H1 berbunyi :
terdapat hubungan positif antara
Profesionalitas Dosen dengan Kepuasan
Kerja Dosen.
Hubungan antara variabel
Profesionalitas Dosen (X1) dengan
Kepuasan Kerja Dosen (Y) dilakukan
analisis regresi sederhana. Hasil analisis
regresi sederhana tersebut mendapatkan
persamaan Y = 37,07 + 0,687 X1, untuk
Pengujian Keberartian dan Linearitas
Regresi digunakan Tabel ANOVA
Dari Daftar ANOVA untuk uji
keberartian dan linearitas regresi terlihat
harga Fhitung sebesar 16,55 dan 0,80.
Apabila diambil taraf nyata = 0,05,
maka untuk menguji hipotesis nol (I),
yaitu dari daftar Distribusi F dengan dk
pembilang 1 dan dk penyebut 43
diperoleh Ftabel = 0,05 sebesar 4,07; dan
untuk menguji hipotesis nol (II) dengan
dk pembilang 28 dan dk penyebut 15
diperoleh Ftabel = 0,05 sebesar 2,74.
Dengan demikian hipotesis nol (I) ditolak
karena Fhitung lebih besar dari Ftabel ; maka
koefesien arah regresi nyata sifatnya
sehingga dari segi ini Regresi diperoleh
adalah berarti. Hipotesis nol (II) diterima
karena Fhitung lebih kecil dari Ftabel.
Hubungan antara Profesionalitas
Dosen (X1) dengan Kepuasan Kerja
Dosen (Y) dengan menggunakan
persamaan regresi Y = 37,07 + 0,687
X1,
Pada persamaan regresi Y = 37,07
+ 0,687 X1, diinterpretasikan bahwa
variabel Profesionalitas Dosen (X1)
dengan Kepuasan Kerja Dosen (Y)
diukur dengan instrumen yang telah diuji
validitas dan reliabilitasnya, maka setiap
perubahan skor variabel Profesionalitas
Dosen (X1) sebesar 1 unit dapat
diestimasikan skor Kepuasan kerja dosen
(Y) akan berubah sebesar 0,687 pada
arah yang sama, dengan konstanta
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
128
sebesar 37,07. Dengan persamaan
tersebut tampak bahwa titik-titik yang
menyebar di sekitar garis regresi lebih
banyak dibandingkan dengan yang jauh,
sehingga dapat dimaknai bahwa sebagian
besar hubungan antara variabel X dan Y
mempunyai hubungan yang dekat.
Dari hasil perhitungan korelasi
product moment didapatkan koefisien
korelasi ry1 antara Profesionalitas Dosen
(X1) dengan Kepuasan Kerja Dosen (Y)
koefisien korelasi 0,527. Setelah
dilakukan pengujian keberartian korelasi
dengan Uji-t diperoleh thitung sebesar 4,07.
Harga ttabel pada distribusi ‘t’ dengan
taraf nyata = 0,05 untuk dk 43 (n-2)
diperoleh indeks ttabel sebesar 1,68. Oleh
karena thitung lebih besar dari ttabel yaitu
4,07 > 1,68 berarti koefesien korelasi
antara Profesionalitas Dosen (X1) dengan
Kepuasan Kerja Dosen (Y) signifikan
pada taraf nyata = 0,05. Dengan
demikian, hipotesis nol (H0) yang
dinyatakan di atas ditolak; sebaliknya
hipotesis alternatif (H1) diterima.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah
terdapat hubungan positif yang signifikan
antara Profesionalitas Dosen (X1) dengan
Kepuasan Kerja Dosen (Y). Dengan
Demikian berarti, semakin tinggi (positif)
Profesionalitas Dosen, semakin tinggi
pula Kepuasan Kerja Dosen.
Berdasarkan koefisien korelasi
tersebut dapat diperoleh koefisien
determinasi hubungan antara
Profesionalitas Dosen (X1) dengan
Kepuasan Kerja Dosen (Y) sebesar
(0,527)2 = 0,2777, atau berarti 27,77%
variasi kecenderungan Profesionalitas
Dosen. Dengan kata lain Profesionalitas
Dosen memberi dukungan besar terhadap
Kepuasan Kerja Dosen dalam
melaksanakan tugas pokoknya.
