PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN JASA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49924...PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN JASA PARKIR KENDARAAN MOBIL Studi Putusan Mahkamah Agung
Post on 10-Apr-2020
22 Views
Preview:
Transcript
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN JASA PARKIR
KENDARAAN MOBIL
Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
RINDUNG BULAN
NIM: 11150480000122
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2020 M
v
ABSTRAK
RINDUNG BULAN. NIM 11150480000122. Perlindungan
Hukum Konsumen Jasa Parkir Kendaraan Mobil, Studi Putusan
Mahkamah Agung Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017. Strata Satu (S1), Program
Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1441 H / 2020 M. Isi: ix + 70
halaman + 13 halaman lampiran + 4 halaman daftar pustaka.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum
terhadap konsumen jasa parkir dalam kasus perparkiran antara H. Mudji
Waluyo selaku konsumen dengan PT. Nusapala Parkir sebagai pengelola
parkir. Serta mengetahui pertimbangan majelis hakim berdasarkan Putusan
Mahkamah Agung Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017 apakah telah sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pendekatan penelitian yang
digunakan bersifat yuridis normatif, dengan bahan hukum primer yang terdiri
dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Peraturan Daerah Kota Bekasi
Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir Serta
Terminal dan pendekatan kasus (case approach) dalam Putusan Nomor 458
K/Pdt.Sus-BPSK/2017.
Hasil penelitian menunjukan bahwa PT Nusapala Parkir sebagai
pengelola parkir (Pemohon Kasasi/Tergugat) melawan H. Mudji Waluyo
sebagai pemilik kendaraan mobil (Termohon Kasasi/Penggugat) sesuai
putusan Mahkamah Agung beserta yurisprudensi terdahulu, bahwa pengelola
parkir wajib bertanggung jawab apabila terjadi kerusakan kendaraan mobil
dan kehilangan barang di dalam area parkir milik pengelola parkir.
Kata Kunci : Konsumen, Jasa Parkir, Perlindungan Hukum.
Pembimbing Skripsi : Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H.
Elviza Fauzia S.H., M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1978 Sampai Tahun 2017
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah S.W.T, yang telah memberikan rahmat,
nikmat serta karunia yang tak terhingga. Solawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya hingga akhir zaman. Dengan mengucap Alhamdulillahi Robbil
„alamin peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perlindungan
Hukum Konsumen Jasa Parkir Kendaraan Mobil, Studi Putusan Mahkamah
Agung Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017.”
Selanjutnya, dalam penulisan skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan
bimbingan, arahan, dukungan dan serta bantuan dari berbagai pihak, sehingga
dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi, M.A., Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H. dan Elviza Fauzia, S.H., M.H.
Pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan
pikiran serta kesabaran dalam memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan
saran-saran kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Pimpinan Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia yang telah membantu dalam menyediakan
fasilitas yang memadai untuk peneliti mengadakan studi kepustakaan guna
menyelesaikan skripsi ini.
5. Ketua Pengadilan Negeri Bekasi yang telah mengizinkan peneliti
mendapatkan salinan putusan perkara.
vii
6. Teman-teman Kelas C angkatan 2015 dan KKN Kalimaya 2018 teman satu
tim pengabdian masyarakat.
7. Pihak-pihak lainnya terutama kedua orang tua dan saudara kandung peneliti
yang memberi kontribusi kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi.
Demikian ucapan terimakasih ini, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat
memberi manfaat bagi kalangan akademis, masyarakat, dan pembaca kalangan
umumnya. Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, Desember 2019
Rindung Bulan
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………….......................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………....……..ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI……………………..iii
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………..………iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 6
D. Metode Penelitian ...................................................................................... 7
E. Sistematika Pembahasan ........................................................................... 9
BAB II TINJAUAN UMUM KETENTUAN HUKUM PERLINDUNGAN
KONSUMEN DI INDONESIA ......................................................... 11
A. Kajian Teori Perlindungan Konsumen .................................................... 11
1. Teori Perlindungan Hukum ................................................................ 11
2. Teori Pertanggungjawaban ................................................................. 12
B. Tinjauan Umum Hukum Perlindungan Konsumen ................................. 15
C. Tanggung Jawab Hukum ......................................................................... 24
D. Klausula Baku ......................................................................................... 28
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ...................................................... 29
BAB III PENGATURAN KONSUMEN PERPARKIRAN KENDARAAN
MOBIL DI KOTA BEKASI JAWA BARAT .................................. 32
A. Tinjauan Umum Perparkiran ................................................................... 32
B. Hubungan Hukum Antara Pihak Pengelola Parkir Dengan Konsumen
Jasa Parkir ............................................................................................... 39
C. Aturan Perparkiran Kendaraan Di Kota Bekasi ...................................... 43
BAB IV PENYELESAIAN KASUS KONSUMEN KENDARAAN MOBIL
DI INDONESIA .................................................................................. 47
ix
BAB IV PENYELESAIAN KASUS KONSUMEN KENDARAAN MOBIL
DI INDONESIA .................................................................................. 47
A. Posisi Kasus ............................................................................................ 47
B. Bentuk Perlindungan Hukum Konsumen Jasa Parkir Terhadap Kerusakan
Kendaraan Terkait Adanya Pengalihan Tanggung Jawab ....................... 53
C. Pertimbangan Majelis Hakim Berdasarkan Putusan Nomor 458
K/Pdt.Sus-BPSK/2017 ............................................................................ 59
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 68
A. Kesimpulan ............................................................................................. 68
B. Rekomendasi ........................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 71
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial yang akan selalu berhubungan serta
saling membutuhkan satu sama lain. Hubungan horizontal tersebut terjadi
antara satu manusia dengan manusia lainnya. Sejalan dengan kebutuhan
manusia, perkembangan dan pembangunan ekonomi semakin signifikan. Hal
ini membuat kebutuhan ekonomi di suatu daerah meningkat. Jika kita lihat
kebutuhan ini terbagi menjadi dua yakni kebutuhan primer dan kebutuhan
sekunder. Alat transportasi merupakan salah satu kebutuhan sekunder
masyarakat, sebab transportasi menjadi sarana yang sangat penting bagi roda
perekonomian serta menjadi salah satu aspek kehidupan yang terpengaruh
dengan perkembangan zaman.
Transportasi dapat artikan sebagai kegiatan mengangkut dan
memindahkan muatan (barang dan orang/manusia) dari satu tempat (tempat
asal) ketempat lainnya atau tempat tujuan.1 Dengan hal ini, alat transportasi
yang kita gunakan tidak terlepas dari parkir. Bagi beberapa masyarakat yang
memiliki kendaraan pribadi baik mobil maupun motor, pasti pernah
menggunakan sarana parkir. Dalam ilmu ekonomi, jasa atau layanan menjadi
aktivitas ekonomi yang melibatkan interaksi dengan konsumen maupun
barang milik namun tidak memindahkan kepemilikan. Penetapan lokasi parkir
untuk umum diperhatikan dengan beberapa aspek, yakni rencana umum tata
ruang daerah, kelestarian dan keselamatan lingkungan.
Dewasa ini jasa parkir menjadi salah satu jenis usaha yang kerap
menguntungkan dan dibutuhkan banyak orang. Hal ini menjadi lazim bagi
masyarakat sebab dilihat dari transportasi yang semakin hari menjadi sangat
berkembang untuk mendorong suatu perusahaan maupun lembaga membuat
bisnis lahan parkir. Dengan adanya fasilitas jasa parkir masyarakat kerap
1 Sakti Adji Adisasmit, Perencanaan Infrastruktur Transportasi Wilayah, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2012), h. 7
2
mempercayakan keamanan kendaraan pribadinya kepada pengelola parkir
untuk dijaga. Akan tetapi dalam kejadian di lapangan ditemukan bahwa
konsumen sering kali merasa dirugikan oleh pelaku usaha parkir jika
kendaraan yang dititipkan rusak atau bahkan hilang. Dalam kasus seperti ini,
pengelola parkir sering kali merujuk pada klausula baku dalam perjanjian
parkir yakni pengalihan tanggung jawab yang menyatakan bahwa dirinya
tidak bertanggung jawab atas terjadinya kerusakan atau kehilangan kendaraan
yang di parkir ditempat tersebut. Namun dalam Pasal 18 butir (1) huruf a dan
butir (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen menyatakan:
“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang
ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau
perjanjian apabila menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku
usaha”.
Jika kita lihat, konsumen sering kali memiliki kedudukan yang lebih
lemah dibanding dengan pelaku usaha. Oleh sebab itu diperlukan
perlindungan hukum bagi konsumen agar dapat melindungi haknya.
Berdasarkan Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen. Konsumen mempunyai sejumlah hak hukum yang perlu mendapat
perlindungan dalam pemenuhannya. Hak-hak tersebut selayaknya mendapat
pemahaman dan penghargaan dari semua pihak dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.2 Dengan kata lain, konsumen sebagai pemakai jasa harus
diutamakan keamanan dan kenyamanannya.
Para pelaku usaha sering menggunakan cara untuk mengikat suatu
perjanjian tertentu biasanya mempersiapkan sebuah konsep draft perjanjian
yang akan berlaku bagi para pihak. Konsep tersebut tersusun sedemikian rupa
hingga saat penandatanganan perjanjian pelaku usaha hanya merinci beberapa
2 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: PT Cipta
Aditya Bakti, 2010), h. 2
3
hal yang sifatnya subjektif, contohnya seperti pencantuman kata-kata: “segala
kehilangan atau kerusakan atas kendaraan yang di parkir berikut barang-
barangnya bukan merupakan tanggung jawab pengelola parkir.” Perjanjian
seperti ini pada pokoknya hanya menuangkan hak-hak yang ada pada pihak
yang berkedudukan lebih kuat sedangkan pihak lainnya mau tidak mau
menerima keadaan itu. Tidak adanya perlindungan yang seimbangan tentu
menyebabkan konsumen berada pada posisi yang tidak menguntungkan.
Kerugian-kerugian yang dialami oleh konsumen tersebut dapat timbul sebagai
akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian antara produsen dan
konsumen, maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan oleh produsen.3 Penggunaan perjanjian baku itu diperbolehkan oleh
hukum, jika tidak melanggar ketentuan Undang-Undang Perlindungan
Konsumen. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, memberikan perlindungan hukum bagi para
konsumen terhadap pemberlakuan perjanjian baku.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (selanjutnya disebut “UUPK”) salah satunya dibuat untuk
memberi perlindungan kepada konsumen yang menggunakan jasa parkir yang
saat ini masih sering mencantumkan klausula baku atau perjanjian baku pada
karcis parkir yang melanggar pasal 18 UUPK dalam hal ketentuan klausula
baku. Penggunaan klausula baku yang tertera pada karcis parkir membuat
posisi antara pengelola parkir dengan konsumen menjadi berat sebelah.
Terkait dengan pengelolaan parkir, salah satu kasus yang akan peneliti
teliti yakni kasus gugatan oleh H. Mudji Waluyo (Penggugat/Termohon
Kasasi) terhadap PT Nusapala Parkir (Tergugat/ Pemohon Kasasi) selaku
pihak pengelola parkir. H. Mudji Waluyo yang memarkirkan mobil di dalam
area parkir yang dikelola oleh PT Nusapala Parkir mengalami kerugian yakni
pencurian dan kerusakan kaca mobil yang dibobol. Namun pihak pengelola
parkir merasa bahwa kehilangan barang yang ada di dalam mobil bukan
3 Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 1
4
merupakan suatu tanggung jawab pengelola untuk menjaganya sebab
konsumen tidak menitipkan atau memberitahu tentang adanya barang-barang
didalam mobil dan pihak pengelola parkir merasa tidak adil apabila adanya
kehilangan barang yang ada didalam mobil yang notabene barang tersebut
tidak dititipkan pada petugas lalu menjadi tanggung jawab pengelola parkir.
Dari uraian tersebut maka pihak pengelola parkir merasa yang menjadi
tanggung jawabnya yakni hanya menjaga keutuhan mobil tetapi tidak
termasuk barang-barang yang ada didalamnya.
Pada dasarnya, tujuan dibuatnya perjanjian baku yaitu untuk
memberikan kemudahan bagi para pihak yang bersangkutan. Oleh sebab itu,
bertolak dan tujuan tersebut, Mariam Darus Badrulzaman lalu mendefinisikan
perjanjian baku sebagai perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan
dalam bentuk formulir. Sutan Remi Sjahdeini mengartikan penjanjian baku
sebagai perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausulnya dibakukan oleh
pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang
untuk merundingkan atau meminta perubahan.4
Pittlo menggolongkan perjanjian baku sebagai perjanjian paksa (dwang
contract).5 Bila kita sesuaikan dengan kasus diatas, pengelola parkir dirasa
memaksakan konsumen untuk menerima aturan yang dibuat secara sepihak
tetapi konsumen mengalami kerugian berupa pecahnya kaca mobil serta
barang-barang pribadi konsumen raib ditempat yang seharusnya konsumen
merasa mobilnya aman dijaga oleh petugas parkir. Dengan kata lain pelaku
usaha dapat dikatakan mengalihkan tanggung jawabnya terhadap konsumen
yang telah mempercayakan kendaraannya ditempat parkir yang dikelola oleh
PT. Nusapala Parkir selaku pengelola area.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut dan menuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul
4 Nizla Rohaya. “Pelarangan Penggunaan Klausula Baku Yang Mengandung Klausula
Eksonerasi Dalam Perlindungan Kosumen.” Dalam Jurnal Hukum Replik, Volume 6 Nomor 1,
Maret. (2018), h. 24
5 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 117
5
“Perlindungan Hukum Konsumen Jasa Parkir Kendaraan Mobil, Studi
Putusan Mahkamah Agung Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017.“
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan
sebelumnya, maka identifikasi masalah yang muncul dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Adanya ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara pihak
pengelola parkir dan konsumen.
b. Pengelola parkir menganggap kehilangan barang yang ada didalam
mobil bukan merupakan tanggung jawab dari pengelola parkir.
c. Rusaknya kendaraan pribadi konsumen dan hilangnya barang
didalam mobil.
d. Konsumen sebagai pengguna jasa perparkiran tidak mengetahui apa
saja hak dan kewajibannya.
2. Batasan Masalah
Untuk lebih memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian ini,
maka perlu adanya pembatasan masalah agar dalam praktek penelitian
dan penyusunan secara ilmiah tidak terlalu luas dan dapat dipahami
dengan mudah. Oleh sebab itu, studi ini dibatasi hanya meneliti bentuk
perlindungan hukum konsumen parkir terhadap kehilangan dan
kerusakan kendaraan serta apa tinjauan dari majelis hakim dalam
memberi putusan yang dalam hal ini peneliti melakukan penelitian
kepada PT Nusapala Parkir dalam analisis putusan sangketa konsumen
jasa parkir Putusan Mahkamah Agung Nomor 458 K/Pdt.Sus-
BPSK/2017.
3. Perumusan Masalah
Untuk mempertegas perumusan masalah tentang perparkiran terkait
pengalihan tanggung jawab pelaku usaha kepada konsumen serta
6
pertanggungjawabannya, maka dibuat pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
a. Bagaimana bentuk perlindungan hukum konsumen jasa parkir terkait
adanya pengalihan tanggung jawab?
b. Bagaimana pertimbangan majelis hakim berdasarkan Putusan
Mahkamah Agung Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok penelitian yang telah diuraikan diatas, maka tujuan
dilakukannya penelitian ini yakni:
a. Untuk memahami perlindungan hukum konsumen jasa parkir terhadap
adanya pengalihan tanggung jawab.
b. Untuk memahami pertimbangan hakim dalam kasus sangketa konsumen
jasa parkir dengan pengelola parkir berdasarkan Putusan Nomor 458
K/Pdt.Sus-BPSK/2017 yang disesuaikan dengan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penulisan ini diharapkan mampu memberi manfaat
bagi peneliti lain atau masyarakat luas mengenai pengetahuan ilmu
hukum dalam bidang Hukum Bisnis yang mengarah pada Hukum
Perlindungan Konsumen khususnya terhadap hak-hak konsumen saat
menggunakan jasa perparkiran.
b. Manfaat Praktis
Bagi peneliti dapat menerapkan ilmu-ilmu yang didapat dari teori
lalu direalisasikan dalam praktik lapangan. Serta dapat memberi
sumbangan pemikiran bagi para penegak hukum akibat dari
permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian baku yang
dilakukan oleh jasa perparkiran.
7
D. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini dibutuhkan data yang akurat, yang berasal
dari studi dokumentasi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada
dalam skripsi ini. Oleh sebab itu metode penelitian yang digunakan peneliti
dalam penelitian ini adalah:
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini akan menggunakan metode penelitian hukum
yuridis normatif sebab masalah yang akan diteliti tersebut berhubungan
erat dengan law in books. Penelitian hukum normatif ialah metode
penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau
data sekunder.6
2. Pendekatan Masalah
Dalam pendekatan penelitian ini, peneliti menggunakan metode
penelitian normatif. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini ialah: Pendekatan perundang-undangan (statute approach) yang mana
perundang-undangan yang akan digunakan dalam penelaahan penelitian
ini adalah:
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
b. Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
c. Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 17 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir Serta Terminal
d. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
3. Sumber Data
Maka yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dalam tiga jenis:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoratif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer sendiri
6 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), h. 13-14
8
terdiri dari perundang-undangan. Selain peraturan perundang-
undangan, yang termasuk dalam hukum primer yaitu catatan-
catatan resmi maupun risalah dalam pembuatan peraturan
perundang-undangan serta putusan hakim.7 Dalam penelitian ini
peraturan perundang-undangan yang digunakan yaitu Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 17 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir Serta Terminal, Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, dan Putusan Mahkamah Agung
Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan semua publikasi mengenai
hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi seperti
buku-buku teks, kamus-kamus hukum, dan jurnal-jurnal hukum.
Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa
rancangan perundang-undangan, skripsi, jurnal hukum, artikel ilmiah
hukum, dan media elektronik.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier merupakan bahan non hukum, yakni berupa
literatur yang berasal dari non hukum yang mempunyai relevansi
dengan topik penelitian berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), kamus hukum, majalah, koran, dan internet.8
4. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang relevan dengan permasalahan yang
diteliti oleh peneliti, penelitian ini dikaitkan dengan jenis penelitian
hukum yang bersifat kualitatif. Maka teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan
(library research) yakni upaya untuk memperoleh data atau upaya
7 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, Cet.III, 2007), h.141
8 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,….., h.143
9
mencari dari penelesuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-
undangan, artikel dan jurnal hukum yang berkaitan dengan perlindungan
konsumen agar dapat dipakai untuk menjawab suatu pertanyaan atau
untuk memecah suatu masalah dalam penelitian ini. Untuk studi
dokumen dalam penelitian ini mengkaji informasi tertulis mengenai
hukum yang tidak dipublikasikan secara umum, namun boleh diketahui
oleh pihak tertentu. Dalam hal ini peneliti mengkaji dan menganalisa
Putusan Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017.
5. Analisis Bahan Hukum
Penelitian ini akan dikaji menggunakan analisis kualitatif. Analisis
kualitatif artinya dianalisis menggunakan data-data yang telah ada.
Metode analisis data secara kualitatif yakni suatu kegiatan yang
dilakukan oleh peneliti untuk menentukan isi atau makna aturan hukum
yang dijadikan rujukan dalam menyajikan permasalahan hukum yang
menjadi objek kajian.9 Data yang sudah ada akan diolah dan dianalisis
secara deduktif, yang selanjutnya dikaitkan dengan norma-norma hukum,
doktrin-doktrin hukum, dan teori ilmu hukum yang ada.
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan oleh peneliti dalam
skripsi ini berdasarkan kaidah-kaidah dan teknik penulisan yang
terdapat dalam buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2017”.
