Peranan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Pengawasan …repository.uinjambi.ac.id/307/1/SKRPSI - Masyithoh AB.pdf · penyidikan di bidang Perbankan, Pasar Modal, Industri Keuangan
Post on 28-Oct-2020
4 Views
Preview:
Transcript
i
Peranan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Pengawasan Perbankan
Syariah di Kota Jambi
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Ilmu Ekonomi Syariah
Oleh:
MASYITHOH
NIM: SES130304
KONSENTRASI AKUNTANSI SYARIAH
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
1439 H/2018 M
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Jambi, 12 November 2018
Msy Masyithoh
SES130304
iii
v
MOTTO
حيم حمن الر بسم الله الر
ما يلفظ من قول إلا لديه رقيب عتيد
Artinya: “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya
pengawas yang selalu hadir”. (Q.S. Al-Buruj : 09).1
1 Departmen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anul Karim, (Bandung: Kementerian
Agama, 2009), hlm. 590.
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Peranan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Pengawasan
Perbankan Syariah di Kota Jambi” yang dikhususkan pada pengawasan Bank
Jambi Syariah dengan tujuan untuk (1) Mengetahui peranan OJK dalam
pengawasan sektor jasa perbankan syariah yang ada di kota Jambi (2) Mengetahui
kendala yang dihadapi OJK Provinsi Jambi dalam pengawasan bank syariah yang
ada di kota Jambi. Metode penelitian ini adalah deskriftif kualitatif. Penelitian
jenis deskriptif, yaitu berusaha menyajikan fakta-fakta yang objektif sesuai
dengan kondisi yang terjadi pada saat penelitian dilakukan. Sedangkan jenis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh
secara langsung dari objek penelitian ataupun responden. Data ini diperoleh secara
langsung melalui hasil observasi serta wawancara langsung. Dalam hal ini, yaitu
OJK kantor perwakilan provinsi Jambi dan Bank Jambi Syariah. Sedangkan data
sekunder ialah data yang telah dulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh pihak diluar
penulis sendiri. Hasil dari penelitian ini yaitu bahwa pengawasan OJK Provinsi
Jambi pada Bank Jambi Syariah dilakukan di Bank Jambi, artinya pemeriksaan
umum dilakukan di Bank Jambi namun untuk memeriksa sekaligus Bank Jambi
Syariah maka OJK meminta berkas-berkas Bank Jambi Syariah untuk diperiksa di
Bank Jambi. Pemeriksaan tersebut meliputi penghimpunan dana (funding),
penyaluran dana (lending), kredit, manajemen risiko dan pemeriksaan laporan
keuangan seperti neraca, laporan laba rugi, laporan Triwulan, laporan kinerja
operasional, profil risiko, self assesmenti, GCG (Good Corporate Goverment)
dengan dua sistem pengawasan, pengawasan umum yang turun langsung
dilakukan minimal setahun sekali atau metode on-site, dan pengawasan khusus
jika dalam pemantauan melalui laporan berkala (off-site) ditemukan ada
permasalahan pada aspek-aspek tertentu, baru dilakukan pengawasan khusus.
Kata Kunci: Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan Bank dan Perbankan
Syariah
vii
PERSEMBAHAN
Bismillahirrahmanirrahim
Kupersembahkan hasil karya ini untuk orang-orang terkasih yang penuh jasa dan
selalu mensupport untuk menyelesaikan tugas ini:
Kedua orang tuaku ayah Arief Barlian Makmun dan ibu Nursimah Barlian yang
telah tanpa lelah mencurahkan kasih dan sayang untukku dengan nuansa penuh
keilmuwan sehingga aku dapat berdiri tegak di muka bumi yang sementara ini.
Untuk kakak-kakakku yang terkasih yang tidak pernah lelah memberi dorongan
semangat untuk adik bungsunya dan mengajarkan banyak hal untuk selalu kuat
tidak ada untaian kata yang mampu menggantikan rasa terima kasihku untuk
semua jasa yang telah kalian berikan. Hanya Allah-lah yang mampu untuk
membalas semua budi baik atas segala perhatian, do’a, dukungan serta motivasi
kalian.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia yang Allah berikan kepada penulis sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Seiring dengan itu, sholawat serta salam
penulis sampaikan kepada baginda besar Muhammad SAW.
Skripsi ini berjudul “Peranan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam
Pengawasan Perbankan Syariah di Kota Jambi” dengan studi kasus pada Bank
Jambi Syariah, merupakan salah satu kajian ekonomi syariah yang meliah tentang
bagaimana peran dalam pengawasan perbankan syariah yang ada di kota Jambi
khususnya Bank Jambi Syariah guna tercapainya visi dan misi OJK sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis akui sangat banyak halangan serta
rintangan yang harus dilewati oleh penulis baik dalam proses pengumpulan data,
bimbingan serta observasi data. Berkat adanya bantuan pihak-pihak lain, terutama
dosen pembimbing Bapak Dr. M. Nazori Majid, S.Ag., M.SI dan Ibu Dr. Rafidah,
SE.,M.EI, maka skripsi ini dapat terselesai dengan baik. Oleh karena itu, penulis
ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu
menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA selaku Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
2. Bapak Dr. M. Subhan, M.Ag selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
ix
3. Ibu Dr. Rafidah, SE.,M.EI, bapak Dr. Novi Mubyarto, SE.,M.E, dan ibu Dr.
Halimah Ja’far, M.Fil.I selaku wakil dekan I, II, dan III di lingkungan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
4. Bapak dan ibu dosen, Kassubag dan seluruh karyawan/karyawati di lingkup
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Sahabat seperjuangan angkatan tahun 2013 yang selalu saling memberi
semangat dan bantuan untuk menyelesaikan skripsi ini
6. Narasumber dari pihak OJK Provinsi Jambi beserta Bank Jambi Syariah yang
banyak membantu memberikan informasi maupun dokumen sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini
7. Semua pihak yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini namun tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah membalas atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan
kepada kepada penulis. Selain dari itu, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
terdapat banyak kesalahan di dalamnya. Oleh karena itulah, penulis harapkan
kepada semua pihak untuk dapat memberikan kontribusi pemikiran demi
perbaikan skripsi ini. Kepada Allah SWT penulis mohon ampun dan kepada
Manusia penulis mohon kata maafnya. Semoga setiap amal kebajikan dinilai
pahala oleh Allah SWT.
Jambi, 12 November 2018
Penulis
Msy Masyithoh
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERNYATAAN ii
NOTA DINAS iii
PENESAHAN PANITIA UJIAN iv
MOTTO v
ABSTRAK vi
PERSEMBAHAN vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI x
DAFTAR SINGKATAN xii
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian 5
E. Batasan Masalah 5
F. Kerangka Teori 6
G. Tinjauan Pustaka 27
BAB II METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian 31
B. Jenis dan Sumber Data 32
C. Instrumen Pengumpulan Data 32
D. Tekhnik Analisis Data 33
E. Triangulasi 34
F. Sistematika Penulisan 35
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum OJK 37
1. Sejarah Pembentukan OJK 37
2. Visi dan Misi OJK 39
1. Nilai-nilai strategis OJK 40
B. Gambaran Umum Bank Jambi Syariah 40
1. Sejarah Bank Jambi Syariah 40
2. Lokasi Bank Jambi Syariah 42
3. Visi dan Misi Bank Jambi Syariah 42
4. Struktur Organisasi Bank Jambi Syariah 43
5. Struktur Tata Kelola Perusahaan 44
6. Produk-produk Bank Jambi Syariah 45
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Peranan OJK Terhadap Pengawasan 46
1. Realisasi Pengawasan OJK Provinsi Jambi Pada Bank Jambi
Syariah 46
2. Pengawasan Terintegrasi 55
3. Siklus Pengawasan OJK 57
4. Penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko 59
xi
5. Pentingnya Pengawasan Bank Jambi Syariah oleh OJK 62
B. Kendala-kendala OJK Provinsi Jambi dalam Pelaksanaan Pengawasan
pada Bank Jambi Syariah 64
1. Kendala Internal 64
2. Kendala Ekternal 66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 67
B. Saran 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
DAFTAR SINGKATAN
AKSI : Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia
APERD : Agen Penjual Efek Reksa Dana
ATMR : Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
Bapepam-LK : Badadan Pengawas Pasar Modal – Lembaga Keuangan
BI : Bank Indonesia
BMPK : Batas Minimum Pemberian Kredit
BPD : Bank Pembangunan Daerah
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
BUS : Bank Umum Syariah
DPS : Dewan Pengawas Syariah
DSN : Dewan Syariah Nasional
EPK : Edukasi dan Perlindungan Konsumen
GCG : Good Corporate Governance
IKNB : Industri Keuangan Non-Bank
IMBT : Ijarah Muntahiyah Bittamlik
KEP-GBI : Kepusan Gubernur Bank Indonesia
KUDT : Kebijakan Umum Direksi Tahunan
LAPS : Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
LKS : Lembaga Keuangan Syariah
LPS : Lembaga Penjamin Simpanan
MENKU : Menteri Keuangan
MUI : Majelis Ulama Indonesia
OJK : Otoritas Jasa Keuangan
PBI : Peraturan Bank Indonesia
PJOK : Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
PP : Perauran Pemerintah
PT : Perseroan Terbatas
PUJK : Pelaku Usaha Jasa Keuangan
RBB : Rencana Bisnis Bank
RI : Republik Indonesia
RPSI : Roadmap Perbankan Syariah Indonesia
RTGS : Real Time Gross Settlement RUPS : Rapat Umum Pemegang Saham
SDM : Sumber Daya Manusia
SEBI : Surat Edaran Bank Indonesia
SJK : Sektor Jasa Keuangan
SNLK : Strategi Nasional Literasi Keuangan
SPRINT : Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi
TKS : Tingkat Kesehatan
UMKM : Usaha Mikro Kecil Menengah
UU : Undang-Undang
UUS : Unit Usaha Syariah
WGPS : Working Group Perbankan Syariah
CBS : Compliance Based Supervision
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 : Perkembangan Perbankan Syariah Kota Jambi 2
Tabel 1.2 : Tinjauan Pustaka 27
Tabel 2.1 : Daftar Informan 32
Tabel 3.1 : Nama Produk Bank Jambi Syariah 45
Tabel 4.1 : Jenis-jenis Risiko Bank 60
Tabel 4.2 : Matriks Risiko 62
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 : Siklus Pengawasan OJK pada Bank Jambi Syariah 57
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
atau OJK mengamanatkan bahwa Kantor OJK akan beroperasi di seluruh
Indonesia mulai 31 Desember 2013.2 Pada tahun 2016, sudah terdapat 6 (enam)
Kantor Regional OJK dan 29 (dua puluh sembilan) Kantor OJK di Seluruh
Indonesia.3 Kantor OJK perwakilan Provinsi Jambi diresmikan pada awal Januari
tahun 20144 dengan jumlah perbankan yang diawasi terdapat 17 BPR dan satu
BPD yaitu Bank 9 Jambi.5
Salah satu tugas dan wewenang OJK menurut Pasal 6 UU No 21 Tahun
2011, adalah melaksanakan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan sektor
Perbankan syariah.6 Berikut data perkembangannya hingga tahun 20157:
2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Penjelasan
Umum. 3Kantor Regional berada di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan
Makassar. Sementara Kantor OJK tersebar mulai dari Ambon, Banda Aceh, Bandar Lampung,
Banjarmasin, Batam, Bengkulu, Cirebon, Denpasar, Jambi, Jayapura, Jember, Kediri, Kendari, Kupang, Malang, Manado, Mataram, Padang, Palangkaraya, Palembang, Palu, Pekanbaru,
Pontianak, Purwokerto, Samarinda, Solo, Tasikmalaya, Tegal, dan Yogyakarta. 4sekaligus pelantikan Darwisman sebagai kepala kantor yang awalnya berlokasi di
gedung lantai tiga Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPBI) Provinsi Jambi hingga pada akhir
tahun 2016 secara resmi berpindah kantor sendiri ke daerah Sipin Kota Jambi. 5www.tribunjambi.com, diakses pada tanggal 20 Januari 2017. 6Tugas OJK beserta dengan kantor-kantornya meliputi pengaturan, pengawasan, dan
penyidikan di bidang Perbankan, Pasar Modal, Industri Keuangan Non-Bank mencakup asuransi,
dana pensiun, pegadaian, perusahaan pembiayaan leasing, multifinance, perusahaan penjamin
kredit daerah (jamkrida), dan sebagainya, serta mengawasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 7 Bps Kota Jambi
Tabel 1.1
Perkembangan perbankan syariah kota jambi dari tahun 2009-2016 dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tahun Jumlah Bank Jumlah Kantor
2009 4 4
2010 4 5
2011 5 6
2012 7 8
2013 8 10
2014 9 19
2015 9 19
2016 9 19
(Sumber: BPS Kota Jambi, 2018)
Setidaknya ada tiga prinsip dalam operasional bank syariah yang berbeda
dengan bank konvensional, terutama dalam pelayanan terhadap nasabah, yang
harus dijaga oleh bankir, yaitu:
a. Prinsip Keadilan, yaitu imbalan atas dasar bagi hasil dan margin keuntungan
ditetapkan atas kesepakatan bersama antara bank dan nasabah.
b. Prinsip Kesetaraan, yakni nasabah menyimpan dana, pengguna dana dan bank
memiliki hak, kewajiban, beban terhadap risiko dan keuntungan yang
berimbang.
c. Prinsip Ketenteraman, bahwa produk bank syariah mengikuti prinsip dan
kaidah muamalah Islam (bebas riba dan menerapkan zakat harta).
Ternyata tidak semua prinsip tersebut dapat diterapkan dan ditegakan secara
optimal. Terutama dalam hal apabila terjadi sengketa antara pihak bank syariah
dan nasabahnya8. Hal ini tidak bagi bisa untuk didiamkan, karena dapat
berdampak buruk bagi umat Islam maupun perkembangan perbankan syariah itu
8 Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan
Mahkamah Syariah, (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2012), hlm. 5.
3
sendiri. Bahkan dapat berdampak pada kekeliruan paradigma umat Islam tentang
perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional.
