PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · Penyakit asma sering terjadi pada anak-anak dan sangat erat kaitannya dengan adanya alergi. Asma merupakan gangguan peradangan
Post on 16-Jun-2019
221 Views
Preview:
Transcript
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ASMA
PEDIATRI RAWAT INAP (STUDI KASUS DI RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA TAHUN 2013)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Anggun Indah Ciptanti
NIM : 108114099
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ASMA
PEDIATRI RAWAT INAP (STUDI KASUS DI RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA TAHUN 2013)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Anggun Indah Ciptanti
NIM : 108114099
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat, rahmat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada
Pasien Asma Pediatri Rawat Inap (Studi Kasus di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Tahun 2013)” dengan baik sebagai salah salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak
langsung baik berupa moral, materiil maupun spiritual. Oleh sebab itu, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing skripsi atas
perhatian, kesabaran, bimbingan, masukan dan motivasi kepada penulis
dalam proses penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing skripsi
atas perhatian, kesabaran, bimbingan, masukan dan motivasi kepada penulis
dalam proses penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt. sebagai dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan
skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
5. Ibu Iriati dan Mas Danang, selaku petugas Instalasi Catatan Medik (ICM) di
RSUP Dr. Sardjito yang telah membantu penulis dengan memberi bantuan
dan memberi saran dalam penyusunan skripsi ini.
6. Dokter-dokter di RSUP Dr. Sardjito yang telah membantu selama proses
penelitian.
7. Papa dan mama tercinta atas doa, kasih sayang, semangat, dukungan, dan
pengertian serta bantuan finansial hingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
8. Kakak-kakakku tersayang Teddy Prasetya, Adi Wibowo, Randy Julius yang
telah membimbing penulis serta menjadi inspirasi dan motivasi bagi penulis
dalam menyelesaikan skripsi.
9. Triwibowo Hertanto yang selalu memberikan doa dan sebagai pengingat
yang selalu ada dengan memberikan dukungan dan semangat selama proses
pembuatan skripsi ini.
10. Sahabatku Lilin, Rosi, Chelly, Nita, Henny, Verica terimakasih untuk tawa
dan semangatnya selama pengerjaan skripsi ini.
11. Teman-teman seperjuangan dalam tim Jessi dan Mega untuk semangat,
kerjasama, bantuan, dan informasi yang selalu di bagikan dalam proses
penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir.
12. Teman-teman FSM C 2010 dan FKK B 2010, terima kasih atas
kebersamaannya dan pengalaman yang tak terlupakan selama menjalani
kuliah dan praktikum bersama peneliti selama penyusunan skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Demikian juga
dengan tugas akhir ini yang belum sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik. Akhir kata, penulis
berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama
demi kemajuan pengetahuan di bidang Farmasi.
Yogyakarta, 11 Agustus 2014
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv
PERNYATAANKEASLIAN KARYA ......................................................... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS........................................ vi
PRAKATA ................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvii
INTISARI ..................................................................................................... xviii
ABSTRACT ................................................................................................... xix
BAB I. PENGANTAR .................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
1. Perumusan Masalah ..................................................................... 3
2. Keaslian Penelitian ...................................................................... 4
3. Manfaat Penelitian ....................................................................... 7
B. Tujuan Penelitian .............................................................................. 7
1. Tujuan umum .............................................................................. 7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
2. Tujuan khusus ............................................................................. 7
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ........................................................... 9
A. Asma ................................................................................................. 9
1. Definisi ....................................................................................... 9
2. Epidemiologi ............................................................................... 10
3. Etiologi ....................................................................................... 10
4. Manifestasi klinik ........................................................................ 11
5. Faktor resiko ............................................................................... 11
6. Patofisiologi ................................................................................ 14
7. Diagnosis .................................................................................... 17
8. Klasifikasi ................................................................................... 20
9. Penatalaksanaan terapi ................................................................. 21
B. Drug Related Problems (DRPs) ......................................................... 28
1. Tidak perlu obat (unnecessary drug therapy) ............................... 29
2. Perlu obat (need for additional drug therapy) .............................. 29
3. Obat salah (wrong drug) .............................................................. 29
4. Dosis kurang (dosage too low) ..................................................... 30
5. Efek samping obat dan interaksi obat (adverse drug reaction) ..... 30
6. Dosis berlebih (dosage too high) ................................................. 30
7. Ketidaktaatan pasien (noncompliance) ......................................... 30
C. Keterangan Empiris ........................................................................... 31
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................... 32
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ......................................................... 32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
B. Variabel dan Definisi Operasional ..................................................... 32
C. Subjek Penelitian ............................................................................... 34
D. Bahan Penelitian ............................................................................... 36
E. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 36
F. Tata Cara Penelitian .......................................................................... 36
1. Observasi awal ............................................................................ 36
2. Analisis situasi ............................................................................ 37
3. Permohonan ijin .......................................................................... 37
4. Pengambilan data ........................................................................ 37
5. Pengolahan data dan analisis hasil ............................................... 38
6. Kerahasiaan data pasien ............................................................... 40
G. Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 40
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 42
A. Karakteristik Pasien ........................................................................... 42
1. Distribusi pasien berdasarkan umur ............................................. 42
2. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin ................................. 43
3. Diagnosis kasus ........................................................................... 44
B. Pola Penggunaan Obat ....................................................................... 44
1. Obat yang bekerja pada sistem pernafasan ................................... 46
2. Obat-obat hormonal ..................................................................... 48
3. Obat anti-infeksi .......................................................................... 49
4. Pemberian O2 ......................................................................................................................... 49
5. Obat yang bekerja pada sistem saluran cerna ............................... 50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
6. Obat yang bekerja sebagai analgesik ............................................ 50
7. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat ................................... 51
8. Obat yang mempengaruhi gizi dan darah ..................................... 52
C. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) .......................................... 52
1. Tidak perlu obat (unnecessary drug therapy) ............................... 53
2. Perlu obat (needs additional drug therapy) .................................. 54
3. Obat salah (wrong drug) .............................................................. 54
4. Dosis kurang (dosage too low) ..................................................... 54
5. Efek samping obat (adverse drug reaction) dan interaksi obat ..... 54
6. Dosis berlebih (dosage too high) ................................................. 56
D. Outcome Pasien Setelah Mendapat Terapi ................................... 56
E. Rangkuman Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) ................. 57
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 59
A. Kesimpulan ....................................................................................... 59
B. Saran ................................................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 61
LAMPIRAN ................................................................................................. 65
BIOGRAFI PENULIS .................................................................................. 121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Klasifikasi Asma Berdasarkan Berat Penyakit ............................ 20
Tabel II. Tatalaksana Pengobatan Asma ................................................... 22
Tabel III. Distribusi Kelas Terapi Obat Yang Digunakan Pada Pasien
Asma Pediatri Di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Tahun 2013 ............................................................. 45
Tabel IV. Pengelompokan Obat yang Bekerja pada Sistem Pernafasan
yang Digunakan sebagai Terapi Pasien Asma Pediatri di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013
…………………………………………………………… .......... 47
Tabel V. Pengelompokan Obat-obat Hormonal yang Digunakan sebagai
Terapi Pasien Asma Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Tahun 2013 ................................................ 48
Tabel VI. Pengelompokan Obat-obat Anti-infeksi yang Digunakan sebagai
Terapi Pasien Asma Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Tahun 2013 ................................................ 49
Tabel VII. Pengelompokan Obat-obat Saluran Cerna yang Digunakan
sebagai Terapi Pasien Asma Pediatri di Instalasi Rawat Inap
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013 ............................... 50
Tabel VIII. Pengelompokan Obat Analgesik yang Digunakan sebagai
Terapi Pasien Asma Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Tahun 2013 ................................................ 51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
Tabel IX. Pengelompokan Obat Sistem Saraf Pusat yang Digunakan
sebagai Terapi Pasien Asma Pediatri di Instalasi Rawat Inap
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013 ............................... 51
Tabel X. Pengelompokan Obat yang mempengaruhi Gizi dan Darah yang
Digunakan sebagai Terapi Pasien Asma Pediatri di Instalasi
Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013 ............. 52
Tabel XI. Jenis DRPs Pada Pasien Asma Pediatri Rawat Inap di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Tahun 2013 ................................................ 53
Tabel XII. Hasil Evaluasi DRPs dan Status Keluar Pasien Asma Pediatri
Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013 ......... 57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Definisi Asma ............................................................................ 9
Gambar 2. Mekanisme Terjadinya Asma ..................................................... 14
Gambar 3. Patofisiologi Asma ..................................................................... 17
Gambar 4. Skema Pemilihan Subjek Penelitian di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Tahun 2013 ............................................................. 35
Gambar 5. Persentase Distribusi Pasien Asma Pediatri di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Tahun 2013 Berdasarkan Jenis Kelamin ..... 43
Gambar 6. Persentase outcome pasien setelah mendapat terapi .................... 43
Gambar 7. Karateristik Kasus Asma Pediatri Berdasarkan Diagnosisnya ..... 44
Gambar 8. Persentase Outcome Pasien Setelah Mendapat Terapi ................. 56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Nilai rujukan hasil laboratorium pasien asma pediatri di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakata Tahun 2013 .......................................... 66
Lampiran 2. Analisis Drug Related Problems pada pasien asma pediatri di
Instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun
2013…………………………………………………… ............ 67
Lampiran 3. Hasil wawancara dengan dokter yang bersangkutan .................. 118
Lampiran 4. Surat keterangan Ethics Committee Approval ............................ 119
Lampiran 5. Surat ijin penelitian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta .............. 120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
INTISARI
Penyakit asma sering terjadi pada anak-anak dan sangat erat kaitannya dengan adanya alergi. Asma merupakan gangguan peradangan kronis dari saluran udara, yang menyebabkan hyperresponsive bronkus sehingga bronkus mudah terhambat dan aliran udara menyempit apabila terkena faktor resiko. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran DRPs mengenai penatalaksanaan obat asma pada pasien pediatri.
Penelitian ini bersifat observasional dengan rancangan penelitian deskriptif dengan data retrospektif pada tahun 2013 yaitu data rekam medis pasien meliputi catatan keperawatan, diagnosis dan penatalaksanaan obat kemudian dibandingkan dengan standar pelayanan medis RSUP Dr. Sardjito dan pustaka yang sesuai. Kasus yang memenuhi kriteria inklusi sebagai subjek penelitian sebesar 20 kasus.
Dari hasil penelitian, diperoleh persentase pola penggunaan obat sistem pernafasan yaitu sebanyak 100% pasien menggunakan obat anti asma serta 95% pasien menggunakan obat hormonal yaitu kortikosteroid. Hasil evaluasi DRPs diperoleh 6 kasus DRPs terkait dengan penatalaksanaan obat asma yaitu 6 kasus efek samping obat dan interaksi obat.
Kata kunci : asma, DRPs (Drug Related Problems), pediatri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
ABSTRACT
Asthma is common disease in children and is closely associated with allergies. Asthma is a chronic inflammatory disorder of the airways, which causes bronchial hyperresponsive that makes bronchus easily obstructed and airflow tighten when exposed to risk factors. This study aims to provide an overview of the management of DRPs asthma medication in pediatric patients
This study is an observational descriptive study design with retrospective data in 2013 that is patient medical records includes nursing record, diagnosis and management of medications by use the patient's medical record, and then compared with the medical services standard of Dr. Sardjito hospital and appropriate literature. Cases that met the inclusion criteria as research subjects are 20 cases.
From the research, obtained the percentage of respiratory drug usage pattern is 100% of patients taking anti-asthma and 95% of patients using hormonal drugs that are corticosteroids. The DRPs evaluation found 6 cases related to the management of asthma drug consist of 6 cases of asthma side effects and drug interactions.
Keywords: asthma, DRPs (Drug Related Problems), pediatric
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Pharmaceutical care merupakan tanggung jawab seorang apoteker dalam
pelayanan obat terhadap pasien. Praktek pelayanan kefarmasian merupakan
kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan
masalah yang berhubungan dengan penggunaan obat atau drug-related problems
(DRPs), termasuk hal-hal lain yang berhubungan dengan kesehatan pasien
(Depkes RI, 2004). Praktek ini bertujuan untuk mencapai hasil pengobatan
(outcome therapy) yang diinginkan serta dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien (patient’s quality of life).
Asma adalah gangguan peradangan kronis dari saluran udara, yang
menyebabkan hyperresponsive pada bronkus sehingga mudah terhambat dan
aliran udara menyempit apabila terkena faktor resiko (Global Innitiative for
Asthma, 2012). Asma menyebabkan saluran pernafasan menjadi lebih sensitif dan
memberi respon yang sangat berlebihan jika mengalami rangsangan atau
gangguan. Saluran pernafasan tersebut akan bereaksi dengan cara menyempit dan
menghalangi udara yang masuk. Penyempitan atau hambatan ini bisa
mengakibatkan salah satu atau gabungan dari berbagai gejala mulai dari batuk,
sesak, nafas pendek, tersengal-sengal, hingga nafas yang berbuyi “ngik-ngik”
(Vitahealth, 2005).
Prevalensi asma di dunia sangat bervariasi dan penelitian epidemiologi
menunjukkan bahwa penyakit asma semakin meningkat terutama di negara maju.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Di Amerika, 14 sampai 15 juta orang mengidap asma, dan kurang lebih 4,5 juta di
antaranya adalah anak-anak. Namun, penyakit asma ini dapat terjadi pada segala
usia. Jika dilihat secara keseluruhan di dunia sekitar 300 juta manusia menderita
asma dan diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 400 juta pada tahun
2025. Satu dari 250 orang yang meninggal adalah penderita asma (Ratnawati,
2011).
Menurut Survei Kesehatan Nasional tahun 2001 (cit., Ikawati, 2007),
penyakit saluran napas merupakan penyakit yang menyebabkan kematian
terbanyak kedua di Indonesia. Prevalensi asma di Indonesia belum diketahui
secara pasti, namun hasil penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan
menggunakan kuisioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in
Children) tahun 1995 prevalensi asma masih 2,1%, sedangkan pada tahun 2003
meningkat menjadi 5,2%. Hasil survei ini dilakukan di beberapa kota di Indonesia
(Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan
Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (Sekolah Dasar) usia 6-12
tahun berkisar 3,7%-6,4%, sedangkan pada anak SMP (Sekolah Menengah
Pertama) di Jakarta Pusat sebesar 5,8% tahun 1995, di Jakarta Timur sebesar
8,6%. Berdasarkan gambaran distribusi penyakit asma tersebut, terlihat bahwa
asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu diperhatikan lebih
serius (Depkes RI, 2009).
Meskipun sarana pengobatan asma mudah diakses namun asma masih
sering tidak terdiagnosis dan tidak diobati secara tepat. Hal ini berpotensi
terjadinya DRPs yang akan berdampak merugikan dan menurunkan kualitas hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
pasien. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penting dilakukan penelitian
yang mengidentifikasi DRPs pada pengobatan yang diterima penderita asma.
Identifikasi DRPs meliputi: tidak perlu obat (unnecessary drug therapy), perlu
obat (need for additional drug therapy), obat salah (wrong drug), dosis kurang
(dosage too low), efek samping obat dan interaksi obat (adverse drug reaction)
dan dosis berlebih (dosage too high).
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut ini.
a) Seperti apa karateristik pasien asma pediatri yang menjalani rawat inap di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013?
b) Seperti apa pola penggunaan obat pada pasien yang menderita asma di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta?
c) Seperti apa Drug Related Problem (DRPs) pada pengobatan pasien asma
tersebut, yang meliputi:
1) Tidak perlu obat (Unnecessary drug therapy)?
2) Perlu obat (Need for additional drug therapy)?
3) Obat salah (Wrong drug)?
4) Dosis kurang (Dosage too low)?
5) Efek samping obat dan interaksi obat (Adverse drug reaction)?
6) Dosis berlebih (Dosage too high)?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
d) Seperti apa outcome therapy pasien asma yang dirawat di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta?
2. Keaslian penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian
serupa sudah pernah dilakukan yaitu :
a. Penelitian dengan judul “Pola Pengobatan Penyakit Asma Bronkial untuk
Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Selama
Tahun 1998”. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
persentase kasus asma bronkial sebesar 93,65%; asma bronkial dengan
komplikasi sebesar 6,34%; balita (0-5 tahun) sebesar 3,38%, anak-anak
(5-12 tahun) sebesar 5,08%, dewasa (12-65 tahun) sebesar 77,96%, dan
lansia (>65 tahun) sebesar 13,55%. Variasi jumlah obat yang diberikan
berkisar 4-10 jenis, dengan rata-rata jumlah obat sebesar 6 jenis.
Golongan obat yang digunakan pada kasus asma bronkial yaitu
antibiotika sebesar 86,44%, obat batuk sebesar 66,10%, analgesik-
antipiretik sebesar 44,06%, rehidrasi sebesar 100%, kortikosteroid
sebesar 77,96%, xantin sebesar 94,91%, vitamin sebesar 11,86%,
antialergi sebesar 8,47% dan golongan obat lain sebesar 6,775. Cara
pemberian obat oral 100% dan parenteral 100%. Rata-rata lama
perawatan yang dibutuhkan yaitu 3 hari (Anitawati, 2001).
b. Penelitian dengan judul “Pola Pengobatan Penyakit Asma Bronkial Pada
Pasien Anak Rawat Inap Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Periode 1999-2001”. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
pada tahun 1999 ditemukan 8 kasus asma bronkial, tahun 2000
ditemukan 17 kasus asma bronkial, tahun 2001 ditemukan 6 kasus asma
bronkial. Variasi jumlah obat yang diberikan 4-8 obat. Dari keseluruhan
kasus selama 3 tahun yaitu 1999-2001 golongan obat yang diberikan
adalah bronkodilator (simpatomimetik 74,2% dan xantin 64,5%),
kortikosteroid 58,1%, antibiotic 87,1%, antialergi 38,7%, obat batuk
58,1%, analgetik antipiretik 25,8%, rehidrasi 51,6%. Cara pemberian
obat pada periode 1999-2001 secara oral 91,9%, parenteral 13,0% dan
inhalasi 5,1% (Yusriana, 2002).
c. Penelitian dengan judul “Kajian Profil Persepan Pasien Asma Bronkial
Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali Tahun
2005”. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada tahun
2005 terdapat 18 kasus asma bronkial. Distribusi umur pasien dibagi
menjadi 4 kelompok umur yaitu balita (0-5tahun) sebesar 33,3%, anak-
anak (5<n≤12 tahun) sebesar 5,6%, dewasa (12<n≤65 tahun) sebesar
38,9% dan lanjut usia (di atas 65 tahun) sebesar 22,2%. Pasien dengan
jenis kelamin laki-laki sebesar 66,7% dan perempuan sebesar 33,3%.
Variasi obat yang diberikan 4-10 macam obat. Golongan obat yang
diberikan untuk terapi antara lain bronkodilator 22,7%, mukolitik 12,8%,
kortikosteroid 13,5%, pengganti cairan tubuh 11,5%, anti-mikroba
14,9%, anti-hipoksemia 8,8%, anti-histamin 6,8%, analgesik 4,1%, anti-
diabetik 0,7%, anti-epilepsi 0,7%, anti-hipertensi 0,7%, anti-angina 0,7%,
anti-koagulan 0,7% dan vitamin 0,7%. Cara pemberian obat yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
digunakan antara lain secara oral 55,4%, parenteral 25% dan inhalasi
19,6% (Wibowo, 2007).
d. Penelitian dengan judul “Evaluasi Drug Related Problem (DRPs) Pada
Pasien Asma Bronkial Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini
Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009”. Dari penelitian tersebut
membahas karateristik pasien asma bronkial, pola pengobatan dan enam
aspek DRPs yang meliputi; tidak perlu obat (unnecessary drug therapy),
perlu obat (need for additional drug therapy), obat salah (wrong drug),
pasien mendapat dosis kurang (dosage too low), efek samping obat
(adverse drug reaction), pasien mendapat dosis berlebih (dosage too
high). Terdapat 32 kasus dengan persentase umur terbesar pada umur
12<n≤65 tahun yaitu 60%, pada jenis kelamin perempuan sebesar
68,75%. Pola pengobatan asma bronkial terdapat 9 kelas terapi dengan
penggunaan obat terbanyak yaitu obat sistem pernapasan sebesar 100%
diikuti gizi dan darah sebesar 96,9%. Hasil evaluasi menunjukkan
kejadian DRPs adverse drug reaction (ADR) dan interaksi obat sebesar
31,25% (Handayani, 2010).
e. Penelitian yang akan dilakukan ini mengenai Evaluasi Drug Related
Problems (DRPs) Pada Pasien Asma Pediatri Rawat Inap (Studi Kasus
Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013), penelitian ini akan
membahas 6 aspek DRPs yang meliputi; tidak perlu obat (unnecessary
drug therapy), perlu obat (need for additional drug therapy), obat salah
(wrong drug), dosis kurang (dosage too low), efek samping obat (adverse
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
drug reaction), dosis berlebih (dosage too high), serta outcome therapy
setelah menjalani pengobatan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Subjek
penelitian yang akan diambil adalah pasien asma pediatri (rentang umur
1-18 tahun, sesuai dengan standar di RSUP Dr. Sardjito), semua kasus
asma diambil berdasarkan diagnosis asma baik non-kompilkasi dan
komplikasi.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber
informasi tentang Drug Related Problems (DRPs) pada pengobatan asma
dan menambah referensi pengetahuan kesehatan mengenai asma.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan
pengobatan pada pasien asma pediatri di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Memberikan gambaran mengenai karateristik dan pola pengobatan
pada pasien asma pediatri yang mengalami DRPs terkait penggunaan obat
asma di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2013.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi karateristik pasien asma pada pasien rawat inap di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
b. Mengindentifikasi pola penggunaan obat pada pasien dalam pengobatan
asma.
c. Mengidentifikasi Drug Related Problem (DRPs) pada pasien asma di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta
d. Mengidentifikasi outcome pasien asma yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta setelah mendapat terapi pengobatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Asma
1. Definisi
Asma adalah gangguan peradangan kronis dari saluran udara, yang
menyebabkan hyperresponsive bronkus sehingga mudah terhambat dan aliran
udara menyempit apabila terkena faktor resiko (GINA, 2012). Berdasarkan faktor
pemicunya asma bronkial dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Asma alergik (extrinsic) di sebabkan oleh alergen (misalnya: serbuk sari,
binatang, makanan dan jamur)
b. Asma idiosinkratik (intrinsic) tidak berhubungan dengan alergen spesifik.
Faktor-faktornya seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, emosi
dan polutan lingkungan (Brunner dan Suddarth, 2002).