E. Sistematika Pembahasan
Untuk menuangkan hasil penelitian kedalam bentuk penulisan yang
baik dan benar, sistematis dan teratur, maka skripsi ini dirancang dengan
sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab, yaitu:
BAB I Dalam bab ini menjelaskan Latar Belakang Masalah,
Identifikasi Masalah, Pembatasan, dan Perumusan Masalah,
9Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2011), h. 107
10
Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan
Sistematika Pembahasan.
BAB II Bab ini akan menguraikan landasan konseptual, tinjauan
pustaka yang mengaju pada hukum perlindungan konsumen
serta tinjauan (review) kajian terdahulu.
BAB III Dalam bab ini akan membahas mengenai pengaturan
konsumen perparkiran di Kota Bekasi berdasarkan Peraturan
Daerah (PERDA)
BAB IV Dalam bab ini akan menjelaskan mengenai posisi kasus
konsumen kendaraan mobil terhadap PT Nusapala Parkir,
bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen parkir serta
analisis pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung
Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017.
BAB V Dalam bab ini merupakan bab jawaban dari perumusan
masalah yang dijabarkan dalam bentuk pertanyaan penelitian.
11
BAB II
TINJAUAN UMUM KETENTUAN HUKUM PERLINDUNGAN
KONSUMEN DI INDONESIA
A. Kajian Teori Perlindungan Konsumen
1. Teori Perlindungan Hukum
Hal terpenting dalam unsur suatu negara hukum ialah perlindungan
hukum. Hal ini dianggap penting sebab pembentukan suatu negara akan
dibentuk pula hukum yang mengatur tiap warga negaranya. Suatu negara
akan terjadi suatu hubungan timbal balik antara warga negaranya sendiri.
Dalam hal tersebut akan melahirkan suatu hak dan kewajiban satu sama
lain. Perlindungan hukum akan menjadi hak tiap warga negaranya akan
tetapi disisi lain dapat dirasakan juga bahwa perlindungan hukum
merupakan kewajiban bagi negara itu sendiri, oleh sebab itu negara wajib
memberikan perlindungan hukum kepada warga negaranya. Setelah
mengetahui pentingnya perlindungan hukum, selanjutnya perlu dipahami
tentang pengertian perlindungan hukum itu sendiri.
Dalam buku Soerjono Soekanto, Perlindungan hukum adalah
segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan
rasa aman kepada saksi dan atau korban, yang dapat diwujudkan dalam
bentuk seperti melalui restitusi, kompensasi, pelayanan medis, dan
bantuan hukum.1
Dalam kaitannya dengan perlindungan hukum bagi rakyat, Philipus
M.Hadjon membedakan dua macam sarana perlindungan hukum, yaitu:
1) Sarana Perlindungan Hukum Preventif. Pada perlindungan hukum
preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan
pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah
mencegah terjadinya sengketa.
1 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1984), h. 133
12
2) Sarana Perlindungan Hukum Represif. Perlindungan hukum yang
represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan
perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan
Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum
ini. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap
tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia,
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia
mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari
negara hukum.2
Merujuk pada pandangan yang dipaparkan oleh para pakar di atas,
bahwa perlindungan hukum yang diberikan kepada subyek hukum dalam
bentuk perangkat aturan hukum dan cara-cara tertentu baik yang bersifat
preventif maupun yang bersifat represif. Hal ini merupakan representasi
dari fungsi hukum itu sendiri agar memberikan suatu kepastian, keadilan,
ketertiban, dan kedamaian.
2. Teori Pertanggungjawaban
Terdapat dua istilah yang merujuk pada pertanggungjawaban
dalam kamus hukum, yakni liability dan responsibility. Liability
merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua
karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau
yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual
atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi
yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.
Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu
kewajiban, dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan dan
kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-
undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis,
istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu
2 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1987), h. 20
13
tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum,
sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban
politik.3
Namun secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum
dapat dibedakan sebagai berikut:4
1) Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan
Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability
atau liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum
berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, khususnya pasal 1365, 1366, dan 1367,
prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan bahwa
seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara
hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya.
Pasal 1365 KUH Perdata yang lazim dikenal sebagai pasal tentang
perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur
pokok, yaitu:
a. adanya perbuatan;
b. adanya unsur kesalahan;
c. adanya kerugian yang diderita;
d. adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.
2) Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab
(presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikan ia
tidak bersalah. Dalam prinsip pembuktian terbalik, seseorang
dianggap bersalah sampai yang bersangkutan dapat membuktikan
sebaliknya, hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga
tidak bersalah yang lazim dikenal dalam hukum tetapi jika
3 Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006) h.
335-337
4 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2006), h. 73-79
14
diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak asas ini cukup
relevan karena yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu
ada di pelaku usaha.5
3) Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga
untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of nonliability
principle), hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang
sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common
sense dapat dibenarkan.6
4) Prinsip Tanggung Jawab Mutlak
Dalam prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) memberi
pengertian bahwa tergugat selalu bertanggung jawab tanpa melihat
ada atau tidaknya kesalahan atau tidak melihat siapa yang bersalah,
tanggung jawab yang memandang “kesalahan” sebagai sesuatu yang
tidak relevan untuk dipermasalahkan apakah hakekatnya ada atau
tidak ada. Akan tetapi hal ini tidak selamanya diterapkan secara
mutlak sebab dalam tanggung jawab mutlak sekalipun masih tetap
ada pengecualian yang membebaskan tergugat dari tanggung
jawabnya. Pengecualian yang dimaksud antara lain ialah keadaan
force majeure (kekuatan yang lebih besar), yakni suatu kondisi
terpaksa yang terjadi karena keadaan alam dan tidak mungkin untuk
dihindari.7
5) Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan
Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability
principle) sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan
5 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika,
2014), h. 95
6 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2006), h. 62
7 Endang Saifullah Wiradipraja, Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Udara
Indonesia, (Bandung: Eresco, 1991), h. 33
15
sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang
dibuatnya. Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen
bila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam Undang-
Undang Perlindungan Konsumen yang baru, seharusnya pelaku
usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausula yang
merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung
jawabnya. Jika ada pembatasan, mutlak harus berdasarkan pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.8
B. Tinjauan Umum Hukum Perlindungan Konsumen
1. Pengertian Konsumen
Pengertian Konsumen menurut Pasal 1 angka 2 UUPK ialah setiap
orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Pengertian konsumen dapat dibagi menjadi tiga bagian yakni:
1) Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna, atau jasa
pemanfaat barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu;
2) Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna, dan/atau jasa untuk
diproduksi (produsen) menjadi barang dan/atau jasa lain;
3) Konsumen akhir, yakitu pemakai, pengguna dan/atau jasa konsumen
untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah
tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali.
Menurut Az. Nasution dalam bukunya yang berjudul Hukum
Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, menegaskan beberapa batasan
tentang konsumen, yakni: a. Konsumen adalah setiap orang yang
mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu; b. Konsumen
antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/jasa untuk
digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain atau untuk
diperdagangkan (tujuan komersial); c. Konsumen akhir adalah setiap orang
8 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2004), h. 98
16
alami yang mendapat dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan
memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan
tidak untuk diperdagangkan kembali (nonkomersial).9
2. Hukum Perlindungan Konsumen dan Hukum Perikatan
a. Hukum Perlindungan Konsumen
Hukum Perlindungan Konsumen secara umum bertujuan
memberikan perlindungan bagi konsumen baik dalam bidang hukum
privat maupun bidang hukum publik sesuai dengan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen. Hukum perlindungan konsumen adalah
keseluruhan asas –asas dan kaidah yang mengatur dan melindungi
konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan
penggunaan produk konsumen antara penyedia dan penggunaanya
daam bermasyarakat.10
Dr. Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa:
“Hukum konsumen adalah : keseluruhan asas- asas dan kaidah -
kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan
penggunaan produk barang dan/atau jasa, antara penyedia dan
penggunaannya, dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan batasan
berikutnya adalah batasan hukum perlindungan konsumen, sebagai
bagian khusus dari hukum konsumen, dan dengan penggambaran
masalah yang terlah diberikan dimuka, adalah “keseluruhan asas- asas
dan kaidah – kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam
hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk konsumen
antara penyedia dan penggunaannya, dalam kehidupan
bermasyarakat.”
Pada umumnya, hukum umum yang berlaku dapat pula
merupakan hukum konsumen, sedangkan bagian - bagian tertentunya
yang mengandung sifat - sifat membatasi, mengatur pada syarat -
9 AZ Nasution, Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pada Seluruh Barang dan Jasa
Ditinjau Dari Pasal Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, (Makalah, 14 Januari 2001), h. 6
10
Kurniawan, Hukum Perlindungan Konsumen: Problematika Kedudukan dan Kekuatan
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), (Universitas Brawijaya: Press, 2011),
h. 42
17
syarat tertentu perilaku kegiatan usaha dan melindungi kepentingan
konsumen, merupakan hukum perlindungan konsumen.
Purba dalam menguraikan konsep hubungan pelaku usaha dan
konsumen mengemukakan bahwa kunci pokok perlindungan hukum
bagi konsumen adalah bahwa konsumen dan pelaku usaha saling
membutuhkan. Produksi tidak ada artinya kalau tidak ada yang
mengkonsumsinya dan produk yang dikonsumsi secara aman dan
memuaskan, pada gilirannya akan merupakan promosi gratis bagi
pelaku usaha.11
Pendapat lain mengenai hukum konsumen oleh Az. Nasution
yakni bahwa hukum konsumen yang memuat asas - asas atau kaidah
- kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang
melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen
diartikan sebgai keseluruhan asas - asas dan kaidah - kaidah hukum
yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu
sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen di dalam
pergaulan hidup.12
b. Hukum Perikatan
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang
atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang berkewajiban untuk
memenuhi tuntutan itu. Sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa
di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang
itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.13
Subekti menyatakan perikatan adalah suatu perhubungan
hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihakyang
11
Barkatullah Abdul Haim, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Transaksi E-Commerce
Lintas Negara di Indonesia, (FH UII: Press, 2009), h. 27
12 Barkatullah Abdul Haim, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Transaksi E-Commerce
Lintas Negara di Indonesia,……, h. 13
13 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT Intermasa, 1990), h. 22
18
satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak
yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Perikatan dilahirkan baik karena perjanjian maupun karena
undang-undang (Pasal 1233 KUH Perdata). Sumber terpenting dari
perikatan ialah perjanjian, terutama perjanjian obligatoir yang diatur
lebih lanjut di dalam Bab Ke II Buku Ke III KUH Perdata, tentang
perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian.
Semua tindakan baik perikatan yang terjadi karena undang-undang
maupun perjanjian merupakan fakta hukum. Fakta hukum adalah
kejadian-kejadian, perbuatan/tindakan, atau keadaan yang
menimbulkan, beralihnya, berubahnya, atau berakhirnya suatu hak.
Singkatnya fakta hukum adalah fakta yang menimbulkan akibat
hukum. Fakta ini dapat berupa perbuatan/tindakan, juga dapat berupa
fakta lainnya, seperti fakta hukum apa adanya ( blote rechtsfeiten),
misalnya kelahiran, kematian, kedewasaan atau keadaan belum
dewasa, hubungan kekerabatan, ataupun lemahnya waktu atau
daluarsa.14
Fungsi perjanjian dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi yuridis
dan fungsi ekonomis. Fungsi yuridis adalah fungsi yang memberikan
kepastian hukum bagi para pihak. Sedangkan fungsi ekonomis
adalah menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai penggunaan
dari nilai yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi.15
3. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
a. Asas Perlindungan Konsumen
Upaya perlindungan konsumen khususnya di Indonesia
didasarkan pada sejumlah asas yang telah diyakini dapat
memberikan arahan dalam implementasinya di tingkat praktis.
14
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian Dan Penerapannya Di Bidang
Kenotariatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2011), h. 1
15
Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia. (Jakarta: Sinar Grafika,
2003), h. 25
19
Dengan adanya asas-asas yang jelas diharapkan hukum perlindungan
konsumen memiliki dasar pijakan yang kuat.16
Adapun asas - asas perlindungan konsumen sebagaimana
dituangkan dalam Pasal 2 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen :
a) Asas Manfaat, dimaksudkan untuk segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberi
manfaat sebesar – besarnya bagi kepentingan konsumen dan
pelaku usaha secara keseluruhan;
b) Asas Keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat
Indonesia diwujudkan secara maksimal serta memberi
kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara
adil.
c) Asas Keseimbangan, dimaksudkan untuk memberi
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha,
dan pemerintah dalam arti materil maupun spiritual;
d) Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen, dimaksudkan
agar memberi jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan barang dan/atau jasa yang.
e) Asas Kepastian Hukum, dimaksudkan agar baik pelaku usaha
maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara
menjamin kepastian hukum.
b. Tujuan Perlindungan Konsumen
Selain memaparkan tentang asas perlindungan konsumen,
Pasal 3 UUPK juga menjelaskan tentang tujuan dari Perlindungan
Konsumen, yakni :
16
Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta: Visimedia, 2008). h. 17
20
a) Meningkatkan kesadaran, kemampuan serta kemandirian
konsumen untuk melindungi diri;
b) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang
dan/atau jasa;
c) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan
informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
f) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
4. Hak dan Kewajiban Konsumen
a. Hak Konsumen
Hak secara harfiah ialah suatu hal yang boleh didapatkan dan
juga tidak boleh didapatkan. Hal ini dimaknai bahwa hak memiliki
sifat kebolehan yang tidak harus didapatkan oleh seseorang. Hukum
perlindungan konsumen di dalam ketentuannya mengatur bahwa
konsumen memiliki hak-hak tertentu yang diatur di dalam
perundang-undangan yang berlaku. Kunci pokok perlindungan
hukum bagi konsumen adalah bahwa konsumen dan pelaku usaha
saling membutuhkan.17
UUPK sebagai landasan upaya hukum
perlindungan konsumen memberikan pengaturan mengenai hak
konsumen yang tertera pada Pasal 4 UUPK. Namun ada empat hak
17
M. Nur Rasyid, “Perlindungan Hukum Bagi Hak Konsumen dan Tanggung Jawab
Pelaku Usaha Dalam Perjanjian Transaksi Elektronik”, Syiah Kuala Law Journal, Volume 1
Nomor 3, Desember (2017), h. 36
21
dasar konsumen secara umum yang dapat dipaparkan terlebih
dahulu:
(a) the right to safe products; ( hak mendapatkan produk yang
aman )
(b) the right to be informed about products; ( hak mendapatkan
informasi tentang produk yang digunakan )
(c) the right to definite choices is selecting products; ( hak
memilih barang dengan jelas dan terliti )
(d) the right to be heard regarding consumer; ( hak untuk
didengar)18
Hak-hak konsumen menurut Pasal 4 UUPK adalah:
(a) Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan atau jasa;
(b) Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan
barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
(c) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan atau jasa;
(d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhan atas barang / jasa;
(e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya
penyelesaian dan atau jasa yang digunakan;
(f) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan
konsumen;
(g) Hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminasi;
b. Kewajiban Konsumen
Selanjutnya, Pasal 5 UUPK juga menyebutkan mengenai
kewajiban konsumen sebagai berikut :
18
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Grasindo, 2006), h. 16
22
(a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan;
(b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa;
(c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
(d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
c. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pelaku usaha merupakan mereka yang bergerak dalam bidang
usaha atau ekonomi.19
Dalam Pasal 1 UUPK, pelaku usaha diartikan
sebagai orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan berbadan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian.
Hak – hak pelaku usaha menurut Pasal 6 UUPK, yaitu:
(a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan
kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau
jasa yang diperdagangkan.
(b) Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan
konsumen yang beritikad tidak baik.
(c) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen.
(d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara
hukum bahwa kerugian konsumen tidak berakibat oleh barang
dan atau jasa yang diperdagangkan.
(e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya akan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi.
19
A.Z. Nasution, Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 5
23
Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan,
menunjukkan bahwa pelaku usaha tidak dapat menuntut lebih
banyak jika kondisi barang dan/atau jasa yang diberikannya kepada
konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang berlaku
pada umumnya atas barang dan/atau jasa yang sama.20
Dalam
praktek yang biasa terjadi, suatu barang dan/atau jasa yang
kualitasnya lebih rendah daripada barang yang serupa, maka para
pihak menyepakati harga yang lebih murah. Dengan demikian yang
dipentingkan dalam hal ini ialah harga yang wajar.21
Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak hanya
mengatur hak pelaku usaha saja, tetapi juga mengatur mengenai
kewajiban pelaku usaha. Terdapat dalam Pasal 7 UUPK kewajiban
pelaku usaha, yaitu:
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku;
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji,
dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi
jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan;
20
www.hukumonline.com/ diakses pada tanggal 10 Januari 2020
21
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2010), h. 51
24
6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau yang dimanfaatkan
tidak sesuai dengan perjanjian.
Dalam UUPK tampak bahwa itikad baik lebih ditekankan pada
pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan dalam melakukan
kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban
pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang
dirancang/diproduksi sampai pada tahap purna penjualan, sebaliknya
konsumen hanya diwajibkan beriktikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan/atau jasa.22
Hal ini tentu saja
disebabkan kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen
dimulai sejak barang dirancang/diproduksi oleh produsen (pelaku
usaha). Kondisi yang demikian, seringkali menciptakan peluang bagi
konsumen untuk menggunakan hak menuntutnya kepada pelaku
usaha sehingga pelaku usaha terkadang dapat mengalami kerugian.
Atau dapat pula dengan cara bagi konsumen kemungkinan untuk
merugikan produsen pada saat melakukan transaksi dengan
produsen.
C. Tanggung Jawab Hukum
1. Pengertian Tanggung Jawab Hukum
Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan
bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan
kepadanya.23
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
tanggung jawab memiliki arti keadaan wajib menanggung segala
22
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo,Op. Cit, h. 54
23
Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), h. 26
25
sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan,
diperkirakan, dan sebagainya).
Menurut hukum, tanggung jawab ialah suatu akibat atas
konsekuensi kebebasan seseorang tentang perbuatannya yang berkaitan
dengan etika atau moral dalam melakukan suatu perbuatan.24
Tanggung jawab hukum terjadi sebab adanya kewajiban yang tidak
dipenuhi oleh salah satu pihak yang melakukan perjanjian, hal tersebut
juga membuat pihak yang lain mengalami kerugian akibat haknya tidak
dapat dipenuhi oleh salah satu pihak tersebut.
Titik Triwulan berpendapat bahwa pertanggungjawaban harus
mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum
bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang
melahirkan kewajiban hukum.25
Semua peningkatan dan pertumbuhan
pribadi mucul berkat adanya sebuah kesadaran sederhana. Kesadaran itu
adalah bahwasanya kita secara pribadi bertanggung jawab atas segala hal
dalam hidup kita, orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya tak
sepeduli bagaimana kondisi di luar kendali kita.
2. Tanggung Jawab Hukum Menurut Hukum Perdata
Dalam hukum perdata, dasar pertanggungjawaban dibagi menjadi
dua macam, yaitu kesalahan dan risiko. Dengan demikian dikenal dengan
pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (lilability without based on
fault) dan pertanggungjawaban tanpa kesalahan yang dikenal (lilability
without fault) yang dikenal dengan tanggung jawab risiko atau tanggung
jawab mutlak (strick liabiliy).26
Prinsip dasar pertanggung jawaban atas
dasar kesalahan mengandung arti bahwa seseorang harus bertanggung
jawab karena ia melakukan kesalahan karena merugikan orang lain.
24
Soekidjo Notoatmojo, Etika dan Hukum Kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 45
25 Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2010), h. 48
26 Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum Bagi Pasien,…., h. 49
26
Sebaliknya prinsip tanggung jawab risiko artinya konsumen penggugat
tidak diwajibkan lagi melainkan produsen tergugat langsung bertanggung
jawab sebagai risiko usahanya.
Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa tanggung
jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan
melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan
dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya
mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana
saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-
undang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang
tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan
hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada
pihak yang dirugikan.27
KUH Perdata melahirkan tanggung jawab hukum perdata
berdasarkan wanprestasti, diawali dengan adanya perjanjian yang
melahirkan hak dan kewajiban. Apabila dalam hubungan hukum
berdasarkan perjanjian tersebut, pihak yang melanggar kewajiban
(debitur) tidak melaksanakan atau melanggar kewajiban yang dibebankan
kepadanya maka ia dapat dinyatakan lalai (wanprestasi) dan atas dasar itu
ia dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum berdasarkan
wanprestasi. Sementara tanggungjawab hukum perdata berdasarkan
perbuatan melawan hukum didasarkan adanya hubugan hukum, hak dan
kewajiban yang bersumber pada hukum.
3. Bentuk – Bentuk Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Bentuk-bentuk tanggung jawab pelaku usaha dalam Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, antara
lain :
a) Contractual Liability, atau tanggung jawab kontraktual, yaitu
tanggung jawab perdata atas dasar perjanjian atau kontrak dari
pelaku usaha baik barang maupun jasa atas kerugian yang dialami
27
Komariah, Edisi Revisi Hukum Perdata, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang,
2001), h. 12
27
konsumen akibat mengonsumsi barang yang dihasilkan atau
memanfaatkan jasa yang diberikan. Artinya dalam kontraktul ini
terdapat suatu perjanjian atau kontrak langsung antara pelaku usaha
dengan konsumen.
b) Product liability adalah tanggung jawab secara hukum dari orang
atau badan hukum yang menghasilkan produk (producer,
manufacture) atau orang maupun badan hukum yang menjual atau
mendistribusikan produk.28
Dalam product liability, konsumen
menuntut ganti kerugian hanya diharuskan menunjukkan bahwa
produk tersebut cacat pada waktu diserahkan oleh produsen dan telah
menyebabkan kerugian pada konsumen. Umumnya cacat produk
yang dialami konsumen, tanggung jawab pelaku usaha terletak pada
cacatnya produk berakibat pada orang lain maupun produk lain.
Dalam hal ini, product liability mengenal adanya tanggung jawab
mutlak (strict liability).29
c) Criminal liability, yaitu pertanggungjawaban pidana dari pelaku
usaha sebagai hubungan antara pelaku usaha dengan negara. Dalam
hal pembuktian, yang dipakai adalah pembuktian terbalik seperti
yang diatur dalam Pasal 22 UUPK, yang menyatakan bahwa
pembuktian terhadap ada atau tidaknya unsur kesalahan dalam kasus
pidana, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 UUPK, yaitu
kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian yang dialami konsumen
merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha, tanpa menutup
kemungkinan dalam melakukan pembuktian. Maka kedudukan
tanggung jawab perlu diperhatikan, sebab mempersoalkan
kepentingan konsumen harus disertai pula analisis mengenai siapa
28
Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), h. 65
29 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2010), h. 11
28
yang semestinya dibebani tanggung jawab dan sampai batas mana
pertanggung jawaban itu dibebankan kepadanya.
D. Klausula Baku
1. Pengertian Klausula Baku
Pengertian klausula Baku menurut UUPK yaitu setiap aturan atau
ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan
terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam
suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi
oleh konsumen.
Menurut Munir Fuady, perjanjian baku (Klausula Baku) adalah
suatu perjanjian tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam
perjanjian tersebut, bahkan sering kali sudah tercetak dalam bentuk
formulir-formulir tertentu oleh salah satu pihak dan pihak lain tidak
mempunyai kesempatan untuk mengubah klausula-klausula yang
terdapat dalam perjanjian tersebut.30
Tujuan dibuatnya perjanjian baku atau klausula baku yaitu untuk
memberikan kemudahan bagi para pihak yang bersangkutan. Secara
konkrit, kontrak baku yang berkembang dalam praktik hukum kontrak
mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut:
1) Proses pembuatannya secara sepihak oleh pihak yang mempunyai
kedudukan atau posisi tawar-menawar yang lebih kuat dari pada
pihak lainnya;
2) Pihak yang kedudukan atau posisi tawar-menawarnya lebih lemah,
tidak dilibatkan sama sekali dalam menentukan substansi kontrak;
3) Pihak yang kedudukan atau posisi tawar-menawarnya lebih lemah,
menyepakati atau menyetujui substansi kontrak secara terpaksa
karena didorong oleh kebutuhan;
4) Kontrak dibuat dalam bentuk tertulis, formatnya tertentu dan massal
(jumlahnya banyak).
30
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Cet. 2, (Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h. 76
29
2. Jenis Perjanjian dengan Klausula Baku
Dari gejala-gejala perjanjian baku yang terdapat di masyarakat,
perjanjian ini dibedakan dalam empat jenis, yaitu:31
(a) Perjanjian baku sepihak adalah perjanjian yang isinya ditentukan
oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak
yang kuat disini ialah pihak kreditor yang lazimnya mempunyai
posisi (ekonomi) kuat dibandingkan pihak debitor.
(b) Perjanjian baku timbal balik adalah perjanjian baku yang isinya
ditentukan oleh kedua pihak, misalnya perjanjian baku yang
pihakpihaknya terdiri dari pihak majikan (kreditor) dan pihak
lainnya buruh (debitor). Kedua pihak lazimnya terikat dalam
organisasi, misalnya pada perjanjian buruh kolektif.
(c) Perjanjian baku yang ditetapkan Pemerintah, ialah perjanjian baku
yang isinya ditentukan Pemerintah terhadap perbuatan-perbuatan
hukum tertentu, misalnya perjanjian-perjanjian yang mempunyai
objek hak-hak atas tanah. Dalam bidang agraria, lihatlah misalnya
akta-akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
(d) Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan Notaris atau
advokat adalah perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula
sudah disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota
masyarakat yang minta bantuan Notaris atau Advokat yang
bersangkutan. Didalam perpustakaan Belanda, jenis keempat ini
disebut contract model.
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Dalam penelitian skripsi ini, peneliti melakukan penelusuran terhadap
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya:
1. Skripsi ini ditulis oleh Cahyani Purnamasari mahasiswa Ilmu Hukum
Institut Agama Islam Negeri Surakarta pada tahun 2019.32
Dalam skripsi
31
Mariam Darus, Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut Perjanjian Baku
(Standar), (Bandung: Bina Cipta, 1986), h.8
30
ini peneliti membahas mengenai bagaimana bentuk pengelolaan parkir di
Kota Solo Grand Mall dengan menggunakan teori hukum islam yakni
akad wadiah, sedangkan Peneliti memfokuskan pada bentuk
permasalahan pengelola jasa parkir yakni PT Nusapala Parkir serta
Peneliti mengkaji berdasarkan Putusan Nomor 458 K/Pdt.Sus-
BPSK/2017. Persamaan skripsi ini dengan peneliti yakni membahas
mengenai pengalihan tanggung jawab yang dilakukan oleh pengelola
parkir terhadap konsumen.
2. Skripsi yang ditulis Oleh Masyita Mustika Sariyani mahasiswa Ilmu
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun
2018.33
Dalam skripsi ini membahas mengenai bagaimana mekanisme
penyelesaian sangketa konsumen perparkiran sedangkan peneliti
membahas mengenai bentuk permasalahan pengelola jasa parkir yakni
PT Nusapala Parkir berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor
458/K/Pdt.Sus-BPSK/2017). Persamaan skripsi ini dengan peneliti yakni
membahas konsumen terkait dengan pengelola parkir yang dianggap
mengalihkan tanggung jawab.
3. Buku yang ditulis oleh Janus Sidabalok.34
Tahun 2010. Buku ini
menjelaskan tentang hukum perlindungan konsumen yang didalamnya
membahas tentang peraturan-peraturan tentang perlindungan konsumen.
Sebagian dari ini buku tersebut digunakan sebagai bahan/landasan yang
dilakukan oleh peneliti dalam skripsi ini. Namun yang akan diteliti oleh
peneliti memiliki perbedaan pada buku ini, yakni peneliti lebih
memfokuskan pada bentuk permasalahan pengelola jasa parkir yakni PT
32
Cahyani Purnamasari, Pencantuman Klausula Baku Pada Karcis Parkir Kendaraan
Perspektif Teori Akad Wadiah (Studi Kasus Di Tempat Parkir Solo Grand Mall Kota Surakarta),
Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2019.
33
Masyita Mustika Sariyani, Penyelesaian Sangketa Konsumen Jasa Parkir Kendaraan
Bermotor (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2157 K/Pdt/2010), Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.
34
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Jakarta: Citra Aditya,
2010)
31
Nusapala parkir yang akan dikaji berdasarkan Putusan Nomor 458
K/Pdt.Sus-BPSK/2017.
4. Jurnal yang ditulis Oleh Indah Parmitasari dari Fakultas Hukum UPN
“Veteran” Jakarta.35
Dalam jurnal ini peneliti membahas mengenai
hubungan hukum apa yang terjadi antara pengelola parkir dengan
konsumen pemilik kendaraan dan bagaimana tanggung jawab pengelola
parkir terhadap kehilangan kendaraan bermotor. Sedangkan peneliti
membahas mengenai bentuk permasalahan pengelola jasa parkir yakni
PT Nusapala Parkir terhadap konsumen pemilik kendaraan dengan
merujuk pada Putusan Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017. Persamaan
jurnal diatas dengan skripsi peneliti yakni tanggung jawab pengelola
parkir terhadap konsumen yang diatur sesuai Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
35
Indah Parmitasari, Hubungan Hukum Antara Pemilik Kendaraan Dengan Pengelola
Parkir. Jurnal ini ditulis oleh Indah Parmitasari Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jakarta.
32
BAB III
PENGATURAN KONSUMEN PERPARKIRAN KENDARAAN MOBIL DI
KOTA BEKASI JAWA BARAT
A. Tinjauan Umum Perparkiran
1. Definisi Parkir
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, parkir merupakan keadaan dimana suatu
kendaraan dalam keadaan tidak bergerak yang sifatnya sementara karena
ditinggalkan oleh pengemudinya. Pengemudi tentunya menginginkan
kendaraan yang ditinggalkan berada dalam kondisi yang aman, agar
kendaraan yang ditinggalkan berada dalam keadaan yang sama sebelum
pengemudi pergi meninggalkan kendaraan dengan setelah pengemudi
kembali menjemput kendaraannya.
Pada dewasa ini, parkir telah menjadi masalah yang cukup rumit
seiring dengan perkembangan zaman dengan meningkatnya alat
transportasi sesuai kebutuhan masyarakat. Parkir telah menjadi salah satu
hal yang krusial dalam lalu lintas jalan, terutama di kota-kota besar.1
Oleh sebab itu beberapa pihak mengadakan jasa penitipan kendaraan
yaitu fasilitas parkir. Fasilitas parkir adalah lokasi yang ditentukan
sebagai tempat pemberhentian kendaraan yang tidak bersifat sementara
untuk melakukan kegiatan pada suatu kurun waktu.2 Pada dasarnya
pengadaan fasilitas tersebut untuk mengamankan kondisi barang (dalam
hal ini kendaraan) yang dititipkan oleh pengemudi, dimana pengadaan
fasilitas tersebut dibalas jasanya oleh pengemudi dalam bentuk
pembayaran (tarif) atas jasa penitipan kendaraan. Pengelola parkir berhak
1 David M.L.Tobing, Parkir + Perlindungan Hukum Konsumen, Cetakan Pertama, (Jakarta:
Timpani Publishing, 2007), h. 1
2 http://dishub.jabarprov.go.id/artikel/view/407.html Diakses pada tanggal 22 September
2019
33
untuk memungut biaya atas jasa penitipan kendaraan yang diadakannya,
oleh sebab itu pengelola parkir seharusnya memegang amanah dan
tanggung jawab atas jasa yang diadakannya, karena pengemudi telah
mempercayakan barang yang dititipkannya serta membayarkan jasa
untuk barang yang dititipkannya.
Adapun pengelola parkir bukan perusahaan asuransi, melainkan
perusahaan jasa yang mengelola lahan perparkiran di suatu area properti,
dengan cara bekerjasama dengan pemilik lahan area tersebut, sebagian
besar vendor mengelola parkir di suatu pusat perbelanjaan, perkantoran
ataupun gedung atau pelataran parkir. Perusahaan ini dibayar atas dasar
jumlah transaksi yang dilakukan ataupun berdasarkan persentase
pendapatan yang diperoleh yang berkisar sampai 5%. Pada awalnya
pengelolaan parkir di pinggir jalan dilakukan oleh Pemerintah Daerah
melalui Perusahaan Daerah, kemudian mulai berkembang pelataran dan
gedung parkir yang juga dikelola oleh pemerintah daerah.
2. Hak dan Kewajiban Para Pihak
a. Hak dan kewajiban Pihak yang Menyewakan
Hak-hak:
(1) Mengelola tempat yang telah ditetapkan;
(2) Mendapatkan perlindungan keamanan dari Pemerintah Daerah
dari kegiatan parkir ilegal atau tidak resmi; dan
(3) Menerima harga sewa yang telah ditentukan.
Kewajiban:
(1) Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa (Pasal
1550 ayat (1) KUH Perdata)
(2) Memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa, sehingga
dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan (Pasal 1550
ayat (2) KUH Perdata);
(3) Memberikan hak kepada penyewa untuk menikmati barang yang
disewakan (Pasal 1550 ayat (3) KUH Perdata);
34
(4) Melakukan pembetulan pada waktu yang sama (Pasal 1551
KUH Perdata);
b. Hak dan Kewajiban Pihak Penyewa
Hak-hak:
(1) Memperoleh bukti pembayaran;
(2) Menerima barang yang disewakan dalam keadaan baik;
(3) Mendapat jaminan keamanan;
(4) Mendapat ganti rugi atas terjadinya kehilangan dan/atau
kerusakan yang dialami.
Kewajiban:
(1) Memakai barang sewa sebagai seorang kepala rumah tangga
yang baik, artinya berkewajiban memakai barang sewa itu
seakan-akan barang itu kepunyaannya sendiri;
(2) Membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan (Pasal
1560 KUH Perdata).
3. Tanggung Jawab Pengelola Jasa Parkir
Menurut Herlin Boediono, keseimbangan merupakan salah satu
tujuan yang hendak dicapai dalam suatu perjanjian yang mana kriterianya
adalah tercapainya keadaan yang seimbang antara kepentingan sendiri
dan kepentingan terkait dari pihak lawan.3 Dalam kasus ini, keadaan
seimbang yang dimaksud adalah tanggung jawab yang diberikan oleh
pihak pengelola parkir terhadap konsumen perparkiran yang membayar
harga sewa yang telah ditentukan oleh pihak pengelola parkir. Sesuai
dalam pasal 4 UUPK yang menyatakan bahwa konsumen berhak atas
kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa.
Pada umumnya, tujuan dari tanggung jawab adalah untuk
meningkatkan keamanan produk, menekan tingkat kecelakaan karena
3 Herlin Boediono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia: Hukum
Perjanjian Berdasarkan Asas-Asas Wiganti Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000),
h. 310
35
produk cacat dan menyediakan sarana ganti rugi bagi produk cacat
tersebut dan korban akibat penggunaan produk cacat tersebut.4
Perjanjian perpakiran yang diwujudkan dalam bentuk karcis parkir
merupakan perjanjian baku yang ditentukan secara sepihak oleh pihak
pengelola parkir, dimana dalam karcis parkir tersebut dicantumkan
klausula baku yang menguntungkan pihak pengelola parkir, seperti
misalnya biaya parkir, besarnya pertambahan biaya parkir untuk
pertambahan setiap jam, dan denda atas kehilangan karcis parkir.5
Klausula baku pengalihan tanggung jawab di dalam karcis parkir
tersebut mencerminkan bahwa pengelola parkir dapat berlindung
terhadap klausula baku tersebut apabila terjadi kehilangan atau kerusakan
terhadap kendaraan maupun barang-barang milik konsumen yang ada di
dalam kendaraan saat diparkir di lokasi parkir yang dikelola pengelola
parkir. Adanya klausula baku tersebut hanya memberikan perlindungan
kepada pengelola parkir, dan tidak memberikan perlindungan hukum
kepada konsumen apabila kendaraan maupun barang-barang yang ada di
dalam kendaraan miliknya hilang atau rusak selama di parkir. Di lain sisi,
pengelola parkir akan melakukan pembelaan bahwa kehilangan tersebut
bukanlah tanggung jawabnya karena telah memasang tulisan di karcis
atau lokasi parkir yang pada intinya berbunyi “Segala kehilangan atau
kerugian adalah tanggung jawab pemilik, dan bukan tanggung jawab
pengelola parkir.” sehingga pemilik kendaraan dianggap telah
mengetahui dan menyetujui segala konsekuensi atas diparkirkannya
kendaraan miliknya di tempat parkir tersebut.
Untuk membuktikan apakah pengelola parkir harus
bertanggungjawab atau tidak terhadap kehilangan kendaraan yang
4 Az. Nasution, Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum Pada
Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 175
5 Dikara, Tesis: Penerapan Klausula Eksonerasi Dalam Karcis Parkir Pada Perusahaan
Secure Parking Di Jakarta, (Jakarta: Program Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, 2006),
h. 41
36
diparkir, perlu adanya analisis dan mengkaji terlebih dahulu tentang
wanprestasi, sebab kedua pihak yaitu pengelola parkir dan pengguna jasa
parkir terikat perjanjian parkir yang merupakan perjanjian penitipan
barang (kendaraan).
Wanprestasi ialah salah satu pihak yang terikat dalam perjanjian
tidak memenuhi kewajiban/prestasi yang telah diperjanjikan. Jika debitur
tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan keseluruhan tersebut dapat
dipersalahkan kepadanya, maka dikatakan bahwa debitur wanprestasi.6
Menurut Munir Fuady, wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya
prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh
kontrak terhadap pihak-pihak tertentu yang disebutkan dalam kontrak,
yang merupakan pembelokan pelaksanaan kontrak, sehingga
menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh salah satu atau para pihak.7
Dari beberapa pengertian, unsur-unsur wanprestasi yakni :
1) Tidak Memenuhi Kewajiban Yang Ditentukan Dalam Perjanjian
Kewajiban (prestasi) pengelola parkir dalam perjanjian parkir yang
merupakan perjanjian penitipan barang adalah merawat dan
memelihara kendaraan yang diparkir atau dititipkan kepadanya, dan
mengembalikan kendaraan yang sama yang telah diterimanya kepada
pengguna jasa parkir. Prestasi pengguna jasa adalah membayar upah
jasa parkir kepada pengelola parkir. Dalam masalah ini, pengelola
parkir tidak menjalankan kewajibanya yaitu menjaga, memelihara
kendaraan yang diparkir dengan aman serta tidak dapat menyerahkan
kembali kendaraan milik pengguna jasa parkir. Oleh karena itu
pengelola parkir memenuhi unsur wanprestasi yang pertama, yaitu
tidak memenuhi kewajiban yang diperjanjikan.
2) Ada Kerugian
6 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya, (Bandung: Alumni, 1993), h. 122
7 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2001), h. 87
37
Undang-Undang menyebut rugi maka yang dimaksud adalah
kerugian nyata yang dapat diduga atau diperkirakan pada saat
perikatan itu diadakan, yang timbul sebagai akibat ingkar janji.
Jumlahnya ditentukan dengan suatu perbandingan di antara keadaan
kekayaan sesudah terjadinya ingkar janji dan keadaan kekayaan
seandainya tidak terjadi ingkar janji.8 Yang dimaksud kerugian yang
dapat dimintakan penggantian itu, tidak hanya berupa biaya-biaya
yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian
yang sungguh-sungguh menimpa harta benda si berpiutang
(schaden), tetapi juga yang berupa kehilangan keuntungan
(interessen), yaitu keuntungan yang akan didapat seandainya si
berhutang tidak lalai (winstderving).9
3) Ada Kesalahan
Dalam kasus ini, kesalahan pengelola parkir disebabkan oleh
kelalaiannya yang tidak memeriksa dan mengamankan kendaraan
yang diparkir, serta tidak mencocokan nomor polisi kendaraan yang
ada di dalam karcis parkir dengan nomor polisi kendaraan yang
tercantum di kendaraan, sehingga mengakibatkan kendaraan tersebut
hilang dicuri dan keluar area parkir dengan mudah tanpa dicegah
oleh pihak pengelola parkir. Oleh sebab itu, pengelola parkir
memenuhi unsur wanprestasi dalam masalah ini. Kesalahan yang
timbul sesuai dengan salah satu unsur yang diatas.
