persamaan diferensial parsial dari persamaan linear dan kuasi orde pertama sampai materi persamaan Laplace
Post on 07-Aug-2015
2374 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL ORDE PERTAMA
BAB III
TEORI PERSAMAAN LINIER DAN KUASI LINIER ORDE PERTAMA
Pada bab ini akan kita pelajari persamaan kuasi linier (dan linier) orde pertama. Teori dan
metode dari solusi masalah nilai awal untuk persamaan tersebut didapatkan sebagai suatu
aplikasi langsung dari teori dan metode dalam kontruksi integral kurva dan permukaan dari
medan vektor yang dijelaskan pada Bab II.
Pada bagian 1, kita akan mendefinisikan apa yang dimaksud solusi dari persamaan orde
pertama dan kita klasifikasi/kelompokan persamaan orde pertama berdasarkan kelinieritasannya.
Pada bagian 2, kita definisikan integral umum dari persamaan kuasi linier orde pertama dan
metode untuk mendapatkannya. Integral umum adalah rumus yang sering menghasilkan solusi
dari persamaan. Pada bagian 3, kita akan mendeskripsikan masalah nilai awal untuk persamaan
kuasi linier orde pertama dan mendapatkan kondisi dimana terdapat solusi unik/tunggal untuk
masalah ini. Pada bagian 4, kita akan melihat bagaimana jika kondisi tidak dipenuhi yang
kemudian biasanya tidak terdapat solusi untuk masalah ini, dan pada kasus khusus dimana
terdapat solusi, terdapat tak terhingga solusi yang ada. Pada bagian 5, kita mengaplikasikan teori
umum untuk mempelajari hukum konservasi yang merupakan persamaan kuasi linier orde
pertama yang dibangkitkan pada berbagai bagian dari fisika. Solusi dari persamaan tersebut
biasanya mengembangkan diskontinuitas yang disebut shocks atau gelombang shock, yang
diketahui sebagai fenomena pada gas dinamik. Dua contoh yang ada adalah pada arus lalu lintas
dan gas dinamik, didiskusikan secara detail pada bagian 6. Terakhir, pada bagian 7, kita
perlihatkan aplikasi penting dari persamaan linier orde pertama untuk peluang, secara spesifik
untuk mempelajari proses stokastik. Kita diskusikan pada dua contoh yang detail, yaitu mengenai
masalah trunking sederhana pada jaringan telepon dan kontrol dari penyakit tropis. Berbagai
contoh lain juga dideskripsikan dalam soal-soal pada bagian ini.
1. Persamaan Diferensial Parsial Orde Pertama
Sebuah persamaan diferensial parsial orde pertama dalam dua variabel independen x,y dan
z yang tidak diketahui adalah persamaan yang dapat dibentuk dalam
(1.1) F (x , y , z , z x , z y )=0
Fungsi F (x , y , z , zx , z y ) didefinisikan pada suatu domain di R5. (x , y , z , p ,q) digunakan
sebagai kordinat untuk titik-titik di R5. Solusi persamaan (1.1) di domain Ω adalah sebuah fungsi
z=f (x , y ) yang terdefinisi dan C1 di Ω sehingga dua kondisi di bawah ini harus dipenuhi:
i. Untuk setiap (x , y )∈Ω , titik (x , y , z , z x , z y) terdapat pada domain di fungsi F.
ii. Ketika z=f (x , y ) disubstitusikan ke persamaan (1.1) menghasilkan sebuah persamaan
identitas di x , y untuk setiap ( x , y )∈Ω
Persamaan diferensial parsial orde pertama dapat dikelompokan berdasarkan bentuk
istimewa dari fungsi F. Pengelompokan persamaan diferensial parsial adalah sebagai berikut:
1. Persamaan kuasi linier
Bentuk persamaan kuasi linier adalah
(1.2) P ( x , y , z ) zx+Q ( x , y , z ) z y=R ( x , y , z )
Pada persamaan di atas, fungsi F adalah sebuah fungsi linier pada turunan zx dan z y
dengan koefisien P , Q, R bergantung pada variabel independen x , y seperti pada variable z
yang tidak diketahui.
2. Persamaan hampir linier
Bentuk persamaan hampir linier adalah
(1.3) P ( x , y ) zx+Q ( x , y ) z y=R (x , y , z)
Pada persamaan di atas, koefisien dari turunan zx dan z y adalah fungsi variabel independen
x , y .
3. Persamaan linier
Bentuk persamaan linier adalah
(1.4) a ( x , y ) z x+b ( x , y ) z y+c ( x , y ) z=d (x , y )
Pada persamaan di atas, fungsi dari F adalah linier pada zx , z y dan z dengan semua
koefisien hanya bergantung kepada variabel independen x dan y.
Apabila suatau persamaan tidak memenuhi bentuk di atas maka persamaan disebut persamaan
non-linier.
Untuk lebih memahami ketiga bentuk pengelompokan yang telah dijelaskan, akan
disajikan beberapa contoh bentuk persamaan serta pengelompokan sebagai berikut:
1. Persamaan diferensial parsial berikut
(1.6) a ( z ) zx+ z y=0
memiliki koefisien zx berupa fungsi a (z) yang bergantung dengan variabel z. Persamaan
(1.6) merupakan persamaan kuasi linier.
2. Persamaan diferensial parsial yang disebut euler’s relation berikut
(1.7) x z x+ y z y=nz
dapat kita tulis sebagai x z x+ y z y−nz=0 sehingga memiliki bentuk fungsi F yang linier
pada zx , z y dan z dengan koefisien-koefisien yang bergantung hanya pada variabel x dan y.
Sehingga, persamaan (1.7) merupakan persamaan linier.
3. Persamaan diferensial parsial berikut
(1.8) x z x+ y z y=z2
memiliki koefisien zx dan z y yang bergantung hanya pada variabel x dan y, serta fungsi di
ruas kanan hanya bergantung pada variabel z yaitu z2. Sehingga, persamaan (1.8)
merupakan persamaan hampir linier.
4. Persamaan diferensial parsial berikut
(1.9) zx2+z y
2=1
tidak memenuhi ketiga pengelompokan persamaan diferensial yang ada. Sehingga,
persamaan (1.9) merupakan persamaan non-linier.
Pada bab ini, kita mempelajari persamaan diferensial parsial kuasi linier orde pertama.
Ingat bahwa persamaan linier dan hampir linier adalah kasus khusus dari persamaan kuasi linier.
Soal
1.1 Misalkan f merupakan fungsi C1 pada R2 dan perhatikan bahwa untuk beberapa bilangan
bulat n 1, f memenuhi kondisi
(1.12) f (tx , ty)=t n f (x , y)
Untuk semua t∈R1 dan semua (x,y)∈R2. Maka fungsi tersebut dikatakan homogen pada
derajat n.
(a) Berikan contoh fungsi yang homogen pada derajat 1, 2, dan 3
- Contoh fungsi yang homogen pada derajat 1 adalah
f(x,y) = x+y
karena f(tx,ty)=tx+ty= t(x+y)=t1f(x,y)
- Contoh fungsi yang homogen pada derajat 2 adalah
f(x,y)=x2+y2
karena f(tx,ty)=(tx)2+(ty)2=t2x2+t2y2=t2(x2+y2)=t2f(x,y)
- Contoh fungsi yang homogen pada derajat 3 adalah
f(x,y)=x3+y3
karena f(tx,ty)=(tx)3+(ty)3=t3x3+t3y3=t3(x3+y3)=t3f(x,y)
(b) Buktikan bahwa jika f homogen pada derajat n maka z=f(x,y) memenuhi persamaan
diferensial parsial (1.7) [Petunjuk : Turunkan (1.12) terhadap t dan substitusi t=1.]
f homogen pada derajat n artinya f(tx,ty)=tnf(x,y), misalkan f(x,y)=z maka f(tx,ty)=tnz
apabila masing-masing ruas diturunkan terhadap t akan didapat
∂ f (tx ,ty)∂ t
=ð (t n z )
∂ t⟺
∂ f (tx , ty)∂ t
=n tn−1 z∂ z∂ t
apabila disubstitusi t=1 maka akan didapat
∂ f (x , y)∂ t
=nz∂ z∂ t
1.2 Buktikan assertion pada contoh 1.4
2. Integral Umum dari Persamaan Kuasi Linier
Pada persamaan kuasi linier berikut
(2.1) P(x , y , z) zx+Q(x , y , z )z y=R( x , y , z )
diasumsikan bahwa fungsi P , Q, R terdefinisi dan C1 pada suatu domain ~Ω dari R3 dan tidak
terhubung secara simultan pada beberapa titik dalam domain. Suatu solusi dari persamaan (2.1)
pada domain dari R3 adalah fungsi z=f (x , y ) yang terdefinisi dan C1 terdapat pada sehingga
dua kondisi berikut terpenuhi:
(i) Untuk setiap (x , y )ϵ , titik (x , y , f (x , y )) termasuk domain ~Ω dari fungsi P, Q, R.
(ii) Saat z=f(x,y) disubstitusikan pada (2.1), hasilnya merupakan identitas pada x , y untuk semua
(x , y )ϵ .
Suatu solusi
(2.2) z=f (x , y ) ,(x , y )ϵ
dari persamaan (2.1) dapat dilihat sebagai suatu permukaan dari R3, yang disebut solusi
permukaan dari persamaan (2.1). Vektor normal permukaan (2.2) dapat dihitung dengan
menggunakan gradien dari fungsi (2.2) pada titik (x , y , z) yang hasilnya adalah
( f x , f y ,−1 )=(zx , z y ,−1). Apabila vektor normal (zx , z y ,−1) dikalikan dengan V=(P , Q, R)
hasilnya akan sama dengan nol, sehingga vektor V ortogonal/ tegak lurus dengan vektor normal
( z x , z y ,−1 ) di setiap titik pada persamaan (2.2). Jadi, suatu permukaan S disebut suatu solusi
permukaan dari persamaan (2.1) jika S dapat dinyatakan sebagai persamaan (2.2) dan jika pada
setiap titik dari S, vektor V=(P , Q, R) adalah tangen/ vektor singgung dari S.
Suatu solusi permukaan dari persamaan (2.1) adalah integral permukaan dari medan vektor
V=(P , Q, R) yang dapat dinyatakan sebagai persamaan (2.2). Ini menyatakan bahwa untuk
mencari suatu solusi permukaan dari persamaan (2.1) perlu dicari integral permukaan V terlebih
dahulu atau solusi permukaan dari persamaan diferensial parsial
(2.3) P ux+Q uy+R uz=0
yang dapat dinyatakan sebagai persamaan (2.2).
Solusi permukaan dari (2.3) merupakan permukaan ketinggian, yaitu
(2.4) u(x , y , z )=0 ,(x , y , z )ϵ~
dari suatu solusi u(x , y , z ) dari (2.3). Jika persamaan (2.4) dapat diselesaikan untuk z dalam
bentuk x dan y, maka hasil dari fungsinya adalah solusi dari persamaan (2.1). Sehingga
didapatkan Lemma berikut ini:
Lemma 2.1
Misalkan u ada pada C1(~Ω) dan perhatikan bahwa setiap titik pada ketinggian
permukaan (2.4) memenuhi dua kondisi berikut : (i) P ux+Q uy+R uz=0(ii) uz 0
kemudian persamaan (2.4) menyebabkan definisi zsebagai fungsi dari xdan y dan fungsi ini memenuhi persamaan diferensial parsial (2.1)
Bukti :
Dari teorema fungsi implisit, didapatkan
zx=−ux
uz
, z y=−u y
uz
dan karena itu, didapat
P zx+Q z y=−P ux+Q u y
uz
=−−R uz
uz
=R
Lemma 2.1 memperlihatkan bagaimana mendapatkan solusi persamaan (2.1) dari solusi
persamaan (2.3). Karena kita telah mengetahui solusi umum dari persamaan (2.3), Lemma 2.1
menghasilkan kelas yang lebih besar dari solusi persamaan (2.1).
Teorema 2.1 Misalkan u1 dan u2 adalah dua solusi yang bebas fungsional dari persamaan
(2.3) pada domain ~Ω pada R3. Misalkan F (u1 ,u2) merupakan suatu fungsi C1
dari dua variabel dan perhatikan permukaan ketinggian
(2.5) F (u1(x , y , z) , u2(x , y , z))=0
Maka, setiap bagian dari permukaan ini memiliki vektor normal dengan komponen tak nol z, persamaan (2.5) mendefinisikan z secara implisit sebagai suatu fungsi dari x dan y dan fungsi ini adalah suatu solusi dari persamaan (2.1)
Definisi 2.1 Persamaan (2.5) disebut integral umum dari persamaan (2.1) pada ~Ω
Telah diketahui bahwa tidak setiap solusi dari persamaan (2.1) dapat dihasilkan dari
integral umum (2.5) seperti yang dijelaskan pada Teorema (2.1). Oleh karena itu, persamaan
(2.5) tidak bisa disebut solusi umum dari persamaan (2.1).
Pada penggunaannya fungsi u1 dan u2 yang dihasilkan dari integral umum (2.5) diperoleh
dari penyelesaian yang berhubungan dengan sistem persamaan
(2.6)dxp=dy
Q=dz
R
seperti yang sudah dijelaskan pada BAB 2 bagian 2.
Untuk lebih memahami materi di atas, perhatikan beberapa contoh berikut:
Contoh 2.1
Carilah integral umum dari
(2.7) x z x+ y z y=z
Sistem yang berhubungan dengan persamaan di atas adalah
dxx=dy
y=dz
z
Dan dapat diambil u1=yx
, u2=zx
. Integral umumnya adalah
(2.8) F ( yx
,zx )=0
dimana F adalah sembarang fungsi 2 variabel pada C1. Jika dipilih F (u1 ,u2)=u1 –u2, (2.8)
menjadi
yx− z
x=0
Selesaikan z sehingga didapatkan z= y yang jelas merupakan solusi dari (2.7) pada R2. Jika
dipilih F (u1 ,u2)=u12 –u2, akan didapatkan solusi z= y2
x yang terdefinisi pada domain x>0 atau
x<0. Jika dipilih F (u1 ,u2)=u1 –u22 maka persamaan (2.8) menjadi
yx− z2
x2=0
Bagian dari permukaan dengan z>0 mendefinisikan z sebagai fungsi dari x dan y,
z=√ xy
Ini adalah solusi dari (2.7) pada salah satu domain x>0 , y>0 atau x<0 , y<0.
Perlu diperhatikan bahwa jika salah satu dari integral pertama yang bebas linier secara
fungsional, misalkan u1, tidak bergantung pada z, maka secara umum, integral umum (2.5) dapat
ditulis dalam bentuk
(2.9) u2(x , y , z)=f (u1(x , y ))
Dimana F adalah sembarang fungsi 1 variabel pada C1.
Contoh 2.2
Perhatikan persamaan linier berikut:
(2.10) a (x , y )z x+b (x , y )z y=0
Dimana a dan b adalah fungsi dari C1 dan tidak kosong secara silmultan. Integral umum dari
(2.10) adalah sebagai berikut
(2.11) z=f (x , y )
Dimana F adalah sembarang fungsi 1 variabel pada C1 dan u ( x , y )=c adalah solusi umum dari
persamaan diferensial biasa
dxa(x , y)
= dyb(x , y)
Tentunya, sistem dari persamaan difernsial biasa yang berhubungan dengan (2.10) adalah
dxa(x , y)
= dyb(x , y)
=dz0
Dan dua integral pertama yang bebas linier secara fungsional dari sistem ini adalah fungsi
u(x , y) dan z. Dapat ditunjukan bahwa (2.11) adalah solusi umum dari (2.10).
Soal
2.1. Untuk setiap persamaan berikut tentukan integral umum dan cari tiga solusi yang berbeda.
Jelaskan pada domain bidang (x,y) yang mana solusi tersebut terdefinisi?
(a) x2 z x+ y2 z y=2 xy
(b) z z x+ y z y=x
Jawaban:
Dari persamaan di atas, nilai P=z ,Q= y , dan R=x.
Untuk mencari u1 ,u2,dan u3 ,, selesaikan sistem persamaan berikut:
dxP=dy
Q=dz
R⟺ dx
z=dy
y=dz
x
1. Pilih persamaan dxz=dz
x
dxz=dz
x
⟺ x dx=z dz
(integralkan keduaruas )⟺∫ x dx=∫ zdz
⟺ 12
x2+c1=12
z2+c2
⟺ c=12
x2−12
z2
Pilih u1=12
x2−12
z2, periksa apakah u1=
12
x2−12
z2 merupakan solusi?
Turunkan terhadap x , y , zsehingga didapat
u1 x=x ,u1 y=0 , u1 z=−z
Substitusi pada P∂u1
∂ x+Q
∂ u1
∂ y+R
∂ u1
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak?
(Bila bernilai nol, maka u1 adalah solusi.)
P∂u1
∂ x+Q
∂ u1
∂ y+R
∂ u1
∂ x=zu1 x+ yu1 y+x u1 z
¿ z (x )+ y (0 )+x (−z )
¿ zx+0−xz
¿0
Jadi, u1=12
x2−12
z2, merupakan solusi.
2. Pilih persamaan d (x+z)( z+x )
=dyy
d (x+z)( z+x )
=dyy
(integralkan keduaruas)⟺∫ d (x+ z)(z+x )
=∫ dyy
⟺∫(x+z )−1 d( x+z )=∫ y−1 dy
⟺ ln ( x+z )+c1=ln y+c2
⟺c=ln (x+z )−ln y
⟺c=ln( x+zy )
⟺c¿=eln( x +z
y )
⟺ c¿=( x+zy )
Pilih u2=x+z
y, periksa apakah u2=
x+zy
merupakan solusi?
Turunkan terhadap x , y , zsehingga didapat
u2 x=1y
,u2 y=−x+z
y2, u2 z=
1y
Substitusi pada P∂u2
∂ x+Q
∂ u2
∂ y+R
∂ u2
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak?
(Bila bernilai nol, maka u2 adalah solusi.)
P∂u2
∂ x+Q
∂ u2
∂ y+R
∂ u2
∂ x=zu2 x+ yu2 y+x u2 z
¿ z ( 1y )+ y (−x+ z
y2 )+ x( 1y )¿ z
y+(−x+z
y )+ xy
¿0
Jadi, u2=x+z
y, merupakan solusi.
3. Pilih persamaan d (x−z )(z−x)
=dyy
d (x−z )(z−x)
=dyy
( integralkan keduaruas )⟺∫ d ( x−z )( z−x )
=∫ dyy
⟺∫−d ( x−z )x−z
=∫ dyy
⟺∫−( x−z )−1 d (x−z )=∫ y−1 dy
⟺−ln ( x−z )+c1=ln y+c2
⟺c=ln (x−z )+ ln y
⟺c=ln ((x−z ) y )
⟺c¿=e ln (( x−z ) y )
⟺c¿=( x−z ) y
Pilih u3= (x−z ) y , periksa apakah u3= (x−z ) y merupakan solusi?
Turunkan terhadap x , y , zsehingga didapat
u3 x= y ,u3 y=( x−z ) ,u3 z=− y
Substitusi pada P∂u3
∂ x+Q
∂ u3
∂ y+R
∂ u3
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak?
(Bila bernilai nol, maka u3 adalah solusi.)
P∂u3
∂ x+Q
∂ u3
∂ y+R
∂ u3
∂ x=z u3 x+ y u3 y+xu3 z
¿ z ( y )+ y ( x−z )+x (− y )
¿ zy+( yx− yz )+(−xy )
¿0
Jadi, u3= (x−z ) y, merupakan solusi.
Untuk membuat suatu integral umum, gunakan 2 buah solusi dari 3 solusi yang
tersedia, misalkan diambil u2 dan u3. Lakukan pengecekan terlebih dahulu apakah u2
dan u3 bebas secara fungsional atau tidak. Cara melakukan pengecekan bebas secara
fungsional adalah dengan menghitung gradu2 x grad u3, bila hasilnya bukan nol, maka
u2 dan u3 bebas secara fungsional.
gradu2 x grad u3=|i j k
∂u2
∂ x
∂ u2
∂ y
∂ u2
∂ z∂u3
∂ x
∂ u3
∂ y
∂u3
∂ z|
¿| i j k1y− (x+z )
y2
1y
y ( x−z ) − y|
¿( x+zy− x−z
y,−2 ,
x−zy− z+x
y )¿( 2 z
y,−2,−2 z
y )Nilainya ≠ 0. Jadi, u2 dan u3 bebas secara fungsional.
Karena u2 dan u3 bebas secara fungsional, kita dapat membentuk suatu integral umum
dari u2 dan u3. Integral umumnya adalah
F ( x+zy
, ( x−z ) y)=0
dengan Fmerupakan fungsi C1 dari dua variabel. Jika diambil F (u2 , u3 )=u2−u3 maka
F ( x+zy
, ( x−z ) y)=0⟺ x+zy−( x−z ) y=0
⟺x+z− (x−z ) y2
y=0
⟺ x+z−x y2+z y2
y=0
⟺x(1− y2)+z (1+ y2)
y=0
⟺ x (1− y2)+z (1+ y2)=0
⟺ z (1+ y2)=−x (1− y2)
⟺ z=−x (1− y2 )(1+ y2 )
⟺ z=x ( y2−1 )(1+ y2 )
sehingga didapatkan z=x ( y2−1 )(1+ y2 )
yang merupakan solusi dari z z x+ y z y=x di seluruh
R2.
(c) x2 z x+ y2 z y=(x+ y ) z
(d) z y=3 y2
Jawaban:
Dari persamaan di atas, nilai P=0 ,Q=1 ,dan R=3 y2.
Untuk mencari u1 ,u2,dan u3 ,, selesaikan sistem persamaan berikut:
dxP=dy
Q=dz
R⟺ dx
0=dy
1= dz
3 y2
1. Pilih persamaan dx0=dy
1
dx0=dy
1
⟺dx=0
( integralkan keduaruas )⟺∫ dx=0
⟺ x+c1=0
⟺ x=−c1
⟺ x=c
Pilih u1=x , periksa apakah u1=x merupakan solusi?
Turunkan terhadap x , y , zsehingga didapat
u1 x=1, u1 y=0 ,u1 z=0
Substitusi pada P∂u1
∂ x+Q
∂ u1
∂ y+R
∂ u1
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak?
(Bila bernilai nol, maka u1 adalah solusi.)
P∂u1
∂ x+Q
∂ u1
∂ y+R
∂ u1
∂ x=0 u1 x+1 u1 y+3 y2u1 z
¿0 (1 )+1 (0 )+3 y2 (0 )
¿0+0+0
¿0
Jadi, u1=x, merupakan solusi.
2. Pilih persamaan dy1= dz
3 y2
dy1= dz
3 y2
⟺3 y2 dy=dz
( integralkan keduaruas )⟺∫3 y2 dy=∫ dz
⟺ y3+c1=z+c2
⟺c= y3−z
Pilih u2= y3−z, periksa apakah u2= y3−z merupakan solusi?
Turunkan terhadap x , y , zsehingga didapat
u2 x=0 ,u2 y=3 y2 , u2 z=−1
Substitusi pada P∂u2
∂ x+Q
∂ u2
∂ y+R
∂ u2
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak?
(Bila bernilai nol, maka u2 adalah solusi.)
P∂u2
∂ x+Q
∂ u2
∂ y+R
∂ u2
∂ x=0 u2 x+1 u2 y+3 y2u2 z
¿0 (0 )+1 (3 y2 )+3 y2 (−1 )
¿0+3 y2−3 y2
¿0
Jadi, u2= y3−z, merupakan solusi.
3. Pilih persamaan dy1=
d (x+z )3 y2
dy1=
d (x+z )3 y2
⟺3 y2 dy=d (x+z)
( integralkan keduaruas )⟺∫3 y2 dy=∫ d ( x+z )
⟺ y3+c1=( x+z )+c2
⟺c=x+z− y3
Pilih u3=x+z− y3 periksa apakah u3=x+z− y3 merupakan solusi?
Turunkan terhadap x , y , zsehingga didapat
u3 x=1 ,u3 y=−3 y2 , u3 z=1
Substitusi pada P∂u3
∂ x+Q
∂ u3
∂ y+R
∂ u3
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak?
(Bila bernilai nol, maka u3 adalah solusi.)
P∂u3
∂ x+Q
∂ u3
∂ y+R
∂ u3
∂ x=0 u3 x+1u3 y+3 y2 u3 z
¿0 (1 )+1 (−3 y2 )+3 y2 (1 )
¿0−3 y2+3 y2
¿0
Jadi, u3=x+z− y3 merupakan solusi.
Untuk membuat suatu integral umum, gunakan 2 buah solusi dari 3 solusi yang
tersedia, misalkan diambil u2 dan u3. Lakukan pengecekan terlebih dahulu apakah u2
dan u3 bebas secara fungsional atau tidak. Cara melakukan pengecekan bebas secara
fungsional adalah dengan menghitung gradu2 x grad u3, bila hasilnya bukan nol, maka
u2 dan u3 bebas secara fungsional.
gradu2 x grad u3=|i j k
∂u2
∂ x
∂ u2
∂ y
∂ u2
∂ z∂u3
∂ x
∂ u3
∂ y
∂u3
∂ z|
¿|i j k0 3 y2 −11 −3 y2 1 |¿ (0 ,−1 ,−3 y2 )
Nilainya ≠ 0. Jadi, u2 dan u3 bebas secara fungsional.
Karena u2 dan u3 bebas secara fungsional, kita dapat membentuk suatu integral umum
dari u2 dan u3. Integral umumnya adalah
F ( y3−z , x+z− y3 )=0
dengan Fmerupakan fungsi C1 dari dua variabel. Jika diambil F (u2 , u3 )=u2−u3 maka
F ( y3−z , x+z− y3 )=0⟺ ( y3−z )−(x+z− y3 )=0
⟺−2 z−2 y3−x=0
⟺2 z=−2 y3−x
⟺ z=− y3− x2
sehingga didapatkan z=− y3− x2
yang merupakan solusi dari z y=3 y2 di seluruh R2.
(e) ( y+z )zx+ y z y=x− y
Jawaban:
Dari persamaan di atas, nilai P= ( y+z ) , Q= y ,dan R=(x− y ).
Untuk mencari u1 ,u2,dan u3 , selesaikan sistem persamaan berikut:
dxP=dy
Q=dz
R⟺ dx( y+z )
=dyy= dz(x− y )
1. Pilih persamaan d (x+ z)( y+ z )+(x− y )
=dyy
d (x+ z)( y+ z )+(x− y )
=dyy
⟺d (x+ z)(x+z )
=dyy
( integralkan keduaruas )⟺∫ d (x+z)(x+ z)
=∫ dyy
⟺ ln (x+z )+c1=ln y+c2
⟺c3=ln (x+z )−ln y
⟺ c3= lnx+z
y
⟺ ec3=eln x+ z
y
⟺ c= x+zy
Pilih u1=x+z
y, periksa apakah u1=
x+zy
merupakan solusi?
Turunkan terhadap x , y , zsehingga didapat
u1 x=1y
,u1 y=−x+z
y2, u1 z=
1y
Substitusi pada P∂u1
∂ x+Q
∂ u1
∂ y+R
∂ u1
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak?
(Bila bernilai nol, maka u1 adalah solusi.)
P∂u1
∂ x+Q
∂ u1
∂ y+R
∂ u1
∂ x=( y+z )u1x+ yu1 y+(x− y )u1 z
¿ ( y+z )( 1y )+ y (−x+z
y2 )+(x− y)( 1y )¿ y+ z
y− x+z
y+ x− y
y
¿ y+ z−x−z+x− yy
¿0
Jadi, u1=x+z
y merupakan solusi.
2. Pilih persamaan d (x− y )( y+ z )− y
= dz(x− y )
d (x− y )( y+ z )− y
= dz(x− y )
⟺d ( x− y )
z= dz( x− y )
⟺ ( x− y )d ( x− y )=zdz
( integralkan keduaruas )⟺∫ ( x− y )d ( x− y )=∫ zdz
⟺ 12(x− y)2+c1=
12
z2+c2
⟺ c3=12(x− y )2−1
2z2
⟺2 c3=(x− y)2−z2
⟺ c=(x− y )2−z2
Pilih u2=(x− y )2−z2, periksa apakah u2=(x− y )2−z2 merupakan solusi?
Turunkan terhadap x , y , zsehingga didapat
u2 x=2 ( x− y ) , u2 y=−2(x− y ), u2 z=−2 z
Substitusi pada P∂u2
∂ x+Q
∂ u2
∂ y+R
∂ u2
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak?
(Bila bernilai nol, maka u2 adalah solusi.)
P∂u2
∂ x+Q
∂ u2
∂ y+R
∂ u2
∂ x=( y+z )u2x+ yu2 y+(x− y )u2 z
¿ ( y+z ) (2 ( x− y ) )+ y (−2 ( x− y ) )+(x− y ) (−2 z )
¿2 y ( x− y )+2 z ( x− y )−2 y ( x− y )−2 z (x− y )
¿0
Jadi, u2=(x− y )2−z2, merupakan solusi.
3. Pilih persamaan d ( y+z)
y+(x− y )= dx
y+ z
d ( y+z)y+(x− y )
= dxy+ z
⟺d ( y+z )
x= dx
y+z
⟺ ( y+z )d ( y+z )=xdx
( integralkan keduaruas )⟺∫ ( y+z )d ( y+ z )=∫ xdx
⟺ 12( y+z )2+c1=
12
x2+c2
⟺c3=12( y+z)2−1
2x2
⟺2 c3=( y+ z)2−x2
⟺c=( y+z)2−x2
Pilih u3=( y+z )2−x2, periksa apakah u3=( y+z )2−x2 merupakan solusi?
Turunkan terhadap x , y , zsehingga didapat
u3 x=−2x , u3 y=2( y+z ) ,u3 z=2 ( y+ z)
Substitusi pada P∂u3
∂ x+Q
∂ u3
∂ y+R
∂ u3
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak?
(Bila bernilai nol, maka u3 adalah solusi.)
P∂u3
∂ x+Q
∂ u3
∂ y+R
∂ u3
∂ x=( y+z )u3x+ y u3 y+(x− y)u3 z
¿ ( y+z ) (−2 x )+ y (2 ( y+ z ))+(x− y ) (2( y+z))
¿−2x ( y+z )+2 y ( y+z )+2 x ( y+z )−2 y ( y+z )
¿0
Jadi, u3=( y+z )2−x2 merupakan solusi.
Untuk membuat suatu integral umum, gunakan 2 buah solusi dari 3 solusi yang
tersedia, misalkan diambil u2 dan u3. Lakukan pengecekan terlebih dahulu apakah u2
dan u3 bebas secara fungsional atau tidak. Cara melakukan pengecekan bebas secara
fungsional adalah dengan menghitung gradu2 x grad u3, bila hasilnya bukan nol, maka
u2 dan u3 bebas secara fungsional.
gradu2 x grad u3=|i j k
∂u2
∂ x
∂ u2
∂ y
∂ u2
∂ z∂u3
∂ x
∂ u3
∂ y
∂u3
∂ z|
¿| i j k2(x− y) −2(x− y ) −2 z−2x 2( y+ z) 2( y+z )|
¿¿
−[ (2 ( x− y ) .2 ( y+z ) )— 2 z (−2 x )] ,[2(x− y ).2( y+z )−(−2(x− y )) .(−2 x)]¿
¿¿
4 x ( z−x )+4 y (2 x− y−z ))
Nilainya ≠ 0 asalkan x , y , z≠ 0. Jadi, u2 dan u3 bebas secara fungsional.
Karena u2 dan u3 bebas secara fungsional, kita dapat membentuk suatu integral umum
dari u2 dan u3. Integral umumnya adalah
F ((x− y )2−z2 ,( y+z)2−x2 )=0
dengan Fmerupakan fungsi C1 dari dua variabel. Jika diambil F (u2 , u3 )=u2+u3 maka
F ( (x− y )2−z2, ( y+z )2−x2 )=0
⟺((x− y )¿¿2−z2)+(( y+z )2−x2)=0¿
⟺ (x2−2 xy+ y2−z2 )+( y2+2 yz+z2−x2)=0
⟺2 y2−2 xy+2 yz=0
⟺2 y ( y−x+z )=0
⟺ y−x+z=0
⟺ z=x− y
sehingga didapatkan z=x− y yang merupakan solusi dari( y+z ) z x+ y z y=x− y di
seluruh R2.
(f) x z x+ y z y=xy (z2+1)
(g) x ( y−z )z x+ y (z−x) z y=z (x− y )
(h) z z y=− y
2.2. Perlihatkan bahwa integral umum dari relasi Euler (1.7) mengarahkan kita kepada solusi
dari bentuk z=xn f ( y /x ) dimana f merupakan fungsi dari satu variabel. Periksa bahwa
solusi tersebut merupakan fungsi homogen dengan derajat n.
Jawaban:
Relasi Euler : x z x+ y z y=nz
Dari persamaan di atas, didapat nilai P=x , Q= y , R=nz.
Untuk mencari u1 dan u2, selesaikan sistem persamaan berikut:
dxP=dy
Q=dz
R⟺ dx
x=dy
y=dz
nz
1. Pilih persamaan dxx=dy
y
dxx=dy
y
( integralkan keduaruas )⟺∫ dxx=∫ dy
y
⟺ ln x+c1=ln y+c2
⟺c3= lnyx
⟺ec3=eln y
x
⟺c= yx
Pilih u1=yx
, periksa apakah u1=yx
merupakan solusi?
Turunkan terhadap x , y , zsehingga didapat
u1 x=− y
x2,u1 y=
1x
,u1 z=0
Substitusi pada P∂u1
∂ x+Q
∂ u1
∂ y+R
∂ u1
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak? (Bila
bernilai nol, maka u1 adalah solusi.)
P∂u1
∂ x+Q
∂ u1
∂ y+R
∂ u1
∂ x=xu1 x+ yu1 y+nz u1 z
¿ x (− y
x2 )+ y ( 1x )+nz (0 )
¿− yx+ y
x+0
¿0
Jadi, u1=yx
merupakan solusi.
2. Pilih persamaan dxx=dz
nz
dxx=dz
nz
( integralkan keduaruas )⟺∫ dxx=∫ dz
nz
⟺ ln x+c1=1n
ln z+c2
⟺ ln x+c1=ln z1n+c2
⟺ c3= ln z1n− ln x
⟺ c3= lnz
1n
x
⟺ec3=eln
z1n
x
⟺c=z
1n
x
Pilih u2=z
1n
x, periksa apakah u2=
z1n
x merupakan solusi?
Turunkan terhadap x , y , zsehingga didapat
u2 x=−z
1n
x2 , u2 y=0 ,u2 z=z
1n−1
nx
Substitusi pada P∂u2
∂ x+Q
∂ u2
∂ y+R
∂ u2
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak? (Bila
bernilai nol, maka u2 adalah solusi.)
P∂u2
∂ x+Q
∂ u2
∂ y+R
∂ u2
∂ x=xu2 x+ yu2 y+nzu2 z
¿ x (−z1n
x2 )+ y (0 )+nz ( z1n−1
nx )¿−
z1n
x+0+
z1n
x
¿0
Jadi, u2=z
1n
x, merupakan solusi.
Untuk membuat suatu integral umum, gunakan 2 buah solusi yang tersedia, yaitu u1 dan u2.
Lakukan pengecekan terlebih dahulu apakah u1 dan u2 bebas secara fungsional atau tidak.
Cara melakukan pengecekan bebas secara fungsional adalah dengan menghitung
gradu1 x grad u2, bila hasilnya bukan nol, maka u1 dan u2 bebas secara fungsional.
gradu1 x grad u2=|i j k
∂ u1
∂ x
∂ u1
∂ y
∂u1
∂ z∂ u2
∂ x
∂ u2
∂ y
∂u2
∂ z|
¿|i j k− yx2
1x
0
−z1n
x2 0z
1n−1
nx|
¿( z1n−1
n x2 ,y z
1n−1
n x3 ,z
1n
x3 )
Nilainya ≠ 0 asalkan x≠ 0. Jadi, u1 dan u2 bebas secara fungsional.