Hasil Analisis Koefisien Korelasi
Parsial yang mendiskripsikan hubungan
antara Profesionalitas Dosen (X1) dengan
Kepuasan Kerja Dosen (Y), jika variabel
Motivasi Kerja (X2) dikontrol
menghasilkan koefisien ry1.2 = 0,364 dan t
= 2,41 (thitung > ttabel). Kondisi ini dapat
diartikan variabel Motivasi Berprestasi
dikontrol dari hubungan antara
Profesionalitas Dosen dengan Kepuasan
Kerja Dosen tetap positif dan signifikan.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Profesionalitas
Dosen cukup berpengaruh terhadap
Kepuasan Kerja Dosen.
Hubungan antara Motivasi Berprestasi
(X2) dengan Kepuasan Kerja Dosen (Y)
Hipotesis nol (H0) berbunyi: tidak
terdapat hubungan positif antara Motivasi
Berprestasi (X2) dengan Kepuasan Kerja
Dosen (Y), Sedangkan Hipotesis
alternatif (H1) berbunyi : terdapat
hubungan positif antara Motivasi
Berprestasi (X2) dengan Kepuasan Kerja
Dosen (Y) dalam melaksanakan tugas
pokok sehari-hari sebagai dosen.
Selanjutnya bentuk hubungan
antara variabel Motivasi Berprestasi
dengan kepuasan kerja dosen, dilakukan
analisis regresi sederhana. Hasil analisis
regresi sederhana memberikan persamaan
regresi Y = 40,73 + 0,787X2.
Pada daftar ANOVA untuk uji
keberartian dan linearitas regresi terlihat
harga Fhitung sebesar 20,29 dan 0,52. Jika
diambil taraf nyata = 0,05 maka untuk
menguji Hipotesis nol (I), dari daftar
Distribusi F dengan dk pembilang 1 dan
dk penyebut 43 diperoleh Ftabel sebesar
4,07, serta untuk menguji hipotesis nol
(II) dengan dk pembilang 25 dan dk
penyebut 18 diperoleh Ftabel 2,11; dengan
demikian, hipotesis nol (I) ditolak karena
Fhitung lebih besar dari Ftabel sehingga
koefisien arah regresi nyata sifatnya
sehingga dari sini regresi yang diperoleh
adalah berarti. Hipotesis nol (II) diterima
karena Fhitung lebih kecil dari Ftabel.
Hubungan antara Motivasi
Berprestasi (X2) dengan Kepuasan Kerja
Dosen (Y) dengan persamaan regresi Y
= 40,73 + 0,787X2,
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
129
Dengan persamaan regresi Y =
40,729 + 0,787X2, dapat diinterpretasikan
bahwa jika variabel Motivasi Berprestasi
(X2) dengan Kepuasan Kerja Dosen (Y)
diukur dengan instrumen yang
dikembangkan dalam penelitian ini, maka
setiap perubahan skor Motivasi
Berprestasi (X2) sebesar 1 unit dapat
diestimasikan skor Kepuasan Kerja
Dosen (Y) akan berubah 41,516 unit pada
arah yang sama, dengan konstanta
sebesar 40,729. Dengan persamaan
tersebut tampak bahwa titik-titik yang
menyebar di sekitar garis regresi lebih
banyak dibandingkan dengan yang jauh,
sehingga dapat dimaknai bahwa sebagian
besar hubungan antara variabel X dan Y
mempunyai hubungan yang dekat.
Berdasarkan hasil perhitungan
korelasi Product Moment didapatkan
koefisien korelasi ry2 antara Motivasi
Berprestasi (X2) dengan Kepuasan Kerja
(Y) sebesar 0,566. Setelah diadakan
pengujian keberartian korelasi Uji-t,
didapatkan thitung sebesar 4,50. Indeks
ttabel pada distribusi t untuk dk = 43 (n-2)
pada taraf nyata a = 0,05 diperoleh ttabel
sebesar 1,68. Karena harga thitung > ttabel
yaitu 4,50 > 1,68, berarti koefisien
korelasi antara Motivasi Berprestasi (X2)
dengan Kepuasan Kerja Dosen (Y)
signifikan pada taraf nyata = 0,05.
