Peran Orang Tua Sebagai Konselor Terhadap Remaja …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10491/2/T1_712011027_Full... · 2.4. Konseling Pastoral ... Codot, mas Bagong, si Batak
Post on 19-Aug-2018
239 Views
Preview:
Transcript
i
Peran Orang Tua Sebagai Konselor Terhadap Remaja Usia 15-18 Tahun
Oleh:
ADY APRIANUS PEDJAGA
712011027
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi
guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana
Sains Teologi
(S.Si-Teol)
Program Studi Teologi
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Peran Orang Tua Sebagai Konselor Terhadap Remaja Usia 15-18 Tahun
oleh:
ADY APRIANUS PEDJAGA
712011027
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi
guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana
Sains Teologi
(S.Si-Teol)
Disetujui oleh,
Pembimbing I
Pdt. Dr. Jacob Daan Engel, M.Si
Diketahui oleh, Disahkan oleh,
Ketua Program Studi Dekan
Pdt. Izak Lattu , Ph.D Pdt. Dr. Retnowati, M.Si
Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2016
iii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ady Aprianus Pedjaga
NIM : 712011027 Email : adyaprpedjaga@gmail.com
Fakultas : Teologi Program Studi : Teologi
Judul tugas akhir : Peran Orang Tua sebagai Konselor Terhadap Remaja Usia
15-18 Tahun
Pembimbing : 1. Pdt. Dr. Jacob Daan Engel , M.Si
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Hasil karya yang saya serahkan ini adalah asli dan belum
pernah diajukan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan baik di Universitas Kristen
Satya Wacana maupun di institusi pendidikan lainnya.
2. Hasil karya saya ini bukan saduran/terjemahan melainkan merupakan gagasan,
rumusan, dan hasil pelaksanaan penelitian/implementasi saya sendiri, tanpa bantuan
pihak lain, kecuali arahan pembimbing akademik dan narasumber penelitian.
3. Hasil karya saya ini merupakan hasil revisi terakhir setelah diujikan yang telah
diketahui dan disetujui oleh pembimbing.
4. Dalam karya saya ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali yang digunakan sebagai acuan dalam naskah
dengan menyebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terbukti ada
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia menerima
sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya saya ini,
serta sanksi lain yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Kristen Satya
Wacana.
Salatiga, 9 September 2016
Ady Aprianus Pedjaga
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ady Aprianus Pedjaga
NIM : 71201027 Email: adyaprpedjaga@gmail.com
Fakultas : Teologi Program Studi: Teologi
Judul tugas akhir : Peran Orang Tua sebagai Konselor Terhadap Remaja Usia 15-
18 Tahun
Dengan ini saya menyerahkan hak non-eksklusif* kepada Perpustakaan Universitas –
Universitas Kristen Satya Wacana untuk menyimpan, mengatur akses serta melakukan
pengelolaan terhadap karya saya ini dengan mengacu pada ketentuan akses tugas akhir
elektronik sebagai berikut (beri tanda pada kotak yang sesuai):
a. Saya mengijinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Repositori
PerpustakaanUniversitas, dan/atau portal GARUDA
b. Saya tidak mengijinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Repositori
Perpustakaan Universitas, dan/atau portal GARUDA**
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Salatiga, 9 September 2016
Ady Aprianus Pedjaga
Mengetahui,
Pembimbing I
Pdt. Jacob Daan Engel, M,Si
* Hak yang tidak terbatashanya bagi satu pihak saja. Pengajar, peneliti, dan mahasiswa yang
menyerahkan hak non-ekslusif kepada Repositori Perpustakaan Universitas saat mengumpulkan hasil
karya mereka masih memiliki hak copyright atas karya tersebut.
** Hanya akan menampilkan halaman judul dan abstrak. Pilihan ini harus dilampiri dengan penjelasan/ alasan
tertulis dari pembimbing TA dan diketahui oleh pimpinan fakultas (dekan/kaprodi).
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang
bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ady Aprianus Pedjaga
NIM : 71201027
Program Studi : Teologi
Fakultas : Teologi
Jenis Karya : Jurnal
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
UKSW hak bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royalty free right) atas
karya ilmiah saya berjudul:
Peran Orang Tua Sebagai Konselor Terhadap Remaja Usia 15-18 Tahun
beserta perangkat yang ada (jika perlu).
Dengan hak bebas royalti non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan,
mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data,
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Salatiga
Pada tanggal: 9 September
2016
Yang menyatakan,
Ady Aprianus Pedjaga
Mengetahui,
Pembimbing I
Pdt. Dr. Jacob Daan Engel , M.Si
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa,
karena kasih karuniaNya yang senantiasa melimpah dalam kehidupan penulis.
Secara khusus, penulis mengucapkan syukur karena penyertaanNya yang tak
pernah berhenti mengalir bagi penulis selama penulis menjalani masa pendidikan
di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) hingga
menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Peran Orang Tua Sebagai Konselor
Terhadap Remaja Usia 15-18 Tahun”.
Tugas Akhir ini ditulis untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk
mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang Teologi (S.Si.Teol). Penulis
menyusun Tugas Akhir ini dengan harapan karya tulis ini dapat membantu para
orang tua untuk dapat berperan sebagai konselor terhadap remaja usia 15-18 tahun
agar orang tua lebih mampu untuk memahami keinginan remaja. Penulis juga
berharap laporan ini dapat berguna di kemudian hari guna referensi atau sekedar
menambah pengetahuan mengenai peran orang tua sebagai konselor agar para
orang tua lebih mampu untuk membawa diri mendekati remaja dengan berbagai
persoalannya. Dalam seluruh rangkaian tulisan ini, penulis menyadari bahwa
tulisan ini jauh dari kesempurnaan sehingga diperlukan kritik dan saran agar
tulisan ini juga dapat terus dikembangkan dengan lebih baik.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ........................................ iv
PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI .................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................... vii
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................ ix
MOTTO .............................................................................................. xi
ABSTRAK ............................................................................................. xii
1. Pendahuluan .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................... 1
2. Peran Orang Tua sebagai Konselor terhadap Remaja
Usia 15-18 tahun ........................................................................ 6
2.1. Defenisi Orang Tua ............................................................ 6
2.2. Defenisi Remaja .................................................................. 7
2.3. Defenisi Konselor................................................................ 8
2.4. Konseling Pastoral.............................................................. 10
2.5. Orang Tua dalam Peran sebagai Konselor
dalam Keluarga .................................................................. 11
2.6. Perkembangan Remaja...................................................... 13
2.7. Hubungan Orang Tua dengan Remaja ............................ 15
3. Peran Orang Tua dalam Menghadapi
Permasalahan Remaja .............................................................. 17
3.1.Permasalahan Remaja Usia 15-18 tahun .......................... 17
3.1.1. Permasalahan Remaja dengan Diri Sendiri ........... 17
3.1.2. Permasalahan Remaja dengan Orang Tua ............ 18
3.1.3. Permasalahan Remaja dengan Lingkungan Sekitar
dan/atau Teman ........................................................ 20
3.1.4. Permasalahan Remaja dengan Kehidupan
Spiritual ..................................................................... 21
viii
3.2.Peran Orang Tua terhadap Permasalahan Remaja ........ 21
3.3.Pembahasan dan Analisis ................................................... 23
3.3.1.Peran Orang Tua secara Sosiologis .......................... 23
3.3.2.Peran Orang Tua secara Psikologis ......................... 24
3.3.3.Peran Orang Tua secara Ekonomi ........................... 24
3.3.4.Peran Orang Tua secara Spiritual ........................... 25
4. Penutup ...................................................................................... 26
4.1. Kesimpulan ......................................................................... 26
4.2. Saran .................................................................................... 27
Daftar Pustaka ....................................................................................... 28
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam proses penulisan Tugas Akhir ini penulis banyak mendapatkan
bantuan baik dalam bentuk kritik, saran serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang oleh karena kasihNya selalu menolong penulis
dalam menjalani studi di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya
Wacana.
2. Pdt. Jacob Daan Engel yang menjadi dosen pembimbing penulis selama
masa penulisan Tugas Akhir ini. Terima kasih atas waktu dan motivasi
yang diberikan kepada penulis. Mohon maaf jika ada perilaku yang kurang
berkenan selama masa bimbingan.
3. Pdt. Dr. Retnowati selaku Dekan dan dosen wali penulis. Terima kasih
untuk segala dukungan dan motivasi hingga penulis mampu untuk
menyelesaikan studi.
4. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Teologi. Terima kasih sudah membagi
ilmu pengetahuan kepada saya dan mendukung serta memotivasi saya
untuk terus belajar agar saya dapat terus berkembang. Buat Bu Budi yang
selalu setia membantu segala keperluan mahasiswa dan tidak bosan untuk
menerima kami dikantornya. Terima kasih banyak bu.
5. Lembaga Kemahasiswaan dan Kelompok Bakat Minat (teman-teman
“Theology Basketball”) yang sudah memberikan saya kesempatan untuk
mengasah kreatifitas dan mental yang lebih baik untuk saya gunakan di
kehidupan saya kedepan. One for All, All for One.
6. Kelompok Musik Kreatif yang selalu mampu untuk menampung kesukaan
saya bermusik. Terima kasih untuk kebersamaan dalam pelayanan yang
kita lalui bersama. Kapan-kapan reuni terus “ngejam” lagi yak..
7. Keluarga terbaik yang saya miliki. Margaretha Lindiamahu (mama),
Yoppy Pedjaga (Papa), Ryo Pedjaga dan Michelle Pedjaga. Terima kasih
atas motivasi serta dukungan daya dan dana yang diberikan untuk saya
hingga saat ini. Khususnya bagi Papa dan Mama yang telah bekerja keras
x
untuk memenuhi kebutuhan saya hingga saya dapat berhasil. Semua ini
saya persembahkan buat kalian.
8. Nona Sifra Paramma yang selalu setia untuk memberikan motivasi dan
mendukung penulis selama masa studi. Mohon maaf apabila dalam
kebersamaan kita ada hal-hal yang tidak berkenan. Semangat dalam
pengerjaan Tugas Akhir. Ingat MARET ya, nanti saya datang. Tuhan
Yesus Berkati.
9. “D’Stickless” yang menjadi keluarga di salatiga. Om bos Epy, mas
Cacink, pace Putra, Koko Sam, Kang Speiro, Ungke Fandy, om Uta, Adi
Codot, mas Bagong, si Batak Rickie, tulang Robby (aslinya daging), Kak
Jo Maliogha, Refy, David Ibo, buncit Janter. Terima kasih untuk motivasi
dan kebersamaannya. Kalian the best.