Karena u1 dan u2 bebas secara fungsional, kita dapat membentuk suatu integral umum dari
u1 dan u2. Karena u1=yx
danu2=z
1n
x, dapat kita lihat u1bebas dari z, sehingga integral
umum dapat ditulis sebagai berikut
u2(x , y , z)=f (u1(x , y ))
dengan f adalah fungsi C1 dari satu variabel. Sehingga
u2 ( x , y , z )=f (u1 ( x , y ) )⟺ z1n
x=f ( y
x )⟺ z1n=xf ( y
x )⟺ z=(xf ( y
x ))n
⟺ z=xn( f ( yx ))
n
Jadi, integral umumnya adalah z (x , y )=xn( f ( yx ))
n
. Akan diperiksa apakah
z (x , y )=xn( f ( yx ))
n
merupakan fungsi yang homogen pada derajat n atau tidak, artinya
harus diperiksa apakah z (x , y )=xn( f ( yx ))
n
memenuhi f ( tx ,ty )=t n f (x , y ) untuk setiap
t ϵ R1 .
Ambil sebarang t ϵ R1 ,
z (tx ,ty )=(tx )n( f ( tytx ))n
=t n xn( f ( yx ))
n
=t n z (x , y )
Karena untuk sebarang t ϵ R1 z memenuhi f (tx ,ty )=t n f (x , y ) maka untuk setiap t ϵ R1 z
memenuhi f (tx ,ty )=t n f (x , y ). Jadi, z (x , y )merupakan fungsi yang homogen pada derajat n
.
2.3. Tunjukan bahwa (2.11) adalah solusi umum dari (2.10). Lebih tepat lagi, buktikan
pernyataan berikut ini: Misalkan u ( x , y )=c adalah solusi umum dari dx /a=dy /b pada
domain Ω di R2, misalkan z (x , y ) dari solusi umum (2.10) pada Ω dan misalkan (x0 , y0)
merupakan suatu titik di Ω. Maka terdapat suatu fungsi f (u) dari satu variabel sehingga
z (x , y )=f (u ( x , y )) untuk semua (x , y ) pada suatu lingkungan dari (x0 , y0). [Petunjuk:
gunakan fakta bahwa u dan z memenuhi (2.10) dan fakta bahwa a dan b tidak kosong
secara simultan untuk menunjukan bahwa ( z ,u )( x , y )
= 0. Kemudian terapkan teorema V,
Bagian 9.6 dari Taylor.]
2.4. PDP kuasi linier
zx+ y (1−z ) z y=( y−1 ) z
Cari satu integral pertamanya. Bukan pekerjaan mudah untuk mencari sebuah integral
pertama yang kedua.
Jawaban:
Dari persamaan di atas didapat nilai P=1 ,Q= y (1−z ) , dan R=( y−1 ) z . Untuk mencari
suatu integral pertama selesaikan sistem persamaan berikut:
dxP=dy
Q=dz
R⟺ dx
1= dy
y (1−z )= dz( y−1 ) z
Pilih persamaan dy
y (1−z )= dz( y−1 ) z
dyy (1−z )
= dz( y−1 ) z
⟺( y−1 )dy
y=(1−z )dz
z
⟺(1− 1y )dy=( 1z−1)dz
( integralkan keduaruas )⟺∫(1− 1y )dy=∫( 1z−1)dz
⟺ y−ln y+c1=ln z−z+c2
⟺c= y+z−ln y−ln z
⟺c= y+z−( ln y+ln z )
⟺c= y+z−ln yz
⟺c= y+z+ ln ( yz )−1
⟺ c= y+z+ ln1yz
Pilih u= y+ z+ ln1yz
, periksa apakah u merupakan integral pertama atau bukan?
Turunkan terhadap x , y , zsehingga didapat
ux=0 , uy=1+ yz .1z
.(−1
y2 )=1−1y
,uz=1+ yz .1y
.(−1
z2 )=1−1z
Substitusi pada P∂u∂ x+Q
∂ u∂ y+R
∂ u∂ x
dan periksa apakah bernilai nol atau tidak? (Bila
bernilai nol, maka u2 adalah integral pertama.)
P∂u∂ x+Q
∂ u∂ y+R
∂ u∂ x=1ux+ y (1−z )uy+( y−1 ) z uz
¿1 (0 )+ y (1−z )(1− 1y )+( y−1 ) z (1−1
z )¿0+ y (1−z )( y−1
y )+ ( y−1 ) z( z−1z )
¿0+(1−z ) ( y−1 )+ ( y−1 ) ( z−1 )
¿0+ y−1−zy+z+ yz− y−z+1
¿0
Jadi, u= y+ z+ ln1yz
merupakan integral pertama.
2.5. Anggap pdp kuasi linier oder pertama dalam variabel yang tak diketahui, z, dan n variabel
bebas x1 , ... , xn ,
(2.12) P1 (x , z ) z x1+…+Pn ( x , z ) zxn
=R( x , z)
Dimana x=(x1 ,…, xn). Diasumsikan bahwa fungsi P1 , …, Pn , Rterdefinisi dan C1 pada
suatu domain pada Rn+1 dan tidak hilang secara simultan pada setiap titik
( x , z )=(x1, …, xn , z ) pada .
(a) Definisikan apa yang dimaksud dari solusi (2.12) di suatu domain pada Rn.
Untuk mencari solusi (2.12) kita mencari solusi u ( x , z )=u (x1 , …, xn , z) pada
(2.13) P1 (x , z )ux1+…+Pn ( x , z )uxn
+R (x , z )uz=0
Solusi ini u(x , z) adalah integral pertama dari bidang vektor V (x , z) atau dari sistem
PDB yang bersangkutan.
(2.14) dx1
P1(x , z)=…=
dxn
Pn(x , z)= dz
R(x , z)
Dalam praktiknya, n solusi bebas secara fungsional dari (2.13) diperoleh dengan
memecahkan sistem (2.14) menggunakan metode yang dijelaskan di bab II. Sebuah
tinggi permukaan solusi dari (2.13), mengatakan
(2.15) u (x1, …, xn , z )=0
menghasilkan sebuah solusi dari (2.12), jika (2.15) dapat diselesaikan dalam z.
(b) Nyatakan dan buktikan perluasan Lemma 2.1 untuk n dimensi.
(c) Nyatakan dan buktikan perluasan Teorema 2.1 yang dengan singkat mengatakan
bahwa integral umum dari (2.12) diberikan oleh
(2.16) F (u1 ( x , z ) , …, un (x , z ))=0
Di mana F (u1 ,…, un ) adalah sebuah sembarang fungsi C1 dari n variabel dan (16)
adalah n integral pertama yang bebas fungsional dari (2.14). Integral umum (2.16)
mengimplikasikan sebagian besar solusi dari (2.12).
2.6. Untuk setiap persamaan yang diberikan, tentukan integral umum dan hitung tiga solusi
berbeda.
(a) x1 z x1+x1 x2 zx2
+x1 x3 zx3=z
(b) x1 z x1+x1 x2 zx2
+z zx3=z
3. Masalah Nilai Awal untuk Persamaan Kuasi Linier Orde Pertama. Keberadaan dan
Keunikan Solusi.
Pada bagian ini, akan dibahas masalah nilai awal, atau masalah Cauchy, untuk persamaan
diferensial parsial kuasi linier orde pertama.
(3.1) P ( x , y , z ) zx+Q ( x , y , z ) z y=R(x , y , z )
Ingat kembali bahwa masalah nilai awal untuk sebuah persamaan diferensial biasa orde pertama
menginginkan sebuah solusi dari persamaan yang diberikan pada sebuah titik di R1. Masalah
nilai awal untuk persamaan diferensial parsial (3.1) menginginkan solusi dari (3.1) yang telah
diberi nilai pada suatu kurva yang diberikan pada R2.
Masalah Nilai Awal
Misalkan C sebuah kurva yang diberikan di R2
(3.2) x=x0 ( t ) , y= y0 ( t ); t∈ I
Di mana x0 (t ) , y0 ( t ) berada pada C1(I ). Misalkan z0(t) adalah sebuah fungsi yang diberikan pada
C1(I ). Fungsi z0(t) dapat dianggap sebagai fungsi yang mendefinisikan pada kurva C. Masalah
nilai awal untuk persamaan (3.1) menginginkan sebuah fungsi z=z (x , y) terdefinisi pada sebuah
domain dari R2 memuat kurva C dan sehingga:
(i) z=z (x , y) adalah sebuah solusi dari (3.1) pada .
(ii) Pada kurva C, z sama dengan fungsi z0 yang diberikan, contohnya,
(3.3) z ( x0 (t ) , y0 ( t ) )=z0 ( t ) , t∈ I .
Kurva C disebut kurva awal dari persoalan, sementara fungsi z0 disebut data awal. Persamaan
(3.3) disebut kondisi awal dari persoalan.
Gambar 3.1
Jika dipandang suatu solusi z=z (x , y) dari (3.1) sebagai solusi permukaan dari (3.1), dapat
diberikan suatu pernyataan geometri sederhana dari masalah di atas yaitu cari sebuah solusi
permukaan dari (3.1) yang memuat kurva ~C di R3, dideskripsikan secara parametrik oleh
persamaan
(3.4) x=x0 ( t ) , y= y0 ( t ) , z=z0 (t ) ; t I
Teorema di bawah menegaskan bahwa pada kondisi tertentu masalah dapat diselesaikan secara
lokal, yaitu dapat dicari solusi unik dari permasalahan di lingkungan pada suatu titik ~C dimana
kondisi tertentu dipenuhi. Solusinya dapat dicari dengan menggunakan metode untuk
membentuk suatu integral permukaan dari medan vektor V=(P , Q, R) yang memuat kurva yang
diberikan.
Misalkan (x0 , y0 , z0) merupakan suatu titik dari sebuah kurva ~C yang bersesuaian dengan
nilai parameter t=t 0 I ; sebagai contoh (x0 , y0, z0 )=(x0(t 0) , y0(t 0) , z0( t0)). Misalkan ~Ω
merupakan domain di R3 yang memuat (x0 , y0, z0 ) dan misalkan
(3.5) u(x , y , z )=0
merupakan suatu integral permukaan dari medan vektor V=(P , Q, R), atau, secara ekuivalen,
solusi permukaan dari persamaan
(3.6) P ux+Q uy+R uz=0
dalam ~Ω memuat bagian dari ~C pada ~Ω , sebagai contoh
(3.7) u (x0 ( t ) , y0 (t ) , z0 ( t ) )=0
Misalkan, selanjutnya,
(3.8) uz(x0 , y 0 , z0)≠ 0
Kemudian, oleh Lemma 2.1, persamaan (3.5) secara implisit mendefinisikan suatu fungsi
z=z (x , y) di lingkungan U dari (x0 , y0), dan fungsi ini merupakan solusi dari masalah nilai
awal untuk (3.1) di U (lihat Gambar 3.2).
Gambar 3.2
Dengan menggabungkan pengamatan di atas dengan teorema 4.2 bab II diperoleh teorema
dasar berikut.
Teorema 3.1.
Misalkan P , Q, R adalah kelas C1 dalam ~ dari R3 yang mengandung titik
(xo , y0 , z0) dan misalkan bahwa
(3.9) P(xo , y0 , z0)d y0(t 0)
dt−Q(x0 , y0 , z0)
d x0(t 0)dt
≠ 0
Maka pada lingkungan U dari (xo , y0) terdapat solusi yang unik dari persamaan
(3.1) yang memenuhi kondisi awal (3.3) pada setiap titik C yang termuat di U.
Bukti:
Catat bahwa kondisi pertama (3.9) menyebabkan vektor V=(P , Q, R) tidak bersinggungan
dengan kurva ~C pada titik (xo , y0 , z0) (mengapa?). Dengan teorema 4.2 bab II dikatakan bahwa
pada lingkungan dari (xo , y0 , z0) terdapat integral permukaan yang unik dari persamaan (3.6)
yang memuat bagian dari ~C di lingkungan ini. Integral permukaan ini dapat ditulis dalam bentuk
(3.5). Untuk menunjukkan kondisi (3.8) terpenuhi dapat diselesaikan (3.5) untuk z. Kondisi (3.8)
dilanjutkan dari kondisi (3.9). Pada kenyataannya, pada titik (xo , y0 , z0), grad u adalah ortogonal
terhadap V (dari persamaan (3.6)) dan vektor singgung T terhadap ~C (dari persamaan (3.7)).
Oleh karena itu, grad u sejajar dengan V xT . Sekarang, persamaan sebelah kiri dari (3.9)
merupakan komponen z dari V xT pada (xo , y0 , z0). Oleh karena itu, kondisi (3.9) menyiratkan
bahwa komponen z dari grad u berbeda dengan nol pada (xo , y0 , z0), yang berarti bahwa kondisi
(3.8) terpenuhi.
Keunikan dari teorema dilanjukan dari fakta bahwa setiap kurva integral dari V melewati
suatu titik dari ~C harus berada pada solusi permukaan dari (3.1) yang memuat ~C .
Secara geometri, kondisi (3.9) menyatakan bahwa proyeksi dari vektor V (xo , y0 , z0) pada
bidang (x , y ) tidak bersinggungan dengan kurva awal C pada (xo , y0).
Metode konstruksi solusi untuk masalah nilai awal terdiri atas melihat kondisi awal sebagai
suatu kurva yang diberikan ~C di R3 dan membentuk, dengan metode bagian 4 bab II, permukaan
integral dari V=(P , Q, R) yang memuat kurva ~C . Kondisi (3.9) dari teorema 3.1 menjamin
bahwa dapat diselesaikan persamaan (3.5) dari integral permukaan untuk z dalam x dan y pada
lingkungan U di titik (xo , y0). Ukuran dari lingkungan U tergantung pada persamaan diferensial,
pada kurva awal ~C dan data awal z0. Dapat diilustrasikan metode solusi ini dalam contoh
berikut.
Contoh 3.1
Perhatikan persamaan kuasi linier
(3.10) ( y+z ) z x+ y z y=x− y
Misalkan kurva awal C diberikan oleh
(3.11) y=1 ,−∞<x<∞
Cari solusi z=z (x , y) dari persamaan (3.10) dimana kurva awal C mempunyai nilai
(3.12) z=1+x
Pertama, nyatakan kondisi awal (3.11) dan (3.12) dalam bentuk parametrik. Kurva C
diberikan oleh
(3.13) x=t , y=1;−∞<t<∞
Dan pada C solusi harus memiliki nilai
(3.14) z=1+t
Pada bentuk geometri masalah yang ada adalah mencari solusi permukaan z=z (x , y) dari
persamaan (3.10) yang berisi kurva ~C yang diberikan oleh
(3.15) x=t , y=1 , z=1+t ;−∞< t<∞
Untuk persamaan (3.10), dimiliki
V=(P , Q, R)=( y+z , y , x− y )
dan pada kurva ~C ,
Pdydt−Q
dxdt=(1+1+t )0−1× 1=−1
Jadi, kondisi (3.9) terpenuhi pada setiap titik dari ~C dan dengan teorema 3.1 diketahui bahwa ada
solusi unik/tunggal untuk masalah pada persekitaran dari setiap titik di C. Dengan menggunakan
metode yang telah dideskripsikan dalam bagian 4, bab II, untuk mencari solusi. Sistem
persamaan yang berkaitan dengan medan vektor V adalah
dxy+ z=dy
y= dz
x− y
Sistem ini diselesaikan dalam contoh 2.3 bab II dimana ditemukan dua buah integral pertama
u1=x+z
y, u2=( x− y)2−z2
Integral pertama ini terdefinisi dan bebas secara fungsional dalam domain y>0 yang memuat
kurva ~C . Untuk mencari integral permukaan dari V yang berisi ~C dihitung
U 1=1+2 t ,U 2=−4 t
dan dengan mengeliminasi t diperoleh
2 U 1−2+U2=0
Integral permukaan yang disyaratkan adalah
2x+z
y−2+(x− y)2−z2=0
Persamaan ini memiliki dua solusi untuk z dan untuk memilih satu yang diinginkan, gunakan
kondisi awal persamaan (3.11)-(3.12). Jadi, didapatkan
(3.17) z= 2y+x− y
Ini diserahkan kepada pembaca untuk memeriksa bahwa persamaan (3.17) memenuhi persamaan
diferensial parsial (3.10) dan kondisi awal persamaan (3.11) dan (3.12) dan oleh karena itu,
solusi yang diisyaratkan pada masalah nilai awal. Catat bahwa solusi (3.17) didefinisikan dalam
domain y>0.
Kita tutup subbab ini dengan aplikasi teorema 3.1 untuk menlanjutkan masalah nilai awal
khusus yang sering muncul dalam aplikasi,
(3.18) P ( x , y , z ) zx+z y=R(x , y , z )
(3.19) z (x , 0 )=f ( x ) ,
dimana f (x) adalah fungsi yang terdefinisi untuk setiap x∈ R1. Mudah diperiksa untuk kasus itu,
kondisi (3.9) selalu memenuhi setiap titik kurva awal, yang dalam kasus ini merupakan sumbu x.
Untuk itu teorema 3.1 mengakibatkan adanya keberadaan dan keunikan solusi.
Akibat 3.1
Misalkan P dan R merupakan kelas C1 di R3 dan f merupakan kelas C1 di R1. Maka dalam sebuah persekitaran pada setiap titik di sumbu x terdapat solusi unik masalah nilai awal (3.18), (3.19).
Soal
3.1. Selesaikan masalah nilai awal berikut. Deskripsikan dengan hati-hati domain dari solusi-solusinya.(a) zx+z y=z ; z=cos t pada kurva awal C: x=t , y=0 ,−∞< t<∞
(b) x2 z x+ y2 z y=z2; z=1 pada kurva awal C: y=2 x
Jawaban:Pertama nyatakan kondisi awal dari soal di atas pada bentuk parametrik.Kurva C diberikan sebagai berikut
x=t , y=2t ,−∞<t<∞dan pada C, solusi harus memenuhi nilai
z=1Pada bentuk geometri, permasalahannya adalah mencari solusi permukaan z=z (x , y), dari x2 z x+ y2 z y=z2 yang memuat kurva C yang diberikan oleh
x=t , y=2t , z=1 ,−∞<t<∞
Dari persamaan di atas, kita memiliki
V= (P , Q , R )=(x2 , y2 , z2)dan pada kurva C,
Pdydt−Q
dxdt=(x2 )2−( y2 )1=2 x2− y2
Karena Pdydt−Q
dxdt
≠ 0, maka terdapat solusi yang tunggal. Untuk mencari solusinya,
selesaikan sistem persamaan yang bersesuaian berikut:dxP=dy
Q=dz
R⟺ dx
x2=dy
y2=dz
z2
1. Pilih persamaan dx
x2=dz
z
dx
x2=dz
z2
⟺ x−2 dx=z−2 dz
(integralkan keduaruas)⟺∫ x−2 dx=∫ z−2 dz
⟺−1x+c1=
−1z+c2
⟺c=1z−1
x
Pilih u1=1z−1
x , periksa apakahu1=
1z−1
x merupakan solusi?
Turunkan u1 terhadap x , y , dan z
u1 x=1
x2, u1 y=0 , u1 z=
−1
z2
Substitusi pada P∂u1
∂ x+Q
∂ u1
∂ y+R
∂ u1
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak?
(Bila bernilai nol, maka u1 adalah solusi.)
P∂u1
∂ x+Q
∂ u1
∂ y+R
∂ u1
∂ x=x2u1 x+ y2 u1 y+z2u1 z
¿ x2( 1
x2 )+ y2 (0 )+z
2(−1
z2 )¿1+0−1
¿0
Jadi, u1=1z−1
x merupakan solusi.
2. Pilih persamaan dy
y2=dz
z2
dy
y2=dz
z2
⟺ y−2 dy=z−2 dz
( integralkan keduaruas )⟺∫ y−2dy=∫ z−2dz
⟺−1y+c1=
−1z+c2
⟺c=1z− 1
y
Pilih u2=1z− 1
y, periksa apakah u2=
1z− 1
y merupakan solusi?
Turunkan terhadap x , y , zsehingga didapat
u2 x=0 ,u2 y=1
y2,u2 z=
−1
z2
Substitusi pada P∂u2
∂ x+Q
∂ u2
∂ y+R
∂ u2
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak?
(Bila bernilai nol, maka u2 adalah solusi.)
P∂u2
∂ x+Q
∂ u2
∂ y+R
∂ u2
∂ x=x2u2 x+ y2u2 y+z2u2 z
¿ x2 (0 )+ y
2( 1
y2 )+z2(−1
z2 )¿0+1−1
¿0
Jadi, u2=1z− 1
y, merupakan solusi.
Lakukan pengecekan apakah u1 dan u2 bebas secara fungsional atau tidak. Cara
melakukan pengecekan bebas secara fungsional adalah dengan menghitung
gradu1 x grad u2, bila hasilnya bukan nol, maka u1 dan u2 bebas secara fungsional.
gradu1 x grad u2=|i j k
∂ u1
∂ x
∂ u1
∂ y
∂u1
∂ z∂ u2
∂ x
∂ u2
∂ y
∂u2
∂ z|
¿|i j k1
x2 0−1
z2
01y2
−1z2|
¿( 1
y2 z2 ,1
x2 z2 ,1
x2 y2 )Nilainya ≠ 0 asalkan x , y , z≠ 0. Jadi, u1=
1z−1
x dan u2=
1z− 1
y bebas secara fungsional.
Untuk mencari integral permukaan dari V yang memuat C, kita hitung
U 1=1−1t
dan U 2=1− 12 t
Lakukan eliminasi t, sehingga kita dapatkan
U 1−2 U 2+1=0
Integral permukaan yang disyaratkan adalah
( 1z−1x )−2( 1z− 1
y )+1=0
Selesaikan persamaan di atas1z− 1
x−2
z+ 2
y+1=0⟺−1
z−1
x+ 2
y+1=0
⟺ 1z=−1
x+ 2
y+1
⟺ 1z=− y+2 x+ xy
xy
⟺ z= xy− y+2 x+xy
Jadi, solusinya adalah
z= xy− y+2 x+xy
yang terdefinisi di seluruh R kecuali di x , y ≠ 0.
(c) x ( y−z ) z x+ y ( z−x ) z y=z ( x− y ); z=t pada kurva awal C:
x=t , y=2t /( t2¿−1), 0< t<1¿(d) x z x− y z y=0 ; z=x2 pada kurva awal C : y=x , x>0
Jawaban:Pertama nyatakan kondisi awal dari soal di atas pada bentuk parametrik.Kurva C diberikan sebagai berikut
x=t , y=t , t>0
dan pada C, solusi harus memenuhi nilai
z=t 2
Pada bentuk geometri, permasalahannya adalah mencari solusi permukaan z=z (x , y), dari x z x− y z y=0 yang memuat kurva C yang diberikan oleh
x=t , y=t , z=t 2 , t>0Dari persamaan di atas, kita memiliki
V= (P , Q , R )=(x ,− y ,0)dan pada kurva C,
Pdydt−Q
dxdt=( x )1− (− y )1=x+ y
Karena Pdydt−Q
dxdt
≠ 0, maka terdapat solusi yang tunggal. Untuk mencari solusinya,
selesaikan sistem persamaan yang bersesuaian berikut:dxP=dy
Q=dz
R⟺ dx
x= dy− y=dz
0
1. Pilih persamaan dxx= dy− y
dxx= dy− y
⟺ dxx=−dy
y
(integralkan keduaruas )⟺∫ dxx=∫−dy
y⟺ ln x+c1=−ln y+c2
⟺c3=ln x+ ln y
⟺c3=ln xy
⟺ec3=e ln xy
⟺c=xy
Pilih u1=xy , periksa apakahu1=xy merupakan solusi?
Turunkan u1 terhadap x , y , dan zu1 x= y ,u1 y=x , u1 z=0
Substitusi pada P∂u1
∂ x+Q
∂ u1
∂ y+R
∂ u1
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak?
(Bila bernilai nol, maka u1 adalah solusi.)
P∂u1
∂ x+Q
∂ u1
∂ y+R
∂ u1
∂ x=xu1 x− y u1 y+(0)u1 z
¿ x ( y )− y (x )+(0 )0
¿ xy−xy+0
¿0
Jadi, u1=xy merupakan solusi.
2. Pilih persamaan dxx=dz
0
dxx=dz
0⟺0=dz⟺dz=0
( integralkan keduaruas )⟺∫ dz=0
⟺ z+c1=0
⟺c=z
Pilih u2=z , periksa apakah u2=z merupakan solusi?
Turunkan terhadap x , y , zsehingga didapat
u2 x=0 ,u2 y=0 , u2 z=1
Substitusi pada P∂u2
∂ x+Q
∂ u2
∂ y+R
∂ u2
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak?
(Bila bernilai nol, maka u2 adalah solusi.)
P∂u2
∂ x+Q
∂ u2
∂ y+R
∂ u2
∂ x=xu2 x− y u2 y+(0)u2 z
¿ x (0 )− y (0 )+(0)(1 )
¿0+0+0
¿0
Jadi, u2=z, merupakan solusi.
Lakukan pengecekan apakah u1 dan u2 bebas secara fungsional atau tidak. Cara
melakukan pengecekan bebas secara fungsional adalah dengan menghitung
gradu1 x grad u2, bila hasilnya bukan nol, maka u1 dan u2 bebas secara fungsional.
gradu1 x grad u2=|i j k
∂ u1
∂ x
∂ u1
∂ y
∂u1
∂ z∂ u2
∂ x
∂ u2
∂ y
∂u2
∂ z|
¿| i j ky x 00 0 1|
¿ ( x ,− y , 0 )
Nilainya ≠ 0 asalkan x , y ≠ 0. Jadi, u1=xy dan u2=z bebas secara fungsional.
Untuk mencari integral permukaan dari V yang memuat C, kita hitung
U 1=t 2 dan U 2=t2
Lakukan eliminasi t, sehingga kita dapatkan
U 1−U 2=0
Integral permukaan yang disyaratkan adalahxy−z=0
Bila persamaan di atas diselesaikan, maka akan didapatkan solusinya adalahz=xy
yang terdefinisi di seluruh R1.
(e) y zx−x z y=2xyz ; z=t 2 pada kurva awal C : x=t ; y=t ; t>0
(f) x z x+ y z y=z ; z=1 pada kurva awal C: y=x2 ; x>0Jawaban:Pertama nyatakan kondisi awal dari soal di atas pada bentuk parametrik.Kurva C diberikan sebagai berikut
x=t , y=t2 , t>0dan pada C, solusi harus memenuhi nilai
z=1Pada bentuk geometri, permasalahannya adalah mencari solusi permukaan z=z (x , y), dari x z x+ y z y=z yang memuat kurva C yang diberikan oleh
x=t , y=t2 , z=1 ,t>0Dari persamaan di atas, kita memiliki
V= (P , Q , R )=(x , y , z )dan pada kurva C,
Pdydt−Q
dxdt=( x )2 t−( y )1=2 tx− y
Karena Pdydt−Q
dxdt
≠ 0, maka terdapat solusi yang tunggal. Untuk mencari solusinya,
selesaikan sistem persamaan yang bersesuaian berikut:dxP=dy
Q=dz
R⟺ dx
x=dy
y=dz
z
1. Pilih persamaan dxx=dy
ydxx=dy
y
⟺ dxx=dy
y
(integralkan keduaruas)⟺∫ dxx=∫ dy
y⟺ ln x+c1=ln y+c2
⟺c3=ln x−ln y
⟺ c3= lnxy
⟺ ec3=eln x
y
⟺ c= xy
Pilih u1=xy
, periksa apakahu1=xy
merupakan solusi?
Turunkan u1 terhadap x , y , dan z
u1 x=1y
,u1 y=−x
y2,u1 z=0
Substitusi pada P∂u1
∂ x+Q
∂ u1
∂ y+R
∂ u1
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak?
(Bila bernilai nol, maka u1 adalah solusi.)
P∂u1
∂ x+Q
∂ u1
∂ y+R
∂ u1
∂ x=xu1 x+ yu1 y+z u1 z
¿ x ( 1y )+ y (−x
y2 )+z (0)
¿ xy− x
y+0
¿0
Jadi, u1=xy
merupakan solusi.
2. Pilih persamaan dxx=dz
z
dxx=dz
z
( integralkan keduaruas )⟺∫ dxx=∫ dz
z⟺ ln x+c1=ln z+c2
⟺c3=ln z−ln x
⟺ c3= lnzx
⟺ ec3=eln z
x
⟺ c= zx
Pilih u2=zx
, periksa apakah u2=zx
merupakan solusi?
Turunkan terhadap x , y , zsehingga didapat
u2 x=−z
x2,u2 y=0 ,u2 z=
1x
Substitusi pada P∂u2
∂ x+Q
∂ u2
∂ y+R
∂ u2
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak?
(Bila bernilai nol, maka u2 adalah solusi.)
P∂u2
∂ x+Q
∂ u2
∂ y+R
∂ u2
∂ x=xu2 x+ yu2 y+z u2 z
¿ x (−z
x2 )+ y (0 )+z ( 1x )¿− z
x+0+ z
x
¿0
Jadi, u2=zx
, merupakan solusi.
Lakukan pengecekan apakah u1 dan u2 bebas secara fungsional atau tidak. Cara
melakukan pengecekan bebas secara fungsional adalah dengan menghitung
gradu1 x grad u2, bila hasilnya bukan nol, maka u1 dan u2 bebas secara fungsional.
gradu1 x grad u2=|i j k
∂ u1
∂ x
∂ u1
∂ y
∂u1
∂ z∂ u2
∂ x
∂ u2
∂ y
∂u2
∂ z|
¿|i j k1y−x
y2 0
−zx2 0
1x|
¿(−1
y2 ,−1xy
,−z
x y2 )Nilainya ≠ 0 asalkan x , y ≠ 0. Jadi, u1=
xy
dan u2=zx
bebas secara fungsional.
Untuk mencari integral permukaan dari V yang memuat C, kita hitung
U 1=1t
dan U 2=1t
Lakukan eliminasi t, sehingga kita dapatkan
U 1−U 2=0
Integral permukaan yang disyaratkan adalahxy− z
x=0
Selesaikan persamaan di atas, xy− z
x=0⟺ x
y= z
x⟺ z= 1
yJadi, didapatkan solusinya adalah
z= 1y
yang terdefinisi di seluruh y>0.(g) z z x+ y z y=x ; z=2 t pada kurva awal C: x=t ; y=1 ,−∞<t<∞
Jawaban:Pada bentuk geometri, permasalahannya adalah mencari solusi permukaan z=z (x , y), dari z z x+ y z y=x yang memuat kurva C yang diberikan oleh
x=t , y=1 , z=2 t ,−∞<t<∞Dari persamaan di atas, kita memiliki
V= (P , Q , R )=(z , y , x )dan pada kurva C,
Pdydt−Q
dxdt=( z )0−( y )1=− y
Karena Pdydt−Q
dxdt
≠ 0, maka terdapat solusi yang tunggal. Untuk mencari solusinya,
selesaikan sistem persamaan yang bersesuaian berikut:
dxP=dy
Q=dz
R⟺ dx
z=dy
y=dz
x
1. Pilih persamaan dxz=dz
xdxz=dz
xxdx=zdz
(integralkan keduaruas)∫ xdx=∫ zdz
12
x2+c1=12
z2+c2
c3=12
x2−12
z2
2 c3=x2−z2
c=x2−z2
Pilih u1=x2−z2 , periksa apakahu1=x2−z2 merupakan solusi?
Turunkan u1 terhadap x , y , dan zu1 x=2 x , u1 y=0 , u1 z=−2 z
Substitusi pada P∂u1
∂ x+Q
∂ u1
∂ y+R
∂ u1
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak?
(Bila bernilai nol, maka u1 adalah solusi.)
P∂u1
∂ x+Q
∂ u1
∂ y+R
∂ u1
∂ x=zu1 x+ yu1 y+x u1 z
¿ z (2 x )+ y (0 )+x (−2 z)
¿2 xz+0−2 xz
¿0
Jadi, u1=x2−z2 merupakan solusi.
2. Pilih persamaan d (x+z)
z+x=dy
y
d (x+z)z+x
=dyy
d (x+z)x+z
=dyy
( integralkan keduaruas )∫ d (x+z )(x+z)
=∫ dyy
ln (x+z )+c1=ln y+c2
c3=ln (x+z)−ln y
c3=lnx+z
y
ec3=eln x+ z
y
c= x+zy
Pilih u2=x+z
y, periksa apakah u2=
x+zy
merupakan solusi?
Turunkan terhadap x , y , zsehingga didapat
u2 x=1y
,u2 y=−x+z
y2, u2 z=
1y
Substitusi pada P∂u2
∂ x+Q
∂ u2
∂ y+R
∂ u2
∂ xdan periksa apakah bernilai nol atau tidak?
(Bila bernilai nol, maka u2 adalah solusi.)
P∂u2
∂ x+Q
∂ u2
∂ y+R
∂ u2
∂ x=zu2 x+ yu2 y+x u2 z
¿ z ( 1y )+ y (−x+ z
y2 )+ x( 1y )¿ z
y− x+z
y+ x
y
¿ z−x−z+ xy
¿0
Jadi, u2=x+z
y, merupakan solusi.
Lakukan pengecekan apakah u1 dan u2 bebas secara fungsional atau tidak. Cara
melakukan pengecekan bebas secara fungsional adalah dengan menghitung
gradu1 x grad u2, bila hasilnya bukan nol, maka u1 dan u2 bebas secara fungsional.
gradu1 x grad u2=|i j k
∂ u1
∂ x
∂ u1
∂ y
∂u1
∂ z∂ u2
∂ x
∂ u2
∂ y
∂u2
∂ z|
¿| i j k2 x 0 −2 z1y−x+z
y2
1y|
¿(−2 z (x+z )y2 ,−
2 x+2 zy
,−2x ( x+z )
y2 )Nilainya ≠ 0 asalkan y ≠ 0. Jadi, u1=x2−z2 dan u2=
x+zy
bebas secara fungsional.
Untuk mencari integral permukaan dari V yang memuat C, kita hitung
U 1=−3t 2 dan U 2=3 t
Lakukan eliminasi t, sehingga kita dapatkan
3 U 1−U 22=0
Integral permukaan yang disyaratkan adalah
3 (x2−z2 )−( x+zy )
2
=0
Selesaikan persamaan di atas,
3 (x2−z2 )−( x+zy )
2
=0⟺3 (x¿¿2−z2)−( x+z )2
y2 =0¿
⟺3 y2(x2−z2)
y2 −(x+z )2
y2 =0
⟺3 y2(x2−z2)− (x+z )2=0
⟺3 y2(x2−z2)= (x+z )2
⟺3 y2 ( x−z )(x+z )=( x+z )2
⟺3 y2 ( x−z )=(x+z)⟺3 y2 x−x=3 y2 z+z
⟺ x (3 y2−1)=z (3 y2+1)
⟺ z=x (3 y2−1 )
3 y2+1
⟺ z=x (3 y2−1 )
3 y2+1Jadi, didapatkan solusinya adalah
z=x (3 y2−1 )
3 y2+1yang terdefinisi di seluruh R.
3.2. Jawab “Mengapa?” dalam pembuktian teorema 3.1.
3.3. Periksa bahwa untuk masalah (3.18), (3.19), kondisi (3.9) selalu memenuhi pada setiap titik garis awal y=0.Jawaban:
P ( x , y , z ) zx+z y=R(x , y , z )
z (x , 0 )=f (x )
Akan dibuktikan bahwa kondisi 3.9 selalu dipenuhi pada setiap titik pada garis awal y=0
Dalam bentuk parametrik kurva Cdiberikan
x=t , y=0 ,−∞< t<∞
V= (P , Q , R )=(P ,1 , R)
Berdasarkan teorema 3.9 maka diperoleh
Pdydt−Q
dxdt=P ( x0 , y0 , z0 ) . (0 )−1.1=−1 ≠ 0 (terbukti)
3.4. Untuk masing-masing dua masalah nilai awal berikut
P ( x , y , z ) zx+z y=R ( x , y , z ) , z ( x , y0 )=f (x )
zx+Q ( x , y , z ) z y=R(x , y , z ) z ( x0 , y )=f (x )
Formulasikan dan buktikan hasil eksistensi dan keunikan analog dengan yang dinyatakan dalam akibat 3.1.