4) Ada Hubungan Sebab Akibat Kerugian dan Kesalahan
Hubungan sebab akibat antara kesalahan dengan kerugian yakni dari
adanya kesalahan yang dilakukan oleh salah satu pihak
menimbulkan kerugian yang dialami oleh pihak yang lainnya.
8 Mariam Darus, Badrulzaman, et.al, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2001), h. 21
9 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata Cetakan Ketiga Satu, (Jakarta: Intermasa, 2003), h.
148
38
Hubungan sebab akibat merupakan kaitan antara kerugian seseorang
dengan perbuatan dari orang lain.10
Klausula baku diperbolehkan digunakan dalam setiap perjanjian
dalam dunia bisnis, hal ini bertujuan untuk mempermudah dan
menghemat waktu dalam transaksi bisnis. Pencantuman klausula baku
memang diperbolehkan, akan tetapi ada ketentuan di dalam Pasal 18 ayat
(1), (2) dan (3) UUPK mengatur mengenai pencantuman klausula baku
dalam dokumen perjanjian.
Berdasarkan Hukum Perdata, perjanjian jasa parkir dapat dilihat
sebagai perjanjian sewa menyewa dan juga dapat dilihat sebagai
perjanjian penitipan barang. Dalam hubungan sewa menyewa, penyewa
berkewajiban menyerahkan barang yang disewakan kepada penyewa.
Pengertian sewa menyewa ialah suatu perjanjian, dengan mana pihak
yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang
lainnya kenikmatan suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan
dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan
itu disanggupi pembayarannya. Dapat disimpulkan bahwa kewajiban dari
pengelola itu yakni menyerahkan barang sewaan pada penyewa,
memelihara barang sewaan dan untuk memberikan kenyamanan dalam
penggunaan barang sewaan bagi penyewa selama masa sewa. Jika
perjanjian parkir dianggap sebagai perjanjian sewa menyewa maka si
pemilik kendaraan yang menyewa lahan parkir tidak serta merta
menguasai lahan yang disewa selama jangka waktu sewa, dalam arti
setelah memarkirkan kendaraan si penyewa langsung meninggalkan
lahan parkir sehingga tidak dapat menguasai atau memelihara lahan
parkir dan konstruksi sewa menyewa ini adalah sewa menyewa tidak
murni sehingga apabila terjadi kehilangan atau kerugian atas kendaraan
di lahan yang disewa, maka penyewa masih mempunyai hak untuk
menuntut ganti rugi kepada pihak yang menyewakan lahan karena
10
Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek (Buku Keempat), (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2002), h. 254
39
walaupun lahan parkir telah disewakan kepada konsumen, namun
penguasaan lahan parkir tetap pada pihak yang menyewakan (pengelola
parkir).
B. Hubungan Hukum Antara Pihak Pengelola Parkir Dengan Konsumen
Jasa Parkir
Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa perjanjian merupakan
suatu perbuatan dengan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih. Dalam buku Subekti juga menyatakan, perjanjian
merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.11
Dalam hukum perjanjian dikenal 5 (lima) asas penting, yaitu:12
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak dapat dikutip dari ketentuan Pasal 1338 ayat
(1) KUH Perdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas kebebasan berkontrak adalah asas yang memberikan kebebasan
kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian,
mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian
berikut pelaksanaan dan persyaratannya serta menentukan bentuk
perjanjian, baik secara tertulis atau lisan.
b. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH
Perdata. Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya
perjanjian adalah adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas
konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada
umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya
11
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT Intermasa, 2001), h. 1
12 Salim, H.S, Hukum Kontrak : Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2006), h. 9-13
40
kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian
antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
c. Asas Kepastian Hukum ( Pacta Sunt Servanda )
Asas pacta sunt servanda atau asas kepastian hukum ini berhubungan
dengan akibat perjanjian. Menurut asas ini, hakim ataupun pihak ketiga
harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak,
sebagaimana layaknya sebuah undang- undang. Mereka tidak boleh
melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para
pihak. Asas pacta sunt servanda dapat dianalisis dalam Pasal 1338 ayat
(1) KUH Perdata yang berbunyi: “Perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang.”
d. Asas Itikad Baik (goede trouw)
Asas itikad baik dapat dikutip dari Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata
yang berbunyi “perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas
itikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan
debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan
atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.
e. Asas Kepribadian (Personalitas)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang
yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk
kepentingan perseorangan saja. Hal ini terlihat dalam Pasal 1315 KUH
Perdata yang berbunyi: “Pada umumnya seseorang tidak dapat
mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Serta
Pasal 1340 KUH Perdata yang berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku
antara pihak yang membuatnya.” Kedua pasal tersebut berarti bahwa
seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk dirinya sendiri dan
bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi para
pihak yang membuatnya. Pengecualian terhadap asas kepribadian itu
diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang mengkonstruksikan bahwa
seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga
dengan suatu syarat yang ditentukan dan Pasal 1318 yang memungkinkan
41
dibuatnya perjanjian untuk kepentingan ahli warisnya dan orang- orang
yang memperoleh hak dari padanya.
Menurut Mr. Dr.L.J van Apeldoorn, hubungan hukum adalah hubungan
– hubungan yang timbul dari pergaulan masyarakat manusia (hubungan yang
timbul dari perkawinan, keturunan, kerabat darah, ketetanggaan, tempat
kediaman, kebangsaan, dari perkara-perkara lainnya), dan hal-hal tersebut
dilakukannya dengan menentukan batas kekuasaan-kekuasaan dan kewajiban-
kewajiban tiap-tiap orang terhap mereka dengan siapa ia berhubungan. Tiap-
tiap hubungan hukum, mempunyai dua segi yaitu pada satu pihak ia
merupakan hak, dan pada pihak lain ia merupakan kewajiban.13
Berdasarkan pengertian yang telah diterangkan, maka dapat dikatakan
bahwa perjanjian ialah suatu hubungan hukum dan lapangan hukum antara
dua pihak atau lebih yang telah bersepakat untuk melakukan suatu hal yang
bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu dan para pihak yang telah
menyepakati tersebut memiliki hak dan kewajiban masing – masing serta
wajib melaksanakan syarat – syarat yang telah ditentukan.
Hubungan hukum antara pengelola parkir dengan konsumen pemilik
kendaraan merupakan perjanjian penitipan barang sebab memenuhi unsur
dalam ketentuan Pasal 1694 KUH Perdata. Hubungan hukum sebagaimana
dimaksud terlihat pada tanda masuk parkir yang merupakan bukti adanya
hubungan hukum antara kedua belah pihak. Pengelola parkir menerima
barang yaitu kendaraan dari konsumen, kemudian pengelola parkir akan
menyimpan dan mengembalikan kendaraan tersebut dalam keadaan seperti
semula. Pada umumnya pengelola jasa perparkiran menggabungkan tanda
masuk parkir dengan tanda biaya parkir yang merupakan tanda bukti
pembayaran dimuka atas pemakaian petak parkir pada tempat parkir di luar
badan jalan sebagai bidang usaha yang dikelola oleh pemilik secara
profesional (karcis parkir).
13
Mr.Dr.L.J. vn Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT.Pradnya Paramita, 1993),
h. 41
42
Perjanjian penitipan merupakan perjanjian riil maka perjanjian baru
terjadi pada saat konsumen menerima karcis parkir dan menyerahkan
kendaraannya kepada pengelola parkir di areal parkir milik pengelola.
Perjanjian parkir menjadi perjanjian penitipan barang dengan sukarela, sebab
kedua pihak yaitu pengelola parkir dengan konsumen sepakat bertimbal balik,
yakni konsumen sepakat menitipkan barang (kendaraan) miliknya untuk di
parkir di areal parkir milik pengelola parkir dan membayar biaya penitipan
atau tarif parkir. Begitu juga dengan pengelola parkir sepakat menerima
kendaraan milik konsumen untuk di parkirkan di areal parkir yang
dikelolanya.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1706 KUH Perdata maka pengelola
parkir wajib untuk merawat, memelihara kendaraan konsumen parkir seperti
memelihara kendaraannya sendiri. Selain itu, pengelola parkir berkewajiban
untuk mengembalikan kendaraan tersebut dalam keadaan yang sama dengan
saat kendaraan itu diserahkan kepada pengelola parkir untuk diparkir
(dititipkan).
Putusan Mahkamah Agung yang menjadi yurisprudensi dalam kasus
perparkiran yakni Putusan Mahkamah Agung Nomor 124 PK/PDT/2007 yang
diajukan oleh PT Securindo Packatama Indonesia (SPI) pengelola Secure
Parking. PT SPI meminta Peninjauan Kembali (PK) atas putusan kasasi yang
memenangkan konsumennya, Anny R Gultom untuk dibebaskan dari
kewajiban membayar ganti rugi.14
Dengan putusan tersebut maka pengelola
parkir tidak dapat lagi berlindung dengan klausul baku pengalihan tanggung
jawab yang berbunyi “segala kehilangan bukan tanggung jawab pengelola
parkir”. Peninjauan Kembali (PK) ini otomatis menguatkan tiga putusan di
bawahnya yakni putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, putusan
Pengadilan Tinggi Jakarta serta Putusan Mahkamah Agung. Didalam putusan
tersebut Mahkamah Agung mengharuskan pengelola parkir memberi ganti
rugi kendaraan bermotor yang hilang di areal parkir yang dikelolanya.
14
http://news.detik.com/berita/1407260/ma-kehilangan-kendaraan-saat-parkir-wajib-
diganti-pengelola Diakses pada tanggal 25 September 2019
43
Dalam perjanjian parkir, objek (prestasi) dari perjanjian ini adalah
pengelola parkir sebagai pihak penerima parkir prestasinya ialah menerima
kendaraan yang diparkirkan di area parkir yang dikelolanya dan wajib
menjaga keamanan dan merawat kendaraan yang diparkir di area parkir yang
dikelolanya serta wajib menyerahkan kembali kendaraan yang diparkir
dengan keadaan semula kepada pemilik kendaraan (konsumen). Sedangkan
prestasi dari konsumen adalah menyerahkan kendaraan yang akan diparkirkan
di area parkir yang dikelola oleh pengelola parkir dan wajib membayar biaya
parkir sesuai tarif yang telah ditentukan oleh pengelola parkir. Prestasi dalam
perjanjian penitipan parkir tersebut merupakan hak dan kewajiban dari
masing-masing pihak, yaitu hak pengelola parkir merupakan kewajiban dari
pemilik kendaraan atau konsumen, sedangkan hak konsumen merupakan
kewajiban bagi pengelola parkir.
C. Aturan Perparkiran Kendaraan Di Kota Bekasi
Tempat parkir kendaraan motor maupun mobil menjadi kebutuhan bagi
pemilik kendaraan, sebab parkir harus mendapat perhatian yang serius
terutama mengenai pengaturannya.15
Pada dasarnya perparkiran kendaraan di
Kota Bekasi telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 17
Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir Serta Terminal.
Dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Bekasi, tercantum dalam Pasal 2
yakni Perparkiran diselenggarakan berdasarkan asas - asas:
a) Kepastian Hukum;
b) Transparan;
c) Akuntabel;
d) Seimbang;
e) Keamanan dan Kenyamanan.
Menurut Ahmad Yani, daerah provinsi, kabupaten/kota diberi peluang
dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan
jenis retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang
15
https://www.researchgate.net/ diakses pada tanggal 17 Januari 2020
44
telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat.16
Pertumbuhan dan
perkembangan Kota Bekasi seiring dengan tumbuhnya aktivitas atau kegiatan
sosial dan ekonomi pada masyarakat, aktivitas tersebut didukung juga dengan
jumlah kendaraan bermotor yang makin meningkat. Pertumbuhan jumlah
kendaraan bermotor berimplikasi dengan meningkatnya kebutuhan tempat
parkir umum. Meningkatnya kebutuhan tempat parkir mengakibatkan
masuknya badan pengelola parkir, baik oleh pemerintah daerah maupun oleh
pengelola swasta. Sesuai dengan Pasal 18 Perda Bekasi, khusus untuk
penyelenggara parkir di luar ruang milik jalan yang dimiliki swasta wajib
membayar pajak parkir sesuai ketentuan yang berlaku.
Pada dasarnya sesuai dengan ketentuan umum parkir di Kota Bekasi,
penyelenggara parkir berkewajiban dan bertanggung jawab dalam
mengawasi, menjamin, keamanan dan menertibkan lalu lintas sebagai akibat
kegiatan masuk dan keluar kendaraan ke dan dari fasilitas parkir dengan
menempatkan sarana parkir dan/atau menempatkan petugas parkir. Termasuk
dalam menyediakan karcis atau stiker langganan atau hasil cetakan elektronik
atau komputer sebagai bukti pembayaran penggunaan satuan ruang parkir
kepada pengguna jasa parkir. Dalam mengawasi, menjamin keamanan dan
menertibkan lalu lintas, penyelenggara parkir dapat berkerjasama dengan
pihak ketiga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
memberikan tanda bukti atas pembayaran tarif parkir; mengganti kerugian
kehilangan dan kerusakan kendaraan yang diparkir sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Jenis kebutuhan parkir tentu ada berbagai macam, maka perlu
diterapkan aturan mengenai perparkiran sesuai Peraturan Daerah (Perda) di
setiap kota. Aturan parkir ini dilakukan agar mendorong penggunaan sumber
daya parkir secara efisien dan digunakan sebagai alat untuk membatasi
kendaraan ke suatu kawasan, sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan
kinerja lalu lintas di kawasan tersebut.
16
Ahmad Yani, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 55
45
Dalam jenis kebutuhan perparkiran kendaraan, dapat dibagi dalam
beberapa kategori yang bersifat tetap dan tidak tetap, yang tertera sebagai
berikut:17
Tabel 1.1 Jenis Kebutuhan Parkir
No Kegiatan Parkir yang Tetap Kegiatan Parkir yang
Bersifat Sementara
1 Pusat Perdagangan Bioskop
2 Pusat Perkantoran Tempat Pertunjukan
3 Pasar Tempat Pertandingan Olahraga
4 Sekolah Rumah Ibadah
5 Tempat Rekreasi
6 Hotel dan Tempat Penginapan
7 Rumah Sakit
Dengan adanya berbagai jenis kebutuhan parkir, maka tentu diterapkan
asuransi dalam perparkiran. Asuransi parkir sangat dibutuhkan sebab adanya
resiko kehilangan atau kerusakan atas kendaraan di lokasi pelataran parkir,
serta resiko kecelakaan yang dialami oleh konsumen pengguna jasa parkir.
Asuransi Parkir adalah produk asuransi yang memberikan jaminan atas
kerugian pengguna jasa parkir akibat kehilangan dan kerusakan kendaraan
pada saat parkir ditempat parkir yang diselenggarakan Pemerintah Daerah
atau Badan Usaha. Badan Usaha yang mengelola parkir wajib bekerjasama
dengan pihak asuransi sesuai Perda Bekasi Pasal 11 yang menyatakan: Badan
usaha yang akan mengelola fasilitas parkir harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. syarat administrasi antara lain:
1. memiliki akte pendirian Perusahaan (yang didalamnya tercantum
manajemen SDM);
2. memiliki struktur organisasi;
3. memiliki SIUP, NPWP, TDP, PKP;
17
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: 272/HK.105/DRJD/96 tentang
Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir.
46
4. bekerjasama dengan pihak asuransi
b. syarat operasional antara lain:
1. memiliki kantor cabang/perwakilan di Daerah;
2. memiliki kemampuan/dukungan penyediaan peralatan fasilitas
operasional penunjang parkir;
3. memiliki jumlah dan kualitas SDM yang sesuai;
4. memiliki dan menguasai sistem teknologi perparkiran yang dapat
diintegrasikan dengan sistem informasi manajemen parkir terpadu.
Apabila diperhatikan tentang jumlah ganti kerugian yang diberikan
kepada tertanggung, maka secara garis besar asuransi dapat dibagi dua yaitu,
asuransi kerugian dan asuransi sejumlah uang. Perbedaan antara asuransi
kerugian dengan asuransi sejumlah uang ini terutama didasarkan pada
besarnya ganti kerugian yang diberikan kepada pihak tertanggung manakala
terjadi peristiwa yang menjadi syarat pembayaran terhadap tertanggung.
Oleh karena kerugian yang mungkin dialami oleh konsumen dapat
berupa kerugian materi maupun kerugian yang berupa kematian atau cacatnya
tubuh konsumen, maka konsumen pun dapat tunduk pada kedua jenis asuransi
tersebut, sehingga untuk menemukan bentuk asuransi yang paling tepat untuk
melindungi konsumen, perlu untuk mengemukakan kedua jenis asuransi
tersebut.18
18
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011), h.143
47
BAB IV
PENYELESAIAN KASUS KONSUMEN KENDARAAN MOBIL
DI INDONESIA
A. Posisi Kasus
Pada tanggal 30 September 2016, Arbitrase Badan Penyelesaian
Sangketa Konsumen (BPSK) memutus tentang gugatan konsumen jasa
parkir terhadap pengelola parkir yang Tergugatnya atas nama PT.
Nusapala Parkir dalam hal ini diwakili oleh Tito Agung Prastowo selaku
Manajer dari PT. Nusapala Parkir. Kasus ini berawal dari H. Mudji
Waluyo selaku konsumen pengguna jasa parkir menggugat PT. Nusapala
Parkir atas kerusakan kendaraan mobil dan kehilangan barang didalam
mobil yang kendaraannya di parkir di lahan yang dikelola oleh PT.
Nusapala Parkir. Nusapala Parkir adalah salah satu unit bisnis dari
NUSAPALA GROUP yang bergerak di bidang pengelolaan lahan parkir
dan telah berdiri sejak 7 Agustus 2009.1 Pengelolaan lahan parkir memiliki
skala dan kompleksitas dimana membutuhkan operator parkir yang handal
baik dalam set-up maupun operasional sehingga diperoleh pengelolaan
secara keseluruhan yang efektif dan efisien.
Pada sangketa parkir, Penggugat melawan Tergugat yang dalam hal ini
pengelola parkir mengalihkan tanggung jawabnya terhadap kerusakan
kendaraan dan kehilangan barang di parkiran Rumah Sakit Hermina
Bekasi. Lalu kasus ini dibawa ke Badan Penyelesaian Sangketa Konsumen
Kota Bekasi perkara Nomor 05/A/BPSK-BKS/IX/2016 tertanggal 30
September 2016, dengan amar putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan PENGGUGAT sebagian
2. Menyatakan TERGUGAT selaku pengelola perparkiran telah tidak
melakukan kewajiban hukumnya dengan melanggar ketentuan Pasal
1http://www.nusapalagroup.com/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=5
1&Itemid=67 diakses pada Tanggal 10 November 2019
48
1365, 1366, 1367 KUH Perdata dan Pasal 4 huruf a, Pasal 18 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, maka dengan ini dilarang keras mencantumkan klausula
baku dalam menjalankan usahanya
3. Menghukum TERGUGAT untuk membayar kerugian materiil yang
diderita PENGGUGAT akibat pencurian di area parkir yang dikelola
oleh TERGUGAT sebesar Rp. 20.000.000 (dua puluh juta rupiah)
secara tunai didepan majelis BPSK Kota Bekasi.