Oleh karena itu keberadaan OJK sebagai lembaga pengawas bank syariah
guna meminimalisir kecurangan-kecurangan dari beberapa pihak dalam akad bank
syariah nantinya. Peranan pengawasan sektor perbankan yang dilakukan oleh OJK
mulai aktif dilaksanakan pada awal 2014. Dan dalam pengawasannya perbankan
syariah, tidak semua aktivitas perbankan syariah tersebut menjadi pengawasan
OJK, ada beberapa aspek yang secara khusus diawasi oleh lembaga lain, dalam
hal ini adalah Dewan Pengawas Syariah9.
Pengawasan sektor perbankan syariah yang dilakukan oleh OJK kantor
perwakilan provinsi Jambi hingga tahun 2017 ini hanya mengawas terhadap bank
Jambi Syariah yang merupakan satu-satunya bank syariah yang berkantor pusat di
wilayah Jambi. Oleh karena itulah bagi perbankan-perbankan yang merupakan
kantor cabang dari wilayah lain, maka lingkup pengawannya kembali pada
pengawasan OJK kantor pusat yang berada di Jakarta. Sehingga pengawasan
secara umum sektor perbankan syariah tersebut masih harus diteruskan terlebih
dahulu ke OJK kantor pusat.
Bank Jambi Syariah sebagai Unit Usaha Syariah (UUS) Bank Jambi yang
telah berdiri sejak 2012, baru mendapatkan pengawasan OJK pada tahun 2014.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan penulis di seminar yang diisi Kepala
Kantor OJK Provinsi Jambi, menyatakan bahwa OJK Provinsi Jambi melakukan
pengawasan secara umum atau secara langsung (on-site supervision) pada Bank
Jambi Syariah hanya pada awal tahun 2014 sedangkan pada tahun berikutnya OJK
9 Muhammad Firdaus, dkk, Sistem dan Mekanisme Pengawasan Syariah, (Jakarta:
Renaisan, 2005), hlm. 16.
Provinsi Jambi tidak langsung turun. Hal ini mengarahkan penulis melihat bahwa
pengawasan OJK Provinsi Jambi belum terlaksana secara maksimal dan perlu di
pertanyakan tentang bagaimana peranan pengawasannya serta kendala dalam
pengawasannya pada Bank Jambi Syariah sesuai dengan sistem pengawasan
perbankan yang telah ditetapkan OJK. Karena jika mengacu pada tujuan utama
OJK, yaitu agar keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan dapat terlaksana
dengan baik, tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Sehingga bisa dikatakan
bahwa dibentuknya OJK daerah yaitu agar dapat meningkatkan perekonomian
daerah.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, terdapat ruang kosong yang harus penulis
teliti guna kepentingan keilmuan tentang: Peranan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) Dalam Pengawasan Perbankan Syariah di Kota Jambi (Bank Jambi
Syariah)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa permasalahan yang
timbul, yaitu:
Apa peranan OJK kantor perwakilan Provinsi Jambi dalam pengawasan
Bank Jambi Syariah?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
Mengetahui peranan OJK dalam pengawasan sektor jasa perbankan
syariah yang ada di kota Jambi.
5
D. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan-tujuan tersebut, maka diharapkan ada beberapa
manfaat yang akan dapat diambil, yaitu:
1. Bagi penulis
Dengan adanya penelitian ini, penulis sangat berharap dapat memperdalam
ilmu pengetahuan tentang bagaimana pelaksanaan perbankan syariah itu
sendiri. Serta mengetahui akan peranan OJK dalam pengawasan lembaga
keuangan no bank, dalam hal ini perbankan syariah.
2. Perusahaan Bank Jambi Syariah
Diharapkan hasil penelitian ini, akan meningkatkan pemahaman pihak
dalam perusahaan mengenai bagaimana sistem pengawasan yang
dilakukan oleh OJK sebagai lembaga yang memang berwenang untuk
melakukan pengawasan tersebut.
3. Pembaca
Penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dalam penelitian selanjutnya,
terutama tentang tema-tema yang berkaitan dengan judul penelitian ini.
E. Batasan Masalah
Untuk memudahkan pembahasan serta tidak menyalahi sistematika
penelitian serta penulisan tugas ini, maka penulis merasa perlu untuk membatasi
permasalahan yang akan dibahas, yaitu: penelitian ini hanya mengkaji tentang
peranan pengawasan OJK secara umum yang tertera dalam UU tentang
pengawasan pada perusahaan Bank Jambi Syariah.
F. Kerangka Teori
1. Manajemen Pengawasan
Secara bahasa, kata pengawasan dalam bahasa Arab dapat diambil dari
kata muraaqabah, qiyaadah, qabidhah, taujih, siitharah. Masing-masing kata
secara bahasa mengandung arti pengawasan, tetapi ada yang mengandung
tambahan makna pengendalian, perintah, pengarahan, penelitian, dan
monitoring. Kata yang lebih dekat maknanya kepada “pengawasan” dalam arti
supervision adalah muraaqabah. Secara istilah, makna pengawasan dalam
literatur Islam terdapat dalam kata “hisbah” yang bermakna ihtisab yaitu
meneliti, mentabdir, melihat, mencegah atau menahan seperti mencegah
seseorang dari melakukan kemungkaran atau mendapat balasan seperti
seseorang melakukan kebaikan untuk mendapat balasan dari Allah. Al-Hisbah
secara etimoligis berarti menghitung, berfikir, memberikan opini, pandangan
dan lain-lain. Dari segi istilah, Al-Mawardi menjelaskan bahwa hisbah adalah
melaksanakan tugas keagamaan yaitu menyeru melakukan ma‟ruf (kebaikan)
yang jelas ditinggalkan dan mencegah melakukan kemungkaran yang jelas
dilakukan.10
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang harus
dilaksanakan oleh seorang pengawas. Pengawasan dilakukan untuk
menemukan dan mengkoreksi adanya penyimpangan-penyimpangan dari hasil
yang telah dicapai dibandingkan dengan rencana kerja yang telah ditetapkan,
pada setiap tahap-tahap kegiatan perlu dilakukan pengawasan. Sebab apabila
terjadi penyimpangan akan lebih cepat melakukan koreksi atau perbaikan.
10 Neneng Nurhasanah, Pengawasan Islam dalam Operasional Lembaga Keuangan
Syariah, (Jakarta: Jurnal Mimbar, Vol. 29, 2013), hlm.13.
7
Seorang controller (pengawas) harus menyelaraskan tingkat jaminan sumber
daya dengan kebutuhan rencana-rencana yang pasti dengan proses mencatat
atau dengan pengendalian perkembangan ke arah tujuan pokok dan sasaran
serta metode pencapaiannya yang memungkinkan seorang pengawas melihat
lebih awal adanya penyimpangan. Oleh karena itu, pengawasan berkaitan erat
dengan perencanaan.11
Pengawasan dapat diartikan secara negatif, positif, dan dalam arti luas.
Dalam arti negatif pengawasan dapat diartikan sebagai tindakan mencari-cari
kesalahan kemudian memberikan sanksi, dan melakukan larangan-larangan.
Dalam arti positif pengawasan ialah tindakan-tindakan agar organisasi atau
perusahaan berjalan terarah, tidak terjadi kesalahan-kesalahan, penyimpangan
atau kebocoran di segala bidang. Sedangkan dalam arti luas, pengawasan
adalah aktifitas controller untuk melakukan pengamatan, penelitian dan
penilaian dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi atau perusahaan yang
sedang atau telah berjalan untuk mencapain tujuan yang telah ditetapkan.
Pengawasan terbagi menjadi 2 macam yaitu:
a. Pengawasan Langsung
Dalam pengawasan langsung dapat dilakukan dengan peninjauan
pribadi yaitu inspeksi dengan jalan meninjau secara pribadi sehingga
dapat dilihat sendiri pelaksanaan pekerjaan. Cara ini mengandung
kelemahan, menimbulkan kesan kepada bawahan bahwa mereka
diamati secara keras dan kuat sekali. Menurut SP Siagian menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan pengawasan langsung adalah apabila
11Ernie Tisnawati, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Kencana Penada Media Group,
2005), hlm. 4.
pimpinan organisasi melakukan sendiri terhadap kegiatan yang sedang
dijalankan oleh para bawahannya. Termasuk badan pengawas yang
mengawasi jasa keuangan syariah seperti Otoritas Jasa Keuangan.
Pengawasan langsung dapat berupa: inspeksi langsung, pengamatan
langsung di tempat, dan membuat laporan di tempat. Sistem
pengawasan internal harus mampu mengidentifikasi kegagalan dalam
pengendalian dan setiap penyimpangan dari dokumen, prosedur, dan
proses jasa keuangan syariah. Namun, ada yang berpendapat bahwa
cara inilah yang terbaik, karena melakukan kontak langsung antara
badan pengawas dengan lembaga yang diawasi, dapat dipererat, serta
kesukaran dalam praktik dapat dilihat langsung dan tidak dapat
dikacaukan oleh pendapat bawahan sebagaimana mungkin terselip
dengan cara menerima laporan tertulis. Mekanisme control dapat
dilakukan dengan cara pengawasan langsung ini. Langkah kerja
pemeriksaan pengawasan langsung adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan terhadap kas keuangan sedikitnya tiga bulan sekali.
2) Meneliti apakah pejabat yang bertanggung jawab terhadap
pengelolaan perlengkapan telah melakukan pemeriksaan
penyimpanan barang inventaris yang dikelolanya, baik secara
langsung melihat fisik barangnya maupun melalui
pembukuannya. Akan tetapi, karena banyak dan kompleksnya
tugas tugas seorang pimpinan terutama dalam organisasi besar
seorangpemimpin tidak mungkin dapat selalu menjalankan
9
pengawasan langsung itu. Karena itu sering pula harus melakukan
pengawasan yang bersifat tidak langsung12.
b. Pengawasan Tidak Langsung
Pengawasan tidak langsung ialah pengawasan dari jarak jauh.
Pengawasan ini dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh jasa
keuangan yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Bentuk
pengawasan seperti ini dapat berupa:
1) Laporan secara lisan:
pengawasan dilakukan dengan mengumpulkan fakta-fakta melalui
laporan lisan yang diberikan para bawahan. Dengan cara ini kedua
pihak harus aktif, bawahan memberikan laporan lisan tentang hasil
pekerjaannya dan atasan dapat bertanya lebih lanjut untuk
memperolah fakta-fakta yang diperlukannya. Pengawasan seperti
ini dapat mempererat hubungan antara pengawas dan yang diawasi
dalam hal ini adalah Otoritas Jasa Keuangan dengan Jasa
Keuangan Syariah
2) Laporan tertulis:
merupakan suatu pertanggungjawaban bawahan kepada atasannya
mengenai pekerjaan yang dilaksanakannya, sesuai dengan instruksi
dan tugas tugas yang diberikan kepadanya. Dengan laporan tertulis
sulit pimpinan menentukan mana yang berupa kenyataan dan apa
saja yang berupa pendapat. Keuntungannya untuk pemimpin dapat
12Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2014),
hlm. 163.
digunakan sebagai pengawasan dan bagi pihak lain dapat
digunakan untuk menyusun rencana berikutnya.
3) Laporan khusus:
selain laporan lisan dan tertulis menurut pengawasan masih
mempunyai satu teknik lagi, yaitu pengawasan melalui laporan
kepada hal-hal yang bersifat khusus. Pengawasan yang berdasarkan
pengecualian (Control by exception) adalah suatu sistem
pengawasan dimana pengawas itu ditujukan pada masalah
pengecualian. Jadi pengawasan hanya dilakukan bila diterima
laporan yang menunjukan adanya peristiwa-peristiwa yang
istimewa. Menurut Arifin kekuatan dari pengawasan tidak
langsung adalah dibutuhkan waktu pendek, dan tidak perlu terjun
langsung ke setiap lapangan. Kelemahannya adalah hal-hal yang
positif saja yang dilaporkan. Padahal pimpinan harus mengetahui
hal yang positif sekaligus negatif agar tidak salah berkesimpulan
dan salah dalam mengambil keputusan. Kesimpulannya ialah
bahwa pengawasan tidak akan dapat berjalan dengan baik
apabila hanya bergantung kepada laporan saja. Adalah
bijaksana apabila pengawas organisasi menggabungkan
teknik pengawasan langsung dan tidak langsung dalam
melakukan fungsi pengawasan itu.13
13 Hendri Tanjung, Manajemen ...., hlm. 163.
11
2. Sistem dan Metode Pengawasan
a. Sistem Pengawasan
Tugas Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi jasa keuangan
membutuhkan koordinasi dengan Bank Indonesia. Pengawasan jasa
keuangan pada prinsipnya terbagi atas dua jenis, yaitu pengawasan dalam
rangka mendorong jasa keuangan untuk ikut menunjang pertumbuhan
ekonomi dan menjaga kestabilan moneter (macro-prudential supervision),
dan pengawasan yang mendorong jasa keuangan secara individual tetap
sehat serta mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik
(micro-prudensial supervison). Untuk pengawasan (macro-prudential
supervision) dilakukan oleh Bank Indonesia dan micro-prudensial
supervison dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.14 Sasaran yang ingin
dicapai oleh macro-prudential supervision adalah mengarahkan dan
mendorong jasa keuangan serta sekaligus mengawasinya agar dapat ikut
berperan dalam program pencapaian sasaran ekonomi makro, baik yang
terkait dengan kebijaksanaan umum untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi, kemantapan neraca pembayaran, perluasan lapangan kerja,
kestabilan moneter, maupun upaya pemerataan pendapatan dan
kesempatan berusaha. Tujuan dari micro-prudential supervision adalah
mengupayakan agar setiap jasa keuangan secara individual sehat dan
aman, serta keseluruhan industri jasa keuangan menjadi sehat dan
dapat memelihara kepercayaan masyarakat. Ini berarti setiap bank dari
sejak awal harus dijauhkan dari segala kemungkinan risiko yang akan
14 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank : Suatu Gagasan Tentang
Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, (Jakarta:Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2002), hlm. 220
timbul. Dengan demikian jasa keuangan perlu dipagari dengan berbagai
peraturan yang membatasi atau sekurang-kurangnya mengingatkan
mengenai perlunya penanganan risiko secara seksama.15
b. Metode Pengawasan
Ada dua pendapat dalam hal pengawasan. Ada yang mengatakan,
“Benahi dahulu orangnya, baru sistemnya.” Disisi lain, ada pula yang
mengatakan, “Benahi dahulu sistemnya, nanti orangnya akan mengikuti.”