10. Teman-teman kontrakan Karangpete. Baptua Acel, mone Dhavid, kak
Bobi, bli Japrak, mas Edgar, om Juan terima kasih untuk setiap
kebersamaan, motivasi, lelucon-leluconnya dan DOTA 2. Kalian amat
sangat keren. Pro DOTA 2.
11. Cendekiawan 2011 yang terus mendukung satu dengan yang lain. Terima
kasih untuk kalian yang sangat keren dalam kebersamaan kita. Sampai
ketemu di kesempatan yang lain dan sukses untuk kita semua.
12. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada semua orang yang tidak bisa
saya sebutkan satu demi satu. Terima kasih sudah hadir dan memberi
warna dalam kehidupan saya. Terima kasih untuk semua orang yang
membantu penulis dalam proses pembuatan Tugas akhir ini. Tuhan
memberkati kalian semua
xi
MOTTo
Kesuksesan itu membutuhkan sebuah proses
Sukses bukanlah akhir dari segalanya, kegagalan
bukanlah sesuatu yang fatal: Namun keberanian untuk
meneruskan kehidupanlah yang diperhatikan. – Sir
Winston Churchill
Yeremia 1:5
Sebelum Aku membentuk engkau dalam Rahim ibumu,
Aku telah mengeal engkau, dan sebelum engkau keluar
dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku
telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-
bangsa.
xii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa peran
orang tua sebagai konselor terhadap remaja usia 15-18 tahun. Penelitian ini
dimotivasi oleh fakta bahwa remaja usia 15-18 tahun cenderung menutup diri dari
orang tua sehingga orang tua perlu untuk melakukan pendekatan layaknya
konselor. Penelitian ini menerapkan metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif, melalui penelitian ini dimaksudkan mendeskripsikan orang tua dapat
menjadi konselor bagi remaja usia 15-18 tahun dengan menganalisa melalui teori-
teori konseling, orang tua dan remaja. Teknik pengumpulan data dilakukan
melalui studi kepustakaan yaitu dengan menelaah buku-buku, catatan-catatan dan
laporan yang relevan serta memiliki hubungan dengan penelitian. Hasil dari
penelitian adalah orang tua dapat menjalankan peran sebagai konselor walaupun
pada dasarnya mereka bukan konselor. Orang tua yang berperan layaknya
konselor adalah orang tua yang mampu untuk memberikan perhatian yang cukup
untuk perkembangan remaja dengan melakukan beberapa teknik konseling yang
cocok bagi remaja dan dikuasai oleh orang tua. Remaja usia 15-18 tahun adalah
remaja yang ingin didengar setiap permasalahannya, namun orang tua tidak ingin
mendengar keinginan remaja dengan berbagai alasan sehingga melalui perannya
sebagai konselor maka orang tua lebih mampu untuk mendengar, menafsir dan
membantu remaja usia 15-18 tahun untuk menentukan pilihan yang tepat agar
keluar dari masalah yang dihadapi. Peran orang tua sebagai konselor perlu
diterapkan didalam kehidupan berkeluarga agar pertumbuhan remaja dapat terus
di kontrol walaupun mereka tetap diberikan kesempatan untuk memilih.
Keywords: orang tua, remaja, peran, konselor
1
PERAN ORANG TUA SEBAGAI KONSELOR TERHADAP REMAJA
USIA 15-18 TAHUN
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang dibentuk
berdasarkan cinta yang asasi antara dua subyek manusia yang disebut suami istri.
Melalui asas cinta inilah lahir anak sebagai generasi penerus.1 Keluarga dengan
asas cinta ini kemudian harus mampu melihat perkembangan anak sesuai dengan
tatanan nilai, moral dan agama yang dianut.
Berkenaan dengan hal di atas, anak yang menjadi generasi penerus
keluarga tidak hanya memperoleh pengetahuan dari keluarga tetapi juga dari
lingkungan sosialnya. Hal ini dinamakan proses sosialisasi primer dimana
interaksi dengan lingkungan sosial adalah proses pembentukan identitas.2 Dalam
interaksi sosial yang terjadi, orang tua tetap menjadi figur utama dari sang anak
dalam bertindak sehingga perlu adanya bimbingan yang tepat dari orang tua
kepada anak. Figur utama dari orang tua ini harus lebih ditingkatkan kepada anak
ketika anak masuk ke dalam usia remaja.
Remaja atau dalam bahasa psikologi perkembangan di sebut adolescence
yang dimulai pada umur 12-18 tahun, kemudian terbagi kedalam dua kategori,
yaitu remaja awal (12-15 tahun) dan remaja madya (15-18 tahun) dimana mereka
mengalami banyak perkembangan yang dapat diidentifikasi.3 Perkembangan-
perkembangan tersebut, ialah: 4
1) Fisik, perubahan tubuh yang membuat remaja merasa menjadi orang
dewasa;
2) Sosial, remaja melihat lingkungan sosial sebagai tempat yang tepat untuk
mencari identitas dan menjadi mandiri;
3) Mental, remaja lebih banyak membuat keputusan-keputusan yang tidak
konsisten;
1 Zahara Idris, Dasar Kependidikan, (Angkatan Bandung, 1984), 47
2 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Remaja Karya, 1986), 85
3 Daniel Nuhamara, PAK (Pendidikan Agama Kristen) Remaja, (Jurnal Info Media,
2008), 9 4 Nuhamara, PAK Remaja , 31
2
4) Emosional, Emosi yang dikeluarkan remaja tidak terduga karena emosi
yang dimiliki tidak mampu untuk disembunyikan atau ditahan;
5) Spiritual, meragukan kepercayaan agamawi yang telah remaja anut selama
ini.
Dalam menghadapi perkembangan remaja ini, orang tua yang menjadi
figur utama tadi perlu untuk membimbing remaja agar perkembangan remaja
dapat diarahkan dengan benar. Bimbingan yang dilakukan harus bertolak dari
kesadaran orang tua akan perannya dalam keluarga, yaitu : 5
1) Pengajar/pembimbing, orang tua diminta untuk memberi banyak bantuan
saat dibutuhkan, kemudian memberi kesempatan kepada remaja untuk
melakukannya sendiri;
2) Pemimpin/penuntun, orang tua memberikan bantuan untuk menjelajah hal-
hal baru dan dukungan positif bagi remaja;
3) Penasehat, orang tua membantu remaja untuk memahami apa yang terjadi
dalam perkembangan mereka;
4) Pendamping/teman, orang tua lebih meluangkan waktu kepada remaja
untuk menikmati aktivitas yang dapat dilakukan bersama-sama;
5) Sahabat karib, orang tua menjadi pendengar yang setia bagi remaja dalam
setiap cerita yang dilontarkan remaja;
6) Pelindung/pembela, orang tua menjadi pelindung remaja, terutama pada
masa-masa sukar. Akan tetapi, sesekali diperlukan keraguan dari orang tua
agar remaja dapat mengalami akibat dari tindakannya;
7) Pemberi nafkah/pendukung, orang tua menjadi penyedia kebutuhan dasar
remaja;
8) Pemberi suri teladan/menjadi teladan, orang tua tidak harus menuntut
remaja untuk menjadi seperti yang dinginkan, tetapi lebih membiarkan
mereka memutuskan sendiri dengan melihat kepada figur orang tua yang
menjadi teladan.
5 Kristiana Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga (Terapi Keluarga), (Salatiga:
Widya Sari Press, 2004), 31
3
Remaja atau adolescence adalah masa yang rentan dengan pengaruh-
pengaruh dari berbagai hal termasuk dalam keluarga sendiri dan lingkungan
sosial. Remaja pada masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas
karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.
Saat ini di Indonesia, tuntutan kehidupan semakin besar sehingga
memungkinkan orang tua harus bekerja diluar rumah untuk mencari nafkah.
Kesibukan orang tua ini menyebabkan hilangnya perhatian dan kasih sayang yang
biasa dirasakan oleh anak-anak, sehingga memberikan dampak negatif dan
ketidaknyamanan suasana di rumah bagi mereka.6 Remaja yang merasakan hal ini
kemudian menjadi tertutup dan masuk kedalam tahap depresi, sehingga mereka
cenderung mengonsumsi minuman keras, merokok atau ganja, mabuk-mabukan,
bahkan bunuh diri sebagai bagian dari pelarian akan masalah yang dihadapi.7
Remaja yang cenderung tertutup jika memiliki masalah ini sebenarnya
ingin menceritakan kepada orang tua. Akan tetapi, kesibukan orang tua yang
secara tidak langsung terus menutup mulut remaja.8 Orang tua juga mengalami
represi yang menyebabkan adanya jarak antara mereka dan remaja. Represi adalah
tindakan perlawanan yang diberikan akibat dari ketidaksadaran bahwa seseorang
pernah melakukan hal yang sama sebelumnya.9 Tindakan represi ini
memungkinkan orang tua untuk memandang remaja dengan berbagai
perkembangannya sebagai orang yang “abnormal” dengan tidak menyadari bahwa
mereka juga dulu sama seperti itu. Keadaan ini yang membuat remaja terus
mencari jalan keluar dengan cara bergabung kedalam dunia sosial untuk berelasi
tanpa melihat akibat-akibat yang akan dihadapi.
Dalam menghadapi persoalan remaja ini, sangat penting bagi orang tua
untuk menjadi konselor bagi remaja dalam keluarga karena orang tua adalah orang
yang paling dekat relasinya dengan remaja sehingga orang tua mampu untuk
mengenali kondisi dan sikap remaja yang membutuhkan sesuatu dari orang tua.
6 Kristiana Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga (Terapi Keluarga), (Salatiga:
Widya Sari Press, 2004), 12 7 Diane E. Papalia, Menyelami Perkembangan Manusia, (Jakarta: Salemba Humanika,
2014), 2
8 Maria Paula Chaparro and Joan E. Grusec, (Journal of Family Psychology, 2015), Vol.
29 9 Martin L. Hoffman, “Parent Discipline and The Child's Consideration for Others, “
child development, vol. 34 (1963)
4
Orang tua juga harus memahami bahwa depresi yang dirasakan oleh remaja
membutuhkan bantuan orang tua untuk mengevaluasi diri remaja, sehingga
depresi yang dialami dapat ditekan dan diubah menjadi hal yang positif.10
Orang
tua perlu menjadi konselor yang mampu menjalankan fungsi konselor, yaitu:
Menyembuhkan, bertujuan untuk membantu konseli untuk menghilangkan gejala-
gejala disfungsional. Menopang, bertujuan untuk membantu konseli untuk
menerima keadaan saat ini. Membimbing, bertujuan untuk membimbing konseli
ketika konseli harus mengambil suatu keputusan tertentu tentang masa depannya.