Keberatan dengan hasil putusan Arbitrase BPSK Kota Bekasi, lalu
Tergugat mengajukan permohonan pembatalan Putusan Nomor Nomor
05/A/BPSK-BKS/IX/2016 dikarenakan:
1. Bahwa Penggugat hanya dapat membuktikan kaca mobil Penggugat
pecah dan biaya penggantiannya sebesar Rp1.083.496,00 (satu juta
delapan puluh tiga ribu empat ratus sembilan puluh enam rupiah). Dan
atas kerugian ini pihak Tergugat bersedia mengganti sejumlah
Rp1.083.496,00 (satu juta delapan puluh tiga ribu empat ratus
sembilan puluh enam rupiah);
2. Bahwa Majelis mengambil dasar ganti rugi sebesar Rp20.000.000,00
(dua puluh juta rupiah) melihat sebagaimana terurai dalam bukti P3,
namun telah diketahui oleh umum untuk melakukan pelaporan polisi
tidak membutuhkan biaya apabila ada biaya yang harus dikeluarkan ke
Polisi itu sudah merupakan tindak pidana korupsi, maka menurut
hemat kami uang sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah)
tersebut hanya akal-akalan si Penggugat untuk mencari keuntungan
dari peristiwa ini;
3. Bahwa telah pernah diajukan ke muka persidangan di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat dalam perkara Nomor 33/Pdt.G/2004/PN Jkt.Pst,
sebagaimana kami kutip dari buku yang ditulis oleh David
M.L.Tobing, S.H., M.Kn., yang berjudul Parkir Dan Perlindungan
Hukum konsumen, yang pertimbangan hukum putusan tersebut
49
menyebutkan: “Hakim menilai bahwa tanggung jawab Tergugat selaku
pengelola parkir terbatas pada hal pergantian pecahnya kaca mobil
sedangkan kehilangan barang-barang yang ada di dalam mobil tidak
merupakan tanggung jawab Tergugat karena Penggugat tidak pernah
menitipkan barang-barang yang ada di dalam mobil. Dalam hal
kehilangan barang-barang yang ada di dalam mobil adalah menjadi
tanggung jawab pemilik barang, Karena pada saat memarkirkan
mobilnya, Tergugat tidak menitipkan atau melaporkan kepada petugas
parkir tentang adanya barang-barang dalam mobil, juga tidak adil
apabila adanya kehilangan barang yang ada dalam mobil (yang nota
bene barang-barang tersebut tidak di titipkan pada petugas), lalu
menjadi tanggung jawab pengelola parkir.”
Maka berdasarkan penjelasan di atas, yang menjadi tanggung
jawab pengelola parkir adalah menjaga keutuhan mobil, tidak termasuk
barang-barang yang ada di dalamnya sebagaimana yang telah kami
jelaskan di atas. Bahwa dari penjelasan kami di atas kami menganggap
putusan tersebut di ambil dari hasil tipu muslihat yang di lakukan oleh
salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa sesuai dengan Pasal 70 huruf
c Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif
Penyelasaian Sengketa.
Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas Pemohon
Keberatan mohon agar Pengadilan Negeri Bekasi memberikan putusannya
dengan menerima permohonan banding dan menyatakan atau merubah
Putusan Arbitrase Nomor 05/A/BPSK-BKS/IX/2016, sesuai dengan bukti-
bukti riil atau kerugian materiil yang diderita oleh Penggugat sebesar
Rp1.083.496,00 (satu juta delapan puluh tiga ribu empat ratus sembilan
puluh enam rupiah).
Pada permohonan banding, Pengadilan Negeri Bekasi telah
memberikan Putusan Nomor 547/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN Bks tanggal 22
Desember 2016 lalu menyatakan permohonan Tergugat/Pemohon
50
Keberatan alias PT Nusapala Parkir tidak dapat diterima dan menghukum
Tergugat/Pemohon Keberatan untuk membayar ongkos perkara sejumlah
Rp 326.000,00 (tiga ratus enam puluh dua ribu rupiah). Pertimbangan
Judex Facti/Majelis Hakim dalam putusannya menyatakan bahwa Tito
Agung Prastowo yang mengatasnamakan sebagai Manajer PT Nusapala
Parkir sebagai Pihak Pemohon Keberatan dalam perkara a quo tidak
mempunyai kualitas sebagai pemohon dengan alasan dalam
permohonannya tersebut tidak secara spesifik menjelaskan kedudukannya,
apakah sebagai Penggugat atau Pembantah atau sebagai Pemohon, dan
yang berhak untuk mewakili di persidangan Pengadilan adalah Direktur
PT Nusapala Parkir atau orang telah telah mendapat Surat Kuasa Khusus
dari Direktur PT Nusapala Parkir, sebagaimana yang dilakukan PT
Nusapala Parkir sebagai pihak Tergugat pada saat digugat di BPSK Kota
Bekasi. Hakim juga menyatakan bahwa pembatalan yang diajukan PT
Nusapala Parkir tidak memenuhi syarat pembatalan.
Berdasarkan putusan judex facti tersebut, maka Tergugat/Pemohon
Keberatan kemudian mengajukan permohonan Kasasi ke Mahkamah
Agung. Dalam memori kasasi Tergugat/Pemohon Kasasi mendalilkan
bahwa judex facti telah lalai memenuhi syarat – syarat yang diwajibkan
oleh peraturan perundang – undangan dalam hal ini Pasal 4 ayat (2)
Undang – Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
untuk membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana,
cepat, dan biaya ringan.
Selain itu menurut Tergugat/Pemohon Kasasi, judex facti diambil dari
hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan sangketa. Bahwa hal tersebut jelas terlihat sebagai tipu
muslihat yang dilakukan oleh Penggugat/Termohon Kasasi dengan
menambahkan sendiri Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor
3416/Pdt/1985 yang hanya berbunyi “perparkiran merupakan perjanjian
51
penitipan barang”. Menurut Tergugat/Pemohon Kasasi, bahwa hilangnya
kendaraan milik konsumen dalam lingkungan parkir milik pelaku usaha
parkir jelas berbeda dengan hilangnya barang berharga yang disimpan oleh
konsumen dalam kendaraan yang dititipkan kepada pelaku usaha parkir
sebab “barang” yang dititipkan oleh konsumen kepada pelaku usaha parkir
sesuai Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 3416/Pdt/1985 adalah
kendaraan, tidak termasuk barang apapun yang berada didalam kendaraan
yang jelas – jelas tidak diketahui oleh pelaku usaha parkir dan tidak
diberitahukan oleh konsumen itu sendiri sehingga tidak termasuk dalam
obyek perjanjian penitipan barang.
Pertimbangan judex facti menurut Tergugat/Pemohon Kasasi juga
telah keliru dalam mengartikan rambu himbauan terhadap pengguna jasa
parkir yang salah satunya berbunyi “segala kehilangan dan kerusakan
barang – barang di dalam kendaraan menjadi tanggung jawab pemilik
kendaraan, tidak ada penggantian dalam bentuk apapun”. Bahwa menurut
Tergugat/Pemohon Kasasi himbauan tersebut bukanlah merupakan
klausula baku seperti yang disampaikan dalam pertimbangan Judex
Facti/Majelis Arbitrase BPSK Kota Bekasi, sebab Tergugat/Pemohon
Kasasi dalam hal ini PT Nusapala Parkir merupakan perusahaan yang
bergerak dalam usaha jasa perparkiran, yang meliputi pengelolaan
perparkiran kendaraan. Dimana dalam usaha pengelolaan perparkiran
kendaraan yang menjadi obyek dari usaha tersebut adalah kendaraan yang
diparkir dalam lingkungan parkir milik Tergugat/Pemohon Kasasi
sehingga sangat keliru apabila menganggap barang yang terdapat di dalam
kendaraan yang diparkir dalam lingkungan parkir Pemohon Kasasi
menjadi tanggung jawab Pemohon Kasasi.
Tergugat/Pemohon Kasasi menyatakan bahwa barang – barang di
dalam kendaraan adalah menjadi tanggung jawab pemilik kendaraan,
Tergugat/Pemohon Kasasi tidak bertanggung jawab terhadap barang –
barang yang disimpan di dalam kendaraan oleh pemilik kendaraan dan hal
52
tersebut bukanlah klausula baku, melainkan Tergugat/Pemohon Kasasi
akan sangat bertanggung jawab apabila terjadi kehilangan dan atau
kerusakan kendaraan konsumen yang sesuai dengan kerugian materiil
yang diderita Termohon Kasasi/Penggugat dengan memberikan ganti rugi
biaya perbaikan kendaraan sesuai dengan kwitansi perbaikan kendaraan
yang telah diberikan oleh Termohon Kasasi/Penggugat sejumlah Rp.
1.083.496 (satu juta delapan puluh tiga ribu empat ratus sembilan puluh
enam rupiah). Maka dengan ini gugatan sebesar Rp. 20.000.000 (dua
puluh juta rupiah) tidaklah mendasar menurut Tergugat/ Pemohon Kasasi.
Oleh karena adanya tipu muslihat yang dilakukan oleh Termohon
Kasasi/Penggugat tersebut telah mendorong judex facti/Majelis Arbitrase
BPSK yang mengadili, dan memberikan putusan dalam Putusan Badan
Penyelesaian Sangketa Konsumen Kota Bekasi Nomor 05/A/BPSK-
BKS/IX/2016 tanggal 30 September 2016 untuk memutuskan bahwa
kehilangan barang berharga yang disimpan dalam kendaraan pengguna
jasa perparkiran (Termohon) dan dititipkan kepada pelaku usaha parkir
(Pemohon) turut menjadi tanggung jawab pelaku usaha parkir dalam hal
ini Pemohon meminta sepatutnya putusan tersebut dibatalkan.
Kontra memori kasasi telah diajukan oleh PT. Nusapala Parkir
tanggal 22 Februari 2017. Majelis Hakim dalam Perkara Nomor 458
K/Pdt.Sus-BPSK/2017 menyatakan bahwa dengan pertimbangan Judex
Facti dalam hal ini Pengadilan Negeri Bekasi tidak salah dalam
menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 98 Undang Undang Perseroan Terbatas
juncto Pasal 12 dan 20 Akta Pendirian PT Nusapala Parkir pihak yang
berhak mewakili Pemohon adalah Direksi.
b. Bahwa sesuai dengan Akta Pendirian PT Nusapala Parkir, ternyata
Tuan Tito Agung Praswoto adalah Manajer bukan Direksi PT
Nusapala Parkir.
53
c. Bahwa karena itu telah benar sebagaimana dipertimbangkan oleh
Judex Facti bahwa Pemohon Kasasi tidak memiliki kualitas untuk
mengajukan permohonan a quo.
B. Bentuk Perlindungan Hukum Konsumen Jasa Parkir Terhadap
Kerusakan Kendaraan Terkait Adanya Pengalihan Tanggung Jawab
Tanggung jawab merupakan bentuk dari suatu akibat hukum yang
timbul akibat adanya kerugian yang tampak, dilakukan oleh salah satu pihak.
Sehingga dari bentuk tanggung jawab tersebut akan tampak suatu hak dan
kewajiban untuk kedua belah pihak. Drs. O. P. Simorangkir mendefinisikan
tanggung jawab sebagai kewajiban menanggung atau memikul segala –
galanya yang menjadi tugas, dengan segala akibat dari tindakan yang baik
maupun yang buruk. Dalam hal tindakan atau perbuatan yang baik, maka
tanggung jawab berarti menjalankan kewajiban atau perbuatan – perbuatan itu
dengan baik. Dalam hal ini tindakan atau perbuatan yang buruk maka
tanggung jawab berarti wajib memikul akibat tindakan atau perbuatan yang
buruk itu.2
Maka dapat diambil kesimpulan bahwa tanggung jawab berarti
seseorang tidak boleh menghindar bila dimintai penjelasan tentang perbuatan
dan harus bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan jika terbukti
bersalah dengan segala akibat dari tindakan yang baik maupun yang buruk.
Pada dasarnya tujuan dari tanggung jawab tersebut untuk meningkatkan
keamanan produk, menekan tingkat kecelakaan produk cacat, dan
menyediakan sarana ganti rugi bagi produk cacat tersebut dan korban akibat
penggunaan produk cacat tersebut.3 UUPK menjadi sandaran hukum untuk
memenuhi hak dan kewajiban kedua belah pihak, dengan adanya UUPK,
kemudian melahirkan bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap
konsumen berupa tanggung jawab kontraktual dan tanggung jawab produk.
2 O.P. Simorangkir, Etika Bisnis Jabatan dan Perbankan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h.
150
3 Az. Nasution, Konsumen dan Hukum:Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada
Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 175
54
Pertanggungjawaban kontraktual (contractual liability) merupakan
tanggung jawab perdata atas dasar perjanjian atau kontrak dari pelaku usaha,
baik berupa barang maupun jasa atas kerugian yang dialami konsumen akibat
mengkonsumsi barang yang dihasilkan atau memanfaatkan jasa yang
diberikan. Artinya dalam kontraktual tersebut terdapat suatu perjanjian atau
kontrak langsung antara pelaku usaha dengan konsumen. Dengan demikian,
dalam contractual liability tersebut terdapat suatu perjanjian atau kontrak
antara pelaku usaha dengan konsumen. Perjanjian atau kontrak antara pelaku
usaha dengan konsumen biasanya selalu menggunakan perjanjian atau
kontrak yang berbentuk standar atau baku. Dengan demikian dalam hukum
perjanjian, perjanjian atau kontrak tersebut dinamakan perjanjian standar atau
perjanjian baku.
Sedangkan tanggung jawab produk (product liability) menurut Agnes
M. Toar adalah tanggung jawab para produsen untuk produk yang di bawanya
ke dalam peredaran yang dapat menimbulkan atau menyebabkan kerugian
sebab cacat yang telah melekat pada produk tersebut. Produk tidak hanya
menyangkut barang, tetapi produk juga meliputi jasa. Hal ini tercermin dalam
Undang – Undang Perlindungan Konsumen yang mengakui adanya
pertanggungjawaban produk. Tanggung jawab produk dapat bersifat
kontraktual atau bersadarkan undang – undang, tetapi penekanannya ada pada
yang berdasarkan undang – undang. Jadi tanggung jawab tersebut
berdasarkan perbuatan melawan hukum (toritious liability). Dalam hal ini,
product liability mengenal adanya tanggung jawab mutlak (strict liability).4
Product liability akan digunakan oleh konsumen untuk memperoleh ganti
rugi secara langsung dari produsen atau pelaku usaha sekalipun konsumen
tidak memiliki kontraktual dengan pelaku usaha tersebut.
Berdasarkan beberapa bacaan yang tersedia di Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) yang telah peneliti lihat, kasus – kasus
mengenai kehilangan atau kerusakan kendaraan pada area parkir selalu di
4 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2010), h. 11
55
dasari dengan gugatan perbuatan melawan hukum. Dalam gugatan tersebut,
penggugat yang harus membuktikan bahwa kesalahan ada pada pihak
pengelola parkir. Dengan demikian, pelaku usaha bertanggungjawab
berdasarkan perbuatan melawan hukum.
Dasar gugatan tanggung jawab produk dapat dilandaskan pada tiga
teori, yaitu pelanggaran jaminan (breach of warranty), kelalaian (negligence),
serta tanggung jawab mutlak (strict product liability). Dalam tanggung jawab
produk, kerugian yang diderita baik oleh pemakai produk yang cacat maupun
bukan pemakai yang turut menjadi korban merupakan tanggung jawab
pembuat produk.5 Pihak yang dapat dimintakan pertanggungjawaban dalam
tanggung jawab produk adalah siapa saja yang terlibat dalam rantai distribusi
suatu produk, termasuk juga pihak yang merakit ataupun memasang suatu
produk. Seseorang yang membetulkan suatu produk juga dapat dimintakan
pertanggungjawaban.
Disisi lain adanya tanda bukti penitipan yang dibuat oleh PT. Nusapala
Parkir kepada konsumen yang tertera dalam bentuk karcis parkir, berkaitan
dengan tanggung jawab kontraktual yang berarti tanggung jawab perdata atas
perjanjian/kontrak dari pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen
akibat mengkonsumsi barang yang dihasilkan atau memanfaatkan jasa yang
diberikannya. Tanggung jawab kontraktual yang terdapat pada perjanjian
penitipan oleh PT. Nusapala Parkir bahwa adanya klausula baku atau
pengalihan tanggung jawab dalam menjalankan usahanya, bahwa PT.
Nusapala Parkir beranggapan kehilangan barang yang ada di dalam mobil
konsumen bukan merupakan tanggung jawab pengelola, sebab konsumen
tidak menitipkan secara pribadi barang tersebut kepada petugas parkir. Hal ini
tentu telah bertentangan dengan Pasal 18 huruf (a) Undang – Undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen.
Pertanggungjawaban yang harus dilaksanakan pada kasus PT. Nusapala
Parkir terletak pada dua poin. Poin pertama ialah penggantian kaca yang
5 Az. Nasution, Konsumen dan Hukum:Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada
Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 174
56
pecah terhadap mobil tersebut, dan poin kedua terletak pada hilangnya barang
yang ada di dalam mobil akibat dari pecahnya kaca mobil. Sebab peneliti
berpendapat bahwa isi yang ada didalam mobil sudah menjadi satu kesatuan
dengan mobil tersebut. Hal ini berkesinambungan, jika pengelola parkir
memiliki manajemen yang baik dalam menjalankan usahanya di bidang
perparkiran, maka tingkat pengawasan dan pengelolaan parkir dapat
meminimalisir dampak yang dapat merugikan konsumen jasa parkir maupun
pengelola parkir terhadap usahanya.
PT. Nusapala Parkir selaku pengelola parkir dianggap lalai dalam
menjalankan usahanya dikuatkan oleh bukti – bukti sebagaimana dalam
rekaman CCTV dimana pencuri melakukan aksinya membutuhkan waktu satu
jam untuk merusak kaca mobil dan mengambil barang yang ada didalam
mobil tersebut. Dan terlebih – lebih dinyatakan bahwa Nomor Polisi (Nopol)
kendaraan tersebut ternyata tidak terdaftar. Bahwa berdasarkan bukti tersebut
makan dengan jelas konsumen mengalami kerugian materiil yang harus
dipertanggungjawabkan oleh PT. Nusapala Parkir yang dianggap telah
melanggar UUPK Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 4 huruf a, Pasal 1365, 1366,
1367 KUH Perdata.
Dalam hukum perdata, dikenal adanya asas kebebasan berkontrak.
Sesuai dengan asas ini maka pihak dalam perjanjian bebas menentukan isi
dari kontrak sehingga dalam perjanjian sewa menyewa dapat diberi batasan –
batasan. Batasan ini dibuat bukan untuk mengekang penggunaan manfaat dari
barang yang disewa tersebut, melainkan dapat mencengah dampak – dampak
dari dilanggarnya batasan – batasan yang telah dibuat. Dengan begitu parkir
bisa saja diperjanjikan bahwa sewa tempat tersebut hanya untuk mobil.
Penyewa harus menaatinya sebab menjadi salah satu kewajiban utama
penyewa yakni memakai barang yang disewa sesuai dengan tujuannya
menurut perjanjian sewanya.6
6 Subekti, Aneka Perjanjian, cet. 3, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), h. 43
57
Jika mengacu pada asas kebebasan berkontrak, pada dasarnya segala
perjanjian dapat dibuat dan diselenggarakan oleh setiap orang, dalam hal ini
hanya orang yang cakap hukum dan badan hukum. Namun perlu diperhatikan
bahwa meskipun terdapat asas kebebasan berkontrak, adapun syarat agar
perjanjian itu dikatakan sah, dimana syarat sahnya perjanjian sebagaimana
diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Untuk mengetahui keabsahan dari
klausula baku yang berisi pengalihan tanggung jawab pada perjanjian jasa
parkir PT. Nusapala Parkir, maka akan dianalisis berdasarkan ketentuan
hukum perjanjian yang merujuk pada Pasal 1320 KUH Perdata.
Poin pertama, sepakat kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya.