Gambar 1. Definisi asma (NIH, 2012)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
2. Epidemiologi
Menurut Survei Kesehatan Nasional tahun 2001 (cit., Ikawati, 2007),
penyakit saluran napas merupakan penyakit yang menyebabkan kematian
terbanyak kedua di Indonesia (Ikawati, 2007). Prevalensi asma di Indonesia belum
diketahui secara pasti, namun hasil penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun
dengan menggunakan kuisioner ISAAC (International Study on Asthma and
Allergy in Children) tahun 1995 prevalensi asma masih 2,1%, sedangkan pada
tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survei ini dilakukan di beberapa kota
di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta,
Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (Sekolah
Dasar) usia 6-12 tahun berkisar 3,7%-6,4%, sedangkan pada anak SMP (Sekolah
Menengah Pertama) di Jakarta Pusat sebesar 5,8% tahun 1995, di Jakarta Timur
sebesar 8,6%. Berdasarkan gambaran distribusi penyakit asma tersebut, terlihat
bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu diperhatikan
lebih serius (Depkes RI, 2009).
3. Etiologi
Asma biasanya sering terjadi pada anak-anak yang sangat erat kaitannya
dengan adanya alergi. Kelompok dengan resiko terbesar terhadap perkembangan
asma adalah anak-anak yang mengidap alergi dan memiliki keluarga dengan
riwayat asma. Banyak faktor yang dapat meningkatkan keparahan asma seperti
rhinitis yang tidak di obati atau sinusitis, gangguan refluks gastroesofagal,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
sensitivitas terhadap aspirin, pemaparan terhadap sulfit atau obat golongan beta
bloker, influenza, faktor mekanik dan faktor psikis seperti stress (Ikawati, 2007).
4. Manifestasi klinik
Penanda utama untuk mendiagnosis adanya asma adalah sebagai berikut:
a. Mengi (wheezing) pada saat menghirup nafas, hal tersebut terjadi karena
adanya kontraksi otot polos bersama dengan hipersekresi dan retensi
mukus yang menyebabkan pengurangan kaliber saluran nafas dan
turbulensi aliran udara yang berkepanjangan (McPhee, 2007).
b. Riwayat batuk yang memburuk pada malam hari, dada sesak yang terjadi
berulang dan nafas tersengal-sengal, batuk yang terjadi akibat kombinasi
penyempitan saluran nafas, hiperskresi mukus, dan hiperresponsivitas
aferen saraf yang dijumpai pada peradangan saluran nafas (McPhee,
2007).
c. Hambatan pernafasan yang reversibel secara bervariasi selama siang hari.
d. Adanya peningkatan gejala pada saat olahraga, infeksi virus, eksposur
terhadap alergen dan perubahan musim.
e. Terbangun malam-malam dengan gejala seperti di atas (Ikawati, 2007).
5. Faktor resiko
Secara umum faktor resiko asma dipengaruhi oleh faktor genetik dan
faktor lingkungan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
a. Faktor genetik
1) Atopi/alergi
Penderita asma dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, maka penderita
sangat mudah terkena penyakit asma jika terpejan dengan faktor
pencetus. Berbagai alergen seperti bulu binatang, jamur, tungau, debu
merupakan pemicu utama terjadinya asma akut pada anak-anak yang
memiliki alergi. Hampir 80% dari anak-anak memilki alergi (Wolf,
2004).
2) Hipereaktivitas bronkus
Saluran nafas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun
iritan.
3) Jenis kelamin
Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2
kali dibandingkan dengan anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa
perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause
perempuan lebih banyak.
4) Ras/etnik
5) Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI), merupakan faktor
resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi
saluran nafas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma.
Meskipun mekanismenya belum jelas, namun penurunan berat badan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
penderita obesitas dengan asma dapat memperbaiki gejala fungsi paru,
morbiditas dan status kesehatan.
b. Faktor lingkungan
1) Alergen dalam rumah, seperti tungau debu rumah, jamur spora, kecoa,
serpihan kulit binatang (anjing, kucing, dan lain-lain)
2) Alergen luar rumah, seperti serbuk sari, asap rokok dan polusi udara
c. Faktor lain
1) Alergen makanan, contohnya susu, telur, udang, kepiting, ikan laut,
kacang tanah, jeruk, bahan penyedap rasa, dan pewarna makanan
2) Alergen obat-obatan tertentu, contohnya penisilin, sefalosporin, golongan
beta laktam lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesik dan antipiretik
3) Bahan yang mengiritasi, contohnya parfum
4) Ekspresi emosi berlebih
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping
gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang
mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi,
maka gejala asmanya lebih sulit diobati.
5) Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
6) Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
7) Status ekonomi (Rengganis, 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
6. Patofisiologi
Asma erat kaitannya dengan adanya peradangan saluran nafas yang
dimediasi oleh berbagai subtipe sel, sehingga terjadi hyperresponsive pada saluran
udara yang akan membatasi aliran udara. Terjadinya bronkokontriksi pada saluran
nafas diikuti oleh edema saluran nafas dan produksi lendir yang berlebihan
disertai dengan respon yang berlebihan terhadap rangsangan atau bronchus
hyperresponsiveness (BHR) dan diikuti dengan airway remodeling (Hill and
Wood, 2009).
Gambar 2. Mekanisme terjadinya asma (Kelly and Sorkness, 2008)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Penyakit asma melibatkan interaksi yang kompleks antara sel-sel
inflamasi, mediator inflamasi dan jaringan pada saluran nafas. Sel-sel inflamasi
utama yang berperan antara lain sel mast, limfosit dan eosinofil, sedangkan
mediator inflamasi utama yang terlibat yaitu histamine, leukotrien, faktor
kemotaktik eosinofil dan beberapa faktor sitokin yaitu interleukin(IL)-4, IL-5, dan
IL-13 (Ikawati, 2007).
Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf
otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi
alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma
alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial
paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang
menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat.
Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator.
Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor
kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal
pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen
bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi
saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera
yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi
merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam
pajanan alergen dan bertahan selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadang sampai
beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen
Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma
(Rengganis, 2008).
Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan juga epitel saluran napas.
Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi
yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas
lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga
meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang
dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel
mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2.
Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen
vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik
senyawa P, neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP).
Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema
bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi
(Rengganis, 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Gambar 3. Patofisiologi asma (Kelly and Sorkness, 2008)
7. Diagnosis
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa
batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan
cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti
kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnosis (Mangunnegoro,
2004).
a. Faal Paru
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala (dispnea
dan mengi) dan persepsi mengenai asmanya, sehingga dibutuhkan
pemeriksaan objektif yaitu faal paru. Pengukuran faal paru digunakan untuk
menilai obstruksi jalan napas, reversibiliti kelainan faal paru, variabiliti faal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
paru serta sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas
(Mangunnegoro, 2004).
Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang
telah diterima secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah
pemeriksaan spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE) (Mangunnegoro,
2004).
1) Spirometri
Spirometri berfungsi untuk mengukur volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP). Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
di periksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP <
75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi. Selain itu juga dapat memeriksa
reversibilitas ditandai dengan perbaikan VEP1≥15% secara spontan, atau
setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibilitas ini dapat membantu diagnosis
asma dan menilai derajat berat asma (Depkes RI, 2007).
2) Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau
pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow
meter (PEF meter)
Nilai APE dapat memeriksa reversibiliti yang ditandai dengan
perbaikan nilai APE >15% setelah inhalasi bronkodilator (uji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah terapi
kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu). Variabilitas APE ini tergantung
pada siklus diurnal (pagi dan malam yang berbeda nilainya) dan nilai
normal variabilitas ini adalah <20% (Depkes RI, 2007).
b. Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma.
Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya
dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus
mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi tingkat spesifiknya rendah,
artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi
hasil positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif
dapat terjadi pada penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai gangguan
dengan penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis
kistik (Mangunnegoro, 2004).
c. Pengukuran Status Alergi
Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui
pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut
mempunyai nilai kecil untuk mendiagnosis asma, tetapi membantu
mengidentifikasi faktor risiko/pencetus sehingga dapat dilaksanakan kontrol
lingkungan dalam penatalaksanaan.
Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi,
umumnya dilakukan dengan prick test. Walaupun uji kulit merupakan cara
yang tepat untuk diagnosis atopi, tetapi juga dapat menghasilkan positif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
maupun negatif palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang
relevan dan hubungannya dengan gejala harus selalu dilakukan. Pengukuran
IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara
lain dermatitis/kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, dan lain-lain).
Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/
atopi (Mangunnegoro, 2004).
8. Klasifikasi
Tabel I. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit (Depkes RI, 2009)
Derajat asma Gejala Fungsi paru
I. Intermiten Siang hari ≤ 2 kali per minggu
Malam hari ≤ 2 kali per bulan
Serangan singkat
Tidak ada gejala antar serangan
Intensitas serangan bervariasi
Variabilitas APE < 20%
VEP1 ≥80% nilai prediksi
APE ≥ 80% nilai terbaik
II. Persisten Ringan Siang hari > 2 kali per minggu,
tetapi < 1 kali per hari
Malam hari > 2 kali per bulan
Serangan dapat mempengaruhi
aktifitas
Variabilitas APE 20-30%
VEP1 ≥80% nilai prediksi
APE ≥ 80% nilai terbaik
III. Persisten
Sedang
Siang hari ada gejala
Malam hari > 1 kali per minggu
Serangan mempengaruhi aktifitas
Serangan ≥ 2 kali per minggu
Serangan berlangsung berhari-hari
Sehari-hari menggunakan inhalasi
β2-agonis short acting
Variabilitas APE > 30%
VEP1 60-80% nilai
prediksi
APE 60-80% nilai terbaik
IV. Persisten Berat Siang hari terus menerus ada
gejala
Setiap malam hari sering timbul
gejala
Aktifitas fisik terbatas
Sering timbul serangan
Variabilitas APE > 30%
VEP1 < 60% nilai prediksi
APE ≤ 60% nilai terbaik
APE = arus puncak ekspirasi
FEV1 = volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
9. Penatalaksanaan Terapi
a. Terapi non-farmakologi
Terapi non-farmakologi meliputi 2 komponen utama, yaitu edukasi
pada pasien atau yang merawat mengenai beebagai hal tentang asma, dan
kontrol terhadap faktor-faktor pemicu serangan asma. Untuk memastikan
alergen pemicu serangan asma pada pasien maka direkomendasikan untuk
mengetahui riwayat kesehatan pasien serta uji kulit (skin test). Pasien juga
diberikan edukasi mengenai pathogenesis asma, bagaimana mengenal
pemicu asmanya, mengenal tanda dan gejala asma, cara penggunaan obat
yang tepat (Ikawati, 2007).
b. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi merupakan salah satu bagian dari penanganan
asma yang bertujuan mengurangi dampak penyakit dan mempertahankan
kualitas hidup, yang dikenal dengan tujuan pengelolaan asma. Pemahaman
bahwa asma bukan hanya suatu penyakit episodik tetapi asma adalah suatu
penyakit kronik menyebabkan pergeseran penanganan dari pengobatan
hanya untuk serangan akut menjadi pengobatan jangka panjang dengan
tujuan mencegah serangan, mengontrol atau mengubah perjalanan penyakit
(Mangunnegoro, 2004). Berdasarkan Global Innitiative for Asthma (2012),
tatalaksana pengobatan asma dapat dilihat pada tabel II.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Tabel II. Tatalaksana Pengobatan Asma
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5 SABA SABA
Pilihan obat pengontrol***
Pilih salah satu
Pilih salah satu
Ke tahap 3, pilih salah satu
Ke tahap 4, pilih salah satu
ICS dosis rendah*
ICS dosis rendah dan LABA
ICS dosis sedang atau tinggi dan LABA
Glukokortikosteroid oral dalam dosis rendah
Modifikator leukotrien**
ICS dosis sedang atau tinggi ICS dosis rendah dan modifikator leukotrien
Modifikator leukotrien Teofilin sustained release
Anti Ig-E
ICS dosis rendah dan teofilin sustained release
Keterangan : *ICS = inhalasi glukokortikosteroid **= Antagonis reseptor atau inhibitor sintesis ***= Pengobatan yang direkomendasikan (kolom berwarna)
Berdasarkan penggunaannya, obat asma terbagi menjadi 2
golongan yaitu pengobatan jangka panjang (long-term medication) untuk
mengontrol gejala asma, dan pengobatan cepat (quick-relief medication)
untuk mengatasi serangan asma akut. Beberapa obat yang digunakan untuk
pengobatan dalam jangka panjang antara lain inhalasi steroid, β2 agonis aksi
panjang (LABA), sodium kromoglikat atau kromolin, nedokromil, modifier
leukotrin dan golongan metil ksantin. Sedangkan untuk pengobatan cepat,
obat yang sering digunakan adalah suatu bronkodilator (β2 agonis aksi cepat
atau SABA, antikolinergik, metilksantin), dan kortikosteroid oral (sistemik).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Obat-obat asma dapat dijumpai dalam bentuk oral, larutan nebulizer, dan
metered-dose inhaler (MDI) (Matfin dan Porth, 2009).
1) Agonis β2
Merupakan bronkodilator yang paling efektif. Stimulasi reseptor
β2-adenergik mengaktivasi adenil siklase, yang menghasilkan
peningkatan AMP siklik intraseluler. Hal ini menyebabkan relaksasi otot
polos, stabilisasi membrane sel mast, dan stimulasi otot skelet. Albuterol
dan inhalasi agonis β2 selektif aksi pendek lain diindikasikan untuk
penaganan episode bronkospasmus irregular dan merupakan pilihan
pertama dalam penanganan asma akut. Karena agonis β2 inhaler aksi
pendek maka tidak meningkatkan kontrol pada gejala jangka panjang,
pemakaiannya dapat digunakan sebagai ukuran kontrol asma (Sukandar,
Andrajati, Sigit, Adnyana, Setiadi dan Kusnandar, 2008).
Agonis β2 ini dibagi menjadi 2, yaitu :
a) Short-acting beta2-agonists (SABAs)
Obat-obat yang termasuk kelas ini meliputi albuterol
(proventil, ventolin), levalbuterol, (R)-enantiomer albuterol
(xopenex), metaproterenol (alupent), terbutalin (brethaire) dan
pirbuterol (maxair). Obat-obat ini digunakan untuk pengobatan
inhalasi akut pada bronkospasme. Terbutalin (brethine, bricanyl),
albuterol, dan meraproterenol juga tersedia dalam bentuk sediaan oral.
Setiap obat inhalasi ini mempunyai onset sekitar 1-5 menit dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
menyebabkan bronkodilatasi selama 2-6 jam (Bruton, Parker,
Blumenthal and Buxton, 2008).
b) Long-acting beta2-agonists (LABAs)
Salmeterol xinafoat (severent) dan formoterol (foradil) adalah
senyawa adrenergik kerja panjang dan selektivitasnya sangat tinggi
terhadap subtipe reseptor β2, bronkodiltasi berlangsung lebih dari 12
jam. Mekanisme yang mendasari perpanjangan durasi kerja salmeterol
berhubungan dengan sifat lipofiliknya yang tinggi. Setelah terikat
dengan reseptor, agonis kerja pendek yang bersifat kurang lipofilik
akan berpindah secara cepat dari lingkungan reseptor melalui difusi
dalam fase cair, sedangkan salmeterol tetap berada dalam membrane
dan hanya terurai secara lambat dari lingkungan reseptornya (Bruton
et al., 2008).
2) Kortikosteroid
Obat-obat kortikosteroid ini dapat menurunkan jumlah dan
aktivitas sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta
adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme
bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung (Depkes
RI, 2007).
Kortikosteroid sistemik diindikasikan untuk pasien dengan asma
akut yang tidak berespon dengan terapi awal menggunakan β2-agonis.
Obat-obat ini merupakan adrenokortikal steroid sintetik dengan cara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
kerja dan efek yang sama dengan glukokortikoid. Glukokortikoid dapat
menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan
meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP
siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos
secara langsung. Contoh obatnya: deksametason, metilprednisolon,
prednisolon (Kelly and Sorkness, 2008).
Kortikosteroid Inhalasi (ICS) hingga saat ini masih merupakan
obat yang paling efektif untuk penatalaksanaan asma dan diindikasikan
untuk pencegahan jangka panjang dan pengontrolan gejala asma. Steroid
Inhalasi sangat lipofilik dan masuk secara cepat ke sel target di saluran
nafas dan berikatan dengan reseptor glukokortikoid di sitosol (Ikawati,
2007).
Keuntungan kortikosteroid inhalasi dibandingkan dengan yang
oral adalah efek lokalnya langsung tanpa diserap kedalam darah. Dengan
demikian, tidak menimbulkan efek samping sistemis yang serius seperti;
osteoporosis, tukak, pendarahan dilambung, gipertensi dan diabetes (Tjay
dan Rahardja, 2007).
3) Antikolinergik (Ipratropium bromida)
Ipratropium bromida adalah suatu senyawa amina kuertener
yang sulit diabsorpsi sehingga tidak banyak memberikan efek sistemik.
Ipratropium bromida merupakan bronkodilator antikolinergik yang dapat
mengurangi bronkokontriksi, hipersekresi lendir dan melawan batuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
yang disebabkan oleh iritan dengan mengikat asetilkolin pada reseptor
muskarinik di otot polos bronkus (Marcdante, Kliegman, Jenson,
Behrman, 2011). Penggunaan antikolinergik inhalasi seperti ipratropium
bromida umumnya menghasilkan perbaikan pada fungsi paru 10-15%
dibandingkan dengan jika menggunakan β agonis saja (Ikawati, 2007).
Mekanisme kerjanya yaitu memblok efek pelepasan asetilkolin dari saraf
kolinergik pada jalan nafas dan menghambat reflek bronkokontriksi yang
disebabkan oleh iritan (Mangunnegoro, 2004).
4) Metilxantin
Mekanisme kerja dari metilxantin (teofilin, garamnya yang
mudah larut dan turunannya) akan merelaksasi secara langsung otot polos
bronki dan pembuluh darah pulmonal, merangsang sistem saraf pusat,
menginduksi diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung (Depkes RI,
2007).
Teofilin merupakan metilxantin yang utama, menghasilkan
bronkodilatasi dengan menginhibisi fosfodiesterase yang juga dapat
menghasilkan antiinflamasi melalui inhibisi pelepasan mediator sel mast,
penurunan pelepasan protein dasar eosinofil, penurunan poliferasi
limfosit T, penurunan pelepasan sitokin sel T dan penurunan eksudasi
plasma. Teofilin juga menginhibisi permeabilitas vaskuler, meningkatkan
klirens mukosiliar, dan memperkuat kontraksi diafragma. Metilxantin
tidak efektif dalam bentuk aerosol dan harus diberikan secara sistemik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
(p.o atau i.v). Rentang steady state 5-15 mcg/mL efektif dan aman untuk
kebanyakan pasien (Kelly and Sorkness, 2008).
5) Obat anti alergi (Kromolin Natrium dan Nedokromil Natrium)
Kromolin Natrium dan Nedokromil Natrium mempunyai efek
menguntungkan yang merupakan hasil dari stabilisasi membrane sel
mast, mengihinbisi respon terhadap paparan alergen dan bronkospasme
yang diinduksi tetapi tidak menyebakan bronkodilatasi. Kromolin
Natrium dan Nedokromil Natrium diindikasikan untuk profilaksis asma
persisten ringan pada anak dan dewasa tanpa melihat etiologinya.
Kromolin merupakan obat pilihan kedua untuk pencegahan
bronkospasme yang diinduksi latihan fisik dan dapat digunakan bersama
agonis β2 dalam kasus yang lebih parah namun tidak berespon pada tiap
zat masing-masing. Kromolin Natrium dan Nedokromil Natrium hanya
efektif jika dihirup dan tersedia sebagai obat inhalasi dosis terukur.
Pasien pada awalnya menerima Kromolin Natrium atau Nedokromil
Natrium 4x sehari, setelah stabilisasi gejala frekuensi dapat diturunkan
hingga 2x sehari untuk nedokromil dan 3x sehari untuk kromolin (Kelly
and Sorkness, 2008).
6) Modifikator Leukotrein
Zafirlukas dan montelukas merupakan antagonis reseptor
leukotrien lokal yang mengurangi proinflamasi (peningkatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
permeabilitas mikrovaskular dan edema jalur udara) dan efek
bronkokonstriksi leukotrien D4 (Sukandar dkk., 2008).
7) Omalizumab (Anti IgE)
Omalizumab merupakan antibodi monoklanal manusia
rekombinan dari subkelas IgG1k, yang di targetkan untuk melawan IgE.
IgE yang terikat dengan omalizumab tidak dapat berikatan dengan
reseptor pada sel mast dan basofil, sehingga mencegah reaksi alergi pada
tahap proses yang sangat awal (Bruton et al.,2008).
Obat ini hanya diindikasikan untuk pasien atopik bergantung
kortikosteroid yang memerlukan kortikosteroid dosis tinggi dengan
berlanjutnya gejala dan kadar IgE tinggi (Kelly and Sorkness, 2008).
B. Drug Related Problems (DRPs)
Drug Related Problems (DRPs) adalah suatu kejadian atau efek yang
tidak diharapkan oleh pasien dalam proses terapi dengan obat dan secara aktual
atau potensial terjadi bersamaan dengan outcome yang diharapkan (Cipolle,
Strand and Morley, 2004).
Kategori pemasalahan dalam Drug Related Problems (DRPs) menurut
Cipolle, Strand dan Morley (2004), yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
1. Tidak perlu obat (unnecessary drug therapy)
Pasien akan mengalami komplikasi akibat mendapat obat yang tidak
diperlukan, pasien diberikan obat yang tidak sesuai dengan indikasi, pasien
melakukan terapi obat yang berlebih dari yang dianjurkan, pasien mendapatkan
pemberian obat kombinasi yang seharusnya cukup dengan satu obat saja dan
pasien meminum obat untuk mencegah efek samping obat lain yang dapat
dihindarkan.
2. Perlu obat (need for additional drug therapy)
Pasien dalam kondisi kronik sehingga membutuhkan terapi obat
lanjutan, pasien dalam kondisi pengobatan baru maka membutuhkan terapi
obat yang sesuai pada saat itu, pasien membutuhkan obat untuk mencegah
terjadinya resiko efek samping dan pasien dalam kondisi membutuhkan
kombinasi farmakoterapi untuk mencapai efek yang diharapkan.
3. Obat salah (wrong drug)
Obat yang diberikan kepada pasien tidak efektif dengan indikasi
pengobatan, obat tersebut mempunyai kontraindikasi dengan obat lain yang
dibutuhkan, pasien alergi terhadap pengobatan dan pemakaian obat infeksi
yang sudah resisten.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
4. Dosis kurang (dosage too low)
Dosis terapi yang diberikan kepada pasien terlalu rendah untuk
mencapai efek terapetik dan durasi pemberian obat terlalu pendek untuk
menghasilkan respon yang diinginkan.
