Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan Pemasangan Gigi Tiruan Cekat Pada Tukang Gigi Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Wulan Ariana Lestari, Heri Tjandrasari, Wahyu Andrianto Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Kekhususan Hukum Tentang Kegiatan Ekonomi [email protected]Abstrak Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi konsumen jasa pembuatan dan pemasangan gigi tiruan cekat pada tukang gigi. Dengan meninjau mengenai tanggung jawab tukang gigi dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Undang- Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, dan Peraturan Menteri Kesehatan terkait pekerjaan tukang gigi, serta upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen yang dirugikan akibat komplikasi pasca perawatan pada tukang gigi. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan desain penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menyarankan dilakukan pembinaan dan pengawasan oleh dinas kesehatan terkait serta pentingnya dilakukan edukasi kepada masyarakat agar tidak terjebak pada dilema perawatan yang tidak sesuai standar. Kata kunci: perlindungan konsumen, tukang gigi, gigi tiruan cekat. Law Protection For Consumer Making and Installation Services of Permanent Denture By Dental Worker According to the Consumer Protection Act No. 8 of 1999 and the Health Act No. 36 of 2009 Abstract This thesis discusses about legal protection for consumers services making and installation of permanent denture by dental worker. With the review of the responsibilities of salesman in the Consumer Protection Act No. 8 of 1999, the Health Act Number 36 of 2009, and the regulation of the Minister of health related dental worker. Research conducted is normative legal research in descriptive research. The results of this research suggest that the education to society about dental health is important and also dental worker need to controlled by the Department of health. Keywords: consumers protection, dental worker, denture. Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014
21
Embed
Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan Pemasangan Gigi Tiruan Cekat Pada Tukang Gigi Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dan Undang-Undang
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009
Wulan Ariana Lestari, Heri Tjandrasari, Wahyu Andrianto
Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Kekhususan Hukum Tentang Kegiatan Ekonomi
Abstrak Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi konsumen jasa pembuatan dan pemasangan gigi tiruan cekat pada tukang gigi. Dengan meninjau mengenai tanggung jawab tukang gigi dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, dan Peraturan Menteri Kesehatan terkait pekerjaan tukang gigi, serta upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen yang dirugikan akibat komplikasi pasca perawatan pada tukang gigi. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan desain penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menyarankan dilakukan pembinaan dan pengawasan oleh dinas kesehatan terkait serta pentingnya dilakukan edukasi kepada masyarakat agar tidak terjebak pada dilema perawatan yang tidak sesuai standar.
Kata kunci: perlindungan konsumen, tukang gigi, gigi tiruan cekat.
Law Protection For Consumer Making and Installation Services of Permanent Denture By Dental Worker According to the Consumer
Protection Act No. 8 of 1999 and the Health Act No. 36 of 2009
Abstract
This thesis discusses about legal protection for consumers services making and installation of permanent denture by dental worker. With the review of the responsibilities of salesman in the Consumer Protection Act No. 8 of 1999, the Health Act Number 36 of 2009, and the regulation of the Minister of health related dental worker. Research conducted is normative legal research in descriptive research. The results of this research suggest that the education to society about dental health is important and also dental worker need to controlled by the Department of health.
Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014
konsumennya dalam satu kali kunjungan. Namun, untuk satu set gigi tiruan lepasan
biasanya dilakukan pemesananan terlebih dahulu sebelum dipasangkan dalam rongga
mulut konsumennya.11
5) Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain.
Unsur yang diletakkan dalam definisi konsumen mencoba untuk memperluas
pengertian kepentingan yang tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi
juga diperuntukkan bagi orang di luar diri sendiri dan keluarga, bahkan makhluk hidup
lain. Terkait dengan penerima jasa pembuatan dan pemasangan gigi tiruan, termasuk dalam
pemanfaat jasa untuk kepentingan diri sendiri karena peruntukkan gigi tiruan yang
dipakainya memang untuk dirinya sendiri (bersifat individual), yakni gigi tiruan tersebut
dicetak berdasarkan ukuran dan bentuk gigi konsumennya.
6) Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan.
Hal tersebut lebih mempertegas lagi pengertian konsumen dalam UUPK, yaitu
konsumen akhir.12 Dalam hal penerima jasa pembuatan dan pemasangan gigi tiruan, gigi
tiruan cekat yang dipasangkan dalam rongga mulut konsumen tukang gigi merupakan
barang yang tidak untuk diperdagangkan kepada orang lain karena peruntukkannya yang
bersifat individual bagi sang pemakai karena gigi tiruan tersebut tercetak sesuai dengan
bentuk dan ukuran konsumennya.
Dengan demikian, penerima jasa pemasangan gigi tiruan merupakan konsumen bagi tukang
gigi karena memenuhi unsur dalam Pasal 1 angka 2 UUPK.