Jawaban:
P ( x , y , z ) zx+z y=R ( x , y , z ) , z ( x , y0 )=f (x ) …(1)
zx+Q ( x , y , z )=R (x , y , z ) , z ( x0 , y )=f ( y )…(2)
Akan dibuktikan dua masalah nilai awal di atas mempunyai penyelesaian dan unik.
Persamaan (1)
P ( x , y , z ) zx+z y=R ( x , y , z ) , z ( x , y0 )=f ( x )
Pada kurva C yang diberikan dengan persamaan parametrik
x=t , y= y0 ,−∞<t<∞
V= (P , Q , R )=(P ,1 , R)
Berdasarkan teorema 3.9 maka diperoleh
Pdydt−Q
dxdt=P ( x0 , y0 , z0 ) . (0 )−1.1=−1 ≠ 0
Jadi, P ( x , y , z ) zx+z y=R ( x , y , z )mempunyai penyelesaian dan unik.
Persamaan (2)
zx+Q ( x , y , z )=R (x , y , z ) , z ( x0 , y )=f ( y )…………………….(2)
Pada kurva C yang diberikan dengan persamaan parametrik
x=x0 , y=t ,−∞<t<∞
V= (P , Q , R )=(1 ,Q , R)
Berdasarkan teorema 3.9 maka diperoleh
Pdydt−Q
dxdt=1. (1 )−Q ( x0 , y0 , z0 ) .(0)=1≠ 0 (Mempunyai penyelesaian dan unik)
4.Masalah Nilai Awal Untuk Persamaan Kuasi Linier Orde Pertama.
Tidak Ada Solusi dan Solusi Tidak Unik ( Banyak Solusi )
Dalam bagian sebelumnya, kita telah membuktikan bahwa solusi ada dan unik dari nilai masalah awal
pada persamaan (3.1)
P(x , y ,z )zx + Q(x, y, z)zy = R(x, y, z)
dalam persekitaran dari titik (x0 , y0) dari kurva awal C yang mana kondisi (3.9)
P (x0 y0 z0 )dy 0(t0)
dt−Q ( x0 y0 z0 )
dx0(t 0)dt
≠ 0
adalah terpenuhi. Dalam bahasa geometri, kondisi (3.9) berarti bahwa proyeksi dari vektor V (x0 y 0 z0 )
dalam bidang (x, y) bukan gari singgung dari kurva C di ( x0 y0¿. Dalam bagian ini, kita akan menunjukan
bahwa jika kondisi (3.9) tidak tepenuhi, yaitu jika
(4.1) P (x0 y0 z0 )dy 0(t0)
dt−Q ( x0 y0 z0 )
dx0(t 0)dt=0
Maka tidak akan ada solusi untuk masalah nilai awal, dan dalam persamaan ini memiliki solusi yang tak
terhingga banyaknya.
Kita asumsikan bahwa P dan Q yang tidak berkurang secara simultan. Perhatikan bahwa kondisi (4.1)’
mengatakan bahwa komponen vector P (x0 y0 z0 ) ,Q (x0 y0 z0 )dandx0(t 0)
dt,
dy0(t 0)dt
adalah
proporsional, yaitu
(4.1)’
dx0(t0)dt
P (x0 y0 z0 )=
dy0(t0)dt
Q (x0 y0 z0 )=μ
Dimana μ adalah konstanta proporsional.
Karena kondisi (4.1) tidak memiliki solusi masalah nilai awal, karena dengan menggunakan persamaan
differensial parsial (3.1) dan kondisi (4.1) kita akan mendapat informasi yang kita dapatkan dari kondisi
awal (3.3)
z ( x0 (t ) y0 ( t ) )=z0 (t ) , t∈ I
Kemudian persamaan differensial parsial dan masalah nilai awal mungkin akan kontradiksi.
zx (x0 y0 )dx0 (t0 )
dt+z y (x0 y0 )
dy0 ( t0 )dt
¿ zx (x0 y0 )
dy0 (t 0 )dt
Q ( x0 y0 z0 )P (x0 y0 z0 )+z y (x0 y0 )
dx0 (t 0 )dt
P (x0 y0 z0 )Q (x0 y0 z0 )
¿ zx (x0 y0 ) μ P (x0 y0 z0 )+z y (x0 y0 ) μQ (x0 y0 z0 )
¿ μ [ zx (x0 y0 ) P (x0 y0 z0 )+z y ( x0 y0 )Q (x0 y0 z0 ) ]
¿ μR (x0 y 0 z0 )
Tentu, dari kondisi awal kita tahu bahwa titik (x0 y0¿ adalah solusi turunan sepanjang kurva awal C
harus sama dengan dz0 ( t0 )
dt . Tetapi dari penjabaran diatas dan dengan menggunakan persamaan (4.1)
diperoleh
dz0 (t 0 )dt
R ( x0 y0 z0 )≠ μ
Terjadi kontradiksi dari turunan solusi masalah nilai awal, maka muncul teorema 4.1
Teorema 4.1
Menurut kondisi (4.1)’ dan (4.2), tidak memiliki solusi untuk masalah nilai awal (3.1) – (3.3) di
persekitaran titik (x0 y0¿
Kami menegaskan bahwa dalam membuktikan teorema 4.1 , kami menunjukan bahwa menurut kondisi
(4.1), pada sisi kiri dari persamaan differensial parsial (3.1) ditaksir pada (x0 y0 z0 ) adalah proporsional
untuk turunan dari z sepanjang kurva awal C. Karena turunan dapat diperoleh dari data awal, disana
tidak terdapat solusi untuk masalah nilai awal kecuali dua nilai sama.
Dalam menyatakan urutan kondisi dari teorema 4.1 secara geometri, misalkan V(t) dinotasikan
sebagai nilai dari vector V dalam kurva C,
V(t) = V (x0 (t ) y0 (t ) z0(t)) , t∈ I
Dan misalkan T(t) dinotasikan sebagai garis singgung vector untuk C
T(t) = (dx0 ( t0 )
dt,dy0 (t 0 )
dt,
dz0 ( t0 )dt¿
Kondisi (4.1) berarti bahwa proyeksi dari V (t 0) dalam bidang (x, y ) adalah garis singgung untuk
kurva awal C pada (x0 y0¿. Kondisi (4.1)’-(4.2) dari teorema 4.1 berarti bahwa vector V (t 0 )danT (t 0)
tidak kolinear mengingat proyeksi dalam bidang (x,y) adalah kolinear (lihat gambar 4.1).
Gambar 4.1
Secara alternative, kondisi dari teorema 4.1 berarti bahwa V bukan garis singgung untuk C pada
(x0 y0 z0 ) saat proyeksi dalam bidang (x,y) adalah garis singgung untuk C pada (x0 y0¿.
Jika, berdasarkan kondisi dari teorema 4.1, kami mencoba untuk mencari solusi untuk masalah
nilai awal menggunakan metode pada bagian 3, kami akan mencari bahwa persamaan u(x, y, z) = 0 dari
permukaan integral yang memuat C tidak memecahkan nilai z sejauh (x0 y0 z0 ) karena u(x0 y0 z0 )=0.
Sekarang, kita misalkan bahwa kondisi (4.1) terpenuhi dan persamaan differensial parsial dari
kondisi awal juaga tidak kontradiksi, yaitu
(4.3)
dx0(t0)dt
P (x0 y0 z0 )=
dy0(t0)dt
Q (x0 y0 z0 )=
dz0 (t 0 )dt
R ( x0 y0 z0 )=μ
atau
(4.3)’ T (t 0 )=μV (t 0 )
Kita anggap hanya kondisi (4.3) terpenuhi di setiap titik dari C , yaitu
(4.4) T(t)=μ ( t )V ( t ), t ∈ I
Kondisi (4.4) berarti bahwa V adalah setiap garis singgung pada C atau bahwa Cadalah kurva
integral dari V. Kondisi awal (3.3) membutuhkan permukaan solusi dari (3.1) melewati (x0 y0 z0 ) harus
memuat kurva integral V yang memuat (x0 y0 z0 ) . disini kita mendapat banyak solusi permukaan .
Teorema 4.2
Berdasarkan kondisi (4.4), masalah nilai awal (3.1)-(3.3) mempunyai banyak solusi dalam persekitaran
pada titik (x0 y0¿.
Contoh Soal ( Problem )
4.1 Berdasarkan persamaan
zz x+ y zy=x
Dan kurva awal
C : x=t, y=t; t>0
Tentukan apakah persamaan diatas memiliki solusi tunggal, tidak memiliki solusi, atau memiliki banyak
solusi di persekitaran dari titik (1,1), unruk setiap masalah nilai awal dengan mengikuti data awal :
A. z = 2t di C
B. z = t di C
Jawab :
zz x+ y zy=x
Dan kurva awal
C : x=t, y=t; t>0
Persamaan diatas mengakibatkan :
V(P, Q, R) = ( z, y, x )
Kita substitusikan nilai vector pada persamaan
P (x0 y0 z0 )dy 0(t0)
dt−Q ( x0 y0 z0 )
dx0(t 0)dt=z (1 )− y (1 )=z− y
Untuk :
A. z = 2t
Maka,
P (x0 y0 z0 )dy 0 (t 0 )
dt−Q (x0 y0 z0 )
dx0 (t 0 )dt=z (1 )− y (1 )=z− y=2 t−t=t
Karena
P (x0 y0 z0 )dy 0 (t 0 )
dt−Q (x0 y0 z0 )
dx0 (t 0 )dt
≠ 0
Maka bentuk persamaan
zz x+ y zy=x
Dan kurva awal C : x=t, y=t; t>0
Memiliki tepat satu solusi.
B. z = t
Mengakibatkan
P (x0 y0 z0 )dy 0 (t 0 )
dt−Q (x0 y0 z0 )
dx0 (t 0 )dt=z (1 )− y (1 )=z− y=t−t=0
Menurut teorema 4.1, bentuk persamaan
P (x0 y0 z0 )dy 0 (t 0 )
dt−Q (x0 y0 z0 )
dx0 (t 0 )dt=0
Mempunyai dua kemungkinan yaitu tidak memiliki solusi atau punya solusi banyak.
Untuk menentukannya kita hitung :
dx0 ( t0 )dt
P (x0 y0 z0 )=1
z=1
t
dy 0 (t 0 )dt
Q (x0 y0 z0 )= 1
y=1
t
dz0 (t 0 )dt
R ( x0 y0 z0 )=1
x=1
t
Karena
dx0 ( t0 )dt
P (x0 y0 z0 )=
dy0 (t0 )dt
Q (x0 y0 z0 )=
dz0 (t 0 )dt
R ( x0 y0 z0 )=1
t maka menurut teorema 4.2, bentuk
zz x+ y zy=x
Dan kurva awal C : x=t, y=t; t>0
Memiliki banyak solusi.
5. Masalah Nilai Awal untuk Hukum Konservasi.
Perkembangan dari Shocks
Hukum konservasi adalah order pertama persamaan differensial parsial kuasi linear yang timbul dalam
banyak aplikasi fisika (lihat bagian 6 untuk contoh). Mari kita perhatikan permasalahan nilai awal berikut
untuk hukum konservasi,
(5.1 )a ( z ) z x+z y=0,
(5.2 ) z ( x ,0 )=f ( x ),
Dimana a dan f menghasilkan fungsi C1. Berdasarkan akibat 3.1, masalah ini memiliki solusi yang
tunggal pada suatu persekitaran dari setiap titik pada garis awal y=0. Dengan tujuan untuk
menemukan solusi kita perhatikan persamaan differensial biasa yang berhubungan dengan (5.1),
dx
a ( z )=
d y
1=
d z
0
Dua integral pertama yang bebas secara fungsional dari sistim ini adalah
u1=z , u2=x−a ( z ) y
Dan kemudian,
z=F (x−a ( z ) y )
Adalah suatu integral umum dari (5.1). Dengan tujuan untuk memenuhi kondisi awal (5.2) kita harus
gunakan F ( x )=f ( x ). Kemudian, untuk |y| sekecil mungkin, solusi dari (5.1), (5.2) secara implisit
didefinisikan oleh persamaan
(5.3 ) z=f (x−a ( z ) y ).
Menggunakan teorema fungsi implisit, mudah untuk menunjukkan (lihat soal 5.1) bahwa solusi dari(5.1),
(5.2) ada dan didefinisikan secara implisit dengan (5.3) asalkan kondisi
(5.4 )1+ f ' (x−a ( z ) y )a' ( z ) y>0
dipenuhi.Perhatikan bahwa (5.4) selalu dipenuhi jika |y| sekecil mungkin. Berdasarkan solusi dari
persamaan (5.1) kita artikan suatu fungsi turunan z (x , y ). Dari rumus pada soal (5.1) kita lihat bahwa
turunan zx dan z y cenderung tak terbatas sebagai sisi kiri dari (5.4) cenderung nol. Kenyataannya ketika
sisi kiri dari (5.4) menjadi nol, solusi berkembang secara diskontinu dikenal sebagai shock.
Perkembangan dari shock dikenal sebagi fenomena dalam dinamika gas.Analisis matematika dari shocks
memerlukan generalisasi dari konsep solusi dari persamaan differensial parsial memungkinkan untuk
diskontinu. (Pada dinamika gas, kondisi ini dikenal sebagai kondisi entropy dari peningkatan gas setelah
melalui garis diskontinu).Dalam buku ini kita tidak melanjutkan lebih jauh ke materi tentang
shock.Sebagai ganti kita mengacu kepada ketertarikan siswa untuk menyelidiki artikel oleh P.D Lax.
Dengan tujuan untuk melihat dan menghitung nilai dari solusi yang didefinisikan secara implisit oleh
(5.3) dan pada waktu yang sama meningkatkan pemahaman kita tentang perkembangan shock. Mari
kita perhatikan titik x0 pada sumbu aksis xdan z0=f (x0 ). Maka himpunan dari titik-titik ( x , y , z )
memenuhi pasangan dari persamaan
(5.5 ) x−a ( z0 ) y=x0, z=z0,
Juga memenuhi persamaan (5.3).ini berarti bahwa garis lurus pada ruang ( x , y , z ) didefinisikan dengan
pasangan dari persamaan (5.3) berada pada permukaan yang didefinisikan oleh persamaan (5.3). ini
memenuhi bahwa sepanjang garis
(5.6 ) x−a ( z0 ) y=x0
pada bidang ( x , y ) melewati titik (x0 , 0 ), solusi z dari masalah nilai awal (5.1), (5.2) adalah konstan dan
sama dengan z0=f (x0 ) (lihat gambar 5.1). Dalam permasalahan fisika variabel y menunjukkan waktu
dan kita biasanya kemudian tertarik reaksi dari solusi (setelah pasangan awal y=0). Jika tidak ada dua
garis pada (5.6) yang berpotongan pada setengah bidang y>0 kita simpulkan bahwa solusi ada sebagai
suatu fungsi turunan ∀ y>0. Jika dua garis pada (5.6) berpotongan ketika y>0, maka pada titik
perpotongan kita memiliki sebuah ketidakserasian karena solusi tidak bisa sama dengan dua nilai
berbeda. Sebagai contoh, misalkan x1 dan x2 adalah dua titik pada garis awal y=0, misalkan
z1=f (x1 ) , z2=f (x2 ) dan andaikan bahwa a ( z1 )>a ( z2 ). Maka garis-garis
x−a ( z1 ) y=x1 , x−a ( z2 ) y=x2,
Berpotongan pada titik (x0 , y0 ) dimana
y0=x2−x1
a ( z1 )−a ( z2 )
(lihat gambar 5.2). pada titik (x0 , y0 ) kita memiliki sebuah ketidakserasian karena z1≠ z2 dan z tidak
sama dengan z1 dan z2 pada waktu yang sana. Jadi, solusi tidak ada sebagai fungsi turunan untuk y ≥ y0
dan Shock berkembang.
Garis-garis pada (5.6) sering disebut garis karakteristik untuk masalah nilai awal (5.1 ) ,(5.2). (lihat
Bab V, bagian 4.)
Contoh 5.1 solusi dari masalah nilai awal
(5.7 ) z z x+z y=0,
(5.8 ) z ( x , 0 )=−x ,
Ada dan secara implisit didefinisikan oleh
(5.9 ) z=−(x−zy )
Asalkan kondisi
(5.10 )1− y>0,
Dipenuhi. Dalam kasus ini persamaan (5.9) dengan mudah dapat diselesaikan untuk z,
(5.11 ) z= −x1− y
, y<1.
Jelas solusi terpecahkan dan shock berkembang ketika y=1. Pada titik x0 dari sumbu x, z=z0=−x0,
dan solusinya konstan dan sama dengan −x0 sepanjang garis
(5.12 ) x+x0 y=x0
Melewati titik (x0 , 0 ). Perhatikan semua garis (5.12 ) melewati titik (0,1).
6. Aplikasi pada Arus Lalu Lintas dan Dinamika Gas
Disini ditampilkan dua buah aplikasi pada analisis mengenai MNA untuk hukum kekekalan.Hukum
kekekalan muncul dalam banyak topik di bidang fisika dan dalam topik mengenai fluida tidak ental yang
dapat dipadatkan.Aplikasi pertama yang berkaitan dengan hukum kekekalan adalah topik mengenai arus
lalu lintas pada sebuah jalan raya.Aplikasi kedua berkaitan dengan aliran bergantung waktu satu dimensi
pada fluida yang dapat dipadatkan dibawah asumsi tekanan yang konstan.
Arus Lalu Lintas pada Jalan Raya
Model arus lalu lintas yang didiskusikan saat ini didasarkan pada asumsi bahwa pergerakan sebuah
mobil dapat dianalogikan dengan arus pada fluida yang kontinyu. Dimisalkan sumbu x adalah jalan raya
dan arus lalu lintas pada arah yang positif.
Misal ρ=ρ (x , t ) adalah kepadatan (mobil per satuan jarak) pada posisi ke-x di jalan raya dalam waktu t .
Dan q=q (x ,t ) adalah kecepatan(rate) arus (mobil per satuan waktu) dimana arus mobil melewati x
pada waktu t .
Dapat diturunkan sebuah hubungan antara ρ dan q dibawah asumsi bahwa mobil tidak akan masuk atau
keluar dari jalan raya dan ρ ( x , y ) , q ( x ,t )adalah fungsi C1dari x.
Misalkan [ x1 , x2] adalah ruas dari sebuah jalan raya. Jumlah total mobil pada ruas jalan ini didefinisikan
sebagai
∫x1
x2
ρ ( x ,t )dx
dan perubahan waktu dari perubahan jumlah mobil pada ruas jalan ini adalah
ddt∫x1
x2
ρ (x , t )dx=∫x1
x2
∂ ρ∂ t
(x , t )dx
Perubahan ini sama dengan
q (x1 , t )−q (x2 ,t )
dimana ini dapat mengukur waktu mobil ketika masuk ruas jalan pada x1 dikurangi dengan waktu mobil
ketika keluar pada x2. Sehingga
∫x1
x2
∂ ρ∂ t
( x , t )dx=q (x1 , t )−q (x2 , t )
atau
∫x1
x2
∂ ρ∂ t
( x , t )dx=−∫x1
x2
∂ q∂ x
( x , t )dx
(6.1) ∫x1
x2
[ ∂ ρ∂ t
( x , t )+ ∂ q∂ x
( x ,t )]dx=0
Karena integral pada (6.1) dan karena (6.1) ada pada setiap [ x1 , x2] maka jelas integralnya dapat hilang,
sehingga
∂ ρ∂t+ ∂ q
∂ x=0
Selajutnya, akan diperkenalkan asumsi tambahan yaitu validitas yang didukung oleh pertimbangan
teoritik sebagaimana data hasil eksperimen. Mengacu pada asumsi ini, kecepatan arus q yang
bergantung pada xdan t dapat dipandang hanya dengan melihat ρ, yaitu
q ( x , t )=G ( ρ ( x , t ) ) ,
atau secara sederhana
(6.3) q=G ( ρ ) ,
untuk beberapa fungsi G. Asumsi ini terlihat beralasan karena kepadatan kendaraan di sekitar
kendaraan tertentu juga mengontrol kecepatan (speed) dari kendaraan tersebut. Hubungan antaras ρ
dan q bergantung pada banyak faktor seperti karakteristik jalan, kondisi cuaca, batas kecepatan, dan lain
sebagainya. Salah satu hubungan antara ρ dan q adalah
(6.4) q=cρ (1− ρρ1) ,
dimanaρ1 merupakan kepadatan maksimum (mobil per satuan jarak ketika lalu lintas sangat padat,
hingga diibaratkan bumper bertemu bumper) dan c adalah rata-rata kecepatan bebas dimana
kecepatan bebas adalah kecepatan dari sebuah kendaraan ketika kendaraan itu bergerak bebas dari
interfensi (pengaruh) kendaraan lain. Pada umumnya, c dapat didekati oleh batas kecepatan dari
sebuah jalan raya. Ingat, berdasarkan persamaan (6.4) q=0 jika ρ=0atau ρ=ρ1.
Akan disubstitusikan (6.4) ke persamaan (6.2), yaitu sebagai berikut:
∂ ρ∂t+ ∂ q
∂ x¿0
∂ ρ∂t+
∂[cρ (1− ρρ1 )]
∂ x
¿0
∂ ρ∂t+
c ∂ ρ(1− ρρ1)+cρ (− ρ
ρ1)
∂ x
¿0
(6.5) ∂ ρ∂t+c(1−2
ρρ1) ∂ ρ
∂ x ¿0
Persamaan (6.5) dapat disederhanakan dengan membagi dengan ρ1 pada kedua ruas dan didefinisiskan
bahwa d=ρρ1
untuk memperoleh
(6.6)∂ d∂t+c (1−2 d ) ∂ d
∂ x=0
Persamaan (6.6) merupakan salah satu contoh hukum kekekalan. Jika diberikan kepadatan normal awal
(6.7) d ( x , 0 )=f ( x ) ,
maka, berdasarkan bagian 5, solusi MNA dari (6.6) dan (6.7) terdefinisi secara implisit, untuk t yang
cukup kecil dengan persamaan
(6.8) d=f (x−c (1−2d ) ) .
Jika f adalah fungsi C1 maka solusi ada dan berbentuk fumgsi C1 serta terdefinisi secara implisit oleh
(6.8) jika kondisi
(6.9) 1−2 ct f ' (x−ct (1−2 d ) )>0
dipenuhi. Jika kondisi ini pernah tidak dipenuhi, shocks akan dihasilkan pada kondisi dimana turunan
dari kepadatan mobil menjadi tak berhingga dan kepadatan menghasilkan shock yang diskontinyu. Jika
f ' ( x )≤ 0 ∀ x kondisi (6.9) dipenuhi ∀ t ≥ 0. Ini mengarah pada kesimpulan bahwa jika kepadatan mobil
awal adalah konstan atau turun pada arah arus lalu lintas maka shock tidak akan pernah dihasilkan dan
arus lalu linta s akan berjalan lancar secara kontinyu. Sebaliknya, jika ICD (Initial Card
Density=Kepadatan Mobil Awal) bertambah pada setiap jarak di jalan raya maka akibatnya shockakan
dihasilkan. Sebagai ilustrasi akan terlihat pada contoh dibawah ini.
Contoh
Misalkan ICD didefinisikan oleh fungsi dibawah ini, yaitu:
f ( x )=13
,∧x ≤0
13+ 5
12x , 1≤∧x ≤ 0
34
,∧x≥ 1
Grafik dari fungsi diatas terlihat pada gambar dibawah ini:
Turunan dari f ( x ) memiliki shock pada x=0 , x=1 dan teori yang dimiliki tidak dapat diaplikasikan
karena f ( x ) bukan lah anggota C1. Selanjutnya, f ( x ) dapat dihaluskan didekat x=0dan x=1 dengan
mengganti setiap sudut pada grafik f ( x ) dengan kurva belok yang halus.Oleh karena itu, penghalusan ini
dapat menemui banyak kesulitan saat perhitungan solusi dari masalah f ( x ) ini.Untungnya, efek yang
dihasilkan oleh shock pada turunan dari data awal adalah jump pada turunan solusi yang melewati
sebuah garis di bidang ( x ,t ) .solusi masih terdefinisi secara implisit untuk sebuah tyang cukup kecil,
dengan menggunakan persamaan (6.8).untuk menghitunya akan digunakan informasi bahwa solusinya
konstan disepanjang garis pada bidang (x ,t ). Karena variabel t selalu dikalikan oleh kecepatan bebas c,
maka selanjutnya akan digunakan ctuntuk menggantikan tempat t .
Jika x0≤ 0 dan d=d0=f ( x0 )=13
sepanjang x−c t (1−2 d0)=x0 atau:
(6.11) d=13
pada ct=3 (x−x0 ) , x0≥ 0
(6.12) d= 34
pada ct=−2 (x−x0 ) , x0≥ 1
Sehingga, diperoleh d=13
disepanjang garis ct=3 x dan d=34
disepanjang garis ct=−2(x−1). Karena
dua garis ini berpotongan pada titik ( x , ct )=( 25 ,65 ) maka shock muncul pada titik tersebut seperti yang
terlihat pada gambar dibawah ini.
Jika 0 ≤ x0≤ 1 maka d=d0=13+ 5
12x0 sepanjang x−ct [1−2( 13 + 5
12x0)]=x0 atau
(6.13) d=13+ 5
12x0 sepanjang
ct=6 (x−x0)
5( 25−x0),0 ≤ x0 ≤1
Perhatikan bahwa garis pada persamaan (6.13) melewati ( x , ct )=( 25
,65). Garis ct=3 x , ct=−2(x−1)
membagi setengah atas bidang (x , ct) ke dalam empat bagian, yaitu bagian kiri d=13
, bagian kanan
d= 34
dan dalam bagian segitiga dengan (0,0 ) , (1,0 ) ,( 25 ,65 ) dan ddiperoleh dari persamaan (6.13).
Seperti terlihat pada gambar di bawah ini:
Selanjutnya, mengeliminasi x0 dari persamaan (6.13) akan diperoleh:
(6.14) d=13+
5 (6 x−2 ct)12(6−5ct)
,0 ≤6 x−2 ct6−5 ct
≤1 , 0 ≤ ct ≤65
Akibatnya, pada bagian shock solusinya memiliki jump diskontinyu san nilai dari solusi tidak dapat
dihitung dengan menggunakan analisis ini. Gambar di bawah ini menunjukkan grafik dari d dan x pada
empat macam nilai ct .
Kompresibel Aliran Fluida di Bawah Tekanan Konstan
Mari kita perhatikan aliran yang bergantung pada waktu dari fluida kompresibel berdimensi satu di
bawah asumsi p tekanan konstan. Jika u menunjukkan kecapatan fluida, ρ kecepatan dan e energi
internal per satuan volume, persamaan dasar dinamika gas :
(6.15) ut + uux = 0,
(6.16) ρt + (ρu)x = 0,
(6.17) e t + (eu)x + (ρu ¿¿x = 0.
Kita ingin memecahkan persamaan hal ini ke persamaan / kondisi awal
(6.18) u( x, 0) = f(x)
(6.19) ρ( x, 0) = g(x)
(6.20) e( x, 0) = h(x)
dimanaf , g dan h diberikan fungsi C1. Menurut bagian 5, solusi dari masalah nilai awal (6.15), (6.18)
selalu ada untuk t yang cukup kecil dan didefinisikan secara implisit oleh persamaan
(6.21) u = f (x – ut)
Jika f '(x) ≧ 0 untuk semua x, solusiya ada sebagai fungsi C1untuk semua t≧ 0. Sebaliknya solusi akhirnya
berkembang secara diskontinuitas yang dikenal sebagai shocks, studi yang melibatkan generalisasi
konsep larutan (see Noh and Protter1 for details). Setelah u diketahui, dapat diganti atau disubstitusikan
ke dalam persamaan (6.16) dan masalah nilai awal (6.16), (6.19) kemudian dapat diselesaikan untuk
mendapatkan kepadatan ρ. Hal ini berguna untuk mendapatkan formula untuk ρ dalam u (atau
dipandang sebagai atau dari segi u). Untuk melakukan hal ini kita perhatikan bahwa ux (dalam hal ini),
muncul dalam persamaan (6.16) dan dari (6.21) kita peroleh/punya,
(6.22) ux=f ' (x−ut)
1+t f ' (x−ut )
Ini menunjukkan bahwa fungsi dari bentuk
(6.23) ρ = G(x−ut)
1+ t f '(x−ut)
mungkin menjadi solusi dari persamaan (6.16) (lihat juga masalah 6.5). Agar (6.23) memenuhi kondisi
awal (6.19), fungsi G harus diambil untuk menjadi g. Itu kini tersisa sebagai latihan (masalah 6.6) untuk
menunjukkan bahwa
(6.24) ρ = g (x−ut)
1+ t f '(x−ut)
tidak hanya memenuhi kondisi awal (6.19) tetapi juga pdp (6.16) asalkan fungsi f adalah C2. Dalam
pandangan teorema keunikan kita mengenai solusi dari masalah nilai awal (6.16), (6.19), kita
menyimpulkan bahwa solusi dari masalah ini harus diberikan oleh (6.24). Samahalnya dengan, solusi dari
masalah nilai awal (6.17), (6.20) yang diberikan oleh
(6.25) e=h ( x−ut )+ p
1+t f '( x−ut)−p
7. Metode Fungsi Hasil Probabilitas.
Penggunaannya dalam Masalah Sambungan Jaringan Telepon dan Kontrol Penyakit Tropis
Pada bagian ini kita akan membahas penggunaan persamaan diferensial parsial linear orde satu untuk
menyelesaikan masalah probabilitas/kemungkinan, yaitu masalah yan timbul pada penyelidikan proses
tertentu seperti proses skolastik.
Masalah Sambungan pada Jaringan Telepon
Jaringan telepon yang ideal memiliki jumlah saluran tak terbatas, dan asumsinya awal mula dan akhir
panggilan berada dalam interval waktu [0, ∞] berdasarkan hipotesis tertentu yang kita jabarkan di
bawah ini. Diketahui bilangan bulat non-negatif n, yang digunakan dalam waktu t, 0 < t <∞, dengan
probabilitas awal Pn(0), 0 ≤ n < ∞, carilah probabilitas Pn(t).
Dalam menyatakan hipotesis yang berkenaan dengan permulaan dan penghentian panggilan telepon
dalam jaringan, kita gunakan simbol o(h) untuk menunjukan kuantitas yang menghentikan lebih cepat
daripada h pada h=0; i.e., limh→ 0 [ o (h )h ]=0. Kelayakan dan validitas hipotesis ini dibahas dalam buku
Feller. Hipotesisnya adalah sebagai berikut:
(i) Bila sambungan terjadi pada waktu t, kemungkinan akhir percakapan selama interval waktu
(t, t + h) adalah µh + o(h), dimana µ konstan.
(ii) Kemungkinan awal percakapan selama interval waktu (t, t + h) adalah λh + o(h), dimana λ
konstan.
(iii) Kemungkinan dua atau lebih pergantian (awal atau akhir panggilan) selama interval waktu
(t, t + h) adalah o(h).
Langkah awal penentuan kemungkinan Pn(t) adalah memperoleh sistem persamaan diferensial biasa
yang dipenuhi oleh Pn(t). Nilai t adalah tetap dan probabilitas Pn(t) berlaku untuk semua n, 0 ≤ n < ∞,
dan mari kita tentukan Pn(t + h), probabilitas yang mana nilai n digunakan dalam waktu t + h. Misalkan n
≥ 1. Akan ada beberapa sambungan sebanyak n dalam waktu t + h hanya jika kondisi-kondisi berikut ini
terpenuhi:
(1) Dengan waktu t, sambungan n – 1 digunakan dan satu kali panggilan bermula selama interval
waktu (t,t + h).
(2) Dengan waktu t, sambungan n + 1 digunakan dan satu kali panggilan berakhir selama interval
waktu (t,t + h).
(3) Dengan waktu t, sambungan n digunakan dan tak ada pergantian yang terjadi dalam jaringan
selama interval waktu (t,t + h), dan
(4) Dua atau lebih pergantian terjadi selama interval waktu (t,t + h).
Berdasarkan hipotesis kami, probabilitas poin (4) adalah o(h) sedangkan probabilitas poin (1) adalah
[ λh+o (h ) ]Pn−1( t)
Probabilitas poin (2) yaitu
(n+1 ) [µh+o (h ) ]Pn+1(t)
Dan probabilitas poin (3) adalah
[1– λh−nµh – o (h ) ]Pn(t)
Karena probabilitas poin (1), (2), dan (3) saling terpisah, jika di jumlahkan akan menjadi seperti ini
(7.1) Pn(t+h)=λh Pn−1( t)+(n+1)µh Pn+1(t )+ (1 – λh−nµh )Pn(t)+o (h)
Dengan menggunakan rumus (7.1) untuk membentuk [Pn(t + h) – Pn(h)] / h dan memisalkan h 0, kita
dapatkan persamaan diferensial biasa
(7.2) Pn ’( t)=−( λ+nµ) Pn(t)+λ Pn−1(t)+(n+1)µPn+1 (t)
Yang mana berlaku untuk semua n ≥ 1 dan 0 < t < ∞. Akan muncul persamaan berikut ini jika n = 0
(7.3) P0 ’( t)=−λ P0( t)+µ P1(t )
Karena probabilitas awal Pn(0), 0 ≤ n < ∞, diasumsikan telah diketahui, masalah menemukan
probabilitas Pn(t) untuk semua t > 0 telah berkurang menjadi seperti persamaan (7.2), (7.3). Pertanyaan
mengenai ada tidaknya dan keunikan dari masalah nilai awal ini tidaklah mudah. Sekarang, kita akan
menjabarkan metode menemukan solusi untuk masalah nilai awal dalam persamaan diferensial parsial
linear orde satu.
(7.4) G(t , s)=∑n=0
∞
Pn ( t ) sn
Rumus diatas dikenal sebagai fungsi hasil probabilitas untuk probabilitas Pn(t). Sebagai konsekuensi
sistem o.d.e.’s (7.2), G(t,s) mesti memenuhi persamaan diferensial parsial linear orde satu. Dengan
mendiferensiasikan rumus (7.4), kita dapatkan rumus:
(7.5) ∂ G∂ s=∑
n=1
∞
nPn ( t ) sn−1=∑
n=0
∞
(n+1 )Pn+1 (t ) sn
(7.6) ∂ G∂ t=∑
n=0
∞
Pn (t ) sn
Substitusi rumus (7.2) dan (7.3) untuk Pn’(t) ke dalam rumus (7.6), diikuti dengan penyusunan ulang dan
identifikasi rumus (7.4) dan (7.5) menghasilkan p.d.e. untuk G
(7.7)∂ G∂ t+µ (s−1 ) ∂G
∂ s=λ (s−1 )G
Di sisi lain, pengetahuan tentang probabilitas awal Pn(0) menyebabkan kondisi awal G sejalan dengan t =
0 dari bidang (t,s),
(7.8) G(0 , s)=g(s) ,
Dimana
(7.9) g(s)=∑n=0
∞
Pn (0 ) sn
Untuk mendapatkan solusi masalah nilai awal rumus (7.7) dan (7.8). Sistem asosiasi o.d.e.’s dari rumus
(7.7) adalah
dt1= ds
μ(s−1)= dG
λ ( s−1 )G
Dan dua rumus integral fungsional independen pertama yaitu
(7.10) u1=e−µt (s – 1 ) ,u2=e−λπ
sG
karenau1 tidak bergantung dengan nilai G, integral umum untuk rumus (7.7) adalah
u2 = f(u1)
dimanaf adalah fungsi C1 dari variabel tunggal. Dengan mensubstitusikan rumus (7.10) dalam integral
umum dan penyelesaian nilai G, kita dapatkan solusi rumus (7.7),
(7.11) G(t , s)=e−λπ
sf (e−μt (s−1 ))
Kondisi awal rumus (7.8) menentukan fungsi f. Dengan mengatur t = 0 dalam rumus (7.11) dan dengan
menggunakan rumus (7.8) menghasilkan
g(s)=e−λπ
sf (s−1 )
dan selanjutnya,
(7.12) f (s )=g(s+1)e−λπ(s+1)
Terakhir, dengan mensubstitusikan rumus (7.12) ke dalam rumus (7.11) dan menyederhanakannya, kita
dapatkan solusi permasalahan nilai awal (7.7) dan (7.8)
(7.13) G(t , s)=g (1+e−µt (s – 1))exp[ λμ (s−1)(1−e−μt)]Ketika fungsi hasil probabilitas G(t,s) telah ditemukan, probabilitas Pn(t) dapat ditemukan dari rumus
yang sudah lazim untuk koefisien Taylor (7.4)
(7.14) Pn(t )=1n! [ ∂n
∂ sn G (s ,t )]s=0
Untuk mengilustrasikan metode fungsi hasil probabilitas (p.g.f.), digunakanlah t = 0 yang berarti seperti
berikut
(7.15) P1(0)=1 dan Pn(0)=0untuk n≠1
Maka,
(7.16) g(s)=∑n=0
∞
Pn ( t 0 ) sn=s
Substitusi rumus (7.16) ke dalam (7.13) menghasilkan rumus p.g.f.