Dengan demikian, hipotesis nol yang
dinyatakan di atas ditolak, sedangkan
hipotesis alternatif diterima. Terhadap
perhitungan ini dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan positif yang signifikan
antara Motivasi Berprestasi (X2) dengan
Disiplin Kerja Dosen (Y), Dengan kata
lain, semakin tinggi Motivasi Berprestasi,
semakin tinggi pula Kepuasan Kerja
Dosen dalam melaksanakan proses
belajar mengajar di sekolah.
Koefisien korelasi tersebut,
diperoleh koefisien determinasi
hubungan antara Motivasi Berprestasi
(X2) dengan Kepuasan Kerja Dosen (Y)
sebesar (0,566)2 = 0,3204. Hal ini berarti
32,04% variasi kecenderungan Kepuasan
Kerja Dosen (Y) dapat dijelaskan oleh
Motivasi Berprestasi (X2). Dengan kata
lain Motivasi Berprestasi memberi
dukungan relatif sebesar 32,04%
terhadap kepuasan kerja dosen dalam
melaksanakan tugasnya.
Hasil analisis korelasi parsial yang
didiskripsikan hubungan antara Motivasi
Berprestasi (X2) dengan Kepuasan Kerja
Dosen (Y), jika variabel Profesionalitas
Dosen (X1) dikontrol menghasilkan harga
ry2.1 = 0,428 dan t = 2,92. Hal ini dapat
diartikan walaupun variabel
Profesionalitas Dosen dikontrol,
hubungan antara motivasi kerja dengan
kepuasan Kerja Dosen tetap positif dan
signifikan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Motivasi Berprestasi
merupakan variabel yang cukup stabil
dan menentukan kepuasan kerja dosen.
Hasil perhitungan korelasi product
moment yang dilakukan dengan
menggunakan metode skor mentah (Raw
Score Method) dengan rumus Pearson
Product Moment, didapatkan koefisien
korelasi antara Profesionalitas Dosen
(X1) dengan Kepuasan Kerja Dosen (Y),
Motivasi Berprestasi (X2) dengan
Kepuasan Kerja Dosen (Y)
Hubungan antara Profesionalitas
Dosen (X1), Motivasi Berprestasi (X2)
secara bersama-sama dengan Kepuasan
Kerja Dosen (Y)
Hipotesis nol (H0) berbunyi tidak
terdapat hubungan positif "antara
Profesionalitas Dosen dan Motivasi
Berprestasi secara bersama-sama dengan
Kepuasan Kerja Dosen. Sedangkan
hipotesis alternatif (H1) berbunyi terdapat
hubungan positif antara Profesionalitas
Dosen dan Motivasi Berprestasi secara
bersama-sama dengan Kepuasan Kerja
Dosen.
Selanjutnya untuk mengetahui
bentuk hubungan antara variabel
Profesionalitas Dosen dan Motivasi
Berprestasi secara bersama-sama dengan
Kepuasan kerja Dosen dilakukan analisis
regresi jamak yang menghasilkan
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
130
persamaan regresi Y = -6,954 + 0.440X1
+ 0,571X2.
Pada uji keberartian koefisien
regresi secara keseluruhan menghasilkan
Fhitung, sebesar 14,62, sedangkan
berdasarkan Daftar Distribusi F dengan
dk pembilang 2 dan dk penyebut 43 pada
taraf nyata = 0,01 diperoleh Ftabel
sebesar 7,19. Dengan demikian nilai
Fhitung lebih besar dari Ftabel; ini
menunjukkan bahwa Fhitung signifikan,
karena itu persamaan garis regresi yang
diperoleh berarti. Analisis korelasi jamak
antara X1 dan X2 dengan Y menghasilkan
koefisien korelasi jamak (R2y.12) sebesar
0,428, Uji keberartian koefisien korelasi
jamak menghasilkan Fhitung sebesar 14,62.
Dari daftar distribusi F dengan dk
pembilang 2 dan dk penyebut 43 pada
taraf nyata = 0,01 diperoleh Ftabel,
sebesar 7,19. Dengan demikian nilai
Fhitung lebih besar dari pada nilai Ftabel.
Hal ini menunjukan bahwa Fhitung
signifikan dan oleh karenanya, koefisien
korelasi jamak sebesar 0,641 adalah
sangat signifikan.