Mana dari dua pendapat ini yang benar? Kedua-duanya, baik orang dan
sistem, harus dibenahi. Jika yang dibenahi sistem dulu tanpa membenahi
personalnya, maka tidak akan berhasil. Jika disusun sistem dan aturan
tertentu, namun jika tidak dihayati, maka pengawasan itu tidak akan
berhasil. Fenomena yang terjadi dan sudah menjadi rahasia umum adalah
bahwa begitu aturan dikeluarkan, maka orang-orang telah berpikir
bagaimana cara mengutak-atik aturan tersebut. Bagaimana cara agar dapat
melakukan kesalahan, namun tidak melanggar aturan. Hal inilah
yang disebut sebagai utak-atik aturan karena pada umumnya, peraturan
bukan untuk diikuti, melainkan untuk dilanggar.16
Sesuai dengan pengertian pengawasan dalam arti luas, maka pengawasan
bertujuan :
a. Menemukan dan menghilangkan kemacetan yang mungkin timbul
b. Melakukan pencegahan dan perbaikan kesalahan yang ada
c. Mencegah penyimpangan
d. Mengadakan koreksi apakah hasil sesuai rencana
15 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana ......, hlm. 220 16 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana ......, hlm. 222
13
e. Memperoleh efisiensi dan efektifitas
f. Mendidik pegawai dan mempertebal rasa tanggung jawab.
Langkah-langkah proses pengawasan yaitu:
1) Menetapkan Standar
Karena perencanaan merupakan tolak ukur untuk merancang pengawasan,
maka secara logis hal ini berarti bahwa langkah pertama dalam proses
pengawasan adalah menyusun rencana. Perencanaan yang dimaksud disini
adalah menentukan standar.
2) Mengukur Kinerja
Langkah kedua dalam pengawasan adalah mengukur atau mengevaluasi
kinerja yang dicapai terhadap standar yang telah ditentukan.
3) Memperbaiki Penyimpangan
Proses pengawasan tidak lengkap jika tidak ada tindakan perbaikan
terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.17
3. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan yang disingkat OJK tidak terlepas
dari situasi krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang menimpa
wilayah Asia. Pada Juli 1997 Indonesia terkena dampaknya karena struktur
ekonomi nasional Indonesia yang masih lemah untuk menghadapi krisis global
tersebut. Akibat dari krisis yang terjadi tersebut berdampak sangat besar
terhadap perekonomian di Indonesia. Pasar modal, kegiatan usaha di sektor riil
maupun perbankan mengalami penurunan yang cukup besar. Salah satu
penyebab krisis yang melanda sebagian besar perusahaan di Indonesia adalah
17 Handoko, Manajemen, edisi kedua, (Yogyakarta: BPFE, 1998), hlm. 52.
karena kurang dimanfaatkannya pasar modal sebagai sumber dana perusahaan.
Ketidaksesuaian pembiayaan, karena dipakainya dana jangka pendek bagi
pendanaan investasi jangka panjang tersebut dapat dihindari apabila
perusahaan memanfaatkan instrument pasar modal bagi kegiatan
pembiayaannya maupun hutang (debt). Indonesia pada saat itu memusatkan
sektor perbankan (Banking Centric) dalam perkembangan perekonomiannya.
Terdapatnya Banking Centric menimbulkan risiko sistemik terhadap jasa
keuangan lain dan lebih jauh dapat menimbulkan gangguan stabilitas finansial
sehingga krisis yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang melanda Indonesia
menyebabkan banyaknya bank mengalami kolaps. Fungsi pengawasan bank
yang merupakan tugas dari BI banyak yang dipertanyakan, bahkan dianggap
krisis tersebut disebabkan oleh lumpuhnya sektor perbankan di Indonesia,
lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang diamanatkan dalam Pasal 34 UU
BI di sebut Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagaimana dalam UU No. 21
Tahun 2011 Pasal 1 yang di maksud dengan “Otoritas Jasa Keuangan, yang
selanjutnya di singkat dengan OJK, adalah lembaga yang independen dan
bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana
di maksud dengan Undang-undang ini”.18
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga negara yang dibentuk
berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan
sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan baik di sektor perbankan, pasar modal
18Paripurna P Sugarda, Status Hukum dan Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan,,
tersedia di: http://www.ugm.ac.id (23 Agustus 2017).
15
dan sektor lembaga keuangan non-bank seperti asuransi, dana pensiun, dan
lembaga keuangan lainnya. OJK ialah lembaga independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain. Tugas pengawasan industri keuangan non-bank dan
pasar modal secara resmi beralih dari kementrian keuangan dan BAPEPAM-
LK ke OJK pada 31 Desember 2012. Sedangkan pengawasan di sektor
perbankan beralih ke OJK pada 31 Desember 2013 dan lembaga keuangan
mikro pada 2015.
Pasal 4 UU tahun 2011 tentang OJK menyebutkan bahwa OJK dibentuk
dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel, dan mampu
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil,
serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Selain itu,
diharapkan dengan adanya OJK, dapat meningkatkan daya saing perekonomian
dan menjaga kepentingan nasional yang meliputi sumber daya manusia,
pengelolaan, pengendalian dan kepemilikan di sektor jasa keuangan dengan
tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.19
OJK mempunyai wewenang sebagaimana ditetapkan dalam pasal 9 UU
No 21 tahun 2011 adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan;
b. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutif;
19www.ojk.go.id, diakses pada tanggal 24 Oktober 2016.
c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan
Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku,
dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
d. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau
pihak tertentu;
e. Melakukan penunjukan pengelola statuter;
f. Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
g. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan; dan
h. Memberikan dan/atau mencabut:
1) Izin usaha;
2) Izin orang perseorangan;
3) Efektifnya pernyataan pendaftaran;
4) Surat tanda terdaftar;
5) Persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6) Pengesahan;
7) Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
8) Penetapan lain.20
20Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 9.
17
Sesuai dengan Pasal 44 UU No 21 tahun2011 tentang OJK, untuk menjaga
stabilitas sistemkeuangan, dibentuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem
Keuangan dengan anggota terdiri atas:
a) Menteri Keuangan selaku anggota merangkap koordinator;
b) Gubernur Bank Indonesia selaku anggota;
c) Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota; dan
d) Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota.
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan dibantu kesekretariatan
yang dipimpin salah seorang pejabat eselon I di Kementerian Keuangan.
Pengambilan keputusan dalam rapat ForumKoordinasi Stabilitas Sistem
Keuangan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal musyawarah
untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak tercapai maka
pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.Sementara
dalam Pasal 45 diatur pula bahwa dalam kondisi normal, Forum Koordinasi
Stabilitas Sistem Keuangan:
a. Wajib melakukan pemantauan dan evaluasi stabilitas sistem keuangan;
b. Melakukan rapat paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan;
c. Membuat rekomendasi kepada setiap anggota untuk melakukan tindakan
dan/atau membuatkebijakan dalam rangka memelihara stabilitas sistem
keuangan; dan
d. Melakukan pertukaran informasi.21
21Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, pasal 44,
Penjelasan Umum.
Peraturan OJK adalah peraturan tertulis yang diterapkan oleh Dewan
Komisioner, mengikat secara umum, dan diundangkan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia. Dewan komisioner merupakan pimpinan tertinggi
OJK. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
1) kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
2) kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
3) kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.22
4. Perbankan Syariah
Perbankan syariah sesungguhnya adalah suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Prinsip yang dianut oleh
sistem perbankan syariah merujuk pada kaidah muamalah dimana manusia
bebas (diperbolehkan) untuk melakukan beragam aktifitasnya kecuali
terhadap hal-hal yang menurut Al Quran, Hadist dan pendapat umum para
ulama dinyatakan dilarang. Ini berarti transaksi bisnis apa pun pada umumnya
dibenarkan sepanjang tidak mengandung unsur bunga (riba), spekulasi
(maysir) dan tipu muslihat/keraguan (gharar)23.
Seperti diketahui pada bank syariah, sistem yang digunakan adalah bagi
hasil pada akhir tahun (bukan sistem bunga). Dan return yang diberikan
kepada nasabah pemilik dana pun ternyata lebih besar daripada bunga
deposito pada bank konvesional. Itulah antara lain yang menjadi alasan
mengapa bank berdasarkan prinsip syariah tidak terpengaruh dengan krisis
22 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 6. 23 Zainul Arifin, Keunikan Sistem Operasi Bank Syariah Dibanding Bank Konvensional,
(Jakarta: Majalah Pengembangan Perbankan, 1999), Ed. No. 75.
19
yang terjadi. Perkembangan sistem ekonomi syariah dalam satu dekade
terakhir ini di Indonesia terlihat semakin pesat. Fenomena bank syariah di
Indonesia dimulai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia yang
operasinya diresmikan pada 1 Mei 1992. Bank Muamalat Indonesia
merupakan Bank Syariah pertama di Indonesia. Kemudian Bank Syariah
Mandiri (BSM) yang merupakan hasil konversi sistem operasi perbankan dari
konvensional ke sistem syariah yang pada 19 November 1999 resmi
mengikuti Bank Muamalat dalam menerapkan sistem syariah. Melalui dengan
Dual Banking System, artinya suatu badan usaha perbankan memiliki dua
sistem operasinal sekaligus yaitu konvensional dan syariah, pertumbuhan
lembaga perbankan syariah semakin meningkat.
Kegiatan Usaha yang dilakukan BUS dan UUS adalah:
a. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
b. menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa Deposito, Tabungan,
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad
mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
c. menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad
musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah
d. menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad
istishna’, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
e. menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
f. menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk
Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah;
g. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
h. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah;
i. membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak
ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan
Prinsip Syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah,
murabahah, kafalah, atau hawalah;
j. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh
pemerintah dan/ atau BI;
k. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan
Prinsip Syariah;
l. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
berdasarkan Prinsip Syariah;
m. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
21
n. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip
Syariah;
o. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di
bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;
p. melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah
q. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus
menarik kembali penyertaannya;
r. melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan perundangundangan di
bidang pasar modal;
s. menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan Prinsip
Syariah dengan menggunakan sarana elektronik;
t. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka
pendek berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui pasar uang; dan
u. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha BUS lainnya yang
berdasarkan Prinsip Syariah24.
Selain nomor dua di atas, di bawah ini adalah kegiatan usaha yang hanya
dapat dilakukan oleh BUS yaitu:
1) membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak
ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip
24 Booklet Perbankan Indonesia 2018, hlm. 24
Syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah,
murabahah, kafalah, atau hawalah;
2) melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad
yang berdasarkan Prinsip Syariah;
3) melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah1
4) melakukan kegiatan penyertaan modal pada BUS atau lembaga keuangan
yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah;
5) bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan Prinsip
Syariah; dan
6) menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka
panjang berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui pasar modal.25
5. Roadmap Perbankan Syariah Indonesia
Roadmap Perbankan Syariah Indonesia (RPSI) 2015- 2019 adalah rencana
pengembangan sektor perbankan syariah Indonesia tahun 2015-2019 yang
mengacu pada MPSJKI dan RP2I serta diselaraskan dengan Masterplan
Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia (AKSI) dari Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional. RPSI diharapkan dapat menjadi referensi bagi
stakeholders perbankan syariah dalam pengembangan industri perbankan
syariah sehingga perbankan syariah diharapkan dapat meningkatkan peran dan
kontribusinya dalam mendukung perekonomian nasional dan stabilitas sistem
keuangan serta peningkatan/pemerataan kesejahteraan masyarakat.
Visi RPSI 2015-2019: “Mewujudkan perbankan syariah yang berkontribusi
25 Booklet Perbankan Indonesia 2018, hlm. 25
23
signifkan bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, pemerataan
pembangunan, dan stabilitas sistem keuangan serta berdaya saing tinggi”.26
Visi dijabarkan dalam bentuk arah kebijakan beserta program kerja dan
rencana waktu pelaksanaannya yang terdiri dari tujuh arah kebijakan.
Adapun tujuh arah kebijakan pengembangan perbankan syariah 2015-2019
tersebut, yaitu:
1) Memperkuat sinergi kebijakan antara otoritas dengan pemerintah dan
stakeholders lainnya, dengan:
a. mendorong pembentukan Komite Nasional Pengembangan
Keuangan Syariah RI;
b. peningkatan kerja sama antara regulator dengan perguruan tinggi;
c. pembentukan pusat riset dan pengembangan perbankan dan
keuangan syariah; dan
d. menginisiasi dan mengembangkan sharia investment bank, terutama
dalam rangka pembiayaan proyekproyek pemerintah.
2) Memperkuat permodalan dan skala usaha serta memperbaiki efsiensi,
dengan:
a. penyempurnaan kebijakan modal inti minimum dan klasifkasi buku
BUS;
b. mendorong pembentukan bank BUMN/BUMD syariah; dan
c. optimalisasi peran dan peningkatan komitmen BUK untuk
mengembangkan layanan perbankan syariah hingga mencapai share
minimal di atas 10% aset BUK induk.
26 Booklet Perbankan Indonesia 2018, hlm. 47
3) memperbaiki struktur dana untuk mendukung perluasan segmen
pembiayaan, dengan
a. optimalisasi pengelolaan dana haji / wakaf / zakat / infaq / shodaqoh
melalui perbankan syariah;
b. mendorong keterlibatan bank syariah dalam pengelolaan dana
pemerintah pusat/daerah dan dana BUMN/BUMD; dan
c. mendorong penempatan dana hasil emisi SUKUK pada bank syariah.
4) memperbaiki kualitas layanan dan keragaman produk, dengan:
a. peningkatan peran Working Group Perbankan Syariah (WGPS) dalam
pengembangan produk perbankan syariah;
b. penyempurnaan ketentuan produk dan aktivitas baru; dan
c. pengembangan dan penyempurnaan standar produk (termasuk
dokumentasi) bank syariah sesuai karakteristik usaha.