(7.17) G(t , s)=[1+e−µt (s – 1)]exp [ λμ (s−1)(1−e−μt)]Probabilitas Pn(t) dapat ditentukan menggunakan rumus (7.14). Untuk nilai n = 0 dan n = 1 kita dapatkan
P0(t) = G(t,0) = (1 - e-µt) exp [ λμ (e−μt−1)]P1(t) =
∂ G∂ s(t , 0) = [e−μt +
λμ¿)2] exp [ λμ (e−μt−1)]
Masalah Mengontrol Penyakit Tropis
Schistosomiasis adalah penyakit infeksi parasit yang diperkirakan menjangkiti lebih dari dua ratus juta
orang di negara tropis dan subtropis di dunia.Hal ini ditandai dengan kelemahan jangka panjang yang
dianggap oleh banyak kalangan, menjadi kendala yang signifikan untuk kemajuan negara-negara
terbelakang di mana banyak segmen besar penduduk kurang lebih terinfeksi secara
permanen.Persistensi infeksi di wilayah ini tergantung pada siklus kejadian yang kompleks yang
melibatkan manusia, cacing pipih parasit tertentu (schistosomes), dan spesies siput tertentu.Sebuah
penelitian tentang probabilitas dari siklus peristiwa telah dimuat dalam jurnal Nasell dan Hirsch.Hasil
dari penelitian ini memungkinkan adanya perbandingan keefektifan relatif dari berbagai prosedur yang
ditujukan untuk pengendalian atau pemberantasan penyakit.Di sini kami tunjukan masalah yang muncul
di banyak penelitian mengenai penentuan fungsi hasil probabilitas tertentu.
Fungsi hasil probabilitas G(t,s) harus memenuhi p.d.e.
(7.18)∂ G∂ t+μ (s−1 ) ∂ G
∂ s=1
2vY ( t ) ( s−1 )G
Dan kondisi awalnya
(7.19) G(t 0 , s)=sm
dengan t = t0 dalam (t,s). Maka selanjutnya diberikan fungsi Y(t), dengan nilai µ dan v konstan dan m
adalah bilangan bulat nonnegatif. Ini latihan yang mudah untuk mendapatkan integral pertama dari
rumus (7.18),
(7.20) u1 = e-µt (s – 1), u2=G e−1
2β (t )(s−1)
dimana
β (t )=e−μt∫0
t
Y (τ ) eμτ dτ .
Sekarang, integral umum dari rumus (7.18) adalah
(7.21) ¿−12
β (t ) (s−1)=f (e−μt ( s−1 ))
dimana f adalah nilai sembarang fungsi C1. Dengan menyelesaikan rumus (7.21) untuk G, kita dapatkan
penyelesaian rumus (7.18),
G(t,s) = e12
β ( t )(s−1)f (e−μt (s−1 ))
Kondisi awal rumus (7.19) menentukan fungsi f karena memerlukan persamaan
(7.22) sm = e12
β ( t0 )(s−1)f (e−μ t 0 ( s−1 ))
Dimisalkan z = e−μ t0 (s−1 ), kita dapatkan s = 1 + zeμ t 0 dan rumus (7.23) menghasilkan
f(z) = (1 + zeμ t 0¿¿m exp [−12
β (t 0) zeμt0 ¿
Maka,
f (e−μt ( s−1 ))=¿¿
exp¿
dan dengan substitusi rumus (7.22), kita dapatkan solusi masalah nilai awal (7.18)dan (7.19),
(7.24) G(t,s) = ¿m exp 12¿
Deret Taylor, Fungsi Analitik
Misalkan f sebuah fungsi C∞dari suatu variabel x pada interval buka I⊂R1 dan misalkan x0 sembarang titik di I. Deret
(1.1 )∑n=0
∞ f (n) (x0 )n!(x−x0)
n
disebut deret Taylor dari fungsif di sekitar titik x0.
f (n ) menyatakan turunan ke-n dari f . Untuk sembarang fungsi f ∈C∞, Deret Taylor (1.1) mungkin tidak
konvergen atau jika ia konvergen, belum tentu konvergen terhadapf (x). FungsiC∞ khusus yang
memiliki deret Taylor yang konvergen terhadap f (x) untuk semua x di sekitar x0, disebut analitik pada x0.
Definisi 1.1
Misalkan f ∈C∞ ( I ) , dimana I adalah interval terbuka dari R1, dan misalkan x0 sembarang titik pada I .
Jika deret Taylor (1.1) dari f di sekitar x0 konvergen terhadap f (x) untuk setiap x pada persekitaran x0,
maka f disebut analitik pada x0. Jika f analitik di setiap titik pada I maka f disebut fungsi analitik pada
interval I .
Contoh
Deret Taylor dari fungsif ( x )=ex di sekitar titik asal adalah
∑n=0
∞ f (n ) (x0 )n!
(x−x0 )n=∑
n=0
∞1
n !xn
Deret di atas konvergen terhadap ex untuk setiap x∈ R1. Maka, fungsi ex analitik pada titik asal.
Selanjutnya, fungsi tersebut analitik di seluruh garis bilangan real R1 sehingga
ex=∑n=0
∞1
n !xn , x∈ R1
Contoh lain
Fungsi sin x dan cos x analitik pada R1 dan
sin x=x− x3
3 !+ x5
5 !−…,x∈R1
cos x=1− x2
2!+ x4
4 !−…, x∈R1
Misalkan f sebuah fungsi C∞ yang terdefinisi pada beberapa domain Ω⊂Rn dan misalkan x0 sembarang titik pada Ω. Deret
(1.2 ) ∑(α 1 ,… ,α n)
D1α 1 D 2
α2 … Dnα n f (x0)
α1! α2 !…α n!(x1−x1
0)α 1(x2−x20)α 2 …(xn−xn
0)α n
disebut deret Taylor darif disekitarx0.
D j=∂/∂ x j, dan α j bilangan bulat non-negatif, j=1 ,…, n .
D1α 1 D 2
α2 … Dnα n f= ∂α 1+α2+…+α n f
∂ x1α 1∂ x2
α 2 …∂ xnα n
Deret (1.2) dapat dituliskan dalam bentuk yang lebih singkat dengan notasi
α=(α 1 , α 2 ,…, α n)
xα=x1α 1 x2
α 2 …xnα n
Dα=D1α1 D2
α 2… D nαn
α !=α1! α2 !…α n!
|α|=α1+α2+…+α n
maka deret Taylor (1.2) dari f disekitar x0 dapat dituliskan dalam bentuk
(1.3 )∑|α|≧0
Dα f (x0 )α !
(x−x0)α
Definisi 1.2Misalkanf ∈C∞ (Ω ) dimana Ω adalah sebuah domain pada Rn dan misalkan x0 sembarang titik pada Ω.
Jika deret Taylor (1.3) dari f di sekitar x0 konvergen terhadap f (x) untuk semua xdipersekitaran x0,
maka f disebut analitik pada x0. Jika f analitik pada setiap titik di Ω maka f suatu fungsi analitik di Ω.
Teorema Cauchy Kovalensky
Misalkan fungsi ϕ analitik pada persekitaran titik asal dari Rn dan misalkan fungsi F analitik pada
persekitaran titik (0,0 , …,0 , ϕ (0 , , …, 0 ) , ϕx1(0 , ,…, 0 ) , …, ϕxn
(0 , ,… ,0 )) dari R2 n+2 Maka masalah
Cauchy (2.7)-(2.8) memiliki solusi u (t , x1 ,…, xn ) yang terdefinisi dan analitik pada persekitaran di titik
asal diRn+1 dan solusinya unik dalam kelas fungsi analitik.
Misalkan diketahui
(2.1 ) dudt=F( t , u)
(2.2 )u (0 )=u0
adalah masalah nilai awal untuk persamaan diferensial biasa berorde satu dengan variabel yang tidak diketahui u dan variabel bebas t .
Akan dicari solusi u (t ) dari masalah (2.1)-(2.2) yang terdefinisi di beberapa interval pada sumbu-t yang memuat titikt=0.
Asumsikan bahwa fungsi F analitik pada persekitaran titik (t ,u )=(0 , u )∈ R2, sehingga F memiliki deret
Taylor yang konvergen terhadap F (t , u) untuk setiap titik (t ,u) pada persekitaran titik (0 , u0 ) . Maka
teorema Cauchy-Kovalevsky menunjukkan masalah nilai awal (2.1)-(2.2) memiliki solusi u(t ) yang terdefinisi dan analitik pada interval yang memuat titik t=0.
Bagaimana mencari deret Taylor u(t ) di sekitar titik t=0?
Selanjutnya, misalkan diketahui
(2.4 ) ∂ u∂ t=F (t , x ,u ,
∂ u∂ x )
(2.5 )u (0 , x )=ϕ (x ) .
adalah masalah nilai awal atau masalah Cauchy untuk persamaan diferensial parsial berorde satu dengan variabel tidak diketahui u dan dua variabel bebas t dan x . Diberikan fungsi ϕ yang terdefinisi pada beberapa interval C dari sumbu-x yang memuat titik asal. Akan dicari suatu solusi
u(t , x ) dari masalah Cauchy (2.4)-(2.5) yang terdefinisi
untuk (t , x ) di beberapa domain Ω pada bidang-(t , x ) yang memuat kurva awal C.
Asumsikan bahwa fungsi ϕ (x ) yang diberikan, analitik pada persekitaran titik asal di sumbu-x. Maka, dari kondisi awal (2.5) dapat dihitung seluruh turunan parsial dariu terhadap x pada titik asal,
∂n u∂ xn
(0,0 )=ϕ(n) (0 ) , n=0,1,2 , …
Asumsikan juga bahwa fungsi F analitik di persekitaran titik (0,0 , ϕ (0 ) , ϕ (1) (0 )) di R4. Maka teorema
Cauchy-Kovalevsky menyatakan bahwa masalah (2.4)-(2.5) memiliki solusi u (t , x ) yang terdefinisi dan analitik pada persekitaran titik asal dari bidang – (t , x ).
Untuk mencari deret Taylor dari u (t , x ) di sekitar titik asal, harus dihitung nilai dari semua turunan parsial u pada titik asal.
Turunan dari ∂n u/∂ xn dapat dihitung dari kondisi awal (2.5). Dengan mensubstitusikan pada
(2.4) nilai t=0, x=0 dan nilai u yang telah diperoleh sebelumnya. dan ∂ u∂ x
pada (0,0), diperoleh nilai
turunan ∂ u∂ t
pada titik asal.
∂ u∂ t
(0,0 )=F (0,0 , ϕ (0 ) , ϕ (1 ) (0 ) )
untuk memperoleh nilai ∂2 u/∂ x ∂t , turunkan (2.4) terhadap x sehingga diperoleh
∂2 u∂ x∂ t
=F2 (t , x , u , ux)+F3 ( t , x , u , ux )ux+F4 (t , x , u ,ux )uxx
kemudian substitusikan t=0 , x=0 dan nilai u ,ux . uxx pada (0,0) yang telah diperoleh sebelumnya.
Selanjutnya, untuk mencari ∂2 u/∂ t 2, turunkan (2.4) terhadap t ,
∂2u∂ t 2=F1 (t , x , u , ux)+F3 (t , x , u , ux)ut+F4 (t , x , u ,ux )uxt
dan substitusikant=x=0 dan nilai u ,ux , ut dan uxt pada titik asal yang telah diperoleh sebelumnya.
Dengan menurunkan (2.4) terhadap t dan x dan mensubstitusikan nilai u dan turunannya, diperoleh semua nilai turunan parsial dari u pada titik asal.
Deret Taylor untuk u(t , x ) di sekitar titik asal adalah
∑(αt , α x)
Dtα t Dx
α x u (0,0 )αt !α x !
t αt xα x
Teorema Cauchy-Kovalevsky menunjukkan bahwa deret ini konvergen untuk semua (t , x ) di beberapa persekitaran U dari domain asli dan mendefinisikan solusi
(2.6 )u ( t , x )=∑(αt , α x)
Dtα t D x
α x u(0,0)α t! α x !
tα t xα x
fungsi yang didefinisikan oleh (2.6) memenuhi p.d.p. (2.4) untuk setiap(t , x )∈U dan kondisi awal (2.5) untuk setiap titik (0 , x) dari C yang termuat di U .
Misalkan diketahui
(2.7 ) ∂ u∂ t=F( t , x1 , …, xn , u , ux 1 ,… ,uxn)
(2.8 )u (0 , x1, …, xn )=ϕ (x1 , …, xn)
adalah masalah nilai awal (masalah Cauchy) yang melibatkan sebuah persamaan diferensial parsial orde satu dalam satu variabel yang tidak diketahui u dan n+1 variabel bebas t , x1 ,…, xn. Fungsi
F (t , x1 , …, xn , u , x1 , …, xn ) adalah sebuah fungsi dari 2 n+2 variabel.
Teorema (Cauchy-Kovalevsky)Misalkan fungsi ϕ analitik pada persekitaran titik asal dari Rn dan misalkan fungsi F analitik
pada persekitaran titik (0,0 , …,0 , ϕ (0 , , …, 0 ) , ϕx1(0 , ,…, 0 ) , …, ϕxn
(0 , ,… ,0 ))dariR2 n+2.
Maka masalah Cauchy (2.7)-(2.8) memiliki solusi u (t , x1 ,…, xn ) yang terdefinisi dan analitik
pada persekitaran di titik asal di Rn+1dan solusinya unik dalam kelas fungsi analitik.
Teorema ini menyatakan 2 hal yaitu :1. Terdapat solusi analitik di beberapa persekitaran titik asal2. Solusi unik pada kelas fungsi analitik
Maksud dari keberadaan adalah terdapat sebuah fungsi u (t , x1 ,…, xn ) yang terdefinisi dan
analitik di persekitaran U dari titik asal di Rn+1 sehingga pada setiap titik (t , x1 , …, xn ) dari U ,
memenuhi u (t , x1 ,…, xn ) memenuhi (2.7) dan pada setiap titik (0 , x1 , …, xn ) pada bagian S yang
termuat di U memenuhi (2.8) kondisi awal.
bukti keberadaan menunjukan bahwa koefisien deret taylor adalah
(2.9 ) ∑(α t , α1 , …, α n)
Dtα t D1
α 1 … Dnα nu (0 ,…, 0)
αt ! α1 !…α n!
Contoh 2.1
Temukan semua suku yang berorde ≤ 3 dalam deret Taylor di sekitar titik asal dari solusi masalah nilai awal
(2.10) ut=u ux
(2.11) u (0 , x )=1+x2
Pada masalah ini ϕ ( x )=1+x2 dan fungsi adalah fungsi ϕ analitik pada persekitaran titik asal dari
sumbu-x (pada kenyataannya analitik di seluruh sumbu-x). ux (0,0 )=ϕ ' ( x )=0.
Selain itu, F ( t , x , u , p )=up dan fungsi ini analitik di persekitaran dari (0,0,1,0) di R4(pada
kenyataannya fungsi tersebut analitik di seluruh R4 ). Oleh karena itu, dengan menggunakan teorema Cauchy-Kovalevsky, masalah Cauchy (2.10)-(2.11) memiliki solusi analitik di persekitaran titik asal pada bidang (t , x ). . Kita harus menghitung semua turunan dari u berorde ≤ 3 di titik asal.
Dari (2.11) kita memiliki
u (0 , x )=1+x2, ux (0 , x )=2 x , uxx (0 , x )=2 , uxxx (0 , x )=0
Oleh karena itu,
u (0,0 )=1, ux (0,0 )=0 , uxx (0,0 )=2 ,uxxx (0,0 )=0
dari (2.10) kita mempunyai
ut=uux , utx=uuxx+u2 x , utxx=3 ux uxx+uuxxx
dan dengan menggunakan nilai yang telah diperoleh sebelumnya kita diperoleh
ut (0,0 )=0 , utx (0,0 )=2 ,u txx (0,0 )=0
dari (2.10) didapat
utt=ut ux+uutx ,uttx=ut uxx+2ux u tx+uutxx
dan dengan menggunakan nilai yang telah dperoleh sebelumnya diperoleh
utt (0,0 )=2 ,uttx (0,0 )=0.
akhirnya dari (2.10) didapat
uttt=u tt ux+2u t utx+uuttx
oleh karena itu
uttt (0,0 )=0.
Deret Taylor untuk u(t , x ) di sekitar titik asal adalah
u (t , x )=∑(αt , α x)
Dtα t D x
α x u(0,0)αt ! α x !
tα t xα x
¿1+t 2+2 tx+x2+…
BAB V
PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL LINEAR
KARAKTERISTIK, KLASIFIKASI DAN BENTUK KANONIK
1. Operator Parsial Diferensial Linear dan Kurva Karakteristik dan Permukaan
Karakteristiknya
Beberapa notasi yang perlu diingat:
x=(x1 , …, xn ) merupakan sebuah titik di Rn
D j merupakan operator parsial diferensial ∂
∂ x j
Misalkan α=(α1 , …, αn ) merupakan n-tuple bilangan bulat non-negatif. Kemudian kita
definisikan
xα=x1α 1 x2
α 3 …xnα n
dan
Dα=D1α1 D2
α 3 …D nαn
Misakan |α| menotasikan penjumlahan komponen-komponen dari α , |α|=¿ α 1+…+α n.
Maka xα adalah monomial dari orde |α| pada koordinat x1 , …, xn, dan Dα adalah sebuah
operator parsial diferensial dari orde |α|. Berdasarkan notasi sebelumnya, maka:
Dα= ∂|α|
∂ x1α 1∂ x2
α 2…∂ xnα n
Contoh :
Jika n = 3 dan α = (2, 1, 3)
Maka: |α| = 2 + 1 + 3 = 6
xα=x12 x2 x3
3 adalah monomial dari orde 6
Dα=D12 D2 D 3
3= ∂6
∂ x121 ∂ x2 ∂ x3
3
Persamaan diferensial parsial linear dari orde m di Rn adalah persamaan dengan bentuk
(1.1
)∑|α|≤m
aα Dα u=f
Dimana
aα dan f adalah fungsi dari x∈ Rn
aα merupakan koefesien dari bentuk aα Dα u
f merupakan sisi kanan dari persamaan
Penjumlahan dari sisi kiri pada persamaan tersebut bernilai mungkin untuk indeks vector α
dengan |α|≤ m. Jadi, m adalah orde tertinggi dari turunan yang terlihat dalam persamaan.
Operator diferensial parsial linear dari sisi kiri pada persamaan (1.1) akan dinotasikan dengan
P(x , D),
(1.2
)P ( x , D )=∑
|α|≤m
aα (x )Dα
Jika koefesien aα konstan, hanya ditulis P(D).
Contoh 1.1
Diberikan persamaan di R2
(1.3
)D1
2 u+sin (x1 x2 )D 22u−x2
2 D1 D 2u+x1 D2 u+ex2 u=cos (x1+x2)
merupakan persamaan diferensial parsial linear orde kedua.
Karena persamaan ini merupakan persamaan diferensial parsial linear di R2 dan merupakan
persamaan diferensial parsial linear orde kedua maka |α|=α1+α2≤ 2. Kombinasi (α ¿¿1 , α2)¿
yang mungkin adalah (0, 0); (0, 1); (0, 2); (1, 0); (1, 1); (2, 0). Maka diperoleh koefesien-
koefesian yaitu :
a (2,0 )( x)=1 , a (0,2 ) ( x )=sin (x1 x2 ), a (1,1 )=−x22,
a (1,0 )=0, a (0,1 )=x1, a (0,0 )=ex2
Operator dari persamaan (1.3) adalah
(1.4
)P ( x , D )=D1
2+sin (x1 x2 )D22−x2
2 D1 D2+x1 D2 u+ex2
Contoh 1.2
Bentuk umum operator parsial diferensial linear orde pertama di Rn :
P ( x , D )=a(1,0,0 ,… ,0 )(x)D1+a(0,1,0 ,… ,0 )(x)D2+…+a (0,0 , …, 0,1)(x )Dn+a(0,0 , … ,0 )(x )
Sebagai contoh, bentuk umum operator orde pertama di R2 adalah
(1.5
)P ( x , D )=a1(x)D1+a2(x )D2+c (x )
Contoh 1.3
Bentuk umum operator parsial diferensial linear orde kedua di R2 :
P ( x , D )=a(2,0 ) (x ) D12+a(1,1) ( x ) D1 D 2+a(0,2 ) ( x ) D2
2+a(1,0) ( x )D1+a(0,1 ) ( x )D2+a (0,0 ) ( x )
Beberapa contoh penting operator persamaan diferensial linear parsial dengan koefesien konstan
adalah operator Laplace di dua variabel
(1.6
)P (D )=D1
2+D22,
operator gelombang di satu variabel ruang
(1.7
)P (D )=D1
2−D 22,
dan operator panas di satu variabel ruang
(1.8
)P (D )=D1
2−D 2.
Dalam (1.7) dan (1.8), x1 adalah variabel ruang dan x2 adalah variabel waktu.
Contoh lainnya adalah operator Tricomi yang muncul dalam hidrodinamik,
(1.9
)P (D )=x2 D1
2+D22.
Contoh 1.4
Bentuk umum operator parsial diferensial linear orde kedua di R3 :
P ( x , D )=a(2,0,0 ) ( x ) D12+a (1,1,0 ) ( x )D 1 D2+a(1,0,1 ) ( x )D1 D3+a(0,1,1 ) ( x )D2 D3+a(0,2,0 ) ( x )D 2
2+a(0,0,2 ) (x ) D32+a (1,0,0 ) ( x )D 1+a(0,1,0 ) ( x ) D2+a (0,0,1 ) ( x )D 3+a(0,0,0 ) ( x ) .
Kasus khusus yang penting dengan koefisien konstan adalah operator Laplace dalam tiga
variabel
(1.10
)P (D )=D1
2+D22+D3
2,
operator gelombang di dua variabel ruang
(1.11
)P (D )=D1
2+D22−D3
2,
dan operator panas di dua variabel ruang
(1.12
)P (D )=D1
2+D22−D3.
Dalam (1.10) dan (1.11), x1dan x2 adalah variabel ruang dan x3 adalah variabel waktu.
Contoh 1.5
Operator biharmonik di R2 :
(1.13
)P (D )=D1
4+2 D12 D2
2+D24 .
Adalah operator parsial diferensial linear orde ke-4 yang muncul dalam studi elastisitas.
Principal part
Principal part adalah solusi dari PDP linear yang hanya bergantung pada orde tertinggi
dari persamaan yang diberikan.
(1.14) P( x , D )=∑|α|≤m
aα( x ) .Dα
Bentuk Persamaannya menjadi:
(1.15) Pm( x , D )=∑|α|=m
aα( x ) . Dα
Principal part untuk operator diferensial P( x , D )=D12+sin( x1 x2 )D2
2−x22 D1 D2+x1 D2+e
x21
karena yang digunakan adalah orde tertinggi yaitu yang berorde 2 sehingga x1 D2+ex2
1
dihilangkan. Jadi, persamaannya menjadi:
P2 (x , D)=D12+sin( x1 x2 )D2
2−x22 D1 D2
Kemudian Untuk orde 1 dari persamaan P( x , D )=a1( x )D1+a2( x )D2+c( x )karena orde tertinggi
1 maka konstanta c dihilangkan. Sehingga persamaan menjadi:
(1.15) P1( x , D)=a1( x )D1+a2( x )D2
Principal part untuk operator laplace dan operator gelombang akan sama dengan operator
sebelumnya. Sementara itu principal part untuk operator panas P(D )=D12−D2 adalah :
(1.16) P2 (D )=D12
Terdapat vektor yang semuanya tak nol ξ=(ξ1 , ξ2 ,. .. , ξn )∈Rn. Jika terdapat l ≠ 0,
vektor x dan lx arahnya sama. Arah yang di definisikan dari vektor tak nol x di Rn
adalah
karakteristik di titik x∈ Rnyang berhubungan dengan P ¿. Dengan persamaan karakteristik yaitu:
(1.17) Pm( x , ξ )=0
Persamaan karakteristik Pm( x , ξ )=0pada Sisi kiri pada operator parsial P(x,D) yaitu
D=(D1 , D2 , .. . , Dn)diganti oleh ξ=(ξ1 , ξ2 ,. .. , ξn )Sehingga persamaan karakteristik menjadi:
Pm( x , ξ )=∑|α|=m
aα( x ) . ξα=0
Sebagai contoh persamaan karakteristik dari operator (1.4) menjadi
ξ12+sin ( x1 x2 )ξ2
2−x22 ξ1ξ2=0
Arah (ξ1 , ξ2)=(0,1 ) adalak karakteristik di titik (x1 , x2 )=(2 ,π2)cocok dengan operator diatas.
Kemudian untuk persamaan karakteristik untuk operator gelombang adalah
12+2
2−32=0
Dengan arah (1 ,2 ,3 )=(1,1 ,√2) adalah karakteristik disetiap titik di (x1 , x2 , x3 ) di R3. Secara
umum, jika koefisien dari principal part adalah sebuah operator yang konstan kemudian arah
karakteristiknya juga bebas dari x di Rn.
Permukaan Karakteristik
Misalkan ada permukaan mulus S di Rn
dan x0
adalah titik di S. Permukaan S dikatakan
karakteristik di x0
yang bersesuaian dengan P(x,D). Jika vektor normal S di x0
mendefinisikan
arah yang bersesuaian dengan P(x,D) dan jika permukaan S adalah karakterisiti yg bersesuaian
dengan P(x,D) di semua titik di S maka S disebut permukaan karakteristik. Kurva karakteristik
merupakan bagian dari permukaan karakteristik yang titik-titiknya berada di R2
dan semua
titiknya karakteristik.
Sebuah garis di x2=π2
di R2 adalah karakteristik di titik (x1 , x2 )=(2 ,π2) yang bersesuaian
dengan operator P( x ,D )=D12+sin( x1 x2 )D2
2−x22 D1D2+x1 D2+e
x21
karena vektor norlanya
(0,1)pada garis x2 adalah sebuah arah karakteristik pada titik (2 ,π2 ) yang bersesuain dengan
operator P( x ,D )=D12+sin( x1 x2 )D2
2−x22 D1D2+x1 D2+e
x21
.
Bidang x1+ x2+√2 x3=0 di R3adalah permukaan karakteristik pada operator gelombang.
Karena (1,1 ,√2) pada bidang yang semua titiknya karakteristik yang bersesuain dengan
P (D )=D12+D2
2−D32 .
Gambar 1.1
Gambar 1.2
Soal
Tuliskan principal part Pm(x , D) untuk masing-masing operator parsial diferensial (1.6) – (1.13),
Jawab:
Principal part untuk masing-masing persamaan (1.6) – (1.13) adalah:
P2(x ,D)=D12+D2
2
P2 (x , D )=D12−D 2
2
P2(x ,D)=D12
P2(x ,D)=x2 D12+D 2
2
P2(x ,D)=D12+D2
2+D32
P2(x ,D)=D12+D2
2−D32
P2(x ,D)=D12+D2
2
P4 (x , D)=D14+2 D1
2 D22+D 2
4
2. Metode untuk menentukan permukaan dan kurva karakteristik, Contoh-contoh
Langkah pertama untuk mencoba menemukan kurva atau permukaan karakteristik dari
sebuah operator differensial parsial linear adalah dengan menuliskan persamaan karakteristik.
Jika koefisien dari principal part dari operator adalah konstant kemudian persamaan
karakteristik adalah sebuah polinomial homogen dalan ξ1 ,… ,ξn dengan koefisien konstanta. Ini
memungkinkan untuk mendapatkan arah karakteristik dan menentukan permukaan karakteristik
dengan geometric reasoning sederhana. Berikut ini 5 contoh dalam R2 mengilustrasikan metode
ini.
Contoh 2.1
Dalam R2 misalkan P ( x , D )=D1+c ( x ) .
Dengan orde m=1 dan principal part adalah P1 (x , D )=D1.
Persamaan karakteristik adalah ξ1=0
Sehingga arah (0,1) adalah arah karakteristik pada setiap titik pada R2. Kurva karakteristik
adalah berupa garis x2=const .
Contoh 2.2
Dalam R2 selesaikan operator LaplaceP (D )=D12+D2
2.
Persamaan karakteristik adalah ξ12+ξ2
2=0.
Yang cocok dengan (ξ1 , ξ2 )=(0,0).
Maka akibatnya tidak terdapat arah karakteristik sehingga operator Laplace tidak memiliki
kurva karakteristik.
Contoh 2.3
Selesaikan operator Panas P (D )=D12−D 2 pada R2
Principal Part adalah P2 (D )=D12.
Dan persamaan karakteristik adalah : ξ12=0.
Seperti halnya dalam contoh 2.1, kurva karakteristik adalah garis x2=const .
Contoh 2.4
Selesaikan operator gelombang P (D )=D12−D 2
2 pada R2.
Persamaan karakteristik adalah ξ12−ξ2
2=0
Kurva tangent:
( dxdt
,−dydt )
(−dydt
,dxdt )
−dydt+(± dx
dt )=0
−dy+(± dx )=0
dy=± dx
∫ dy=∫ ± dx
y=± x+c
y=x+c1dan y=− x+c2
Sehingga ξ2=± ξ1. Kurva karakteristik adalah berupa garis lurus membentuk sudut 450 garis
y=x+c1 dan y=− x+c2 ( lihat gambar 2.1). catatan bahwa setiap titik (x0 , y0) melewati tepat
dua kurva karakteristik. Seperti pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1
Contoh 2.5
Persamaan uxx−1
C2uu+a ut+bu=0
Dimana a ,b , cadalah konstanta disebut persamaan telegraph.disini kita gunakan (x ,t ) dalam
menetapkan dari (x1 , x2). Principal part dari operator differensial parsial (p.d.o). persamaan
dapat ditulis :
D x2− 1
c2D t
2
Persamaan karakteristik : ξ x2− 1
c2ξ t
2=0
Vektor yang tepat adalah vektor (ξ x , ξ t )=(1 , ± c).
Kurva karakteristik berupa garis lurus x+ct=c1 dan x−ct=c2. Ambil setiap titik pada bidang
(x ,t ) yang tepat melewati dua kurva karakteristik.
Contoh 2.6
Di R2 misalkan
P( x , D )=a1( x )D1+a2( x )D2+c( x ) .
Orde m=1 , principal partnya adalah
P( x , D )=a1( x )D1+a2( x )D2
dan persamaan karakteristiknya adalah
a1( x )ξ1+a2 ( x )ξ2=0 .
Misalkan, C adalah kurva karakteristik dengan parameter
x1= f 1 ( t ), x2=f 2 ( t ).
Garis singgung kurva ini ditentukan oleh ( dx1
dt,dx 2
dt ), maka ( dx2
dt,−
dx1
dt ) adalah normal di C.
Oleh karena itu,
a1( x1 , x2 )dx 2
dt−a2( x1 , x2 )
dx1
dt=0
.
Jadi, kurva karakteristik bisa diperoleh dengan menyelesaikan persamaan diferensial
a1 dx2−a2 dx1=0 .
Misalnya, kurva karakteristik dari D1+D2 adalah solusi dari persamaan
dx 2−dx1=0
yaitu garis x2=x1+c .(1)
Kurva karakteristik dari D1+x1 D2 adalah solusi dari persamaan
dx 2−x1 dx1=0
yaitu parabola x2=x12 /2+c .(2) (Lihat Gambar 2.2)
Gambar 2.2
Contoh 2.7
Di R2 operator
P( x , D )=x2 D12+D2
2
disebut operator Tricomi dan muncul dalam hidrodinamika. Persamaan karakteristiknya adalah
x2ξ12+ξ2
2=0 .
Di setengah bidang atas, x2>0 , tidak ada arah karakteristik sehingga tidak ada kurva
karakteristiknya. Untuk x2≤0 , arah karakteristik di setiap titik (x1 , x2) diberikan oleh vektor
(1 ,±√−x2 ) . Seperti dalam contoh 2.6 kita menyimpulkan bahwa kurva karakteristik adalah
solusi dari persamaan
d x1=±√−x2 d x2 , x2 ≤0
Solusi persamaan ini adalah
x1−c=±23(−x2 )
32 (3)
Jadi, kurva karakteristik dua parameter satu keluarga kurva diilustrasikan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3
Sekarang kita beralih untuk contoh dalam dimensi yang lebih tinggi.
Contoh 2.8
Di Rn kita pandang operator Laplace
P (D )=D12+⋯+Dn
2 .
Persamaan karakteristiknya adalah
ξ12+⋯+ξn
2=0
satu-satunya solusi yaitu (ξ1 ,⋯ , ξn )=(0 ,⋯ ,0). Oleh karena itu, tidak ada arah karakteristik dan
permukaan karakteristiknya.
Contoh 2.9
Pandang operator panas di Rn+1,
P (D )=D12+⋯+Dn
2−D1
dimana kita menggunakan t untuk variabel ke (n+1). Pricipal partnya adalah
P2 (D )=D12+⋯+Dn
2
dan persamaan karakteristiknya adalah
ξ12+⋯+ξn
2=0
Satu-satunya arah karakteristik adalah (ξ1 ,⋯ , ξn , ξt )=(0 ,⋯ ,0,1) dan permukaan karakteristiknya
adalah bidang t=const .
Contoh 2.10
DiRn+1 pandang operator gelombang
P (D )=D12+⋯+Dn
2−Dt2
dimana kita menggunakan t untuk variabel ke (n+1). Persamaan karakteristiknya adalah
ξ12+⋯+ξn
2−ξ t2=0.
Untuk mencari panjang vektor unit yang memenuhi persamaan ini, kita harus memisalkan
ξ12+⋯+ξn
2−ξ t2=1
maka kita harus punya ξ t=±1 /√2. Karena komponen dari sebuah vektor yang membentuk sudut
terhadap koordinat axis-nya adalah cosinus dari sudut tersebut, maka arah karakteristiknya
membentuk sudut 450 terhadap sumbu t.
Setiap permukaan n dimensi yang normal di setiap titik yang membentuk sudut 450 terhadap
sumbu t adalah karakteristik.
Misalnya, bidang t+ x1=0 dan t−x1=0 adalah karakteristik. Permukaan kerucut ganda
(t−t 0 )2−( x1−x10 )2−⋯−( xn−xn
0 )2=0
adalah permukaan karakteristik yg berperan penting dalam mempelajari operator gelombang,
atau disebut juga characteristic cones. Gambar 2.4 menunjukkan sebuah characteristic cones
dalam ruang tiga dimensi, dimana setiap titik (x¿¿10 , x20 , t0)¿ adalah puncak dari characteristic
cones-nya.
Umumnya, untuk menentukan permukaan karakteristik pada tiga dimensi atau lebih adalah hal
yang sulit.