5. Efek samping obat dan interaksi obat (adverse drug reaction)
Obat yang diberikan menimbulkan efek yang tidak diharapkan, obat
yang diberikan menimbulkan reaksi alergi, hasil laboratorium pasien berubah
akibat penggunaan obat dan adanya interaksi dengan obat lain.
6. Dosis berlebih (dosage too high)
Dosis terapi yang diberikan kepada pasien terlalu tinggi untuk
mencapai efek terapetik, frekuensi pemberian obat yang terlalu pendek, dan
konsentrasi obat dalam serum diatas jarak terpeutik yang diinginkan.
7. Ketidaktaatan pasien (noncompliance)
Pasien lupa meminum obat, pasien tidak menerima regimen obat yang
tepat, terjadinya medication error (peresepan, penyerahan obat dan monitoring
pasien), pasien tidak menggunakan obat karena ketidakpercayaan dengan
produk obat yang telah dianjurkan, pasien tidak menggunakan obat karena
pasien tidak mengetahui cara pemakaian obat tersebut, pasien membeli obat
yang disarankan karena mahal (Cipolle et al., 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
C. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran tentang Drug Related
Problems (DRPs) pada pengobatan pasien asma, meliputi: tidak perlu obat
(unnecessary drug therapy), perlu obat (need for additional drug therapy), obat
salah (wrong drug), pasien mendapat dosis kurang (dosage too low), efek samping
obat (adverse drug reaction) dan pasien mendapat dosis berlebih (dosage too
high).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan non eksperimental atau observasional
deskriptif. Disebut non ekpserimental atau observasional karena tidak adanya
perlakuan terhadap subyek penelitian (Kontour, 2003). Disebut deskriptif karena
tidak adanya kontrol yang digunakan dalam penelitian dan penelitian ini bertujuan
untuk memberikan gambaran mengenai masalah kesehatan (Budiarto, 2002).
Rancangan penelitian ini adalah cross-sectional, yang berarti proses pengambilan
data dillakukan dalam satu kali waktu. Data yang digunakan bersifat retrospektif
karena peneliti menggunakan data pada masa lalu yang diambil dari lembar rekam
medis (Lapau, 2012).
Penelitian ini menggunakan data secara retrospektif dengan melihat
lembar rekam medis pasien asma pediatri di instalasi inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Pola penggunaan obat pada pasien asma, meliputi: kelas terapi, golongan
obat, banyaknya kasus yang menggunakan obat tersebut.
a) Kelas terapi adalah kelompok obat berdasarkan fungsinya.
b) Golongan obat adalah kelompok obat yang memiliki mekanisme yang
sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
c) Banyaknya kasus yang menggunakan obat tersebut adalah jumlah kasus
yang mendapat terapi pengobatan pada obat tertentu.
2. Penggolongan obat didasarkan pada Standar Pelayanan Medis di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta.
3. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) yang akan dibahas pada penelitian
ini adalah mengenai obat-obat untuk asma, yang meliputi; tidak perlu obat
(unnecessary drug therapy), perlu obat (need for additional drug therapy),
obat salah (wrong drug), dosis kurang (dosage too low), efek samping obat
dan interaksi obat (adverse drug reaction) dan dosis berlebih (dosage too
high).
a) Tidak perlu obat (unnecessary drug therapy) adalah pasien mendapatkan
obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit yang di derita.
b) Perlu obat (need for additional drug therapy) adalah pasien yang
membutuhkan terapi kombinasi atau penambahan obat agar mencapai efek
terapetik yang diinginkan.
c) Obat salah (wrong drug) adalah pasien menerima obat yang tidak efektif
untuk indikasi pengobatan sehingga dapat menyebabkan komplikasi.
d) Dosis kurang (dosage too low) adalah pasien mendapat dosis yang terlalu
rendah untuk mencapai respon pasien sehingga pemberian obat menjadi
kurang efektif.
e) Efek samping obat dan interaksi obat (adverse drug reaction) adalah
pasien mengalami efek samping obat yang diberikan, misalnya: kemerahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
pada kulit, gatal-gatal, dan lain-lain serta adanya interaksi dengan obat lain
yang diberikan.
f) Dosis berlebih (dosage too high) adalah pasien mendapat dosis yang
terlalu tinggi sehingga dapat menyebabkan over dosis.
4. Data outcome therapy akan didapatkan berdasarkan pernyataan dokter yang
dinyatakan secara tertulis di lembar rekam medis (RM).
5. Pediatri merupakan pasien dengan usia 1-18 tahun (sesuai dengan standar di
RSUP Dr. Sardjito).
6. Lembar rekam medis merupakan lembar catatan medis dari pasien yang berisi
nomor rekam medis, umur, jenis kelamin, diagnosis masuk, diagnosis keluar,
diagnosis lain, lama perawatan, jenis obat yang digunakan, dosis, frekuensi
pemberian, interval pemberian, dan tes-tes penunjang seperti tes
laboratorium.
7. Data pasien yang diambil adalah data pasien pada tahun 2013.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yaitu semua pasien asma pediatri rawat inap di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2013. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah
pasien pediatri dengan diagnosis utama asma yang menjalani rawat inap di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2013. Kriteria ekslusi yang diberlakukan yaitu
rekam medis yang tidak dapat dikonfirmasi dan tidak lengkap.
Pemilihan subjek penelitian dipilih sesuai dengan kriteria inklusi yang
telah ditetapkan. Terdapat 46 populasi kasus asma pediatri di RSUP Dr. Sardjito
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Yogyakarta tahun 2013 yang meliputi 21 kasus diantaranya termasuk dalam
kriteria eksklusi karena data berupa rekam medis tidak ditemukan dan 25 kasus
termasuk dalam kriteria inklusi. Selanjutnya dari 25 kasus tersebut terdapat 5
kasus yang dieksklusikan karena rekam medis tidak lengkap sehingga diperoleh
jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 20 kasus.
Gambar 4. Skema Pemilihan Subjek Penelitian di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Tahun 2013
Penelitian ini juga melibatkan dokter yang menangani pasien subjek
penelitian yang dilakukan dengan wawancara. Hasil wawancara tersebut
digunakan untuk melengkapi pembahasan pada hasil evaluasi DRPs. Hasil
wawancara yang telah dilakukan dapat dilihat pada lampiran 3.
46 populasi kasusasma pediatri
Eksklusi 21 kasus(RM tidakditemukan)
Inklusi 25 kasus
Subjek penelitian20 kasus
Eksklusi 5 kasus(RM tidak lengkap)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah catatan
rekam medis pasien pediatri yang memenuhi kriteria inklusi seperti tersebut di
atas. Rekam medis pasien berisi nomor rekam medis, umur, jenis kelamin, berat
badan, diagnosis utama, diagnosis sekunder, keluhan, lama perawatan, riwayat
penyakit, keadaan pulang, jenis obat yang digunakan, dosis, frekuensi pemberian,
interval pemberian, dan tes-tes penunjang seperti tes laboratorium.
E. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang
beralamat di Jl. Kesehatan No. 1, Sekip, Yogyakarta. Proses pengambilan data
rekam medis pasien dilakukan di ruang Instalasi Catatan Medis (ICM). Penelitian
dilakukan pada bulan Januari-April 2014.
F. Tata Cara Penelitian
1. Observasi awal
Observasi awal dilakukan dengan mencari informasi yang terkait
dengan topik penelitian ini, yaitu :
a) Informasi tentang rata-rata jumlah kasus asma di instalasi rawat inap RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta. Informasi tersebut digunakan untuk menentukan
lamanya periode pengambilan data untuk penelitian ini yang berkaitan
dengan perkiraan jumlah kasus yang akan dievaluasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
b) Informasi terkait dengan tata cara perijinan dan tata cara pengambilan data
yang akan digunakan dalam penelitian ini.
2. Analisis situasi
Analisis situasi ini dilakukan dengan cara mencari data rekam medis
pasien pediatri yang terdiagnosis asma baik non-komplikasi dan komplikasi di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013.
3. Permohonan ijin
Permohonan ijin penelitian dilakukan dengan mengajukan Ethical
Clereance (lampiran 4) ke Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Permohonan ijin
(lampiran 5) ini dilakukan untuk memenuhi etika penelitian dengan catatan
rekam medis. Permohonan ijin selanjutnya ditujukan kepada Direktur SDM
dan Pendidikan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
4. Pengambilan data
Data diambil dari lembar rekam medis pada analisis situasi dipilih
sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang telah ditetapkan.
Diperoleh dari banyaknya populasi dalam penelitian ini adalah 46 kasus.
Kemudian data yang dikumpulkan meliputi indentitas pasien, riwayat
pengobatan, riwayat penyakit, keluhan, diagnosis utama, diagnosis sekunder,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
anamnesis data laboratorium, terapi yang diberikan, catatan keperawatan dan
kondisi pasien ketika keluar dari rumah sakit.
5. Pengolahan data dan analisis hasil
Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dan evaluatif.
a. Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dengan memberikan
gambaran mengenai karateristik subjek penelitian, pola penggunaan obat
pada pasien dan outcome therapy pasien setelah mendapatkan terapi.
Rinciannya sebagai berikut:
1) Karateristik pasien
Karateristik pasien dikelompokkan berdasarkan distribusi umur dan
jenis kelamin dalam bentuk persentasi.
2) Pola penggunaan obat pada pasien asma pediatri
Pola penggunaan obat pasien diidentikasi dengan mengelompokkan
obat-obatan yang digunakan selama proses terapi berdasarkan kelas
terapinya, kemudian dihitung nilai presentasenya.
3) Outcome therapy pasien
Data outcome therapy pasien dapat diidentifikasi dengan melihat
status pulang pasien yang tercatat di rekam medis, data tersebut
dikelompokkan menjadi 3, yaitu sembuh, membaik (rawat jalan) dan
APS (Pulang Paksa) dalam bentuk persentasi.
b. Pengolahan data dilakukan secara evaluatif dengan cara mengevaluasi
DRPs pada pasien asma pediatri di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
2013. Drug Related Problems (DRPs) yang akan dievaluasi meliputi; tidak
perlu obat (unnecessary drug therapy), perlu obat (need for additional
drug therapy), obat salah (wrong drug), pasien mendapat dosis kurang
(dosage too low), efek samping obat dan interaksi obat (adverse drug
reaction) dan pasien mendapat dosis berlebih (dosage too high).
Kepatuhan pasien tidak diamati dalam penelitian ini karena penelitian ini
bersifat retrospektif.
Dokumentasi data dengan menggunakan sarana SOAP (Subjective,
Objective, Assesment, Plan/Recommendation) kemudian dibandingkan
dengan standar pelayanan medis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan
pustaka yang sesuai, seperti DIH (Drug Information Handbook),
Medscape Drug Interaction Checker serta penunjang lainnya seperti
Stockley’s Drug Interaction, 8thed. tahun 2008, dan jurnal terkait.
Kemudian menghitung jumlah kasus yang terjadi DRPs dan
dikelompokkan berdasarkan jenis DRPs
c. Wawancara dengan dokter yang bersangkutan dimaksudkan untuk
melengkapi pembahasan mengenai hasil evaluasi Drug Related Problems
(DRPs). Hasil tersebut didapat melalui panduan pertanyaan yang
didapatkan setelah mengevaluasi data rekam medis yang telah dianalisis
berupa penatalaksanaan terapi pada pasien asma pediatri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
6. Kerahasian data pasien
Seluruh data pasien yang akan di ambil oleh peneliti yang berupa
rekam medis akan digunakan sebagai bahan penelitian, mengenai hal tersebut
seluruh data pasien akan dijaga kerahasiaanya sesuai dengan etika dan
peraturan yang berlaku.
G. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan data retrospektif memiliki beberapa
kelemahan bila dibandingkan dengan data prospektif. Apabila menggunakan data
yang bersifat prospektif maka pada proses penelitian dapat mengamati lebih lanjut
mengenai perkembangan kondisi pasien yang sebenarnya berkaitan dengan
analisis Drug Related Problems (DRPs) seperti kepatuhan pasien terhadap
regimen terapi dan mempermudah dalam proses evaluasi. Oleh sebab itu,
penelitian ini hanya mencakup 6 aspek DRPs karena aspek kepatuhan tidak dapat
dilakukan. Penelitian ini tidak mengevaluasi DRPs dari keseluruhan penggunaan
obat yang diberikan kepada pasien sebab evaluasi difokuskan pada obat asma
disesuaikan dengan kondisi pasien jadi evaluasi tidak melihat keseluruhan
peresepan obat yang diberikan pada pasien. Keterbatasan data retropektif lainnya
Keterbatasan lainnya yaitu kesulitan dalam membaca rekam medis yang
dikarenakan tulisan yang kurang jelas, penggunaan bahasa daerah dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
penulisan catatan keperawatan yang bermacam-macam dan juga rekam medis
yang tidak secara lengkap mencantumkan informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian seperti pemeriksaan tanda vital, keluhan pasien dan hasil laboratorium
dikarenakan peneliti mengalami kesulitan dalam mengakses hasil laboratorium
untuk beberapa lembar rekam medis dan data tidak dapat dikonfirmasikan lebih
lanjut sehingga peneliti hanya dapat menuliskan data laboratorium berdasarkan
yang dituliskan oleh perawat saat pasien menjalani rawat inap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian yang berjudul “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada
Pasien Asma Pediatri Rawat Inap (Studi Kasus di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Tahun 2013)” dilakukan dengan cara menelusuri data dari rekam medis pasien
yang terdiagnosis asma baik non-komplikasi maupun komplikasi pada golongan
pediatri (1-18 tahun). Berdasarkan data rekam medis pasien diperoleh 20 kasus
sebagai bahan penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dari penelitian ini; antara
lain jenis kelamin, umur, diagnosis utama, diagnosis sekunder, lama perawatan,
data yang relevan dan penggunaan obat asma.
A. Karateristik Pasien
1. Distribusi pasien berdasarkan umur
Pada distribusi pasien berdasarkan umur ini dibagi menjadi 3 bagian
yaitu 1-4 tahun, 5-11 tahun dan 12-18 tahun (Kelly and Sorkness, 2008). Dari
18 pasien yang diperoleh dapat diketahui bahwa didapatkan persentase terbesar
pada kelompok umur 1-4 tahun yaitu 8 pasien dengan persentase sebesar 45%.
Hasil tersebut dapat digambarkan dari diagram di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 5. Persentase Distribusi Sardjito Yogyakarta Tahun 2013 Berdasarkan Umur
2. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin
Diperoleh jumlah pasien asma pediatri yang berjenis kelamin
perempuan lebih banyak yaitu sebanyak
kelamin laki-laki hanya
Persentase distribusi
diagram di bawah ini.
Gambar 6. Persentase DSardjito Yogyakarta Tahun 2013 Berdasarkan Jenis Kelamin
44%
perempuan56%
Persentase Distribusi Pasien Asma Pediatri di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013 Berdasarkan Umur
berdasarkan jenis kelamin
peroleh jumlah pasien asma pediatri yang berjenis kelamin
n lebih banyak yaitu sebanyak 10 pasien sedangkan yang berjenis
laki hanya 8 pasien dari 18 pasien yang telah dievaluasi.
entase distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat
diagram di bawah ini.
Persentase Distribusi Pasien Asma Pediatri di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013 Berdasarkan Jenis Kelamin
45%
44%
11%
1-4 tahun 5-11 tahun 12-18 tahun
laki-laki44%
perempuan56%
43
i RSUP Dr.
peroleh jumlah pasien asma pediatri yang berjenis kelamin
sedangkan yang berjenis
yang telah dievaluasi.
dapat dilihat pada
i RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013 Berdasarkan Jenis Kelamin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
3. Diagnosis kasus
Pada penelitian ini data rekam medis yang diambil adalah data rekam
medis pasien asma pediatri (1-18 tahun) yang menjalani rawat inap di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013. Setelah dilakukan evaluasi rekam medik,
maka diperoleh jumlah kasus pasien asma pediatri pada tahun 2013 sebanyak
20 kasus dari 18 pasien. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
kasus yang terdiagnosis asma komplikasi sebanyak 19 kasus dan kasus yang
terdiagnosis asma non-komplikasi hanya 1 kasus.
Gambar 7. Karateristik Kasus Asma Pediatri Berdasarkan Diagnosisnya
B. Pola Penggunaan Obat
Pola penggunaan obat pada pasien asma pediatri di RSUP Dr. Sardjito
merupakan gambaran terapi pengobatan yang telah diberikan kepada pasien
meliputi banyaknya obat, bentuk sediaan, golongan obat, dosis, frekuensi. Obat-
95%
5%
Asma komplikasi Asma non-komplikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
obatan asma yang digunakan dibagi menjadi 8 kelas terapi berdasarkan Standar
Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Tabel III. Distribusi Kelas Terapi Obat Yang Digunakan Pada Pasien Asma Pediatri Di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013
No Kelas Terapi
Jumlah
Kasus
(n=20)
Persentase
(%)
1 Obat yang bekerja pada sistem pernafasan 20 100
2 Obat-obat hormonal 19 95
3 Obat anti-infeksi 12 60
4 Pemberian O2 7 35
5 Obat yang mempengaruhi gizi dan darah 2 10
6 Obat yang bekerja sebagai analgesik 2 10
7 Obat yang bekerja pada sistem saluran cerna 1 5
8 Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat 1 5
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa obat yang bekerja pada
sistem pernafasan mendapat peringkat pertama dengan persentase 100% yang
artinya semua pasien asma pediatri di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta diberikan
terapi obat-obatan yang berkerja pada sistem pernafasan yang berfungsi untuk
meredakan dan mengendalikan gejala asma karena terapi tersebut merupakan
terapi utama bagi pasien asma.
Obat-obatan hormonal memiliki peringkat yang kedua yaitu sebesar 95%.
Macam obat-obatan hormonal yang digunakan dalam terapi ini adalah golongan
kortikosteroid antara lain metilprednisolon, triamsinolon dan deksametason.
Golongan kortikosteroid digunakan sebagai anti-inflamasi. Obat golongan
kortikosteroid ini berfungsi untuk meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan
memproduksi AMP siklik serta merelaksasi otot polos secara langsung sehingga
dapat mengurangi gejala asma dan frekuensi terjadinya serangan asma (Depkes
RI, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
1. Obat yang bekerja pada sistem pernafasan
Pada terapi asma yang dilakukan pada pasien asma yang telah
menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito ini banyak digunakan preparat asma
dengan cara pemberian nebulizer. Pemberian nebulizer ini digunakan pada
sediaan Ventolin® dengan zat aktif Salbutamol dan Combivent® dengan zat
aktif Ipratropium bromide. Penggunaan nebulizer ini memiliki beberapa
keuntungan antara lain toleransi pasien terhadap inhalasi lebih baik
dibandingkan dengan injeksi, meminimalkan efek samping (takikardia,
muntah), keamanan terapi lebih luas dan dosis yang diberikan langsung pada
jalan nafas (Depkes RI, 2005).
Tabel IV berisi obat-obatan yang bekerja pada sistem pernafasan yang
merupakan terapi utama bagi penderita asma. Dari tabel tersebut golongan obat
anti asma paling banyak digunakan dalam penatalaksanaan terapi pada pasien
pediatri di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun 2013 yaitu sebesar 97,7%
dari golongan tersebut terbagi menjadi beberapa kelompok yaitu teofilin,
stimulan adrenoreseptor, bronkodilator muskarinik dan antihistamin. Zat aktif
salbutamol mempunyai peran sebagai stimulan adrenoreseptor β-2 selektif
yang termasuk golongan Short Acting Beta2-Agonist (SABA). Mekanisme
kerjanya adalah merelaksasi otot polos saluran pernafasan serta memodulasi
pelepasan mediator dari sel mast. Penggunaan terapi ini dilakukan pada
serangan akut yang dapat disebut sebagai obat pereda/mengurangi gejala
serangan asma bagi penderita asma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Pada golongan anti-asma terdapat kelompok anti-histamin dengan zat
aktif ketotifen hidrogen fumarat yang berfungsi untuk mengatasi alergi dengan
cara menghambat pelepasan mediator-mediator histamine oleh sel mast pada
saluran pernafasan sehingga bronkus tidak mengalami kontriksi (Tjay, 2007).
Golongan obat saluran pernafasan pada kelompok dekongestan hidung
sistemik dengan zat aktif pseudoefedrin kombinasi. Obat ini digunakan dalam
penatalaksanaan asma yang berfungsi untuk mengatasi flu karena alergi pada
saluran nafas atas (MIMS, 2009).
Penatalaksanaan asma di RSUP Dr. Sardjito tidak diberikan obat
mukolitik dan antitusif karena apabila batuk atau dahak yang keluar sekiranya
tidak mengganggu pasien maka tidak perlu diberikan. Menurut Global
Innitiative for Asthma (2012), pemberian mukolitik tidak disarankan juga
karena dapat memperparah batuk yang di derita pasien.
Tabel IV. Pengelompokan Obat yang Bekerja pada Sistem Pernafasan yang Digunakan sebagai Terapi Pasien Asma Pediatri di Instalasi Rawat Inap
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obat Jumlah kasus
Persentase (%)
Anti Asma (97,7%)
Teofilin Aminofilin Aminofilin 4 9,1
Teofilin Teofilin 1 2,3
Stimulan adrenoreseptor
Salbutamol Salbutamol 5 11,3
Ventolin® 16 36,4
Salmeterol Seretide® 1 2,3
Bronkodilator muskarinik
Ipratropium bromida
Combivent® 13 29,5
Procaterol HCl Ataroc® 2 4,5
Antihistamin Ketotifen hidrogen fumarat
Profilas® 1 2,3
Dekongestan Pseudoefedrin kombinasi
Tremenza® 1 2,3
Total 44 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
2. Obat-obat hormonal
Dari tabel V, penggunaan obat hormonal golongan kortikosteroid
yang paling banyak digunakan adalah kelompok anti inflamasi sistemik dengan
zat aktif metilprednisolon sebanyak 18 kasus (85,7%). Penggunaan
kortikosteroid sistemik direkomendasikan untuk menangani pasien dengan
asma parah akut yang tidak merespon pada pemberian agonis β2 inhaler secara
agresif (setiap 20 menit untuk 3 atau 4 dosis). Sedangkan penggunaan
kortikosteroid inhalasi merupakan terapi kontrol jangka panjang yang paling
efektif untuk asma persisten (tanpa memperhatikan tingkat keparahan) dan
merupakan satu-satunya terapi yang menunjukkan adanya penurunan resiko
kematian yang disebabkan asma meskipun dalam dosis yang relatif kecil
(Sukandar dkk., 2008).
Pada pasien asma diberikan golongan kortikosteroid yang memiliki
mekanisme dan efek terepeutik yang sama dengan glukokortikosteroid yang
dapat menurunkan jumlah dan aktivitas sel yang terinflamasi dan
meningkatkan efek dari obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik.