5) memperbaiki kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan
TI serta infrastruktur lainnya, dengan:
a. pengembangan standar kurikulum perbankan syariah di perguruan
tinggi;
b. pemetaan kompetensi dan standar kompetensi bankir syariah serta
review kebijakan alokasi anggaran pengembangan SDM bank; dan
c. pengembangan program sertifkasi profesi maupun program
pengembangan SDM lainnya bagi perbankan syariah bekerjasama
dengan lembaga pendidikan menengah dan tinggi atau konsultan
perbankan. 2
6) meningkatkan literasi dan preferensi masyarakat, dengan:
25
a. penyelenggaraan Pasar Rakyat Syariah; dan
b. program Islamic Banking (iB) campaign terhadap produk perbankan
syariah dan program penguatan positioning, differentiation, branding
(PDB) perbankan syariah.
7) memperkuat serta harmonisasi pengaturan dan pengawasan, dengan:
a. penyempurnaan kebijakan terkait Financing To Value (FTV);
b. pengembangan aplikasi Early Warning System (EWS) BUS dan UUS;
c. penyempurnaan peraturan terkait kelembagaan BUS dan UUS beserta
panduan pengawasan dan perizinan.27
6. Pengawasan Perbankan
Dalam menjalankan tugas pengawasan perbankan, saat ini OJK
melaksanakan pengawasan dengan menggunakan dua pendekatan yaitu:
a. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan/Compliance Based Supervision
(CBS), yaitu pemantauan kepatuhan bank terhadap ketentuan-ketentuan
yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank di masa lalu dengan
tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara
baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian. Pengawasan
terhadap pemenuhan aspek kepatuhan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pelaksanaan pengawasan bank berdasarkan Risiko; dan
b. Pengawasan Berdasarkan Risiko/Risk Based Supervision (RBS) yaitu
pengawasan bank yang menggunakan strategi dan metodologi berdasarkan
risiko yang memungkinkan pengawas bank dapat mendeteksi risiko yang
27 Booklet Perbankan Indonesia 2018, hlm. 48
signifkan secara dini dan mengambil tindakan pengawasan yang sesuai
dan tepat waktu.
7. Tujuan Pengaturan dan Pengawasan Bank
Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi
perbankan Indonesia agar tercipta sistem perbankan yang sehat secara
menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan
masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi
perekonomian nasional.
Sebelum adanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), fungsi regulator industri
keuangan dijalankan oleh beberapa institusi. Pengawasan dan pengaturan
perbankan dijalankan oleh Bank Indonesia (BI), sementara pasar modal dan
industri keuangan non bank menjadi tanggung jawab Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Dalam Naskah Akademik
Rancangan Udang-Undang OJK, pemerintah menilai hal tersebut perlu
diubah. Ini karena globalisasi menyebabkan kemajuan dan inovasi yang
berujung pada sistem keuangan yang kompleks serta saling terkait. Kemudian,
adanya lembaga keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai
sub-sektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas di sistem
keuangan.28
Selain supaya lebih efektif, pengawasan perbankan oleh bank sentral (yang
merupakan otoritas moneter) juga dinilai mengandung benturan kepentingan.
Berdasarkan pengalaman di beberapa negara, penggunaan instrumen moneter
berupa bantuan likuiditas cenderung lebih dipilih oleh bank sentral daripada
28 Booklet Perbankan Indonesia 2015, hlm. 23
27
mengedepankan asas kehati-hatian (prudential). Indonesia sudah pernah
mengalami krisis keuangan dahsyat pada 1997-1998, yang disebabkan
guncangan di sektor perbankan. Berdasarkan studi dan pengalaman krisis
tersebut, pemerintah menilai sistem pengawasan yang tepat bagi Indonesia
adalah terintegrasi, atau unified supervisory model. Meskipun secara umum
sudah melepas pengawasan bank ke OJK, tetapi BI masih punya peran. BI
harus tetap memperoleh data-data terkait perkembangan perbankan nasional
sebagai dasar untuk menentukan arah kebijakan moneter. BI juga tetap bekerja
sama dengan OJK dalam hal pengawasan bank berdampak sistemik yang bisa
mempengaruhi seluruh sistem keuangan.29
G. Tinjauan Pustaka
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kaitan mengenai
penelitian ini baik judul maupun isi diantaranya adalah sebagai berikut:
Tabel 1.2
Tinjauan Pustaka
No Peneliti Judul Metode/Pendekatan Hasil Penelitian
1 Depris
Rolan Sirait
Perlindungan
Konsumen
Perbankan
Syariah
Pasca
Terbentuknya
UU NO. 21
Tahun 2011
Tentang
Otoritas Jasa
Keuangan
Penelitian
komparatif dengan
konsep penelitian
yang berbasiskan
studi pustaka
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan yang
berlaku tentang
perlindungan
konsumen pasca
terbentuknya UU
No. 21 tahun 2011
Dari hasil penelitian
tersebut dapat ditarik
kesimpulan secara
garis besar bahwa
sebagai lembaga
negara independen
yang baru di Indonesia,
OJK sangat bergerak
aktif, meski bertahap
dalam melindungi
konsumen dalam
industri keuangan, baik
itu perbankan ataupun
sektor keuangan non-
bank. Hal tersebut
terbukti dengan adanya
29 Booklet Perbankan Indonesia 2015, hlm. 55
beberapa perusahaan
perbankan dan non-
bank mendapat teguran
bahkan pencabutan izin
usaha oleh OJK. Dan
bagi perusahaan yang
tidak sanggup
memenuhi modal awal
perusahaan dan tidak
melakukan mereger
sebagai upaya
penyelamatan
perusahaan, maka OJK
segera mencabut izin
usahanya.30
2 Muhammad
Ali
Pengawasan
Ojk Pada
Industri
Perbankan
Menurut
Undang-
Undang
Nomor 21
Tahun 2008
Tentang
Perbankan
penelitian tentang
pengawasan OJK
pada industri
perbankan syariah
menurut Undang-
undang nomor 40
tahun 2014 tentang
perbankan dengan
menggunakan jenis
penelitian normatif
dan bersifat
deskriptif dengan
meneliti bahan
pustaka dan data
yang difokuskan
terhadap UU
Penelitian tersebut
menghasilkan bahwa
banyak perubahan
dalam pengaturan dan
pengawasan yang
awalnya dilakukan
oleh kementrian
keuangan lalu
berpindah kepada OJK,
namun pada praktek
pengawasannya OJK
belum mampu untuk
memberikan indikasi
mengenai kegagalan
lembaga jasa keuangan
bank secara dini karena
kurangnya
memperoleh data
secara akurat mengenai
kondisi lembaga jasa
keuangan tersebut.
Sehingga dalam
melaksanakan fungsi
dan tugasnya OJK
dapat menugaskan
pihak lain atau atas
nama OJK untuk
melaksanakan sebagian
tugas dan fungsinya
seperti anatara lain
30Depris Rolan Sirait. “Perlindungan Konsumen Perbankan Syariah Pasca
Terbentuknya UU NO. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan”. Jurnal Ilmiah,
Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 2013.
29
melakukan
penunjukkan dan
penggunaan pengelola
statuler pada suatu
lembaga keuangan
yang dinilai merugikan
kepentingan konsumen
sehingga diperlukan
pengelola yang dapat
mewakili kepentingan
OJK dan konsumen.31
3 Siti Ajijah Kewenangan
Otoritas Jasa
Keuangan
Terhadap
Kegiatan
Perbankan
dihubungkan
dengan
Perlindungan
Hukum
Pengelolaan
Perbankan
dan Dana
Investasi
penelitian yang
menggunakan
spesifikasi
penelitian secara
deskriptif analitis
tentang
kewenangan OJK
terhadap kegiatan
perbankan
dihubungkan
dengan
perlindungan
hukum pengelolaan
Dari hasil penelitian
tersebut menunjukkan
bahwa, pertama:
dengan disahkannya
UU No. 21 Tahun
2011 tentang OJK
maka dengan
sendirinya pengawasan
perbankan terintegrasi
dalam satu lembaga
yaitu di bawah
pengawasan OJK.
Kedua: pemberlakuan
OJK yang memiliki
wewenang sangat luas
seharusnya dapat
memaksimalkan
perlindungan hukum
terhadap pengelolaan
dana investasi di dalam
pengelolaan
perbankan, akan tetapi
pada praktikinya
pembentukan OJK
masih belum dapat
mengkoordinir hak-hak
dan kewajiban para
pihak dalam perjanjian
perbankan yang
berdampak pada
ketidak pastian hukum
terhadap hak-hak
31Muhammad Ali, “Pengawasan Ojk Pada Industri Perbankan Menurut Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan”, Jurnal Penelitian fakultas hukum
Universitas Sumatera Utara, 2015.
pemegang dana dalam
perjanjian perbankan.32
4 Bambang
Murdadi
Otoritas Jasa
Keuangan
(OJK)
Pengawas
Lembaga
Keuangan
Baru yang
Memiliki
Kewenangan
Penyedikan
penelitian kualitatif
tentang Otoritas
Jasa Keuangan
(OJK) sebagai
pengawas lembaga
keuangan yang
independen serta
memiliki
kewenangan
pengaturan dan
penyidikan
Penelitian tersebut
mengungkapkan
bahwa keberadaan
OJK semenjak tahun
2013 dapat mendorong
berkurangnya praktik
korupsi dan
penyalahgunaan dana
operasional dalam
lembaga keuangan.
Sehingga pada
akhirnya juga dapat
meningkatkan
pemberdayaan
perekonomian
nasional. Akan tetapi,
akan jauh lebih baik
apabila dibuat
peraturan yang lebih
jelas tentang prosedur
pengawasan lembaga
keuangan untuk
mendukung program
pemerintah
memberantas korupsi,
suap dan gravitasi.33
32Siti Ajijah, “Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kegiatan Perbankan
dihubungkan dengan Perlindungan Hukum Pengelolaan Perbankan dan Dana Investasi”, Skripsi,
Universitas Padjajaran, 2012. 33Bambang Murdadi, “Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pengawas Lembaga Keuangan
Baru yang Memiliki Kewenangan Penyedikan”, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Semarang,
2015.
31
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Sesuai dengan tema pembahasan yang dipilih, maka pada penelitian ini
penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian jenis
deskriptif, yaitu berusaha menyajikan fakta-fakta yang objektif sesuai dengan
kondisi yang terjadi pada saat penelitian dilakukan.34
B. Jenis dan Sumber Data
Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah
kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah sumber data tambahan seperti
dokumentasi dan lain-lain.35 Sedangkan jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
objek penelitian ataupun responden. Data ini diperoleh secara langsung melalui
hasil observasi serta wawancara langsung. Dalam hal ini, yaitu OJK kantor
perwakilan provinsi Jambi dan Bank Jambi Syariah. Sedangkan data sekunder
ialah data yang telah dulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh pihak diluar penulis
sendiri.36 Seperti data yang berasal dari literatur kepustakaan, internet maupun
media cetak lainnya yang memiliki hubungan dengan penelitian ini.
34Sugioni, Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm.
599. 35Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2010), hlm. 157. 36Husaini Usman, Pengantar Statistik, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013), hlm. 20.
C. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data dan fakta penelitian.37 Berkaitan dengan bagaimana data dalam dalam
penelitian ini diperoleh, maka instrumen yang digunakan adalah:
1. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab antara pewawancara dengan responden38. Dalam hal
ini, penulis melakukan wawancara secara langsung maupun tidak langsung
kepada pihak berwenang OJK kantor perwakilan provinsi Jambi dan Bank
Jambi Syariah. Wawancara langsung dilaksanakan melalui tatap muka antara
pewawancara dengan informan langsung. Sedangkan wawancara tidak
langsung dilaksankan melalui media yang ada, seperti e-mail ataupun telepon,
dikarenakan dalam beberapa informasi hanya dapat diperoleh dari informan
yang berada jauh dari pewawancara.
Tabel 2.1
Daftar Informan
No Nama Jabatan
1 Ibu Rahmi Kasubag Adsministarsi
2 Bapak Agus Staf EPK dan Pengawas Bank
3 Ibu Devi Wahyuni Costumer Service UUS Bank Jambi
4 Bapak Achmad Jais Pimpinan Cabang Bank Jambi Syariah
5 Bapak Tirmidzi Sibawaihi Ketua DPS UUS Bank Jambi
6 Bapak Darwisman Demisioner Kepala OJK Jambi
7 Bapak Fadhlan Triakusuma Staff Informasi OJK
8 Ibu Anis Fikriyah Staff Direktorat Learning Center OJK
9 Bapak Ahmad Rifqi Staff Direktorat Learning Center OJK
10 Ibu Antick Rani Staff Direktorat IKNB Syariah
11 Ibu Rianty Dyah Staff Direktorat Learning Center OJK
37Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Revisi), (Jambi: Syariah Press, 2014),
hlm. 37. 38Lexy J. Moleong, Metode Penelitian ..., hlm. 132.
33
2. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan setiap bahan tertulis ataupun film yang tidak
dipersiapkan hanya karena adanya permintaan penyidik atau dengan
memanfaatkan data sekunder yang tersedia dalam perpustakaan, dari instansi
yang diteliti. Data sekunder antara lain berupa dokumen-dokumen resmi seperti
arsip, grafik, peta, lokasi penelitian, geografis dan demografi.39
D. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya yang perlu penulis lakukan
adalah menganalisis data dan mengambil kesimpulan data yang terkumpul.
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, pada penelitian ini, penulis menggunakan
metode deskriptif, yaitu metode yang dipakai untuk membantu dalam
menggambarkan sifat atau keadaan yang dijadikan objek dalam melakukan
penelitian.