Tukang Gigi Sebagai Pelaku Usaha
Untuk dapat dikatakan sebagai pelaku usaha, tukang gigi harus memenuhi unsur-unsur
dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pasal 1 angka 3 UUPK
memberikan definisi pelaku usaha yang berbunyi: “Pelaku usaha adalah setiap orang
perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum
yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan
11Wawancara dengan seorang tukang gigi (SA) di wilayah Ciracas, Jakarta Timur. Wawancara dilakukan
pada 2 Mei 2014 pukul 09.45 WIB. 12Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, op.cit., hlm. 4.
Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014
usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. Berikut penjabaran unsur dalam Pasal 1 angka 3
UUPK:
1. Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik badan hukum maupun bukan badan
hukum.
Subjek hukum yang diatur dalam UUPK dapat berupa orang perseorangan atau badan
usaha. Dalam hal ini, tukang gigi tergolong dalam subjek orang perseorangan karena
melakukan kegiatan usahanya secara mandiri. Contohnya, dalam papan jasa sebuah praktik
tukang gigi bertuliskan “Tukang Gigi (Z)”, memiliki maksud bahwa (Z) adalah tukang gigi
yang akan menangani pembuatan dan pemasangan gigi tiruan konsumennya.
2. Didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara
Republik Indonesia.
Pelaku usaha yang diatur dalam UUPK merupakan pelaku usaha yang didirikan
dan berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Dari hasil pengamatan
Penulis, tukang gigi sering dijumpai membuka praktiknya di pinggir jalan, khususnya di
wilayah Jakarta. Dengan demikian, praktik tukang gigi didirikan dan berkedudukan atau
melakukan melakukan kegiatan usaha di wilayah hukum negara Republik Indonesia.
3. Sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi.
UUPK mengatur bahwa usaha yang dilakukan oleh seseorang atau badan usaha,
harus dilakukan secara sendiri ataupun bersama-sama. Dalam hal ini, tukang gigi
melakukan kegitaan usahanya secara sendiri karena praktik tukang gigi bukanlah badan
usaha. Selain itu, tukang gigi juga mendapatkan imbalan yang biasanya berupa uang dari
konsumennya sebagai hasil dari barang dan/atau jasa yang diberikan kepada konsumennya
sebagai bentuk menyelenggarakan kegiatan dalam bidang ekonomi. Berdasarkan
wawancara Penulis dengan seorang tukang gigi di Jakarta, berawal dari pengetahuan yang
diajarkan sanak saudaranya, tukang gigi biasanya langsung membuka praktik secara
mandiri di depan rumahnya. Namun, di Jakarta terdapat perkumpulan tukang gigi yang
diberi nama Asosiasi Tukang Gigi Mandiri (Astagiri) di mana untuk menjadi anggota
Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014
Astagiri harus mendaftarkan diri sebagai tukang gigi. Kemudian, tukang gigi yang
bersangkutan akan mendapatkan izin dari Astagiri untuk berpraktik sebagai tukang gigi.13
Dengan demikian, tukang gigi dapat dikatakan sebagai pelaku usaha karena memenuhi unsur
dalam Pasal 1 angka 3 UUPK.
Hak-Hak Konsumen
Hak konsumen menurut ketentuan UUPK, antara lain:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa.
Hak ini dimaksudkan untuk menjamin kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen dalam penggunaan barang dan/atau jasa yang diperolehnya
sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) apabila
mengonsumsi suatu produk. Misalnya, konsumen membeli suplemen makanan dengan
tujuan meningkatkan stamina, bukan menambah keluhan penyakit akibat suplemen
kadaluarsa.
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
Hak untuk memilih dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada
konsumen untuk memilih produk-produk tertentu sesuai dengan kebutuhannya, tanpa ada
tekanan dari pihak luar. Berdasarkan hak untuk memilih ini pula konsumen berhak
memutuskan untuk membeli atau tidak terhadap suatu produk, demikian pula keputusan
untuk memilih baik kualitas maupun kuantitas jenis produk yang dipilihnya. Hak memilih
yang dimiliki oleh konsumen ini hanya ada jika ada alternatif pilihan dari jenis produk
tertentu karena jika suatu produk dikuasai secara monopoli oleh suatu produsen (baik
barang maupun jasa), atau dengan kata lain tidak ada pilihan lain, maka dengan
sendirinya hak untuk memilih ini tidak akan berfungsi.
Selain itu, konsumen juga diberi hak untuk mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Hak ini
dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat permainan harga secara
tidak wajar. Karena dalam keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga suatu
13Wawancara dengan seorang tukang gigi (SA) di wilayah Ciracas, Jakarta Timur. Wawancara dilakukan
pada 2 Mei 2014 pukul 09.45 WIB.
Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014
barang yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang
dan/atau jasa yang diperolehnya.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa.
Hak atas informasi ini sangat penting, karena tidak memadainya informasi
yang disampaikan kepada konsumen ini dapat juga merupakan salah satu bentuk cacat
produk, yaitu yang dikenal dengan cacat instruksi atau cacat karena informasi yang tidak
memadai. Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen dapat
memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk karena dengan informasi
tersebut, konsumen dapat memilih produk yang diinginkan atau sesuai kebutuhannya
serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk.
Informasi yang merupakan hak konsumen tersebut di antaranya adalah
mengenai manfaat atau kegunaan produk; efek samping atas penggunaan produk; tanggal
kadaluwarsa; serta identitas produsen dari produk tersebut. Informasi tersebut dapat
disampaikan baik secara lisan, maupun secara tertulis, baik yang dilakukan dengan
mencantumkan pada label yang melekat pada kemasan produk, maupun melalui iklan-
iklan yang disampaikan oleh produsen, baik melalui media cetak maupun media
elektronik.
Informasi ini dapat memberikan dampak yang signifikan untuk meningkatkan
efisiensi dari konsumen dalam memilih produk serta meningkatkan kesetiaannya
terhadap produk tertentu, sehingga akan memberikan keuntungan bagi perusahaan yang
memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian, pemenuhan hak ini akan menguntungkan
baik konsumen maupun produsen.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
Hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak dirugikan
lebih lanjut, atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Hak ini dapat berupa
pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila
informasi yang diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai, pengaduan atas
adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu produk, atau berupa
pernyataan atau pendapat tentang suatu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan
kepentingan konsumen. Hak ini dapat disampaikan baik secara perorangan, maupun
Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014
secara kolektif, baik yang disampaikan secara langsung maupun diwakili oleh suatu
lembaga tertentu, misalnya melalui Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut. Hak ini tentu saja dimaksudkan untuk memulihkan
keadaan konsumen yang telah dirugikan akibat penggunaan produk dengan menempuh
jalur hukum.
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ini dimaksudkan agar konsumen
memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari
kerugian akibat penggunaan produk. Dengan pendidikan konsumen, diharapkan
konsumen akan dapat menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang
dibutuhkan.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif,
misalnya setiap orang mendapatkan layanan jasa rumah sakit tanpa dibedakan
berdasarkan suku, agama, maupun ras.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya.
Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang
telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang atau jasa yang
tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini sangat terkait dengan penggunaan produk
yang telah merugikan konsumen, baik yang berupa kerugian materil, maupun kerugian
yang menyangkut diri (sakit, cacat, bahkan kematian) konsumen. Untuk merealisasikan
hak ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu, baik yang diselesaikan secara damai (di
luar pengadilan) maupun yang diselesaikan melalui pengadilan.
Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.14 Yang
termasuk dalam hak ini yakni, misalnya, hak untuk memperoleh kebutuhan hidup dan hak
memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.15
Dari kesembilan butir hak konsumen di atas dapat dilihat bahwa masalah kenyamanan,
keamanan dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam
perlindungan konsumen. Barang dan/atau jasa yang penggunaannya tidak memberikan
kenyamanan, terlebih lagi tidak aman atau membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak
layak untuk diperjualbelikan dalam masyarakat. Selanjutnya, untuk menjamin kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan konsumen, maka konsumen diberi hak untuk memilih barang
dan/atau jasa yang dikehendakinya berdasarkan atas keterbukaan informasi yang benar, jelas,
dan jujur. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan maka konsumen berhak untuk
didengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi hingga ganti
rugi.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian
yang alat pengumpul datanya adalah studi dokumen dan wawancara. Dengan demikian,
peneliti berusaha untuk mengumpulkan sebanyak mungkin bahan kepustakaan mengenai
hukum perlindungan konsumen dan hukum kesehatan, disamping itu juga menggunakan
pendapat para ahli yang tersebar dalam berbagai buku dan bahan lainnya. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri atas:
1. Bahan hukum primer
Penulis menggunakan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
perlindungan hukum bagi konsumen jasa pembuatan dan pemasangan gigi tiruan pada
tukang gigi seperti Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999,
Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
53/DPK/I/K/69 Tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Menjalankan Pekerjaan Tukang
Gigi, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989 Tentang Pekerjaan
Tukang Gigi, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011 Tentang
14 Indonesia (3), Undang-‐Undang Perlindungan Konsumen, op.cit., Pasal 4. 15 Ahmadi Miru, Prinsip-‐Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Ed. 1, cet. 2,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 111.
Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014
Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989 Tentang
Pekerjaan Tukang Gigi, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 026 Tahun 2012 Tentang
Perubahan Atas Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1871/MENKES/PER/IX/2011 Tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
339/MENKES/PER/V/1989 Tentang Pekerjaan Tukang Gigi.
2. Bahan hukum sekunder
Penulis menggunakan bahan-bahan yang akan memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer berupa buku-buku, artikel, skripsi, serta data-data lainnya yang
mendukung penyusunan skripsi ini. Penulis menggunakan bahan hukum sekunder berupa
buku-buku mengenai hukum perlindungan konsumen dan hukum kesehatan, seperti buku
Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar karya AZ Nasution, buku Prinsip-
Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia karya Ahmadi Miru, dan Bab-
Bab Hukum Kesehatan karya Verbogt dan F. Tengker.
3. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun sekunder, atau disebut juga bahan
penunjang dalam penelitian ini. Penulis menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia
sebagai pedoman penulisan.
Adapun data yang digunakan sebagai penunjang dalam pembahasan penelitian ini
terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan melakukan
wawancara kepada narasumber yang merupakan ahli dalam bidang kedokteran gigi. Tipe
penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan
menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk
menentukan frekuensi suatu gejala.16 Penulis akan menjabarkan data yang diperoleh di
lapangan seperti hasil wawancara dengan tukang gigi terkait pekerjaannya dan hasil
wawancara dengan konsumen jasa pembuatan dan pemasangan gigi tiruan cekat pada tukang
gigi yang kemudian akan penulis pergunakan untuk menggambarkan fakta-fakta yang terjadi
di lapangan. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis data kualitatif, yakni
metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari
penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-
16Sri Mamudji, et.al, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2005), hlm. 4.
Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014
teori, asas-asas, dan kaidah-kaidah hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga
diperoleh jawaban atas permasalahan yang dirumuskan.17
Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan
fakta di lapangan. Dalam hal ini penulis memberikan penjelasan atas setiap data yang
didapatkan. Kemudian, hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk pemaparan yang bersifat
deskriptif. Selain itu, landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum
tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Pembahasan
penelitian merupakan jawaban atas masalah yang dirumuskan pada awal penelitian.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian dari skripsi ini adalah untuk mengetahui sejauh mana hak-hak bagi
konsumen, baik dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen maupun dalam Undang-
Undang Kesehatan, diterapkan dalam hal perlindungan hukum bagi konsumen jasa
pembuatan dan pemasangan gigi tiruan cekat pada tukang gigi serta pertanggungjawaban dari
pihak tukang gigi atas kerugian yang dialami konsumennya.
Pembahasan
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 40/PUU-X/2012, seorang saksi ahli, drg.
Andreas Adyatmaka, MSc mengungkapkan pekerjaan menyimpang yang dilakukan oleh
tukang gigi. Pada kasus yang ditanganinya, pasien (sebut saja A) datang kepada Ahli dalam
keadaan sakit gigi yang luar biasa. Pasien mengatakan sakit semua, tetapi tidak tahu di mana
sakitnya. Kemudian, Ahli mencoba melihat gigi pasien (A) dan ditemukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Terdapat gigi tiruan cekat yang dipasang dengan bahan self-curing acrylic (bahan akrilik
yang dapat mengeras melalui suhu ruang) dan bocor.
2. Ketika dilakukan foto rontgen, gigi-gigi itu disambung dengan kawat. Kemudian, di atas
kawat itu ditaruh akrilik dan di atas akrilik dipasang gigi.
3. Terjadi kebocoran yang menyebabakan pulpitis (radang) yang sangat sakit.
4. Terjadi resorpsi akar (degradasi atau penguraian akar).
17Ibid., hlm. 5.
Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014
Setelah mendiagnosis pasien (A), Ahli menawarkan kepada pasien (A) agar gigi tersebut
dibongkar dan pasien (A) menyetujuinya. Setelah dibongkar, ditemukan potongan dari bahan
self-curing acrylic, ada kawatnya, ada gigi, banyak karang giginya, kotoran gigi, dan bau
busuk. Pasien (A) mengatakan kepada ahli bahwa pada waktu gigi tiruan cekat dipasang
langsung bagus, langsung enak, dan meminta kepada tukang gigi (X) supaya memasangkan
gigi tiruan untuk istrinya. Namun, setelah 2 (dua) tahun, pasien (A) dan istrinya tersebut
merasakan sakit yang luar biasa. Berikut Analisisnya.
Pasal 4 UUPK
Pasal 4 huruf (a) UUPK yang menyatakan bahwa konsumen berhak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa.18 Sakit gigi yang
dialami (A) dapat tergolong sebagai bentuk ketidaknyamanan dan ketidakamanan dalam