Tabel V. Pengelompokan Obat-obat Hormonal yang Digunakan sebagai Terapi Pasien Asma Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Tahun 2013
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obat Jumlah kasus
Persentase (%)
Kortikosteroid Anti inflamasi
Metilprednisolon Metilprednisolon 18 85,7
Dexamethasone Dexamethasone 1 4,8
Triamcinolone Kenacort® 2 9,5
Total 21 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
3. Obat anti-infeksi
Obat antiinfeksi dalam penatalaksanaan asma diberikan apabila ada
dugaan infeksi yang menjadi pencetus timbulnya asma pada pasien, seperti
pneumonia, sinusitis atau otitis media (Depkes RI, 2005).
Antibakteri merupakan obat yang paling banyak digunakan pada
infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mekanisme kerja dari antibakteri yang
termasuk dalam kelompok penisilin dan sefalosporin adalah menghambat
sintesis atau merusak dinding sel bakteri seperti beta-laktam. Sedangkan
golongan antibakteri dengan kelompok makrolid mekanisme kerjanya
menghambat atau memodifikasi sintesis protein (Depkes, 2011). Pada tabel di
bawah obat anti infeksi paling banyak digunakan yaitu kelompok penisilin
sebesar 57,2% dengan zat aktif amoxicillin dan ampicillin.
Tabel VI. Pengelompokan Obat-obat Anti-infeksi yang Digunakan sebagai Terapi Pasien Asma Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Tahun 2013
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obat Jumlah kasus
Persentase (%)
Antibakteri
Penisilin (57,2%) Amoxicillin Amoxicillin 6 42,9 Ampicillin Ampicillin 2 14,3
Sefalosporin Cefixime Cefixime 1 7,1
Makrolid Azithromycin Aztrin® 3 21,5
Anti Tuberkulosis
Rifampicin Rifampicin 1 7,1
INH, Vit B6 Suprazid Forte®
1 7,1
Total 14 100
4. Pemberian O2
Pada penelitian ini diperoleh sebanyak 7 kasus yang diberikan terapi
oksigen yaitu pada kasus 4b, 7, 8, 13b, 15, 17 dan 18. Pemberian terapi oksigen
ini diberikan untuk menjaga saturasi oksigen agar >95% serta mengurangi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
kemungkinan terjadinya hipoksemia pada pasien (WHO, 2013). Hipoksemia
adalah penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah. Pada penyakit asma
terjadi penyempitan bronkus sehingga aliran udara sulit masuk maka perlu
diberikan O2 pada pasien asma untuk mengurangi gejala asma.
5. Obat yang bekerja pada sistem saluran cerna
Pemberian obat yang bekerja pada sistem saluran cerna pada terapi
asma diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan atau adanya keluhan
pada saluran pencernaannya. Pada tabel di bawah penggunaan obat yang
bekerja pada sistem saluran cerna dalam penatalaksanaan asma adalah
kelompok antagonis resptor H2 dengan zat aktif ranitidin. Ranitidin mempunyai
indikasi untuk tukak lambung dan tukak duodenum, refluks esofagitis,
dyspepsia episodik kronis, tukak akibat AINS (Sukandar, dkk, 2008).
Tabel VII. Pengelompokan Obat-obat Saluran Cerna yang Digunakan sebagai Terapi Pasien Asma Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Tahun 2013
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obat Jumlah kasus
Persentase (%)
Antitukak Antagonis reseptor H2 Ranitidin Ranitidin 1 100
Total 1 100
6. Obat yang bekerja sebagai analgesik
Obat analgesik yang sering digunakan apabila terdapat keluhan pasien
berupa nyeri dan demam yang timbul akibat serangan asma maka diberikan
obat golongan analgesik dengan zat aktif paracetamol. Paracetamol ini dipilih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
karena dianggap zat anti-nyeri yang paling aman dan biasanya jarang terjadi
efek samping pada penggunaan yang sesuai.
Tabel VIII. Pengelompokan Obat Analgesik yang Digunakan sebagai Terapi Pasien Asma Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Tahun 2013
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obat Jumlah kasus
Persentase (%)
Analgesik Analgesik non-opioid
Paracetamol Paracetamol 2 100
Total 2 100
7. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat
Tabel di bawah ini merupakan obat yang bekerja pada sistem saraf
pusat yang digunakan oleh pasien yang terdiagnosis sekunder epilepsi. Obat
golongan anti-epileptika dengan zat aktif Asam Valproat ini mekanisme
kerjanya menghambat enzim yang menguraikan GABA, sehingga kadar
neurotransmitter di otak akan meningkat (Tjay, 2007).
Tabel IX. Pengelompokan Obat Sistem Saraf Pusat yang Digunakan sebagai Terapi Pasien Asma Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Tahun 2013
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obat Jumlah kasus
Persentase (%)
Antiepileptika Antikonvulsan Valproic acid Depakene® 1 100
Total 1 100
8. Obat yang mempengaruhi gizi dan darah
Obat yang mempengaruhi gizi dan darah yang paling banyak
digunakan adalah Zinc yaitu pada kasus 6 dan 8. Penggunaan zinc pada pasien
asma ini diterapkan bagi pasien yang mengalami diare dan BAB cair.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Tabel X. Pengelompokan Obat yang mempengaruhi Gizi dan Darah yang Digunakan sebagai Terapi Pasien Asma Pediatri di Instalasi Rawat Inap
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013
Golongan Kelompok Jenis obat Jumlah kasus
Persentase (%)
Nutrisi Suplemen Zinc 2 100
Total 2 100
C. Evaluasi Drug Related Problem (DRPs)
Proses penatalaksanan pasien di rumah sakit perlu memperhatikan
kerasionalan dalam penggunaan obat karena dalam pengobatan yang diberikan
kepada pasien harus selalu dipertimbangkan antara keuntungan dan kerugian dari
efek yang ditimbulkan setelah dilakukan pengobatan. Pada penelitian ini, proses
evaluasi Drug Related Problem (DRPs) dilakukan dengan cara melihat informasi
dari rekam medis pasien yang berupa keterangan subjektif, objektif dan
penatalaksanaan obat yang diberikan pada pasien.
Kategori DRPs yang akan dievaluasi adalah tidak perlu obat, perlu obat,
obat salah, dosis kurang, efek samping obat dan dosis berlebih. Kajian mengenai
evaluasi DRPs ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kejadian DRPs pada
penatalaksanaan pasien asma pediatri yang menjalani rawat inap di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Tahun 2013. Berdasarkan hasil evaluasi ditemukan adanya
Yogyakarta, GINA (2012) dan pustaka yang sesuai, seperti DIH (Lacy,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Armstrong, Goldman, and Lance, 2011) dan Medscape Drug Interaction
Checker.
Dari hasil penelitian ditemukan 6 kasus DRPs dari 18 kasus yang telah
memenuhi kriteria inklusi dan menjalani perawatan di instalasi rawat inap RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013 yaitu 6 kasus efek samping obat dan
interaksi obat.
Tabel XI. Jenis DRPs Pada Pasien Asma Pediatri Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013
No Jenis DRPs Nomor Kasus (seperti
lampiran) KasusDRPs
(n=6) 1 Tidak perlu obat (unnecessary
drug therapy) 0 0
2 Perlu obat (needs additional drug therapy)
0 0
3 Obat salah (wrong drug) 0 0 4 Dosis kurang (dosage too low) 0 0 5 Efek samping obat (adverse drug
reaction) dan interaksi obat 2, 4a, 7, 9, 10, 16 6
6 Dosis berlebih (dosage too high) 0 0
Dari 20 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dapat diketahui
bahwa jenis DRPs yang paling banyak terjadi adalah efek samping obat (adverse
drug reaction) yaitu sebanyak 6 kasus.
1. Tidak perlu obat (unnecessary drug therapy)
Jenis DRPs tidak perlu obat (unnecessary drug therapy) tidak ditemukan
pada penatalaksanaan pasien asma pediatri yang menjalani rawat inap di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
2. Perlu obat (needs additional drug therapy)
Jenis DRPs perlu obat (needs additional drug therapy) tidak ditemukan
pada penatalaksanaan pasien asma pediatri yang menjalani rawat inap di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013.
3. Obat salah (wrong drug)
Jenis DRPs obat salah (wrong drug) tidak ditemukan pada
penatalaksanaan pasien asma pediatri yang menjalani rawat inap di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Tahun 2013.
4. Dosis kurang (dosage too low)
Jenis DRPs dosis kurang (dosage too low) tidak ditemukan pada
penatalaksanaan pasien asma pediatri yang menjalani rawat inap di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Tahun 2013.
5. Efek samping obat (adverse drug reaction) dan interaksi obat
Pada umumnya interaksi obat dapat memberikan efek positif dan
negatif. Pada kasus 2 terjadi interaksi obat antara Metilprednisolon dan
Kenacort® (Triamcinolon) yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan efek
dari Triamcinolon dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 di hati
atau usus (Medscape Drug Interaction Checker, 2014). Rekomendasi yang
perlu dilakukan adalah monitoring pada penggunaan Metilprednisolon dan
Triamcinolon secara bersamaan. Interaksi yang terjadi termasuk dalam DRPs
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
potensial sebab tidak diketahui kebenarannya apakah interaksi obat tersebut
terjadi dalam tubuh pasien atau tidak.
Pada kasus 4a, 7, dan 9 terjadi interaksi antara Metilprednisolon
dengan Aminofilin (Teofilin) yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan
efek dari Teofilin dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 di hati
atau usus (Medscape Drug Interaction Checker, 2014) sehingga
direkomendasikan untuk melakukan monitoring pada penggunaan
Metilprednisolon dengan Teofilin secara bersamaan.
Pada kasus 10, terjadi interaksi antara Rifampisin dengan
Metilprednisolon yang menyebabkan terjadinya penurunan efek
Metilprednisolon yang ditunjukkan dengan adanya studi farmakokinetik bahwa
AUC Metilprednisolon akan berkurang sekitar 60% dan waktu paruhnya akan
menurun 40-60% (Baxter, 2008). Pada kasus ini Metilprednisolon berfungsi
untuk mengatasi inflamasi yang terjadi pada pasien. Rekomendasi yang terbaik
adalah perlu dilakukan monitoring kondisi pasien terkait dengan tanda
inflamasi seperti peningkatan suhu tubuh pasien pada penggunaan Rifampisin
dan Metilprednisolon secara bersamaan.
Pada kasus 16, penggunaan antara Teofilin dengan Salbutamol dapat
meningkatkan pontensi terjadinya hipokalemia dan takikardi serta dapat
meningkatkan gangguan pada jantung. Interaksi ini juga dapat mengurangi efek
teofilin dalam plasma (Baxter, 2008). Rekomendasinya ialah dilakukan
monitoring pada penggunaan Teofilin dan Salbutamol secara bersamaan karena
dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan seperti takikardi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hipokalemi, tetapi pada catatan rekam medis tidak diketahui apakah pasien
mengalami hipokalemi atau tidak karena tidak terdapat hasil pemeriksaan
kadar kalium pada hasil laboratorium dan tidak ada tanda
mengalami takikardi, s
potensial.
6. Dosis berlebih (dosage too high)
Jenis DRPs dosis
penatalaksanaan pasien asma pediatri yang menjalani rawat inap di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Tahun 2013.
D. Outcome
Outcome pasien merupakan pernyataan dokter yang dinyatakan secara
tertulis di lembar rekam medis (RM). Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
diperoleh data outcome
outcome pasien yang dikatak
digambarkan pada diagram dibawah ini.
Gambar
ada catatan rekam medis tidak diketahui apakah pasien
mengalami hipokalemi atau tidak karena tidak terdapat hasil pemeriksaan
kadar kalium pada hasil laboratorium dan tidak ada tanda-tanda pasien
mengalami takikardi, sehingga interaksi yang terjadi termasuk dalam DRPs
(dosage too high)
Jenis DRPs dosis berlebih (dosage too high) tidak ditemukan pada
penatalaksanaan pasien asma pediatri yang menjalani rawat inap di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Tahun 2013.
Outcome Pasien Setelah Mendapat Terapi
pasien merupakan pernyataan dokter yang dinyatakan secara
tertulis di lembar rekam medis (RM). Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
outcome pasien yang sembuh sebanyak 3 pasien, sedangkan
pasien yang dikatakan membaik sebanyak 15 pasien. Hal tersebut
digambarkan pada diagram dibawah ini.
Gambar 8. Persentase Outcome Pasien Setelah Mendapat Terapi
17%
83%
Outcome Pasien Setelah Mendapat Terapi
Sembuh
Membaik
56
ada catatan rekam medis tidak diketahui apakah pasien
mengalami hipokalemi atau tidak karena tidak terdapat hasil pemeriksaan
tanda pasien
k dalam DRPs
tidak ditemukan pada
penatalaksanaan pasien asma pediatri yang menjalani rawat inap di RSUP Dr.
pasien merupakan pernyataan dokter yang dinyatakan secara
tertulis di lembar rekam medis (RM). Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
, sedangkan
. Hal tersebut
Pasien Setelah Mendapat Terapi
Sembuh
Membaik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
E. Rangkuman Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)
Pada hasil penelitian ditemukan 7 kasus DRPs yang terjadi pada
penatalaksanaan terapi asma pada pasien pediatri yang menjalani rawat inap di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013. Kasus DRPs yang ditemukan tersebut
meliputi 6 kasus efek samping obat dan interaksi obat dan 1 kasus tidak butuh
obat. Jenis DRPs yang terjadi tersebut dibagi menjadi 2 yaitu aktual dan juga
potensial. Jenis DRPs aktual merupakan DRPs yang benar-benar terjadi pada
pasien sehingga mengakibatkan kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya
DRPs tersebut. Jenis DRPs potensial adalah DRPs yang mungkin terjadi tetapi
tidak terlihat dari keluhan dan hasil laboratorium pasien, namun dapat berpotensi
menimbulkan DRPs. Pada nomer kasus 4a, 7, 9, 10, dan 16 terjadi DRPs
potensial, namun status keluar pasien membaik sedangkan nomer kasus 2 terjadi
DRPs potensial dan status keluar pasien sembuh. Hal tersebut dikarenakan pasien
tidak mengalami DRPs tersebut.
Tabel XII. Hasil Evaluasi DRPs dan Status Keluar Pasien Asma Pediatri Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2013
No. Kasus
DRPs Jenis DRPs Status Keluar Pasien
1 - - Membaik, diizinkan
2 Efek samping obat Potensial Sembuh, diizinkan
3 - - Membaik, diizinkan
4a Efek samping obat Potensial Membaik, diizinkan
4b - - Membaik, diizinkan
5 - - Membaik, diizinkan
6 - - Sembuh, diizinkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Lanjutan tabel XII.
7 Efek samping obat Potensial Membaik, diizinkan
8 - - Membaik, diizinkan
9 Efek samping obat Potensial Membaik, diizinkan
10 Efek samping obat Potensial Membaik, diizinkan
11 - - Membaik, diizinkan
12 - - Membaik, diizinkan
13a - - Membaik, diizinkan
13b - - Membaik, diizinkan
14 - - Membaik, diizinkan
15 - - Membaik, diizinkan
16 Efek samping obat Potensial Membaik, diizinkan
17 - - Membaik, diizinkan
18 - - Sembuh, diizinkan
DRPs = Drug Related Problems
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)
pada Pasien Asma Pediatri Rawat Inap (Studi Kasus di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Tahun 2013)” diperoleh hasil:
1. Karateristik pasien asma pediatri berdasarkan kelompok umur didapatkan
persentase terbesar pada kelompok umur 1-4 tahun sebanyak 8 pasien dengan
persentase sebesar 45%. Berdasarkan jenis kelamin menunjukkan persentase
terbanyak pada jenis kelamin perempuan yaitu sebesar 56%. Berdasarkan
diagnosisnya diperoleh 95% kasus dengan diagnosis asma komplikasi.
2. Pola penggunaan obat pasien asma pediatri diperoleh persentase terbesar pada
kelas terapi obat yang bekerja pada sistem pernafasan yaitu 100%.
3. Drug Related Problems yang terjadi pada pasien asma pediatri yaitu
4. Persentase outcome pasien setelah mendapatkan terapi yaitu 83% membaik
dan 17% sembuh.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai evaluasi Drug Related
Problems (DRPs) keseluruhan penggunaan obat pada pasien asma pediatri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
menggunakan data prospektif untuk mengetahui perkembangan kondisi
pasien terkait dengan kondisi asma.
2. Peneliti perlu membuka akses lebih banyak untuk mendapatkan informasi
obat yang lengkap terkait dengan tujuan terapi disesuaikan dengan kondisi
pasien, dengan memilki ijin penelitian di Instalasi farmasi misalnya untuk
mengetahui kekuatan obat yang tersedia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
dan bila perlu dengan Instalasi laboratorium.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
DAFTAR PUSTAKA
Anitawati, E., 2001, Pola Pengobatan Penyakit Asma Bronkial untuk Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Selama Tahun 1998, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Asdie, A.H., 1995, Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 1, Edisi 13, EGC, Jakarta, pp.201.
Baxter, K., 2008, Stockley’s Drug Interaction, 8th ed., Pharmaceutical Press, United Kingdom, pp. 1061, 1174.
Brunner dan Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta, pp. 661.
Bruton, L., Parker, K., Blumenthal, D., Buxton, I., 2008, Goodman & Gilman’s Manual of Pharmacology and Therapeutics, EGC, Jakarta, pp.432, 436.
Budiarto, E., 2002, Metodologi Penelitian Kedokteran Sebuah Pengantar, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta, pp.32-34.
Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley, P.C., 2004, Pharmaceutical Care Practice; the clinician’s guide, 7th edition, McGraw-Hill, USA, pp.173-191.
Depkes RI, 2004, Keputusan Menkes RI No. 1197/Menkes/SK/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Indonesia, Departemen KesehatanRI, Jakarta, pp.1.
Depkes RI, 2005, Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito, Edisi III, Cetakan 1, Jilid 3, Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta, pp. 393-398, 405, 408-414.
Depkes RI, 2007, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, pp. 6, 13, 40- 42.
Depkes RI, 2009, Keputusan Menkes RI No. 1023/Menkes/SK/XI/2008 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, pp. 3-6.
Depkes RI, 2013, Formularium RSUP Dr. Sardjito, Edisi Tahun 2013, Bakti Husada, Yogyakarta.
Global Innitiative for Asthma (GINA), 2012, Pocket Guide For Asthma Management And Prevention, Global Initiative For Asthma, Canada, pp.5.
Greene, R. J., 2008, Pathology And Therapeutics For Pharmacists: A Basis For Clinical Pharmacy Practice, Third edition, Pharmaceutical Press, USA.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Handayani, Y., 2010, Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Hill, V.L. and Wood, P.R., 2009, Pediatric in Review; Asthma Epidemiology, Pathopysiology, and Initial Evaluation, Vol. 30 No.9, American Academy of Pediatrics, pp. 332.
Ikawati, Z., 2007, Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernafasan, Pustaka Adipura, Yogyakarta, pp.45, 46, 47, 49, 52, 56, 61.
Kelly, H.W. and Sorkness, A.C., 2008, Asthma: in Dipiro, Joseph, T.D., Robert, L., Gary, R.M., Barbara, G.W., Michael, P., Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition, Mc Graw Hill, USA, pp. 465-466, 483-485, 487-489, 498.
Kountour, R., 2003, Metode Penelitian, Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Seri Umum No. 5, PPM, Jakarta, pp. 105, 139.
Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance L.L., 2011, Drug Information Handbook, 20th Ed., Lexi-copm, Ohio, pp. 53-55, 1703.
Lapau, B., 2012, Metode Penelitian Kesehatan, Metode Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, pp. 40, 47, 51, 52.
Mangunnegoro, H., dkk, 2004, Asma; Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia, Balai penerbit FKUI, Jakarta, pp.23, 24, 75.
Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., Behrman, R.E., 2011, Nelson Essentials of Pediatrics, 6th Edition, Saunder Elsevier, Canada.
Matfin, G., Porth, C.M., 2009, Pathophysiology; Concepts Of Altered Health States, Eight Edition, Wolters Kluwer Health, Lippincott Williams & Wilkins, China, pp.710.
McPhee, S.J., Ganang, W.F., 2007, Patofisiologi penyakit: Pengantar Menuju Kedokteran Klinis, Edisi 5, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp.255.
Medscape, 2014, Aminophylline, http://reference.medscape.com/drug/theo-24-theochron-theophylline-343447, diakses tanggal 18 April 2014.
Medscape, 2014, Ampicillin, http://reference.medscape.com/drug/ampi-omnipen-ampicillin-342475, diakses tanggal 12 April 2014.
Medscape, 2014, Methylprednisolone, http://reference.medscape.com/drug/medrol-medrol-dosepak-methylprednisolone-342746, diakses tanggal 9 April 2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Medscape Drug Interaction Checker, 2014, http://reference.medscape.com/drug-interactionchecker, diakses tanggal 17 April 2014.
MIMS, 2009, MIMS Edisi Bahasa Indonesia, Volume 10, PT. Bhuana Ilmu Popular, Jakarta.
MIMS, 2014, Azithromycin, http://www.mims.com/Indonesia/drug/info/Aztrin/?q=Azithromycin &type=brief, diakses tanggal 29 April 2014.
Muttaqin, A., 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pernafasan, PT. Salemba Medika, Jakarta, pp. 220.
NIH, 2012, http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/asthma/, diakses tanggal 26 Maret 2014.
Ratnawati, 2011, Epidemiologi Asma, Jurnal Respirologi Indonesia, Vol.31 No. 4, 172.
Rengganis, I., 2008, Majalah Kedokteran Indonesia, Volum: 58, Nomor: 11; Diagnosis and Management of Bronchial Asthma, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp. 445, 446.
Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN), 2012, British Guidline on the Management of Asthma, Healthcare Improvement Scotland, London, pp.5
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., Setiadi, A.A.P., dan Kusnandar, 2008, ISO Farmakoterapi, ISFI, Jakarta, pp. 448, 458.
Sutedjo, A.Y., 2009, Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Amara Books, Yogyakarta, pp. 25-33.
Tjay, T.H., Rahardja, K., 2007, Obat-Obat Penting; Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya, Edisi ke-6, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, pp. 70, 422, 647.
Vitahealth, 2005, Asma: Informasi lengkap untuk penderita dan keluarganya, Gramedia PustakaUtama, Jakarta, pp.17.
WHO, 2013, Pocket Book of Hospital Care for Children; Guidelines for Management of Common Childhood Illnesses, Second edition, WHO publications, Switzerland, pp. 98, 100.
Wibowo, S.A., 2007, Kajian Profil Persepan Pasien Asma Bronkial Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali Tahun 2005, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Wijaya, A.M., 2010, Penanganan Diare pada Bayi dan Anak Balita di Tingkat Rumah Tangga, http://www.infodokterku.com/component/content/article/22-information-of-diseases/penyakit-menular/81-penanganan-diare-pada-bayi-dan-anak-balita-di-tingkat-rumah-tangga, diakses tanggal 12 Mei 2014.