Analisis data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses mencari
dan menyusun sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan lainnya, sehingga dapat difahami dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain. Analisis data sebelum ke lapangan menurut
Miles dan Huberman yaitu peneliti menganalisa data terhadap hasil studi
pendahuluan, atau data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus
penelitian. Adapun analisis tersebut, terbagi menjadi:
a. Reduksi Data
Reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan temanya. Dengan
39Sugioni, Penelitian Kombinasi ..., hlm. 217.
demikan data yang telah di reduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya.
b. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
data. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan
hubungan antara kategori, flowchart, dan sejenisnya. Namun yang paling
sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks
yang bersifat naratif.
c. Pengambilan Kesimpulan atau Verifikasi
Kesimpulan yang diambil dari data yang terkumpul perlu diverifikasi terus
menerus selama penelitian berlangsung agar data yang didapat terjamin dan
dapat dipertanggungjawabkan. Analisis data kualitatif merupakan upaya
analisis yang berlanjut, berulang dan terus menerus, terjalin hubungan yang
saling terkait antara kegiatan reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan.40
E. Triangulasi
Triangulasi ialah memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang
berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal.
Karena itu, triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang
diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara
mengurangi sebanyak mungkin perbedaan yang terjadi pada saat pengumpulan
dan analisis data.
40Lexy J. Moleong, Metode Penelitian ..., hlm. 101.
35
Triangulasi menjadi sangat penting dalam penelitian kualitatif, karena
triangulasi dapat meningkatkan ke dalama pemahaman peneliti baik mengenai
fenomena yang diteliti maupun konteks di mana fenomena itu muncul. Bagaimana
pun, pemahaman yang mendalam (deep understanding) atas fenomena yang
diteliti merupakan nilai yang harus diperjuangkan oleh setiap peneliti kualitatif.
Sebab, penelitian kualitatif lahir untuk menangkap arti (meaning) atau memahami
gejala, peristiwa, fakta, kejadian, realitas atau masalah tertentu mengenai
peristiwa sosial dan kemanusiaan dengan kompleksitasnya secara mendalam, dan
bukan untuk menjelaskan (to explain) hubungan antar-variabel atau membuktikan
hubungan sebab akibat atau korelasi dari suatu masalah tertentu. Ke dalaman
pemahaman akan diperoleh hanya jika data cukup kaya, dan berbagai perspektif
digunakan untuk memotret sesuatu fokus masalah secara komprehensif. Karena
itu, memahami dan menjelaskan jelas merupakan dua wilayah yang jauh
berbeda.41
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam pemahaman penelitian ini baik bagi penulis
pribadi maupun bagi pembaca yang membaca penelitian ini, maka penulis rasa
perlu adannya sistematisasi dalam penulisannya secara runtut. Adapun sistematika
yang penulis tetapkan adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan. Bab ini merupakan pembahasan awal serta pijakan bagi
penelitian ini. Bab I mencakup latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah,
kerangka teori serta tinjauan pustaka.
41Lexy J. Moleong, Metode Penelitian ..., hlm. 159.
Bab II Bab ini membahas tentang pendekatan penelitian, jenis dan sumber
data, instrumen pengumpulan data, tekhnik analisis data dan sistematika
penulisan.
Bab III Memaparkan kondisi dan gambaran umum tentang proses penelitian
Bab IV Berisikan pembahasan skripsi, yang di dalamnya membahas jawaban
dari rumusan masalah yang telah ditentukan pada penelitian.
Bab V Bab penutup yang berisikan kesimpulan, saran, dan kata penutup.
37
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum OJK
1. Sejarah Pembentukan OJK
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga
yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan
penyidikan42. Kewenangan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan
di Indonesia pada awalnya dilakukan oleh dua lembaga, yaitu Bank Indonesia
(BI) dan Badan Pengawas Pasar Modal–Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
BI mengatur dan mengawasi sektor Perbankan, sedangkan Bapepam-LK
mengatur dan mengawasi sektor Pasar Modal dan sektor Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
Pembentukan OJK ini mengakibatkan kewenangan-kewenangan tersebut
beralih dari BI dan Bapepam-LK ke OJK, sehingga BI hanya memiliki
kewenangan di bidang kebijakan moneter saja, sedangkan Bapepam-LK lebur
menjadi OJK dan tidak lagi di bawah Kementerian Keuangan43.
42 Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan. 43 Hesty D. Lestari, “Otoritas Jasa Keuangan: Sistem Baru Dalam Pengaturan Dan
Pengawasan Sektor Jasa Keuangan”, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 12 No. 3 September 2012,
hlm. 557. Fungsi pembentukan OJK bagi perbankan adalah Pembentukan Undang- Undang OJK
ini dimaksudkan untuk memisahkan fungsi pengawasan perbankan dari bank sentral ke sebuah
badan atau lembaga yang independen di luar bank sentral. Dasar hukum pemisahan fungsi
pengawasan tesebut yaitu Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menyatakan: (1) Tugas
mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang
independen, dan dibentuk dengan Undang-Undang. (2) Pembentukan lembaga pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilaksanakan selambatlambatnya 31 Desember 2010.2
Sedangkan pengawasan yang dilakukan yaitu terhadap bank dan perusahaan-perusahaan sektor
jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan
Latar belakang pembentukan OJK dikarenakan perlunya suatu lembaga
pengawasan yang mampu berfungsi sebagai pengawas yang mempunyai
otoritas terhadap seluruh lembaga keuangan, dimana lembaga pengawas
tersebut bertanggung jawab terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank
maupun lembaga keuangan non bank, sehingga tidak ada lagi lempar tanggung
jawab terhadap pengawasannya. Selain itu, kegiatan usaha yang dilakukan
berakibat semakin besarnya pengaturan pengawasannya. Sehingga perlu
adanya suatu alternatif untuk menjadikan pengaturan dan pengawasan maupun
lembaga keuangan lainnya dalam satu atap.44 Regulasi dan supervisi sektor
keuangan yang kuat merupakan faktor yang sangatkrusial dalam rangka
mengimbangi perkembangan sektor keuangan tersebut. Sektor keuangan
merupakan sentrum dalam sebuah sistem perekonomian, sehingga kegagalan
dalam mengelola sektor keuangan dapat melemahkan kinerja seluruh sistem
perekonomian. Regulasi dan pengawasan sektor keuangan juga menempati
perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana
masyarakat. Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya
berada di luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam melakukan tugasnya lembaga ini (supervisory
board) melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang
akan diatur dalam Undang-Undang pembentukan lembaga pengawasan dimaksud. Lembaga
pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
pengawasan Bank dengan koordinasi dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasan dari Bank
Indonesia keterangan dan data makro yang diperlukan. 44 Hermansyah, Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana,
2011, hlm. 175-176. Meskipun latar belakang pendirian lembaga pengawas jasa keuangan terpadu
berbeda di setiap negara, terdapat beberapa faktor yang memicu dilakukannya perubahan terhadap struktur kelembagaan pengawas jasa keuangan. Pertama, munculnya konglomerasi keuangan dan
mulai diterapkannya universal banking di banyak negara. Kondisi ini menyebabkan regulasi yang
didasarkan atas sektor menjadi tidak efektif karena terjadi gap dalam regulasi dan supervisi.
Kedua, stabilitas sistem keuangan telah menjadi isu utama bagi lembaga pengawas (dan lembaga
pengawas) yang awalnya belum memperhatikan masalah stabilitas sistem keuangan, mulai
mencari struktur kelembagaan yang tepat untuk meningkatkan stabilitas sistem keuangan. Ketiga,
kepercayaan dan keyakinan pasar terhadap lembaga pengawas menjadi komponen utama good
governance. Untuk meningkatkan -good governance pada lembaga pengawas jasa keuangan,
banyak negara melakukan revisi struktur lembaga pengawas jasa keuangannya. (Mamiko Yokoi-
Arai, “The Regulatory Efficiency of a Single Regulator in Financial Services: Analysis of the UK
and Japan”, Banking & Finance Law Review, Number 1, October, 2006, pg.1)
39
posisi penting dalam rangka mengantisipasi potensi pelanggaran yang mungkin
saja dilakukan oleh lembaga keuangan. Perkembangan kompetisi di sektor
keuangan tak dapat dipungkiri akan memicu institusi individu untuk terus
melakukan inovasi produk. Namun demikian, inovasi yang dilakukan
seringkali berpotensi melanggar ketentuan yang berlaku karena desakan
kompetisi yang begitu ketat45.
Sistem pengawasan yang dilakukan oleh OJK adalah sistem pengawasan
terintegrasi, artinya seluruh kegiatan jasa keuangan yang dilakukan oleh
berbagai lembaga keuangan tunduk pada sistem pengaturan dan pengawasan
OJK. Sistem pengawasan jasa keuangan secara terintegrasi dimulai di
Skandinavia pada pertengahan tahun 1980an. Inggris dan Jepang menerapkan
sistem pengawasan terintegrasi pada tahun 1998 dengan mendirikan United
Kingdom Financial Services Authority dan Japan Financial Services Agency46
2. Visi dan Misi OJK
a. Visi OJK
Menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya,
melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu
mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional
yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.47
b. Misi OJK
1. Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel.
45 Hasbi Hasan, “Efektivitas Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Lembaga
Perbankan Syariah”, Jurnal Legislasi Indonesia Volume 9 Nomor 3 Tahun 2012, hlm. 376. 46 Zulkarnain Sitompul, op.cit., hlm. 344 47 Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia, Edisi ke-1 (Jakarta:
Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, 2014), hal. 3.
2. Mewujudkan system keuangan yang tumbuh secara transparan dan
stabil.
3. Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.48
3. Nilai-Nilai Strategis OJK49
a. Integritas adalah bertindak objektif, adil dan konsisten sesuai dengan kode
etik dan kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan
komitmen.
b. Profesionalisme adalah bekerja dengan penuh tanggung jawab berdasarkan
kompetensi yang tinggi untuk mencapai kinerja terbaik.
c. Sinergi adalah berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik
internal maupun eksternal secara produktif dan berkualitas.
d. Inklusif adalah terbuka dan menerima keberagaman pemangku
kepentingan serta memperluas kesempatan dan akses masyarakat terhadap
industry keuangan.
e. Visioner adalah memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat ke
depan serta dapat berpikir di luar kebiasaan.
B. Gambaran Umum Bank Jambi Syariah
1. Sejarah Bank Jambi Syariah
Pada tahun 1945, PT. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jambi didirikan
berdasarkan akta notaris Adipura Perlindungan No. 6 Tanggal 12 Februari
1959, yang kemudian disempurnakan melalui akta notaris Habro Purwonto No.
48 Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia …., hal. 3. 49 Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia …., hal. 3.
41
70 tanggal 12 Oktober 1959 dimuat pada tambahan berita Republik Indonesia
No. 110. 140 tanggal 29 Desember 1959.50
Selanjutnya pada tanggal 1964, sebagai dari tindak lanjut dari terbitnya
Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 1962 tentang Pembangunan
daerah Jambi berubah menjadi BPD dengan spesifikasi kegiatannya sebagai
BPD berdasarkan peraturan daerah tingkat I Provinsi Jambi No. 03 tahun 1963
dengan pengesahan Menteri dalam Negeri No.9/32/127-164 tanggal 25
September 1964.Pada tanggal 1993, BPD Jambi menyesuaikan kegiatann ya
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia No. 07 Tahun
1992 tentang Perbankan melalui peraturan Daerah Tingkat 1 Provinsi jambi
No. 13 Tahun 1992 tanggal 30 November dan pengesahan menteri dalam
negeri No. 548.25.434 tanggal 23 Maret 1993.
Pada tahun 2007 BPD berubah status menjadi Perseroan Terbatas (PT)
BPD Provinsi Jambi No. 02 Tahun 2006 dan berdasarkan akta notaris Robert
Faisal, SH No. 06 Tanggal 1 Februari 2007, kemudian disahkan oleh menteri
kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui surat No. 20-
00061 HT. 01.01-TH. 2007 dan diumumkan dalam tambahan berita Negara
Republik Indonesia No. 55 Tanggal 10 Juli 2007 serta keputusan gubernur
Bank Indonesia No.9/59/KEP.GBI/2007 tanggal 13 November 2007.
Mengikuti perkembangannya hingga pada tanggal 15 Agustus 2011 Bank
Jambi Syariah resmi didirikan berdasarkan akta notaris M.Zen No. 133.
50 Bank 9 Jambi, Laporan Tahunan 2014: SDM Kompeten Landasan Pertembuhan
Berkseinambungan, hal. 38.
Operasional Bank Jambi Syariah dimulai pada tanggal 3 januari 2012 dan
diresmikan langsung oleh Gubernur Jambi yaitu H. Hasan Basri Agus.51
2. Lokasi Bank Jambi Syariah
Adapun batas lokasi Bank Jambi Syariah berdasarkan hasil wawancara peneliti
dengan pelaksana umum bank Jambi Syariah adalah sebagai berikut:
a. Sebelah selatan berbetasan dengan rumah penduduk
b. Sebelah timur berbatasan dengan usaha perbengkelan
c. Sebelah utara berbatasan dengan jalan raya Kap. Pattimura dan berdepanan
dengan hotel Amanah
d. Sebelah barat berbatasan dengan Grand Hotel.
Kantor bank Jambi Syariah terletak di pusat kota Jambi yang berlamat di Jl.