Gambar 2.4
3. Bagian Terpenting pada Karakteristik. Sebuah Contoh yang Sangat Sederhana
Pada bagian ini kita akan mengilustrasikan bagian terpenting dari sebuah karakteristik
dengan mendiskusikan operator diperensial parsial yang paling sederhana yang mungkin,
operator D1=∂
∂ x pada bidang (x , y ). Seperti yang telah kita lihat pada bagian sebelumnya, (0,1)
hanya merupakan arah karakteristik dan karakteristiknya merupakan garis y=¿ konstanta.
Pertama – tama kita lihat bahwa karakteristik adalah pengecualian untuk masalah (nilai
awal) Cauchy. Masalah Cauchy untuk suatu persamaan diferensial parsial orde pertama pada dua
variabel bebas menginginkan suatu solusi u dari persamaan pada suatu domain yang memuat
kurva c pada nilai dari u yang diberikan. Kurva c dinamakan kurva awal (manifold awal) dari
permasalahan dan pemberia, nilai u pada C dinamakan data awal. Pertama perhatikan bahwa
kurva awal C bukan karakteristik terhadap D1. Kemudian vector normal terhadap C pada setiap
titik harus memiliki komponen yang tidak nol pada arah x dan oleh karena itu C harus memenuhi
persamaan dengan bentuk
x=ϕ ( y )
Misalkan masalah nilai awal
D1 u=0
u (ϕ ( y ) , y )=f ( y )
Dimana f(y) fungsi yang telah diberikan, persamaan diferensial (3.2) mengakibatkan sepanjang
garis y = konstanta, u(x,y) adalah konstan, bebas dari x. Oleh karena itu u(x,y) = u (ϕ ( y ) , y ) dan
dari kondisi awal (3.3) kita lihat bahwa
u ( x , y )=f ( y )
Ini merupakan solusi tunggal (unik) dari masalah (3.2), (3.3) . Perhatikan bahwa sekarang kurva
awal c adalah kurva karakteristik, misalkan garis y = 0 dan anggap masalah Cauchy
D1 u=0
Gambar 3.1
Andaikan C kurva awal yang karakteristik, misalkan garis y=0. Anggap masalah Cauchy
(3.2) D1 u=0
(3.4) U ( x ,0 )=f (x)
Dimana f adalah fungsi yang diberikan. Jika f merupakan fungsi yang tidak konstan maka f
tidak dapat dijadikan sebagai solusi untuk masalah (3.2) dan (3.4) karena persamaan diferensial
pada (3.2) kontradiksi dengan kondisi awal (3.4) pada garis awal y=0 (c konstan,
D1 u=0⇒U ( x , 0 )=c , sedangkan U ( x ,0 )=f ( x )≠ c).
Jika f ( x )=c untuk setiap x maka untuk sebarang fungsi g( y ) yang memenuhi kondisi (0 )=c,
fungsi
u ( x , y )=g ( y )
adalah solusi untuk masalah (3.2) dan (3.4),
definisikan g( y ), dengan g (0 )=c. U ( x , y )=g ( y ) dan U ( x ,0 )=g (0 )=c, karena U ( x ,0 )=f ( x )=c
jadi ini merupakan solusi. Karena U ( x , y )=g ( y ) jadi memilikibanyaksolusi.KetikakurvaawalC
adalah karakteristik maka solusi untuk masalah Cauchy yang diberikan tidak akan ada solusi atau
memiliki tak hingga banyaknya solusi.
Ciri penting karakteristik adalah karakteristik merupakan suatu solusi persamaan diferensial
parsial atau turunan fungsi yang tidak kontinu. Untuk kasus operator D1. Jika f fungsi dengan
variabel tunggal, maka u ( x , y )=f ( y) adalah solusi dari persamaan diferensial D1 u=0. Jikaf
memiliki fungsi yang tidak kontinu tangga di titik y0 maka solusi u(x , y) memiliki fungsi yang
tidak kontinu tangga di garis y= y0 yang merupakan garis karakteristik. Jika f '( y) memiliki
fungsi tidak kontinu tangga di titik y0maka ∂ u/∂ y memiliki fungsi tidak kontinu tangga di garis
y= y0 yang merupakan garis karakteristik.
Karakteristik berperan penting dalam menyelesaikan persamaan diferensial parsial orde pertama.
Sebagai contoh, solusi dari persamaan
(3.5) ux=f ( x , y )
Diberikan oleh
(3.6) u ( x , y )=∫x0
x
f (ξ , y )dξ
Dimana integral tersebut merupakan integral garis yang menjadi kurva karakteristik
y = konstanta. Perhatikan bahwa jika kurva karakteristik y = konstanta maka persamaan
diferensial parsial (pdp) pada (3.5) sebenarnya merupakan persamaan diferensial biasa (pdb).
Fakta ini umumnya benar untuk semua pdp linear orde pertama dan untuk menyelesaikan
masalah nilai awal persamaan ini, dapat diselesaikan dengan menyelesaikan masalah nilai awal
untuk pdb.
Karakteristik dapat digunakan untuk mengenalkan koordinat baru dalam persamaan diferensial
yang memiliki bentuk yang sederhana yang disebut persamaan bentuk kanonik (bentuk
alternatif).
Soal
Anggap masalah nilai awal untuk persamaan D1 u=0 dengan kurva awal parabola y=x2.
Perhatikan bahwa kurva ini karakteristik di (0,0) tapi tidak karakteristik di titik lainnya.
Tunjukkan bahwa kecuali data awal yang memenuhi kondisi ini, masalah nilai awalnya tidak
memiliki solusi global. Bagaimanapun, jika P sebarang titik dari kurva awal yang berbeda
dengan (0,0), tunjukkan bahwa masalah nilai awal selalu memiliki sebuah solusi dalam suatu
persekitaran (yang cukup kecil) dari P. Apakah benar untuk P=(0,0)?
Jawab:
D1 u=0⇒U ( x , y )=c dengan c konstanta memiliki kurva karakteristik y=¿ konstanta sehingga
titik (0 , c ) terletak di kurva tersebut. y=x2⇒ y−x2=0 maka U ( x , y )= y−x2=0. Karena x=0
(dari titik (0 , c ) maka y yang memenuhi hanya untuk y=0. Jadi kurva karakteristik hanya di
(0,0).
Misalkan U ( x , y )=c≠ 0, sedangkan y=x2⇒ y−x2=0 maka U ( x , y )=c≠ 0 jelas bukan
merupakan solusi, jadi tidak memiliki solusi global.
Misalkan P=(a , b)≠(0,0), karena P terletak pada kurva y=x2 maka b=a2, untuk ε>0 maka
persekitaran V ε (a ,b) akan ada sebuah solusi yaitu yang memuat titik (0,0 ) dan kurva y=x2.
Untuk P=(0,0) dan untuk ε>0 maka persekitaran V ε (0,0) akan ada sebuah solusi yaitu yang
memuat titik (0,0 ) dan kurva y=x2.
4. Masalah Nilai Awal untuk Persamaan Linear Orde Pertama dalam Dua Variabel
Bebas
Dalam subbab ini kita memandang masalah nilai awal untuk persamaan linear orde
pertama dalam dua variabel bebas secara umum. Karena persamaan linear adalah kasus khusus
dari persamaan quasi-linear, maka cara untuk menentukan keberadaan dan solusi tunggal yang
bisa didapat mengikuti cara dari bab sebelumnya, yakni tentang persamaan quasi-linear.
Masalah Nilai Awal
Misalkan diberikan kurva awal C secara parametris oleh persamaan :
(4.1 ) x=xo ( t ) y= y0 ( t ) t∈ I
Dimana x=xo (t ) , y= y0 ( t )∈C1( I ). Temukan suatu fungsi u(x , y) yang didefinisikan dalam
suatu domain Ω yang memuat C, sedemikian sehingga:
i) u=u (x , y ) solusi di Ω untuk persamaan
(4.2) a ( x , y )ux+b ( x , y )uy+c (x , y )u=f ( x , y )
ii) Pada kurva C,
(4.3) u (x0 ( t ) , y0 (t ) )=ϕ (t ) ,∀ t ∈ I
Untuk (4.2), kita asumsikan bahwa a ,b , c∈C1, dan a ,b adalah koefisien dari principal part dari
(4.2) yang tidak nol secara bersamaan pada titik di Ω.
Teorema 4.1
Misalkan (x0 , y0 ) adalah titik dari kurva awal C, dan anggap C bukan karakteristik pada
(x0 , y0 ) yang mengacu pada persamaan (4.2). maka suatu persekitaran U dari (x0 , y0 ), adalah
suatu solusi tunggal dari (4.2), yang memenuhi (4.3) disetiap titik di C yang dimuat di U
Jika t 0 nilai awal kurva parameter t sesuai dengan titik (x0 , y0), maka vector
ξ0=( dy0 ( t0 )d t
,dx0 (t 0 )
d t) normal terhadap C pada (x0 , y0), dan C bukan karakteristik pada (x0 , y0)
artinya ξ0 tidak memenuhi persamaan karakteristik dari (4.2) pada (x0 , y0), yaitu
(4.4 )a ( x , y )dy0 (t 0 )
d t
−b (x , y )dx0 (t 0 )
d t
≠ 0
Ini memenuhi kondisi (3.9) pada Teorema 3.1 di BAB III khusus untuk menyajikan kasus linear.
Secara singkat, Teorema 4.1 menegaskan keberadaan dan ketunggalan solusi dari
masalah nilai awal (4.2), (4.3) di persekitaran dari setiap titik dari awal kurva C dimana C bukan
karakteristik sehubungan dengan persamaan.
Perbedaan antara kasus linear dan quasi-linear harus secara cermat dicatat. Pada kasus
quasi-linear, kondisi dasar (3.9) pada Teorema 3.1 pada BAB III tidak hanya melibatkan
persamaan diferensial dan kurva tetapi melibatkan juga data awal. Pada kasus linear, kondisi
awal (4.4) hanya melibatkan persamaan dan kurva awal dan tidak melibatkan data awal.
Kata “karakteristik” dapat digunakan (dan sering digunakan) pada kasus quasi-linear dan
nonlinear serta dalam kasus linear. Sehingga kondisi awal (3.9) pada Teorema 3.1 dapat
dinyatakan dengan mengatakan bahwa kurva awal C bukan karakteristik pada (x0 , y0)
sehubungan dengan persamaan diferensial dan diberikan data awal. Namun pada buku ini kita
telah memilih untuk menggunakan kata karakteristik hanya pada kasus linear.
Berikut ini masalah nilai awal khusus yang sering muncul dalam aplikasi:
(4.5) a ( x , y )ux+uy+c (x , y )u=f ( x , y )
(4.6) u ( x , 0 )=ϕ ( x )
Perhatikan bahwa kurva awal pada masalah ini adalah sumbu-x. Karena vector (0,1) normal
terhadap sumbu-x dan karena
a ( x , 0 ) .0+1.1≠ 0
Sumbu-x adalah bukan karakteristik sehubungan dengan persamaan (4.5).
Oleh sebab itu, Teorema 4.1 menghasilkan Akibat.
Akibat 4.1
Misalkan (x0 , 0 ) adalah sebarang titik pada sumbu x dan misalkan a, c, dan f adalah dari
kelas C1 dalam suatu himpunan buka yang memuat (x0 , 0 ) dan ϕ adalah dari kelas C1 dalam suatu
interval buka yang memuat x0. Maka, dalam persekitaran (x0 , 0 ) terdapat solusi tunggal dari
masalah nilai awal (4.5), (4.6).
Contoh 4.1
Selesaikan masalah nilai awal
(4.7) y ux+u y=x
(4.8) u ( x , 0 )=x2
Penyelesaian:
Persamaan (4.7) bersesuaian dengan persamaan (4.5)
a ( x , y )ux+uy+c (x , y )u=f (x , y )
dimana
a ( x , y )= y
c ( x , y )=0
f ( x , y )=x
dan persamaan (4.8) bersesuaian dengan persamaan (4.6)
u ( x , 0 )=ϕ (x )
dimana
ϕ ( x )=x2
Berdasarkan Akibat 4.1 maka, terdapat solusi tunggal dari masalah ini pada persekitaran di setiap
titik pada sumbu x. Akan dicari sebuah solusi umum yang valid pada bidang ( x , y ). Dengan
menggunakan sistem persamaan diferensial biasa yang berkaitan dengan persamaan diferensial
parsial (4.7), yaitu
dxP=dy
Q=du
R
dengan P= y ,Q=1 , dan R=x , maka
(4.9)dxy=dy
1=du
x
Misal dimulai dari persamaan diferensial biasa
dxy=dy
1
dx= ydy
∫ dx=∫ ydy
x+c=12
y2+c0
x−12
y2=c0−c
(4.10) x−12
y2=c1
Jadi, u1 ( x , y ,u )=x−12
y2
Apakah u1 ( x , y ,u )=x−12
y2 solusi?
(Apakah u1 ( x , y ,u )=x−12
y2 integral pertama dari (4.9)?)
Substitusi u1 ke P ux+Q uy+R uu=0
ux=1 ,u y=− y , uu=0
y ux+u y+x uu=0
y (1 )+1 (− y )+x (0)=0
Jadi, u1 ( x , y ,u )=x−12
y2 adalah integral pertama dari (4.9).
Jadi, u1 ( x , y ,u )=x−12
y2 adalah solusi.
Misal
u1 ( x , y ,u )=x−12
y2=c1
maka, x=c1+12
y2 substitusi pada persamaan diferensial biasa
dy1=du
x
dy1= du
c1+12
y2
(c1+12
y2)dy=du
∫(c1+12
y2)dy=∫ du
c1 y+ 16
y3+c2=u+c3
c1 y+ 16
y3−u=c3−c2
c1 y+ 16
y3−u=c4
Substitusi c1=x−12
y2 ke c1 y+ 1
6y3−u=c4
(x−12
y2) y+ 16
y3−u=c4
xy−12
y2 y+ 16
y3−u=c4
xy−12
y3+ 16
y3−u=c4
(4.11) xy−13
y3−u=c4
Jadi, u2 ( x , y ,u )=xy−13
y3−u
Apakah u2 ( x , y ,u )=xy−13
y3−u solusi?
(Apakah u2 ( x , y ,u )=xy−13
y3−u integral pertama dari (4.9)?)
Substitusi u2 ke P ux+Q uy+R uu=0
ux= y ,u y=x− y2 ,uu=−1
y ux+u y+x uu=0
y ( y )+1 (x− y2 )+x (−1)=0
Jadi, u2 ( x , y ,u )=xy−13
y3−u adalah integral pertama dari (4.9).
Jadi, u2 ( x , y ,u )=xy−13
y3−u adalah solusi.
Apakah u1 ( x , y ,u )=x−12
y2 dan u2 ( x , y ,u )=xy−1
3y3−u adalah solusi yang bebas linear secara
fungsional?
gradu1× grad u2=| i j k1 − y 0y x− y2 −1|=( y ,−1 , x )≠ (0 , 0 ,0)
Jadi, u1 ( x , y ,u )=x−12
y2 dan u2 ( x , y ,u )=xy−1
3y3−u adalah solusi yang bebas linear secara
fungsional.
Karena u1 ( x , y ,u )=x−12
y2 tidak bergantung pada u, maka integral umum dari persamaan
diferensial parsial (4.7)
u2=F (u1)
(4.12) xy−13
y3−u=F (x−12
y2)dimana F adalah fungsi C1 dengan variabel tunggal. Kondisi awal (4.8) menentukan F. Dengan
mensubstitusikan y=0 dan u=x2 ke (4.9), maka
xy−13
y3−u=F (x−12
y2)x (0)−1
3(0)3−x2=F (x−1
2(0)2)
(4.13) −x2=F ( x )
Sehingga,
xy−13
y3−u=F (x−12
y2)xy−1
3y3−u=−(x−1
2y2)
2
(4.14) u=(x−12
y2)2
+ xy−13
y3
Jadi, solusi tunggal dari (4.7) dan (4.8) adalah u=(x−12
y2)2
+ xy−13
y3
Kasus berikutnya dimana kurva awal C diberikan oleh (4.1) adalah karakteristik yang
bersesuaian dengan persamaan diferensial parsial (4.2) pada titik (x0 , y0 )=(x0 (t 0 ) , y0 (t 0 )). Maka
vektor normal ξ0=( d y 0 (t 0 )dt
,−d x0 (t 0 )
dt ) harus memenuhi persamaan karakteristik dari (4.2) di
(x0 , y0 ), yaitu
a (x0 , y0 )d y0 (t 0)
dt−b (x0 , y0 )
d x0 (t 0 )dt=0
atau
(4.15)
d x0 (t 0 )dt
a (x0 , y0 )=
d y0 (t 0 )dt
b (x0 , y0 )
Teorema 4.2
Misalkan kurva awal C adalah karakteristik sehubungan dengan (4.2) di (x0 , y0 ) , dan
(4.16)
dϕ( t0)dt
f (x0 , y 0)−c (x0 , y0 )ϕ (t 0)≠ μ
Dimana μ adalah nilai umum dari rasio di (4.15). maka tidak ada solusi untuk nilai awal masalah
(4.2),(4.3) di semua persekitaran dari titik (x0 , y0 ).
Teorema 4.3
Misalkan kondisi
(4.17)
d x0(t)dt
a¿¿
Terpenuhi untuk semua t∈ I (atau setidaknya untuk semua t di persekitaran t 0). Maka
persekitaran dari (x0 , y0 )=(x0(t ), y0(t )) masalah nilai awal dari (4.2),(4.3) mempunyai solusi
yang tak berhingga.
5. Masalah Umum Cauchy. Teorema Cauchy-Kovalevsky dan Ketunggalan Teorema
Holmgren
Masalah Umum Cauchy
Dengan mempertimbangkan persamaan diferensial parsial berorder m,
(5.1) ∑|α|≤m
aα
Dα u=f
dimana koefisien aα dan f pada ruas kanan merupakan fungsi dari (x1 ,… , xn )di Rn. Diberikan S
adalah permukaan mulus di Rn dan n=n(x ) menotasikan unit vector normal ke S di x. Misalkan
nilai u pada S dan semua turunan berarahnya pada arah n dan berorder lebih dari m-1 diberikan
sebagai berikut.
(5.2) u∨¿s=ϕ0 ,δuδn∨¿s=ϕ1 ,…,
δ m−1uδ nm−1∨¿s ¿¿¿
Dimana ϕ0 , ϕ1 , …, ϕm−1 adalah fungsi yang terdefinisi di S. Dengan menemukan solusi u pada
persamaan (5.1) yang terdefinisi pada domain Ω yang memuat S dan memenuhi persamaan (5.2)
pada S.
Permukaan S disebut permukaan awal dan kondisi (5.2) disebut kondisi awal. Fungsi
ϕ0 , ϕ1 , …, ϕm−1 yang terdefinisi pada S disebut data awal.
Teorema Cauchy-Kovalevsky mensyaratkan semua fungsi yang muncul pada pernyataan
masalah serta permukaan awal S haruslah analitik. Permukaan S di Rn dikatakan analitik jika S
ketinggian permukaan pada fungsi analitik, yakni jika digamabarkan dengan persamaan berikut:
F (x1 , …, xn )=0
dimana F adalah fungsi analitik dengan gradien tidak nol.
Teorema 5.1 (Teorema Cauchy-Kovalevsky)
Misalkan x0 adalah titik pada permukaan awal S. Koefisien aα ,f pada ruas kanan, data
awal ϕ0 , ϕ1 , …, ϕm−1 dan permukaan awal S semuanya analitik di persekitaran x0. Selanjutnya
permukaan awal S tidak karakteristik di x0 berhubungan dengan persamaan (5.1) yaitu:
(5.3) ∑|α|≦m
aα(x¿¿0)[n (x0 )]α ≠ 0¿
Maka masalah Cauchy (5.10)-(5.2) memiliki solusi u(x) yang terdefinisi dan analitik di
persekitaran x0, dan solusinya tunggal di kelas fungsi analitik.
Teorema ini memiliki dua pernyataan yaitu:
1. Ada solusi analitik di persekitaran di x0
2. Solusinya tunggal di kelas fungsi analitik
Dengan kata lain pernyataan ini menjelaskan bahwa ada fungsi u yang terdefinisi dan analitik
di persekitaran U dari x0 dan setiap titik x∈U , u memenuhi persamaan (5.1) dan di setiap titik x
bagian S mengandung U, u memenuhi kondisi awal (5.2).
Pernyataan ketunggalan tersebut menyatakan bahwa dua solusi analitik pada persamaan
(2.7)∂ u∂ t=F (t , x1 ,… , xn ,u , ux1 , …, uxn )
(2.8) u (0 , x1 ,…, xn )=ϕ(x1 , …, xn)
harus tepat berada di persekitaran x0. Pernyataan ketunggalan ini masih berlaku jika adanya
kemungkinan lebih dari satu solusi problem Cauchy, dimana solusinya belum tentu analitik.
Sebagai contoh misalkan ada dua atau lebih solusi yang berbeda dalam kelas fungsi dimana Cm
ada dalam persekitaran x0 .
Teorema 5.2 (Teorema Ketunggalan Holmgren)
Asumsikan Teorema Cauchy-Kovalevsky terpenuhi., lalu ada 2 solusi Cauchy pada persamaan
(5.1)-(5.2) yang terdefinisi dan ada pada kelas s Cm pada persekitaran x0 , haruslah tepat sama
di persekitaran x0.
6. Bentuk Kanonik dari Persamaan Diferensial Orde Pertama
Pertimbangkan bentuk umum persamaan diferensial parsial orde pertama dalam dua
variabel bebas:
(6.1) a ( x , y )ux+b ( x , y )uy+c (x , y )u+d (x , y )=0
Dimana koefisien-koefisien a ,b , c , d didefinisikan di beberapa daerah asal Ω dari R2. Kita
andaikan bahwa adan b di C1(Ω) dan tidak nol secara simultan pada sebarang titik dari Ω. Kita
akan menunjukkan bahwa di sebuah persekitaran U pada sebarang titik (x0 , y0) pada Ω, kita
dapat mengenalkan koordinat- koordinat baru ξ dan η dalam istilah yang mana persamaan
diferensial parsial (6.1) mengambil bentuk sederhana
(6.2) uξ+γ (ξ ,η )u+δ (ξ , η )=0.
Sehingga, dalam koordinat-koordinat yang baru, persamaan diferensial parsial (6.1)
menjadi sebuah persamaan diferensial biasa dengan ξ sebagai variabel bebas dan η sebagai
sebuah parameter yang mungkin dipandang sebagai sebuah konstanta. Persamaan (6.2) disebut
bentuk kanonik (alternatif) dari persamaan (6.1). Kita juga katakan bahwa di (ξ , η), koordinat-
koordinat persamaan dalam bentuk kanonik (alternatif). Seringkali bentuk kanonik (6.2) dapat
secara mudah terintegralkan dan, setelah mengembalikan pada koordinat-koordinat awal yaitu x
dan y, solusi umum dari persamaan diferensial parsial (6.1) dapat dihasilkan. Contoh 6.1
mengilustrasikan tahap- tahap ini.
Misalkan koordinat- koordinat yang baru ξ dan η dihubungkan dengan koordinat-
koordinat awal x , y oleh persamaan
(6.3) ξ=ξ(x , y) η=η(x , y)
Karena kita hanya tertarik dengan transformasi tak singular yang mulus dari koordinat-
koordinatnnya , kita harus menginginkan bahwa fungsi-fungsi ξ ( x , y ) , η(x , y ) di C1 dan
Jacobiannya tidak sama dengan nol, yaitu
(6.4) J ≡∂ (ξ ,η )∂ ( x , y )
≡ ξx η y−ξ y ηx ≠ 0
Jika kondisi (6.4) dipenuhi pada titik (x0 , y0) dari Ω, maka kita ketahui bahwa di sebarang
persekitaran dari (x0 , y0) kita juga memiliki hubungan invers :
(6.5) x=x (ξ , η ) y= y (ξ , η).
Sekarang dari aturan rantai, kita punya
(6.6) ux=uξ ξx+uη ηx ,u y=uξ ξ y+uηη y
Dan dengan mensubstitusikan (6.5) dan (6.6) ke persamaan (6.1) kita menghasilkan
persamaan
(6.7) A uξ+B uη+cu+d=0
dimana
(6.8) A=a ξx+bξ y , B=a ηx+b ηy
Dari (6.8) kita lihat B=0 jika η adalah sebuah solusi dari persamaan diferensial orde
pertama
(6.9) a ηx+b ηy=0.
Persamaan (6.9) memiliki solusi-solusi tak hingga banyaknya. Kita dapat menemukan
salah satu dari mereka dengan menetapkan nilai awal pada kurva awal nonkarakteristik dan
menyelesaikan hasil masalah nilai awal mengikuti metode yang dijelaskan pada bab III atau sub
bab 4 di bab ini. Andaikan untuk contoh bahwa a (x0 , y0)≠ 0, kita boleh menetapkan
(6.10) η (x0 , y )= y.
Karena kurva awal x=x0 adalah bukan karakteristik dengan menghubungkan (6.9) pada
(x0 , y0), terdapat sebuah solusi tunggal dari (6.9), (6.10) di sebuah persekitaran U dari (x0 , y0).
[jika b (x0 , y0)≠ 0 kita sederhanakan ulang peran dari x dan y.]
Misalkan η(x , y) adalah solusi dari (6.9) dan (6.10) di sebuah persekitaran pada (x0 , y0).
Kita bebas mengambil fungsi ξ (x , y ) hanya untuk kondisi (6.4) yaitu j ≠ 0. Dari (6.10) kita
punya
η y (x0 , y0 )=1
dan jika kita ambil
ξ ( x , y )=x
kondisi (6.4) dipenuhi pada (x0 , y0). Sedemikian sehingga (dengan kekontinuan) itu jjuga
dipenuhi di sebuah persekitaran di (x0 , y0). Misalkan U adalah sebuah persekitaran dari (x0 , y0)
yang mana η(x , y) terdefinisi dan pada waktu yang bersamaan J ≠ 0. Maka A ≠ 0 diU . Untuk jika
A=0 pada beberapa titik dari U , maka pada titik tersebut (karena B=0 juga ) persamaan (6.8)
akan membentuk sebuah sistem persamaan linear homogen di a dan b dengan J secara jelas
merupakan determinan dari koefisien-koefisiennya. Karena J ≠ 0, a dan b keduanya harus nol
pada titik tersebut, mengkontradiksi pengandaian awal kita bahwa a dan b tidak nol secara
simultan. Akhirnya, karena B=0 dan A ≠ 0 di U kita dapat membagi persamaan (6.7) oleh A dan
menghasilkan bentuk kanonik yang diinginkan (6.2).
Itu harus diperluas bahwa fungsi-fungsi ξ ( x , y ) dan η(x , y) menjelaskan transformasi
dari koordinat-koordinat (6.3) yang mana hasil dari bentuk kanonik (6.2) dapat dipilih secara
banyak (faktanya takhingga banyaknya) cara. Bagaimanapun, karena η(x , y) harus memenuhi
persamaan (6.9), tingkatan kurva-kurva η ( x , y )=konstan , selalu kurva karakteristik dari
persamaan (6.1). sehingga, himpunan pertama dari kurva-kurva koordinat yang baru adalah
kurva karakteristik dari (6.1). himpunan kedua dari koordinat kurva-kurva ξ ( x , y )=konstan
boleh diambil menjadi sebarang sebuah keluarga parameter dari kurva-kurva mulus yang mana
tempat bersinggungan dengan kurva-kurva karakteristik (lihat gambar 6.1). Dalam perbincangan
di atas ,himpunan kedua dari koordinat-koordinat kurva-kurva telah dipilih untuk menjadi
himpunan dari garis-garis paralel pada sumbu-y
Gambar 6.1
Contoh 6.1
Perhatikan persamaan
(6.11) ux+x uy= y
Tentukan bentuk kanonik dan solusi umum dari persamaan diferensial parsial (6.11).
Penyelesaian
Dimana a=1, b=x, c=0, d=− y, dan Ω=R2. Kita boleh mengambil (x¿¿0 , y0)=(0,0)¿. Fungsi
η harus memenuhi
(6.12) ηx+ xη y=0
dan kita boleh mengambik kondisi awal
(6.13) η (0 , y )= y
Solusi umum dari dx1=dy
x adalah y− x2
2=c, dan berdasarkan contoh 2.2 dari Bab III, solusi
umum dari (6.12) adalah η=f ( y− x2
2). Untuk memenuhi (6.13) kita harus mengambil f ( y )= y
dengan demikian kita memperoleh solusi dari (6.12), (6.13)
(6.14) η= y− x2
2
yang termuat dalam R2. Jika kita ambil
(6.15) ξ=x
kita lihat bahwa Jacobiannya adalah
J=ξx η y−ξ y ηx=1
Oleh karena (6.14), (6.15) memberi sebuah transformasi nonsingular dari koordinat dalam R2
dan hubungan inversnya
x=ξ dan y=η+ ξ2
2
Sekarang,
ux=uξ+uη(−x ) dan uy=uη
Dan dalam koordinat baru (ξ , η )persamaan diferensial parsial (6.11) menjadi
(6.16) uξ=η+ ξ2
2
Solusi umum dari (6.16) adalah
(6.17) u=ηξ+ ξ2
6+ f (η )
dimana f (η ) adalah sebuah fungsi dari η. Kembalikan ke variabel x dan y kita peroleh solusi
umum dari (6.11)
(6.18) u=xy− x3
3+f ( y− x3
2)
Masalah
6.1 Gunakan solusi umum (6.18) dari (6.11) untuk mencari solusi dari masalah nilai awal dari
persamaan diferensial parsial (6.11) berikut
a) u (0 , y )= y2
Penyelesaian
Solusi umum (6.18) u=xy− x3
3+f ( y− x3
2)
Dalam kasus ini f ( y )= y2
Sehingga, solusi umum untuk masalah nilai awalu (0 , y )= y2 adalah
u=xy− x3
3+( y− x3
2 )2
b) u (0 , y )=sin y
Penyelesaian
Solusi umum (6.18) u=xy− x3
3+f ( y− x3
2)
Dalam kasus ini f ( y )=sin y
Sehingga, solusi umum untuk masalah nilai awalu (0 , y )= y2 adalah
u=xy− x3
3+sin( y− x3
2 )
7. Klasifikasi dan Bentuk Kanonik Persamaan Orde Dua dalam Dua Variabel Bebas
Bentuk umum persamaan diferensial parsial linear orde dua dalam dua variabel bebas
adalah
(7.1) a uxx+2b uxy+cu yy+d ux+eu y+ fu+g=0
dimana a ,b , c , d ,e , f ,dan g adalah fungsi dalam variabel (x , y ). Pada bagian ini kita asumsikan
a ,b , dan c adalah anggota C2 dan tidak nol secara simultan.
Kita akan mempelajari persamaan (7.1) di domain Ω dari R2 dengan diskriminannya adalah
(7.2) Δ=b2−ac
yang bernilai positif, negatif atau nol.
Persamaan (7.1) akan dibuat dalam koordinat baru ξ dan η pada suatu persekitaran U ⊂Ω
dari titik (x0 , y0 )∈Ω sehingga memiliki bentuk principal part yang lebih sederhana atau yang
biasa disebut kanonik.
Misalkan koordinat baru dinotasikan oleh ξ danη yang menggantikan koordinat lama yaitu
x dan y melalui persamaan
(7.3) ξ=ξ(x , y) η=η(x , y)
Misalkan ξ=ξ(x , y) dan η=η(x , y) merupakan fungsi-fungsi di C2 dan memiliki nilai
Jacobian yang tidak sama dengan nol
(7.4) J ≡∂ (ξ ,η )∂ ( x , y )
≡ ξx η y−ξ y ηx ≠ 0
maka ada relasi invers x=x (ξ , η) dan y= y (ξ , η).
Kemudian dengan menggunakan aturan rantai diperoleh,
(7.5) ux=uξ ξx+uη ηx ,u y=uξ ξ y+uηη y
dan
(7.6) uxx=uξξ ξx2+2uξη ξ x ηx+uξηηx
2+…
uxy=uξξ ξx ξ y+uξη ξx ηy+uηη ηx ηy+…
uyy=uξξ ξ y2+2 uξη ξ y η y+ξηη ηy
2+…
Pada persamaan diatas untuk turunan dari u yang berorde kurang dari dua, dituliskan sebagai
titik-titik agar lebih sederhana. Dengan mensubstitusikan (7.4) dan (7.5) diperoleh
(7.7) A uξξ+2 B uξη+C uηη+…=0
dimana
A=a ξx2+2b ξx ξ y+cξ y
2
B=a ξx ηx+b ξx ηy+bξ y ηx+cξ y ηy
C=a ηx2+2b ηx ηy+c ηy
2 .
Persamaan (7.9) memiliki diskriminan
Δ'=B2−AC=(b2−ac) (ξx η y−ξ y ηx )2.
Berdasarkan (7.3) J ≠ 0, maka tanda dari Δ ' sama dengan tanda dari Δ. Dari hasil ini menurunkan
teorema berikut.
Teorema 7.1
Tanda dari diskriminan persamaan diferensial parsial linear orde dua dalam dua variabel
bebas akan sama (invariant) dalam transformasi koordinat baru.
Definisi 7.1
Misalkan Δ adalah diskriminan dari persamaan diferensial parsial linear orde dua dalam
dua variabel bebas.
a) Jika Δ>0 pada (x0 , y0 ), maka persamaan disebut hiperbolik pada (x0 , y0 ).
b) Jika Δ=0 pada (x0 , y0 ), maka persamaan disebut parabolik pada (x0 , y0 ).
c) Jika Δ<0 pada (x0 , y0), maka persamaan disebut eliptik pada (x0 , y0 ).
Persamaan disebut hiperbolik, parabolik, atau eliptik pada domain Ω di R2 jika berturut-turut
hiperbolik, parabolik, atau eliptik di setiap titik di Ω.
Contoh 7.1
1) Persamaan gelombang
uxx−u yy=0
hiperbolik di R2.
2) Persamaan kalor
uxx−u y=0
parabolik di R2.
3) Persamaan Laplace
uxx+uyy=0
eliptik di R2.
Bentuk kanonik dari persamaan orde dua (7.1) akan diklasifikasi berdasarkan definisi 7.1
dan dijelaskan melalui teorema-teorema berikut.
Teorema 7.2
Misalkan persamaan (7.1) hiperbolik di domain Ω. Maka pada persekitaran U dari
sebarang titik (x0 , y0) di Ω, dalam koordinat baru ξ dan η bentuk kanonik dari persamaan
tersebut adalah
uξη+…=0
di U . Bentuk kanonik lain dari persamaan hiperbolik dapat dihasilkan dari bentuk (7.13) dengan
merotasi koordinat-koordinat baru. Bentuknya adalah
uξξ−uηη+…=0.
Jadi, pada persekitaran dari sebarang titik di Ω, dengan koordinat baru, setiap persamaan
hiperbolik dalam dua variabel bebas dapat diubah dalam bentuk kanonik yang memiliki principal
part sama seperti persamaan gelombang.
Pembuktian:
Untuk mendapatkan bentuk persamaan kanonik (7.7) maka harus dipilih fungsi ξ=ξ(x , y)
dan η=η(x , y) sedemikian sehingga koefisien A dan C pada persamaan (7.6) nol secara
bersamaan.
Sekarang pandang persamaan kuadrat
a λ2+2bλ+c=0
memiliki nilai diskriminan
D= (2b )2−4 ac
¿4 b2−4ac
b2−ac>0
Karena ∆ > 0 akan memiliki 2 akar yang berbeda .
ξ=λ1 ξy
η=λ2 ηy
Kemudian persamaan di atas substitusikan ke persamaan (7.8). Akan di cek A = C = 0
A=aξx2+2b ξx ξ y+cξ y
2
¿a λ12ξ y
2+2 b λ1 ξ y ξ y+cξ y2
¿ξ y2 (a λ1
2+2b λ1+c)
¿ξ y2 (0)
¿0
Periksa Jacobiannya
J ≡ξ x ηy−ξ y ηx=( λ1− λ2)ξ y ηy
J=∂(ξ ,η)∂( x , y )
=ξx η y−ξ y ηx
0 ≠(λ1−λ2)ξ y η y
Karena J ≠ 0maka ia memiliki dua akar yang berbeda.