Berkenaan dengan hal tersebut,
hipotesis nol sebagaimana telah
dinyatakan di atas ditolak. Sebaliknya
hipotesis alternatif diterima.
Kesimpulannya ialah terdapat hubungan
positif yang signifikan antara
Profesionalitas Dosen dan Motivasi
Berprestasi secara bersama-sama dengan
Kepuasan Kerja Dosen. Artinya semakin
baik Profesionalitas Dosen dan Motivasi
Berprestasi, semakin tinggi pula
Kepuasan Kerja Dosen dalam
melaksanakan tugasnya.
Dari koefisien korelasi jamak di
atas, diperoleh koefisien determinasi
hubungan antara Profesionalitas Dosen
(X1), Motivasi Berprestasi (X2) secara
bersama-sama dengan Kepuasan Kerja
Dosen (Y) sebesar (0,641)2 = 0,4104. Hal
ini menunjukkan 41,04 % variasi dalam
Kepuasan Kerja Dosen (Y) dapat
dijelaskan oleh variabel Profesionalitas
Dosen (X1) dan Motivasi Berprestasi (X2)
secara bersama-sama memberi
sumbangan efektif sebesar 41,04%
terhadap Kepuasan Kerja Dosen dalam
melaksanakan tugas pokoknya.
Hasil pengujian terhadap semua
hipotesis yang diajukan dapat
disimpulkan bahwa keseluruhan hipotesis
penelitian yang dirumuskan pada Bab II
dapat diterima. Dengan demikian berarti
Kepuasan Kerja Dosen 41,04 % dapat
diperjelas oleh variabel Profesionalitas
Dosen (X1) dan variabel Motivasi
Berprestasi (X2).
Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil analisis korelasional
menunjukkan bahwa antar variabel baik
secara sendiri-sendiri maupun secara
bersama-sama, Profesionalitas Dosen dan
Motivasi Berprestasi memiliki hubungan
positif dengan Kepuasan Kerja Dosen.
Hubungan positif tersebut memiliki
arti bahwa Profesionalitas Dosen dan
Motivasi Berprestasi seiring dengan
Kepuasan Kerja Dosen. Dengan kata lain
peningkatan Profesionalitas Dosen dan
Motivasi Berprestasi diikuti dengan
meningkatnya Kepuasan Kerja Dosen.
Hubungan yang demikian berarti juga
bahwa Kepuasan Kerja Dosen dapat
ditelusuri, dijelaskan, atau bahkan
diramalkan dari Profesionalitas Dosen
dan Motivasi Berprestasi.
Berdasarkan hasil pengujian
hipotesis, ternyata ketiga hipotesis
alternatif yang diajukan secara signifikan
dapat diterima. Uraian masing-masing
penerimaan ketiga hipotesis yang
dimaksud dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Pertama, pengujian hipotesis
pertama menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan positif yang signifikan antara
Profesionalitas Dosen dengan kepuasan
kerja dosen yang ditunjukkan oleh nilai
thitung sebesar 4,07 lebih besar dari
ttabel(0,05;43) 1,68. Pola hubungan antara
kedua variabel ini dinyatakan oleh
persamaan regresi Y = 37,07 + 0,687
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
131
X1. Persamaan ini memberikan informasi
bahwa setiap perubahan satu tingkat
Profesionalitas Dosen akan dapat
mengakibatkan terjadinya perubahan
pada Kepuasan Kerja Dosen sebesar
0,687 pada konstanta 37,07.
Hasil analisis korelasi sederhana
antara Profesionalitas Dosen dengan
kepuasan kerja dosen diperoleh nilai
koefisien korelasi ry1 sebesar 0,527. Nilai
ini memberikan pengertian bahwa
keterkaitan antara Profesionalitas Dosen
dengan kepuasan kerja dosen adalah
signifikan atau positif, artinya makin
tinggi tingkat Profesionalitas Dosen akan
diikuti dengan naiknya kepuasan kerja
dosen tersebut.