Kap. Pattimura No 70-71 dengan luas tanah 272 m3 dan luas bangunan 272
m3. Ruangannya terdiri dua lantai. Lantai pertama digunakan sebagai ruang
operasional, dan lantai kedua ruang birokrasi.52
3. Visi dan Misi Bank Jambi Syariah
a. Visi
Menjadi bank umum syariah yang terkemuka di wilayah provinsi Jambi
yang tumbuh secara sehat dan handal melayani Mitra Usaha
b. Misi
1) Mengembangkan pasar perbankan syariah di wilayah provinsi Jambi
2) Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian daerah
khususnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
51 Bank 9 Jambi, Laporan Tahunan 2014...., hlm. 84. 52 Bank 9 Jambi, Laporan Tahunan 2014...., hlm. 39.
43
3) Memperkerjakan tenaga professional yang disiplin, jujur, ramah dan
penuh tanggungjawab
4) Mewujudkan komitemen terhadap standar kinerja operasional
perbankan syariah didukung dengan tekhnologi yang memadai
5) Menerapkan prinsip kehati-hatian (Prudential Banking) dan tata kelolo
perusahaan yang baik (Good Corporate Governance)
6) Menjalankan fungsi sebagai pemegang kas daerah, melaksanakan
penyimpanan uang daerah yang dikelolah berdasarkan prinsip syariah
7) Mencapai pertumbuhan usaha dan keuntungan yang memadai,
berkesinambungan, dan memberikan nilai tambah kepada steakholder
8) Melaksanakan pelayanan pelaksanaan haji keoada masyarakat di
wilayah provinsi Jambi
9) Melaksanakan manajemen zakat, infaq, shodaqoh yang tepat sasaran
sebagai perwujudan kepedulian social
10) Memperkuat permodalan secara berkesinambungan yang bersumber
dari laba usaha, tambahan modal dari pemegang saham atau
mengindang investor baru.53
4. Prinsip-Prinsip Utama
Penerapan GCG di Bank Jambi Syariah berpedoman pada lima prinsip
utama yaitu keterbukaan, tanggungjawab, akuntabilitas, kewajaran dan
independensi, yang dijadikan dasar dalam penetapan Kebijakan Umum
Direksi Tahunan (KUDT). Dokumen KUDT tersebut merupakan pedoman
penyusunan Rencana Bisnis Bank Jambi yang di susun setiap tahun dan
53 Bank 9 Jambi, Laporan Tahunan 2014...., hlm, 46.
merupakan landasan tugas seluruh unit organisasi Bank Jambi di Kantor
Pusat maupun Kantor Cabang dengan tujuan untuk mewujudkan
keseragaman, kesatuan bahasa, kesamaan pandangan dan kesatuan gerak
langkah operasional tersebut, memastikan bahwa seluruh jajaran Bank Jambi
akan selalu berpedoman pada GCG dalam menjalankan pekerjaannya sehari-
hari.
Dalam rangka meningkatkan penerapan praktek GCG secara menyeluruh
di Bank Jambi Syariah seperti disyaratkan oleh Bank Indonesia, Bank Jambi
Syariah telah merancang dan menyempurnakan pedoman kebijakan serta
panduan implementasi GCG sesuai ketentuan Bank Indonesia dalam
Peraturan Bank Indonesia no. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan GCG bagi
Bank Umum.54
5. Struktur Tata Kelola Perusahaan
Sebagai Bank Milik Daerah PT. Bank Pembangunan Daerah Jambi dengan
badan hukum perseroan terbatas, harus tunduk dan patuh pada Undang-
Undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang
No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang No.7 Tahun
1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-Undang No.10
Tahun 1998 serta ketentuan Bank Indonesia dan Undang-Undang lainnya.
Berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1995 dan Undang-Undang No.40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, bahwa Perseroan Terbatas terdiri
dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris.
Ketiganya merupakan pihak yang bertanggung jawab secara bersama-sama
54 SOP Tata Kelola Perusahaan PT. Bank Pembangunan Daerah Jambi tahun 2015.
45
untuk menerapkan prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan usaha Bank
pada seluruh tingkat atau jenjang organisasi.
Untuk mengelola Bank Jambi Syariah dengan baik dan berjalan dengan
lancar, bank ini memiliki standar kepemimpinan atau struktur organisasi,
dimana kedudukan birokrasi dalam tubuh Bank Jambi Syariah itu dijabat oleh
orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya masing-masing.55
6. Produk-produk Bank Jambi Syariah
Diantara produk yang ditawarkan oleh Bank Jambi Syariah adalah:
Tabel 3.1
Nama Produk Bank Jambi Syariah56
No Nama Produk Pelayanan Jasa
1 Wakalah
2 Kafalah
3 Dukungan Bank
4 Referensi Bank
5 Kliring RTGS
Nama Produk Pembiayaan
1 Murabahah Modal Kerja
2 Murabahah Konsumsi
3 Murabahah Investasi
4 Musyarakah Modal Kerja
5 Musyarakah Investasi
Nama Produk Penghimpunan Dana
1 Produk Tabungan
- Tabungan Siginjai iB
- Tabungan Niat Haji
- Tabunganku
- Tabungan Pelajar
2 Giro Ib
3 Deposito Mudharabah iB
Sumber: Hasil Observasi Produk-Produk Bank Jambi Syariah
55 SOP Tata Kelola Perusahaan PT. Bank Pembangunan Daerah Jambi tahun 2015. 56 Observasi Produk-Produk Bank Jambi Syariah, 18 April 2017, Pukul 14.00 WIB
46
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan dibahas tentang hasil penelitian yang dilakukan oleh
peneliti tentang peranan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jambi dalam
pengawasan pada Bank Jambi Syariah. Wawancara dilaksnakan mulai dari tahap
pra riset hingga tahap riset dengan mewawancarai narasumber yang menurut
oeneliti banyak mengetahui tentang data-data yang dibutuhkan. Pertanyaan yang
diajukan juga dibuat seakurat mungkin sehingga hasil-hasil yang dicapai sesuai
dengan data-data yang diinginkan oleh peneliti dalam pembuatan tugas akhir ini.
Peranan OJK Terhadap Pengawasan
1. Realisasi Pengawasan OJK Provinsi Jambi Pada Bank Jambi Syariah
Keberhasilan mewujudkan industri perbankan yang sehat dan stabil serta
mampu meningkatkan perekonomian daerah dan menjaga kepercayaan
masyarakat. Dalam hubungan ini, sangat diperlukan eksistensi dari sebuah
lembaga pengawas bank yang benar-benar terealisasi dengan baik dan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Pada prakteknya, pengawasan OJK Provinsi Jambi pada Bank Jambi
Syariah dilakukan pada Februari 2014 tidak dilakukan oleh OJK Provinsi
Jambi sendiri, namun dengan meminta bantuan kepada Dewan Pengawas
Perbankan Syariah (DPPS) OJK Pusat untuk turun langsung memeriksa kantor
Bank Jambi Syariah, didampingi oleh salah satu staff pengawas bank dari OJK
Provinsi Jambi. Hal ini dilakukan karena OJK Provinsi Jambi belum memiliki
staff pengawas Bank Syariah, yang ada hanya staf Pengawas Bank
47
Konvensional. Hal ini disampaikan oleh Bapak Achmad Jais selaku divisi
Bank Jambi Syariah, menyampaikan bahwa:
Untuk pemeriksaan umum dengan turus langsung (on site) OJK provinsi
Jambipertama mengawasi Bank Jambi Syariah pada februari 2014, hal
inipun dilakukan atas rekomendasi dari kam I karena sejak berdiri di tahun
2011 Bank Jambi Syariah belum pernah diperiksa oleh BI ataupun OJK.
Pengawasan tersebut oleh OJK pusat untuk fokus syariahnya karena OJK
Jambi belum memiliki pengawas bank Syariah jadi masih minta bantuan
oleh pusat. Namun pada tahun 2015 hanya memeriksa Bank Jambi saja atau
bank pusat, karena untuk tahun 2015 ini tidak terfokus pada syariahnya, jadi
OJK Provinsi Jambi hanya mengawasi Bank Jambi. Itu sudah
mewakilipengawasannya pada Bank Jambi Syariah. Karena Bank Jambi
Syariah mengirim laporan ke Bank Jambi untuk diperiksa dan juga untuk
temuan operasionalnya DPS juga bertugas melaporkan kepada OJK satu
semester sekali yang yang menyangkut fokus syariahnya.57
Ditambah lagi oleh Bapak Agus selaku staff EPK dan Pengawas Bank
mengatakan bahwa:
Pada tahun 2015 kami tidak mengawasi langsung ke Bank Jambi Syariah,
pemeriksaan umumnya dilakukan di Bank Jambi, cuman pada saat
pemeriksaan bank Jambi, Bank jambi syariah sekalian kita periksa, kita gak
masuk langsung ke banknya, Cuma Bank Jambi Syariah bawa dokumennya
ke Bank Jambi. Jadi kami memeriksa berkas-berkas yang kami minta dari
Bank Jambi Syariah yaitu funding, lending, kredit dan manajemen risiko.
57 Wawancara dengan Bapak Achmad Jais, Divisi Pemasaran dan Pengembangan Bank
Jambi Syariah, 23 Desember 2016, Pukul 14,20 WIB.
Jadi, kami memeriksa berkas tersebut di Bank Jambi. Karena ini masih Unit
Usaha bisa digabung dengan bank umum Bank Jambi, jadi pas kita periksa
bank umum BPD Jambi kita periksa sekalian Bank Jambi Syariah.58
Pada tahun selanjutnya, pengawasan OJK Provinsi Jambi pada Bank Jambi
Syariah dilakukan di Bank Jambi, artinya pemeriksaan umum dilakukan di
Bank Jambi namun untuk memeriksa sekaligus Bank Jambi Syariah maka OJK
meminta berkas-berkas Bank Jambi Syariah untuk diperiksa di Bank Jambi.
Pemeriksaan tersebut meliputi penghimpunan dana (funding), penyaluran dana
(lending), kredit, manajemen risiko dan pemeriksaan laporan keuangan seperti
neraca, laporan laba rugi, BMPK, laporan Triwulan, laporan kinerja
operasional, profil risiko, self assesmenti,GCG (Good Corporate Goverment)
dan realisasi RGB.
Pengawasan Bank oleh OJK Provinsi Jambi dilakukan secara acak
(random sampling) dikarenakan untuk memeriksa cabang BPD satu persatu
OJK Provinsi Jambi belum memilki SDM yang memadai dan waktu yang
cukup karena banyaknya bank yang harus diperiksa. Jadi, dalam pemeriksaan
secara umum dengan onsite dilakukan secara acak. Berikut penjelasan staff
pengawas Bank oleh Bapak Agus, bahwa:
Pemeriksaan wajib keseluruhan dan perlu ke banknya langsung, di tahun
2015 kami kesarolangun, merangin, sama kantor pusat karena disana ada
bank juga selain operasiomal kan di sana juga ada SDM ada marketing ada
Account Officer. Sebenarnya memang keseluruhan kita gak bisa memeriksa
seluruh bank dalam satu tahun sekaligus. Jadi random sampling, misalnya
58 Wawancara dengan Bapak Agus, staff EPK dan Pengawas Bank, 25 Desember 2016,
pukul 11.00 WIB.
49
bank ini cabang sudah lama ni kita lihat laporan keuangannya, karena
memang untuk semua cabangnya kita belum sanggup, ya karena SDMnya
masih sangat kurang dan juga butuh waktu yang cukup lama untuk emeriksa
bank. Jadi kita random sampling, karena minimnya pemeriksaaan umum
kan pertahun itu banknya bukan cabangnya.59
Adapun pernyataan dari ibu Rahmi selaku staff pengawas bank,
menyatakan bahwa:
Pengawasan langsung ada dua yaitu umum dan khusus. Kalau umum yang
turun langsung dilakukan minimal setahun sekali atau metode on-site, kalau
khusus jika dalam pemantauan melalui laporan berkala (off-site) ditemukan
ada permasalahan pada aspek-aspek tertentu, baru kami melakukan
pengawasan khusus. Kalau untuk kelapangan atau pengawasan langsung
pada Bank Jambi Syariah memang kami gak setahun sekali sih, tapi sering
dalam setahun pasti dalam bulan apa kami ada mengawasi.
Adapun bentuk pengawasan OJK Provinsi Jambi dilakuakn dengan dua
cara, yaitu pengawasan on-site dan pengawasan off-site dengan tiga system
pendekatan yaitu pengawasan berdasarkan kepatuhan (Compliance Based
Supervision/CBS), pengawasan berdasarkan Risiko (Risk Based
Supervision/RBS) dan pengawasan terintegrasi. Sesuai dengan peraturan yang
telah ditetapkan oleh OJK Pusat, OJK Provinsi Jambi melaksanakan
pengawasannya pada Bank Jambi Syariah dengan pendekatan berdasarkan
risiko (Risk-based Bank Rating). Hal ini disampaikan oleh ibu Rahmi, selaku
staff pengawasan Bank, bahwa:
59 Wawancara dengan Bapak Agus, staff EPK dan Pengawas Bank, 25 Desember 2016,
pukul 11.00 WIB.
Dalam mengawasi Bank Jambi Syariah bentuk pengawasan OJK ada dua
yaitu metode umum dan khusus. Kalau umum yang turun langsung setahun
sekali atau metode on-site, kalu khusus jika dalam pemantauan melalui
laporan berkala atau off-site ditemukan ada permasalah pada aspek-aspek
tertentu misalnya risiko bank tinggu, kredit turun, laba turun itu baru kami
melakukan pengawasan khusus.60
Ditambahkan lagi oleh bapak Agus, bidang EPK dan Pengawas Bank,
menyatakan bahwa “Kami mengawasi berdasarkan kepatuhan (Compliance
Based Supervision/CBS), pengawasan berdasarkan Risiko (Risk Based
Supervision/RBS) dan terintegrasi.61
Berdasarkan surat edaran Dewan Komisioner OJK Nomor
6/SEDK.03/2014 pendekatan pengawasan berdasarkan risiko merupakan
pendekatan pengawasan (Risk Based Supervision/RBS) yaitu penelaian tingkat
kesehatan Bank yang memungkinkan pengawas bank dapat mendeteksi secara
dini risiko yang signifikan dan mengambil tindakan pengawasan yang sesuai
dan tepat waktu. Penilaian tingkat kesehatan bank saat ini dan pada waktu yang
akan datang. Penyempurnaan tersebut dilakukan agar penilaian tingkat
kesehatan bank dapat lebih efektif diguankan sebagai alat untuk mengevaluasi
kinerja bank termasuk dalam penerapam manajemen risiko dengan fokus pada
risiko yang signifikan, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, serta
penerapan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah.
60 Wawancara dengan Ibu Rahmi, Staff Pengawasan Bank, 14 November 2016, pukul
09.00 WIB. 61 Wawancara dengan Bapak Agus, staff EPK dan Pengawas Bank, 25 Desember 2016,
pukul 11.00 WIB.
51
Dalam melakukan pengawasan bank yang harus dilakukan OJK adalah
melaksanakan system pengawasanya dengan menggunakan dua pendekatan
yaitu:62
1. Pengawasan berdasarkan kepatuhan (Compliance Based Supervision/CBS)
yaitu pemantauan kepatuhan bank terhadap ketentuan-ketentuan yang
terkait dengan operasi dan pengelolaan bank di masa lalu dengan tujuan
untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik
dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian. Pengawasan terhadap
pemenuhan aspek kepatuhan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari pelasksanaan pengawasan bank berdasarkan risiko.