λ1≠ λ2 maka ξ x= λ1 ξ y dan ηx=λ2η y juga ≠ 0 , maka J ≠ 0
Contoh 7.2
Tentukan solusi persamaan gelombang uxx−u yy=0.
Jawab:
Berdasarkan contoh 7.1, persamaan gelombang di atas adalah hiperbolik di R2 . Akibatnya
berdasarkan Teorema 7.2, bentuk kanoniknya adalah uξη+…=0. Namun harus dipilih terlebih
dahulu fungsi ξ dan ηdari persamaan kuadrat
(λ−1)2=0
diperoleh λ1=1 dan λ2=−1, sehingga ξ danη dipilih dari solusi persamaan diferensial
ξ x=ξ y , ηx=−ηy .
Untuk ξ ;
dx1= dy−1
diperoleh ξ=x+ y .
Untuk η;
dx1=dy
1
diperoleh η=x− y .
Ini berarti ξ xx=0 dan η yy=0 akibatnya titik-titik persamaan kanoniknya adalah 0, sehingga
diperoleh
uξη=0
Integralkan terhadap η, diperoleh
uξ=f (ξ )
Integralkan kembali terhadap ξ , diperoleh
u=F (ξ )+g (η ) .
Lalu kembalikan ke dalam koordinat lama yaitu x dan y, maka diperoleh solusi dari persamaan
gelombang
u=F ( x+ y )+g ( x− y ) .
Teorema 7.3
Andaikan persamaan (7.1) parabolik di domain Ω. Maka di beberapa persekitaran U dari
sebarang titik (x0 , y0) pada Ω, kita dapat memperkenalkan koordinat baru ξ dan η dan bentuk
kanonik dari persamaan tersebut adalah
(7.3) uξξ+…=0
di U .
Jadi, pada persekitaran dari sebarang titik di Ω dengan koordinat baru, setiap persamaan
parabolik dalam dua variabel bebas dapat diubah dalam bentuk kanonik yang memiliki principal
part sama seperti persamaan heat.
Pembuktian:
Sebelumnya kita lihat terlebih dahulu Persamaan heat : uxx + uy = 0
∂2u∂ x+ ∂ u
∂ y konsep principal part orde tertinggi disini adalah orde 2 maka ∂2u
∂ x=uxx bentuk
kanonik uξξ sama dengan persamaan parabolik.
Misalkan (x0 , y0) sebarang titik di . Karena ∆=0 , kita bisa asumsikan a dan c tidak
hilang secara bersamaan di (x0 , y0 ). Di lain pihak b bisa saja hilang di (x0 , y0). Hal ini
kontradiksi dengan asumsi awal di (7.1) bahwa a,b,c tidak boleh hilang secara bersamaan.
Kita misalkan a ( x , y )≠ 0 di persekitaran U dari (x0 , y0). Karena ∆=0, maka dari
persamaan (7.15) a λ2+2bλ+c=0
Mempunyai akar tunggal l yaitu (−2 b2 a )=(−b
a ) Dan misalkan (x,y) adalah solusi dari persamaan
ηx=(−ba )ηy ≈ ηx= ( λ )ηy
Mengapa di pilih ηx=(−ba)ηy ?
karena ∆=0=b2−ac dan telah kita misalkan bahwa a ≠ 0 maka akan ditunjukan c=0.
Dari persamaan (7.9) kita ingin menunjukan bahwa C=0 atau tidak.
C=a ηx2+2b ηx ηy+c ηy
2
C=a (λ ηy )2+2b (λ η y)ηy+c ηy
2
¿a λ2η y2+2 bλ η y
2+cη y2
C=(a λ2+2bλ+c)ηy2 dari persamaan (7.15)
C=0 η y2
C=0
Untuk ξ (x , y ) kita dapat gunakan sembarang fungsi yang independen dari η(x , y) di U.
Untuk contoh kita ambil ξ ( x , y )=x , ξ x=1danξ y=0(agar Jacobian ≠ 0/¿1¿
Kita akan menunjukan bahwa Jacobian ≠ 0
J=ξx η y−ξ y ηx
J=1−ηy−0(−ba)η y
J=ηy−0
J=ηy ≠ 0
(7.11) Δ=0=b2−ac
∆ '=(b2−ac ) (J 2 ) , dimana J selalubernilai po sitif
Δ '=0 j2 ¿0 dari (7.12)
Dari persamaan (7.12)
∆ '=B2−AC diketahui dari perhitungan sebelumnya C = 0
∆ '=B2=0
B=0 Terbuti ∆ '=0 persamaan parabolik
A=a ¿a ξ x2+2 bξx ξ y+C ξ y
2
¿a .12+2 b1.0+c .0
¿a
Akhirnya dari persamaan pertama (7.9) kita mempunyai A=a(karena ξ=x) di U.
Karena di awal dikatakan A≠0 dan membagi (7.8) oleh A, kita dapatkan bentuk kanonik yang di
inginkan.
Diketahui C = 0 dan B = 0
∆ '=0 Pers. Parabolik dari bentuk U ξξ+…=0
A uξξ+2 B uξη+C uηη+…=0 diketahui di atas B=C=0
A uξξ
A+…=0
uξξ+…=0
Maka teorema diatas terbukti.
Teorema 7.4
Andaikan bahwa persamaan (7.1) eliptik di domain Ω. Maka di beberapa persekitaran U
dari sebarang titik (x0 , y0) pada Ω, kita dapat memperkenalkan koordinat baru ξ dan η dan
bentuk kanonik dari persamaan tersebut adalah
(7.4) uξξ+uηη+…=0
di U .
Jadi, pada persekitaran dari sebarang titik di Ω, dengan koordinat baru, setiap persamaan
eliptik dalam dua variabel bebas dapat diubah dalam bentuk kanonik yang memiliki principal
part sama seperti persamaan Laplace.
Catatan:
Sebelumnya kita lihat terlebih dahulu Persamaan Laplace U xx+U yy=0
∂2u∂ x+ ∂2 u
∂ y konsep pricipal part adalah mengambil orde tertinggi, orde tertinggi disini adalah 2
Jadi ∂2u∂ x+ ∂2 u
∂ y=uxx+u yy=0 maka bentuk kanonik uξξ+unn sama dengan persamaan
eliptik.
Contoh Soal:
PERSAMAAN HIPERBOLIK
Contoh :
uξξ=0
∂ uξ
∂ ξ=0
∂ uξ=0∂ ξ
uξ=f (η)
∂ u∂ ξ=f (η )
∂ u=f (η)∂ ξ
u=f (η )+g(η)
u=xf ( y )+g ( y)
Secara lengkap di jabarkan:
Berdasarkan contoh 7.1, persamaan gelombang di atas adalah hiperbolik di R2 . Akibatnya
berdasarkan Teorema 7.2, bentuk kanoniknya adalah uξη+…=0. Namun harus dipilih terlebih
dahulu fungsi ξ dan ηdari persamaan kuadrat
λ−1=0
diperoleh λ1=1 dan λ2=−1, sehingga ξ danη dipilih dari solusi persamaan diferensial
ξ x=ξ y , ηx=−ηy .
Untuk ξ ; dx1= dy−1
diperoleh ξ=x+ y .
Untuk η; dx1=dy
1 diperoleh η=x− y .
Ini berarti ξ xx=0 dan η yy=0 akibatnya titik-titik persamaan kanoniknya adalah 0, sehingga
diperoleh uξη=0
Integralkan terhadap η, diperoleh uξ=f (ξ )
Integralkan kembali terhadap ξ , diperoleh
u=F (ξ )+g (η ) .
Kembalikan ke dalam koordinat lama x dan y, maka diperoleh solusi dari persamaan gelombang
u=F ( x+ y )+g ( x− y ) .
Contoh Soal
PERSAMAAN HEAT
Dengan cara yang sama seperti diatas, soalini pun dapat diselesaikan.
uxx−u y=0... (7.23) yang parabolik in R2
a = 1, b = 0, c = 0, e = -1
Dari persamaan a x2+2 bx+c=0
λ2 punya satu akar persamaan yaitu λ=0
Dari yang tadi kita peroleh
ηx=λ η y
ηx=0 λ η y
dx1=dy
0=dη
0
dx1=dy
0
0 dx=1dy
c1= y
dx1=dη
0
odx=1 dη
c2=η
η= y
Dan kita punya ξ=x
J=ξx−ξ y ηx=1.1−0.0 ≠ 0
uξξ=0
∂ uξ
uξ
=0
∂ uξ=0∂ ξ
uξ=f (η )
∂ u∂ ξ=f (η)
∂ u=f (η)∂ ξ
u=ξf (η )+g (η)
8. u=xf ( y )+g ( y)Persamaan Orde Dua dalam Dua atau Lebih Variabel Bebas
Bentuk umum persamaan diferensial parsial linear orde dua dalam n variabel bebas
adalah
(8.1) ∑i , j=1
n
aij ( ∂2u∂ xi ∂ x j
)+∑i=1
n
b i( ∂ u∂ x i)+cu=d
dimana koefisien a ij , bi , c , dan d adalah fungsi dalam variabel bebas x1 , x2 ,…, xn. Pada
persamaan dua variabel bebas (7.1), klasifikasi bentuk kanonik didasarkan diskriminaan
Δ=b2−ac. Pandang koefisien dari principal part pada persamaan (7.1) sebagai matriks
(8.2) [a bb c ]
Nilai eigen dari matriks tersebut adalah akar-akar dari persamaan
|a−λ bb c− λ|=0
atau
(8.3) λ2−(a+c ) λ−(b2−ac )=0
Misalkan λ1 , λ2 adalah solusi akar dari persamaan tersebut. Perhatikan bahwa
(8.4) λ1 λ2=−(b2−ac )=−Δ
Sehingga dapat disimpulkan bahwa,
a) Δ>0λ1 , λ2 tak nol dan bertanda saling berlawanan.
b) Δ=0 minimal salah satu dari λ1 , λ2 adalah nol.
c) Δ<0λ1 , λ2 tak nol dan bertanda sama.
Jadi, klasifikasi persamaan orde dua dalam dua variabel bebas dapat didasarkan
terhadap tanda dari nilai-nilai eigen koefisien matriks dari principal part-nya. Dari hasil
persamaan dalam dua variabel bebas ini, dapat digeneralisasi untuk persamaan dalam lebih
dari dua variabel bebas.
Nilai eigen koefisien matriks dari principal part persamaan yang lebih dari dua
variabel yang didefinisikan pada persamaan (8.1), didefinisikan sebagai akar-akar dari
persamaan
(8.5) |a11− λ a12 … a1 n
a21 a22−λ … a2 n
⋮an 1
⋮an 2
⋱…
⋮ann−λ
|
Definisi 8.1
Misal λ1 , …, λn adalah nilai eigen dari koefisien matriks [aij ] untuk principal part pada
persamaan (8.1).
a) Jika λ1 , …, λntidak nol dan memiliki tanda yang sama di titik x0, maka persamaan
tersebut disebut elliptic di x0.
b) Jika λ1 , …, λntidak nol dan memiliki satu tanda yang berbeda di titik x0, maka
persamaan tersebut disebut hyperbolic dix0.
c) Jika λ1 , …, λntidak nol dan setidaknya memiliki dua tanda positif dan dua tanda
negatif di titikx0, maka persamaan tersebut disebut ultrahyperbolic di x0.
d) Jika λ1 , …, λnbernilai noldi titik x0, maka persamaan tersebut disebut parabolic di x0.
Persamaan (8.1) disebut elliptic, hyperbolic, dsb. di domain Ω pada Rn apabila
persamaan tersebut elliptic, hyperbolic, dsb. secara berturut-turut pada setiap titik di Ω.
Contoh 8.1
Persamaan Laplace :
ux1 x1+…+uxn xn
=0
Persamaan ini disebut elliptic di Rn,
Karena memiliki nilai eigen, |1−λ 0 … 00 1−λ … 0⋮0
⋮0
⋱…
⋮1−λ|=0
atau λ1=λ2=…= λn=1 ,yang artinya semua bertanda sama.
Persamaan Gelombang :
ux1 x1+…+uxn−1 xn−1
−uxn xn=0, dimana xn adalah variabel waktu t.
Persamaan ini disebut hyperbolic di Rn,
Karena memiliki nilai eigen, |1−λ 0 … 00 1−λ … 0⋮0
⋮0
⋱…
⋮λ−1|=0
yang artinya memiliki satu tanda yang berbeda.
Persamaan Kalor :
ux1 x1+…+uxn−1 xn−1
−uxn=0, dimana xn adalah variabel waktu t.
Persamaan ini disebut parabolic di Rn,
Karena memiliki nilai eigen, |1−λ 0 … 00 1−λ … 0⋮0
⋮0
⋱…
⋮λ|=0
atau λ1=λ2=…= λn−1=1 ,tetapi λn=0.
dan persamaan dibawah ini disebut ultrahyperbolic di Rn (karena memiliki setidaknya dua
tanda positif dan dua tanda negatif)
ux1 x1+ux2 x2
−ux3 x3−ux4 x4
=0
Kita dapat melihat pada pembahasan sebelumnya, bahwa untuk membuat
transformasi koordinat, setiap persamaan diferensial parsial orde dua dengan dua variabel
bebas dapat direduksi menjadi bentuk kanonik pada setiap titik di persekitarannya.
Pada umumnya, hal ini tidak dapat dilakukan untuk persamaan dengan dua variabel
bebas. Tetapi, jika kita menggunakan teorema aljabar linear, hal itu dapat dilakukan.
Misalkan diberikan titik P di Rn, maka ada transformasi linear
(8.6) ξ i=∑k=1
n
b ik xk ,i=1,2 , …, n ,
sedemikian sehingga dalam koordinat baru ξ1 ,ξ2 , …, ξn, persamaan (8.1) memiliki bentuk
(8.7) ∑i , j=1
n
A ij∂2u
∂ ξ i∂ ξ j
+∑i=1
n
Bi∂u∂ ξ i
+Cu=D
dimana di titik P, nilai dari koefisien Aij adalah
Aij (P )=0 , i≠ j
(8.8) Aii (P )=+1 ,−1 , atau0 , i=1,2 ,…,n
Teorema 8.1
Misalkan koefisien a ij pada persamaan (8.1) adalah konstan di beberapa domain
Ω⊂Rn, maka terdapat suatu transformasi linear kooordinat dalam bentuk (8.6) dengan
matriks nonsingular[b ij] , sedemikian sehingga dalam koordinat baru ξ1 ,ξ2 , …, ξn persamaan
(8.1) memiliki bentuk kanonik
(8.9) ∑i=1
n
A ii∂2u∂ ξi
2 +∑i=1
n
Bi∂u∂ ξ i
+Cu=D
di Ω, dimana A11 ,…, Ann bernilai salah satu dari +1 ,−1 , atau 0 di Ω. Khususnya, jika
persamaan (8.1) adalah elliptic di Ω, persamaan tersebut dapat direduksi menjadi bentuk
kanonik
(8.10) ∑i=1
n∂2 u∂ ξ i
2+∑i=1
n
B i∂ u∂ ξi
+Cu=D
di Ω. Jika persamaan (8.1) adalah hyperbolic di Ω, persamaan tersebut dapat direduksi
menjadi bentuk kanonik
(8.11) ∑i=1
n−1∂2 u∂ ξ i
2−∂2u∂ ξn
2+∑i=1
n
Bi∂u∂ ξ i
+Cu=D
di Ω.
Definisi 8.2
Misalkan [a ij] , i , j=1, …, n adalah matriks simetrik. Polynomial homogeny berorde
dua berikut pada variabel X1 ,…, Xn
(8.12) Q (X )=∑i , j=1
n
a ij X i X j
disebut bentuk kuadratik yang berasosiasi dengan matriks simetrik [a ij] . Misalkan pula,
X=(X1 , …, Xn ) adalah titik-titik di Rn. Bentuk kuadratik (8.12) disebut definite positif jika
∑i , j=1
n
aij X i X j>0 , ∀ X ≠ 0∈ Rn
Sebuah teorema aljabar linear menyatakan bahwa nilai eigen dari matriks simetrik
[a ij]adalah positif jika dan hanya jika bentuk kuadratik yang berasosiasi dengan [a ij] adalah
positif definite. Dalam pandangan teorema tersebut, definisi eliptisitas tersebut pada
domain Ω ekuivalen dengan definisi yang telah diberikan sebelumnya. Asumsikan bahwa
tanda di depan persamaan (8.1) telah dipilih sehingga a11>0 pada domain Ω, persamaan
(8.1) dikatakan eliptik pada Ω jika bentuk kuadrat
(8.14) Q ( x , X )=∑i , j=1
n
aij ( x ) X i X j
definite positif ∀ x∈Ω.
Persamaan eliptik orde kedua biasanya muncul pada studi masalah-masalah fisika
yang berkaitan dengan fenomena keadaan tetap (steady state phenomena). Sebagai contoh,
jika u ( x )adalah temperatur keadaan tetap (steady state temperature) pada titik x dari
isotropic nonhomogen tubuh, maka pada tiap titik interior ke tubuh, u haruslah memenuhi
persamaan eliptik orde dua
(8.15) ∑i=1
n∂
∂ x i[k ( x ) ∂ u
∂ x i]=0
Fungsi k ( x )selalu positif dan disebut koefisien konduktivitas termal dari tubuh pada
titik x. Jika tubuh homogeny, k (x) konstan, dan persamaan (8.15) menjadi persamaan
Laplace.
Fenomena perambatan gelombang (wave propagation phenomena) seperti rambatan dari
suara atau dari gelombang elektromagnetik dideskripsikan sebagai persamaan hiperbolik
orde kedua dari bentuk umum
(8.16)∂2u∂ t 2−∑
i , j=1
n
aij∂2u
∂ x i ∂ x j
+…=0
Dimana titik-titik terdapat pada bentuk dari order kurang dari dua dan bentuk kuadrat
berasosiasi dengan matriks [a ij] adalah definite positif. Pada persamaan (8.16), terdapat n+1
variabel bebas, n “ruang” variabel x1 , …, xn dan satu variabel “waktu” t . Untuk
menunjukkan bahwa persamaan (8.16) adalah hiperbolik sesuai dengan Definisi 8.1.
Fenomena seperti arus panas (flow of heat) atau difusi dari cairan melewati poros medium
biasanya dideskripsikan dengan persamaan parabolik orde dua
(8.17) ∑i , j=1
n
aij∂2u
∂ x i∂ x j
−∂ u∂ t+∑
i=1
n
bi∂ u∂ x i
+cu=0
dimana bentuk kuadrat berasosiasi dengan matriks [a ij] adalah definite positif. Pada
persamaan (8.17) terdapat n+1 variabel bebas. Perhatikan baik-baik peran khusus dari
variable waktu t . Principal part dari persamaan tersebut tidak meliputi turunan yang
berkaitan dengan t dan koefisien dari derivative orde pertama ∂ u∂ t
adalah -1. Persamaan
(8.17) jelas parabolik menurut Definisi 8.1, dan karena karakter khususnya, terkadang
disebut juga parabolic in the narrow sense.
Kita tutup bahasan ini dengan beberapa catatan mengenai permukaan karakteristik
dari persamaan orde dua. Perhatikan bahwa jika persamaan (8.1) adalah eliptik, maka tidak
memiliki permukaan karakteristik. Nyatanya, vector tak nol ξ=(ξ1 , …, ξn)∈Rn
mendefinisikan arah yang karakteristik berkaitan dengan (8.1) jika
(8.18) ∑i , j=1
n
aij ξi ξ j=0
Menggunakan definisi dari eliptisitas pada bentuk ke-definite positif-an dari bentuk
kuadrat berasosiasi dengan [a ij]dapat dilihat bahwa (8.18) tidak dapat dipenuhi oleh vector
tak nol ξ . Oleh karena itu, persamaan eliptik orde dua tidak memiliki arah-arah
karakteristik. Oleh karena itu, tidak memiliki permukaan karakteristik. Sifat ketidak adaan
karakteristik ini biasanya mendefinisikan persamaan diferensial partial linear eliptik dengan
berorde banyak.
Perhatikan persamaan parabolic selanjutnya dalam bentuk (8.17). vector tak nol
ξ=(ξ1 , …, ξn ,ξ t )∈Rn+1 mendefinisikan arah yang karakteristik berkaitan dengan (8.17) jika
(8.18) terpenuhi. Ke-definite positif-an dari bentuk kuadrat pada (8.18) mengakibatkan
ξ1=…=ξn=0. Oleh karena itu, (ξ1 ,…, ξn , ξt )=(0 , …, 0 ,1) adalah satu-satunya arah
karakteristik dari (8.17). oleh karena itu, hyperplane t=const adalah satu-satunya
permukaan karakteristik dari (8.17).
Karakteristik dari persamaan hiperbolik dari bentuk (8.16) lebih rumit lagi. Vector tak nol
ξ=(ξ1 , …, ξn ,ξ t )∈Rn+1 mendefinisikan arah yang karakteristik berkaitan dengan (8.16) jika
ξ t2−∑i , j=1
n
aij ξ i ξ j=0.
Terdapat tak hingga banyaknya arah yang memenuhi persamaan tersebut dan struktur dari
permukaan karakteristik lebih rumit lagi dengan kenyataan bahwa koefisien a ij mungkin
fungsi dari x. Karena persamaan gelombang kasus khusus dari (8.16), pembaca harus
mengingat kembali diskusi dari karakteristiknya pada Contoh 10 Bahasan 2. Tiap titik di
Rn+1 adalah puncak kerucut karakteristik dari persamaan gelombang. Hal tersebut adalah
dua kerucut dengan parallel axis ke t-axis dan generatornya membuat sudut 45 ° dengan t-
axis. Ini membagi ruang Rn+1 dalam tiga domain (kecuali ketika n=1). Untuk persamaan
umum (8.16) lain, tiap titik di Rn+1 adalah puncak dari “konoid” karakteristik. Ketika
koefisien a ij adalah variable, konoid karakteristik tidak terbangun (not generated) oleh garis
lurus, tapi tetap membagi Rn+1 dalam tiga domain (kecuali ketika n=1).
Prinsip Superposisi
Misalkan P=P (x , D) adalah operator diferensial parsial linier orde m di Rn,
(9.1) P ( x , D )=∑|α|≤m
aα ( x )Dα
dimana α=(α 1 , α 2 ,…, α n). Misalkan c1 dan c2 sebarang konstanta, maka
(9.2) Dα (c1u1+c2 u2 )=c1 Dα u1+c2 Dα u2,
dan
(9.3) ∑|α|≤m
aα (x ) Dα (c1u1+c2u2 )=c1∑|α|≤ m
aα Dα u1+c2∑|α|≤ m
aα Dα u2
atau dapat ditulis
(9.4) P (c1u1+c2 u2 )=c1 Pu1+c2 P u2 ,
Fungsi u1 dan u2 merupakan dua buah fungsi yang cukup terdiferensialkan.
Dalam aljabar linear, dapat dinyatakan bahwa pada persamaan (9.4) 𝑃 bekerja pada fungsi u
sebagai transformasi linear. Lebih tepatnya , jika kita hanya mempertimbangkanu fungsi dalam
Cm (Ω), di mana Ω adalah domain di Rn, makaP adalah transformasi linear dari ruang vektor Cm
(Ω) ke ruang vektor C0 (Ω). Sebagai konsekuensi dari properti linearitas (9.4) dari P, solusi
dari
persamaan homogen
(9.5) Pu=0 ,
Memiliki ciri superposisi, jika u1 dan u2 adalah sembarang dua solusi dari persamaan diferensial
homogen dan c1dan c2sebarang konstanta, maka kombinasi linearnya, c1u1+c2u2juga merupakan
solusi persamaan tersebut. Kombinasi tersebut disebut superposisi.
Prinsip superposisi dapat digenerlisasi untuk sebanyak k solusi yang dibuat kombinasi linearnya,
yaitu jika u1 ,u2 , …, uk merupakan solusi persamaan diferensial (9.5), maka
(9.6) (c1 u1+c2u2+…+ck uk )
juga merupakan solusi. Karena c1 , c2 , …, ck dipilih secara sebarang.
Contoh 9.1
Persamaan Laplace uxx+uyy=0 memiliki solusi u1=1 , u2=x , dan u3= y. Berdasarkan prinsip
superposisi, maka
c1+c2 x+c2 y
adalah solusi untuk persamaan laplace tersebut.
Untuk bentuk superposisi pada jumlah yang tak terbatas, misalkan u1 ,u2 , … merupakan solusi
untukPu1=0 , Pu2=0 ,dan seterusnya.Misalkan deret
∑k=1
∞
ck uk
konvergen. Akan ditunjukkan
P(∑k=1
∞
ck uk¿¿=0
Perhatikan bahwa
P(∑k=1
∞
ck uk¿¿=P(c1u1+c2u2+…¿
= P(c1u1¿+P(c2u2¿+…
= c1 P(u1) + c2 P(u2) + …
= c1 (0 )+c2 (0 )+…
= 0
Kita juga dapat membentuk superposisi keluarga satu-parameter solusi dari (9.5). Misalkan
untuk setiap nilai parameter λ pada interval I di R1 , fungsi u(x , λ) adalah solusi dari (9.5), yaitu
P u (x , λ ) = 0 , untuk setiap λ ϵ I
Lebih lanjut, g fungsi bernilai real yang terdefinisi pada I, Misalkan integral
∫I
g¿¿ λ¿u ( x , λ )dλ
konvergen. Maka fungsi
u ( x )=∫I
g¿¿ λ¿u ( x , λ )dλ
Juga merupakan solusi untuk (9.5) dengan ketentuan
P ¿= ∫I
g¿¿ λ¿Pu ( x , λ )dλ
Yaitu asalkan P dapat ditukar. Kita juga dapat membentuk solusi superposisi untuk (9.5) yang
bergantung pada beberapa parameter.
Misalkan u(x , λ), λ ϵ I merupakan keluarga satu-parameter untuk solusi (9.5), dan anggap
superposisi dari
v ( x , λ , h )=1h[u ( x , λ+h )−u (x ,h ) ] , h≠ 0
Yang merupakan solusi untuk (9.5) juga bergantung pada parameter h. Andaikan limit
limh
→
0
v ( x , λ , h )=∂u∂ λ
( x , λ ) ada. Maka fungsi
v ( x , λ )= ∂∂ λ
u (x , λ )
juga solusi untuk (9.5) asalkan
P[ ∂∂ λ
u ( x , λ )]= ∂∂ λ
[Pu ( x , λ ) ]
Saat valid, semua metode superposisi memungkinkan kita untuk menambah koleksi solusi dari
persamaan homogen ke sebuah koleksi solusi yang lebih besar. Kita akan melihat banyak contoh
mengenai hal ini di bab selanjutnya.
Ini menunjukkan bahwa prinsip superposisi berlaku untuk persamaan diferensial parsial yang
linear dan tidak valid untuk persamaan diferensial parsial yang tidak linear.
Soal 9.1
Misalkan Pmerupakan operator persamaan diferensial parsial nonlinear di R2
Pu=( ∂ u∂ x+ ∂u
∂ y )2
−u2
Tunjukkan bahwa fungsi u1 ( x , y )=ex dan u2 ( x , y )=e− y merupakan solusi persamaan homogen
Pu=0 dimana u ( x , y )=ex +e− y bukan merupakan solusi.
Jawab :
u1=¿ ex maka→
u1 x=¿ ex , u1 y=¿ 0
u2=¿ e− y maka→
u2 x=¿ 0 , u2 y=¿ −e− y
Pu1=(ex+0 )2−(e x)2=e2 x−e2x=0
Pu2=(0−e− y )2− (e− y )2=e−2 y−e−2 y=0
Jadi, u1 dan u2 solusi.
Untuk
u ( x , y )=ex +e− y maka→
ux=ex , uy=−e− y
Pu=(ex−e− y )2−(ex+e− y )2
¿ (e2x−2ex− y+e−2 y )−(e2 x+2ex− y+e−2 y)
¿e2 x−2ex− y+e−2 y−e2 x−2e x− y−e−2 y
¿−4 ex− y
≠ 0
Jadi, u ( x , y )=ex +e− y bukan solusi.
Pertanyaan-Pertanyaan:
Mengapa kita tidak boleh mengasumsikan bahwa a,b,c tidak boleh hilang
secara bersamaan?
Karena di Teorema (7.1) sudah dijelaskan bahwa a,b,c tidak boleh hilang
hilang secara simultan secara bersama-sama. Pada klasifikasi bentuk
kanonik orde pertamapun sudah dijelaskan bahwa a,b,c tidak boleh hilang
secara bersamaan.
Menurut pendapat kami, jika a,b,c hilang secara bersama-sama maka
hasilnya akan tidak ada atau nol. Dan pengerjaan tidak dapat dilakukan.
Mengapa Jacobian tidak boleh sama dengan nol?
Tujuannya agar persamaan yang di olah kedalam bentuk kanonik dapat di
balik atau dikembalikan seperti persamaan awal. Membuat persamaan
menjadi bentuk kanonik agar lebih mudah di selesaikan dibanding jika
persamaan masih dalam bentuk persamaan diferensial biasa
BAB VI
PERSAMAAN-PERSAMAAN FISIKA MATEMATIKA
Pada Bab ini kita akan membicarakan tiga dari banyaknya persamaan-
persamaan diferensial parsial orde dua yang paling pentingyang adadalam
fisikamatematika:persamaankalor/panas, persamaan Laplace,
danpersamaangelombang. Pada bagian 1 kita akan mengingat kembali
pernyataanteorema divergensidankitamemperolehdua integral identitas yang
berguna yang dikenalsebagaiIdentitas Green. Pada bagian 2, kita memperoleh
persamaan konduksi kalor/panas dan menggambarkan berbagai macam masalah
nilai batas awal yang dikaitkan dengannya. Pada bagian 3, kita
memaparkanfenomena yang berkaitan dengan fisika, dikenal sebagai fenomena
keadaan tetap, yang diatur dalam persamaan Laplace’s. Pada bagian 4, kita akan
memaparkan tentang fenomena fisika untuk satu, dua, dan tiga dimensi persamaan
gelombang. Terakhir, pada bagian 5 kita mendefinisikan apaitumasalahwell-
posedyang dikaitkandenganpersamaandiferensialparsial,dan diberikan contoh
yang well-poseddan yang tidak.
1. Teorema Divergensi dan Identitas Green
Teorema divergensi adalah salah satuteorema yang paling berguna dalam
persamaan diferensial parsial. Teorema Divergence ini biasanya dipelajari di
Kalkulus lanjutan. Pada bab ini kita mengingat kembalipernyataan teorema
Divergensi dan mencoba untuk mengaplikasikannya.
Misalkan Ω merupakan domain yang terbatas di R3 dengan
kondisisebagaiberikut :
(a) Pembatas S=∂Ω dari Ω terdiri dari sejumlahpermukaanmulus yang
berhingga. (ingat lagi bahwa permukaan mulus adalah permukaanketinggian
dari fungsi diC1 dengan gradien yang taknol.)
(b) Sebarang garis lurus yangsejajarkesebarangsumbu-sumbukoordinat
memotong S disejumlahtitik-titik yang berhinggaatau mempunyaiseluruh
interval yang bersamaan dengan S.
1
Misalkan n=(nx , ny ,nz)merupakan vektor normal satuanterhadapS mengarah
langsung ke bagian luar dari Ω (lihat gambar 1.1).Misalkan
Gambar 1.1
(1.1 )V ( x , y , z )=(P ( x , y , z ) ,Q ( x , y , z ) , R ( x , y , z) )
merupakanmedanvektor yang terdefinisipadapenutupΩdari Ω sedemikian
sehingga setiap komponen-komponen fungsi P , Q, R berada di C1(Ω) dan C0(Ω),
danandaikanbahwa integral dari
∭n
( ∂ P∂ x¿+∂Q∂ y+ ∂ R
∂ z)dxdydz ¿
adalah konvergen.
Berdasarkanasumsi-asumsi diatas pada Ω dan V , teorema divergensi menyatakan
bahwa
(1.2 )∭n
( ∂ P∂ x¿+∂ Q∂ y+ ∂ R
∂ z)dxdydz=∬
S
(P nx+Q n y+R nz )dσ ¿
2
dimanadσ adalah bagian dari permukaan S. Integran pada sebelah kiri dari
persamaan (1.2)dikenal sebagai divergensi dari medanvektor V dan dinotasikan
sebagai
(1.3 )÷V=∇ .V=∂ P∂ x+ ∂Q
∂ y+ ∂ R
∂ z
Dimana ∇=∂
∂ x+ ∂
∂ y+ ∂
∂ z=(D1 ,D 2 , D3). Integranpada sebelah kanan dari
persamaan (1.2) adalah komponen dari V yang memberi arah dari bagian luar
untuk batas S. Jika dinotasikan sebagai vektor maka persamaan (1.2) bisa
dituliskan sebagai
(1.4 )∭Ω
¿V dxdydz=∬S
V .n dσ
atau, dalamnotasi yang lebihkompak,
(1.5 )∫Ω
∇ . V dv=∫S
V . n dσ
Teoremadivergensimenyatakanbahwajika domain ΩdanmedanvektorV
memenuhikondisi-kondisi di atas, maka integral atasΩ dari divergensi dari V
adalah sama dengan integral atas batas S dari Ω dari komponen V yang mengarah
vektor normal luar terhadap S.
Kondisi(a ) dan (b ) bukan merupakan kondisi yang paling umum pada
domain Ω yang memenuhi teorema divergensi.Kondisi-kondisi yang lebih umum
dapat ditemukan, contohnya, dalambukuKellog.Domain-domain yang
memenuhikondisiumuminidisebut “normal”.Tentunyasemua domain
yangdipertimbangkandalambukuiniadalah normal.
DuapenerapandariteoremadivergensidikenaldenganIdentitas Green.Kita
gunakannotasibiasadarikalkulusvektor.
Jika u(x , y , z )∈C2, maka gradien u didefinisikan dengan
3
(1.6 )∇u=grad u=( ∂ u∂ x
,∂ u∂ y
,∂u∂ z )
dan divergen gradien u didefinisikan dengan
(1.7 )∇2u=∇ .∇u=¿ grad u=∂2 u∂ x2+
∂2u∂ y2+
∂2u∂ z2
Operator differensial parsial ∇2 dikenal sebagai operator Laplace dan juga
disimbolkan oleh ∆
(1.8) ∇2u=∆ u.
Identitas differensial
(1.9) u∇2 w=∇ . (u∇w )−(∇u ) . (∇w ).
Andaikan u ,w∈C2 (Ω ) dan u ,w∈C1 (Ω ) dan integral
∫Ω
u∇2 wdv
konvergen. Maka, pengintegralan dari persamaan (1.9) atas Ω
∫Ω
u∇2 wdv=∫Ω
∇ . (u∇w )dv−∫Ω
(∇u ) . (∇w )dv .
Pengaplikasian teorema divergensi untuk integral pertama (dengan medan vektor
V=u∇w) dan penggunaan fakta bahwa ∇w . n adalah turunan langsung ∂ w∂n
,
maka akan diperoleh identitas Green pertama
(1.10 )∫Ω
u∇2wdv=∫S
u∂ w∂ n
dσ−∫Ω
(∇u ) . (∇w )dv
Pertukaran u dengan w(pada persaman 1.9) dan pengurangan kedua
persamaannya akan menghasilkan
(1.11) u∇2 w−w∇2u=∇ . (u∇w−w∇u ).
4
Jika u ,w∈C2 (Ω ) dan u ,w∈C1 (Ω ) dan integral
∫Ω
(u∇2 w−w ∇2u )dv
konvergen, maka pengintegralan persamaan (1.11) atas Ω dan pengaplikasian
teorema divergensi akan menghasilkan identitas Green kedua
(1.12) ∫Ω
(u∇2 w−w ∇2u )dv=∫Ω
(u ∂ w∂ n−w
∂ u∂ n )dσ .