Memperbaiki hubungan, bertujuan untuk membantu konseli keluar dari sebuah
konflik batin dengan pihak lain yang mengakibatkan rusaknya hubungan dengan
cara konselor menjadi mediator atau penengah. Memberdayakan, bertujuan untuk
membantu konseli menjadi penolong bagi diri sendiri pada masa yang akan datang
pada waktu menghadapi kesulitan kembali.11
Orang tua perlu berperan sebagai konselor yang mendengar, menafsir,
mengarahkan, memberi informasi yang benar kepada remaja dan menjauhi
tindakan represi. Seain itu, orang tua juga perlu menjadi mediator antara remaja
dengan masa depannya melalui pembentukan dalam masalahnya dengan cara
memberikan perasaan nyaman kepada remaja ketika bersama orang tua.12
Hal
tersebut sesuai dengan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang
konselor.13
Berdasarkan hal tersebut, penulis terdorong untuk melakukan studi
pustaka tentang PERAN ORANG TUA SEBAGAI KONSELOR TERHADAP
REMAJA USIA 15-18 TAHUN.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diangkat
adalah bagaimana peran orang tua sebagai konselor terhadap remaja usia 15-18
tahun? Dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian untuk mendeskripsikan
peran orang tua sebagai konselor terhadap remaja usia 15-18 tahun. Dalam
menentukan metode penelitian, maka penulis menggunakan metode penelitian
10 Clara Wagner, Lauren Alloy and Lyn Abramson, “Trait Rumination, Depression, and
Executive Function in Early Adolenscence, “ Journal of Youth & Adolenscence, vol. 44 (2015) 11
Totok S. Wiryasaputra dan Rini Handayani, Pengantar Konseling Pastoral, (Asosiasi
Konselor Pastoral Indonesia, 2012), 95 12
Maria Cristina Ginevra, Laura Nota & Lea Ferrari, “parental support in adolescents'
career development: parents' and childrens perceptions,” Career Development Quarterly, Vol 63
(2015): 123 13
Ginevra, Nota and Ferrari, “parental support in adolescents' career development,” 125
5
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian deskriptif bertujuan
untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, gejala, ataupun
kelompok tertentu untuk menentukan penyebab suatu frekuensi adanya hubungan
tertentu antara suatu gejala dengan gejala lainnya dalam masyarakat.14
Pendekatan kualitatif adalah metode yang menggunakan cara berpikir dari gejala
umum ke gejala khusus.15
Teknik penelitian yang penulis pakai adalah studi kepustakaan. Teknik
studi kepustakaan adalah teknik mengumpulkan data dengan mengadakan studi
penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-
laporan yang relevan serta memiliki hubungan dengan penelitian.16
Penelitian ini
diharapkan mampu memberikan manfaat secara teoritis yang mana dapat
menyumbangkan pokok pemikiran tentang peran orang tua sebagai konselor yang
dikemudian hari akan berguna maupun secara praktis dimana orang tua dapat
mengetahui dan memahami bagaimana mereka harus berperan dalam menghadapi
anak usia remaja dalam berbagai persoalannya. Agar penelitian ini terarah sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan, maka disusunlah sistematika penulisan yang
menjadi rangkaian penulisan dari bagian pertama sampai keempat yang
mempunyai pokok masing-masing, tetapi menjadi satu bagian besar yang saling
melengkapi.
Bagian pertama, pendahuluan yang didalamnya dijelaskan latar belakang,
pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat penelitian,
dan sistematika penulisan. Bagian kedua, berisi tentang peran orang tua sebagai
konselor terhadap remaja usia 15-18 tahun yang meliputi defenisi tentang orang
tua, remaja, dan konselor serta peran dan fungsi masing-masing, teori konseling
pastoral, teori orang tua dalam perannya sebagai konselor dalam keluarga, teori
perkembangan remaja, kemudian teori hubungan antara orang tua dan remaja.
Bagian ketiga, berisi tentang studi kepustakaan yang meliputi permasalahan
remaja usia 15-18 tahun dan peran orang tua terhadap permasalahannya beserta
analisis terhadap peran orang tua sebagai konselor. Bagian keempat, penutup yang
14
J. D. Engel, Metodologi Penelitian Sosial dan Teologi Kristen, (Salatiga: Widya Sari,
2005), 20-21 15
David Samiyono, Pengantar kedalam Matakuliah Metode Penelitian Sosial, 2004, 9 16
M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, cet. Ke-5, 2003), 27
6
meliputi kesimpulan yang berisi temuan-temuan hasil penelitian, dan saran yang
berisi kontribusi dan rekomendasi untuk penelitian lanjutan.
II PERAN ORANG TUA SEBAGAI KONSELOR TERHADAP
REMAJA USIA 15-18 TAHUN
2.1 Defenisi Orang Tua
Orang tua berada dalam sebuah ikatan perkawinan yang bertujuan untuk
memperingati karya besar Allah dan menjadi saksi Kristus sebagai bagian dari
pendidikan kekristenan kepada anak-anak dengan cara mewujudnyatakan tuntutan
kasih dari Allah.17
Orang tua sebagai insan yang telah dipersatukan Tuhan melalui
perkawinan sebagai suatu lembaga dasar yang utuh terarahkan pada kelahiran dan
pendidikan anak-anak yang adalah mahkota dari lembaga tersebut. Orang tua
diberikan tanggung jawab melalui kasih yang telah dibangun terlebih dahulu
untuk diperlihatkan kepada anak-anak dengan cara merawat, membimbing dan
mendidik anak-anak dalam kasih sebagai pernyataan kehidupan utuh kepada
Allah.18
Menurut Maurice, orang tua dalam sebuah keluarga dianggap sebagai
pemimpin dari sebuah komunitas yang bertugas mengatur seluruh tatanan
organisasi dalam komunitas agar tidak keluar dari rel yang telah dibuat
berdasarkan tugas dan fungsi masing-masing.19
Komunitas yang dibuat ini
berdasarkan kepada pemahaman bahwa orang tua adalah satu-satunya pemegang
kendali secara utuh dalam sebuah keluarga, namun tidak melupakan bahwa ada
batas-batas yang tidak bisa untuk dilanggar.
Memang tidak mudah menjadi orang tua dikarenakan orang tua memegang
tanggungjawab yang sangat besar khususnya bagi perkembangan anak. Orang tua
harus pandai menyesuaikan diri untuk berperan kepada anak karena peranan orang
17
A. Widyamarta, Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern, (Yogyakarta: Kanisius,
1994), 32 18
Widyamarta, Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern, 36 19
Maurice Eminyan, Teologi Keluarga, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 19
7
tualah yang mampu untuk menjadikan anak dapat berkembang dengan baik.
Menurut Maurice, orang tua berperan untuk melindungi yaitu orang tua harus
mampu untuk melindungi anak dalam kasih agar anak merasa ada perhatian yang
besar dari orang tua karena bagaimanapun orang tua adalah tempat anak untuk
menceritakan segala sesuatu yang dirasakan oleh anak. Orang tua juga berperan
untuk menciptakan relasi antar anggota keluarga dengan baik agar ada komunikasi
yang berjalan diantara berbagai pihak didalamnya sehingga tidak ada yang
ditutupi didalam komunikasi. Orang tua juga berperan untuk menjadi pendidik
bagi anak karena pertumbuhan anak dimulai dari didikan dari orang tua terlebih
dahulu sebelum keluar untuk belajar hal yang lebih banyak.20
Menurut Tjandrarini, orang tua juga berperan dalam tugas untuk
menafkahi agar kebutuhan hidup dari anak dapat terpenuhi sehingga tidak
menimbulkan perasaan kurang kepada anak baik dari segi rohani maupun
jasmani.21
Kemudian, orang tua juga berperan menjadi konselor yaitu orang tua
berperan untuk mendengarkan keluh kesah yang ingin disampaikan oleh anak.
Orang tua juga berperan sebagai pendamping yang selalu ada bersama dengan
anak seiring dengan pertumbuhan anak.22
Peran orang tua yang sangat besar dalam perkembangan diri seseorang bila
dijalankan dengan penuh tanggungjawab oleh orang tua maka orang tua akan
menjadi teladan, sahabat, dan pembimbing yang baik bagi anak. Apabila perasaan
ini telah mucul dalam diri seorang anak maka perkembangan anak akan lebih
mudah untuk dipantau oleh orang tua sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh
anak akan mencerminkan apa yang diajarkan oleh orang tua.
2.2 Defenisi Remaja
Remaja yang dalam bahasa inggris disebut “Adolescence” adalah proses
pertumbuhan dalam periode kehidupan untuk menuju kedewasaan. Periode ini
adalah tahap dimana seseorang yang awalnya berada dalam sebuah
ketergantungan kepada keluarga mulai keluar untuk menemukan kemandirian,
20
Eminyan, Teologi Keluarga, 143 21
Kristiana Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, (Salatiga:Widya Sari Press,
2004), 34 22
Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, 36
8
otonomi dan kematangan dengan cara menjadi bagian dari suatu kelompok teman
sebaya hingga akhirnya mampu berdiri sebagai orang dewasa.23
Menurut Hurlock (dalam Ali), masa remaja atau yang dikenal dengan
sebutan Adolescence sesungguhnya memiliki arti yang sangat luas, mencakup
kematangan mental, emosional, sosial dan fisik sehingga remaja tidak mempunyai
tempat yang jelas.24
Mereka tidak termasuk kedalam golongan anak-anak, tetapi
belum cukup juga untuk dianggap dewasa. Remaja sendiri tidak memiliki fungsi
yang jelas tertera melainkan ada tugas-tugas yang sebaiknya dilakukan oleh
remaja agar remaja mampu untuk bertumbuh atau berkembang dengan dan tidak
menyimpang.