2. Pengawasann berdasarkan risiko (Risk Based Supervision/RBS) yaitu
pengawasan bank yang menggunakan strategi dan metodologi berdasarkan
risiko yang memungkinkan pengawas bank dapat mendeteksi risiko yang
signifikan secara dini dan mengambil tindakan pengawasan yang sesuai
dan tepat waktu.
Dalam bentuk pengawasan (right control) yaitu:63
a. Pegawasan bank secara langsung (on-site supervision) terdiri dari
pemeriksan umum dan pemeriksaan khusus dengan tujuan untuk
mendapatkan gambaran keadaan keuangan bank dan untuk memantau
tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku, serta untuk
mengetahui apakah terdapat praktik-praktif tidak sehat yang
membahayakan kelangsungan usaha bank.
62 Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia, Edisi ke-1 (Jakarta:
Depertemen Perizinan dan Informasi Perbankan, 2014), hal. 25. 63 Otoritas Jasa Keuangan, ....., hal. 25.
b. Pengawasan tidak langsung (off-site supervision) yaitu pengawasan
melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank,
laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya.
Mengenai pengawasan terhadap pengawasan industri jasa keuangan
berbasis syariah di Jambi ini khususnya Bank Jambi Syariah, OJK Provinsi
Jambi melaksanakan pengawasan pada Bank Jambi Syariah dengan dua
metode yaitu pengawasan off-site dan on-site. Profil risiko Bank Jambi Syariah
tergolong moderat. Dalam hal ini, OJK memninta bank agar selalu
meningkatkan kualitas menejemen risiko dan system pengendalian internal
serta memperhatikan prinsip kehati-hatian prinsip syariah dalam operasional
bank, serta memperbaiki ketahanan modal. Fokus pemeriksaan melilputi aspek
risiko operasional, risiko kredit, kepatuhan penerapan prinsip syariah dan
pelaksanaan tata kelola usaha yang baik (GCG).
Pengawasan yang dilakukan oleh OJK terbagi pada dua metode:
1). Metode Off-Sitte
Metode Of-Site merupakan metode pengawasan yang berdasarkan analisis
laporan bank (of-site analysis). Metode ini dilakukan oleh OJK dalam
mengawasi perbankan termasuk Bank Jambi Syariah. Seperti yang
dilakukan pada Bank Jambi Syariah secara online. Dalam metode ini pihak
perbankan melaporkan kegiatan usahanya secara kontiniu yaitu secara
berkala sesuai dengan jenis laporan kepada pihak OJK. Laporan ini
dikirim melalui situs khusus. Beradasarkan laporan tersebut OJK
mengelola data tersebut kemudian melakukan sepervaisor action dan
53
sepervaisor approach, sehingga dapat dilihat dari kondisi keuangan
dimanaletak masalahnya. Lalu menganalisis masalah tersebut kemudian
memberi solusi. Pelaporan ini dilakukan secara online.64
2). Metode On-Site
Metode ini sering disebut juga dengan pemeriksaan setempat (on-site visit)
yaitu dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan artinya pihak OJK
langsung mengawasi Bank Jambi Syariah. Pengawasan ini dilakukan
minimal satu kali dalam satu tahun. OJK Jambi telah melakukan
pengawasan dengan metode on-site dan off-site pada Bank Jambi Syariah.
Hal ini dijelaskan juga oleh bapak Achmad Jais, selaku divisi Bank Jambi
Syariah, mengatakan bahwa:
Model pengawasan OJK Provinsi Jambi pada bank Jambi Syariah, ada
dua cara yaitu periodil dan sewaktu-waktu apabila diperlukan
tergantung pada tingkat risiko bank yang diawasi. Selain kami
mengirim laporan berkala, metode pengawasan periodik OJK Provinsi
Jambi juga biasanya turun langsung memeriksa sedetail mungkin
hingga sampai ke berkas diambil kemudian diperiksa. Butuh waktu
berhari-hari. Jika ada temuan-temuan, nanti diakahir dia mengeluarkan
hasil pemeriksaan baru mengadakan exit meeting pada semua pihak
Direktur dan Staf Bank, baru temuan tersebut atau kasus tersebut
diperintahkan lagi pada bank untuk menyelesaikan pada tanggal yang
64 Wawancara dengan Bapak Agus, staff EPK dan Pengawas Bank, 25 Desember 2016,
pukul 11.00 WIB.
disepakati. Apabila pada waktunya belum juga, maka OJK akan
menanyakan apa kendalanya, dan memberi solusi.65
Hal ini dipastikan juga oleh peneliti dengan mewawancarai Bank Jambi
Syariah. Melalui pernyataan Ibu Devi selaku Customer Service menyatakan
bahwa: “OJK sudah mengawasi Bank Jambi Syariah dengan turun langsung ke
kantor Bank Jambi Syariah di tahun 2014 dan juga kami selalu mengirimi
laporan berkala yang wajib dilaporkan ke OJK”.66 Hal ini ditambahkan lagi
oleh pernyataan ketua DPS Bank Jambi Syariah Bapak Tirmidzi bahwa: “ya
benar, OJK ada mengawasi Bank Jambi Syariah, kami juga telah mengirim
laporan ke OJK.”67 Ditambah lagi oleh bapak Achmad Jais, selaku divisi Bank
Jambi Syariah bahwa “Laporan yang kami laporkan ke OJK berupa laporan
GCG, laporan ATMR, laporan realisasi RBB, laporan publikasi, profil risiko
dan manajemen risiko.68
Terkait dengan pengawasan operasional bank syariah dan produk-
produknya agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang dijalankan oleh
bank, Bank Jambi Syariah telah diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS)
dan DPS berkewajiban melaporkan hasil kinerja pengawasannya tentang
perkembangan dan aplikasi sistem keuangan syariah bank yang diawasinya
kepada OJK sekurang-kurangnya enam bulan sekali, berikut penjelasan bapak
Tirmidzi selaku ketua DPS di Bank Jambi Syariah: “Kami selaku DPS telah
65 Wawancara dengan Bapak Achmad Jais, Divisi Pemasaran dan Pengembangan Bank
Jambi Syariah, 23 Desember 2016, Pukul 14,20 WIB. 66 Wawancara dengan Ibu Devi, Costumer Service Bank Jambi Syariah, 23 Desember
2016, Pukul 10,00 WIB. 67 Wawancara dengan Bapak Tirmidzi, Ketua Dewan Pengawas Syariah Bank Jambi
Syariah, 16 November 2016, Pukul 07.40 WIB. 68 Wawancara dengan Bapak Achmad Jais, Divisi Pemasaran dan Pengembangan Bank
Jambi Syariah, 23 Desember 2016, Pukul 14,20 WIB.
55
melaporkan laporan hasil kinerja pengawasan DPS ke OJK enam bulan
sekali”.69
Menurut bapak Agus, selaku staff pengawas bank mengenai keterkaitan
DPS dengan OJK dalam segi pengawasan bank, adalah sebagai berikut:
“Keterkaitan OJK Provinsi Jambi dengan DPS hanya pada permintaan
pendapatnya saja jika ada produk baru yang akan dikeluarkan Bank Jambi
Syariah sedangkan untuk laporan tidak ada yang harus dilaporkan bahkan
menyatakan ketidak tahuannya dengan DPS pada bank syariah”.70
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa aplikasi pengawasan OJK
Provinsi Jambi pada Bank Jambi Syariah telah dilaksanakan mulai pada tahun
2014, dengan meminta bantuan Dewan Pengawas Perbankan Syariah OJK
pusat dan didampingi oleh staff pengawas OJK Provinsi Jambi. Metode
pengawasan OJK Provinsi Jambi dilakukan dengan metode langsung (on-site)
dan tidak langsung (of-site). Hal ini dilakukan berdasarkan risiko.
2. Pengawasan Terintegrasi
Pasal 5 UU OJK telah mengamanatkan OJK untuk menyelenggarakan
sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam Sektor Jasa Keuangan (SJK). Penerapannya dilakukan
melalui:
a. Membentuk satuan-satuan kerja yang melaksanakan tugas pengaturan,
perizinan, dan pengawasan terintegrasi.
69 Wawancara dengan Bapak Tirmidzi, Ketua Dewan Pengawas Syariah Bank Jambi
Syariah, 16 November 2016, Pukul 07.40 WIB. 70 Wawancara dengan Bapak Agus, staff EPK dan Pengawas Bank, 25 Desember 2016,
pukul 11.00 WIB.
b. Mengintegrasikan pengaturan seluruh LJK dari sektor Perbankan, Pasar
Modal, dan IKNB. OJK telah, sedang, dan akan terus melakukan upaya
untuk mengintegrasikan peraturan yang bersifat lintas sektor jasa
keuangan. Pengaturan terintegrasi merupakan pengaturan, baik
konvensional maupun syariah, yang berlaku untuk minimal 2 (dua) sektor
dan pengaturan sektoral yang memiliki dampak signifkasi pada sektor lain.
Selama ini, tiap jenis LJK memiliki peraturan tersendiri. Beberapa contoh
peraturan yang telah diintegrasikan adalah POJK No.27/POJK.03/2016
tentang Penilaian Kemampuan & Kepatutan Bagi Pihak Utama Lembaga
Jasa Keuangan dan POJK No.13/ POJK.03/2017 tentang Penggunaan Jasa
Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik dalam Kegiatan Jasa
Keuangan.
c. Mengintegrasikan perizinan seluruh SJK melalui satu pintu. OJK juga
sedang mengupayakan perizinan yang terintegrasi, yaitu pelayanan
perizinan melalui satu pintu dengan didukung oleh sistem informasi. Salah
satu sistem yang telah dikembangkan oleh OJK untuk mendukung
perizinan terintegrasi adalah Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi
(SPRINT). Saat ini, terdapat beberapa jenis perizinan yang dikelola
menggunakan SPRINT, yaitu Bancassurance, Agen Penjual Efek Reksa
Dana (APERD), Pendaftaran Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik,
dan Sukuk Obligasi.
d. Mengintegrasikan pengawasan terhadap seluruh LJK Pengawasan secara
terintegrasi oleh OJK telah dimulai dengan pelaksanaan pengawasan
terhadap beberapa LJK yang tergabung dalam suatu konglomerasi.
57
Sehubungan dengan hal tersebut, OJK telah menerbitkan tiga ketentuan
terkait pengawasan terintegrasi terhadap Konglomerasi Keuangan (KK),
yaitu:
a) POJK Nomor 17/POJK.03/2014 tentang Penerapan Manajemen
Risiko Terintegrasi terhadap Konglomerasi Keuangan;
b) POJK Nomor 18/POJK.03/2014 tentang Penerapan Tata Kelola
Terintegrasi terhadap Konglomerasi Keuangan; dan
c) POJK Nomor 26/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum Terintegrasi bagi Konglomerasi Keuangan.71
3. Siklus Pengawasan OJK
Berdasarkan hasil wawancara dengan staf pengawas bank OJK Provinsi
Jambi adapun siklus pengawasan OJK Provinsi Jambi adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1
Siklus Pengawasan OJK Berdasarkan Risiko
Sumber: hasil wawancara dengan ibu Rahmi, staff pengawasan bank OJK
Provinsi Jambi.
71 Booklet Perbankan Indonesia 2018, hlm. 47
Audit Working Plan
Penilaian Risiko dan TKS
Perencanaan Pengawasan
Pemeriksaan Berdasarkan Risiko
Pengkinian Profil Risiko dan TKS
Bank
Pengawasan/Monitoring
Realisasi Siklus pengawasan di Bank Jambi Syariah:
a. Membuat usulan pemeriksaan terhadap bank Jambi Syariah yang
dilakukan oleh Kasubag Pengawasan beserta dengan staff pengawasan
yang tetap dikoordinir oleh kepala kantor OJK Jambi dengan
memperhatikan kondisi umum bank Jambi Syariah serta individu yang
terkait di dalamnya.
b. Berdasarkan kondisi umum bank Jambi Syariah, maka akan dinilai
risiko dan tingkat kesehatan bank Jambi Syariah berdasarkan SEOJK
NO.10/SEOJK.03/2014 tentang penilaian tingkat kesehatan BUS dan
UUS dilakukan berdasarkan pendekatan risiko yang meliputi profil
risiko dan manajemen risiko.
c. Bagian pengawasan Bank OJK Jambi yang membidangi pengawasan
bank Jambi Syariah menyusun rencana pemeriksaan, mulai dari tugas
tim pengawas hingga waktu pelaksana.
d. Tim pengawas yang telah ditentukan, akan melakukan pengawasan
secara on-site atau turun langsung ke bank Jambi Syariah dengan
pemeriksaan sesuai fokus masing-masing. Waktu pelaksanaan
pengawasan langsung menyesuaikan dengan temuan yang ada di
lapangan.
59
e. Untuk memperkuat temuan lapangan yang di dapat oleh tim pengawas
OJK, maka diikuti dengan pengawasan secara off-site dengan
memonitor semua berkas-berkas operasional Bank Jambi Syariah.
f. Hasil temuan dari pemeriksaan secara on-site maupun off-site akan
dilaporkan dalam exit meeting (pemaparan laporan hasil pemeriksaan)
yang dihadiri oleh direksi, komisaris dan kepala divisi lalu mengadakan
tindak lanjut dari temuan tersebut berupa komitmen penyelesaian
temuan itu dengan waktu yang disepakati.
4. Penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko72
1) Tata Kelola Risiko
Tata kelola risiko mencakup evaluasi terhadap: perumusan tingkat risiko
yang akan di ambil (risk appetite); dan kecukupan pengawasan aktif oleh
Dewan komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawasa Syariah termasuk
pelaksanaan kewenagan dan tanggungjawab Dewan Komisaris, D
ireksi, dan Dewan Pengawas Syariah.
2) Tata Manajemen Risiko
Kerangka manajemen risiko mencakup evaluasi terhadap:
a. Strategi manajemen risiko yang searah dengan tingkat risiko yang akan
diambil dan toleransi risiko
b. Kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya
manajemen risiko secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan
tanggungjawab
c. Kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit
72 Nelson Tampubolon, Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 10 Tentang
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, (Jakarta: 2014), hal.