Besarnya sumbangan atau
kontribusi variabel Profesionalitas Dosen
terhadap Kepuasan Kerja Dosen dapat
diketahui dengan jalan mengkuadratkan
peroleh nilai koefisien korelasi
sederhananya. Hasil pengkuadratan nilai
koefisien korelasi sederhananya adalah
sebesar 0,2777. Secara statistik nilai ini
memberikan pengertian bahwa kurang
lebih 27,77 persen variasi Kepuasan
Kerja Dosen ditentukan/dijelaskan oleh
Profesionalitas Dosen dengan pola
hubungan fungsionalnya seperti
ditunjukkan oleh persamaan regresi
tersebut di atas.
Kedua, pengujian hipotesis kedua
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan
positif yang signifikan antara Motivasi
Berprestasi dengan kepuasan kerja dosen
yang ditunjukkan oleh nilai thitung sebesar
4,50 lebih besar dari ttabel(0,05;43) 1,68. Pola
hubungan antara kedua variabel ini
dinyatakan oleh persamaan regresi Y =
40,73 + 0,787X2. Persamaan ini
memberikan informasi bahwa setiap
perubahan satu tingkat Motivasi
Berprestasi akan dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan pada Kepuasan
Kerja Dosen sebesar 0,787 pada
konstanta 40,73.
Hasil analisis korelasi sederhana
antara Motivasi Berprestasi dengan
kepuasan kerja dosen diperoleh nilai
koefisien korelasi ry2 sebesar 0,566. Nilai
ini memberikan pengertian bahwa
keterkaitan antara Motivasi Berprestasi
dengan kepuasan kerja dosen adalah
signifikan atau positif, artinya makin
tinggi tingkat Motivasi Berprestasi akan
diikuti dengan naiknya Kepuasan Kerja
Dosen tersebut.
Besarnya sumbangan atau
kontribusi variabel Motivasi Berprestasi
terhadap Kepuasan Kerja Dosen dapat
diketahui dengan jalan mengkuadratkan
peroleh nilai koefisien korelasi
sederhananya. Hasil pengkuadratan nilai
koefisien korelasi sederhananya adalah
sebesar 0,3204. Secara statistik nilai ini
memberikan pengertian bahwa kurang
lebih 32,04 persen variasi Kepuasan
Kerja Dosen ditentukan/dijelaskan oleh
Profesionalitas Dosen dengan pola
hubungan fungsionalnya seperti
ditunjukkan oleh persamaan regresi
tersebut di atas.
Ketiga, pengujian hipotesis
menyimpulkan terdapat hubungan yang
positif dan signifikan antara
Profesionalitas Dosen dan Motivasi
Berprestasi secara bersama-sama dengan
Kepuasan Kerja Dosen yang ditunjukkan
oleh nilai Fhitung sebesar 14,62. Nilai ini
jauh lebih besar dari pada nilai Ftabel pada
taraf signifikansi alpha 0,01 yaitu 7,19,
atau F = 14,62 > F0,01(2;43) = 7,19.
Pola hubungan antara ketiga variabel
yang dinyatakan oleh persamaan regresi
ganda Y = -6,954 + 0.440X1 + 0,571X2.
Persamaan ini memberikan informasi
bahwa setiap perubahan satu unit skor
Profesionalitas Dosen dan Motivasi
Berprestasi akan mengakibatkan
terjadinya perubahan Kepuasan Kerja
Dosen sebesar 0,44 atau 0,571.
Hasil analisis korelasi ganda antara
Profesionalitas Dosen dan Motivasi
Berprestasi diperoleh nilai koefisien
korelasi ganda sebesar Ry12 sebesar
0,641. Nilai ini menunjukkan bahwa
keterkaitan antara Profesionalitas Dosen
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
132
dan Motivasi Berprestasi secara bersama-
sama dengan kepuasan kerja dosen
cukup. Dengan demikian berarti makin
naiknya Profesionalitas Dosen dan
naiknya Motivasi Berprestasi, maka
diikuti dengan tingginya Kepuasan Kerja
Dosen.
Besarnya sumbangan atau
kontribusi variabel Profesionalitas Dosen
dan Motivasi Berprestasi terhadap
Kepuasan Kerja Dosen bersama-sama
dapat diketahui melalui nilai koefisien
determinasi R2y12 sebesar 0,410. Hasil
analisis tersebut menunjukkan bahwa
lebih kurang 41,0 persen variasi
Kepuasan Kerja Dosen
ditentukan/dijelaskan oleh Profesionalitas
Dosen dan Motivasi Berprestasi secara
bersama-sama dengan pola hubungan
fungsionalnya seperti ditunjukkan oleh
persamaan regresi tersebut di atas.