Dalam perjanjian jasa parkir, bentuk kesepakatan antara pengelola jasa parkir
dengan konsumen terjadi ketika konsumen membayar perjanjian parkir
kepada petugas parkir dan kemudian petugas parkir memberikan perjanjian
parkir (karcis) sebagai bukti pembayaran. Peneliti berpendapat demikian
sebab bentuk dokumen dalam perjanjian parkir tidak diperlukan tanda tangan
oleh konsumen untuk tercapainya kata sepakat dengan pihak pengelola jasa
parkir. Dengan demikian, ketika konsumen menerima perjanjian parkir yang
diberikan oleh petugas parkir, maka konsumen akan terikat dengan ketentuan
yang tercantum dalam perjanjian parkir apabila konsumen membayar
sejumlah uang kepada pengelola jasa parkir dengan tujuan konsumen dapat
menggunakan layanan jasa parkir.
Poin kedua, kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Dalam
perjanjian jasa parkir pada umumnya pihak konsumen disini tidak dibatasi
telah atau belum cakap dalam melakukan perbuatan hukum. Hal ini terlihat
dari penyelenggaraan parkir dimana setiap orang, baik yang telah atau belum
cakap hukum diperbolehkan parkir oleh pihak pengelola jasa parkir apabila
ingin memarkirkan kendaraannya dengan menggunakan jasa layanan parkir.
Namun, apabila dilihat dalam kasus ini para pihak yang ada dalam perjanjian
yaitu H. Mudji Waluyo sebagai konsumen telah cakap untuk melakukan
perjanjian.
58
Poin ketiga, suatu hal tertentu. Dalam perjanjian jasa parkir terdapat
suatu objek yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak yang kemudian akan
menimbulkan hak dan kewajiban dari masing – masing pihak. Dalam
perjanjian jasa parkir, PT. Nusapala Parkir selaku pihak pengelola jasa parkir
yang secara tidak langsung menyatakan bahwa perjanjian yang digunakan
adalah perjanjian sewa lahan, maka objek perjanjian dalam perjanjian ini
adalah lahan yang digunakan untuk parkir konsumen.
Poin keempat, suatu sebab yang halal. Para pihak dalam membuat
perjanjian tidak diperbolehkan membuat klausula yang dilarang oleh undang
– undang atau bertentangan dengan kesusilaan bahkan bertentangan dengan
ketertiban umum, sesuai dengan Pasal 1337 KUH Perdata. Berdasarkan pasal
tersebut suatu perjanjian dikatakan terlarang jika isi dalam perjanjian
mengandung prestasi atau kewajiban pada salah satu pihak yang melanggar
undang – undang, kesusilaan, maupun ketertiban umum. Menurut peneliti,
perjanjian parkir yang dibuat oleh PT. Nusapala Parkir tidak sesuai dengan
pasal 1320 ayat (4) KUH Perdata. Sebab dalam perjanjian parkir tersebut
tercantum klausula yang bertentangan dengan ketentuan undang – undang.
Dari analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk
pertanggungjawaban pengelola parkir terhadap kehilangan barang dan
kerusakan kendaraan mobil konsumen terkait adanya klausula baku
pengalihan tanggung jawab adalah pengelola parkir wajib bertanggungjawab
memberi ganti rugi kepada konsumen yang kendaraannya rusak di area parkir
yang dikelola oleh PT. Nusapala Parkir sebab PT. Nusapala Parkir terbukti
melakukan perbuatan melawan hukum dalam perjanjian parkir yang
merupakan perjanjian penitipan barang, yaitu kurangnya kehati-hatian dan
kelalaian telah menyebabkan kendaraan milik konsumen rusak sehingga
pengelola parkir tidak dapat memenuhi prestasinya untuk menyerahkan
kembali kendaraan yang di parkir kepada konsumen dalam keadaan seperti
semula. Ganti rugi yang wajib diberikan oleh PT. Nusapala Parkir selaku
pengelola parkir berupa biaya ganti rugi penggantian ongkos perkara yang
dijatuhkan kepada pihak yang kalah dalam persidangan, mengganti rugi kaca
59
mobil yang pecah dan barang yang hilang di dalam mobil konsumen akibat
dari pecahnya kaca mobil di area parkir yang dikelola PT. Nusapala Parkir
Oleh sebab itu, sebaiknya pelaku usaha perparkiran memastikan untuk
mengasuransikan jasa yang diberikan terlebih dahulu sebelum memutuskan
untuk berhubungan dengan konsumen. Berupaya sebaik mungkin untuk
meminimalkan segala resiko adalah kata kunci pertanggungjawaban pelaku
usaha perparkiran kepada konsumen. Selain tanggung jawab kepada
konsumen, pelaku usaha perparkiran juga bertanggung jawab untuk
mengikuti standar yang berlaku dalam jasa perparkiran dan/atau terhadap
penerapan peraturan pemerintah sebagai patokan melakukan upaya yang
terbaik dan menjaga mutu penyelenggaraan jasanya.
C. Pertimbangan Majelis Hakim Berdasarkan Putusan Nomor 458
K/Pdt.Sus-BPSK/2017
Kedudukan Mahkamah Agung merupakan badan peradilan tertinggi di
Indonesia. Tugas Mahkamah Agung dalam menyelesaikan perkara bukan
sebagai pengadilan ulang, melainkan sebagai pengadilan tingkat Kasasi dan
pengadilan tingkat Peninjauan Kembali.7
Putusan Mahkamah Agung Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017 merupakan
putusan perkara atas:
1. PT. NUSAPALA PARKIR, diwakili oleh Iwan Kurniawan sebagai
Direkturnya, berkedudukan di Gedung Nuansa Commercial Estate, Jalan
TB. Simatupang Kav. 17, Jakarta Timur 13830, dalam hal ini
memberikan kuasa kepada Tito Agung Prastowo, Karyawan Pada PT.
Nusapala Parkir, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 4 Januari
2017. Pemohon Kasasi dahulu Pemohon Keberatan.
2. H. MUDJI WALUYO, bertempat tinggal di Jalan Jatisari 4 DU 11,
Nomor 8 RT 003/014, Jakasampurna Bekasi Barat, Kota Bekasi, dalam
hal ini memberikan kuasa kepada Suhardi, S.H., Advokat, beralamat di
7 Chandra Gita Dewi, Penyelesaian Sangketa Pelanggaran Merek, (Yogyakarta:
Deepublish, 2019), h. 103
60
Komplek Ruko Bekasi Mas Blok C Nomor 11, Marga Jaya, Bekasi
Selatan, Kota Bekasi, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 17
Februari 2017. Termohon Kasasi dahulu Termohon Keberatan.
Sebelum kasus konsumen parkir diajukan ke Mahkamah Agung,
Penggugat/Termohon Kasasi telah mengajukan ke Badan Penyelesaian
Sangketa Konsumen (BPSK) di Kota Bekasi untuk mencari titik tengah. Akan
tetapi Tergugat tidak terima hasil dari putusan BPSK, maka Tergugat yakni PT.
Nusapala Parkir mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Negeri
Bekasi dalam Putusan Nomor 547/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN Bks pada tanggal
22 Desember 2016 disebabkan bahwa PT. Nusapala Parkir tidak merasa
melakukan kelalaian atau kesemberonoannya seperti yang dituduhkan oleh
Penggugat. Pada permohonan banding, Pengadilan Negeri Bekasi telah
menetapkan bahwa permohonan Tergugat/Pemohon Keberatan alias PT
Nusapala Parkir tidak dapat diterima dan menghukum Tergugat/Pemohon
Keberatan untuk membayar ongkos perkara sejumlah Rp 326.000,00 (tiga ratus
enam puluh dua ribu rupiah). Pertimbangan Judex Facti/Majelis Hakim dalam
putusannya menyatakan bahwa Tito Agung Prastowo yang mengatasnamakan
sebagai Manajer PT Nusapala Parkir sebagai Pihak Pemohon Keberatan dalam
perkara a quo tidak mempunyai kualitas sebagai pemohon dengan alasan dalam
permohonannya tersebut tidak disebutkan secara spesifik menjelaskan
kedudukannya sebagai apa. Apakah sebagai Penggugat atau Pembantah atau
sebagai Pemohon. Hakim mengatakan yang berhak untuk mewakili di
persidangan Pengadilan adalah Direktur PT. Nusapala Parkir atau orang telah
mendapat Surat Kuasa Khusus dari Direktur PT Nusapala Parkir, sebagaimana
yang dilakukan PT Nusapala Parkir sebagai pihak Tergugat pada saat digugat
di BPSK Kota Bekasi. Hakim juga menyatakan bahwa pembatalan yang
diajukan PT Nusapala Parkir tidak memenuhi syarat pembatalan.
Berdasarkan putusan judex facti, Tergugat/Pemohon Keberatan kemudian
mengajukan permohonan Kasasi ke Mahkamah Agung. Apabila Tergugat atau
Penggugat keberatan terhadap putusan tersebut, ia dapat mengajukan kasasi ke
61
Mahkamah Agung sebab dalam Pasal 20 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi:
Mahkamah Agung berwenang:
1. Mengadili pada tingkat Kasasi terhadap Putusan yang diberikan pada
tingkat terakhir oleh pengadilan yang berada dibawah Mahkamah Agung
kecuali undang-undang menyatakan yang lain;
2. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang; dan
3. Kewenangan lainnya yang diberikan Undang-Undang.
Dalam memori kasasi Tergugat/Pemohon Kasasi mendalilkan bahwa judex
facti telah lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan dalam hal ini Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman untuk membantu pencari keadilan
dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat
tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Kontra memori kasasi telah diajukan oleh PT. Nusapala Parkir tanggal 22
Februari 2017. Majelis Hakim dalam Perkara Nomor 458 K/Pdt.Sus-
BPSK/2017 menyatakan bahwa dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal
ini Pengadilan Negeri Bekasi tidak salah dalam menerapkan hukum, dengan
pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 98 Undang Undang Perseroan Terbatas
juncto Pasal 12 dan 20 Akta Pendirian PT Nusapala Parkir pihak yang
berhak mewakili Pemohon adalah Direksi.
2. Bahwa sesuai dengan Akta Pendirian PT Nusapala Parkir, ternyata Tuan
Tito Agung Praswoto adalah Manajer bukan Direksi PT Nusapala Parkir.
3. Bahwa karena itu telah benar sebagaimana dipertimbangkan oleh Judex
Facti bahwa Pemohon Kasasi tidak memiliki kualitas untuk mengajukan
permohonan a quo.
Pertimbangan hakim dalam menilai bahwa PT. Nusapala Parkir tidak
memiliki kualitas sebagai pemohon diperkuat dalam Pasal 98 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi:
Pasal 98
62
(1) Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan
(2) Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang
berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali
ditentukan lain dalam anggaran dasar.
(3) Kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan
lain dalam undang-undang ini, anggaran dasar, atau keputusan RUPS.
(4) Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau anggaran
dasar Perseroan.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka permohonan kasasi yang diajukan
oleh Pemohon kasasi: PT. NUSAPALA PARKIR tersebut harus ditolak dengan
perbaikan amar putusan 05/A/BPSK-BKS/IX/2016 tanggal 30 September 2016
yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bekasi 547/Pdt.Sus-
BPSK/2016/PN Bks.
Kerugian yang dialami oleh konsumen pengguna jasa parkir akibat dari
kelalaian pengawasan oleh pengelola parkir tentu membuat konsumen meminta
pertanggungjawaban. Kerugian tersebut diartikan sebagai berkurangnya harta
kekayaan pihak yang satu, yang disebabkan oleh perbuatan (melakukan atau
membiarkan) yang melanggar norma oleh pihak lain.8 Oleh sebab itu pengelola
parkir memiliki kewajiban dalam mempertanggungjawabkan kelalaian yang
ditimbulkan.
Pada prinsip tanggung jawab, berdasarkan unsur-unsur kesalahan yang
menyatakan seseorang baru dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum
jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Hal ini sesuai tuntutan yang
diberikan Hakim kepada PT. Nusapala Parkir dalam Kasasi yakni Pasal 1365
KUH Perdata, yang lazim dikenal dengan pasal perbuatan melawan hukum.
Dimana tertera dalam pasal ini ada 4 (empat) unsur pokok yang harus dipenuhi
yaitu:
8 J.H. Nieuwenhuis, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, terjemahan oleh Djasadin Saragih,
(Surabaya, Universitas Airlangga, 2005), h. 57
63
1) Adanya perbuatan;
2) Adanya unsur kesalahan;
3) Adanya kerugian yang diderita;
4) Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.
Pada kasus ini maka PT. Nusapala Parkir memenuhi unsur-unsur yang
diatas, sebab adanya perbuatan yang dilakukan pengelola parkir yakni PT.
Nusapala Parkir telah terbukti melakukan perbuatan yang merugikan orang
lain. Dengan tidak memenuhi perjanjian perparkiran maka terjadilah kelalaian
berupa kerusakan dan kehilangan barang konsumen jasa parkir. Ditambah
dengan pengelola merasa tidak bertanggungjawab atas kehilangan barang milik
konsumen karena merasa konsumen tidak menitipkan barang tersebut secara
pribadi kepada petugas parkir, dengan ini pengelola tidak menjaga hak dan
keamanan dan kenyamanan konsumennya. Dan adanya unsur sebab akibat
antara kesalahan dan kerugian disini dapat dijelaskan bahwa akibat timbul dari
kesalahan pihak pengelola parkir, maka konsumen pengguna jasa perparkiran
telah dirugikan dalam rusak dan hilang nya barang yang ada didalam mobil.
Antara pengelola parkir dan konsumen pengguna jasa parkir pada dasarnya
memiliki kedudukan yang sama dalam mendapatkan hak dan kewajibannya.
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara pihak yang menitipkan barang dan
pihak yang menerima titipan diatur dalam ketentuan – ketentuan tentang
penitipan barang (bewaargeving), sebagaimana diatur dalam Pasal 1694 KUH
Perdata.9 Dengan kata lain bahwa definisi penitipan dalam Pasal 1694 KUH
Perdata apabila seseorang menerima suatu barang dari orang lain, dengan
syarat ia akan menyimpannya dan mengembalikan seperti wujud asalnya (in
natura). Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa terdapat dua pihak, yaitu
pihak pertama sebagai pihak yang menitipkan barang dan pihak kedua sebagai
pihak yang menerima barang titipan.
Selain adanya sanksi perdata dalam UUPK maupun KUH Perdata, alasan
yang memperkuat pada pertanggungjawaban pengelola parkir tercantum dalam
9 R. Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2003), h.
106
64
Putusan Mahkamah Agung Nomor 124 PK/PDT/2007 sebagai yurisprudensi
kasus perparkiran. Dengan Putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah
Agung Nomor 124/PK/PDT/2007 yang menyatakan bahwa Keputusan yang
bersifat final dan mengikat ini memerintahkan pengelola parkir untuk
mengganti semua bentuk kehilangan di lahan parkir, termasuk di dalamnya
kendaraan, helm, isi dalam mobil dan segala sesuatu yang hilang karena
lemahnya keamanan di lahan parkir. Penggantian kerugian ini pun sesuai
dengan nilai barang yang hilang atau rusak. Terlebih lagi Putusan tersebut
menegaskan larangan bagi pelaku usaha untuk mencantumkan klausul baku
pada karcis parkir, jika mencantumkan klausul baku pelaku usaha tetap tidak
bisa melepaskan tanggung jawabnya. Sehingga dapat dinyatakan bahwa
pengelola wajib untuk mengganti kerugian jika terjadi kerusakan maupun
kehilangan pada kendaraan yang diparkirkan. Keputusan tersebut telah
ditetapkan dengan Putusan PK Mahkamah Agung Nomor 124/PK/PDT/2007
yang membuat PT. Securindo Packatama (Secure Parking) selaku penanggung
jawab harus merubah bentuk isi dari ketentuan umum yang tertera pada karcis
parkir.
Dengan adanya Putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung
Nomor 124/PK/PDT/2007 membantu hak konsumen yang lemah. Dimana
putusan tersebut mewajibkan pelaku usaha untuk membuat ketentuan umum
dengan memperhatikan hubungan hak dan kewajiban masing-masing pihak
secara seimbang. Apabila pelaku usaha tidak melaksanakannya, maka dapat
dinyatakan dalam putusan tersebut sebaiknya pelaku usaha menghapus isi dari
ketentuan umum yang tertera pada karcis parkir.
Penjelasan terhadap asumsi yang negatif dari masyarakat terhadap
ketentuan umum yang tertera pada karcis parkir, tidak sesuai dengan syarat
pembuatan ketentuan umum yang di atur dalam aturan hukum Pasal 1320 KUH
Perdata, Pasal 18 UUPK, dan Putusan PK Mahkamah Agung Nomor
124/PK/PDT/2007. Menjelaskan bahwa sesungguhnya adanya ketentuan
umum yang terdapat pada karcis parkir memiliki tujuan sebagai berikut :
65
1. Membuat konsumen tidak berlaku ceroboh dan menyepelekan fungsi dari
karcis parkir.
2. Membuat perikatan yang dilakukan secara sepihak demi mengindari para
pelaku pelanggar hukum di area perparkiran.
3. Sebagai tanda bukti pemilik kendaraan yang memarkirkan dan berhak
mengadu jika terjadinya kelalaian yang dilakukan oleh penyedia jasa
layanan parkir.
Pernyataan mengenai pengalihan tanggung jawab atau pengalihan resiko
tersebut tidak sesuai dengan Pasal 1694 KUH Perdata, dimana pelaku usaha
harus mengembalikan bentuk barang yang dititipkan dalam keadaan semula.
Pada Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap orang yang membawa
kerugian harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Akan tetapi di dalam
pelaksanaannya ketentuan umum tersebut tidak sesuai dari isi Pasal 1694 KUH
Perdata mengenai perjanjian penitipan barang, Pasal 4, 5, 6, dan 7 UUPK
mengenai hak dan kewajiban konsumen, serta Putusan Peninjauan Kembali
Mahkamah Agung Nomor 124/PK/PDT/2007 yang memberatkan posisi pelaku
usaha yang selalu memberatkan hak dari pada konsumen. Ketiga aturan
tersebut kini menjadi acuan perlindungan hukum konsumen yang merasa
diberatkan oleh pelaku usaha atas keputusan pelaku usaha yang besifat mutlak.
Hakim sebagai pemutus yuridis melakukan kegiatan pokoknya dalam
memeriksa maupun mengadili sengketa, oleh sebab itu usaha memberikan
putusan yang memenuhi rasa keadilan bagi konsumen dalam hal perlindungan
konsumen jasa parkir tersebut sudah memenuhi rasa keadilan bagi kalangan
masyarakat yang telah didasari pada pencarian akan keadilan yang substansial.
Perintah untuk menegakkan keadilan sendiri tertera dalam Al-Qur‟an Surat An-
Nisaa ayat 58:
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
66
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.”
Melihat dari berbagai aspek sudut padang, posisi konsumen pada
praktik perlindungan konsumen seringkali memiliki kedudukan yang tidak
seimbang dengan pelaku usaha dalam mempertahankan hak-haknya. Maka dari
itu, hakim dalam mengambil keputusan kepada para pihak yang sedang
bersengketa tetap mempunyai kedaulatan dalam mempertimbangkan suatu
permasalahan hukum konkret yang tidak terlepas dari peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia agar dapat mencapai tujuan hukum yakni
rasa kepastian hukum, keadilan serta kemanfaatan dalam putusan yang diambil.
Pertimbangan hakim pada putusan perkara ini, peneliti menilai jika
keadilan diutamakan dalam pertimbangan hakim untuk memutuskan putusan
ini. Seperti yang diketahui, jika tujuan dari hukum itu sendiri ada tiga yakni
kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Kemudian pertimbangan dari Majelis
Hakim Mahkamah Agung mengenai hukuman ganti rugi yang harus dibayar
oleh pihak pengelola parkir menurut peneliti juga telah cukup untuk memenuhi
rasa keadilan bagi konsumen. Sebab jumlah nilai ganti kerugian yang telah
diputuskan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung telah sesuai dengan tuntutan
gugatan ganti rugi oleh pihak Penggugat pada BPSK yang akhirnya oleh
Majelis Hakim Mahkamah Agung Terggugat yakni pengelola parkir wajib
mengganti biaya ganti kerugian karena kelalaian pihak pengelola parkir
seharga dengan barang yang hilang.