Demi memenuhi perkembangan ini maka tugas-tugas yang perlu untuk
dilakukan remaja adalah mampu menerima keadaan fisiknya, mampu memahami
dan menerima peran seks usia dewasa, mampu membina hubungan baik dengan
anggota kelompok yang berlainan jenis, mencapai kemandirian emosional,
mencapai kemandirian ekonomi, mengembangkan konsep dan keterampilan
intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota
masyarakat, memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan
orang tua, mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk
memasuki dunia dewasa, mempersiapkan diri memasuki perkawinan, dan
memahami serta mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.25
Tugas-tugas inilah yang perlu untuk dipahami dan dilakukan oleh remaja karena
banyak penyimpangan yang terjadi ketika tugas-tugas ini tidak mampu untuk
dijalankan oleh remaja.
2.3 Definisi Konselor
Konselor merupakan seorang ayah yang baik, penuh perhatian serta
pengertian dan siap sedia menolong dirinya, atau sebagai ibu yang ramah,
23
Kathryn Geldard dan David Geldard, KONSELING REMAJA:Pendekatan Proaktif
untuk Anak Muda, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011), 5 24
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, PSIKOLOGI REMAJA:Perkembangan peserta
didik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 9 25
Ali dan Asrori, PSIKOLOGI REMAJA:Perkembangan peserta didik, 10
9
mengundang dan memberikan ketenangan kepadanya.26
Konselor adalah orang
yang dipilih secara khusus dan telah melalui pendidikan khusus sebelum terjun
kedalam profesinya.27
Namun, dewasa ini konselor bukan hanya orang yang telah
mendapat mandat khusus tetapi juga kepada orang yang dianggap dapat
menyelesaikan keluhan atau permasalahan yang sedang dihadapi oleh konseli.
Dalam hal ini konselor bisa saja bukan orang yang dilatih secara khusus untuk
menjadi konselor dan mengetahui prinsip-prinsip konseling serta teknik
konseling, tetapi merupakan keluarga dari orang yang sedang bermasalah dan
dimintai pertolongan untuk membantu permasalahan tersebut.
Konselor memiliki fungsi menyembuhkan, membimbing, menopang,
memperbaiki hubungan, dan merawat.28
Fungsi menyembuhkan akan dipakai
apabila konselor menemukan adanya gejala disfungsional dari diri konseli yang
memberikan perubahan terhadap sikap dan tingkah laku. Fungsi menopang akan
dipakai apabila kondisi konseli tidak mampu untuk kembali kepada keadaan
semula sehingga diperlukan penopang agar konseli mampu untuk menerima
kondisi atau keadaan dirinya yang saat ini. Fungsi membimbing akan dipakai
apabila konseli sedang dalam masa untuk memutuskan kehidupannya pada masa
yang akan datang sehingga diperlukan bimbingan yang tepat agar konseli dapat
menentukan dengan baik dan tepat. Fungsi memperbaiki hubungan akan dipakai
apabila konseli sedang mengalami konflik batin dengan orang lain sehingga
mengakibatkan permusuhan atau rusaknya hubungan baik, sehingga konselor
yang menjadi penengah atau mediator perdamaian untuk membantu konseli
membangun kembali hubungan baik. Fungsi merawat akan dipakai sebagai bahan
pelajaran bagi konseli untuk dipakai apabila konseli kembali mengalami kesulitan
kembali, bahkan tidak tertutup kemungkinan melalui perawatan atau
pemberdayaan yang dilakukan oleh konselor, konseli akan menjadi konselor bagi
orang lain yang membutuhkan pertolongan. Walau demikian, konselor yang
bertugas untuk menolong konseli tetap tidak memiliki hak penuh atas diri konseli
26
Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya, (Jakarta:CV.Rajawali,
1985), 63 27
Andreas Soewarno, Pastoral Konseling, (Yogyakarta:Kanisius, 2012), 13 28
Totok S. Wiryasaputra dan Rini Handayani, Pengantar Konseling Pastoral, (Asosiasi
Konselor Pastoral Indonesia, 2012), 95
10
dan memberikan kebebasan kepada konseli untuk terus mengembangkan diri
kepada hal yang positif.
2.4 Konseling Pastoral
Konseling adalah suatu cara yang dibuat agar melaluinya kita mampu
untuk menolong orang di sekitar kita. Konseling berjalan sesuai proses untuk
menjadikan orang yang mempunyai masalah tidak terhenti dengan masalah itu
saja, tetapi diberikan pertolongan untuk berkembang dan menyelesaikan
masalahnya.29
Menurut Mesach Krisetya, konseling adalah suatu disiplin ilmu
terapi non medis, yang sasarannya adalah untuk memberi fasilitas dan
menimbulkan pertumbuhan serta perkembangan kepribadian; menolong pribadi-
pribadi untuk mengubah pola-pola kehidupan yang menyebabkan mereka
mengalami kehidupan yang tidak berbahagia dan menyediakan suasana
persaudaraan dan kebijaksanaan bagi pribadi-pribadi yang sedang menghadapi
kehilangan dan kekecewaan dalam kehidupan yang tidak dapat dihindari.30
Konseling pastoral adalah perjumpaan eksistensial yaitu perjumpaan dua
orang manusia sebagai subyek, yakni konselor dan konseli. Perjumpaan ini
memiliki tujuan untuk menolong konseli agar dapat menghayati keberadaannya
dan pengalamannya secara penuh.31
Menurut Abineno (dalam Soewarno), banyak
orang yang hidup dalam situasi yang sulit karena bergumul dengan berbagai
persoalan yang kadang-kadang rumit sehingga mereka hampir putus asa. Mereka
tidak tahu apa yang mereka harus lakukan.32
Persoalan yang begitu banyak
dihadapi oleh manusia ini menurut Aart van Beek (dalam Soewarno) perlu untuk
di tolong oleh konselor.33
Menurut Yakub B. Susabdo, pastoral konseling adalah hubungan timbal
balik antara konselor dengan konseli, dimana konselor mencoba membimbing
konselinya kedalam suatu suasana percakapan konseling yang ideal yang
29
Harper and Brothers, PASTORAL COUNSELING:It’s Theory and Practice, (New
York: USA, 1951), 4 30
Mesach Krisetya, Diktat Konseling Pastoral, (Salatiga: FT Universitas Kristen Satya
Wacana, 2002), 3 31
Totok S. Wiryasaputra dan Rini Handayani, Pengantar Konseling Pastoral, (Asosiasi
Konselor Pastoral Indonesia, 2012), 60 32
Andreas Soewarno, Pastoral Konseling, (Yogyakarta:Kanisius, 2012), 2 33
Soewarno, Pastoral Konseling, 3
11
memungkinkan konseli itu betul-betul dapat mengenal dan mengerti apa yang
sedang terjadi pada dirinya sendiri, persoalannya, kondisi hidupnya, dimana ia
berada, dan sebagainya sehingga ia mampu melihat tujuan hidupnya dalam relasi
dan tanggung jawabnya dengan Tuhan.34
Menurut E. P. Ginting konseling pastoral adalah psikoterapi-pastoral yang
melakukan psikoterapi, yang bersifat membangun kembali.35
Konselor harus siap
untuk menolong dan menerima pribadi konseli yang datang dengan kesulitan dan
persoalan hidup mereka. Konseling pastoral merupakan media untuk memberikan
bimbingan kepada orang-orang yang memiliki permasalahan dalam dirinya yang
perlu untuk diselesaikan agar tidak menjadi penghalang dalam pertumbuhan atau
perkembangan kehidupan kedepan. Proses konseling pastoral dapat dijalankan
dengan tujuan agar konseli mampu bertumbuh didalam pengetahuan religius yang
baik dengan Yesus sebagai teladan sehingga ada terang Kristus didalam konseli
yang telah di pulihkan. Konseling pastoral mengandalkan percakapan sebagai
salah satu jalan untuk membantu konseli karena percakapan memberikan kita
waktu yang banyak untuk konselor dapat membantu konseli menyelesaikan
masalahnya.
2.5 Orang Tua Dalam Peran Sebagai Konselor Dalam Keluarga
Peran orang tua sebagai konselor dalam keluarga diambil dari bagian
peran orang tua sebagai pembimbing dalam keluarga sehingga orang tua bukan
hanya memberikan perlindungan, relasi yang baik, tetapi juga mampu untuk
membawa anak selalu dalam kondisi mampu memutuskan yang terbaik bagi
perkembangannya.
Proses konseling yang berjalan dalam keluarga bertujuan untuk membantu
setiap anggota keluarga untuk menghadapi serta memecahkan setiap persoalan
psikologis masing-masing individu untuk mencapai kebahagiaan.36
Kebahagiaan
yang ingin di raih oleh setiap anggota keluarga secara psikologis terbagi atas dua.
34
Yakub B. Susabdo, Pastoral Konseling Jilid 1, Cet: 10 (Malang:Gandum Mas, 2003), 4 35
E. P. Gintings, Gembala dan Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Yayasan Andi, 2002),
13 36
Kristiana Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, (Salatiga:Widya Sari Press,
2004), 9
12
Pertama, tercapainya keinginan, cita-cita dan harapan dari setiap anggota
keluarga. Kedua, sesedikit mungkin terjadi konflik dalam pribadi masing-masing
maupun konflik antar pribadi.37
Di Indonesia saat ini, kemajuan di segala bidang
juga mempengaruhi kehidupan setiap keluarga. Banyak tuntutan yang perlu untuk
dipenuhi agar kehidupan dalam keluarga dapat terjamin, sehingga orang tua lebih
fokus kepada pemenuhan materi bagi keluarga dan membuat hubungan antar
pribadi dalam keluarga menjadi renggang.38
Padahal orang tua tidak hanya
dituntut untuk memenuhi kebutuhan keluarga berupa materi untuk memenuhi
fungsi fasilitasi, pendidikan dan menafkahi tetapi juga dapat mengatur
kebahagiaan yang ingin dicapai dengan membuat relasi dan komunikasi melalui
bimbingan antar pihak-pihak dalam keluarga.39
Menurut Dr. J. L. Ch. Abineno (dalam Soewarno), menjadi konselor
bukan memberikan pelajaran bagaimana yang terbaik, tetapi bersama dengan
konseli melihat persoalan yang dihadapi untuk membantu konseli menemukan
jalan keluar dari persoalan yang dihadapi.40
Akibat dari kemajuan di berbagai
bidang, para orang tua bukan menjadi konselor yang berjalan bersama konseli
tetapi acuh tak acuh dengan persoalan yang terjadi dalam keluarga. Keadaan
orang tua yang demikian itu menyebabkan hilangnya perhatian dan kasih sayang
kepada anggota keluarga.41
Menurut McLeod (dalam Komalasari), berhubungan
dengan orang lain merupakan tujuan konseling yang penting untuk membentuk
dan mempertahankan hubungan yang bermakna dengan memuaskan orang lain,
misalnya keluarga.42
Dalam memegang peran sebagai konselor dalam keluarga,
orang tua dituntut untuk dapat membentuk relasi dan komunikasi sebagai bagian
dari cara mencapai kebahagiaan yang sama bagi setiap anggota keluarga.