Identitas Green iniakandigunakandalammempelajaripersamaan Laplace (Bab VII).
Teoremadivergensidanidentitas Green benaruntukmedanvektordanfungsi-
fungsidarisebarangvariabel-variabelbebas.
Masalah-Masalah
1.1. Periksaidentitasdiferensial(1.9 ).
Solusi : Akan ditunjukkan
u∇2 w=∇ . (u∇w )−(∇u ) . (∇w )
Perhatikanpersamaan di sisikiri
∇ . (u∇w )=( ∂∂ x
,∂
∂ y,
∂∂ z ) .(u( ∂ w
∂ x,
∂ w∂ y
,∂ w∂ z ))
¿( ∂∂ x
,∂
∂ y,
∂∂ z ) .(u ∂ w
∂ x,u
∂ w∂ y
, u∂ w∂ z )
¿ ∂ u∂ x
∂ w∂ x+u
∂2 w∂ x2 +
∂u∂ y
∂ w∂ y+u
∂2 w∂ y2 +
∂ u∂ z
∂ w∂ z+u
∂2w∂ z2
(∇u ) . (∇w )=( ∂ u∂ x
,∂ u∂ y
,∂ u∂ z ) .( ∂ w
∂ x,
∂ w∂ y
,∂ w∂ z )
¿ ∂ u∂ x
∂ w∂ x+ ∂ u
∂ y∂ w∂ y+ ∂ u
∂ z∂ w∂ z
5
kemudian,
∇ . (u∇w )−(∇u ) . (∇w )=( ∂ u∂ x
∂ w∂ x+u
∂2 w∂ x2 +
∂u∂ y
∂ w∂ y+u
∂2 w∂ y2 +
∂ u∂ z
∂ w∂ z+u
∂2 w∂ z2 )
−( ∂u∂ x
∂ w∂ x+ ∂u
∂ y∂ w∂ y+ ∂u
∂ z∂ w∂ z )
¿u∂2 w∂ x2 +u
∂2 w∂ y2 +u
∂2 w∂ z2
karena
u∇2 w=u∂2 w∂ x2 +u
∂2w∂ y2 +u
∂2 w∂ z2
maka, terbuktibahwa
u∇2 w=∇ . (u∇w )−(∇u ) . (∇w )
1.2. Misalkanu berada di C2 (Ω) dan di C1 (Ω ), dimana Ω adalah domain
terbatas yang normal di Rn, dan andaikan bahwa
∇2u=0diΩ
u=0 pada S ,
dimanaS adalah batas dari Ω. Tunjukkan bahwa u ≡0di Ω. [petunjuk: pada
identitas Green pertama atur w=u . juga gunakan fakta bahwa jika integral
atas Ω dari fungsi kontinu yang nonnegatif sama dengan nol, maka fungsi
teridentifikasi di Ω.
1.3. Misalkanu berada di C2 (Ω) dan di C1 (Ω ), dimana Ω adalah domain
terbatas yang normal di Rn, dan andaikan bahwa
∇2u=0diΩ
∂ u∂ n=0 pada S
Tunjukkanbahwau ≡ konstan di Ω
1.4. Misalkanu∈C2 (Ω )∩C1 (Ω ) menjadi solusi nontrivial dari
∇2u+ λu=0 diΩ ,
6
u=0 pada S ,
dimanaΩ adalah domain terbatas yang normal, dan λ adalah konstanta.
Tunjukkan bahwa λ ≥ 0.
2. PersamaanKonduksiKalor
Padabagianini, kitaperolehpersamaandiferensialparsial
yangharusdipenuhiolehsuatufungsi yang menggambarkandengan proses
konduksikalor
disebuahbenda.Kitakemudianakanmembicarakantentangkondisitambahanharusdip
enuhidalammenentukandistribusisuhupadabenda.
MisalkanΩmenotasikanbagiandalambendadanfungsiu(x , y , z , t)
dinotasikansebagaisuhu di titik(x , y , z) pada benda pada saat t . Kita
asumsikanbahwau(x , y , z , t)anggota diC2fungsi yang bergantung padaa variabel
x , y , zdanC1denganfungsi yang bergantungpadavariabelt .
Proses konduksikalormengikutihukumfisika. MisalkanS permukaan mulus
di dan ndinotasikanvektor normal padaS. Jumlah kalor (energi termal) qyang
keluarmenembusS ke sisi vektor normal npada interval waktut 1 sampai t 2
diberikan
(2.1 )q=−∫t 1
t 2
∬S
k (x , y , z) ∂ u∂ n
dσdt
Pada (2.1)∂ u/∂ ndinotasikanturunanu terhadap vektor normal n di titik(x , y , z)
pada S dan pada saat t . Fungsik (x , y , z )
bernilaipositifdandisebutkonduktivitastermalpadabenda di titik(x , y , z). Kita
asumsikankonduktivitastermalk (x , y , z )adalahfungsipadaposisi(x , y , z)
dantidakbergantungterhadapvektor normal npadapermukaanS di titik (x , y , z¿.
Jadi, suatu benda dikatakan isotropik jika konduktivitas energi tidak bergantung
terhadap vektor normal n.
MisalkanA daerah bagian Ω dibatasi permukaan tertutup S dengan bagian
luar normal n. Perubahan jumlah kalor pada daerah bagian Adarit=t 1sampait=t 1
diberikanoleh
7
(2.2 )∭A
c ( x , y , z ) ρ ( x , y , z ) [u ( x , y , z , t2 )−u (x , y , z , t1 ) ]dxdydz .
(dipresentasikanolehAyu Indri Astuti)
Pada persamaan (2.2 ), c ( x , y , z )adalah kalor jenis dan ρ ( x , y , z ) adalah kerapatan
suatu benda pada titik ( x , y , z ). Dengan mengikuti aturan konservasi energi
termal, perubahan kalor pada A harus sama dengan jumlah kalor yang masuk ke
A melalui batas S pada interval waktu t=t 1 sampai t=t 2, dan jumlah kalor
diberikan oleh
(2.3 )∫t 2
t 2
∬S
k ( x , y , z ) ∂ u∂ n
dσdt .
Menyamakanjumlah persamaan (2.2 )dan (2.3 ), kita peroleh
(2.4 )∭A
c ( x , y , z) ρ ( x , y , z ) [u (x , y , z ,t 2 )−u (x , y , z ,t 1 ) ]dxdydz=∫t2
t2
∬S
k ( x , y , z ) ∂ u∂ n
dσdt .
Sekarang,
u (x , y , z , t 2 )−u (x , y , z ,t 1 )=∫t 2
t 1
∂ u∂ t
( x , y , z , t )dt
dan, karena ∂ u/∂ n=∇u .n , teorema divergensi diterapkan untuk medan vektor
V=k∇u
∬S
k∂u∂ n
dσ=∭A
∇ . (k∇u )dxdydzdt
Akibatnya, persamaan (2.4 ) menjadi,
∫t2
t1
∭A
cρ∂ u∂ t
dxdydzdt=∫t2
t1
∭A
∇ . (k∇u )dxdydzdt
atau
∫t2
t1
∭A
[cρ∂ u∂t−∇ . ( k∇u )]dxdydzdt=0
8
Karena integran pada persamaan (2.5 ) adalah kontinu dan karena persamaan (2.5 )
benar untuk daerahbagian A dan pada setiap interval [ t 1, t 2 ], (lihat dalam masalah
2.1), yaitu integran harus sama dengan nol untuk setiap ( x , y , z ) di Ω dan untuk
setiap t . Kemudian,
cρ∂ u∂ t−∇ . (k∇ u )=0
atau
(2.6 )cρ∂ u∂ t−[ ∂
∂ x (k ∂ u∂ x )+ ∂
∂ y (k ∂ u∂ y )+ ∂
∂ z (k ∂ u∂ z )]=0
Persamaan (2.6 ) disebut persamaan konduksi panas pada suatu benda
isotropik. Disebut juga Persamaan kalor atau persamaan difusi. Jika benda adalah
isotropik homogen, maka k , ρ , dan c adalah konstan dan persamaan (2.6 )
membentuk
(2.7 ) cρk
∂ u∂ t−( ∂2u
∂ x2+∂2 u∂ y2+
∂2 u∂ z2 )=0.
Persamaan (2.7 ) dapat disederhanakan dengan mengubah skala waktu : atur
t '=(k /cρ )t dan kemudian membuangkoefisienutamapada(2.7 ) menjadi
(2.8 ) ∂u∂ t−( ∂2 u
∂ x2+∂2u∂ y2+
∂2u∂ z2 )=0.
Kita simpulkan bahwa jika suatu fungsi u ( x , y , z , t ) menggambarkan
distribusi suhu pada tubuh isotropik homogen selama interval waktu yang
ditentukan, maka u ( x , y , z , t ) memenuhi persamaan (2.8 ) untuk setiap ( x , y , z )
pada bagian dala tubuh Ω dan untuk setiap t pada interval waktu tersebut.
Bagaimana pun persamaan (2.8 ) mempunyai takhingga banyak solusi. Untuk
memilih dari solusi yang takhingga ini, solusi khusus yang menggambarkan
distribusi suhu tubuh yang sebenarnya, kondisi tambahan harus dinyatakan
dengan jelas.
9
Dari pertimbangan fisika, cukup untuk mengharapkan bahwa
spesifikasidari distribusi suhu pada benda di suatu waktu t 0, bersama dengan
spesifikasi dari distribusi suhu pada batas ∂ Ωdari benda untuk setiap t ≧ t0, secara
lengkap menentukan distribusi suhu pada benda untuk setiap t ≧ t0. Kondisi
(2.9 )u (x , y , z , t 0 )=ϕ ( x , y , z ) , ( x , y , z )∈Ω
Yang menentukan distribusi suhu pada saat t 0 yang dikenal sebagai kondisi awal.
Fungsi ϕ ( x , y , z) adalah fungsi yang diberikan yang terdefinisi pada penutupΩ
dari Ω. Kondisi
(2.10 )u ( x , y , z , t )=f ( x , y , z ,t ) ; (x , y , z )∈∂ Ω , t ≧ t 0
yang menentukan distribusi suhu pada batas ∂ Ω dari benda untuk setiap t ≧ t0
dikenal sebagai kondisi batas. Fungsi f ( x , y , z ) adalah fungsi yang diberikan yang
terdefinisi untuk ( x , y , z ) pada batas ∂ Ω dan untuk setiap t ≧ t0. Masalah mencari
solusi dari persamaan diferensial parsial (2.8 ) yang memenuhi kondisi awal (2.9 )
dan kondisi batas (2.10 ) dikenal sebagai masalah nilai awal batas. Dapat
ditunjukkan dibawah suatu asumsi tambahan, yaitu masalah ini mempunyai solusi
tunggal u ( x , y , z , t ) yang didefinisikan untuk setiap ( x , y , z ) pada Ω dan untuk
setiap t ≥ t 0 (Lihat pada bab IX). Fungsi ini menyatakan distribusi suhusebelumnya
pada bendauntuk setiap t ≧ t0.
Kondisi persamaan (2.10 ) tidak hanya kondisi batas, yang bersama-sama
dengan kondisi awal (2.9 ), menentukan sebuah solusi tunggal dari persamaan
kalor. Terlebih dalam menentukan suhu pada batas dari tubuh, seseorang
mungkinberharapuntukmenentukankalorfluks yang
melaluibatas.Inimengarahkepadakondisibatas
(2.11 ) ∂ u∂ n
( x , y , z ,t )=g ( x , y , z , t ); ( x , y , z )∈∂ Ω , t ≧ t 0
Dimana ∂ u/∂ nmennotasikan turunan berarah dari u pada vektor normal nterhadap
∂ Ω. Fungsi g ( x , y , z , t )adalahfungsi yang diberikanterdefinisiuntuk( x , y , z ) pada
10
∂ Ω dan untuk t ≧ t0. Pada kasusbatas yang terisolasi, g=0 Kondisi batas lain dapat
dispesifikasikan. Pengetahuan tentang suhu pada medium di sekitar benda dandari
kalorfluksmelaluibatas mengarah kepada kondisi
(2.12 )α ( x , y , z ) ∂ u∂ n
(x , y , z , t )+β ( x , y , z )u ( x , y , z , t )
¿h ( x , y , z , t ); ( x , y , z )∈∂ Ω , t ≧ t 0 .
Fungsi α (x , y , z ) dan β (x , y , z )diberikan dan terdefinisi( x , y , z )pada ∂ Ω, dan
h ( x , y , z , t ) diberikan danterdefinisi( x , y , z ) pada ∂ Ω dan t ≧ t0.
Sekarang misalkan kita pertimbangkan lempengan dari ketebalan konstan
dengan dua permukaan bidang yang terisolasi. Jika distribusi suhu awal tidak
berbedamelalui ketebalan lempengan, maka setiap waktu berikutnya suhu pada
lempengan tidak berbedamelalui ketebalannya,dan jika kita memilih sistem
koordinat dengan sumbu-ztegak lurus dengan lempengan, suhu pada
lempenganadalah fungsi yang hanya bergantung pada x , y , dan t . Persamaan
kalor (2.8) untuk lempengan menjadi
(2.13 ) ∂u∂ t−( ∂2 u
∂ x2+∂2u∂ y2 )=0
Akhirnya, mari kita mempertimbangkan silinderbatang dengan permukaan
silindernya terisolasi dan suhu awal yang konstan di setiap bagian yang
bersebrangan. Jika kita memilih sistem koordinat dengan garis tengah pada batang
sepanjang sumbu-x, maka suhu tidak berbedaatas bagian yang bersebrangan dan
hanya akan menjadi fungsi dari x dant saja. Persamaan kalor untuk silinder ini
(2.14 ) ∂ u∂ t−∂2 u
∂ x2=0
Pada penutupan bab ini, disebutkan bahwa persamaan (2.6) dan (2.8)
jugaterdapat pada materi difusi darifluidamelalui porous medium dandipelajaridari
proses difusi lain yang memuat cairan dan gas.
11
Masalah-Masalah
2.1. Misalkanf (x1 , …, xn ) fungsi kontinu pada suatu domain Ω dari Rn dan
andaikan bahwa untuk setiap daerah bagian A di Ω,
(2.15 )∫A
…∫
f (x1 , …, xn )d x1 …dxn=0.
Tunjukkanbahwaf pasti nol secara identikdi Ω. [Petunjuk: Andaikan f
positif pada suatu titik Pdari Ω. Karena f kontinu, f akan positif pada suatu
bola yang berpusat pada P. Pertimbangkan (2.12 ) ketika diambil untuk
menjadi bola tersebut.]
Solusi: Andaikanf (x1 , …, xn ) positif, yaituf (x1 , …, xn )>0 maka
∫A
f (x1 , …, xn )d x1>0
∫A
∫
f (x1 ,…, xn )d x1 dx2>0
⋮
∫A
…∫
f (x1 , …, xn )d x1 …dxn>0
inikontradiksidenganpernyataanpersamaan2.15. Oleh karenanya, haruslah
f (x1 , …, xn )=0.
2.2. Turunkanpersamaan(2.8 )dari (2.7 ).
Solusi : Diketahui
(2.7 ) cρk
∂ u∂ t−( ∂2u
∂ x2+∂2 u∂ y2+
∂2 u∂ z2 )=0.
Misalkant '=(k /cρ )t , maka
dt'
dt= k
cρ
12
Perhatikanbahwa
∂ u∂ t=∂u
∂t '
d t '
dt=∂ u
∂ t '
kcρ
substitusikepersamaan (2.8) diperoleh
cρk
∂ u∂ t−( ∂2u
∂ x2+∂2 u∂ y2+
∂2 u∂ z2 )=0
⟺ cρk ( ∂u
∂t '
kcρ )−( ∂
2 u∂ x2 +
∂2u∂ y2 +
∂2u∂ z2 )=0
⟺ ∂ u∂ t'−( ∂2u
∂ x2+∂2u∂ y2+
∂2u∂ z2 )=0
kemudiangantit '=t, diperoleh
(2.8 ) ∂u∂ t−( ∂2 u
∂ x2+∂2u∂ y2+
∂2u∂ z2 )=0.
2.3. Tulismasalahnilaiawalbatas yang
harusdiselesaikanuntukmengetahuidistribusisuhusebelumnyapadasilinderbat
ang yang panjangnyaL dengan permukaan silinder yang terisolasi,
diberikandistribusisuhuawaldaribatangpadasaatt=t 0 dan suhu pada bagian
ujung batang untuk setiap t ≧ t0.
3. Persamaan Laplace
Persamaan Laplace
(3.1 ) ∂2u∂ x2+
∂2 u∂ y2+
∂2 u∂ z2=0
13
Berkembang dari studi tentang kelas besar dari fenomena fisika yang diketahui
sebagai fenomena keadaan tetap. Fenomena-fenomena ini dikarakterisasi oleh
kenyataan bahwa fenomena-fenomena tersebut tidak bergantung pada variabel
waktu t . Mari kita pertimbangkan kasus fungsi distribusi suhu dalam keadaan
tetap yang homogen dan isotropik. Karena fungsi u tidak bergantung pada
variabel waktu t , ∂ u∂ t=0 dan persamaan konduksi kalor menjadi persamaan
laplace (3.1).Jika Ω adalah notasi untuk bagian dalam benda, fungsi temperatur
keadaan tetap u ( x , y , z , ) pasti memenuhi persamaan (3.1) pada setiap titik
( x , y , z , ) pada Ω.
Persamaan (3.1) memiliki banyak solusi tak terbatas. Untuk menentukan
solusi khusus yang mendeskripsikan distribusi temperatur yang sebenarnya pada
benda, kondisi tambahan harus dispesifikkan. Kenyataan ini sangat kontras
dengan persamaan kalor (2.8) yang mendeskripsikan fenomena yang bergantung
pada waktu, tidak ada kondisi awal yang dibutuhkan untuk menspesifikkan
persamaan (3.1). Formula yang tidak bergantung pada waktu pada kondisi terbatas
(2.10), (2.11) dan (2.12) adalah
(3.2)u ( x , y , z )=f ( x , y , z , ); ( x , y , z )∈∂ Ω
(3.3 ) ∂u∂ n
( x , y , z , )=g (x , y , z , t ) ; ( x , y , z )∈∂ Ω
(3.4 )α ( x , y , z ) ∂u∂ n
( x , y , z )+ β ( x , y , z )u ( x , y , z )=h ( x , y , z ); ( x , y , z )∈∂ Ω
Masalah mencari solusi dari Persamaan Laplace (3.1) yang memenuhi
salah satu dari kondisi batas (3.2), (3.3), atau (3.4) disebut Masalah Nilai Batas.
Lebih spesifiknya, masalah masalah mencari solusi dari (3.1) yang memenuhi
kondisi batas (3.2) dikenal sebagai Masalah Dirichlet. Masalah untuk
menyelesaikan subjek (3.1) terhadap kondisi batas (3.3) dikenal sebagai Masalah
Neumann. Terakhir, masalah untuk menyelesaikan subjek (3.1) terhadap kondisi
14
batas (3.4) dikenal sebagai Masalah Campuran atau Masalah Nilai Batas Ketiga.
Masalah-masalah ini akan lebih lanjut dipelajari pada Chapter VII.
Dalam kasus sebuah lempengan dengan ketebalan yang konstan,
temperatur keadaan tetap u adalah fungsi dengan hanya dua variabel dan
memenuhi Persamaan Laplace Dua Dimensi.
Persamaan Laplace dua dimensi mengatur bentuk dari sebuah selaput
lentur seperti contoh selaput drum. Selaput tersebut merupakan selaput yang
tahan akan segala jenis perentangan atau penarikan ke segala arah tanpa
mengubah bentuk aslinya .Misalkan selaput lentur tersebut menempati daerah
pada bidang (x,y) yang dibatasi oleh kurva mulus C, dan Ω menyatakan interior
dari daerah tersebut. Sumbu u ortogonal ke bidang (x,y)(lihat Gambar 3.1).
Misalkan batas kurva mulus C diparametrikkan oleh persamaan
Misalkan setiap titik di batas selaput dipindahkan sepanjang garis tegak
lurus bidang (x,y) dan batas tersebut terikat di sepanjang kurva .
Kurva memproyeksikan bidang (x,y) atas kurva C dan diberi persamaan
Selaput tersebut kemudian mengambil bentuk permukaan yang diberikan
oleh persamaan berbentuk
Sekarang kita membuat asumsi:
(a) Pada saat kita memindahkan selaput dari bidang (x,y) ke bentuk akhirnya
yaitu u = u(x, y), setiap titik di selaput bergerak hanya pada sepanjang garis
yang paralel ke sumbu u.
15
∂2u∂ x2+ ∂
2u∂ y2=0 .. .(3 .5 )
x=x (s ), y= y ( s ); s∈ I .
~C
~C
x=x (s ), y= y ( s ) , u=φ(s ) ; s∈ I .
u=u( x , y ); (x , y )∈~ .
(b) Selaput bentuknya hanya berubah sedikit, oleh karena itu nilai turunan
dan adalah kecil.
Dari kedua asumsi (a) dan (b) dapat ditunjukkan bahwa fungsi u(x, y)
haruslah memenuhi Persamaan Laplace Dua Dimensi (3.5).Jadi, untuk
menentukan bentuk akhir dari selaput tersebut kita harus menyelesaikan Masalah
Dirichlet.
Gambar 3.1
16
∂u /∂ y∂u /∂ x
∂2u∂ x2+ ∂
2u∂ y2=0 ; ( x, y )∈
u( x, y )=φ (x , y ) ; ( x, y )∈C
Persamaan Laplace juga muncul dalam pembelajaran medan gaya yang
“dapat diturunkan dari sebuah potensial”. Sebagai contoh misalakan F adalah
medan gaya yang disebabkan dari distribusi muatan listrik di ruangan. F(x, y, z)
adalah vektor gaya yang bertindak sebagai sebuah unit muatan yang ditempatkan
di titik (x, y, z). Dapat ditunjukkan bahwa F dapat diturunkan dari sebuah fungsi
potensial u; sebagai contoh, terdapat fungsi u sebagai berikut
F = - grad u.
Potensial u memenuhi Persamaan Laplace di setiap titik di ruangan yang
bebas dari muatan listrik. Medan gaya gravitasi oleh karena distribusi massa di
ruangan tersebut juga dapat diturunkan dari sebuah potensial dan fungsi potensial
itu sendiri memenuhi Persamaan Laplace di setiap titik di ruangan yang bebas dari
massa.
Bab VI
PERSAMAAN FISIKA MATEMATIKA
4. Persamaan Gelombang
Fenomena getaran dan perambatan gelombang dapat dibentuk sebuah
persamaan diferensial parsial yang dikenal sebagai persamaan gelombang.
Misalkan kita pertimbangkan getaran pertama pada sebuah bidang benang
atau dawai seperti dawai pada gitar. Andaikan panjang pada dawai adalah L dan
ketika dawai dalam keseimbangan, dawai tersebut menempati bagian dari sumbu
x dari x = 0 sampai x = L (lihat Gambar 4.1)
17
Kita asumsikan dawai tersebut bergetar pada sebuah bidang, bidang (x ,u),
dan setiap titik pada pergerakan dawai hanya sepanjang garis yang tegak lurus
dengan sumbu x (parallel dengan sumbu u). u(x , t) menotasikan perpindahan
pada saat t dari titik pada ditempatkannya dawai di x (ketika dalam
keseimbangan). Dibawah penambahan asumsi ∂ u∂ x
kecil (yaitu getaran pada dawai
memiliki amplitude yang kecil) dapat ditunjukan u(x , t) harus memenuhi
persamaan diferensial parsial
(4.1 )T ∂2u∂ x2− ρ
∂2 u∂ t 2=0
dimana T adalah tegangan pada dawai dan ρ adalah kepadatan linear. Persamaan
(4.1) dikenal dengan persamaan getaran dawai atau persamaan dawai. Ini juga
dikenal dengan persamaan gelombang satu dimensi. Dengan membuat c=(Tρ )12 ,
persamaan (4.1) menjadi
T∂2 u∂ x2− ρ
∂2 u∂ t 2=0
T∂2 u∂ x2= ρ
∂2 u∂ t 2
Tρ
∂2u∂ x2=
∂2 u∂t 2
18
c2 ∂2u∂ x2=
∂2u∂t 2
∂2 u∂ x2=
1c2
∂2u∂ t2
(4.2 ) ∂2 u
∂ x2−1c2
∂2u∂ t2=0
Seperti yang akan kita lihat pada Bab VIII, c adalah kecepatan rambatan
gelombang pada dawai. persamaan (4.2) dapat disederhanakan dengan mengganti
skala waktu. Atur t '=ct kemudian turunkan, (4.2) menjadi :
Dengan t '=ct , maka
t '=ct⟺ ∂ t'
∂ t= ∂
∂ t(ct )
∂ t'
∂ t=c
t= t'
c⇔
∂ t∂t '=
∂∂ t ' ( t'
c )∂ t
∂ t'=1
c
↔∂ u
∂ t '=∂ u
∂t∙
∂ t
∂ t'
↔∂ u
∂ t '=∂ u
∂t∙
1c
atau
↔∂ u∂t=∂ u
∂ t' ∙∂ t'
∂ t
↔∂ u∂t=∂ u
∂ t'∙ c
Sehingga
∂2u∂ t 2=
∂∂ t
∙( ∂ u∂ t )
¿∂∂ t ( ∂ u
∂ t' ∙ c)
19
¿c ∙∂
∂ t ( ∂ u
∂ t' )¿c ∙
∂
∂ t' ( ∂u∂ t )
¿c ∙∂
∂ t' ( ∂u
∂t ' ∙ c)¿c2 ∙
∂2u∂ t'2
Sehingga persamaan
∂2 u∂ x2−
1c2
∂2u∂ t2=0
↔∂2u∂ x2−
1c2 (c2 ∙
∂2u∂ t'2 )=0
↔∂2u∂ x2−
∂2u∂t '2=0
Misalkan kembali t '=t( t baru) sehingga,
(4.3 ) ∂2u
∂ x2−∂2 u∂t 2=0
Fungsi u(x , t) menggambarkan sejarah dari pergerakan pada dawai harus
memenuhi persamaan (4.3) untuk setiap titik x pada interval terbuka 0<x<L dan
untuk setiap t . Persamaan (4.3) memiliki tak terhingga banyaknya solusi dan
supaya memilih solusi khusus yang menggambarkan getaran yang sebenarnya
pada dawai kondisi tambahan harus ditentukan. Seperti dalam kasus persamaan
kalor, kondisi ini berada dalam dua kategori, kondisi awal dan kondisi batas.
Berbeda dengan persamaan kalor, dua kondisi awal perlu ditetapkan pada saat
awal t 0,
(4.4 )u (x , t 0 )=ϕ ( x ) ,0≦ x ≦L
(4.5 ) ∂ u∂ t
( x , t )=ψ ( t ) ,0≦ x ≦ L
Kondisi (4.4) menentukan pemindahan awal pada dawai, sementara kondisi (4.5)
menentukan kecepatan awal. Beberapa jenis batasan kondisi pada ujung-ujung
x=0 dan x=L pada dawai yang mungkin, tergantung pada cara dimana ujungnya
20
diikat atau dilepas. Kondisi ini menentukan nilai dari u atau turunan ∂ u∂ x
pada
ujung-ujung dawai untuk semua t ≧ t0. Untuk contoh, jika kedua ujung dawai
tetap, maka
(4.6 )u (0 ,t )=0 , u (L ,t )=0 , t ≧ t0
Masalah menemukan solusi dari persamaan gelombang (4.3) bergantung pada
kondisi awal (4.4), (4.5), dan untuk kondisi batas (4.6) adalah sebuah masalah
nilai awal terbatas.
Jika dawai tak terhingga tidak ada batas kondisi harus ditentukan, dan
masalah menemukan solusi dari persamaan gelombang (4.3) bergantung pada
kondisi awal
(4.7 )u (x , t0 )=ϕ ( x ) ,−∞<x<∞
(4.8 ) ∂ u∂ t
(x , t0 )=ψ (x ) ,−∞< x<∞
adalah sebuah masalah nilai awal atau masalah Cauchy (bandingkan dengan Bab
IV). Solusi dari masalah ini dapat diperoleh menggunakan solusi umum (7.22)
dari persamaan gelombang yang berasal di Bab V.
Persamaan Gelombang Dimensi 2
Salah satu contoh gelombang pada dimensi 2 adalah pada membrane yang
bergetar. Karena ketebalan nya sangat tipis maka diabaikan sehingga hanya ada
ukuran panjang dan lebar, maka persamaan gelombangnya ada pada dimensi 2.
Misalkan u(x , y ,t) menunjuka perpindahan saat t pada titik dalam membran yang
berlokasi pada (x , y ) lihat gambar berikut
21
Dengan asumsi lokasi pada bagian 3 (persamaan la place), dapat ditunjukan
bahwa u(x , y ,t) harus memenuhi persamaan
∂2 u∂ x2−
∂2u∂ y2−
1c2
∂2 u∂ t 2=0⋯(4.9)
Dimana c= (T / ρ )1 /2, T adalah tegangan membrane dan ρ adalah kerapatan
permukaan. Persamaan (4.9) dikenal sebagai persamaan dari getaran membrane
atau persamaan gelombang dua dimensi. Sebagaimana halnya pada getaran
dawai, 2 kondisi harus ditetapkan,
u (x , y , t 0 )=ϕ ( x ) ,( x , y )∈Ω⋯ (4.10)
∂ u∂ t
(x , y , t 0 )=ψ (t ) ,(x , y)∈Ω⋯(4.11)
Juga batas-batas kondisi bermacam-macam dapat ditetapkan, tergantung
kecepatan menggetarkan membran. Untuk contoh, kondisi batas dipercepat
22
sepanjang kurva bidang saat melayang pada bidang (x , y ) , batas kondisi harus
ditetapkan sebagai
u ( x , y , t )=0 , (x , y )∈Ω , t ≧ t 0⋯(4.12)
Persamaan Gelombang Dimensi 3
Terakhir kita ingat kembali getaran dari gelombang suara atau bunyi. Ini
merupakan getaran yang kecil dari gas, seperti udara, menempati sebuah daerah
pada ruang dimensi tiga. Misalkan Ω menotasikan bagian dalam dari daerah ini
dan misalkan u(x , y , z , t) menotasikan deviasi/penyimpangan dari tekanan
lingkungan (normal) dari gas pada titik (x , y , z) dari Ω dan saat t . Dibawah
beberapa hipotesis, ini dapat ditunjukan bahwa u harus memenuhi persamaan
differensial parsial,
∂2 u∂ x2−
∂2u∂ y2−
∂2 u∂ z2−
1c2
∂2u∂ t2=0⋯(4.13)
Dimana c adalah kecepatan merambat suara di udara.persamaan (4.13) dikenal
sebagai persamaan bunyi atau persamaan gelombang dimensi tiga. Kondisi awal
dan kondisi batas dihubungkan dengan persamaan (4.13) sama halnya pada
kasusu persamaan gelombang dimensi satu dan dua.
Getaran yang lain dan phenomena perambatan gelombang seperti pada getaran
gelombang elektromagnetik yang dapat digambarkan oleh persamaan gelombang.
Masalah 4.1
Pada bab V sub b 7, kita telah menunjukkan bahwa solusi umum dari persamaan
gelombang dimensi 1 (4.3) sebagai berikut:
u ( x , t )=F ( x+t )+G(x−t)
Dimana F dan G adalah sembarang fungsi satu variabel.
a) Gunakan solusi umum ini untuk menentukan solusi dari masalah nilai awal
(4.3), (4.7), (4.8) dengan t o=0
23
(4.14 )u (x , t )=12[ϕ ( x+t )+ϕ (x−t) ]+ 1
2∫x−t
x +t
ψ (τ )dτ
b) Tunjukkan dengan subtitusi langsung bahwa (4.14) memenuhi persamaan
gelombang (4.3) dan kondisi awal (4.7) dan (4.8) dengan t0 = 0.
Jawab :
Persamaan gelombang:
∂2 u∂ x2−
∂2u∂ t 2=0
Masalah nilai awalnya adalah
(4.7 )u ( x , 0 )=ϕ ( x )
(4.8 )u t ( x ,0 )=ψ (x)
Solusi umum
u ( x , t )=F ( x+t )+G ( x−t )(1)
Misalkan
ξ=x+t ,η=x−t
Sehingga persamaan (1) dapat ditulis menjadi U (ξ ,η )=F (ξ )+G(η)
Perhatikan bahwa
U t ( ξ ,η )=U ξ ξ t+U ηηt
¿ F ' (ξ )−G '(η)
Akibatnya,
U t ( x , t )=F ' (x+t )−G' ( x−t )
U t ( x , 0 )=F ' ( x )−G '( x)
Dari persamaan (4.8) kita peroleh F ' ( x )−G' (x )=ψ (x). Dengan mengintegralkan
kedua ruas diperoleh
∫F ' ( x )−G' ( x )=∫ψ (x )
F ( x )−G ( x )=∫a
x
ψ (τ )dτ , a∈R (2)
Dari (4.7) kita peroleh F ( x )+G ( x )=ϕ (x )(3)
Selesaikan persamaan (2) dam (3)
24
F ( x )−G ( x )=∫a
x
ψ (τ )dτ
F ( x )+G ( x )=ϕ (x )
2 F ( x )=( x )+∫a
x
ψ ( τ )dτ
F ( x )=12
ϕ ( x )+ 12∫a
x
ψ (τ )dτ
+¿
Sehingga diperoleh G ( x )=ϕ ( x )−F ( x )=12
ϕ ( x )−12∫
a
x
ψ ( τ )dτ
Karena
u ( x , t )=F ( x+t )+G ( x−t ) , maka
u ( x , t )=[ 12 ϕ ( x+t )+ 12∫a
x+t
ψ ( τ )dτ ]+[ 12 ϕ ( x−t )−12∫
a
x−t
ψ ( τ )dτ ]¿ 1
2ϕ ( x+t )+ 1
2ϕ ( x−t )+ 1
2∫a
x+t
ψ ( τ )dτ−12∫
a
x−t
ψ ( τ )dτ
¿ 12(ϕ ( x+ t )+ϕ ( x−t ) )+1
2∫x−t
a
ψ ( τ )dτ+ 12∫
a
x+t
ψ ( τ )dτ
u ( x , t )=12(ϕ ( x+ t )+ϕ ( x−t ) )+ 1
2∫x−t
x+t
ψ ( τ )dτ
Merupakan solusi khususnya.
u (x ,t 0=0 )=12(ϕ ( x+0 )+ϕ ( x−0 ) )+ 1
2∫x−0
x+0
ψ (τ )dτ
¿ 12(ϕ ( x )+ϕ ( x ) )+ 1
2∫x
x
ψ (τ )dτ
¿ 12(2 ϕ (x ) )+0=ϕ ( x )
u ( x , 0 )=ϕ ( x ), persamaan (4.7) terpenuhi.
∂ u(x ,0)∂ t
= ∂∂ t
(ϕ ( x ) )=0=ψ (x ), persamaan (4.8) terpenuhi.
∂ u∂ x= ∂
∂ x ( 12 ϕ ( x+t )+ 12
ϕ ( x−t )+12∫x−t
x+t
ψ ( τ )dτ )¿ 1
2ϕ ' ( x+t )+ 1
2+1
2ψ ( x+t )−1
2ψ ( x−t )
25
∂2 u∂ x2=
∂∂ x ( 12 ϕ' (x+t )+ 1
2+ 1
2ψ ( x+t )−1
2ψ ( x−t ))
¿ 12
ϕ ' '(x+t)+ 12
ψ ' ( x+ t )−12
ψ ' ( x−t )
∂ u∂ t= ∂
∂t (12 ϕ ( x+t )+12
ϕ ( x−t )+ 12∫x−t
x+ t
ψ ( τ )dτ)¿ 1
2ϕ ' ( x+t )−1
2+ 1
2ψ ( x+ t )+ 1
2ψ ( x−t )
∂2u∂ t 2=
∂∂ t ( 12 ϕ ' ( x+ t )−1
2+1
2ψ ( x+t )+ 1
2ψ ( x−t ))
¿ 12
ϕ ' '(x+t)+ 12
ψ ' ( x+ t )−12
ψ ' ( x−t )
Sehingga
∂2 u∂ x2−
∂2u∂ t 2=[ 12 ϕ ' ' ( x+ t )+ 1
2ψ ' ( x+t )−1
2ψ ' ( x−t ) ]−[ 12 ϕ ' ' (x+t)+ 1
2ψ ' (x+t )−1
2ψ ' ( x−t )]
∂2 u∂ x2−
∂2u∂ t 2=0
Persamaan (4.3) terpenuhi.