Keputusan dari Mahkamah Agung pada sangketa parkir dengan Nomor
Putusan 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017 menurut analisis peneliti dengan berbagai
teori perlindungan hukum konsumen maupun dalam teori pertanggungjawaban
sudah termasuk dalam putusan akhir yang bersifat menghukum pihak yang
melakukan kelalaian. Pihak yang lalai yakni PT. Nusapala Parkir selaku
pengelola parkir, yang mana pihak pengelola parkir telah terbukti melakukan
67
perbuatan melawan hukum dan diwajibkan ganti rugi kepada konsumen
pengguna jasa parkir tersebut.
Pertimbangan hakim dalam kasus ini, hakim telah memutuskan putusan
hukumnya mengikuti yurisprudensi yang ada mengenai kasus sangketa
konsumen parkir melalui pertimbangannya pada suatu pertanggungjawaban
oleh pihak pengelola parkir kepada konsumen jasa parkir yang mengalami
kerugian yakni kerusakan mobil dan kehilangan barang berharga.
Sesuai dengan Undang-Undang dan ketentuan yang berlaku, maka
menurut peneliti analisis kasus putusan Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017 atas
kasus konsumen H. Mudji Waluyo dengan pengelola parkir yakni PT.
Nusapala Parkir yang menjadi objek pada penelitian kali ini telah memenuhi
ketentuan yang berlaku dan dapat dijadikan landasan atau acuan untuk
kedepannya jika terjadi sangketa antara konsumen dengan pengelola parkir
dikemudian hari dapat menjadi pelajaran agar tidak ada lagi masalah hukum
yang serupa.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab diatas maka peneliti menarik
beberapa kesimpulan yakni sebagai berikut:
1. Pengelola parkir bertanggungjawab memberi ganti rugi kepada konsumen
yang kendaraannya rusak di area parkir yang dikelola oleh PT. Nusapala
Parkir selaku pengelola parkir. Sebab pengelola parkir terbukti perbuatan
melawan hukum dalam perjanjian parkir yang merupakan perjanjian
penitipan barang, dengan kurang kehati – hatiannya serta kelalaian telah
menyebabkan kendaraan milik konsumen rusak, sehingga pengelola
parkir tidak dapat memenuhi prestasinya untuk menyerahkan kembali
kendaraan yang diparkir kepada konsumen seperti semula sebagai
pemilik kendaraan tersebut. Pemberian ganti rugi berupa biaya, rugi dan
bunga. Perintah untuk mengganti rugi ini selain dikuatkan dengan aturan
UUPK dan KUH Perdata, dikuatkan pula dalam yurisprudensi putusan
hakim yang telah in kracht tentang permasalahan parkir ini, diantaranya
Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 124/PK/PDT/2007 antara PT
Securindo Packatama Indonesia selaku pengelola Secure Parking dengan
Anny R. Gultom sebagai konsumen jasa parkir.
2. Putusan perkara antara H. Mudji Waluyo selaku konsumen jasa parkir
dengan pengelola parkir yakni PT. Nusapala Parkir menurut peneliti telah
sesuai undang – undang, yurisprudensi, dan peraturan yang berlaku. Hal
ini telah dikuatkan dengan adanya hubungan hukum antara pengelola
parkir dengan konsumen jasa parkir bahwa hubungan hukum antara
keduanya merupakan perjanjian penitipan barang sebab memenuhi unsur
dalam ketentuan Pasal 1694 KUH Perdata. Hubungan hukum
sebagaimana dimaksud terlihat pada tanda masuk parkir yang merupakan
bukti adanya hubungan hukum antara kedua belah pihak. Pengelola parkir
menerima barang yaitu kendaraan dari konsumen, kemudian pengelola
69
parkir akan menyimpan dan mengembalikan kendaraan tersebut dalam
keadaan seperti semula. Dalam pemeriksaan suatu perkara diperlukan
adanya pembuktian, dimana hasil dari pembuktian tersebut akan
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memutus perkara. Maka
secara hukum, pembuktian yang telah diberikan oleh H. Mudji Waluyo
berdasarkan kwitansi – kwitansinya dapat menjadi bukti bahwa PT.
Nusapala Parkir dianggap telah melanggar ketentuan Pasal 1365, 1366,
1367 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata dan Pasal 4 huruf a, Pasal
18 ayat (1) Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen serta dikuatkan dengan Yurisprudensi terdahulu dalam
putusan 124/PK/PDT/2007 yang menyatakan bahwa pengelola parkir
wajib mengganti rugi kerusakan atau kehilangan kendaraan yang timbul
dari kurangnya pengawasan manajemen pengelola parkir pada lahan
usahanya.
B. Rekomendasi
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan peneliti dalam penelitian terkait
pengalihan tanggung jawab terhadap konsumen jasa parkir maka diperlukan
beberapa revisi terkait pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap konsumen
yakni:
1. Pelaku usaha perparkiran sebaiknya menghapus pencantuman klausula
baku atau pengalihan tanggung jawab pada karcis parkir yang dapat
merugikan kedua belah pihak baik dari sisi konsumen maupun pengelola
parkir. Dengan adanya perlindungan hukum kepada konsumen dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 diharapkan mampu memperkuat
adanya argumen yang menyatakan bahwa pengelola parkir tidak
bertanggung jawab atas kehilangan kendaraan maupun barang didalam
area parkir.
2. Konsumen sebagai pengguna jasa parkir dituntut untuk memahami hak
dan kewajibannya sebelum memanfaatkan barang dan/atau jasa, sebab
konsumen sebagai pengguna jasa parkir turut berperan aktif melakukan
70
kontrol terhadap pelanggaran yang terjadi dengan cara melaporkan
tindakan yang dianggap merugikan kepada dinas terkait.
71
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku – Buku:
Al-Qur‟an Al Karim
Abdul Halim, Barkatullah, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Transaksi E-
Commerce Lintas Negara di Indonesia, FH UII: Press, 2009.
Adji Adisasmit, Sakti, Perencenaan Infrastruktur Transportasi Wilayah,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.
Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Sinar Grafika, 2011.
Apeldoorn L.J. Van, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT. Pradnya Paramita,
1993.
Badrulzaman, Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2001.
Boediono, Herlin, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia: Hukum
Perjanjian Berdasarkan Asas-Asas Wiganti Indonesia, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2000.
Djojodirdjo Moegni, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita,
1979.
Fuady, Munir, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2003.
_____, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek (Buku Keempat), Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2002.
Hamzah, Andi, Kamus Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005.
H.S, Salim, Hukum Kontrak : Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta:
Sinar Grafika, 2006.
Kurniawan, Hukum Perlindungan Konsumen: Problematika Kedudukan dan
Kekuatan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK),
(Universitas Brawijaya: Press, 2011.
Komariah, Edisi Revisi Hukum Perdata, Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang, 2001.
Mariam, Darus Badrulzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat dari
Sudut Perjanjian Baku (Standar), Bandung: Bina Cipta, 1986.
72
______, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001.
Miru, Ahmadi, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di
Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2004.
M.L. Tobing, David, Parkir + Perlindungan Hukum Konsumen, Cetakan Pertama,
Jakarta: Timpani Publishing, 2007.
Mahmud Marzuki, Peter, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, Cet.III, 2007.
______________, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana, 2008.
M. Hadjon, Phillipus, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: PT.
Bina Ilmu, 1987.
Nasution, Az., Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum
Pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1995.
Notoatmojo, Soekidjo, Etika dan Hukum Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Cipta Aditya Bakti, 2000.
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, cet. Ke-2, Bandung: Binacipta,
1978.
Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Sidabalok, Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT
Cipta Aditya Bakti, 2010.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Suatu
Tinjauan Singkat), Jakarta: Rajawali Pers, 2001.
____, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1984.s
Satrio, J, Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Alumni, 1993.
Subekti, Pokok – Pokok Hukum Perdata, Cetakan Ketiga Satu, Jakarta: Intermasa,
2003.
________, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT Intermasa, 2001.
Sutedi, Adrian, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen,
Bogor: Ghalia Indonesia, 2008.
73
Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika, 2003.
Susanto, Happy, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta: Visimedia, 2008.
Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
___________, Efektvitas Hukum dan Penerapan Sanksi, Bandung: CV. Ramadja
Karya, 1988.
Saifullah Wiradipraja, Endang, Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum
Udara Indonesia, Bandung: Eresco, 1991.
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2006.
Triwulan, Titik dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2010.
Tri Siwi Celina Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar
Grafika, 2014.
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Yani, Ahmad, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
B. Perundang – Undangan:
Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: 272/HK.105/DRJD/96
tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir
C. Jurnal
74
Dikara, Tesis: Penerapan Klausula Eksonerasi Dalam Karcis Parkir Pada
Perusahaan Secure Parking Di Jakarta, (Jakarta: Program Magister
Kenotariatan Universitas Indonesia, 2006)
Nizla Rohaya. “Pelarangan Penggunaan Klausula Baku Yang Mengandung
Klausula Eksonerasi Dalam Perlindungan Kosumen.” Dalam Jurnal Hukum
Replik, Volume 6 Nomor 1, Maret. (2018)
Indah Parmitasari, “Hubungan Hukum Antara Pemilik Kendaraan Dengan
Pengelola Parkir”, Jurnal Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jakarta, Vol. 3
Nomor 1 Juni Tahun 2016
M. Nur Rasyid, “Perlindungan Hukum Bagi Hak Konsumen dan Tanggung Jawab
Pelaku Usaha Dalam Perjanjian Transaksi Elektronik”, Syiah Kuala Law
Journal, Volume 1 Nomor 3, Desember (2017)
D. Internet
https://kbbi.web.id/ pada 20 Agustus 2019, Kamus Besar Bahasa Indonsesia
(KBBI) Online, https://kbbi.web.id/kefektifan
http://dishub.jabarprov.go.id/ pada 22 September 2019,
http://dishub.jabarprov.go.id/artikel/view/407.html
http://news.detik.com pada 25 September 2019,
http://news.detik.com/berita/1407260/ma-kehilangan-kendaraan-saat-parkir-
wajib-diganti-pengelola
http://www.nusapalagroup.com/ pada 10 November 2019
http://www.nusapalagroup.com/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=51&Itemid=67
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 1 dari 13 hal Put. Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017
P U T U S A NNomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara perdata khusus sengketa konsumen pada tingkat kasasi
memutus sebagai berikut dalam perkara antara:
PT NUSAPALA PARKIR, diwakili oleh Iwan Kurniawan sebagai
Direkturnya, berkedudukan di Gedung Nuansa Commercial Estate,
Jalan TB. Simatupang Kav. 17, Jakarta Timur 13830, dalam hal ini
memberikan kuasa kepada Tito Agung Prastowo, Karyawan pada PT
Nusapala Parkir, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 4 Januari
2017;
Pemohon Kasasi dahulu Pemohon Keberatan;
L a w a n:
H. MUDJI WALUYO, bertempat tinggal di Jalan Jatisari 4 DU 11,
Nomor 8 RT 003/014, Jakasampurna Bekasi Barat, Kota Bekasi,
dalam hal ini memberikan kuasa kepada Suhardi, S.H., Advokat,
beralamat di Komplek Ruko Bekasi Mas Blok C Nomor 11, Marga
Jaya, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus tanggal 17 Februari 2017;
Termohon Kasasi dahulu Termohon Keberatan;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata sekarang Pemohon
Kasasi dahulu sebagai Pemohon Keberatan telah mengajukan keberatan terhadap
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Bekasi Nomor
05/A/BPSK-BKS/IX/2016, tanggal 30 September 2016, yang amarnya sebagai
berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat selaku pengelola perparkiran telah tidak melakukan
kewajiban hukumnya dengan melanggar Ketentuan Pasal 1365, 1366,
1367 Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan Pasal 4 huruf a, Pasal 18
ayat 1 Undang Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, maka dengan ini dilarang keras mencantumkan klausula baku
dalam menjalankan usahanya;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian materiil yang diderita
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 2 dari 13 hal Put. Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017
Penggugat akibat pencurian di dalam area parkir yang dikelola oleh
Tergugat sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) secara tunai
didepan Majelis BPSK Kota Bekasi;
Bahwa, terhadap amar Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
tersebut, Pemohon Keberatan telah mengajukan keberatan di depan persidangan
Pengadilan Negeri Bekasi yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Tergugat di hukum untuk membayar kerugian materiil yang diderita Penggugat
akibat pencurian di dalam area parkir yang di kelola oleh Tergugat sebesar
Rp20.000.000,00 (dua puluh juta) secara tunai di depan Majelis BPSK Kota
Bekasi. Apabila Majelis mengatakan kerugian materiil artinya kerugian yang
benar-benar di derita oleh Penggugat oleh karena itu kerugian tersebut harus
dapat dibuktikan dengan keadaan yang sebenarnya berdasarkan kwitansi :
Kwitansi Nomor T110 – 2015015396, tanggal 9 Juli 2015 Sejumlah
Rp348.248,00;
Kwitansi Nomor T110 – 2015016259, tanggal09 Juli 2015 Sejumlah
Rp345.248,00;
Pergantian Kaca Belakang Kiri:
Kwitansi Nota Penjualan 26402, tanggal 13 Juli 2015 Sejumlah
Rp390.000,00;
Total Rp1.083.496,00;
Berdasarkan dari kwitansi-kwitansi tersebut kerugian materiil yang diderita oleh
Penggugat adalah sejumlah Rp1.083.496,00 (satu juta delapan puluh tiga ribu
empat ratus sembilan puluh enam rupiah). Artinya majelis BPSK memutuskan
kerugian materiil sebesar Rp20.000.000,00 tidak mempunyai dasar yang kuat;
2. Majelis menyatakan pengelola perparkiran telah melanggar ketentuan Pasal
1365, 1366, 1367 Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan Pasal 4 huruf a
Pasal 18 ayat 1 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen hal ini sangat bertentangan dengan kejadian yang sebenarnya. Jika
kita melihat Pasal 1365 dan 1366 perbuatan melanggar hukum dan membawa
kerugian terhadap orang lain dapat disebabkan kelalaian atau
kesemberonoannya, Tergugat dalam hal ini PT Nusapala Parkir tidak
melakukan kelalaian atau kesemberonoan seperti yang dituduhkan oleh
Penggugat yang dalam gugatannya poin 8 bahwa proses pengrusakan dan
pengangkatan barang-barang curian tersebut telah dibuktikan sendiri oleh
Termohon II/Tergugat II sebagaimana dalam rekaman CCTV dimana pencuri
butuh waktu satu jam, dan terlebih-lebih dinyatakan bahwa Nopol kendaraan
tersebut tidak terdaftar, semestinya sejak masuk kendaraan kedalam area
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 3 dari 13 hal Put. Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017
parker setiap Nopol tersebut terdeteksi dengan tidak terbukanya palang pintu
otomatis, dan atau bagi petugas yang bertugas semestinya langsung
melakukan pengecekan setiap Nopol kendaraan terdaftar atau tidak sehingga
tidak membawa kerugian bagi orang lain;
Menurut hemat kami pengelola parkir tidak mempunyai kewenangan/akses/
kewajiban untuk melakukan pengecekan nomor polisi satu persatu apabila di
haruskan mengecek satu per satu akan mebutuhkan waktu yang sangat lama
dan panjang karena pengecekan nomor polisi adanya di Samsat sedangkan
kami pengelola parkir tidak punya kewenangan untuk itu;
3. Bahwa perlu diketahui pengelolaan parkir berdasarkan Putusan Mahkamah
Agung Nomor 3416/Pdt/1985, dimana Majelis Hakim berpendapat, bahwa
perparkiran merupakan perjanjian penitipan barang, sehingga segala
kehilangan dan kerusakan barang-barang di dalam kendaraan yang tidak
pernah dititipkan ke pengola parkir menjadi tanggung jawab pemilik kendaraan,
oleh karena itu tidak ada penggantian dalam bentuk apapun;
4. Bahwa bedasarkan Pasal 164 HIR menyebutkan bahwa alat bukti dalam
perkara perdata terdiri atas:
Bukti surat/tulisan;
Bukti saksi;
Persangkaan;
Sumpah;
Dan berdasarkan Pasal 1866 Kitab Undang Undang Hukum Perdata alat
pembuktian selain yang tertera didalam Pasal 164 HIR ditambah satu lagi dengan
alat bukti berupa pengakuan. Bahwa gugatan yang di ajukan oleh Penggugat
sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) tidak memiliki dasar alat bukti
yang kuat, semuanya berdasakan asumsi dan tidak bisa dibuktikan secara yuridis;
1. Bahwa Penggugat hanya dapat membuktikan kaca mobil Penggugat pecah dan
biaya penggantiannya sebesar Rp1.083.496,00 (satu juta delapan puluh tiga
ribu empat ratus sembilan puluh enam rupiah). Dan atas kerugian ini pihak
Tergugat bersedia mengganti sejumlah Rp1.083.496,00 (satu juta delapan puluh
tiga ribu empat ratus sembilan puluh enam rupiah);
2. Bahwa Majelis mengambil dasar ganti rugi sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh
juta rupiah) melihat sebagaimana terurai dalam bukti P3, namun telah diketahui
oleh umum untuk melakukan pelaporan polisi tidak membutuhkan biaya apabila
ada biaya yang harus dikeluarkan ke Polisi itu sudah merupakan tindak pidana
korupsi, maka menurut hemat kami uang sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh
juta rupiah) tersebut hanya akal-akalan si Penggugat untuk mencari keuntungan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 4 dari 13 hal Put. Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017
dari peristiwa ini;
3. Bahwa telah pernah diajukan ke muka persidangan di pengadialan negeri
Jakarta pusat dalam perkara Nomor 33/Pdt.G/2004/PN Jkt.Pst, sebagaimana
kami kutip dari buku yang ditulis oleh David M.L.Tobing, S.H., M.Kn., yang
berjudul Parkir Dan Perlindungan Hukum konsumen, yang pertimbangan hukum
putusan tersebut menyebutkan:
“Hakim menilai bahwa tanggung jawab Tergugat selaku pengelola parkir
terbatas pada hal pergantian pecahnya kaca mobil sedangkan kehilangan
barang-barang yang ada di dalam mobil tidak merupakan tanggung jawab
Tergugat karena Penggugat tidak pernah menitipkan barang-barang yang ada di
dalam mobil. Dalam hal kehilangan barang-barang yang ada di dalam mobil
adalah menjadi tanggung jawab pemilik barang, Karena pada saat memarkirkan
mobilnya, Tergugat tidak menitipkan atau melaporkan kepada petugas parkir
tentang adanya barang-barang dalam mobil, juga tidak adil apabila adanya
kehilangan barang yang ada dalam mobil (yang nota bene barang-barang
tersebut tidak di titipkan pada petugas), lalu menjadi tanggung jawab pengelola
parkir”;
Maka berdasarkan penjelasan di atas, yang menjadi tanggung jawab
pengelola parkir adalah menjaga keutuhan mobil, tidak termasuk barang-barang
yang ada di dalamnya sebagaimana yang telah kami jelaskan di atas;
Bahwa dari penjelasan kami di atas kami menganggap putusan tersebut di
ambil dari hasil tipu muslihat yang di lakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan sengketa sesuai dengan Pasal 70 huruf c Undang Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelasaian Sengketa;
Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas Pemohon Keberatan
mohon agar Pengadilan Negeri Bekasi memberikan putusannya dengan menerima
permohonan banding dan menyatakan atau merubah Putusan Arbitrase Nomor
05/A/BPSK-BKS/IX/2016, sesuai dengan bukti-bukti riil atau kerugian materiil yang
diderita oleh Penggugat sebesar Rp1.083.496,00 (satu juta delapan puluh tiga ribu
empat ratus sembilan puluh enam rupiah);
Bahwa terhadap keberatan tersebut di atas, Termohon Keberatan
mengajukan eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut:
A.1. Permohonan Keberatan Pemohon Kabur/Tidak Jelas;
Permohonan pembatalan terhadap putusan BPSK ini haruslah dinyatakan
sebagai permohonan yang kabur/tidak jelas dan saling bertentangan satu
sama lain, karena permohonan ini diajukan oleh Nusapala Parking, akan tetapi