Wolf, R. L., 2004, Essential Pediatric Allergy, Asthma & Immunology, McGraw Hill Companies, USA, pp. 64.
Yusriana, C.S., 2002, Pola Pengobatan Penyakit Asma Bronkial Pada Pasien Anak Rawat Inap Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode 1999-2001, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Lampiran 1. Nilai rujukan hasil laboratorium pasien asma pediatri di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakata Tahun 2013
Parameter Nilai Rujukan Laki-laki Perempuan
WBC (4,8-10,8)x103µl (4,8-10,8)x103µl RBC (4,7-6,1) x106µl (4,2-5,4) x106µl HGB (14-18) g/dL (12-16) g/dL HCT 42-52 % 37-47 % MCV 79,0-99,0 fL MCH 27,0-31,0 pg
MCHC 33,0-37,0 g/dL PLT (150-450) x103µl MPV 7,2-11,1 fL
NEUT# (1,8-8) x103µl LYMPH# (0,9-5,2) x103µl MONO# (0,16-1) x103µl
EO# (0,045-0,44) x103µl BASO# (0-0,2) x103µl
NEUT% (50-70) % LYMPH% (25-40) % MONO% (2-8) %
EO% (2-4) % BASO% (0-1) %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Lampiran 2. Analisis Drug Related Problems pada pasien asma pediatri di Instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2013
Kasus 1 (No. RM 01.63.60.19) Subjektif Jenis kelamin/Umur: Perempuan / 7th BB : 23 kg Masuk RS : 09/09/2013 – 16/09/2013 Riwayat : 3BSMRS : anak batuk(+), pilek(+), muntah (-), demam(-), sesak nafas(-), makan/minum berkurang,BAB&BAK tidak ada keluhan → periksa ke dokter didiagnosis asma kemudian diberi kenacort 3x¾tab, procaterol 2x¾tab, fluimucil 3x½tab, cetirizine 1x½tab 1MSMRS :batuk(+), pilek(+),muntah(-), sesak (-) hilang timbul 1HSMRS : anak demam (+), batuk, pilek cair, muntah tiap kali batuk, makan/minum berkurang, mendapat terapi domperidon 3x½. HMRS: sesak(+),batuk dan pilek, periksa ke poli diberi resep plucaterol dan metilprednisolon dan disarankan ke IGD untuk nebulisasi dan evaluasi.
Riwayat keluarga: Riwayat sakit asma dari keluarga (nenek) Riwayat rhinitis alergi (+) tante Riwayat DM (disangkal) Diagnosa Utama : asma serangan berat episode jarang Diagnosa Sekunder : pneumonia, gastritis Keluhan Utama : sesak nafas Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)
Objektif
Hasil Laboratorium (Tgl.14/09/2013): WBC : 6,71x103µl RBC : 4,73 x106µl HGB : 11,9 g/dL(↓) HCT : 38,2% MCV :80,8 fL MCH : 25,1 pg(↓) PLT : 303x103µl (09/09/2013) RO thorax AP dan latheral view, supine, asimetris, inspirasi dan kondisi cukup, hasil : tampak perselubungan semiopak inhomogen batas tak tegas di perihiler dan paracardial pulmo dextra et sinistra, air bronchogram (+), kedua diagfragma licin dan tidak mendatar, tak tampak penebalan pleural space bilateral, cor CTR=0,47.
NEUT#: 2,91 x103µl LYMPH#: 2,52 x103µl MONO#: 0,49 x103µl EO#: 0,55 x103µl(↑) BASO#: 0,03 x103µl NEUT%: 43,3% (↓) LYMPH%: 37,5% MONO%: 7,4% EO%: 8,2%(↑) BASO%: 0,5%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Tanggal 9 10 11 12 13 14 15 16
Tanda Vital
Suhu Tubuh
(oC)
38,5 36 37,4 36,2
36,5 36,5
36,2 37,5
37,5 36,7
36,4 36,5 37 36,6
Nadi (x/menit)
140 112 112 120
115 130
115 114
118 112
110 128 101 100
RR (x/menit)
40 30 30 30
30 34
34 24
28 22
24 30 23 30
SpO2 (%)
- 96 -
96
95 -
98 -
97 -
- 96 -
97
Keluhan Sesak nafas dan batuk
Batuk, sesak nafas Sesak berkurang, masih ada batuk
Sesak berkurang - - - -
Penatalaksanaan Obat
P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M
Ventolin® nebulizer 1resp
23.15
01.30,
7
12, 13
5
12
18
6
12
6
6
6
Combivent® nebulizer 1resp
9
Ranitidine inj. 20mg
01.30
18
Ampicilin inj. 800mg
01
Ampicilin inj. 600mg
12
18
12
18
12
18
12
18
12
18
6
Metilpredisolon inj. 10mg
12
Aminofilin inj. 70mg
20
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Aminofilin po 70mg
6
12
18
6
12
18
Amoxicilin po 350mg
5
Assessment : Pasien diberi Combivent® Nebulizer dan Ventolin® Nebulizer untuk mengatasi bronkospasme (gejala asma) berupa sesak nafas. Penggunaan antikolinergik seperti
ipratropium bromide umumnya menghasilkan perbaikan fungsi paru 10-15% dibandingkan dengan penggunaan β agonis saja (Ikawati, 2007), karena ipratropium bromide mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat pada serangan asma dan memperbaiki faal paru (Mangunnegoro, 2004).
Metilprednisolon injeksi diberikan untuk mengurangi peradangan terutama pada penyakit asma (Muttaqin, 2008), dengan menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang
terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung (Kelly and Sorkness, 2008). Aminofilin diberikan untuk pengobatan dan profilaksis spasme bronkus yang berhubungan dengan asma, emfisema dan bronkitis kronis. Berdasarkan wawancara dari dokter, pasien menerima dosis aminofilin po lebih rendah dikarenakan untuk mengurangi terjadinya efek samping berupa takikardi selain itu juga adanya riwayat penggunaan obat sebelumnya pada pasien dengan dosis setengah dari biasanya karena dengan dosis normal pasien sudah mengalami takikardi. Pasien diberi terapi antibiotik berupa ampicilin dan amoxicillin karena adanya komplikasi pneumonia yang ditunjukkan dengan menurunnya jumlah neutrofil yang berarti bahwa terdapat infeksi (Sutedjo, 2009).
Pada hari pertama rawat inap, suhu tubuh pasien mencapai 38,50C dimungkinkan pasien diberikan obat penurun panas atau demam namun tidak tercatat dalam
penatalaksanaan obat, namun dapat dimungkinkan juga kondisi suhu tubuh pasien turun dengan sendirinya karena demam dapat disebabkan oleh adanya inflamasi, apabila inflamasi tersebut sudah teratasi maka suhu tubuh akan kembali normal. Batuk yang terdapat pada keluhan pasien dapat dimungkinkan efek samping dari penggunaan salbutamol dan ipratropium bromide atau batuk tersebut merupakan manifestasi klinik dari asma.
Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal tersebut dapat dilihat dari tanda vital dan
keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang. Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Combivent® nebulizer, Ventolin® nebulizer, Metilprednisolon dan Aminofilin yang diberikan sudah tepat. Efek samping dan interaksi obat tidak ditemukan efek samping atau interaksi yang terjadi. Rekomendasi: -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Kasus 2 (No. RM 00.73.18.14) Subjektif Jenis kelamin /Umur: Laki-laki/4 th BB : 16 kg. TB: 107cm Masuk RS : 18/08/2013 -21/08 /2013 Riwayat : Anak terdiagnosis asma sejak usia 2th , frekuensi serangan ±1-2x/tahun. Mulai tahun 2013, serangan asma meningkat, 3x dalam 1th. Setiap kali serangan anak dibawa ke IGD dan mendapat nebulisasi 1x dan obat puyer.
Riwayat keluarga: Riwayat asma (+) dari kakek dan nenek Riwayat rhinitis (+) ibu Riwayat hipertensi, DM,stroke (kakek dari ayah, nenek dari ibu) Diagnosa Utama : asma brokial Diagnosa Sekunder : atelectasis partial Keluhan Utama : batuk, sesak nafas, wheezing Keadaan Pulang : sembuh (diizinkan)
Objektif
RO (18/8/2013) : Mengarah ke gambar alektasis lobus superior segmen aphial pulmo bronchitis RO (20/8/2013) : Infiltrat dengan limfaderopati hilus, tidak tampak gambaran alektosis Hasil Laboratorium: -
6jam SMRS: batuk, nafas tampak cepat, sulit berbaring, ada mengi, di IGD anak ada mengi, nafas cepat, RR 52x/menit, HR 144x/menit, SpO2 92% O2 rooms, dilakukan nebulisasi ventolin 1respul, setelah nebulizer, RR 32-37x/menit, HR 124-128x/menit, SpO2 93-94% O2 rooms, wheezing berkurang.
Tanggal 18 19 20 21
Tanda Vital
Suhu Tubuh
(oC)
36,9 36,8 36,8 36,5
36,7
Nadi (x/menit)
100 113 110 113
100
RR (x/menit)
48 24 24 24
20
SpO2 (%) - 98 98
- 98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Keluhan Sesak nafas Tidak sesak, batuk berdahak,
tidak pilek
Batuk berdahak Batuk berdahak
Penatalaksanaan Obat
Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil prednisolon po 8mg
6 24 6 6
Kenacort® (Triamcinolone) po 8mg
24 6 18
6
Ventolin® nebulizer (1resp)
6
Combivent® nebulizer (1resp/6jam)
22 6 12 18
24 6
Assessment : Pada hari pertama pasien datang ke RSUP Dr. Sardjito pukul 23.55 dengan keluhan batuk, sesak dan wheezing. Pasien diberikan Ventolin®
nebulizer dan Combivent® nebulizer sebagai bronkodilator yang berfungsi untuk meredakan gejala serangan asma akut. Penggunaan antikolinergik seperti ipratropium bromide umumnya menghasilkan perbaikan fungsi paru 10-15% dibandingkan dengan penggunaan β agonis saja (Ikawati, 2007), karena ipratropium bromide mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat pada serangan asma dan memperbaiki faal paru (Mangunnegoro, 2004). Pemberian peroral Metilprednisolon berperan sebagai kortikosteroid dan berfungsi sebagai antiinflamasi terutama pada asma fase akut. Berdasarkan dari hasil wawancara dokter, pada tanggal 19, pasien menerima dosis metilprednisolon 16mg/hari, kemudian pada tanggal 20 dan 21 pasien menerima dosis lebih rendah yaitu 8mg/hari (maintenance dosage), adanya penurunan dosis pada penggunaan metilprednisolon ini dapat dilihat dari perkembangan kesehatan pasien yang membaik. Dosis metilpredisolon untuk anak dengan BB 16kg adalah 16-27,2mg/hari (Medscape, 2014). Pasien terdiagnosis sekunder atelectasis partial, kemudian pasien diberikan Kenacort® (triamcinolone) yang merupakan golongan kortikosteroid yang berfungsi untuk mengatasi kelainan paru. Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang. Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Metilprednisolon, Combivent® nebulizer, Ventolin® nebulizer yang diberikan sudah tepat. Efek samping dan interaksi obat ditemukan pada kasus ini yaitu interaksi obat antara Metilprednisolon dan Kenacort® yang menyebabkan
terjadinya penurunan efek triamcinolone dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 di hati/usus (Medscape Drug Interaction Checker, 2014). Berdasarkan data yang di dapat tidak dapat diketahui secara pasti apakah benar-benar terjadi penurunan efek dari triamcinolone, sehingga tidak diperlukan rekomendasi khusus dan tergolong dalam DRPs potensial.
Rekomendasi: Monitoring pada penggunaan Kenacort® (Triamcinolone) dengan Metilprednisolon secara bersamaan.
Kasus 3 (No. RM 01.66.00.39) Subjektif Jenis kelamin /Umur: Perempuan/ 3 th BB : 10kg Masuk RS : 15/11/2013 -18/11/2013 Riwayat : Riwayat asma dalam keluarga (+) 7HSMRS : anak batuk, pilek saat malam hari, kemudian sesak, tidak ada demam, dibawa ke puskesmas→sesak berkurang→anak rawat jalan. 1HSMRS: anak demam tinggi saat siang hari disertai batuk, pilek, sesak HMRS: saat dini hari anak sesak disertai bunyi mengi kemudian dibawa ke RSS
Diagnosa Utama : asma bronkial serangan sedang Diagnosa Sekunder : common cold Keluhan Utama : sesak nafas disertai bunyi mengi Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)
Objektif
Hasil Laboratorium : -
Tanggal 15 16 17 18
Tanda Vital
Suhu Tubuh
(oC)
39 - 37 36,5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Nadi (x/menit)
120 - 104 120
RR (x/menit)
30 30 28 30
SpO2 (%) - - - - Keluhan Sesak nafas Sesak berkurang Batuk Batuk Penatalaksanaan Obat
Pa Si So Ma Pa Si So Ma Pa Si So Ma Pa Si So Ma
Salbutamol po 1mg 13 20 6 13 20 6 13 20 6 13 Metilprednisolon po 8mg
12 24 6 6 6
Assessment : Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak nafas disertai bunyi mengi. Pada kasus ini pasien memilki riwayat asma dari keluarga,
dengan adanya riwayat asma dari keluarga pasien maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai faktor resiko terjadinya asma (SIGN, 2012). Pasien diberi obat salbutamol dan metilprednisolon.
Salbutamol diberikan sebagai bronkodilator dengan merelaksasi otot polos saluran napas (Mangunnegoro, 2004). Dosis pada anak 2-6
tahun 1-2mg diberikan 3-4x/hari (MIMS, 2009). Pasien diberikan dosis 1mg 3x/hari sehingga pasien menerima 3mg/harinya. Terapi salbutamol ini sudah sesuai. Metilprednisolon berperan sebagai antiinflamasi, diberikan untuk mengurangi peradangan terutama pada penyakit asma (Muttaqin, 2008). Dosis metilprednisolon untuk anak adalah 4-16mg/hari (MIMS, 2009). Pada tanggal 15 pasien menerima dosis metilprednisolon 8mg 2x/hari maka pasien menerima 16mg/hari, hal tersebut masih termasuk dalam range dosis sehingga dapat disimpullkan terapi yang diberikan sudah sesuai. Kemudian pada tanggal 16, 17 dan 18 pasien menerima dosis lebih rendah yaitu 8mg/hari (maintenance dosage), adanya penurunan dosis pada penggunaan metilprednisolon ini dapat dipertimbangkan dari keadaan pasien yang membaik.
Pada hari pertama rawat inap (15/11/2013) suhu tubuh pasien mencapai 39oC dimungkinkan diberikan obat penurun panas atau demam
namun tidak tercatat dalam penatalaksanaan obat, namun dapat dimungkinkan juga kondisi suhu tubuh pasien turun dengan sendirinya karena demam dapat disebabkan oleh adanya inflamasi, apabila inflamasi tersebut sudah teratasi maka suhu tubuh akan kembali normal. Keadaan pulang pasien membaik dan diizinkan.
Keluhan pasien pada hari ke 3 dan 4 adalah batuk, namun batuk yang ditimbulkan tidak dapat diketahui secara pasti apakah batuk tersebut
merupakan efek samping dari pemberian salbutamol karena pada hari ke 2 tidak ada keluhan batuk. Kemungkinan juga dapat disebabkan adanya manifestasi klinik dari asma. Keluhan batuk tidak diketahui pula apakah batuk yang dialami berdahak atau kering.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal tersebut
dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Salbutamol dan Metilprednisolon yang diberikan sudah tepat. Efek samping dan interaksi obat tidak ditemukan dalam kasus ini. Rekomendasi : -
Kasus 4a (No. RM 01.63.05.07) Subjektif Jenis kelamin /Umur: Perempuan/5th BB :16,5kg, TB: 103cm Masuk RS : 07/06/2013 – 09/06/2013 Riwayat : Riwayat alergi dingin pada nenek garis keturunan ibu, riwayat asma pada ibu. Sesak nafas,batuk,pilek sejak kemarin. Riwayat asma bronkial sering kambuh bulan lalu dan 2 bulan yang lalu.
Diagnosa Utama : asma bronkial Diagnosa Sekunder : rhinofaringitis akut Keluhan Utama : sesak nafas dan batuk Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)
Objektif
Hasil Laboratorium (Tgl. 07/06/2013): Thorax: simetris, retraksi, subcostal dalam dan tidak ada ketinggalan gerak.
Tanggal 7 8 9
Tanda Vital
Suhu Tubuh (oC)
36,6 36,6 37,4 37
36,2 36,7 36
36 36
Nadi (x/menit) 132 100 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
130 110 100
104 100
105
RR (x/menit)
40 46 40 38
32 30 30
28 30
SpO2 (%)
92 - - -
- - -
- -
Keluhan Sesak nafas, batuk tak berdahak, pilek berlendir warna jernih
Batuk berkurang Tidak sesak
Penatalaksanaan Obat Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Ventolin® nebulizer (1resp/2-4jam)
10 13 18 20
Combivent® nebulizer (1resp/2-4jam)
11 15.30
Metilprednisolon i.v. 16mg 15 24 8 20 8 Aminophilin inj. loading(100mg dalam D5% 50cc)
15
Aminophilin inj. maintenen (120mg dalam D5% 50cc)
20 6
Assessment :
Pasien berumur 5 tahun dengan riwayat asma yang diturunkan dari ibu dan riwayat alergi dingin dari nenek, dengan adanya riwayat asma dari keluarga pasien maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai faktor resiko terjadinya asma (SIGN, 2012).
Pasien diberi Combivent® nebulizer dan Ventolin® nebulizer secara selang-seling untuk menangani asma bronkial. Combivent®
Nebulizer dan Ventolin® Nebulizer diberikan untuk mengatasi bronkospasme (gejala asma) berupa sesak nafas. Penggunaan antikolinergik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
seperti ipratropium bromide umumnya menghasilkan perbaikan fungsi paru 10-15% dibandingkan dengan penggunaan β agonis saja (Ikawati, 2007), karena ipratropium bromide mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat pada serangan asma dan memperbaiki faal paru (Mangunnegoro, 2004).
Pasien diberi Metilprednisolon injeksi untuk menangani rhinofaringitis akut. Metilprednisolon dapat mengurangi peradangan dan
berfungsi sebagai antiinflamasi. Pemberian dengan cara injeksi dimungkinkan untuk mempercepat terjadinya efek terapi pada pasien dibandingkan dengan penggunaan secara peroral. Dosis metilprednisolon pada anak 2mg/kgBB (Depkes RI, 2005), pasien dengan BB 16,5kg maka dosis yang seharusnya diterima adalah 33mg/hari. Pada kasus ini pasien diberikan dosis 16mg 2x sehari, maka dapat disimpulkan dosis yang diberikan sudah sesuai pustaka acuan.
Aminophilin injeksi berfungsi menghilangkan gejala asma. Penggunaan aminofilin bersamaan dengan dextrose 5% untuk mengatasi
hidrasi pada pasien (Depkes RI, 2005). Dosis awal pemberian aminofilin secara iv adalah 6-8mg/kgBB (WHO, 2013). Pasien dengan BB 16,5kg, maka dosis yang seharusnya diterima 99-132mg. Berdasarkan data di atas dosis yang diberikan pada pasien sudah sesuai. Dosis aminofilin di tingkatkan menjadi 120mg karena pada dosis tersebut masih adekuat atau masuk dalam range dosis yang ditetapkan.
Pada tanggal 7, pasien mengalami takikardi karena adanya penyempitan bronkus maka otot jantung akan memompa darah ke dalam
tubuh lebih cepat sehingga respirasi juga menjadi cepat. Keluhan pilek dengan lendir berwarna bening dimungkinkan adanya alergi terhadap cuaca yang dingin karena pasien juga memiliki riwayat alergi dingin dari nenek.
Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal
tersebut dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang. Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Combivent® nebulizer, Ventolin® nebulizer, Metilprednisolon dan Aminofilin
yang diberikan sudah tepat. Efek samping dan interaksi obat ditemukan pada kasus ini yaitu antara Metilprednisolon dengan Aminofilin yang menyebabkan terjadinya
penurunan efek dari teofilin dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 di hati atau usus (Medscape Drug Interaction Checker, 2014). Berdasarkan data yang di dapat tidak dapat diketahui secara pasti apakah benar-benar terjadi penurunan efek dari Teofilin, sehingga tidak diperlukan rekomendasi khusus dan tergolong dalam DRPs potensial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Rekomendasi : Monitoring pada penggunaan Metilprednisolon bersamaan dengan Teofilin secara bersamaan.
Kasus 4b (No. RM 01.63.05.07) Subjektif Jenis kelamin /Umur: Perempuan/5th BB :16,5kg, TB : 106cm Masuk RS : 10/09/2013 – 13/09/2013 Riwayat : Anak terdiagnosis asma bronchial sejak 2 tahun. 7HSMRS: anak batuk, pilek, lalu orang tua memberi Ataroc dan nebulisasi. 4HSMRS: anak demam,semakin lama semakin tinggi (dikatakan hingga 390C), batuk, pilek, sesak, makan dan minum mau. Orang tua membawa ke dokter Sp. AK. Diberi terapi Cefixime, fluimucyl, nebulizer bila sesak. HMRS: keluhan menetap, demam naik turun, batuk, pilek, sesak nafas hilang timbul, makan berkurang minum mau, orang tua memberikan nebulizer per 4jam, sesak berkurang namun malam hari anak sesak dan demam kembali, orang tua membawa ke RSS.