Untuk mengetahui kontribusi murni
masing-masing variabel bebas terhadap
variabel terikat telah dilakukan analisis
korelasi parsial. Kontribusi murni
masing-masing variabel diketahui dengan
melakukan pengontrolan variabel bebas
lain. Hasil analisis tersebut dilaporkan
berikut ini :
Pertama, Kontribusi murni variabel
bebas Profesionalitas Dosen terhadap
Kepuasan Kerja Dosen jika Motivasi
Berprestasi dalam keadaan konstan,
diperoleh nilai sebesar 0,364. Kondisi ini
menunjukkan bahwa terjadi penurunan
kadar hubungan antara Profesionalitas
Dosen dengan Kepuasan Kerja Dosen.
Dengan demikian Profesionalitas
Dosen bukanlah satu-satunya variabel
yang dapat menentukan Kepuasan Kerja
Dosen, melainkan masih ada variabel lain
yaitu Motivasi Berprestasi yang ikut
berpengaruh.
Kedua, Kontribusi murni variabel
bebas Motivasi Berprestasi terhadap
Kepuasan Kerja Dosen jika
Profesionalitas Dosen dalam keadaan
konstan, diperoleh nilai sebesar 0,428.
Kondisi ini menunjukkan bahwa terjadi
penurunan kadar hubungan antara
Motivasi Berprestasi dengan Kepuasan
Kerja Dosen, yang berarti bahwa
Motivasi Berprestasi bukanlah satu-
satunya variabel yang dapat menentukan
Kepuasan Kerja Dosen, melainkan masih
ada variabel lain yaitu Profesionalitas
Dosen yang ikut berpengaruh.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan hasil
analisis di atas, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1 Terdapat hubungan positif yang
signifikan antara Profesionalitas
Dosen dengan Kepuasan Kerja
Dosen. Kondisi ini menunjukkan
bahwa Profesionalitas Dosen
positif atau baik, maka Kepuasan
Kerja Dosen akan meningkat.
Hubungan antara kedua variabel
tersebut ditunjukkan oleh koefisien
korelasi sebesar ryl = 0.527 dan
koefisien determinasinya (ryl)2
sebesar 0,2777 yang memberikan
sumbangan positif sebesar 27.77%
Kepuasan Kerja Dosen. Sedangkan
hasil analisis regresi sederhana
diperoleh melalui persamaan Y =
37,07 + 0,687 X1. Persamaan
tersebut dapat diinterpretasikan
bahwa jika variabel Profesionalitas
Dosen (X1) dan Kepuasan Kerja
Dosen (Y) yang diukur dengan
instrumen yang dikembangkan
dalam studi penelitian ini, maka
setiap perubahan skor
Profesionalitas Dosen (X1) sebesar
1 unit dapat diestimasikan skor
Kepuasan Kerja Dosen akan
berubah sebesar 0.687 unit ke arah
yang sama dengan konstanta
sebesar 37,07.
2 Ada hubungan positif yang
signifikan antara Motivasi
Berprestasi (X2) dengan Kepuasan
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
133
Kerja Dosen (Y). Kondisi ini
menggambarkan bahwa jika
Motivasi Berprestasi meningkat,
maka Kepuasan Kerja Dosen akan
meningkat pula. Hubungan kedua
variabel tersebut dapat
digambarkan dengan koefisien
korelasi ry2 = 0,566 dan koefisien
determinasinya (ry2)2= 0.3204 yang
berarti Motivasi Berprestasi
memberikan sumbangan relatif
besar 32.04% terhadap Kepuasan
Kerja Dosen. Selanjutnya dalam
analisis regresi sederhana diperoleh
persamaan Y = 40,73 + 0,787X2.
Persamaan ini dapat
diinterpretasikan bahwa varibel
Motivasi Berprestasi diukur dengan
instrumen yang dikembangkan
dalam studi penelitian ini, maka
setiap penambahan skor Motivasi
Berprestasi (X2) sebesar 1 unit
dapat diestimasikan skor Kepuasan
Kerja Dosen (Y) akan berubah
sebesar 0.787 unit pada arah yang
sama dengan konstanta sebesar
40,73.