dalam permohonannya tersebut tidak secara spesifik menjelaskan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 5 dari 13 hal Put. Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017
kedudukannya, apakah sebagai Penggugat atau Pembantah atau sebagai
Pemohon, apabila dicermati dari dalil posita Nusapala Parking mencerminkan
kepada sebuah gugatan baru sama sekali tidak mencerminkan dalil-dalil
keberatan, sedangkan perkara yang diajukan sekarang ini adalah
Permohonan Keberatan atas Putusan BPSK sebagaimana dapat dilihat dari
perihal surat dengan tegas menyatakan Permohonan tentang Pembatalan
Arbitrase Putusan Nomor 05/A/BPSK-BKS/IX/2016, bukan sebuah gugatan
baru. Apabila Nusapala Parking tetap menyebut dirinya sebagai Tergugat hal
tersebut tidak dapat dibenarkan karena perkara ini adalah permohonan
Keberatan semestinya Nusapala Parking adalah sebagai Pemohon tidak
dapat menyebut dirinya masih sebagai Tergugat dalam perkara ini sehingga
seolah-olah yang mengajukan perkara ini ke Pengadilan Negeri Bekasi adalah
Mudji Waluyo. Di samping itu dalil posita dan petitum tidak saling mendukung
satu sama lain bahkan saling bertolak belakang sehingga tidak mencerminkan
sebuah Permohonan Keberatan atas Putusan BPSK. Untuk itu permohonan
semacam ini haruslah ditolak untuk seluruhnya;
A.2. Permohonan Pembatalan Yang Diajukan Nusapala Parking Tidak Memenuhi
Syarat Pembatalan;
Bahwa Keberatan Pemohon tidak memenuhi syarat pembatalan dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (3) Perma Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengajuan Keberatan terhadap Putusan BPSK, yang berbunyi:
(1)...............;
(2)...............;
(3) Keberatan terhadap putusan arbitrase BPSK dapat diajukan apabila
memenuhl persyaratan pembatalan putusan arbitrase sebagaimana
diatur dalam pasa/ 70 Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbltrase dan Alternatif Penyelesalan Sengketa, yaitu:
a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah
putusan dijatuhkan, diakul palsu atau dinyatakan palsu;
b. Setelah putusan arbltrase BPSK ditemukan dokumen yang berslfat
rnenentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan, atau;
c. Putusan diambil dan hasil tipu musilhat yang dilakukan oleh salah satu
plhak dalam pemeriksaan sengketa;
Bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Perma Nomor 1 Tahun 2006
Pasal 6 ayat (3) a quo adalah bersifat imperatif. Bahwa permohonan
keberatan yang diajukan Pemohon sama sekali tidak menunjuk dasar
pembatalan yang dimohonkan sebagaimana yang diatur secara limitatif
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 6 dari 13 hal Put. Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017
imperatif dalam Perma a quo;
Bahwa, terhadap keberatan tersebut, Pengadilan Negeri Bekasi telah
memberikan Putusan Nomor 547/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN Bks., tanggal 22
Desember 2016 yang amarnya sebagai berikut:
1. Menyatakan permohonan Tergugat/Pemohon Keberatan tidak dapat diterima
(niet ontvankelijk verklaard);
2. Menghukum Tergugat/Pemohon Keberatan untuk membayar ongkos perkara
sejumlah Rp326.000,00 (tiga ratus dua puluh enam ribu rupiah);
Menimbang, bahwa Putusan Pengadilan Negeri Bekasi tersebut telah
diucapkan dengan hadirnya Pemohon Keberatan pada tanggal 22 Desember 2016,
terhadap putusan tersebut, Pemohon Keberatan melalui kuasanya berdasarkan
Surat Kuasa Khusus tanggal 4 Januari 2017, mengajukan permohonan kasasi
pada tanggal 4 Januari 2017, sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi
Nomor 547/Pdt.Sus.BPSK/2016/PN Bks, juncto Nomor 1/Akta.K/2017/PN Bks,
yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Bekasi, permohonan tersebut diikuti
dengan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bekasi
pada tanggal 16 Januari 2017;
Bahwa memori kasasi telah disampaikan Termohon Keberatan pada
tanggal 14 Februari 2017, kemudian Termohon Keberatan mengajukan kontra
memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bekasi pada
tanggal 22 Februari 2017;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta keberatan-
keberatannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan
dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang,
oleh karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima;
Menimbang, bahwa keberatan-keberatan kasasi yang diajukan oleh
Pemohon Kasasi dalam memori kasasinya adalah:
1. Judex Facti Telah Lalai Memenuhi Syarat-Syarat Yang Diwajibkan Oleh
Peraturan Perundang-undangan;
Pertimbangan Judex Facti/Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri
Bekasi Nomor 547/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN Bks, tanggal 22 Desember 2016,
halaman 13, berbunyi sebagai berikut:
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas Tito Agung Prastowo
yang mengatasnamakan sebagai Manager PT Nusapala Parkir sebagai Pihak
Pemohon Keberatan dalam perkara a quo tidak mempunyai kualitas sebagai
pemohon dengan alasan sebagaimana dipertimbangkan di atas;
Menimbang, bahwa yang berhak untuk mewakili di persidangan Pengadilan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 7 dari 13 hal Put. Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017
adalah Direktur PT Nusapala Parkir atau orang yang telah mendapat Surat
Kuasa Khusus dari Direktur PT Nusapala Parkir sebagaimana yang dilakukan
PT Nusapala Parkir sebagai pihak Tergugat pada saat digugat di BPSK Kota
Bekasi;
Bahwa Pasal 4 ayat (2) Undang Undang Nomor 48 tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman menyebutkan: “Pengadilan membantu pencari keadilan
dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat
tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan”;
Bahwa Pasal 4 ayat (15) Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor
215/KMA/SK/XII/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pedoman Perilaku Hakim
menyebutkan: “Hakim harus membantu para pihak dan berusaha mengatasi
segala hambatan dan rintangan untuk mewujudkan peradilan yang sederhana,
cepat dan biaya ringan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”;
Bahwa disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang Undang Nomor 48 tahun
2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman tersebut di atas Pengadilan membantu
pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan,
dimana Pengadilan yang dimaksud meliputi setiap elemen dalam pengadilan itu
sendiri mulai dari administrasi pendaftaran, kepaniteraan, dan bahkan hakim
dan didukung pula oleh Pasal 4 ayat (15) Keputusan Ketua Mahkamah Agung
RI Nomor 215/KMA/SK/XII/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pedoman
Perilaku Hakim. Namun dalam perkara a quo, Pemohon Kasasi/Pemohon
Keberatan/Tergugat sebagai awam hukum yang tidak menggunakan jasa
bantuan hukum tidak mendapat bantuan dari pengadilan terutama Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Bekasi dalam perkara a quo untuk mendapatkan
penjelasan maupun arahan mengenai kelengkapan administrasi dalam
mengajukan suatu Permohonan Keberatan;
Bahwa di awal persidangan, Judex Facti tidak menanyakan dan meminta legal
standing dan memeriksa kelengkapan berkas administrasi dari para pihak
sehingga Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan/Tergugat beranggapan bahwa
tidak ada masalah dalam legal standing dan kelengkapan berkas administrasi.
Menurut Pemohon Kasasi, Judex Facti dalam persidangan harus meneliti
kembali kelengkapan administrasi berkas perkara termasuk di dalamnya legal
standing para pihak, apabila dilihat oleh Majelis Hakim terdapat kekurangan
dalam hal administrasi maupun berkas perkara, Majelis Hakim harus
memberitahukan dan menyarankan kepada pihak dalam hal ini Pemohon
Kasasi/Pemohon Keberatan/Tergugat yang masih kekurangan kelengkapan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 8 dari 13 hal Put. Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017
administrasi maupun berkas perkara tersebut untuk memperbaiki atau
menyempurnakan Permohonan Keberatannya sebelum memeriksa pokok
perkara;
Bahwa Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan/Tergugat tidak dapat
mengajukan Permohonan Keberatan yang baru terhadap tidak diterimanya
Permohonan Keberatan Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan/Tergugat
sebelumnya oleh karena apabila Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan/
Tergugat mengajukan Permohonan Keberatan yang baru maka telah
melanggar ketentuan jangka waktu maksimal pengajuan keberatan adalah 14
hari sesuai ketentuan Pasal 56 ayat (2) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 5 ayat (1) PERMA Nomor 1 tahun
2006;
Bahwa Judex Facti mengetahui ketentuan tersebut di atas seharusnya
membantu pencari keadilan dalam hal ini Pemohon Kasasi/Pemohon
Keberatan/Tergugat yang memiliki kekurangan administrasi dalam mengajukan
Permohonan Keberatan dengan memberi arahan untuk menyempurnakan
Permohonan Keberatannya tersebut;
Bahwa telah menjadi kebiasaan Majelis Hakim untuk memeriksa kembali
kelengkapan berkas administrasi perkara namun hal tersebut tidak dilakukan
oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bekasi dalam perkara a quo sehingga
dapat dikatakan bahwa Judex Facti telah lalai memenuhi syarat-syarat yang
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dalam hal ini Pasal 4 ayat (2)
Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman untuk
membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan
rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya
ringan dan oleh karena itu Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor
547/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN.Bks, tanggal 22 Desember 2016 sepatutnya
dibatalkan;
2. Judex Facti Diambil Dari Hasil Tipu Muslihat Yang Dilakukan Oleh Salah Satu
Pihak Dalam Pemeriksaan Sengketa;
Bahwa Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan/Tergugat mendasarkan
Permohonan Keberatan pada Pasal 6 ayat (3) Perma Nomor 1 Tahun 2006
tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen yang berbunyi sebagai berikut:
Keberatan terhadap putusan arbitrase BPSK dapat diajukan apabila memenuhi
persyaratan pembatalan putusan arbitrase sebagaimana diatur dalam Pasal 70
Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 9 dari 13 hal Put. Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017
Penyelesaian Sengketa, yaitu:
a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan
dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;
b. Setelah putusan arbitrase BPSK diambil ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau
c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak
dalam pemeriksaan sengketa;
Bahwa dalam Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Bekasi
Nomor 05/A/BPSK-BKS/IX/2016, tanggal 30 September 2016 telah nyata
terdapat tipu muslihat yang dilakukan oleh Termohon Kasasi/ Termohon
Keberatan/Penggugat dengan mengajukan dalil sebagaimana tertuang dalam
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Bekasi Nomor
05/A/BPSK-BKS/IX/2016, tanggal 30 September 2016 halaman 6 Nomor 13
alinea 1 yang bunyinya sebagai berikut:
“Tuntutan tersebut sangat beralasan demi hukum sebagaimana diperkuat
Yurisprudensi tetap MARI Nomor 3416/Pdt/1985 yang kaedahnya berbunyi
bahwa “perparkiran adalah perjanjian penitipan barang. Dengan demikian,
kehilangan kendaraan atau barang berharga lainnya adalah tanggung jawab
sepenuhnya pengelola parkir”;
Bahwa hal tersebut jelas terlihat sebagai tipu muslihat yang dilakukan oleh
Termohon Kasasi/Termohon Keberatan/Penggugat dengan menambahkan
sendiri bunyi Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 3416/Pdt/1985 yang
hanya berbunyi, “perparkiran merupakan perjanjian penitipan barang”;
Bahwa hilangnya kendaraan milik konsumen dalam lingkungan parkir milik
Pelaku Usaha Parkir jelas berbeda dengan hilangnya barang berharga yang
disimpan oleh Konsumen dalam kendaraan yang dititipkan kepada Pelaku
Usaha Parkir karena “barang” yang dititipkan oleh Konsumen kepada Pelaku
Usaha Parkir sesuai Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 3416/Pdt/1985
adalah kendaraan, tidak termasuk barang apapun yang berada di dalam
kendaraan yang jelas-jelas tidak diketahui oleh pelaku usaha parkir dan tidak
beritahukan oleh konsumen itu sendiri sehingga tidak termasuk dalam obyek
perjanjian penitipan barang;
Bahwa Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan/Tergugat telah memberikan
himbauan sebagaimana menjadi Pertimbangan Majelis Arbitrase BPSK dalam
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Bekasi Nomor
05/A/BPSK-BKS/IX/2016, tanggal 30 September 2016 halaman 13 terhadap
pengguna jasa parkir berupa rambu himbauan yang salah satunya berbunyi
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 10 dari 13 hal Put. Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017
“Segala kehilangan dan kerusakan barang-barang di dalam kendaraan menjadi
tanggung jawab pemilik kendaraan, tidak ada penggantian dalam bentuk
apapun”;
Bahwa himbauan tersebut di atas telah jelas menghilangkan tanggung jawab
Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan/Tergugat sebagai Pelaku Usaha
Perparkiran dan bukanlah merupakan Klausula Baku seperti yang disampaikan
dalam Pertimbangan Judex Facti/Majelis Arbitrase BPSK dalam Putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Bekasi Nomor 5/A/BPSK-BKS/IX/2016
tanggal 30 September 2016 karena Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan/
Tergugat dalam hal ini PT Nusapala Parkir merupakan Perusahaan yang
bergerak dalam usaha jasa perparkiran yang meliputi pengelolaan perparkiran
kendaraan, penyediaan perlengkapan usaha perparkiran dan konsultasi bidang
parkir dimana dalam usaha jasa pengelolaan perparkiran kendaraan yang
menjadi obyek dari usaha tersebut adalah kendaraan yang diparkir dalam
lingkungan parkir milik Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan/Tergugat
sehingga sangat keliru apabila menganggap barang yang terdapat di dalam
kendaraan yang diparkir dalam lingkungan parkir Pemohon Kasasi menjadi
tanggung jawab Pemohon Kasasi;
Bahwa barang-barang di dalam kendaraan adalah menjadi tanggung jawab
pemilik kendaraan, Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan/Tergugat tidak
bertanggung jawab terhadap barang-barang yang disimpan di dalam kendaraan
oleh pemilik kendaraan dan hal tersebut bukanlah klausula baku, melainkan
Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan/Tergugat akan sangat bertanggung
jawab apabila terjadi kehilangan dan atau kerusakan kendaraan konsumen;
Bahwa Judex Facti/Majelis Arbitrase BPSK dalam amar Putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Bekasi Nomor 05/A/BPSK-
BKS/IX/2016, tanggal 30 September 2016 menghukum Pemohon Kasasi/
Pemohon Keberatan/Tergugat untuk membayar kerugian materiil yang diderita
Termohon Kasasi/Termohon Keberatan/Penggugat akibat pencurian di dalam
area parkir yang dikelola oleh Pemohon dahulu sebagai Tergugat sebesar
Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) secara tunai di depan Majelis BPSK
Kota Bekasi;
Bahwa Judex Facti sangat tidak berdasar dalam membuat amar putusan
dikarenakan Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan/Tergugat selaku pelaku
usaha perparkiran hanya bertanggung jawab terhadap kendaraan Termohon
Kasasi/Termohon Keberatan/Penggugat, tidak termasuk barang yang berada di
dalam kendaraan, oleh karena hal tersebut seharusnya Pemohon
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 11 dari 13 hal Put. Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017
Kasasi/Pemohon Keberatan/Tergugat bertanggung jawab hanya terhadap
kerusakan kendaraan Termohon sesuai kerugiaan materiil yang diderita
Termohon Kasasi/Termohon Keberatan/Penggugat dengan memberikan ganti
rugi biaya perbaikan kendaraan sesuai dengan kwitansi perbaikan kendaraan
yang telah diberikan oleh Termohon Kasasi/Termohon Keberatan/Penggugat
(P-2, P-3, P-4) sejumlah Rp1.083.496,00 (satu juta delapan puluh tiga ribu
empat ratus sembilan puluh enam rupiah);
Bahwa oleh karena adanya tipu muslihat yang dilakukan oleh Termohon
Kasasi/Termohon Keberatan/Penggugat tersebut telah mendorong Judex
Facti/Majelis Arbitrase BPSK yang memeriksa, mengadili, dan memberikan
putusan dalam Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Bekasi
Nomor 05/A/BPSK-BKS/IX/2016, tanggal 30 September 2016 untuk
memutuskan bahwa kehilangan barang berharga yang disimpan dalam
kendaraan pengguna jasa perparkiran (Termohon) dan dititipkan kepada pelaku
usaha parkir (Pemohon) turut menjadi tanggung jawab pelaku usaha parkir
dalam hal ini Pemohon maka sudah sepatutnya putusan tersebut dibatalkan;
Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah
Agung berpendapat:
bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah
meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 13 Januari 2017 dan kontra
memori kasasi tanggal 22 Februari 2017 dihubungkan dengan pertimbangan Judex
Facti, dalam hal ini Pengadilan Negeri Bekasi tidak salah menerapkan hukum
dengan pertimbangan sebagai berikut:
Bahwa alasan-alasan tersebut berisi pokok perkara yang belum
dipertimbangkan oleh Judex Facti sehingga tidak relevan, karena itu harus ditolak;
Lagi pula putusan Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, dengan
pertimbangan sebagai berikut:
a. Bahwa sesuai Ketentuan Pasal 98 Undang Undang Perseroan Terbatas juncto
Pasal 12 dan 20 Akta Pendirian PT Nusapala Parkir pihak yang berhak
mewakili Pemohon adalah Direksi;
b. Bahwa sesuai dengan Akta Pendirian PT Nusapala Parkir, Ternyata Tuan Tito
Agung Praswoto adalah Manajer bukan Direksi PT Nusapala Parkir;
c. Bahwa karena itu telah benar sebagaimana dipertimbangkan oleh Judex Facti
bahwa Pemohon Kasasi tidak memiliki kualitas untuk mengajukan permohonan
a quo;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata
bahwa Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor 547/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 12 dari 13 hal Put. Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017
Bks, tanggal 22 Desember 2016, dalam perkara ini tidak bertentangan dengan
hukum dan/atau undang-undang, oleh karena itu permohonan kasasi yang
diajukan oleh Pemohon Kasasi PT NUSAPALA PARKIR tersebut harus ditolak;
Menimbang, bahwa karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/
Pemohon Keberatan ditolak, maka Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan harus
dihukum untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi ini;
Memperhatikan, Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang Undang
Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor 3
Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;
M E N G A D I L I:
1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT NUSAPALA PARKIR
tersebut;
2. Menghukum Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan untuk membayar biaya
perkara pada tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar Rp500.000,00 (lima ratus
ribu rupiah);
Demikian diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim pada hari
Senin, tanggal 15 Mei 2017 oleh Syamsul Ma’arif, S.H., LL.M., Ph.D., Hakim
Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, I
Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H., dan Sudrajad Dimyati, S.H., M.H., Hakim-
Hakim Agung, masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan tersebut
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua dengan
dihadiri oleh Para Hakim Anggota tersebut dan Febry Widjajanto, S.H., M.H.,
Panitera Pengganti tanpa dihadiri oleh Para Pihak.
Hakim-Hakim Anggota: Ketua Majelis,
Ttd. Ttd.
I Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H. Syamsul Ma’arif, S.H., LL.M., Ph.D.
Ttd.
Sudrajad Dimyati, S.H., M.H.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 13 dari 13 hal Put. Nomor 458 K/Pdt.Sus-BPSK/2017
Panitera Pengganti,
Ttd.
Febry Widjajanto, S.H., M.H.
Biaya-biaya:1. M e t e r a i…………….. Rp 6.000,002. R e d a k s i…………….. Rp 5.000,003. Administrasi kasasi……….. Rp489.000,00
Jumlah………………........... Rp500.000,00
Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG RI
Atas nama Panitera
Panitera Muda Perdata Khusus,
RAHMI MULYATI, SH.,MH
NIP. 195912071985122002
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
top related