Diagnosa Utama : asma serangan sedang episode sering Diagnosa Sekunder : rhinofaringitis akut Keluhan Utama : demam dan sesak nafas Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)
Objektif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Hasil Laboratorium (Tgl. 11/09/2013): Thorax : simetris, retraksi tidak ada WBC : 14,93x103µl (↑) RBC : 4,68 x106µl HGB : 12,3g/dL HCT : 35,6% (↓) MCV :76,1 fL (↓) MCH : 26,3 pg (↓) PLT : 397x103µl
NEUT#: 11,5 x103µl (↑) LMPYH#: 2,41 x103µl MONO#: 0,88 x103µl EO#:0,12 x103µl BASO#:0,02 x103µl NEUT%: 77,1% (↑) LMPYH%: 16,1% MONO%:5,9% EO%: 0,8% (↓) BASO%: 0,1%
Tanggal 11 12 13
Tanda Vital
Suhu Tubuh (oC)
38,7 37,9 37,4 36,7
36,7 38,3 38,4
-
- 36,2 36
Nadi (x/menit)
100 120 108 108
100 110 94 112
130 96 96
RR (x/menit)
38 30 36 36
36 36 30 21
24 24 30
SpO2 (%)
- - - -
- - - -
93 - -
Keluhan Sesak nafas berkurang, badan terasa panas
Demam, batuk, sesak berkurang
Sesak berkurang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Penatalaksanaan Obat P S S M P S S M P S S M O2 1L/menit Paracetamol sirup 160mg/5ml, 1½ cth
00.30
Praxion forte® sirup 250mg/5ml, ¾ cth
21 6, 11
Cefixime po ½cth 7 18 6 18 6 Ataroc® (Procaterol HCl ) po 15µg 18 Metilprednisolon inj. 10mg 15 22 6 12
Ventolin® nebulizer + NaCl 1resp tiap 4-6jam
00.30, 7
13 18 21 10 15 22 6
Assessment : Pasien terdiagnosis asma sejak usia 2 tahun. Pasien masuk RSUP Dr. Sardjito pukul 23.15. Pasien diberikan Oksigen berfungsi untuk
menjaga saturasi oksigen agar >95%(WHO, 2013). Pasien diberikan Ventolin® nebulizer, metilprednisolon injeksi dan ataroc untuk mengatasi asma. Ventolin® Nebulizer untuk mengatasi bronkospasme (gejala asma) berupa sesak nafas. Metilprednisolon Injeksi diberikan untuk mengurangi peradangan terutama pada penyakit asma (Muttaqin, 2008). Dosis metilprednisolon untuk anak dengan BB 16,5kg adalah 8,25-28,05mg/hari (Medscape, 2014). Pasien diberikan dosis metilprednisolon 10mg 2x/hari, maka dapat disimpulkan dosis yang diberikan sudah sesuai dengan pustaka acuan. Ataroc® untuk mengatasi dispnea atau sesak karena asma.
Diagnosis sekunder pasien berupa rhinofaringitis akut dapat dilihat dari hasil laboratorium bahwa terjadi peningkatan pada jumlah
neutrofil yang menunjukkan adanya infeksi (Sutedjo, 2009). Pasien diberikan Cefixime untuk mengatasi rhinofaringitis. Pasien diberikan Paracetamol sirup dan Praxion Forte® sirup untuk mengatasi demam yang muncul pada tanggal 11 dan 12. Paracetamol sirup digunakan pada tanggal 11 saat suhu tubuh pasien mencapai 38,7oC dengan adanya keluhan badan terasa panas, kemudian dilanjutkan dengan terapi praxion forte syrup dengan kekuatan obat 250mg/5ml karena suhu tubuh pasien masih tinggi.
Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal
tersebut dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Ventolin® nebulizer, Metilprednisolon injeksi dan Ataroc® yang diberikan sudah tepat.
Efek samping obat dan interaksi obat tidak ditemukan pada kasus ini. Rekomendasi : -
Kasus 5 (No. RM 01.57.92.69) Subjektif Jenis kelamin /Umur: perempuan/ 7th BB :20kg Masuk RS : 13/10/2013 – 16/10/2013 Riwayat : 1HSMRS : anak batuk pilek, tidak sesak dan tidak demam HMRS :anak tampak sesak, sudah dinebu 1x dengan Ventolin® dirumah 8jam SMRS, anak masih merasa sesak 4jam SMRS : anak datang ke RSS kemudian diberi Ventolin® nebulizer 1 respule (1x), respon baik, anak dipulangkan dan diberi terapi salbutamol 3x2mg p.o 4jam kemudian anak sesak lagi lalu dibawa ke IGD RSS. Anak terdiagnosis asma sejak ±4th yang lalu.
Diagnosa Utama : asma episodik sering dalam serangan sedang Diagnosa Sekunder : pneumonia ringan Keluhan Utama : sesak nafas Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)
Objektif
Hasil Laboratorium: -
Tanggal 13 14 15 16
Tanda Vital
Suhu Tubuh
(oC)
36,7 - - -
37,5 -
- 36
Nadi (x/menit)
127 123 141 133
130 -
110
- 112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
RR (x/menit)
30 31 33 29
36 34 21
- 24
SpO2 (%)
- 95 94 96
94 94 95
- 97
Keluhan
Masih sesak, sudah diuap Ventolin®1x, masih batuk, muntah 1x saat batuk, dahak sulit keluar
Sesak nafas Sesak nafas berkurang, batuk berdahak (+)
Batuk dan sesak berkurang
Penatalaksanaan Obat
Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metilprednisolon iv 1x20mg
18
18
18
Ampicilin inj. 4x500mg
18
24
6
12
18
24
6
12
Ventolin® nebulizer 1resp
12
Assessment : Pasien terdiagnosis asma sejak ±4th yang lalu. Ventolin® Nebulizer diberikan untuk mengatasi bronkospasme (gejala asma) berupa sesak
nafas. Pada tanggal 15 dan 16 keluhan sesak pada pasien sudah berkurang atau membaik. Namun pada lembar rekam medis tidak dituliskan tanda vital dari pasien ini. Metilprednisolon iv untuk mengurangi peradangan dan sebagai antiinflamasi. Dosis metilprednisolon untuk anak dengan BB 20kg adalah 10-34mg/hari (Medscape, 2014). Pasien menerima dosis metilprednisolon 20mg/hari, maka dapat disimpulkan dosis yang diberikan sudah sesuai karena masih terdapat dalam range dosis pada pustaka acuan. Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang. Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Ventolin® nebulizer dan Metilprednisolon yang diberikan sudah tepat. Efek samping obat dan interaksi obat tidak terjadi pada kasus ini. Rekomendasi : -
Kasus 6 (No. RM 00.72.28.27) Subjektif Jenis kelamin /Umur: Laki-laki/11th BB : 44kg, TB :138cm Masuk RS : 30/06/2013 - 02/07/2013 Riwayat : 7HSMRS : Anak batuk(+), pilek (+), sesak nafas (-), dahak (+) kental, diberi bodrexin flu batuk (paracetamol, pseudoefedrin, GG, bromhexin, CTM)→tidak membaik, BAB & BAK normal. 3HSMRS : batuk (+) pilek (+) demam (+), sesak nafas (-), dahak (+) kental sulit keluar belum diperiksakan muntah (-), BAB & BAK normal. 1HSMRS :batuk (+), pilek (+), demam naik turun, sesak nafas (+), dahak kental (+)→Nebulizer di Puskesmas Mlati→membaik+tetapi sesak muncul lagi diberi obat (salbutamol 2mg, CTM) sudah diminum 1x.
HMRS : batuk (+), pilek (+), sesak nafas (+), muntah 2x, BAB cair 3x sejak sore, lendir (-) darah (-)→ke dokter umum di beri ciprofloxacin 2x250mg, chlorfusin dan oralit, anak makin sesak, tripod position→RSS. Serangan asma terakhir 6 bulan yang lalu. Terdiagnosis sejak 6th yang lalu dan IGD 2x. Diagnosa Utama : asma bronkial serangan sedang episode jarang Diagnosa Sekunder : diare cair akut tanpa dehidrasi Keluhan Utama : sesak nafas Keadaan Pulang : sembuh (diizinkan)
Objektif
Hasil Laboratorium (Tgl. 30/06/2013): WBC : 9,54 x 103µL RBC : 4,80 x 106µL HGB : 13,0 g/dL (↓) HCT : 37,9 % (↓) PLT : 440 x 103µL MPV :9,7 fL
NEUT# : 6,58 x103µL LYMPH# :1,67x103µL MONO# :0,81 x 103µL EO# : 0,46 x 103µL(↑) BASO# :0,02 x 103µL
Tanggal 30 1 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Tanda Vital
Suhu Tubuh (oC)
37,1 37,5 36
36,7 36,7 36,4 36,5 36,5
36,8 36,9
Nadi (x/menit)
122 110 100
100 104 90
122 90
118 100
RR (x/menit)
28 30 30
24 24 22 24 22
20 -
SpO2 (%)
99 - -
- 94 -
96 -
95 -
Keluhan
Batuk (+), pilek (+), sesak nafas (+), BAB cair (+)
Batuk berkurang, sesak berkurang, tidur tidak nyenyak
Sudah lebih baik, tidak sesak, semalam sesak →memakai MDI 7 puff
Penatalaksanaan Obat
Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Ventolin® nebulizer 1resp+NaCl 2cc
Zink po 20 mg Combivent® nebulizer 1 resp+NaCl
Metilprednisolon po
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
16mg MDI 1 puff 7puff Assessment :
Combivent® Nebulizer dan Ventolin® Nebulizer diberikan untuk mengatasi bronkospasme (gejala asma) berupa sesak nafas. Penggunaan antikolinergik seperti ipratropium bromide umumnya menghasilkan perbaikan fungsi paru 10-15% dibandingkan dengan penggunaan β agonis saja (Ikawati, 2007) karena ipratropium bromide mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat pada serangan asma, memperbaiki faal paru (Mangunnegoro, 2004). Penambahan NaCl pada inhalasi dapat mengencerkan dahak.
Metilprednisolon diberikan untuk mengurangi peradangan dan sebagai antiinflamasi. Dosis metilprednisolon untuk anak dengan BB 44kg
adalah 22-74,8mg/hari (Medscape, 2014). Pasien menerima dosis metilprednisolon 16mg 3x/hari atau 48mg/hari, dosis yang diberikan pada pasien sudah sesuai dengan acuan pustaka. Pada kasus ini pasien diberikan MDI (Metered Dose Inhaler) namun tidak tertulis zat aktif yang digunakan pada alat MDI.
Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal tersebut
dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang. Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Combivent® nebulizer, Ventolin® nebulizer dan Metilprednisolon yang diberikan sudah
tepat. Efek samping dan interaksi obat tidak terjadi pada kasus ini. Rekomendasi : -
Kasus 7 (No. RM 01.41.99.33) Subjektif Jenis kelamin /Umur: laki-laki/4th BB :9,5kg, TB: 87cm Masuk RS : 06/06/2013 – 13/06/2013 Riwayat :
Diagnosa Utama : asma serangan sedang episode sering Diagnosa Sekunder : chronic lung disease, acute rhinopharyngitis, bronchitis, gizi kurang Keluhan Utama : sesak nafas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
±3hari batuk berdahak, pilek, tidak demam, tidak sesak nafas HMRS : sejak siang demam, sesak nafas, batuk berdahak, pilek, muntah tiap batuk, oleh orang tua diberikan oksigen & nebulizer dengan Ventolin® 3x, tidak diare, tidak kejang, makan & minum, serangan asma dalam 1 bulan 3x, diantara serangan aktivitas biasa.
Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)
Objektif
Hasil Laboratorium (Tgl.7/06/2013): Hb : 13,7 g/dl AL : 16.000/mmk(↑) AT :311.000/mmk HCT :41% Batang : 4% Segmen : 82%(↑) Limfosit :14%(↓)
Nilai normal : Hb : 13-17 g/dl Al (leukosit) : 5-11 (ribu/mmk) At (trombosit) : 150-450 (ribu/mmk) Hct (hemaktokrit) : 40-50% Batang : 2-5% Segmen : 36-66% Limfosit : 22-40%
Tanggal 6 7 8 9 10 11 12 13
Tanda Vital
Suhu Tubuh
(oC)
36,9 - 37 37
37 36 37
36,8 36,6 36,7
36,6 36,6 36,6
36,7 36,6 36,7
36 37
36,9
36,5 36,5
Nadi (x/menit)
130 148-150 120 120
- - -
120 110 110
110 100
-
100 102 120
100 103 110
100 100
RR (x/menit)
40-42 32 30 36
- - -
28 30 26
32 30 -
36 26 30
44 26 28
26 -
SpO2 (%)
97 98 -
Keluhan Demam tidak ada, batuk
Masih sesak ,tidak demam, tidak
Sesak berkurang,
Pola nafas tidak efektif
Tidak demam, tidak sesak,
Tidak demam, batuk
Tidak demam, masih batuk
Tidak demam, batuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
tidak ada, pilek tidak ada
batuk tidak demam batuk berkurang berdahak, pilek, masih sesak
berdahak, pilek, sesak berkurang
berkurang, pilek, sesak nafas berkurang
Penatalaksanaan Obat
P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M
Dexamethason inj. 2mg
24
8
16
24
6
13
6
13
20
6
Combivent® nebulizer 1resp+2cc NaCl 0,9% tiap 4-6jam
1,4, 10
14
18
22
6
6
18
6
O2 nasal kanul 2L/menit
7
7
7
O2 nasal kanul 1L/menit
7
Seretide® (Salmeterol) po 2x1 puff (50µg)
8
Amoxicillin po 150mg
6
13
20
6
13
20
6
13
20
6
13
20
6
13
20
6
Metilprednisolon po 3x2,5mg
6
13
20
6
13
20
6
Aminofilin (Teofilin) po 3x30mg
6
13
20
6
13
20
6
Ventolin® nebulizer 1A/8jam
16
24
6
13
20
6
13
20
6
Assessment : Pasien diberi Combivent® Nebulizer untuk mengatasi bronkospasme pada asma, penggunaan Combivent® nebulizer ini pada tanggal 7-10, kemudian
dilanjutkan dengan pemberian Ventolin® Nebulizer dikombinasikan dengan aminofilin dan metilprednisolon karena pasien mengalami sesak nafas kembali pada tanggal 11 dan 12. Penambahan NaCl pada Combivent® nebulizer dapat mengencerkan dahak. Dexamethason injeksi dan Metilprednisolon digunakan sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
antiinflamasi dan untuk mengatasi adanya peradangan, penggunaan dexamethason dilakukan pada tanggal 6-10 kemudian dilanjutkan dengan penggunaan metilprednisolon pada tanggal 11-13, sedangkan Aminofilin digunakan untuk mengatasi spasme bronkus yang berhubungan dengan asma, emfisema dan bronchitis kronis.
Oksigen berfungsi untuk menjaga saturasi oksigen agar >95% serta mengurangi terjadinya hipoksemia (WHO, 2013). Pasien diberikan Amoxicillin untuk mengatasi rhinofaringitis yang dapat ditunjukkan dengan adanya penigkatan jumlah limfosit pada hasil laboratorium yang berarti bahwa adanya infeksi dalam tubuh pasien (Sutedjo, 2009). Pasien diberikan Seretide® yang merupakan golongan LABA yang berfungsi untuk mengontrol gejala asma yang terjadi yang memiliki waktu paruh 12jam dan anti-radang (Bruton et al.,2008). Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal tersebut dapat dilihat dari
tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang. Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Combivent® nebulizer, Ventolin® nebulizer, Dexamethason, Metilprednisolon, Aminofilin dan Seretide®
yang diberikan sudah tepat. Efek samping dan interaksi obat ditemukan pada kasus ini yaitu interaksi antara Metilprednisolon dan Aminofilin (Teofilin) yang akan menurunkan tingkat atau
efek teofilin dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 dihati atau usus (Medscape Drug Interaction Checker, 2014). Berdasarkan data yang di dapat tidak dapat diketahui secara pasti apakah benar-benar terjadi penurunan efek dari Teofilin, sehingga tidak diperlukan rekomendasi khusus dan tergolong dalam DRPs potensial.
Rekomendasi: Monitoring pada penggunaan Metilprednisolon dan Teofilin secara bersamaan.
Kasus 8 (No. RM 01.45.45.15) Subjektif Jenis kelamin /Umur: laki-laki/10th BB : 32kg Masuk RS : 19/08/2013 – 21/08/2013 Riwayat :
Diagnosa Utama : asma episode jarang Diagnosa Sekunder : chronic sinusitis (rhinitis alergi presisten), ani with fisura (robekan di daerah anus) Keluhan Utama : sesak nafas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Riwayat asma dari ibu (+) dan alergi dari ibu (+) Saat usia 6 bulan, anak terdiagnosis asma. 1BSMRS : anak pilek, tidak batuk, tidak muntah, tanpa demam, tidak sesak 2MSMRS : anak batuk dan pilek, tidak muntah tidak demam, sesak nafas hilang timbul HMRS : sesak nafas bertambah, batuk dan pilek masih, mulai demam(tidak tinggi), anak mengeluh nyeri kepala. Oleh orang tua diberi nebulisasi Ventolin® 1 amp. Keluhan tidak membaik→RS. Sardjito
Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)
Objektif
Hasil Laboratorium (Tgl.20/08/2013): AL (leukosit) : 17.580 HB :12,6 HCT (hematokrit) :37,5 AT (trombosit) : 368.000 NEUT : 65,2%
Tanggal 19 20 21
Tanda Vital
Suhu Tubuh (oC)
37,6 36,5 36,7
36,5
Nadi (x/menit) 120 101
98 100
RR (x/menit) 46 26
22 25
SpO2 (%) - 97
- 97
Keluhan
Sesak nafas, nyeri karena sinusitis Pagi masih sesak. Tidak sesak, sakit kepala di ujung hidung (riwayat sinusitis), nyeri dianus jika sudah BAB, dikatakan tidak ada benjolan dan berdarah saat
Anak tidak demam, tak sesak, sakit dikepala masih, batuk dan pilek masih. BAB dan BAK tak ada keluhan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
BAB, batuk dan pilek, BAB cair. Penatalaksanaan Obat Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam O2 NK 1L/menit Azitromizin po 480mg Ventolin® nebulizer 1resp Paracetamol po 10mg/kg Metilprednisolon po 16 mg Zinc po 1x20mg Tremenza® po 3x1 cth Assessment :
Pasien memilki riwayat asma dan alergi dari keluarga, dengan adanya riwayat atopi dari keluarga pasien maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai faktor resiko terjadinya asma (SIGN, 2012). Pada tanggal 19 pasien diberikan Oksigen karena adanya bronkokontriksi selain itu juga berfungsi untuk menjaga saturasi oksigen agar >95% (WHO, 2013). Keesokan harinya pasien diberikan Ventolin® Nebulizer untuk mengatasi bronkospasme (gejala asma) berupa sesak nafas. Metilprednisolon diberikan untuk mengurangi peradangan dan sebagai antiinflamasi. Dosis metilprednisolon untuk anak dengan BB 32kg adalah 16-54,4mg/hari (Medscape, 2014), dosis yang diberikan sudah sesuai. Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal tersebut
dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang. Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Ventolin® nebulizer dan Metilprednisolon yang diberikan sudah tepat. Efek samping dan interaksi obat tidak terjadi pada kasus ini. Rekomendasi: -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Kasus 9 (No. RM 01.64.60.62) Subjektif Jenis kelamin /Umur: Laki-laki/10th BB : 26kg Masuk RS :05/08/2013 – 07/08/2013 Riwayat : Riwayat asma (-) Riwayat alergi debu dari nenek ibu (+) Ada riwayat atopi pada keluarganya. 3HSMRS : anak demam tidak tinggi, tidak menggigil, tidak batuk&pilek, makan minum baik, tidak muntah →diberi paracetamol. 2HSMRS : anak mulai batuk dan pilek, sesak nafas, mengi, makan dan minum menurun 1HSMRS : nafas bertambah sesak, nafas cepat, mengi bertambah → ke IGD kemudian terdioagnosis asma serangan ringan, nebulisasi Ventolin® 1x→membaik HMRS : anak mengeluh sesak lagi →ke IGD RSS
Diagnosa Utama : asma bronchial Diagnosa Sekunder : rhinofaringitis akut bakterial Keluhan Utama : sesak nafas Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)
Objektif
Hasil Laboratorium (Tgl.05/08/2013): MCV : 82,1 fL MCH : 26,9 pg HB : 14,7 g/dL HCT : 44,9 %
Neu% : 86%(↑) Limp% : 8,3%(↓) Mono% : 2,5% Eo% : 1,8%(↓) Baso% : 0,3% RO Thorax : bronchitis, besar cor normal.
Tanggal 5 6 7
Tanda Vital
Suhu Tubuh
(oC)
37,2 38
37,5 37
37,6 37,4 36,6
36,2 36,6 37
Nadi (x/menit)
130 130 110
100 115 110
78 82 90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
110
RR (x/menit)
26 - - -
- - -
18 19 -
SpO2 (%)
- - - -
- - -
95% 96%
-
Keluhan Sesak nafas Batuk, sesak berkurang Tidak sesak, membaik Penatalaksanaan Obat
Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Amoxicilin po 500mg
13 20 6 13 20 6
Aminofilin po 75mg
6
Aminofilin inj. 240 mg+D5% 500cc
16 4
Metilprednisolon inj.13mg
18 6 18 6
Ventolin® inhalasi+NaCl 0,9% 2cc
16 20,24 8 12 6
Combivent® inhalasi+NaCl 0,9% 2cc
18 22 4 18 24
Assessment : Pasien mempunyai riwayat alergi debu dari keluarganya, dengan adanya riwayat atopi dari keluarga pasien maka hal tersebut dapat
dikatakan sebagai faktor resiko terjadinya asma (SIGN, 2012). Combivent® Inhalasi dan Ventolin® Inhalasi diberikan untuk mengatasi bronkospasme (gejala asma) berupa sesak nafas. Penggunaan antikolinergik seperti ipratropium bromide umumnya menghasilkan perbaikan fungsi paru 10-15% dibandingkan dengan penggunaan β agonis saja (Ikawati, 2007), karena ipratropium bromide mempunyai efek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat pada serangan asma dan memperbaiki faal paru (Mangunnegoro, 2004). Penambahan NaCl pada inhalasi berfungsi untuk mengencerkan dahak.
Metilprednisolon diberikan sebagai antiinflamasi, dosis untuk anak dengan BB 26kg yaitu 13-44,2mg/hari (Medscape, 2014), pasien
menerima dosis 13-26mg/hari sehingga dapat dikatakan bahwa dosis yang diberikan sesuai. Aminofilin, digunakan untuk pengobatan dan profilakasis spasme bronkus yg berhubungan dengan asma, emfisema, bronchitis kronik. Pemberian kombinasi aminofilin dengan beta-agonis diragukan kegunaannya. Biasanya diberikan pada keadaan serangan asma ringan (Depkes RI, 2005). Dari hasil wawancara dokter, pasien menerima aminofilin injeksi secara infus pelan dengan menggunakan syrige dengan dosis maintenance pada tanggal 5 pukul 16.00 hingga 4 pagi.
Pada tanggal 7 pemberian aminofilin digantikan secara peroral karena kondisi pasien sudah membaik dan dosis 75mg diketahui dari
sediaan obat yang tersedia di RSUP Dr. Sardjito yaitu 150mg, dimungkinkan pemberian aminofilin tablet 150mg dibagi menjadi 2 bagian. Penggunaan aminofilin inhalasi dengan SABA berpotensial untuk terjadinya takikardi karena kedua obat tersebut memiliki efek samping takikardi, namun pada kasus ini pasien tidak mengalami takikardi.