3 Terhadat hubungan positif yang
siginifikan antara Profesionalitas
Dosen (X1), Motivasi Berprestasi
(X2) secara bersama-sama dengan
Kepuasan Kerja Dosen (Y). Hal ini
menunjukkan jika Profesionalitas
Dosen, Motivasi Berprestasi secara
bersama-sama ditingkatkan, maka
Kepuasan Kerja Dosen juga akan
meningkat. Hubungan yang
dimaksud tersebut digambarkan
regresi jarak Y = -6,954 +
0.440X1 + 0,571X2 dengan
koefisien korelasi jamak sebesar
Ry.12= 0,641. Selanjutnya koefisien
determinasinya (Ry.12)2 sebesar
0,410 yang artinya Profesionalitas
Dosen dan Motivasi Berprestasi
secara bersama-sama memberikan
sumbangan yang efektif sebesar
41,0% terhadap Kepuasan Kerja
Dosen. Dengan demikian, kedua
variabel bebas yang dipilih dalam
studi ini, Profesionalitas Dosen
dengan Motivasi Berprestasi
mampu mendukung atas variabel
Kepuasan Kerja Dosen, sedangkan
59% lainnya ditentukan oleh
variabel lain yang tidak ditulis
dalam studi penelitian ini.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas,
dapat ditarik beberapa beberapa saran
sebagai berikut:
1. Ketua Sekolah Tinggi dalam
mengelola sekolah dapat melibatkan
para dosen dalam mengambil
kebijakan, sehigga terjadi hubungan
komunikasi yang harmonis antara
Ketua Sekolah Tinggi dan dosen.
2. Ketua Sekolah Tinggi sebagai
pimpinan dapat memotivasi dosen
dengan memberikan penghargaan dan
pengakuan terhadap prestasi dosen.
Penghargaan dan pengakuan tersebut
dapat memotivasi dosen dalam
melaksanakan tugas belajar mengajar
di sekolah.
3. Dosen menyadari bahwa tugas
mendidik mahasiswa adalah tugas
mulia dan menuntut kesadaran diri
untuk memberikan kemampuan yang
terbaik dalam mencerdaskan generasi
yang akan datang. Serta dosen
menyadari bahwa kepuasan kerja
tidak hanya ditentukan oleh
penghasilan yang diperoleh, tetapi
menyadari bahwa kepuasan kerja itu
muncul ketika peserta didik yang
pernah dididiknya membawa manfaat
bagi masyarakat, bangsa dan negara.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
134
Balai Pustaka, Kamus Besar Bahasa
Indonesia. 2001. Jakarta : Balai
Pustaka.
Crusway dan Hodge, Derek. 1995.
Organizational Behaviour and
Design. Terjemahan Sularno
Jakarta : Alex Media
Komputindo.
Davis, Keith. 1982. Human Behaviour at
Work : Organizational
Behaviour. 5th
Edition. Metro
Manila : Mc. Grow Hill
Publishing ,Co. Ltd.
Denny, Richard. 1997. Sukses
Memotivasi: Jurus Jitu
Meningkatkan Prestasi, Jakarta:
PT Gramedia.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Donelly, JH. Gibson. 1997. Organisasi.
Jakarta : Binarupa Aksara.
DPR RI, Undang-Undang republik
Indonesia tentang Guru dan
Dosen
Fraser, T.M. 1992. Stress dan Kepuasan
Kerja . Jakarta : PT. Binaman
Presindo.
George dan Jones. 1996. Understanding
and Managing Organizational
Behaviour. Massachussets :
Addison Wesley Publishing
Company.
Hadiyanto, 2004. Mencari Sosok
Desentralisasi Pendidikan,
Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar 2004. Pendidikan Guru
Berdasarkan Pendekatan
Kompetensi, Jakarta; Bumi
Aksara.
Handoko, T. Hani. 2006. Manajemen
Personalia dan Sumber Daya
Manusia, Edisi kedua. Jogjakarta
: BPFE.
Hasibuan, Malayu SP. 2005. Manajemen
Sumber Daya Manusia, cetakan
ke-7. Jakarta: Bumi Aksara.
Hoy, Wayne K. dan Miskel, Cecil H.