5. Masalah Well Posed
Pada pembahasan sebelumnya,kita telah melihat banyak fenomena fisika
yang mengandung Persamaan Diferensial Parsial. Sebagai contoh bisa kita lihat
pada dua permasalahan sederhana berikut. Jika u ( x , y ) merupakan distribusi
keadaan mantap temperatur dalam ruang yang dibatasi plat homogen isotropik dan
jika temperatur pada plat yang dibatasi itu diketahui, maka u haruslah solusi
masalah nilai terbatas.
(5.1 ) ∂2u∂ x2+
∂2 u∂ y2=0 , ( x , y )∈Ω
(5.2 )u (x , y )=f (x , y ) , ( x , y )∈∂ Ω
Dimana Ω adalah bagian dalam dari plat dan ∂ Ω adalah batas. Jika u(x,t)
merupakan perpindahan dari dawai yang “tak hingga” dan jika perpindahan dan
26
kecepatannya diketahui pada t awal t=t o, maka u haruslah solusi dari masalah
nilai awal
(5.3 ) ∂2u∂ x2−
∂2u∂ t2=0 ;−∞<x<∞, t 0< t
(5.4 )u ( x ,t )=ϕ ( x ) ,−∞<x<∞
(5.5 ) ∂u∂ t
(x ,t 0 )=ψ ( x ) ,−∞<x<∞
Hal ini masuk akal, untuk mengetahui temperatur pada batas plat untuk
menentukan temperatur pada setiap titik plat. Begitu juga, untuk permasalahan
selanjutnya, yaitu kita mengetahui perpindahan dan kecepatan pada dawai pada
waktu awal t o untuk menentukan gerakan dawai untuk setiap t ≧ t0.
Definisi 5.1
Masalah yang melibatkan persamaan differensial parsial dikatakan masalah well-
posed jika memenuhi tiga syarat:
(a) Ada solusi
(b) Solusi tunggal
(c) Solusi tergantung pada kekontinuan data dari masalah
Mempelajari fenomena fisika dengan menjadikan masalah yang melibatkan
persamaan diferensial parsial, tidak cukup membuat masalah memiliki solusi
tunggal. Ini penting untuk mengetahui bahwa solusi tergantung pada kekontinuan
data dari masalah. Sebaliknya kita tidak yakin solusi dari masalah
menggambarkan fenomena fisika diperlukan tingkat ketelitian.
Tujuan mempelajari persamaan diferensial parsial adalah:
1. Menentukan kondisi masalah well-posed
2. Menggambarkan cara menemukan solusi atau pendekatan solusi dari masalah
well-posed
3. Menentukan sifat-sifat umum dari solusi
Kita akan menunjukkan pada Bab VIII bahwa memenuhi asumsi masalah nilai
batas (5.1), (5.2) adalah well-posed. Memenuhi asumsi, masalah nilai awal (5.3),
(5.4), (5.5) juga well-posed. Nyatanya kita sudah menentapkan solusi pada
27
masalah 4.1 karena (4.14) adalah solusi dari masalah. Pada bab VIII kita akan
menunjukkan solusi tunggal (4.14). Menggunakan rumus solusi, kita juga akan
menunjukkan solusi tergantung pada kekontinuan data.
Perlu ditekankan bahwa tidak setiap masalah dikatakan well-posed. Sebagian
besar fenomena fisika mengarah pada masalah nilai awal, atau batas, atau batas
awal yang well-posed.
Ternyata setiap persamaan diferensial parsial memiliki beberapa masalah yang
berkaitan dengan well-posed walaupun masalah lain tidak well-posed. Supaya
mengilustrasikan hal ini, kita perhatikan lagi masalah nilai batas (5.1), (5.2) dan
masalah nilai awal (5.3), (5.4), (5.5). Masalah ini well-posed, meskipun
persamaan Laplace dan persamaan gelombang hanya berbeda tanda. Periksa juga
masalah nilai awal (masalah Cauchy) untuk persamaan Laplace dan masalah nilai
batas (masalah Dirichlet) untuk persamaan gelombang. Ternyata masalah ini
bukan well-posed. Masalah nilai awal untuk persamaan Laplace bukan well-posed
yang ditunjukkan Hadamard (lihat masalah 5.2). Kita tahu dari teorema Cauchy-
Kovalevsky bahwa masalah memiliki solusi tunggal jika data awal diasumsikan
analitik. Tetapi, masalah tersebut bukan well-posed karena solusi tidak tergantung
pada kekontinuan data awal. Contohnya masalah nilai batas untuk persamaan
gelombang yang bukan well-posed digambarkan dalam masalah 5.3. Masalah ini
bukan well-posed karena memiliki solusi tak terhingga.
Masalah 5.3
Masalah Dirichlet untuk persamaan gelombang,
∂2 u∂ x2−
∂2u∂ t 2=0 ;0<x<T , 0<t<T ,
u (0 , t )=u (L, t )=0 ;0≦ t ≦T ,
u ( x , 0 )=u ( x ,T )=0 ;0≦ x ≦L
dimana rasio T/Ladalah bilangan rasional, katakan T/L = m/n dimana m dan n
adalah bilangan bulat positif.
u ( x , t )=Csinnπx
Lsin
mπtT
28
adalah solusi dari permasalahan setiap konstan C yang berubah-ubah, dan selain
itu masalah ini memiliki solousi tak berhingga.
Masalah 5.2
Contoh Hadamard, bagian a dan c
a. Perhatikan masalah Cauchy untuk persamaan Laplace di R2
(5.6 ) ∂2u∂ y2+
∂2 u∂ x2=0
u (x ,0 )=0
uy ( x , 0 )=1n
sin nx
dimana n bilangan bulat positif, tunjukkan bahwa
(5.7 )u ( x , y )= 1
n2sinh ny sin nx
merupakan suatu solusi
c. Misal f dan g analitik, u1 solusi dari masalah Cauchy
∂2u∂ y2+
∂2 u∂ x2=0
(5.8 )u ( x , 0 )=f (x )
uy ( x ,0 )=g(x )
dan u2 solusi dari masalah Cauchy
∂2u∂ y2+
∂2 u∂ x2=0
(5.9 )u ( x , 0 )=f (x )
uy ( x ,0 )=g ( x )+ 1n
sin nx
tunjukkan bahwa
(5.10 )u2 (x , y )−u1 ( x , y )= 1
n2sinh ny sin nx
Jawab :
a. Akan ditunjukkan u ( x , 0 )=0
29
u ( x , y )= 1n2 sinh ny sin nx= 1
n2
eny−e−ny
2sin nx
u ( x , 0 )= 1n2 sinh 0 sin nx= 1
n2
e0−e0
2sin nx= 1
n2 0sin nx=0
Jadi, terbukti bahwa
u(x , 0)=0
Akan ditunjukkan uy ( x ,0 )=1n
sin nx
u ( x , y )= 1
n2sinh ny sin nx
uy ( x , y )= 1n2 coshny sin nx= 1
n2
eny+e−ny
2sin nx
uy ( x ,0 )= 1n2 cosh 0 sin nx= 1
n2
e0+e0
2sin nx= 1
n2
1+12
sin nx= 1n2 sin nx
Jadi, terbukti bahwa
uy ( x ,0 )=1n
sin nx
Akan ditunjukkan ∂2u∂ y2+
∂2 u∂ x2=0
u ( x , y )= 1
n2sinh ny sin nx
Dari pengerjaan sebelumnya didapat :
uy ( x , y )= 1
n2coshny sin nx
dengan demikian
∂2u∂ y2=
1n2 sinh ny sin nx
Sedangkan untuk ∂2 u∂ x2
ux ( x , y )= 1
n2sinh ny cosnx
∂2 u∂ x2=
−1n2 sinh ny sin nx
Oleh karena itu
30
∂2u∂ y2+
∂2 u∂ x2=
1n2 sinh ny sin nx+(−1
n2 sinh ny sin nx )=0
Jadi terbukti bahwa
∂2u∂ y2+
∂2 u∂ x2=0
Karena
u ( x , y )= 1
n2sinh ny sin nx
memenuhi
∂2u∂ y2+
∂2 u∂ x2=0
u ( x , 0 )=0
uy ( x ,0 )=1n
sin nx
maka terbukti bahwa u ( x , y )= 1
n2sinh ny sin nx merupakan suatu solusi.
c. Diketahui :
u1 solusi dari masalah Cauchy (5.8)
∂2u∂ y2+
∂2 u∂ x2=0
u ( x , 0 )=f (x)
uy ( x ,0 )=g(x )
dari pengerjaan soal bagian a, kita dapatkan
u ( x , y )= 1
n2sinh ny sin nx
merupakan solusi dari masalah Cauchy
∂2u∂ y2+
∂2 u∂ x2=0
u ( x , 0 )=0
uy ( x ,0 )=1n
sin nx
Kita misalkan u=u3 sehingga
31
u ( x , y )=u3(x , y )= 1
n2sinh ny sin nx
Akan dibuktikan ∂2 (u1+u3 )
∂ y2 +∂2 (u1+u3 )
∂ x2 =0
∂2 (u1+u3 )∂ y2 +
∂2 (u1+u3 )∂ x2
¿∂2 (u1 )∂ y2 +
∂2 (u3 )∂ y2 +
∂2 (u1 )∂ x2 +
∂2 (u3 )∂ x2
¿( ∂2 (u1 )∂ y2 +
∂2 (u1 )∂ x2 )+( ∂
2 (u3 )∂ y2 +
∂2 (u3 )∂ x2 )=0+0=0
Jadi terbukti bahwa
∂2 (u1+u3 )∂ y2 +
∂2 (u1+u3 )∂ x2 =0
Akan dibuktikan (u1+u3) (x , 0 )=f (x )
(u1+u3 ) ( x , 0 )=(u1 ) ( x , 0 )+(u3 ) ( x , 0 )=f ( x )+0=f ( x )
Jadi terbukti bahwa
(u1+u3) (x , 0 )=f (x )
Akan dibuktikan (u1+u3 ) y ( x , 0 )=g ( x )+ 1n
sin nx
(u1+u3 ) y ( x , 0 )=(u1 ) y ( x ,0 )+(u1 )y ( x ,0 )=g (x )+ 1n
sin nx
Karena f dan g analitik maka u2 haruslah sama dengan u1+u3
u2=u1+u3=u1+1
n2sinh ny sin nx
Sehingga didapat
u2−u1=u1+1
n2sinh ny sin nx−u1=
1
n2sinh ny sin nx
Jadi terbukti
u2−u1=1
n2sinh ny sin nx
32
LapLace’s Equation
Bab ini dikhususkan mempelajari persamaan Laplace. Persamaan ini mempunyai ketertarikan yang sangat besar oleh matematikawan, insinyur, dan ilmuwan, karena persamaan ini bangkit dalam pembelajaran banyak fenomena fisika. Dalam subbab 1, fungsi harmonik didefinisikan sebagai solusi persamaan Laplace yang turunan keduanya kontinu. Dalam subbab 2 dan 3, banyak fungsi harmonik yang diperoleh dengan menggunakan metode pemisahan variabel, pergantian variabel dan invers yang bekerja pada lingkaran dan bola. Pada subbab 4, masalah nilai batas yang berkaitan dengan persamaan Laplace dijelaskan dan diilustrasikan dengan contoh fisika. Pada bab 5, ...
1. Fungsi Harmonik
Persamaan Laplace
∂2 u∂ x1
2 +∂2u∂ x2
2+…+ ∂2 u∂ xn
2=0
Merupakan persamaan diferensial parsial dari elliptic type yang sangat
sederhana dan sangat penting.
Definisi 1.1
Misal Ω merupakan domain di Rn. Sebuah fungsi u ϵ C2(Ω) yang memenuhi
persamaan Laplace di Ω disebut fungsi harmonik di Ω .
Fungsi harmonik didefinisikan sebagai fungsi kontinu yang memenuhi
persamaan Laplace.
Teorema 1.1
Misal u adalah solusi dari persamaan Laplace yang kontinu di domain Ω . Maka
u analitik di Ω.
Problems 1.1
Buktikan bahwa semua fungsi linear
33
u=a1 x1+a2 x2+…+an xn+a0
Adalah harmonik di Rn.
1.ux 1=a1;ux 2=a2 ;…;uxn=an
2.ux 1 x 1=0 ;ux 2 x 2=0 ;…;uxnxn=0
3.ux 1 x 1+ux2 x2+…+uxnxn=0
Karena fungsi linear u kontinu di Rn dan dapat didiferensialkan dua kali serta u
memenuhi persamaan Laplace, jadi u adalah fungsi harmonik di Rn.
Problems 1.2 (a)
Tunjukkan bahwa u=xy dan u=x2− y2 harmonik di R2.
u=xy • u=x2− y2
1.ux= y ;u y=x ; 1.ux=2x ;uy=−2 y ;
2.uxx=0 ;uyy=0 ; 2.uxx=2 ;u yy=−2 ;
3.uxx+u yy=0+0=0 3.uxx+u yy=2+(−2)=0
2. Beberapa Fungsi Harmonik Dasar Metode Pemisahan Variabel
Telah Dibahas pada bab VI bahwa potensial elektrostatis pada sebarang titik ( x , y , z )≠(0,0,0), berkaitan dengan sebuah unit charge pada titik asal di R3,
adalah sebanding dengan 1r
dengan r=(x2+ y2+ z2)12 merupakan jarak (x , y , z)
dari titik asal. Ini dikenal di Fisika dimana potensial berkaitan dengan sebarang distribusi dari charges yang memenuhi persamaan Laplace pada sebarang titik di space free from charge.
u=1r
,r ≠ 0 …(2.1)
adalah sebuah fungsi harmonik di R3 kecuali di titik asalnya.Fungsi (2.1) dibedakan oleh simetrinya pada titik asal, ini hanya bergantung pada jarak radial r dari titik asal dan tidak bergantung pada variabel sudut θ dan ϕ.
34
35
x
y
z
Δ adalah operator Laplace di Rn yang berkaitan dengan koordinat bola (koordinat polar
di R2).
Di R2, Δu=1r
∂∂r (r ∂ u
∂r )+ 1r2
∂2u∂ θ2
Di Rn dengan n>2, Δu= 1
rn−1
∂∂r (rn−1 ∂ u
∂ r )+∆nu
Dimana ∆n adalah operator diferensial parsial orde kedua yang hanya berkenaan dengan variabel sudut.
Karena fungsi harmonik hanya bergantung pada r di Rn, fungsi harmonik u(r) harus memenuhi persamaan
1r
∂∂r (r ∂ u
∂r )=0
Fungsi 1 , log r (n=2)adalah dua solusi untuk persamaan di atas yang bebas linear dan solusi umumnya mengandung seluruh kombinasi linear dari fungsi-fungsi di atas.
Di Rn, dengan n>2 fungsi harmonik u(r) harus memenuhi persamaan
1
rn−1
∂∂r (rn−1 ∂ u
∂ r )=0
dan dua solusi bebas linear untuk persamaan di atas adalah
1 ,1
rn−2(n>2).
Penggunaan metode pemisahan variabel atau fourier method untuk memperoleh fungsi harmonik lainnya. Pada R2 , metode ini dimulai dengan mencoba menemukan fungsi harmonik u(r,θ) yang memiliki bentuk khusus
u(r,θ) = R(r)ϴ(θ) (2.9)
Asumsikan u(r,θ) adalah hasil perkalian dari fungsi r dan fungsi θ. Substitusi (2.9) ke persamaan Laplace di koordinat polar, diperoleh
R”ϴ+ R’ϴ+ Rϴ” = 0
Dengan membagi persamaan dengan Rϴ dan mengalikan dengan r2, diperoleh
r2 R over R =- Θ ^ n over Θ ¿¿ (2.10)
36
Sisi kiri persamaan 2.10 adalah fungsi dari r dan sisi kanan adalah fungsi dari θ. Maka 2.10 adalah setara dengan r2 R over R = μ=- Θ ^ n over Θ ¿¿.
Atau dengan pasangan persamaan r2+r R'−μR=0(2.11) Θ' '+μΘ=0(2.12)
Dimana μ konstan. Dapat disimpulkan bahwa untuk u(r,θ) dari bentuk (2.9) untuk memenuhi persamaan Laplace, fungsi R dan φ harus memenuhi persamaan diferensial biasa (2.11) dan (2.12). Persamaan 2.11 dikenal sebagai persamaan Euler dan memiliki dua solusi bebas linear.
Rμ (r )=1, log r if∧μ=0r√μ , r−√μif μ ≠ 0
(2.13)
Dua solusi bebas linear dari (2.12) adalah
Θμ (θ )= 1 ,θ if∧μ=0cos√μ θ , sin√ μθ if μ ≠ 0
(2.14)
tidak dapat diasumsikan bahwa, untuk setiap nilai μ dan untuk fungsi (2.13) dan (2.14) bentuk berikut uμ (r , θ )=Rμ (r )Θμ(θ) (2.15)
terdefinisi sebagai sebuah fungsi harmonik di setiap domain Ω dari R2. Hal ini hanya berlaku jika (2.15) adalah fungsi yang ‘well defined’ (C2) di Ω.
Ini berarti bahwa agar (2.15) untuk menentukan fungsi ‘nilai tunggal’ di Ω, fungsi Θμ (θ) harus periodik dengan periode 2 π (misalkan) dan harus memenuhi kondisi berikut
Θμ (θ+2 π )=Θ μ (θ ) ,∀ θ (2.16)
Jika Ω adalah domain yang berisi kurva mengelilingi titik asal, fungsi angular yang dapat digunakan dalam (2.15) untuk menentukan fungsi harmonik di Ω adalah
Θμ (θ )=cosnθ , sin nθ ;n=1 ,2 ,… (2.17)
Fungsi radial yang sesuai
Rμ (r )= 1 , logr ;n=0rn ,r−n; n=1 ,2, …
(2.18)
uμ (r , θ )= 1 ,r ncos nθ , rnsin nθ ; n=1 ,2, …log r , r−ncos nθ , r−n sin nθ ;n=1 , 2 , …
(2.19)
37
Jika Ω tidak mengandung titik asal R2 , semua fungsi di (2.19) harmonik di Ω. Jika Ω mengandung titik asal, hanya fungsi pada baris pertama adalah harmonik di Ω.
Misalkan Ω adalah domain dari R2 yang tidak mengandung titik asal. Maka
u(r,θ) = θ (2.20)
Pada koordinat segiempat, fungsi harmonik (2.20) adalah
u ( x , y )=arctan( yx ) , 0<x<∞,−∞< y<∞ (2.21)
u ( x , y )= π2−arctan ( xy ) ,−∞<x<∞,0< y<∞ (2.22)
Menerapkan metode pemisahan variabel untuk mendapatkan fungsi harmonik dalam domain dari R3. Dalam hal ini dicari fungsi harmonik u(r,θ,φ) dari bentuk
u(r,θ,φ) = R(r)Y(θ,φ) (2.23)
Dengan mensubstitusi (2.23) ke persamaan laplace, diperoleh
(r2 R' )'−μR=0 (2.24)
Λ3 Y +μY=0 (2.25)
Dua solusi bebas linear dari (2.24) adalah
rα 1 ,r α2(2.26)
Dimana α1 dan α2 adalah akar dari persamaan
α (α+1) – μ=0
Persamaan (2.25) memiliki solusi nontrivial hanya ketika μ sama dengan salah satu dari nilai
μn = n(n+1), n=0,1,2,…
Untuk setiap μn , ada 2n+1 solusi bebas linear dari (2.25), disimbolkan dengan
Solusi ini disebut harmonik Laplace bola, dimana μ=μn , maka fungsi radial nya
rn, r-n-1; n=0,1,2,…
dan fungsi harmonik (2.23) adalah
38
3. Mengganti Variabel Untuk Menghasilkan Fungsi Harmonik Baru Invers Terhadap Lingkaran dan Bola
Pada bagian sebelumnya kita memperoleh koleksi fungsi harmonik dengan metode pemisahan variabel. Dengan prinsip superposisi semua kombinasi linear dari fungsi ini juga harmonik. Dalam bagian ini dijelaskan cara untuk memperoleh fungsi harmonik baru dari satu yang diketahui dengan merubah variabel.
Pertama-tama kita pertimbangkan fungsi harmonik di R2. Diberikan Ω dan Ω’ adalah domain di R2, misalkan ada pemetaan satu-satu dari Ω ke Ω’ diberikan oleh :
x’ = x’(x,y) y’=y’(x,y), (3.1)
dengan pemetaan invers dari Ω’ ke Ω diberikan oleh :
x=x(x’,y’) y=y(x’,y’) (3.2)
Kita asumsikan fungsi x’(x,y) dan y’(x,y) ada di C2(Ω), sedangkan fungsi x(x’,y’) dan y(x’,y’) ada di C2(Ω’).
Diberikan u(x,y) adalah fungsi yang terdefinisi di Ω dan u(x’,y’) adalah fungsi yang terdefinisi di Ω’ dengan rumus :
u(x’,y’) = u(x(x’,y’) , y(x’,y’)) (3.3)
pemetaan (3.1), (3.2) dapat dikatakan sebagai transformasi koordinat atau perubahan variabel.
Transformasi Dasar :
1. Translasi
x’ = x + x0, y’ = y + y0;
x = x’ – x0, y = y’ – y0,
dimana (x0, y0) adalah titik yang ditetapkan di R2.
2. Rotasi
39
x’ = (cos α)x + (sin α)y, y’ = -(sin α)x + (cos α)y;
x = (cos α)x’ – (sin α)y’, y = (sin α)x’ + (cos α)y’,
dimana α adalah sudut yang ditetapkan.
3. Refleksi : refleksi garis lurus di R2
contoh :
x’ = x, y’ = -y; x = x’, y = -y’
merupakan refleksi terhadap sumbu-x
x’ = -x, y’ = y; x = -x’, y = y’,
merupakan refleksi terhadap sumbu-y
dan
x’ = y, y’ = x; x = y’, y = x’,
merupakan refleksi terhadap garis x = y.
4. Transformasi yang dilatasi
x’ = λx, y’ = λy;x = (1/ λ)x’, y = (1/ λ)y’,
dimana λ adalah konstanta yang tak nol.
Contoh 3.2
Dengan rotasi bentuk (2.19) menjadi
Fungsi pada baris pertama harmonik di R2. Dimana, fungsi pada baris kedua juga harmonik di R2 kecuali di titik (0,0).
Pada transformasi dasar yang telah kita definisikan di R2 memiliki analog yang jelas dalam R3 dan dalam ruang dimensi yang lebih tinggi. Contoh,
(x2 + y2 + z2)-1/2
fungsi ini harmonik dalam R3 kecuali di titik asal dan dengan translasi
40
[(x-x0)2+(y-y0)2+(z-z0)2]-1/2
fungsi ini harmonik dalam R3 kecuali titik (x0, y0, z0).
Pada notasi vector, r =(x,y,z), r0 =(x0,y0,z0), fungsi tersebut dapat ditulis menjadi
|r-r0|-1 (3.8)
Dan fungsi ini harmonic di R3 dengan titik awal r0.
Kecuali untuk translasi, semua transformasi dasar di Rn diberikan oleh persamaan dengan bentuk xi = i=1,…,n (3.9)
Atau dalam notasi matriks x=Ax’ (3.10)
Dan A = [aij] adalah matiks non singular nxn dengan invers A-1 oleh karena itu x’=A-1x (3.11)
Sebuah transformasi pada bentuk (3.10), (3.11) disebut transformasi linear dari koordinat di Rn dan apabila diberikan sebuah matriks A.
Pertanyaan : mana transformasi linear dari koordinat yang dapat mempertahankan keharmonikan dari sebuah fungsi? Jawaban atas pertanyaan ini diberikan dalam teorema berikut.
Teorema 3.1Sebuah transformasi linear dari koordinat mempertahankan keharmonikan dari setiap fungsi harmonik jika dan hanya jika diberikan oleh matriks A dari bentuk
A=λB (3.12)
B adalah sebuah matriks orthogonal dan λ positif konstan. B dikatakan orthogonal jika
∑k=1
n
bik b jk 1if i= j0 if i ≠ j
(3.12) dapat ditulis dengan A=(λI )B
Dimana I adalah matriks kesatuan dan λI mendefinisikan transformasi kesamaan.
41
Teorema 3.1 menegaskan bahwa transformasi linear yang mempertahankan keharmonikan adalah komposisi dari transformasi kesamaan, rotasi dan refleksi.
Sekarang beralih ke diskusi lain, transformasi penting dan berguna untuk R2 dikenal sebagai inversi sehubungan dengan lingkaran.
Misalkan S (0,a) menunjukkan batas lingkaran di R2 dengan pusat (0,0) dan jari-jari a. Dalam koordinat polar, titik (r,θ) dan (r,θ*) dikatakan inversi sehubungan dengan S(0,a) jika r r¿=a2 , θ¿=θ (3.13)
Perhatikan bahwa dua titik inversi sehubungan dengan S(0,a) terletak pada garis radial yang sama. Pemetaan yang memetakan titik (r, θ) ke (r*,θ*) diberikan oleh
r¿=a2
r, θ¿=θ (3.14)
Dengan pemetaan invers yang diberikan oleh
` r=a2
r¿, θ=θ¿ (3.15)
Pemetaan (3.14) didefinisikan untuk semua titik (r,θ) dalam R2 kecuali titik (0,0). Peta dari titik di luar lingkaran S(0,a) ke titik dalam S(0,a) dan sebaliknya, sementara poin yang terletak pada lingkaran S(0,a) telah ditetapkan. Sebuah Ω adalah domain yang terletak di luar S(0,a) dipetakan ke domain Ω* dalam S(0,a).
Misalkan Ω berupa domain dalam R2 yang tidak mengandung titik (0,0) dan u(r,θ) harmonik di Ω. Kemudian u(r*,θ*) fungsi yang diperoleh dari u(r,θ) dengan mengganti r dengan a2/r* dan θ dengan θ*, adalah harmonik dalam Ω*. Inversi sehubungan dengan bola dalam R3 didefinisikan dengan cara yang sama. Misalkan S(0,a) adalah permukaan bola dengan pusat (0,0) dan jari-jari a.
Dalam koordinat bola, titik (r,θ,φ) dan (r*,θ*,φ*) dikatakan Inversi sehubungan dengan S(0,a) jika r r¿=a2 , θ¿=θ ,φ¿=φ (3.16)
42
Misalkan Ω menjadi domain dalam R3 yang tidak memuat titik (0,0) dan u(r,θ,φ) fungsi harmonik di Ω. Misalkan Ω* menjadi citra omega berdasarkan inversi (3.16) dan menentukan fungsi u*(r*,θ*,φ*) di Ω* oleh rumus
u¿ (r¿ , θ¿ , φ¿)=u( a2
r¿,θ¿ , φ¿) (3.17)
Maka u* harmonic di Ω* yang tergantung pada variabel r*,θ*,φ*. Dalam invers, itu sering menggunakan notasi vektor. Jika r dan r* merupakan vektor posisi dari dua titik Inversi sehubungan dengan S(0,a) maka
r¿
r¿= r
r,|r|=r ,|r¿|=r¿ , (3.18)
dan karenanya,
r¿= r¿
r¿r¿= r
rr¿=a2
r¿r . (3.19)
sehingga,
r=rr
r= r¿
r¿r= a2
r¿2r¿ . (3.20)
Dalam R2, jika u(r) adalah harmonik dalam domain Ω, maka
u( a2
r¿ 2 r¿) (3.21)
harmonik di Ω*. Dalam R3, jika u(r) adalah harmonik dalam domain Ω, maka u
u¿ (r ¿)= ar¿
u( a2
r¿2r ¿) (3.22)
harmonik di Ω*.
4. Masalah Nilai Batas yang Terkait dengan Persamaan Laplace
Persamaan laplace muncul dalam banyak fenomena fisika. Contohnya, jika fungsi u menyatakan distribui temperatur keadaan tetap, dalam tubuh isotropik homogen, maka pada setiap titik interior untuk tubuh, u harus memenuhi persamaan Laplace. Tentu saja, fakta ini saja tidak cukup untuk menentukan u karena ada solusi tak terhingga dari persamaan laplace. Jika kita mempunyai informasi tambahan sehingga distribusi temperatur pada batas tubuh atau fluks panas diseluruh batas, maka u harus memenuhi kondisi pada batas disebut kondisi batas. Masalah dalam menentukan fungsi u yang memenuhi persamaan laplace di interior tubuh dan kondisi batas disebut masalah nilai batas. Dalam sesi ini kita menetapkan tiga dasar masalah nilai batas yang terkait dengan persamaan laplace.
43
Masalah Dirichlet atau masalah nilai batas pertama
Diberikan omega domain terbatas di Rn dengan batas mulus di ∂ Ω, dan f fungsi yang diberikan terdefinisi dan kontinu di∂ Ω . Cari fungsi u yang terdefinisi dan kontinu di akhir(penutup) Ω pada Ω sehingga u harmonik di Ω dan u sama dengan f di∂ Ω. Lebih eksplisitnya, cari fungsi u dimana dalam
C2(Ω) dan dalam C0(Ω) dan memenuhi ∆ u=0 (4.1) u ( x )=f ( x ) , x∈∂ Ω (4.2)Persamaan (4.2) disebut kondisi batas dari masalah dan f fungsi yg diberikan disebut sebagai data batas.
Dalam definisi masalah Dirichlet, kondisi yang kita telah kenakan pada Ω, ∂ Ω dan f terlalu ketat. kita melakukan ini dalam rangka untuk membuat diskusi, setidaknya pada awalnya sesederhana mungkin. Nanti kita akan mempertimbangkan masalah dimana Ω domain dapat tak terbatas, batas ∂ Ω mungkin memiliki sudut dan fungsi f mungkin diskontinu. Ketika Ω adalah bagian luar dari daerah dibatasi, maka masalah ini disebut masalah Dirichlet eksterior.
Itu selalu berguna untuk diingat contoh fisika. diberikan fungsi u menggambarkan distribusi temperatur steady state dalam tubuh isotropik homogen interior yang merupakan Ω domain. Dan biarkan f fungsi yang diberikan menggambarkan distribusi temperatur pada permukaan tubuh. Dalam rangka untuk mencari u distribusi temperatur kita harus memecahkan masalah Dirichlet.
Dimana Ω adalah domain terbatas di Rn. Dan c adalah konstanta yang diberikan.Dalam masalah ini f (x) = c. Hal ini jelas bahwa fungsi konstan u(x) = c adalah solusi untuk masalah ini. Kami akan lihat nanti dalam bab ini bahwa ini adalah satu-satunya solusi untuk masalah ini. Dalam hal contoh fisika kita, ini berarti bahwa jika permukaan tubuh yang terbatas disimpan pada suhu c konstan, suhu steady state di setiap titik di dalam tubuh juga sama dengan c. Masalah Neumann atau masalah nilai batas kedua
Diberikan Ω menjadi domain terbatas di Rn dengan batas halus ∂ Ω, dan biarkan n = n (x) menjadi vektor satuan luar normal doomega pada titik x. Biarkan f menjadi fungsi terdefinisi dan kontinu pada doomega. Cari fungsi u didefinisikan dan kontinu di Ωsehingga u harmonik di Ω dan sedemikian rupa sehingga luar biasa derivatif ∂ u/∂ n pada ∂ Ω sama dengan f.
Δu=0 , dalam Ω (4.3)
∂ u(x)
∂n=f (x ) , x∈∂ Ω (4.4)
44
Sebuah contoh fisik yang terkait dengan masalah Neumann ini, cari distribusi temperatur steady state yang stabil dalam tubuh isotropik homogen jika hukum fluks panas di permukaannya dikenal. Jika misalnya permukaan tubuh disekat , fungsi f di kondisi batas Neumann (4.4) adalah nol.
Contoh 4.3 Selesaikan masalah NeumannΔu=0 , dalam Ω
∂ u (x )
∂ n=0 , x∈∂ Ω
Dimana Ω domain terbatas di Rn dan jelas di semua fungsi konstan
u ( x )=cDimana c adalah setiap konstan, merupakan solusi dari masalah. Dengan
demikian, masalah ini memiliki takterhingga banyaknya solusi. Dalam hal contoh fisika kita ini berarti bahwa distribusi temperatur steady state dalam tubuh dengan permukaan yang disekat adalah konstan. Dalam rangka untuk menentukan suhu konstan ini cukup untuk mengetahui suhu tubuh pada satu titik.
Kombinasi kondisi batas Dirichlet dan Neumann juga muncul dalam masalah konduksi panas dan menyebabkan masalah nilai batas. Masalah Mixed (campuran) atau masalah nilai batas ketiga
Diberikan Ω menjadi domain terbatas di Rn dengan batas halus ∂ Ω, dan biarkan n = n (x) menjadi vektor satuan luar normal ∂ Ω pada x. Biarkan α , β, dan f menjadi fungsi yang diberikan didefinisikan dan terus menerus pada ∂ Ω. Cari u fungsi yang ditetapkan dan kontinu dalam Ω.
Tiga tujuan utama dari bab ini adalah sebagai berikut;1. Untuk menentukan kondisi di mana masalah nilai batas well-posed, yakni, masalah memiliki solusi unik yang tergantung terus menerus pada data batas.2. Untuk menggambarkan metode untuk menemukan solusi dari masalah well-posed/3. Untuk menentukan sifat umum dari solusi.
Perlu ditekankan bahwa tidak setiap masalah yang kelihatannya masuk akal well-posed Kita akan lihat misalnya bahwa Neumaan tidak memiliki solusi kecuali fungsi f adalah sedemikian rupa sehingga terpisahkan selama ∂ Ω sama dengan nol. Bahkan saat ini kondisi yang diperlukan keberadaan solusi dipenuhi, masalahnya mungkin memiliki solusi tak terhingga banyaknya seperti dalam kasus dengan masalah contoh 4.3. Sebagai contoh lain, masalah Dirichlet eksterior dalam dua variabel saling bebas memiliki takterhingga banyaknya solusi kecuali kita memaksakan kondisi bahwa solusi tersebut harus dibatasi.
Setelah kita tahu bahwa masalah well-posed kita dapat mencoba untuk menemukan solusinya. Kecuali bila masalahnya adalah khusus sederhana, kita tidak bisa berharap untuk menemukan rumus sederhana untuk solusi. Namun,
45
kami selalu dapat menemukan pendekatan numerik untuk solusi, mungkin dengan bantuan komputer.
Dalam studi masalah batas nilai yang berkaitan dengan persamaan Laplace ini linearitas operator Laplacian memainkan peran yang sangat penting. Misalkan misalnya bahwa u1 merupakan solusi dari masalah Dirichlet
Δu=0∈Ω ;u=f 1 on ∂ Ω
Dan u2 merupakan solusi dari masalah DirichletΔu=0∈Ω ;u=f 2 on ∂ Ω
Kemudian untuk setiap c1 dan c2 konstan dan kombinasi linear u=c1u1+c2u2 merupakan solusi dari masalah Dirichlet
Δu=0∈Ω ;u=c1 f 1+c2 f 2on ∂ Ω
Secara khusus, jika u1 dan u2 merupakan solusi dari masalah Dirichlet yang sama
maka perbedaan u=u1−u2 merupakan solusi dari masalah Dirichlet dengan data batas nol.
Δu=0∈Ω ;u=0 on ∂ Ω (4.7)Dengan demikian, untuk membuktikan keunikan solusi dari masalah Dirichlet (4.1), (4.2) itu sudah cukup untuk menunjukkan bahwa satu-satunya solusi untuk (4.7) adalah fungsi yang identik dengan nol.
46
47
top related