Dalam proses konseling dimana orang tua sebagai konselor dalam
keluarga memberikan pengaruh besar bagi perkembangan setiap anggota keluarga
37
Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, 10 38
Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, 12 39
H. Sutirna, Bimbingan dan Konseling:Pendidikan Formal, Nonformal, dan Informal,
(Yogyakarta:ANDI, 2013), 23 40
Andreas Soewarno, Pastoral Konseling, (Yogyakarta: Kanisius, 2012), 52 41
Kristiani Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, (Salatiga: Widya Sari Press,
2004), 13 42
Gantina Komalasari dan Eka Wahyuni, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta Barat:
Indeks, 2011), 18
13
karena dengan berperan sebagai konselor maka orang tua dapat menciptakan
toleransi yang baik bagi setiap anggota keluarga ketika menghadapi konflik
didalam maupun di luar lingkup keluarga dan dapat meningkatkan motivasi untuk
memberi semangat kepada anggota keluarga yang lain.43
2.6 Perkembangan Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa.
Pada masa remaja ada perkembangan yang terjadi dari berbagai segi. Bukan
hanya fisik, tetapi juga perubahan lingkungan yang mengharuskan remaja untuk
dapat bertindak layaknya orang dewasa. Pada masa remaja seseorang mulai ingin
tahu siapa dan bagaimana dirinya serta memikirkan kehidupan masa depannya.
Menurut Nuhamara, terdapat beberapa perkembangan yang terjadi dalam
diri remaja, antara lain44
: Pertama, remaja mengalami perubahan fisik untuk dapat
bertindak sebagai orang dewasa serta perubahan sosial yang membutuhkan
kemandirian seorang remaja agar dapat bertahan dalam dunia orang dewasa.
Perubahan fisik dan tuntutan kehidupan sosial ini membuat remaja juga mulai
berpikir berbeda dengan anak-anak. Kedua, remaja mengalami perkembangan
sosial yang menyebabkan remaja mulai mengenal lingkungan di luar keluarga.
Ketiga, remaja mengalami perkembangan mental yang memberikan kemampuan
bernalar jauh berbeda dengan dirinya. Piaget (dalam Nuhamara) menyebut
perkembangan ini sebagai perkembangan kognitif yang memungkinkan remaja
dapat berpikir lebih luas dari sebelumnya.45
Keempat, remaja mengalami
perkembangan emosional yang menyebabkan remaja mengalami kondisi pikiran
yang tidak menentu. Remaja dapat dapat merasa sedih dan senang secara tiba-tiba.
Emosi yang dialami bukanlah emosi yang selalu dikaitkan dengan hal-hal negatif
tetapi lebih kepada munculnya pikiran alamiah yang memang melekat dalam diri
manusia. Kelima, remaja mengalami perkembangan spiritual yang membuat
remaja mempunyai berbagai pertanyaan tentang keyakinannya. Pada
perkembangan ini remaja biasanya mengalami keragu-raguan terhadap
43
Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, 42 44
Daniel Nuhamara, PAK (Pendidikan Agama Kristen) Remaja, (Bandung: Jurnal Info
Media, 2008), 46 45
Daniel Nuhamara, PAK (Pendidikan Agama Kristen) Remaja, (Bandung: Jurnal Info
Media, 2008), 62
14
kepercayaan terhadap Tuhan karena pemikiran mereka bahwa iman tidak dapat
dibuktikan secara empiris dan tidak masuk akal.
Menurut, Chown dan Kang (dalam Padmomartono), remaja usia 15-18
tahun yang disebut sebagai remaja madya mampu untuk bereksperimen dan
mengambil resiko, dikenal serta diterima oleh kelompok sebayanya, berpikir
secara rasional, mulai memikul tanggung jawab bagi diri sendiri dan
memperdulikan kebebasan serta hak individu.46
Menurut Erikson (dalam
Nuhamara), remaja dalam perkembangannya mengalami kecemasan yang
diakibatkan oleh potensi krisis dalam dirinya.47
Kecemasan ini muncul karena
keraguan untuk melakukan tugas-tugasnya selama perkembangan. Remaja perlu
untuk mencapai penyesuaian diri agar dapat menangani kecemasan ini dengan
membangun relasi kepada lingkungan sekitar sehingga ia dapat dikenal
sebagaimana ia ada. Remaja yang melalui tahapan ini dengan baik akan
memunculkan identitas diri serta komitmen dan dapat dipercaya sehingga
memunculkan tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dilakukannya.
Selama masa perkembangan ini yang terjadi adalah remaja kerap kali
bertentang dengan orang tua. Maslow (dalam Saad) mengutarakan bahwa cinta
kasih dari orang tua merupakan unsur terpenting dalam perkembangan remaja
karena melalui cinta kasih, remaja belajar untuk mengambil keputusan-keputusan
terbaik bagi dirinya serta resiko apa yang akan dipetik dari keputusan tersebut
dengan berpusat kepada orang tua sebagai bahan pembelajaran.48
.
Menurut Rousseau (dalam Boehlke), remaja mulai mampu untuk melihat
orang lain dan memberikan penilaiannya tersendiri kepada orang tersebut karena
remaja menganggap bahwa tolak ukur suatu perbuatan terdapat pada dirinya
sendiri sehingga ada pengetahuan baru bahwa setiap manusia mempunyai sifat
yang berbeda.49
Perkembangan yang terjadi dalam diri remaja bukanlah
46
Sumardjono Padmomartono, Konseling Remaja, (Salatiga:Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, 2013), 34 47
Nuhamara, PAK Remaja, 60 48
Hasballah M. Saad, Perkelahian Pelajar: Potret Siswa SMU di Jakarta, (Yogyakarta:
Galang Press, 2003), 32 49
Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama
Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 170
15
perkembangan yang mudah untuk dilalui. Didalamnya remaja banyak mengalami
pertentangan dan kecemasan bahkan yang terburuk mengalami penolakan dari
lingkungan, namun semua itu tergantung kepada didikan dan bimbingan yang
telah didapatkan oleh remaja terlebih dahulu. Apabila seorang remaja mendapat
bimbingan yang kurang cukup dari keluarga khususnya orang tua maka
perkembangan remaja juga akan terhambat dan mengakibatkan remaja menjadi
tidak terkontrol karena kecemasan-kecemasan yang dialami dalam masa
perkembangan tidak mampu untuk diselesaikan.
2.7 Hubungan Orang Tua Dengan Remaja
Dewasa ini hubungan antara orang tua dan remaja begitu banyak yang
mengalami perubahan. Remaja yang juga berubah sesuai perkembangan jaman
menemui begitu banyak persoalan yang tidak disadari oleh orang tua.
Permasalahan yang ada dapat terjadi karena berbagai faktor, baik kesibukan orang
tua di lapangan pekerjaan sehingga anak merasa kurang di perhatikan atau
perhatian yang berlebihan sehingga berujung pada larangan berbuat ini dan itu.
Remaja pada akhirnya menjadi frustrasi sehingga bisa memunculkan banyak
dampak yang negatif didalam diri remaja. Terdapat tiga hal yang terjadi didalam
diri remaja secara umum yaitu Pertama, “agresi” adalah bentuk pencurahan emosi
yang berlebihan kepada lingkungan maupun diri sendiri melalui kekerasan.
Kedua, “withdrawal” adalah mencoba melarikan diri dengan cara berfantasi atau
melamun. Ketiga, “regresi” adalah mencoba kembali pada situasi yang dulu
pernah memberi kepuasan kepada dirinya50
.
Orang tua harus berperan aktif dalam tindakan pencegahan terlebih dahulu
sebelum remaja melangkah lebih jauh kedalam persoalan yang lebih rumit.
Disinilah peran orang tua dalam bimbingan yang diperlukan untuk membantu
remaja dalam perkembangannya mencapai kemampuan secara maksimal dalam
mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi remaja51
. Bimbingan yang
dilakukan tentu harus sesuai dengan tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan
remaja sehingga diperlukan untuk membangun hubungan yang baik antara orang
50
Syahril dan Riska Ahmad, Pengantar Bimbingan Konseling, (Padang: Angkasa Raya,
1986), 22 51
Syahril dan Ahmad, Pengantar Bimbingan Konseling, 41
16
tua sebagai konselor dengan remaja sebagai konseli. Hubungan yang dibangun
akan sangat baik apabila orang tua dapat mengatur pola asuh yang tepat sebelum
melakukan bimbingan kepada anak yaitu dengan cara menerapkan pola asuh
demokratik.52
Pola asuh demokratik ini akan menimbulkan timbal balik antara
orang tua dengan anak. Pusat kontrol tetap pada orang tua tetapi orang tua tidak
membatasi keinginan anak namun mampu untuk menyeleksi kebutuhan anak.
Keputusan yang diambil oleh remaja tetap dihargai dan jika dianggap mampu
maka dibolehkan untuk memakai keputusan tersebut, sebaliknya jika orang tua
menganggap anak tidak mampu untuk memenuhi keputusan tersebut maka ada
solusi lain yang diberikan oleh orang tua sebagai bagian dari menghindari
kekecewaan dari remaja atau perasaan tidak dihargai.
Hubungan yang di bangun atas dasar pola asuh demokrasi dengan
sendirinya akan memberikan kesempatan yang besar bagi orang tua untuk
terhubung secara emosinal dengan remaja sehingga orang tua mampu untuk
menelusuri jalan pikiran remaja bahkan sebelum mereka mengungkapkannya.
Perlu juga dipahami bahwa kemungkinan munculnya konflik antara anak dan
orang tua terus menerus muncul. Konflik ini biasanya terjadi dari segi perubahan
kognitif remaja yang tidak bisa secara langsung di kontrol orang tua53
yaitu
mencakup perubahan fisik atau pubertas. Ketika konflik ini terjadi maka orang tua
adalah satu-satunya orang yang mampu untuk menenangkan kembali suasana.