10
3) Proses Manajemen Risiko
Kecukupan sumber daya manusia, dan kecukupan informasi manajemen
proses manajemen risiko yang mencakup evaluasi terhadap:
e. Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko
f. Kecukupan sistem informasi manajemen risiko
g. Kecukupan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia dalam
mendukung efektivitas proses manajemen risiko
4) Kecukupan Sistem Pengendalian Risiko
Kecukupan sistem pengendalian risiko mencakup evaluasi terhadap:
a. Kecukupan sistem pengendalian intern, dan
b. Kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent review)
dalam bank baik oleh satuan kerja manajemen risiko maupun oleh
satuan kerja audit intern.
Pengawasan/pemeriksaan bank berdasarkan risiko dilakukan terhadap
jenis-jenis risiko sebagai berikut:
Tabel 4.1
Jenis-jenis Risiko Bank73
Risiko Kredit Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan
counterparty memenuhi kewajibannya.
Risiko Pasar
Risiko yang timbul karena adanya pergerakan
variabel pasar (adverse movement) dari portofolio
yang dimiliki oleh bank yang dapat merugikan
bank. Variabel pasar antara lain suku bunga dan
nilai tukar.
Risiko Likuiditas
Risiko yang antara lain disebabkan bank tidak
mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh
tempo.
Risiko Operasional
Risiko yang antara lain disebabkan adanya
ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya
proses internal, kesalahan manusia, kegagalan
73 Booklet Perbankan Indonesia 2018, hlm. 35
61
sistem atau adanya problem eksternal yang
mempengaruhi operasional bank.
Risiko Hukum
Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan
aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain
disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan
peraturan perundang-undangan yang mendukung
atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhi
syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang
tidak sempurna.
Risiko Reputasi
Risiko yang antara lain disebabkan adanya
publikasi
negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank
atau persepsi negatif terhadap bank.
RisikoStratejik
Risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan
dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik
serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan
lingkungan bisnis
Risiko Kepatuhan
Risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi
atau tidak melaksanakan peraturan perundang
undangan dan ketentuan lain yang berlaku.
Risiko Imbal Hasil
Risiko akibat perubahan tingkat imbal hasil yang
dibayarkan bank kepada nasabah, karena terjadi
perubahan tingkat imbal hasil yang diterima bank
dari penyaluran dana, yang dapat mempengaruhi
perilaku nasabah dana pihak ketiga bank.
Risiko Investasi
Risiko akibat bank ikut menanggung kerugian
usaha nasabah yang dibiayai dalam pembiayaan
berbasis bagi hasil baik yang menggunakan metode
net revenue sharing maupun yang menggunakan
metode proft and loss sharing.
Risiko Transaksi Intra-
Grup
Risiko akibat ketergantungan suatu entitas baik
secara langsung maupun tidak langsung terhadap
entitas lainnya dalam satu konglomerasi keuangan
dalam rangka pemenuhan kewajiban perjanjian
tertulis maupun perjanjian tidak tertulis baik yang
diikuti perpindahan dana dan/atau tidak diikuti
perpindahan dana.
Risiko Asuransi
Risiko akibat kegagalan perusahaan asuransi
memenuhi kewajiban kepada pemegang polis
sebagai akibat dari ketidakcukupan proses seleksi
Risiko (underwriting), penetapan premi (pricing),
penggunaan reasuransi, dan/atau penanganan
klaim.
Tabel 4.2
Matriks Jenis Risiko yang Digunakan dalam Penerapan
Risk Based Supervision pada Perbankan dan Konglomerasi74
No Jenis Risiko Resiko BUK BUS/UUS Konglomerasi
1 Risiko Kredit √ √ √
2 Risiko Pasar √ √ √
3 Risiko Likuiditas √ √ √
4 Risiko Operasional √ √ √
5 Risiko Hukum √ √ √
6 Risiko Reputasi √ √ √
7 Risiko Stratejik √ √ √
8 Risiko Kepatuhan √ √ √
9 Risiko Imbal Hasil (Rate of
Return Risk) - √ -
10 Risiko Investasi (Equity
Investment Risk) - √ -
11 Risiko transaksi intra – grup - - √
12 Risiko asuransi - - √
5. Pentingnya Pengawasan Bank Jambi Syariah Oleh OJK
Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK
disebutkan bahwa salah satu tugas OJK adalah memberikan perlindungan
kepada Konsumen dan/atau masyarakat. Dalam rangka memberikan
perlindungan Konsumen, OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) No.
01/POJK.07/2013 tanggal 26 Juli 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor
Jasa Keuangan. POJK dimaksud menerapkan prinsip keseimbangan, yaitu
antara menumbuhkembangkan sektor jasa keuangan secara berkesinambungan
dan secara bersamaan memberikan perlindungan kepada Konsumen dan/atau
masyarakat sebagai pengguna jasa keuangan. POJK tersebut mengandung 3
aspek utama yaitu: (i) peningkatan transparansi dan pengungkapan manfaat,
risiko serta biaya atas produk dan/atau layanan Pelaku Usaha Jasa Keuangan
(PUJK); (ii) tanggung jawab PUJK untuk melakukan penilaian kesesuaian
74 Booklet Perbankan Indonesia 2018, hlm. 36
63
produk dan/atau layanan dengan risiko yang dihadapi oleh konsumen
keuangan; (iii) prosedur yang lebih sederhana dan kemudahan konsumen
keuangan untuk menyampaikan pengaduan dan penyelesaian sengketa atas
produk dan/ atau layanan PUJK.75
Dalam penyelesaian sengketa atas produk dan/atau layanan PUJK di luar
pengadilan maka OJK telah menerbitkan POJK No. 01/POJK.07/2014 tanggal
16 Januari 2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) di
Sektor Jasa Keuangan. POJK tersebut antara lain mengatur mekanisme
penyelesaian pengaduan di sektor jasa keuangan ditempuh melalui 2 tahapan
yaitu penyelesaian pengaduan yang dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan
(internal dispute resolution) dan penyelesaian sengketa melalui lembaga
peradilan atau lembaga di luar peradilan (external dispute resolution). Sejalan
dengan karakteristik dan perkembangan di sektor jasa keuangan yang
senantiasa cepat, dinamis, dan penuh inovasi, maka LAPS di luar peradilan
memerlukan prosedur yang cepat, berbiaya murah, dengan hasil yang obyektif,
relevan, dan adil. Penyelesaian Sengketa melalui LAPS bersifat rahasia
sehingga masing-masing pihak yang bersengketa lebih nyaman dalam
melakukan proses penyelesaian Sengketa, dan tidak memerlukan waktu yang
lama karena didesain dengan menghindari kelambatan prosedural dan
administratif. Selain itu, penyelesaian Sengketa melalui LAPS dilakukan oleh
orang-orang yang memang memiliki keahlian sesuai dengan jenis sengketa,
sehingga dapat menghasilkan putusan yang obyektif dan relevan. Dalam hal
LAPS belum terbentuk OJK berperan memfasilitasi sengketa antara Konsumen
75 Booklet Perbankan Indonesia 2014, hlm. 32
dengan PUJK. Dalam melaksanakan perlindungan Konsumen dan/atau
masyarakat, OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian
Konsumen dan/atau masyarakat, yaitu dengan memberikan informasi dan
edukasi kepada masyarakat atas karakteristik produk dan/atau layanan sektor
jasa keuangan, yang tercermin dalam Pasal 28 UU OJK. Dalam rangka
implementasi amanat UndangUndang tersebut, OJK berkolaborasi dengan
stakeholders mencanangkan Strategi Nasional Literasi Keuangan (SNLK),
yang mempunyai 3 pilar kerangka dasar, yaitu: (i) edukasi dan kampanye
nasional literasi; (ii) penguatan infrastruktur literasi keuangan; (iii)
pengembangan produk dan layanan keuangan.76
76 Booklet Perbankan Indonesia 2014, hlm. 32
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengawasan OJK Provinsi Jambi pada Bank Jambi Syariah dilakukan dengan
dua cara yaitu pengawasan langsung (on-site) dan pengawasan tidak langsung
(off-site), dengan sistem pengawasan menggunakan pendekatan berdasarkan
risiko (Risk based supervision). Selama ini pengawasan OJK Provinsi Jambi
pada Bank Jambi Syariah telah berjalan namun belum maksimal.
2. Kendala-kendala OJK Provinsi Jambi dalam melaksanakan pengawasannya
pada Bank Jambi Syariah yaitu kendala internal dan eksternal. Kendala
internal OJK Provinsi Jambi yaitu minimnya SDM, tidak adanya staff
pengawas bank syariah dan waktu yang sering berbenturan. Kendala eksternal
OJK Provinsi Jambi yaitu minimnya pengetahuan pihak bank khususnya
analis kredit dan kurang patuhnya pegawai bank dalam penulisan laporan
yang sesuai dengan ketentuan karena kurangnya pemahaman pegawai bank
dalam pembuatan laporan yang telah ditentukan.
B. Saran
1. Merekrut staff pengawas perbankan syariah yang benar-benar faham tentang
kesyariahan pada OJK Provinsi Jambi
2. Rutin melaksanakan evaluasi dan pelatihan dalam rangka guna meningkatkan
kinerja SDM pada OJK Provinsi Jambi rutin melaksanakan sosialisasi tentang
peraturan dan ketetapan OJK Provinsi Jambi kepada bank syariah, maupun
akademisi perbankan syariah baik secara langsung maupun melalui sosial
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Ernie Tisnawati, Pengantar Manajemen, Jakarta: Kencana Penada Media Group,
2005.
Handoko, Manajemen, edisi kedua, Yogyakarta: BPFE, 1998.
Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syukir Sula, Syariah Marketing, Bandung:
Mizan Media Utama, 2006.
Husaini Usman, Pengantar Statistik, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013.
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010.
Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Revisi), Jambi: Syariah Press,
2014.
Sugioni, Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Bandung: Alfabeta, 2013.
Suharmi Arikonto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT.
Rinneka. 2002.
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, pasal
9.
Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, pasal
44, penjelasan umum.
67
C. Lain-lain
Bambang Murdadi, “Otoritas Jasa Keuangan Pengawas Lembaga Keuangan
Baru Yang Memiliki Kewenangan Penyidikan”, Jurnal Penelitian,
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang, 2015.
Depris Rolan Sirait. “Perlindungan Konsumen Perbankan Pasca Terbentuknya
UU NO. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan”. Jurnal
Ilmiah, Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 2013.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003.
http://perbankansyariah.asia/product/4/94/Pengertian-Perbankan-Syariah, akses 12
November 2016.
Muhammad Ali, “Pengawasan Ojk Pada Industri Perbankan Menurut Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perbankan”, Jurnal Penelitian
fakultas hukum Universitas Sumatera Utara, 2015.
Siti Ajijah, “Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kegiatan Perbankan
dihubungkan dengan Perlindungan Hukum Pengelolaan Perbankan dan
Dana Investasi”, Skripsi, Universitas Padjajaran, 2012.
www.ojk.go.id
Booklet Perbankan Indonesia 2018
Booklet Perbankan Indonesia 2017
Booklet Perbankan Indonesia 2016
Booklet Perbankan Indonesia 2015
Booklet Perbankan Indonesia 2014
CURRICULUM VIATE
A. IdentitasDiri
Nama : Masyithoh
JenisKelamin : Perempuan
NIM : SES130304
Tempat, Tanggal lahir : Lesung Batu, 20 Januari 1995
Alamat : Jl. Pintu Besi Rt.008 Kel. Paal Lim, Kec. Kota Baru,
Kota Jambi Prov. Jambi
No.Hp : 085368750730
Nama Ayah : Arief Barlian Makmun
NamaIbu : Nursimah Arief Barlian
B. RiwayatPendidikan
Pendidikan formal
1. SD : SDN 03 Lesung Batu: 2007
2. SMP : MTsN Lesung Batu : 2007-2010
3. SMK : PPM Al-Azhaar Lubuklinggau : 2010-2013
4. PerguruanTinggi : UIN SulthanThahaSaifuddin Jambi, 2013-2018
C. Prestasi Akademi/ Skill/Olahraga/Seni Budaya yang dimiliki
a. Juara 2 lomba pidato bahasa Arab tingkat Institut Agama Islam STS Jambi
2013
b. Juara 3 lomba pidato bahasa Indonesia tingkat Fakultas Syariah Institut Agama
Islam STS Jambi 2013
c. Juara 1 lomba pidato bahasa Indonesia tingkat kabupaten/kota Lubuklinggau
2014
d. Juara 3 lomba fahmil qur’an tingkat kabupaten Musi Rawas tahun 2015
e. Pemenang bidang terbaik kepengurusan Kelompak Studi Ekonomi Islam
(KSEI) Al-Fath tahun 2015/2016
f. Semi Final lomba olimpiade Ekonomi Islam tingkat regional Sumbagteng
tahun 2017
g. Juara 1 media pengajaran ekonomis dari bahan limba tingkat LAZDA Insan
Madani tahun 2017
h. Juara 1 media pengajaran berbasis IT tingkat LAZDA Insan Madani tahun
2018
69
D. Riwayat Organisasi
a. Anggota Devisi Kewanitaan DEMA-FS tahun 2014
b. Anggota Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) Al-Fath IAIN STS Jambi
tahun 2014
c. Sekretaris devisi ibadah HMJ Ekonomi Syariah tahun 2015
d. Pengurus bidang Humas dan Kerja sama Kelompok Studi Ekonomi Islam
(KSEI) Al-Fath IAIN STS Jambi tahun 2015
e. Ketua devisi keilmuwan DEMA-FEBI tahun 2015
f. Ketua bidang Kajian dan Keilmuwan Kepengurusan Kelompok Studi Ekonomi
Islam (KSEI) Al-Fath IAIN STS Jambi tahun 2016
g. Demisioner Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) Al-Fath IAIN STS Jambi
tahun 2017
h. Sekretaris Umum Hilal Korda Jambi tahun 2017
i. Kepala layanan RMPT Insan Madani Jambi tahun 2018
j. Anggota Srikandi FoSSEI
k. KA-FoSSEI Jambi 2018
top related