1991. Educational
Administration:Theory Research
and Practice, 4th
Edition, New
York : McGraw Hill, Inc.
Imron, Ali, 1995. Beberapa Asumsi
Pragmatik Peranan Guru,
Malang: Kalimussahada Press.
J, Norman Ed. Boyan. 1988. Handbook
of Research on Educational
Administration. New York :
Longman.
Jones, Elizabeth 1998. Transformational
leadership, Minnosota : Redleaf
Press.
Kartono, Kartini. 1998. Pemimpin dan
Kepemimpinan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Kydd, Lesley. 2004. Professional
Development for Educational
Management. Terjemah. Ursula
Gyani, Jakarta: Grasindo.
Laporan Komisi Nasional Pendidikan,
2001. Menuju Pendidikan Dasar
Bermutu dan Merata, Jakarta:
Depdiknas.
Luthan, Fred. 1989. Organizational
Behaviour 5th
edition. New York
: Mc0Grow Hill Book Company.
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
135
Makmun, Abin Syamsudin. 2000.
Psikologi Pendidikan : Perangkat
Sistem Pengajaran, Bandung:
Rosda Karya.
Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru
Profesional. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nasution, S. 1991. Metode Research
Penelitian Ilmiah. Bandung :
Jemmars.
Nazir, Mohamad. 2003. Metode
Penelitian. Jakarta : Ghalia
indonesia.
Pidarta, Made, 1997. Landasan
Kependidikan, Jakarta: Rineka
Cipta.
Robins, Stephen R. 1991. Controversies
and Application. 5th
Edition.
Englewood Cliffs. New Jersey :
Prentice Hall. Int.
Robinson, Philip. 1986. Beberapa
Perspektif Sosiologi Pendidikan,
terj. Hasan Basari. Jakarta: CV.
Rajawali.
Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya
Manusia dan Produktivitas
Kerja. Bandung: Mandat Maju.
Sergiovanni, et.al, Dikutip langsung oleh
Chatlines Said. 1988. Pengantar
Administrasi Pendidikan, Jakarta:
Proyek Pengembangan LPTK.
Siagian, Sondang P. 2002. Kiat
Meningkatkan Produktivitas
Kerja, Jakarta: Rineka Cipta.
Silver, Paula F. 1992. Educational
Administtration: Theorical
Presfektives on Parctise and
Research New York : Harper and
Row.
Soetjipto dan Kosasi, 2004. Profesi
Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta.
Sugono, Dedy. 2004. Kamus Pelajar
Sekolah Menengah Tingkat Atas,
Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan
Nasional.
Suprastowo, Philip. 2001. Guru Pada
Era Reformasi: Kajian dalam
Meningkatkan Profesional Guru,
Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Supriadi, Dedi 1998. Mengangkat Citra
dan Martabat Guru, Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa.
Sutisna, Oteng 1991. Administrasi
Pendidikan, Dasar Teoritis untuk
Praktek Profesional, Bandung:
Angkasa.
Terry, George R. 1994. Priciples Of
Management,Inc Homo Wood;
Richard Rirwin, Illinois.
Tilaar, HAR 2002. Membenahi
Pendidikan Nasional, Jakarta:
Rineka Cipta.
Toha, Miftah. 2003. Perilaku Organisasi
Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Jakarta : PT Grafindo Persada.
Usman, M. Uzer. 1995. Menjadi Guru
Profesional, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Wahyusumidjio, 2003. Kepemimpinan
Kepala Sekolah. Tinjauan
Teoritik dan Permasalahannya,
Jakarta : PT Rajagrafindo.
-------. 1994. Kepemimpinan dan
Motivasi. Jakarta ; Ghalia
Indonesia.
JURNAL LENTERA BISNIS Volume 8 No 1, Mei 2019
136
Winardi. 2002. Motivasi dan
Pemotivasian dalam Manajemen.
Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Wirawan, 2002. Profesi dan Standar
Evaluasi, Jakarta: Yayasan
Bangun Indonesia & UHAMKA.
Zamroni dan Maarif, Ahmad Syafii.
2001. Pendidikan untuk
Demokrasi, Jogjakarta: Biografi
Publishing.
Zamroni, 2001. Pendidikan Untuk
Demokrasi, Yogyakarta: Bigraf
Publishing
top related