Oleh karena itu, orang tua perlu untuk mengontrol konflik yang ada dengan cara
tidak mencari siapa yang salah dan siapa yang benar, melainkan dengan
menggunakan bahasa yang santun dan sopan, serta carilah pemecahan dengan
kemenangan berpihak kepada orang tua juga remaja artinya jalan keluar bersama
dicari namun tidak merugikan kedua belah pihak dan bersikap realistik terhadap
remaja karena remaja belum memiliki keterampilan yang cukup54
. Sesuai dengan
peran orang tua dan fungsi dari remaja maka perlu adanya bimbingan berupa
konseling pastoral yang diberikan orang tua kepada remaja. Konseling yang
bertujuan untuk memberikan fasilitas dan menimbulkan pertumbuhan serta
52
Sumardjono Padmomartono, Konseling Remaja, (Salatiga: Program Studi Bimbingan
dan konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW, 2013), 45 53
Padmomartono, Konseling Remaja, 46 54
Padmomartono, Konseling Remaja, 58
17
perkembangan kepribadian, menolong pribadi-pribadi untuk mengubah pola-pola
kehidupan yang menyebabkan mereka mengalami kehidupan yang tidak bahagia,
dan menyediakan suasana persaudaraan dan kebijaksanaan bagi pribadi-pribadi
yang sedang menghadapi tantangan.
III PERAN ORANG TUA DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN
REMAJA USIA 15-18 TAHUN
3.1 Permasalahan Remaja Usia 15-18 Tahun
Masa remaja adalah tahap mencoba sesuatu yang baru sehingga sudah menjadi
hal yang pasti bahwa akan ada permasalahan yang terjadi dalam proses ini.55
Permasalahan yang terjadi ini tidak selalu dapat dianggap sebagai sesuatu yang
berbau negatif, melainkan dapat menjadi batu loncatan yang positif untuk
perkembangan remaja kedepan. Permasalahan yang dialami oleh remaja usia 15-
18 tahun penulis bagi menjadi 4 bagian, yaitu :
3.1.1 Permasalahan Remaja Dengan Diri Sendiri
Permasalahan ini berhubungan dengan kepercayaan diri remaja yang
dilakukan dengan cara mengembangkan harga diri. Harga diri (self-esteem)
merupakan penilaian atau evaluasi psoitif dan negatif terhadap diri.56
Pengembangan harga diri ini dilakukan dengan cara mulai mengkritisi dirinya
sendiri untuk mengetahui siapa dirinya atau apa yang mampu ia lakukan.57
Remaja mulai untuk menerima dirinya agar dapat mengembangkan
kemampuan untuk lebih berprestasi dalam berbagai bidang cocok dengan
dirinya.58
Pada masa remaja usia 15-18 tahun cenderung terjadi sebuah
permasalahan tentang mencintai diri sendiri karena mereka sedang dalam
masa untuk menentukan akan menjadi apa mereka atau seperti apa mereka di
mata orang lain. Ketika seorang remaja telah mampu untuk mengenal siapa
dirinya dan kemampuannya maka ia tidak lagi memikirkan orang lain atau
lebih mengutamakan dirinya sehingga muncul rasa ego yang sangat tinggi
55
Daniel Nuhamara, PAK (Pendidikan Agama Kristen) Remaja, (Bandung: Jurnal Info
Media, 2008), 76 56
Sarwono dan Meinarno, Psikologi Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), 23 57
Sumardjono Padmomartono, Konseling Remaja, (Salatiga: FKIP UKSW, 2013), 50 58
Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, (Yogyakarta: Kanisisus, 2014), 19
18
dalam diri remaja.59
Remaja tidak ingin orang tua terlalu mencampuri
urusannya, sangat memperhatikan penampilan dan berusaha keluar untuk
mencari teman baru.60
Perkembangan yang buruk ini biasanya berasal dari
pengalaman sewaktu masa anak-anak yang sering mengalami penolakan,
dikritik secara kasar, tuntutan untuk menjadi sempurna dan dinilai tidak
menarik oleh teman sebaya.61
Masalah-masalah yang dihadapi tidak mampu untuk diselesaikan
sehingga membuat diri remaja dapat mengeskpresikan dirinya dalam tiga hal
yaitu : Pertama, remaja menjadi pemain aktor yang memasang topeng seolah-
olah hidup dalam kebahagiaan, tetapi kenyataannya remaja hidup dalam rasa
cemas dan takut. Kedua, remaja menjadi pemberontak sehingga remaja
bertindak tanpa mempedulikan pendapat dari orang lain, melanggar hukum
dan suka menyalahkan orang lain. Ketiga, remaja menjadi pecundang yang
membuat remaja merasa tidak mampu menangani kehidupannya dan selalu
meminta orang lain membantunya.62
3.1.2 Permasalahan Remaja Dengan Orang Tua
Permasalahan dengan orang tua berhubungan dengan pola asuh orang
tua terhadap remaja. Pola asuh orang tua akan menentukan perkembangan
remaja baik secara fisik maupun mental. Menurut Hurlock (dalam
Padmomartono), terdapat 7 pola sikap dan perlakuan orang tua terhadap
remaja serta dampaknya terhadap kepribadian remaja, yaitu:63
a) Orang tua yang terlalu melindungi yaitu orang tua yang melakukan
kontak berlebihan dengan remaja, mengawasi kegiatan remaja dan
memecahkan masalah remaja. Dampak yang terjadi akibat pola asuh
ini adalah remaja menjadi agresif, memiliki perasaan tidak aman,
kurang mampu mengendalikan emosi, kurang percaya diri, mudah
59
Jose RL Batubara, Adolescent Development (Perkembangan Remaja), (Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010), 27 60
Batubara, Adolescent Development (Perkembangan Remaja), 28 61
Drost, Perilaku Anak Usia Dini (kasus dan pemecahannya), (Yogyakarta: Kanisius,
2001), 125 62
Sumardjono Padmomartono, Konseling Remaja, (Salatiga: FKIP UKSW, 2013), 55 63
Padmomartono, Konseling Remaja, 42-44
19
terpengaruh, egois, pembuat ulah, sulit bergaul, menolak tanggung
jawab dan sangat tergantung.
b) Orang tua yang serba membolehkan yaitu orang tua yang memberi
kebebasan berpikir dan berusaha, menerima pendapat remaja,
membuat remaja merasa diterima, paham dan toleran terhadap remaja,
dan lebih suka memberi apa yang diminta remaja daripada menerima.
Dampak yang terjadi ialah remaja pandai mencari jalan keluar, dapat
diajak bekerjasama, percaya diri, dan menjadi serba penuntut dan
tidak sabaran.
c) Orang tua yang menolak remaja yaitu orang tua yang bersikap masa
bodoh, kaku, kurang peduli kesejahteraan remaja, dan menampilkan
sikap permusuhan serta dominasi kepada remaja. Dampak yang
terjadi ialah remaja menjadi agresif (keras kepala, mudah marah,
nakal), submissive (pemalu, mudah tersinggung, penakut), sulit
bergaul, pendiam dan sadis.
d) Orang tua yang menerima remaja yaitu orang tua yang memberi
perhatian dan kasih kepada remaja, menempatkan remaja dalam posisi
penting di keluarga, mengembangkan hubungan yang hangat dengan
remaja, respek pada remaja, mendorong remaja untuk menyatakan
perasaan atau pendapatnya, dan berkomunikasi secara terbuka serta
mau untuk mendengar masalahnya. Dampak yang terjadi ialah remaja
mau untuk bekerjasama, bersahabat, loyal, memiliki emosi yang
stabil, ceria dan optimis, bertanggungjawab, jujur, bersikap realistik
dan punya rencana jelas untuki masa depannya.
e) Orang tua yang mendominasi yaitu orang tua yang menguasai anak
secara psikologis, dalam hal ini misalnya selalu diancam ketika ingin
melakukan sesuatu. Dampak yang terjadi ialah remaja akan sopan dan
berhati-hati, pemalu, penurut, dan mudah bingung serta tidak dapat
bekerjasama.
f) Orang tua yang menyerah pada remaja yaitu orang tua yang
memberikan apapun yang remaja minta dan membiarkan remaja
berperilaku semaunya di rumah. Dampak yang terjadi ialah remaja
20
tidak patuh, tidak bertanggungjawab, agresif, teledor,bersikap otoriter,
dan terlalu percaya diri.
g) Orang tua yang suka menghukum yaitu orang tua yang mudah
menghukum remaja dan menanamkan kedisiplinan secara keras.
Dampak yang terjadi ialah remaja menjadi nakal, mudah terpancing
dan sukar mengambil keputusan.
Dari pemahaman diatas terlihat bahwa pola asuh dari orang tua
memberikan pengaruh besar bagi perkembangan remaja. Selain remaja
mengalami gejolak dalam diri sendiri, mereka juga mengalami pergolakan
sebagai bagian dari sebuah komunitas yang disebut keluarga.
3.1.3 Permasalahan Remaja Dengan Lingkungan Sekitar Dan/Atau
Teman
Dalam perkembangannya, remaja yang telah melalui kehidupan
pribadi beserta asuhan orang tua akan keluar dan mulai berinteraksi dengan
lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar yang paling tepat bagi remaja untuk
berinteraksi adalah teman sebaya.