Batuk yang ditimbulkan pada keluhan pasien tidak diketahui secara jelas apakah batuk tersebut berdahak atau kering, dapat
dimungkinkan hal tersbut merupakan efek samping dari pemberian salbutamol namun dapat dimungkinkan juga batuk yang ditimbulkan merupakan manifestasi klinik dari asma. Suhu tubuh pasien mencapai 38oC namun dapat dimungkinkan juga kondisi suhu tubuh pasien turun dengan sendirinya karena demam dapat disebabkan oleh adanya inflamasi, apabila inflamasi tersebut sudah teratasi maka suhu tubuh akan kembali normal. Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal
tersebut dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang.. Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Combivent® inhalasi, Ventolin® inhalasi, Metilprednisolon dan Aminofilin yang
diberikan sudah tepat. Efek samping dan interaksi obat ditemukan pada kasus ini. Pasien diberikan Aminofilin pada tanggal 6 pukul 4 pagi, kemudian pukul 6
pagi pasien diberikan Metilprednisolon injeksi, hal tersebut dapat menimbulkan adanya interaksi antara aminofilin dan metilprednisolon karena teofilin memiliki waktu paruh 3,7jam (Lacy et al., 2011). Interaksi tersebut menyebabkan terjadinya penurunan efek dari teofilin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 di hati atau usus (Medscape Drug Interaction Checker, 2014). Berdasarkan data tersebut tidak dapat diketahui secara pasti apakah benar-benar terjadi penurunan efek dari teofilin, sehingga tidak diperlukan rekomendasi khusus dan tergolong dalam DRPs potensial.
Rekomendasi : Monitoring pada penggunaan Metilprednisolon dan Teofilin secara bersamaan.
Kasus 10 (No. RM 00.73.39.82) Subjektif Jenis kelamin /Umur: Laki-laki/ 2th BB : 13,5 kg Masuk RS : 08/07/2013 – 12/07/2013 Riwayat : 2MSMRS : pasien mengeluh batuk pilek disertai sesak nafas, diberi obat dokter tetapi keluhan tidak membaik. 4HSMRS: pasien masih batuk dan pilek, dibaawa ke RS Swasta dan mondok. HMRS : pasien meminta untuk di rawat di RSS, tidak muntah, masih batuk dipagi hari
Diagnosa Utama : asma Diagnosa Sekunder : tuberkulosis paru (bakteri), epilepsy Keluhan Utama : sesak nafas Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)
Objektif
Hasil Laboratorium (Tgl.09/07/2013): Hb : 13,1 g/dl Lekosit: 7,4 ribu/mmk Eos%: 5% (↑) Segmen : 28% (↓) Limf%: 65%(↑) Mono% :2 %(↓) Hematokrit : 39%(↓) Trombosit : 294 ribu/mmk
Nilai normal: Hb : 13-17 g/dl Leko : 5-11 ribu/mmk Eos : 1-4% Segmen : 36-66% Limf: 22-40% Mono : 4-8 % Hematokrit : 40-50 % Trombosit : 150-450 ribu/mmk
Tanggal 8 9 10 11 12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Tanda Vital
Suhu Tubuh
(oC)
36,7 36,2
36,2 36,8 36,4
36,4 37
36,4
36,4
Nadi (x/menit)
100 -
120 110 96
100 112 100
120
RR (x/menit)
30 -
28 26 20
- - -
24
SpO2 (%)
98 -
100 -
- - -
98
Keluhan
Sesak berkurang, tidak demam, batuk
Masih batuk, pilek menjelang pagi, tidak muntah
Batuk, BAB lembek Tidak demam, batuk sedikit, sesak berkurang, BAB normal, tidak kejang
Tidak sesak nafas, batuk berkurang
Penatalaksanaan Obat
Pa Si So Ma Pa Si So Ma Pa Si So Ma Pa Si So Ma Pa Si So Ma
Depakene® po 20mg
18
6 18
6 18
6
Metilprednisolon po 4mg
18
6 13
20
6 13
20
6
Rifampicin po 450mg
6 6 6
Suprazid forte po 200mg
6 6 6
Ventolin® nebulizer 1resp
6 12
12
Assessment :
Ventolin® Nebulizer dengan zat aktif salbutamol sulfate berfungsi untuk mengatasi bronkospasme atau gejala asma berupa sesak nafas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Metilprednisolon diberikan untuk mengurangi peradangan terutama pada penyakit asma (Muttaqin, 2008), dengan menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung (Kelly and Sorkness, 2008).
Pada hasil laboratorium didapatkan jumlah eosinofil dan limposit yang tinggi. Peningkatan jumlah eosinofil menunjukkan adanya peristiwa
alergi dan infeksi parasit dan peningkatan limposit menunjukkan adanya infeksi virus (Sutedjo, 2009). Keluhan batuk pada pasien merupakan manifestasi klinik dari asma. Keluhan batuk tidak diketahui pula apakah batuk yang dialami berdahak atau kering. Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal tersebut
dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang. Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Ventolin® nebulizer dan Metilprednisolon yang diberikan sudah tepat Efek samping dan interaksi obat ditemukan pada kasus ini yaitu antara Metilprednisolon dan Rifampisin yang dapat menurunkan efek
Metilprednisolon yang ditunjukkan dengan adanya studi farmakokinetik bahwa AUC Metilprednisolon akan berkurang sekitar 60% dan waktu paruhnya akan menurun 40-60% (Baxter, 2008). Berdasarkan data yang diperoleh tidak dapat diketahui secara pasti apakah benar-benar terjadi penurunan efek dari Metilprednisolon, sehingga tergolong dalam DRPs potensial.
Rekomendasi: Monitoring kondisi pasien terkait dengan tanda inflamasi seperti peningkatan suhu tubuh pasien pada penggunaan Rifampisin dan Metilprednisolon secara bersamaan.
Kasus 11 (No. RM 01.00.23.27) Subjektif Jenis kelamin /Umur: Perempuan/13th BB : 38kg Masuk RS : 07/11/2013 – 08/11/2013 Riwayat : Riwayat asma dari keluarga (-) ±7HSMRS: batuk (+), berdahak(-), mulai agak sesak (+), demam(-), pilek(-), makan dan
Diagnosa Utama : asma bronkial serangan sedang episode sering Diagnosis Sekunder : acute nasopharingitis Keluhan Utama : sesak nafas Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
minum mau, BAB & BAK normal, terdiagnosis asma sejak usia 3th, kelelahan. HSMRS: Semakin sesak nafas, bunyi ngik-ngik pagi, sudah di nebulizer Ventolin® 2x dirumah dan tidak membaik, lalu ke Sp. Anak di nebulizer 1x dan diberi metilprednisolon peroral tetapi tidak membaik, lalu ke RSS. Serangan asma terakhir bulan ini sampai saat ini anak juga masih batuk. Dalam 1th terakhir ini hampir setiap bulan ada serangan asma, aktivitas dan tidur terganggu karena asma. Objektif
Hasil Laboratorium (Tgl. 07/11/2013): Thorax : simetris, ketinggalan gerak tidak ada, retraksi (-) HGB: 14,0 g/dL HCT : 39,4 % MCV : 76,1 fL (↓) MCH : 27,0 pg PLT : 337 x103µl
NEUT# : 8,04x103µl (↑) LYMPH#: 2,85 x103µl MONO# : 0,90 x103µl EO# : 0,38 x103µl BASO#:0,04 x103µl
Tanggal 7 8
Tanda Vital
Suhu Tubuh (oC) 37 36,4
Nadi (x/menit) 100 105 RR (x/menit) 24 24
SpO2 (%) - -
Keluhan Anak merasa masih sesak dan ada wheezing Sesak berkurang, batuk berdahak (+), nyeri untuk menelan
(+) Penatalaksanaan Obat Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Amoxicillin po 500mg 6 Metilprednisolon po 16mg 1 Combivent®/Ventolin® nebulizer 1 resp (selang-seling 4-6 jam)
1,2 13
Assessment : Pasien tidak ada riwayat asma dalam keluarga. Combivent® Nebulizer dan Ventolin® Nebulizer diberikan untuk mengatasi bronkospasme (gejala
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
asma) berupa sesak nafas. Penggunaan Combivent® nebulizer dan Ventolin® nebulizer selang-seling untuk mengatasi serangan asma akut yang terjadi. Metilprednisolon diberikan untuk mengurangi peradangan dan sebagai antiinflamasi. Dosis metilprednisolon untuk anak dengan BB 38kg adalah 19-64,6mg/hari (Medscape, 2014). Pada tanggal 7 tidak diketahui secara pasti apakah pasien menerima metilprednisolon pada malam hari atau tidak, sehingga tidak dapat dikategorikan dalam DRPs dosis kurang.
Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal tersebut dapat
dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang. Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Combivent® nebulizer, Ventolin® nebulizer dan Metilprednisolon yang diberikan sudah tepat. Efek samping dan interaksi obat tidak ditemukan pada kasus ini.
Rekomendasi : -
Kasus 12 (No. RM 01.65.96.67) Subjektif Jenis kelamin /Umur: Perempuan/8th BB : 18kg Masuk RS : 12/11/2013 – 13/11/2013 Riwayat : 2HSMRS : anak mulai batuk (+), pilek (+), demam (-), sesak (-), oleh ayah diberi obat flu dan ekspektoran. Keluhan batuk dan pilek belum membaik. 1HSMRS : anak mulai sesak(+), keluhan batuk pilek (+) menetap, demam (-)→ oleh orang tua diberi obat asma (isinya tidak tahu) dan metilprednisolon 2x1 puyer (dosis tidak tahu). HMRS: keluhan sesak menetap, nafas bunyi ngik-ngik (+)→dibawa ke RS Wirosaban, dilakukan nebulisasi Ventolin® 1 resp pkl 06.00 dan 10.00. keluhan dikatakan membaik namun karena respon dianggap parsial dan didapat riwayat VSD 3mm anak dirujuk ke RSS.
Riwayat penyakit dalam keluarga: Riwayat asma pada ayah (+) Riwayat rhinitis alergi pada ayah (+) Riwayat dermatis atopic dalam keluarga disangkal Diagnosa Utama : predominantly allergic asthma Diagnosa Sekunder : ventricular septal defect Keluhan Utama : sesak nafas Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Objektif
Hasil Laboratorium (Tgl.12/11/2013): Thorax : simetris, ketinggalan gerak tidak ada, retrksi ada intercostal (+), subcostal (+)
Tanggal 12 13
Tanda Vital
Suhu Tubuh (oC)
37 37 38
36,9
36 36,9 36,5
Nadi (x/menit)
120 100 120 100
106 100 98
RR (x/menit)
40 32 38 32
30 32 28
SpO2 (%)
95 -
98 98
- 98 99
Keluhan Sesak berkurang. Batuk(+) ,dahak(+), pilek (-) Sesak (-), batuk (+), pilek(+), demam (-) Penatalaksanaan Obat Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Metiprednisolon po 16mg 18 Metilprednisolon po 8mg 24 6 12 Combivent® nebulizer 1resp+2cc NaCl 0,9%
18 13
Assessment : Pasien mempunyai riwayat asma dari ibu. Riwayat atopi dari keluarga pasien dapat dikatakan sebagai faktor resiko terjadinya asma (SIGN, 2012).
Combivent® Nebulizer diberikan untuk mengatasi bronkospasme (gejala asma) berupa sesak nafas dengan merelaksasi otot polos (Mangunnegoro, 2004). Pemberian NaCl pada Combivent® nebulizer berfungsi untuk mengencerkan dahak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Metilprednisolon diberikan untuk mengurangi peradangan dan sebagai antiinflamasi. Pada tanggal 12 pasien diberikan loading dosage metilprednisolon sebesar 16mg pada sore hari. Dengan adanya perkembangan kesehatan dari pasien yang membaik sehingga pada hari yang sama pasien diberikan maintenance dosage sebesar 8mg.
Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal tersebut
dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang. Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Combivent® nebulizer dan Metilprednisolon yang diberikan sudah tepat. Efek samping dan interaksi obat tidak ditemukan pada kasus ini. Rekomendasi : -
Kasus 13a (No. RM 01.55.28.92) Subjektif Jenis kelamin /Umur: perempuan/6th BB : 19kg Masuk RS : 20/10/2013 – 21/10/2013 Riwayat : 2HSMRS : anak mulai batuk (+),pilek (+), dahak (+), demam(-), sesak (+)→oleh orang tua diberi ataroc 3xcth ½, actifed 3xcth½, profilac. 1HSMRS : anak mulai mengeluh sesak nafas, demam(-), batuk(+), pilek(+)→diberi Ventolin® nebulizer 1resp sore hari, keluhan membaik→nebu diulang pkl 24.00 HMRS: anak masih merasa sesak , batuk (+), pilek (+), demam(+)→diberi Ventolin® nebulizer pkl 08.00→keluhan sesak berkurang→dibawa ke RSS
Diagnosa Utama : asma serangan sedang Diagnosa Sekunder : tonsilofaringitis akut Keluhan Utama : sesak nafas Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)
Objektif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Hasil Laboratorium (Tgl.20/10/2013): Thorax: simetris, ketinggalan gerak tidak ada, retraksi tidak ada. Hb: 14,1 g/dL HCT : 41,8% (↑) Trombosit : 299.000/mmk NEUT% : 79,6% (↑) LYMPH%: 11,6% (↓)
Tanggal 20 21
Tanda Vital
Suhu Tubuh (oC)
36,8 36,8
36,5
Nadi (x/menit) 140 110
118
RR (x/menit) 22 30
-
SpO2 (%) 99 -
-
Keluhan Sesak nafas, batuk Sesak berkurang Penatalaksanaan Obat Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Metilprednisolon inj. 10 mg 14 20,24 6 Ventolin® nebulizer 1 resp tiap 2-4 jam
15 22 3,7
Assessment : Metilprednisolon merupakan golongan kortikosteroid, diberikan sebagai antiinflamasi serta mengurangi peradangan digunakan untuk
mengatasi diagnosis sekunder pasien berupa tonsilofaringitis akut. Dosis metilprednisolon untuk anak dengan BB 19kg adalah 4-32,3mg/hari (Medscape, 2014). Pasien diberikan dosis metilprednisolon 10mg, sehingga dapat disimpulkan bahwa dosis yang diberikan sudah sesuai dengan acuan pustaka.
Ventolin® Nebulizer dengan zat aktif salbutamol sulfate digunakan untuk mengatasi bronkospasme (gejala asma) berupa sesak nafas Pada keluhan pasien terdapat batuk, namun batuk yang ditimbulkan dapat dimungkinkan karena efek samping dari penggunaan salbutamol atau manifestasi klinik dari asma itu sendiri. Batuk yang dialami pasien juga tidak dapat diketahui secara pasti apakah batuk yang dialami merupakan batuk kering atau batuk berdahak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal tersebut
dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang. Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Ventolin® nebulizer dan Metilprednisolon yang diberikan sudah tepat. Efek samping dan interaksi obat tidak ditemukan pada kasus ini. Rekomendasi : -
Kasus 13b (No. RM 01.55.28.92) Subjektif Jenis kelamin /Umur: Perempuan/5th BB : 18kg, TB: 122 cm Masuk RS : 08/04/2013 – 10/04/2013 Riwayat : 1HSMRS: anak mulai batuk tidak berdahak, pilek, oleh orang tua diberi tremenza syrup1sdt. HSMRS: siang jam 13.00 anak demam tidak tinggi (37,40C), batuk berdahak, sesak, pilek→dinebu Ventolin® 1resp, parasetamol, profilas syrup→keluhan berkurang, namun sore jam 17.00 anak mengeluh sesak, batuk, pilek→oleh orang tua diberi nebulizer Ventolin® 1resp+NaCl 0,9% 2cc→keluhan tidak membaik
Riwayat Penyakit Keluarga: Diabetes(+) dan hipertensi(+) dari kakek Jantung (+) dari nenek Diagnosa Utama : asma bronchial serangan sedang episode jarang Diagnosa Sekunder :- Keluhan Utama : sesak nafas Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)
Objektif
Hasil Laboratorium (Tgl. 09/04/2013): HB: 15,0 g/dL Leukosit: 11,6 ribu/mmk Segmen: 86% (↑) AT: 298 ribu/mmk Limfosit : 44%(↑) Hmk : 45%
Nilai normal: Hb: 13-17 g/dL Leukosit 5-11 ribu/mmk Segmen:36-66 % AT : 150-450 ribu/mmk Limfosit: 22-40 % Hematokrit: 40-50%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Tanggal 8 9 10
Tanda Vital
Suhu Tubuh (oC)
36,8 37,5 37
37,2
37
Nadi (x/menit) 136 100
86 140
100
RR (x/menit) 48 30
30 36
24
SpO2 (%) 96 -
-
96
Keluhan Batuk, muntah setelah batuk, sesak Tidak bisa tidur, batuk berkurang,
wheezing Batuk(+), dahak(+)
Penatalaksanaan Obat Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Kenacort® po 4mg
23 6 20 6
Ataroc® (Procaterol HCl) po 15µg
6 20 6
Amoxicillin po 300mg 6 6 Profilas® (Ketotifen) po 2x1 cth
6 20 6
O2 NK 1-2L/menit 23 Ventolin® nebulizer 1resp 23 6
Combivent® nebulizer 1resp 3,
10 18
Assessment :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Oksigen diberikan untuk menjaga saturasi oksigen agar >95% serta mengurangi terjadinya hipoksemia (WHO, 2013). Combivent® Nebulizer dan Ventolin® Nebulizer diberikan untuk mengatasi bronkospasme (gejala asma) berupa sesak nafas. Penggunaan antikolinergik seperti ipratropium bromide umumnya menghasilkan perbaikan fungsi paru 10-15% dibandingkan dengan penggunaan β agonis saja (Ikawati, 2007), karena ipratropium bromide mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat pada serangan asma dan memperbaiki faal paru (Mangunnegoro, 2004).
Pada tanggal 19 pasien mengalami keluhan adanya wheezing sehingga pasien diberikan Kenacort®, Ataroc®, Profilas® dan Ventolin® nebulizer.
Pasien diberikan Kenacort®, dengan zat aktif triamcinolon untuk mengatasi asma bronkial. Ataroc®, dengan zat aktif procaterol HCl untuk mengatasi dispnea karena asma bronkial. Perlu diperhatikan pada penggunaan procaterol HCl apabila pasien menderita penyakit jantung, DM dan hipertensi karena dapat menurunkan kadar kalium secara bermakna (MIMS, 2009). Karena pasien memiliki riwayat dari keluarga berupa penyakit jantung, DM dan hipertensi maka harus dilakukan monitoring kadar kalium dalam tubuh pasien pada penggunaan obat ataroc. Pada tanggal 9 pasien menerima dosis ataroc 30µg/hari dan tanggal 10 pasien sudah diperbolehkan pulang sehingga hanya diberikan ataroc 1 kali dengan kekuatan obat 15µg. Berdasarkan hasil wawancara dokter dosis ataroc tersebut lebih rendah dikarenakan untuk mengurangi terjadi efek samping obat berupa takikardi.
Profilas®, dengan zat aktif ketotifen hidrogen fumarat untuk mengatasi profilaksis jangka panjang pada asma bronkial, rhinitis alergi dan
dermatitis. Salah satu efek samping dari penggunaan Ataroc® dan Combivent® adalah muntah. Namun pada kasus ini di hari pertama rawat inap pasien belum diberikan terapi Ataroc dan Combivent® nebulizer, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa penyebab terjadinya muntah adalah efek samping dari ataroc atau combivent®.
Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal tersebut dapat
dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang. Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Combivent® nebulizer, Ventolin® nebulizer, Kenacort®, Ataroc® dan Profilas® yang diberikan
sudah tepat. Efek samping dan interaksi obat tidak ditemukan pada kasus ini. Rekomendasi : -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Kasus 14 (No. RM 01.45.37.95) Subjektif Jenis kelamin /Umur: Perempuan/12th BB : 45kg, TB:152cm Masuk RS : 25/02/2013 – 28/02/2013 Riwayat : Riwayat keluarga asma, hipertensi dan DM (disangkal) Terdiagnosis asma sejak TK, tidak control teratur, berobat bila kambuh saja. ±1HSMRS: anak batuk, pilek, kemudian sesak nafas, orang tua membawa ke klinik kemudian dinebulisasi Ventolin® (pagi) 1x anak merasa baikan. Sore hari anak sesak kemudian diberi nebu Ventolin® di K.24,membaik. Malam sesak lagi diberi salbutamol oral dan seretide. Anak mengalami batuk yang sangat keras dan keluar bercak darah di malam hari. HMRS : anak dibawa ke UGD RSS. Demam, batuk, pilek, sesak. Batuk dahak bercampur darah.
Diagnosa Utama : asma bronkial Diagnosa Sekunder : epistaxis anterior (perdarahan dihidung) Keluhan Utama : sesak nafas Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)
Objektif
Hasil Laboratorium (Tgl.27/02/2013): Thorax : Infiltrat diperihiler bilateral dan paracardial dextra, besar cor normal WBC : 6,81 x103µl RBC : 4,71 x106µl HGB : 13,0g/dL HCT : 36,6 % (↓) MCV : 77,7 fL(↓) MCH : 27,6 pg PLT : 420 x103µl Tgl 28/02/2013 *C (Sewaktu) BTA III (negative) BTA Sputum (negative) *A (Sewaktu) BTA I (negative)
NEUT#: 40,4 x103µl(↑) LMPYH#: 48,0 x103µl(↑) MONO#: 6,1 x103µl(↑) EO#: 0,7 x103µl (↑) BASO#: 0,1 x103µl NEUT%: 2,75%(↓) LMPYH%: 3,27%(↓) MONO%: 0,42%(↓) EO%: 0,05%(↓) BASO%: 0,01%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Tanggal 25 26 27 28
Tanda Vital
Suhu Tubuh (oC)
36 36,4 36,1
36 36,2 37
36,4 -
Nadi (x/menit)
80 110 100
84 108 80
96 100
RR(x/menit) 24 35
28 26 35 20
24 28
SpO2 (%) 92 95
96 99 -
99
97 -
Tekanan darah
(mmHg)
93/71 - 97/68
106/84 -
115/65
108/64 -
Keluhan Sesak nafas(+), lemah Masih sesak, batuk
berdarah(+), dahak(+) Jika batuk masih sesak Masih batuk
Penatalaksanaan Obat P S S M P S S M P S S M P S S M
Salbutamol po 2mg 6
18 6
13
20 6
13
Azithromycin po 250mg 18
18
Ventolin® nebulizer 1A/12jam
18 6 18
6
Assessment : Salbutamol diberikan sebagai bronkodilator untuk mengatasi bronkospasme (gejala asma) berupa sesak nafas. Dari hasil
laboratorium terjadi peningkatan jumlah neutrofil dan limfosit yang menunjukkan adanya infeksi, serta adanya peningkatan jumlah eosinofil yang menyatakan adanya peristiwa alergi (Sutedjo, 2009), sehingga pasien diberikan Azithromycin. Pasien juga diberikan Ventolin® Nebulizer dengan zat aktif salbutamol sulfat untuk mengatasi bronkospasme kronis yang tidak memberikan respon terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
terapi konvensional, serangan bronkospasme akut. Batuk berdarah yang ditimbulkan pada keluhan pasien tidak di ketahui secara jelas apakah warna darah yang di keluarkan berwarna
merah segar atau merah gelap. Darah yang dikeluarkan berasal dari saluran pernafasan maka akan berwarna merah segar yang disebut hemoptisis, namun bila darah yang dikeluarkan berasal dari saluran pencernaan maka berwarna merah gelap yang disebut hematemesis (Asdie, 1995).