Teman sebaya adalah anak atau remaja yang kurang lebih berada pada
taraf usia yang sama dan interaksi antar teman sebaya ini dapat membawa
dampak negatif maupun positif juga kepada remaja.64
Pengalaman yang
diperoleh bersama teman sebaya berguna bagi remaja dalam membentuk
wawasan tentang segi yang benar dan yang salah serta memelihara relasi
keintiman yang sehat dan berjangka lama, sehingga remaja yang sudah
terbiasa dengan temannya bila dijauhkan maka akan memunculkan masalah
baru seperti depresi dan perilaku anti-sosial.65
Remaja menganggap bahwa kelompok teman sebayanya dapat menjadi
sebuah media baginya untuk belajar menyesuaikan diri sebelum ia masuk
kedalam kemandirian namun, remaja terlebih dahulu kehilangan identitas
karena remaja akan melakukan apa yang dilakukan oleh teman-temannya.66
64
Lisa J. Crockett and Ann C. Crouter, Pathways through Adolescence: Individual
Development in Relation to Social Context, (New York: Psychology Press, 2014), 153 65
Sumardjono Padmomartono, Konseling Remaja, (Salatiga: FKIP UKSW, 2013), 58 66
Daniel Nuhamara, PAK (Pendidikan Agama Kristen) Remaja, (Jurnal Info Media,
2008), 49-50
21
Pengaruh teman sebaya adalah masalah yang paling ditakuti oleh setiap orang
tua karena sangat mungkin bagi remaja untuk terjerumus kedalam hal-hal
yang tidak diinginkan oleh orang tua dan juga akan membawa dampak buruk
bagi masyarakat sekitar apabila remaja terlibat kedalam hal-hal negatif terkait
masyarakat secara luas.67
3.1.4 Permasalahan Remaja Dengan Kehidupan Spiritual
Permasalahan remaja dengan kehidupan spiritual adalah keraguan dan
ketidakpercayaan. Pada masa remaja usia 15-18 tahun kepercayaan agamawi
mulai diragukan oleh remaja. Setiap pemikiran spiritualitas yang mereka anut
sejak kecil mulai dipertanyakan kembali. Mereka mulai berpikir rasional
untuk menemukan kebenaran bahwa yang transenden memiliki wujud yang
mampu untuk dibuktikan. Pemikiran ini dilandasi oleh perkembangan jaman
yang semakin besar dan pandangan dunia yang baru bahwa Iman tidak mampu
untuk dibuktikan secara empiris.68
Pemikiran seperti ini yang membuat remaja
saat ini banyak yang kurang aktif dalam pelayanan gerejawi. Minimnya
pengetahuan spiritualitas remaja membuat ketakutan setiap orang tua terhadap
kenakalan remaja semakin besar.
3.2 Peran Orang Tua Terhadap Permasalahan Remaja
Remaja usia 15-18 tahun telah memasuki usia remaja pertengahan yang
memungkinkan pengaruh orang tua sangat berkurang. Tidak banyak yang dapat
dilakukan oleh orang tua untuk terus-menerus memahami remaja dengan
permasalahan remaja yang begitu kompleks. Namun, perlu diingat bahwa orang
tua tetap memiliki peran sebagai pembimbing, penasehat, pendamping, pelindung,
pemberi nafkah, dan menjadi teladan.69
Peran-peran ini masih tetap mampu
dijalankan oleh orang tua sebagai wujud dari perhatian agar remaja tidak tumbuh
dalam kondisi yang memungkinkannya terpengaruh kedalam hal-hal yang negatif.
Orang tua dapat menjalankan seluruh peran ini dengan cara menjadi konselor
bagi anak karena tujuan dari konseling itu sendiri adalah menolong, menghibur
67
John W. Santrock, Adolescence Edisi Keenam, (Jakarta: Erlangga, 2003), 222 68
Nuhamara, PAK Remaja, 85-86 69
Kristiana Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga (Terapi Keluarga), (Salatiga:
Widya Sari Press, 2004), 31
22
dan membimbing.70
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua agar
mampu menjadi konselor bagi remaja, yaitu :
a) Mengambil pola asuh menerima anak. Orang tua wajib untuk
menggunakan pola asuh ini karena dengan menerima remaja
bagaimanapun keadaannya kemudian memberikan perhatian yang
sewajarnya akan memberikan rasa aman dan nyaman dalam diri remaja
sehingga tidak tertutup kemungkinan bagi orang tua untuk menjadi
pembimbing atau konselor bagi remaja.71
b) Menjadi pendengar yang baik. Sesuai dengan keterampilan yang dimiliki
oleh konselor maka orang tua harus mampu untuk mendengarkan setiap
persoalan yang disampaikan remaja tanpa menyelanya. Dengan
mendengarkan, remaja akan merasa bahwa orang tua benar-benar ingin
tahu apa yang diingini oleh remaja dan orang tua juga mampu untuk
memahami penyebab persoalan yang dialami remaja.72
c) Berkomunikasi secara positif. Remaja bukanlah orang yang menyukai
evaluasi sehingga ketika ia berada didalam sebuah masalah maka ia tidak
akan pernah mau apabila ia yang dikritik. Sebaliknya, sebagai orang tua
kita harus pandai untuk mengatur cara untuk mengikuti informasi tentang
masalah yang diceritakan dan mencoba untuk menyelesaikannya bersama
agar kelak jika ada masalah maka remaja tidak akan malu untuk
menceritakannya kembali.73
d) Tidak perlu memberikan solusi langsung. Remaja usia 15-18 tahun adalah
tipe remaja yang senang untuk mencari tahu sehingga orang tua tidak perlu
untuk memberikan jalan keluar langsung bagi remaja, tetapi orang tua
hanya perlu untuk memberikan beberapa informasi yang berkaitan dengan
masalah yang sedang dihadapi dan biarkan remaja menyelesaikannya
dengan tanggungjawab.74
70
Andreas Soewarno, Pastoral Counseling, (Yogyakarta: Kanisius, 2012), 47 71
Sumardjono Padmomartono, Konseling Remaja, (Salatiga: FKIP UKSW, 2013), 43 72
Totok S. Wiryasaputra dan Rini Handayani, Pengantar Konseling Pastoral, (Salatiga:
AKPI, 2013), 127 73
Roger W. Mclntire, Teenagers and Parents, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 24 74
Totok S. Wiryasaputra dan Rini Handayani, Pengantar Konseling Pastoral, (salatiga:
AKPI, 2013), 138
23
e) Mengadakan doa pagi serta perenungan Firman sebagai bagian dari
rutinitas didalam keluarga. Orang tua sebagai teladan yang baik mampu
untuk terus-menerus memperdalam pengenalan remaja terhadap Tuhan
sebagai pemelihara dan penciptanya melalui doa dan perenungan firman
selama 5-10 menit dengan tujuan untuk membekali remaja agar tidak
meninggalkan kehidupan spiritualitasnya.
3.3 Pembahasan dan Analisis
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan mengacu kepada teori-teori yang
dipakai, maka peran orang tua terhadap remaja usia 15-18 tahun terbagi menjadi
empat bagian, yaitu :
3.3.1 Peran orang tua secara sosiologis
Peran orang tua secara sosiologis adalah peran yang memampukan
remaja untuk belajar tentang kehidupan diluar keluarga dan untuk mengetahui
kebiasaan-kebiasaan, ide-ide, sikap dan tingkah laku ketika berada di luar
keluarga. Peran secara sosiologis ini berasal dari kebiasaan orang tua dalam
memberikan teladan kepada remaja sehingga teladan yang diberikan
merupakan tahap awal pembelajaran bagi remaja agar dalam proses
pembelajaran diluar keluarga, remaja dapat mengacu terlebih dahulu kepada
teladan yang telah mereka dapatkan dari keluarga. Teladan yang diberikan
oleh orang tua dapat berwujud tutur kata, sikap, dan tingkah laku, tata krama
serta kesopanan. Remaja yang diberikan teladan yang baik akan membuatnya
menjadi remaja yang bertumbuh dan berkembang kepada hal-hal yang lebih
positif serta dapat membuat para remaja mampu untuk membuka diri kepada
lingkungan luar dan berinteraksi dengan baik. Peran secara sosiologis ini akan
menentukan pertumbuhan remaja kedepan. Ketika seorang remaja mampu
untuk memberikan teladan yang baik layaknya teladan yang telah diajarkan
oleh orang tua kepada para remaja, maka remaja tersebut dapat tumbuh
menjadi seorang manusia yang cakap dan minim permasalahan.
24
3.3.2 Peran orang tua secara psikologis
Peran orang tua secara psikologis adalah peran orang tua yang membuat
remaja merasa bahwa dirinya tidak berjalan sendiri. Peran ini membutuhkan
perhatian dan cinta kasih dari orang tua untuk dapat diwujudkan. Remaja yang
merasa bahwa dirinya tidak diperhatikan dapat membuat emosi remaja
menjadi tidak stabil sehingga menimbulkan perasaan bahwa dirinya bukanlah
orang yang penting bagi keluarganya. Perasaan seperti ini yang mesti
ditiadakan bahkan dihilangkan dari dalam pikiran remaja, sehingga diperlukan
sebuah fungsi kontrol oleh orang tua. Orang tua harus berperan aktif dalam
mendengarkan permasalahan yang dihadapi remaja sebagai bentuk perhatian
dan perlindungan kepada remaja. Selain itu, orang tua juga mampu untuk
membangun relasi yang baik dengan remaja agar komunikasi antara kedua
pihak dapat terjalin dengan baik. Perasaan bahwa ada perhatian, perlindungan
serta adanya penghargaan dari orang tua para remaja akan memberikan
pemahaman kepada remaja bahwa mereka tetap mendapat motivasi dan
dukungan disetiap permasalahan yang dihadapi.
3.3.3 Peran orang tua secara ekonomi
Peran orang tua secara ekonomi adalah peran yang memungkinkan
setiap remaja merasa terpenuhi dalam kebutuhan pokoknya. Kebutuhan remaja
untuk bersikap dan bertingkah laku yang telah terpenuhi akan membutuhkan
dukungan juga dari kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, papan dan juga
pendidikan. Remaja yang terbentuk didalam sebuah keluarga yang tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya cenderung tumbuh menjadi
remaja yang tidak percaya diri ketika bergabung dan berinteraksi dengan
lingkungan sekitar. Bagaimanapun orang tua adalah yang paling
bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan hidup remaja sehingga perlu
dipahami bahwa orang tua harus memenuhi setiap kebutuhan remaja yang
mampu mendukung mereka untuk berkembang secara positif. Remaja yang
terpenuhi kebutuhan hidupnya akan memberikan mereka motivasi untuk terus
berkembang sehingga mereka tidak ketinggalan dari orang lain dan menjadi
putus asa. Penting bahwa kebutuhan hidup remaja yang terpenuhi dapat
mendukung perkembangan remaja khususnya bagi masa depan mereka.