Pada tanggal 26-28 pasien diberikan salbutamol secara peroral dan Ventolin® nebulizer yang memilki zat aktif salbutamol, kedua obat tersebut memilki indikasi yang sama dan hanya yang membedakan adalah cara pemberiannya dan kecepatan efek terapetik yang ditimbulkan dimana pemberian secara nebulizer akan menuju pada sasaran langsung sedangkan pemberian secara peroral merupakan pemberian sistemik. Dimungkinkan pemberian salbutamol secara peroral digunakan untuk maintenance dosage sedangkan pemberian Ventolin® nebulizer diberikan untuk mengatasi dengan segera serangan asma yang terjadi pada saat itu. Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan,
hal tersebut dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang. Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Ventolin® nebulizer dan Salbutamol yang diberikan sudah tepat. Efek samping dan interaksi obat tidak ditemukan pada kasus ini. Rekomendasi : -
Kasus 15 (No. RM 01.53.46.95) Subjektif Jenis kelamin /Umur: Perempuan/4th BB :14,5kg, TB: 100cm Masuk RS :26/04/2013 – 29/04/2013 Riwayat : Riwayat asma (+) dari nenek Riwayat alergi (-) Riwayat batuk lama/TB (-)
Diagnosa Utama : acute moderate asthma Diagnosa Sekunder : faringitis akut Keluhan Utama : sesak dan batuk Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
3HSMRS: pilek(+), batuk(+), demam(-), sesak(-), hidung mampet(+) diberi obat Triaminie, keluhan tidak membaik 1HSMRS : batuk(+), berdahak namun tidak keluar, demam(-), sesak (-), hidung mampet(+), nafsu makan berkurang. HMRS : sesak (+), batuk(+), pilek(-), obat triaminie tidak membaik→ke RSS Objektif
Hasil Laboratorium (Tgl.28/04/2013): RBC : 4,35x106µl HGB : 12,3 g/dL HCT : 35,3 %(↓) PLT : 225 x103µl AL : 9700
NEUT%: 72,5%(↑) LMPYH%: 17,3%(↓) MONO%:6,3% EO%:1%(↓) BASO%: 0,2%
Tanggal 26 27 28 29
Tanda Vital
Suhu Tubuh (oC)
37,5 38,1 38
38,7
38,7 38
37,1
36,9 37,5 37
36,8
36,8
Nadi (x/menit)
132 110 120 110
110 108 110
116 120 120 110
100
RR(x/menit)
40 30 38 30
30 32 30
28 26 32 30
32
SpO2 (%)
96 - - -
- - -
- -
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Keluhan Demam, sesak nafas, batuk dan pilek
- - Batuk (+)
Penatalaksanaan Obat P S S M P S S M P S S M P S S M
O2 NK1L/menit
20
Combivent® nebulizer 1 resp
20
8 16
22
6
12
18
24
Ventolin® nebulizer 1 resp
10
Salbutamol po 2mg
6 12
18
6
12
18
8
Metilprednisolon po 3mg
6 12
18
6
12
18
Assessment : Pasien memilki riwayat asma dari keluarga, dengan adanya riwayat atopi dari keluarga pasien maka hal tersebut dapat dikatakan
sebagai faktor resiko terjadinya asma (SIGN, 2012). Oksigen diberikan untuk menjaga saturasi oksigen agar >95% serta mengurangi terjadinya hipoksemia (WHO, 2013).
Pasien diberi Combivent® Nebulizer dan Ventolin® Nebulizer untuk mengatasi bronkospasme (gejala asma) berupa sesak nafas.
Penggunaan antikolinergik seperti ipratropium bromide umumnya menghasilkan perbaikan fungsi paru 10-15% dibandingkan dengan penggunaan β agonis saja (Ikawati, 2007), karena ipratropium bromide mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat pada serangan asma dan memperbaiki faal paru (Mangunnegoro, 2004).
Salbutamol, digunakan sebagai bronkodilator pada semua jenis asma bronkial, bronchitis kronis dan emfisema. Waktu paruh
salbutamol 3,5-5jam (Lacy et al., 2011). Metilprednisolon diberikan untuk mengurangi peradangan terutama pada penyakit asma serta berfungsi sebagai antiinflamasi (Muttaqin, 2008), dengan menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung (Kelly and Sorkness, 2008). Dosis metilprednisolon yaitu 0,4-1,6mg/kgBB/hari (MIMS, 2009), pasien dengan BB 14,5kg seharusnya menerima 5,8-23,2mg/hari, berdasarkan penatalaksanaan obat di atas pasien menerima 9mg/hari, maka dapat disimpulkan bahwa dosis masih masuk dalam range yang telah ditentukan.
Adanya diagnosis sekunder berupa faringitis akut, hal tersebut dapat dilihat dengan meningkatkan jumlah neutrofil dalam tubuh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Peningkatan jumlah neutrofil ini terjadi apabila adanya peradangan dan infeksi akut (Sutedjo, 2009). Suhu tubuh pasien tinggi pada tanggal 26 dan 27, namun pada hari berikutnya suhu tubuh pasien kembali normal. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena adanya inflamasi pada saluran pernafasan yang dapat menyebabkan suhu tubuh meningkat. Apabila inflamasi tersebut sudah teratasi maka suhu tubuh pasien akan kembali normal. Keluhan pasien berupa batuk dapat dimungkinkan efek samping dari salbutamol atau manifestasi klinik dari asma.
Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan,
hal tersebut dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang. Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Combivent® nebulizer, Ventolin® nebulizer, Salbutamol dan Metilprednisolon
yang diberikan sudah tepat. Efek samping dan interaksi obat tidak ditemukan pada kasus ini. Rekomendasi : -
Kasus 16 (No. RM 01.61.68.71) Subjektif Jenis kelamin /Umur: Laki-laki/2th BB : 12,5kg, TB: 96cm Masuk RS : 08/01//2013 – 15/01/2013 Riwayat : Riwayat asma (+)dari kakek Riwayat TB dan HT (disangkal) Anak mulai sesak sejak 5 bulan yang lalu, awalnya serangan 2x/bulan, pada bulan desember mengalami sesak nafas terus dan bebas sesak hanya 1 minggu, pencetus sesak : kecapaian, batuk pilek. 1HSMRS: demam (-),batuk (+),pilek(-), kemudian anak sesak, mengi(+)→diberi obat batuk 4x1cth oleh orang tua, puyer dari dokter 3x1 belum membaik→RS
Diagnosa Utama : asma Diagnosa Sekunder : pneumonia, organism unspecified Keluhan Utama : sesak nafas Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Nur Rohmah, di nebu Ventolin® 1resp 2x (pkl 13.00&15.00), ambroxol 1/3 tab, salbutamol 3x1mg, O2 NK 1L/menit→di rujuk ke RSS
Objektif
Hasil Laboratorium (Tgl.09/01/2013): WBC : 6,16x103µl RBC : 4,39x106µl(↓) HGB : 11,4g/dL(↓) HCT : 34,1%(↓) MCV :77,6 fL MCH : 26,0 pg(↓) PLT : 269x103µl
NEUT#: 2,88x103µl LMPYH#: 2,17 x103µl MONO#: 0,30 x103µl EO#: 0,52 x103µl(↑) BASO#: 0,03 x103µl NEUT%:46,8%(↓) LMPYH%:35,2% MONO%:4,9% EO%:8,5%(↑) BASO%:0,5%
Tanggal 8 9 10 11 12 13 14 15
Tanda
Vital
Suhu Tubuh
(oC)
36,2 36,2 37
36,3 38,6 37
37 38,4 37,2 36
36,3 37,6 36
36,5 36
37 36,7 36,8
37 37,4 36,1 35,9
36,2
Nadi (x/ menit)
140 132 120
125 88 90
120 132 116 114
120 100 94
94 123
110 108 113
94 104 102 104
100
RR (x/ menit)
48 34 30
34 22 30
32 32 24 24
26 23 26
28 24
28 26 24
26 28 28 26
26
SpO2 (%)
96 90 -
95 - -
- - - -
93 - -
- -
- - -
- - - -
97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Keluhan
Sesak nafas dan batuk
Sesak (+), menurun bila di nebulizer, batuk (+)
Sesak (+),batuk(+), wheezing masih ada
Sesak berkurang, batuk (+), mengi (-)
- - Sesak (-), demam (-), terkadang masih batuk
Batuk sedikit
Penatalaksanaan Obat
P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M
Metilprednisolon po 3x4mg
20
6
13
20
6
13
20
6
13
20
Ventolin® nebulizer 1respul+NaCl 0,9%
17.15
18
6
Combivent® nebulizer 1respul+NaCl 0,9%
19.15
12
Amoxicylin syrup po 250mg/5ml 1cth
13
20
13
20
13
20
13
20
13
Salbutamol po 0,6mg
6
12
18
6
12
18
6
12
18
6
Teofilin po 30mg
6
12
18
6
12
18
6
12
18
6
Assessment : Pasien memilki riwayat asma dari keluarga, dengan adanya riwayat asma dari keluarga pasien maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai faktor resiko
terjadinya asma (SIGN, 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Pasien diberi Combivent® Nebulizer dan Ventolin® Nebulizer untuk mengatasi bronkospasme (gejala asma) berupa sesak nafas. Penggunaan
antikolinergik seperti ipratropium bromide umumnya menghasilkan perbaikan fungsi paru 10-15% dibandingkan dengan penggunaan β agonis saja (Ikawati, 2007), karena ipratropium bromide mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat pada serangan asma dan memperbaiki faal paru (Mangunnegoro, 2004).Penambahan NaCl pada nebulizer dapat mengencerkan dahak.
Metilprednisolon diberikan untuk mengurangi peradangan dan sebagai antiinflamasi. Pasien diberikan kombinasi antara salbutamol dan teofilin pada
tanggal 12-15 karena perkembangan kesehatan pasien sudah membaik. Salbutamol digunakan sebagai bronkodilator pada semua jenis asma bronkial, bronchitis kronis dan emfisema. Sediaan teofilin di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yaitu 2mg dan 4mg, sehingga dapat dimungkinkan bahwa pasien menerima dosis 0,6mg dengan sediaan pulveres. Pasien menerima Teofilin berfungsi untuk menstimulasi SSP dan pernafasan (Tjay, 2007). Berdasarkan hasil wawancara dokter, pasien diberikan terapi kombinasi antara salbutamol dan teofilin oleh dokter dengan pemberian masing-masing dosis adalah setengah dari biasanya untuk mengurangi efek samping berupa takikardi.
Pada hasil laboratorium, jumlah eosinofil meningkat yang menunjukkan adanya peristiwa alergi dan infeksi parasit. Sedangkan jumlah neutrofil menurun yang berarti adanya infeksi virus (Sutedjo, 2009). Karena adanya infeksi dalam tubuh pasien maka pasien diberikan Amoxicillin untuk mengatasi infeksi tersebut. Pada tanggal 9 dan 10, suhu tubuh pasien mencapai 38,6 oC dan 38,4oC, peningkatan suhu tubuh dapat disebabkan oleh adanya inflamasi, tetapi apabila inflamasi tersebut sudah teratasi maka suhu tubuh akan kembali normal. Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal tersebut dapat
dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang. Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Combivent® nebulizer, Ventolin® nebulizer, Metilprednisolon, Salbutamol dan Teofilin yang
diberikan sudah tepat. Efek samping dan interaksi obat ditemukan pada kasus ini yaitu antara Teofilin dan Salbutamol yang dapat meningkatkan pontensi terjadinya
hipokalemia dan takikardi serta dapat meningkatkan gangguan pada jantung. Interaksi ini juga dapat mengurangi efek teofilin dalam plasma (Baxter, 2008).
Rekomendasi : Monitoring pada penggunaan Teofilin dan Salbutamol secara bersamaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Kasus 17 (No. RM 01.47.24.83) Subjektif Jenis kelamin /Umur: Laki-laki/4th BB :22 kg, TB: 105cm Masuk RS : 30/01/2013 – 02/02/2013 Riwayat : 7HSMRS: Anak batuk bila cuaca dingin. Suara nafas mengi tidak terdengar 2HSMRS: batuk tambah ngikil sampai muntah, terlihat sesak nafas, dirumah diberi nebu Ventolin® 1x, keluhan batuk tidak berkurang. HMRS: batuk parah, sesak nafas bertambah parah, suara nafas terdengar mengi(+)→di rumah di nebu 5x (4x dengan Ventolin®, 1x flixotide)→tidak ada respon/perbaikan. Muntah lendir setelah batuk. Anak terdiagnosis asma sejak usia ±1th, serangan asma pada usia 1-2 th bisa 4x/bulan. Setelah usia >2th sudah jarang terkena serangan asma.
Riwayat penyakit pada keluarga: Ada riwayat asma (ayah,ibu) dan alergi Diagnosa Utama : asma bronkial serangan sedang episodic sering Diagnosa Sekunder : common cold Keluhan Utama : sesak nafas Keadaan Pulang : membaik(diizinkan)
Objektif
Hasil Laboratorium (Tgl. 01/02/2013): HGB :13,7 g/dL (↓) Leukosit : 7,6 ribu/mmk Limfosit : 29% Monosit: 3%
Tanggal 30 31 1 2
Tanda Vital
Suhu Tubuh
(oC)
37,3 37
36,8 37,4 37,3 36,7
36,5 36,6
36,1
Nadi (x/menit)
140 120
120 110 110 100
100 104
110
RR 48 26 28 28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
(x/menit) 26 26 28 28
28
SpO2 (%)
93 96
- - -
97
- -
-
Keluhan Sesak, mengi, batuk, rewel Sesak berkurang Batuk - Penatalaksanaan Obat
Pa Si So Ma Pa Si So Ma Pa Si So Ma Pa Si So Ma
Oksigen 2L/menit Metilprednisolon iv (3x10mg)
24 8 16 24 8 16 24 8
Combivent® nebulizer (1resp+NaCl 0,9% 3cc)
24 6 14 22 15 19, 23
3, 7
Ventolin® nebulizer (1resp+NaCl 0,9% 3cc)
2, 10
6
Aztrin® sIrup po 200mg/5ml (1x1cth)
11 6
Assessment : Pasien memilki riwayat asma dari keluarga, dengan adanya riwayat atopi dari keluarga pasien maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai faktor
resiko terjadinya asma (SIGN, 2012) dan adanya riwayat alergi dari keluarga. Pasien diberi Combivent® nebulizer dan Ventolin® nebulizer secara selang-seling untuk menangani asma bronkial. Combivent® Nebulizer dan
Ventolin® Nebulizer diberikan untuk mengatasi bronkospasme (gejala asma) berupa sesak nafas. Penggunaan antikolinergik seperti ipratropium bromide umumnya menghasilkan perbaikan fungsi paru 10-15% dibandingkan dengan penggunaan β agonis saja (Ikawati, 2007), karena ipratropium bromide mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat pada serangan asma dan memperbaiki faal paru (Mangunnegoro,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Kasus 18 (No. RM 01.64.18.25) Subjektif Jenis kelamin /Umur: Laki-laki/2th BB :12,5kg, TB: 95cm Masuk RS : 02/07/2013 – 04/07/2013 Riwayat : 2HSMRS: anak mulai batuk, tidak sesak nafas, tidak demam, aktifitas masih seperti biasa. 1HSMRS: anak masih batuk, tidak demam, mulai sesak nafas dibawa ke UGD
Riwayat keluarga: riwayat asma dan alergi (disangkal) Diagnosa Utama : asma bronchial serangan sedang episode jarang Diagnosa Sekunder : rhinofaringitis akut Keluhan Utama : sesak nafas Keadaan Pulang : sembuh (diizinkan)
2004). Penambahan NaCl pada nebulizer dapat mengencerkan dahak. Pasien diberikan Oksigen karena untuk mengurangi terjadinya hipoksemia serta menjaga saturasi oksigen agar >95% (WHO, 2013).
Metilprednisolon diberikan untuk mengurangi peradangan terutama pada penyakit asma (Muttaqin, 2008), dengan menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung (Kelly and Sorkness, 2008). Dosis metilprednisolon untuk anak dengan BB 22kg adalah 8,8-35,2mg/hari (MIMS, 2009). Pasien menerima dosis metilprednisolon 3x10mg maka dapat disimpulkan dosis yang diberikan sudah sesuai dengan acuan pustaka.
Pasien mengalami takikardi (140x/menit) pada hari pertama rawat inap karena adanya penyempitan bronkus maka otot jantung akan memompa
darah ke dalam tubuh lebih cepat sehingga respirasi juga menjadi cepat yaitu 48x/menit.
Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal tersebut
dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang. Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Combivent® nebulizer, Ventolin® nebulizer dan Metilprednisolon yang diberikan sudah tepat. Efek samping dan interaksi obat tidak ditemukan pada kasus ini. Rekomendasi : -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
RS.Sardjito dinebulisasi 2x dengan Ventolin®, respon parsial, disarankan mondok tetapi pasien menolak(APS), obat pulang dengan salbutamol 3x1mg & metilprednisolon 3x2mg. HMRS : anak kembali sesak dibawa ke UGD RSS, demam (+), bicara satu kalimat masih bisa, anak masih bisa berjalan. Objektif
Hasil Laboratorium (Tgl.02/07/2013): Thoraks : simetris, ketinggalan gerak tidak ada, terdapat retraksi subcostal dan intercostals. Paru : terdapat wheezing
Tanggal 2 3 4
Tanda Vital
Suhu Tubuh (oC)
37,6 37,4
-
36 36,8 36,5
36,9 36,9 36,2
Nadi (x/menit) 124 120 118
110 125 92
120 116 120
RR (x/menit) 34 34 30
38 32 24
32 31 30
SpO2 (%)
96 95 94
- 96 -
97 97 -
Keluhan Sesak berkurang, batuk Sesak nafas berkurang, ada
wheezing , batuk Sesak berkurang, batuk membaik
Penatalaksanaan Obat P S S M P S S M P S S M Metilprednisolon po 3x2mg 15 21 6 12 18 6
Combivent® nebulizer 1resp 15 21 7,
11 7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
O2 NK 1L/menit 21 Salbutamol po 3x1,2mg 7 Assessment :
Combivent® Nebulizer dan Salbutamol diberikan untuk mengatasi bronkospasme (gejala asma) berupa sesak nafas. Penggunaan antikolinergik seperti ipratropium bromide umumnya menghasilkan perbaikan fungsi paru 10-15% dibandingkan dengan penggunaan β agonis saja (Ikawati, 2007), karena ipratropium bromide mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat pada serangan asma dan memperbaiki faal paru (Mangunnegoro, 2004). Pemberian salbutamol golongan SABA pada hari terakhir rawat inap dimaksudkan untuk maintenance dosage karena penggunaan obat secara peroral akan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan penggunaan nebulizer. Dosis Salbutamol untuk anak berusia 2-6 tahun adalah 1-2mg diberikan 3-4x/hari (MIMS, 2009), pasien menerima dosis salbutamol 1,2mg sehingga dapat disimpulkan dosis yang diberikan sudah sesuai. Oksigen diberikan karena adanya bronkokontriksi selain itu juga berfungsi untuk menjaga saturasi oksigen agar >95% (WHO, 2013).
Pasien diberikan Metilprednisolon diberikan untuk mengurangi peradangan dan antiinflamasi untuk mengatasi rhinofaringitis, dengan menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung (Kelly and Sorkness, 2008). Dosis metilprednisolon untuk pasien dengan BB 12,5kg adalah 5-20mg/hari (MIMS, 2009), pada kasus ini pasien menerima dosis metilprednisolon 3x2mg atau 6mg/hari. Dosis yang diberikan sudah sesuai karena masih masuk dalam range dosis pada pustaka acuan. Evaluasi DRPs: Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima. Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal tersebut
dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang. Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Combivent® nebulizer, Salbutamol dan Metilprednisolon yang diberikan sudah tepat. Efek samping dan interaksi obat tidak ditemukan pada kasus ini. Rekomendasi : -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Lampiran 3. Hasil wawancara dengan dokter yang bersangkutan
1. Kategori pasien pediatri di RSUP Dr. Sarjito Yogyakarta adalah pasien dengan
range umur 1-18 tahun.
2. Penurunan dosis Ampicilin injeksi dan Metilprednisolon dimaksudkan untuk
maintenance dosage yang dapat dilihat dari perkembangan kesehatan pasien
tersebut.
3. Penurunan dosis Aminofilin pada pasien untuk mengurangi terjadinya efek
samping berupa takikardi, selain itu juga adanya riwayat penggunaan obat
sebelumnya pada pasien dengan dosis setengah dari biasanya karena dengan dosis
normal pasien sudah mengalami takikardi.
4. Penurunan dosis Ataroc® (Procaterol HCl) untuk mengurangi terjadinya efek
samping berupa takikardi pada pasien.
5. Penggunaaan kombinasi Teofilin dan Salbutamol yang keduanya diberikan dengan
dosis setengah dari biasanya. Hal tersebut dikarenakan efek yang diberikan pada
Salbutamol kurang maksimal sehingga diberikan terapi kombinasi tersebut.
Diberikan dosis setengah dari biasanya untuk mengurangi efek samping yang
ditimbulkan berupa takikardi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Lampiran 4. Surat keterangan Ethics Committee Approval
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Lampiran 5. Surat ijin penelitian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul “Evaluasi Drug Related
Problems (DRPs) pada Pasien Asma Pediatri Rawat Inap
(Studi Kasus di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun
2013” memiliki nama lengkap Anggun Indah Ciptanti.
Penulis lahir di Purwokerto pada tanggal 29 Januari 1993,
merupakan putri pertama dari empat bersaudara dalam
keluarga pasangan Hatif Mahmud dan Go Tjien San.
Penulis mengawali masa pendidikannya di TK Pius Bakti
Utama Kutoarjo (1996-1998) kemudian melanjutkan
pendidikan tingkat Sekolah Dasar di SD Pius Bakti Utama
Kutoarjo (1998-2004). Pendidikan Sekolah Menengah
Pertama ditempuh oleh penulis di SMP Pius Bakti Utama
Kutoarjo (2004-2007), kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di
SMA Bruderan Purwokerto (2007-2010). Pada tahun 2010 penulis melanjutkan
pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,
Fakultas Farmasi. Selama menempuh kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan
antara lain anggota seksi Sumpahan Apoteker Angkatan XXIII (2012), anggota seksi
Aksi Hari Kesehatan Lingkungan Hidup (2012) dan anggota seksi Kegiatan dalam
rangka Dies Natalis ke-56 (2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
top related