25
3.3.4 Peran orang tua secara spiritual
Peran orang tua secara spiritual adalah peran orang tua untuk membuat
remaja yang mulai ragu terhadap imannya kembali membangun keyakinannya
sebagai bagian dari umat Tuhan. Orang tua dapat membangun kembali relasi
yang baik antara remaja dengan Tuhan sebagai Allah yang memiliki
kehiudpan manusia. Remaja cenderung malu untuk mengakui keyakinannya
sehingga perlu bagi orang tua untuk mengajarkan kasih Tuhan kepada remaja
melalui teladan yang diberikan sehingga remaja mampu untuk memahami
bahwa ada sosok Tuhan yang menjadi gambaran dari hidupnya. Gambaran
Tuhan yang memberikan teladan bagi remaja untuk perkembangan
spiritualitasnya akan menjadikan remaja tumbuh didalam sebuah kepercayaan
bahwa segala sesuatu yang dilakukannya bukan semata-mata untuk dirinya
sendiri, tetapi juga untuk Tuhan. Orang tua juga perlu untuk mengajarkan
kepada remaja bahwa kehidupan yang dijalani semua merupakan kehendak
dari Tuhan, namun manusia tetap diberikan kehendak bebas untuk memilih
apa yang ingin dilakukan sehingga keputusan tetap ada ditangan manusia
untuk memutuskan yang terbaik bagi kehidupannya. Dalam proses
mendekatkan para remaja dengan Tuhan, orang tua dapat melaksanakan
sebuah rutinitas rohani di dalam keluarga, seperti mengadakan ibadah singkat
bersama keluarga minimal 5 menit setiap pagi sebelum melakukan aktifitas
sehari-hari, berdoa bersama sebelum makan, rajin mengingatkan para remaja
untuk ikut dalam kebaktian minggu dan kegiatan-kegiatan pemuda di gereja
(tentunya dengan tidak memaksa), dan seterusnya. Dengan melakukan
beberapa cara seperti diatas, maka harapan agar para remaja tetap setia dan
taat kepada Tuhan sebagai Pencipta dan pemilik dunia ini dapat tercapai
dengan baik.
26
IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa, kesimpulan yang didapat adalah :
1. Remaja usia 15-18 tahun adalah remaja yang rentan dengan berbagai
pengaruh dari lingkungan sekitar karena pada masa inilah pengaruh orang
tua mulai dapat tergantikan dengan lingkungan luar. Remaja pada usia ini
mempunyai rasa ingin tahu yang besar dan memiliki emosi yang tidak
stabil. Orang tua harus bekerja ekstra untuk menangani remaja usia 15-18
tahun. Peran dari orang tua sangat berpengaruh besar bagi
perkembangannya. Peran dari orang tua yang salah akan memberikan
dampak buruk bagi perkembangan remaja pada masa ini. Orang tua harus
mampu memberikan teladan, perhatian, perasaan nyaman, aman, dan
tenang didalam rumah dengan tujuan membentuk remaja untuk siap
berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang lingkupnya lebih luas dari
keluarga inti.
2. Peran orang tua sebagai konselor bagi remaja usia 15-18 tahun ini
memberikan pemahaman baru bahwa remaja yang yang memiliki
permasalahan dapat mengandalkan orang tua sebagai pemberi dukungan
untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri. Orang tua yang menjadi
konselor dapat memupuk rasa kebersamaan, memberikan perhatian, serta
memenuhi kebutuhan hidup dari remaja dengan tujuan membangun sebuah
pondasi yang kuat dalam diri remaja agar tidak mudah terpengaruh
kedalam hal-hal yang negatif, menguatkan kehidupan spiritual dan
memberikan kesempatan kepada remaja untuk lebih memfokuskan diri
kepada hal-hal yang mampu menunjang keberhasilannya.
Kurangnya pemahaman dari orang tua tentang bagaimana membimbing anak
yang benar membuat remaja tidak menganggap bahwa orang tua adalah orang
yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara jasmani maupun rohani.
Pemahaman yang benar tentang makna menjadi orang tua dan berperan sebagai
konselor bagi remaja akan membuat para orang tua dapat lebih mudah untuk
membawa diri menghadapi remaja dengan berbagai permasalahan mereka.
27
4.2 Saran
Bagi para orang tua agar dapat memahami perannya, orang tua harus
mampu menjadi teman bagi remaja dengan melakukan tugas-tugas konselor
sehingga setiap persoalan didalam diri remaja mampu dipantau secara terus-
menerus oleh orang tua agar remaja tidak merasa ditinggalkan oleh orang tua,
tetapi merasa lebih diperhatikan sehingga remaja dapat mengalami perkembangan
yang baik untuk masa depannya.
28
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad., dan Mohammad Asrori. PSIKOLOGI
REMAJA:Perkembangan peserta didik, Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
Batubara. Jose RL. Adolescent Development (Perkembangan Remaja).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010.
Crockett, Lisa J. , and Crouter, Ann C. Pathways Through Adolescence :
Individual Development in Relation to Social Context, New York:
Psychology Press, 2014.
Drost. Perilaku Anak Usia Dini (kasus dan pemecahannya). Yogyakarta:
Kanisius, 2001.
Eminyan, Maurice SJ. Teologi Keluarga, Yogyakarta: Kanisius, 2001.
Engel, J. D. Metodologi Penelitian Sosial dan Teologi Kristen, Salatiga:
Widya
Sari, 2005
Engel, J. D. Nilai Dasar Logo Konseling. Yogyakarta: Kanisisus, 2014.
Geldard, Kathryn, dan David Geldard. KONSELING REMAJA:Pendekatan
Proaktif untuk Anak Muda, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011.
Gintings, E. P. Gembala dan Konseling Pastoral. Yogyakarta: Yayasan
Andi, 2002.
Gunarsa, S. D. Psikologi Perkembangan: Anak dan Remaja. Jakarta: BPK.
Gunung Mulia, 1989
Gunarsa, Singgih D., dan Yulia Singgih D. Gunarsa. Psikologi Praktis :
anak, remaja dan keluarga. Jakarta: Gunung Mulia, 2004.
Harper, and Brothers. PASTORAL COUNSELING:It’s Theory and
Practice, New York: USA, 1951
Hurlock, E.B. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan
Soedjarwo). Jakarta : Penerbit Erlangga, 1991.
Idris, Zahara. Dasar Kependidikan, Bandung: Angkatan Bandung, 1984.
29
Kartono, Kartini. Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya. Jakarta:
CV.Rajawali, 1985
Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta:
Gramedia, 1983.
Komalasari, Gantina dan Wahyuni, Eka. Teori dan Teknik Konseling.
Jakarta Barat:Indeks, 2011.
Krisetya, Mesach. Diktat Konseling Pastoral. Salatiga: FT Universitas
Kristen Satya Wacana, 2002.
Mclntire. Roger W. Teenagers and Parents. Yogyakarta: Kanisius, 2005.
Mongks, F. J., A. M. P. Knoers, dan S. R. Haditono. Psikologi
Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2000.
Muss, R. E., S. W. Olds, and Fealdman. Human Developmen. Boston:
McGraw-Hill Companies, 2001.
Nazir, M. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, cetakan ke-5,
2003
Nuhamara, Daniel. PAK (Pendidikan Agama Kristen) Remaja, Jurnal Info
Media, 2008
Padmomartono, Sumardjono. Konseling Remaja. Salatiga: Fakultas Ilmu
Keguruan dan Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana,
2013.
Papalia, Diane E. Menyelami perkembangan Manusia, Jakarta: Salemba
Humanika, 2014.
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan, Bandung: Remaja Karya, 1986.
Rice, F. Philip. The Adolescent Development, Relationships, and Culture,
London: Allyn and Bacon, Inc, 1984.
Rey, J. More than Just The Blues: Understanding Serious Teenage
Problems. Sydney: Simon & Schuster, 2002.
Samiyono, David. Pengantar kedalam Matakuliah Metode Penelitian
Sosial, 2004.
30
Santrok, J. W. Adolescence (Perkembangan Remaja). Jakarta: Erlangga,
2003.
Sarwono, dan Meinarno, Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika,
2009.
Soewarno. Andreas. Pastoral Konseling:Manfaat dan Penerapannya
untuk Pelayanan Masa Kini. Yogyakarta: Kanisisus, 2012.
Sutirna. H. Bimbingan dan Konseling: Pendidikan Formal, Nonformal dan
Informal. Yogyakarta: ANDI, 2013.
Syahril, dan Riska Ahmad. Bimbingan dan Konseling. Padang: Angkasa
Raya, 1986.
Thompson, Marjorie J. Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan. cetakan ke-
3. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
Tjandrarini, Kristiana. Bimbingan Konseling Keluarga (Terapi Keluarga),
Salatiga: Widya Sari Press, 2004.
Wiryasaputra, Totok S.. dan Rini Handayani. Pengantar Konseling
Pastoral, Asosiasi Konselor Pastoral Indonesia, 2012.
Widyamarta, A. Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern:Amanat
Apostolik Familiaris Consortio Paus Yohanes Paulus II,
Yogyakarta: Kanisius, 1994.
Yusuf, S. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung:
Rosdakarya, 2004.
JURNAL
Beltz, Adriene M. 2014. Modeling Pubertal Timing and Tempo and
Examining Links to Behavior Problems, Developmental
Psychology, Vol 50.
Byrne, Donn. 1964. Childrearing Antecedents of Repression-Sensitization,
Child Development, Vol 35.
Chaparro, Maria Paula. , & Grusec, Joan E. 2015. Journal of Family
Psychology, Vol 29.
31
Ginevra, Maria Cristina. , Nota, Laura. , & Ferrari, Lea. 2015. parental
support in adolescents' career development: parents' and childrens
perceptions, Career Development Quarterly, Vol 63.
Handayani, Muryantimah Mulyo. , Ratnawati. Sofia. , & Helmi. Avin
Fadilla. 1998. Efektifitas pelatihan pengenalan diri terhadap
peningkatan penerimaan diri dan harga diri. Universitas Gajah
Mada: Jurnal Psikologi, No 2
Hoffman, Martin L. 1963. Parent Discipline and The Child Consideration
for Others, Child Development, Vol 34.
Lissau, R. 1995. Problems Of Adolescence. Occasional Paper. England:
Wynestones Waldorf School.
Mclaren, Rachel M. & Sillars, Alan. 2014. Hurtful Episodes in Parent–
Adolescent Relationships: How Accounts and Attributions
Contribute to the Difficulty of Talking about Hurt, Communication
Monographs, Vol 81.
McLeod, Jane D. , Uemura, Ryotaro. , & Rohrman, Shawna. 2012.
Adolescent Mental Helath, Behavior Problems and Academic
Achievement. Journal of Helath and Social Behaviour.
Medovy, Harry. 1964. Problems of Adolescence. Journal of Canadian
Med, Vol 90
Wagner, Clara, Alloy, Lauren & Abramson, Lyn. 2015. Trait Rumination,
Depression, and Executive Function in Early Adolescence, Journal
of Youth & Adolescence, Vol 44.
top related